Download - Vesikolithiasis 1
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
1/76
Vesikolithiasis
VESIKOLITHIASIS
Pengertian
Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem perkemihan (ginjal, ureter,kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan ada di dalam ginjal (Long, 1996:322).
Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher
kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetesdisertai dengan rasa nyeri (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998:1027).
Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang merupakan
keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen kristal dan matriksorganik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377).
Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansitertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau ketika terdapat
defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi
dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal akibat
adanya obstruksi (Smeltzer, 2002:1442). Long, (1996:318) menyatakan sumbatan saluran kemih
yang bisa terjadi dimana saja pada bagian saluran dari mulai kaliks renal sampai meatus uretra.Hidronefrosis adalah pelebaran/dilatasi pelvis ginjal dan kaliks, disertai dengan atrofi parenkim
ginjal, disebabkan oleh hambatan aliran kemih. Hambatan ini dapat berlangsung mendadak atau
perlahan-lahan, dan dapat terjadi di semua aras (level) saluran kemih dari uretra sampai pelvisrenalis (Wijaya dan Miranti, 2001:61).
Vesikolithotomi adalah alternatif untuk membuka dan mengambil batu yang ada di kandung
kemih, sehingga pasien tersebut tidak mengalami ganguan pada aliran perkemihannya FranzoniD.F dan Decter R.M (http://www.medscape.com, 8 Juli 2006)Email ThisClose .
Etiologi
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan
periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih
(Vesikolitiasis) adalah :
1. Hiperkalsiuria
http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010/04/vesikolithiasis.htmlhttp://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010/04/vesikolithiasis.htmlhttp://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010/04/vesikolithiasis.html -
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
2/76
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik
(meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein),
hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnyasitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap),
minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu
kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet
rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau
akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu.
7. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai
predisposisi metabolik).
8.Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria
(primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yangmemproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
75 % kalsium.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
3/76
15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
6 % batu asam urat.
1-2 % sistin (cystine).
Patofisiologi
Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi, pembentukan
batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan bendungan. Hambatan
yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dantumor serta kelainan metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga
terjadi bendungan dan statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan
kalsium akan mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de
Jong, 2001:997).Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan
dalam beberapa teori (Soeparman, 2001:388):
1. Teori Supersaturasi
Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung terjadinyakristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi kristal dan
kemudian menjadi batu.
2. Teori Matriks
Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5hexosamin dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal
sehingga menjadi batu.
3. Teori Kurangnya Inhibitor
Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya
kelarutan, sehingga membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat
mukopolisakarida dan fosfat merupakan penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi
kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.
4. Teori Epistaxy
Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis batu
merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan luarnya.Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung pembentukan batukalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.
5. Teori Kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
4/76
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
5/76
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
6/76
bunyi timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum
normalnya peristaltik usus.
4. Sistem Genitourinaria
Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnyatonus otot.
5. Sistem Integumen
Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknyafase penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala
meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi
luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi bisa terjadi jika ada dehisens luka
serta bisa terjadi pula surgical mump (parotitis).
6. Sistem Saraf
Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.
h. Klasifikasi,Sediaan dan Posologi
Cara pemberian yang paling aman dam mudah ialah per oral,absorpsinya cepat dan kadar yang cukup dalam
darah segera tercapai.Bila pemberian per oral tidak mungkin dilakukan maka dapat diberikan parenteral (IM atau
IV).Penggunaan topikal sulfonamid umumya telah ditinggalkan kecuali sulfasetamid untuk mata,mafenid asetat dan Ag-
sulfadlazin ntuk luka bakar,serta sulfasalazin untuk kolitis ulseratif.
Dosis obat tergantung dari umur pasien,macam dan hebatnya penyakit,cara pemberian,jenis sulfa daan keadaan
fungsi ginjal; dan ini akan diterangkan lebih lanjut pada pembicaraan masing-masing golongan sulfa.
Berdasarkan kecepatan absorpsi dan ekskresinya, sulfonamid dibagi dalam 4 golongan besar :
1. Sulfonamid dengan absorpsi dan ekskresi cepat, antara lain sulfadiazine dan sulfisoksazol
2. Sulfonamid yang hanya diabsorpsi sedikit bila diberikan per oral dan karena itu kerjanya dalam lumen
usus,antara lain ftalilsulfatiazol dan sulfasalazin3. Sulfonamid yang terutama digunakan untuk pemberian topikal, antara lain sulfasetamid , mefanid, dan Ag-
sulfadiazin
4. Sulfonamid dengan masa kerja panjang,seperti sulfadoksin, absorpsinya cepat dan ekskresinya lambat.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
7/76
i. Sulfonamid dengan absorpsi dan ekskresi cepat
Sulfisoksazol
Merupakan prototip golongan ini dengan efek antibakteri kuat. Sulfisoksazol hanya didistribusinya ke dalam
cairan ekstrasel dan sebagian besar terikat pada protein plasma.Kadar puncak dalam darah tercapai dalam 2-4 jam setelah
pemberian dosis oral 2-4 g.Hampir 95% obat dieksresi melalui urin dalam 24 jam sesudah pemberian dosis tunggal.Kadar
obat ini dalam urin jauh melebihi kadarnya dalam darah sehingga mungkin bersifat bakterisid.Kadarnya dalam CSS hanya
1/3 dari kadar dalam darah.
Kelarutan sulfisoksazol dalam urin jauh lebih tinggi daripada sulfadiazin sehingga jarang menyebabkan
hematuria atau kristaluria (0,2-0,3 %).Sulfa ini dapat menggantikan golongan sulfa yang sukar larut dan toksik terhadap
ginjal.Dosis permulaan untuk dewasa 2-4 g dilanjutkan dengan 1g setiap 4-6 jam,sedangkan untuk anak 150 mg/kg berat
badan sehari. Mula-mula diberikan setengah dosis tersebut,kemudian dilanjutkan dengan 1/6 dosis per hari setiap 4 jam
(Maksimal 6 g sehari).Sulfisoksazol dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang kadang-kadang bersifat letal.Sediaansulfisoksazol tersedia dalam bentuk tablet 500 mg untuk pemberian oral.
Sulfametoksazol
Obat ini merupakan derivat sulfisoksazol dengan absorpsi dan ekskresi yang lebih lambat.Dapat diberikan pada
pasien dengan infeksi saluran kemih dan infeksi sistematik.Kristal uria lebih sering timbul karena persentase asetilasinya
tinggi.
Sulfametoksazol umumnta digunakan dalam bentuk kombinasi tetap dengan trimetoprim (di luar negeri ada
sediaan tablet sulfametoksazol saja yang mengandung 500 mg zat aktif).
Sulfadiazin
Absorbsi di usus terjadi cepat dan kadar maksimal dalam darah di capai dalam waktu 3-6 jam sesudah pemberian
dosis tunggal.
Kira-kira 15-40% dari obat yang diberikan diekskresikan dalam bentuk senyawa asetil.Hampir 70% obat ini
mengalami reabsorpsi ditubuli.Karena beberapa macam sulfa sukar larut dalam urin yang asam,maka sering timbul
kristarulia dan komplikasi ginjal lainnya.Untuk mencegah ini pasien dianjurkan minum banyak air agar produksi urin tidak
kurang dari 1200 mL/hari atau diberikan sediaan alkalis seperti Na-bikarbonat untuk menaikkan pH urin.
Dosis permulaan oral pada orang dewasa 2-4 g,dilanjutkan dengan 2-4 g dalam 3-6 kali pemberian ; lamanya
pemberian tergantung dari keadaan penyakit.Anak-anak lebiah dari umur 2 bulan di beriakan dosis awal setengah
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
8/76
dosis/hari kemudian dilsnjutkan dengan 60-150 mg/kg BB (maksimum 6 g/hsri) dalam 4-6 kali pemberian. Sedian
biasanya terdapat dalam bentuk tablet 500 mg.
Sulfasitin
Sulfasitin (Sulfacytin) adalah sulfonamid yang ekskresinya cepat untuk penggunaan per oral pada infeksi saluran
kemih. Masa paruhnya dalam darah lebih pendek daripada sulfisoksazol (4 jam vs 7 jam). Kadarnya dalam darah lebih
rendah dari pada kadar sulfiksolsazol, oleh karena itu hsnya digunakan untuk infeksi saluran kemih. Pemberian dimulai
dengan dosis awal 500 mg dilanjutkan dengan dosis 250 mg 4 kali sehari sulfasitin tesedia dala bentuk tablet 250 mg
(tidak dipasarkan di Indonesia).
Sulfametizol
Sulfametizol termasuk golongan Sulfonamid yang ekresinya cepat, sehingga kadarnya dalam darah rendah
setelah pemberian dosis biasa. Digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih dengan dosis 500-1000 mg dalam 3-4
kali pemberian sehari. Sulfametizol tersedia dalam bentuk tablet 250-500 mg .
Kombinasi Sulf a
Untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kristalrulia dibuat sediaan kombinasi tepat beberapa kombinasi
sulfa, misalnya sulfadiazin, sulfanerazin dan sulfa meatazin yang dikenal sebagai trisulfapirimidin. Kombinasi ini tersedia
dalam bentuk tablet atau suspense oral. Kombinasi sulfa ini tidak menghasilkan potensi atau perluasan spectrum anti
bateri.
j. Sulfonamid yang hanya diabsorsi sedikit oleh saluran cerna
Sulfasalazin
Obat ini digunakan untuk pengobatan kolitis ulseratif dan enteritis regional dan remotoid artritis.Sulfasalazin
dalam usus diuraikan menjadi sulfapiridin yang diabsorpsi dan ekskresi melalui urin,dan 5-aminosalisilat yang mempunyai
efek antiinflamasi.Reaksi toksik yang terjadi antara lainHeinz body anemia, hemolisis akut pada pasien defisiensi G6PD ,
dan agranulositosis. Mual,demam dan artralgia serta ruam kulit terjadi pada 20 % pasien dan desensitisasi dapat
mengurangi angka kejadian.Dosis awal ialah 0,5 g sehari yang ditingkatkan sampai 2-6 g sehari.Sulfasalazin tersedia
dalam bentuk tablet 500 mg dan bentuk suspense 50 mg/ml.
Suksinilsulfatiazol Dan F talilsulfatiazol
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
9/76
Dalam kolon,kedua sulfa ini dihidrolisis oleh bakteri usus menjadi sulfatiazol yang berkhasiat antibakteri dan
hampir tidak diabsorpsi oleh usus.Kedua obat ini tidak lagi dianjurkan penggunaannya karena tebukti tidak efektif untuk
enteritis.
k. Sulfonamid untuk Penggunaan Topikal
Sulfasetamid
Natrium sulfasetamid digunakan secara topical untuk infeksi mata.Kadar tinggi dalam larutan 30% tidak
mengiritasi jaringan mata,karena pHnya netral (7,4),dan bersifat bakterisid.Obat ini dapat menembus kedalam cairan dan
jaringan mata mencapai kadar yang tinggi sehingga sangat baik untuk kongjungtivitis akut maupun kronik.
Meskipun jarang menimbulkan reaksi sentisitisasi,obat ini tidak boleh di berikan pada pasien yang hipersensitif
terhadap sulfonamid.
Obat ini tersedia dalam bentuk salep mata 10% atau tetes mata 30%.Pada infeksi kronik diberikan 1-2 tetes setiap
2 jam untuk infeksi yang berat atau 3-4 kali sehari untuk penyakit kronik.
Ag-Sulfadiazin (Sulf adiazin -Perak)
In vitro obat ini menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur termasuk spesies yang telah resisten terhadap
sulfonamid.Ag-sulfadiazin digunakan untuk mengurangi jumlah koloni mikroba dan mencegah infeksi luka bakar.Obat ini
tidak dianjurkan untuk pengobatan luka yang besar dan dalam.Ag dilepaskan secara perlahan sampai mencapai kadar
toksik yang selektif untuk mikroba.Namun mikroba dapat menjadi resistin terhadap obat ini.Ag hanya sedikit diserap
tetapi sulfadiazin dapa mancapai kadar terapi bila permukaan yang diolesi cukup luas.Walaupun jarang terjadi,efek
samping dapat timbul dalam bentuk rasa terbakar,gatal dan erupsi kulit.Ag-sulfadiazin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan infeksi pada luka bakar.Obat ini tersedia dalam bentuk krim (10 mg/g) yang diberikan 1-2 kali sehari.
Mafenid
Mafenid (Mafenid Asetat) mengandung alfa-amino-p-toluen sulfonamide,digunakan secara topikal dalam bentuk
krim (85 mg/g) untuk mengurangi jumlah koloni bakteri dan mencegah infeksi luka bakar oleh mikroba gram positif dan
gram negatif.Obat ini tidak dianjurkan untuk pengobatan luka infeksi yang dalam.Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi oleh kandida.Pemberian kim 1-2 kali sehari dengan ketebalan 1-2 mm pada permukaan luka bakar.Sebelum
pemberian obat,luka harus di bersihkan.Pengobatan di anjurkan sampai dilakukan pencangkokan kulit.
Mafenid cepat diabsorbsi melalui permukaan luka bakar,kadar puncak tercapai daalm 2-4 jam setelah
pemberian.Efek samping berupa nyeri pada tempat pemberian,reaksi alergi dan kekeringan jaringan karena luka tidak
dibalut dan metabolit obat menghambat enzim karbonat anhidrase.Urin dapat menjadi alkalis dan dapat terjadi asidosis
metabolik yang berakibat sesak nafas dan hiperventilasi.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
10/76
l. Sulfonamid Dengan Masa Kerja Panjang
Sulfadoksin
Sulfadoksin adalah sulfonamid dengan masa kerja 7-9 hari.Obat ini digunakan dalam bentuk kombinasi tetap
dengan pirimetamin (500 mg sulfadoksin dan 25 mg pirimetamin)untuk pencegahan dan pengobatan malaria akibat
P.falciparum yang resisten terhadap klorokuin. Namun karena efek samping hebat seperti gejala Steven-Johnson yang
kadang-kadang sampai menimbulkan kematian, obat hanya digunakan untuk pencegahan bila risiko resistensi malaria
cukup tinggi. Kombinasi ini juga digunakan untuk pencegahanpneumonia(Pneumocystis carinii syndrome) pada pasien
AIDS ( acquired immuno deficiency syndrome ), meskipun penggunaannya belum luas dan efek sampingnya mungkin
hebat.
m. Efek Samping
Efek samping sering timbul (sekitar 5%) pada pasien yang mendapat sulfonamide. Reaksi ini dapat hebat dankadang-kadang bersifat fatal. Karena itu pemakaiannya harus hati-hati. Bila mulai terlihat adanya gejala reaksi toksik atau
sensitisasi, pemakaiannya secepat mungkin dihentikan. Mereka yang pernah menunjukan reaksi tersebut,untuk seterusnya
tidak boleh diberi sulfonamid.
Gangguan Sistem Hematopoetik
Anemia hemolitik akut dapat disebabkan oleh reaksi alergi atau karena defisiensi aktivitas G6PD.Sulfadiazin
jarang menimbulkan reaksi ini (0,05 %).Agranulositosis terjdi pada sekitar 0,1 % pasien yang mendapatkan
sulfadiazine.Kebanyakan pasien sembuh kembali dalam beberapa minggu atau bulan setelah pemberiann sulfonamid
dihentikan. Anemia aplastik, sangat jarang terjadi dan dapat bersifat fatal.Hal ini diduga berdasarkan efek mielotoksik
langsung.
Trombositopenia berat,jarang terjadi pada pemakain sulfonamid.Trombositopenia ringan selintas lebih sering
terjadi.Mekanisme terjadinya tidak diketahui.
Eosinifilia,dapat terjadi dan bersifat reversibel.Kadang-kadang disertai dengan gejala hipersensivitas terhadap sulfonamid.
Pada pasien dengan gangguan sumsum tulang pasien AIDS atau yang mendapat kemoterapi dengan mielosupreasan sering
menimbulkan hambatan sumsum tulang yang bersifat reversibel.
Gangguan Salur an Kemih
Pemakaian sistemik dapat meimbulkan komplikasi pada saluran kemih,meskipun sekarang jarang terjadi karena
telah banyak ditemukan sulfa yang lebih mudah larut seperti sulfisoksazol.Penyebab utama ialah pembentukan dan
penumpukan kristal dalam ginjal, kaliks, pelvis, ureter atau kandug kemih, yang menyebabkan iritasi dan obstruksi.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
11/76
Anuria dan kematian dapat terjadi tanpa kristaluria atau hematuria; pada otopsi ditemukan nekrosis tubular dan angiitis
nerkotikans.
Bahaya kristaluria dapat dikurangi dengan membasakan (alkalinisasi)urin atau minum air yang banyak sehingga
produksi urin mencapai 1000-1500 ml sehari. Kombinasi beberapa jenis sulfa dapat pula mengurangi terjadinya kristaluria
seperti telah diterangkan diatas. presipitasi sulfadiazin atau sulfamerazin tidak akan terjadi pada pH urin 7,15 atau lebih.
Reaksi A lergi
Gambaran hipersensitivitas pada kulit dan mukosa bervariasi, berupa kelainan morbiliform, skarlantitform ,
urtikariform, erispeloid, pemifigoid, purpura, petekia, juga timbul eritema nodosum,eritema multiformis tipe Stevens-
Johnson,sindrom Behcet,dermatitis eksfoliativ dan fotosensitivitas.Kontak dermatitis sekarang jarang terjadi. Gejala
umumnya timbul setelah minggu pertama pengobatan tetapi mungkin lebih dini pada pasien yang telah tersensitisasi.
Kekerapan terjadinya reaksi kulit 1,5% dengan sulfadiazin dan 2% dengan sulfisoksazol.Suatu sindrom yang menyerupai
penyakit serum (serum sickness)dapat terjadi beberapa hari setelah pengobatan dengan sulfonamide. Hipersensitivitas
sistemik divus kadang-kadang pula terjadi. Sensitivitas hilang dapat terjadi antara bermacam-macam sulfa.
Demam obat terjadi pada pemakaian sulfonamid dan mungkin juga disebabkan oleh sentsitisasi ; terjada pada 3%
kasus yang mendapat sulfitoksazol. Timbulnya demam tiba-tiba padahari ke tujuh sampai pada ke sepuluh pengobatan,
dan dapat disertai sakit kepala, menggigil, rasa lemah, pruritus, dan erupsi kulit, yang semuanya bersifat refersibel.
Demam obat ini perlu dibedakan dari demam yang menandai reaksi toksik berat misalnya agranulositosis dan anemia
hemolitik akut.
Hepatitis yang terjadi pada 0,1 % pasien dapat merupakan efak tiksik atau akibat sensitisasi. Tanda-tanda seperti
sakit kepala, mual, muntah, demam, hepatomegali, ikterus, dan gangguan sel hati tampak 3-5 hari setalah pangobatan,
dapat berlanjut menjadi atrofi kuning akut dan kematian. Kerusakan pada hepar dapat memburuk walaupun obat
dihentikan.
Lain Lain
1 -2 % pasien mengeluh mual dan muntah yang mungkin bersifat sentral karena meski diberikan parenteral efak
ini kadangkadang juga timbul. Pemberian obat pada bayi dapat menyebabkan pergeseran ikatan bilirubin dengan
albumin. Sulfonamid tidak boleh diberikan dapa wanita hamil aterm.
n.
Interaksi Obat
Sulfonamid dapat berinteraksi dengan anti koagulan oral, anti dia betik, sulfonylurea, dan fenitoin. Dalam hal
tersebut sulfa dapat memperkuat efek obat lain dengan cara hambatan metabolisme atau pergeseran ikatan dengan
albumin. Pada pemberian bersama sulfonamid dosis obat tersebut perlu disesuaikan.
o. Penggunaan Klinik
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
12/76
Penggunaan sulfonamid sebagai obat pilihan pertama untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu makin tedesak
oleh perkembangan obat anti mikroba lain yang lebih efektif serta meningkatnya jumlah mikroba yang resisten terhadap
sulfa. Namun peranannya meningkat kembali dengan ditemukannya kotrimuksazol.
Pengguaan topikal tidak dianjurkan karena kurang/tidak efektif, sedangkan resiko terjadi reaksi sensitisasi tinggi,
kecuali pemakaian local dari Na-sulfasetamid pada infeksi mata.
I nfeksi Saluran Kemih
Sulfonamid pada saat ini bukan lagi obat pilihan utama untuk infeksi saluran kemih, karena jumlah mikroba yang
resisten makin meningkat. Namun demikian sulfisoksazol masih efektif untuk pengobatan infeksi saluran kemih dimana
prevalensi resistensi mikroba masih rendah atau mikroba masih peka. Obat pilihan lain untuk infeksi saluran kemih antara
lain trimetoprim-sulfametoksazol, antiseptic saluran kemih, derivate kuinolon dan ampisilin.
Kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol sangat berguna untuk infeksi saluran kemih. Masalah ini akan dibahas
pada judul kotrimoksazol.
Disentr i Basiler
Sulfonamid tidak lagi merupakan obat terpilih, karena banyak strain yang telah resisten. Obat terpilih sekarang
adalah ampisilin atau kloramfenikol. Trimetoprim-sulfametoksazol agaknya masih efektif pada pemberian per oral,
meskipun dibeberapa tempat telah terjadi resistensi. Dosis dewasa ialah 160 mg trimetoprim dan 800 mg sulfametoksazol
setiap 12 jam selama 5 hari.
Meningiti s Oleh M eningokokus
Banyak strain telah resisten terhadap sulfonamide, sehingga obat terpilih adalah penisilin G, ampisilin,
sefolosporin generasi ketiga, atau kloramfenikol. Kemoprofilaksis perlu dipertimbangkan diberikan pada subyek yang
berkontak langsung dengan pasien yang terinfeksi meningokokus. Rifampisin merupakan obat terpilih profilaksis. Bila
strain penyebabnya sensitive diberikan sulfisoksazol dengan dosis 1 gram setiap 12 jam sebanyak 4 dosis.
Nokardiosis
Sulfonamid sangat berguna untuk pengobatan infeksi olehNocardia asteroids. Sulfisoksazol atau sulfadiazine
dapat diberikan 6-8 gram per hari sampai beberapa bulan setelah semua gejala hilang. Untuk infeksi yang berat
sulfonamide diberikan bersama ampisilin, eritromisin dan streptomisin.
Trakoma Dan Inclusion Conjunctivitis
Walaupun bukan merupakan obat terpilih, pemberian sulfonamide secara oral selama 3 minggu efektif untuk
trakoma. Walaupun pemberian topical mensupresi gejala infeksi, eradikasi mikroorganisme tidak tercapai. Infeksi
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
13/76
sekunder dengan bakteri piogeinik dapat diobati dengan tetrasiklin topical. Dalam beberapa hari gejala-gejala local akan
menghilang. Untuk inclusion conjunctivitis (inclusion blenorrhea) diberikan salep sulfasetamid 10% topical selama 10 hari
dapat juga dipergunakan tetrasiklin.
Toksoplasmosis
Infeksi toksoplasmosis gondii paling baik diobati dengan pirimetamin. Tetapi menurut pengalaman, lebih baik
bila obat tersebut dikombinasi dengan sulfadiazine, sulfisoksazol atau trisulfapirimidin dosis penuh. Bila terjadi
korioretinitis sebaiknya juga diberikan kortikosteroid.
Kemoprof il aksis Dengan Sulfonamid
Sulfonamid juga digunakan sebagai kemoprofilaksis untuk infeksi spesifik dengan bakteri-bakteri yang sensitive
terhadap sulfa. Untuk mencegah infeksi maupun kambuhnya demam rematik olehstreptococcus-hemolycus group A, sulfa
sama efektifnya dengan penisilin oral. Sulfa tidak dapat membasmi carrier streptokokus, tetapi dapat mencegah timbulnya
faringitis dan demam rematik. Tetapi karena toksisitas sulfa dan kemungkinan infeksi oleh streptokokus yang resisten
terhadap sulfa, maka penisilin lebih disukai untuk maksud ini. Sulfisoksazol dengan dosis 1 gram, 2 kali sehari digunakan
pada pasien yang hipersensitif terhadap penisilin. Dosis untuk anak setengah dari orang dewasa. Bila timbul efek samping
yang umumnya terjadi pada 8 minggu pertama pengobatan, maka perlu dilakukan pemeriksaan hitung leukosit setiap
minggu selaama 8 minggu. Untuk kemoprofilaksis disentri basiler dengan penyebab shigella, kecuali stain yang telah
resisten, dapat digunakan sulfadiazin atau sulfisoksazol 1 sampai 2 gram selama 7 hari. Beberapa penulis menyatakan
bahwa infeksi oleh meningokokus yang sensitive dapat dicegah dengan sulfadiazine atau sulfisoksazol. Namun resistensi
terhadap obat ini sekarang sangat meningkat. Profilaksis infeksi dengan sulfonamide sewaktu manipulasi misalnya
katererisasi, diragukan kegunaannya
2. KOTRIMOKSAZOL
Trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada mikroba,
sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergi. Penemuan sediaan kombinasi ini merupakan kemajuan penting
dalam uasaha meningkatkan efektivitas klinik antimikroba. Kombinasi ini lebih dikenal dengan kotrimoksazol.
a. Efek Terhadap Mikroba
Spectrum Ant ibakteri
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
14/76
Spectrum antibakteri trimetoprim sama dengan sulfametoksazol, meskipun daya antibakterinya 20-100 kali lebih
kuat daripada sulfametoksazol.
Mikroba yang peka terhadap kombinasi trime toprim-sulfametoksazol ialah ; S. pneumoniae,C. diphtheria, dan
N meningitis, 50-59 % strain S. aureus, S. epidermidis, S. pyogenes, S. viridians, S. faecalis, E. coli, P. mirabilis, P.
morganii, P. rettgeri, Enterobacter, Aerobacter spesies, Salmonela, Shigela, Serratia dan Alcaligenes spesies dan
Klebsiela spesies.Juga beberapa strain stafilokokus yang resisten terhadap metisilin, trimetoprim atau sulfometoksazol
sendiri, peka terhadap kombinasi tersebut. Kedua komponen memperlihatkan interaksi sinergistik. Kombinasi ini mungkin
efektif walaupun mikroba telah resisten terhadap tirmetropim. Sinergisme maksimum akan terjadi bila mikroba peka
terhadap kedua komponen.
b. Mekanisme Kerja
Aktifitas antibakteri kotrimoksazol berdasarkan atas kerjanya pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk
membentuk asam tetrahidrofolat. Sulfonamide menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekul asam folat dantrimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrshidrofolat. Tetrahidrofolat penting untuk
reaksi-reaksi pemindahan satu atom C, seperti pembentukan basa purin (adenin, guanin, dan timidin) dan beberapa asam
amino (metionin, glisin). Sel-sel mamalia menggunakan folat jadi yang terdapat dalam makanan dan tidak mensintensis
senyawa tersebut. Trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat selektif. Hal ini penting,
karena enzim tersebut juga terdapat pada sel mamalia.
Untuk mendapatkan efek sinergi diperlukan perbandingan kadar yang optimal dari kedua obat. Untuk kebanyakan kuman,
rasio kadar sulfametoksazol : trimetoprim, yang optimal ialah 20 : 1. Sifat farmakokinetik sulfonamide yang dipilih untuk
kombinasi dengan trimetoprim sangat penting mengingat diperlukannya rasio kadar yang relative tetap dari kedua obat
tersebut dalam tubuh. Trimetropim pada umumnya 20-100 kali lebih poten daripada sulfametoksazol, sehingga sediaan
kombinasi diformulasikan untuk mendapatkan kadar sulfametoksezol in vivo20 kali lebih besar daripada trimetoprim.
c. Resistensi Bakteri
Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimaksazol lebih rendah daripada terhadap masaingmasing obat, karena
mikroba yang resisten terhadap salah satu komponen masih peka terhadap komponen lainnya. Resistensi mikroba terhadap
trimetropim dapat terjadi karena mutasi. Resistensi yang terjadi pada bakteri gram-negatif disebabkan oleh adanya plasmid
yang membawa sifat menghambat kerja obat terhadap enzim dihidrofolat reduktase. Resistensi S. aureus terhadap
trimetropim ditentukan oleh gen kromosom, bukan oleh pasmid. Resistensi terhadap bentuk kombinasi juga terjadi in vivo.Pravalensi resistensiE.colidan S. aureusterhadap kotrimoksazol meningkat pada pasien yang diberi pengobatan dengan
sediaan kombinasi tersebut. Selama lima tahun penggunaan resistensi S. aureusmeningkat dari 0,4% menjadi 12,6%.
Dilaporkan pula terjadinya resistensi pada beberapa jenis mikroba Gram-negatif.
d. Farmakokinetik
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
15/76
Rasio kadar sulfametoksazol dan trimetoprim yang ingin dicapai dalam darah ialah sekitar 20 : 1. Karena sifatnya yang
lipofilik, trimetoprim mempunayi volume distribusi yang besar daripada sulfametoksazol. Dengan memberikan
sulfametoksazol 800 mg dan trimetoprim 160 mg per oral (rasio sulfametoksazol : trimetoprim = 5 : 1) dapat diperoleh
rasio kadar kedua obat tersebut dalam darah kurang lebih 20 : 1.
Trimetoprim cepat didistribusi ke dalam jaringan dan kira-kira 40% terikat pada protein plasma dengan adanya
sulfametoksazol. Volume distribusi trimetoprim hampir 9 kali lebih besar daripada sulfametoksazol. Obat masuk ke CSS
dan saliva dengan mudah. Masing-masing komponen juga ditemukan dalam kadar tinggi di dalam empedu. Kira-kira 65%
sulfametoksazol terikat pada protein plasma. Sampai 60% trimetropim dan 25-50% sulfametoksazol diekskresi melalui
urin dalam 24 jam setelah pemberian. Dua-pertiga dari sulfonamid tidak mengalami konjugasi. Metabolit trimetropim
ditemukan juga di urin. Pada pasien uremia, kecepatan ekskresi dan kadar urin kedua obat jelas menurun.
e. Sediaan Dan Posologi
Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk tablet oral, mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim. Untukanak tersedia juga bentuk suspense oral yang mengandung 200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim/5 mL, serta
tablet pediatric yang mengandung 100 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim. Untuk pemberian IV tersedia sediaan
infuse yang mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim/5 mL. dosis dewasa pada umumnya ialah 800
mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim setiap 12 jam. Pada infeksi yang berat diberikan dosis yang lebih besar. Pada
pasien dengan gagal ginjal, diberikan dosis biasa bila klirens kreatinin lebih dari 30 mL/menit; bila klirens kreatinin 15-30
mL/menit, dosis 2 tablet diberikan setiap 24 jam dan bila klirens kreatinin kurang dari 15 mL/menit, obat ini tidak boleh
diberikan.
Dosis yang dianjurkan pada anak ialah trimetoprim 8 mg/kg/BB/hari dan sulfametoksazol 40 mg/kg/BB/hari yang
diberikan dalam 2 dosis. Pemberian pada anak di bawah usia 2 tahun dan pada ibu hamil atau menyusui tidak dianjurkan.
Trimetoprim juga terdapat sebagai sediaan tunggal dalam bentuk tablet 100 dan 200 mg.
f. Efek Samping
Pada dosis yang dianjurkan tidak terbukti bahwa kotrimoksazol menimbulkan defisiensi folat pada orang normal. Namun
batas antara toksisitas untuk bakteri dan untuk manusia relative sempit bila sel tubuh mengalami defisiensi folat. Dalam
keadaan demikian obat ini mungkin menimbulkan megaloblastosis, leucopenia, atau trombositopenia. Kira-kira 75% efek
samping terjadi pada kulit, berupa reaksi yang khas ditimbulkan oleh sulfonamid. Namun demikian kombinasitrimetoprim-sulfametoksazol dilaporkan dapat menimbulkan reaksi kulit sampai tiga kali lebih sering dibandingkan
sulfisoksazol pada penberian tunggal (5,9% vs 1,7%). Dermatitis eksfoliatif, sindrom Stevens-Johnson dan toxic epidermal
necrolysisjarang terjadi. Gejala-gejala saluran cerna terutama berupa mual dan muntah; diare jarang terjadi. Glositis dan
Stomatitis relatif sering. Ikterus terutama terjadi pada pasien yang sebelumnya telah mengalami hepatitis kolestatik
alergik. Reaksi susunan saraf pusat berupa sakit kepala, depresi dan halusinasi, disebabkan oleh sulfonamid. Reaksi
hematologik lainnya ialah berbagai macam anemia (aplastik, hemolitik dan makrositik), gangguan koagulasi,
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
16/76
granulositopenia, agranulositosis, purpura, purpura Henoch-Schonlein dan sulfhemoglobinemia. Pemberian diuretik
sebelumnya atau bersamaan dengan kotrimoksazol dapat mempermudah timbulnya trombositopenia, terutama pada pasien
usia lanjut dengan payah jantung; kematian dapat terjadi. Pada pasien AIDS (Aqcuired immune-deficiency syndrome)yang
diberi pengobatan kotrimoksazol umtuk infeksi olehPneumocystis carinii, sering terjadi efek samping demam, lemah,
erupsi kulit, dan/atau pansitopenia.
g. Penggunaan Klinik
I nfeksi Saluran Kemih
Sulfonamid masih berguna untuk infeksi ringan saluran kemih bagian bawah. Tetapi timbulnya resistensi makin
meningkat terutama pada bakteri Gram-negatif, sehingga sulfonamide tidak dapat diandalkan untuk pengobatan infeksi
yang lebih berat pada saluran kemih bagian atas. Penting untuk membedakan infeksi pada ginjal dan infeksi pada saluran
kemih bagian bawah. Pada keadaan pielonefritis akut yang disertai demam hebat dan bila ada kemungkinan timbulnya
bakteremia dan syok, sebaiknya jangan diberi pengobatan dengan sulfonamid; tetapi dianjurkan pemberian suatuantimikroba yang bakterisid secara parenteral yangb dipilih berdasarkan uji sensitivitas mikroba dari hasil kultur urin.
Sulfonamid digunakan untuk pengobatan sistitis akut maupun kronik, infeksi kronik saluran kemih bagian atas dan
bakteriuria yang ansimtomatik. Sulfonamid efektif untuk sistitis akut tanpa penyulit pada wanita. Pengobatan infeksi
ringan saluran kemih bagian bawah, dengan kotrimoksazol ternyata sangat efektif, bahkan untuk infeksi oleh mikroba
yang telah resisten terhadap sulfonamid sendiri. Dosis 160 mg trimetoprim dan 800 mg sulfametoksazol setiap 12 jam
selama 10 hari menyembuhkan sebagian besar pasien. Efek terapi sediaan kombinasi lebih baik daripada masing-masing
komponennya terutama bila mikroba penyebabnya golongan enterobacteriaceae. Pemberian dosis tunggal ( 320 mg
trimetoprim dengan 1600 sulfametoksazol) selama 3 hari, juga efektif untuk pengobatan infeksi akut saluran kemih yang
ringan. Sediaan kombinasi ini terutama efektif untuk infeksi kronik dan berulang saluran kemih. Pada wanita,
efektivitasnya mungkin disebabkan oleh tercapainya kadar terapi dalam secret vaginal. Jumlah mikroba disekitar orificium
urethreamenurun sehingga kemungkinan terjadinya infeksi ulang pada saluran kemih bagian bawah berkurang.
Tirmetoprim juga ditemukan dalam kadar terapi pada sekret prostat dan efektif untuk pengobatan infeksi prostat. Dosis
kecil (200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim per hari atau 2-4 kali dosis tersebut yang diberikan satu atau dua
kali per minggu) efektif untuk mengurangi frekuensi kambuhnya infeksi saluran kemih pada wanita. Harus diingat bahwa
trimetoprim saja juga cukup efektif untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Dosis dewasa yang umum digunakan ialah
100 mg setiap 12 jam. Untuk memberikan pengobatan dengan sediaan kombinasi tersebut perlu dipertimbangkan hasil
pemeriksaan sensitivitas mikroba.
Infeksi saluran kemih berulang lebih sukar ditanggulangi daripada infeksi akut. Pengobatan infeksi kronik dengan sediaan
kombinasi ini perlu mempertimbangkan hasil pemeriksaan sensitivitas mikroba.
Infeksi saluran kemih berulang lebih sukar ditanggulangi daripada infeksi akut; infeksi kronik ini mungkin disebabkan
infeksi ulang oleh mikroba lain ataun karena persistensi mikroba yang sama. Infeksi ulang biasanya dapat diatasi dengan
antimikroba seperti sulfisoksazol, sedangkan kambuh oleh mikroba yang sama biasanya lebih sukar diatasi dan
menunjukkan adanya sumber infeksi yang persisten di saluran kemih bagian atas yang sukar dibasmi. Sebab persistensi ini
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
17/76
antara lain : (1) obstruksi yang bersifat funsional atau mekanik yang menghambat pengosongan kandung kemih; (2)
resistensi mikroba terhadap antibiotik yang biasa digunakan; (3) gangguan daya tahan tubuh seperti pada pasien diabetes
mellitus; (4) kombinasi dari ketiga hal di atas. Mikroba penyebabnya antara lainEscherichia, Enterobacter (Aerobacter),
Alcaligenes, Klebsiella, Proteus, kokus Gram-positif (termasuk enterokokus) dan mikroba campuran. Lajub penyembuhan
infeksi kronik saluran kemih relatif rendah, apapun antimikroba yang digunakan, dan terapi supresif kronik atau
pengobatan intermiten terhadap kambuhnya gejala merupakan tujuan pengobatan yang paling baik. Pengobatan dengan
antibiotik pada kasus demikian ternyata tidak memberikan hasil yang lebih baik dan pemberian antibiotic jangka lama
sering menimbulkan efek samping.
I nfeksi Salur an Napas
Kotrimoksazol tidak dianjurkan untuk mengobati faringitis akut oleh S. pyogenes, karena tidak dapat membasmi
miroba. Preparat kombinasi ini efektif untuk pengobatan bronchitis kronis dengan eksaserbasi akut. Perparat kombinasi ini
juga efektif untuk pengobatan otitis media akut pada anak dan sinusitis maksilaris akut pada orang dewasa yang
disebabkan oleh strainH. influenzadan S. pneumoniaeyang masih sensitif. Beberapa galur pneumokokus penyebabbakteremia dilaporkan telah resisten terhadap obat ini.
I nfeksi Saluran Cerna
Sediaan kombinasi ini berguna untuk pengobatanshigellosiskarena beberapa strain mikroba penyebabnya telah
resisten terhadap ampisillin. Namun demikian akhir-akhir ini dilaporkan terjadinya resistensi mikroba terhadap
kotrimoksazol. Obat ini juga efektif untuk demam tifoid. Kloramfenikol tetap merupakan obat terpilih untuk demam tifoid,
karena prevalensi resistensi mikroba penyebabnya terhadap obat ini masih rendah.
Kotrimoksazol efektif untuk carier S. typhidansalmonellaspesies lain. Dosis yang dianjurkan : 160 mg trimetoprim-800
mg sulfametoksazol dua kali sehari selama 3 bulan, tetapi dengan dosis ini penyakit masih dapat kambuh. Terjadinya
penyakit kronik pada kandung empedu diduga karena kegagalan menghilangkan carier stateini. Diare akut karena E. coli
dapat dicegah atau diobati dengan pemberian trimetoprim tunggal atau kotrimoksazol.
I nfeksi Oleh Pneumocystis Carini i
Pengobatan dengan dosis tinggi (trimetoprim 20 mg/kgBB perhari dengan sulfametoksazol 100 mg/kgBB per
hari, dalam 3-4 kali pemberian) efektif untuk pasien infeksi yang berat pada pasien AIDS. Beberapa hasil penelitian telah
memperlihatkan bahwa pengobatan dengan dosis kecil efektif untuk pencegahan infeksipneumocystis cariniipada pasien
neutropenia.
I nfeksi Genitalia
Karena resistensi mikroba, kotrimoksazol tidak dianjurkan lagi untuk pengobatan gonore. Pemberian eritromisin
500 mg 4 kali sehari selama 10 hari atau 160 mg trimetoprim dan 800 mg sulfametoksazol per oral dua kali sehari selama
10 hari efektif untuk pengobatan chancroid.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
18/76
I nfeksi Lainnya
Infeksi oleh jamur nokardia dapat diobati dengan kombinasi ini. Banyak laporan mengemukakan bahwa sulfametoksazol
mungkin efektif untuk pengobatan bruselosis bahkan bila ada lesi local seperti arthritis, endokarditis atau epididimorkitis.
Dosis yang diberikan berkisar antara 2 tablet (800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim) tiga kali sehari selama 1
minggu diikuti dengan 2 tablet per hari selama 2 minggu sampai 4-8 tablet per hari selama 2 bulan. Sebagian besar pasien
sembuh terutama setelah pemberian rangkaian dosis yang disebut terakhir, namun 4% pasien kambuh dengan rangkaian
dosis tersebut. Pemberian kotrimoksazol secara IV dengan karbenisilin ternyata efektif untuk pengobatan infeksi pada
pasien neutropenia. Trimetoprim-sulfametoksazol juga berguna untuk pengobatan berbagai penyakit infeksi berat pada
anak. Strain S. aureusyang telah resisten terhadap metisilin mungkin masih peka terhadap kotrimoksazol, tetapi
vankomisin masih tetap merupakan obat pilihan untuk infeksi berat yang disebabkan oleh S. aureusyang telah resisten
terhadap metisilin.
B. ANTISEPTIK SALURAN KEMIH
Berbagai obat antimikroba tidak dapat di gunakan untuk mengobati infeksi sistemik yang berasal dari saluran kemih
karena bioavailabilitasnya dalam plasma tidak mencukupi. Tetapi pada tubuli renalis, obat-obat ini akan mengalami
pemekatan dan berdifusi kembali ke parenkim ginjal sehingga bermanfaat untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Oleh
Karena kadarnya hanya cukup tinggi pada saluran kemih saja., maka antimikroba seperti ini sering dianggap sebagai
antiseptic local untuk infeksi saluran kemih yang bekerja di mukosa saluran kemih.
1. METENAMIN
Kimia
Metenamin atau heksamin adalah heksametilentetramin. Dalam suasana asam, metenamin terurai dan
membebaskan formaldehid yang bekerja sebagai antiseptik saluran kemih. Formaldehid mematikan kuman dengan jalan
menimbulkan denatursi protein.
Reaksi ini berlangsung baik pada pH yang rendah. Pada pH lebih dari 7.4 obat ini tidak efektif.
Efek Antimikroba
Metenamin aktif terhadap berbagai jenis mikroba. Kuman gram negative umumnya dapat dihambat dengan
metenamin, kecualiProteus karena kuman dapat mengubah urea menjadi amonium hidroksida yang menaikkan pH
sehingga menghambat perubahan metenamin menjadi formaldehid.
Karena tidak terjadi resistensi kuman terhadap formaldehid, efektivitas metenamin tetap baik.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
19/76
Efek Samping Dan Kontraindikasi
Metenamin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hati karena dalam lambung obat ini membebaskan
ammonia. Iritasi lambung sering terjadi bila di berikan dosis lebih dari 500 mg per kali.
Dosis 4-8 gr sehari selama lebih dari 3 minggu mungkin menimbulkan iritasi kandung kemih, proteinuria, hematuria dan
erupsi kulit. Oleh karena itu dosis harus segera di turunkan bila urin telah steril.
Metenamin jangan diberikan bersama sulfonamide karena dapat menimbulkan kristaluria. Selama pengobatan
dengan metenamin, pasien harus menghindarkan diri dari makanan atau obat yang dapat meningkatkan pH urin misalnya
susu, antacid.
Sediaan Dan Posologi
Metenamin dan metenamin mendelat tersedia dalam bentuk tablet 0.5 gr. Dosis untuk orang dewasa ialah 4 kali 1
gram/hari, diberikan setelah makan dosis untuk anak kurang dari 6 tahun ialah 50 mg /kgBB/hari yang dibagi dalam
beberapa dosis.
Indikasi
Obat ini digunakan untuk profilaksis terhadap infeksi saluran kemih brulang, khususnya bila ada residu kemih.
Metenamin tidak di indikasikan untuk infeksi akut saluran kemih.
2. ASAM NALIDIKSAT
Kimia
Kristal asam nalidiksat berupa bubuk putih atau kuning muda. Kelarutan dalam air rendah sekali, tetapi mudah
larut dalam hidroksida alkali dan karbonat.
Spektrum Antimikroba
Asam nalidiksat bekerja dengan menghambat enzim DNA girase bakteri dan biasanya bersifat bakterisid
terhadap kebanyakan kuman pathogen penyebab infeksi saluran kemih. Obat ini menghambatE. coli, proteus spp.,
Klebsiella spp. Dan kuman-kuman koliform lainnya.Pseudomonas spp. Biasanya resisten.
Resistensi terhadap asam nalidiksat tidak dipindahkan melalui plasmid (factor R), tetapi dengan mekanisme lain.
Resistensi terhadap asam nalidiksat telah menimbulkan masalah klinik.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
20/76
Farmakokinetik
Pada pemberian per oral, 96% obat akan diserap. Konsentrasinya dalam plasma kira-kira 20-50 mikrogram/mL,
tetapi 95% terikat dengan protin plasma. Dalam tubuh, sebagian dari obat ini akan di ubah menjadi asam
hidroksinalidiksat yang juga mempunyai daya antimikroba.
Efek Samping Dan Kontraindikasi
Pemberian asam nalidiksat per oral kadang-kadang menimbulkan mual, muntah, ruam kulit dan urtikaria. Diare,
demam, eosinofilia, dan fotosensivitas kadang-kadang timbul, walaupun hal ini jarang terjadi dan diduga karena defisiensi
enzim G6PD.
Gejala SSP dapat berupa sakit kepalam, vertigo dan kantuk. Pada anak dan bayi mendapat asam nalidiksat dosis tinggi,
dapat timbul kejang yang mungkin disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakaranial. Efek samping ini dapat pula timbul
bila obat diberikan kepada pasien parkinsonisme, epilepsy dan gangguan sirkulasi darah pada otak.asam naliksidat tidak
boleh diberikan pada bayi berumur kurang dari 3 bulan juga pada trimester 1 kehamilan.
Sediaan Dan Posologi
Asam naliksidat tersedia dalam bentuk tablet 500 mg. dosis untuk orang dewasa iala 4 kali 500 mg/hari. Obat ini
di kontraindikasikan pada wanita hamil trimester pertama dan juga anak prapubertas.
Indikasi
Asam nalidiksat di gunakan untuk menobati infeksi saluran kemih bawah tanpa penyulit (misalnya sistisis akut).
Obat ini tidak efektif untuk infeksi saluran kemih bagian atas, misalny pielonefritis.
Dengan ditemukannya fluorokuinolon (spirofloksasin, ofloksasin, dll.) yang mempunyai daya antibakteri dan sifat
farmakokinetik yang lebih baik,tampaknya asam nalidiksat tidak akan banyak digunakan lagi di masa yang akan dating.
3. NITROFURANTOIN
Kimia Dan Efek Antibakteri
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
21/76
Nitrofurantoin ada antiseptic saluran kemih derivate furan. Obat ini efektif untuk kebanyakan kuman penyebab
infeksi saluran kemih sepertiE. coli, proteus, sp., klebsiella, enterobacter, enterococcus, dll. UntukProteus mirabilis dan
pseudomonas obat ini kurang efektif. Resistensi dapat bekembang melalui pemindahan plasmid.
Farmakokinetik
Nitrofurantoin diserap dengan cepat dan lengkap melalui saluran cerna. Pemberian bersama makanan bukan
hanya mengurangi kemungkinan terjadinya iritasi lambung tapi juga mempertinggi biovailabilitasnya.
Setelah diserap, obat ini terikat kuat dengan protein plasma dan cepat di ekskresi melalui ginjal sehingga kada obat bebas
dalam darahtidak dapat mencapai kadar terapi. Masa [aruhny dalam serum hany 20 menit dan kira-kira 40% obat ini di
ekskresi dalam bentuk asalnya, sehingga didapatkan kadar yang cukup tinggi dalam urin bila faal ginjal cukup baik.
Bila klirens kreatinin kurang dari 40 ml/menit maka kadar obat dalam urin tidak cukup tinggi, sebaliknya terjadi
akumulasi dalam darah sehingga kemungkinan terjadinya intoksikasi juga lebih besar. Dengan demikian nitrofurantion
tidak boleh di berikan pada pasien gagal gijal.
Nitrofurantion menyebabkan urin berwarna agak coklat.
Efek Samping Dan Kontraindikasi
Efek samping yang paling sering di jumpai ialah mual, muntah dan diare. Keluhan-keluhan ini dapat dikuranngi
dengan pemberian bersama makanan atau susu. Reaksi hipersensivitas mungkin timbul berupa demam, leucopenia,
granulositopenia, anemia hemolitik, ikterus kolekstatik dan kerusakan hepatoselulerr. Selain itu dapat timbul pneumonitis
akibat reaksi alergi dan fibrosis pulmonus interstinal (jarang sekali terjadi).
Efek samping lain yang mungkin timbul iallah kelainan neurologic seperti sakit kepala, vertigo, kantu, nistagmus, dan
nyeri otot. Kelainan-kelainan lain bersifat sementara. Polineuropati lebih mudah terjadi pada pasien dengan gangguan faal
ginjal, anemia, diabetes, defisiensi vitamin b kompleks atau gangguan keseimbangan elektrolit.
Netrofurantion di kontraindikasikan pda gangguan faal ginjal dengan klirens kreatinin kurang dari 40 mL/menit. Obat ini
jga dikontraindikasikan pada gangguan faal ginjal bagi wanita hamil aterm dan bayi berumur kurang dari 3 bulan, karena
dapat menimbulkan anemia hemolitik.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
22/76
Sediaan Dan Posologi
Nitrofurantion tersedia dalam bentuk kapsul atau tablet 50-100mg. dosis untuk orang dewasa ialah 3-4 kali 50-
100 mg/hari. Untuk anak diberikan dosis 5-7 mg/kgBB/hari yang dibagi dalam beberapa dosis. Obat ini tidak tersedia di
Indonesia.
Penggunaan Klinik
Nitrofurantion efektif untuk mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh infeksi saluran kemih bagian bawah.
Penggunaanya terbatas untuk tujuan profilaksdis atau pengobatan syupresif infeksi saluran kemih menahun, yaitu setelah
kuman penyebanya dibasmi atau dikurangi dengan antimikroba lain yang l;ebih efektif.
Hidroksimetilnitrofurantion digunakan dengan indikasi yang sama dengan nitrofurantion. Dosisnya 4 kali 40 mg sehari per
oral.
4. FOSFOMISIN TROMETAMIN
Obat ini bekerja dengan menghambat tahap awal sintesis dinding sel kuman. Fosfomisin aktif terhadap kuman gram-
positif maupun gram-negatif. Biovailabilitasnya pada pemberian oral hanya 37%. Pemberian bersama makanan akan
mengurani penyerapan obat ini sebanyak 30%. Obat ini tidak terikat dengan protin plasma. Masa paruh eliminasinya
sekitar 5.7 jam. Ekskresi renal obat ini ialah 38%. Fofomisin tidak mengalami metabolism dalam tubuh dan di keluarkan
dalam urin dan tinja sebagai induknya.
Obat ini di indikasikan untuk infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (sistisis akut0 pada wanita yang di sebabkan oleh
E.coli dan e.faecalis. efek samping yng di hubungkan dengan penggunaan obat ini ialah diare, mual, sakit kepala, dan
vaginitis. Obat ini dapat di berikan pada wanita hamil. Fosfomisin trometamin tersedia sebagai bubuk dalam sachet berisi
3 g yang harus di campur dengan air kurang lebih 100 ml dan diminum sebagai dosis tunggal. Air panas tidak boleh
digunakan untuk pelarut obat ini. Obat yang telah dilarutkan harus segera di minum.
ANTIMIKROBAKTERIA ATIPIK
Mikrobakteria atipik tidak ditularkan dari manusia ke manusia, penyakit yang ditimbulkan oleh kuman ini umumnya
kurang berat dibadingkan tuberkulosis. Pada umumnya obat antituberkulosis kurang aktif terhadap mikrobakteria atipik,
sedangkan antibiotik eritromisin, sulfonamid dan tetrasiklin yang aktif terhadap mikrobakteria atipik ternyata tidak aktif
pada tuberkulosis.
Antibiotik Makrolid
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
23/76
Mycrobacterium avium compleks ( MAC ), yang mencakup M avium dan M intracelullare, peyebab tersering
dan peting dar penyakit pada penyakit desiminasi stadium lanjut pada AIDS. Kombinasi beberapa obat
diperlukan untuk mengatasi penyakit ini. Infeksi MACdiseminasi sangat sulit untuk disembuhkan.
Penggunaan kombinasi berbagai obat akan menimbulkan berbagai efek samping yang sulit dikelola.
Rifabutin
Rifabutin dosis sekali sehari 300 mg telah terbukti meurunkan insidens bakteremia M avium compleks pada
pasien AIDS.
Mikobakteria atipik tidak di tularkan dari manusia ke manusia. Penyakit yang di timbulkan oleh kuman ini umumnya
kurang berat di bandingkan tuberculosis. Pada umunya obat antituberkulosis kurang aktiv terhadap mikobakteria atipik,
sedangkan antibiotic eritromisin, sulfonamide dan tetrasiklin yang aktif terhadap tuberculosis. Seperti mikrobakteria lain,
mikobakteria atipik juga cepat timbul resistensi terhadap penggunaan obat tunggal, sehingga harus di beri obat dalam
kombinasi.M.kansaiipeka terhadap rifampisin dan etambutal, tetapi kurang peka terhadap INH dan resisten penuhterhadap pirazinamid. Pada tabel 40-1 tercantum obat-obat yang diindikasi untuk infeksi oleh barbagai mikobakteria
apitik.
Antibiotik M akrolid
Mycobacteium avium complex (MAC), yang mencakupM. avium danM. intracellular,penyebab tersering da n penting
dari penyakit diseminasi pada stadium lanjut pada AIDS (CD4 M.avium complex kurang peka di bandingM.
tuberculosis terhadap kebanyakan antituberkulosis. Kombinasi beberapa obat diperlukan untuk mengatasi penyakit ini.
Infeksi MAC diseminasi sangat sulit untuk dapat di sembuhkan dan bila CD4
Klaritromisin dan azitromisin merupakan obat yang penting untuk pengobatan infeksi MAC dan mikobakteria
nontuberkulosis lain. Klaritromisin dapat berinteraksi dengan obat-obat yang di metabolisme oleh system enzim P450.
Farmakologi antibiotic makrolid di bahas di bab 45 di buku ini. Klaritomisin in vitrolebih aktif di bandingkan azitromisin
terhadap bakteri MAC, tetapi secara klinis tidak berpengaruh karena kadar azitromisin di jaringan jauh melebihi kadar
dalam darah, sehinggga melebihi KHM MAC. Untuk pengobatan MAC klaritomisin maupun azitromisin tidak boleh di
berikan sebagai monoterapi karena akan timbul resistensi pada penggunaan jangka panjang.
Rifabutin
Rifabutindosis sekali sehari 300 mg telah terbukti menurunkan insidens bakteremia M. avium complex pada
pasien AIDS dengan CD4
C. TUBERKULOSTATIK DAN LEPROSTATIK
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
24/76
1. TUBERKULOSTATIK
Obat yang digunakan untuk tuberkulosis di golongkan atas dua kelompok, yaitu kelompok obat lini pertama dan lini
kedua. Kelompok obat lini pertama yaitu, isoniazid, rifampisin, etambutol, streptomisin, dan pirazinamid memperlihatkan
efektifitas yang tinggi dengan toksitas yang dapat diterima. Antituberkolosis lini kedua adalah antibiotik golongan
fluorokulnolon ( siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin), sikloserin, etionamid, amikasin, kanamisin, kepromisin, dan
paraaminosalisilat.
1.1 Isoniazid
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering disingkat INH, hanya satu derivatnya menghambat pembelahan kuman
tuberkolosis yakni iproniazid, tetapi obat ini terlalu toksik baut manusia.
Efek Antibakteri
Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkolostatik dan tuberkolosid dengan KHM ( Kadar Hambat Minimum )
sekitar 0.025-0.05g/ml. Pembelahan kuman masih berlangsung 2 sampai 3 kali sebelum dihambat sama
sekali. Efek bakterisidnya haya terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Pada hewan ternyata aktifitas
isoniazid lebih kuat dibandingkan streptomisin, isoniazid dapat menembus kedalam sel dengan mudah.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, tetapi ada beberapa hipotesisi yang diajukan, diantaranya efek
pada lemak, biosintesis asam nukleat dan glikolisis.
Resistensi
Petunjuk yang ada memberikan kesan bahwa mekanisme terjadinya resistensi berhubungan denga adaya
kegagalan obat mencapai kuman atau kuman tidak menyerap obat. Peggunaan INH juga dapat menyebabkan
timbulnya strain baru yang resisten. Perubahan sifat dari sensitif menjadi resisten biasanya terjadi
dalambeberapa minggu setelah pengobatan dimulai. Waktu yang diperlukan untuk timbulnya resistensi
berbeda pada kasus yang berlainan.
Farmakokinetik
Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak dicapai dalam waktu 1-2
jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid terutama mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan
metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam
plasma dan masa paruhnya. Isoniazid muda berdifusi kedalam sel dan semua cairan tubuh. Obat terdapat
degan kadar yang cukup dalam cairan pleura dan cairan asites. Antara 75-95 % isiniazid di ekskresi melalui
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
25/76
urin dalam waktu 24 jam dn hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit. Ekskresi teutama dalam bentuk
asetil isoniazid.
Efek samping
Reaksi hipersensitivitas mengakibatkan demam, berbagai kelainan kulit berbetuk morbiliform,
makulopapular, dan urtikaria. Isoniazid dapat mencetuskan terjadinya kejang pada pasien dengan riwayat
kejang. Neuritis optik dengan atropi dapat juga terjadi. Isoniazid juga dapat menimbulkan ikterus dan
kerusakan hati yang fatal akibat terjadinya nekrosis multilobular.
Status dalam Pengobatan
Isoniazid masih tetap merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe tuberkolosis. Efek
samping dapat dicegah dengan pemberian peridoksin dan pengawasan yang cermat pada pasien. Untuk
tujuan terapi, obat ini harus digunakan berasama obat lain, untuk tujuan pencegahan dapat diberikan tunggal.
1.2 Rifampisin
Rifampisin adalah derivat semisetetik rifamisin B yaitu salah satu kelompok antibiotik makrosiklik yang
disebut rifamisin.
Aktivitas Antibakteri
Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram positif dan gram negatif. Terhadap kuman
gram positif kerjanya tidak sekuat penisilin G, tetapi sedikit lebih kuat dari eritomisin, linkomisin dansefalotin. Terhadap kuma gram negatif kerjanya lebih lemah dari tetrasiklin, kanamisin.
Farmakokinetik
Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan kemudian mengalami
sirkulasi enterohepatik. Penyerapanya dihambat oleh adanya makanan sehinnga dalam waktu 6 jam hampir
semua obat yang berada dalam saluran empedu berbentuk diasetil rifampisin, yang mempunyai aktivitas
atibakteri penuh. Obat ini berdifusi baik ke berbagai jaringa termasuk ke cairan otak.
Efek Samping
Rifampisin jarang menimbulkan efek yag tidak diingini. Dengan dosis biasa, kurang dari 4 % pasien
tuberkolosis mengalami efek toksik. Yang paling sering ialah ruam kulit, demam, mual da muntah.
Interaksi Obat
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
26/76
Pemberian PAS bersama rifampisin akan menghambat absorpsi rifampisin sehingga kadarnya dalam darah
tidak cukup. Rifampisin merupakan pemacu metabolisme obat yang cukup kuat, sehinnga berbagai obat
hipoglikemik oral, kortikosteroid dan kontrasepsi oral akan berkurang evektivitasnya bila di berikan
bersama rifampisin.
Status dalam Pengobatan
Rifampisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pegobatan tuberkolosis dan sering digunaka bersama
isoniazid untuk terapi tuberkolosis jangka pendek. Efek sampingnya beraneka ragam, tetapi insidensnya
rendah dan jarang sampai menghentikan terapi.
Sediaan dan Posologi
Rifampisin di Indonesia terdapat dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Selain itu terdapat pula tablet
450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/ 5 ml rifampisin. Beberapa sediaan
dikombinasikan dengan isoniazid.
3. Etambutol
Aktivitas Antibakteri
Hampir semua galur M. tuberkolosis da M. kansasli sensitif terhadap etambutol. Etambutol tidak efektif
untuk kuman lain. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman tuberkolosis yang telah resisten terhadap
isiniazid dan streptomisin. Kerjanya menghambat sintetis metabolit sel sehinnga metabolisme sel terhambat
dan sel mati.
Farmakokinetik
Pada pemberian oral sekitar 75-80 % etambutol diserap dari saluran cerna. Kadar puncak dalam plasma
dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dalam waktu 24 jam, 50 % etambutol yang diberikan
diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin, 10 % sebagai metabolit, berupa derivat aldehid dan asam
karboksilat.
Efek Samping
Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Efek samping yang paling peting adalah gagguan
penglihatan, biasanya bilateral, yang merupakan neoritis retrobulbar yang berupa turunnya tajam
penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna dan lainnya.
Status dalam Pengobatan
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
27/76
Etambutol telah berhasil digunakan dalam pengobatan tuberkolosis dan menggantikan tempat asam para
amino Sali silat karena tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya dan dapat diterima dalam terapi.
Sediaan dan Posologi
Di Indonesia etambutol terdapat dalam bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang dicampur
dengan isoiazid dalam betuk kombinasi tetap.
3. Pirazinamid
Pirazinamid adalah analog niklatinamid yang telah dibuat sintetiknya. Obat ini tidak larut dalam air.
Aktivitas Antibakteri
Piranizamid di dalam tubuh dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam pirazinoat yang aktif
sebagai tuberkulostatik hanya pada media yang bersifat asam.
Farmakokinetik
Piranizamid mudah diserap di usus da tersebar luas keseluruh tubuh. Dosis 1 gr menghasilkan kadar plasma
sekitar 45 g/ml pada dua jam setelah pemberian obat. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomelurus.
Asam pirazinoat yag aktif kemudian mengalami hidroksilasi menjadi asam hidropirazinoat yang merupaka
metabolit utama.
Efek Samping
Efek samping yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Efek samping lain adalah artralgia,
anoreksia, mual dan muntah, juga disuria, malaise dan demam.
Sediaan dan Posologi
Pirazinamid terdapat dalam bentuk tablet 250 mg dan 50 mg. Dosis oral ialah 20-35 mg./kgBB sehari.
Status dalam Pengobatan
Sejak pengobatan tuberkolosis jangka pendek, kedudukan pirazinamid berubah menjadi obat primer, obat ini
lebih aktif pada suasana asam dan merupakan bakterisid yang kuat untuk bakteri tahan asam yang berada
dalam sel makrofag.
3. Streptomisin
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
28/76
Streptomisin ialah antituberkolosis pertama yang secara kliik dinilai efektif.
Aktivitas Antibakteri
Streptomisin in Vitro bersifat bakteriostatik da bakterisid terhadap kuman tuberkolosis. Obat ini dapat
mencapai kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi kecairan intrasel.
Resitensi
Dalam populasi yang besar selalu terdapat kuman yang resisten terhadap streptomisin. Secara umum dapat
dikatakan bahwa makin lama terapi denga streptomisin belangsung, makin meningkat resitensinya.
Farmakokinetik
Setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali
yang masuk dalam eritrosit. Stretomisin kemudian meyebar keseluruh cairan ekstrasel. Kira-kira sepertiga
streptomisin yang berada dalam plasma, terikat protein plasma. Streptomisi di ekskresi melalui filtrasi
glomelurus.
Iteraksi Obat
Interaksi dapat terjadi dengan obat penghambat neuromoskular berupa potensial penghambatan. Selain itu
interaksi juga terjadi denga obat lainyang juga bersifat ototoksik.
Sediaan dan Posologi
Streptomisin terdapat dalam bentuk bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gr.
3. Fluorokuinolon
Selain aktivitasnya terhadap berbagai gram positif dan gram negatif siprofloksasin, ofloksasin, dan
levoflaksasin mempuyai aktivitas yang baik terhadapM. tubercolosis sehingga digunakan dalam pengobatan
tuberkulosissebagai obat lini kedua.
3. Asam Paraaminosalisilat
Paraaminosalisilat ( PAS ) merupakan obat yang sering dikombinasikan dengan anti tuberkolosis yang lain.
Aktivitas Antibakteri
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
29/76
Obat ini bersifat bakteriostatik. Sebagian besar mikrobakterium atipitik tidak dihambat oleh obat tersebut.
Efektivitas obat ini kurang jika dibandingkan dengan isoniazid, streptomisin dan rifampisin.
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerjanya sangat mirip dengan sulfonamide. Karena sulfonamide tidak efektif terhadap M
tuberkulosis dan PAS tidak efektif terhadap kuman yag sensitif terhadap sulfonamide.
Resistensi
Secara umu resistensi in vitro terhadap PAS lebih sukar terjadi dibadingkan terhadap streptomisin.
Farmakokinetik
PAS mudah diserap melalui saluran cerna. Obat ini mencapai kadar tinggi dalam berbagai cairan tubuh
kecuali dalam cairan otak.
Efek Samping
Insidens efek samping pada pemberian PAS hampir mencapai 10 , gejala yang agak menonjol ialah mual
dan gangguan saluran cerna lainnya. Pada keadaan tertentu dapat timbul hemolisis.
Sediaan dan Posologi
PAS terdapat dalam bentuk tablet 500 mg yang diberikan dengan dosis oral 8-12 g sehari, dibagi dalam
beberapa dosis.
3. Sikloserin
Sikloserin merupkan antibiotik yang dihasilkan oleh Stretomyces orchidaceus, dan sekarang dapat dibuat
secara sintetik.
Aktivitas Antibakteri
In vitro sikloserin menghambat pertumbuhan M tuberculosis pada kadar 5-20 g/ml melalui penghambatan
sintesis dinding sel.
Farmakokinetik
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
30/76
Setelah pemberian oral absorpsinya baik, kadar puncak dalam darah dicapai 4-8 jam setelah pemberian obat.
Distribusi dan difusi keseluruh cairan dan jaringan tubuh baik sekali. Ekskersi maksimal tercapai dalam 2-6
jam setelah pemberian obat dan 50 % di ekskresi melalui urin dalam bentuk utuh selama 12 jam pertama.
Sediaan dan Posologi
Sikloserin dalam bentuk kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari.
Efek Samping
Efek samping yang palig sering timbul dalam pegguanaan sikloserin ialah pada SSP dan biasanya terjadi
dalam 2 minggu pertama pengobatan.
3. Etionamid
Etionamid merupakan turunan tiosonikotinamid. Zat ini berwarna kuning dan tidak larut dalam air.
Aktivitas Antibakteri
In vitro, etionamid menghambat pertumbuhan M tuberculosis jenis human. Resistensi mudah terjadi bila
dosis kurang tinggi atau obat ini diguakan sendiri.
Farmakokinetik
Pada pemberian peroral etionamid mudah diabsorpsi. Kadar puncak tercapai dalam 3 jam dan kadar terapibertahan selama 12 jam. Distribusi cepat, luas dan merata keseluruh jaringan dan cairan tubuh. Ekskresi
berlangsung cepat dan terutama dala bentuk metabolitnya haya 1 % dalam betuk aktif.
Efek Samping
Efek samping yang paling sering dijumpai adalah aoreksia, mual dan muntah.sering juga terjadi hipotensi
postural yang hebat, depresi mental, mengantuk dan asthenia.
Sediaan dan Posologi
Etionamid tedapat dalam betuk tablet 250 mg. Dosis awal ialah 2 kali 250 mg perhari.
Status dalam pengobatan
Etionamid merupakan antituberkulosis sekunder yang harus dikombinasi dengan antituberkulosis lain bila
obat primer tidak efektif lagi.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
31/76
3. Kanamisin dan Amikasin
Kedua obat ini termasuk antibiotik golongan aminoglikosida.
Kanamisin
Kanamisin telah lama digunakan sebagai antituberkulosis linikedua untuk pengobatan tuberkulosis yang
disebabkan oleh bakteri yang sudah resiste terhadap streptomisin, tetapi semenjak ditemukan amikasin da
kapreomisin yag relaitif kurang toksik, maka kini telah ditinggalkan.
Amikasin
Amikasin adalah semisintetik kaimasin dan lebih resisten terhadap berbagai enzim yang dapat merusakaminoglikosida lain.
Farmakokinetik : melalui salura cerna amikasin tidak diabsorpsi. Melalui suntikan intramuskular dosis 500
mg/12 jam.
3. Kapreomisin
Kapreomisin adalah suatu antituberkulosis polipeptida yang dihasilkan juga oleh Streptomyces Sp.
Efek Samping
Kapreomisin merusak saraf otak VIII, oleh karena itu perlu dilakukan audometrik dan pemeriksaan fungsi
vestibuler sebelum mulai pemberiannya. Efek samping lain adalah hipoglikemia, memburuknya angka-
angka uji fungsi hati dan lainnya.
Status Dalam Pengobatan
Kapreomasin hanya digunakan dalam kombinasi dengan antituberkulosis lain.
3.
Rifabutin ( Ansamisin )
Rifabutin suatu antubiotik derivat rifamisi seperti juga rifampisin dan rifapentin. Obat ini aktif terhadap M
tuberculosis, M. avrium intraselular, M. fortuitum. Ributin efektif untuk terapi pencegahan dan
pengobataninfeksi disseminated atypical mycobakteria.
3. Rifapentin
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
32/76
Rifapentin suatu indikator poten enzim sitokrom P450. ripafentin diindikasikan untuk pengobatan tuberkulosis
oleh mikrobakteria yang sensitif terhadap rifampisin.
1.14Pengobatan Tuberkulosis
Tuberkulosis ( TB ) dapat meyerang beberapa organ tubuh, diantaranya paru-paru, ginjal, tulang dan usus.
Tujuan pengobatan Tuberkulosis adalah memusnakan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh.
Selain itu juga bertujuan mengurangi transmisi TB kepada orang lain dan mencegah/memperlambat timbulnya
retensi TB terhadap obat. Yang menjadi poin penting Pada pengobatan TB adalah :
Pemilihan Obat
Resistensi
Panduan Terapi
Panduan terapi tuberkulosis pada pasien defisiensi imun
Efek samping Pengobatan, Pencegahan
Terapi kortikosteroid pada tuberkulosis
Penilaian hasil pengobatan
2. LEPROSTATIK
Penyakit lepra di Indonesia cukup banyak dan memerlukan perhatian yang serius. Dalam bab ini akan di bahas antilepragolongan sulfon, rifampisin, klofazimin, amitiozon dan obat-obat lain.
Sifat farmakologi yang sama. Banyak senyawa yang telah di kembangkan, tetapi secara klinis hanya masalah
pengobatan lepra. WHO menganjurkan penggunaan kombinasi 3 obat sekaligus yaitu dapson, ifampisin dank lofazimin
untuk pemberantasan global penyakit lepra.
1. Sulfon
Golongan sulfon merupakan derivate 4.4 diamino difenil sulfon (DDS, dapson) yang memiliki dapson dan sulfokson yang
bermanfaat.
Aktivitas I n Vitro DanI n Vivo
Aktivitas sulfon terhadap basil lepra secara in vitrotidak dapat di ukur mengingat hasil ini belum dapat di
biakkan dalam media buatan. Tehadap basil tuberculosis obat ini bersifat bakteripstatik; dapson dapat menghambat
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
33/76
pertumbuhan basil pada kadar 10 /mL. penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa sulfon bersifat bakteriostatik
dengan KHM sebesar 0,02 /mL. resistensi dapat terjadi selama pengobatan berlangsung.
Mekanisme kerja sulfon sama dengan sulfonamide. Kedua golongan obat ini mempunyai spectrum antibakteri
yang sama, dan dapat ldi hambat aktivitasnya oleh PABA secara bersaing.
Farmakokinetik
Dapson di serap lambat di saluran cerna, tetapi hampir sempurna. Sulfokson di serap kurang sempurna sehingga
banyak tebuang bersama feses. Kadar puncak tercapai setelah 1-3 jam , yaitu 10-15 /mL. setelah pemberian dosis yang
di anjurkan. Kadar puncak cepat turun, tetapi masih di jumpai dalam jumlah cukup setelah 8 jam. Waktu paruh eliminasi
berkisar antara 10-50 jam dengan rata-rata 28 jam. Pada dosis berulang, sejumlah kecil obat masih di temukan sampai 35
hari setelah pemberian obat di hentikan.
Golongan sulfon tersebar luas di seluruh jaringan dan cairan tubuh. Obat ini cenderung tertahan dalam kulit dan otot,
tetapi lebih banyak dalam hati dan ginjal. Obat tetrikat pada protein plasma sebanyak 50-70%, dan mengalami daur
enterohepatik. Daur ini yang menyebabkan obat masih di temukan dala darah lama setelah pemberiannya di hentikan.
Sulfon mengalami metabolisme dalam hati dan kecepatan asetilasinya di etntukan oleh factor genetic.
Ekskresi melalui urin berbeda jumlahnya bagi setiap sediaan sulfon. Dapson dosis tunggal di ekskresi sebanyak 70-80%
terutama dalam bentuk metabolitnya. Probenesid dapat menghambat ekskresi dapson dan metabolitnya.
Efek Samping
Efek samping sediaan sulfon yang paling sering terlihat ialah hemolisis yang berhubungan erat dengan besarnya
dosis. Hemolisis dapat tejadi pada hampir setiap pasien yang menerima 200-300 mg dapson sehari. Dosis 100 mg pada
orang normal atau dosis kurang dari 50 mg pada orang yang menderita kekurangan enzim G6PD tidak menimbulkan
hemolisis. Methemoglobinemia sering pula terlihat, kadang-kadang di sertai pembentukanHeinz body.
Walaupun sulfon menyebabkan hemolisis, anemia hemolisis jarang tetrjadi kecuali bila pasien juga menderita kelainan
eritrosit atau sumsum tulang. Tanda hipoksia akan tampak bila hemolisis sudah sedemikian berat.
Anoreksia, mual dan muntah dapat terjadi pada pemberian sulfon. Gejala lain yang pernah di laporkan ialah sakit kepala,
gugup, sukar tidur, penglihatan kabur, parestesia, neuropati perifer yang mampu pulih, demam, hematuria, pruritus,
psikosis, dan berbagai bentuk kelainan kulit. Gejala mirip mononucleosis infeksiosa yang berakibat fatal pernah pula di
laporkan.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
34/76
Sulfon dapat pula menimbulkan reaksi lepromatosis yang analog dengan reaksi jarisch Herxhelmer. Sindrom yang di
sebut sindrom sulfon ini dapat timbul 5-6 minggu setelah awal terapi pada pasien yang bergizi buruk. Gejalanya dapat
berupa demam, malaise, dermatitis eksfoliatif, ikterfus yang di sertai nekrosis hati, limfadenopati, methemoglobnemia, dan
anemia.
Sediaan Dan Pasologi
Sulfon dapat di gunakan dengan aman selama beberapa tahun bila pemberian di lakukan dengan seksama.
Pengobatan harus di mulai dengan dosis kesil, kemudian di naikkan perlahan-lahan dengan pengawasan klinik dan
laboratorium secara teratur. Reaksi lepromatosis berupa sindrom sulfondapat demikian parah dan memerlukan
penghentian terapi.
Dapson diberikan dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg secara oral. Pengobatan di mulai dengan dosis 25 mg. dalam 2
minggu pertama dosis ini di berika sekali dalam seminggu; kemudian setiap 2 minggu frekuensi pemberian di tambahkan
satu kali sampai tercapai pemberian 5 kali seminggu. Setelah itu dosis di naikkan menjadi 50 mg, yang di berikan 3 kali
seminggu selama 1 bulan dan akhirnya di naikkan 4 kali seminggu untuk waktu yang tidak terbatas. Pemberian dapson
100 mg dua kali seminggu mungkin cukup efektif untuk pengobatan jangka lama.
Natrium sulfokson di berikan pada pasien yang mengalami gangguan saluran cerna akibat dapson. Natrium sulfokson
terdapat dalam bentuk tablet bersalut gula 165 mg. dosis awal ialah 330 mg di berikan 2 kali seminggu selama 2 minggu
pertama, kemudian pemberian di naikkan lagi menjadi 6 kali seminggu. Dosis maksimum perhari ialah 600 mg.
2. Rifampisin
Farmakologi obat ini telah di tinjau sebagai antituberkulosis. Pada hewan coba, antibiotic ini cepat mengadakan
sentralisasi kaki mencit yang diinfeksi denganM.leprae dan tampaknya mempunyai efek bakterisid. Walaupun obat ini
mampu menembus sel dan saraf, dalam pengobatan yang berlangsung lama masih saja di temukan kuman hidup. Beberapa
pasien yang makan obat ini selama 10 tahun tidak timbul masalah, tetapi resistensi timbul dalam waktu 3-4 tahun. Atas
dasar inilah penggunaaan rifampisin pada penyakit lepra hanya di anjurkan dalam kombinasi dengan obat lain. Kini di
beberapa Negara sedang di coba pengunaan dirafmpisin bersama dapson untukM.leprae yang sensitive terhadap dapson,
serta kombinasi rifampisin dengan klofazimin atau etinamid untukM.lepraeyang resisten terhadap dapson. Dosisnya
untuk semua jenis lepra adalah 600 mg/hari. Kini juga sedang di teliti paduan yang menggunakan rifampisin dosis 300
mg/hari atau untuk pengunaan intermiten dengan dosis 600 mg sampai 1500 mg.
3. Amitiozon
Obat turunan tuosemikarbazon ini lebih efektif terhadap lepra jenis tuberkuloid di bandingkan terhadap lepra jenis
lepramatosis. Resistensi dapat terjadi selama pengobatan sehingga pada tahun kedua pengobatan perbaikan melambat dan
pada tahun katiga penyakit mungkin kambuh. Karena itu amitiozon di anjurkan penggunaannya bila dapson tidak dapat di
terima pasien.
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
35/76
Efek samping yang paling sering terjadi ialah anoreksia, mula, dan muntah. Anemia karena depresi sumsumvtulang
terlihat pada sebagian besar pasien. Leukopenia dan agarnulositosis dapat terjadi, tetapi yang berat keadaan nya terdapat
pada 0,5% pasien. Anemia hemolitik akut dapat terjadi dengan dosis tinggi. Ruam kulit dan albuminuria tidak jarang pula
tetrlihat. Kejadian ikterus cukup tinggi dan gejala ini menandakan obat bersifat hepatotoksik tetapi sifatnya reversibel.
Amitiozon mudah di serap melalui saluran cerna dan ekskresinya melalui urin. Dosis permulaan ialah 50 mg setiap hari
selama 1-2 minggu, kemudian dosis dapat di naikkan perlahan-lahan sampai mencapai 200 mg. obat ini sama efektif baik
pada pemberian dosis tunggal maupun dosis terbagi.
4. Pengobatan Lepra
Pengobatan lepra juga mengalami perubahan setelah suksesnya pengobatan tuberculosis dengan paduan terapi jangka
pendek. Di masa lalu pengobatan lepra biasanya dengan obat tunggal, kini banyak di usahakan pengobatan minimal
dengan dua obat, dan rifampisin jega merupakan komponen yang penting. Untuk mengerti pengobatan lepra, perlu di
pahami bentuk klinik penyakit tersebut. Di kenal dua macam pembagian penyakit lepra menurut bentuk kliniknya.
Klasifikasi
Madrid membagi penyakit ini menjadi 4 tipe yaitu tipe indeterminate, tuberculoid, borderline, dan lepromatosa,
sedangkan Ridley dan Jopling membaginya menjadi 6 tipe yaitu tipe indeterminate (tipe 1), tuberculoid (tipe TT),
borderline tuberculoid (tipe BT), borderline atau midborderline (tipe BB), borderline lepromatosa (tipe LL). Lepra tipe
indeterminate merupakan bentuk permulaan penyakit lepra yang memperlihatkan bermacam bentuk macula
hipopigmentasi. Sekitar 75% leai ini sembuh spontan, yang lain mungkin menetap sebagai tipe indeterminate atau
berkembang menjadi bentuk-bentuk tuberculoid, borderline untuk seterusnya menjadi bentuk lepromatosa. Tanda klinik
bentuk tuberculoidsampai bentuk lepromatosa dapat di lihat pada tabel 40-8.
Tabel 40-8. KALSIFIKASI PENYAKIT LEPRA MENURUT RIDLEY DAN JOPLING
Tanda-tanda TT BT BB-BL LL
Jumlah lesi kulit biasanya tunggal tunggal/sedikit beberapa banyak sangat banyak
Besar lesi beragam beragam beragam kecil
Permukaan lesi sangat kering/bersisik kering mengkilap mengkilap
Pertumbuhan rambut pada lesi tak ada berkurang agak berkurang tak berpengaruh
Daya rasa pada lesi hilang sama sekali menurun jelas menurun ringan tidak hilang
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
36/76
BTA dari apus jaringan kulit nol nol/jarang beberapa banyak sangat banyak
BTA dari korekan hidung nol nol nol/jarang sangat banyak
tesblepromin +++ +/++ negative negative
keterangan : TT = lepra tipe tberkuloid ; BT = borderline tuberculoid ; BB-BL mid borderline-borderline
lepromatous
LL = lepra lepromatous
Untuk kepentingan pengobatan penyakit lepra dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan ada tidaknya BTA dalam
pemeriksaan bakteriologis yaitu bentuk pausibasiler (tipe PB) dan bentuk multibasiler (HB).
Yang tergolong bentuk BB ialah semua tipe pada pemeriksaan laboratorium tidak di temukan BTA yang termasuk dalam
kelompok ini ialah tipe indeterminate dan tipe tuberculoid. Tetapi bila pada tipe ini di temukan BTA positif, maka tipe ini
tergolong dalam bentuk multibasiler (MB).
Bentuk multibasiler (MB) secara garis besar ialah semua tipe yang pada pemeriksaan laboratorium BTA-nya positif. Tipe
borderline dan lepromatosa termasuk bentuk multibasiler walaupun BTA negative.
Pemilihan Obat
Dapson atau DDS merupakan obat terpilih untuk semua tipe penyakit lepra. Obat ini di gunakan baik pada terapi
obat tunggal maupun kombinasi. Bila terjadi resistensi terhadap DDS, atau reaksi alergi, baru di gunakan obat lain.
Klofazimin yang beberapa tahun lalu hanya di gunakan untuk menggantikan DDS, kini di gunakan bersama DDS untuk
lepra tipe multibasiler dan rifampisin merupakan komponen penting dalam terapi kombinasi baik pada lepra tpe
pausibasiler maupun multibasiler. Selain itu pada reaksi lepra juga di gunakan kortikostiroid untuk efek antiinflamasinya.
Juga di gunakan klorokuin untuk efek antiinflamasinya. Talidomid di gunakan untuk reaksi eritema nodosum leprosum,
untuk reaksi reversal obat ini tidak bermanfaat.
Regimen Pengobatan
Pengobatan lepra di Indonesia ada dua cara yaitu terapi kombinasi dan terapi obat tunggal. Tetapi obat kombinasi
yang di anjurkan di Indonesia sesuai dengan yang di anjurkan oleh WHO.
Paduan obat untuk kelompok pausibasiler adalah DDS 100 mg/hari selama 6-9 bulan dan rifampisin 600 mg sebulan sekali
untuk 6 bulan. Penggunaan DDS di serahkan kepada pasien, tetapi untuk menjamin kepatuhan, pemberian rifampisin harus
dibawah pengawasan dokter. Paduan obat untuk kelompok smultibasiler adalah DDS 100 mg/hari, rifampisin 600 mg
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
37/76
sebulan sekali, klofazimin 50 mg/hari, dan klofazimin 300 mg setiap bulan. Rifampisin dan klofazimin yang diberikan
sebulan sekali juga harus diawasi pemberiannya. Lama pengobatan paling sedikit 2 tahun dan paling baik sampai hasil
pemeriksaan BTA negative.
Terapi Obat Tunggal
Di daerah-daerah yang belum terjangkau terapi obat kombinasi masih di lakukan terapi obat tunggal. Untuk tipe
PB di berikan DDS 100 mg/hari yang lamanya paling sedikit 2-3 tahun, sedang untuk MB lama pengobatan tidak di
tentukan. Kini pengobatan dengan obat tunggal tidak di anjurkan lagi. Oleh karena itu bila pasien yang sedang dalam
terapi obat tunggal kemudian memperoleh kesempatan untuk mendapatkan obat kombinasi, maka pengobatan di mulai lagi
seolah belum pernah mendapat pengobatan.
Reaksi Lepra
Reaksi lepra adalah kejadian atau episode dalam perjalanan penyakit lepra yang merupakan manifestasi reaksi
imun (kekebalan) seluler maupun humoral. Reaksi ini dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah pengobatan. Yang
sering terjadi ialah dalam pengobatan, biasanya antara 6 bulan1 tahun pertama. Ada jug reaksi lepra :
(1) reaksi tipe atau tipe reaksi reversal yang terjadi pada tipe tuberkuloid biasanya dalam 6 bulan pertama masa
pengobatan. Gejala yang menonjol ialah neuritis sampai hilangnya sensorimotor, kulit menjadi kemerahan dan berluka,
serta edema di muka, tangan, dan kaki. Reaksi tipe ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang berhubungan
dengan meningkatnya respon imun seluler.
Pada reaksi yang ringan di berikan klorokuin 3 kali 1 tablet selama 3-5 hari sementara antilepra tetap di teruskan kalau
perlu dapat di beri analgesic dan sedative. Pada reaksi yang berat perlu di berikan kortikostiroid.
(2) reaksi tipe ii atau eritema nodosum leprosum (ENL) biasanya timbul lebih lambat dari pada reaksi tipe I. gejala dan
tandanya ialah timbulnya benjol-benjol kecil kemerahan di kulit (di mana saja), sering di sertai neuritis, orchitis,
iridosiklitis, arthritis, proteinuria, dan limfadenopati.
Pengobatan reaksi tipe II sama dengan tipe I hanya klorokuin di berikan 1 minggu. Pada reaksi yang berat di berikan
kortikosteroid dan dosis klofazimin di naikkan menjadi 3 x 100 mg/hari selama 1 minggu. Bila reaksi berkurang dosis
klofazimin di turunkan menjadi 2 kali 100 mg/hari sampai reaksi hilang. Kemudian dosis di kembalikan menjadi 50
mg/hari.
Beberapa pusat pemberantasan penyakit lepra di luar negeri seperti amerika serikat menggunakan talidomid untuk
mengobati reaksi lepra tipe II yang berat dengan dosis awal 400 mg, kemudian di lanjutkan dengan dosis rumat 100
mg/hari.
Penilaian Hasil Pengobatan
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
38/76
Kemajuan pengobatan dinilai dengan melihat perbaikan gejala dan tanda klinik maupun laboratorium, serta
ketekunan berobat. Setelah memenuhi criteria sembuh, pasien di beri surat pernyataan sembuh oleh petugas kusta
setempat.
Pasien kelompok pausibasiler yang telah menjalani pengobatan selama 6-9 bulan dan memenuhi criteria sembuh klinik
dan laboratories di nyatakan selesai menjalani pengobatan (released from treatment/RTF). Tetapi mereka masih harus di
awasi dan di periksa terus secara klinik dan laboratories sedikitnya setahun sekali selama 2-3 tahun. Bila selama itu tidak
terjadi perubahan klinik yang menuju kambuh, maka mereka di nyatakan bebas dari control atau released from
control/RFC. Bila selama masa control itu terjadi kambuh, maka pengobatan di mulai lagi dari permulaan.
Pasien kelompok multibasiler yang telah menjalani pengobatan selama 24-36 bulan dengan tekun dan memenuhi krietria
sembuh klinik dan laboratories di nyatakan telah selesai manjalani pengobatan (released from treatment/RTF).
Selanjutnya mereka dalam masuk dalam masa pengawasan sedikitnya selama 5 tahun. Minimal setahun sekali mereka
harus di periksa secara klinik dan laboratoris untuk melihat perkembangan penyakitnnya. Bila selama lima tahun itu tidak
terjadi perkembangan menuju kambuh, maka mereka di nyatakan bebas dari control (released from control). Tetapi biladalam masa pengawasan itu terjadi perkembangan menuju kambuh, maka pengobatan di mulai lagi mulai dari permulaan.
D. TETRASIKLIN
1. Asal dan Kimia
Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan ialah klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces
aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara
semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari species Stretomyces lain.
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam natrium atau garam HCl-nya
mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relative stabil. Dalam larutan
kebanyakan tetrasiklin sangat labil sehingga cepat berkurang potensinya.
Struktur kimia golongan tetrasiklin dapat dilihat pada gambar 43-1. Tigesiklin adalah suatu antibiotika dari
golongan baru yaitu glisilsiklin.
R1 R2 R3 N(CH3 )2
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
39/76
OH
OH O OH
Gambar Struktur kimia golongan tetrasiklin
Tabel . Struktur kimia golongan tetrasiklin
No Jenis Tetrasiklin
Gugus
R1 R2 R3
1 Klortetrasiklin -CH -CH3 , -OH -H , -H
2 Oksitetrasiklin -H -CH3 , -OH -OH , -H
3 Tetrasiklin -H -CH3 , -OH -H , -H
4 Demeklosiklin -Cl -H , -OH -H , -H
5 Doksisiklin -H -CH3 , -H -OH , -H
6 Minosiklin -N(CH3)2 -H , -H -H , -H
N(CH3 )2 N(CH3 )2
-
8/10/2019 Vesikolithiasis 1
40/76
Gambar Struktur kimia tigesiklin
2. Farmakodinamik
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses
dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri Gram-negatif : pertama secara difusi pasif melalui kanal
hidrofilik, kedua melalui system transport aktif. Setelah masuk antibiotic berikatan secara reversible dengan ribosom
30S dan mencega