UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL GETAH JARAK CINA (Jatropha multifida Linn.) UNTUK PENGOBATAN LUKA
BAKAR PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley
SKRIPSI
FIKA FEBIATI NIM : 1112102000039
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA SEPTEMBER 2016
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN GEL GETAH JARAK CINA (Jatropha multifida Linn.) UNTUK PENGOBATAN LUKA
BAKAR PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley
SKRIPSI
FIKA FEBIATI NIM : 1112102000039
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA SEPTEMBER 2016
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Fika Febiati
Program Studi : Farmasi
Judul :Uji Efektivitas Sediaan Gel Getah Jarak Cina (Jatropha
multifida Linn.) untuk Pengobatan Luka Bakar Pada Tikus
(Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley
Indonesia memiliki bermacam-macam tanaman obat tradisional untuk mengobati
luka bakar. Getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) adalah bahan alam yang
memiliki kandungan aktif seperti saponin, flavonoid, tanin dan iodin. Senyawa ini
dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka bakar. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji efektivitas pemberian gel getah jarak cina untuk
pengobatan luka bakar derajat dua pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan
galur Sparague Dawley. Variasi gel yang digunakan dengan 3 konsentrasi berbeda
yaitu UKR (1%), UKS (3%) dan UKT (5%). Penelitian ini menggunakan tikus
putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sparague Dawley yang dibagi dalam lima
kelompok yaitu KKP yang diberikan gel Bioskin
, KKN yang diberikan basis gel
dan tiga kelompok lain yang diberikan gel getah jarak cina dilakukan 2 kali
selama 21 hari. Tikus dilakukan perlakuan dan sampel kulit diambil untuk
pemeriksaan histopatologi setelah perlakuan hari ke-7 dan 14. Pemberiaan UKS
(3%) dua kali sehari sudah mampu mempercepat proses penyembuhan luka bakar
karena memiliki persentase penyembuhan luka sebesar 100% (p≤0,05).
Permukaan luka bakar pada hari ke-21, pemberian UKS (3%) dua kali sehari
sudah mampu menutupi permukaan luka secara sempurna dan terdapat bulu yang
menutupi luka. Perubahan fisiologis luka bakar pada UKS (3%) sudah mampu
mempercepat pembentukan dan pengelupasan keropeng. Secara mikroskopis pada
UKS (3%) sudah mampu menunjukkan peningkatan skor angiogenesis, fibroblas
dan re-epitelisasi serta menunjukkan penurunan skor sel radang setelah
penyembuhan luka bakar pada hari ke-7 dan hari ke-14 (p≤0,05).
Kata kunci : gel getah jarak cina, getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.),
dan luka bakar.
vii
ABSTRACT
Name : Fika Febiati
Program Study : Pharmacy
Title : The Effectiveness of Test Preparation Gel of Jarak Cina
Sap (Jatropha multifida Linn.) for the Treatment of Burn
Wound In Rats (Rattus norvegicus) Sprague Dawley Strain
Indonesia has a variety of traditional medicine plants to treat burn injuries. Jarak
cina sap (Jatropha multifida Linn.) is a natural material which has active
compounds such as saponins, flavonoids, tanins and iodines. Those compounds
are suspected to accelerate on burn wounds healing process. The aim of this
research is to know the effectiveness gel of jarak cina sap on 2nd
degree burns
healing in rats (Rattus norvegicus) Sprague Dawley strain. The variations gel
using three different concentration are UKR (1%), UKS (3%) and UKT (5%). The
research were used thirty rats who were divided into 5 groups; KKP that was
treated with the Bioskin
gel, KKN that was treated with the gel base, and three
other groups were treated with the gel of jarak cina sap were applied twice a day
during 21 days. Rats performed clinical measurements and skin samples taken for
histopathology examination after 7 and 14 days of treatment. The UKS (3%) were
applied twice a day already be able to accelerate on burn wounds healing process
with value 100% (p≤0,05). The surfaced burn wounds at 21 days, The UKS (3%)
were applied twice a day already be able to fill in surface wounds in a complete
and be found feather to fill in wounds. Transformation physiological burn wounds
on UKS (3%) already be able to accelerate formation and peeling the scab. As
microscopis on UKS (3%) already be able to showed increases angiogenesis,
fibroblast, and re-epithelialization, with decrease inflammatory cells more better
than other groups after 7 and 14 days of treatment burn wound (p≤0,05).
Keywords :gel of jarak cina latex, jarak cina latex (Jatropha multifida Linn.), and
burn wound.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena berkat
Rahmat dan Karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad S.A.W., kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada
umatnya hingga akhir zaman, amiin.
Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Memperoleh gelar Sarjana pada Program Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul yang
penulis ajukan adalah Uji Efektivitas Sediaan Gel Getah Jarak Cina (Jatropha
multifida Linn.) untuk Pengobatan Luka Bakar Pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley.
Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik
aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi penelitian yang disajikan.
Semua ini didasarkan dari keterbatasan yang dimiliki penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis
membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Selanjutnya dalam
penulisan skripsi ini penulis banyak diberi bantuan oleh berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini penulis dengan tulus hati mengucapkan terimakasih kepada :
1. Allah S.W.T., Tuhan yang maha esa dimana penulis selalu berlindung dan
memohon atas petunjuk-Nya.
2. Puteri Amelia, M. Farm., Apt sebagai dosen pembimbing materi pertama
dan Dr. Azrifitria, M. Si., Apt sebagai dosen pembimbing materi kedua
yang selalu memberikan arahan serta meluangkan waktu, tenaga, dan juga
pikiran dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
ix
3. Rr. Ayu Fitri Hapsari, Mbiomed yang telah membantu dan memberikan
arahan dalam proses pengamatan histologi.
4. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Dr. Nurmeilis, M. Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis
menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak
membantu berlangsungnya penelitian ini.
8. Orang tua penulis, Bapak Khuzaeni dan Ibu Trias Wigati yang selalu
memberikan support dalam penulisan skripsi ini dan doa mereka yang
tiada henti-hentinya. Kepada adik penulis, Arfianto Darmawan yang selalu
menghibur dan memberikan semangat serta do’a.
9. Tania Rizki Amelia sebagai rekan yang berjuang bersama dalam
berlangsungnya penelitian ini.
10. Teman-teman Farmasi angkatan 2012 BD yang tidak membuat penulis
menyesal telah menjadi bagian dari kalian.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis selama ini.
Semoga Allah S.W.T memberikan balasan yang berlipat ganda kepada
semuanya. Akhirnya, hanya kepada-Nya penulis serahkan segalanya dan mudah-
mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi kita semua.
Ciputat, 26 September 2016
Penulis
x
xi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i HALAMAN JUDUL .............................................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................iv HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v ABSTRAK ........................................................................................................... vi ABSTRACT ........................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiv DAFTAR TABEL ................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xvi BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Rumusan masalah ........................................................................................ 2 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3 1.4. Hipotesis ...................................................................................................... 3 1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 2.1. Tanaman Jarak Cina ................................................................................... 5 2.1.1. Deskripsi Tanaman Jarak Cina .................................................................. 5 2.1.2. Klasifikasi Jarak Cina ............................................................................... 6 2.1.3. Habitat ....................................................................................................... 6 2.1.4. Kandungan Kimia ..................................................................................... 6 2.2. Freeze Drying ............................................................................................. 7 2.2.1. Pengertian Freeze Drying ........................................................................... 7 2.2.2. Prinsip Kerja Freeze Drying ...................................................................... 7 2.2.3. Cara Kerja Freeze Drying .......................................................................... 8 2.3. Tinjauan Hewan Percobaan ........................................................................ 8 2.3.1. Klasifikasi Tikus Putih ............................................................................... 8 2.3.2. Biologis Tikus Putih ................................................................................... 9 2.4. Gel ............................................................................................................ 10 2.4.1. Pengertian Gel .......................................................................................... 10 2.4.2. Klasifikasi Gel .......................................................................................... 10 2.4.3. Preformulasi Bahan Gel ........................................................................... 11 2.5. Luka Bakar ............................................................................................... 14 2.5.1. Pengertian Luka Bakar ............................................................................. 14 2.5.2. Derajat Luka Bakar .................................................................................. 14 2.5.3. Penyembuhan Luka Bakar ....................................................................... 15
xii
2.6. Berbagai Penelitian Mengenai Tanaman Jarak Cina................................18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 22 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 22 3.2. Waktu pengambilan getah ........................................................................ 22 3.3. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................ 22 3.3.1. Alat Penelitian .......................................................................................... 22 3.3.2. Bahan Penelitian ....................................................................................... 23 3.3.3. Hewan Uji ................................................................................................ 23 3.4. Rancangan Penelitian ............................................................................... 23 3.5. Kegiatan Penelitian .................................................................................. 25 3.5.1. Pemeriksaan Simplisia (Determinasi) ...................................................... 25 3.5.2. Penyiapan Simplisia ................................................................................. 25 3.5.3. Metode Pengeringan Freeze Drying ......................................................... 26 3.5.4. Skrining Fitokimia Ekstrak ...................................................................... 26 3.5.5. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik ...................................... 27 3.5.6. Pembuatan Gel ekstrak getah jarak cina .................................................. 29 3.5.7. Evaluasi Fisik Sediaan Gel ....................................................................... 30 3.5.8. Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel ............................................................... 31 3.5.9. Penyiapan Hewan Uji ............................................................................... 31 3.5.10. Pembuatan Luka Bakar Derajat Dua ........................................................ 31 3.5.11. Pemberian Bahan Uji ............................................................................... 32 3.5.12. Pengamatan Secara Makroskopis ............................................................. 32 3.5.13. Persentase penyembuhan Luka Bakar ...................................................... 32 3.5.14. Perlakuan dan Pengamatan ...................................................................... 33 3.5.15. Pembuatan Preparat Histopatologi ........................................................... 33 3.5.16. Pengamatan Secara Mikroskopis ............................................................. 34 3.5.17. Skor Pembuluh Darah Baru (Angiogenesis) ............................................ 34 3.5.18. Skor Keberadaan Sel Radang (Limfosit, Neutrofil dan Makrofag) .......... 35 3.5.19. Skor Keberadaan Jaringan Ikat (Fibroblas)............................................... 35 3.5.20. Skor Re-epitelisasi .................................................................................... 35 3.5.21. Analisis Data Statistik .............................................................................. 36 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................37 4.1. Hasil Penelitian ........................................................................................37 4.1.1. Determinasi Tanaman .............................................................................. 37 4.1.2. Penyiapan Simplisia ................................................................................. 37 4.1.3. Pengeringan dengan Freeze Drying........................................ ................. 37 4.1.4. Hasil Skrining Fitokimia..........................................................................38 4.1.5. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik............................38 4.1.6. Hasil Evaluasi Sediaan Gel........................................ .............................. 40 4.1.7. Hasil Evaluasi Uji Stabilitas Gel .............................................................. 40 4.1.8. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus..................................................... 42 4.1.9. Hasil Pengamatan Penyembuhan Luka Bakar......................................... 43 4.1.10. Hasil Pengamatan Secara Makroskopis................................................... 45 4.1.11. Hasil Pengamatan Secara Mikroskopis.................................................... 50
xiii
4.2. Pembahasan..............................................................................................64 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................81 5.1. Kesimpulan...............................................................................................81 5.2. Saran.........................................................................................................81 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 83
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.)...............................................5 Gambar 2.2. Struktur Kimia Karbopol.................................................................11 Gambar 2.3. Struktur Kimia Gliserin...................................................................11 Gambar 2.4. Struktur Kimia TEA........................................................................12 Gambar 2.5. Struktur Kimia Natrium Metabisulfit..............................................12 Gambar 2.6. Struktur Kimia Metil Paraben ........................................................13 Gambar 2.7. Struktur Kimia Propil Paraben ......................................................13 Gambar 2.8. Derajat Luka Bakar.........................................................................15 Gambar 2.9. Fase Inflamasi.................................................................................16 Gambar 2.10. Fase Fibroblas.................................................................................16 Gambar 2.11. Fase Remodelling............................................................................17
xv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Data Biologis Tikus .............................................................................. 9 Tabel 3.1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Perlakuan ................. 24 Tabel 3.2. Formulasi Basis Gel Karbopol 940 ..................................................... 29 Tabel 3.3. Formulasi Gel Uji 15 gram ................................................................. 29 Tabel 4.1. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Getah Jarak Cina ........................... 38 Tabel 4.2. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Parameter Non Spesifik ..... 39 Tabel 4.3. Hasil Evaluasi Fisik Sediaan Gel ....................................................... 40 Tabel 4.4. Hasil Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel ................................................ 41 Tabel 4.5. Hasil Rerata Berat Badan Tikus Selama Perlakuan ........................... 42 Tabel 4.6. Hasil Analisis one way ANOVA Berat Badan Tikus .......................... 42 Tabel 4.7. Rerata Persentase Penyembuhan Luka Bakar .................................... 43 Tabel 4.8. Hasil Analisis Kruskall-Wallis Persentase Penyembuhan Luka ........ 44 Tabel 4.9. Hasil Analisis Post Hoc Persentase Penyembuhan Luka ................... 44 Tabel 4.10. Pengamatan Luka Bakar Pada Hari Ke-21 ........................................ 46 Tabel 4.11. Hasil Pengamatan Visual Fisiologis Luka Bakar ............................... 48 Tabel 4.12. Pengamatan Visual Fisiologis Luka Bakar ........................................ 49 Tabel 4.13. Pengamatan Angiogenesis Perbesaran 100× ...................................... 51 Tabel 4.14. Hasil Skor Parameter Angiogenesis Hari Ke-7 dan Hari Ke-14 ......... 52 Tabel 4.15. Hasil Analisis one way ANOVA Skor Angiogenesis .......................... 52 Tabel 4.16. Hasil Analisis Post Hoc Skor Angiogenesis Hari Ke-7 ...................... 53 Tabel 4.17. Hasil Analisis Post Hoc Skor Angiogenesis Hari Ke-14 .................... 53 Tabel 4.18. Pengamatan Sel Radang Perbesaran 200× ......................................... 54 Tabel 4.19. Hasil Skor Parameter Sel Radang Hari Ke-7 dan Hari Ke-14 ............ 55 Tabel 4.20. Hasil Analisis one way ANOVA Skor Sel Radang ............................. 55 Tabel 4.21. Hasil Analisis Post Hoc Skor Sel Radang Hari Ke-7 ......................... 56 Tabel 4.22. Hasil Analisis Post Hoc Skor Sel Radang Hari Ke-14 ....................... 56 Tabel 4.23. Pengamatan Fibroblas Perbesaran 200× ............................................ 57 Tabel 4.24. Hasil Skor Parameter Fibroblas Hari Ke-7 dan Hari Ke-14 ............... 58 Tabel 4.25. Hasil Analisis one way ANOVA Skor Fibroblas ................................ 58 Tabel 4.26. Hasil Analisis Post Hoc Skor Fibroblas Hari Ke-7 ............................ 59 Tabel 4.27. Hasil Analisis Post Hoc Skor Fibroblas Hari Ke-14 .......................... 60 Tabel 4.28. Pengamatan Re-epitelisasi Perbesaran 100×....................................... 61 Tabel 4.29. Hasil Skor Parameter Re-epitelisasi Hari Ke-7 dan Hari Ke-14 ......... 61 Tabel 4.30. Hasil Analisis one way ANOVA Skor Re-epitelisasi .......................... 62 Tabel 4.31. Hasil Analisis Post Hoc Skor Re-epitelisasi Hari Ke-7 ...................... 62 Tabel 4.32. Hasil Analisis Post Hoc Skor Re-epitelisasi Hari Ke-14 .................... 63
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur kerja .................................................................................. 91 Lampiran 2. Determinasi Tanaman Jatropha multifida Linn. ............................. 92 Lampiran 3. Sertifikat Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley ...................... 93 Lampiran 4. Ethical Clearance Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI .......... 94 Lampiran 5. Perhitungan Rendemen .................................................................... 95 Lampiran 6. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Getah Jarak Cina ........................ 96 Lampiran 7. Pemeriksaan Parameter Non Spesifik ............................................. 98 Lampiran 8. Tahapan Pengukuran Luas Luka Bakar .......................................... 99 Lampiran 9. Data Persentase Penyembuhan Luka Bakar ................................. 100 Lampiran 10. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar .... 101 Lampiran 11. Hasil Analisis Statistik One way ANOVA Berat Badan Tikus ...... 111 Lampiran 12. Hasil Analisis Statistik One way ANOVA Skor Parameter Luka...122
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Luka bakar merupakan respon kulit pada jaringan subkutan terhadap
trauma suhu/termal (Grace, 2006). Luka bakar pada tubuh dapat terjadi oleh dua
penyebab yaitu kondisi panas langsung dan radiasi elektromagnetik (Moenadjat,
2003). Luka bakar termasuk kecelakaan yang sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari khususnya dirumah tangga dan sering ditemukan adalah luka bakar
derajat dua (Ulfa, 2015). Penyembuhan luka bakar dapat dipercepat dengan cara
mencegah terjadinya infeksi, memacu pembentukan serabut kolagen dan
mengupayakan agar sisa-sisa sel epitel dapat berkembang dengan baik sehingga
dapat menutup permukaan luka (Sjamsuhidajat, 2004).
Luka bakar banyak alternatif pengobatannya, yaitu dapat menggunakan
industri obat farmasi ataupun dengan cara pengobatan tradisional melalui
pemanfaatan jenis tanaman yang tersedia di alam. Meskipun terdapat kemajuan
yang luar biasa dalam industri obat farmasi, ketersediaan obat yang mampu
merangsang proses perbaikan luka masih terbatas. Pengobatan tradisional banyak
dilakukan karena lebih murah, mudah didapatkan, dan memberi efek samping
relatif lebih rendah (Kumar, 2007).
Eksplorasi lebih lanjut dari salah satu jenis tanaman yang bernama jarak
cina (Jatropha multifida Linn.) dapat digunakan sebagai obat luka. Berdasarkan
pengalaman empiris, getah jarak cina digunakan sebagai obat luar seperti luka
baru dan untuk mengobati berbagai jenis infeksi dengan langsung mengoleskan
getah jarak cina pada luka tersebut (Hariana, 2013). Kajian etnobotani jarak cina
sebagai tanaman obat telah dilakukan oleh masyarakat Aceh untuk mengobati
luka baru di Kabupaten Pidie (Agustina, 2008). Tanaman jarak cina mengandung
aktivitas antiinflamasi dan aktivitas antibiotik yang dapat digunakan sebagai
penyembuhan luka. Senyawa flavonoid, saponin, dan tanin memiliki aktivitas
antiinflamasi yang digunakan untuk penyembuhan luka dalam kecepatan
terbentuknya keropeng (Suarsini E., 2006). Senyawa tanin yang memiliki aktivitas
sebagai antibiotik juga dapat menyembuhkan luka karena terjadi proses
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengendapan protein darah sehingga terjadi gumpalan yang dapat menghambat
aliran darah (Fehlin, 2003).
Penelitian terdahulu menggunakan getah jarak cina dapat mempercepat
proses menutupnya luka sayat dibandingkan tanpa perlakuan dan setara dengan
pemberian povidone iodine 10% pada mencit betina galur Swiss Webster (Aditya,
2007). Penelitian lain menyebutkan bahwa pemberian ozon yang diberikan selama
5 menit lebih baik dalam mempercepat proses penyembuhan luka sayat
dibandingkan getah jarak cina dan povidone iodine 10% secara topikal pada
mencit betina galur Swiss Webster (Dewiyanti, 2009). Getah jarak cina juga
memiliki potensi yang sama dengan betadin dalam waktu terbentuknya keropeng
pada luka (Syarfati, 2011). Sediaan krim getah jarak cina pada luka sayat yang
terinfeksi bakteri Staphylococcus aureus pada kelinci (Orytolagus cuniculus)
dapat mempercepat waktu penyembuhan luka, terbentuknya keropeng (scab),
hingga hilangnya nanah, dan terjadi proses penutupan luka (Miryam Ch.
Muntiaha, 2014). Penelitian ini menggunakan sediaan gel getah jarak cina pada
luka bakar derajat dua pada kulit tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
Sprague Dawley. Pembuatan luka bakar derajat dua menggunakan metode
Akhoondinasab dengan menggunakan plat besi 4×2 cm pada air mendidih selama
5 menit dan ditempelkan pada kulit punggung tikus selama 10 detik dengan
tekanan yang sama. Penelitian ini berupa pengamatan penyembuhan luka,
pengamatan luka secara makroskopis dan pengangamatan luka secara
mikroskopis.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun perumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh pemberiaan berbagai konsentrasi (1%, 3% dan 5%)
gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) terhadap penyembuhan luka
bakar derajat dua pada kulit tikus putih secara makroskopis?
2. Bagaimana pengaruh pemberiaan berbagai konsentrasi (1%, 3% dan 5%)
gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) terhadap penyembuhan luka
bakar derajat dua pada kulit tikus putih secara mikroskopis?
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan umum penelitian ini
adalah untuk menguji pemberiaan berbagai konsentrasi (1%, 3% dan 5%) gel
getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) terhadap efektivitas penyembuhan luka
bakar derajat dua pada kulit tikus putih.
1.3.2. Tujuan khusus
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan khusus penelitian ini
adalah:
1. Untuk menguji pemberian berbagai konsentrasi (1%, 3% dan 5%) gel
getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) secara makroskopis terhadap
persentase penyembuhan luka, permukaan luka bakar pada hari ke-21, dan
perubahan fisiologis luka bakar pada kulit tikus putih.
2. Untuk menguji pemberian berbagai konsentrasi (1%, 3% dan 5%) gel
getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) secara mikroskopis terhadap
angiogenesis, sel radang, fibroblas, dan re-epitelisasi pada kulit tikus putih.
1.4. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
1. Pemberian konsentrasi 3% gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.)
secara makroskopis dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat
dua pada kulit tikus putih.
2. Pemberian konsentrasi 3% gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.)
secara mikroskopis dapat meningkatkan angiogenesis, fibroblas, dan re-
epitelisasi, serta mengurangi sel radang pada kulit tikus putih.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Menambah informasi kepada masyarakat sebagai pilihan dalam tata
laksana awal menggunakan getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.)
dalam mempercepat penyembuhan luka bakar.
2. Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang
terapi getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) yang dapat digunakan
untuk pengobatan luka bakar.
3. Menjadi bahan referensi atau pustaka untuk dapat dikembangkan dalam
penelitian selanjutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Jarak Cina
2.1.1. Deskripsi Tanaman Jarak Cina
Tanaman jarak cina (Jatropha multifida Linn.) digunakan sebagai bahan
utama dalam pengobatan tradisional, baik dari buah, biji, daun, akar, dan
getahnya. Getah tanaman jarak ini dapat digunakan sebagai bahan pembantu
dalam penyembuhan luka-luka (V. Alekhya, 2013).
Tinggi tanaman jarak cina dapat mencapai 2 meter. Batangnya berbentuk
bulat, berkayu yang membesar pada bagian pangkalnya, memiliki getah dan
tampak jelas bekas menempelnya daun. Jika batang masih muda berwarna hijau
dan jika batang menjadi tua berwarna putih kehijauan. Daun yang masih muda
belum terlihat bentuk gerigi diujungnya. Jarak cina berdaun tunggal berwarna
hijau yang tersebar, berbentuk hati dengan ujung runcing, pangkal yang
membulat, memiliki panjang 15-20 cm, lebar 2,5-4 cm, bercanggap, pertulangan
daun yang menjari dan tepi rata. Berbunga majemuk dan berbentuk malai,
bertangkai, tumbuh di setiap ujung cabang, jika masih muda berwarna hijau,
sedangkan setelah tua berwarna coklat (Kandowangko, 2011).
Gambar 2.1. Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.)
Sumber : www. darsatop.lecture.ub.ac.id
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.2. Klasifikasi Jarak Cina
Dalam taksonomi, kedudukan Jatropha multifida Linn. dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha multifida Linn.
(Sumber : http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=JAMU)
2.1.3. Habitat
Jarak cina merupakan tanaman hias di Australia Utara dan Afrika
Tenggara, terdapat juga di Filipina dan Srilanka terutama Pulau Jawa dan
Sulawesi (Sabandar). Jarak cina hidup pada iklim tropis dengan curah hujan
tahunan sekitar 944 dan 3121 mm. Jarak cina dapat hidup pada daerah yang
kurang subur asalkan pH tanahnya 6-7 dan drainasenya baik, sebab akar jarak cina
tidak tahan terhadap genangan air. Jarak ini merupakan tanaman yang tumbuh
pada ketinggian 0-800 m diatas permukaan laut, tingginya mencapai 2-3 m
(Haryanto, 2009).
2.1.4. Kandungan Kimia
Jarak cina memiliki rasa agak pahit dan bersifat netral. Beberapa bahan
kimia yang terkandung dalam jarak cina, diantaranya α–amirin, kampesterol, 7-α-
diol, stimasterol, β-sitosterol, dan HCN. Selain itu, batangnya mengandung
alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin (Hariana, 2013).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2. Freeze Drying
2.2.1. Pengertian Freeze Drying
Freeze drying merupakan suatu alat pengeringan. Alat pengeringan ini
termasuk kedalam conduction dryer/indirect dryer karena proses perpindahan
terjadi secara tidak langsung yaitu antara bahan yang akan dikeringkan (bahan
basah) dan media pemanas terdapat dinding pembatas sehingga air dalam bahan
basah/lembab yang menguap tidak terbawa bersama media pemanas (Ansel,
1989). Freeze drying merupakan jenis dehidrasi untuk memisahkan air dari bahan
hayati, dengan cara membekukan bahan itu kemudian diletakkan dalam ruang
vakum sehingga es menguap (bersublimasi) ke dalam ruang hampa meninggalkan
bahan sisa yang tidak rusak (Hadyana, 2003). Pengeringan menggunakan alat
freeze drying lebih baik dibandingkan dengan menggunakan alat oven karena
memiliki kadar air yang lebih rendah. Pengeringan menggunakan alat freeze
drying juga lebih aman terhadap resiko terjadinya proses degradasi senyawa
dalam ekstrak. Hal ini disebabkan suhu yang digunakan pada alat feeze drying ini
cukup rendah untuk mengeringkan ekstrak (Muchtadi, 1992).
2.2.2. Prinsip Kerja Freeze Drying
Freeze drying menggunakan prinsip kerja berdasarkan proses liofilisasi.
Tahapan-tahapan yang terjadi pada alat freeze drying ada empat yaitu :
a. Pembekuan : Produk yang akan dikeringkan, sebelumnya dibekukan
terlebih dahulu.
b. Vakum : Setelah beku, produk ini ditempatkan dibawah vakum. Hal
ini memungkinkan pelarut beku dalam produk untuk sublimasi.
c. Panas : Panas diterapkan pada produk beku untuk mempercepat
terjadinya sublimasi.
d. Kondensasi : Kondensor dengan suhu rendah akan menghapus pelarut
yang menguap diruang vakum dengan mengubahnya kembali ke fase padat
(Kurniawan, 2012).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.3. Cara Kerja Freeze Drying
Pertama-tama produk didinginkan di bawah suhu bekunya. Produk ini
harus beku, dikeringkan pada temperatur sedikit lebih rendah dari pendinginnya,
yang diperlukan untuk menyelesaikan pengeringan primer. Setelah produk ini
cukup beku, sistem ini diproses menggunakan pompa vakum. Pada proses ini
disebut pengeringan primer.
Sistem vakum sangat penting selama pengeringan beku karena tekanan
harus dipertahankan pada tingkat rendah untuk memastikan aliran uap air yang
cukup untuk produknya. Pengukur tekanan vakum digunakan untuk memonitor
tekanan dalam sistem selama proses pengeringan. Pompa vakum tersebut juga
akan menyedot pelarut yang telah beku menjadi uap (Anonim, 2010).
2.3. Tinjauan Hewan Percobaan
2.3.1. Klasifikasi Tikus Putih
Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut (Krinke,
2000) :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodensia
Family : Muridae
Subfamily : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.2. Biologis Tikus Putih
Hewan percobaan merupakan setiap hewan yang dipergunakan pada
sebuah penelian biologis dan biomedis yang dipilih berdasarkan syarat atau
standar dasar yang diperlukan dalam penelitian tersebut (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988).
Tikus tergolong hewan mamalia, oleh karena itu mungkin tidak jauh
berbeda dibanding dengan mamalia lainnya terhadap suatu perlakuan. Selain itu,
penggunaan tikus sebagai hewan percobaan didasarkan pada harga yang ekonomis
dan kemampuan hidup tikus hanya berkisar 2-3 tahun dengan lama produksi 1
tahun. Dalam penelitian ini digunakan galur Sparague Dawley dengan memiliki
ciri-ciri bulu yang berwarna putih, memiliki kepala kecil dan ekor lebih panjang
daripada badannya (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Keuntungan
menggunakan tikus ini adalah ketenangan dan kemudahan dalam proses
penanganannya (Kusumawati,2014).
Tabel 2.1. Data Biologis Tikus (Smith dan Mangkowidjojo, 1988)
Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun
Lama produksi ekonomis 1 tahun
Lama bunting 20-22 hari
Umur dewasa 40-60 hari
Umur dikawinkan 8-10 minggu (jantan dan betina)
Siklus kelamin Poliestrus
Siklus estrus 4-5 hari
Lama estrus 9-20 jam
Perkawinan Pada waktu estrus
Ovulasi 8-11 jam sesudah timbul estrus, spontan
Fertilisasi 7-10 jam sesudah kawin
Berat dewasa 300-400 g jantan; 250-300 g betina
Suhu (rektal) 360-390C (rata-rata 37,50C)
Konsumsi makanan 15-30 g/hari (dewasa)
Konsumsi minuman 20-45 l/hari (dewasa)
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4. Gel
2.4.1. Pengertian Gel
Gel kadang-kadang disebut jeli. Gel merupakan sistem semipadat terdiri
dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau melekul organik
yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (FI IV, 1995).
Pertimbangan harga dapat menyebabkan pilihan jatuh pada zat pembentuk
gel yang mampu dalam konsentrasi rendah dan menghasilkan karakteristik yang
diinginkan. Gel seharusnya hanya menunjukkan perubahan viskositas yang relatif
kecil pada variasi normal temperatur kamar dan pemakaian (Agoes & Darijanto,
1993).
2.4.2. Klasifikasi Gel
Berdasarkan sifat fase koloidal klasifikasi gel dapat dikelompokkan
menjadi gel organik dan anorganik. Magma bentonit merupakan contoh dari gel
anorganik, sedangkan gel organik merupakan polimer sebagai pembentuk gel.
Gom alam seperti gom arab, karagen dan gom xantan adalah polisakarida anionik
sejumlah selulosa yang merupakan hasil sintesa, merupakan pembentuk gel yang
efektif seperti hidroksipropil selulosa dan metil hidroksipropil selulosa. Sifat
pelarut dapat menentukan apakah gel merupakan hidrogel (dasar air) atau organo
gel (dengan pelarut bukan air). Sebagai contoh adalah magma bentonit dan gelatin
merupakan hidrogel, sedangkan organo gel adalah plastibase yang merupakan
polietilen berbobot molekul rendah yang dilarutkan dalam minyak mineral dan
didinginkan secara cepat. Gel padat dengan konsentrasi pelarut rendah dikenal
sebagai xero gel, sering dihasilkan dengan cara penguapan pelarut, sehingga
menghasilkan kerangka gel (Lieberman, 1996).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.3. Preformulasi Bahan Gel
a. Karbopol
Gambar 2.2. Struktur Kimia Karbopol
(Sumber : Rowe, 2003)
Serbuk putih, bersifat asam, higroslopis dengan bau khas, polimer asam
akrilat yang mempunyai ikatan sambung silang dengan polialkenil
eter/divinil glikol. Dapat larut dalam air dan larut dalam etanol 95% dan
gliserin. pH 2,5-3. Konsentrasi 0,5-2%. Dapat larut dalam air membentuk
koloid bersifat asam dengan viskositas rendah dan setelah dinetralkan
dapat larut dengan etanol 95% dan gliserin serta viskositasnya meningkat.
Zat untuk menetralkan yaitu asam amino, KOH, natrium bikarbonat,
NaOH, dan TEA. Dapat disimpan dalam wadah yang tertutup rapat
ditempat sejuk, kering, dan resisten terhadap zat korosif (Wade, 2013).
b. Gliserin
Gambar 2.3. Struktur Kimia Gliserin
(Sumber : HOPE, 2000)
Gliserin tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopis, memiliki
rasa manis, kira-kira 0,6 kali dari sukrosa. Gliserin murni tidak rentan
terhadap oksidasi oleh suasana di bawah kondisi penyimpanan biasa, tetapi
terurai pada pemanasan. Campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan
propilen glikol bersifat stabil. Pada sediaan topikal gliserin digunakan
sebagai emolien dan humektan (Rowe, 2003). Fungsi sebagai penambahan
bahan higroskopis. Konsentrasi gliserin sebagai humektan dan emolient
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yaitu sebesar ≤30% (HOPE, 2000). Bersifat higroskopis. Jika disimpan
beberapa lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur
tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang
200C (FI III, 1979).
c. TEA
Gambar 2.4. Struktur kimia TEA
(Sumber : HOPE, 2000)
Trietanolamina adalah bersih, sedikit berwarna kuning pucat kental cair,
memiliki bau sedikit amonia. Trietanolamina dapat berubah coklat pada
paparan udara dan cahaya. Trietanolamina harus disimpan dalam wadah
kedap udara dan terlindung dari cahaya, sejuk dan kering. Fungsi sebagai
alkalizing agent dan zat pengemulsi (HOPE, 2000). TEA dapat digunakan
pada sediaan topikal karena dapat membentuk emulsi (Rowe, 2003).
Trietanolamina adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina dan
monoetanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 107,4% dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamina. Mudah
larut dalam air dan dalam etanol 95%, larut dalam kloroform.
Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya (FI III,
1979).
d. Natrium metabisulfit
Gambar 2.5. Struktur Kimia Natrium Metabisulfit
(Sumber : FI III, 1979)
Kristal prisma tidak berwarna/serbuk kristalin putih dan mempunyai bau
khas sulfur dioksida. Untuk penggunaan antioksidan yang digunakan
sebagai topikal memili
dalam etanol 95% dan larut dalam air (1 bagia
(Rowe, 2006). Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (FI III, 1979).
e. Metil paraben
Nipagin atau metil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak
berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen glikol, sedikit
larut dalam air. Memiliki aktivitas sebagai pengawet antimikroba untuk
sediaan kosmetik, makanan dan
yang besar dan mempunyai spektrum antimikroba yang luas meskipun
lebih efektif terhadap jamur dan kapang. Campuran paraben digunakan
untuk mendapatkan pengawet yang efektif. Konsentrasi yang digunakan
untuk sediaan
f. Propil paraben
Nipasol atau propil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak
bewarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan
larut dalam air. Propil paraben yang memiliki aktivitas sebagai
antimikroba, umumnya digunakan sebagai pengawet untuk sediaan
farmasi, kosmetik dan makanan. Konsentrasi yang digunakan untuk
sediaan topikal adalah 0,01
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai topikal memiliki rentang konsentrasi 0,01-0,1% b/v. Agak larut
dalam etanol 95% dan larut dalam air (1 bagian dalam 1,9 bagian air)
, 2006). Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (FI III, 1979).
Metil paraben
Gambar 2.6. Struktur Kimia Metil Paraben
(Sumber : FI III, 1979)
Nipagin atau metil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak
berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen glikol, sedikit
larut dalam air. Memiliki aktivitas sebagai pengawet antimikroba untuk
sediaan kosmetik, makanan dan sediaan farmasi. Efektif pada rentang pH
yang besar dan mempunyai spektrum antimikroba yang luas meskipun
lebih efektif terhadap jamur dan kapang. Campuran paraben digunakan
untuk mendapatkan pengawet yang efektif. Konsentrasi yang digunakan
topikal adalah 0,02-0,3% (Wade & Weller, 2013
Propil paraben
Gambar 2.7. Struktur Kimia Propil Paraben
(Sumber : FI III, 1979)
Nipasol atau propil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak
bewarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen glikol, sedikit
larut dalam air. Propil paraben yang memiliki aktivitas sebagai
antimikroba, umumnya digunakan sebagai pengawet untuk sediaan
farmasi, kosmetik dan makanan. Konsentrasi yang digunakan untuk
sediaan topikal adalah 0,01-0,6% (Wade & Weller, 2013).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
% b/v. Agak larut
n dalam 1,9 bagian air)
, 2006). Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (FI III, 1979).
Nipagin atau metil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak
berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilen glikol, sedikit
larut dalam air. Memiliki aktivitas sebagai pengawet antimikroba untuk
sediaan farmasi. Efektif pada rentang pH
yang besar dan mempunyai spektrum antimikroba yang luas meskipun
lebih efektif terhadap jamur dan kapang. Campuran paraben digunakan
untuk mendapatkan pengawet yang efektif. Konsentrasi yang digunakan
0,3% (Wade & Weller, 2013).
Nipasol atau propil paraben merupakan serbuk kristal putih atau tidak
propilen glikol, sedikit
larut dalam air. Propil paraben yang memiliki aktivitas sebagai
antimikroba, umumnya digunakan sebagai pengawet untuk sediaan
farmasi, kosmetik dan makanan. Konsentrasi yang digunakan untuk
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5. Luka Bakar
2.5.1. Pengertian Luka Bakar
Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma
suhu/termal. Luka bakar dengan ketebalan parsial merupakan luka bakar yang
tidak merusak epitel kulit maupun hanya merusak sebagian dari epitel. Biasanya
dapat pulih dengan penanganan konservatif. Luka bakar dengan ketebalan penuh
merusak semua sumber-sumber pertumbuhan kembali epitel-epitel kulit dan bisa
membutuhkan eksisi dan cangkok kulit jika luas (Grace, 2006).
2.5.2. Derajat Luka Bakar
Derajat luka bakar dinyatakan dengan beratnya luka yang bergantung pada
kedalaman, luas dan letak luka. Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya
suhu dan lamanya pajanan suhu tinggi (Sjamsuhidajat, 2004).
a. Luka bakar derajat 1 : Pada luka bakar derajat ini hanya mengenai
epidermis dan ditandai dengan adanya pembengkakan, eritema, dan nyeri
(serupa dengan terbakar matahari ringan). Kerusakan pada jaringan ini
biasanya minimal dan tanpa bulla. Nyeri menghilang selama 48-72 jam
dan pada sebagian kecil pada penderita ini terdapat kerusakan pada epitel
dan akan terkelupas, tetapi tidak meninggalkan jaringan parut (Nelson,
2000).
b. Luka bakar derajat 2 : Pada luka bakar derajat ini mengenai seluruh
epidermis dan sebagian lapisan dermal. Pada luka bakar ini terdapat
pembentukan vesikula dan bulla (Nelson, 2000).
c. Luka bakar derajat 3 : Luka bakar ini meliputi kerusakan seluruh
epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk
mengisi kembali daerah yang rusak. Tidak dapat terjadi epitelisasi luka,
sehingga luka ini dapat sembuh dengan kontraksi luka atau cangkok kulit.
Hilangnya rasa sakit dan pengisian kapiler menunjukkan kehilangan
elemen saraf dan kapiler (Nelson, 2000).
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.8. Derajat Luka Bakar
(Sumber : https://www.histology-world.com)
2.5.3. Penyembuhan Luka Bakar
Penyembuhan luka adalah proses dari bentuk usaha untuk memperbaiki
kerusakan yang dialami korban. Fisiologi penyembuhan luka secara alami akan
mengalami fase-fase seperti dibawah ini :
a. Fase inflamasi
Respon inflamasi terhadap terjadinya cedera mencakup hemostasis
pelepasan histamin dan mediator lain dari sel yang rusak, dan migrasi sel
darah putih (Leukosit Polimorfonuklear dan makrofag) ke tempat yang
rusak tersebut. Setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus akan
mengalami konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis karena
agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah.
Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang
meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor
(IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth
Factor beta (TGF-β) yang dapat berfungsi untuk terjadinya kemotaksis
netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas. Keadaan ini
disebut fase inflamasi. Kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi
Leukosit Polimorfonuklear (PMN). Trombosit akan mengeluarkan
mediator kimia yang dapat dikeluarkan oleh inflamasi Transforming
Growth Factor beta 1 (TGF 1) yang akan mengaktivasi fibroblas untuk
proses sintesis oleh makrofag. Reaksi inflamasi lokal, terjadi karena
adanya penyumbatan fibrin pada pembuluh limfe. Dalam waktu dua hari,
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
fibronektin (suatu glikoprotein) bertumpuk dan menimbulkan perlekatan
fibroblast, fibrin, dan kolagen, sehingga memungkinkan reaksi lokalisata
permanen.
Gambar 2.9. Fase Inflamasi
(Sumber : Grabbs and Smith’s, 2007)
b. Fase fibroblas atau proliferasi
Selama masa reaksi vaskular dan selular yang hebat, epitelium dengan
cepat beregenerasi untuk mengembalikan fungsi pelindungnya. Dalam 48
jam, selapis tipis epitelium akan menutupi luka. Proses ini dimulai dari
mitosis sel basal epidermis dan diikuti dengan perpindahan epitelium
kebawah tepi luka serta melewati tepi luka serta pada saat pembuluh darah
baru, yang diperkuat oleh jaringan ikat. Fase ini disebut sebagai fase
fibrolas yang berfungsi sebagai pembersihan jaringan yang mati dan yang
mengalami devitalisasi oleh Leukosit Polimorfonuklear dan makrafag.
Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen
yang terbentuk dapat menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi
luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi.
Gambar 2.10. Fase Fibroblas
(Sumber : Grabbs and Smith’s, 2007)
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Fase remodelling atau maturasi
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka dan mencakup re-epitelisasi, konstraksi luka dan
reorganisasi jaringan ikat. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling
kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan
degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Dalam 24 jam, karena
rangsang PDGF, fibroblas dalam jaringan subkutis berpindah, dari tepi
luka sepanjang benang-benang fibrin di luka. Setelah itu, kolagen
dikeluarkan, dimulai proses ikatan, dan proses ke arah penggabungan yang
kuat antara tepi-tepi luka. Untuk melakukan remodelling berkas kolagen
yang sudah ada akan dilarutkan oleh kolagenase jaringan, berkas baru
terbentuk dan tersusun untuk menahan garis tegangan melewati luka.
Anyaman dan ikatan antar berkas dan dengan tepi-tepi luka menimbulkan
penyembuhan yang baik (Sabiston, 1987).
Gambar 2.11. Fase Remodelling
(Sumber : Grabbs and Smith’s, 2007)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6. Berbagai Penelitian Mengenai Tanaman Jarak Cina
No Uji Etnobotani Metode Kesimpulan 1 Pengetahuan dan
PemanfaatanTumbuhan Obat di Sabang - Pulau Weh, Nangroe Aceh Darussalam (Susiarti, 2006)
Getah (latex) Pohon Yodium (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Sabang-Pulau Weh, Nangroe Aceh Darussalam
-Lokasi Penelitian dilakukan di desa Iboih, Sabang, NAD berada di sekitar kawasan konservasi Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Laut Pulau Weh-Sabang. -Pengambilan data lapangan dilakukan dengan cara survei Eksploratif
Digosokkan langsung pada daerah luka
2 Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Etnis Melayu di Desa Sungai Baru dan Desa Sempadian Kabupaten Sambas (Indra, 2016)
Getah (latex) Pohon Betadin (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Desa Sungai Baru Dan Desa Sempadian Kabupaten Sambas
-Penelitian ini dilaksanakan di dua Desa yaitu Desa Sungai Baru Kecamatan Teluk Keramat dan Desa Sempadian Kecamatan Tekarang Kabupaten Sambas. -Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara yang melalui pendekatan emik.
Luka
3 Kajian Etnobotani Suku Kaili Tara di Desa Binangga Kecamatan Parigi Tengah Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah (Zulfiani, 2013)
Getah (latex) Pohon Jarak Tintir (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Desa Binangga Kecamatan Parigi Tengah Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah
-Penelitian ini telah dilakukan di desa Binangga pada suku Kaili Tara di kecamatan Parigi Tengah kabupaten Parigi Moutong. -Pengumpulan data pemanfaatan jenis tumbuhan berguna dilakukan dengan teknik wawancara In depth.
Obat luka
4 Ethnic Study of Traditional Medicinal Plants of Buton (Jahidin, 2014)
Getah (latex) Pohon Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae
-Metode penelitian adalah survey eksploratif dengan teknik wawancara dan pengamatan langsung
-Cara meramu : dahan dipatahkan, penampungan getah, diteteskan pada luka.
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
di Buton dilapangan. -Pengumpulan organ tumbuhan dilakukan melalui pembuatan herbarium dan pendokumentasian gambar bagian organ tumbuhan menggunakan kamera.
-Digunakan untuk obat luka
5 Keragaman Jenis Tumbuhan Berkhasiat Obat Tradisional di Masyarakat Desa Talion dan Desa Sarapeang Kecamatan Rembon Kabupaten Tana Toraja (Layukan, 2016)
Getah dari tangkai daun (latex) Pohon Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Masyarakat Desa Talion dan Desa Sarapeang Kecamatan Rembon Kabupaten Tana Toraja
-Jenis penelitian ini adalah eksploratif yang bersifat deskriptif. - Observasi lapangan dengan metode jelajah dan dilakukan penentuan informan.
-Menghentikan pendarahan saat luka -Dijumpai di Desa Sapeang tetapi tidak dijumpai di Desa Talion
6 Kajian Etnobotani Tanaman Obat Oleh Masyarakat Kabupatan Bonebolango Provinsi Gorontalo (Kandowangko, 2011)
Getah dari batang (latex) Pohon Yodium (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Kabupatan Bonebolango Provinsi Gorontalo
-Survei eksploratif dan metode Participatory Rural Appraisal dengan teknik wawancara semi Struktural
Tanaman ini dimanfaatkan getahnya untuk pengobatan luka Baru.
7 Kajian Jenis Tumbuhan Obat yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Pengunungan di Kabupaten Pidie (Agustina, 2008)
Getah (latex) Pohon Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Kabupaten Pidie
Dengan teknik wawancara langsung kepada masyarakat
Langsung diambil dari tanamannya banyak digunakan oleh masyarakat Aceh untuk mengobati luka baru.
8 Isolasi dan Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Tumbuhan Jatropha
Daun (folium) Jarak Cina (Jatropha mulitifida Linn.)
-Uji aktivitas antimikrobial menggunakan metode difusi agar
-Ekstrak heksana, etil asetatdan metanol tidak aktif terhadap spesies
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
multifida Linn. (Abdullah, 2006)
Euphorbiaceae di masyarakat Riau
-Uji sitotoksik menggunakan metode Brine Shrimp Lethality
bakteri dan jamur yang duji -Ekstrak etil asetat memperlihatkan sitoksisitas yang tinggi dengan LC 50=52 ppm.
9 Pengaruh Pemberian Gel Dari Ekstrak Metanol Daun Jarak Tintir (Jatropha multifida Linn.) Terhadap Kepadatan Serabut Kolagen dan Jumlah Angiogenesis Dalam Proses Penyembuhan Luka (Yuhernita, 2014)
Daun (folium) Jarak Cina (Jatropha mulitifida Linn.) Euphorbiaceae di Kabupaten Pidie
-Prosedur pembuatan gel metanol daun (Jatropha multifida Linn) -Pembuatan luka -Pembuatan Sediaan histologis Parameter yang dinilai yaitu angiogenesis dan kepadatan serabut kolagen
Penilaian histologi pada ekstrak metanol daun jarak tintir konsentrasi 5% paling bagus terhadap kepadatan serabut kolagen dan jumlah angiogenesis dari jaringan kulit tikus memiliki efek untuk meningkatkan pembentukan serabut kolagen dan pertumbuhan darah baru pada hari ke-3.
10 Formulasi Sediaan Spray Gel Serbuk Getah Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) dengan Variasi Jenis Polimer Pembentuk Film dan Jenis Plasticizer (Shafira, 2015)
Getah (latex) Pohon Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) Euphorbiaceae di Manoko, Lembang
Formulasi basis gel dilakukan tahap orientasi untuk memilih basis yang bagus membuat sediaan spray gel, setelah itu dilakukan uji stabilitas dipercepta pada suhu 400C selama 28 hari.
Formula sediaan spray gel yang mengandung poloxamer 407 0,1% sebagai pembentuk film, propilenglikol 0,25% sebagai plasticizer dan serbuk getah jarak cina 3% sebagai bahan aktif memenuhi persyaratan farmasetika selama uji stabilitas dipercepat.
11 Ethnobotanical Leaflets (Olowokudejo, 2008)
Daun (folium) Jarak Cina (Jatropha mulitifida Linn.) Euphorbiaceae di Nigeria Afrika Barat
Jenis penelitian ini adalah eksploratif yang bersifat deskriptif.
Untuk pengobatan oral thrush, konstipasi, hipertensi dan demam
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12 Fitoterapia (Aiyelaagbe, 2001)
Getah dari tangkai daun (latex) dan akar (radix) Jarak Cina (Jatropha mulitifida Linn.) Euphorbiaceae di Pemerintahan area lokal Utara dari dataran tinggi, Nigeria
Jenis penelitian ini adalah eksploratif yang bersifat deskriptif.
Antelmintik, pengobatan infeksi luka dan kondisi inflamasi kulit
13 Chemical Characterization, Antiinflamatory and Analgesic Propertiesd of Jatropha multifida Root Bark (Abiodun, 2013)
Akar (radix) Jarak Cina (Jatropha mulitifida Linn.) Euphorbiaceae di Pemerintahan area lokal Owan Barat, Nigeria
-Uji antiinflamasi : Induksi dengan menggunakan karagenan -Uji analgesik : Induksi asam asetat
-Jarak cina memiliki potensi sebagai antiiflamasi dan aktivitas analgesik sesuai dengan masyarakat biasa gunakan. Tanaman jarak cina dapat meningkatkan prostanoid secara umum.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2016. Proses
determinasi tanaman jarak cina (Jatropha multifida Linn.) dilakukan oleh
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor, sedangkan
pembelian tanaman jarak cina (Jatropha multifida Linn.) di Gunung Sindur,
Bogor Jawa Barat. Pembuatan ekstrak serbuk getah jarak cina (Jatropha multifida
Linn.) dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong.
Pembuatan sediaan gel, pemeliharaan dan perlakuan hewan uji dilakukan di
Laboratorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembuatan preparat histopatologi jaringan kulit tikus
dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3.2. Waktu pengambilan getah
Pengambilan getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) dimulai jam
04.00 sampai jam 07.00 WIB.
3.3. Alat dan Bahan Penelitian
3.3.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik (AND
GH-202 dan Wiggen Hauser), batang pengaduk, lumpang, alu, spatula, kapas,
gunting, alat pencukur bulu, tabung reaksi, pipet tetes, oven (Memmert), tanur
(Thermo Scientific), waterbath, alumunium foil, stik pH universal, alat freeze
drying, botol coklat, cawan penguap, cawan krusibel, timbangan hewan (Ohauss),
kandang tikus beserta tempat makanan dan minum, spuit 1 cc, sarung tangan,
masker, wadah pembiusan, plat logam besi 4×2 cm, alkohol swab, kaca objek dan
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penutupnya, hot plate, cawan penguap, mikroskop cahaya (Olympus SZ61) dan
termometer.
3.3.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu getah jarak cina
(Jatropha multifida Linn.), etanol 95%, amonia pekat, asam sulfat 2N, pereaksi
Mayer, pereaksi Bouchardat, NaCl 10%, gelatin 1%, etanol, pita Mg, HCl pekat,
larutan KI, aquadest, karbopol 940, TEA, gliserol, natrium metabisufit, metil
paraben, propil paraben, gel Bioskin (Tea tree oil, Aloe vera, dan Centellae
herba extract), krim Veet®, cairan injeksi Ketamin-hameln 50 mg/ml, alkohol
70%, eter, pewarna Hematoxylin-Eosin, larutan alkohol 70%, 80%, 90%, dan
100% (absolut), larutan xylol I dan II, parafin cair, sekam dan pellet.
3.3.3. Hewan Uji
Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
(Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley yang sehat berumur 2 ─ 3 bulan
dengan berat badan 100-200 gram yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
3.4. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental rancangan acak lengkap untuk melihat
efektivitas gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) terhadap penyembuhan
luka bakar pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sparague Dawley.
Penelitian ini terbagi dalam 5 kelompok perlakuan dengan masing-masing terdiri
dari 6 ekor tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Sparague Dawley (WHO,
2000). Jumlah total tikus yang digunakan 30 ekor, dimana 3 ekor tikus di gunakan
untuk pengamatan secara visual dan 3 ekor dari masing–masing kelompok
diambil untuk pengamatan histopatologi. Lima kelompok tersebut terdiri dari
kelompok kontrol positif yang diberikan gel Bioskin (Tea tree oil, Aloe vera, dan
Centellae herba extract), kelompok kontrol negatif yang diberikan basis gel tanpa
pemberian ekstrak getah jarak cina dan kelompok uji konsentrasi yang diberikan
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) dengan 3 konsentrasi yang berbeda
yaitu UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) sebesar 400 mg dua kali sehari
secara topikal selama 21 hari.
Tabel 3.1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Berdasarkan Perlakuan
Kelompok Jumlah
Tikus
Perlakuan Hari Parameter
KKN 5 Kelompok 1, diberikan basis
gel tanpa pemberian ekstrak
getah jarak cina sebanyak
dua kali sehari.
21
hari
1. Angiogenesis
2. Sel radang
3. Fibroblas
4. Re-epitelisasi
KKP 5 Kelompok 5, diberikan gel
Bioskin (Tea tree oil, Aloe
vera, dan Centellae herba
extract) sebanyak dua kali
sehari.
21
hari
1. Angiogenesis
2. Sel radang
3. Fibroblas
4. Re-epitelisasi
UKR 5 Kelompok 2, diberikan gel
getah jarak cina dengan
konsentrasi 1% sebanyak
dua kali sehari.
21
hari
1. Angiogenesis
2. Sel radang
3. Fibroblas
4. Re-epitelisasi
UKS 5 Kelompok 3, diberikan gel
getah jarak cina dengan
konsentrasi 3% sebanyak
dua kali sehari.
21
hari
1. Angiogenesis
2. Sel radang
3. Fibroblas
4. Re-epitelisasi
UKT 5 Kelompok 4, diberikan gel
getah jarak cina dengan
konsentrasi 5% sebanyak
dua kali sehari.
21
hari
1. Angiogenesis
2. Sel radang
3. Fibroblas
4. Re-epitelisasi
Keterangan : KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5. Kegiatan Penelitian
3.5.1. Pemeriksaan Simplisia (Determinasi)
Sebelum dilakukan penelitian, Jatropha multifida Linn. terlebih dahulu di
determinasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-
LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia.
3.5.2. Penyiapan Simplisia
Pengambilan getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) berada di
Leuwiliyang-Bogor, Jawa Barat yang berusia 6 tahun. Pohon jarak cina biasanya
dapat disadap sesudah berumur 5-6 tahun karena semakin bertambahnya umur
tanaman, semakin meningkatkan produksi getahnya (Santosa, 2007). Diameter
tanaman jarak cina yang berusia 6 tahun yaitu 16 cm. Bagian yang diambil dari
tanaman jarak cina (Jatropha multifida Linn.) adalah getah yang berasal dari kulit
batang (Shafira, 2015). Cara penyadapan dilakukan dengan cara menyayat bagian
kulit batangnya sampai batas kambium dengan ketebalan 0,1 cm, sudut
kemiringan 300, dan jarak antar penyadapan 3 cm. Getah ditampung kedalam
botol yang kering dan berwarna gelap dengan 0,1 ml etanol 96% (Osoniyi &
Onajobi, 2003). Getah diberikan 0,1 ml etanol 96% untuk mencegah getah
menjadi kecoklatan dan teroksidasi (Osoniyi & Onajobi, 2003). Penambahan
etanol 96% juga dapat digunakan untuk mencegah terbentuknya busa pada getah
karena didalam getah jarak cina mengandung senyawa saponin (Rahman, 2013).
Getah jarak cina dapat disimpan dalam kulkas pada suhu 00C dan wadah ditutup
dengan alumunium foil untuk menjaga stabilitas getah agar tidak teroksidasi.
Jumlah sampel getah segar ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.
Sampel yang dikumpulkan kemudian dibawa ke LIPI Cibinong untuk dilakukan
proses pengeringan dengan metode freeze drying.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5.3. Metode Pengeringan Freeze Drying
Getah simplisia yang telah didapatkan, kemudian dikeringkan dengan
metode freeze drying (Shafira, 2015). Hasil yang didapatkan berupa serbuk. Untuk
menjadi serbuk getah jarak cina dikeringkan dengan freeze drying selama 24 jam
dengan suhu -490C dan tekanan vakum sebesar 12 Pa. Ekstrak yang diperoleh
ditimbang dan dicatat beratnya untuk menghitung % rendemennya. Selanjutnya
ekstrak serbuk getah kering dihaluskan dan disimpan dalam wadah yang tertutup
sebelum digunakan untuk perlakuan.
3.5.4. Skrining Fitokimia Ekstrak
a. Identifikasi Alkaloid
Sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah
dengan 5 tetes amoniak pekat. Setelah itu, disaring kemudian ditambahkan
2 ml asam sulfat 2N dan dikocok hingga memberi lapisan atas dan bawah.
Larutan dibagi menjadi 3 bagian, pada tabung pertama ditambahkan 1 tetes
pereaksi Mayer, adanya alkaloid di tandai dengan adanya endapan. Pada
tabung kedua di tambah 1 tetes pereaksi Bouchardat dan terbentuknya
endapan menandakan adanya alkaloid (Harbone, 1987).
b. Identifikasi Tanin
Sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambah 5 tetes NaCl 10%, lalu dikocok sampai homogen. Setelah itu
disaring, filtrat yang dihasilkan ditambah dengan gelatin 1% dan NaCl
10%. Terbentuknya endapan menandakan adanya tanin (Harbone, 1987).
c. Identifikasi Flavonoid
Sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian
ditambah dengan 5 tetes etanol, lalu dikocok sampai homogen. Setelah itu
ditambah dengan pita Mg dan 5 tetes HCl pekat. Jika menghasilkan warna
kuning, orange, dan merah menandakan adanya flavonoid (Harbone,
1987).
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Identifikasi Saponin
Sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 2 ml aquadest, lalu dikocok sampai homogen. Setelah itu,
dipanaskan selama 2-3 menit. Dinginkan, setelah dingin dikocok dengan
kuat. Adanya busa yang stabil selama 30 detik menunjukkan sampel
mengandung saponin (Harbone, 1987).
e. Identifikasi Iodine
Sebanyak 1 ml ekstrak dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudiaan
ditambahkan larutan KI. Jika menghasilkan warna merah bata
menandakan adanya iodine.
3.5.5. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik
a. Parameter Spesifik
a.1. Identitas
Deskripsi tata nama
- Nama ekstrak
- Nama lain tumbuhan
- Bagian tumbuhan yang digunakan
- Nama Indonesia tumbuhan
a.2. Organoleptik
- Bentuk : Padat, serbuk-kering, kental, cair.
- Warna : Putih susu, coklat, putih kemerahan dll.
- Bau : Aromatik, tidak berbau, dll.
- Rasa : Pahit, manis, kelat, asam dll.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Parameter Non Spesifik
b.1. Penetapan Kadar Air
Sejumlah 1 gram ekstrak ditimbang dalam botol timbang bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105C selama 30 menit dan
telah ditara. Ekstrak dikeringkan dengan tutup terbuka pada suhu 105C
selama 5 jam dan ditimbang. Kemudian botol timbang dalam keadaan
tertutup dibiarkan dan mendingin dalam desikator hingga suhu kamar,
bobot yang diperoleh dicatat. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang
pada jarak 1 jam sampai bobot tetap. Kemudian dicatat bobot tetap yang
diperoleh untuk menghitung kadar air (Depkes RI, 2000). Jarak
pengeringan 1 jam ditimbang sampai perbedaan antara 2 penimbangan
berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.
Kadar air=�����
�����x 100%
Keterangan :
W0 = Bobot wadah kosong yang telah ditara
W1 = Bobot ekstrak + wadah sebelum pemanasan
W2 = Bobot ekstrak + wadah setelah pemanasan
b.2. Penetapan Kadar Abu
Penetapan kadar abu dimulai dengan mengonstankan krusibel porselin
kosong dikonstankan dengan pemanasan pada suhu 100-105oC selama
2 jam lalu didinginkan dalam desikator. Sebanyak 1 gram ekstrak
ditimbang seksama (W1) dimasukkan dalam krus silikat yang
sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang (W0). Setelah itu ekstrak
dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan (dengan suhu
dinaikkan secara bertahap hingga 600 ± 25C) selama 6 jam (Depkes
RI, 1980 dalam Arifin et al, 2006) hingga arang habis. Kemudian
dilanjutkan pengeringannya dengan suhu 1000C dan ditimbang hingga
bobot tetap (W2).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kadar Abu Total =�����
����� x 100%
Keterangan :
W0 = bobot cawan kosong (gram)
W1 = bobot cawan + ekstrak sebelum diabukan (gram)
W2 = bobot cawan + ekstrak setelah diabukan (gram)
3.5.6. Pembuatan Gel Getah Jarak Cina
Tabel 3.2. Formulasi Basis Gel Karbopol 940 (Yuhernita, 2014) :
Nama bahan Konsentrasi
Karbopol 940 1,25%
TEA 1,25%
Gliserol 12,5%
Natrium metabisulfit 0,5%
Metil paraben 0,18%
Propil paraben 0,2%
Aquadest add. 100 ml
Sediaan gel yang akan digunakan mengandung konsentrasi ekstrak serbuk
getah jarak cina yang digunakan yaitu getah 1%, getah 3%, dan getah 5%. Gel
dibuat 3 hari sekali sebanyak 15 gram agar menjaga kestabilan gel.
Tabel 3.3. Formulasi Gel Uji 15 gram
Nama bahan Getah 1% Getah 3% Getah 5%
Ekstrak serbuk getah jarak cina 0,15 gram 0,450 gram 0,750 gram
Karbopol 940 0,1875 gram 0,1875 gram 0,1875 gram
TEA 0,1875 gram 0,1875 gram 0,1875 gram
Gliserol 1,875 gram 1,875 gram 1,875 gram
Natrium metabisulfit 0,075 gram 0,075 gram 0,075 gram
Metil paraben 0,027 gram 0,027 gram 0,027 gram
Propil paraben 0,030 gram 0,030 gram 0,030 gram
Aquadest add.15 ml add. 15 ml add. 15 ml
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Karbopol 940 dikembangkan dalam aquadest 700C sebanyak 20 kali berat
dari karbopol 940 di dalam lumpang dan alu, lalu digerus hingga terbentuk
dispersi yang homogen. Setelah mengembang ditambahkan natrium metabisulfit,
metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan di dalam gliserol hingga
homogen. Kemudian ditambahkan ekstrak getah jarak cina (Jatropha multifida
Linn.) dan aquadest sampai volume yang diinginkan dengan pengadukan perlahan
secara kontinyu sampai membentuk gel yang homogen. Lalu ditambahkan dengan
TEA tetes demi tetes sampai pH yang diinginkan (Sari & Isadiartuti, 2006). Gel
disimpan dalam wadah gel pada suhu ruangan. Prosedur yang sama juga
dilakukan pada ekstrak getah kering dengan konsentrasi 3% dan 5%.
3.5.7. Evaluasi Fisik Sediaan Gel
a. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan
cara melakukan pengamatan terhadap bentuk, warna dan bau dari
sediaan yang telah dibuat (Anief, 1997).
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang telah
dibuat homogen atau tidak. Caranya, gel dioleskan pada kaca transparan
dimana sediaan diambil 3 bagian yaitu atas, tengah dan bawah.
Homogenitas ditunjukkan dengan tidak adanya butiran kasar (Ditjen POM,
2000).
c. Uji pH
Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan gel untuk
menjamin sediaan gel tidak menyebabkan iritasi pada kulit. pH
sediaan gel diukur dengan menggunakan stik pH universal. Stik pH
universal dicelupkan ke dalam sampel gel yang telah diencerkan,
diamkan beberapa saat dan hasilnya disesuaikan dengan standar pH
universal.
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5.8. Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel
Sediaan disimpan pada suhu 280C dan suhu 400C. Uji ini dilakukan selama
1 bulan, dan kemudian dilakukan kembali pemeriksaan organoleptis,
homogenitas, dan pH (Chandira, 2010).
3.5.9. Penyiapan Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan yaitu tikus putih jantan Sprague Dawley
berumur 2 ─ 3 bulan dengan berat badan 100–200 gram sebanyak 30 ekor. Tikus
putih jantan diaktimasi dengan lingkungan tempat penelitian selama 7 hari
sebelum percobaan dengan diberikan pakan dan minuman ad libitium agar dapat
menyesuaikan dengan lingkungannya. Selama proses adaptasi, dilakukan
pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan. Kemudian, setiap ekor
tikus diberi tanda pengenal agar tidak salah dalam perlakuan. Pemeliharaan hewan
uji dilakukan di dalam kandang individu. Seluruh hewan uji diperlakukan sesuai
dengan aturan Ethical Clearance Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI.
3.5.10. Pembuatan Luka Bakar Derajat Dua
Masing-masing tikus dianastesi menggunakan sediaan injeksi ketamin
(dosis obat pada manusia 6,5-10 mg/kgBB dan konsentrasi larutan obat 50 mg/ml)
(Ketamin Hameln Injection, 2011) secara intramuskular. Hewan uji dicukur
bulunya dibagian dorsal 3 cm dari auris dengan gunting, kemudian dioleskan
dengan krim depilatori (krim Veet®) selama 3-5 menit dan dicukur sampai licin
dengan menggunakan alat pencukur bulu. Lalu area kulit yang akan dibuat luka
bakar didesinfeksi dengan menggunakan alkohol 70%. Kemudian luka bakar
derajat dua diinduksi menggunakan plat besi 4×2 cm pada air mendidih selama 5
menit dan ditempelkan pada kulit punggung tikus selama 10 detik dengan tekanan
yang sama (Akhoondinasab et. al, 2014).
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5.11. Pemberian Bahan Uji
Sebanyak 30 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley digunakan
dalam penelitian dan diberikan 5 perlakuan yang berbeda. Masing-masing
perlakuan terdiri atas 6 ekor tikus putih jantan yaitu kontrol positif yang diberikan
gel Bioskin (Tea tree oil, Aloe vera, dan Centellae herba extract), kelompok
kontrol negatif yang diberikan basis gel tanpa pemberian ekstrak serbuk getah
jarak cina dan kelompok uji konsentrasi yang diberikan gel getah jarak cina
(Jatropha multifida Linn.) dengan 3 konsentrasi yang berbeda 1%, 3%, dan 5%.
Gel dioleskan 400 mg sebanyak dua kali sehari pada luka bakar setiap tikus, yaitu
pada jam 07.00 dan 17.00 WIB selama 21 hari setelah pembuatan luka.
3.5.12. Pengamatan Secara Makroskopis
Penyembuhan pada luka bakar adalah waktu yang dibutuhkan luka bakar
sehingga mencapai penutupan secara sempurna sampai tidak dijumpai adanya
bekas keropeng (scab). Pengamatan ini berupa persentase penyembuhan luka
bakar, permukaan kulit tikus pada hari ke-21, dan pengamatan visual fisiologis
luka bakar.
3.5.13. Persentase penyembuhan Luka Bakar
Pemberian bahan uji dilakukan setelah pembuatan luka bakar yaitu pada
hari ke-0. Luas luka bakar diamati pada hari ke-1 dan hari ke-21 dengan
menggunakan aplikasi ImageJ. Data yang dihasilkan kemudian dilakukan
perhitungan persentase penyembuhan luka bakar (Tavares Pereira et al., 2012).
Rumus Persentase Penyembuhan Luka = (��������������������������
������������× ���%)
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5.14. Perlakuan dan Pengamatan
Pengamatan pada luka bakar sebelum pemberian dan sesudah perlakuan
sampai menunjukkan adanya tanda-tanda kesembuhan dan mengukur panjang
luka dengan penggaris skala cm. Dari kelima kelompok diambil masing-masing 1
ekor tikus pada hari ke-7 dan ke-14, pengambilan dilakukan setelah tikus
dieuthanasi dengan larutan eter secara inhalasi. pertama-tama disiapkan toples
kaca yang telah diberikan kapas dan dilumuri dengan larutan eter, kemudian
dimasukkan tikus kedalamnya, tutup mulut toples dan biarkan tikus tersebut
hingga mati. Daerah dorsal yang akan diambil jaringan kulitnya dibersihkan dari
bulu yang mulai tumbuh kembali, jaringan kulit diambil dengan ketebalan ±3 mm
hingga lapisan subkutis dan sekitar 2 cm dari tepi luka. Jaringan kulit yang
diperoleh kemudian difiksasi dengan larutan formalin 10% agar organ yang
diawetkan diperoleh hasil yang maksimal dan proses pengawetannya merata
sehingga jaringannya tidak ada yang rusak dan disimpan. Kemudian tikus
dibungkus rapat dengan plastik dan dikubur ditempat yang telah ditentukan.
3.5.15. Pembuatan Preparat Histopatologi
Pembuatan preparat jaringan kulit yang telah difiksasi dengan larutan
formalin 10%. Kemudian dibilas dengan air mengalir sebanyak 3 – 5 kali. Lalu
dilakukan trimming organ dan dimasukkan ke dalam cassette tissue dari plastik.
Tahap selanjutnya dilakukan proses dehidrasi alkohol bertingkat yaitu alkohol
70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol absolut II. Alasan penggunaan
konsentrasi alkohol dari yang rendah ke yang tinggi yaitu agar proses
dehidrasi tidak terlalu cepat yang akan merusak mukosa (jaringan lunak) dan
tidak menimbulkan artefak yang akan mengganggu proses diagnosis. Kemudian
dilakukan penjernihan untuk membersihkan sisa alkohol, menggunakan xylol I
dan xylol II selama. Proses pencetakan atau parafinisasi dilakukan menggunakan
parafin I dan parafin II. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam alat pencetak
yang berisi parafin setengah volume dan sediaan diletakkan ke arah vertikal dan
horizontal sehingga potongan melintang melekat pada dasar parafin. Hindari
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terjadinya gelembung udara. Setelah parafin mulai membeku, parafin
ditambahkan kembali hingga alat pencetak penuh dan dibiarkan sampai parafin
mengeras yang dimasukkan kedalam lemari pendingin. Selanjutnya, mengiris
blok parafin dengan menggunakan mikrotom. Mikrotom diatur sedemikian rupa
hingga diperoleh potongan-potongan jaringan yang tipis dengan ketebalan 5
mikrometer. Hasil potongan yang berbentuk pita (ribbon) tersebut dibentangkan
diatas air hangat yang bersuhu 46C dan langsung diangkat untuk menghilangkan
parafin dan meregangkan potongan agar tidak berlipat. Sediaan tersebut kemudian
diangkat dan diletakkan di atas gelas objek dan dikeringkan dalam inkubator
bersuhu 60C. Kemudian sediaan diwarnai dengan pewarnaan Hematoxyllin-
Eosin (HE) untuk pemeriksaan mikroskopik (Balqis et. al, 2014).
3.5.16. Pengamatan Secara Mikroskopis
Pengamatan secara mikroskopis dilakukan pada preparat jaringan kulit.
Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 dan ke-14 yang dilakukan dengan
menggunakan mikroskop cahaya (Olympus SZ61) pada pembesaran 100x dan
200× dengan 5 kali lapang pandang. Pengamatan parameter luka bakar seperti
jumlah pembuluh darah baru (angiogenesis), keberadaan sel radang (limfosit,
neutrofil dan makrofag), pertumbuhan jaringan ikat (fibroblas), dan jumlah re-
epitelisasi.
3.5.17. Skor Pembuluh Darah Baru (Angiogenesis)
Pengamatan ini dilakukan dengan metode skoring jumlah pembuluh darah
baru berdasarkan jumlah pembuluh kapiler. Skoring untuk jumlah pembuluh
darah baru (Hazrati, 2009) :
0 : Tidak ada angiogenesis
1 : 1-2 angiogenesis
2 : 3-4 angiogenesis
3 : 5-6 angiogenesis
4 : >7 angiogenesis
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5.18. Skor Keberadaan Sel Radang (Limfosit, Neutrofil dan Makrofag)
Pengamatan ini dilakukan dengan metode skoring keberadaan sel radang
berdasarkan jumlah limfosit, neutrofil dan makrofag. Skoring untuk keberadaan
sel radang (Hazrati, 2009) :
0 : 13-15 sel inflamasi per lapang pandang
1 : 10-13 sel inflamasi per lapang pandang
2 : 7-10 sel inflamasi per lapang pandang
3 : 4-7 sel inflamasi per lapang pandang
4 : 1-4 sel inflamasi per lapang pandang
3.5.19. Skor Keberadaan Jaringan Ikat (Fibroblas)
Pengamatan ini dilakukan dengan metode skoring keberadaan jaringan ikat
berdasarkan jumlah sel fibroblastik. Skoring untuk pertumbuhan jaringan ikat
(fibroblas) (Duarte, 2010) :
0 : Tidak adanya fibroblas
1 : Terdapat beberapa fibroblas
2 : Terdapat fibroblas yang teratur
3 : Terdapat fibroblas yang sejajar dengan permukaan luka
3.5.20. Skor Re-epitelisasi
Pengamatan ini dilakukan dengan metode skoring jumlah re-epitelisasi
berdasarkan kondisi jaringan epitel pada daerah luka. Skoring untuk jumlah re-
epitelisasi (Hazrati, 2009) :
0 : Tidak ada proliferasi epitel ≥ 70 % dari jaringan kulit.
1 : Struktur epidermis yang kurang ≥ 60 % dari jaringan kulit
2 : Struktur epidermis yang tidak lengkap ≥ 40 % dari jaringan kulit
3 : Proliferasi epitel yang sedang ≥ 60 % dari jaringan kulit
4 : Struktur epidermis yang lengkap ≥ 80 % dari jaringan kulit
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5.21. Analisis Data Statistik
Data hasil percobaan dianalisis untuk melihat persentase penyembuhan
luka bakar dan skor parameter histopatologi. Data dianalisis menggunakan
program pengolahan data statistik SPSS 16. Data persentase penyembuhan luka
menggunakan uji nonparametrik yaitu Uji Kruskall-Wallis dan dilanjutkan dengan
menggunakan Post Hoc Test (Mann-Whiteney). Data skor parameter histopatologi
menggunakan uji parametrik yaitu Uji one way ANOVA dan dilanjutkan dengan
menggunakan Post Hoc Test (LSD). Data statistik berbeda signifikan pada nilai
p<0,05.
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian
Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman
ini adalah jarak cina/ jarak tintir (Jatropha multifida Linn.) famili Euphorbiaceae
terdapat pada Lampiran 2.
4.1.2. Penyiapan Simplisia
Bagian yang diambil dari tanaman jarak cina (Jatropha multifida Linn.)
adalah getah yang berasal dari kulit batang (Shafira, 2015). Pengambilan getah
dilakukan dengan cara mengiris kulit batang secara horizontal. Waktu penyadapan
getah dapat dilakukan pada jam 04.00 sampai jam 07.00 WIB. Getah ini
berbentuk larutan berwarna cokelat. Getah jarak cina yang didapatkan sebanyak
50,19 gram ditampung kedalam botol yang kering dan berwarna gelap dengan 0,1
ml etanol 96%. Getah ini dapat disimpan dalam kulkas pada suhu 00C dan wadah
ditutup dengan alumunium foil.
4.1.3. Pengeringan dengan Freeze Drying
Getah jarak cina dikeringkan dengan metode freeze drying dengan suhu
-490C dan tekanan vakum sebesar 12 Pa selama 38 jam hingga getah menjadi
serbuk yang kering. Serbuk kering yang diperoleh sebanyak 13,31 gram.
Rendemen yang didapatkan adalah 26,52%. Hasil rendemen ini telah memenuhi
rendemen yang baik yaitu hasil rendemennya lebih dari 10% (Depkes, 2000).
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.4. Hasil Skrining Fitokimia
Kandungan metabolit sekunder pada ekstrak getah jarak cina (Jatropha
multifida Linn.) diidentifikasikan dengan cara skrining fitokimia. Kandungan
senyawa metabolit sekunder yang diuji antara lain golongan alkaloid, tanin,
flavonoid, saponin, dan iodine. Hasil skrining fitokimia yang dilakukan terhadap
ekstrak getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) dapat dilihat pada tabel 4.1. :
Tabel 4.1. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Getah Jarak Cina
Golongan
Senyawa
Pereaksi Hasil
Alkaloid Mayer dan Bouchardat Tidak ada endapan ( - )
Tanin Gelatin + NaCl Endapan ( + )
Flavonoid Serbuk Mg + HCl pekat Warna kuning ( + )
Saponin Aquadest Terbentuk busa ( + )
Iodine Larutan KI Warna merah bata ( + )
Ket : (+) memberikan hasil positif dan (-) memberikan hasil negatif
Komponen yang terdapat dalam ekstrak ini dianalisis golongan dari
senyawanya dengan beberapa pereaksi untuk golongan senyawa alkaloid, tanin,
flavonoid, saponin, dan iodine. Hasil skrining fitokimia dari ekstrak getah jarak
cina terdapat senyawa tanin, flavonoid, saponin dan iodine. Senyawa golongan
alkaloid tidak terdapat dalam ekstrak ini.
4.1.5. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik
Uji parameter spesifik dan non spesifik pada ekstrak getah jarak cina
(Jatropha multifida Linn.) dilakukan setelah uji skrining fitokimia. Hasil uji
parameter spesifik dan parameter non spesifik ekstrak getah jarak cina (Jatropha
multifida Linn.) dapat dilihat pada tabel 4.2. :
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2. Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Parameter Non Spesifik
Karakteristik Hasil
Uji Parameter Spesifik
Identitas Nama ekstrak Ekstrak getah jarak cina
Nama lain tumbuhan Jatropha multifida Linn.
Bagian tumbuhan yang
digunakan
Getah (latex)
Nama Indonesia tumbuhan Jarak cina
Organoleptis Warna Cokelat
Bau Tidak ada bau
Rasa Agak pahit
Bentuk Serbuk
Uji Parameter Non Spesifik
Kadar Air 9,45%
Kadar Abu 3,24%
Standarisasi parameter spesifik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
identitas spesifik tanaman dan organoleptis. Parameter organoleptik pada ekstrak
meliputi bentuk, warna, bau dan rasa (Depkes, 2000). Hasil dari uji parameter
spesifik tercantum pada tabel 4.2.
Standarisasi parameter non spesifik yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah penetapan kadar air dan penetapan kadar abu. Uji kadar air dan kadar abu
ekstrak serbuk getah jarak cina yang diperoleh sebesar 9,45% dan 3,24%. Hasil ini
sesuai dengan persyaratan batas kadar air dan kadar abu yang tidak boleh lebih
dari 10% dan 16,6% (Depkes, 2000).
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.6. Hasil Evaluasi Fisik Sediaan Gel
Evaluasi fisik sediaan gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.)
meliputi uji organoleptik, uji homogenitas, dan uji pH. Hasil evaluasi gel getah
jarak cina (Jatropha multifida Linn.) dapat dilihat pada 4.3 :
Tabel 4.3. Hasil Evaluasi Fisik Sediaan Gel
Karakteristik Hasil
Getah 1% Getah 3% Getah 5%
Organoleptis
Gel
Warna Cokelat Cokelat Cokelat
Bentuk Semisolid Semisolid Semisolid
Bau Aroma Khas
Ekstrak Getah
Jarak Cina
Aroma Khas
Ekstrak Getah
Jarak Cina
Aroma Khas
Ekstrak Getah
Jarak Cina
Homogenitas Gel Homogen Homogen Homogen
pH Gel 7 7 7
Hasil pemeriksaan organoleptis menunjukkan bahwa sediaan gel getah
1%, gel getah 3%, dan gel getah 5% memiliki warna cokelat, bentuk semisolid
dan bau khas ekstrak jarak cina. Uji homogenitas menunjukkan sediaan gel getah
1%, gel getah 3%, dan gel getah 5% memiliki homogenitas yang baik, karena
tidak terdapat butiran kasar, perbedaan warna serta gumpalan pada hasil
pengamatan dengan menggunakan kaca objek glass. Uji pH menunjukkan sediaan
gel getah 1%, gel getah 3%, dan gel getah 5% memiliki pH 7 dengan
menggunakan pH indikator universal.
4.1.7. Hasil Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel
Uji stabilitas fisik sediaan gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.)
dilakukan selama 1 bulan pada suhu 280C dan suhu 400C. Uji yang dilakukan
meliputi pemeriksaan organoleptis, homogenitas, dan pH. Hasil uji stabilitas fisik
sediaan gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) dapat dilihat pada tabel
4.4. :
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.4. Hasil Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel
Pengamatan Suhu Getah 1% Getah 3% Getah 5%
0 30 0 30 0 30
Organoleptis Warna 280C Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat
400C Cokelat Cokelat
Tua
Cokelat Cokelat
Tua
Cokelat Cokelat
Tua
Bentuk 280C Semisolid Semisolid Semisolid Semisolid Semisolid Semisolid
400C Semisolid Semisolid Semisolid Semisolid Semisolid Semisolid
Bau 280C Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
400C Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
Aroma
Khas
Ekstrak
Getah
Jarak Cina
Homogenitas Gel 280C Ya Ya Ya Ya Ya Ya
400C Ya Ya Ya Ya Ya Ya
pH Gel 280C 7 7 7 7 7 7
400C 7 7 7 7 7 7
Pengamatan uji stabilitas meliputi sifat organoleptis, pH dan homogenitas
selama 1 bulan. Hasil pemeriksaan selama 1 bulan, pada uji organoleptis
menunjukkan bahwa pada ketiga gel getah jarak cina memiliki warna cokelat, bau
khas gel getah jarak cina, dan memiliki konsistensi semisolid pada suhu 280C.
Pada suhu 400C, ketiga gel getah jarak cina memiliki warna cokelat tua, bau khas
gel getah jarak cina, dan memiliki konsistensi semisolid setelah disimpan selama
1 bulan. Pada hasil pengujian homogenitas ketiga gel getah jarak cina
menunjukkan homogenitas yang baik pada suhu 280C maupun pada suhu 400C
setelah disimpan selama 1 bulan. Berdasarkan hasil pengujian pH ketiga gel getah
jarak cina memiliki pH sebesar 7 pada suhu 280C maupun pada suhu 400C setelah
disimpan selama 1 bulan.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.8. Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus
Hasil pengukuran berat badan tikus selama perlakuan pada kelompok
kontrol positif (KKP), kelompok kontrol negatif (KKN), uji konsentrasi rendah
1% (UKR), uji konsentrasi sedang 3% (UKS) dan uji konsentrasi tinggi 5%
(UKT) dapat dilihat pada tabel 4.5. dan 4.6 :
Tabel 4.5. Hasil Rerata Berat Badan Tikus Selama Perlakuan
Tanggal
Perlakuan
Rerata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok (gram) ± SD
KKN KKP UKR UKS UKT
27 Mei 2016 118,25±1,50 118,75±1,71 119,00±0,82 119,50±1,29 120,00±0,82
31 Mei 2016 123,00±0,82 124,00±0,82 124,25±0,96 124,50±1,29 125,50±1,29
03 Juni 2016 129,00±0,82 129,75±1,50 130,25±0,50 130,50±1,29 131,00±0,82
07 Juni 2016 133,75±0,96 134,50±1,00 135,00±0,82 135,00±0,82 135,75±0,96
10 Juni 2016 139,00±0,00 139,00±0,82 139,50±0,58 140,00±1,63 140,75±0,96
14 Juni 2016 144,25±1,50 144,75±0,50 145,00±1,41 146,00±0,82 146,25±0,96
Keterangan : KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Tabel 4.6. Hasil Analisis one way ANOVA Berat Badan Tikus
Tanggal Perlakuan Nilai Signifikansi
ANOVA
Nilai p ANOVA
27 Mei 2016 0,385 ≤0,05
31 Mei 2016 0,058 ≤0,05
03 Juni 2016 0,130 ≤0,05
07 Juni 2016 0,078 ≤0,05
10 Juni 2016 0,096 ≤0,05
14 Juni 2016 0,100 ≤0,05
Keterangan : data tidak bermakna (p≥0,05)
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari data tabel 4.6., dapat dilihat fluktuasi berat badan tikus pada hasil
penimbangan yang dilakukan setiap dua kali seminggu selama perlakuan. Data
yang dihasilkan selanjutnya dibuat rerata (mean) dan dihitung simpangannya
dengan menggunakan rerata standar deviasi (SD). Berdasarkan hasil uji statistik
rerata berat badan tikus pada semua kelompok saat perlakuan menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang bermakna (p≥0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
sampel tikus homogen dan tidak ada pengaruh berat badan pada saat perlakuan.
4.1.9. Hasil Pengamatan Penyembuhan Luka Bakar
Hasil pengamatan rerata persentase penyembuhan luka dangan metode
perhitungan Tavares Pereira pada kelompok kontrol positif (KKP), kelompok
kontrol negatif (KKN), uji konsentrasi rendah (UKR), uji konsentrasi sedang
(UKS) dan uji konsentrasi tinggi (UKT) dapat dilihat pada tabel 4.7., 4.8., dan
4.9.:
Tabel 4.7. Rerata Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Kelompok Tikus N Rerata Persentase Penyembuhan Luka (%)
KKN 4 96,39±1,24
KKP 4 96,82±1,56
UKR 4 98,37±0,75
UKS 4 100,00±0,00
UKT 4 100,00±0,00
Keterangan : KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Berdasarkan pengamatan hari ke-21, rerata persentase penyembuhan luka
dari yang tertinggi hingga terendah yaitu 100 [UKS (3%) dan UKT (5%)], 98,37
[UKR (1%)], 96,82 (KKP), dan 96,37 (KKN). Nilai rerata persentase
penyembuhan luka UKS (3%) dan UKT (5%) telah mencapai 100% yang
menandakan telah terjadi kesembuhan pada daerah luka bakar secara sempurna.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.8. Hasil Analisis Kruskall-Wallis Persentase Penyembuhan Luka
% Penyembuhan
Luka
Nilai Signifikansi
Kruskall-Wallis
Nilai p Kruskall-Wallis
Hari ke-21 0,003* ≤0,05
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05)
Data persentase penyembuhan luka selanjutnya dilakukan pengolahan
statistik dengan menggunakan SPSS 16. Data dilakukan uji normalitas dan
didapatkan hasil distribusi data yang normal (p=0,252). Karena, hasil distribusi
data normal maka dilanjutkan dengan uji homogenitas dan didapatkan hasil data
yang tidak homogen (p=0,000). Jika data terdistribusi normal tetapi tidak
homegen, selanjutnya dilakukana analisis nonparametrik dengan uji Kruskall-
Wallis. Hasil uji statistik Kruskall-Wallis menunjukkan semua kelompok tikus
memiliki perbedaan yang bermakna terhadap persentase penyembuhan luka.
Untuk mengetahui perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
maka dilakukan uji Post Hoc dengan uji Mann-Whitney.
Tabel 4.9. Hasil Analisis Post Hoc Persentase Penyembuhan Luka
Kelompok Tikus KKN KKP UKR UKS UKT
KKN - 0,564 0,043* 0,014* 0,014*
KKP 0,564 - 0,149 0,014* 0,014*
UKR 0,043* 0,149 - 0,014* 0,014*
UKS 0,014* 0,014* 0,014* - 1,000
UKT 0,014* 0,014* 0,014* 1,000 -
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Hasil uji dari Mann-Whitney menunjukkan persentase penyembuhan luka
pada ketiga kelompok uji berbeda secara bermakna dengan KKN, hal ini
menunjukkan UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) memiliki aktifitas
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyembuhan luka yang lebih baik dari pada KKN. Pada pengamatan perubahan
fisiologis luka bakar, kecepatan pembentukan keropeng dan pengelupasan
keropeng pada UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) lebih cepat daripada KKN
yang terdapat pada Tabel 4.11. Pada pengamatan permukaan kulit tikus hari ke-21
pada UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) sudah mengalami proses
penyembuhan yang ditandai oleh pertumbuhan bulu tikus yang terdapat pada tabel
4.10. Hal ini menunjukkan bahwa UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%)
mempercepat proses penyembuhan luka daripada KKN. Hasil ini juga
menunjukkan ada perbedaan bermakna antara UKS (3%) dengan KKP dan KKN,
serta UKT (5%) dengan KKP dan KKN. Dari kesimpulan ini, UKS (3%) dan
UKT (5%) memiliki aktivitas yang lebih tinggi dalam persentase penyembuhan
luka bakar derajat dua dibandingkan dengan UKR (1%), KKP, dan KKN.
Pada tabel 4.9. menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna
antara KKP dengan KKN. Hal ini disebabkan pada KKN dan KKP terjadi
pengelupasan keropeng pada hari yang sama, yaitu hari ke-12 yang terdapat pada
tabel 4.11. Pada KKP dengan UKR (1%) juga tidak berbeda bermakna, karena
UKR (1%) memiliki aktivitas penyembuhan luka bakar yang hampir sama dengan
KKP. Pada UKS (3%) dengan UKT (5%) juga memiliki perbedaan yang tidak
bermakna, karena UKS (3%) dan UKT (5%) pada hari ke-21 memiliki rerata
persentase penyembuhan luka sudah mencapai 100%, artinya penyembuhan sudah
sempurna yang terdapat pada tabel 4.7.
4.1.10. Hasil Pengamatan Secara Makroskopis
Hasil pengamatan secara makroskopis yang terjadi pada luka bakar derajat
dua dimulai dari hari ke-1 hingga hari ke-21. Parameter makroskopis yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu permukaan luka bakar pada hari ke-21 dan
perubahan fisiologis luka bakar pada kelompok kontrol positif (KKP), kelompok
kontrol negatif (KKN), uji konsentrasi rendah (UKR), uji konsentrasi sedang
(UKS) dan uji konsentrasi tinggi (UKT) dapat dilihat pada tabel 4.10., tabel 4.11.,
dan tabel 4.12. :
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.10. Pengamatan Permukaan Luka Bakar Pada Hari Ke-21
No Kelompok
Tikus
Permukaan luka bakar
1 2 3 4
1 KKN
2 KKP
3 UKR
4 UKS
5 UKT
Keterangan : KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Berdasarkan tabel 4.10. dapat diamati bahwa KKN mengalami proses
penyembuhan yang lebih lama dan permukaan luka bakar masih belum sembuh
pada hari ke-21. Tikus yang belum sembuh sempuna pada KKN terdapat pada
tikus ke-1, ke-3, dan ke-4. Hal ini menunjukan bahwa pemberian basis gel tidak
dapat mempengaruhi percepatan penyembuhan luka. Sedangkan pada KKP, UKR
(1%), UKS (3%), dan UKT (5%) memiliki pengaruh terhadap proses
penyembuhan luka. Jika dilihat secara makroskopis proses penyembuhan luka
pada UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) lebih baik daripada KKP. Pada KKP
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tikus yang belum sembuh sempurna yaitu tikus ke-1 dan ke-4. Pada UKR (1%),
semua tikus sudah tidak terdapat lagi luka tetapi kulit bekas luka belum ditutupi
dengan bulu, sedangkan UKS (3%) dan UKT (5%) sudah ditutupi dengan bulu.
Dari kesimpulan ini, permukaan kulit tikus hari ke-21 pada UKS (3%) dan UKT
(5%) lebih baik dibandingkan dengan UKR (1%), KKP, dan KKN.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.11. Hasil Pengamatan Visual Fisiologis Luka Bakar
Keterangan : Pembentukan keropeng (scab) menunjukkan fase proliferasi tahap awal
Kelompok
Tikus
Keterangan Pengamatan Fisiologis Hari Ke-
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 21
Kelompok
Kontrol
Negatif
Warna P P PC C C C CT CM CM CM CM CM
Terbentuk Scab - - √ √ √ √ √ - - - - -
Scab terlepas - - - - - - - √ √ √ √ √
Kelompok
Kontrol
Positif
Warna P PC C C C C CT CM CM CM CM CM
Terbentuk Scab - √ √ √ √ √ √ - - - - -
Scab terlepas - - - - - - - √ √ √ √ √
Uji
Konsentrasi
Rendah 1%
Warna P PC C C C CT CM CM CM CM CM P
Terbentuk Scab - √ √ √ √ √ - - - - - -
Scab terlepas - - - - - - √ √ √ √ √ √
Uji
Konsentrasi
Sedang 3%
Warna P PC C C CT CM CM CM CM CM CM P
Terbentuk Scab - √ √ √ √ - - - - - - -
Scab terlepas - - - - - √ √ √ √ √ √ √
Uji
Konsentrasi
Tinggi 5%
Warna P PC C C CT CM CM CM CM CM CM P
Terbentuk Scab - √ √ √ √ - - - - - - -
Scab terlepas - - - - - √ √ √ √ √ √ √
Keterangan :
Putih (P)
Putih Kecokelatan (PC)
Cokelat (C)
Cokelat Tua (CT)
Cokelat Kemerahan (CM)
Ada (√)
Tidak Ada (-)
Catatan:
Terbentuknya scab menunjukkan fase proliferasi tahap awal.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.12. Pengamatan Visual Fisiologis Luka Bakar
No Kelompok
Tikus Pengamatan Fisiologis Hari Ke-
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 21
1 Kelompok
Kontrol Negatif
2 Kelompok
Kontrol Positif
3
Uji
Konsentrasi
Rendah 1%
4
Uji
Konsentrasi
Sedang 3%
5
Uji
Konsentrasi
Tinggi 5%
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari pengamatan luka bakar derajat dua yang diberikan pada punggung
tikus menunjukkan adanya perubahan fisiologis pada luka bakar. Pada hasil
pengamatan ini, terbentuknya keropeng (scab) pada kelompok KKN lebih lama
daripada KKP, UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%). Pada hari ke-4 KKN baru
terbentuk keropeng (scab), sedangkan KKP, UKR (1%), UKS (3%), dan UKT
(5%) sudah terbentuk keropeng (scab) pada hari ke-2. Terbentuknya keropeng
(scab) ini ditandai dengan perubahan kulit dari putih menjadi putih kecokelatan.
Pada hasil semua kelompok tikus mengalami proses terlepasnya keropeng
(scab) karena lapisan epidermis telah terbentuk kembali dengan ketebalan sama
seperti kulit yang sehat. Perubahan warna luka bakar dari cokelat tua menjadi
cokelat kemerahan menandakan keropeng (scab) sudah terlepas. Pada ketiga
kelompok uji keropeng (scab) terlepas lebih cepat dibanding dengan KKP dan
KKN, sedangkan pada KKN dan KKP keropeng (scab) terlepas pada hari yang
lebih lama yaitu hari ke-12. Ketiga kelompok uji yang paling cepat keropeng
(scab) terlepas yaitu UKS (3%) dan UKT (5%) (hari ke-10). Hal ini menandakan
sudah terjadinya pertumbuhan sel-sel baru pada kulit, sehingga membantu
mempercepat lepasnya keropeng (scab) dan merapatnya tepi luka bakar. Dari
kesimpulan ini, perubahan fisiologis luka bakar pada UKS (3%) dan UKT (5%)
lebih baik daripada UKR (1%), KKP dan KKN terhadap pengelupasan keropeng
(scab).
4.1.11. Hasil Pengamatan Secara Mikroskopis
Hasil pengamatan secara mikroskopis pada kelompok kontrol positif
(KKP), kelompok kontrol negatif (KKN), kelompok uji konsentrasi rendah
(UKR), kelompok uji konsentrasi sedang (UKS) dan kelompok uji konsentrasi
tinggi (UKT) dapat dilihat menggunakan mikroskop cahaya (Olympus SZ61)
secara deskripsi dan kuantitatif. Pewarnaan jaringan menggunakan Hematoksilin-
eosin untuk melihat parameter histopatologi yang meliputi angiogenesis, sel
radang, fibroblas, dan re-epitelisasi yang berperan dalam penyembuhan luka.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A. Angiogenesis
Tanda-tanda angiogenesis secara mikroskopis dapat dilihat dengan jelas
berupa rongga dikelilingi oleh sel endotel berwarna merah terang (Yuhernita,
2014). Pengamatan angiogenesis perbesaran 100 × diamati secara deskripsi pada
tabel 4.12. :
Tabel 4.13. Pengamatan Angiogenesis Perbesaran 100×
Perbesaran 100×
Angiogenesis
Hari ke-7 Hari ke-14
Angiogenesis Pada Kelompok Uji Konsentrasi Tinggi (5%)
Keterangan : = Angiogenesis (Pembentukan Pembuluh darah baru)
Hasil perhitungan angiogenesis dihitung menggunakan aplikasi ImageJ.
Perhitungan skor angiogenesis menggunakan 5 lapang pandang dari masing-
masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.14., 4.15., 4.16., dan 4.17. :
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.14. Hasil Skor Parameter Angiogenesis Hari Ke-7 dan Hari Ke-14
Kelompok Perlakuan
N
Rerata Skor Angiogenesis ± SD
Angiogenesis hari ke-7 Angiogenesis hari ke-14
KKN 5 0,40±0,55 2,40±1,14
KKP 5 0,60±0,55 3,00±0,71
UKR 5 1,20±0,84 3,20±0,45
UKS 5 1,40±0,55 3,60±0,55
UKT 5 1,40±0,55 3,80±0,45
Keterangan : KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Pada hasil skor diatas menunjukkan bahwa UKR (1%), UKS (3%), dan
UKT (5%) memperoleh hasil rerata skor angiogenesis yang tertinggi jika
dibandingkan dengan KKP dan KKN. Skor yang tertinggi ini menunjukkan
adanya angiogenesis yang lebih banyak pada daerah luka yang berfungsi untuk
membawa nutrisi sehingga membantu proses penyembuhan luka. Pada hari ke-7
skor rerata angiogenesis pada UKS (3%) dan UKT (5%) memiliki skor yang sama
yaitu 1,40±0,55. Pada hari ke-14 menunjukkan skor rerata angiogenesis lebih
tinggi daripada hari ke-7. Hal ini menandakan semakin banyak angiogenesis yang
terbentuk pada hari ke-14 untuk membantu proses penyembuhan luka.
Tabel 4.15. Hasil Analisis one way ANOVA Skor Angiogenesis
Angiogenesis Nilai Signifikansi
ANOVA
Nilai p ANOVA
Hari ke-7 0,048* ≤0,05
Hari ke-14 0,043* ≤0,05
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05)
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA, diketahui bahwa pada hari ke-7
dan hari ke-14 terdapat perbedaan yang bermakna pada semua kelompok tikus.
Hal ini menunjukkan terdapat peningkatan angiogenesis secara bermakna pada
proses penyembuhan luka hari ke-7 dan 14.
Tabel 4.16. Hasil Analisis Post Hoc Skor Angiogenesis Hari Ke-7
Kelompok Tikus KKN KKP UKR UKS UKT
KKN - 0,614 0,053 0,018* 0,018*
KKP 0,614 - 0,139 0,053 0,053
UKR 0,053 0,139 - 0,614 0,614
UKS 0,018* 0,053 0,614 - 1,000
UKT 0,018* 0,053 0,614 1,000 -
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Pada hari ke-7 hasil Post Hoc (LSD) didapatkan bahwa UKS (3%) dan
UKT (5%) berbeda bermakna dibandingkan KKN, sedangkan UKR (1%) tidak
berbeda bermakna dengan KKN dan KKP. Hal ini menunjukkan bahwa UKS
(3%) dan UKT (5%) dapat mempercepat pembentukan angiogenesis di daerah
luka.
Tabel 4.17. Hasil Analisis Post Hoc Skor Angiogenesis Hari Ke-14
Kelompok Tikus KKN KKP UKR UKS UKT
KKN - 0,195 0,089 0,014* 0,005*
KKP 0,195 - 0,660 0,195 0,089
UKR 0,089 0,660 - 0,382 0,195
UKS 0,014* 0,195 0,382 - 0,660
UKT 0,005* 0,089 0,195 0,660 -
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada hari ke-14 hasil Post Hoc (LSD) didapatkan bahwa UKS (3%) dan
UKT (5%) berbeda bermakna dibandingkan KKN, sedangkan UKR (1%) tidak
berbeda bermakna dengan KKP dan KKN. Dari kesimpulan ini, peningkatan
jumlah angiogenesis pada UKS (3%) dan UKT (5%) lebih baik daripada UKR
(1%) , KKP dan KKN.
B. Sel Radang
Secara mikroskopis inti terisi penuh oleh butir-butir kromatin padat dan
mengikat warna ungu pucat. Limfosit memiliki sel bulat dengan inti ungu gelap.
Makrofag biasanya tampak bulat dengan pinggir sel yang tidak teratur dan inti
kecil (Victor, 2007). Pengamatan sel radang perbesaran 200× diamati secara
deskripsi pada tabel 4.18., 4.19., 4.20., dan 4.21. :
Tabel 4.18. Pengamatan Sel Radang Perbesaran 200×
Perbesaran 200×
Sel Radang
Hari ke-7 Hari ke-14
Sel Radang Pada Kelompok Uji Konsentrasi Sedang (3%)
Keterangan : = Sel radang (Proses respon imun terhadap mikroorganisme)
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil perhitungan sel radang dihitung menggunakan aplikasi ImageJ.
Perhitungan skor sel radang menggunakan 5 lapang pandang dari masing-masing
kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.19., 4.20., 4.21., dan 4.22. :
Tabel 4.19. Hasil Skor Parameter Sel Radang Hari Ke-7 dan Hari Ke-14
Kelompok Perlakuan
N
Rerata Skor Sel Radang ± SD
Sel Radang hari ke-7 Sel Radang hari ke-14
KKN 5 0,20±0,45 1,60±0,55
KKP 5 0,60±0,55 2,00±0,71
UKR 5 1,00±0,71 2,60±0,55
UKS 5 1,20±0,45 2,80±0,84
UKT 5 1,60±0,55 3,00±0,71
Keterangan : KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Sel radang berfungsi sebagai proteksi jaringan yang mengalami kerusakan
agar tidak mengalami infeksi. Pada hasil skor diatas menunjukkan bahwa UKR
(1%), UKS (3%), dan UKT (5%) memperoleh hasil rerata skor angiogenesis yang
tertinggi jika dibandingkan dengan KKP dan KKN. Skor yang tertinggi ini
menunjukkan adanya sel radang yang menurun pada daerah luka karena luka tidak
ada infeksi yang meluas.
Tabel 4.20. Hasil Analisis one way ANOVA Skor Sel Radang
Sel Radang Nilai Signifikansi
ANOVA
Nilai p ANOVA
Hari ke-7 0,007* ≤0,05
Hari ke-14 0,021* ≤0,05
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05)
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan hasil uji one-way ANOVA, diketahui bahwa pada hari ke-7
dan hari ke-14 terdapat perbedaan yang bermakna pada semua kelompok tikus.
Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke-7 dan 14 semua kelompok tikus
memiliki sel radang yang mengalami penurunan pada semua kelompok tikus
sehingga proses penyembuhan luka bakar yang lebih cepat.
Tabel 4.21. Hasil Analisis Post Hoc Skor Sel Radang Hari Ke-7
Kelompok Tikus KKN KKP UKR UKS UKT
KKN - 0,262 0,032* 0,009* 0,001*
KKP 0,262 - 0,262 0,099 0,009*
UKR 0,032* 0,262 - 0,570 0,099
UKS 0,009* 0,099 0,570 - 0,262
UKT 0,001* 0,009* 0,099 0,626 -
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Dari uji Post Hoc pada hari ke-7 menunjukkan ada perbedaan yang
bermakna antara UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) dengan KKN. Hal ini
menunjukkan UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) mengalami penurunan sel
radang yang lebih baik daripada KKN. Hasil analisis juga menunjukkan UKT
(5%) berbeda bermakna terhadap KKP. Hal ini menunjukkan bahwa UKT (5%)
memiliki aktivitas penyembuhan luka bakar yang lebih baik daripada UKS (3%),
UKR (1%), KKP dan KKN untuk menurunkan sel radang.
Tabel 4.22. Hasil Analisis Post Hoc Skor Sel Radang Hari Ke-14
Kelompok Tikus KKN KKP UKR UKS UKT
KKN - 0,362 0,030* 0,011* 0,004*
KKP 0,362 - 0,177 0,077 0,030*
UKR 0,030* 0,177 - 0,646 0,362
UKS 0,011* 0,077 0,646 - 0,646
UKT 0,004* 0,030* 0,646 0,646 -
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari uji Post Hoc pada hari ke-14 menunjukkan bahwa UKR (1%), UKS
(3%) dan UKT (5%) berbeda bermakna terhadap KKN. Hal ini menunjukkan
bahwa penurunan sel radang pada UKR (1%), UKS (3%) dan UKT (5%) masih
terus berlangsung sampai hari ke-14 dan efektivitasnya masih lebih bagus
daripada KKN. Hasil analisis juga menunjukkan UKT (5%) berbeda bermakna
terhadap KKP. Dari kesimpulan ini, aktivitas penyembuhan luka bakar untuk
menurunkan sel radang pada UKT (5%) lebih baik daripada UKS (3%), UKR
(1%), KKP dan KKN.
C. Fibroblas
Fibroblas memiliki inti lonjong berwarna ungu tua dengan kromatin halus
dan sitoplasma sedikit asidofilik, dengan beberapa cabang yang pendek (Subowo,
2009). Pengamatan sel radang perbesaran 200× diamati secara deskripsi pada
tabel 4.23. :
Tabel 4.23. Pengamatan Fibroblas Perbesaran 200×
Perbesaran 200×
Fibroblas
Hari ke-7 Hari ke-14
Fibroblas Pada Kelompok Uji Konsentrasi Sedang (3%)
Keterangan : = Fibroblas (Jaringan ikat yang mensintesis serat kolagen)
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil perhitungan fibroblas dihitung menggunakan aplikasi ImageJ.
Perhitungan skor fibroblas menggunakan 5 lapang pandang dari masing-masing
kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.24., 4.25., 4.26., dan 4.27. :
Tabel 4.24. Hasil Skor Parameter Fibroblas Hari Ke-7 dan Hari Ke-14
Kelompok Perlakuan
N
Rerata Skor Fibroblas ± SD
Fibroblas Hari Ke-7 Fibroblas Hari Ke-14
KKN 5 0,40±0,55 1,60±0,55
KKP 5 0,60±0,55 1,80±0,84
UKR 5 1,00±0,71 2,20±0,84
UKS 5 1,20±0,45 2,60±0,55
UKT 5 1,40±0,89 2,80±0,20
Keterangan : KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Adanya fibroblas menandakan fase penyembuhan luka telah memasuki
fase proliferasi. Skor fibroblas pada semua kelompok menunjukkan terdapat
beberapa fibroblas pada hari ke-7. Pada hari ke-14 skor fibroblas pada KKN, KKP
dan UKR (1%) menunjukkan adanya fibroblas yang teratur, sedangkan pada UKS
(3%) dan UKT (5%) menunjukkan adanya fibroblas yang sejajar dengan
permukaan luka. Jumlah skor rerata fibroblas total pada hari ke-14 lebih tinggi
daripada hari ke-7. Hal ini menandakan luka menjadi menciut karena adanya sel
fibroblas yang sejajar dengan permukaan luka.
Tabel 4.25. Analisis one way ANOVA Skor Fibroblas
Fibroblas Nilai Signifikansi
ANOVA
Nilai p ANOVA
Hari ke-7 0,126 ≤0,05
Hari ke-14 0,045* ≤0,05
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05)
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setelah itu data yang diperoleh dilakukan uji one-way ANOVA karena
data menunjukkan distribusi normal dan homogen. Berdasarkan hasil analisis
statistik one-way ANOVA pada hari ke-7 menunjukkan skor rerata fibroblas pada
semua kelompok tikus tidak berbeda bermakna (p=0,126), yang menandakan
bahwa semua kelompok tikus memiliki kemampuan yang relatif sama untuk
menstimulasi keberadaan fibroblas. Hal ini disebabkan oleh skor fibroblas pada
semua kelompok tikus hanya tedapat beberapa fibroblas. Hasil analisis statistik
dengan uji one-way ANOVA pada hari ke-14 menunjukkan jumlah fibroblas pada
semua kelompok berbeda bermakna (p=0,045), yang menandakan semua
kelompok tikus dapat menstimulasi keberadaan fibroblas yang sejajar dengan
permukaan luka.
Tabel 4.26. Hasil Analisis Post Hoc Skor Fibroblas Hari Ke-7
Kelompok Tikus KKN KKP UKR UKS UKT
KKN - 0,631 0,159 0,065 0,024*
KKP 0,631 - 0,341 0,159 0,065
UKR 0,159 0,341 - 0,631 0,341
UKS 0,065 0,159 0,631 - 0,631
UKT 0,024* 0,065 0,341 0,631 -
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Berdasarkan analisis Post Hoc, diketahui bahwa pada hari ke-7
menunjukkan antara semua kelompok tikus tidak ada perbedaan yang bermakna,
kecuali pada UKT (5%) yang memiliki perbedaan bermakna dengan KKN. Hal ini
mengindikasikan proses penutupan luka pada UKT (5%) lebih cepat daripada
semua kelompok tikus.
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.27. Hasil Analisis Post Hoc Skor Fibroblas Hari Ke-14
Kelompok Tikus KKN KKP UKR UKS UKT
KKN - 0,639 0,168 0,027* 0,010*
KKP 0,639 - 0,352 0,071 0,027*
UKR 0,168 0,352 - 0,352 0,168
UKS 0,027* 0,071 0,352 - 0,639
UKT 0,010* 0,027* 0,168 0,639 -
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Berdasarkan analisis Post Hoc pada hari ke-14 dapat ditarik kesimpulan
bahwa UKS (3%) dan UKT (5%) terdapat perbedaan yang bermakna dengan
KKN. Hal ini menunjukkan rerata skor fibroblas pada UKS (3%) dan UKT (5%)
berpengaruh berarti untuk menstimulasi keberadaan fibroblas daripada KKN.
Pembentukan fibroblas yang sejajar dengan permukaan luka dapat memicu proses
epitelisasi oleh keratinosit sehingga luka cepat menutup. Pada hasil ini juga UKT
(5%) terdapat perbedaan yang bermakna dengan KKP, sedangkan UKR (1%) dan
UKS (3%) tidak tedapat perbedaan yang bermakna. Dari kesimpulan ini, UKT
(5%) memberikan pengaruh yang berarti untuk menstimulasi keberadaan fibroblas
daripada UKR (1%), UKS (3%), KKP dan KKN.
D. Re-epitelisasi
Re-epitelisasi ditandai dengan adanya kumparan sel-sel yang sangat rapat
susunannya sehingga membentuk suatu lembaran yang berwarna ungu (Subowo,
2009). Pengamatan re-epitelisasi diamati secara deskripsi perbesaran 100× pada
tabel 4.28. :
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.28. Pengamatan Re-epitelisasi Perbesaran 100×
Perbesaran 100×
Re-epitelisasi
Hari ke-7 Hari ke-14
Re-epitelisasi Pada Kelompok Uji Konsentrasi Tinggi (5%)
Keterangan : = Re-epitelisasi (Jaringan epitel pada daerah luka) = Lapisan epidermis (Lapisan terluar pada kulit)
Hasil perhitungan re-epitelisasi dihitung menggunakan aplikasi ImageJ.
Perhitungan skor re-epitelisasi menggunakan 5 lapang pandang dari masing-
masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.29., 4.30., 4.31., dan 4.32. :
Tabel 4.29. Hasil Skor Parameter Re-epitelisasi Hari Ke-7 dan Hari Ke-14
Kelompok Perlakuan
N
Rerata Skor Re-epitelisasi ± SD
Re-epitelisasi hari ke-7 Re-epitelisasi hari ke-14
KKN 5 0,60±0,55 2,40±0,55
KKP 5 1,40±0,55 2,60±0,55
UKR 5 1,60±0,89 3,00±0,71
UKS 5 2,00±0,71 3,40±0,54
UKT 5 2,20±0,84 3,60±0,54
Keterangan : KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Proses re-epitelisasi pada penyembuhan luka diawali dari tepi luka menuju
kebagian permukaan dermis yang terekspos (Kim YS, 2011). Pada hari ke-7 dan
hari ke-14 rerata skor re-epitelisasi UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) lebih
tinggi daripada KKN dan KKP. Ketiga kelompok uji ini menandakan proses
penyembuhan luka bakar derajat dua pada pembetukan epitelisasi lebih cepat.
Tabel 4.30. Analisis one way ANOVA Skor Re-epitelisasi
Re-epitelisasi p- value ANOVA Nilai p ANOVA
Hari ke-7 0,020* ≤0,05
Hari ke-14 0,018* ≤0,05
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05)
Setelah itu data yang diperoleh dilakukan uji one-way ANOVA karena
data menunjukkan distribusi normal dan homogen. Pada hari ke-7 dan ke-14
menandakan semua kelompok terdapat perbedaan yang bermakna (p≤0,05). Hal
ini menunjukkan pada hari ke-7 dan ke-14 semua kelompok tikus memberikan
pengaruh yang berarti untuk membantu pembetukan epitelisasi lebih cepat.
Tabel 3.1. Hasil Analisis Post Hoc Skor Re-epitelisasi Hari Ke-7
Kelompok Tikus KKN KKP UKR UKS UKT
KKN - 0,095 0,040* 0,006* 0,002*
KKP 0,095 - 0,666 0,203 0,095
UKR 0,040* 0,666 - 0,391 0,203
UKS 0,006* 0,203 0,391 - 0,666
UKT 0,002* 0,095 0,203 0,666 -
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Selanjutnya untuk menilai kelompok mana saja yang memiliki perbedaan
yang bermakna dilakukan analisis Post Hoc. Berdasarkan analisis Post Hoc (LSD)
pada hari ke-7 menunjukkan bahwa UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%)
berbeda bermakna terhadap KKN. Hasil ini memperlihatkan UKR (1%), UKS
(3%), dan UKT (5%) memperlihatkan kemampuan untuk meningkatkan re-
epitelisasi epidermis lebih baik daripada KKN, sehingga luka lebih cepat menutup
dan menghasilkan kembali lapisan epidermis yang kembali utuh. Lapisan
epidermis ini berfungsi untuk melindungi kulit dari lingkungan luar.
Tabel 4.32. Hasil Analisis Post Hoc Skor Re-epitelisasi Hari Ke-14
Kelompok Tikus KKN KKP UKR UKS UKT
KKN - 0,594 0,119 0,013* 0,004*
KKP 0,594 - 0,291 0,042* 0,013*
UKR 0,119 0,291 - 0,291 0,119
UKS 0,013* 0,042* 0,291 - 0,594
UKT 0,004* 0,013* 0,119 0,594 -
Keterangan : Angka yang diikuti tanda * menunjukkan berbeda bermakna (p≤0,05) KKN : Kelompok Kontrol Negatif UKS : Uji Konsentrasi Sedang 3% KKP : Kelompok Kontrol Positif UKT : Uji Konsentrasi Tinggi 5% UKR : Uji Konsentrasi Rendah 1%
Berdasarkan analisis Post Hoc (LSD) pada hari ke-14 dapat ditarik
kesimpulan bahwa UKS (3%) dan UKT (5%) berbeda bermakna terhadap KKN,
sedangkan UKR (1%) tidak berbeda bermakna dengan kelompok lain. Hal ini
menunjukkan UKS (3%) dan UKT (5%) pada hari ini masih dapat membantu
untuk mempercepat pembetukan epitelisasi, sedangkan UKR (1%) tidak
memberikan pengaruh yang berarti untuk mempercepat pembentukan epitelisasi.
Hal ini menunjukkan UKR (1%) hampir sama dengan KKP dalam pembentukan
epitelisasi. Dari kesimpulan ini, proses re-epitelisasi pada UKS (3%) dan UKT
(5%) lebih baik daripada UKR (1%), KKP dan KKN.
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2. Pembahasan
Penelitian ini membahas tentang uji efektivitas sediaan gel getah jarak cina
(Jatropha multifida Linn.) dengan konsentrasi UKR (1%), UKS (3%), dan UKT
(5%) dibandingkan dengan basis tanpa ekstrak getah jarak cina sebagai KKN dan
gel Bioskin sebagai KKP secara makroskopis dan mikroskopis. Secara
makroskopis penyembuhan luka meliputi perentase penyembuhan luka bakar,
permukaan kulit tikus pada hari ke-21 dan perubahan fisiologis luka bakar. Secara
mikroskopis parameter histopatologi yang diamati dalam penelitian ini meliputi
angiogenesis, sel radang, fibroblas, dan re-epitelisasi.
Getah jarak cina yang didapatkan dalam penelitian ini sebesar 50,19 gram.
Berdasarkan penelitian Wijoyo (2008), meneliti bahwa getah jarak cina memiliki
rasa agak pahit dan bersifat netral. Getah disimpan dalam botol cokelat dan
dimasukkan di dalam kulkas dengan suhu 00C. Getah yang berbentuk liquid tidak
dapat digunakan, karena akan kehilangan semua aktivitasnya, hal ini dapat diatasi
dengan membuat getah menjadi serbuk kering (Oyi et al., 2007). Getah dapat
dikeringkan dengan metode freeze drying karena dapat mempertahankan struktur
dari kandungan ekstrak getah jarak cina, menghasilkan ekstrak getah jarak cina
yang bermutu tinggi, cocok untuk getah yang tidak tahan pemanasan tinggi dan
mempunyai waktu simpan yang lebih lama (Anastya, 2015). Prinsip dari metode
freeze drying yaitu liofilisasi. Liofilisasi adalah merubah fase padat menjadi fase
gas (uap) tanpa adanya fase mencair (Mellor, 1978). Kelemahan dari metode ini
yaitu mahal, membutuhkan waktu lama, dan teknik pengerjaan yang kompleks
(Saifudin, 2011).
Getah disimpan dalam botol kaca gelap dan disimpan dalam freezer pada
suhu -200C sampai getah menjadi beku. Setelah membeku kemudian dimasukkan
ke dalam alat freeze drying, alat disetting dengan temperatur -490C dan tekanan
vakum sebesar 12 Pa. Oleh alat pompa vakum tersebut akan menyedot air yang
telah beku menjadi uap selama 34 jam. Ekstrak serbuk getah jarak cina yang
didapatkan sebesar 13,31 gram. Rendemen rerata yang didapatkan dari kedua
ekstrak ini adalah 26,52%. Hasil rendemen yang disebutkan diatas telah
memenuhi rendemen yang baik yaitu hasil rendemennya lebih dari 10%.
Komponen yang terdapat dalam ekstrak ini dianalisis golongan dari senyawanya
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan beberapa pereaksi untuk golongan senyawa alkaloid, tanin, flavonoid,
saponin, dan iodine. Hasil skrining fitokimia dari ekstrak getah jarak cina terdapat
senyawa tanin, flavonoid, saponin dan iodine. Senyawa golongan alkaloid tidak
terdapat dalam ekstrak ini.
Standarisasi parameter spesifik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
identitas spesifik tanaman dan organoleptis. Ekstrak dapat mempunyai senyawa
identitas, artinya senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode
tertentu. Tujuannya untuk memberikan identitas objektif dari nama dan spesifikasi
dari senyawa identitas. Parameter organoleptik pada ekstrak meliputi bentuk,
warna, bau dan rasa (Depkes, 2000). Standarisasi parameter non spesifik yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah penetapan kadar air dan penetapan kadar
abu. Kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan.
Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya
kandungan air di dalam bahan (Depkes, 2000). Uji kadar air ekstrak serbuk getah
jarak cina dilakukan dengan metode gravimetri dan diperoleh hasil yang diperoleh
sebesar 9,45%. Hasil ini sesuai dengan persyaratan batas kadar air untuk ekstrak
serbuk tidak boleh lebih dari 10%. Semakin sedikitnya kadar air pada ekstrak
maka semakin sedikit ekstrak terkontaminasi oleh adanya pertumbuhan jamur dan
mencegah terjadinya reaksi enzimatik pada ekstrak yang dapat mengakibatkan
kandungan kimia dalam ekstrak dapat terdegradasi (Saifudin et al, 2011; Depkes
RI, 1995). Kemudian dilakukan pengujian kadar abu dengan cara bahan
dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya dapat
terdekstruksi dan menguap sehingga tersisa unsur mineral dan anorganik. Tujuan
pengujian ini adalah untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Persyaratan
persentase kadar abu total tidak boleh lebih dari 16,6% (Depkes, 2000). Pengujian
yang diperoleh untuk kadar abu total sebesar 3,24% sehingga sesuai dengan
persyaratan.
Ekstrak getah jarak cina kemudiaan dibuat sediaan gel. Menurut penelitian
Rahman (2013), melaporkan bahwa serbuk getah jarak cina yang dibuat sediaan
gel dengan basis karbopol tidak terjadi perubahan sifat organoleptis pH, dan
viskositas yang disimpan pada suhu 400 C selama 28 hari serta memiliki aktivitas
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyembuhan luka. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak getah jarak cina dapat
dibuat menjadi gel. Gel merupakan sediaan semisolid yang digunakan pada kulit
(topikal), umumnya sediaan tersebut berfungsi sebagai pembawa, pelunak kulit
dan sebagai pelindung kulit (Wardani, 2009). Sediaan gel dipilih karena dapat
bertahan lebih lama, tidak berbau, tidak mengiritasi kulit dan praktis digunakan
(Prasetyo, 2008). Gel memiliki banyak keuntungan yaitu dapat mendinginan kulit
yang terkena luka bakar karena mengandung banyak air, warnanya bening,
menimbulkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan
obat, dan kemampuan penyebaran pada kulit baik (Lachman, 1994). Sediaan gel
mampu berpenetrasi menembus lapisan hipodermis, sehingga cocok digunakan
sebagai bentuk sediaan untuk luka bakar derajat dua. Formula gel yang dipilih
yaitu menggunakan formula ekstrak metanol daun jarak cina (Yuhernita, 2014).
Alasan menggunakan formula ini yaitu hasil uji stabilitas dipercepat selama 1
bulan terhadap sediaan gel ekstrak metanol daun jarak cina konsentrasi 1% dan
5% dengan basis karbopol sebesar 1,25% tidak terjadi perubahan sifat
organoleptis, pH dan viskositas. Pada penelitian ini juga dilakukan uji stabilitas
dipercepat terhadap sediaan gel serbuk getah jarak cina konsentrasi 1%, 3%, dan
5% pada suhu 280C dan 400C selama 1 bulan yang menghasilkan sediaan gel yang
stabil. Berdasarkan hasil penelitian Handani (2011) sediaan gel yang
menggunakan basis carbopol sebagai gelling agent akan mempengaruhi lama
penyimpanan serta berpengaruh terhadap stabilitas fisik, dan daya sebar dari
sediaan gel akan semakin luas.
Sediaan gel luka bakar dibuat dengan basis gel karbopol 940. Basis gel ini
merupakan basis gel satu fase yang jernih karena termasuk golongan bahan
sintetik (Nursiah, 2011). Trietanolamin (TEA) dapat ditambahkan sebagai
pembasa untuk menetralkan pH karbopol yang bersifat asam (Depkes RI, 1979).
Penambahan gliserol pada formula ini dapat digunakan sebagai humektan (Depkes
RI, 1995). Humektan bertujuan untuk menjaga kelembapan kulit, menjaga
kandungan air pada lapisan stratum korneum dan mengikat air dari lingkungan ke
kulit (Leyden, 2001). Natrium metabisulfit digunakan untuk melindungi ekstrak
serbuk getah jarak cina agar tidak teroksidasi. Penambahan kombinasi metil
paraben dan propil paraben digunakan sebagai pengawet (Genaro, 1990). Hal ini
disebabkan penggunaan aquadest yang rentan terhadap pertumbuhan mikroba.
Penambahan aquadest berfungsi sebagai pelarut (Depkes RI, 1995).
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.1. Evaluasi Sediaan Fisik Sediaan Gel
a. Organoleptis
Uji organoleptis bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan
warna, bau dan konsistensi yang terjadi selama penyimpanan (Lachman, 1986).
Hasil pemeriksaan organoleptis menunjukkan bahwa pada ketiga gel getah jarak
cina stabil secara fisik karena tidak mengalami perubahan warna, bau dan bentuk
sediaan. Warna yang dihasilkan pada sediaan ini yaitu berwarna cokelat.
Perubahan warna pada basis yang bening menjadi cokelat karena hasil warna
ekstrak getah jarak cina yang berwarna cokelat. Semakin meningkatnya kadar
konsentrasi ekstrak maka warnanya semakin cokelat. Bau yang dihasilkan pada
sediaan ini yaitu aroma khas ekstrak getah jarak cina dan basis gel tidak berbau.
Semakin meningkatnya kadar konsentrasi ekstrak maka semakin tercium aroma
khas ekstrak getah jarak cina. Bentuk sediaan dan basis gel memiliki karakteristik
semisolid yang merupakan karakteristik dari gel itu sendiri.
b. Homogenitas
Evaluasi homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sedikit sediaan gel
pada objek glass transparan. Uji homogenitas ditandai dengan tidak adanya
butiran kasar pada sediaan gel (Ditjen POM, 2000). Hasil pengujian homogenitas
pada ketiga gel getah jarak cina menunjukkan homogenitas yang baik karena tidak
terdapat butiran kasar, perbedaan warna serta gumpalan pada hasil pengamatan.
Sediaan gel yang homogen menunjukkan ekstrak getah jarak cina dan basis
karbopol 940 terdistribusi secara homogen dalam sediaan yang dibuat.
c. pH
Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan gel untuk
menjamin sediaan gel tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sediaan gel harus
memenuhi pH kulit normal sehingga aman digunakan dan tidak mengiritasi kulit
(Anief, 2007). pH kulit normal yaitu 4,5-6,5 (Tranggono, 2007). Jika terlalu asam
dapat menyebabkan kulit mengkerut dan menjadi rusak. Jika terlalu basa dapat
menyebabkan kulit mengelupas serta kulit menjadi kering dan bersisik (Budiman,
2008). Berdasarkan hasil pengujian pH pada ketiga gel getah jarak cina sebesar 7.
Hal ini menunjukkan bahwa variasi konsentrasi ekstrak memiiki pH yang sama.
Menurut penelitian Dila (2012), pH ini tidak menunjukkan adanya iritasi pada
kulit dan tidak membuat kulit menjadi kering.
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.2. Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel
Pada penelitian ini, sediaan disimpan pada suhu 280C dan suhu 400C
selama 1 bulan. Peleburan pada basis sediaan gel sudah terjadi pada suhu 400C.
Jika sediaan disimpan pada suhu diatas 400C, maka sediaan akan mengalami
ketidakstabilan dari awal penyimpanan. Uji stabilitas pada sediaan gel getah jarak
cina bertujuan untuk melihat dan mengetahui ketahanan fisik sediaan selama masa
penyimpanan.
Pengamatan uji stabilitas fisik sediaan gel meliputi sifat organoleptis
berupa warna, bau dan konsistensi sediaan gel selama 1 bulan. Pada suhu 280C
menunjukkan ketiga gel getah jarak cina tidak mengalami perubahan warna,
sedangkan pada suhu 400C menunjukkan ketiga gel getah jarak cina mengalami
perubahan warna menjadi cokelat tua. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor suhu
yang tinggi sehingga dapat mempercepat reaksi kimia. Setiap kenaikan suhu
sebesar 100C dapat mempercepat reaksi kimia 2 sampai 3 kalinya. Perubahan bau
dapat disebabkan oleh oksigen dari udara dan adanya cahaya sebaagai katalisator
timbulnya perubahan bau. Pada ketiga gel getah jarak cina yang disimpan pada
suhu 280C dan 400C tidak menunjukkan perubahan bau dan konsistensi. Hal ini
disebabkan oleh formulasi tidak menggunakan bahan yang mudah menguap.
Pada pengamatan uji homogenitas juga menunjukkan tidak adanya
perubahan sebelum dan sesudah penyimpanan pada suhu 280C dan 400C. Hal ini
menunjukkan zat aktif, gelling agent dan zat tambahan lainnya tercampur secara
homogen dan dapat terlarut. Hasil homogenitas yang baik disebabkan oleh
penggunaan karbopol 940 sehingga bentuk gel yang dihasilkan terdistribusi
homogen (the Lubrizol Corporation, 2002). Berdasarkan hasil pengujian pH pada
suhu 280C dan suhu 400C menunjukkan ketiga gel getah jarak cina memiliki pH
sebesar 7. Sifat gel yang stabil ini dapat dipengaruhi oleh penggunaan TEA dan
karbopol 940. TEA dapat digunakan sebagai pendapar sehingga dapat menjaga
stabilitas pH sedangkan fungsi basis gel karbopol 940 selain sebagai pembawa zat
aktif ekstrak getah jarak cina dapat juga digunakan sebagai penstabil sediaan
sehingga tidak mengalami perubahan yang berarti pada saat penyimpanan
(Ismarani, 2011).
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 ekor tikus putih
(Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley. Alasan menggunakan tikus
jantan dalam penelitian ini yaitu pada tikus jantan mempunyai hormon
spermatogenesis yang memiliki zat antiseptik sebagai penyembuhan luka bakar.
Kecepatan metabolisme obat tikus jantan lebih cepat dan kondisi biologis tubuh
yang lebih stabil dibandingkan dengan tikus betina (Sugiyanto, 1995). Tikus
betina tidak digunakan untuk menghindari pengaruh faktor hormonal (estrogen
dan progesteron) dalam penyembuhan luka (Putri, 2013). Keunggulan tikus galur
Sprague Dawley yaitu ketenangan dan kemudahan dalam penanganannya.
Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yaitu KKP yang diberikan gel Bioskin,
KKN yang diberikan basis gel tanpa ekstrak getah jarak cina dan tiga kelompok
uji yang diberikan gel dengan konsentrasi berbeda yaitu UKR (1%), UKS (3%)
dan UKT (5%). Masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus jantan, karena
masing-masing kelompok perlakuan harus terdiri dari setidaknya 5 ekor hewan
(WHO, 2000). Penelitian ini bersifat rancang acak lengkap (RAL). Syarat rancang
acak lengkap (RAL) harus memiliki sampel yang homogen dari segi umur dan
berat badan (Gomez, 1995). Tikus yang digunakan berumur 2-3 bulan dengan
berat badan 100-200 gram. Pada umur ini tikus telah mencapai dewasa. Seluruh
tikus diaklitimasi selama 7 hari untuk menyesuaikan kondisi fisik dengan
lingkungannya dan ditempatkan pada kandang yang berbeda dengan 1 ekor tikus
didalamnya untuk meminimalkan kekeliruan saat dilakukan pengamatan.
Penimbangan berat badan dilakukan setiap dua kali seminggu selama perlakuan.
Data yang dihasilkan selanjutnya dibuat rerata (mean) dan dihitung simpangannya
dengan menggunakan rerata standar deviasi (SD). Berdasarkan hasil uji statistik
rerata berat badan tikus pada semua kelompok saat perlakuan menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang bermakna (p≥0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
sampel tikus homogen dan tidak ada pengaruh berat badan pada saat perlakuan.
Pada saat pembuatan luka bakar tikus diberikan injeksi Ketamin-Hameln
untuk memudahkan dalam penanganan tikus dan mengurangi rasa sakit yang akan
ditimbulkan selama dan setelah perlakuan luka bakar. Dilakukan pemberian
secara intramuskular agar absorbsi obat lebih cepat dibandingkan dengan
subkutan karena lebih banyak suplai darah berada diotot tubuh. Efeknya pun lebih
cepat dibandingkan dengan pemberian secara oral. Dosis 40-60 mg/kg secara
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
intramuskular adalah dosis yang efektif untuk hewan tikus. Efek mula-mula 1-5
menit. Efek puncak dicapai dalam 10 menit dan berlangsung selama 30-40 menit.
Pemulihan dicapai dalam waktu sekitar 5 jam (C.J. Green et. al, 1980). Kemudian
tikus dicukur bulunya pada daerah punggung sekitar 3 cm dibawah auricula dan
0,5 cm dari kanan dan kiri batas luarnya dari daerah pembuatan luka bakar. Tikus
dicukur dengan krim Veet® selama 3-5 menit dan dicukur dengan menggunakan
alat pencukur bulu sampai tidak terdapat bulu lagi.
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan luka dengan metode
Akhoondinasab (Akhoondinasab et. al, 2014). Tingkat kerusakan jaringan pada
kulit punggung tikus tergantung pada besarnya suhu dan lama kontaknya. Suhu
yang digunakan untuk membuat luka ini yaitu 1000C karena pada kulit tikus yang
diinduksi dengan suhu tersebut akan membuat protein penyusun kulit terancam
untuk terdenaturasi (Sjamsuhidajat, 2004). Pembuatan luka ini menggunakan plat
besi dan lamanya paparan besi panas yang diberikan pada daerah kulit punggung
yaitu selama 10 detik dengan memberikan tekanan. Penekanan pembuatan luka
bakar diberikan dengan penekan yang tidak sama karena penekanan yang
dilakukan tanpa bantuan alat bantu sehingga menghasilkan luka yang menjadi
lebih dalam atau lebih dangkal. Hal ini ditandai dengan luas luka awal yang
berbeda-beda sehingga kelemahan dari metode pembuatan luka dengan metode
Akhoondinasab berasal dari penekanannya. Adanya kontak antara plat besi panas
dengan kulit dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada kulit pada bagian
superfisial dan sebagian dermis (Schwartz, 2000). Setiap tikus diberikan kontrol
positif, kontrol negatif dan gel uji secara topikal dengan dosis 400 mg dua kali
sehari. Pemberian gel dilakukan setelah pembuatan luka bakar hingga 21 hari.
4.2.3. Pengamatan secara makroskopis
Parameter makroskopis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
persentase penyembuhan luka bakar, permukaan kulit tikus pada hari ke-21, dan
perubahan fisiologi luka bakar pada proses penyembuhan luka.
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Pengamatan Penyembuhan Luka Bakar
Selama hari ke-1 dan hari ke-21 perubahan ukuran luas luka bakar diamati.
Data luas luka bakar diperoleh dari software ImageJ. Prinsip kerja software
ImageJ yaitu menentukan luas luka bakar pada tikus dengan cara pengambilan
foto pada luka tersebut, sehingga dari data yang diperoleh dapat dilakukan analisis
statistik. Data dari perhitungan penurunan luas luka dapat dilanjutkan perhitungan
persentase penyembuhan luka. Persentase penyembuhan luka bakar dianalis
menggunakan uji statistik dengan menggunakan program SPSS 16. Data diambil
dari persentase penyembuhan luka pada hari ke-1 dan hari ke-21 karena pada hari
ke-1 terjadi kestabilan luka dan pada hari ke-21 dapat mewakili secara
keseluruhan proses penyembuhan luka. Pertama data diuji terlebih dahulu
normalitasnya dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test. Jika diperoleh
(p≥0,05) menujukkan data yang terdistribusi normal. Kemudiaan data diuji
homogenisitasnya dengan menggunakan Levene test, jika diperoleh (p≥0,05)
menujukkan data homogen. Dari hasil data yang didapatkan, data dinyatakan
terdistribusi normal (p=0,252) tetapi tidak homogen (p=0,000) pada semua
kelompok tikus. Kemudiaan data tersebut dapat dilanjutkan pada uji non
parametrik karena data tidak homogen. Uji statistik yang digunakan yaitu
Kruskall-Wallis. Tujuan dari analisis ini yaitu untuk membandingkan seluruh
kelompok tikus. Hasil uji Kruskall-Wallis didapatkan (p=0,003) yang
menunjukkan semua kelompok tikus terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,05)
terhadap persentase penyembuhan luka.
Analisis Post Hoc untuk uji Kruskall-Wallis adalah Mann-Whitney
(Dahlan, 2014). Tujuan dari analisis ini yaitu untuk menentukan apakah terdapat
perbedaan respon dari 2 populasi data yang saling independen dan melihat
kebermaknaan perbedaan antar tiap kelompok perlakuan yang digunakan
(Sugiyarto, 2015). Hasil uji dari Mann-Whitney menunjukkan UKR (1%), UKS
(3%), dan UKT (5%) memiliki aktifitas penyembuhan luka yang lebih baik
dibandingkan dengan KKN, karena kecepatan pembentukan keropeng (scab) dan
pengelupasan keropeng (scab) pada UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) lebih
cepat dibandingkan dengan KKN. Keropeng (scab) yang terbentuk terlebih dahulu
diatas permukaan akan membentuk homeostatis dan mencegah kontaminasi luka
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
oleh mikroorganisme sedangkan keropeng (scab) yang terlebih dahulu terkelupas
menandakan jaringan dibawahnya sudah kering. Pada KKN memiliki waktu
terbentuknya keropeng (scab) dan waktu terkelupasnya keropeng (scab) lebih
lama dibandingkan dengan UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%), karena proses
pembentukan jaringan baru pada KKN lebih lama. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian basis gel saja tidak mempengaruhi percepatan penyembuhan luka.
Aktivitas gel getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) dalam menyembuhkan
luka disebabkan oleh kandungan yang ada didalam getah tanaman ini. Senyawa
tanin, flavonoid dan saponin memiliki efek penyembuhan terhadap luka sebagai
antiinflamasi sekunder (Rahman, 2013). Flavonoid berperan sebagai vasodilator
untuk memperlancar aliran darah, tanin berperan sebagai antiseptik dan
pembentukan keropeng (scab) yang didukung oleh adanya vasokonstriksi
pembuluh darah kapiler, serta kandungan saponin dapat memicu kolagen, yaitu
protein struktural yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Syarfati, 2011).
Iodine dan sulfur dalam getah jarak cina digunakan sebagai zat antiseptik pada
penyembuhan luka bakar (Ilmi, 2009).
Pada penelitian ini, persentase penyembuhan luka sediaan gel getah jarak
cina pada UKS (3%) sudah mencapai 100% dengan waktu sembuh pada hari ke-
21. Menurut penelitian Okarisman (2012), melaporkan bahwa kelompok gel
kombinasi ekstrak jarak cina dan daun pepaya sebesar 15% dengan perbandingan
konsentrasi 1:2 memiliki persentase kesembuhan 100% yang tercepat
dibandingkan dengan kontrol positif (obat standar luka bakar), kontrol negatif
(tanpa perlakuan), kelompok uji sebesar 15% dengan perbandingan 1:1 dan 2:1
dengan rerata waktu sembuh luka bakar kimia yaitu 30.8 hari. Penyembuhan luka
bakar derajat dua pemberiaan gel getah jarak cina dengan konsentrasi 3% selama
21 hari lebih cepat dibandingkan dengan penyembuhan luka bakar kimia
pemberian gel kombinasi ekstrak jarak cina dengan konsentrasi 5% dan daun
pepaya dengan konsentrasi 10% selama 30,8 hari. Hal ini menunjukkan gel getah
jarak cina memiliki aktivitas penyembuhan yang lebih baik dibandingkan dengan
gel kombinasi ekstrak jarak cina dan daun pepaya.
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Permukaan Luka Bakar Pada Hari Ke-21
Pada permukaan luka bakar derajat dua yang telah sembuh pada hari ke-21
dengan UKR (1%), UKS (3%), UKT (5%) dan KKP terbentuk sempurna seperti
semula yaitu permukaan luka yang telah sembuh sejajar dengan jaringan
disekitarnya dan terdapat tumbuh rambut. Hal ini menunjukan kolagen mengalami
penurunan karena jika terdapat kolagen yang berlebihan pada jaringan maka akan
terbentuk jaringan parut yang mengalami hipertropi yang disebut keloid
(Handayani, 2006). Tumbuhnya rambut pada daerah luka bakar menunjukan
terjadinya proses regenerasi pada kulit dan kondisi kulit sudah mulai kembali
menjadi normal (Listyanti, 2006). Pada KKN juga dapat mengalami penyembuhan
luka hanya saja dengan waktu yang relatif lebih lama jika dibandingkan dengan
kelompok lainnya. Sehingga, permukaan luka bakar pada KKN masih belum
sembuh sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa KKN tidak dapat mempercepat
proses penyembuhan luka.
Menurut penelitian Syarfati (2011), melaporkan bahwa pengobatan getah
jarak cina yang dioleskan secara langsung pada luka sayat (diameter 0,5 cm)
dioleskan sampai menutupi seluruh permukaan luka menunjukkan permukaan
luka yang sembuh terbentuk sempurna seperti semula setelah terjadinya
pengelupasan keropeng (scab) dengan rerata waktu penyembuhan selama 19,5
hari. Luas permukaan luka bakar derajat dua lebih luas dibandingkan dengan luka
sayat, maka penyembuhan luka bakar derajat dua dengan pemberiaan gel getah
jarak cina konsentrasi 3% selama 21 hari lebih cepat dibandingkan dengan
penyembuhan luka sayat dengan pemberian getah jarak cina yang dioleskan
secara langsung selama 19,5 hari. Hal ini menunjukkan pemberian gel getah jarak
cina memiliki aktivitas penyembuhan yang lebih baik dibandingkan dengan
pemberian getah jarak cina dengan pengolesan secara langsung. Pemberian gel
getah jarak cina memiliki aktivitas untuk membentuk jaringan granulasi sehingga
permukaan luka yang telah sembuh terbentuk sempurna seperti semula (Permadi,
2008). Epitel permukaan luka dibagian tepi mulai melakukan regenerasi,
selanjutnya epitel yang tipis bermigrasi keatas permukaan luka. Jaringan dibawah
keropeng (scab) menjadi sempurna sehingga terbentuk kembali permukaan kulit
(Price, 2005).
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Perubahan Fisiologis Luka Bakar
Proses penyembuhan luka terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamasi, fase
proliferasi, dan fase remodelling. Pada fase inflamasi, jaringan luka bakar dapat
menimbulkan bengkak dan rasa nyeri (Martin P, 1997). Fase inflamasi pada ketiga
kelompok uji dimulai pada hari ke-1 setelah terjadinya luka bakar, yang ditandai
dengan adanya bulla dan permukaan luka terlihat masih basah (Majid, 2013).
Menurut literatur fase inflamasi terjadi hingga hari ke-3 setelah terjadinya luka
bakar. Fase inflamasi pada UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) dan KKP
terjadi hingga hari ke-2 sedangkan KKN terjadi hingga hari ke-4 setelah
terjadinya luka bakar.
Setelah luka berhasil dibersihkan dari jaringan maka terdapat adanya
pembentukan keropeng (scab) pada bagian atas luka bakar yang memiliki warna
putih kecokelatan. Pembentukan keropeng (scab) menunjukkan adanya
pembekuan pembuluh darah arteri pada daerah luka. Pembentukan keropeng
(scab) didukung oleh adanya vasokonstriksi pembuluh darah dan pembentukan
kolagen (Prihanti, 2008). Pembentukan keropeng (scab) dimulai pada hari ke-2
pada UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) dan KKP sedangkan KKN terjadi
pada hari ke-4. Pada hari ke-4 pengolesan UKR (1%), UKS (3%), UKT (5%) dan
KKP pada luka bakar akan menjadi cokelat sedangkan KKN masih berwarna
putih kecokelatan. Pembentukan keropeng (scab) menandakan telah terjadi tahap
awal fase proliferasi.
Pada penelitian Syarfati (2011), melaporkan bahwa pengobatan getah jarak
cina yang dioleskan secara langsung pada luka sayat dengan diameter 0,5 cm
menunjukkan hasil rerata waktu pembentukan keropeng (scab) pada hari ke-1,5.
Luas permukaan luka bakar derajat dua lebih luas dibandingkan dengan luka
sayat, maka waktu pembentukan keropeng (scab) luka bakar derajat dua dengan
pemberiaan gel getah jarak cina konsentrasi 3% lebih cepat dibandingkan dengan
penyembuhan luka sayat dengan pemberian getah jarak cina yang dioleskan
secara langsung. Hal ini menunjukkan pemberian gel getah jarak cina memiliki
aktivitas penyembuhan yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian getah
jarak cina dengan pengolesan secara langsung.
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jika kulit tikus menjadi cokelat tua maka kulit tersebut sudah mendekati
tahap pengelupasan keropeng (scab). Pada hari ke-12 untuk KKP dan KKN, hari
ke-10 untuk UKR (1%), dan hari ke-8 untuk UKS (3%) dan UKT (5%)
menunjukkan luka pada punggung tikus sudah berwarna cokelat tua. Keropeng
(scab) terlepas karena jaringan dibawahnya sudah kering dan tepi luka menarik ke
tengah (Aponno, 2014). Jika keropeng (scab) sudah lepas menunjukkan luka pada
punggung tikus sudah berwarna cokelat kemerahan lembut, dan bergranula yang
disebut jaringan granulasi (Guyton & Hall, 2007). Pada hari ke-14 untuk KKP dan
KKN, hari ke-12 untuk UKR (1%), dan hari ke-10 untuk UKS (3%) dan UKT
(5%) menunjukkan luka pada punggung tikus sudah berwarna cokelat tua. Pada
UKR (1%) dan KKP pada awalnya dapat mempercepat pembentukan keropeng
(scab) tetapi pembentukan keropeng (scab) ini dapat membentuk jaringan mati
yang tebal, sangat keras, dan menempel erat pada permukaan luka. Jaringan mati
ini dapat menghambat distribusi zat aktif dan absorbsi obat sehingga luka lebih
lama sembuh. Lamanya proses pembentukan jaringan baru mengakibatkan
lamanya pengelupasan keropeng (scab). Oleh karena itu, UKR (1%) dan KKP
pengelupasan keropeng (scab) menjadi lebih lama dibandingkan dengan UKS
(3%) dan UKT (5%).
Menurut pengamatan Syarfati (2011), menunjukkan hasil rerata terhadap
waktu pengelupasan keropeng (scab) dengan pengobatan getah jarak cina yang
dioleskan secara langsung pada hari ke-11,5. Luas permukaan luka bakar derajat
dua lebih luas dibandingkan dengan luka sayat, maka waktu pengelupasan
keropeng (scab) luka bakar derajat dua dengan pemberiaan gel getah jarak cina
konsentrasi 3% lebih cepat dibandingkan dengan penyembuhan luka sayat dengan
pemberian getah jarak cina yang dioleskan secara langsung. Keropeng (scab) yang
sudah terlepas dari kulit punggung tikus menunjukkan puncak fase proliferasi dan
kontraksi luka terjadi secara bermakna. Hal ini menunjukkan pemberian gel getah
jarak cina memiliki aktivitas penyembuhan yang lebih baik dibandingkan dengan
pemberian getah jarak cina dengan pengolesan secara langsung.
Fase remodelling merupakan fase terakhir pada proses penyembuhan luka.
Fase remodelling ditandai dengan terbentuknya jaringan baru yang disusun
sedemikian rupa sehingga lukanya semakin mengecil. Adapun proses pematangan
pada fase remodelling tiap luka berbeda-beda tergantung pada efek sediaan yang
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
telah diformulasi dan juga keadaan fisiologi dari hewan uji yang digunakan. Pada
penelitian ini fase remodelling UKR (1%), UKS (3%) dan UKT (5%) lebih cepat
dibandingkan dengan KKP dan KKN. Hal ini menandakan bahwa pemberian
sediaan gel getah jarak cina dapat mempercepat penyembuhan luka bakar derajat
dua.
4.2.4. Pemeriksaan secara mikroskopis
Pada penelitian ini, efektivitas gel getah jarak cina dalam proses
penyembuhan luka bakar derajat dua dapat mempengaruhi fase proliferasi. Fase
proliferasi diisi oleh sel radang, fibroblas, serat kolagen, kapiler baru, membentuk
jaringan granulasi dengan ciri-ciri jaringan kemerahan dengan permukaan yang
tidak rata (Kojier, 1995).
Pada pemeriksaan secara mikroskopis, tikus dibunuh pada hari ke-7 dan
14, tikus dibunuh dengan cara dibius secara inhalasi dengan eter, kemudian
jaringan kulit diambil untuk pembuatan preparat histopatologi. Pengamatan
preparat jaringan kulit dilakukan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus
SZ61) secara deskripsi dan kuantitatif (skor) pada perbesaran 100× dan 200×.
Pewarnaan jaringan menggunakan Hematoksilin-eosin untuk melihat parameter
histopatologi yang meliputi angiogenesis, keberadaan sel radang, keberadaan sel
fibroblas, dan re-epitelisasi yang berperan dalam penyembuhan luka.
a. Angiogenesis
Secara deskripsi, pada hari ke-7 rerata skor angiogenesis UKR (1%), UKS
(3%) dan UKT (5%) yang terbentuk lebih banyak jika dibandingkan dengan KKN
dan KKP, yang menunjukkan proses kesembuhan luka menjadi lebih cepat. Pada
saat terjadi fase proliferasi maka sel akan memerlukan banyak energi dan nutrisi
yang dibawa oleh angiogenesis (Rukmono, 1996). Peningkatan skor angiogenesis
pada hari ke-7 akan mempercepat proses peradangan dengan cara membebaskan
jaringan dari nekrosis, benda asing, dan infeksi (Hapsari, 2006). Proses
peradangan dipercepat pada hari ke-7 ditandai dengan penurunan rerata skor sel
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
radang pada UKR (1%), UKS (3%) dan UKT (5%) yang lebih baik jika
dibandingkan KKN dan KKP.
Pada hari ke-14 pembentukan angiogenesis mencapai puncaknya. Rerata
skor angiogenesis pada UKR (1%), UKS (3%), dan UKT (5%) meningkat jika
dibandingkan dengan hari ke-7. Hal ini mengindikasikan bahwa UKR (1%), UKS
(3%), dan UKT (5%) dapat meningkatkan pembentukan angiogenesis. Pada hari
ke-14 adanya peningkatan skor angiogenesis dapat mengakibatkan peningkatan
skor fibroblas. Hal ini disebabkan oleh, fungsi angiogenesis yang dapat menyuplai
vitamin, mineral, glukosa, dan asam amino menuju fibroblas untuk pembentukkan
kolagen sehingga proses penyembuhan luka menjadi cepat (Pavletic, 1992).
Rerata skor angiogenesis yang paling banyak dapat terlihat pada UKT jika
dibandingkan dengan kelompok lainnya. Pada teori konsentrasi menyatakan
bahwa jika konsentrasi tinggi dioleskan pada permukaan kulit maka terjadi
perubahan pada struktur membran, sehingga terjadi perubahan koefisien partisi
antara pembawa dan sawar kulit yang mempercepat proses penyembuhan luka
(Prasetyo, 2010).
Hasil Post Hoc (LSD) didapatkan bahwa pada hari ke-7 dan hari ke-14,
UKS (3%) dan UKT (5%) menunjukkan peningkatan skor angiogenesis yang
paling baik, sedangkan UKR (1%) memiliki peningkatan angiogenesis yang
hampir sama dengan KKN dan KKP. Hal ini menunjukkan pada UKS (3%) dan
UKT (5%) ditunjang oleh adanya angiogenesis kedaerah luka yang diperlukan
untuk metabolisme aktif sel sehingga mempercepat terjadi regenerasi dan
normalisasi pada jaringan luka bakar (Mayasari, 2003).
b. Sel radang
Sel radang yang sangat berperan selama proses penyembuhan luka adalah
sel neutrofil, makrofage dan limfosit (Hapsari, 2006). Pada hari ke-7, pada UKR
(1%), UKS (3%) dan UKT (5%) terdapat rerata skor sel radang yang lebih sedikit
dibandingkan dengan KKN dan KKP. Dari UKR (1%), UKS (3%), dan UKT
(5%) yang paling sedikit memiliki sel radang yaitu UKT (5%). Hal ini
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menunjukkan pada hari ke-7 infeksi luka sudah menurun, sehingga fase inflamasi
tidak diperpanjang. Bakteri yang dapat menyebabkan infeksi akan mengganggu
proses epitelisasi, kontraksi dan deposit kolagen, sehingga fase inflamasi menjadi
lebih lama. Pada hari ke-14, rerata skor sel radang pada semua kelompok tikus
masih terdapat sel radang, tetapi sudah menurun jika dibandingkan dengan hari
ke-7. Pada KKN sel radang masih banyak jika dibandingkan kelompok lainnya.
Hal ini disebabkan oleh tidak adanya zat aktif yang terkandung dalam KKN,
sehingga sangat memungkinkan masih adanya mikroba dan kerusakan pada
jaringan yang harus difagosit oleh sel radang pada daerah luka.
Penurunan rerata skor sel radang akan menyebabkan kenaikan rerata skor
fibroblas dan angiogenesis. Hal ini disebabkan oleh adanya makrofage yang akan
menginduksi migrasi dan proliferasi fibroblas dan angiogenesis (Pringgoutomo,
2002). Makrofage dan faktor angiogenesis (AGF) akan mempercepat
penyembuhan luka dengan cara merangsang pembentukan ujung endotel diakhir
pembuluh darah (Sumantri, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa dengan
menurunnya skor sel radang maka akan menaikkan skor angiogenesis. Makrofage
akan memproduksi sitokin yang akan menyebabkan pertumbuhan fibroblas
(Narayana et al., 2001). Hal ini juga menunjukkan dengan menurunnya skor sel
radang maka akan menaikkan skor fibroblas.
Hasil analisis Post Hoc (LSD) pada hari ke-7 menunjukkan UKR (1%),
UKS (3%), dan UKT (5%) lebih efektif untuk menurunkan sel radang
dibandingkan dengan KKN. Hasil analisis ini juga menunjukkan UKT (5%)
memberikan efek penurunan sel radang yang paling cepat dibandingkan dengan
kelompok lain. Hasil uji Post Hoc Test (LSD) pada hari ke-14 menunjukkan data
yang sama dengan hari ke-7. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan sel radang
pada UKR (1%), UKS (3%) dan UKT (5%) masih terus berlangsung sampai hari
ke-14, tetapi UKT (5%) paling efektif untuk menurunkan sel radang. Hal ini
menunjukkan pada fase proliferasi masih diisi oleh sel-sel radang (Kojier, 1995).
Makrofage akan menggantikan peran sel neutrofil sehingga pada hari ke-7 dan 14
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
masih terdapat sel radang (Diegalmann, 2004). Makrofage akan tampak pada hari
ke-5 dan 20 pasca luka bakar (Gurtner, 2007).
c. Fibroblas
Fibroblas biasanya akan tampak pada sekeliling luka (Suriadi, 2004).
Pertumbuhan fibroblas terjadi pada hari ke-7 hingga hari ke-14 pasca luka bakar,
setelah itu akan terus terjadi penyempurnaan sampai struktur kulit kembali normal
(Schultz, 2005; Argamula, 2008). Adanya fibroblas pada hari ke-7 menandakan
fase penyembuhan luka memasuki fase proliferasi (Cotran et al., 1999). Pada hari
ke-7 rerata skor fibroblas menunjukkan semua kelompok tikus terdapat beberapa
fibroblas sedangkan pada hari ke-14 rerata skor fibroblas pada KKN, KKP dan
UKR (1%) menunjukkan adanya fibroblas yang teratur, sedangkan pada UKS
(3%) dan UKT (5%) menunjukkan adanya fibroblas yang sejajar dengan
permukaan luka. Hal ini menunjukkan dengan bertambahnya waktu penyembuhan
luka maka kualitas jaringan kulit mengalami pemulihan yang lebih baik.
Hasil statistik Post Hoc (LSD) pada hari ke-7 menunjukkan antara semua
kelompok tidak ada perbedaan yang bermakna, kecuali pada UKT (5%) memiliki
proses penutupan luka yang lebih cepat dibandingkan dengan semua kelompok
tikus. Semakin banyaknya fibroblas pada daerah luka maka luka menjadi menciut
karena daya kontraksi luka semakin besar sehingga sisi luka akan tertarik dan
menyebabkan besar luka menjadi mengecil (Bayu, 2010). Pada hari ke-14 rerata
skor fibroblas UKS (3%) dan UKT (5%) berpengaruh berarti untuk menstimulasi
keberadaan fibroblas dibandingkan dengan KKN. Pembentukan fibroblas yang
sejajar dengan permukaan luka dapat memicu proses epitelisasi oleh proliferasi
keratinosit sehingga ukuran luka berkurang (Falanga, 2003). Pada ketiga
kelompok uji UKT (5%) merupakan konsentrasi yang paling baik dibandingkan
dengan UKR (1%) dan UKS (3%) untuk menstimulasi keberadaan fibroblas.
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Re-epitelisasi
Penyembuhan epitel sebagai mekanisme penyembuhan luka dapat terlihat
dalam proses penutupan luka. Pada hari ke-7 jumlah re-epitelisasi sudah mulai
terbentuk untuk menutupi luka pada seluruh kelompok tikus. Hal ini menunjukkan
telah terjadi pemulihan jaringan epitel yang akan menghasilkan lapisan epidermis
yang utuh dan menandakan fase proliferase sudah mulai terbentuk. Semakin cepat
proses re-epitelisasi terbentuk menandakan semakin cepat struktur lapisan
epidermis dalam keadaan normal sehingga mempercepat proses penyembuhan
luka (Kalangi, 2004). Pada hari ke-14 jumlah re-epitelisasi pada UKR (1%), UKS
(3%), dan UKT (5%) lebih banyak dibandingkan dengan hari ke-7. Hal ini
menunjukkan lapisan epitel mengalami puncak ketebalannya. Peningkatan
ketebalan epitel disebabkan oleh keberadaan fibroblas yang banyak bermigrasi
pada daerah luka (Aryenti, 2008). Skor rerata re-epitelisasi pada UKT (5%) paling
tinggi diantara kelompok lain, sehingga dapat memperbaiki jaringan luka bakar
yang lebih baik jika dibandingkan dengan kempok lain. Hal ini menandakan
semakin banyak jaringan epitel disekitar luka, maka proses penyembuhan luka
yang berlangsung akan semakin singkat (Paglinawan R, d.k.k., 2008). Kurang
efektifnya gel getah jarak cina UKR (1%) dan UKS (3%) dalam menyembukan
luka, karena pelepasan dari basis dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia obat baik
dari basis atau bahan obatnya, faktor kelarutan dan konsentrasi bahan aktif
(Miryam, 2014).
Hasil uji statistik Post Hoc (LSD) menunjukkan data skor re-epitelisasi
preparat hari ke-7 pada UKR (1%), UKS (3%) dan UKT (5%) memperlihatkan
kemampuan untuk meningkatkan re-epitelisasi epidermis lebih baik dibandingkan
dengan KKN, sehingga luka lebih cepat menutup dan menghasilkan kembali
lapisan epidermis yang kembali utuh. Re-epitelisasi sudah ditemukan pada hari
ke-7, karena skor sel radang menunjukkan penurunan secara bermakna, sehingga
terjadi pertumbuhan sel epitel (Morison, 2004). Berdasarkan analisis Post Hoc
(LSD) pada hari ke-14 menunjukkan bahwa UKS (3%) dan UKT (5%) dapat
mempercepat pembetukan epitelisasi lebih baik dibandingkan dengan KKN,
sedangkan UKR (1%) tidak memberikan pengaruh yang berarti untuk
mempercepat pembentukan epitelisasi pada hari ke-14.
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian uji efektivitas gel getah jarak cina (Jatropha
multifida Linn.) untuk penyembuhan luka bakar derajat dua pada kulit punggung
tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemberiaan UKS (3%) sudah mampu mempercepat proses penyembuhan
luka bakar karena memiliki persentase penyembuhan luka sebesar 100%
(p≤0,05).
2. Permukaan luka bakar pada hari ke-21, pemberiaan UKS (3%) sudah
mampu menutupi permukaan luka secara sempurna dan terdapat bulu yang
menutupi luka.
3. Perubahan fisiologis luka bakar pada UKS (3%) sudah mampu
mempercepat pembentukan dan pengelupasan keropeng (scab).
4. Secara mikroskopis pada UKS (3%) sudah mampu menunjukkan
peningkatan skor angiogenesis, fibroblas dan re-epitelisasi serta
menunjukkan penurunan skor sel radang setelah penyembuhan luka bakar
pada hari ke-7 dan hari ke-14 (p≤0,05).
5.2. Saran
Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah :
1. Perlu dilakukan uji stabilitas fisik sediaan gel getah jarak cina (Jatropha
multifida Linn.) lebih lanjut dan metode uji sebelumnya disempurnakan
untuk evaluasi homogenitas dan pH.
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Perlu dilakukan uji toksisitas terhadap sediaan gel getah jarak cina
(Jatropha multifida Linn.) untuk mengetahui batasan konsentrasi yang
aman digunakan.
3. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk menguji efektivitas sediaan
cairan antiseptik getah jarak cina (Jatropha multifida Linn.) untuk
pengobatan luka bakar pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
Sprague Dawley.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan konsentrasi ekstrak yang
lebih bervariasi untuk mengetahui konsentrasi yang optimal untuk
mempercepat penyembuhan luka bakar.
83
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2006. Isolasi dan Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Tumbuhan Jatropha multifida L. Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA, FKIP. Universitas Riau, Pekanbaru. 5(2) : 59-65. ISSN : 1412-4595.
Abiodun F., Ighodaro I., Osayemwenre E., & Onyinye J. A. 2013. Chemical Characterization, Anti inflammatory and Analgesic Properties of Jatropha Multifida Root Bark. Department of Pharmaceutical Chemistry, Faculty of Pharmacy, University of Benin, Benin City, Nigeria. Vol. 17 (3) 357-362. ISSN : 1119-8362.
Aditya R., Winsa Husin., & Hana Ratnawati. 2007. Pengaruh getah Jarak Cina (Jatropha multifida L.) terhadap waktu penyembuhan luka. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha-Bandung.
Agoes, G., & S. T. Darijanto. 1990. Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolid, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati. Fakultas Farmasi. Institut Teknologi Bandung.
Agustina, I. 2008. Kajian Jenis Tumbuhan Obat yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Pegunungan di Kabupaten Pidie. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Aiyelaagbe OO. 2001. Fitoterapia. Vol. 72, 544-546. Akhoondinasab M. R., Saberi M. 2014. Comparison of Healing Effect of Aloe
vera extract and Silver Sulfadiazine in Burn Injuries in Experimental Rat Model. Original article Vol. 3 No. 1; 29-34.
Anastya, A. D. 2015. Formulasi Sediaan Skin Cream Aloe Vera (Aloe barbadensis): Evaluasi Fisik dan Stabilitsa Fisik Sediaan. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Anief, Moh. 2007. Farmasetika Cetakan IV. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. Anonim. 2010. A Guide to Freeze Drying for the Laboratory. Labconco. An
Industry Service Publication. Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan oleh
Ibrahim, F., Edisi keempat. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Aponno, Jeanly V., Paulina V.Y. Yamlean., Hamidah S. Supriati. 2014. Uji
Efektivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn) Terhadap Penyembuhan Luka yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus Pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus). PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT 3 (3): 2302-2493.
Argamula, G. 2008. Aktivitas Sediaan Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dalam Proses Persembuhan Luka pada Mencit (Mus musculus albinus). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Aryenti. 2008. Pengaruh Pemberian Getah Batang Pisang Ambon (Musa Paradisiaca var Sapientum Lamb) Terhadap penyembuhan Luka Bakar pada Kulti Tikus Putih (Rattus norvegicus). Tesis. Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Balqis, Ummu., Rasmaidar., dan Marwiyah. 2014. Gambaran Histopatologis Penyembuhan Luka Bakar Menggunakan Daun Kedondong (Spondias dulcis F.) dan Minyak Lelapa pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Jurnal Medika Veterinaria, 8 (1), 31-36.
Bayu, Febram, Letje Wientarsih dan Bambang Pontjo. 2010. Aktivitas Sediaan Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum) dalam Proses Penyembuhan Luka pada Mencit (Mus musculus albinus). Majalah Obat Tradisional, 15(3), 121 – 137.
Budiman., Muhammad Haqqi. 2008. Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim yang Mengandung Ekstrak Kering Tomat (Solanum lycopersicum L.). Depok: Universitas Indonesia.
Chandira, R.M., Pradeep, A Pasupathi., Bhowmik, D., Chinjaranjib, B Jayakar., Tripathi, K K., Kumar, K P Sampath. 2010. Design, Development and Formulation of Antiacne Dermatological Gel. Tamilnadu : Vinayaka Missions College of Pharmacy, VM University. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research. ISSN No : 0975-7384.
C.J. Green, J. Knight, S. Precious & S. Simpkin. 1980. Ketamine alone and combined with diazepam or xylazine in laboratory animals: a 10 year experience. Medical Research Council Clinical Research Centre. Northwick Park, Watford Road, Harrow, Middlesex, HAl 3UJ, United Kingdom.
Cotran R. S, V. Kumar, T. Collins. 1999. Pathology Basic of Disease. 6 th ed. W. B Saunders Co. Philadelphia.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III, Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV, Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2000. Paremeter Standar Umum Ekstrak Tanaman Obat. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Dewiyanti, A., Hana R., & Sugiarto P. 2009. Perbandingan Pengaruh Ozon,
Getah Jarak Cina (Jatropha multifida L.) dan Povidone Iodine10% terhadap Waktu Penyembuhan Luka pada Mencit Betina Galur Swiss Webster. Jurnal. Vol.8. No.2: 132-137.
Diegelmann, R. F. 2004. Wound Healing: An Overview of Acute, Fibrotic and Delayed Healing. Frontires in Bioscience, 9 : 283-289.
Dila Tunjungsari. 2012. Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanol Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Dengan Basis Carbomer. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Duarte, C. M. E., Quirino, M. R. S., Patrocinio, M. C., & Anbinder A.L. 2011. Effects of Chamomilla recutita (L.) on Oral Wound Healing in Rats. Journal section: Oral Medicine and Pathology. 6:e716-21.
Falanga, V. 2003. Mechanisms of Cutaneus Wound Repair. Dalam: Freedberg IM, Wolff K, Eisen AZ, et al, editor. Fizpatrick’s Dermatology In General Medicine. Edisi ke-6. New York: Graw-Hill.
Fehlin, H., Lu R., Huang B., dan Ming L. 2003. Free Radical Scavenging Activity of Extracts Prepared from Fresh Leaves of Selected Chinese Medicinal Plants. Fitoterapia. Vol.75(1).
Genaro, R. A. 1990. Remington’s Pharmaceutical Science. 18th ed. Macle Printing Company, Easton-Pennsilva, USA.
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gomez, K. A. dan Gomez, A. A. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian, Terjemahan: Endang Sjamsuddin dan Justika S. Baharsjah. UI Press : Jakarta. hal. 231-237.
Grabb and Smith’s. 2007. Wound Healing Normal and Abnormal. Plastic Surgery 6th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Willkins.
Grace, Pierce A & Borley Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Surabaya: Erlangga.
Gurtner, G. C. 2007. Wound Healing, Normal and Abnormal. In: Thorne CH, Beasly, R. W. , Aston, S. J., Bartlett, S. P., Gurtner, G. C., Spear, S. L. (Eds). Grabb and Smit’s Plastic Surgery. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; p:15-22.
Guyton, C.A., & Hall, E. John. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. Hlm 480-481.
Hadyana, A. Pujaatmaka., 2003. Kamus Kimia. Jakarta : Balai Pustaka. Handani, Arnin. 2011. Pembuatan dan Uji Stabilitas Gel Ekstrak Etanolik
Rimpang Jahe (Zingiber officinale rose) 10 % dengan Gelling Agent Carbopol 940. Skripsi. Universitas Setia Budi Surakarta.
Handayani I. 2006. Aktivitas sediaan gel dari ekstrak lidah buaya (Aloe barbadensis Miller) untuk proses persembuhan luka pada mencit (Mus musculus). Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Hapsari NM. 2006. Aktivitas ekstrak etanol kulit batang singkong (Manihot esculenta Crantz) dalam proses persembuhan luka pada mencit (Mus musculus albinus). Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Harborne., J.B. 1987. Metode Fitokimia. Penerbit ITB : Bandung. Hariana, Arief. 2013. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta : Penebar
Swadaya. Haryanto & Sugeng. 2009. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia. Yogyakarta :
Pallmall. https://www. darsatop.lecture.ub.ac.id. Diakses pada tanggal 13 Februari 2016. https://www.histology-world.com. Diakses pada tanggal 1 Februari 2016. Hazrati, M., Mehrabani, D., Japoni A., Montasery, H, Azarpira N., Hamidian
A.R., & Tanideh, N. 2010. Effect of Honey on Healing of Speudomonas aureginosa Infected Burn Wounds in Rat. Journal of Applied Animal Research, 37:2, 161-165.
Ilmi, Amri, & Nufia. 2009. Tanaman Yodium (Jatropha multifida Linn.) sebagai Fortifikasi Bath Salt. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Airlangga.
Indra, Husni H., & Sisilia L. 2016. Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat Etnis Melayu di Desa Sungai Baru dan Desa Sempadian Kabupaten Sambas. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. 78124.
Ismarani, D., Pratiwi, L., Kusharyanti. 2014. Formulasi Gel Pacar Air (Impatiens balsamina Linn.) terhadap Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermis. Vol. 1. No.1. ISSN: 2407-2354.
Jahidin, Galib L.M., Muzuni, Damhuri. 2014. Ethnic Study of Traditional Medicinal Plants of Buton. Jurnal Sainsmat. Vol. 03 (1) 90-108. ISSN 2086-6755.
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Juniarti, Aryenti, Yuhernita, Poerwaningsih, E.H., Jusuf, A.A., Freisleben, H.J., Sadikin, M. 2012. Effects of Methanolic Jatropha multifida L. Extract in Wound Healing Assessed by the Total Number of PMN Leukocytes and Fibroblasts. Makara Journal of Science. 16(3): 178-182.
Kalangi, Sonny John Ruddy. 2004. Peran Integrin pada Angiogenesis Penyembuhan Luka. Vol.83. Nomor 3. Manado : CDK 184.
Kandowangko. 2011. Laporan Penelitian Pengembangan Program Studi Dana PNBP Tahun Anggaran 2011. Universitas Negeri Gorontalo.
Kibbe, H, Arthur. 2000. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Third Edition. American Pharmaceutical Association. Washington D.C.
Kim YS, 2011. Flavonoids : a review of probable mechanisms of actions and potential applications. The American Journal of Clinical Nutrition Vol. 74 No. 4; 418-425.
Kojier, et al. 1995. Fundammentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice. California: Addison-Weasley.
Krinke, G. J. 2000. The Laboratory Rat. San Siego. CA : Academic Press. Hal: 150-152.
Kumar, T. Collins & Cotran R. S, V. 2007. Pathology Basic of Disease. 6 th ed. W. B Saunders Co. Philadelphia.
Kurniawan, Dhadhang W. 2012. Teknologi Sediaaan Farmasi. Laboratorium Farmasetika UNSOED. Purwokerto.
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. p. 38 - 45.
Lachman, 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi ketiga. Jakarta : UI Press.
Layukan, F., Tambaru, E., Ruslan, M. U. 2016. Keragaman Jenis Tumbuhan Berkhasiat Obat Tradisional di Masyarakat Desa Talion dan Desa Sarapeang Kecamatan Rembon Kabupaten Tana Toraja. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Leyden, J.J. and Rawlings, A.V. 2001. Skin Moisturization. 1st Edition. Marcel Dekker Inc., New York, pp.559.
Lieberman, H.A., Lachman, L., dan Kanig, J.L. 1996. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.
Listyanti AR. 2006. Pengaruh Pemberian Getah Batang Pohon Pisang Ambon (Musa parasidiaca var. Sapientum) dalam Proses Persembuhan Luka pada Mencit (Mus musculus albinus). Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Majid A. & Muhammad, M. 2013. Perawatan pasien luka bakar. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Martin P. 1997. Wound Healing-Aiming for Perfect Skin Regeneration. Science J; 276: 75- 81.
Mayasari, 2003. Sambiloto sebagai Bahan Antibakterial. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Mellor, J.D. 1978. Fundamentals of Freeze-Drying. London: Academic Press. Miryam Ch., Muntiaha, Pauliana V. Y yamlean, & Widya A. L. 2014. Uji
Efektivitas Sediaan Krim Getah Jarak Cina (Jatropha multifida L.) untuk
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengobatan Luka Sayat yang Terinfeksi Bakteri Staphylococcus aureus pada Kelinci (Orytolagus cuniculus). Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado. ISSN : 2302-2493.
Moenadjat, Y. 2003. Luka Bakar: Pengetahuan Klinis Praktis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Morison, Moya J. 2004. Manajemen Luka. Jakarta: EGC. Muchtadi, T. R., Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen
Pendidikan. Narayana, K. R., Reddy, M. R, and Chaluvadi, M. R. 2001. Bioflavonoids
Classification Pharmacological, Biochemical Effects and Therapeutic Potential. Indian Journal Pharmacology. 33: 2-16.
Nelson, Behrman, Kliegman & Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Diterjemahkan oleh Samik. Jakarta : EGC.
Nursiah, 2011. Formulasi Gel Sari Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Fakultas Farmasi. Universitas Hasanuddin dan universitas Muslim Indonesia. Makassar.
Okarisman. 2012. Pengaruh Gel Kombinasi Ekstrak Jatropha multifida dan Daun Carica papaya terhadap Penyembuhan Luka Bakar Kimia pada Rattus norvegicus. Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UMY.
Olowokudejo JD, Kadiri AB, Travih V. A. 2008. Ethnobotanical Leaflets. Vol. 12, 851–865.
Osiniyi, O & Onajobi, F. 2003. Coagulant and Anticoagulant Activity in Jathropa curcas Latex. Journal of Ethnopharmacology. 89(1): 101-105.
Oyi, A.R., Onaolapo J.A., Haruna A.K dan Morah C.O. 2007. Antimicrobial Screening and Stability Studies of The Crude Extract of Jathropa curcas Linn. Latex (Euphorbiaceae). Nigerian Journal of Pharmaceutical Science. 6(2): 14-20.
Paglinawan R, Colic M, Simon M. A. 2008. Comparative Study of the Influence of Different Pressure Levels Combined with Various Wound Dressings on Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) Driven Wound Healing. Presented at the European Tissue Repair Society. Republic of Malta.
Permadi, A. 2008. Membuat Kebun Tanaman Obat. Pustaka Bunda. Jakarta. Prasetyo, 2008. Aktivitas dan Uji Stabilitas Sediaan Gel Ekstrak Batang Pisang
Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dalam Proses Penyembuhan Luka Bakar Pada Mencit (Mus musculus albinus). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Prasetyo. B. F., Wientarsih. I., , Priosoeryanto. B. P. 2010. Aktivitas Sediaan Gel Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon dalam Proses Penyembuhan Luka pada Mencit. Jurnal. 11 (2) : 70-73.
Price, S. A. dan Wilson, M. L. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Edisi ke-6. Terjemahan dari Phathophysiology : Clinical Conceps of Disease Processes, oleh Brahm U. Pendit, Huriawati Hartanto, Pita Wulansari dan Dewi Asih Mahanani, EGC, Jakarta.
Prihanti, A. M. H. 2008. Pengaruh Pemberian Perasan Daun Dewa (Gynura segetum(lour)Merr) terhadap Bleeding Time dan Clotting Time pada Tikus Wistar Jantan. Skripsi. Universitas Jember. Jember.
Pringgoutomo, S., Sutisna, H, dan Achmad, T. 2002. Patologi I (Umum). Edisi ke-1. Sagung Seto. Jakarta.
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Putri, Almahitta Cintami. 2013. Pengaruh Ekstral Aqueous Kulit Delima (Punica granatum) Peroral Terhadap Makrofag, Fibroblas dan Kolagen Pada Penyembuhan Luka Bakar Tikus Putih. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Rahman, Abdul. 2013. Formulasi Sediaan Gel yang Mengandung Serbuk Getah Tanaman jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) Serta Pengujian Aktivitasnya Terhadap Luka Pada Mencit Galur Swiss Webster. Skripsi. Jurusan Farmasi FMIPA universitas Islam Bandung.
Rowe, R. C., P. J. Sheskey, and S. C. Owen (Eds.). 2003. Handbook of Pharmaceutical Excipients, 4th ed. London : Pharmaceutical Press.
Rukmono, 1996. Patologi. Kumpulan Kuliah Patologi. Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Sabiston. 1987. Buku Ajar Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Saifudin, A. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Jogjakarta:Graha Ilmu. Santosa. 2007. Karet. (http://id.wikipedia.org/wiki/karet). Diakses tanggal 30
JULI 2016. Sari, R. & Isadiartuti, D. 2006. Studi Efektifitas Sediaan Gel Antiseptik Tangan
Ekstrak Daun Sirih. Majalah Farmasi Indonesia. 17(4): 163-169. Schultz GS, Ladwig G, Wysocki A. 2005. Extracellular matrix: review of its roles
in acute and chronic wounds. World Wide Wounds. Schwartz, S. I. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Laniyati
(Penterjemah). EGC : Jakarta. 137-138. Shafira, 2015. Formulasi Sediaan Spray Gel Serbuk Getah Tanaman Jarak Cina
(Jatropha ultifida Linn.) dengan Variasi Jenis Polimer Pembentuk Film dan Jenis Plasticizer. Program Studi Farmasi Fakultas MIPA Unisba. ISSN : 2460-6472.
Sjamsuhidayat, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi I. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Smith, Mangkoewijoyo.S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Edisi I . Jakarta : UI Press. Hal: 37-39.
Steve Christman. 2003. Floridata Plant Encyclopedia : Jatropha multifida. Diakses dalam http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=JAMU. Diakses pada tanggal 13 Februari 2016.
Suarsini, E, dan Witjoro, A, 2006. Kajian Beberapa Metode Ekstraksi Daun Jarak Tintir (Jatropha multifida Linn) terhadap Daya Antimikroba Pada Bakteri Stapphylococus Aureus dari Penderita Folik ulitis. http://lemlit.um.ac.id/wpcontent/uploads/2009/07/ABSTRACK/20071.pdf . Diakses pada tanggal 13 Februari 2016.
Subowo. 2009. Histologi umum. Edisi II. Anggota IKAPI. Bandung : Bumi Aksara.
Sugiyanto. 1995. Petunjuk Farmakologi. Edisi IV. Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sumantri, I. 2007. Definisi Luka. http://www.irmanthea/2007/07 . Diakses pada tanggal 13 Februari 2016.
Suriadi. 2004. Perawatan Luka. Jakarta: Sagung Seto. Susiarti, S. 2006. Pengetahuan dan PemanfaatanTumbuhan Obat di Sabang -
Pulau Weh, Nangroe Aceh Darussalam. Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi – LIPI. Hal. 198-209. ISSN: 1441-318X.
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Syarfati, K., K. Eriani, A. Damhoeri. 2011. The Potential of Jarak Cina (Jatropha multifida Linn.) Secretion in Healing New-Wounded Mice. Jurnal Natural, Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Aceh, Vol. 11, No.1.
Tavares Pereira DDS, Lima-Ribeiro MHM, Pontes-Filho NT, Carneiro-Le˜ao ADA, Santos Correia MTD. 2012. Development of AnimalModel for Studying Deep Second Degree-Thermal Burns. J Biomed Biotechnol : 1-7.
Taylor C, Lilis C, LeMone. P. 1997. Fundamental of Nursing: The Art and Science of Nursing Care. Philadelphia: Lippinott-Raven Publishers.
The Lubrizol Corporation. 2002. Optimizing Performance of Carbopol ETD 2020 and Ultrez 10 Polymers with Partial Neutralization of Polymer Dispersions. Copyright 2012.
Tranggono, I. R., Latifah. 2007. Buku pegangan ilmu pengetahuan kosmetika. Jakarta: Gramedia.
Ulfa. 2015. Efektifitas Penyembuhan Luka Bakar Salep Ekstrak Etanol Daun Senggani (Malastoma malabatrikum L) Pada Tikus (Ratus norvegicus) Jantan Galur Wistar. Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.
V. Alekhya, T. Deepan, S. Ramachandran and M.D. Dhanaraju. 2013. Preliminary Phytochemical Investigation of Jatropha Multifida. Research lab, GIET School of Pharmacy, Rajamundry-533294.A.P, India. ISSN : 1817-3047.
Victor, P., 2007. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi 11. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Wade, A., and Waller, P. J. 2013. Handbook of Pharmaceutical Excipients. The Pharmaceutical Press. London.
Wardani, L.P. 2009. Efek Penyembuhan Luka Bakar Gel Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle) pada Kulit Punggung Kelinci. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi.
World Health Organization. 2000. General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: World Health Organization.
Yuhernita, 2014. Pengaruh Pemberian Gel Dari Ekstrak Metanol Daun Jarak Tintir (Jatropha multifida Linn.) Terhadap Kepadatan Serabut Kolagen dan Jumlah Angiogenesis dalam Proses Penyembuhan Luka. Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV”. Fakultas Kedokteran Universitas YARSI. Jakarta.
Zulfiani, Yuniati, E., & Pitopang R. 2013. Kajian Etnobotani Suku Kaili Tara di Desa Binangga Kecamatan Parigi Tengah Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah. Biocelebes. Vol. 07 (1) 67-74. ISSN: 1978-6417.
91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Prosedur kerja
Proses Pengambilan
Sampel Getah
Evaluasi Gel Uji
Homogenitas
Proses Ekstraksi Freeze
Drying
Evaluasi Gel Uji pH
Evaluasi Organoleptis
Stabilitas Dipercepat
Suhu 280C dan Suhu
Evaluasi Homogenitas
Stabilitas Dipercepat
Suhu 280C
Pembuatan Luka Bakar
Pengolesan Gel Bahan
Uji
Pengamatan Luka
Bakar
Eksisi Jaringan Kulit
Pengamatan Preparat
Histopatologi
Pembuatan Preparat
Histopatologi
Penetapan Kadar Air
Evaluasi Homogenitas
Stabilitas Dipercepat
Suhu 400C
Evaluasi pH Stabilitas
Dipercepat Suhu 400C
Penetapan Kadar Abu
Evaluasi Gel Uji
Organoleptik
Evaluasi pH Stabilitas
Dipercepat Suhu 280C
92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Determinasi Tanaman Jatropha multifida Linn.
93
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Sertifikat Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley
94
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Ethical Clearance Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI
95
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Perhitungan Rendemen
Berat getah yang diperoleh = 50,19 gram
Berat simplisia yang dikeringkan = 13,31 gram
% Rendemen = �����������������������������
����������������������� × 100%
% Rendemen = ��,��
��,�� × 100%
= 26,52%
96
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Getah Jarak Cina
Hasil Skrining
Fitokimia
Metode Hasil Keterangan
Identifikasi Alkaloid
Sebanyak 1 ml ekstrak +
5 tetes amoniak pekat
ditambahkan 2 ml asam sulfat 2N 1 tetes pereaksi Mayer endapan
Tidak ada
endapan
-
Sebanyak 1 ml ekstrak
+ 5 tetes amoniak pekat
ditambahkan 2 ml asam sulfat 2N 1 tetes pereaksi
Bouchardat endapan
Tidak ada
endapan
-
Identifikasi Tanin
Sebanyak 1 ml ekstrak +
5 tetes NaCl 10%
ditambah dengan gelatin
1% + NaCl 10%
endapan
Endapan +
Identifikasi Flavonoid
Sebanyak 1 ml ekstrak +
5 tetes etanol
ditambah pita Mg + 5
tetes HCl pekat
warna kuning, orange,
dan merah
Warna
kuning
+
97
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Identifikasi Saponin
Sebanyak 1 ml ekstrak +
2 ml aquadest busa
yang stabil selama 30
detik
Terbentuk
busa yang
stabil selama
30 detik
+
Identifikasi Iodine
Sebanyak 1 ml ekstrak +
KI berwarna merah
bata
Warna merah
bata
+
98
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Pemeriksaan Parameter Non Spesifik
Pemeriksaan Parameter Ekstrak
1. Pemeriksaan Kadar Air
Bobot wadah kosong (Wo) = 40,35 gram
Bobot ekstrak + wadah sebelum pemanasan (W1) = 41,38 gram
Bobot ekstrak + wadah setelah pemanasan (W2) = 41,28 gram
% Kadar air = �����
����� × 100%
% Kadar air = ��,�����,��
��,�����,�� × 100%
% Kadar air = �,��
�,�� × 100%
% Kadar air = 9,45%
2. Pemeriksaan Kadar Abu
Berat krus kosong (Wo) = 37,10 gram
Bobot krus kosong + berat sebelum dikeringkan (W1) = 38,10 gram
Bobot krus kosong + berat sebelum dikeringkan (W2) = 37,13 gram
% Kadar Abu = �����
�����× 100%
% Kadar Abu = ��,�����,��
��,�����,��× 100%
% Kadar Abu = �,��
�,�� × 100%
% Kadar Abu = 3,24%
99
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Tahapan Pengukuran Luas Luka Bakar
a) Buka software ImageJ, klik ‘’File”
dan klik “Open” pada Menu Bar.
b) Pilih foto yang akan digunakan
untuk melihat luas luka bakar
c) Klik Tool Bar “Straight” dan buat
garis lurus sepanjang 1 cm pada
gambar penggaris.
d) Klik Menu “Analyze” lalu pilih
“Set Scale”.
e) Ukuran panjang penggaris diubah
pada kolom “Known Distance”
menjadi 1, lalu diubah satuan dalam
kolom “Unit of Length” menjadi cm,
kemudian klik “OK”.
f) Klik Tool Bar “Freehand
Selections” dan buat pola sesuai
bentuk pola sesuai bentuk luka bakar.
g) Klik Menu “Analyze”, kemudian
klik “Measure”.
h) Didapat hasil pengukuran luas
luka bakar pada kolom “Area”.
100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Data Persentase Penyembuhan Luka Bakar
Kelompok Tikus
Luas Luka
Hari-0 (cm2)
Luas Luka
Hari-1 (cm2)
Rerata Luas Luka
Hari-1 (cm2) ± SD
Luas Luka
Hari-21 (cm2)
Rerata Luas Luka
Hari-21 (cm2) ± SD
Penurunan Luas Luka
(cm2)
Rerata Penurunan Luas Luka (cm2) ± SD
Persentase Penyembuhan
(%)
Rerata Persentase
Penyembuhan (%) ± SD
Kelompok Kontrol Negatif
8,68 8,65
8,46 ± 0,15
0,39
0,30 ± 0,10
8,26
8,15 ± 0,19
95,49
96,39 ± 1,24 8,44 8,43 0,20 8,23 97,62 8,28 8,27 0,40 7,87 95,16 8,50 8,49 0,23 8,26 97,29
Kelompok Kontrol Positif
8,27 8,26
8,35 ± 0,25
0,33
0,26 ± 0,13
7,93
8,09 ± 0,19
96,00
96,82 ± 1,56 8,08 8,06 0,14 7,92 98,26 8,49 8,47 0,17 8,30 97,99 8,65 8,64 0,43 8,21 95,02
Uji Konsentrasi Rendah 1%
7,60 7,59
7,72 ± 0,11
0,12
0,12 ± 0,05
7,47
7,60 ± 0,10
98,41
98,37 ± 0,75 7,80 7,77 0,19 7,58 97,55 7,86 7,85 0,14 7,71 98,21 7,70 7,69 0,05 7,64 99,37
Uji Konsentrasi Sedang 3%
8,11 8,05
7,96 ± 0,06
0,00
0.00 ± 0.00
8,05
7,95 ± 0,07
100,00
100,00 ± 0,00 8,03 7,95 0,00 7,95 100,00 7,89 7,88 0,00 7,88 100,00 7,96 7,95 0,00 7,95 100,00
Uji Konsentrasi Tinggi 5%
8,01 8,00
8,03 ± 0,02
0,00
0.00 ± 0.00
8,00
8,03 ± 0,02
100,00
100,00 ± 0,00 8,07 8,05 0,00 8,05 100,00 8,06 8,05 0,00 8,05 100,00 8,03 8,02 0,00 8,02 100,00
101
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar
a. Uji Normalitas
Tujuan : untuk distribusi normal data persentase penyembuhan luka bakar
Hipotesis :
Ho = Data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi normal
Ha = Data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
persentase_penyembuhan_luka
N 20
Normal Parametersa Mean 98.3185
Std. Deviation 1.78038
Most Extreme Differences Absolute .228
Positive .172
Negative -.228
Kolmogorov-Smirnov Z 1.018
Asymp. Sig. (2-tailed) .252
Keputusan : Data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi normal.
102
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Uji Homogenitas
Tujuan : untuk melihat data persentase penyembuhan luka bakar homogen atau tidak
Hipotesis :
Ho = Data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi homogen
Ha = Data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi homogen
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
persentase_penyembuhan_luka
Levene Statistic df1 df2 Sig.
16.595 4 15 .000
Keputusan : Data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji tidak terdistribusi homogen.
c. Uji Kruskal-Wallis
Tujuan : untuk menentukan apakah terdapat perbedaan bermakna antara persentase penyembuhan luka pada semua
kelompok tikus.
Hipotesis :
Ho = Data persentase penyembuhan luka bakar tidak berbeda secara bermakna
Ha = Data persentase penyembuhan luka bakar berbeda secara bermakna
103
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
Ranks
kelompok_tikus N Mean Rank
persentase_penyembuhan_luka Kelompok kontrol negatif 4 4.25
Kelompok kontrol positif 4 5.75
Uji konsentrasi rendah 4 9.50
Uji konsentrasi sedang 4 16.50
Uji konsentrasi tinggi 4 16.50
Total 20
Test Statistics
a,b
persentase_penyembuhan_luka
Chi-Square 16.423
Df 4
Asymp. Sig. .003
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: kelompok_tikus
Keputusan : Semua kelompok tikus terdapat perbedaan yang bermakna terhadap persentase penyembuhan luka.
104
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Uji Mann-Whitney
Tujuan : untuk melihat kebermaknaan perbedaan antar tiap kelompok perlakuan terhadap persentase penyembuhan luka.
Hipotesis :
Ho = Data persentase penyembuhan luka bakar tidak berbeda secara bermakna
Ha = Data persentase penyembuhan luka bakar berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
a. Persentase penyembuhan luka antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif
Ranks
kelompok_tikus N Mean Rank Sum of Ranks
persentase_penyembuhan_luka Kelompok kontrol negatif 4 4.00 16.00
Kelompok kontrol positif 4 5.00 20.00
Total 8
Test Statistics
b
persentase_penyembuhan_luka
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 16.000
Z -.577
Asymp. Sig. (2-tailed) .564
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .686a
Kesimpulan : Tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok kontrol positif.
105
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Persentase penyembuhan luka antara kelompok kontrol negatif dengan uji konsentrasi rendah
Ranks
kelompok_tikus N Mean Rank Sum of Ranks
persentase_penyembuhan_luka Kelompok kontrol negatif 4 2.75 11.00
Uji konsentrasi rendah 4 6.25 25.00
Total 8
Test Statistics
b
persentase_penyembuhan_luka
Mann-Whitney U 1.000
Wilcoxon W 11.000
Z -2.021
Asymp. Sig. (2-tailed) .043
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .057a
Kesimpulan : Ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan uji konsentrasi rendah.
c. Persentase penyembuhan luka antara kelompok kontrol negatif dengan uji konsentrasi sedang
Ranks
kelompok_tikus N Mean Rank Sum of Ranks
persentase_penyembuhan_luka Kelompok kontrol negatif 4 2.50 10.00
Ui konsentrasi sedang 4 6.50 26.00
Total 8
106
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test Statistics
b
persentase_penyembuhan_luka
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
Keputusan : Ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan uji konsentrasi sedang.
d. Persentase penyembuhan luka antara kelompok kontrol negatif dengan uji konsentrasi tinggi
Ranks
kelompok_tikus N Mean Rank Sum of Ranks
persentase_penyembuhan_luka Kelompok kontrol negatif 4 2.50 10.00
Uji konsentrasi tinggi 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statistics
b
persentase_penyembuhan_luka
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
Kesimpulan : Ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan uji konsentrasi tinggi.
107
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Persentase penyembuhan luka antara kelompok kontrol positif dengan uji konsentrasi rendah
Ranks
kelompok_tikus N Mean Rank Sum of Ranks
persentase_penyembuhan_luka Kelompok kontrol positif 4 3.25 13.00
Uji konsentrasi rendah 4 5.75 23.00
Total 8
Test Statistics
b
persentase_penyembuhan_luka
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 13.000
Z -1.443
Asymp. Sig. (2-tailed) .149
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200a
Kesimpulan : Tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol positif dengan uji konsentrasi rendah.
f. Persentase penyembuhan luka antara kelompok kontrol positif dengan uji konsentrasi sedang
Ranks
kelompok_tikus N Mean Rank Sum of Ranks
persentase_penyembuhan_luka Kelompok kontrol positif 4 2.50 10.00
Uji konsentrasi sedang 4 6.50 26.00
Total 8
108
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test Statisticsb
persentase_penyembuhan_luka
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
Kesimpulan : Ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol positif dengan uji konsentrasi sedang.
g. Persentase penyembuhan luka antara kelompok kontrol positif dengan uji konsentrasi tinggi
Ranks
kelompok_tikus N Mean Rank Sum of Ranks
persentase_penyembuhan_luka Kelompok kontrol positif 4 2.50 10.00
Uji konsentras tinggi 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statistics
b
persentase_penyembuhan_luka
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
Keputusan : Ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol positif dengan uji konsentrasi tinggi.
109
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
h. Persentase penyembuhan luka antara uji konsentrasi rendah dengan uji konsentrasi sedang
Ranks
kelompok_tikus N Mean Rank Sum of Ranks
persentase_penyembuhan_luka Uji konsentrasi rendah 4 2.50 10.00
Uji konsentrasi sedang 4 6.50 26.00
Total 8
Test Statistics
b
persentase_penyembuhan_luka
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
Keputusan : Ada perbedaan bermakna antara uji konsentrasi rendah dengan uji konsentrasi sedang.
i. Persentase penyembuhan luka antara uji konsentrasi rendah dengan uji konsentrasi tinggi
Ranks
kelompok_tikus N Mean Rank Sum of Ranks
persentase_penyembuhan_luka Uji konsentrasi rendah 4 2.50 10.00
Uji konsentrasi tinggi 4 6.50 26.00
Total 8
110
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test Statisticsb
persentase_penyembuhan_luka
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 10.000
Z -2.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .014
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .029a
Kesimpulan : Ada perbedaan bermakna antara uji knsentrasi rendah dengan uji konsentrasi tinggi.
j. Persentase penyembuhan luka antara uji konsentrasi sedang dengan uji konsentrasi tinggi
Ranks
kelompok_tikus N Mean Rank Sum of Ranks
persentase_penyembuhan_luka Uji konsentrasi sedang 4 4.50 18.00
Uji konsentrasi tinggi 4 4.50 18.00
Total 8
Test Statistics
b
persentase_penyembuhan_luka
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 18.000
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a
Kesimpulan : Tidak ada perbedaan bermakna antara uji konsentrasi sedang dengan uji konsentrasi tinggi.
111
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Analisis Statistik One way ANOVA Berat Badan Tikus
a. Uji Normalitas
Tujuan : untuk distribusi normal data berat badan tikus
Hipotesis :
Ho = Data berat badan tikus terdistribusi normal
Ha = Data berat badan tikus tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
b. Uji Homogenitas
Tujuan : untuk melihat data berat badan tikus homogen atau tidak
Hipotesis :
Ho = Data berat badan tikus terdistribusi homogen
Ha = Data berat badan tikus tidak terdistribusi homogen
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
c. One way ANOVA
Tujuan : untuk menentukan apakah terdapat perbedaan bermakna antara berat badan tikus pada semua kelompok tikus.
112
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hipotesis :
Ho = Data berat badan tikus tidak berbeda secara bermakna
Ha = Data berat badan tikus berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
a. 27 Mei 2016
Tanggal Perlakuan Kelompok Tikus Berat Badan Tikus Rerata Berat Badan Tikus±SD 27 Mei 2016
Kontrol Negatif
117
118,25±1,50 120 119 117
Kontrol Positif
117
118,75±1,71 118 121 119
Uji Konsentrasi Rendah (1%)
119
119,00±0,82 120 118 119
Uji Konsentrasi Sedang (3%)
118
119,50±1,29 121 120 119
Uji Konsentrasi Tinggi (5%)
120
120,00±0,82 119 121 120
113
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
berat_badan_tikus
N 20
Normal Parametersa Mean 119.1000
Std. Deviation 1.29371
Most Extreme Differences Absolute .169
Positive .131
Negative -.169
Kolmogorov-Smirnov Z .757
Asymp. Sig. (2-tailed) .616
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
Test of Homogeneity of Variances
berat_badan_tikus
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.438 4 15 .270
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
berat_badan_tikus
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 7.300 4 1.825 1.117 .385
Within Groups 24.500 15 1.633 Total 31.800 19
Keterangan : Berat badan tikus semua kelompok tikus tidak berbeda bermakna.
114
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. 31 Mei 2016 Tanggal Perlakuan Kelompok Tikus Berat Badan Tikus Rerata Berat Badan Tikus±SD
31 Mei 2016
Kontrol Negatif
122
123,00±0,82 123 123 124
Kontrol Positif
123
124,00±0,82 125 124 124
Uji Konsentrasi Rendah (1%)
124
124,25±0,96 125 125 123
Uji Konsentrasi Sedang (3%)
126
124,50±1,29 125 124 123
Uji Konsentrasi Tinggi (5%)
124
125,50±1,29 125 127 126
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
berat_badan_tikus
N 20
Normal Parametersa Mean 124.2500
Std. Deviation 1.25132
Most Extreme Differences Absolute .179
Positive .179
Negative -.126
Kolmogorov-Smirnov Z .801
Asymp. Sig. (2-tailed) .542
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
115
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
berat_badan_tikus Levene Statistic df1 df2 Sig.
.833 4 15 .525
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal. ANOVA
berat_badan_tikus
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 13.000 4 3.250 2.910 .058
Within Groups 16.750 15 1.117 Total 29.750 19 Keterangan : Berat badan tikus semua kelompok tikus tidak berbeda bermakna.
c. 03 Juni 2016 Tanggal Perlakuan Kelompok Tikus Berat Badan Tikus Rerata Berat Badan Tikus±SD
03 Juni 2016
Kontrol Negatif
129
129,00±0,82 128 130 129
Kontrol Positif
129
129,75±1,50 131 131 128
Uji Konsentrasi Rendah (1%)
130
130,25±0,50 131 130 130
Uji Konsentrasi Sedang (3%)
132
130,50±1,29 131 130 129
Uji Konsentrasi Tinggi (5%)
130
131,00±0,82 131 131 132
116
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
berat_badan_tikus
N 20
Normal Parametersa Mean 130.1000
Std. Deviation 1.16529
Most Extreme Differences Absolute .180
Positive .134
Negative -.180
Kolmogorov-Smirnov Z .805
Asymp. Sig. (2-tailed) .536
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
Test of Homogeneity of Variances
berat_badan_tikus
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.339 4 15 .102
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
berat_badan_tikus
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 9.300 4 2.325 2.114 .130
Within Groups 16.500 15 1.100 Total 25.800 19
Keterangan : Berat badan tikus semua kelompok tikus tidak berbeda bermakna.
117
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. 07 Juni 2016
Tanggal Perlakuan Kelompok Tikus Berat Badan Tikus Rerata Berat Badan Tikus±SD 07 Juni 2016
Kontrol Negatif
134
133,75±0,96 133 133 135
Kontrol Positif
135
134,50±1,00 135 133 135
Uji Konsentrasi Rendah (1%)
135
135,00±0,82 134 136 135
Uji Konsentrasi Sedang (3%)
136
135,00±0,82 134 135 135
Uji Konsentrasi Tinggi (5%)
137
135,75±0,96 136 135 135
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
berat_badan_tikus
N 20
Normal Parametersa Mean 134.8000
Std. Deviation 1.05631
Most Extreme Differences Absolute .275
Positive .225
Negative -.275
Kolmogorov-Smirnov Z 1.230
Asymp. Sig. (2-tailed) .097
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
118
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
berat_badan_tikus
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.300 4 15 .873
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen. ANOVA
berat_badan_tikus
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 8.700 4 2.175 2.610 .078
Within Groups 12.500 15 .833 Total 21.200 19
Keterangan : Berat badan tikus semua kelompok tikus tidak berbeda bermakna. e. 10 Juni 2016
Tanggal Perlakuan Kelompok Tikus Berat Badan Tikus Rerata Berat Badan Tikus±SD 10 Juni 2016
Kontrol Negatif
139
139,00±0,00 139 139 139
Kontrol Positif
140
139,00±0,82 139 138 139
Uji Konsentrasi Rendah (1%)
139
139,50±0,58 140 139 140
Uji Konsentrasi Sedang (3%)
138
140,00±1,63 140 142 140
Uji Konsentrasi Tinggi (5%)
142
140,75±0,96 141 140 140
119
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
berat_badan_tikus
N 20
Normal Parametersa Mean 139.6500
Std. Deviation 1.08942
Most Extreme Differences Absolute .225
Positive .225
Negative -.175
Kolmogorov-Smirnov Z 1.005
Asymp. Sig. (2-tailed) .265
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
Test of Homogeneity of Variances
berat_badan_tikus
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.500 4 15 .252
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
berat_badan_tikus
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 8.800 4 2.200 2.400 .096
Within Groups 13.750 15 .917 Total 22.550 19
Keterangan : Berat badan tikus semua kelompok tikus tidak berbeda bermakna.
120
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
f. 14 Juni 2016
Tanggal Perlakuan Kelompok Tikus Berat Badan Tikus Rerata Berat Badan Tikus±SD 14 Juni 2016
Kontrol Negatif
143
144,25±1,50 146 143 145
Kontrol Positif
145
144,75±0,50 145 145 144
Uji Konsentrasi Rendah (1%)
146
145,00±1,41 145 146 143
Uji Konsentrasi Sedang (3%)
146
146,00±0,82 145 147 146
Uji Konsentrasi Tinggi (5%)
146
146,25±0,96 145 147 147
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
berat_badan_tikus
N 20
Normal Parametersa Mean 145.2500
Std. Deviation 1.25132
Most Extreme Differences Absolute .221
Positive .129
Negative -.221
Kolmogorov-Smirnov Z .988
Asymp. Sig. (2-tailed) .284
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
121
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
berat_badan_tikus
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.836 4 15 .174
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
berat_badan_tikus
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 11.500 4 2.875 2.363 .100
Within Groups 18.250 15 1.217 Total 29.750 19
Keterangan : Berat badan tikus semua kelompok tikus tidak berbeda bermakna.
122
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Analisis Statistik One way ANOVA Skor Parameter Luka
a. Uji Normalitas
Tujuan : untuk distribusi normal data skor parameter luka bakar
Hipotesis :
Ho = Data skor parameter luka bakar terdistribusi normal
Ha = Data skor parameter luka bakar tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
b. Uji Homogenitas
Tujuan : untuk melihat data skor parameter luka bakar homogen atau tidak
Hipotesis :
Ho = Data skor parameter luka bakar terdistribusi homogen
Ha = Data skor parameter luka bakar tidak terdistribusi homogen
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
c. One way ANOVA
Tujuan : untuk menentukan apakah terdapat perbedaan bermakna antara skor parameter luka bakar pada semua kelompok
tikus.
123
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hipotesis :
Ho = Data skor parameter luka bakar tidak berbeda secara bermakna
Ha = Data skor parameter luka bakar secara bermakna
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak
a. Angiogenesis
Lima
Lapang
Pandang
Preparat Hari Ke-7 Preparat Hari Ke-14
KKN KKP UKR UKS UKT KKN KKP UKR UKS UKT
1 0 0 2 2 2 4 3 3 3 4
2 0 1 2 1 2 2 2 3 4 4
3 0 1 1 1 1 3 3 3 3 4
4 1 0 0 1 1 2 4 3 4 3
5 1 1 1 2 1 1 3 4 4 4
Rerata ±
SD
0,40±0,55 0,60±0,55 1,20±0,84 1,40±0,55 1,40±0,55 2,40±1,14 3,00±0,71 3,20±0,45 3,60±0,55 3,80±0,45
124
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil skor angiogenesis pada hari ke-7
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
angiogenesis_hari_7
N 25
Normal Parametersa Mean 1.0000
Std. Deviation .70711
Most Extreme Differences Absolute .260
Positive .260
Negative -.260
Kolmogorov-Smirnov Z 1.300
Asymp. Sig. (2-tailed) .068
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
Test of Homogeneity of Variances
angiogenesis_hari_7
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.542 4 20 .706
Keterangan: Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
angiogenesis_hari_7
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 4.400 4 1.100 2.895 .048
Within Groups 7.600 20 .380 Total 12.000 24
Keterangan : Data jumlah angiogenesis preparat hari ke-7 seluruh kelompok berbeda secara bermakna.
125
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
angiogenesis_hari_7 LSD
(I) kelompok_tikus (J) kelompok_tikus Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol negatif Kontrol positif -.20000 .38987 .614 -1.0133 .6133
Uji konsentrasi rendah -.80000 .38987 .053 -1.6133 .0133
Uji konsentrasi sedang -1.00000* .38987 .018 -1.8133 -.1867
Uji konsentrasi tinggi -1.00000* .38987 .018 -1.8133 -.1867
Kontrol positif Kontrol negatif .20000 .38987 .614 -.6133 1.0133
Uji konsentrasi rendah -.60000 .38987 .139 -1.4133 .2133
Uji konsentrasi sedang -.80000 .38987 .053 -1.6133 .0133
Uji konsentrasi tinggi -.80000 .38987 .053 -1.6133 .0133
Uji konsentrasi rendah Kontrol negatif .80000 .38987 .053 -.0133 1.6133
Kontrol positif .60000 .38987 .139 -.2133 1.4133
Uji konsentrasi sedang -.20000 .38987 .614 -1.0133 .6133
Uji konsentrasi tinggi -.20000 .38987 .614 -1.0133 .6133
Uji konsentrasi sedang Kontrol negatif 1.00000* .38987 .018 .1867 1.8133
Kontrol positif .80000 .38987 .053 -.0133 1.6133
Uji konsentrasi rendah .20000 .38987 .614 -.6133 1.0133
Uji konsentrasi tinggi .00000 .38987 1.000 -.8133 .8133
Uji konsentrasi tinggi Kontrol negatif 1.00000* .38987 .018 .1867 1.8133
Kontrol positif .80000 .38987 .053 -.0133 1.6133
Uji konsentrasi rendah .20000 .38987 .614 -.6133 1.0133
Uji konsentrasi sedang .00000 .38987 1.000 -.8133 .8133
Keterangan : Data jumlah angiogenesis preparat hari ke-7 kelompok uji konsentrasi tinggi dan uji konsentrasi sedang
berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif.
126
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil skor angiogenesis pada hari ke-14
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
angiogenesis_hari_14
N 25
Normal Parametersa Mean 3.2000
Std. Deviation .81650
Most Extreme Differences Absolute .243
Positive .197
Negative -.243
Kolmogorov-Smirnov Z 1.216
Asymp. Sig. (2-tailed) .104
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
Test of Homogeneity of Variances
angiogenesis_hari_14
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.726 4 20 .184
Keterangan: Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
angiogenesis_hari_14
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6.000 4 1.500 3.000 .043
Within Groups 10.000 20 .500 Total 16.000 24
Keterangan : Data skor angiogenesis preparat hari ke-14 seluruh kelompok tikus berbeda secara bermakna.
127
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
angiogenesis_hari_14 LSD
(I) kelompok_tikus (J) kelompok_tikus Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol negatif Kontrol positif -.60000 .44721 .195 -1.5329 .3329
Uji konsentrasi rendah -.80000 .44721 .089 -1.7329 .1329
Uji konsentrasi sedang -1.20000* .44721 .014 -2.1329 -.2671
Uji konsentrasi tinggi -1.40000* .44721 .005 -2.3329 -.4671
Kontrol positif Kontrol negatif .60000 .44721 .195 -.3329 1.5329
Uji konsentrasi rendah -.20000 .44721 .660 -1.1329 .7329
Uji konsentrasi sedang -.60000 .44721 .195 -1.5329 .3329
Uji konsentrasi tinggi -.80000 .44721 .089 -1.7329 .1329
Uji konsentrasi rendah Kontrol negatif .80000 .44721 .089 -.1329 1.7329
Kontrol positif .20000 .44721 .660 -.7329 1.1329
Uji konsentrasi sedang -.40000 .44721 .382 -1.3329 .5329
Uji konsentrasi tinggi -.60000 .44721 .195 -1.5329 .3329
Uji konsentrasi sedang Kontrol negatif 1.20000* .44721 .014 .2671 2.1329
Kontrol positif .60000 .44721 .195 -.3329 1.5329
Uji konsentrasi rendah .40000 .44721 .382 -.5329 1.3329
Uji konsentrasi tinggi -.20000 .44721 .660 -1.1329 .7329
Uji konsentrasi tinggi Kontrol negatif 1.40000* .44721 .005 .4671 2.3329
Kontrol positif .80000 .44721 .089 -.1329 1.7329
Uji konsentrasi rendah .60000 .44721 .195 -.3329 1.5329
Uji konsentrasi sedang .20000 .44721 .660 -.7329 1.1329
Keterangan : Data skor angiogenesis preparat hari ke-14 pada uji konsentrasi sedang dan uji konsentrasi tinggi berbeda
secara bermakna dengan kontrol negatif.
128
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Sel radang
Hasil skor sel radang pada hari ke-7
Lima
Lapang
Pandang
Preparat Hari Ke-7 Preparat Hari Ke-14
KKN KKP UKR UKS UKT KKN KKP UKR UKS UKT
1 0 1 1 2 1 2 2 2 3 4
2 0 0 0 1 2 2 1 3 4 3
3 0 0 1 1 2 1 3 3 2 2
4 0 1 1 1 1 1 2 2 2 3
5 1 1 2 1 1 2 2 3 3 3
Rerata ±
SD
0,20±0,45 0,60±0,55 1,00±0,71 1,20±0,45 1,60±0,55 1,60±0,55 2,00±0,71 2,60±0,55 2,80±0,84 3,00±0,71
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
fibroblas_hari_7
N 25
Normal Parametersa Mean .9200
Std. Deviation .70238
Most Extreme Differences Absolute .265
Positive .255
Negative -.265
Kolmogorov-Smirnov Z 1.327
Asymp. Sig. (2-tailed) .059
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
129
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
Sel radang_hari_7
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.342 4 20 .846
Keterangan: Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
Sel radang_hari_7
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5.840 4 1.460 4.867 .007
Within Groups 6.000 20 .300 Total 11.840 24
Keterangan : Data jumlah sel radang preparat hari ke-7 seluruh kelompok tikus berbeda secara bermakna.
Multiple Comparisons
Sel radang_hari_7 LSD
(I) kelompok_tikus (J) kelompok_tikus Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol negatif Kontrol positif -.40000 .34641 .262 -1.1226 .3226
Uji konsentrasi rendah -.80000* .34641 .032 -1.5226 -.0774
Uji konsentrasi sedang -1.00000* .34641 .009 -1.7226 -.2774
Uji konsentrasi tinggi -1.40000* .34641 .001 -2.1226 -.6774
Kontrol positif Kontrol negatif .40000 .34641 .262 -.3226 1.1226
Uji konsentrasi rendah -.40000 .34641 .262 -1.1226 .3226
Uji konsentrasi sedang -.60000 .34641 .099 -1.3226 .1226
Uji konsentrasi tinggi -1.00000* .34641 .009 -1.7226 -.2774
Uji konsentrasi rendah Kontrol negatif .80000* .34641 .032 .0774 1.5226
130
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kontrol positif .40000 .34641 .262 -.3226 1.1226
Uji konsentrasi sedang -.20000 .34641 .570 -.9226 .5226
Uji konsentrasi tinggi -.60000 .34641 .099 -1.3226 .1226
Uji konsentrasi sedang Kontrol negatif 1.00000* .34641 .009 .2774 1.7226
Kontrol positif .60000 .34641 .099 -.1226 1.3226
Uji konsentrasi rendah .20000 .34641 .570 -.5226 .9226
Uji konsentrasi tinggi -.40000 .34641 .262 -1.1226 .3226
Uji konsentrasi tinggi Kontrol negatif 1.40000* .34641 .001 .6774 2.1226
Kontrol positif 1.00000* .34641 .009 .2774 1.7226
Uji konsentrasi rendah .60000 .34641 .099 -.1226 1.3226
Uji konsentrasi sedang .40000 .34641 .262 -.3226 1.1226
Keterangan : Data skor sel radang preparat hari ke-7 pada kelompok uji konsentrasi tinggi berbeda secara bermakna dengan
kontrol positif dan negatif serta ketiga kelompok uji berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif.
Hasil skor sel radang pada hari ke-14
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
sel_radang_hari_14
N 25
Normal Parametersa Mean 2.4000
Std. Deviation .81650
Most Extreme Differences Absolute .248
Positive .248
Negative -.209
Kolmogorov-Smirnov Z 1.239
Asymp. Sig. (2-tailed) .093
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
131
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
sel_radang_hari_14
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.296 4 20 .877
Keterangan: Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
sel_radang_hari_14
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6.800 4 1.700 3.696 .021
Within Groups 9.200 20 .460 Total 16.000 24
Keterangan : Data jumlah sel radang preparat hari ke-14 seluruh kelompok tikus berbeda secara bermakna.
Multiple Comparisons
sel_radang_hari_14 LSD
(I) kelompok_tikus (J) kelompok_tikus Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol negatif Kontrol positif -.40000 .42895 .362 -1.2948 .4948
Uji konsentrasi rendah -1.00000* .42895 .030 -1.8948 -.1052
Uji konsentrasi sedang -1.20000* .42895 .011 -2.0948 -.3052
Uji konsentrasi tinggi -1.40000* .42895 .004 -2.2948 -.5052
Kontrol positif Kontrol negatif .40000 .42895 .362 -.4948 1.2948
Uji konsentrasi rendah -.60000 .42895 .177 -1.4948 .2948
Uji konsentrasi sedang -.80000 .42895 .077 -1.6948 .0948
Uji konsentrasi tinggi -1.00000* .42895 .030 -1.8948 -.1052
132
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji konsentrasi rendah Kontrol negatif 1.00000* .42895 .030 .1052 1.8948
Kontrol positif .60000 .42895 .177 -.2948 1.4948
Uji konsentrasi sedang -.20000 .42895 .646 -1.0948 .6948
Uji konsentrasi tinggi -.40000 .42895 .362 -1.2948 .4948
Uji konsentrasi sedang Kontrol negatif 1.20000* .42895 .011 .3052 2.0948
Kontrol positif .80000 .42895 .077 -.0948 1.6948
Uji konsentrasi rendah .20000 .42895 .646 -.6948 1.0948
Uji konsentrasi tinggi -.20000 .42895 .646 -1.0948 .6948
Uji konsentrasi tinggi Kontrol negatif 1.40000* .42895 .004 .5052 2.2948
Kontrol positif 1.00000* .42895 .030 .1052 1.8948
Uji konsentrasi rendah .40000 .42895 .362 -.4948 1.2948
Uji konsentrasi sedang .20000 .42895 .646 -.6948 1.0948
Keterangan : Data jumlah sel radang preparat hari ke-14 kelompok uji konsentrasi tinggi berbeda secara bermakna dengan
kontrol positif dan negatif serta ketiga kelompok uji berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif.
c. Fibroblas
Lima
Lapang
Pandang
Preparat Hari Ke-7 Preparat Hari Ke-14
KKN KKP UKR UKS UKT KKN KKP UKR UKS UKT
1 0 0 0 2 2 2 3 3 3 3
2 0 1 1 1 2 2 2 2 3 3
3 0 1 1 1 1 1 1 1 2 3
4 1 1 2 1 0 1 1 2 2 2
5 1 0 1 1 2 2 2 3 3 3
Rerata ±
SD
0,40±0,55 0,60±0,55 1,00±0,71 1,20±0,45 1,40±0,89 1,60±0,55 1,80±0,84 2,20±0,84 2,60±0,55 2,80±0,20
133
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil skor fibroblas pada hari ke-7
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
fibroblas_hari_7
N 25
Normal Parametersa Mean .9200
Std. Deviation .70238
Most Extreme Differences Absolute .265
Positive .255
Negative -.265
Kolmogorov-Smirnov Z 1.327
Asymp. Sig. (2-tailed) .059
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
Test of Homogeneity of Variances
fibroblas_hari_7
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.022 4 20 .420
Keterangan: Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
fibroblas_hari_7
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 3.440 4 .860 2.048 .126
Within Groups 8.400 20 .420 Total 11.840 24
Keterangan : Data jumlah fibroblas preparat hari ke-7 seluruh kelompok tikus tidak berbeda secara bermakna.
134
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
fibroblas_hari_7 LSD
(I) kelompok_tikus (J) kelompok_tikus Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol negatif kontrol positif -.20000 .40988 .631 -1.0550 .6550
Uji konsentrasi rendah -.60000 .40988 .159 -1.4550 .2550
Uji konsentrasi sedang -.80000 .40988 .065 -1.6550 .0550
Uji konsentrasi tinggi -1.00000* .40988 .024 -1.8550 -.1450
kontrol positif Kontrol negatif .20000 .40988 .631 -.6550 1.0550
Uji konsentrasi rendah -.40000 .40988 .341 -1.2550 .4550
Uji konsentrasi sedang -.60000 .40988 .159 -1.4550 .2550
Uji konsentrasi tinggi -.80000 .40988 .065 -1.6550 .0550
Uji konsentrasi rendah Kontrol negatif .60000 .40988 .159 -.2550 1.4550
kontrol positif .40000 .40988 .341 -.4550 1.2550
Uji konsentrasi sedang -.20000 .40988 .631 -1.0550 .6550
Uji konsentrasi tinggi -.40000 .40988 .341 -1.2550 .4550
Uji konsentrasi sedang Kontrol negatif .80000 .40988 .065 -.0550 1.6550
kontrol positif .60000 .40988 .159 -.2550 1.4550
Uji konsentrasi rendah .20000 .40988 .631 -.6550 1.0550
Uji konsentrasi tinggi -.20000 .40988 .631 -1.0550 .6550
Uji konsentrasi tinggi Kontrol negatif 1.00000* .40988 .024 .1450 1.8550
kontrol positif .80000 .40988 .065 -.0550 1.6550
Uji konsentrasi rendah .40000 .40988 .341 -.4550 1.2550
Uji konsentrasi sedang .20000 .40988 .631 -.6550 1.0550
Keterangan : Data jumlah fibroblas preparat hari ke-14 kelompok uji konsentrasi tinggi berbeda secara bermakna dengan
kontrol negatif.
135
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil skor fibroblas pada hari ke-14
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
fibroblas_hari_14
N 25
Normal Parametersa Mean 2.2000
Std. Deviation .76376
Most Extreme Differences Absolute .253
Positive .203
Negative -.253
Kolmogorov-Smirnov Z 1.263
Asymp. Sig. (2-tailed) .082
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
Test of Homogeneity of Variances
fibroblas_hari_14
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.949 4 20 .456
Keterangan: Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
fibroblas_hari_14
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5.200 4 1.300 2.955 .045
Within Groups 8.800 20 .440 Total 14.000 24
Keterangan : Data jumlah fibroblas preparat hari ke-14 seluruh kelompok tikus berbeda secara bermakna.
Multiple Comparisons
136
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
fibroblas_hari_14 LSD
(I) kelompok_tikus (J) kelompok_tikus Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Kontrol negatif Kontrol positif -.20000 .41952 .639 -1.0751 .6751
Uji konsentrasi rendah -.60000 .41952 .168 -1.4751 .2751
Uji konsentrasi sedang -1.00000* .41952 .027 -1.8751 -.1249
Uji konsentrasi tinggi -1.20000* .41952 .010 -2.0751 -.3249
Kontrol positif Kontrol negatif .20000 .41952 .639 -.6751 1.0751
Uji konsentrasi rendah -.40000 .41952 .352 -1.2751 .4751
Uji konsentrasi sedang -.80000 .41952 .071 -1.6751 .0751
Uji konsentrasi tinggi -1.00000* .41952 .027 -1.8751 -.1249
Uji konsentrasi rendah Kontrol negatif .60000 .41952 .168 -.2751 1.4751
Kontrol positif .40000 .41952 .352 -.4751 1.2751
Uji konsentrasi sedang -.40000 .41952 .352 -1.2751 .4751
Uji konsentrasi tinggi -.60000 .41952 .168 -1.4751 .2751
Uji konsentrasi sedang Kontrol negatif 1.00000* .41952 .027 .1249 1.8751
Kontrol positif .80000 .41952 .071 -.0751 1.6751
Uji konsentrasi rendah .40000 .41952 .352 -.4751 1.2751
Uji konsentrasi tinggi -.20000 .41952 .639 -1.0751 .6751
Uji konsentrasi tinggi Kontrol negatif 1.20000* .41952 .010 .3249 2.0751
Kontrol positif 1.00000* .41952 .027 .1249 1.8751
Uji konsentrasi rendah .60000 .41952 .168 -.2751 1.4751
Uji konsentrasi sedang .20000 .41952 .639 -.6751 1.0751
Keterangan : Data jumlah fibroblas preparat hari ke-14 kelompok uji konsentrasi tinggi berbeda secara bermakna dengan
kontrol negatif dan positif.
137
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Re-epitelisasi
Lima
Lapang
Pandang
Preparat Hari Ke-7 Preparat Hari Ke-14
KKN KKP UKR UKS UKT KKN KKP UKR UKS UKT
1 1 2 2 2 2 2 2 3 4 4
2 1 1 2 2 3 3 2 4 3 4
3 0 1 0 1 1 2 3 2 3 3
4 1 1 2 2 2 2 3 3 4 3
5 0 2 2 3 3 3 3 3 3 4
Rerata ±
SD
0,60±0,55 1,40±0,55 1,60±0,89 2,00±0,71 2,20±0,84 2,40±0,55 2,60±0,55 3,00±0,71 3,40±0,54 3,60±0,54
Hasil skor re-epitelisasi pada hari ke-7
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
reepitelisasi_hari_7
N 25
Normal Parametersa Mean 1.5600
Std. Deviation .86987
Most Extreme Differences Absolute .254
Positive .186
Negative -.254
Kolmogorov-Smirnov Z 1.268
Asymp. Sig. (2-tailed) .080
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
138
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
reepitelisasi_hari_7
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.360 4 20 .834
Keterangan: Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
reepitelisasi_hari_7
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 7.760 4 1.940 3.731 .020
Within Groups 10.400 20 .520 Total 18.160 24
Keterangan : Data jumlah re-epitelisasi preparat hari ke-7 seluruh kelompok berbeda secara bermakna.
Multiple Comparisons
reepitelisasi_hari_7 LSD
(I) kelompok (J) kelompok Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kontrol negatif kontrol positif -.80000 .45607 .095 -1.7513 .1513
uji konsentrasi rendah -1.00000* .45607 .040 -1.9513 -.0487
uji konsentrasi sedang -1.40000* .45607 .006 -2.3513 -.4487
uji konsentrasi tinggi -1.60000* .45607 .002 -2.5513 -.6487
kontrol positif kontrol negatif .80000 .45607 .095 -.1513 1.7513
uji konsentrasi rendah -.20000 .45607 .666 -1.1513 .7513
uji konsentrasi sedang -.60000 .45607 .203 -1.5513 .3513
uji konsentrasi tinggi -.80000 .45607 .095 -1.7513 .1513
139
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
uji konsentrasi rendah kontrol negatif 1.00000* .45607 .040 .0487 1.9513
kontrol positif .20000 .45607 .666 -.7513 1.1513
uji konsentrasi sedang -.40000 .45607 .391 -1.3513 .5513
uji konsentrasi tinggi -.60000 .45607 .203 -1.5513 .3513
uji konsentrasi sedang kontrol negatif 1.40000* .45607 .006 .4487 2.3513
kontrol positif .60000 .45607 .203 -.3513 1.5513
uji konsentrasi rendah .40000 .45607 .391 -.5513 1.3513
uji konsentrasi tinggi -.20000 .45607 .666 -1.1513 .7513
uji konsentrasi tinggi kontrol negatif 1.60000* .45607 .002 .6487 2.5513
kontrol positif .80000 .45607 .095 -.1513 1.7513
uji konsentrasi rendah .60000 .45607 .203 -.3513 1.5513
uji konsentrasi sedang .20000 .45607 .666 -.7513 1.1513
Keterangan : Data jumlah re-epitelisasi preparat hari ke-7 ketiga kelompok uji berbeda secara bermakna dengan kelompok
kontrol negatif.
Hasil skor re-epitelisasi pada hari ke-14
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
reepitelisasi_hari_14
N 25
Normal Parametersa Mean 3.0000
Std. Deviation .70711
Most Extreme Differences Absolute .260
Positive .260
Negative -.260
Kolmogorov-Smirnov Z 1.300
Asymp. Sig. (2-tailed) .068
Keterangan : Data semua kelompok tikus terdistribusi normal.
140
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Test of Homogeneity of Variances
reepitelisasi_hari_14
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.092 4 20 .984
Keterangan: Data semua kelompok tikus terdistribusi homogen.
ANOVA
reepitelisasi_hari_14
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5.200 4 1.300 3.824 .018
Within Groups 6.800 20 .340 Total 12.000 24
Keterangan : Data jumlah re-epitelisasi preparat hari ke-14 seluruh kelompok tikus berbeda secara bermakna.
Multiple Comparisons
reepitelisasi_hari_14
LSD
(I) kelompok (J) kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
kontrol negatif kontrol positif -.20000 .36878 .594 -.9693 .5693
uji konsentrasi rendah -.60000 .36878 .119 -1.3693 .1693
uji konsentrasi sedang -1.00000* .36878 .013 -1.7693 -.2307
uji konsentrasi tinggi -1.20000* .36878 .004 -1.9693 -.4307
kontrol positif kontrol negatif .20000 .36878 .594 -.5693 .9693
uji konsentrasi rendah -.40000 .36878 .291 -1.1693 .3693
141
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
uji konsentrasi sedang -.80000* .36878 .042 -1.5693 -.0307
uji konsentrasi tinggi -1.00000* .36878 .013 -1.7693 -.2307
uji konsentrasi rendah kontrol negatif .60000 .36878 .119 -.1693 1.3693
kontrol positif .40000 .36878 .291 -.3693 1.1693
uji konsentrasi sedang -.40000 .36878 .291 -1.1693 .3693
uji konsentrasi tinggi -.60000 .36878 .119 -1.3693 .1693
uji konsentrasi sedang kontrol negatif 1.00000* .36878 .013 .2307 1.7693
kontrol positif .80000* .36878 .042 .0307 1.5693
uji konsentrasi rendah .40000 .36878 .291 -.3693 1.1693
uji konsentrasi tinggi -.20000 .36878 .594 -.9693 .5693
uji konsentrasi tinggi kontrol negatif 1.20000* .36878 .004 .4307 1.9693
kontrol positif 1.00000* .36878 .013 .2307 1.7693
uji konsentrasi rendah .60000 .36878 .119 -.1693 1.3693
uji konsentrasi sedang .20000 .36878 .594 -.5693 .9693
Keterangan : Data jumlah re-epitelisasi preparat hari ke-14 kelompok uji konsentrasi tinggi berbeda bermakna dengan
kontrol negatif dan positif.