UJI RESISTENSI GULMA DAUN LEBAR Asystasia gangetica,Borreria alata, DAN Praxelis clematidea ASAL PERKEBUNAN NANAS
LAMPUNG TENGAH TERHADAP HERBISIDA BROMASIL
(Skripsi)
Oleh
NISRI WIJI WAHYUNI
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
Nisri Wiji Wahyuni
ABSTRAK
UJI RESISTENSI GULMA DAUN LEBAR Asystasia gangetica,Borreria alata, DAN Praxelis clematidea ASAL PERKEBUNAN NANAS
LAMPUNG TENGAH TERHADAP HERBISIDA BROMASIL
Oleh
NISRI WIJI WAHYUNI
Gulma Asystasia gangetica, Borreria alata dan Praxelis clematidea merupakan
gulma yang banyak tumbuh di perkebunan nanas Lampung Tengah. Salah satu
pengendalian gulma yang sudah dilakukan sejak berdirinya perkebunan nanas
Lampung Tengah atau ± 30 tahun yaitu menggunakan herbisida bromasil. Namun
penggunaan herbisida dalam waktu yang lama dapat memunculkan adanya gulma
yang resisten. Penelitian dilakukan untuk mengetahui nilai LT50 (Median Lethal
Time), ED50 (Median Effective Dose) dan menguji resistensi gulma A. gangetica,
B. alata dan P. clematidea terpapar herbisida bromasil asal perkebunan nanas
Lampung Tengah. Penelitian dilaksanakan di rumah plastik di Perguruan Tinggi
Al-Madani Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung dan Laboratorium Ilmu
Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian
dimulai pada Januari - April 2018. Penelitian menggunakan Rancangan Petak
Terbagi (RPT) dengan 5 ulangan yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah
Nisri Wiji Wahyuni
asal gulma (A) yang terdiri dari A1 (gulma terpapar herbisida bromasil) dan A2
(gulma tidak terpapar herbisida bromasil). Faktor kedua adalah herbisida
bromasil yang terdiri dari tujuh taraf dosis yaitu 0; 1.600; 3.200; 6.400; 12.800;
25.600; dan 51.200 g/ha. Persen keracunan gulma dianalisis probit untuk
mengetahui kecepatan meracuni. Bobot kering gulma dikonversi ke dalam persen
kerusakan kemudian dianalisis probit untuk mengetahui nilai ED50 yang kemudian
dibandingkan untuk mengetahui nilai Nisbah Resistensi (NR). NR digunakan
untuk mengetahui tingkatan resistensi suatu gulma terhadap herbisida. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa : (1) Gulma yang terpapar bromasil memerlukan
waktu lebih lama untuk teracuni dengan nilai LT50 (Median Lethal Time) atau
kecepatan meracuni pada dosis 6.400 g/ha gulma A. gangetica, B. alata, dan P.
clematidea terpapar bromasil berturut-turut yaitu 11,21; 5,36; 5,26 hari sedangkan
tidak terpapar berturut-turut yaitu 7,72; 4,56; 4,49 hari; (2) Gulma yang terpapar
bromasil membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk dapat dikendalikan
dibandingkan dengan gulma yang tidak terpapar dengan nilai ED50 (Median
Effective Dose) gulma A. gangetica, B. alata, dan P. clematidea terpapar bromasil
berturut-turut yaitu 1235,60; 226,39; 328,10 g/ha sedangkan yang tidak terpapar
yaitu 1197,53; 215,60; 215,60 g/ha; (3) Gulma A. gangetica, B. alata dan P.
clematidea asal perkebunan nanas Lampung Tengah yang terpapar herbisida
bromasil tergolong sensitif atau tidak menunjukkan adanya resistensi dengan nilai
Nisbah Resistensi (NR) masing – masing gulma sebesar 1,03; 1,05 dan 1,52.
Kata kunci : Bromasil, gulma, herbisida, resistensi
UJI RESISTENSI GULMA DAUN LEBAR Asystasia gangetica,Borreria alata, DAN Praxelis clematidea ASAL PERKEBUNAN NANAS
LAMPUNG TENGAH TERHADAP HERBISIDA BROMASIL
Oleh
NISRI WIJI WAHYUNI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan AgroteknologiFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 18 Mei 1996, putri dari
Bapak Tri Margo Yuwono dan Ibu Siti Rukani, memiliki saudara kembar bernama
Nisa Wiji Wati dan satu orang adik bernama Reksa Suhud Tri Atmojo. Penulis
memulai pendidikan dasar di SD Negeri 2 Harapan Jaya, Sukarame, Bandar
Lampung dan lulus pada tahun 2008. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan ke SMP Negeri 29 Bandar Lampung tahun 2008 dan lulus tahun
2011. Pendidikan dilanjutkan di SMA Negeri 12 Bandar Lampung dan selesai
tahun 2014.
Tahun 2014, Penulis diterima sebagai Mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Lampung melalui Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SBMPTN). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Ilmu
dan Teknik Pengendalian Gulma, Herbisida dan Lingkungan, dan Pengelolaan
Gulma Perkebunan (D3 Perkebunan). Pada 2017, Penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Kuripan, Kecamatan Padang Ratu,
Lampung Tengah. Pada tahun yang sama, Penulis juga melaksanakan kegiatan
Praktik Umum (PU) di PT. Sinar Abadi Cemerlang, Cianjur, Jawa Barat.
Kupersembahkan hasil karyaku untuk keduaorang tuaku
Bapak Tri Maryo Yuwono dan Ibu Siti Rukani
Adik-adikku tercinta Nisa Wiji Wati danReksa Suhud Tri Atmojo
Serta Almamater TercintaUniversitas Lampung
“Keberhasilan bukanlah milik orang yang pintar.Keberhasilan adalah kepunyaan mereka yang
senantiasa berusaha.” – B.J. Habibie
“First, think. Second, dream. Third, believe. And finally,dare.” – Walt Disney
“Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan orangmukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu
kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yangmenjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan
memudahkannya di dunia dan akhirat. Allahsenantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu
suka menolong saudaranya.”- HR. Muslim
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Uji Resistensi Gulma Daun Lebar Asystasia gangetica, Borreria alata dan
Praxelis clematidea Asal Perkebunan Nanas Lampung Tengah terhadap Herbisida
Bromasil”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc., selaku pembimbing pertama atas
bimbingan, saran, semangat, motivasi serta kesabaran kepada penulis selama
penelitian hingga penyelesaian skripsi.
4. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah. M.P., selaku pembimbing kedua atas bimbingan,
saran, pengarahan, serta kesabaran kepada penulis selama penyelesaian skripsi.
5. Bapak Ir. Dad Resiworo Jekti Sembodo, M.S., selaku pembahas atas
bimbingan, motivasi serta segala masukan yang membangun dalam penulisan
skripsi ini.
6. Bapak Ir. Kus Hendarto, M.S. selaku pembimbing akademik atas bimbingan
dan arahan selama masa perkuliahan.
7. Seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan
dalam bentuk motivasi, serta dorongan moril dan materil yang diberikan
selama ini.
8. Bapak Basuki, Bang Dani, Tim Pekerja di GGF dan Bapak Dedi yang telah
membantu penulis selama di lapang dan di rumah plastik hingga skripsi ini
terselesaikan.
9. Tim Penelitian Resistensi Mora Shere Manurung, Nawa Nurul Fauziah, Kenny
Titian Mutiara, Novia Dwi Anjani, Larasati Khadijah, dan I Gede Suwarta Jiwa
atas kebersamaan dan kerjasamanya hingga skripsi ini terselesaikan.
10. Sahabat – sahabat penulis Nahdhiyatul Umi Hasanah, Mora Shere Manurung,
Nawa Nurul Fauziah, Melisa, Ristya Irma Wardhani, Nelita Aryani atas
kebahagiaan, keceriaan, dan kebersamaan selama kuliah di Universitas
Lampung.
11. Teman-teman Agroteknologi kelas C dan Agroteknologi 2014 atas
persahabatan, doa, dukungan serta kebersamaan kepada penulis.
Bandar Lampung, September 2018
Penulis,
Nisri Wiji Wahyuni
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................. i
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang ................................................................................. 11.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 41.3 Tujuan Penelitian.............................................................................. 41.4 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 51.5 Hipotesis ........................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Tanaman Nanas ............................................................................... 92.2 Budidaya Nanas di Perkebunan Nanas Lampung Tengah .............. 102.3 Pengendalian Gulma di Perkebunan Nanas Lampung Tengah ....... 122.4 Gulma Asystasia gangetica ............................................................. 132.5 Gulma Borreria alata ...................................................................... 152.6 Gulma Praxelis clematidea ............................................................. 162.7 Herbisida Bromasil.......................................................................... 182.8 Resistensi Gulma Terhadap Herbisida ............................................ 21
2.8.1 Pengertian Resistensi ............................................................. 212.8.2 Mekanisme Resistensi............................................................. 212.8.3 Sejarah Resistensi .................................................................. 23
III. METODOLOGI PENELITIAN3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 253.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 253.3 Pelaksanaan Penelitian ................................................................... 26
3.3.1 Survei Lapang ....................................................................... 263.3.2 Pengambilan Bibit Gulma ..................................................... 263.3.3 Penanaman Bibit Gulma ....................................................... 273.3.4 Pemeliharaan Gulma ............................................................ 283.3.5 Aplikasi Herbisida ................................................................. 28
3.4 Rancangan Percobaan ................................................................... 29
ii
3.5 Variabel Pengamatan ..................................................................... 333.5.1 Persen Keracunan (%) ......................................................... 333.5.2 Bobot Kering Gulma(g)........................................................ 333.5.3 Tingkat Kehijauan Daun ...................................................... 33
3.6 Analisis Data .................................................................................. 343.6.1 Kecepatan Meracuni (LT50) .................................................. 343.6.2 Dosis Efektif (ED50)............................................................... 343.6.3 Nisbah Resistensi................................................................... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Gulma Asystasia gangetica ............................................................ 36
4.1.1 Persen Keracunan dan Respon Gulma A. gangeticaterhadap Bromasil................................................................. 36
4.1.2 Bobot Kering dan Persen Kerusakan GulmaA.gangetica ............................................................................ 39
4.1.3 Tingkat Kehijauan Daun Gulma A. gangetica ...................... 424.1.4 Nilai LT50 Gulma A. gangetica terhadap Bromasil............... 434.1.5 Resistensi Gulma A. gangetica .............................................. 45
4.2 Gulma Borreria alata..................................................................... 464.2.1 Persen Keracunan dan Respon Gulma B. alata terhadap
Bromasil ................................................................................ 464.2.2 Bobot Kering dan Persen Kerusakan Gulma B. alata .......... 494.2.3 Tingkat Kehijauan Daun Gulma B. alata.............................. 514.2.4 Nilai LT50 Gulma B. alata terhadap Bromasil ...................... 524.2.5 Resistensi Gulma B. alata ..................................................... 54
4.3 Gulma Praxelis clematidea ............................................................ 554.3.1 Persen Keracunan dan Respon Gulma P. clematidea terhadap
Bromasil ................................................................................ 554.3.2 Bobot Kering dan Persen Kerusakan Gulma
P.clematidea .......................................................................... 584.3.3 Tingkat Kehijauan Daun Gulma Praxelis clematidea ........... 614.3.4 Nilai LT50 Gulma P. clematidea terhadap Bromasil ............. 624.3.5 Resistensi Gulma P. clematidea ............................................ 64
V. SIMPULAN DAN SARAN5.1 Simpulan ........................................................................................ 665.2 Saran............................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 68
LAMPIRAN............................................................................................... 71
Tabel 7-18 ................................................................................................... 71-79
1
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Nilai LT50 A. gangetica terhadap Bromasil........................................... 44
2. Nilai ED50 dan NR A. gangetica terhadap Bromasil............................. 45
3. Nilai LT50 B. alata terhadap Bromasil .................................................. 53
4. Nilai ED50 dan NR B. alata terhadap Bromasil .................................... 54
5. Nilai LT50 P. clematidea terhadap Bromasil......................................... 63
6. Nilai ED50 dan NR P. clematidea terhadap Bromasil ........................... 64
7. Data Persen Keracunan Gulma A. gangetica Akibat Bromasil............. 71
8. Data Bobot Kering A. gangetica ........................................................... 72
9. Data Persen Kerusakan A. gangetica .................................................... 72
10. Data Tingkat Kehijauan Daun A. gangetica ......................................... 73
11. Data Persen Keracunan Gulma B. alata Akibat Bromasil .................... 74
12. Data Bobot Kering B. alata................................................................... 75
13. Data Persen Kerusakan B. alata............................................................ 75
14. Data Tingkat Kehijauan Daun B. alata ................................................. 76
15. Data Persen Keracunan Gulma P. clematidea Akibat Bromasil........... 77
16. Data Bobot Kering P. clematidea ......................................................... 78
17. Data Persen Kerusakan P. clematidea .................................................. 78
18. Data Tingkat Kehijauan Daun P. clematidea........................................ 79
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gulma Asystasia gangetica .................................................................. 14
2. Gulma Borreria alata............................................................................ 16
3. Gulma Praxelis clematidea ................................................................... 18
4. Rumus bangun herbisida bromasil ........................................................ 19
5. Fotosistem pada tanaman ...................................................................... 20
6. Grafik jumlah spesies gulma yang resisten terhadap beberapa jenisHerbisida ............................................................................................... 24
7. Titik lokasi pengambilan gulma............................................................ 27
8. Bibit gulma yang ditanam pada pot ...................................................... 28
9. Gulma siap aplikasi ............................................................................... 29
10. Tata letak percobaan gulma Asystasia gangetica.................................. 30
11. Tata letak percobaan gulma Borreria alata .......................................... 31
12. Tata letak percobaan gulma Praxelis clematidea.................................. 32
13. Nilai persen keracunan gulma A. gangetica akibat aplikasiherbisida bromasil ................................................................................. 37
14. Respon A. gangetica terpapar dan tidak terpapar Bromasilakibat perlakuan herbisida berbahan aktif bromasil pada 14 HSAdosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha (D3), 12.800 g/ha(D4) 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6) ............................................... 39
15. Bobot kering gulma A. gangetica akibat aplikasi herbisidabromasil dosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha (D3),12.800 g/ha (D4), 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6)........................... 40
v
16. Nilai persen kerusakan gulma A. gangetica akibat aplikasiherbisida bromasil dosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha(D3), 12.800 g/ha (D4), 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6).................. 41
17. Tingkat kehijauan daun gulma A. gangetica akibat aplikasiherbisida bromasil dosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha(D3), 12.800 g/ha (D4), 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6).................. 43
18. Nilai persen keracunan gulma B. alata akibat aplikasiherbisida bromasil ................................................................................. 47
19. Respon B. alata terpapar dan tidak terpapar Bromasilakibat perlakuan herbisida berbahan aktif bromasil pada 14 HSAdosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha (D3), 12.800 g/ha(D4), 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6) .............................................. 48
20. Bobot kering gulma B. alata akibat aplikasi herbisidabromasil dosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha (D3),12.800 g/ha (D4), 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6) .......................... 50
21. Nilai persen kerusakan gulma B. alata akibat aplikasiherbisida bromasil dosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha(D3), 12.800 g/ha (D4), 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6).................. 51
22. Tingkat kehijauan daun gulma B. alata akibat aplikasiherbisida bromasil dosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha(D3), 12.800 g/ha (D4), 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6).................. 52
23. Nilai persen keracunan gulma P. clematidea akibat aplikasiherbisida bromasil ................................................................................. 56
24. Respon P. clematidea terpapar dan tidak terpapar Bromasilakibat perlakuan herbisida berbahan aktif bromasil pada 14 HSAdosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha (D3), 12.800 g/ha(D4), 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6) .............................................. 58
25. Bobot kering gulma P. clematidea akibat aplikasi herbisidabromasil dosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha (D3),12.800 g/ha (D4), 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6) .......................... 59
26. Nilai persen kerusakan gulma P. clematidea akibat aplikasiherbisida bromasil dosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha(D3), 12.800 g/ha (D4), 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6).................. 60
27. Tingkat kehijauan daun gulma Praxelis clematidea akibat aplikasiherbisida bromasil dosis 1.600 g/ha (D1), 3.200 g/ha (D2), 6.400 g/ha(D3), 12.800 g/ha (D4), 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6).................. 61
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nanas (Ananas comosus L.) merupakan salah satu komoditas buah ekspor yang
memiliki prospek baik di Indonesia. Produksi buah nanas di Indonesia menempati
urutan ketiga setelah pisang dan mangga. Pada wilayah Asia Tenggara, Indonesia
merupakan penghasil nanas terbesar ketiga setelah Filipina dan Thailand.
Berdasarkan data rata-rata produksi tahun 2011-2015, Provinsi Lampung
merupakan wilayah pemasok nanas terbesar dengan kontribusi sebesar 32,77%
(Kementerian Pertanian, 2016). Proses budidaya tanaman nanas ini tidak lepas
dari masalah Organisme Penganggu Tanaman (OPT) seperti gulma.
Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan
manusia. Gulma yang berada di areal sekitar budidaya dapat menurunkan hasil
produksi sehingga perlu untuk dikendalikan (Sembodo, 2010). Gulma menjadi
pesaing bagi tanaman dalam pengambilan unsur hara, air dan cahaya matahari.
Selain itu, gulma dapat menjadi inang alternatif bagi hama atau patogen.
Pengendalian gulma dapat dilakukan beberapa cara yaitu secara kultur teknis,
mekanik, biologis, kimiawi ataupun terpadu (Triharso, 1994). Pengendalian
gulma secara kimiawi dengan menggunakan herbisida lebih diminati karena
2
memiliki kelebihan yaitu lebih efektif, efisien, dan cepat dibandingkan dengan
teknik pengendalian lainnya. Pengaplikasian herbisida dapat dilakukan sebelum
penanaman hingga menjelang panen tergantung kondisi gulma.
Pengendalian gulma yang sudah dilakukan sejak lama pada perkebunan nanas
Lampung Tengah adalah menggunakan pengendalian kimiawi yaitu menggunakan
herbisida. Herbisida yang digunakan diantaranya bromasil, diuron, ametrin dan
quizalopop. Salah satu dampak negatif pengendalian gulma menggunakan
herbisida dalam waktu yang lama yaitu dapat menimbulkan terbentuknya populasi
gulma resisten terhadap herbisida. Gulma resisten terhadap herbisida merupakan
gulma yang mampu bertahan hidup normal pada dosis herbisida yang biasanya
mematikan populasi gulma tersebut. Munculnya gulma resisten diakibatkan
adanya tekanan seleksi oleh penggunaan herbisida sejenis secara berulang-ulang
dalam periode waktu yang lama. Individu gulma yang kebal tersebut mampu
tumbuh normal dan menghasilkan regenerasi. Pada setiap pengaplikasian
herbisida yang sama akan mematikan individu-individu yang sensitif dan
meninggalkan individu-individu yang resisten. Individu gulma resisten tersebut
pada suatu ketika menjadi signifikan dan menyebabkan kegagalan dalam
pengendalian (Purba, 2009).
Kasus resistensi pertama dilaporkan pada tahun 1957 di Hawai yaitu kasus
resistensi wortel spesies liar terhadap herbisida 2,4-D. Kemudian pada tahun
1970 di Washington (Amerika Serikat) terjadi kasus resistensi Senecio vulgaris
terhadap herbisida triazin (Hager dan Spraque, 2000). Menurut Chuah dan Bin
Sahid (2009), di perkebunan Malaysia dilaporkan bahwa ada gulma yang resisten
3
terhadap herbisida glifosat, diantaranya yaitu Hedyotis verticillata, Clidemia hirta,
Chromolaena odorata dan Eleusine indica. Kemudian hasil penelitian
Dalimunthe dkk. (2015) menunjukkan bahwa populasi gulma Eleusine indica
yang berasal dari Kebun Adolina (PTPN IV Perbaungan (EAD), Sumatera Utara)
resisten terhadap herbisida glifosat dan parakuat dengan tingkat resistensi 7,5 dan
5,5 kali lipat dari populasi toleran berdasarkan analisis LD50.
Herbisida bromasil merupakan herbisida organik dengan rumus kimia
C9H13BrN2O2. Herbisida bromasil memiliki toksisitas luas untuk banyak spesies
gulma. Mekanisme kerja bromasil adalah diserap melalui sistem akar tanaman
dan ditranslokasikan ke atas melalui pembuluh xilem ke daun, kemudian
mengganggu kompleks pencahayaan dan mengganggu jalur fotosintesis tanaman
dan meracuni tanaman secara perlahan-lahan (Dube dkk., 2009). Namun,
herbisida bromasil tidak dapat meracuni gulma jika tidak mencapai side
of action yaitu pada bagian klorofil daun. Secara fisiologis, resistensi dapat
terjadi dengan penghambatan translokasi bromasil menuju daun.
Gulma daun lebar yang diduga mengalami resistensi di perkebunan nanas
Lampung Tengah yaitu Asystasia gangetica, Borreria alata dan Praxelis
clematidea. Gulma tersebut tumbuh cukup dominan dan sering dikendalikan pada
perkebunan nanas di Lampung Tengah menggunakan herbisida bromasil dalam
waktu yang lama.
Pengujian resistensi salah satunya adalah dengan membandingkan gulma yang
terpapar herbisida bromasil dengan gulma yang tidak pernah terpapar herbisida
bromasil. Menurut Ahmad-Hamdani dkk. (2012), gulma yang resisten dapat
4
diketahui dari nilai Nisbah Resistensi (NR). Nisbah Resistensi merupakan nilai
dari perbandingan ED50 gulma terpapar dengan ED50 gulma tidak terpapar.
Apabila memiliki nilai <2 sensitif, nilai 2-6 dikategorikan resistensi rendah,
resisten sedang jika NR > 6-12, dan resisten tinggi jika NR >12.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat disusun
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kecepatan meracuni herbisida bromasil (LT50) terhadap gulma
A. gangetica, B. alata dan P. clematidea terpapar dan tidak terpapar herbisida
bromasil?
2. Berapakah nilai Median Effective Dose (ED50) gulma A. gangetica, B.alata
dan P. clematidea terpapar dan tidak terpapar herbisida bromasil?
3. Apakah gulma A. gangetica, B. alata dan P. clematidea terpapar herbisida
bromasil resisten terhadap herbisida bromasil?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui kecepatan meracuni dari herbisida bromasil atau nilai Median
Lethal Time (LT50) terhadap gulma A. gangetica, B. alata dan P. clematidea
terpapar dan tidak terpapar herbisida bromasil.
2. Mengetahuin nilai Median Effective Dose (ED50) gulma A. gangetica, B. alata
dan P. clematidea terpapar dan tidak terpapar herbisida bromasil.
5
3. Mengetahui gulma A. gangetica, B. alata dan P. clematidea terpapar herbisida
bromasil telah resisten atau masih sensitif terhadap herbisida bromasil.
1.4 Kerangka Pemikiran
Gulma merupakan tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadannya karena
dianggap merugikan kepentingan manusia sehingga perlu dikendalikan.
Keberadaan gulma pada budidaya tanaman dapat merugikan, karena berkompetisi
dalam pengambilan unsur hara, air dan cahaya. Selain itu gulma dapat menjadi
inang bagi hama dan penyakit dan menjadi penghambat dalam pemeliharaan
tanaman hingga panen.
Pengendalian gulma bertujuan untuk menekan atau mengurangi pertumbuhan
populasi gulma sehingga keberadannya tidak mengakibatkan kerugian ekonomi.
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu preventif,
mekanik, kultur teknik, biologi, kimiawi, ataupun terpadu. Pengendalian kimiawi
dengan penggunaan herbisida merupakan pengendalian yang paling banyak
diminati oleh petani ataupun perusahaan perkebunan di Indonesia. Menurut Purba
(2009), penggunaan herbisida meningkat karena disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu ketersediaan tenaga kerja yang terbatas, waktu pelaksanaan pengendalian
gulma relatif lebih singkat, dan biaya pengendalian lebih murah dibanding dengan
teknik pengendalian lain. Hal tersebut dapat menjadi alasan bagi petani ataupun
perusahaan perkebunan di Indonesia untuk selalu menggunakan herbisida dalam
pengendalian gulma.
6
Perkebunan nanas di Lampung Tengah mengendalikan gulma secara kimiawi
dengan menggunakan herbisida. Herbisida yang digunakan di antaranya adalah
bromasil, diuron, ametrin dan quizalopop. Pengaplikasian herbisida bromasil di
Perkebunan Nanas Lampung Tengah menggunakan dosis bahan aktif 1.600-3.200
g/ha.
Herbisida bromasil memiliki toksisitas luas untuk banyak spesies tanaman.
Mekanisme kerja bromasil adalah diserap melalui sistem akar tanaman dan
ditranslokasikan ke atas melalui pembuluh xilem ke daun, kemudian mengganggu
kompleks pencahayaan dan mengganggu jalur fotosistesis tanaman (Dube dkk.,
2009). Karena keefektifannya dalam mengendalikan banyak spesies gulma
tersebut, herbisida bromasil digunakan pada Perkebunanan Nanas di Lampung
Tengah dalam waktu yang lama untuk mempertahankan produksi nanas yang
tinggi. Pentingnya mempertahankan produksi nanas yang tinggi dikarenakan
komoditas nanas merupakan komoditas ekspor yang memiliki prospek baik di
dalam dan luar negeri.
Penerapan pola tanam monokultur seperti perkebunan nanas di Lampung Tengah
dengan penggunaan herbisida yang sama untuk mengendalikan gulma di areal
yang sama dan melindungi tanaman yang sama selama bertahun-tahun maka akan
memunculkan gulma resisten terhadap herbisida secara cepat. Resistensi gulma
terhadap herbisida yaitu apabila gulma mati pada dosis yang lebih tinggi daripada
dosis yang direkomendasikan. Berdasarkan penelitian Kusuma (2017), gulma
Cyperus kyllingia asal perkebunan nanas Lampung Tengah terpapar herbisida
bromasil yang tergolong resisten rendah memiliki nilai dosis efektif (ED50) 683,23
7
g/ha sedangkan yang tidak terpapar adalah 234,30 g/ha. Hal ini menunjukkan
bahwa gulma terpapar tergolong resisten rendah tersebut mati pada dosis yang
lebih tinggi dibandingkan dengan gulma yang tidak terpapar. Kemudian gulma
Cyperus kyllingia tersebut saat diaplikasikan herbisida bromasil memiliki
kecepatan meracuni (LT50) pada dosis 1.600 dan 12.800 g/ha yaitu 3,13 – 12,97
hari sedangkan gulma tidak terpapar 3,06 – 7,93 hari. Maka LT50 gulma terpapar
lebih lama dibandingkan dengan LT50 gulma tidak terpapar atau menunjukkan
bahwa gulma yang tidak terpapar lebih peka untuk teracuni dalam jangka waktu
singkat dibandingkan dengan gulma tidak terpapar.
Gulma yang resisten akan bertahan setelah aplikasi herbisida dan memiliki gen
ketahanan yang diwariskan kepada keturunannya. Setiap pengaplikasian herbisida
yang sama akan mematikan individu yang sensitif dan meninggalkan individu
yang resisten. Jumlah individu yang resisten tersebut pada suatu ketika menjadi
signifikan dan dapat menyebabkan kegagalan dalam pengendalian (Purba, 2009).
Gulma A. gangetica, B. alata dan P. clematidea adalah gulma yang berasal dari
perkebunan nanas di Lampung Tengah yang sering dikendalikan menggunakan
herbisida bromasil dalam jangka waktu yang lama. Gulma B.alata telah
dikendalikan menggunakan herbisida bromasil sejak awal berdirinya perkebunan
nanas atau ± 30 tahun. Gulma A. gangetica dan P.clematidea merupakan gulma
baru atau kira-kira ada di Lampung Tengah setelah tahun 2000, sehingga
diperkirakan telah dikendalikan menggunakan herbisida bromasil ± 10 tahun.
Ketiga gulma tersebut sering ditemukan menjadi gulma dominan di perkebunan
8
nanas Lampung Tengah selama beberapa tahun terakhir. Dominansi gulma
tersebut di suatu lokasi yang sering diaplikasikan herbisida dapat menjadi indikasi
bahwa gulma itu resisten.
Penelitian dilakukan dengan membandingkan respon keracunan dan ED50 pada
gulma yang terpapar dan tidak terpapar herbisida bromasil. Tingkat resistensi
gulma yang sering terpapar herbisida dapat diketahui dengan melihat nilai Nisbah
Resistensi (NR) yaitu perbandingan nilai ED50 gulma yang terpapar dan tidak
terpapar herbisida bromasil.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka untuk menjawab
rumusan masalah diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Kecepatan meracuni (LT50) herbisida bromasil terhadap gulma A. gangetica,
B. alata dan P. clematidea terpapar herbisida bromasil lebih lambat
dibandingkan dengan gulma yang tidak terpapar herbisida bromasil.
2. Nilai ED50 gulma A. gangetica, B. alata dan P. clematidea terpapar herbisida
bromasil lebih tinggi dibandingkan dengan gulma yang tidak terpapar
herbisida bromasil.
3. Gulma A. gangetica, B. alata dan P. clematidea terpapar herbisida bromasil
resisten terhadap herbisida bromasil.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Nanas
Tanaman nanas merupakan tanaman bukan asli tanaman Indonesia, melainkan
tanaman yang berasal dari benua Amerika tepatnya di kawasan Brasilia (Amerika
Selatan). Tanaman nanas masuk ke Indonesia pada abad ke-15. Di Indonesia
pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan, dan meluas dikebunkan di
lahan kering (tegalan) di wilayah nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah
tropik dan sub tropik (Rukmana, 2007).
Klasifikasi tanaman nanas :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Zingiberidae
Ordo : Bromeliales
Famili : Bromeliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Ananas comosus (L.) Merr
10
Tanaman nanas memiliki susunan tubuh terdiri dari akar, batang, daun, bunga,
buah, dan tunas-tunas. Sistem perakaran tanaman nanas yaitu sebagian tumbuh di
dalam tanah dan sebagian lagi menyebar di permukaan tanah. Akar tanaman
nanas termasuk berakar serabut dan melekat pada pangkal batang. Bentuk batang
mirip seperti gada, berukuran 20 – 25 cm atau lebih, berdiameter 2,0 – 3,5 cm dan
berbuku-buku pendek. Batang berfungsi sebagai tempat melekat akar, daun,
bunga, tunas, dan buah, sehingga batang secara visual tidak nampak karena di
sekelilingnya tertutup oleh daun. Tangkai bunga atau buah merupakan
perpanjangan batang (Rukmana, 2007).
Daun tanaman nanas tumbuh memanjang sekitar 130 – 150 cm, lebar 3 – 5 cm
atau lebih. Permukaan daun bagian atas halus mengkilap berwarna hijau-tua atau
merah-tua dan permukaan daun bagian bawah berwarna agak putih atau
keperakan. Bunga atau buah nanas muncul pada ujung tanaman. Pembungaan
nanas termasuk penyerbukan silang (Rukmana, 2007).
2.2 Budidaya Nanas di Perkebunan Nanas Lampung Tengah
Proses budidaya nanas di perkebunan nanas Lampung Tengah meliputi kegiatan
pengolahan tanah, penanaman, pengendalian gulma, pemupukan, pengairan
menggunakan irigasi, dan pemanenan. Pengolahan tanah dilakukan dengan
beberapa tahap. Tahap pertama copper, yaitu suatu kegiatan pembongkaran lahan
tanaman. Lalu yang kedua adalah tahap pembajakan (Tim Budidaya Nanas GGP,
2013).
11
Setelah pengolahan tanah, tahap selanjutnya adalah pengambilan sampel tanah
untuk mengukur pH tanah. Standar pH tanah untuk budidaya nanas di
perkebunan nanas Lampung Tengah adalah 4,8 – 5,5. Jika pH tanah kurang dari
standar yang telah ditetapkan maka akan dilakukan aplikasi penambahan dolomit.
Kandungan dolomit yang dimiliki MgO 18% dan CaO 30%. Pengaplikasian
dolomit membutuhkan 1 – 2 ton/ha, tergantung tingkat keasaman tanah di lahan
budidaya (Tim Budidaya Nanas GGP, 2013).
Penanaman nanas di perkebunan nanas Lampung Tengah dapat menggunakan
beberapa jenis bibit yaitu succer, crown dan slip. Succer adalah bibit yang
digunakan sebagai bahan tanam dari batang tanaman nanas yang muncul tunas
baru hasil pemangkasan yang berumur sekitar 1,5 – 2 bulan. Crown adalah bahan
tanaman yang berasal dari mahkota buah yang sudah dipanen. Memiliki tiga
tingkatan ukuran bibit yaitu tinggi sekitar 8 – 10 cm dikategorikan kecil, tinggi
sekitar 10 – 12 cm dikategorikan sedang, dan tinggi sekitar 12 – 15 cm
dikategorikan besar. Slip adalah bahan tanaman yang berasal dari tangkai buah
nanas (Tim Budidaya Nanas GGP, 2013).
Sebelum penanaman bibit, bibit dicelupkan pada larutan insektisida dan fungisida.
Proses ini disebut dipping. Setelah dilakukan dipping, kemudian dilakukan
penanaman bibit. Jarak tanam yang digunakan yaitu 27,5 cm x 60 cm atau
25 cm x 60 cm dengan kedalaman sekitar 30 cm (Framtirolis, 2006).
Kegiatan berikutnya adalah pengendalian gulma yaitu dengan weeding dan
aplikasi herbisida menggunakan traktor mini dan boom sprayer. Kemudian
proses selanjutnya yaitu pemupukan. Di lahan, tanaman nanas dipupuk dengan
12
berbagai cara yaitu manual atau menggunakan tenaga manusia dan juga secara
mekanis yaitu dengan menggunakan alat traktor. Kegiatan berikutnya yaitu
pengairan menggunakan irigasi yang bertujuan untuk mensuplai kebutuhan air
bagi tanaman nanas (Tim Budidaya Nanas GGP, 2013).
Kegiatan berikutnya adalah forcing dan ripening. Forcing adalah kegiatan
perangsangan pembungaan yang bertujuan untuk menyeragamkan pembungaan
pada tanaman nanas agar panen dapat dilakukan serempak. Bahan yang
digunakan untuk forcing yaitu gas etilen yang dicampur dengan kaolin. Ripening
adalah pemberian bahan etepon pada 3-5 hari sebelum panen dengan tujuan buah
dapat masak dan matang seragam (Framtirolis, 2006).
Pemanenan buah umumnya dilakukan 145 hari setelah dilakukan forcing. Buah
yang dipanen adalah buah dengan kematangan 60-70% dengan ciri bagian bawah
nanas berwarna kuning hingga sedikit ke bagian tengah. Untuk buah nanas yang
kematangannya kurang atau terlalu matang akan dijadikan concentrate atau jus
nanas (Framtirolis, 2006).
2.3 Pengendalian Gulma di Perkebunan Nanas Lampung Tengah
Pengendalian gulma pada perkebunan nanas di Lampung Tengah menggunakan
sistem pengendalian terpadu yaitu kombinasi antara pengendalian secara kultur
teknik, fisik/mekanik, dan kimiawi. Spesies-spesies gulma pada perkebunan
nanas Lampung Tengah terdapat 3 kelompok gulma yaitu rumput
(Dactyloctenium aegyptium, Eleusina indica, Digitaria ciliaris, Brachiaria
mutica, Imperata cylindrica, Cynodon dactylon, Echinochloa colona),
13
teki (Cyperus rotundus, Cyperus iria), dan daun lebar (Asystasia gangetica,
Borreria alata, Cleome rutidosperma, Praxelis clematidea, Amarantus spinosus,
Richardia brasiliensis, Emilia sonchifolia) (Tim Budidaya Nanas GGP, 2013).
Kegiatan pengendalian gulma dengan herbisida meliputi pre emergence yaitu
pencegahan sebelum gulma tumbuh yang dilakukan segera setelah lahan siap
tanam. Kemudian dilakukan pengendalian gulma susulan (post planting) yaitu
15-25 hari setelah tanam. Pengaplikasian herbisida kemudian dilanjutkan dengan
booster yaitu pengaplikasian herbisida dengan dosis yaitu setengah dari dosis
herbisida pre emergence dan diaplikasikan 1,5-2,5 bulan setelah aplikasi herbisida
pre emergence. Herbisida yang digunakan di antaranya adalah bromasil, diuron,
ametrin dan quizalopop. Dosis formulasi herbisida yang digunakan pada saat pre
emergence yaitu bromasil 2.000-4.000 g/ha, diuron 1.500-3.000 g/ha dan ametrin
1.500-3.000 g/ha. Ketika tanaman nanas telah memasuki umur 7 bulan,
pengendalian gulma hanya dengan manual weeding. (Tim Budidaya Nanas GGP,
2013).
2.4 Gulma Asystasia gangetica
A. gangetica berasal dari daerah tropis Afrika, India, Malaysia dan sebelumnya
telah diperkenalkan sebagai tanaman hias di Amerika Utara, Tengah dan Selatan,
Hawaii, Hindia Barat dan Australia. Gulma ini dapat tumbuh cepat dan tinggi
dapat mencapai 1 meter. Gulma A. gangetica dapat ditemukan di area budidaya,
tepi sungai dan di daerah tergenang air. Kelebihan yang dimiliki adalah sangat
mudah beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda, tahan terhadap naungan, dan
berkembang cepat (PIER, 2012).
14
Gambar 1. Gulma Asystasia gangetica.
Klasifikasi A. gangetica:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta/Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida/Dicotyledoneae
Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae
Genus : Asystasia
Spesies : Asystasia gangetica
A. gangetica (Gambar 1) merupakan tumbuhan perennial yang memiliki sistem
perakaran tunggang, akar berwarna putih kecoklatan, bercabang kecil serta
terdapat bulu-bulu akar. Berbatang lunak, dan batang berwarna hijau kecoklatan.
Pertulangan daun menyirip, bertangkai dan berwarna hijau. Bunga tersusun rapat
dalam tandan seperti bulir, mahkota berwarna putih dan berwarna keungu-unguan.
Buah yang belum masak berwarna hijau dan setelah buah masak akan berwarna
coklat. Biji kecil dan ringan berwarna coklat kehitaman (Sahid dkk., 1998).
15
Pada penelitian Elfandari (2017) A. gangetica asal perkebunan kelapa sawit
Lampung Selatan tergolong resisten rendah terhadap herbisida glifosat. ED50
(Median Effective Dose) gulma terpapar yaitu 459,20 g/ha sedangkan tidak
terpapar 154,53 g/ha.
2.5 Gulma Borreria alata
B. alata merupakan gulma tahunan (perennial) yang dapat tumbuh di lahan yang
kering ataupun ternaungi dan biasanya berada di sekitar lahan budidaya teh,
singkong atau sawah di dataran tinggi. Lebih banyak tumbuh di tanah berpasir
dan dapat juga tumbuh di tanah yang miskin hara (Sriyani dkk., 2014).
Gulma B. alata berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah, kemudian menyebar
di Afrika tropis, China, India dan Asia Tenggara. Penyebaran secara luas di
Indonesia terutama di Pulau Jawa dan Sumatera (Sriyani dkk., 2014).
B. alata (Gambar 2) merupakan tumbuhan perdu tegak, tinggi 5 – 75 cm, pada
umumnya bercabang mulai dari bawah. Batang bersegi empat dan lunak. Daun
agak tebal, berbentuk lonjong atau bulat lonjong dengan tangkai daun yang
pendek. Bunga biseksual, kecil, bertandan dan terletak pada ketiak daun. Gulma
ini banyak ditemukan pada daerah dengan musim kemarau pendek, pada lahan
yang mendapat sinar matahari penuh atau agak ternaungi. Tumbuh mulai di
dataran rendah hingga ketinggian 1600 m dpl. Perkembangbiakan dengan biji dan
penyebaran oleh air. B. alata disebut juga dengan nama Jukut Minggu, Emprak,
Goletrak, Katumpang Lemah, Letah Ayam (Marwati, 2014).
16
Gambar 2. Gulma Borreria alata (Hai, 2006).
Klasifikasi B. alata:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Borreria
Spesies : Borreria alata L
2.6 Gulma Praxelis clematidea
P. clematidea berasal dari Amerika Selatan (Brasil Selatan, Venezuela, Bolivia,
Argentina Utara). Pertama kali tercatat di Tully dan Innisfail, Queesland pada
tahun 1993, tetapi kemungkinan telah hidup dan tumbuh disana selama 20 tahun
sebelum benar-benar teridentifikasi keberadaannya. Gulma ini masuk dalam
Daftar Waspada untuk Gulma Lingkungan (Alert List for Environmental Weeds),
17
yaitu termasuk salah satu dari 28 gulma yang dapat mengancam keanekaragaman
hayati dan menyebabkan kerusakan lingkungan lainnya
(CRC Weed Management, 2003).
P. clematidea dapat tumbuh di berbagai habitat, umumnya tahan di daerah yang
tersinari sinar matahari secara penuh dan tidak tahan dengan naungan. Dapat
dijumpai di padang rumput, kawasan konservasi, area budidaya tanaman seperti
pisang, tebu, dan buah-buahan lainnya. Di daerah tropis dan subtropis, gulma ini
biasanya berbunga pada bulan yaitu antara November dan Mei. Namun beberapa
dapat pula berbunga sepanjang tahun (CRC Weed Management, 2003).
Klasifikasi P. clematidea :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Sub family : Asteroideae
Genus : Praxelis
Spesies : Praxelis clematidea
P. clematidea (Gambar 3) memiliki batang tegak dan lurus, dengan panjang
mencapai 1 m, terdapat rambut halus sepanjang 0,1-0,25 cm, diameter batang 0,1-
0,9 cm. Daun berbentuk hati dengan permukaan bergelombang dan bergerigi
pada bagian pinggirnya. Panjang daun 2,5–6 cm dan lebar 1–4 cm. Bunga
majemuk, berwarna ungu. Biji berwarna hitam dengan panjang kira-kira 2,5 – 3
mm. Gulma ini memiliki akar serabut (CRC Weed Management, 2003).
18
Gambar 3. Gulma Praxelis clematidea (Weeds of Australia, 2009).
2.7 Herbisida Bromasil
Bromasil pertama kali tercatat sebagai pestisida di United States pada tahun 1961.
bromasil merupakan herbisida kelompok urasil yang digunakan untuk
mengendalikan gulma pada area budidaya pertanian ataupun area non budidaya
pertanian. Bromasil tidak dapat langsung diaplikasikan pada air atau lahan basah.
Pengaplikasian herbisida bromasil dapat dikombinasikan dengan beberapa bahan
aktif lain seperti parakuat dan metolaklor (EPA, 1996).
Bromasil merupakan herbisida sistemik yang diabsorbsi lebih banyak oleh akar
daripada daun dan batang. Menurut Ashton dkk (1991), Bromasil yang diserap
melalui akar akan ditranslokasikan ke jaringan tubuh gulma secara akropetal dan
terakumulasi di daun. Bromasil bersifat tidak selektif, namun pada dosis tertentu
herbisida bromasil bersifat selektif terhadap jeruk dan nanas. Bromasil
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1961.
19
(5-bromo-3-sec-butyl-6-methyluracil)Gambar 4. Rumus bangun herbisida bromasil (Tomlin, 1997).
Rumus bangun herbisida bromasil dapat dilihat pada Gambar 4. Rumus kimia
Bromasil adalah C9H13BrN2O2. Bromasil diproduksi dari reaksi fosgen dan
amonia dengan sec-butilamina untuk menghasilkan sec-butilurea, yang bereaksi
dengan etil asetoasetat untuk menghasilkan 3-sec-butyl-6-methyluracil yang
kemudian dibrominasi menghasilkan bromasil. Bromasil berbentuk padatan
kristal tidak berwarna hingga putih, secara komersil biasanya tersedia pada
formulasi tepung (wettable powder) atau cair (liquid) (U.S. National Library of
Medicine, 2017).
Bromasil lambat terdekomposisi pada asam kuat, terikat atau terjerap hanya
sedikit ke partikel tanah (Koc = 32 g/ml), larut dalam air, dan berada di dalam
tanah dalam waktu 60 hari. LD50 bromasil yaitu 2.300 mg/kg (untuk mamalia)
dan 2.250 mg/kg (untuk unggas) (Tomlin, 1997).
Mekanisme kerja herbisida bromasil adalah menghambat fotosintesis gulma.
Herbisida tersebut mengikat protein kompleks fotosistem II di dalam membran
kloropas dan menghalangi transport elektron fotosintesis, menghentikan fiksasi
CO2 dan produksi ATP (adenosin trifosfat) serta mengurangi pembentukan
20
NADPH2. Akibat ada gangguan tersebut, gulma tidak dapat membentuk
karbohidrat, sehingga proses metabolisme selanjutnya menjadi terhambat (U.S.
National Library of Medicine, 2017).
Berdasarkan Gambar 5, umumnya fotosistem II yang terjadi pada tumbuhan yaitu
elektron dari fotosistem II yang naik dan ditangkap akseptor primer akan dialirkan
menuju sederetan protein yang meliputi Pq (Plastoquinon), kompleks sitokrom,
dan Pc (Platisionin) yang akan mengantarkan elektron tersebut ke tingkat energi
semula (Fotosistem I). Ketika ditangkap oleh protein-protein tersebut, elektron
akan melepaskan sebagian energinya sehingga dapat digunakan untuk membuat
ATP (Salisbury dan Ross, 1995). Gulma yang diaplikasikan herbisida bromasil
menyebabkan pengikatan protein oleh herbisida sehingga menghambat transport
elektron dan tidak terbentuknya ATP. Padahal ATP ini merupakan salah satu
komponen penting untuk membentuk karbohidrat pada tanaman.
Gambar 5. Fotosistem pada tanaman.
21
2.8 Resistensi Gulma terhadap Herbisida
2.8.1 Pengertian Resistensi
Pengendalian gulma secara kimiawi menggunakan herbisida dapat menimbulkan
munculnya gulma resisten terhadap herbisida. Populasi gulma resisten terhadap
herbisida adalah populasi yang mampu bertahan hidup normal pada dosis
herbisida yang biasanya mematikan populasi tersebut. Populasi gulma resisten
terbentuk dikarenakan adanya tekanan seleksi oleh penggunaan herbisida sejenis
secara berulang-ulang dalam periode yang lama tanpa adanya pergantian jenis
herbisida lain (Purba, 2009).
Resistensi terhadap herbisida merupakan suatu keadaan tumbuhan tetap bertahan
hidup dan berkembang meskipun pada dosis herbisida yang umumnya mematikan
spesies tersebut. Pada beberapa negara, muncul biotipe gulma yang resisten
terhadap herbisida. Biotipe tersebut merupakan populasi spesies tumbuhan yang
memiliki “karakteristik yang luar biasa” dari spesies pada umumnya.
Karakteristik tersebut dapat berupa ketahanan/resistensi spesies terhadap suatu
herbisida. Munculnya resistensi herbisida pada suatu populasi merupakan suatu
contoh terjadinya evolusi gulma yang sangat cepat (Hager dan Refsell, 2008).
2.8.2 Mekanisme Resistensi
Penggunaan herbisida secara intensif telah mengakibatkan banyak evolusi gulma
yang resisten terhadap herbisida. Penggunaan herbisida secara besar-besaran
tanpa adanya variasi dalam pengelolaan herbisida dapat dengan cepat
memunculkan mutasi populasi gulma yang resistensi herbisida. Resistensi gulma
22
terhadap herbisida dapat terjadi karena adanya mutasi pada site of action gulma
sehingga herbisida tidak dapat meracuni gulma. Selain mutasi pada site of action,
terdapat mekanisme lain seperti metabolisme herbisida, mengurangi translokasi
dan serapan herbisida, dan kompartemensasi herbisida atau metabolitnya
(Manalil, 2015).
Gen merupakan materi yang mengandung informasi genetik. Gen dapat
mengalami duplikasi diri untuk menyampaikan informasi genetika dari generasi
ke generasi berikutnya. Mutasi gen merupakan mutasi yang terjadi karena adanya
perubahan susunan molekul gen atau perubahan pada struktur DNA. Perubahan
tersebut akan mempengaruhi sifat kerja dari gen. Pada mutasi gen, pengaruh
terjadi pada saat terjadinya sintesis DNA (replikasi). Apabila pada saat sintesis
DNA tersebut terjadi mutasi maka mutagen akan mempengaruhi pemasangan basa
nukleotida sehingga tidak berpasangan dengan basa nukleotida yang seharusnya.
Pada mutasi gen tidak terjadi perubahan lokus, bentuk, dan jumlah kromosom.
Pada peristiwa ini yang mengalami perubahan adalah m-RNA, sehingga dalam
sintesis protein akan menghasilkan perubahan protein, akibatnya menghasilkan
fenotipe yang berbeda (Suryo, 2004).
Spesies tumbuhan yang resisten merupakan spesies yang memiliki karakteristik
tertentu yang berbeda dibandingkan spesies tumbuhan yang rentan terhadap
herbisida. Keempat mekanisme yang dikenal resistensi terhadap herbisida adalah:
1. Berubahnya target-site. Herbisida memiliki target aksi tertentu yang pada
umumnya bertindak untuk mengganggu proses atau fungsi tertentu dalam
tumbuhan. Jika target aksi ini berubah, herbisida tidak lagi terikat ke lokasi
23
aksi dan tidak dapat mengerahkan efek fitotoksiknya . Mekanisme ini
merupakan mekanisme yang paling umum dari resistensi herbisida.
2. Peningkatan Metabolisme. Metabolisme pada tumbuhan merupakan salah
satu mekanisme tanaman yang digunakan untuk mendetoksifikasi senyawa
asing seperti herbisida. Gulma yang resisten dapat memiliki kemampuan
untuk cepat menonaktifkan herbisida yang berpotensi toksik sebelum dapat
mencapai target-site di dalam tanaman.
3. Kompartemensasi atau Penyerapan. Beberapa tumbuhan mampu membatasi
pergerakan senyawa asing yang menyebabkan efek berbahaya bagi tumbuhan
seperti herbisida dalam sel atau jaringan tanaman. Dalam hal ini, herbisida
dapat dinonaktifkan baik melalui proses pengikatan seperti contoh pada
molekul gula tanaman atau dihapus dari daerah aktif secara metabolik dari sel
ke daerah-daerah yang tidak aktif, sehingga herbisida menjadi tidak
berpengaruh.
4. Over-ekspresi protein target. Jika protein target pada tumbuhan diproduksi
dalam jumlah besar, maka efek herbisida dapat menjadi tidak signifikan atau
tidak berpengaruh bagi tumbuhan (Buhler, 2002).
2.8.3 Sejarah Resistensi
Kasus resistensi tanaman terhadap herbisida pertama kali dilaporkan pada awal
tahun 1950-an di Hawaii terhadap herbisida 2,4-D, yaitu biotipe dandelion dan
wortel liar . Laporan tentang resisten herbisida yang pertama kali dikonfirmasi
adalah kasus resisten Senecio vulgaris terhadap herbisida triazine, dan dilaporkan
pada tahun 1968 di Amerika (Santhakumar, 2012).
24
Gambar 6. Grafik jumlah spesies gulma yang resisten terhadap beberapa jenisherbisida (Heap, 2016).
Laporan mengenai jumlah spesies gulma yang resisten terhadap beberapa jenis
herbisida berdasarkan side of action nya dapat dilihat pada Gambar 5. Herbisida
dengan mekanisme kerja penghambat fotosistem II (salah satunya bromasil)
dilaporkan bahwa pertama kali terdapat spesies gulma yang resisten terhadap
herbisida tersebut pada 1975. Hingga tahun 2015 terdapat ±100 spesies gulma
resisten terhadap herbisida penghambat Fotosistem II. Hal ini menunjukkan
bahwa 14 tahun setelah diperkenalkannya herbisida bromasil pada tahun 1961
telah terdapat spesies gulma yang resisten terhadap herbisida bromasil
(penghambat fotosistem II).
24
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Januari 2018 hingga April
2018. Penelitian dilaksanakan di rumah plastik di lingkungan Perguruan Tinggi
Al-Madani Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung dan Laboratorium Ilmu
Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah gelas ukur, knapsack sprayer,
nosel berwarna merah dengan lebar bidang semprot 2 meter, sekop kecil, gelas
plastik, timbangan, alat tulis, oven, kamera, nampan plastik, ember plastik dan
kantong kertas.
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah bibit gulma Asystasia gangetica,
Borreria alata, dan Praxelis clematidea yang berasal dari perkebunan nanas
Lampung Tengah yang telah terpapar herbisida bromasil dan gulma pembanding
yang berasal dari Terbanggi Besar Lampung Tengah yang tidak terpapar herbisida
bromasil, herbisida Bromacil 80 WP dengan bahan aktif bromasil 80%, tanah dan
air.
26
3.3 Pelaksanaan Penelitian
3.3.1 Survei Lapang
Survei lapang dilakukan untuk mengambil jenis gulma daun lebar yang terpapar
herbisida bromasil di areal perkebunan nanas Lampung Tengah dan untuk
mendapatkan gulma pembanding dilakukan survei lapang di Terbanggi Besar
Lampung Tengah yang tidak pernah terpapar herbisida bromasil sebelumnya.
Gulma yang tidak terpapar diambil pada daerah yang memiliki kondisi lingkungan
yang tidak jauh berbeda. Pada penelitian ini gulma tidak terpapar yang diambil
berjarak ± 10 km dari gulma terpapar di perkebunan nanas Lampung Tengah.
3.3.2 Pengambilan Bibit Gulma
Pengambilan bibit gulma dilakukan di dua tempat yaitu perkebunan nanas
Lampung Tengah dan di daerah Terbanggi Besar Lampung Tengah (Gambar 6).
Gulma terpapar asal perkebunan nanas Lampung Tengah telah dikendalikan
dengan herbisida bromasil dalam waktu ± 30 tahun. Bibit gulma yang diambil
yaitu memiliki 3-7 daun dan dikelompokkan berdasarkan gulma yang berukuran
seragam. Pengambilan bibit dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan
sekop kecil dan dilakukan dengan cara mengangkat bibit gulma beserta tanah di
sekitar akarnya kemudian dipindahkan ke dalam plastik dan dilapisi koran yang
telah disiapkan lalu disemprotkan air untuk menghindari stress pada gulma.
27
Gambar 7. Titik lokasi pengambilan gulma (a) gulma terpapar A. gangetica danP. clematidea, koordinat 4°49'07.1"S 105°13'12.3"E; (b) gulmaterpapar B. alata, koordinat 4°49'19.5"S 105°15'34.8"E; (c) gulmatidak terpapar A.gangetica, B. alata dan P. clematidea, koordinat4°53'33.2"S 105°12'55.2"E di Terbanggi Besar Lampung Tengah.
3.3.3 Penanaman Bibit Gulma
Bibit yang telah diambil dari lapangan selanjutnya ditanam pada pot plastik
dengan media tanah (Gambar 7). Gulma pada pot plastik dipelihara hingga
pertumbuhan vegetatif sempurna. Kemudian dilakukan seleksi agar memperoleh
gulma yang seragam sebelum aplikasi herbisida.
A B
C
28
Gambar 8. Bibit gulma yang ditanam pada pot.
3.3.4 Pemeliharaan Gulma
Gulma yang telah ditanam kemudian dipelihara agar tumbuh dengan baik.
Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman yang dilakukan pada pagi dan sore
hari. Kemudian pencabutan gulma lain yang tumbuh pada media tanam untuk
menjaga kemurnian gulma spesies uji.
3.3.5 Aplikasi Herbisida
Gulma yang telah ditanam dan dipelihara kemudian diseleksi agar gulma yang
akan diaplikasi memiliki tingkat keseragaman sama. Gulma siap aplikasi yang
berumur 3 minggu setelah tanam (mst) dapat dilihat pada Gambar 8. Sebelum
pengaplikasian herbisida, dilakukan kalibrasi untuk mengetahui volume semprot
dengan menggunakan knapsack sprayer dengan nosel bewarna merah
dengan lebar bidang semprot 2 meter. Kalibrasi dilakukan agar setiap satuan
percobaan mendapat jumlah herbisida yang sama sesuai perlakuan. Kalibrasi
dilakukan dengan metode luas untuk menentukan volume semprot. Hasil
kalibrasi yang diperoleh 400ml/10m2 atau setara dengan 400 l/ha.
29
Aplikasi herbisida dilakukan pada pagi hari dengan menggunakan knapsack
sprayer sesuai dosis yang telah ditentukan. Penyemprotan herbisida bromasil
dilakukan dengan beberapa tingkatan dosis, dimulai dari dosis terendah sampai
pada dosis tertinggi.
Gambar 9. Gulma siap aplikasi (a) A. gangetica; (b) B. alata; (c) P. clematidea.
3.4 Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (split plot design)
dengan 5 ulangan. Faktor pertama adalah asal gulma (A) yang terdiri dari dua
lokasi antara lain A1 (gulma terpapar herbisida bromasil) dan A2 (gulma tidak
terpapar herbisida bromasil).
Faktor kedua adalah tingkatan dosis bahan aktif herbisida bromasil yang terdiri
dari tujuh taraf yaitu dosis 0 g/ha (D0); 1.600 g/ha (D1); 3.200 g/ha (D2) ; 6.400
g/ha (D3); 12.800 g/ha (D4); 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6).
A B C
30
Rancangan percobaan tersebut diterapkan secara terpisah untuk masing-masing
gulma yaitu A. gangetica, B. alata, dan P. clematidea. Pada gambar 9,10, dan 11
digambarkan mengenai tata letak percobaan yang digunakan dalam penelitian ini.
Ulangan I
A2D6 A2D1 A2D2 A2D5 A2D0 A2D4 A2D3
A1D2 A1D6 A1D4 A1D0 A1D1 A1D5 A1D3
Ulangan II
A1D4 A1D1 A1D3 A1D0 A1D6 A1D2 A1D5
A2D0 A2D1 A2D3 A2D2 A2D6 A2D4 A2D5
Ulangan III
A1D4 A1D6 A1D0 A1D1 A1D3 A1D2 A1D5
A2D5 A2D6 A2D0 A2D4 A2D2 A2D3 A2D1
Ulangan IV
A2D4 A2D3 A2D6 A2D1 A2D0 A2D2 A2D5
A1D6 A1D1 A1D5 A1D3 A1D2 A1D0 A1D4
Ulangan V
A1D2 A1D0 A1D6 A1D3 A1D1 A1D5 A1D4
A2D1 A2D4 A2D2 A2D6 A2D3 A2D5 A2D0
Gambar 10. Tata letak percobaan gulma A. gangetica. Keterangan: Gulmaterpapar herbisida bromasil (A1); gulma tidak terpapar herbisidabromasil (A2); dosis 0 g/ha (D0); 1.600 g/ha (D1); 3.200 g/ha (D2) ;6.400 g/ha (D3); 12.800 g/ha (D4); 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha(D6).
31
Ulangan I
A1D0 A1D4 A1D5 A1D6 A1D3 A1D2 A1D1
A2D2 A2D6 A2D0 A2D3 A2D1 A2D4 A2D5
Ulangan II
A2D0 A2D1 A2D5 A2D3 A2D6 A2D2 A2D4
A1D2 A1D6 A1D0 A1D1 A1D5 A1D3 A1D4
Ulangan III
A1D0 A1D3 A1D6 A1D4 A1D1 A1D5 A1D2
A2D6 A2D5 A2D3 A2D0 A2D4 A2D2 A2D1
Ulangan IV
A1D4 A1D1 A1D6 A1D2 A1D5 A1D3 A1D0
A2D4 A2D3 A2D6 A2D2 A2D5 A2D1 A2D0
Ulangan V
A2D2 A2D3 A2D4 A2D1 A2D5 A2D6 A2D0
A1D4 A1D2 A1D0 A1D1 A1D3 A1D5 A1D6
Gambar 11. Tata letak percobaan gulma B. alata. Keterangan: Gulma terpaparherbisida bromasil (A1); gulma tidak terpapar herbisida bromasil(A2); dosis 0 g/ha (D0); 1.600 g/ha (D1); 3.200 g/ha (D2) ; 6.400 g/ha(D3); 12.800 g/ha (D4); 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha (D6).
32
Ulangan I
A2D1 A2D4 A2D5 A2D6 A2D0 A2D3 A2D2
A1D6 A1D2 A1D4 A1D5 A1D3 A1D0 A1D1
Ulangan II
A1D4 A1D2 A1D3 A1D6 A1D5 A1D1 A1D0
A2D5 A2D0 A2D4 A2D1 A2D3 A2D2 A2D6
Ulangan III
A2D0 A2D3 A2D1 A2D4 A2D6 A2D5 A2D2
A1D3 A1D4 A1D0 A1D6 A1D1 A1D2 A1D5
Ulangan IV
A1D0 A1D2 A1D5 A1D3 A1D4 A1D6 A1D1
A2D2 A2D0 A2D4 A2D3 A2D5 A2D6 A2D1
Ulangan V
A2D5 A2D4 A2D6 A2D0 A2D3 A2D1 A2D2
A1D1 A1D5 A1D6 A1D0 A1D2 A1D3 A1D4
Ulangan VI
A1D1 A1D5 A1D2 A1D4 A1D0 A1D6 A1D3
A2D2 A2D1 A2D3 A2D4 A2D0 A2D2 A2D5
Gambar 12. Tata letak percobaan gulma P. clematidea. Keterangan: Gulmaterpapar herbisida bromasil (A1); gulma tidak terpapar herbisidabromasil (A2); dosis 0 g/ha (D0); 1.600 g/ha (D1); 3.200 g/ha (D2) ;6.400 g/ha (D3); 12.800 g/ha (D4); 25.600 g/ha (D5), 51.200 g/ha(D6).
33
3.5 Variabel Pengamatan
3.5.1 Persen Keracunan (%)
Penentuan persen keracunan dilakukan dengan membandingkan gulma yang
diberi perlakuan herbisida bromasil dengan gulma normal tanpa perlakuan
(kontrol). Perbandingan yang diamati adalah warna daun, perubahan bentuk
daun, dan pertumbuhan yang tidak normal hingga mengering dan matinya gulma.
Dari perbandingan tersebut, dapat diperoleh nilai persen keracunan gulma.
Pengamatan dimulai dari hari ke-2 setelah aplikasi herbisida (hsa) sampai 14 hari
dengan selang waktu 2 hari. Pengamatan dilakukan pada pagi hari.
3.5.2 Bobot Kering Gulma (g)
Setelah pengamatan persen keracunan berakhir, dilakukan pengamatan bobot
kering gulma. Pemanenan gulma dilakukan pada 14 hsa. Gulma dipanen dengan
cara memotong pangkal batang gulma. Gulma yang dipanen hanya bagian yang
masih hidup, sedangkan bagian yang sudah mati dibuang. Gulma yang telah
dipanen dimasukan ke dalam amplop kertas yang telah diberi label sesuai
perlakuan. Gulma dikeringkan menggunakan oven pada suhu 800C selama 48
jam. Setelah dikeringkan, gulma kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya sesuai
perlakuan.
3.5.3 Tingkat Kehijauan Daun
Tingkat kehijauan daun diukur pada 2, 6, 10 dan 14 hsa sebelum dilakukan
pemanenan gulma. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kehijauan daun
34
yaitu klorofil meter Konica Minolta seri SPAD 502. Tujuan dari mengukur
tingkat kehijauan daun adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat kehijauan
daun pada gulma yang terpapar dan gulma tidak terpapar setelah diberi perlakuan
dosis herbisida berbahan aktif bromasil.
3.6 Analisis Data
3.6.1 Kecepatan Meracuni (LT50)
Median Lethal Time (LT50) adalah waktu yang dibutuhkan herbisida berbahan
aktif bromasil untuk meracuni gulma sebesar 50 %. Nilai LT50 dapat diketahui
dari persamaan regresi linear sederhana, yaitu Y = ax +b, nilai Y merupakan nilai
probit pada persen keracunan gulma dan x adalah log hari pengamatan persen
keracunan. Kemudian setelah nilai x diketahui maka LT50 dapat diketahui dengan
antilog nilai x tersebut (Guntoro dkk., 2013).
3.6.2 Dosis Efektif (ED50)
Data bobot kering gulma yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi persen
kerusakan dengan membandingkan nilai bobot kering perlakuan herbisida dengan
kontrol menggunakan persamaan berikut:
Persen kerusakan (%) = (1-(P/K)) * 100%
Keterangan :
P = nilai bobot kering gulma dengan perlakuan herbisida
K = nilai bobot kering gulma kontrol
35
Persen kerusakan dikonversikan ke dalam nilai probit dengan bantuan tabel
probit. Taraf dosis yang diuji diubah kedalam bentuk log. Dari nilai probit
persen kerusakan (Y) dan log dosis (x), ditentukan persamaan regresi sederhana
Y = ax + b. Dari persamaan tersebut, ditentukan nilai x untuk Y = 5 karena yang
dicari adalah ED50 (nilai probit dari 50% adalah 5). Nilai x kemudian dianti log
sehingga diperoleh ED50 gulma. Median Effective Dose (ED50) merupakan
banyaknya dosis herbisida yang menyebabkan penekanan gulma hingga 50%
(Guntoro dkk., 2013).
3.6.3 Nisbah Resistensi
Nisbah Resistensi merupakan nilai dari perbandingan ED50 gulma terpapar dengan
gulma tidak terpapar. Berdasarkan nilai NR gulma dapat diketahui status
resistensi gulma terpapar herbisida secara terus-menerus dalam waktu yang lama.
Kriteria nilai Nisbah Resistensi menurut Ahmad-Hamdani dkk. (2012), yaitu
tergolong sensitif jika NR < 2, resisten rendah jika NR 2 – 6, resisten sedang jika
NR > 6-12, dan resisten tinggi jika NR > 12.
66
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Gulma yang terpapar bromasil memerlukan waktu lebih lama untuk teracuni
dengan nilai LT50 (Median Lethal Time) atau kecepatan meracuni pada dosis
6.400 g/ha gulma A. gangetica, B. alata, dan P. clematidea terpapar bromasil
berturut-turut yaitu 11,21; 5,36; 5,26 hari sedangkan tidak terpapar berturut-
turut yaitu 7,72; 4,56; 4,49 hari.
2. Gulma yang terpapar bromasil membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk
dapat dikendalikan dibandingkan dengan gulma yang tidak terpapar dengan
nilai ED50 (Median Effective Dose) gulma A. gangetica, B. alata, dan
P. clematidea terpapar bromasil berturut-turut yaitu 1235,60; 226,39; 328,10
g/ha sedangkan yang tidak terpapar yaitu 1197,53; 215,60; 215,60 g/ha.
3. Gulma A. gangetica, B. alata dan P. clematidea asal perkebunan nanas
Lampung Tengah yang terpapar herbisida bromasil tergolong sensitif atau
tidak menunjukkan adanya resistensi dengan nilai Nisbah Resistensi (NR)
masing – masing gulma sebesar 1,03; 1,05 dan 1,52.
67
5.2 Saran
Saran untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk pengambilan gulma yang tidak terpapar herbisida disarankan dilakukan
di lokasi perkebunan yang sama berdekatan dengan gulma yang terpapar
herbisida.
2. Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilakukan uji pada spesies gulma yang
sama, diambil pada area yang berbeda pada perkebunan yang sama dengan
mengetahui sejarah penggunaan herbisida di area tersebut.
68
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad-Hamdani,M.S., Owen, M. J., Qin Yu, dan Powles, S. B. 2012. ACCase-inhibiting herbicide-resistant Avena spp. populations from the westernaustralian grain belt. Weed Technology. 26:130–136.
Ashton, F. M., Klingman, G.C., dan Noordhoff, L.J. 1991. Weed Science :Principles and Practices (2nd ed.). John Wiley and Sons, Inc. New York.
Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta.
Buhler,W. 2002. Incidence and History of Herbicide Resistance (WSSA).Pesticide Environmental Stewardship. Promoting Proper Pesticide Use andHandling. Center for Integrated Pest Management. USA.
Chuah, T.S. dan Bin Sahid, I. 2009. Status on weed resistance in plantation cropsand rice fields in Malaysia. Paper presented at the Seminar on WeedResistance: Status and Management, 15 Jan 2009. University KebangsaanMalaysia and Monsanto.
CRC Weed Management. 2003. Weed management guide: Praxelis (Praxelisclematidea). Cooperative Research Centre (CRC) for Australian WeedManagement. Australia.
Dalimunthe, S.P., Purba, E. dan Meiriani. 2015. Respons dosis biotip rumputbelulang (Eleusine Indica L. Gaertn) resisten-glifosat terhadap glifosat,parakuat dan indaziflam. Jurnal Online Agroteknologi. 2(3) : 625 – 633.
Depari, E. K., Asdini, S., Adinugroho, W.A. dan Maryani, Y. 2009. DampakTerganggunya Fotosintesis Akibat Kebakaran. IPB. Bogor.
Dube, S., Lesolil M. S. dan Fatunbi, A. O. 2009. The efficacy and safety ofbromacil based herbicide for the control of the invasive bush species inSouth African rangelands. African Journal of Biotechnology. 8 (9) :1776 – 1781.
Elfandari, H. 2017. Uji Resistensi Gulma Asystasia gangetica, Axonopuscompressus, Cyperus kyllingia dan Eleusine indica Asal PerkebunanKelapa Sawit Lampung Selatan Terhadap Herbisida Glifosat. (Tesis).Universitas Lampung. Bandar Lampung.
69
EPA. 1996. Pesticide Reregistration: Bromacil. United States EnviromentalProtection Agency. United States.
Framtirolis, R. 2006. Teknik Pemupukan pada Perkebunan Nenas (Ananascomucus) dengan Menggunakan Bahan Organik di PT GGP TerbanggiBesar Lampung Tengah. (Laporan Praktik Umum). Universitas Lampung.Bandar Lampung.
Guntoro, Fitri, D. dan Yuga, T. 2013. Aktivitas herbisida campuran bahan aktifCyhalofop-Butyl dan Penoxsulam terhadap beberapa jenis gulma padisawah. IPB. Bogor. Agrohorti. 1(1):14–148.
Hager, A dan Spraque, C. 2000. Weed resistance to herbicides. Departement ofCrop Science. Illiones Agricultural Pest Management Handbook.University of Illinois Extension. Urbana.
Hager, A.G. dan Refsell, D. J. 2008. Herbicides persistence and how to test forresidues in soils. Illinois Agricultural Pest Management Handbook.University of Illinois Extension. Urbana.
Hai, L. 2006. Borreria alata. https://www.flickr.com/photos/lehai/222968476.Diakses pada 1 Oktober 2017 pukul 19.30 WIB.
Heap, I. 2016. International Survey of Herbicide-Resistant Weed.http://www.weedscience.org. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2017 pukul19.00 WIB.
Hendarto, H. 2017. Resistensi Gulma Cyperus rotundus, Dactylocteniumaegyptium, dan Asystasia gangetica terhadap Herbisida Bromacil danDiuron pada Perkebunan Nanas di Lampung Tengah. (Tesis). UniversitasLampung. Bandar Lampung.
Kementerian Pertanian. 2016. Outlook Komoditas Pertanian SubsektorHortikultura. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Kusuma, A. 2017. Uji Resistensi Gulma Cyperus kyllingia, Digitaria ciliaris, danPraxelis clematidea Asal Perkebunan Nanas Lampung Tengah TerhadapHerbisida Bromasil. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung
Manalil, S. 2015. An analysis of polygenic herbicide resistance evolution andits management based on a population genetics approach. Basic andApplied Ecology. 16 :104–111.
Marwati. 2014. Pengendalian gulma rumput setawar/ Borreria alata DC padatanaman ubi kayu. http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/9700 /pengendalian-gulma-rumput-setawar-borreria-alata-dc-padatanaman-ubi-kayu. Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya
70
Manusia Pertanian. Kementerian Pertanian. Diakses pada tanggal 2Oktober 2017 pukul 17.00 WIB
PIER. 2012. Pacific Island Ecosystem at Risk. Universitas of Hawaii. HonoluluUSA.
Purba, E. 2009. Keanekaragaman Herbisida Dalam Pengendalian GulmaMengatasi Populasi Gulma Resisten Dan Toleran Herbisida. PidatoPengukuhan Jabatan Guru Besa Tetap. Universitas Sumatera Utara,Medan.
Rukmana, R. 2007. Nanas, Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. PenerbitKanisius. Jakarta.
Sahid, I. B. Dan Shukor, J. A. 1998. Effects of water stress, shading and clippingon growth and development of Asystasia gangetica. Plant ProtectionQuarterly. 3 (13) : 140–142.
Salisbury, F. B. dan Ross, C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung.
Santhakumar. 2012. Herbicides-resistance management in developingcountries. Weed Management for Developing Countries. FAO PlantProduction and Protection Paper.
Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sriyani, N., Lubis, A. T., Sembodo, D. R. J., Suprapto, H., Susanto, H.,Pujisiswanto, H., Adachi, T. dan Oki, Y. 2014. Upland Weed Flora ofSouthern Sumatera. Global Madani Press. Bandar Lampung.
Suryo. 2004. Genetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tim Budidaya Nanas GGP. 2013. Standar Perawatan Nanas. PT GGP. Lampung.
Tomlin, C. D. S. 1997. The Pesticides Manual 11th edition. British CorpProtection Council. UK.
Triharso. 1994. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta.
U.S. National Library of Medicine. 2017. Bromacil. http://toxnet.nlm.nih.gov/.Diakses pada tanggal 12 Juli 2018 pukul 20.00 WIB.
Weeds of Australia. 2009. Praxelis clematidea (Praxelis).http://www.natureloveyou.sg/Praxelis%20clematidea/Main.html. Diaksespada 1 Oktober 2017 pukul 19.30 WIB.