Download - Tutor 1 Kelompok 16
Slide 1
Kevin 0910146Nugroho Sondrio 1110006Yonathan Leonardo1110027Fidi B1110037Tria Pertiwi1110065Ragita1110076Claudia1110136Carolina1110140Raissa1110146Maysella1110224
Kelompok 16
Fisiologi Pengaturan Suhu Tubuh
Fisiologi Pengaturan Suhu Tubuh
Pengukuran suhu tubuh memperlihatkan adanya rentang suhu normal:
Suhu rektal : 36,8 37,3oC (rata-rata 37oC)
Suhu oral : 36,3 37,1oC
0,3 0,5o lebih rendah daripada suhu rektal
Suhu aksila : 36,2 36,9oC
0,2 0,4o lebih rendah daripada suhu oral
0,5 1o lebih rendah daripada suhu rektal
Fisiologi Pengaturan Suhu Tubuh
Pusat termoregulator : thermostat terletak di area preoptik Hipotalamus anterior.
Reseptor :
Neuron yang peka panas dan dingin pada area preoptik Hipotalamus anterior (heat sensitive neuron & cold sensitive neuron).
Reseptor suhu di kulit
Reseptor suhu di organ dalam (medulla spinalis, viscera abdominal, vena besar)
Heat sensitive neuron jumlahnya lebih banyak daripada cold sensitive neuron.
Hot sensitive neuron bekerja saat suhu tubuh meningkat, VICE VERSA.
Sinyal dari perifer dan sinyal dari hipotalamus anterior akan diteruskan ke hipotalamus posterior.
Reseptor suhu di kulit > peka dingin.
4
Fisiologi Pengaturan Suhu Tubuh
Thermostat akan mendeteksi perubahan suhu lalu merespon u/ timbul mekanisme heat production atau heat loss.
Respon refleks pengaturan suhu melibatkan sistem saraf otonom, somatik, endokrin, dan perubahan tingkah laku.
Fisiologi Pengaturan Suhu Tubuh
Mekanisme antirise Timbul saat suhu tubuh meningkat
Sistem thermostat akan menghambat sistem saraf simpatis (sehingga vasodilatasi perifer di kulit) dan menstimulasi sistem saraf parasimpatis (sehingga berkeringat).
Mekanisme antidrop Timbul saat suhu dingin
Terjadi stimulasi sistem saraf simpatis
Norepinefrin vasokonstriksi perifer di kulit heat loss
Epinefrin & tiroksin BMR & menggigil heat production
Terjadi piloereksi menahan panas tubuh
Terjadi perubahan tingkah laku, seperti meringkuk u/ memperkecil luas permukaan tubuh heat loss
Suhu panas dikontrol o/ hipotalamus anterior.
Suhu dingin dikontrol o/ hipotalamus posterior.
6
Fisiologi Pengaturan Suhu Tubuh
Konsep Set-point u/ Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh normal dipertahankan berada pada kisaran 37,1oC (set-point = nilai suhu kritis)
Semua mekanisme pengaturan suhu secara terus menerus berupaya u/ mengembalikan suhu tubuh ke nilai set-point.
Mekanisme Demam
Mekanisme Demam
Demam = keadaan di mana suhu tubuh di atas suhu normal, yang dapat disebabkan karena kelainan otak atau pengaruh zat toksis terhadap suatu pengaturan suhu tubuh.
Pirogen = zat toksik yang dapat meningkatkan set-point hypothalamus sehingga suhu tubuh meningkat dan timbul demam.
Mikrobiologi Salmonella typhi
Salmonella sp.
Taksonomi:
Kingdom: Bacteria
Phylum: Proteobacteria
Classis: Gammaproteobacteria
Ordo: Enterobacteriales
Familia: Enterobacteriaceae
Genus: Salmonella
Species: S. enterica
Subspecies: enterica
Serovar: Salmonella Typhi
Salmonella Paratyphi
Antigenic structure of Enterobacteriaceae
12
Salmonella sp.
Bakteri golongan Enterobacteriaceae (enteric Gram-negative rods).
Fakultatif anaerob
Ukuran: 1-3 x 0,5 m.
Flagel peritrik (kecuali S. gallinarum dan S. pullorum) motil
Tidak berspora
Suhu optimum pertumbuhan 37oC dan pada pH 6-8
LAD : hemolisis
Non-lactose fermenter
Non-sucrose fermenter
Fermentasi +gas: glukosa, mannitol, maltosa, sorbitol (S. Typhi -gas)
TSIA : produksi H2S, slant alkalis, butt asam
Urease: -
IMViC: - + - -/+
Masa inkubasi : 7-14 hari
Dosis infeksi(demam tifoid): 105-1010 CFU/mL
Salmonella sp.
Habitat : ileum dan sirkulasi darah manusia dan hewan.
Bahan pemeriksaan u/ kultur :
Darah (minggu ke-1 dan 2)
Urin (minggu ke-2)
Feses (minggu ke-3 dan ke-4)
Aspirasi sumsum tulang belakang.
Media diferensial & nonselektif mengandung laktosa, indikator pH, dan penghambat bakteri nonenterik MCA, EMB
Media selektif & diferensial mengandung garam empedu SS agar, Bismuth Sulfite Agar, Hektoen Enteric (HE) medium, Brilliant Green Agar, Xylose-Lisine-Deoxycholate (XLD) agar.
Salmonella sp.
Struktur antigen:
Antigen somatik O, merupakan kompleks LPS, tahan panas, tahan alkohol, tahan asam.
u/ attachment pada reseptor sel inang.
Antibodi yang dibentuk terhadap antigen O IgM
Antigen flagellar H tidak tahan panas (>60oC), tidak tahan alkohol, tidak tahan asam.
Antibodi yg dibentuk terhadap antigen H IgG
Antigen kapsular polisakarida Vi
Berperan dalam antifagositosis
Tidak menghasilkan eksotoksin
Salmonella sp.
Klasifikasi menurut WHO (2004):
Typhoidal Salmonella
Hanya berkolonisasi dan menginfeksi manusia (ileum dan sirkulasi darah)
Transmisi : fecal-oral
Contoh: S. Typhi, S. Paratyphi
Non-typhoidal Salmonella
Habitat : lumen saluran cerna hewan (sapi, babi, reptil, unggas, serangga)
Transmisi : fecal-oral (susu, daging, telur, sayur yang terkontaminasi feses)
Contoh: S. Enteritidis, S. Typhimurium
Salmonella yang menjangkiti hewan (sapi, babi) tetapi dapat ditularkan kepada manusia invasi eritrosit dan menimbulkan gejala enteritis mengancam nyawa.
Pencegahan Food-borne diseases (WHO)
Jaga kebersihan
Pisahkan makanan yang matang dan mentah
Masak secara menyeluruh
Simpan makanan di temperatur yg aman
Gunakan air dan bahan mentah yang aman
Jaga kebersihan
Cuci tgn sebelum memegang makanan dan sebelum mepersiapkan makanan
Cuci tgn setelah dari toilet
Cuci dan sanitasi seluruh peralatan yang digunakan untuk mempersiapkan makanan
Lindungi dapur dan makanan dari serangga, hama, dan binatang lainnya.
Pisahkan makanan yang matang dan mentah
Pisahkan daging mentah, seafood, dan daging unggas dari makanan
Gunakakan peralatan yg berbeda untuk memotong / mengolah bahan mentah
Simpan makanan yang matang dan mentah di tempat penyimpanan yg terpisah
Masak secara menyeluruh
Masak makanan secara menyeluruh terutama daging, seafood, daging unggas, telur
untu sup dan stew didhkan hingga 70o. Utk daging pastikan kuah bersih, tdk pink. Idealy pk termometer
panaskan makanan yg dimasak sec menyeuruh
Simpan makanan di temperatur yg aman
jgn tinggalkan makanan yg telah di masak pd suhu kamar semala lebih dr 2 jam
Simpan makanan yg telah dimasak atau makanan yg cpt busuk dlm kulkas 60oC saat akan disajikan
jgn simpan makanan terlalu lama dlm kulkas
jgn lelehkan makanan yg beku di suhu ruangan
Gunakan air dan bahan mentah yang aman
gunakan air yg sehat atau diolah hingga aman
pilih makanan yg segar dan sehat
pilih makanan yg telah diproses untuk keamanan, co susu yg dipasteurisasi
cuci buah dan sayur. Terutama bila ingin dimakan langsung
jgn memakan makanan yg telah lewat taggal kadarluasa
17
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Di keluarga
Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Memberi ASI ekslusif
Menimbang balita setiap bulan
Menggunakan air bersih
Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Menggunakan jamban sehat
Memberantas jentik di rumah sekali seminggu
Makan buah dan sayur setiap hari
Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Tidak merokok di dalam rumah
Di tempat umum
Menggunakan air bersih
Menggunakan jamban
Membuang sampah pada tempatnya
Tidak merokok di tempat umum
Tidak meludah sembarangan
Memberantas jentik nyamuk
Semua perilaku yg dilakukan atas kesadaran sendiri u/ menolong diri sendiri, keluarga & masyarakat u/ menjaga, melindungi & meningkatkan kesehatan.
Sesudah buang air
Setelah menceboki bayi atau anak.
Sebelum makan dan menyuapi anak
Setelah memegang hewan.
Setelah bermain di tanah, lumpur atau tempat kotor.
Setelah bersin/batuk.
Air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui indera kita, antara lain (dapat dilihat, dirasa,
dicium, dan diraba):
Air tidak berwarna harus bening dan jernih.
Air tidak keruh, bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah, busa dan
kotoran lainnya.
Air tidak berasa, tidak berasa asin, tidak berasa asam,tidak payau,dan
tidak pahit, harus bebas dari bahan kimia beracun.
Air tidak berbau seperti bau amis, anyir, busuk, atau bau belerang.
18
MCK
Kamar mandi
luasnya min 1,2 m2 (1,0 m x 1,2 m) tidak licin, kemiringan ke arah lubang pembuangan + 1 %.
Tempat cuci
Luas lantai min 2,40 m2 (1,20 m x 2,0 m) tidak licin, kemiringan ke arah lubang tempat pembuangan + 1 %.
Jamban
berjarak 10-15 meter dari sumber air bersih,
Tidak berbau & tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus,
Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah sekitarnya,
Mudah dibersihkan & aman penggunaannya,
Dilengkapi dinding dan atap pelindung dinding kedap air dan berwarna,
Cukup penerangan,
Lantai kedap air,
Ventilasi cukup baik,
Tersedia air dan alat pembersih
Thyphoid Fever
Sinonim : Typhus abdominalis, Demam Thyphoid, Enteric fever
Definisi
suatu penyakit infeksi pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Typhoid fever is a bacterial disease, caused by Salmonella typhi. It is transmitted through the ingestion of food or drink contaminated by the faeces or urine of infected people. Symptoms usually develop 13 weeks after exposure, and may be mild or severe. They include high fever, malaise, headache, constipation or diarrhoea, rose-coloured spots on the chest, and enlarged spleen and liver.
Etiologi
Salmonella typhi
Salmonella paratyphi A, B, C
Insidensi
Merupakan penyakit endemik di Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibean, Oseania
80% Bangladesh, China, India, Indonesia, Laos, Nepal, Pakistan, or Vietnam.
Mortalitas yg diobati 0,2%, tdk diobati 9-13%
Menginfeksi 21.6 jt org (insidensi 3.6/ 1,000 populasi) & membunuh 200,000 org tiap thn.
Dapat terkena pada semua ras
54% US, 1999-2006 laki-laki
Anak usia sekolah dan dewasa muda; ank kcl & bayi
S. Bongori & S. Enterica (6 subspesies)
24
Faktor Resiko
Pengguna antacids, (H2 blockers), PPI , gastrectomy.
Kelainan genetika
Lingkungan dan kebiasaan
Jajan sembarangan
Tinggal serumah dgn org yg baru terkena demam tifoid
Jarang mencuci tgn
Makan dgn piring yang sm
Mnm air yg tercemar (unpurified)
Tinggal di rumah yg tdk memilikki toilet
Pengguna antacids, histamine-2 receptor antagonists (H2 blockers), proton pump inhibitors, gastrectomy, and achlorhydria decrease stomach acidity and facilitate S typhi infection.
genetic polymorphisms. These risk factors often also predispose to other intracellular pathogens. For instance, PARK2 and PACGR code for a protein aggregate that is essential for breaking down the bacterial signaling molecules that dampen the macrophage response. Polymorphisms in their shared regulatory region are found disproportionately in persons infected with Mycobacterium leprae and S typhi.
mutations. The fimbriae of S typhi bind in vitro to cystic fibrosis transmembrane conductance receptor (CFTR), which is expressed on the gut membrane. Two to 5% of white persons are heterozygous for the CFTR mutation F508del, which is associated with a decreased susceptibility to typhoid fever, as well as to cholera and tuberculosis. The homozygous F508del mutation in CFTR is associated with cystic fibrosis. Thus, typhoid fever may contribute to evolutionary pressure that maintains a steady occurrence of cystic fibrosis, just as malaria maintains sickle cell disease in Africa
Environmental and behavioral
eating food from street vendors, living in the same household with someone who has new case of typhoid fever, washing the hands inadequately, sharing food from the same plate, drinking unpurified water, and living in a household that does not have a toilet.
27
PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI
FECAL ORAL TRANSMITION
bakteri hidup dan berkembang biak di dalam makrofag di bawa ke Plaque Peyeri ileum distal
sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus
bakteri akan menembus sel epitel terutama sel M
di lamina propia usus, bakteri berkembang biak dan difagosit oleh makrofag
Bakteri bisa menempel pada sel M bila IgA mukosa usus tidak adekuat
Dosis infektifnya 105 -1010
Masa inkubasinya 10-14 hari
29
KGB mesentrica
ductus toracicus
menyebar ke organ RES(hati dan limpa), di sini bakteri dapat keluar dari sel makrofag dan berkembang biak dalam ruang sinusoid
masuk ke sirkulasi darah (bakteriemia 2)
sirkulasi darah (bakteriemia 1)
Salmonella typhi mencapai sistem RES dalam waktu 24jam
30
mediator inflamasi
Makrofag hiperaktif
Bakteri reinfeksi usus
sebagian kuman masuk ke dalam kantung empedu dan bersama cairan empedu di ekskresikan ke dalam lumen usus
Perdarahan GIT
Erosi PD sekitar plaque peyeri
Hepatosplenomegali dan hiperplasi dan nekrosis plaque peyeri
Peningkatan jumlah sel MN
Menembus lapisan otot dan mukosa
Infeksi sistemik
perforasi
Inflamasi sistemik demam, malaise, nyeri perut
Makrofag yang hiperaktif ini terjadi di dalam plaque peyeri
Endotoksin bakteri menempel pada endotel kapiler menyebabkan komplikasi ke berbagai organ
31
Makanan yang terkontaminasi bakteri Salmonella typhi/paratyphi sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus bakteri akan menembus sel epitel terutama sel M di lamina propia usus, bakteri berkembang biak dan difagosit oleh makrofag bakteri hidup dan berkembang biak di dalam makrofag di bawa ke Plaque Peyeri ileum distal KGB mesentrica ductus toracicus sirkulasi darah bakteriemia (1) menyebar ke organ RES(hati dan limpa), di sini bakteri dapat keluar dari sel makrofag dan berkembang biak dalam ruang sinusoid masuk ke sirkulasi darah bakteriemia (2) sebagian kuman masuk ke dalam kantung empedu dan bersama cairan empedu di ekskresikan ke dalam lumen usus
Proses pertama terulang kembali tetapi makrofag telah hiperaktif sehingga saat fagosit bakteri lagi dikeluarkan mediator inflamasi.
Dasar Diagnosis
Laki-laki, 29 tahun, karyawan pabrik
Keluhan Umum: Demam, sejak 7 hari lalu, terutama sore hari, semakin meningkat pada malam dari hari ke hari GK Typhoid Fever (Demam 7-10 hari) Febris Intermitten
Menggigil (Rigoris)
Cephalgia, bagian frontal
Berkeringat banyak setelah minum obat
Batuk, pilek, epistaxis, keluhan BAK (-)
Keluhan lain: Nausea, Anoreksia, Myalgia, Vomitus 1x (GK)
3 hari ini; Obstipasi (GK Typhoid Fever)
Riwayat Pengobatan: Pasien minum parasetamol & antibiotik perbaikan hanya sedikit
Riwayat Penyakit dahulu: Pasien belum pernah menderita demam seperti ini
Riwayat keluarga: tidak ada anggota keluarga yang sakit serupa (FR Sumber Penularan (-))
Riwayat sosial & pekerjaan: Pasien tidak bepergian keluar pulau, seminggu yll ada teman sekerja yang sakit dengan gejala yang sama DD: Malaria
Riwayat kebisaan: Pasien tidak merokok, hanya suka minum kopi dan sering makan di luar pabrik FR Sumber Penularan (Food Borne Disease)
P. Fisik
KU: Sakit sedang, agak apatis
Tanda Vital:
TD: 120/80 mmHg
N: 60x/menit Bradikardia relatif
R: 20x/menit
t: 38.6 C Febris
Kulit: dbn
Kepala leher:
Conjunctiva tidak anemi, sclera tidak ikterik
Mulut: Lidah coated, tepi hiperemis. Bibir kering. GK Typhoid Fever
Thorax: dbn
Abdomen:
Soepel, bising usus normal, tidak ada nyeri tekan
Hepar: 2 cm BAC dextra (Hepatomegali), tepi tajam, kenyal, nyeri tekan tidak jelas
Lien tidak teraba, ruang Traube kosong
Ekstremitas
Rumple leede test (-) DD Dengue Hemorrhagic Fever
Akral hangat, capillary refill time 10 hari sakit
Urin: jika kultur darah negatif, dilakukan pada minggu 2-3.
BM: dapat diambil kapan saja, tidak dipengaruhi antibiotik.
2.Hematologi rutin
Leukopenia: minggu 1-2 : 4000-6000/ mm3
minggu 2-3: 3000-5000/ mm3
Jika leukosit > 10.000/ mm3, kemungkinan perforasi/ supurasi
Trombositopenia
Limfositosis relatif dan aneosinofilia
Anemia normokrom normositer
Tes Widal
Menentukan titer aglutinin dalam serum penderita terhadap AgO dan AgH Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A,B,C. Dilakukan 2x, selang 1 minggu.
Widal +:
Minggu 1: titer terhadap AgO dan AgH 160 (1/160)
Minggu 2: kanaikan titer 4x dari pemeriksaan 1.
Pembentukan aglutinin pada akhir minggu pertama demam, puncak di minggu ke-4 dan tetap tinggi selama beberapa minggu.
IgM anti Salmonella typhi (Tubex TF)
mendeteksi IgM spesifik Salmonella typhi yang terdapat dalam serum penderita dengan metode inhibition magnetic binding immunoassay invitro menggunakan V-shape reaction well yang diinterpretasi secara semikuantitatif.
Sensitivitas >95%, spesivitas >93%
Mendeteksi antibodi terhadap lipopolisakarida 09 yang sangat spesifik terhadap Salmonella typhi .
6.DNA probe dan PCR
7.Kimia Klinik:
SGOT, SGPT
CK
darah samar pada feses/ secara gross
Radiologi (untuk melihat perforasi)
+ jika terdapat udara pada rongga peritoneum/ subdiagfragma kanan.
Penatalaksanaan
Non Farmakologi
Istirahat dan perawatan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif) untuk mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
Hidrasi untuk terapi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Farmakologi:
Antipiretik : Paracetamol
Antibiotik : Fluoroquinolon : Ciprofloxacin
Kortikosteroid : Dexametason
aOr another third-generation cephalosporin [e.g., cefotaxime, 2 g q8h (IV), or cefixime, 400 mg bid (PO)].
bOr ofloxacin, 400 mg bid (PO) for 25 days.
cOr 1 g on day 1 followed by 500 mg/d PO for 6 days.
44
Ciprofloxacin
Menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan berisifat bakterisidal, lalu baru menghambat topoisomerase II dan IV.
Efek samping : mual, muntah, diare,dispesia, disfagi, pusing, sakit kepala, insomia, lemah, tremor, agitasi., reaksi hipersensitivitas.
Kontra indikasi: hipersenitivitas, ibu hamil, menyusui
Chloramphenicol
menghambat sintesis bakteri. Mudah menembus dinding sel bakteri melalui difusi terfasilitasi yang akan berikatan dengan subunit ribosom 50s.
Bakteriostatik dan dapat berefek bakterisidal pada H. Influenzae, N. meningitidis, dan S. pneumoniae.
Indikasi : thypoid fever, meningitis bakterialis, infeksi anaerob, infeksi riketsia, brucellosis.
Efek samping
- hipersensitivitas
- toksisitas hematologis
- keluhan GIT
- gray baby syndrome
KI : Riwayat hipersensitivitas terhadap obat, kehamilan, laktasi
Cefixime
bakterisid danberspektrum luas terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif
Efek Samping dan Toksisitas -Shock-Hipersensitivitas -Hepatik -Renal-Saluran Cerna -Pernafasan -Perubahan flora -bakterial -Defisiensi vitamin
Ceftriaxone
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menggangu reaksi transpeptidasi dlm sintesis dinding sel bakteri. Efek : Bakteriostatik
Efek Samping : Reaksi alergi, nefrotoksik, diare, mual, muntah, stomatitis, glotitis, eosinofilia, leukopenia, granulositopenia, reaksi kulit seperti eksantem, dermatitis alergi, pruritus.
Kontraindikasi :Hipersensitif, neonatus terutama prematur
Amoxicillin
Obat bergabung dengan penicillin-binding protein (PBPs) pada kuman terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses transpeptidase antar rantai peptidoglikan terganggu aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel.
Efek samping :
Reaksi hipersensitifitas
Gangguan GI
Reaksi anafilaktik
Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap penisilin
Cotrimoxazole
TMP : mencegah reduksi dehidrofolat menjadi tetrahidrofolat (inhibitor dihidrofolat reduktase)
SMX : menghambat penggabungan PABA jadi asam folat
Efek Samping
Kulit: exfoliative dermatitis, steven-johnson syndrome, lyells syndrome
GIT : mual, muntah, diare (jarang)
CNS : sakit kepala, depresi, halusinasi
Darah : anemia megaloblastik, leukopeni, trombositopenia, agranulositosis, kel.koagulasi
Ginjal : penurunan klirens kreatinin yg reversible
Kontra Indikasi: Hipersensitivitas, penyakit hati, penyakit ginjal berat, anemia megaloblastik, ibu hamil dan laktasi, bayi < 2 bulan.
Azythromycin
Bakteriostatik. Menghambat sintesis protein. Azitromisin berikatan dengan subunit 50S dari ribosom bakteri, dan dengan demikian menghambat terjemahan mRNA. Sintesis asam nukleat tidak terpengaruh.
Efek samping: diare (5%), mual (3%), nyeri perut (3%), dan muntah, rash, dan anafilaksis.
Pencegahan, Komplikasi, Prognosis Demam Tifoid
Pencegahan
Preventif dan control penularan
Identifikasi dan Eradikasi S. Typhi pada pasien tifoid asimtomtik, karier, dan akut.
Pencegahan Transimisi langsung dari penderita terinfeksi S. Typhi akut maupun karier
Proteksi pada orang yang berisiko tinggi tertular dan terinfeksi
Vaksin
Preventif dan control penularan
Perilaku PHBS
3 strategi pokok untuk memutuskan transimi tifoid, yaitu : Identitas dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid maupun kasus karier tifoid, Pencegahan tranmisi langsung dari pasien terinfeksi S. typhi akut maupun karier, prteksi pada orang yang berisiko terinfeksi
Identifikasi dan Eradikasi S. Typhi pada pasien tifoid asimtomtik, karier, dan akut.
Mendatangi sasaran maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai. Sasaran aktif lebih mengutamakan pada populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha rumah tangga, restoran, hotel, sampai pabrik berserta distributornya. Sasaran lainnya adalah terkait dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas kesehatan, guru, petugas kebersihan, pengelola sarana umum lainnya.
Pencegahan Transimisi langsung dari penderita terinfeksi S. Typhi akut maupun karier
Dilakukan dirumah sakit, klinik, maupun di rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman S. Typhi.
Proteksi pada orang yang berisiko tinggi tertular dan terinfeksi
Dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di daerah endemic maupun hiperendemik.
Di daerah non-endemic dengan menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan, penyaringan pengelola dan distributor makanan, bila ada kejadian epidemic tifoid dicari dan dieleminasi sumber penularan.
Di daerah endemic dengan :
Pengelolaan bahan makanan memenuhi standar prosedur (perebusan >57 derajat C, iodisasi, dan klorinisasi)
Pengunjung harus minum air yang telah melalui pendidihan, menjauhi makanan segar
Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun pengunjung, vaksinasi dilakukan 1 minggu sebelum berpergian.
Vaksin
Jenis vaksin
- oral = Ty21a (belum beredar di Indonesia)
- parenteral = ViCPS
Indikasi : populasi resiko tinggi, petugas rumah sakit, laboratorium kesehatan, industri makanan/minuman, pengunjung ke daerah endemis
Kontraindikasi = alergi, imunokompromise, kehamilan, tidak diberikan bersamaan dengan obat sulfonamide atau antimikroba lainnya.
54
Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
Perdarahan Intestinal
Perforasi usus
2. Komplikasi ekstra-interstinal
Komplikasi hematologic
Hepatitis tifosa
Pankreatittis tifosa
Miokarditis
Manifestasi neurapsikiatrik/tifoid toksik
Komplikasi intestinal
Perdarahan Intestinal
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi daspat terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus akan mengenai pembuluh darah dan terjadi perdarahan.
Perforasi usus
Bila terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat
Komplikasi ekstra-interstinal
Komplikasi hematologic
Berupa trombositopenia, hipofibrino-genemia, peningkatan prothrombin time, peningkatan partian thromboplastin time, peningkatan fibrin degradation product sampai koagulasi intra vascular diseminata (KID)
Hepatitis tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus dengan demam tifoid
Pankreatittis tifosa
Disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus, bakteri.
Miokarditis
Terjadi pada 1-5% pendderita demam tifoid sedangkan kelainan elektrokardiografi dapat terjadi pada 10-15% penderita.
Manifestasi neurapsikiatrik/tifoid toksik
Berupa delirium dengan atau tanpa kejang, kadang diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut.
55
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fuctionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad sanationam
Prognosis
Kematian jarang, namun infan memiliki risiko tinggi, kematian akibat dehidrasidan ketidakseimbangan elektrolit. Sebelum ada antibiotic tingkat kasus fatal 15-20%, angka ini menurun hingga kurang dari 1% di Negara maju
10-15% pasien yang dirawat dengan chloramphenikol, ampicilin, dan cotrimoksasol relaps. Namun dengan ceftriaxone dan floroquinolones angka relaps 5 %
56
DB
Virus Dengue
Virus Dengue :
Virus RNA untai tunggal
Family Flaviviridae
Genus Flavivirus
Ukuran 34-45nm
4 Serotipe : DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4
3 protein struktural :
Protein C
Protein E
Protein prM
Protein non struktural : NS-1 , NS-5
Parasit
Aedes aegypti
Vektor penyakit dengue fever, yellow fever
Metamorfosa Sempurna
Telur (2 hari)
Larva (6 hari)
Pupa (2 hari)
Mampu terbang hingga 100 meter
Berkembang biak di tempat-tempat yang tergenang air
Terdapat di daerah tropik dan subtropik
Umur nyamuk : 2 minggu 3 bulan
Ciri-ciri:
Siklus hidup
Dengue Fever
Definisi
Dengue fever adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh salah satu dari empat virus dengue yaitu DEN-1,2,3,4 dengan gambaran klinik yang bervariasi mulai dari asimptomatik, demam non spesifik, demam berdarah dengue primer yang ditandai manifestasi perdarahan hingga yang menimbulkan renjatan yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS).
Epidemiologi & Insidensi
Pertumbuhan penduduk yang tinggi
Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali
Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis
Peningkatan sarana transportasi
Etiologi
Virus Dengue dengan 4 serotipe :
DEN-1
DEN-2
DEN-3paling banyak
DEN-4
Faktor Resiko
Faktor Vektor
Faktor Host
Lingkungan
Klasifikasi
Berdasarkan manifestasi klinik
Asymptomatic
Symptomatic
Undifferentiated fever
Dengue Fever Syndrome
Dengue Haemorrhagic Fever
DHF Berdasarkan WHO 1997
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Derajat 4
Dasar diagnosis demam berdarah
Pemeriksaan penunjang Dengue
PENATALAKSANAAN
Tujuan
Dasar pengobatan DBD bersifat suportif yaitu
-mengatasi kehilangan cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan.
-serta mengobati gejala yang timbul.
Non farmakologi :
- Tirah baring
- Perawatan ruang perawatan biasa,pada DBD + komplikasi perawatan di ruang intensif
- Pengawasan selama perawatan : tanda vital tiap 1-2 jam,nilai ht tiap 3-4jam,intake & output dan juga kondisi pasien
Cairan dan elektrolit per oral :
jus buah, air teh manis, sirup, susu, larutan oralit.
Dehidrasi :
- Anak : 50 ml/kgBB 4-6 jam pertama ,setelah dehidrasi teratasi cairan rumatan 80-100 ml/kgBB untuk 24 jam berikutnya
- Dws : 2,5-4 liter/hari
Pemberian makanan : gizi cukup, lunak dan tidak mengandung zat mengiritasi saluran cerna
Farmakologi
- Antipiretik atau kompres hangat bila diperlukan.
suhu > 39C parasetamol.
- Aspirin/asam salisilat tidak dianjurkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
- Analgetik dan sedatif ringan
meringankan nyeri kepala,nyeri otot atau nyeri sendi
Terapi cairan perenteral :
-Pemberian cairan Intravena: pada pasien tidak bisa mendapat cairan per oral
-Jumlah cairan yg diberikan tergantung derajat dehidrasi & kehilangan elektrolit
-glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%
Jenis Cairan (rekomendasi WHO) : Kristaloid.
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh
larutan yang mengandung dekstran)
Cairan intravena diperlukan, apabila :
(1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok.
(2) Nilai hematokrit cenderungmeningkat pada pemeriksaan berkala.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%.
Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.
80
Parasetamol
Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit aktif dari fenasetin dengan efek antipiretik
MK : penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2 di jaringan perifer
Indikasi : - Antipiretik/menurunkan panas
- Analgesik/mengurangi rasa saki
ESO : eritema,urtikaria, paracetamol poisoning anorexia,nausea and vomiting,malaise.
dosis : dewasa : 300 mg/kali
anak : 6-12 tahun: 150-300 mg/kali
1-6 tahun : 60-120 mg/kali
> 1 tahun : 60 mg/kali
Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejalanya tidak spesifik. Tanda/gejala awal
penyakit DBD ialah demam tinggi 2-7 hari mendadak tanpa sebab yang jelas,
terus menerus, badan terasa lemah/anak tampak lesu.
Pertama-tama ditentukan terlebih dahulu
(1) Adakah tanda kedaruratan yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir
biru, tangan dankaki dingin, kulit lembab), muntah terus menerus, kejang,
kesadaran menurun, muntah darah, berak darah, maka pasien perlu dirawat. (tatalaksana disesuaikan dengan bagan 3,4,5)
(2) Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji tourniquet/uji
Rumple Leede/uji bendung dan hitung trombosit;
a. Bila uji tourniquet positif dan/ atau trombosit 100.000/pl atau
normal , pasien melakukan rawat jalan,dianjurkan minum banyak seperti air teh, susu,
sirup, oralit, jus buah dll serta diberikan obat antipiretik golongan parasetamol
jangan golongan salisilat.
c. Apabila selama di rumah demam tidak turun pada hari ketiga, evaluasi tanda klinis adakah tanda-tanda syok yaitu anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan dingin, sakit perut, berak hitam, kencing berkurang; bila perlu periksa Hb, Ht, dantrombosit. Apabila terdapat tanda syok atau terdapat peningkatan Hb/Ht dan penurunan trombosit, segera kembali ke rumah sakit
82
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji tourniquet positif (DBD
derajat I) atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit
(DBD derajat II) dapat dikelola seperti tertera pada Bagan 2
Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum sebanyak 1-2 liter/hari
atau 1 sendok makan setiap 5 menit. Jenis minuman yang dapat diberikan
adalah air putih, teh manis, sirop, jus buah, susu atau oralit. Obat antipiretik
(parasetamol) diberikan bila suhu > 38.5C. Pada anak dengan riwayat kejang
dapat diberikan obat anti konvulsif.
Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya
diberikan infus NaCL 0,45% : dekstrosa 5% dipasang dengan tetesan rumatan
sesuai berat badan. Disamping itu perlu dilakukan pemeriksaaan Ht, Hb 6 jam
dan trombosit setiap 2 jam.
Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratorium anak
dapat dipulangkan; tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit
menurun, maka infus cairan diganti dengan ringer laktat dan tetesan
disesuaikan seperti pada Bagan 3.
83
1. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer laktat/NaCI 0,9 %
atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/NaCl 0,9 % 6-7 ml/kg BB/jam. Monitor
tanda vital dankadar hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya
evaluasi 12-24 jam
2. Apabila selama observasi keadaan umum membaik yaitu anak nampak
tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dankadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut,maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam.
3. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3ml/kgBB/jam
danakhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
4. sepertiga kasus akan jatuh ke dalam syok. Maka apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah, nafas cepat (distres pernafasan), frekuensi, nadi meningkat, diuresis kurang, tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, disertai peningkatan Ht, maka tetesan dinaikkan menjadi 10 ml/kgBB/jam, setelah 1 jam tidak ada perbaikan,tetesan dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam.
5. Apabila terjadi distres pernafasan dan Ht naik maka berikan cairan koloid 20-30 ml/kgBB/jam; tetapi apabila Ht turun berarti terdapat perdarahan, berikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB/jam.
Bila keadaan klinis membaik, maka cairan disesuaikan.
84
Indikasi rawat inap
Takikardi
Peningkatan hematokrit
Akral pucat atau dingin
Oliguria
Hipotensi
Tekanan nadi melemah ( 2 detik atau memanjang
Kriteria pasien diperbolehkan pulang adalah :
Bebas demam selama 24 jam tanpa terapi antipiretik
Nafsu makan membaik
Terlihat perbaikan klinis
Urine output baik
Hematokrit stabil
Telah melewati 2 hari pasca shock
Tidak ada distress pernafasan
Trombosit > 50.000/mm3
Dengue Shock Syndrome
Merupakan keadaan gawat darurat
terapi utama : penggantian cairan untuk memperbaiki kekurangan volume plasma
Penggantian Volume Plasma
Pemberian Oksigen
Harus diberikan 2 liter/menit pada semua pasien shock
Transfusi darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock).
Sindrom Syok Dengue ialah DBD dengan gejala, gelisah, nafas cepat, nadi
teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya
sistolik 90 dandiastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi 20 mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan
dikurangi menjadi 10 mm/kg BB/jam. Volume 10 ml/kg BB /jam dapat
dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis stabil danhematokrit menurun
< 40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/kg/BB sampai keadaan
klinis danhematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5 ml
danseterusnya 3ml/kg BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48
jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin
dikerjakan tiapjam (usahakan urin >_ 1 ml/kg BB/jam, BD urin < 1.020)
danpemeriksaan hematokrit & trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum
baik.
b. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit
menurun tetapi masih > 40 vol % berikan darah dalam volume kecil
10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan masif, berikan darah segar 20ml/kgBB
danlanjutkan cairan kristaloid. 10ml/kg BB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-8 cm H20) pada syok
berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung
tidak dianjurkan.
c. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui
kebutuhan cairan danpasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin.
Apabila CVP normal (>_ 10 mmH20), maka diberikan dopamin.
88
Pencegahan, komplikasi, prognosis DB
Pencegahan
Proteksi personal dan Nursing precaution
Contact tracing
Reservoir and vector control
Vaksin
Pemberantasan vector
Proteksi personal dan Nursing precaution
Memberantas jentik nyamuk, mencegah cucukan nyamuk
Contact tracing
Mencegah kontak dengan orang infeksius. Termasuk pinjam meninjam barang. Isolasi pasien di rumah sakit dan puskesmas
Reservoir and vector control
Menghindari habitat vector (rawa-rawa, genangan air), mengemenilasi tempat penambungan air, gunakan jendela rumah yang tertutup, pakaian tegal, pencegah gigitan nyamuk
Menguras bak mandi sekurang-kurangnya 1 minggu sekali
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
Mengganti air Vas bunga/tanaman air seminggu sekali
Mengganti air tempat minum burung
Menimbun barang-barang bekas yang dapat menampung air
Vaksin
Pemberantasan vector , insektisida: Aerosol insektisida, obat nyamuk dapat membantu namun perlu dihindari inhalasi langsung.Pembasmi nyamuk. CDC merekomendasikan pembasmi nyamuk harus mengandung hingga 50% DEET (N,N-diethyl-m-toluamide). Insektisida yang umum digunakan dalam pemberantasan DBD adalah bubuk abate, dengan penaburan bubuk abate di sekolah, tempat tempat umum dan disemua tempat penampungan air, dirumah dan bangunan yang ditemukan jentik Aedes aegypti ditaburi bubuk abate sesuai dengan dosis 1 sendok makan (10 g) abate untuk 100 liter air.
90
Komplikasi
Esephalopati dengue
Kelainan ginjal
Oedem paru
Pembesaran dan kerusakan hati
Dehidrasi
- ensephalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati
- Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang.
- Oedem paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi
- Dehidrasi
- Pembesaran dan kerusakan hati
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga kanan, derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati ,harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan
91
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fuctionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Tergantung cepat tidaknya terditeksi, dan proses pemberantasan/pemutusan vector
92