Download - Tugas UTS METODE SEJARAH.rtf
(Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Bahasa Belanda IV)
Dosen Pengampu : Diyah Ayu Anggraeni, S.S
Oleh:
Imam Ghazali 13407144003
Binti Nur Aysah 13407144005
Annisa Riashinta 13407144026
PRODI ILMU SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yaitu Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
penelitian “Pemanfaatan dan Revitalisasi Benteng Vredeburg di Yogyakarta Tahun
1977 - 2015” dengan tepat waktu. Penelitian ini kami susun sebagai pemenuhan
tugas mata kuliah Metodologi Sejarah dari Bapak Djumarwan.
Terimakasih kami ucapkan kepada :
1; Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dalam pembuatan makalah
ini2; Orangtua, kami yang telah memberikan dukungan secara moral maupun
material.
3; Bapak Djumarwan selaku Dosen Pengampu mata kuliah Metode Sejarah,
yang telah membimbing serta membekali kami untuk terselesainya
penelitian ini. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan
proposal ini banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, maka dari
itu kritik dan saran sangat kami harapkan untuk menjadi lebih baik lagi.
Semoga proposal ini dapat bermanfaat untuk pembelajaran bagi semuanya.
Amin.
Yogyakarta, Maret 2015
Penulis
BAB I
2
PENDAHULUAN
1; Latar Belakang
Benteng Vredeburg Yogyakarta semula bernama “Benteng
Rustenburg” yang mempunyai arti “Benteng Peristirahatan”, dibangun
oleh Belanda pada tahun 1760 diatas tanah Keraton. Berkat izin Sri Sultan
Hamengku Buwono I, sekitar tahun 1765 bangunan disempurnakan dan
selanjutnya diganti namanya menjadi “Benteng Vredeburg” yang
bermakna Benteng Perdamaian. 1
Pendirian Benteng Vredeburg Yogyakarta tidak dapat dilepas dari
lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari
1755 yang berhasil menyelesaikan perselisihan antara Susuhunan
Pakubuwono III dengan pangeran Mangkubumi (Sri Sultan HB I) adalah
merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin turut campur urusan
dalam negeri Raja–Raja Jawa waktu itu. Orang Belanda yang berperan
penting dalam lahirnya Perjanjian Giyanti adalah Nicolaas Harting
(Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa).
Pada awalnya Benteng Vredeburg didirikan VOC tahun 1760 dengan
tujuan sebagai benteng pertahanan VOC terhadap pihak lawan dagangnya,
1 Sidharta Eko Budiharjo, Konservasi Lingkungan dan Bangunan Bersejarah diYogyakarta (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989), hlm. 25.
3
seperti Inggris dan Prancis. Pada masa-masa selanjutnya fungsi tersebut
kemudian bergeser menjadi berbagai hal sesuai dengan perkembangan zaman
yang terjadi. Perubahan fungsi tersebut dapat dilihat dalam proses
perkembangan berikut ini, pada tahun 1760 – 1830 Benteng Vredeburg
berfungsi sebagai benteng pertahanan untuk menahan serangan; pada tahun
1830 -1945 Benteng Vredeburg berfungsi sebagai markas militer Belanda dan
Jepang.
Rumusan Masalah
1; Pemanfaatan Benteng Vredeburg Sebagai Markas Militer
2; Pengalihan Dari Benteng menjadi Museum Benteng
3; Revitalisasi Museum Benteng Vredeburg
4; Museum Benteng Vredeburg Untuk Umum
4; Tujuan Penelitian
1; Untuk mengetahui bagaimana proses Benteng Vredeburg Sebagai
Markas Militer
2; Untuk mengetahui Pengalihan Dari Benteng menjadi Museum Benteng
3; Untuk mengetahui Revitalisasi Museum Benteng Vredeburg
4; Untuk mengetahui Kapan Museum Benteng Vredeburg Untuk Umum
BAB IIPEMBAHASAN
4
Benteng Vredeburg merupakan peninggalan Kolonial Belanda, namun seiring
dengan perkembangan waktu benteng tetap berdiri dan difungsikan. Sejak
berdirinya VOC praktek monopoli dagang dan aktifitas kolonial mulai terjadi di
nusantara. Hal ini menyebabkan gejolak di berbagai daerah karena praktek
monopoli VOC sering mengakibatkan selisih paham antara VOC dan pengusaha
lokal.
Masa itulah menjadi titik awal dari masa penjajahan di Indonesia oleh
Belanda. Pemaksaan kehendak terjadi dimana-mana. Perjanjian-perjanjian dengan
penguasa lokal bermunculan dengan berbuntut pada penguasaan wilayah dan
monopoli kegiatan dagang oleh VOC. Politik pecah belah dan adu domba selalu
menjadi andalan VOC dalam mengintervensi Pemerintahan lokal. Memanfaatkan
konfliks intern menjadi kebiasaan VOC dalam meraih keuntungan demikianlah
yang terjadi sehingga wilayah kerja yang harus diampu dan jumlah pegawai VOC
semakin besar. Hal ini menjadikan beban keuangan persekutuan dagang tersebut
semakin berat ditambah lagi banyaknya pejabat VOC yang melakukan koropsi
untuk kepentingan sendiri keadaan tersebut berlangsung berlarut-larut.2
A. Pemanfaatan Benteng Vredeburg Sebagai Markas Militer
2 Djamal Masudi, Yogyakarta Bentang Proklamasi (Jakarta: Barahmus DIYPerwakilan Jakarta, 1985), hlm.17.
5
Seiring dengan perkembangan yang terjadi di Eropa rakyat Belanda
menginginkan keamanan negerinya langsung dibawah lindungan perancis. Maka
Belanda diubah dari bentuk Republik mejadi Kerajaan dengan pengangkatan Luis
Napoleon sebagai Raja Belanda sehingga memberikan dampak perkembangan
politik belanda yang telah menanamkan benih-benih imperialisme mulai
tergantikan oleh pendatang baru yaitu pasukan Inggris yang kemudian
memerintah di nusantara.
Benteng Vredeburg juga pernah digunakan sebagai markas militer dapat di
jabarkan, secara kronologis sebagai berikut:
1; Sejak awal dibangun sampai dengan runtuhnya kekuasaan Hindia Belanda,
dibawah pengelolaan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Benteng
Vredeburg sebagai markas dan asrama pasukan dengan kode staf “Q”.
pada waktu itu dibawah Komandan Letnan Muda I Radio, pasukan ini
bertugas mengurusi perbekalan militer termasuk miseu, di kompleks
benteng didirikan rumah sakit yang melayani korban pertempuran yang
dalam perkembanganya juga melayani fasilitas kesehatan pasukan dan
keluarganya.
2; Benteng Vredeburg pernah dipergunakan untuk menahan para tokoh antara
lain yaitu Moh. Yamin, Tam Malaka dan R.P Soedarsono yang merupakan
tokoh dari satuan perjuangan. Peristiwa penahanan ketiga tokoh
merupakan percobaan perebutan kekuasaan atau kudeta yang dilakuan
oleh pihak oposisi kelompok persatuan perjuangan terhadap pemerintahan
kabinet Sjahrir. Pemicu peristiwa ini adalah ketidakpuasan pihak oposisi
terhadap politik diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
6
terhadap Belanda. Kelompok ini menginginkan pengakuan kedaulatan
penuh, sedangkan kabinet yang berkuasa hanya menuntut pengakuan atas
Jawa dan Madura.3
3; Pertahanan Benteng Vredeburg kemudian bergeser menjadi fungsi asrama.
Sedikit-demi sedikit elemen-elemen pertahanan yang terdapat dalam
Benteng Vredeburg sudah mulai berubah. Salah satunya parit yang sudah
kering dan kemudian ditutup. Kedatangan Belanda yang membonceng
tentara Sekutu ketika akan melakukan pelucutan senjata Jepang dan Indo
Belanda, merupakan usaha untuk menguasai Indonesia kembali. Ini
terbukti dari tindakan-tindakan yang dilakukan kemudian. Profokasi dan
teror atau bahkan tindakan kekerasan terhadap pemuda dan penduduk
menjadi faktor penyebab disampaikannya protes kepada Dewan Keamanan
PBB. Sebagai kelanjutannya muncullah beberapa perjanjian sebagai
produk usaha-usaha penyelesaian masalah dengan media diplomasi.
Namun karena niatnya ingin menjajah kembali maka perjanjian perjanjian
tersebut dilanggar oleh Belanda melalui aksi Agresi Militernya baik yang
pertama maupun kedua.
4; Agresi Militer Belanda yang kedua merupakan sebuah pengingkaran yang
dilakukan oleh Belanda atas persetujuan Renville. Ketika Belanda
melakukan Agresi keduanya tersebut, sebelum menangkap para pemimpin
Negara yang sedang bersidang di Gedung Agung, maka Benteng
Vredeburg bersamaan dengan penyerangan Maguwo pada siang hari
dijatuhi bom oleh pesawat Belanda, sehingga kantor Tentara Keamanan
3 Tashadi, Peranan Desa Dalam Perjuangan Kemerdekaan (Jakarta: Depdikbud,1992), hlm. 16.
7
Rakyat (TKR) yang berada didalamnya mengalami kerusakan. Selanjutnya
pada pukul empat sore Belanda dengan persenjataan lengkap berhasil
menguasai kota Yogyakarta. Dibawah penguasan Belanda selanjutnya
Benteng Vredeburg dimanfaatkan sebagai markas Tentara Belanda yang
tergabung dalam IVG (Informatie Voom Geheimen) atau kesatuan Dinasa
Rahasia Belanda. Disamping itu, benteng juga digunakan sebagai asrama
prajurit Belanda sekaligus tempat untuk menyimpan senjata berat dan
ringan bahkan kendaran militer seperti tank, panzer, dan kendaran lainnya.
Benteng juga dipakai sebagai tempat bertemunya mata-mata Belanda yang
tergabung dalam dinas rahasia.4
5; Ketika terjadi Serangan Umum Satu Maret Benteng Vredeburg menjadi
salah satu target serangan TNI dan gerilyawan karena Benteng Vredeburg
dianggap sebagai markas pengaturan strategi serangan Belanda. Meskipun
hanya berlangsung selama enam jam, namun penguasaan Kota Yogyakarta
dalam serangan umum tersebut merupakan kewenangan politis yang
menunjukkan bahwa TNI masih eksis. Hal ini telah memojokkan Belanda
di meja perundingan yang telah mengabarkan bahwa TNI telah hancur dan
tenggelam bersama RI. Akhirnya dengan keterpojokannya dalam
perundingan tersebut Belanda bersedia membuka kembali perundingan
dengan Indonesia yang telah lama macet. Karena itulah maka kedua belah
pihak RI dan Belanda dibawah pengawasan UNCI (United Nations
Comission of Indonesia) sepakat mengadakan perundingan yang
berlangsung pada tanggal 4 April 1949 di Jakarta. Hasil perundingan
tersebut ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta dan dikenal
dengan Persetujuan Roem Royen. Dari persejutujuan ini diperoleh hasil
4 Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Mendukung diJawa (Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000), hlm. 28.
8
bahwa Indonesia, Belanda dan BFO (Bijeenkomsht voor Federaal
Overleg) sepakat mengikuti KMB. Para tawanan yang ditawan sejak 19
Desember 1948 akan segera dikembalikan di Yogyakarta. Oleh karena
itulah Yogyakarta harus dikosongkan dan terjadilah penarikan mundur
tentara Belanda dari Yogyakarta yang dimulai dari tanggal 24 dan berakhir
pada tanggal 29 Juni 1949. Sejak itulah Yogyakarta kembali kepangkuan
RI, sehingga tanggal 29 Juni sering diperingati sebagai hari Yogya
kembali.
6; Hasil KMB (Konferensi Meja Bundar) memutuskan bahwa Belanda secara
resmi menyerahkan kedaulatan kepada RIS (Republik Indonesia Serikat).
Penandatanganan berada di dua tempat yaitu Belanda, tepatnya diruang
tahta istana Kerajaan Belanda, Ratu Juliana, Perdana Mentri Mr. Willem
Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. Amja. Sassen dan Ketua delegasi RIS
Drs. M. Hatta bersama-sama membubuhkan tanda tangan dalam naskah
pengakuan kedaulatan RIS. Sedangkan di Jakarta penandatanganan naskah
pengakuan kedaulatan RIS dilakukakn di Istana Gambir (Istana Merdeka
sekarang). RIS diwakili oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX dan
Belanda diwakili oleh Wakil Tinggi Mahkota AHJ. Lovink.
7; Tahun 1977 pada periode ini Benteng Vredeburg kembali ke tangan
Pemerintah RI dan penguasaannya diserahkan kepada Militer Akademi
dan kemudian Hankam. Pada periode inilah terjadi perubahan bangunan
benteng yang tidak terkendali. Perubahan-perubahan dilakukan sesuai
kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang cukup banyak
waktu itu. Setelah peristiwa Yogya Kembali dan pengakuan Kedaulatan
RIS, Benteng Vredeburg berada pada Angkatan Perang Republik Indonesia
(APRI). Selanjutnya pengelolaannya diserahkan kepada Sekolah Militer
9
Akademi dan dijadikan asrama siswa dan tempat belajar. Militer Akademi
merupakan tempat pendidikan para taruna calon petinggi militer di
Indonesia yang atas inisiatif Letnan Jendral Oerik Soemohardjo didirikan
pertama kali di Yogyakarta. Mula-mula kegiatan belajar mengajar
berlangsung di Christelijk Mulo Kota Baru. Setelah meluluskan dua
angkatan militer akademi Yogyakarta ditutup sementara karena alasan
teknis. Taruna angkatan ketiganya menyelesaikan pendidikan di
Koninkalijke Militaire Academie (KMA) di Breda Belanda. Dalam
perkembanganya seusai pemanfaatan Benteng Vredeburg oleh Militer
Akademi, ada dua pendapat yang berseberangan tentang keberadaan
benteng Peninggalan Belanda tersebut ke depan. Satu pihak berpendapat
agar benteng tersebut dihancurkan saja, dan di lain pihak dipelihara karena
merupakan monumen sejarah. Namum perkembangannya terhenti dan
benteng digunakan sebagai tempat tahanan politik. G 30 S/PKI yang
berlangsung berada dibawah pengawasan HANKAM.
8; Periode 1980 penguasaan dan pengelolaan benteng diserahkan dari pihak
HANKAM kepada Pemerintah Daerah Yogyakarta, Pemerintah Daerah
Propinsi DIY menelantarkan bangunan peninggalan Belanda tersebut.18
Keadaan Benteng Vredeburg sangat memprihatinkan. Keadaannya kosong,
tidak difungsikan, sehingga terjadi kerusakan dibeberapa elemen yang
tidak terawat. Namun selama dalam pengelolaan periode tersebut
berlangsung beberapa kegiatan yang bersifat sementara antara lain:
Jambore Seni (tanggal 26 sampai dengan 28 Agustus), Pendidikan dan
Latihan Dodiklat POLRI serta sebagai Markas Pasukan Garnizum 072.
B. Pengalihan Dari Benteng Menjadi Museum Benteng
10
Tanggal 9 Agustus 1980 dilakukan penandatanganan piagam perjanjian
antara Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai pihak I dan Daud Jusuf
(Mendikbud) sebagai pihak II tentang pemanfaatan bangunan bekas Benteng
Vredeburg. Dengan pertimbangan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg
tersebut merupakan bangunan bersejarah yang sangat besar artinya maka pada
tahun 1981 bangunan bekas Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai benda cagar
budaya berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor
0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981. Tentang pemanfaatan bangunan Benteng
Vredeburg, dipertegas lagi oleh Nugroho Notosusanto (Mendikbud RI) tanggal 5
November 1984 yang mengatakan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg
akan difungsikan sebagai museum Perjuangan Nasional yang pengelolaannya
diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.5
Sesuai dengan Piagam Perjanjian serta surat Sri Sultan Hamengku
Buwono IX Nomor 359/HB/85 tanggal 16 April 1985 menyebutkan bahwa
perubahan perubahan tata ruang bagi gedung-gedung di dalam komplek Benteng
Vredeburg diijinkan sesuai dengan kebutuhan sebagai sebuah museum. Untuk
selanjutnya dilakukan pemugaran bangunan bekas benteng dan kemudian
dijadikan museum.
C. Revitalisasi Museum Benteng Vredeburg
Revitalisasi adalah upaya untuk mendaur ulang dengan tujuan untuk
memberikan vitalitas baru, meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan
5 Suharja, Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg (Yogyakarta: DepartemenKebudayaan dan Pariwisata, 2009), hlm. 2.
11
menghidupkan kembali vitalitas (re-vita-lisasi) yang pernah ada, namun telah
memudar. Revitalisasi dapat dijelaskan, adalah rangkaian upaya menghidupkan
kembali kawasan yang cenderung mati, meningkatkan nilai-nilai vitalitas yang
strategis dan signifikan dari kawasan yang masih mempunyai potensi dan atau
mengendalikan kawasan yang cenderung kacau atau semrawut.
Pelaksanaan revitalisasi harus melalui beberapa tahapan, di mana
masingmasing tahapan harus memberikan upaya untuk mengembalikan atau
menghidupkan kawasan dalam konteks perkotaan. Dengan demikian konservasi
bangunan dan kawasan bersejarah merupakan tempat yang dapat difungsikan
kembali menjadi kawasan yang mempunyai nilai sosial ekonomi tinggi.
Revitalisasi bukan hanya sekedar bagaimana menciptakan sebuah tempat
dengan keindahan tempat belaka, tetapi lebih kepada tempat menarik, untuk itu
perlu dikembangkan pemikiran-pemikiran yang kontekstual maupun holistik,
yang berangkat dari budaya masyarakat setempat beserta seluruh kearifan
lokalnya yang masih melekat, dan dikombinasikan dengan permasalahan
lingkungan yang berkembang saat ini. Keunikan tersebut, selain aspek sosial
budaya, mengandung kearifan lokal yang dapat menjadi daya tarik wisata, dan
berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi kreatif masyarakat. Potensi aset
budaya tersebut memiliki nilai kesejarahan dan menjadi suatu rangkaian pusaka
yang perlu dilestarikan bahkan potensial untuk dikembangkan secara positif,
berkesinambungan serta dapat dijadikan pijakan. Revitalisasi harus dipandang
sebagai sebuah objek budaya dengan segala aspek yang melingkupinya, dan perlu
dipadukan dengan permasalahan sosial, ekologi dan arsitektural yang sudah tertata
12
di kawasan atau lingkungan bersejarah tersebut. Hanya saja, langkah yang tidak
kalah pentingnya adalah bagaimana mengakomodasikan permasalahan sosial,
ekologi serta aspek terkait lainnya melalui sebuah kegiatan pelestarian.
D. Museum Benteng Vredeburg Untuk Umum
Tahun 1987 Museum Benteng Vredeburg telah dapat dikunjungi oleh
umum. Pada tanggal 23 November 1992 bangunan bekas Benteng Vredeburg
secara resmi menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Prof. Dr.
Fuad Hasan) Nomor 0475/O/1992 dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.
Selanjutnya Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Nomor : KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mempunyai Kedudukan, Tugas Pokok
dan Fungsi yaitu sebagai museum khusus merupakan Unit Pelaksana Teknis yang
berkedudukan di lingkungan Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang
Sejarah dan Purbakala yang bertugas melaksanakan pengumpulan, perawatan,
pengawetan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan memberikan
bimbingan edukatif kultural mengenai benda dan sejarah perjuangan bangsa
Indonesia di wilayah Yogyakarta.
Museum adalah sebuah Lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari
keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya terbuka untuk umum
yang mengumpulkan, merawat, mengkomunikasikan dan memamerkan, untuk
13
tujuan tujuan studi, pendidikan dan kesenangan, bukti-bukti material manusia dan
lingkungannya.
Museum secara keseluruhan dijabarkan dalam berbagai kegiatan rutin
yang terbagi ke dalam tiga bagian kegiatan sebagai berikut:
I; Pelestarian sejarah dan budaya melalui berbagai kegiatan seperti
perawatan dan pemeliharaan benteng sebagai cagar budaya, konservasi,
fumigasi dan restorasi benda-benda sejarah perjuangan. Perawatan dan
pemeliharaan benteng sebagai cagar budaya dilakukan secara bersama-
sama dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala. Sedangkan
kegiatan konservasi, fumigasi dan restorasi terhadap benda-benda koleksi
sejarah perjuangan dilakukan secara intern oleh petugas pemeliharaan dan
perawatan museum. Adapun koleksi benda-benda sejarah perjuangan
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta terdiri dari benda – benda realita,
replika, foto, lukisan dan koleksi lainnya yang berjumlah kurang lebih
7000 buah. Seluruh benda koleksi museum disimpan diruang pameran
tetap maupun di storage dengan perlakuan khusus sesuai dengan standar
Internasional museum.
II; Penyajian sejarah dan budaya melalui berbagai kegiatan seperti pameran
tetap dan pameran temporer, penyediaan film-film sejarah perjuangan,
perpustakaan sejarah serta penerbitan buku dan buletin. Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta memiliki 5 ruang pameran tetap yang terdiri dari 4
ruang diorama dan 1 ruang realita. Ruang Pameran tetap berisi koleksi
benda sejarah yang memvisualkan peristiwa sejarah perjuangan bangsa,
terutama perjuangan dari Yogyakarta sejak kedatangan bangsa Barat ke
Indonesia sampai saat ini. Selain itu pengunjung juga bisa menikmati
14
sajian film–film sejarah perjuangan di ruang Bioskop Sejarah Perjuangan.
Museum juga dilengkapi dengan perpustakaan yang berisi buku-buku
sejarah dan budaya. Sarana pembelajaran sejarah bagi anak-anak sekolah
juga disediakan melalui CD interaktif.
III; Pengembangan sejarah dan budaya melalui kegiatan penelitian dan
pengkajian sejarah perjuangan, festival, lomba, ceramah, diskusi, loka
karya, workshop, pentas seni, baik diselenggarakan sendiri, kerjasama
instansi terkait, maupun memfasilitasi masyarakat melalui sarana dan
prasarana museum. Pengkajian sejarah difokuskan pada sejarah
perjuangan di Yogyakarta baik peristiwa yang berkaitan dengan koleksi
tata pameran tetap maupun yang tidak berkaitan dengan tata pameran
museum. Festival, lomba, diskusi, pentas seni bernuansa sejarah juga rutin
dilakukan seperti festival busana perjuangan, lomba lagu, teater, lukis dan
mewarnai dengan nuansa perjuangan, cerdas cermat permuseuman,
kesejahteraan dan kepurbakalaan dan kemah budaya. Selain itu museum
juga menyediakan sarana dan prasarana bagi masyarakat untuk
mengadakan pameran, lomba, festival, ceramah, diskusi dan kegiatan lain
yang bernuansa budaya.
Pemanfaatan adalah Pendayagunaan pada cagar budaya, dalam hal ini
adalah koleksi museum untuk kepentingan sebesar–besarnya kesejahteraan rakyat
dengan tetap mempertahankan kelestariannya, yang termasuk kegiatan
pemanfaatan antara lain:
Pameran Museum
Cara paling efektif bagi museum untuk menyediakan koleksi–koleksinya
agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dengan memajangnya dalam pameran
15
baik itu pameran tetap maupun pameran temporer maupun pameran keliling,
melalui pameran museum jelas memiliki manfaat bagi pengunjung dan
meningkatkan pengetahuan tentang informasi yang terkandung dalam materi
pameran sehingga diharapkan masyarakat khususnya generasi muda dan pelajar
dapat mengerti dan memahami berbagai aspek kehidupan yang melatar belakangi
keberadaan koleksi benda-benda yang ditampilkan dalam pameran. Museum
Benteng Vredeburg bersama dengan Museum khusus sejarah yang lain secara
periodik dan berkesinambungan mengadakan program pameran bersama.
Biasanya pada peringatan Serangan Oemom 1 Maret diadakan pameran-pameran
di halaman Museum Benteng Vredeburg dan juga Rekontruksi peristiwa. Pameran
temporer dilaksanakan oleh museum dalam waktu tertentu dan dalam jangka
waktu tertentu. Tempat pelaksanaanya dapat dilaksanakan di museum maupun di
luar museum. Pameran keliling dilaksanakan dengan mengambil tempat di luar
museum yang dijalankan secara periodic dengan tema-tema tertentu.
Benteng Vredeburg Sebagai Ajang Seminar
Ruang seminar yang biasa digunakan dan dimanfaatkan masyarakat
umum, pelajar, mahasiswa menempati gedung lantai atas pada bangunan Diorama
IV untuk acara seminar, diskusi dan sarasehan.
Lomba / Festifal
Lomba dilaksanakan untuk lebih meningkatkan keterlibatan masyarakat
khususnya generasi muda dengan museum. Berbagai lomba yang telah
dilaksanakan antara lain lomba lukis dan mewarnai tingkat TK/SD, lomba karya
16
tulis ilmiah tingkat SMA, lomba vocal group perjuangan tingkat SMP, lomba
teater perjuangan tingkat SMA, lomba drumband tingkat SD, dan lomba cerdas
cermat kesejarahan permuseuman dan kepurbakalaan tingkat SMP.
Monumen Serangan Umum
Halaman luas yang letaknya berada di area depan Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk berbagai
kegiatan seperti: Pagelaran Seni, Gelar Budaya dan kegiatan lainnya yang
berorientasi pada pengembangan kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
Sejak didirikan hingga kini Benteng Vredeburg mengalami beberapa kali
pergantian fungsi. Benteng Vredeburg difungsikan sebagai: 1. Markas, Kantor
Militer, Asrama Pasukan Tentara, Rumah Sakit untuk melayani korban
pertempuran dan melayani kesehatan pasukan, keluarganya; 2. Tempat menahan
para tokoh yaitu: Moh. Yamin, Tan Malaka dan RP. Soedarsono. Pengelolaan
Benteng Vredeburg telah diserahkan dari pihak HANKAM ke Pemerintah Daerah
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta hingga ke rencana pelestarian bangunan
Benteng Vredeburg terlihat jelas, mulai direncanakan pemugaran bangunan
sampai mengalami berkali-kali pergantian pengelola.
Dengan telah selesainya pembangunan Benteng Vredeburg, maka
pemanfaatan Benteng Vredeburg sebagai museum merupakan wahana komunikasi
masa sekarang dan masa lampau, dengan begitu rasa cinta akan sejarah dapat
dibina sejak dini. Dengan berkunjung ke museum masyarakat dapat mengetahui,
mencermati, serta memahami makna yang terkandung dalam sajian diruang
pameran sehingga dapat merangsang aspirasi masyarakat guna mengisi
kemerdekaan dengan tindakan yang positif.
B. Daftar Pustaka
Djamal Masudi. 1985. Yogyakarta Bentang Proklamasi, Jakarta: Barahmus DIY
Perwakilan Jakarta, 1985.
18
Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Mendukung di
Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000.
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press,
1969.
Sidharta Eko Budiharjo, Konservasi Lingkungan dan Bangunan Bersejarah di
Yogyakarta, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1989.
Suharja, Buku Panduan Museum Benteng Vredeburg,Yogyakarta: Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata, 2009.
Tashadi, Peranan Desa Dalam Perjuangan Kemerdekaan, Jakarta: Depdikbud,
1992.
LAMPIRAN
19
B
enteng Vredeburg Pada Tahun 1980
Benteng Vredeburg Halaman Depan
20
Taman Benteng Vredeburg
Salah Satu Ruangan Diorama Benteng Vredeburg
21