Download - Tutorial Skenario 3 Blok 4.1
Laporan Tutorial Skenario 3
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
Kelompok Tutorial 7
Tutor :
dr. Emiyati
Anggota
Sarah Humaira G1A112078
Ahmad Solihan Saad G1A112079
Lily Viva Megawati G1A112080
Andika Anjani Agustin G1A112081
Fakhrul Azmi Aly G1A112084
Luvita Fitri Karlina G1A111032
Oksaria Sabatini G1A111021
Oktavia Sulistiana G1A108082
Rahmawati Risna G1A108043
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2014/2015
Skenario 3
Tn. D 45 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada retrosternal, menjalar ke
rahang dan lengan kiri. Nyeri dirasakan seperti ditindih beban berat, berlangsung lebih dari
30 menit. Nyeri timbul setelah Tn. D bermain futsal. Tn. D mempunyai hipertensi dan
kolesterol tinggi. Selain itu Tn. D memiliki kebiasaan merokok hingga 3 bungkus sehari.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan nadi dan tekanan darah. Pada pemeriksaan
EKG ditemukan ST elevasi pada lead II,II dan Avf.
Klarifikasi Istilah
1. Nyeri : Pengalaman perasaan emosianal yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya kerusakan aktual maupun potensial atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan. (1)
2. Retrosternal : Daerah di belakang sternum
3. Kolesterol : Jenis khusus lipid yang disebut steroid
4. EKG : Alat bantu diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi aktivitas
listrik jantung. (1)
Identifikasi Istilah
1. Bagaimana perbedaan nyeri dada karena gangguan kardiovaskular dan non
kardiovaskular?
2. Apa penyebab nyeri dada pada Tn. D dan bagaimana mekanismenya?
3. Mengapa nyeri dada menjalar ke rahang dan lengan kiri?
4. Mengapa nyeri dirasakan seperti ditindih beban berat?
5. Mengapa nyeri tersebut berlangsung 30 menit?
6. Mengapa keluhan Tn. D timbul setelah main futsal (beraktifitas)?
7. Apa hubungan keluhan Tn. D dengan hipertensi, kolesterol tinggi dan kebiasaan
merokok 3 bungkus sehari?
8. Apa hubungan keluhan Tn. D dengan tekanan nadi meningkat?
9. Apa makna klinis dan interpretasi dari pemeriksaan EKG?
10. Bagaimana gambaran EKG normal?
11. Bagaimana cara pemasangan dan pembacaan EKG?
12. Bagaimana alur penegakkan diagnosis?
13. Apa saja diagnosis banding dari keluhan Tn. D?
14. Apa yang terjadi pada Tn. D?
15. Apa definisi dari penyakit Tn. D?
16. Apa etiologi dari penyakit Tn. D?
17. Bagaimana epidemiologi dari penyakit Tn. D?
18. Apa saja klasifikasi dari penyakit Tn. D?
19. Apa saja faktor resiko dari penyakit Tn. D?
20. Bagaimana patofisiologi dan patogenesis dari penyakit Tn. D?
21. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit Tn. D?
22. Bagaimana penatalaksaan dari penyakit Tn. D?
23. Apa saja komplikasi dari penyakit Tn. D?
24. Bagaimana prognosis dari penyakit Tn. D?
25. Bagaimana pencegahan dan edukasi dari penyakit Tn. D?
Analisis Masalah
1. Bagaimana perbedaan nyeri dada karena gangguan kardiovaskular dan non
kardiovaskular? (4)
Jawab :
Karakteristik Kardiovaskular Non kardiovaskular
Lokasi Subternal, retrosternal difus Dibawah mammae kiri
setempat
Penyebaran Lengan kiri, rahang,
punggung
Lengan kanan
Deskripsi nyeri Nyeri terus-menerus, tajam,
tertekan, seperti diperas,
dipijit
Tajam, seperti ditusuk-
tusuk, seperti di sayat-
sayat
Intensitas Ringan sampai berat Menyiksa
Lamanya Bermenit-menit Beberapa detik, berjam-
jam, berhari-hari
Dicetuskan oleh Usaha fisik, emosi, dingin Pernapasan, sikap tubuh,
gerakan
2. Apa penyebab nyeri dada pada Tn. D dan bagaimana mekanismenya?
Jawab :
Merokok menyebabkan akumulasi toksi di pembuluh darah yang
menimbulkan aterosklerosis yang pada akhirnya memicu timbulnya hipertensi. Akibat
adanya plak aterosklerosis ini, lumen pembuluh darah menyempit dan memudahkan
terjadinya oklusi (penyumbatan) pembuluh darah terutama di arteri koronaria. Oklusi
ini mengakibatkan aliran darah koroner tidak adekuat. Sebagai akibatnya, terjadilah
iskemia miokard. Terjadi penurunan perfusi jantung yang berakibat pada penurunan
intake oksigen dan akumulasi hasil metabolisme senyawa kimia. Akumulasi metabolit
ini timbul karena suplai oksigen yang tidak adekuat, maka sel-sel miokard
mengompensasikan dengan berespirasi anaerob. Sebagai produk sampingannya yaitu
asam laktat. Asam laktat membuat pH sel menurun. Perubahan metabolisme sel-sel
miokard inilah yang menstimulasi reseptor nyeri melalui symphatetic afferent di area
korteks sensoris primer (area 3,2,1 Broadman) yang menimbulkan nyeri di dada.(4),(5)
3. Mengapa nyeri dada menjalar ke rahang dan lengan kiri?
Jawab :
Nyeri dada yang dirasakan pasien menyebar ke lengan diklasifikasikan
sebagai nyeri alih. Nyeri alih merupakan nyeri yang berasal dari salah satu daerah di
tubuh tapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke
dermatom (daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama
dengan viskus nyeri tersebut. Apabila dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri
visera umumnya terbatas di segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal
pada masa mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut pada masa dewasa.(4)
Saat ini penjelasan yang paling luas diterima tentang nyeri alih adalah teori
konvergensi-proyeksi. Menurun teori ini, dua tipe aferen yang masuk ke segmen
spinal (satu dari kulit dan satu dari otot dalam atau visera) berkonvergensi ke sel-sel
proyeksi sensorik yang sama (misalnya sel proyeksi spinotalamikus). Karena tidak
ada cara untuk mengenai sumber asupan sebenarnya, otak secara salah
memproyeksikan sensasi nyeri ke daerah somatik (dermatom).(5)
Iskemia/infark miokardium menyebabkan pasien merasa nyeri hebat di bagian
tengah sternum yang sering menyebar ke sisi medial lengan kiri, pangkal leher,
bahkan rahang. Nyeri diperkirakan disebabkan oleh penimbunan metabolit dan
defisiensi oksigen, yang merangsang ujung-ujung saraf sensorik di miokardium.
Serat-serat saraf aferen naik ke SSP melalui cabang-cabang kardiak trunkus
simpatikus dan masuk ke medulla spinalis melalui akar dorsalis lima saraf torakalis
paling atas (T1-T5). Nyeri jantung tidak dirasakan di jantung tetapi beralih ke bagian
kulit (dermatom) yang dipersarafi oleh saraf spinalis (somatik) yang sesuai, karena
itu, daerah kulit yang dipersarafi oleh lima saraf interkostalis teratas dan oleh saraf
brachialis interkostal (T2) akan terkena. Di dalam SSP tentunya terjadi sejumlah
penyebaran impuls nyeri karena nyeri kadang-kadang terasa di leher dan rahang.
4. Mengapa nyeri dirasakan seperti ditindih beban berat?
Jawab :
Nyeri seperti ditindih beban berat merupakan ciri khas angina, dimana jika
nyeri dirasakan tajam, seperti disanyat-sanyat dan dirasakan pada saat inspirasi berarti
kemungkinan besar nyeri tersebut berasal dari paru. Jenis nyeri inilah yang
membedakan antara nyeri karena gangguan kardiovaskular dan non kardiovaskular.
5. Mengapa nyeri tersebut berlangsung 30 menit?
Jawab :
Pada IMA terjadi nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih intensif dan
menetap (≤ 30 menit). Hal ini dikarenakan plak yang terbentuk sudah semakin tebal,
sehingga apabila plak ini terbawa oleh aliran darah akan mengakibatkan oklusi
total/hampir total. Semakin besar oklusi, maka akan semakin sempit lumen pembuluh
darah sehingga aliran darah yang melewati lumen pembuluh darah tersebut semakin
minimal.(4)
6. Mengapa keluhan Tn. D timbul setelah main futsal (beraktifitas)?
Jawab :
Saat melakukan aktifitas fisik, kebutuhan oksigen dalam tubuh meningkat. Hal
itu menyebabkan frekuensi pernafasan meningkat demi terpenuhinya kebutuhan
jaringan. Saat frekuensi pernafasan meningkat, kerja jantung pun menjadi lebih cepat
guna menghantarkan oksigen ke jaringan melalui darah. Meningkatnya kerja jantung
membuat aliran darah menjadi lebih cepat. Aliran darah yang cepat ini dapat membuat
plak di endotel pembuluh darah terlepas sehingga menyebabkan oklusi di lumen
pembuluh darah. Oklusi ini akan menghambat penghantaran oksigen oleh darah.
Apabila oklusi ini terjadi di arteri koroner, hal ini akan menimbulkan nyeri dada yang
khas yang diakibatkan oleh kurangnya pasokan oksigen ke miokardium jantung.(4)
7. Apa hubungan keluhan Tn. D dengan hipertensi, kolesterol tinggi dan kebiasaan
merokok 3 bungkus sehari?
Jawab :
Ketiga hal tersebut merupakan faktor resiko terjadinya IMA, yang mana
akan bermanifestasi menjadi nyeri dada yang khas akibat tersumbatnya arteri
koroner.
a. Kolestrol yang tinggi di dalam tubuh dapat menumpuk menjadi plak di endotel
pembuluh darah. Jika konsumsi lemak tidak dibatasi, plak ini lama kelamaan
akan semakin menebal dan kemudian mempersempit lumen pembuluh darah.
b. Pada rokok terdapat beberapa kandungan yang membahayakan bagi sistem
kardiovaskular di dalam tubuh. Kandungan yang pertama adalah Nikotin, yang
mana zat ini dapat mengeraskan dinding arteri sehingga elastisitas dinding
arteri menurun. Kedua, Karbon Monoksida, zat ini dapat mengikat
hemoglobin yang membuat tubuh menjadi kekurangan oksigen. Ketiga,
Akrolein, zat ini dapat mengurangi kadar HDL. HDL bertanggung jawab
mengumpulkan kelebihan LDL dalam aliran darah yang mengangkutnya
kembali ke hati untuk dibuang.
Aklorein dapat merusak HDL sehingga mengganggu tugas HDL dalam
mengumpulkan LDL. Penurunan kadar HDL memungkinkan LDL untuk
menumpuk dan bergerak bebas dalam aliran darah. Aklorein memicu proses
yang mengubah struktur molekul LDL, sehingga membuatnya menjadi tidak
dikenali oleh system kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh mengeluarkan
sel-sel darah putih untuk menyerang LDL, yang menyebabkan peradangan dab
kemudian terakumulasi. Akumulasi ini akan menyebabkan penumpukan plak
pada dinding arteri, yang kemudian mengeras seiring berjalannya waktu dan
menyebabkan aterosklerosis.
c. Tekanan darah yang tinggi dapat mengikis plak sehingga plak akan
membentuk oklusi di lumen pembuluh darah.
8. Apa hubungan keluhan Tn. D dengan tekanan nadi meningkat?
Jawab :
Pada iskemia miokard, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah
peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbulnya nyeri. Jelas
bahwa pola ini merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi
miokardium.
Pada kasus di skenario peningkatan tekanan darah dan nadi dapat
disimpulkan bahwa itu merupakan respon kompensasi simpatis terhadap
berkurangnya fungsi miokardium ditambah lagi untuk peningkatan tekanan darah
dikarenakan Tn. D sebelumnya memang sudah ada riwayat hipertensi.
9. Apa makna klinis dan interpretasi dari pemeriksaan EKG?
Jawab :
Pada kasus di skenario di diketahui bahwa pada pemeriksaan EKG terdapat ST
elevasi pada lead II. III. Avf. Ciri khas dari ST Elevasi adalah segmen ST berada
diatas garis isoelectric.
ST elevasi di lead II, III, dan Avf menandakan bahwa terjadi infark miokard di bagian
inferior.(2)
Lateral : I, AVL, V5, V6
Septal : V1, V2
Anterior : V3, V4
Inferior : II, III, AVF
10. Bagaimana gambaran EKG normal?
Jawab :
a. Ritme sinus atau irama jantung
- Laju : 60-100x/menit, laju QRS <60x/menit disebut sinus
bradikardi, jika > 100x/menit disebut sinus takikardi.
- Ritme : interval P-P regular, interval 5-5 reguler
- Gelombang P : positif disadapan II dan diikuti oleh kompleks QRS
- PR interval : 0,12-0,2 detik dan konstan dari beat to beat
- Durasi QRS : kurang dari 0,1 detik kecuali ada gangguan konduksi
interventrikularis
b. Frekuensi (Laju QRS)
Ada 3 metode untuk menentukan frekuensi QRS
- Tiga ratus (300) dibagi jumlah kotak besar antara R-R.
- Seribu lima ratus (1500) dibagi jumlah kotak kecil antara R-R
- Hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik, kemudian dikalikan 10 atau
delam 12 detik dikalikan dengan 5.
c. Morfologi gelombang P (cari tanda kelainan atrium kiri atau atrium kanan)
Gelombang p berlekuk (dilatasi atrium kiri), runcing dan tinggi (dilatasi
atrium kanan), inverse (dilatasi atrium kiri)
d. Interval PR
e. Kompleks QRS
Aksis jantung
Lead 1 sebagai sumbu X dan sadapan AVF sebagai sumbu Y. aksis normal
berkisar antara -30 sampai 110 derajat. Beberapa pedoman dalam menentukan
aksis jantung
- Hasil resultan sadapan 1 positif dan AVF positif maka sumbu jantung
(aksis) berada pada posisi normal
- Bila resultan sadapan 1 positif dan AVF negative, jika resultan sadapan II
positif; aksis normal, tetapi jika sadapan II negative maka deviasi aksis ke
kiri (LAD=left axis deviation), berada pada sudut -30derjat sampai -90
derajat.
- Bila hasil resultan sadapan 1 negatif dan AVF positif, maka deviasi aksis
ke kanan (RAD=right axis deviation) berada pada sudut 110 -180 derajat.
- Bila hasil resultan sadapan 1 dan AVF negative, maka sudut deviasi aksis
kanan atas, berada pada sudut(-90derajat - 180 derajat)
Amplitude ( cari tanda hipertrofi ventrikel kiri/ventrikel kanan)
Durasi
Morfologi (ada atau tidak gelombang Q patologis atau gelombang R tinggi di
V1)
f. Segmen ST (apakah ada tanda iskemik, injuri atau infark miokard)
g. Gelombang T
h. Interval QT
11. Bagaimana cara pemasangan dan pembacaan EKG?
Jawab :
Rekaman standar EKG 12 sadapann terdiri dari tiga sadapan ekstremitas
standar, tiga sadapan ekstremitas diperkuat(augmented) dan enam sadapan prekordial.
Masing-masing sadapan elektroda dihubungkan ke alat yang mengukur perbedaan
potensial antara elektroda tertentu dan menghasilkan gambaran karakteristik tertentu
pada EKG. (2)
Tiga sadapan ekstremitas standar didefenisikan sebagai berikut :
- Sadapan 1 dihasilkan dengan cara menjadikan lengan kiri sebagi kutub positif dan
lengan kanan sebagai kutub negative. Sudut orientasinya 0 derajat.
- Sadapan II dihasilkan dengan cara menjadikan tungkai sebagai kutub positif dan
lengan kanan sebagai kutub negative. Sudut orientasinya adalah 60 derajat.
- Sadapan III dihasilkan dengan cara menjadikan tungkai ssebagai kutub positif
dan lengan kiri sebagai kutub negative. Sudut orientasinya 120derajat.
Tiga sadapan ekstremitas tambahan:
- Sadapan AVL dihasilkan dengan cara menjadikan lengan kiri sebagai kutub
positif dan ekstremitas yang lain sebagai kutub negative. Sudut orientasinya -
30derajat.
- Sadapan AVR dihasilkan dengan cara menjadikan lengan kanan sebagai kutub
positif dan ekstremitas yang lain sebagai kutub negative. Sudut orientasinya -
150derajat.
- Sadapan AVF dihasilkan dengan cara menjadikan tungkai sebagai kutub positif
dan ekstremitas yang lain sebagai kutub negative. Sudut orientasinya 90 derajat.
Enam sadapan prekordial
- V1 ditempatkan di sela iga keempat di sebelah kanan sternum
- V2 ditempatkan di sela iga keempat di sebelah kiri sternum.
- V3 ditempatkan diantara V2 dan V4
- V4 ditempatkan di sela iga kelima pada linea midclavikularis
- V5 ditempatkan di antara V4 dan V6
- V6 ditempatkan di sela iga kelima pada linea aksilaris medial
Intepretasi EKG
i. Ritme sinus atau irama jantung
- Laju : 60-100x/menit Laju QRS <60x/menit disebut sinus
bradikardi, jika > 100x/menit disebut sinus takikardi.
- Ritme : interval P-P regular, interval 5-5 reguler
- Gelombang P : positif disadapan II dan diikuti oleh kompleks QRS
- PR interval : 0,12-0,2 detik dan konstan dari beat to beat
- Durasi QRS : kurang dari 0,1 detik kecuali ada gangguan konduksi
interventrikularis
j. Frekuensi (Laju QRS)
Ada 3 metode untuk menentukan frekuensi QRS
- Tiga ratus (300) dibagi jumlah kotak besar antara R-R.
- Seribu lima ratus (1500) dibagi jumlah kotak kecil antara R-R
- Hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik, kemudian dikalikan 10 atau
delam 12 detik dikalikan dengan 5.
k. Morfologi gelombang P (cari tanda kelainan atrium kiri atau atrium kanan)
Gelombang p berlekuk ( dilatasi atrium kiri), runcing dan tinggi (dilatasi
atrium kanan), inverse (dilatasi atrium kiri)
l. Interval PR
m. Kompleks QRS
Aksis jantung
Lead 1 sebagai sumbu X dan sadapan AVF sebagai sumbu Y. aksis normal
berkisar antara -30sampai 110 derajat. Beberapa pedoman dalam menentukan
aksis jantung
- Hasil resultan sadapan 1 positif dan AVF positif maka sumbu jantung
(aksis) berada pada posisi normal
- Bila resultan sadapan 1 positif dan AVF negative, jika resultan sadapan II
positif; aksis normal, tetapi jika sadapan II negative maka deviasi aksis ke
kiri (LAD=left axis deviation), berada pada sudut -30derjat sampai -90
derajat.
- Bila hasil resultan sadapan 1 negatif dan AVF positif, maka deviasi aksis
ke kanan (RAD=right axis deviation) berada pada sudut 110 -180 derajat.
- Bila hasil resultan sadapan 1 dan AVF negative, maka sudut deviasi aksis
kanan atas, berada pada sudut(-90derajat - 180 derajat)
Amplitude ( cari tanda hipertrofi ventrikel kiri/ventrikel kanan)
Durasi
Morfologi (ada atau tidak gelombang Q patologis atau gelombang R tinggi di
V1)
n. Segmen ST (apakah ada tanda iskemik, injuri atau infark miokard)
o. Gelombang T
p. Interval QT
12. Bagaimana alur penegakkan diagnosis?
Jawab :
1. Anamesis dan pemeriksaan fisik
Bila pasien datang dan menunjukkan tanda-tanda khas infark-nyeri dada
substernal yang lama dan seperti diremas, menjalar ke mandibula atau lengan kiri,
disertai dengan mual, berkeringat banyak, dan sesak nafas- segera untuk
menegakkan diagnosis. Namun, sebagian besar pasien, terutama mereka yang
menderita diabetes mellitus dan usia lanjut, mungkin tidak menunjukkan semua
gejala ini. Beberapa infark dapat silent disease/asymptom.
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa
beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi
nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat
adanya STEMI. (4)
Pada kasus di skenario untuk anamnesisnya di dapatkan bahwa :
1. Keluhan utamanya : nyeri dada
2. Riwayat penyakit sekarang :
- Onset : selama 30 menit
- Kualitas nyeri : seperti ditindih beban berat
- Perjalanan penyakit : menjalar ke rahang dan lengan kirui
Untuk anamnesis riwayat penyakit sekarang perlu di tambahkan:
- Faktor memperingan dan memperberat keluhan
- Sudah minum obat atau belum
3. Riwayat penyakit dahulu
- Tn. D mempunyai riwayat penyakit hipertensi
Beberapa hal yang perlu ditanyakan lagi:
- Dulu pernah mengalami keluhan seperti sekarang atau tidak
- Pernah dirawat dirumah sakit atau tidak
4. Riwayat penyakit keluarga, beberpa hal yang perlu ditanyakan:
- Di keluarga ada yang mengalami keluhan yang sama
- Dikeluarga ada riwayat penyakit, Diabetes Melitus, hipertensi,
penyakit jantung,
5. Lingkungan dan Kebiasaan,
- Pada skenario di ketahui Tn. D mempunyai kebiasaan merokok 3
bungkus sehari
- Megkonsumsi obat antihipertensi selama 10 tahun
Beberapa hal yang perlu di tanyakan lagi:
- Pola makannya teratur apa tidak
- Banyak mengkonsumsi makanan berlemak apa tidak
- Intensitas olahraganya sering apa tidak
- Punya kebiasaan minum alkohol apa tidak
6. Anamnesis Sistem
- Sistem Kardiovaskular : sakit kepala, mata berkunang-kunang,
jantung berdebar
- Sistem respirasi : sesak nafas,
- Sistem digestve : mual, muntah, nafsu makan berkurang,
BB naik atau turun.sakit tenggorokan, BAB lancar apa tidak
- Sistem urogenitalia : BAK lancar apa tidak, ddl.
- Sisem muskuloskeletal : pegal-pegal, mudah lelah, gatal-gatal
Pada kasus diskenario diketahui bahwa :
- Tekanan darah tingggi
- Nadi meningkat
Pemeriksaan fisik yang perlu di tambahkan :
- Pengkuran suhu dan pernapasan
- Pengukuran JVP terjadi peningkatan apa tidak
- Pemeriksaan fisik jantung
Inspeksi : iktus kordis
Palpasi : iktus kordis, arteri carotis
Perkusi : menentukan batas kanan dan kiri jantung
Auskultasi : mendengarkan suara katup jantung (katup
aorta, semilunar, mitral dan bikuspid), mendengan suara
bunyi jantung 1(S1) dan 2 (S2), serta mendengarkan
apakah ada suara jantung S3 dan S4.
2. Pemeriksaan penunjang
Peningkatan kadar creatinin kinase (CK) dalam darah, terutama isoenzim
MB. Pemx enzim troponin I enzim ini meningkat lebih awal daripada
CKMB. Kadarnya lebih lama meningkat daripada CKMB. Kadarnya dapat
tetap tinggi selama beberapa hari. Kadar CK biasanya tidak meningkat sampai
6 jam sesudah infark dan kembali normall dalam 48 jam.
a. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
b. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-
10 hari.
3. EKG.
- Gelombang T meninggi (T hiperakut) yang ikut inverse gelombang T.
- Elevasi segmen ST
- Munculnya gelombang Q baru.
Infark pada lokasi
- Infark inferior melibatkan diafragmatika jantung, infark sering disebabkan
oleh penyumbatan a koronaria dekstra atau cabang desendennya. Dapat dilihat
pada pemx EKG (II, III, AVF) inferior.
- Infark lateral melibatkan dinding lateral kiri jantung. Disebabkan oleh ramus
sirkumflexa a.coronaria sinistra. Perubahan akan terjadi pada sadapan lateral
kiri(I,AVL,V5,V6)
- Infark anterior permukaan anterior ventrikel kiri dan disebabkan oleh
penyumbatan ramus interventrikularis anterior a.coronaria sinistra. Semua
sadapan prekordial (V1-V6)
- Infark posterior melibatkan posterior jantung dan biasanya disebabkan oleh
penyumbatan a.coronaria dekstra. Tidak ada sadapan yang terletak diatas
dinding posterior.
Pada kasus di skenario diketahui bahwa :
Hasil pemeriksaan penunjang
- EKG : terdapat ST elevasi di lead II,III dan Avf
Untuk pemeriksaan penunjang perlu ditambahkan lagi :
- Pemeriksaan lab : pemeriksaan enzim jantung (CKMB dan cTn I &
cTn T), mioglobin, creatinin kinase (CK), Lactin Dehydrogenase (LDH)
- Pemeriksaan radiologi : berupa rontgen dada AP
13. Apa saja diagnosis banding dari keluhan Tn. D?
Jawab :
STEMI : Nyeri dada retrosternal >30 menit saat beraktivitas ringan dan
semakin berat, riwayat kolestrol tinggi dan hipertensi dan
disertai ST elevasi
NSTEMI : Nyeri dada retrosternal >30 menit saat beraktivitas ringan dan
semakin berat, riwayat kolestrol tinggi dan hipertensi tetapi
tidak disertai ST elevasi
Angina unstable : Nyeri dada >30 menit saat beraktivitas ringan dan semakin
berat, kolestrol tinggi dan hipertensi.
14. Apa yang terjadi pada Tn. D?
Jawab :
Tn. D mengalami Suspect STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) et.causa
Arterosklerosis
15. Apa definisi dari penyakit Tn. D?
Jawab : Sintesis
16. Apa etiologi dari penyakit Tn. D?
Jawab : Sintesis
17. Bagaimana epidemiologi dari penyakit Tn. D?
Jawab : Sintesis
18. Apa saja klasifikasi dari penyakit Tn. D?
Jawab : Sintesis
19. Apa saja faktor resiko dari penyakit Tn. D?
Jawab : Sintesis
20. Bagaimana patogenesis dari penyakit Tn. D?
Jawab : Sintesis
21. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit Tn. D?
Jawab : Sintesis
22. Bagaimana penatalaksaan dari penyakit Tn. D?
Jawab : Sintesis
23. Apa saja komplikasi dari penyakit Tn. D?
Jawab : Sintesis
24. Bagaimana prognosis dari penyakit Tn. D?
Jawab : Sintesis
25. Bagaimana pencegahan dan edukasi dari penyakit Tn. D?
Jawab : Sintesis
Hipotesis
Tn. D mengalami Suspect STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) et.causa Arterosklerosis
Mind Mapping
Hipertensi Kolesterol
tinggi
Merokok
Tn. D
Anamnesis:
-nyeri dada seperti ditindih beban berat menjalar hingga ke rahang dan lengan kiri yang dirasakan sleam 30 menit, dirasakan setelah bermain futsal,
-riwayat hipertensi, kolesterol tinggi dan merokok
Pem. Fisik: -pemeriksaan tanda vital : TD dan HR meningkat
Perlu ditambahakan lagi:
-pengukuran JVP
-pemeriksaan fisik jantung
Pem. Penunjang:
-EKG : terdapat ST elevasi di lead II, III & Avf
Perlu ditambahakan lagi:
- Lab: pemeriksaan enzim jantung CKMB, cTn I & T, dll
-Radiologi: Rontgen Thorax
-elektrokardiografi
Faktor Resiko terjadinya artesklerosis
LDL
LDL teroksidasi
Disfungsi Bercak lemak Inflamasiendotel
Plak halus
Ruptur plak
Trombosis dan sindrom Koroner akut
Suspect STEMI et causa
Arterosklerosis
Definisi
Etilogi, epidemiologi,Faktor resiko
Patogenesis, manifestasi klinis
Penatalaksanaan
Prognosis,
Pencegahan, edukasi
Patogenesis dari keluhan Tn. D
Diagnosis banding: STEMI, NSTEMI, Angina Pektoralis tak stabil
Learning Issues
TOPIK WHAT I KNOW WHAT I
HAVE TO
PROVE
WHAT I DON’T
KNOW
HOW
WILL I
LEARN
Sistem
Cardiovaskular
Anatomi,
histologi, fisiologi
- Text Boook
STEMI Definisi,
Etiologi,
Epidemiologi,
klasifikasi
Patogenesis dan
patofisiologi,
Eduksi dan
Pencegahan,
Manifestasi
Klinis,
Komplikasi,
Penatalaksanaan
,
-mengapa nyeri dada
dirasakan seperti
ditindih beban berat?
-mengapa nyeri dada
dirasakan selama 30
menit?
-pemasangan dan
Text Book
WEB
Prognosis pembacaan EKG?
-alur penegakkan
diagnosis
Sintesis
ST ELEVASI MIOKARD INFARK
A. Definisi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari
spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoralis tak stabil,
IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.(4)
B. Etilogi
Gangguan oksigenasi dapat terjadi karena beberapa faktor dan diantaranya
yaitu :
1. Berkurangnya daripada suplai oksigen ke miokard itu sendiri.
Penyebab dari berkurangnya suplay oksigen ini bisa karena :
Faktor pembuluh darah.
Hal ini berkaitan dengan kepatenan dari pembuluh darah sebagai jalan
darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu
kepatenan pembuluh darah diantaranya yaitu karena spasme, aterosklerosis,
dan arteritis. Spasme pembuluh darah khususnya pembuluh darah koroner ini
bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit jantung
sebelumnya, dan biasanya terkait dengan beberapa hal juga dan diantara hal
tersebut adalah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress emosional atau
nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim, dan juga merokok.
Faktor Sirkulasi.
Faktor sirkulasi ini terkait dengan kelancaran peredaran darah dari
jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini
tidak akan lepas dari faktor pemompaan dan juga pada volume darah yang
dipompakan. Kondisi yang menyebabkan adanya gangguan pada sirkulasi
diantaranya adalah keadaan saat hipotensi. Stenosis maupun insufisiensi yang
terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitral, atau trikuspidalis)
menyebabkan menurunnya Cardiac Out Put (COP). Penurunan Cardiac Out
put yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh
tidak tersuplay darah dengan baik serta adekuat, termasuk dalam hal ini otot
jantung sendiri.
Faktor darah.
Darah dalam hal ini merupakan pengangkut oksigen menuju ke seluruh
bagian tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun jalan
itu (pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak akan
cukup membantu. Hal-hal yang bisa menyebabkan terganggunya daya angkut
darah ini diantaranya yaitu antara lain keadaan anemia, hipoksemia, dan juga
polisitemia.
2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh.
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
dengan baik yaitu dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan cardiac
out put. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, maka
mekanisme kompensasi ini justru pada akhirnya makin memperberat kondisinya
karena hal tersebut otomatis akan membuat kebutuhan oksigen semakin meningkat,
sedangkan dari suplai oksigen itu sendiri tidak bertambah.
Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan
oksigen akan memicu terjadinya infark miokard ini. Aktifitas yang memicu terjadinya
akut miokard infark diantaranya yaitu aktifitas yang berlebihan, emosi, makan terlalu
banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard ini bisa memicu terjadinya infark karena
semakin banyak sel yang harus disuplay oksigen, sedangkan asupan oksigen itu
sendiri menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektif.
Etiologi pada kasus diskenario adalah karena:
1. Faktor pembuluh darahnya dimana aliran darah menjadi
tersumbat/menurun karena terdapat kumpulan plaque lemak yang banyak
di pembuluh darahnya dikarenakan kemungkinan sudah ada
arteosklerosis sebelumnya.
2. Meningkatnya kebutuhan oksigen, dimana nyeri dada Tn. D ini dirasakan
setelah bermain futsal. Keadaan ini akan membuat kebutuhan oksigen
semakin meningkat, sedangkan dari suplai oksigen itu sendiri tidak
bertambah. Oleh karena itu menyebabkan meningkatnya kebutuhan
oksigen akan memicu terjadinya infark miokard ini
C. Epidemiologi
Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
negara maju. Laju mortalits awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari
separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah Sakit. Walaupun laju
mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25
pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah
IMA. Mortalitas in hospital infark miokard akut dengan elevasi segmen ST dibanding
tanpa elevasi adalah 7% vs 5% tetapi pada follow up jangka panjang (4 tahun), angka
kematian pasien infark tanpa elevasi segmen ST lebih tinggi 2 kali lipat di banding
pasien dengan elevasi segmen ST.
D. Klasifikasi
Infark Miokard Akut duklasifikasikan berdasarkan EKG 12 sadapan menjadi :
1. Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium
yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG
2. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada
elevasi segmen ST pada EKG.
Berdasarkan lapisan otot yang terkena Akut Miokard Infark dapat dibedakan :
1. Akut Miokard Infark Transmural mengenai seluruh lapisan otot jantung
(dinding ventrikel).
2. Akut Miokard Infark Non Transmural / Subendokardial Infark infark otot
jantung bagian dalam (mengenai sepertiga miokardium).
Berdasarkan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner :
1. Akut Miokard Infark Anterior.
2. Akut Miokard Infark Posterior.
3. Akut Miokard Infark Inferior.
E. Faktor Resiko
- Umur laki-laki< 70 tahun
- Merokok
- Hiperkolesterol dan hipertrigliseridemia
- Diabetes militus
- Hipertensi tak terkontrol
- Riwayat keluarga
Dalam kasus di skenario diketahui bahwa Tn. D mengalami penyakit
hipertensi tak terkontrol, kolesterol tinggi dan merokok dimana ketiga hal tersebut
merupakan faktor resiko dari infark miokard.
F. Patogenesis
Patogenesis
Infark miokard akut dengan elevasi ST umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injury vascular, dimana injury dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid.
Gambar 2 sindrome koroner akut
Keterangan gambar :
Potongan longitudinal arteri menggambarkan time line proses arterogenesis
dari arteri normal (1). (2) lesi ini siasi dan akumulasi lipid ekstra seluluer dalam
intima. (3) evolusi stadium fibrofatty. (4) lesi progesi dengan ekspresi prokoagulan
dan lemahnya fibrous cap. Sindrom koroner akut berkembang jika plak vulnerable
dan resiko tinggi mengalami disrupsi pada fibros cap. (5) disrupsi plak adalah
rangsangan terhadap trombogenesis. Resorbsi thrombus dilanjutkan dengan akumulasi
kolagen dan pertumbuhan sel otot polos. (6) selanjutnya disrupsi plak vulnerable atau
plak resiko tinggi mengakibatkan pasien mengalami nyeri iskemia akibat penurunan
aliran arteri koroner epikardial yang terlibat. Reduksi aliran dapat menyebabkan
oklusi thrombus total atau oklusi thrombus subtotal.
Pasien dengan nyeri iskemia dapat berupa elevasi ST atau tanpa elevasi ST
pada EKG. Pasien dengan elevasi ST sebagai besar berkembang menjadi infark
miokard gelombang Q, sebagian kecil berkembang menjadi infark miokard
gelombang non Q. Pasien tanpa elevasi segmen ST dapat mengalami angina pektoris
tak stabil atau infrak miokard akut tanpa elevasi ST sebagian besar pasien dengan
NSTEMI berkembang menjadi infark mikard non Q, dan sebagian kecil menjadi
infark miokard gelombang Q
G. Manifestasi Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih
intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun
pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Gejalanya adalah rasa sakit pada dada
sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan,
leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah
kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena
kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada
juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat (Hanafiah, 1996).
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat
dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini
dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak
berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin
(Antman, 2005).
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard
berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal (Irmalita, 1996).
Pada kasus di skenario Tn D mengalami nyeri dada seperti ditindih beban
berat menjalar ke rahang dan lengan kiri yang diraskan selama 30 menit. Keadaan-
keadaan tersebut merupakan beberapa tanda / gejala klinis dari infark miokard dan
keadaan tersebut dipicu setelah Tn. D bermain futsal (beraktivitas)
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya
fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset
gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama
tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:
- Pengenalan gejala oleh paien dan segera mencari pertolongan medis
- Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
- Transportasi pasien ke rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
- Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan
selama transportasi ke Rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada
sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini biasa di tanggulangi
dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai
pentingnya tatalaksana dini.
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedis di
ambulans yang sudah terlatih untuk mengiterpretasi EKG dan tatalaksan STEMI dan
kendali komando medis online yang bertanggun jawab pada pemberian terapi. Di
indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.
Panel A: pasien dibawa oleh EMS setelah memanggil 9-1-1: reperfusi pada
pasien STEMI dapat dilakukan dengan terapi farmakologis (fibrinolisis) atau
pendekatan kateter (PCI primer) implementasi strategi ini bervariasi tergantung cara
transportasi pasien dan kemampuan penerimaan rumah sakit. Sasaran adalah waktu
iskemia total 120 menit. Waktu transpor ke rumah sakit bervarisi dari kasus ke kasus
lainnya,tetapi sasaran waktu iskemia total adalah 120 menit.
Terdapat 3 kemungkinan:
a. Jika EMS mempunyai kemampuan memberikan fibronolitik dan pasien memenuhi syarat
terapi, fibrinolis pra rumah sakit dapat di mulai dalam 30 menit sejak EMS tiba.
b. Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien di
bawa ke rumah sakit yang tak tersedia sarana PCI, hospital door to needle time harus dal
30 menit untuk pasien yang mempunyai indikasi fibrinolitik.
c. Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolils sebelum ke rumah sakit dan pasien di
bawa ke rumah sakit dengan sarana PCI, hospital door-to-ballon time harus dalam waktu
90 menit.
Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pada pasien yang merupakan
kandidat terapi reperfusi segera, triaso pasien resiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah
sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
TATALAKSANA UMUM
1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua ppasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selam 6
jam pertama.
2. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberika dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapt diberika sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada,
NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload
dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang
terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberika
NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk megendalikan hipertensi atau
edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan drah sistolik <90 mmHg
atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG,
JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang
menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalm 24 jam sebelumnya karena
dapat memicu efek hipotensi nitrat.
3. Mengurangi/Menghilangkan Nyeri Dada
Mengurangi/menghilangkan nyeri dada sangat penting,karena nyeri dikaitkan
dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan beban
jantung.
4. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan
dapat di ulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. efek samping yang
perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah kontriksi vena dan arteriolar dan
penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung
dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada
kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan Nacl 0,9%. Morfin juga daat
menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia dan blok jantung derajat
tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan
pemberian atropin 0,5 mg IV.
5. Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat sikloosigenase trombosit
yang dilanjutkan reduksi kadartromboksan A2 di capai dengan absorbsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan
dosis 75-162 mg.
6. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg
setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit,
tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10
cm dari diafragma. 15 menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral
dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
Terapi Referfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner,meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikael dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang
menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
Sasaran terapi referfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical
contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat tercapai dalam 30 enit atau
door-to-balloon (atau medical contact-to-balloon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90
menit.
PERCUTANEOUSE CORONARY INTERVENTION (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa di dagului
fibrinolilsis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI
jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer labih efektif
dari fibrinolisis dalam membuka rteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan denga outcome
klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI
primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun),resiko
perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan
darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI
lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.
OBAT FIBRINOLITIK
1. Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan
SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi, reaksi alergi
tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens
perdarahan intrakranial yang rendah,manfaat pertama diperlihatkan pada G1SSI-1 trial.
2. Tissu Plasminogen Activator (tPA, altepiase)
Global UsEs of Strateagies Open Coronary Arteries-1(GUSTON-1) trial
menunjukan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA
dibandingan SK. Namun tPA harganya lebih mahal dariapada SK da resiko perdarahan
intrakranial sedikit llebih tinggi.
3. Reteplase (retavase)
INJECT trial menunjukan efikasi dan keamanan sebanding SK dan sebanding
tPA pada GUSTO III trial, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh yang
lebih panjang.
4. Tenekteplase (TNKase)
Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan rsistensi tinggi
terhadap palsminogen aktivator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI10 B
menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan
yang sama dibandingkan dengan tPA
Indikasi Terapi Fibrinolitik
Kelas 1
1. Jika tidak ada kotraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien STEMI
dengan onset gejala <12 jam dan elevasi ST >0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2
sadapan ekstremitas.
2. Jika tidak ada kotraindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada pasien STEMI
dengan onset gejala <12 jam dan LBBB baru atau di duga baru.
Kelas II a
1. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik pada
pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan EKG 12 sadapan konsisiten dengan
infark miokard posterior.
2. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik pada
pasien dengan gejala STEMI mulai dari <12 jam sampai 24 jam yang mengalami gejala
iskemia yang terus berlanjut dan elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sadapan
prekordial yang berdampingan atau seurang-kuragnya 2 sadapn ekstremitas.
Trombolitik dianggap berhasil jika tedapat resolusi nyeri dada dan penurunan
elevasi ST >50 % dalam 90 menit pemberian trombolitik. Trombolitik tidak
menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga jika pasien pasca CABG datang dengan
IMA, cara referfusi yang lebih disukai adalah percutaneous coronary intervention(PCI).
Kontraindikasi Terapi Fibrinolitik pada STEMI
Kontraindikasi absolut
Setiap riwayat perdarahan intraserebral
Terdapat lesi vaskular serebral struktural(malformasi AV)
Terdapat neoplasma intrakranial ganas (primer atau metastasis)
Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok isemik akut dalam 3 jam
Dicurigai diseksi aorta
Perdarahan aktif atau diatesis berdarah (kecuali mens)
Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan
Kontraindikasi Relatif
Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
Hipertensi berat tak terkendali saat masuk (TDS > 180 mgHG atau TDD > 110
mmHG)
Riwayat strok iskemik sebelumnya > 3 bulan,dimensia,atau diketahui patologi
intrakranial yang tidak termasuk kotraindikasi
Resusitasi jantung paru traumatik atau irama (>10 menit) atau operasi besar (< 3
minggu)
Perdarahan internal baru (dalam 2-4 minggu)
Pungsi vaskular yang tidak terkompresi
Untuk streptase/anisreplase: riwayat penggunaan > 5 hari sebelumnya atau reaksi
alergi sebelumnya terhadap obat ini.
Kehamilan
Ulkus peptikum aktif
Penggunaan antikoagulan baru :makin tinggi INR makin tinggi resiko perdarahan
TATALAKSANA DI RUMAH SAKIT
ICCU
1. Akitivitas.
Pasien harus istirahat dalm 12 jam pertama.
2. Diet.
Karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus
puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup
lemak <30%kalori total dan kandungan kolesterol <300 mg/hari. Menu harus
diperkaya dengan makanan yang kaya serat,kalium,magnesium dan rendah natrium.
3. Bowels.
Istirahat di tempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan
nyeri sering mengakibatkan konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi komod di
samping tempat tidur,diet tinggi serat dan penggunaan pencahar ringan secara rutin
seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200 mg/hari)
4. Sedasi.
Pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode
inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg,atau lorazepam
0,5-2 mg. diberikan 3 atau 4 kali sehari biasanya efektif.
Pada kasus di skenario, penatalaksanaan untuk Tn. D:
1. Pemberian oksigen jika saturasi oksigennya <90%
2. Pemberian morfin untuk menghilangkan nyeri dadanya dengan dosis 2-4mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20mg.
3. Pemberian nitrogliserin sublingual (nitrat) untuk mengurangi nyeri dada,
menurunkan kebutuhan oksigen miokardium dengan cara dilatasi pembuluh
darah korener yang terkena infark dengan dosis 0,4mgdan dapat diberikan
sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
4. Pemberian aspirin diberikan secara bukal dengan dosis 160-325mg, selanjutnya
diberikan peroral dengan dosis 75-162mg
I. Komplikasi
a. Aritmia
Aritmia timbul aibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan
elektrofiiologis ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu
rekaman grafik aktivitas listrik sel.
b. Gagal ginjal kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark
miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan
kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya
kembang ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri
untuk mengosongkan diri, maka besar curah sekuncup berkurang sehingga volume
sisa ventrikel meningkat. Akibatnya tekanan jantung sebelah kiri meningkat.
Kenaikkan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskuler maka
terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstitial. Bila tekanan ini masih
meningkat lagi, terjadi udema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam
alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang
menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya tekanan vaskuler paru-paru
sehingga membebani ventrikel kanan.
c. Syok kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark
yang masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran
setan hemodinamik progresif hebat yang irreversibel, yaitu :
Penurunan perfusi perifer
Penurunan perfusi koroner
Peningkatan kongesti paru-paru
d. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu
fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama
sistolik. Inkompentensi katub mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke
dalam atrium kiri dengan dua akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan
kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis. Volume aliran regugitasi
tergantung dari derajat gangguan pada otot papilari bersangkutan.
e. Defeck septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptura dinding
septum sehingga terjadi depek septum ventrikel. Karena septum mendapatkan
aliran darah ganda yaitu dari arteri yang berjalan turun pada permukaan anterior
dan posterior sulkus interventrikularis, maka rupture septum menunjukkan adanya
penyakit arteri koronaria yang cukup berat yang mengenai lebih dari satu arteri.
Rupture membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi
ventrikel maka aliran terpecah dua yaitu melalui aorta dan melalui defek septum
ventrikel. Karena tekanan jantung kiri lebih besar dari jantung kanan, maka darah
akan mengalami pirau melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih
besar tekanannya menuju daerah yang lebih kecil tekanannya. Darah yang dapat
dipindahakan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah
yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat
berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.
f. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukkan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi
perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak alastis tak
dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung
ini akan menimbulkan tanponade jantung. Tanponade jantung ini akan
mengurangi alir balik vena dan curah jantung.
g. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar
yang merupakan predisposisi pembentukkan trombus. Pecahan trombus mural
intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. Daerah kedua yang
mempunyai potensi membentuk trombus adalah sistem vena sistenik. Embolisasi
vena akan menyebabkan embolisme pada paru-paru.
J. Prognosis
Terdapat beberapa sistem yang ada dalam menentukan prognosis pasca IMA:
Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Klas Definisi Mortalitas(%)
I
II
III
IV
Tak ada tanda gagal jantung kongestif
+ S3 dan/atau ronki basah
edema paru
syok kardiogenik
6
17
30-40
60-80
Tabel 2. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut
Klas Indeks
Kardiak
PCWP (mmHg) Mortalitas
(%)I
II
III
IV
>2,2
>2,2
<2,2
<2,2
< 18
>18
< 18
> 18
3
9
23
51
Klasifikasi killip
Berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, konggesti paru
dan syok karsinogenik
Klasifikasi forrester
Berdasarakan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary
cappillary wedge presure (PCWP)
TIMI
TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI yang
mendapat terapi trombolitik
Pada kasus diskenario prognosisnya adalah:
Quo at vitam : Dubia
Quo at functionam : Malam
Quo at sanam : Malam
K. Pencegahan dan Edukasi
Beberapa tindakan yang harus dilakukan antara lain:
a. Berhenti merokok
b. Kontrol tekanan darah (target <140/90 mmHg atau 130/80 mmHg pada DM atau
gagal ginjal kronik.
c. Manajemen lipid
d. Aktivitas fisik (30 menit/hari, 3-4x/minggu)
e. Manajemen berat badan (target IMT 18,5-24,9 kg/m2
f. Manajemen diabetes
DAFTAR PUSTAKA
(1) Dorland W.A.Newman. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta:
EGC. 2231-2245
(2) Dharma, Surya. 2010. Sistematika Interpretasi EKG. EGC: Jakarta
(3) Masud, Ibnu. 1989. Dasar-Dasar Fisiologi Kardiovaskuler. EGC: Jakarta
(4) Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi V. Jakarta: 1880-1883.
(5) Sherwood Lauralee. 2011. Fisiologi Jantung, dalam fisiologi manusia. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC : 327-355.