Ilmu Pengetahuan Kebumian dan Kelautan
PASIR TIMAH LAUT BANGKA UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM
BERAT Pb(II) PADA HASIL SAMPING PROSES PENGOLAHAN BIJIH TIMAH
(TAILING TIN)
Disusun oleh :
Shofi Latifah Nuha Anfaresi / 8286 / SMA Negeri 1 Sungailiat
Intan Utami Putri / 8181 / SMA Negeri 1 Sungailiat
2016
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Laporan : PASIR TIMAH LAUT BANGKA UNTUK MENURUNKAN
KADAR LOGAM BERAT Pb(II) PADA HASIL SAMPING
PROSES PENGOLAHAN BIJIH TIMAH (TAILING TIN)
2. Bidang Kajian : Ilmu Pengetahuan Kebumian dan Kelautan
3. Ketua Tim Penelitian
Nama Lengkap : Shofi Latifah Nuha Anfaresi
NIS : 8286
Kelas : XII MIPA 1
E-mail : [email protected]
Asal Sekolah : SMA Negeri 1 Sungailiat
Alamat Sekolah : Jalan Pemuda, Komplek Pemda, Sungailiat, Kepulauan Bangka
Belitung, Indonesia
Telp : 082281326040
4. Menyatakan bahwa penelitian yang berjudul “PASIR TIMAH LAUT BANGKA UNTUK
MENURUNKAN KADAR LOGAM BERAT Pb(II) PADA HASIL SAMPING PROSES
PENGOLAHAN BIJIH TIMAH (TAILING TIN)” merupakan penelitian dari hasil ide dan
pembuatan sendiri, penelitian ini belum pernah diikutsertakan ataupun menjuarai lomba
apapun, dan dikerjakan dengan melibatkan ketua sebanyak satu orang, anggota sebanyak satu
orang, pembimbing sebanyak satu orang, dengan rincian sebagai berikut:
Ketua Tim Peneliti
Nama : Shofi Latifah Nuha Anfaresi
NIS : 8286
Kelas : XII MIPA 1
Anggota Tim Peneliti
Nama : Intan Utami Putri
NIS : 8181
Kelas : XII MIPA 4
Guru Pembimbing
Nama : Sri Handayani, S.Pd.Kim
NIP : 19691006 1992 2007
Bidang Studi : Kimia
Asal Sekolah
Nama : SMA Negeri 1 Sungailiat
Alamat :Jalan Pemuda, Komplek Pemda, Sungailiat, Kepulauan Bangka
Belitung, Indonesia
Kota : Bangka
Provinsi
: Kepulauan Bangka Belitung
Telp : +62 717 92183
Ketua Tim Penelitian
Shofi Latifah Nuha AnfaresiNIS. 8286
Mengetahui,
Pembimbing
Sri Handayani, S.Pd.KimNIP. 19691006 1992 200
HALAMAN PENGESAHAN OLEH MENTOR
1. Judul Laporan : PASIR TIMAH LAUT BANGKA UNTUK MENURUNKAN
KADAR LOGAM BERAT Pb(II) PADA HASIL SAMPING
PROSES PENGOLAHAN BIJIH TIMAH (TAILING TIN)
2. Bidang Kajian : Ilmu Pengetahuan Kebumian dan Kelautan
3. Ketua Tim Penelitian
Nama Lengkap : Shofi Latifah Nuha Anfaresi
NIS : 8286
Kelas : XII MIPA 1
E-mail : [email protected]
Asal Sekolah : SMA Negeri 1 Sungailiat
Alamat Sekolah : Jalan Pemuda, Komplek Pemda, Sungailiat, Kepulauan Bangka
Belitung, Indonesia
Telp : 082281326040
4. Menyatakan bahwa penelitian yang berjudul “PASIR TIMAH LAUT BANGKA UNTUK
MENURUNKAN KADAR LOGAM BERAT Pb(II) PADA HASIL SAMPING PROSES
PENGOLAHAN BIJIH TIMAH (TAILING TIN)” merupakan penelitian dari hasil ide dan
pembuatan sendiri, penelitian ini belum pernah diikutsertakan ataupun menjuarai lomba
apapun, dan dikerjakan dengan melibatkan ketua sebanyak satu orang, anggota sebanyak
satu orang, mentor sebanyak satu orang, dengan rincian sebagai berikut:
Ketua Tim Peneliti
Nama : Shofi Latifah Nuha Anfaresi
NIS : 8286
Kelas : XII MIPA 1
Anggota Tim Peneliti
Nama : Intan Utami Putri
NIS : 8181
Kelas : XII MIPA 4
Mentor
Nama : Dr. Ir. Rudi Subagja
Institusi : Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI
Mentor Ketua Tim Penelitian
Dr. Ir. Rudi Subagja Shofi Latifah Nuha Anfaresi
NIP. 195502181980121001 NIS. 8286
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas berkat, rahmat, dan
ridho-Nya lah kami dapat menyusun karya tulis ilmiah yang berjudul “Pasir Timah Laut
Bangka untuk Menurunkan Kadar Logam Berat Pb pada Hasil Samping Proses Pengolahan
Bijih Timah” dengan baik.
Karya tulis ilmiah ini diajukan dalam rangka mengikuti Lomba Karya Ilmiah Remaja
(LKIR) ke-48 tahun 2016. Pada kesempatan ini, peneliti melaksanakan penelitian mengenai
Pasir Timah Laut Bangka yang dapat menurunkan kadar ion logam berat Pb pada limbah
tailing timah di Kapal Isap Produksi.
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan pihak-pihak yang telah
mendukung sarana dan prasarana sehingga peneliti dapat melakukan penelitian dan
menyusunkarya tulis ilmiah ini.
Peneliti berharap agar karya tulis ilmiah ini dapat terlaksana sesuai rencana sehingga
dapat bermanfaat bagi segala pihak. Peneliti menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh dari
kesempurnaan,karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu peneliti
memohon kritik dan saran supaya dapat mengembangkan karya tulis ilmiah ini menjadi lebih
baik di kemudian hari. Terima kasih.
Sungailiat, 8 September 2016
Peneliti
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap penurunan kandungan logam berat Pb dari limbah tailing
timah, dilakukan dengan cara adsorpsi menggunakan adsorben yang dibuat dari pasir timah
laut Bangka melalui tahapan percobaan: a) aktivasi pasir laut timah dengan asam sulfat, b)
pelapisan pasir laut timah (yang telah diaktivasi) dengan besi oksida, c) adsorpsi ion Pb oleh
adsorben yang terbuat dari pasir laut timah yang telah diaktivasi dan dilapisi dengan besi
oksida, d) adsorpsi ion Pb oleh adsorben yang paling optimum pada limbah pengolahan bijih
timah e) desorpsi Pb dari permukaan adsorben. Pasir laut yang telah diaktivasi diukur
porositasnya dengan metode volumetric. Variabel percobaan aktivasi meliputi konsentrasi
asam sulfat dari 2 mol/liter sampai dengan 4 mol/liter, waktu aktivasi dari 1 jam sampai 3
jam dan temperatur aktivasi dari 30oC sampai 60oC. Pasir laut yang telah diaktivasi dan
dilapis besi kemudian dikalsinasi pada temperatur 5000C selama 1jam. Variabel percobaan
yang diamati pada percobaan pelapisan besi oksida meliputi konsentrasi besi klorida dari
10% sampai dengan 20%, temperatur pelapisan dari 30oC sampai 60oC dan waktu pelapisan
dari 1 jam sampai 3 jam. Hasil percobaan aktivasi dan pengukuran porositas menunjukkan
bahwa porositas sangat bergantung pada temperatur dan waktu yang digunakan ketika
aktivasi. Percobaan adsorpsi ion Pb oleh adsorben pada larutan Pb nitrat dengan konsentrasi
Pb 50 mg/L menghasilkan persen adsorpsi tertinggi pada pasir awal sebesar 95,60%, pasir
porositas tinggi sebesar 83,44% dan porositas rendah dengan sebesar 96,67%. Analisis
penyerapan adsorben untuk menurunkan kadar pada tailing dengan konsentrasi Pb sebesar
3,262 mg/L menghasilkan persen teradsorpsi sebesar 71,76%. Hasil percobaan
memperlihatkan bahwa pasir timah laut bangka dapat dijadikan sebagai adsorben yang dapat
menurunkan kadar Pb(II) pada larutan maupun tailing timah KIP.
Kata kunci: adsorben Pb(II), pasir timah laut bangka, tailing timah
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan penambangan timah di Kepulauan Bangka Belitung selain memberikan dampak
positif pada pembangunan daerah juga memberikan dampak negatif pada kerusakan
lingkungan. Tailing buangan dari aktivitas penambangan timah di laut dapat menutup polip
karang dan membunuh karang secara massive (Ambalika, 2014). PT. Timah Tbk memang
telah melakukan upaya reklamasi di wilayah perairan bekas tambang seperti cangkok benih
dan rumpon (rumah ikan), namun, belum ada pengaruh yang signifikan dan berdampak
secara langsung pada wilayah penambangan. Upaya tersebut dilakukan hanya pada wilayah
yang cocok untuk konservasi saja, ini disebabkan karena wilayah bekas penambangan timah
di laut sangat sulit untuk dilakukan rehabilitasi.
Pengelolaan kualitas air laut dan perlindungan keanekaragaman hayati merupakan isi yang
tersirat pada PERMEN ESDM No 7 Tahun 2014 mengenai reklamasi laut. Mengingat
aktivitas penambangan timah dengan mengoperasikan Kapal Isap Produksi yang langsung
membuang tailing ke laut hanya khusus terjadi di provinsi Bangka Belitung, maka, sangat
diperlukan beberapa upaya pencegahan kerusakan ekosistem laut yang realistis.
Sisa dari penambangan timah (tailing) mengandung logam berat Pb, Cd, dan Cr
(Kurniawan, 2013). Menurut Hidayat (2012), jenis logam berat yang tergolong memiliki
tingkat toksisitas tinggi antara lain adalah Hg,Cd, Cu, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn, dan Mn. Pb
tergolong dalam logam berat non esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun
bagi organisme hidup (Subowo dkk, 1999). Sehingga diperlukan langkah-langkah pemisahan
logam berat dalam air limbah yang mencemari lingkungan.
Metode yang digunakan untuk menangani masalah pencemaran logam berat di perairan,
antara lain bisa dilakukan dengan presipitasi, pertukaran ion dan adsorpsi. Menurut Sardjono
(2007), metode presipitasi adalah metode yang paling ekonomis tetapi endapan yang
dihasilkan dapat menjadi masalah baru dan pada metode pertukaran ion umumnya efektif,
tetapi memerlukan peralatan dan biaya operasional yang relatif tinggi. Sementara itu,
menurut Reddy dan Yun (2016), metode adsorpsi sangat cocok digunakan karena kinerja
adsorben yang tinggi, murah, dan aplikasinya ramah lingkungan.
Disamping itu, Bangka Belitung memiliki sumber daya alam berupa pasir laut yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku timah dan mengandung unsur tanah jarang atau unsur
lanthanida yang dapat digunakan sebagai bahan magnet berkinerja tinggi (Subagja, 2014)
serta memiliki sifat magnetik molekuler yang baik (Jian Zhou, 2016). Menurut Pambudi
(2013), pemanfaatan pasir sebagai adsorben logam berat memiliki keuntungan ditinjau dari
kelimpahannya di alam dibandingkan dengan adsorben lain seperti zeolit, arang, kulit jagung,
atau kulit singkongUntuk itu, perlu dilakukan percobaan untuk menggali potensi pemanfaatan
pasir timah laut Bangka sebagai bahan adsorben yang dapat menurunkan kadar Pb pada
tailing timah dari aktivitas penambangan timah di Pulau Bangka.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah:
1. Apakah pasir timah laut Bangka yang mengandung mineral ikutan dapat menurunkan
kadar ion logam berat timbal pada larutan artifisial Pb dan pada hasil samping proses
pencucian pasir timah di kapal isap?
2. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi H2SO4, suhu, dan waktu dalam proses aktivasi
pasir laut terhadap porositas bahan adsorben yang dihasilkan dari pasir laut ?
3. Bagaimanakah pengaruh porositas pasir laut terhadap kemampuannya dalam
mengadsorpsi ion logam berat Pb dalam limbah tailing timah?
4. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi FeCl3, suhu dan waktu pada proses pelapisan pasir
laut dengan besi oksida terhadap kemampuan adsorpsi bahan adsorben dari pasir laut ?
5. Bagaimanakah kapasitas desorpsi adsorben yang telah menyerap ion Pb? Apakah dapat
digunakan sebagai bahan adsorben yang reusable?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk membantu memecahkan masalah
pencemaran lingkungan di kawasan pesisir Bangka akibat kegiatan penambangan timah di
kepulauan Bangka Belitung, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
Membuat bahan adsorben dari pasir laut Bangka untuk menurunkan kadar ion
logam berat Pb dalam larutan dan limbah tailing timah.
Mempelajari pengaruh konsentrasi H2SO4, suhu, dan waktu dalam proses aktivasi
pasir laut terhadap porositas bahan adsorben yang dihasilkan dari pasir laut.
Mempelajari pengaruh porositas pasir laut terhadap kemampuannya dalam
mengadsorpsi ion logam berat Pb dalam limbah tailing timah
Mempelajari pengaruh konsentrasi FeCl3, suhu dan waktu pada proses pelapisan
pasir laut dengan besi oksida terhadap kemampuan adsorpsi bahan adsorben dari
pasir laut.
Mempelajari kapasitas desorpsi adsorben yang telah menyerap ion Pb dan
kemampuan reusable bahan tersebut.
.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tailing Timah
Menurut Riogilang dan Masloman (2009) tailing adalah bahan-bahan yang dibuang
setelah proses pemisahan material berharga dari suatu bijih. Hasil penelitian Pusat Penelitian
Bioteknologi Hutan dan Lingkungan IPB menyebutkan bahwa tailing tin memiliki pH
berkisar 4,7-5,6. Menurut Hanura (2005), kandungan unsur-unsur hara utama seperti N, P,
dan K di tailing tin tergolong rendah sampai sangat rendah. Rendahnya kandungan unsur-
unsur tersebut disebabkan karena unsur-unsur hara sebagian besar sudah tercuci pada proses
pencucian pasir timah dan terangkut oleh aliran permukaan. Selain itu, porositas tanah yang
tinggi karena fraksi tanah didominasi oleh pasir dan rendahnya fraksi liat dan bahan organik
menyebabkan unsur-unsur yang tersisa dalam tailing mudah mengalami pelindian (leaching)
(Inonu, 2008).
2.2 Logam Berat Pb
Logam Pb termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV A pada table periodic
unsur kima, nomor atom 82 dengan bobot molekul 207,2 g/mol. Jumlah Pb yang terdapat di
seluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002 persen dari seluruh kerak bumi. Menurut Ryadi (1984),
Pb dan persenyawaanya dapat berada dalam badan air secara alamiah melalui pembentukan
senyawa Pb yang berasal dari udara dengan bantuan air hujan atau disebabkan proses
pelapukan batuan yang mengandung Pb oleh air. Aktivitas manusia yang membuang
limbahnya ke perairan juga dapat menjadi sumber Pb, seperti industri pencelupan dan air
buangan dari pertambangan bijih timah hitam. Dalam perairan Pb ditemukan dalam bentuk
ion-ion bivalen (Pb2+) atau tetravalent (Pb4+).
Penelitian Febrianto dan Kurniawan (2014) secara umum terlihat bahwa terdapat
perbedaan kandungan Pb dalam air laut di wilayah yang terdapat aktivitas penambangan dan
wilayah tidak terdapat aktivitas pertambangan timah di Bangka. Wilayah terdapat aktivitas
penambangan memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah yang tidak terdapat
aktivitas penambangan yaitu sebesar 0,11 mg/L (Gambar 1). Tingginya kandungan Pb pada
limbah ini karena terdapat logam berat ikutan dari hasil samping proses pengolahan bijih
timah yang tidak dimanfaatkan tapi dibuang ke perairan.
Keterangan : - Sumbu X = sampel air limbah - Sumbu Y = kandungan logam Pb (mg/L)
Gambar 1. Diagram kandungan logam Pb di daerah yang terdapat penambangan dengan yang tidak terdapat penambangan.
Air limbah dari kegiatan penambangan mengandung ion logam berat Pb yang masuk ke
perairan secara terus menerus tanpa filterisasi dapat menyebabkan pencemaran Pb di wilayah
sekitar penambangan. (Kurniawan dkk, 2013). Baku mutu lingkungan logam Pb yang
diperbolehkan menurut keputusan menteri lingkungan hidup yaitu yaitu 0,008 mg/L (Kep
51/MENLH/2004).
2.2 Pasir Timah Laut Bangka
Pasir timah laut Bangka merupakan bahan galian pasir yang terletak pada wilayah perairan
yang mengandung mineral yang terkandung di dalam bijih timah berupa kasiterit sebagai
mineral utama, pirit, kuarsa, zircon, ilmenit, plumbum, bismut, arsenik, stibnit, kalkopirit,
kuprit, senotim, dan monasit merupakan mineral ikutan. Mineral-mineral ikutan pada bijih
timah akan terpisahkan pada proses pengolahan, sehingga berpotensi menjadi produk
sampingan (Suprapto, 2008).
2.3 Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada
permukaan padatan (Nasruddin, 2005). Bahan yang harus dipisahakan ditarik oleh permukaan
sorben padat dan diikat oleh gaya-gaya yang bekerja pada permukaan tersebut (Hidayat,
2012). Menurut Reddy dan Yun, (2016) Untuk membuat suatu adsorben, maka diperlukan
karakteristik sebagai berikut : 1) kinerja adsorben yang tinggi, 2) proses adsorpsi yang cepat,
3) efisiensi biaya, 4) adsorben tidak beracun bagi lingkungan, 5) dapat digunakan kembali, 6)
teknik pemisahan yang mudah.
2.4 Aktivasi
Menurut Bradey (1999), aktivasi adalah adalah suatu perlakuan memperbesar pori pasir
dengan tujuan meningkatkan sifat fisik dan kimia pasir agar mempunyai kemampuan untuk
mengadsorp bahan tertentu. Sifat fisik yang dimaksud diantaranya adalah porositas dan luas
permukaan. Berdasarkan hasil penelitian Widjonarko, dkk (2003) perlakuan aktivasi dengan
menggunakan larutan asam dapat melarutkan pengotor pada material tersebut sehingga mulut
pori menjadi lebih terbuka akibatnya luas permukaan spesifik porinya menjadi meningkat.
Peningkatan luas permukaan spesifik pori dapat meningkatkan kemampuan adsorpsinya.
Untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi pasir timah laut terhadap logam berat Pb yang
dihasilkan oleh limbah tailing tin, maka perlu dilakukan aktivasi secara kimia menggunakan
larutan asam. Hal ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kumar, dkk. (1995),
yakni melakukan modifikasi (aktivasi) tanah lempung dengan asam (H2SO4). Hasilnya, tanah
lempung teraktivasi memiliki porositasnya yang lebih tinggi daripada lempung tanpa aktivasi
sehingga lebih efektif sebagai adsorben.
2.5 Pelapisan pasir laut dengan Magnetite (Fe3O4)
Pasir yang sudah dilapisi feri oksida dapat bertambah pori-porinya sehingga akan
meningkatkan luas permukaan pasir. Pasir yang dilapisi feri oksida ini dapat digunakan
sebagai adsorben untuk menurunkan berbagai logam berat dalam limbah. Batu pasir yang
sudah dilapisi Fe3O4 terbukti memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan
pasir yang tidak dilapisi. Pasir yang telah dilapisi besi oksida mempunyai kemampuan
adsorpsi yang lebih baik daripada pasir yang tidak dilapisi besi oksida. (Satpathy dan
Chaudhuri, 1997). Pada percobaan (Jiang dkk, 2015) telah dilakukan pelapisan adsorben
dengan Fe3O4 pada litchi peel terhadap kadar adsorpsi Pb(II). Hasil yang didapatkan mencapai
kapasitas adsorpsi optimum sebesar 78.74 mg/g dengan waktu 120 menit.
Pada penelitian (Pambudi, 2013) kapasitas adsorpsi pasir laut meningkat setelah dilakukan
aktivasi dan dilapisi besi oksida yaitu sebesar 24,8534 mg/g. Melapisi silika dengan besi
spinel terbukti mampu meningkatkan stabilitas lingkungan larutan, biokompatibilitas dan
juga permukaan dari adsorben tersebut dapat digunakan secara berkelanjutan. (Reddy dan
Yun, 2016)
3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Metode Analisis
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kuantitatif dengan tiga pembagian yaitu
metode eksperimen, studi literatur dan metode survei. Metode eksperimen yang digunakan
yaitu: 1)mencari pengaruh variabel konsentrasi asam sulfat, waktu dan temperatur aktivasi
terhadap porositas adsorben 2) mencari pengaruh variabel konsentrasi FeCl3, waktu dan
temperatur terhadap kemampuan adsorbent untuk menyerap Pb. Dalam studi literatur,
peneliti menggunakan penemuan penelitian sebelumnya yang relevan untuk memberikan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah. Pada metode survei, peneliti mendapatkan
data karakterisasi pasir laut dari PT. Timah, proses hingga sisa pencucian bijih timah yang
menyebabkan pencemaran lingkungan akibat aktivitas pertambangan di wilayah maritim
Bangka.
3.2 Lokasi dan Kegiatan Penelitian
Lokasi pengambilan sampel dan kegiatan survei penelitian dilakukan di Kapal Isap
Produksi PT. Timah Tbk Wilayah Perairan Cupat. Perairan Cupat merupakan lokasi maritim
terdekat dari pantai Penyusuk, Belinyu, Bangka (Gambar 2 dan Gambar 3). Lokasi dan
eksperimen penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Bangka Belitung,
Balunijuk dan Laboratorium Metalurgi dan Material LIPI, Serpong, Tangerang Selatan.
Gambar 2. Lokasi penelitian ditandai dengan tanda merah (wilayah perairan terdekat dengan pantai Penyusuk, Belinyu) Sumber: Google, 2016
3.3 Deskripsi Penelitian
Penelitian melalui metode eksperimen dilakukan pada pasir laut Bangka dengan tahapan
preparasi, karakterisasi, aktivasi, penghitungan porositas, pelapisan, proses adsorpsi, proses
desorpsi. Secara garis besar, deskripsi penelitian dijelaskan pada diagram alir berikut.
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
3.3 Sampel
Bahan utama yang digunakan dalam uji coba dan penelitian yaitu pasir timah laut
Bangka yang didapatkan dari Kapal Isap Produksi 15 PT. Timah Tbk di wilayah perairan
Cupat, Belinyu, Bangka.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Aktivasi Pasir Laut dengan H2SO4
Konsentrasi H2SO4 : 2 mol/L dan 4 mol/L
Suhu : 30°C, 45°C, 60°C
Waktu kontak : 1 jam, 2 jam, 3 jam
3.4.2 Pelapisan Pasir Laut dengan FeCl3
Konsentrasi FeCl3 : 10% dan 20%
Suhu : 30°C, 45°C, 60°C
Waktu kontak : 1 jam, 2 jam, 3 jam
3.5 Alat dan Bahan
3.5.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah:
1) Ayakan 100 mesh 2) Oven
3) pH Universal
4) Orbital shaker
5) Magnetic stirer hot plate
6) Alat-alat gelas
7) Wadah
8) Kertas saring Whatman 42
9) Stopwatch
10) Timbangan
11) Atomic Absorption
Spectroscopy
12) X-Ray Diffraction
13) Scanning Electron Microscope
3.5.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah:
1) Pasir laut timah (Bangka)
2) Larutan H2SO4 2 mol/L dan 4 mol/L
3) Larutan FeCl3 10% dan 20%
4) Larutan Pb(NO3)2 50 mg/L
5) Larutan HNO3 1%
6) Larutan NaOH 20%
7) Aquades
3.6 Cara Kerja
3.6.1 Preparasi
Pasir laut dicuci menggunakan akuades kemudian dikeringkan. Tahap selanjutnya yaitu
perendaman pasir laut menggunakan asam nitrat 1% selama 24 jam dengan tujuan agar pasir
laut bersih dari bahan pengotor. Setelah dilakukan perendaman, pasir laut dibilas
menggunakan akuades sehingga didapatkan pH netral atau sama dengan 7. Pengeringan pasir
laut dilakukan dengan pemanasan pada suhu 105ºC selama 12 jam (Dewi, 2008). Pasir laut
kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh sehingga didapatkan pasir laut berukuran 0,149
mm.
3.6.2 Aktivasi
Percobaan aktivasi pasir laut dilakukan dengan cara menambahkan 50 gram pasir laut
kedalam bejana kimia yang berisi larutan H2SO4. Campuran pasir laut dan H2SO4 kemudian
dipanaskan dengan menggunakan pemanas listrik (hotplate) pada temperatur 30ºC, 45ºC,
60ºC. Selama proses pemanasan, campuran pasir laut dan larutan H2SO4 diaduk dengan
kecepatan 500 radian per menit. Setelah percobaan aktivasi selesai, pasir dipisahkan dari
larutan dengan cara disaring menggunakan kertas saring. Pasir kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 110-120°C selama 20 jam. Setelah kering, pasir kemudian dianalisis persen
porositasnya dengan metode volumetric dimana setiap perubahan volume ketika sampel
direndam, selalu diukur dalam suatu fluida (air). Dalam percobaan ini larutan H2SO4 yang
digunakan adalah 2 mol/L dan 4 mol/L, suhu pelarutan divariasikan; 30ºC, 45ºC, 60ºC dan
waktu pelarutan divariasikan; 1 jam, 2 jam, 3 jam .
3.6.3 Penentuan Porositas Permukaan Pasir
Perhitungan terhadap porositas pasir laut dilakukan dengan alat yang sederhana yaitu
dengan menggunakan tabung kecil yang telah diketahui panjang jari-jarinya dan alat ukur
penggaris. Untuk menghitung volume sampel, digunakan persamaan 1, 2 dan 3. Untuk
menghitung porositas pasir yang telah mengalami proses aktivasi, digunakan persamaan 4.
Tinggi air di dalam tabung, tinggi pasir di dalam tabung dan tinggi pasir ketika terendam air
di dalam tabung (campuran) diidentifikasi untuk dimasukkan ke persamaan volume:
V pasir=π r2 t pasir …(2)Vcampuran=π r2t campuran…(3)
Dimana,
V : volumer : jari jari tabungt : tinggi air/ tinggi pasir/ tinggi campuran pasir dan air
Dari rumus diatas, akan di dapatkan: Vair , Vpasir ,Vcampuran. Dan untuk
mengetahui nilai porositasnya (∅ ¿ digunakan rumus berikut (Pertiwi, dkk, 2015):
∅= (Vair+Vpasir )−Vcampuran(Vair+Vpasir)
…(4)
3.6.4 Pelapisan Pasir dengan Besi Oksida (Fe-coated)
Tujuan dari pelapisan pasir besi dengan besi oksida yaitu meningkatkan kemampuan
adsorpsi pasir timah. Percobaan pelapisan pasir dengan besi oksida dilakukan dengan
memasukkan 15 gram pasir yang telah diaktivasi kedalam bejana gelas yang berisi larutan
FeCl3 dengan konsentrasi tertentu. Campuran pasir dan larutan FeCl3 kemudian diaduk
dengan kecepatan 500 radian per menit dan dipanaskan pada temperatur serta selang waktu
yang divariasikan. Setelah proses pelapisan selesai, padatan pasir dipisahkan dari larutan
dengan kertas saring. Padatan hasil proses penyaringan kemudian dipanaskan kedalam oven
pada temperatur 110-120ºC selama 20 jam. Pada percobaan ini konsentrasi FeCl3 yang
digunakan adalah 10 % dan 20 %, temperatur proses pelapisan suhu divariasikan; 30ºC,
45ºC, 60ºC dan waktu proses pelapisan divariasikan; 1 jam, 2 jam, 3 jam.
3.6.5 Pengaruh Kalsinasi Pasir terhadap Kapasitas Adsorpsi
Pasir yang telah terlapis besi oksida (Fe-coated) dikalsinasi dalam tungku pada
temperatur 500°C selama 1 jam. Setelah proses kalsinasi, pasir kemudian didinginkan dalam
udara terbuka. Selanjutnya pasir dianalisis dengan menggunakan alat difraksi sinar X (XRD)
untuk mengetahui fasa-fasa yang terbentuk pada proses kalsinasi.
3.6.6 Proses Adsorpsi dan Pembuatan Larutan Artifisial
Pada percobaan ini digunakan 2 jenis adsorben yaitu:
pasir laut tanpa aktivasi dan tanpa dilapis besi oksida (pasir awal), dan
pair laut yang mengalami proses aktivasi dan pelapisan besi oksida (Fe coated)
Percobaan adsorpsi dilakukan dengan cara menambahkan 80 mg adsorben
(pasir awal tanpa perlakuan dan pasir (Fe-coated) yang telah dikalsinasi pada suhu
500°C selama 1 jam ke dalam bejana kimia yang berisi 50 ml larutan Pb(NO3)2 50
mg/L. Campuran adsorben dan larutan Pb(NO3)2 diaduk dengan kecepatan 600 radian
per menit pada suhu kamar dan selang waktu 60 menit.Setelah proses adsorpsi selesai,
adsorben kemudian disaring menggunakan kertas saring whattman 42 sehingga
dihasilkan filtrat dan padatan adsorben.
Padatan adsorben kemudian dikeringkan, untuk selanjutnya dianalisis struktur
mikronya dengan menggunakanScanning Electron Microscope (SEM), sedangkan
larutan yang telah mengalami proses adsorpsi dianalisis kandungan Pb- nya dengan
alat Atomic Absorption Spectroscopy(AAS).
3.6.7 Proses Desorpsi
Dalam aplikasinya, desorpsi merupakan hal yang paling penting dalam regenerasi
adsorben. Untuk meningkatkan keefektifan dari suatu adsorben, diperlukan adanya proses
regenerasi yaitu adsorben dapat digunakan kembali untuk proses penyerapan berikutnya.
Pada penelitian terdahulu telah dilakukan percobaan desorpsi pada adsorben yang disintesis
dengan ion Fe sebagai penyerap ion logam Pb2+ (Yang, et.al, 2016) mengatakan bahwa 0,1
M larutan HNO3 dapat mendesorpsi ion Pb2+ dari adsorben sebesar 85%.
Sebelum melakukan uji coba proses desorpsi, terlebih dahulu adsorben yang telah
menyerap ion Pb2+ pada proses adsorpsi sudah dikeringkan. Digunakan 1 gram adsorben
yang sudah jenuh menyerap dengan berat Pb yang sudah diketahui ke dalam 30 mL 0,1 M
larutan HNO3. Pengadukan dilakukan dengan magnetic stirer selama 60 menit. Pada
percobaan Roto dkk,. 2015, didapatkan persen terdesorpsi sebesar 89,23%. Setelah
penyaringan, filtrat dianalisa melalui AAS.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi dan Karakterisasi
Dari hasil analisa mikroskop yang dilakukan Unit Metalurgi PT. Timah, Mentok, secara
garis besar pasir laut Bangka mengandung unsur silika dan timah, mineral tanah jarang dan
mineral lain terdapat dalam jumlah kecil. Hasil analisa ditampilkan dalam tabel 1 dan hasil
analisa pengayakan pasir laut ditampilkan dalam tabel 2.
Dari hasil analisis pada tabel 1 dapat dilihat bahwa pasir laut Bangka
mengandung mineral Cassiterit, Ilmenit, Monazite, Pyrit, Zircon, Tourmalin dan
kwarsa sebagai mineral yang paling dominan. Pada tabel 2, pasir timah Bangka hasil
ayakan 100 mesh mengandung mineral cassiterite 8,40 gram dan 2,24 gram mineral
kwarsa. Pada hasil ayakan 100 mesh terdapat mineral lain yang muncul yaitu
monazite sebesar 0,45 gram dan zircon 0,12 gram.
4.2 Pengaruh Aktivasi terhadap Porositas
Proses aktivasi pasir laut timah berpengaruh terhadap pembukaan poros pasir laut.
Senyawa yang dapat larut didalam asam sulfat akan ikut terlarut bersama larutan asam
sehingga menyebabkan pengosongan tempat (poros). Namun, pengaruh variabel lain seperti
konsentrasi, suhu dan waktu aktivasi juga dapat meningkatkan atau bisa saja menurunkan
persen porositas pasir. Semakin lamanya waktu dan semakin tinggi suhu aktivasi,
menyebabkan porositas pasir semakin berkurang atau terjadi erosi pada pasir. Pada tabel 3,
didapatkan pengaruh konsentrasi, suhu dan waktu kontak antara larutan H2SO4 sebagai
aktivator dan perlakuannya terhadap pasir laut. Selain itu, dibandingkan pula pasir laut timah
awal atau tanpa aktivasi.
Tabel 3. Konsentrsasi H2SO4, temperatur dan waktu aktivasi terhadap Porositas Pasir Laut Bangka Teraktivasi
Sumber: Diolah Peneliti, 2016
Pasir laut timah tanpa aktivasi atau pasir awal (X0) berporositas 24,00%, kemudian pasir
2X30,1 (konsentrasi asam sulfat 4M, suhu 30°C, waktu 1 jam) memiliki porositas tertinggi
yaitu 26,00% dan pasir 2X60,2 (konsentrasi asam sulfat 4M, suhu 60°C, waktu 2 jam)
berporositas paling rendah yaitu 13,04%. Pada pembahasan ini, proses aktivasi pasir laut
timah mengalami peningkatan porositas yang optimum ketika digunakan suhu 30°C (warna
merah). Pada suhu 45°C peningkatan porositas hanya pada durasi 1 jam hingga 2 jam, namun
pada konsentrasi 4M tidak mengalami kenaikan. Pada suhu 60°C porositas pasir laut timah
mengalami penurunan hingga waktu 2 jam dan peningkatan terjadi pada waktu 3 jam.
Hal ini menujukkan bahwa suhu aktivasi yang rendah dapat meningkatkan porositas
pasir. Pada suhu yang tinggi, atom hidrogen cenderung menyebabkan kerusakan pada
struktur silika sehingga terjadi penurunan porositas. Sedangkan durasi yang optimum untuk
menghilangkan senyawa pengotor yaitu satu jam karena pada konsentrasi asam sulfat yang
tinggi proses peningkatan porositas terjadi lebih cepat. Hasil aktivasi berhasil menghilangkan
kadar SnO2 dan beberapa pengotor seperti ion Ca pada pasir laut timah.
Konsentrasi H2SO4
(mol/liter)
Temperatur Aktivasi (o C)
Waktu Aktivasi (Jam)
Porositas pasir timah (%)
Catatan/Kode Sample
2 M 30 1 22,70 X30,12 13,60 X30,23 19,00 X30,3
45 1 13,60 X45,12 22,70 X45,23 19,00 X45,3
60 1 17,30 X60,12 14,20 X60,23 18,10 X60,3
4 M 30 1 26,00 2X30,12 18,10 2X30,23 22,70 2X30,3
45 1 18,18 2X45,12 18,18 2X45,23 13,63 2X45,3
60 1 22,22 2X60,12 13,04 2X60,23 18,18 2X60,3
4.2.1 Pengaruh Konsentrasi H2SO4 Terhadap Porositas Pasir Laut
Perbandingan persentase porositas dilakukan pada kedua variabel yaitu 2 mol/L dan 4
mol/L. Dari hasil yang didapatkan, pasir dengan aktivasi larutan H2SO4 4 mol/L kedua-
duanya memiliki porositas yang tinggi dan rendah yaitu sebesar 26,00% dan 13,04 % (tabel
3). Sedangkan pada pasir yang diaktivasi menggunakan larutan H2SO4 2 mol/L relatif pada
porositas sedang, tidak tinggi dan tidak pula rendah. Hal ini terjadi karena asam dengan
konsentrasi yang tinggi dapat melarutkan Sn dan pengotor di dalam pasir laut sehingga poros
dari pasir lebih banyak terbuka. Namun, perlu dikaji mengenai suhu dan waktu kontak
perlakuan karena pada konsetrasi 4 mol/L pada suhu 60°C dan waktu 3 jam porositas pasir
menurun.
4.2.2 Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Porositas Pasir Laut
Hasil proses aktivasi yang digunakan yaitu pasir laut dengan larutan H2SO4 konsentrasi 2
mol/L dan 4 mol/L, pada suhu 30°C, 45°C dan 60°C. Kedua variabel tersebut dibandingkan
untuk melihat persen porositas maksimum dan minimum.
30 45 600
5
10
15
20
25
2 Mol H2SO44 Mol H2SO4
Suhu (°C)
Poro
sitas
(%)
Gambar 4. Hubungan antara Suhu terhadap Porositas Pasir Laut
Pada gambar 4 menunjukkan bahwa persen rata-rata porositas dari pasir yang
berkonsentrasi H2SO4 2 mol/L pada suhu 30°C dan 45°C cenderung tidak mengalami
kenaikan ataupun penurunan, namun ketika suhu dinaikkan hingga 60°C, porositas pasir
menurun. Sedangkan persen rata-rata porositas pasir yang berkonsentrasi H2SO4 4 mol/L pada
suhu 30°C mencapai porositas tertinggi. Namun, pada suhu 45°C mengalami penurunan dan
ketika suhu 60°C porositasnya kembali naik. Dapat diperoleh dari data bahwa suhu atau
temperatur aktivasi yang efektif yaitu pada suhu kamar, 30°C, hasil ini dapat meningkatkan
persen porositas pasir laut timah. Namun, pada suhu yang tinggi, porositas dari pasir akan
menurun.
4.2.2 Pengaruh Waktu Aktivasi terhadap Porositas Pasir Laut
1 2 30
5
10
15
20
25
2 Mol H2SO44 Mol H2SO4
Waktu (jam)
Poro
sitas
(%)
Gambar 5. Hubungan antara Waktu terhadap Porositas Pasir Laut
Gambar 5 menunjukkan pengaruh waktu aktivasi dan konsentrasi larutan H2SO4 terhadap
persen rata-rata porositas pasir. Dimana pasir yang diaktivasi dengan larutan H2SO4 2 mol/L
mengalami penurunan pada waktu 1 jam ke 2 jam serta menghasilkan persen porositas
tertinggi pada waktu 3 jam. Sedangkan pasir yang diaktivasi dengan larutan H2SO4 4 mol/L
menghasilkan persen porositas tertinggi pada waktu 1 jam dan porositas terendah pada waktu
2 jam. Pada waktu 3 jam, persen porositas cenderung meningkat kembali namun tidak
melebihi persen porositas pada waktu 1 jam. Pada data diatas, waktu satu jam memungkinkan
konsentrasi yang tinggi efektif untuk melarutkan SnO2 dan senyawa pengotor. Namun,
konsentrasi yang rendah akan lebih efektif jika waktu kontak dengan larutan asam lebih lama.
Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini, pasir dengan porositas
tertinggi yaitu pada kondisi aktivasi 4 mol/L H2SO4, suhu 30°C dalam waktu 1 jam dan
porositas terendah pada pasir teraktivasi 4 mol/L H2SO4, 60°C dalam waktu 2 jam. Hal ini
diperkuat pada hasil analisa menggunakan mikroskop elektron yang menunjukkan permukaan
pada pasir porositas tinggi dan rendah (gambar 7 dan 8 ) dapat dibandingkan pula dengan
pasir timah laut tanpa aktivasi (gambar 6), dimana pasir yang telah diaktivasi mengalami
perubahan struktur pada permukaannya. Hal inilah yang dinamakan pengosongan pori pasir.
Pasir porositas tertinggi (gambar 7) teridentifikasi tidak memiliki kadar Sn. Kadar Sn pada
pasir porositas tinggi terlarut oleh asam sulfat pada saat aktivasi karena pH asam mencapai
negatif. Pada pH negatif, konsetrasi asam sangat kuat sehingga mampu menghilangkan kadar
Sn dan mineral ikutannya.
Sedangkan pada pasir porositas rendah (gambar 8), kandungan Sn masih bersisa yaitu 0
Gambar 6. Gambar dan analisis kualitatif sampel pasir tanpa aktivasi dengan SEM
Gambar 7. Gambar dan analisis kualitatif sampel porositas tinggi
dengan SEM
30 µm30 µm30 µm30 µm30 µm 30 µm30 µm30 µm30 µm30 µm
30 µm30 µm30 µm30 µm30 µm
ZAF Method Standardless Quantitative Analysis
Fitting Coefficient : 0.3620
Element (keV) Mass% Error% Atom% K
O K 0.525 49.82 0.73 72.28 23.0699
Si K 1.739 3.25 0.18 2.69 3.4948
Ca K 3.690 41.34 0.25 23.94 66.5734
Sn L* 3.442 5.59 0.58 1.09 6.8619
Total 100.00 100.00
ZAF Method Standardless Quantitative AnalysisFitting Coefficient : 0.3789Element (keV) Mass% Error% Atom% K O K 0.525 49.00 0.62 62.93 48.2076Si K 1.739 50.57 0.35 36.99 51.4328Sn L* 3.442 0.43 1.41 0.07 0.3596Total 100.00 100.00
ZAF Method Standardless Quantitative AnalysisFitting Coefficient : 0.3962Element (keV) Mass% Error% Atom% K O K 0.525 45.64 0.72 59.72 42.7617Si K 1.739 53.31 0.38 39.74 56.0391Ca K 3.690 1.05 0.66 0.55 1.1992Sn L*Total 100.00 100.00
Gambar 8. Gambar dan analisis kualitatif sampel porositas rendah
dengan SEM
4.3 Pengaruh Pelapisan dan Tanpa Pelapisan Fe pada Pasir Laut Timah Terhadap
Kapasitas Adsorpsi
Pelapisan yang dilakukan terhadap pasir laut menggunakan ferri klorida atau FeCl3. Pada
percobaan ini pengaruh konsentrasi, suhu dan waktu kontak dapat berpengaruh terhadap
kapasitas adsorpsi suatu adsorben. Pada analisa XRD, FeCl3 yang digunakan membentuk
senyawa magnetite atau Fe3O4. Hal ini disebabkan karena pada pH basa, ion Fe berikatan
dengan OH- sehingga membentuk senyawa Fe3O4 dan H2O.
Gambar 9. XRD Pattern, fasa yang terbentuk pada pasir timah, pasir setelah kalsinasi dan pasir setelah adsorpsi (x: 2θ, y: intensitas)
Sumber: Hasil penelitian (2016)
Gambar 9 memperlihatkan pola difraksi sinar X (XRD) dari pasir laut awal yang tidak
mengalami proses aktivasi dan tidak mengalami pelapisan dengan besi oksida (kurva
berwarna biru), kemudian pola difraksi pasir laut yang telah mengalami pelapisan dengan
besi oksida dan dikalsinasi pada temperatur 500 o C selama 1 jam (kurva berwarna merah),
dan pola difraksi sinar X dari pasir yang telah dilapis besi oksida dan telah digunakan sebagai
adsorben untuk menyerap Pb (kurva berwarna hijau).
Pada pasir awal gambar 9, terdapat senyawa cassiterite dan SiO2 (Quartz) yang
merupakan bahan utama pasir timah laut Bangka. Setelah dilakukan proses pelapisan dengan
FeCl3 dan kalsinasi 500°C selama 1 jam, pasir telah membentuk fasa Fe3O4 (magnetite). Pada
fasa ini pasir diharapkan memiliki kadar magnetik lebih besar daripada pasir tanpa pelapisan
magnetite. Hal ini diperkuat pada hasil analisa mikroskop elektron pada gambar 10 dimana
unsur Fe telah berhasil melapisi pasir timah.
.
Gambar 10. Hasil mapping pasir setelah pelapisan dengan magnetite menggunakan SEM Sumber : Hasil Penelitian (2016)
Sementara itu, pada pasir setelah kalsinasi dan adsorpsi masih terdapat senyawa
cassiterite (SnO2) dan SiO2 (Quartz), pada sampel ini terbentuk fasa baru yaitu pyrobelonite,
PbO, dan curite. Penggunaan pH larutan dibawah 7 sangat berpengaruh terhadap pertukaran
ion dalam proses adsorpsi. Fenomena yang terjadi memiliki kesamaan dengan hasil penelitian
(Duan et al, 2015) ketika digunakan larutan pH=5,9-7 yang mengakibatkan reaksi hidrolisis:
(1) Pb2+ + OH- = Pb(OH)+
(2) Pb(OH)+ + OH- = Pb(OH)2
Terjadi reaksi hidrolisis dua kali pada proses adsorpsi pasir timah. Reaksi pertama terjadi
pada pelarutan akuades dengan Pb(NO3)2 menghasilkan Pb(OH)+ pada pH=5,9. Sedangkan
reaksi kedua terjadi ketika ion Pb menjadi elektrofilik yaitu melakukan pengikatan terhadap
gugus hidroksil -OH pada permukaan adsorben, sehingga didapatkan Pb(OH)2. Bentuk ion Pb
yang muncul pada larutan dengan pH=2-6 yaitu Pb2+, Pb(OH)+ dan Pb(OH)20 pada pH=7-10
(Duan et al, 2015). PbO yang tebentuk berasal dari ikatan Pb dengan silika oksida (SiO2)
disamping ikatan Pb dengan magnetite (Fe3O4) atau ikatan Pb dengan cassiterite (SnO2).
: Pb(II)
Skema 1. Ilustrasi mekanisme pertukaran ion Pb(II) ke pasir timah laut Bangka
Pada skema 1, mekanisme pertukaran ion terjadi. Ion Pb(II) yang bermuatan positif dari
larutan bermigrasi ke permukaan silika dan magnetite karena adanya gaya tarik menarik antar
ion. Pb(II) ini akan memasuki lapisan batas pada permukaan adsorben dan masuk kedalam
wilayah interior adsorben. Pada akhirnya, Pb(II) akan masuk kedalam situs aktif adsorben
karena interaksi ion Pb dengan –OH yang sangat kuat.
ZAF Method Standardless Quantitative AnalysisFitting Coefficient : 0.3287Element (keV) Mass% Error% Atom% K O K 0.525 12.40 0.16 37.90 13.1170Al K 1.486 5.06 0.12 9.16 3.5678Si K 1.739 10.45 0.12 18.19 8.7556Ca K 3.690 4.54 0.17 5.54 5.0225Fe K 6.398 18.71 0.31 16.38 21.6956Cu K 8.040 2.45 0.62 1.89 2.8102Pb M 2.342 46.39 0.42 10.95 45.0313Total 100.00 100.00
Gambar 12. Hasil analisa kualitatif pasir yang telah mengadsorpsi ion Pb
Gambar 13. Hasil mapping pasir yang telah mengadsorpsi ion Pb
Pada hasil analisa kualitatif gambar 12, pasir timah laut dengan pelapisan magnetite
terbukti dapat menyerap ion Pb. Ikatan antara Pb dan SnO2 dapat terjadi membentuk senyawa
PbO karena Sn bersifat paramagnetik, penelitian (Rai dkk, 2015) menyatakan bahwa
SnFe2O4@activated carbon dapat menyerap crystal violet dengan kapasitas tinggi sebesar
158,73 mg/g. Berdasarkan data pada gambar 12, belum ditemukan adanya unsur Sn, karena
kemungkinan unsur ini tertutupi saat proses pelapisan. Senyawa utama yang menyerap ion
logam yaitu silika oksida (Quartz) dan magnetite. Pada hasil karakterisasi diketahui bahwa
pasir timah laut tidak hanya memiliki senyawa silika oksida dan cassiterite melainkan juga
memiliki mineral ikutan yang bersifat magnetik seperti mineral logam tanah jarang monazite.
Pada percobaan ini mineral monazite tidak teridentifikasi karena berada pada jumlah yang
kecil.
Pada gambar 13, hasil mapping menunjukkan bahwa telah terjadi pelapisan magnetite
pada silika. Pada permukaan silika tersebut telah terjadi pengosongan poros akibat aktivasi,
kemudian poros tersebut diisi oleh Fe yang nantinya akan mengadsorpsi ion Pb sehingga Pb
pada larutan akan berkurang akibat adanya ikatan PbO dari hasil ikatan SiO2 dan Fe3O4.
4.3.1 Pengaruh Konsentrasi FeCl3 Terhadap Kapasitas Adsorpsi
10 µm10 µm10 µm10 µm10 µm
Pengaruh konsentrasi dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi larutan FeCl310%
dan 20% ke dalam pasir berporositas tinggi dan rendah dari hasil analisa porositas setelah
aktivasi. Selain itu, dilakukan pula perbandingan pada pasir yang tidak dilakukan pelapisan.
A merupakan sampel berporositas tinggi dan B merupakan sampel berporositas rendah.
0% FeCl3 10% FeCl3 20% FeCl30%
10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
AB
Konsentrasi FeCl3(%)
Pers
en T
erad
sorp
si
Gambar 14. Hubungan antara konsentrasi FeCl3 terhadap kapasitas adsorpsi pasir laut
Berdasarkan gambar 14 dapat diketahui bahwa penambahan konsentrasi FeCl3 dapat
meningkatkan kapasitas adsorpsi dengan rata-rata persen adsorpsi sampel B 10% FeCl3
sebesar 60,42% menjadi 79,76%. Begitu pula dengan rata-rata persen adsorpsi A sebesar
39,44% meningkat menjadi 58,17%. Namun, persen adsorpsi tertinggi terdapat pada pasir
tanpa aktivasi dan pelapisan FeCl3. Hal ini disebabkan karena porositas pasir awal yang
tinggi sehingga mendukung proses adsorpsi. Selain itu, pasir timah laut masih mengandung
kadar Sn dan mineral ikutannya, sehingga sangat mungkin terjadi kontak adsorpsi lebih besar
terhadap ion logam Pb.
Pada sampel A kemungkinan poros pasir yang kosong telah tertutupi oleh magnetite
sehingga terjadi penutupan pori. Senyawa SnO2 bersama mineral ikutannya sangat mungkin
hilang pada proses aktivasi dengan asam kuat. Sehingga, mineral ikutan timah pada pasir A
maupun 2A tidak optimum dalam mengadsorpsi ion logam Pb. Pada pasir B, aktivasi yang
telah dilakukan tidak secara massive menghilangkan kadar Sn dan mineral ikutannya,
sehingga selain ditambahkan pelapisan magnetite, pasir B juga masih memiliki mineral lain
yang dapat menyerap ion logam Pb.
4.3.2 Pengaruh Suhu Kontak FeCl3 Terhadap Kapasitas Adsorpsi
Kontak antara larutan FeCl3 dengan pasir porositas tinggi dan rendah divariasikan dari
suhu 30°C, 45°C hingga 60°C. Keempat variabel yang diuji yaitu; A (porositas tinggi 10%
FeCl3), 2A (porositas tinggi 20% FeCl3), C (porositas rendah 10% FeCl3), 2B (porositas
rendah 20% FeCl3).
30 45 600%
20%
40%
60%
80%
100%
AB2A2B
Suhu (°C)
Pers
en T
erad
sorp
si
Gambar 15. Hubungan antara suhu pelapisan terhadap kapasitas adsorpsi pasir laut
Pada Gambar 15 persentase rata-rata adsorpsi tertinggi yaitu pada sampel pasir 2B
dengan suhu 60°C sebesar 87,24%. Sampel adsorben 2A dengan persen adsorp tertinggi
sebesar 59,2% dan 2B yang menggunakan 20% larutan FeCl3 mengadsorpsi optimum pada
suhu 60°C. Sedangkan pada sampel adsorben yang menggunakan 20% larutan FeCl3 (A dan
B) mengadsorpsi optimum pada suhu 45°C. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi
konsentrasi pada pelapisan magnetite, maka, harus semakin tinggi pula suhu yang digunakan
ketika proses pengadukan.
4.3.3 Pengaruh Waktu Kontak FeCl3 Terhadap Kapasitas Adsorpsi
1 2 30%
10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
AB2A2B
Waktu (jam)
Pers
en T
erad
sorp
si
Gambar 16. Hubungan antara waktu pelapisan terhadap kapasitas adsorpsi pasir laut
Pada sampel A didapatkan kondisi optimum hingga teradsorpsi 41,33%, sampel
B optimum teradsorpsi 65,16%, sampel 2A optimum sebesar 69,76% dan pada 2B
optimum hingga teradsorpsi 91,52%. Dalam pembahasan ini, dapat disimpulkan
bahwa waktu 3 jam untuk keempat sampel dalam melapisi pasir dengan magnetite
dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi pada larutan Pb. Pada percobaan, kapasitas
tertinggi persen porositas tanpa rata-rata (Tabel 4) pada pasir awal, pasir porositas
tinggi dan porositas rendah berturut-turut adalah 95,60%, 83,44% dan 96,67%. Hal
ini membuktikan bahwa pasir timah berporositas rendah dengan pelapisan magnetite
dan pasir timah tanpa perlakuan mampu mencapai kondisi yang optimum dalam
menyerap. Kapasitas tertinggi mencapai 42.99 mg/g yaitu pada pasir timah
berporositas rendah dan pelapisan 20% magnetite. Nilai ini sebanding dengan hasil
penelitian sebelumnya (Yang dkk, 2016) yang mensitesiskan besi oksida ke lumpur
sebagai adsorben dengan kapasitas adsorpsi sebesar 42.96 mg/g.
Tabel 4. Kapasitas adsorpsi pasir timah tanpa perlakuan, pasir porositas tinggi
dan pasir porositas rendah terhadap Pb(II)
Bangka’s Tin Sea Sand
Toward the Pb in
Co
(mg/L)Ce
(mg/L)qe
(mg/g)Removal (%)
No treatment Artificial 71.15 3.125 42.51 95.60
High Porosity (2A30,1)
Artificial 71.15 11.78 37.10 83.44
Low Porosity (2B60,3)
Artificial 71.15 2.363 42.99 96.67
4.4 Pengaruh Kontak Adsorben pada Adsorpsi Limbah Tailing Timah
Kondisi optimum yang didapat pada optimasi adsorben dengan larutan artifisial
dikondisikan dengan sampel asli (tailing timah) yang sudah dipreparasi. Tailing timah yang
diambil merupakan tailing pencucian bijih timah di Kapal Isap Produksi 15, Perairan Cupat,
Belinyu. Limbah yang digunakan merupakan limbah yang memiliki konsentrasi Pb tertinggi
yaitu 3,2 mg/L pada tailing sekunder. Limbah memiliki pH 6 yang telah sesuai dengan
persyaratan awal pH pada larutan artifisial. Berat adsorben disesuaikan dengan konsentrasi
larutan yaitu sebesar 60 mg. Kecepatan pengadukan yang digunakan yaitu 500 rpm.
Tabel 4. Perlakuan terhadap sampel tailing timah dengan adsorben kondisi optimum
Sampel Limbah Coin (mg/L) Coout (mg/L) % teradsorpsi
Tailing timah sekunder (air
sisa pencucian bijih timah)
3,262 0,921 71,76%
Sumber : Hasil penelitian, 2016
Pada tabel 4, persen limbah teradsorpsi menurun menjadi 71,76%. Kemungkinan
adsorben yang mengadsorpsi limbah tidak hanya menyerap ion Pb namun menyerap ion
logam berat lain yang terdapat pada limbah. Sehingga, kadar penyerapan yang diharapkan
tidak sesuai dengan persen adsorpsi adsorben pada larutan artifisial yang hanya terdapat ion
logam Pb didalamnya. Hal ini diperkuat dari percobaan yang dilakukan Pambudi, 2013,
menunjukkan bahwa pasir laut dengan aktivasi dan penyalutan besi oksida dapat menyerap
ion logam berat Cu(II) pada larutan artifisial dan limbah elektroplating. Perlu dilakukan
penambahan adsorben sehingga luas permukaannya dapat mencakup banyaknya ion logam
pada larutan limbah.
4.5 Desorpsi
Ion H+ yang berada pada asam nitrat digunakan dalam proses desorpsi Pb. Adsorben yang
sudah jenuh mengadsorpsi kemudian dilakukan percobaan desorpsi. Berat adsorben jenuh
yang digunakan telah diketahui memiliki kandungan Pb sebesar 4,83 mg setelah dilakukan
percobaan adsorpsi.
Tabel 5. Kadar Pb yang hilang setelah desorpsi adsorben
Sampel Massin (mg) Massout (mg) % terdesorpsi
Adsorben setelah adsorpsi 4,83 0,22 38,12%
Sumber : Hasil penelitian, 2016
Pada tabel 5, teridentifikasi bahwa proses desorpsi adsorben dengan asam nitrat 0,1 M
belum optimum dalam memisahkan Pb. Persen terdesorpsi hanya 38,12% yang artinya persen
tersebut masih kecil, ini menyatakan bahwa asam nitrat 0,1 M pada proses desorpsi kurang
efektif penggunaannya pada pasir laut timah yang sudah jenuh mengadsorp. Pada percobaan
ini, sampel belum dapat digunakan sebagai bahan yang reusable untuk dijadikan adsorben
penyerap Pb(II). Kemungkinan, konsentrasi asam nitrat haruslah lebih besar dari 0,1 M dan
waktu yang digunakan untuk mengaduk perlu lebih lama agar hasil desorpsi meningkat.
Penggunaan pada larutan selain HNO3 seperti EDTA kemungkinan dapat mendesorpsi ion
Pb(II) lebih tinggi pada adsorben.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pasir timah laut Bangka dapat dijadikan sebagai adsorben untuk menurunkan kadar
ion logam Pb(II) pada larutan maupun pada tailing timah di Kapal Isap Produksi
pada aktivitas pertambangan di wilayah perairan laut. Hasil analisis persen Pb
teradsorpsi pada larutan Pb, menunjukkan nilai yang tinggi yaitu 96,67% dengan
kapasitas teradsorpsi sebesar 42.99 mg/g. Sedangkan penyerapan adsorben untuk
menurunkan kadar pada tailing sekunder dengan konsentrasi 3,262 mg/L
menghasilkan persen teradsorpsi sebesar 71,76%.
2. Proses aktivasi yang dilakukan menggunakan asam sulfat konsentrasi tinggi akan
lebih baik bila dilakukan dalam temperatur yang rendah dan waktu aktivasi yang
singkat.
3. Aktivasi yang dilakukan pada pasir timah laut Bangka untuk meningkatkan porositas,
dapat menyebabkan menurunnya kadar Sn dan mineral ikutan berharga pada pasir
timah. Mineral ikutan yang teridentifikasi memiliki fungsi sebagai penyerap ion
logam Pb(II) pada larutan selain kadar silika oksida dan magnetite.
4. Pelapisan magnetite yang dilakukan pada pasir timah laut Bangka terbukti dapat
meningkatkan kapasitas adsorpsi pada larutan Pb(NO3)2. Tingginya konsentrasi besi
oksida serta suhu pelapisan dan durasi kontak yang lebih lama akan membuat
kapasitas adsorben lebih tinggi dalam mengadsorpsi logam berat Pb(II).
5. Proses desorpsi menggunakan 0,1 M HNO3 pada adsorben yang telah jenuh
menyerap, belum optimum dalam mendesorpsi Pb dari adsorben. Hasil yang
didapatkan yaitu sebesar 38,12%.
5.2 Saran
Saran untuk ditindaklanjuti pada penelitian yaitu:
1. Perlu dilakukan tindak lanjut terhadap kadar optimum penyerapan Pb(II) di tailing
timah sehingga dapat mendekati baku mutu lingkungan
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai adsorpsi pasir timah laut terhadap
logam berat lain
DAFTAR PUSTAKA
Ambalika, Indra. 2014, Konsep Reklamasi Laut (Studi Kasus Kegiatan Pertambangan) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung : Solusi Ditengah Kesemrawutan Pertambangan Timah di Laut.Yogyakarta. Imperium
Bradey, J. 1999. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Dewi, K.S.P. 2008. Kemampuan Adsorpsi Batu Pasir yang Dilapisi Besi Oksida (Fe2O3) untuk Menurunkan Kadar Pb dalam Larutan. Bukit Jimbaran. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana.
Duan, dkk, 2015, Effective removal of Pb(II) using magnetic Co0.6Fe2.4O4micro-particlesas the adsorbent: Synthesis and study on the kinetic andthermodynamic behaviors for its adsorption. Colloids and Surfaces A: Physicochem. Eng. Aspects 469 hal 211–223
Febrianto, Arif dan Kurniawan. 2014. Pengaruh Logam Berat Pb Limbah Aktivitas Penambangan Timah terhadap Kualitas Air Laut di Wilayah Penangkapan Cumi-Cumi Kabupaten Bangka Selatan
Google. 2016.Map penyusuk belinyu. https://www.google.co.id/maps/search/google+map+penyusuk,+belinyu/@-1.588504,105.6948065,17802m/data=!3m2!1e3!4b1 (diakses pada September 2016)
Hanura. 2005. Perbaikan Sifat Kimia Bahan Tailing Asal Lahan Pasca Penambangan Timah dan Diberi Kompos dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai. Tesis. Program Studi Ilmu Tanaman Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya (tidak dipublikasikan).
Hidayat, Nur. 2012, Manajemen Lingkungan Industri : Teknologi Pengolahan Limbah Cair. Universitas Brawijaya.
Inonu, I. 2008. Pengelolaan Lahan Tailing Timah di Pulau Bangka: Penelitian yang Telah Dilakukan dan Prospek ke Depan. Program Studi Agroteknologi-FPPB, Universitas Bangka Belitung.
Jiang, et.al. 2015. A novel magnetic adsorbent based on waste litchi peels for removing Pb(II) from aqueous solution. Journal of Environmental Management. Elsevier.
KMNLH, 2004. Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Kantor Menteri Negara Kependudukan Lingkungan Hidup 2004. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.Kep-51/MENEGLH/2004. Sekretariat Negara, Jakarta.
Kumar, P., Jasra, RV., and Bhat, TSG, 1995. Evolution of Porosity and Surface Acidity in Montmorillonite Clay on Acid Activation, Ind. Eng. Chem. Res., 34 (4) : 1440-1448
Kurniawan, Supriharyono, DP. Sasongko, 2013. Pengaruh Aktivitas Penambangan Timah terhadap Kualitas Air Laut dan Ikan Kakap Merah di Wilayah Pesisir Kabupaten Bangka. Jurnal Saintek Perikanan.
Nasruddin., 2005. Dynamic Modeling and Simulation of a Two-Bed Silicagel-Water Adsorption Chiller (Disertation). Germany: Rwth Aachen.
Pambudi, D. S., 2013. Pemanfaatan Pasir Laut Teraktivasi H2SO4 dan Tersalut Fe2O3 Sebagai Adsorben Ion Logam Cu (II) Dalam Larutan. Universitas Negeri Semarang.
Pertiwi, dkk, 2015. Pengujian Densitas dan Porositas pada 3 Variasi Serbuk. Fisika Laboratorium. Surabaya. Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November.
Rai, P, dkk. 2015. Synthesis and characterization of a novel SnFe2O4@activated carbon magnetic nanocomposite and its effectiveness in the removal of crystal violet from aqueous solution. Journal of Environmental Chemical Engineering 3 (2015) 2281–2291
Reddy, D. H. K. and Yun, Yeoung-Sang. 2016. Spinel ferrite magnetic adsorbents: Alternative future materials for water pirification. Chonbuk National University, Republic of Korea.
Riogilang H. dan Halimah M.2009. Pemanfaatan Limbah Tambang untuk Bahan Konstruksi Bangunan. Manado. Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Samratulangi.
Roto, dkk. 2015.Hydrotalsit Zn-Al-EDTA sebagai Adsorben untuk Polutan Ion Pb(II) di Lingkungan. Yogyakarta. Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Gadjah Mada.
Ryadi, S. 1948. Pencemaran Air. Surabaya. Karya Anda.
Sardjono, R.E. 2007 Adsorption Characteristic of Pb(II), Cr(III), Cd(II), and Hg(II) onto C-4-Hydroxyphenil Calix[4]resorcinarene. Bandung. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Satpathy, K. and Chaudhuri, M., 1997, Treatment of Cadmium-Plating and Cromium-Plating Wastes by Iron Oxide Coated Sand, Environ. Sci. Technol, 31 : 1452-1462
Subagja, R. 2014. Monasite Bangka dan Alternatif Proses Pengolahannya. Serpong. Pusat Penelitian Metalurgi LIPI.
Subowo, Mulyadi, S. Widodo, dan Asep Nugraha. 1999. Status dan Penyebaran Pb, Cd,dan Pestisida pada Lahan Sawah Intensifikasi di Pinggir Jalan Raya. Prosiding.Bidang Kimia dan Bioteknologi Tanah, Puslittanak, Bogor.
Suprapto, S.J.2008. Potensi, Prospek dan Pengusahaan Timah di Indonesia. Kelompok Program Penelitian Konservasi – Pusat Sumber Daya Geologi
Widjonarko, DM., Pranoto., dan Cristina, Y., 2003, Pengaktifan H2SO4 dan NaOH Terhadap Luas Permukaan dan Keasaman Alofan, Alchemy, 2 (2).
Yang, et.al, 2016. Removal of Lead from Aqueous Solutions by Ferric Activated Sludge-Based Adsorbent Derived from Biological Sludge. Arabian Journal of Chemistry. Elsevier.