Download - Urinarilisis Fixx
A.JUDUL
Urinalisis
B.TEMPAT DAN TANGGAL PRAKTIKUM
Tempat : Gedung Biologi – Anatomi Fisiologi Manusia
Hari, Tanggal : Senin, 14 Nopember 2011
C.TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
kandungan zat dalam urine.
D. DASAR TEORI
Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih,
uretra. Sistem ini membantu mempertahankan homeostasis
dengan menghasilkan urine yang merupakan hasil sisa
metabolisme (Soewolo, 2003). Ginjal yang mempertahankan
susunan kimia cairan tubuh melalui beberapa proses, yaitu:
1) Filtrasi Glomerular, yaitu filtrasi plasma darah oleh
Glomerulus
2)Reabsorpsi tubular, melakukan reabsorpsi (absorpsi kembali)
secara selektif zat –zat seperti garam, air, gula sederhana,
asam amino dari tubulus ginjal ke kapiler peritubular.
3)Sekresi peritubular, sekresi zat – zat dari kapiler darah ke
dalam lumen tubulus, proses sekresi ini mengikutsertakan
penahanan kalium, asam urat, amino organic dan ion
hydrogen, yang berfungsi untuk memperbaiki komponen
buffer darah dan mengeluarkan zat – zat yang mungkin
merugikan.
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urine
pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal,
skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau
perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan
darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan
umum.
1
Urine yang normal memiliki cirri-ciri antara lain: warnanya
kuning atau kuing gading, transparan, pH berkisar dari 4,6-8,0
atau rata-rata 6, berat jenis 1,001-1,035, bila agak lama berbau
seperti amoniak (Basoeki, 2000).
Unsur-nsur normal dalam urine misalnya adanya urea yang lebih
dari 25-30 gram dalam urine. Urea ini merupakan hasil akhir dari
metabolisme protein pada mamalia. Ekskresi urea meningkat bila
katabolisme protein meningkat, seperti pada demam, diabetes,
atau aktifitas korteks adrenal yang berlebihan. Jika terdapat
penurunan produksi urea misalnya pada stadium akhir penyakit
hati yang fatal atau pada asidosis karena sebagian dari nitrogen
yang diubah menjadi urea dibelokkan ke pembentukan amoniak
(Soewolo, 2003).
Reaksi urine biasanya asam dengan pH kurang dari 6
(berkisar 4,7-8). Bila masukan protein tinggi, urine menjadi asam
sebab fosfat dan sulfat berlebihan dari hasil katabolisme protein.
Keasaman meningkat pada asidosis dan demam. Urine menjadi
alkali karena perubahan urea menjadi ammonia dan kehilangan
CO2 di udara. Urine menjadi alkali pada alkalosis seperti setelah
banyak muntah. Pigmen utama pada urine adalah urokrom,
sedikit urobilin dan hematofopirin (Soewolo, 2003).
Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Setiap
ginjal memiliki sebuah ureter, yang mengalirkan air kemih dari
pelvis renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan
air kemih) ke dalam kandung kemih. Dari kandung kemih, air
kemih mengalir melalui uretra, meninggalkan tubuh melalui
penis (pria) dan vulva (wanita) (Medicastore).
Dalam http://medicastore.com ini juga di paparkan bahwa
darah yang masuk ke dalam glomerulus memiliki tekanan yang
tinggi. sebagian besar bagian darah yang berupa cairan disaring
melalui lubang-lubang kecil pada dinding pembuluh darah di
dalam glomerulus dan pada lapisan dalam kapsula bowman;
2
sehingga yang tersisa hanya sel-sel darah dan molekul-molekul
yang besar (misalnya saja beruupa protein).
Cairan yang telah disaring (filtrat) masuk ke dalam rongga
bowman dan mengalir ke dalam tubulus kontortus proksimal
(tabung/saluran di bagian hulu yang berasal dari kapsula
bowman); natrium, air, glukosa dan bahan lainnya yang ikut
tersaring diserap kembali dan dikembalikan ke darah.
Dalam mempertahankan homeostasis tubuh peranan urine
sangat penting, karena sebagian pembuangan cairan oleh tubuh
adalah melalui sekresi urine. Selain urine juga terdapat
mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang kesemuanya
bekerja sama dalam mempertahankan homeostasis ini. Fungsi
utama urine adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau
obat-obatan dari dalam tubuh.Anggapan umum menganggap
urine sebagai zat yang “kotor”. Hal ini berkaitan dengan
kemungkinan urine tersebut berasal dari ginjal atau saluran
kencing yang terinfeksi, sehingga urinenyapun akan
mengandung bakteri. Namun jika urine berasal dari ginjal dan
saluran kencing yang sehat, secara medis urine sebenarnya
cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh.
Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri
akan mengkontaminasi urine dan mengubah zat-zat di dalam
urine dan menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia
yang dihasilkan dari urea.
Dalam Basoeki (2000) disebutkan bahwa pada proses
urinalisis terdapat banyak cara metode yang dapat digunakan
untuk mendeteksi zat-zat apa saja yang terkandung di dalam
urine. Analisis urine dapat berupa analisis fisik, analisi kimiawi
dan anlisis secara mikroskopik.
Analisis urine secara fisik meliputi pengamatan warna urine,
berat jenis cairan urine dan pH serta suhu urine itu sendiri.
Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis glukosa,
3
analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis
kandungan proteinm ada banyak sekali metode yang
ditawarkan , mulai dari metode uji millon sampai kuprisulfa dan
sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara mikroskopik,
sampel urine secara langsung diamati dibawah mikroskop
sehingga akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di
dalam urine tersebut, misalnya kalsium phospat, serat tanaman,
bahkan bakteri (Basoeki, 2000).
Sifat – sifat urine adalah:
1)Volume urine normal orang dewasa 600 – 25000 ml/ hari.
Jumlah ini tergantung pada masukan air, suhu luar, makanan
dan keadaan mental/ fisik individu, produk akhir nitrogen dan
kopi, teh serta alkohol mempunyai efek diuretic.
2)Berat jenis berkisar antara 1,003 – 1,030
3)Reaksi urine biasanya asam dengan pH kurang dari 6(berkisar
4,7 – 8). Bila masukan protein tinggi, urine menjadi asam
sebab fosfor dan sulfat berlebihan dari hasil metabolism
protein.
4)Warna urine normal adalah kuning pucat atau ambar. Pigmen
utamanya urokrom, sedikit urobilin dan hematopofirin. Pada
keadaan demam, urine berwarna kuning tua atau kecoklatan.
Pada penyakit hati pigmen empedu mewarnai urine menjadi
hijau, coklat atau kuning tua. Darah (hemoglobin) memberi
warna seperti asap sampai merah pada urine.
5)Urine segar beraroma sesuai dengan zat – zat yang
dimakannya.
Unsur – unsur normal dalam urine misalnya adalah:
1) Urea yang lebih dari 25 – 30 gram dalam urine.
2) Amonia, pada keadaan normal terdapat sedikit dalam urine
segar
4
3) Kreatinin dan keratin, normalnya 20 – 26 mg/kg pada laki –
laki, pada perempuan 14 – 22 mg/kg.
4) Asam urat, adalah hasil akhir terpenting oksidasi purine
dalam tubuh
5) Asam amino, hanya sedikit dalam urine
6) Klorida, terutama diekskresikan sebagai natrium klorida
7) Sulfur, berasal dari protein yang mengandung sulfur dari
makanan
8) Fosfat di urine adalah gabungan dari natrium dan kalium
fosfat
9) Oksalat dalam urine rendah
10)Mineral, natrium, kalsium, kalium dan magnesium ada sedikit
dalam urine
11)Vitamin, hormone, dan enzim ditemukan dalam urine dengan
jumlah kecil.
Unsur – unsur abnormal dari urine:
1)Protein: proteinuria (albuminuria) yaitu adanya albumin dan
globulin dalam urine
2)Glukosa: glukosaria tidak tetap dapat ditemukan setelah stress
emosi, 15% kasus glikosuria tidak karena diabetes.
E.ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sentrifugasi
dan tabung sentrifugasi, tabung reaksi, pipet panjang, penjepit
tabung reaksi, urineometer, tabung urinealis, gelas benda, gelas
penutup, gelas ukur, mikroskop, lap flanel, kertas isap, lampu
spiritus, korek api, termometer.
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
urine segar, air, larutan Bennedict, reagen Millon, dan indikator
universal.
5
F.PROSEDUR KERJA
1. Analisis Fisik
a. Warna
Menampung urine segar (laki-laki) dengan volume
sebanyak ¾ tabung urinealis agar memudahkan dalam
pengukuran berat jenis urine menggunakan urineometer.
Mengamati warna urine laki-laki yang ada pada tabung
urinealis.
Warna urine dapat bervariasi sebagai berikut:
No
Warna Kemungkinan Penyebab
1. Kuning gading Pigmen urine normal
2. Tak berwarna Konsentrasi tereduksi
3. Perak, warna susu Nanah, bakteri, sel epitel
4. Coklat berkabut darah
5. Kuning berbuih Naiknya pigmen melanin
Mencocokkan warna urine dengan keterangan di atas, kemudian
mencatat hasilnya.
b. Berat Jenis
Mengukur suhu urine (laki-laki) yang ada dalam tabung urinalis
menggunakan termometer segera setelah diekskresikan
Mencatat suhu kedua contoh urine.
Meletakkan urinometer (hidrometer) pada tabung urinalis,
memutar urinometer dalam tabung tersebut untuk meyakinkan
6
bahwa urineometer dapat mengapung bebas. Hal inilah yang
menyebabkan volume urine di dalam tabung urinealis harus
dalam volume tertentu (ex: ¾ tabung urinealis) agar urineometer
dapat tercelup optimal.
Setelah urineometer mengapung dan tidak bergerak, catatlah
skala angka dekat ujung yang menunjukkan berat jenis urine.
Menghitung berat jenis urine dengan cara menambahkan 0,001
apabila suhu urine lebih dari 15,56 0C tiap kenaikan 3oC. Jadi
misalnya suhu urine adalah 36oC, maka 36oC – 15,560C = 20,44 oC (6 kali kenaikan). Sehingga 6 x 0,001 = 0,006 yang mana
angka ini kemudian ditambahkan pada skala angka yang tertera
pada urineometer. Namun sebaliknya, apabila suhu kurang dari
15,56 0C, maka angka pada skala urineometer dikurangi dengan
0,001 tiap penurunan 3oC.
Mencatat berat jenis urine (laki-laki)
c. pH
Menyediakan 2 lembar indikator universal
Mencelupkan satu indikator universal pada urine (laki-laki).
Membandingkan warna indikator universal yang telah dicelupkan
pada urine laki-laki dengan warna standar yang ada pada kotak
tempat indikator tersebut.
Menentukan pH contoh urine berdasarkan skala dan mencatat
hasilnya.
2.Analisis Kimia
a. Glukosa
7
Mendidihkan air di dalam gelas piala di atas tripod yang dipanasi
dengan lampu spiritus.
Mencampurkan 8 tetes urine dengan 5ml larutan Bennedict
dalam satu tabung reaksi.
Meletakkan tabung reaksi tersebut ke dalam air mendidih selama
5 menit
Setelah 5 menit, mengamati warna larutan dalam tabung reaksi
dan membandingkannnya dengan tabel berikut:
No. Warna Hasil
1. Biru negatif
2. Biru kehijauan Ada gula
3. Kuning kehijauan 1+
4. Coklat kehijauan 2+
5. Jingga-kuning 3+
6. Merah bata dengan endapan
4+
Mencatat hasil pengamatan berdasarkan perbandingan warna
masing-masing urine dengan tabel di atas.
b. Protein
Memasukkan urine laki-laki dan perempuan sebanyak masing-
masing 4 ml urine tersebut ke dalam tabung sentrifuge.
Mensentrifuge kedua contoh urine selama 15 menit
8
Menuangkan masing-masing 3 ml supernatan urine laki-laki ke
dalam tabung reaksi
Meneteskan 5 tetes reagen milllon pada masing-masing contoh
urine.
Mengamati perubahan warna pada masing-masing contoh urine.
Apabila Mengandung protein, maka akan terjadi warna
lembayung.
mencatat hasil pengamatan
c. Analisis Mikroskopis
Mengambil pelet urine dengan pipet
Meletakkannya pada kaca benda
Menutup kaca benda dengan kaca penutup
Mengamati contoh urine di bawah mikroskop
Mengamati bentukan-bentukan yang terlihat dan
mengidentifikasinya
Mencatat bentukan yang ada pada contoh urine
9
G. DATA
URINALISIS
Tabel Pengamatan
No Hal yang diamati Hasil Pengamatan
1 Analisi fisik
a) Warna urin
Kuning gading berbuih, kemungkinan
penyebabnya karena nainya pigmen melanin
b) Berat jenis Skala saat urinometer tidak bergerak 1,025
Suhu pada urinometer 600F=X
dikonversikan kedalam skala celcius 5
Suhu urin diukur dengan thermometer=
310C
Suhu pengukuran dikurangi suhu
teraan=310C-15,560C=15,440C
α: y3x0,001 =
15,443
x 0,001= 0.00514667
10
Berat jenis sesungguhnya= berat jenis + a
=1,025+0,00514667=1,0301466 gr/cm3
PH PH = 6
2 Analisis Kimia
a) Glukosa 18
tetes urin
+5 ml
Benedict
Warna sebelum perlakuan : biru bening
Warna setelah dipanaskan : biru
Hasil : (-) Negatif
b) Protein
Reagen
Millon
Warna setelah ditambahkan 5 tetes millon=
orange
Hasil = tidak mengandung protein
c) Pigmen
empedu
Ada buih berwarna putih tidak mengandung
pigmen empedu
No
.
Elemen yang
Ditemukan
Gambar
1. Sel-sel epitel
squamosa
2. Asam hipunic
H. ANALISIS DATA
Pada praktikum urinalisis ini, urine yang digunakan adalah
urine segar subjek berjenis kelamin laki-laki. Praktikum ini
meliputi beberapa pengamatan, yaitu analisis fisik (warna urine,
11
berat jenis, dan pH), analisis kimia (uji glukosa, uji protein, dan
pigmen empedu), serta analisis mikroskopis. Bahan urine yang
diuji adalah urine yang segar. Jadi, setelah dilakukan
pengumpulan bahan urine, praktikan segera dilakukan
pemeriksaan. Sesuai dengan teori oleh bahwa apabila terlalu
lama akan terjadi perubahan pada komposisi zat dan hasil yang
keluar, sebagian di antaranya adalah pertumbuhan bakteri
meningkat, kadar glukosa menurun, pH menjadi alkalis,
dekomposisi silinder, lisisnya eritrosit, urine menjadi makin
keruh, perubahan warna dan bau, dan nitrit menjadi positif.
1. Analisis Fisik
a) Warna Urine
Urinalisis dimulai dengan pengamatan penampakan
makroskopis , yaitu pengamatan warna urine. Warna urine dapat
bervariasi, seperti yang ditunjukkan dalam tabel 1 di bawah ini:
No
Warna Kemungkinan Penyebab
1. Kuning gading Pigmen urine normal
2. Tak berwarna Konsentrasi tereduksi
3. Perak, warna susu Nanah, bakteri, sel epitel
4. Coklat berkabut darah
5. Kuning berbuih Naiknya pigmen melanin
Pengamatan dilakukan dengan mengmati langsung warna
urine pada tabung urine. Berdasarkan pengamatan, warna urine
subjke (laki-laki) yang kami amati adalah kuning gading berbuih.
Adanya buih tersebut menunjukkan naiknya pigmen melanin
pada tubuh subjek. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik
12
kesimpulan sementara bahwa urine subjek tidak normal karena
terdapat buih pada urinenya.
b) Berat Jenis
Pada penentuan berat jenis ini menggunakan urinometer.
Urinometer mengapung dan langsung menunjukkan skala yang
merupakan berat jenis urine. Hal ini dilakukan dengan
memasukkan urinometer ke dalam tabung besar yang telah
berisi urine. Skala dibaca setelah urinometer tidak bergerak lagi
(diam). Skala saat urinometer tidak bergerak adalah 1,025.
Sekaligus dapat mengukur suhu teraan yaitu didapatkan sebesar
60° F = 15,56 °C .
Setelah itu, pengukuran suhu urine dilakukan dengan
thermometer, yaitu didapatkan suhu 31°C. ssehingga
didapatkan y (suhu pengukuran-suhu teraan) = 31 – 15,56 =
15,44°C. Karena suhu urine lebih tinggi daripada suhu teraan,
maka a = y/3 x 0,001 = 15,44/3 x 0,001 = 0,00514667
gram/cm3. Dari penghitungan tersebut didapatkan berat jenis
sesungguhnya. Dimana berat jenis sesungguhnya = berat jenis +
a = 1,025 + 0,00514667 = 1,0301466 gram/cm3.
Berat jenis normal 1,003 – 1,030 (ada yang menyatakan
berat jenis normal 1,001 – 1,035). Berdasarkan data yang
didapat dan berdasarkan teori tersebut di atas dapat disimpulkan
sementara bahwa berat jenis subjek (1,0301466 gram/cm3)
adalah normal karena mendekati rentangan angka normal.
c) pH Urine
Pada penentuan pH urine, kami menggunakan indicator
universal. Caranya adalah dengan mencelupkan kertas indicator
universal pada urine subjek (laki-laki), kemudian mencocokan
warna pada kertas indicator universal dengan warna standar
yang ada pada kotak tempat indikator tersebut.
13
Berdasarkan pengamatan kami, didapatkan pH 6 pada urine
subjek. pH urine yang normal adalah 4,5 – 7,5 (ada yang
mengatakan 4,6 – 8,0). Berdasarkan data yang kami dapatkan,
dapat disimpulkan sementara bahwa pH urine subjek yang kami
amati adalah normal karena termasuk dalam range angka pH
urine normal.
2. Analisis Kimia
a) Glukosa
Pada percobaan uji glukosa dilakukan dengan menambahkan 5 ml larutan
benedict kedalam tabung reaksi yang berisi 8 tetes urine dan kemudian
dipanaskan. Hasilnya adalah larutan yang semula berwarna biru menjadi biru
kehijauan. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata. Namun,
dalam pengamatan kami, didapatkan hasil warna biru (sama seperti warna awal),
hasilnya negatif.
Benedict spesifik dengan gula pereduksi. Sehingga apabila hasil uji
glukosa positif akan menyebabkan warna merah bata karena ada endapan yang
terbentuk (Cu2O) dan urine tersebut mengandung gugus OH bebas yang reaktif.
Reaksinya adalah sebagai berikut:
(D-glukosa) + 2 CuO → (asam glukonat) + Cu2O
Namun, berdasarkan hasil pengamatan, warna biru
menunjukkan hasil yang negatif. Sehingga dapat disimpulkan
sementara bahwa urine subjek adalah normal karena tidak
mengandung gula.
b) Protein
Untuk mengetahui adanya unsur protein dalam urin, pada
percobaan ini menggunakan reagen millon. Setelah 3 ml
supernatan urine ditambah 5 tetes reagen millon maka larutan
yang awalnya berwarna putih keruh, tetap tidak terjadi
perubahan yang signifikan, yakni tetap berwarna putih keruh.
14
Reaksi negatif dari reagen millon karena tidak
terbentuknya ikatan antara Hg dari pereaksi millon dengan
gugus hidroksifenil yang terdapat dalam urine, sehingga tidak
didapatkan warna merah. Reaksi pembentukan reagen millon
yaitu:
HgCl2 + 2HNO3 → Hg(NO3)2 + Cl2
(merkuri klorida) (asam nitrat) (merkuri nitrat)
Sehingga dari data yang kami peroleh, dengan warna yang
tetap putih keruh, maka dapat disimpulkan sementara bahwa
urine subjek yang kami amati dalah normal karena tidak
mengandung protein di dalamnya.
c) Pigmen Empedu
Untuk mengetahui adanya pigmen empedu, pada percobaan ini cukup
dengan mengocok tabung reaksi yang berisi urine dengan baik dan benar.
Hasilnya terdapat buih yang berwarna putih. Reaksi yang dihasilkan negatif,
karena buih yang dihasilkan berwarna bening (tidak ada pigmen empedu). Reaksi
positif ditandai dengan buih berwarna kuning.
Sehingga dapat disimpulakn sementara bahwa urine subjek yang kami
amati adalah normal (tidak mengandung pigmen empedu).
3. Analisis Mikroskopis
Pada praktikum ini, endapan urine subyek laki-laki di amati
di bawah mikroskop. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa
pada endapan urine subjek terdapat sel epitel squamosa dan
asam hipuric. Berdasarkan pengamatan, jumlah elemen tersebut
tergolong sedikit. Urin pada orang yang normal mengandung
elemen-elemen tersebut dalam jumlah yang sedikit. Apabila
elemen-elemen tersebut jumlahnya meningkat atau berlebihan
maka urin mengalami abnormalitas. Sedikitnya elemen-elemen
di atas menunjukkan bahwa urine subjek yang kami amati masih
dapat dikatakan normal.
15
I. PEMBAHASAN
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urine
pasien untuk tujuan diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal,
skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, memantau
perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan
darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan
umum.
Sebelum menilai hasil analisa urine, perlu diketahui
tentang proses pembentukan urine. Urine merupakan hasil
metabolism tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Dari 1200 ml
darah yang melalui glomeruli permenit akan terbentuk filtrat 120
ml per menit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi
dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk 1 ml
urine per menit. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pemeriksaan urine selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan
salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan
di pelbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas,
korteks adrenal, uterus dan lain-lain (dr.Wirawan, Tanpa Tahun).
Pada praktikum urinalisis ini, praktikan melakukan
pengujian terhadap urine laki-laki. Praktikum ini meliputi
beberapa pengamatan, yaitu analisis fisik (warna urine, berat
jenis, dan pH), analisis kimia (uji glukosa, uji protein, dan pigmen
empedu), serta analisis mikroskopis. Bahan urine yang diuji
adalah urine yang segar. Jadi, setelah dilakukan pengumpulan
bahan urine, praktikan segera dilakukan pemeriksaan. Sesuai
dengan teori oleh bahwa apabila terlalu lama akan terjadi
perubahan pada komposisi zat dan hasil yang keluar, sebagian di
antaranya adalah pertumbuhan bakteri meningkat, kadar
glukosa menurun, pH menjadi alkalis, dekomposisi silinder,
16
lisisnya eritrosit, urine menjadi makin keruh, perubahan warna
dan bau, dan nitrit menjadi positif
Urinalisis, istilah untuk tes urine umum, dilakukan untuk
mengevaluasi kesehatan seseorang, mendiagnosis kondisi medis
seseorang, atau untuk memonitor penyakit seseorang. Tidak
semua tes pada urine disebut urinalisis, misalnya tes kehamilan
dan tes narkoba. Berdasarkan hasil urinalisis, kita akan
mengetahui apakah kondisi kita baik atau buruk secara medis,
biasanya dibuat berdasarkan tiga pemeriksaan, yaitu analisis
fisik, analisis kimiawi, dan analisis mikroskopis (Husada, 2010).
1. Analisis Fisik
a) Analisis Warna Urine
Pertama yang dilakukan adalah analisis fisik mengenai
warna urine. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan
melihat warna urine secara langsung yang berada pada tabung ,
diketahui bahwa warna urine subjek adalah kuning gading
berbuih yang berarti kemungkinan penyebab naiknya pigmen
melanin. Warna urine subjek yang ditunjukkan tersebut tidak
dapat dikatakan normal, sebab urine normal yaitu dengan warna
kuning gading. Warna kuning gading mengindikasikan bahwa
pigmen yang terkandung dalam urine adalah normal. Menurut
Adnan (2008), urine normal berwarna kuning atau kuning gading,
transparan, pH berkisar 4,6 – 8,0 atau rata-rata 6,0, berat jenis
1,001 – 1,035, bila agak lama berbau seperti amoniak.
Disebutkan dalam Kompas oleh Acandra (2010) bahwa
warna kuning dalam urine berasal dari pigmen warna yang
disebut urochorme. Warna urine yang normal adalah kuning
hingga kuning pucat. Warna urine kuning gelap merupakan
tanda tubuh kekurangan air. Sebaliknya, warna urine yang terlalu
bening bisa menjadi tanda Anda terlalu banyak minum air atau
sedang mengonsumsi obat diuretik (penyerap air yang membuat
17
volume urine bertambah). Warna urine juga bisa berubah-ubah
sesuai dengan makanan yang kita asup. Misalnya, makan wortel
bisa membuat warna urine menjadi agak oranye, sedangkan
obat-obatan juga bisa mengubah warna urine.
Gambar 1. Urine subjek berwarna kuning gading berbuih
Disebutkan juga oleh Smith (2007) bahwa urine berbusa
bisa jadi tanda yang sangat awal adanya proteinuria (kadang-
kadang disebut albiminaria), terbentuknya garam-garam empedu
atau protein albumin dalam urine. Proteinuria adalah tanda
adanya kerusakan ginjal dan jantung terutama pada orang yang
mengidap diabetes atau hipertensi. Urine berbusa juga sering
menjadi tanda awal adanya sindrom nefrotik, sebuah gangguan
yang serius dimana sistem penyaring ginjal bisa rusak karena
infeksi virus, diabetes, dan lupus. Hal ini menyebabkan kelebihan
protein mencari jalan menuju urine. Buih-buih dalam uriner juga
menjadi tanda adanya fistula, sebuah koneksi abnormal antara
kandung kemih dan vagina atau rectum.
b) Berat Jenis
Berdasarkan data pengamatan berat jenis urine, skala saat
urineometer tidak bergerak pada 1,025. Didapatkan berat jenis
18
sesungguhnya adalah 1,0301466 gram/cm3. Menurut
Kuspratiknyo (2009) bahwa berat jenis urine, tergantung dari
jumlah air yang larut di dalam urine atau terbawa di dalam urine.
Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1,010. Bila ginjal
mengencerkan urine (misalnya sesudah minum air) maka berat
jenisnya kurang dari 1,010. bila ginjal memekatkan urine
(sebagaimana fungsinya) maka berat jenis urine naik diatas
1010. Daya pemekatan ginjal diukur menurut berat jenis
tertinggi yang dapat dihasilkan, yang seharusnya dapat lebih
dari 1,025.
Gambar Urinometer saat tidak bergerak
(Sumber: Hasil pengamatan kelompok 6)
Ditegaskan pula bahwa pemeriksaan berat jenis urine
bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri,
menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens pita'.
19
Namun, dalam praktikum kali ini kami menggunakan urinometer
(hydrometer).
Berat jenis urine sewaktu pada orang normal antara 1,003 -
1,030. Berat jenis urine berhubungan erat dengan diuresa, makin
besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin
pekat urine makin tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian
dengan faal pemekat ginjal. Urine sewaktu yang mempunyai
berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat
ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan
demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine kurang dari
1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan
hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun
(dr.Wirawan, dkk. Tanpa Tahun).
Disebutkan pula oleh Riswanto (2010) bahwa berat jenis
(yang berbanding lurus dengan osmolalitas urine yang mengukur
konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta
dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan
mengencerkan urine.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak
harus dianggap wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan
untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025, sedangkan dengan
pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan
selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang
tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan
untuk memekatkan urine (Riswanto, 2010).
Berat jenis urine yang rendah persisten menunjukkan
gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi
urine malam > 500 ml dan berat jenis kurang dari 1.018, kadar
glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini
menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara
intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan
berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa
20
untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa
(Riswanto, 2010).
Jadi, berdasarkan data yang didapat dan berdasarkan teori
tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa berat jenis subjek
(1,0301466) adalah normal, karena mendekati rentangan angka
berat jenis normal 1,003 – 1,030 (ada yang menyatakan berat
jenis normal 1,001 – 1,035).
c) pH
Pada pengamatan pH urine, urine yang kami periksa
adalah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH akan
berubah menjadi basa. Urine basa dapat memberi hasil negatif
atau tidak memadai terhadap albuminuria dan unsure-unsur
mikroskopik sedimen urine, seperti eritrosit, silinder yang akan
mengalami lisis. pH urine yang basa sepanjang hari
kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine dengan pH yang selalu
asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Pada saat pengamatan pH urine dengan mencelupkan
ketas indicator universal pada urine, selanjutnya melihat
perubahan warna kertas indikator dengan warna standart pH,
ternyata didapatkan pH urine subjek (laki-laki) adalah 6.
Berdasarkan Harnawatiaj (2008) bahwa pH urine normal adalah
4,5 – 7,5. Dari sumber tersebut dapat dikatakan bahwa pH urine
subjek adalah normal.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
a. pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih
(Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia),
terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
b. pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis
sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau
metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+),
terapi pengasaman (Riswanto, 2010).
21
Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan
asam basa, kerena dapat memberi kesan tentang keadaan
dalam badan. pH urine normal berkisar antar 4,5- 8,0. Selain itu,
penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi
petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli
biasanya urine bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan
kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak
akan menyebabkan urine bersifat basa. Dalam pengobatan batu
karbonat atau kalsium fosfat urine dipertahankan asam,
sedangkan untuk mencegah terbentuknya batu urat atau oksalat
pH urine sebaiknya dipertahankan basa (dr.Wirawan, dkk, Tanpa
Tahun).
Jadi, dari hasil pengamatan yang kami lakukan mengenai
pH urine dengan indicator universal dengan urine pH 6 (kertas
indicator universal ph 6 terlampir pada laporan sementara),
maka dapat disimpulkan bahwa pH urine subjek (laki-laki) yang
kami amati adalah normal karena berada dalam rentangan pH
4,5 – 7,5 (ada pula yang menyebutkan pH urine normal adalah
4,5 – 8,0).
2.Analisis Kimia
a)Uji Glukosa
Glukosa mempunyai sifat mereduksi. Ion cupri direduksi
menjadi cupro dan mengendap dalam bentuk merah bata.
Semua larutan sakar yang mempunyai gugusan aldehid atau
keton bebas akan memberikan reaksi positif. Na sitrat dan Na
karbonat (basa yang tidak begitu kuat) berguna untuk mencegah
pengendapan Cu++ . Sukrosa memberikan reaksi negative karena
tidak mempunyai gugusan aktif (aldehid/keton bebas) (Putri,
2011).
Reaksi benedict sensitive karena larutan sakar dalam jumlah
sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan,
22
sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan,
hingga praktis dan lebih mudah mengenalnya. Hanya terlihat
sedikit endapan pada dasar tabung. Uji benedict lebih peka
karena benedict dapat dipakai untuk menafsir kadar glukosa
secara kasar, karena dengan berbagai kadar glukosa
memberikan warna yang berlainan (Putri, 2011).
Ditegaskan pula bahwa uji benedict spesifik pada
karbohidrat, terutama gula pereduksi, sakarida yang memiliki
kemampuan mereduksi, yaitu sakarida dengan gugus aldosa dan
ketosa bebas. Hal ini disebabkan karena kandungan atom C dan
gugus hidroksil (OH) bebas yang aktif. Reaksinya adalah sebagai
berikut:
(D-glukosa) + 2 CuO → (asam glukonat) + Cu2O
Adanya endapan Cu2O menyebabkan terjadinya warna
merah, sehingga jika hasil uji glukosa dalam urine positip, urine
subyek mengandung gugus (OH) bebas yang reaktif.
Menurut Poedjiadi (1994:40), pereaksi benedict berupa
larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan
natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat
menjadiion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O.
adapun natrium karbnat dan natrium sitrat membuat pereaksi
benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk bisa
berwarna hijau, kuning atau merah bata tergantung konsentrasi
karbohidrat yang diperiksa.
Contoh reaksi uji benedict pada glukosa:
23
CHO COOH
Ι Ι
H− C − OH H −
C − OH
Ι Ι
H− C − OH + 2CuO H −
C − OH + Cu2O
Ι tembaga Ι
Cupro oksida
H− C − OH Oksida H −
C − OH
Ι Ι
H− C − OH H −
C − OH
Ι Ι
CH2OH CH2O
D-Glukosa Asam Glutamat
Namun, berdasarkan data hasil praktikum yang kami
lakukan, setelah meletakkan larutan 8 tetes urine dan 5 ml
larutan bennedict diletakkan dalam air mendidih selama 5 menit,
dapat diketahui bahwa uji glukosa menunjukkan hasil yang
negatif dengan menujukkan warna biru (sama seperti warna
awal). Berdasarkan hasil tersebut, artinya urine subjek bebas
dari salah satu unsur abnormal dari urine yaitu glukosa (Soewolo,
2003:346).
Jadi, berdasarkan data yang diperoleh mengenai warna
yang dihasilkan yaitu warna biru berarti negatif (-) urine subjek
yang kami amati urinenya tidak mengandung gula.
b) Uji Protein
24
Untuk mengetahui adanya unsur protein dalam urine,
dalam percobaan ini praktikan menggunakan reagen millon.
Reaksi positif dari reagen millon ditandai dengan perubahan
warna menjadi merah/lembayung. Reaksi positif ditandai dengan
terbentuknya ikatan antara Hg dari pereaksi millon dengan
gugus hidroksifenil yang terdapat dalam urine.
Reaksi pembentukan reagen millon yaitu:
HgCl2 + 2HNO3 → Hg(NO3)2 + Cl2
(merkuri klorida) (asam nitrat) (merkuri nitrat)
Menurut Poedjiadi (1994:122), pereaksi Millon adalah
larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila
pereksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan
menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah
oleh pemanasan.
Persamaan reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai
berikut:
HgCl2 + 2HNO3 → Hg(NO3)2 + Cl2
(merkuri klorida) (asam nitrat) (merkuri nitrat)
2 [HO − CH2 − CH − COOH] + Hg (NO3)2→ 2 [HO – CH2 – CH – COOH] Hg + H2O
NH3+ NH3
+
Tirosin merkuri nitrat merkuri nitrofenilamat
Reaksi Antara Ikatan Hg dan Protein
Namun, berdasarkan data atas percobaan uji protein yang
kami lakukan, setelah 3 ml supernatan urine ditambah 5 tetes
25
reagen Millon, maka larutan yang tadinya berwarna putih keruh,
tetap berwarna putih keruh, dan tidak terjadi perubahan
signifikan menjadi lembayung ataupun merah. Hal ini berarti
bahwa urine subjek yang kami amati (laki-laki) adalah normal
tidak mengandung protein di dalamnya.
Gambar Hasil Negatif Uji Protein
(Sumber: Hasil pengamatan kelompok 6)
c)Pigmen Empedu
Pigmen empedu terdiri dari biliverdin (hijau) dan bilirubin
(kuning). Pigmen ini merupakan hasil penguraian hemoglobin
yang dilepas dari sel darah merah terdisintegrasi. Pigmen
utamanya adalah bilirubin yang memberikan warna kuning pada
urine dan feses (Sloane, 1995).
26
Tepat setelah penetesan Benedict Setelah di diamkan setelah penetesan Benedict
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin
direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin,
sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke
dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria
dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik
hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai
ikterik (Riswanto, 2010).
Berdasarkan data hasil percobaan, dapat diketahui bahwa
urine subyek (laki-laki) adalah normal karena tidak mengandung
pigmen empedu (Basoeki, 2000). Kenormalan ini dapat dilihat
dengan buih pada urine subjek yang berwarna bening.
Sedangkan pada urine yang tidak normal (mengandung pigmen
empedu) ditandai dengan adanya buih berwarna kuning.
Akan tetapi hasil yang kami dapatkan tidak mungkin lepas
dari beberapa faktor. Di mana dalam praktiknya, terdapat faktor
yang mempengaruhi hasil praktikum mengenai tes protein ini,
yaitu :
a. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria,
tingginya substansi molekular, infus polivinilpirolidon
(pengganti darah), obat (lihat pengaruh obat), pencemaran
urine oleh senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit,
klorheksidin), urine yang sangat basa (pH > 8).
b. Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh urine yang sangat
encer, urine sangat asam (pH di bawah 3) (Riswanto, 2010).
Jadi, berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa urine subjek yang diamati adalah normal karena buih
yang ada pada urine adalah buih berwarna bening (tidak kuning),
artinya tidak ada pigmen empedu pada urine subjek.
27
Gambar Hasil Uji Pigmen Empedu
(Sumber: Hasil pengamatan kelompok 6)
3.Analisis Mikroskopis
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada endapan urine
pria terdapat sel epitel transisional, asam uric, bakteri cast dan
hialin cast. Urine pada orang yang normal mengandung elemen-
elemen tersebut dalam jumlah yang sedikit. Apabila elemen-
elemen tersebut jumlahnya meningkat atau berlebihan maka
urine mengalami abnormalitas. Adanya elemen-elemen dalam
jumlah yang abnormal tersebut disebabkan oleh berbagai hal
antara lain ketidaknormalan organ-organ yang berperan dalam
system urinearia misalnya pada ginjal. Kristal-kristal yang
terdapat dalam urine (pada praktikum ini sel epitel squamosa
dan asam hipuric). Terdapatnya unsur tersebut tergantung dari
jenis makanan, banyak makanan, kecepatan metabolisme dan
kepekatan urine (Wirawan, tanpa tahun). Diperkuat pula bahwa
fosfat di urine adalah gabungan dari natrium dan kalium fosfat,
ini berasal dari makanan yang mengandung protein berikatan
dengan fosfat (Soewolo, 2003).
Menurut Riswanto (2010), pemeriksaan mikroskopik
diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel
lainnya. Banyak macam unsur mikroskopik dapat ditemukan baik
28
yang ada kaitannya dengan infeksi (bakteri, virus) maupun yang
bukan karena infeksi misalnya perdarahan, disfungsi endotel dan
gagal ginjal.
Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang lebih
rendah dan berasal dari permukaan kulit atau dari luar uretra.
Signifikansi utama mereka adalah sebagai indikator kontaminasi
(Riswanto, 2010).
Gambar Epitel Squamosa pada Urine Subjek (laki-laki)
(Sumber: Hasil Pengamatan kelompok 6)
Gambar Epitel Squamosa
(Sumber: Riswanto, 2010_Analisis Mikroskopik_Laboratorium
Kesehatan)
Selain epitel squamosa, juga ditemukan asam hipuric yang
bebetuk panjang runcing, juga ada yang pendek. Di bawah ini
merupakan struktur kimia dari asam hipuric.
29
Gambar Asam Hipuric(Sumber: Hasil pengamatan kelompok 6)
Struktur kimia Asam Hipuric
(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Hippuric_acid.png)
Berdasarkan pengamatan elemen dalam urine, praktikan
mengamati jumlah elemen-elemen tersebut, dan didapatkan
bahwa jumlah elemen tersebut sedikit, sehingga dapat dikatakan
bahwa urine subjek yang kami amati masih dalam kondisi
normal.
J. KESIMPULAN
1. Urine yang kami amati menunjukkan warna kuning gading
berbuih. Hal ini menunjukkan naiknya pigmen melanin
pada subjek. Urine yang demikian dapat dikatakan tidak
normal, seharusnya urine normal berwarna kuning gading,
tanpa buih.
30
2. Berat jenis urine yang normal berkisar antara 1,003-1,030
g/cm3, maka dapat disimpulkan bahwa urine yang diuji
memiliki berat jenis yang termasuk dalam range yang
normal.
3. Urin sampel memilki pH 6 (pH asam) dan dapat dikatakan
normal karena umumnya pH urin dalam manusia
bervariasi dari 4,5-7,5.
4. Urine yang diamati oleh praktikan tidak mengandung
glukosa karena memberi hasil negatif terhadap tes
Benedict, dengan menunjukkan warna biru. Berarti urine
tersebut adalah urine yang normal.
5. Urine yang diamati oleh praktikan tidak mengandung
protein karena memberikan hasil negative terhadap tes
Millon, dengan menunjukkan warna putih keruh (tidak
lembayung). Berarti urine tersebut adalah urine yang
normal.
6. Urine yang diamati oleh praktikan tidak mengandung
pigmen empedu karena tidak menunjukkan buih berwarna
kuning, melainkan buih bening. Berarti urine tersebut
adalah urine yang normal.
7. Elemen yang ditemukan dalam urine subjek adalah sel-sel
epitel squamosa dan asam hipuric dalam jumlah sedkit.
Sehingga dapat dikatakan bahwa urine subjek masih
dalam kondisi normal.
K.DAFTAR RUJUKAN
Acandra. 2010. Intip Kesehatan Warna Urine. (Online), (http://kesehatan.kompas.com/read/2010/04/13/13214350/Intip.Kesehatan.dari.Warna.Urine, diakses 17 Nopember 2011)
Adnan. 2008. Proses dalam Ginjal. (Online), (http://barrusweet.blogspot.com/2008/07/proses-dalam-ginjal.html, diakses 17 Nopember 2011).
31
Basoeki, Soedjono, dkk. 2000. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA UM.
Dr.Wirawan, dkk. Tanpa Tahun. Penialaian Hasil Pemeriksaan Urine. (Online),(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_PenilaianHasilPemeriksaanUrine.pdf/12_PenilaianHasilPemeriksaanUrine.html, diakses 17 November 2011).
Harnawatiaj. 2008. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urine. (Online),(http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/17/konsep-dasar-pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-urine/, diakses 17 November 2011).
Husada, dr. Ivan. 2010. Urinalisis. (Online), (http://www.ivanhoesada.com/, diakses 17 November 2011).
Joan Liebmann-Smith. 2007. Body Signs, How to Be Your Own Diagnostic Detective. Jakarta: Ufuk Publishing House.
Medicastore. 2007. Urinalisis. (Online), (http://medicastore.com, diakses tanggal 18 Nopember 2011).
Soewolo. 2005. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA UM
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Putri. 2011. Pemeriksaan Laboratorium Urine. (Online), (http://mahasiswakedokteranonline.wordpress.com/2011/06/10/uji-glukosa-urine/, diskses 18 November 2011)
Riswanto. 2010. Protein Urine. (Online), (http://labkesehatan.blogspot.com/, diakses 17 November 2011).
Sloane, Ethel. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Buku Kedokteran EGC-IKAPI
32
http://rudy-indranatan.blogspot.com/2011/12/laporan-
urinalisis.html
33