PEMAKAIAN JILBAB DI UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
SEBAGAI IMPLEMENTASI BUDAYA AKADEMIK ISLAMI
Oleh : dirman
A. Pengertian Hijab
Secara bahasa hijab berasal dari bahasa arab yakni hijb, hijab bentuk pluralnya
hujab, yang berarti ‘mencegah jangan sampai terjadi’, ‘menutup’, dan ‘menghalangi’.1
Adapun kata-kata “jilbab” yang semakna dengannya, yaitu “khumur” atau
“khimar” secara tegas pula dinyatakan dalam Al-qur’an Surat An-nur ayat 31. Yang
berbunyi :
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang
1 Abdussalam thawilah, Panduan berbusana islami. (Jakarta: Penerbit Al Mahira, 2007). Hal.173
1
mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-
orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Didalam tafsir shafwatut tafassir juz 21 hal.72 dikemukakan bahwa surat al ahzab
ayat 59 diturunkan sebagai perintah kepada rasulullah saw, putrid-putrinya dan seluruh
wanita mukmin untuk mentup auratnya dengan jilbab agar mereka berbeda dengan
wanita-wanita jahiliyah yang selalu membuka dada dan kepala, membuka betis dan
memakai busana ketat yang membentuk tubuh. Sedangkan ayat yang berbunyi maa
dzahara minha ditegaskan oleh Rasulullah SAW melalui sabdanya kepada Asma’ binti
Abu Bakar, yakni:
Wahai asma, sesungguhnya perempuan itu, apabila sudah baligh, tidak patut
menampakan sesuatu dari dirinya melainkan “ini” dan “ini”, kata nabi sambil
menunjuk muka dan telapak tangan”. (HR Abu Dawud)
Maka berdasarkan ayat dan hadits di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa
aurat wanita adalah seluruh tubuhnya terkecuali muka dan telapak tangan. Oleh karena
itu, maka seorang wanita muslim wajib menutup seluruh auratnya tersebut dan haram
memperlihatkannya kepada selain mahram.
Seandainya perempuan mengetahui dan menyadari bahwa hijab memiliki hikmah
yang sangat mendalam sehingga seandainya Allah tidak memerintahkannya, maka kaum
perempuan akan tetap ramai-ramai memakai hijab. Hijab merupakan jaminan keamanan
dan keseamatan hidup. Seharusnya, setiap perempuan menyadari bahwa kecantikan
mereka tidak akan berlangsurig lama. Kecantikan tersebut akan memudar seiring dengan
berlalunya waktu. Seandainya kaurn perempuan tidak memakai hijab, niscaya akan
terjadi berbagai keributan dan perlornbaan antara perempuan muda dan tua untuk
mendapatkan hati laki-laki.
Sedangkan dalam kamus Ash-Shahah, Al Jauwhari mengatakan: jilbab adalah
kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut mula’ah (baju kurung). Al
Khatib Asy-Syarbini dari Al Khalil (sebagaimana yang dikutip Dr. Abdul Halim)
menjelaskan bahwa setiap pakaian dalam, pakaian luar dan pakain yang dipergunakan
untuk menutupi adalah jilbab, jika yang dimaksud dalam jilbab itu adalah gamis, maka
2
mengulurkannya itu adalah menyempurnakannya hingga menutup tubuh dan kedua
kakinya.
Kemudian pengertian jilbab juga didefinisikan oleh KH. Husein Muhammad
(www.rahima.or.id) sebagai berikut: ada dua kosa kata dipakai untuk makna yang sama,
yaitu hijab dan jilbab. Keduanya adalah pakaian perempuan yang menutup kepala dan
tubuhnya. Al-Qur’an menyebut kata hijab untuk arti tirai, pembatas, penghalang. Yakni
sesuatu yang menghalangi, membatasi, memisahkan antara dua bagian atau dua pihak
yang berhadapan, sehingga satu sama lain tidak saling melihat atau memandang. Allah
SWT berfirman:
Artinya : Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.
Hijab dalam ayat ini menunjukan arti penutup yang ada dalam rumah Nabi SAW, yang berfungsi sebagai sarana menghalangi atau memisahkan antara tempat kaum laki-laki dan kaum perempuan agar mereka tidak saling memandang. Secara tekstual (lahiriah) ayat ini digunakan para ulama kemudian untuk membuat hijab untuk umat.
Bila melihat ayat di atas, hijab adalah satu bentuk pakaian yang dikenakan perempuan. Akan tetapi, kemudian hari hijab diartikan sebagai pakaian sebagaimana jilbab atau busana muslimah. Dalam banyak buku berbahasa arab (kitab) kontemporer, hijab telah dimaknai sebagai jilbab.
Jibab, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al Ahzab ayat 59, Allah SWT berfirman:
3
Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Penulusuran atas teks Al-Qur’an tentang jilbab agaknya tidak sama pada kalangan
Ulama dan Mufassir. Para ahli tafsir menggambarkan jilbab dengan dengan cara yang
berbeda-beda. Ibnu Abbas dan Abidah Al-Samani merumuskan jilbab sebagai pakain
perempuan yang menutupi wajah berikut seluruh tubuh kecuali satu mata. Dalam
keterangan lain disebutkan sebagai sebelah mata kiri.
Sedangkan Qatadah dan Ibnu Abbas dalam pendapatnya yang lain mengatakan,
makna mengulurkan jilbab adalah menutupkan kain ke dahinya dan sebagian wajahnya
dengan membiarkan kedua matanya. Mengutip pendapat Ibn Sirrin, Ibnu Jarir bercerita,
“saya tanya kepada Abidah Al Samani mengenai yudniina a’laihinna min jalabibihinna
(hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya), maka dia menutupkan wajahnya dan
kepalanya sambil menampakkan mata kirinya”. Ibnu Al Arabi dalam tafsir Ahkam Al-
Qur’an, ketika membicarakan ayat ini menyebutkan dua pendapat. Pertama, menutup
wajahnya dengan kain itu sehinnga tidak tampak kecuali mata kirinya”.
Azzamakhsyari dalam Alkasysyaf merumuskan jilbab sebagai pakaian yang lebih
besar daripada kerudung tetapi lebih kecil daripada selendang. Ia dililitkan di kepala
perempuan dan membiarkannya terulur ke dadanya. Ibnu Katsir mengemukakan bahwa
jilbab adalah selendang di atas kerudung. Ini yang disampaikan ibnu Mas’ud, Ubaidah
Qatadah, hasan Basri, Sa’id bin Jubair Al-Nakha’i, Atha al Khurasani dan Lain-lain. Ia
bagaikan “izar” sekarang. Al-Jauhari, ahli bahasa terkemuka, mengatakan Izar adalah
pakaian selimut atau sarung yang digunakan untuk menutup badan (Ibnu Katsir,
111/518). Sementara Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir al Munir pada kesimpulan
akhirnya mengatakan bahwa para ulama ahli tafsir seperti Ibnu al-Jauzi, at Thabari, Ibnu
4
Katsir, Abu Hayyan, Abu as-Sa’ud, al Jashash dan ar-Razi menafsirkan bahwa
mengulurkan jilbab adalah menutup wajah, tubuh dan kulit dari pandangan orang lain
yang bukan keluarga dekatnya.
B. Batasan Aurat Laki-Laki Dan Wanita
Umat islam meyakini, syari’at islam memerintahkan untuk menutup bagian-
bagian tubuh tertentu, yang dalam bahasa fikih disebut aurat. Atau dipandang dari
segi bahasa, kata “aurat” berasal dari “auratan” yang artinya keji. Jadi, menutup aurat
artinya menutup yang keji untuk menampakan yang mulia.2
1. Batasan Aurat Pria
a. Hadits riwayat Ahmad, al Hakim dan al Bukhari
: و معمر على صم الله رسول مّر قال جحش بن محمد عن
: فإّن فخذيك غّط ممعمر يا فقال مكشوفان فخذاه
عورةز الفخذين
Artinya: Dari Muhammad bin Jahsy berkata: Rasulullah SAW lewat pada
maMa’mar dan kedua paha Ma’mar terbuka, kemudian Rasulullah SAW
bersabda: “ Hai Ma’mar, tutuplah kedua pahamu, karena sesungguhnya
kedua paha itu adalah aurat”
b. Hadits riwayat Daruquthni
“Bagi laki-laki bagian tubuh atas lutut hendaknya ditutupi, dan bagian
tubuh bawah pusar hendaknya ditutupi”
c. Surat An Nur: 30
Artinya : Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat".
2 Tim Budai, gerakan budaya akademik islami, (Semarang: Unissula Press), 2008. Hal. 43
5
Dari dua hadits di atas menyebutkan bahwa batasan aurat pria adalah dari
bagian pusar sampai bawah lutut. Dengan kata lain bahwa paha adalah aurat. Dan
diwajibkan bagi pria untuk menjaga pandangan dari apa yang diharamkan.
2. Batasan aurat wanita
a. QS. An Nur: 31
Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
6
wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Berdasarkan ayat diatas, yang dimaksud dengan “apa yang biasa tampak” kemudian dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW di bawah ini:.
b. Hadits Riwayat Abu Dawud
Aisyah RA berkata : suatu ketika asma binti abu bakar masuk ke rumah
rasulullah saw. Saat itu dia memakai baju yang tipis dan tembus pandang.
Rasulullah saw berpaling darinya seraya berkata: wahai asma, seorang
perempuan apabila sudah baligh (haid) maka dia tidak layak untuk dilihat,
selain ini dan ini”, Rasulullah saw menunjuk kepada muka dan kedua telapak
tangan beliau.
c. QS. Al Ahzab : 59
Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
d. Hadits Riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi, Dan Ibn Majah
7
Dari Aisyah RA, Nabi SAW bersabda: “Allah tidak akan menerima shalat
perempuan kecuali memakai kain penutup kepala”.
Hadits ini sering dijadikan dasar untuk mengatakan kepala perempuan
adalah aurat yang harus ditutup baik di dalam shalat maupun diluar shalat.
C. Penyimpangan-Penyimpangannya Pemakain Jilbab
Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh. Seperti yang biasa dan di anggap sepele
yaitu terbukanya bagian kaki bawah, atau bagian dada karena jilbab diikatkan ke leher,
atau yang lagi trendy, remaja putri memakai jilbab tapi lengan pakaiannya digulung atau
dibuka hingga ke siku mereka.
Sering ditemui adanya perempuan yang berjilbab dengan pakaian ketat, pakaian
yang berkaos, ataupun menggunakan pakaian yang tipis sehingga walaupun perempuan
tersebut telah menggunakan jilbab, tapi tekuk-lekuk tubuh mereka dapat diamati dengan
jelas.
Didapati perempuan yang berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan
terkadang memakai celana Jeans. Yang pertu ditekankan dan telah diketahui dengan jelas
bahwa celana jeans bukanlah pakaian syar’i untuk kaum muslimin, apalagi wanita.
Banyak wanita muslimah di sekitar kita yang memakai jilbab bersifat temporer
yaitu jilbab dipakai hanya pada saat tertentu atau pada kegiatan tertentu, yaitu kekampus,
sekolah, kendurian, acara pengajian kampung dsb, setetah itu jilbab dicopot dan yang ada
kebanyakan jilab tersebut sekedar mampir alias tidak sampai menutup rambut atau
menutup kepala.
Terkadang, kalau ditanyakan kepada mereka, mengapa kalian berbuat
(melakukan) yang demikian, tidak memakai jilbab yang syar’i, padahal telah mengetahui
bagaimana jilbab yang syar’i, sering didapati jawaban, “Yaa, pengen aja , atau “Belum
siap “, atau “Mendingan begini daripada tidak memakai jilbab sama sekali”, atau “Jilbab
itu khan tidak hanya satu bentuk, jilbab khan bisa dimodifikasi yang penting kan menutup
aurat” terkadang didapati juga jawaban, “Kok kamu yang ribut, khan emang sudah
menjadi mode yang seperti ini!”.
8
Padahal, dituntutnya jilbab dengan syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai
dengan hukum syara’ yang disebutkan di atas, sesungguhnya akan membawa kebaikan
bagi kita sendiri, baik di dunia maupun di akhirat dan bukan didasari atas nafsu atau
ditujukan untuk mengekang kita.
Janganlah sampai suatu kaurn muslimin, dimana mereka meremehkan
perempuan-perempuan/muslimah yang berjilbab hanya karena memakai pakaian/jilbab
yang tidak sesuai dengan hukum syara’. Apabila kaum muslimin telah meremehkan hal
ini, maka bagaimana dengan pandangan (penilaian) Allah dan Rasul -Nya terhadap
wantia yang seperti ini? Tidakkah ada bedanya antara perempuan yang berjilbab dengan
perempuan yang tidak berjilbab?
Sungguh fenomena jilbab pada saat sekarang, membuat kita di satu sisi patut
bersyukur, wanita-wanita muslim tidak malu lagi berjilbab. Namun di sisi lain jilbab yang
sesungguhnya harus memenuhi prasyarat berjilbab syar’i, tapi banyak sekali lebih
terkesan trendy, jilbab funky yang menyimpang dari syarat-syarat jilbab yang syar’i.
Diantara penyimpangannya adalah :
1. Tidak ditutupnya seluruh bagian tubuh. Seperti, terbukanya bagian kaki
bawah, atau bagian dada karena jilbab diikatkan ke leher, atau jilbab tapi
lengan pakaiannya digulung atau dibuka hingga ke siku mereka.
2. Berjilbab dengan pakaian ketat, berkaos, pakaian yang tipis, sehingga
walaupun menggunakan jilbab, tapi lekuk-lekuk tubuh mereka dapat diamati
dengan jelas.
3. Berjilbab dengan menggunakan celana panjang bahkan terkadang memakai
celana jeans.
4. Wanita muslimah di sekitar kita yang memakai jilbab bersifat temporer,
dipakai pada kegiatan tertentu, seperti ke kampus, sekolah, kendurian, acara
9
pengajian kampung dsb, setetah itu jilbab dicopot. Jilbab tersebut sekedar
mampir alias tidak sampai menutup rambut atau menutup kepala.
D. Batasan-Batasan Hijab yang Syar’i
Setelah kita mengetahui materi yang lebih mendalam mengenai hijab, yaitu
batasan-batasan hijab yang islami sesuai dengan perintah Allah dalam kitab-Nya dan
perintah Rasul-Nya maka pada pembahasan ini akan dibahas mengenai batas-batas hijab
yang syar’I, yaitu:
1. Ukuran atau standardisasi hijab yang harus dipergunakan oleh kaum
perempuan adalah menutupi tubuhnya dengan pakain panjang sampai
melewati mata kaki dan mengulurkan kerudungnya sampai pada menutup
dada.
Hal ini diterangkan oleh rasullah saw menyampaikan Ketika Asma binti
Abu Bakar masuk untuk menemui Rasulullah saw. dengan pakaian yang tipis,
beliauberkata: “Wahai Asma, ketika seorang perempuan telah mendapatkan haid.
Ia tidak diperbolehkan untuk memperlihatkan anggota tubuhnya kecuali ini dan
ini.” Pada saat itu, Rasulullah saw. menunjuk pada wajah dan kedua telapak
tangannya.
Dan pada suatu saat ummul mukminin, Aisyah ra. bercerita, “Mereka
(perempuan Anshar) adalah perempuan-perempuan muslim yang pada suatu hari
salat fajar berjamaah bersama Rasulullah. Mereka menutupi kepala mereka dengan
kain. Kemudian, mereka pun pulang menuju rumah masing-masing setelah
melaksanakan salat tersebut. Sehingga kita tidak mengetahui siapakah mereka
sebenarnya (karena tertutup kerudung).”
Cerita ini berasal dan ummul mukminin, Aisyah dan para shahabiyah yang
lainnya yang memuji amal ibadah dan tingkah laku baik perempuan-perempuan
Anshar dalam melaksanakan ajaran yang Allah perintahkan kepada mereka.
Kedua riwayat di atas menggambarkan bagaimana masyarakat muslim
pertama mengikuti seluruh penintah Allah dengan ikhlas dan menerapkannya ke
dataran realitas. Ketika Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis: “Barangsiapa
yang mempergunakan pakaian yang sampai menyentuh tanah (karena sombong),
10
maka Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat nanti.” Pertanyaan yang
timbul di sini adalah? Apa yang harus dilakukan oleh seorang perempuan dengan
ujung pakaiannya? Maka Rasulullah pun berkata: “maka tambahkanlah 1 ello3”
dan jangan menambahkan lagi”
Dari kisah di atas kita dapat mcngetahui bahwa perempuan mukmin pada
waktu itu mempergunakan pakaian yang sangat panjang hingga mencapami tanah.
Rasulullah pun melarang mereka untuk berbuat demikian karena perbuatan
tersebut dianggap sebagal perbuatan sombong dan angkuh.
OIeh karena itu, Rasulullah hanya membolehkan perempuan untuk
memanjangkan pakaiannya sepanjang satu jengkal dan pertengahan betis.
Tepatnya, pas pada tempat mata kaki sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli
tafsir. Akan tetapi, Ummu Salamah merasa khawatir mata kakinya akan terlihat.
Rasulullah sendiri mengatakan bahwa mata kaki tidak boleh terlihat. Akhirnya,
Rasulullah menambahkan ukurannya lagi sampal satu ella dan tidak diperbolehkan
memanjangkan lebih dan itu.
Mengapa harus satu ella? Karena hanya ukuran tersebut yang dapat
menutupi mata kaki perempuan sekalipun mungkin ukuran tersebut sedikit
panjang. Akan tetapi, Rasulullah memberikan pilihan kepada kaum perempuan
untuk memilih antara satu jengkal dengan satu ella. Tergantung pada tinggi atau
pendeknya perempuan yang memakai pakaian tersebut. Maka berdasarkan uraian
tersebut Kita dapat mengetahui bahwa perempuan-perempuan pada masa
Rasulullah tidak pernah mempergunakan pakaian yang pendek, sehingga terlihat
mata kakinya.Dan kita juga dapat mengetahui bahwa perempuan muslimah
dilarang untuk memperlihatkan anggota tubuhnya kecuali wajah dan telapak
tangan. Ia harus menutup seluruh tubuhnya dan atas sampai bawah.
2. Dan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh kaum perempuan muslimah
dalam menggunakan pakaian adalah jangan sampai pakaian tersebut
dijadikan sebagai hiasan.
Interpretasi tersebut diambil dari firman Allah: “Dan janganlah
memperlihatkan perhiasan kalian.” Dan firman Allah: “Dan hendaklah kamu tetap
3 1 ello adalah ukuran panjang 0,688 m
11
di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-
orangjahiliah yang dahulu.” Dan perkataan Rasulullah saw.: Tiga orang yang
tidak akan ditanya di hari kiamat nanti: Pertama, “Seorang laki-laki yang
memisahkan diri dari kelompoknya dan memberontak terhadap pimpinannya dan
kemudian mati dalam keadaan tidak taat. Yang kedua, seorang hamba perempuan
atau laki-laki yang lari dan kemudian mati. Dan yang ketiga seorang perempuan
yang ditinggalkan oleh suaminya untuk bepergian. Akan tetapi, suaminya tersebut
telah memberikan nafkah materi secukupnya untuk perempuan tersebut.
Sayangnya, sang istri berdandan dan berbusana yang berlebihan di belakang
suaminya. Maka, mereka tidak akan melalui pintu pertanyaan lagi (langsung
masuk neraka).”
3. Pakaian yang dipergunakan harus tebal dan tidak tipis.
Kita memahami makna tersebut dan hadis Rasulullah: “Pada suatu hari
nanti, umatku dan golongan kaum perempuan akan mempergunakan pakaian tapi
tidak seperti berpakaian. Mereka adalah wanita yang tercela. Dan dalam hadis
lain disebutkan: “Mereka (kaum perempuan) yang tidak akan memasuki surga dan
tidak akan mendapatkan baunya. Dan diriwayatkan dalarn sebuah kisah
bahwasanya ketika itu Hafshah binti Abdurrahman bin Abu Bakar
mempergunakan penutup kepala yang tipis dan dilihat oleh ummul mukminin
Aisyah ra. Pada saat itu, Aisyah merobek kain penutup kepalanya dan berkata:
“Apakah kamu tidak mengetahui apa yang diturunkan oleh Allah dalam surah An
Nuur? Kemudian Aisyah mengambilkan penutup kepala yang lain dan
menutupkannya.
4. Jangan sampai pakaian yang dipergunakannya ketat sehingga menampakkan
bentuk tubuh.
Kita mengambil statemen di atas berdasarkan perkataan Usamah bin Zaid,
“Rasulullah menutupiku dengan mempergunakan jubah tebal yang biasa
dipergunakan oleh kaum Qibti yang telah dihadiahkan oleh Dahiyyatul Kalbi
kepada Rasulullah saw. Kemudian aku memberikan jubah tersebut kepada istriku.
Maka, Rasulullah pun bertanya: “Mengapa kamu tidak mempergunakan jubah
yang aku berikan kepadamu kemarin?” Usamah pun menjawab: “Aku
12
memberikannya kepada istriku.” Rasulullah pun berkata: “Beritahulah istrimu
untuk menambahkan kain tipis di bawahnya. Karena aku khawatir bentuk tubuh
istrirnu akan terlihat.”
Jadi, Rasulullah merasa khawatir umatnya yang berasal dan golongan
perempuan mempergunakan pakaian yang memperlihatkan bentuk tubuhnya.
Syarat tersebut berbeda dengan syarat sebelumnya yang menyebutkan dilarangnya
perempuan mempergunakan pakaian yang tipis sehingga terlihat kulit perempuan
tadi.
5. Jangan menaruh wangi-wangian atau sejenis parfum pada pakaian tersebut.
Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Perempuan mana pun
yang mempergunakan wangi-wangian, kemudian lewat pada suatu kaum sehingga
mereka mencium wangi tersebut, maka perempuan tersebut dihukum sebagai
penzina.”
6. Pakaian yang dipergunakan oleh perempuan muslimah tidak diperbolehkan
menyamai bentuk pakaian laki-laki.
Hal tersebutberdasarkan sebuah Hadis Rasulullah saw. yang berbunyi:
“Bukan tenmasuk golongan kita, perempuan yang menyenupai laki-laki dan lakilaki
yang menyenupai perempuan.”
7. Jangan sampai pakaian yang dipergunakan perempuan muslimah serupa
atau meniru pakaian yang digunakan oleh perempuan-perempuan kafir.
Karena dalam sebagian ayat Al-quran diperintahkan agar kaum muslimin
tidak mengikuti keinginan orang kafir. Terlebih, setelah mereka mendapatkan
petunjuk dan ajaran dan Allah SWT.
Rasulullah sendiri sangat berhati-hati dalam masalah ini. Beliau akan
berusaha menghindari hal-hal yang menjurus ke arah tersebut. Sampai pada hal-hal
yang biasa, seperti: belahan rambut atau menipiskannya.
Abdullah bin Umar bin ‘Ash berkata: “Rasulullah SAW. melihat dua
pakaianku yang berbunga-bunga” kemudian Rasulullah SAW. berkata: “Pakaian
seperti ini adalah pakaian yang sering dipergunakan oleh orang-orang kafir, maka
janganlah kamu rnempergunakannya.”
13
8. Jangan mempergunakan pakaian yang terlalu mewah.
Hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Barangsiapa yang
mempergunakan pakaian mewah, maka di hari kiamat nanti Allah akan
memakaikan pakaian yang sangat hina kepadanya. Kemudian pakaian tersebut
akan dihiasi oleh api neraka.” Perempuan yang memiliki wajah yang cantik,
sehingga dapat menarik perhatian lawan jenisnya, hendaknya menutup wajahnya.
Adapun perempuan yang terlihat biasa-biasa saja, mereka diperbolehkan
untuk membuka wajah dan kedua telapak tangannya. Dan disini kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa hijab diwajibkan kepada seluruh kaum muslimah.
Adapun penutup muka, tidak diwajibkan dan juga tidak dilarang.
E. UNISSULA Tren Setter
Sebagai lembaga pendidikan islam, Universitas Islam Sultan Agung
(UNISSULA) yang mempunyai visi “Bismillah membangun generasi khaira ummah”
mempunyai tanggung jawab dalam memberikan pemahaman kepada setiap anak didiknya
(mahasiswa, pen) tentang etika pergaulan dan pembinaan akhak.
Hal ini dilakukan, karena pergaulan remaja saat ini semakin bebas. Batas-batas
antara pria dan wanita tak lagi diperhatikan. Banyak remaja tidak lagi berpedoman pada
syariat agama, norma kesusilaan, dan kesopanan. Parahnya lagi, remaja semakin
terpengaruhi oleh berbagai media maupun guliran wacana yang marak bertebaran. Logika
berpikir rusak, pandangan tentang tata nilai kacau, dan cara menyikapi realita tak sehat
lagi. Sementara banyak orang yang apatis dan sekedar mencukupkan diri bersalih ria di
dalam mihrabnya dan tak merasa punya tanggung jawab atas semua permasalahan ini.
Sehubungan dengan visi dan misinya itu, UNISSULA mempunyai rencana
strategis (renstra) untuk membangun masyarakat kampus yang islami, dengan
menerapkan nilai-nilai ajaran al-quran dan tuntunan Nabi Muhammad SAW yang penuh
kasih sayang dan kemuliaan ajarannya. Bismillah dengan niat yang shalih kami
mencanangkan sebuah gerakan budaya akademik Islami untuk seluruh civitas akademika.
Dengan membudayakan sholat berjarmaah kami akan bangun akhlak mulia, memberikan
14
tauladan yang baik, bersikap sopan, jujur, dan menjadikan suasana yang asri dan sejuk
dengan busana yang islami.
Proyek besar atau gerakan yang kami lakukan ini bukan untuk menseminarkan
atau melokakaryakan maupun meredefinisi ajaran-ajaran-nya. Karena kita tahu ajaran-
ajara-nya sudah baik dan benar. Yang ingin kami lakukan hanyalah untuk menanamkan
rasa cinta kita kepada allah swt, rasa cinta kita kepada rasulullah saw, dan rasa cinta kita
kepada sesama, sehingga kita semua akan terselamatkan dunia dan akherat.
Dengan terwujudnya masyarakat kampus yang islami kami berharap unissula
menjadi kampus pilihan bagi orang tua dan calon mahasiswa untuk menghasilkan
generasi rabbani’, yakni generasi khaira ummah sesuai tuntunan illahi, bukan generasi
keledai seperti disebut datam Al Quran Surah Al Jumu’ah ayat 5, “. .. Ibarat keledai....
Itulah seburuk-buruk perumpamaan bagi mereka yang mendustakan ayat-ayat allah. Dan
allah tidak member petunjuk kepada kaum yang dzalim.”
15