Download - Vit.D Level SEPSIS
1
Journal Reading
Kaitan Kadar Vitamin D yang Rendah dengan
Peningkatan Resiko Sepsis Neonatus Dini pada Bayi
Cukup Bulan
Disusun oleh :
Ivanna Octaviani (07120100021)
Pembimbing :
dr. Irene A. O, SpA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
RS MARINIR CILANDAK
PERIODE 23 MARET 2015 – 29 MAY 2015
2
I. Pendahuluan
Sepsis neonatus ditandai dengan tanda dan gejala infeksi, dengan atau
tanpa adanya bacteremia di dalam 1 bulan pertama kehidupan dan merupakan
factor penting dalam menentukan tingkat morbiditas dan mortalitas1,2. Insiden
sepsis neonatus terjadi bervariasi antara 1-‐8 kasus per 1000 kelahiran hidup. Ini
diperkirakan menyebabkan hampir 1 juta kematian, atau sekitar 25% kematian
bayi di seluruh dunia. Sepsis neonates dapat dibagi kedalam 3 kelompok yaitu,
onset dini, onset lambat dan onset sangat lambat.
Sepsis onset dini (EOS) secara general dikaitkan dengan peran
microorganisme dari ibu, dan biasanya muncul sebagai respiratory distress atau
pneumonia 1,5. Prematuritas, berat badan lahir yang rendah, cairan ketuban yang
terinfeksi, bau ataupun tercampur meconium, ruptur mebran yang prematur,
waktu melahirkan yang lama dan asphyxia perinatal disebut sebgai penyebab
tersering terjadinya EOS 1,6.
Vitamin D adalah hormone steroid larut lemak yang berperan dalam
menjaga kadar normal homeostasis kalsium dan mineralisasi tulang. Selain itu,
vitamin D juga memiliki efek imunomodulator yang berperan dalam sistem
imun. Mulai diketahui juga bahwa vitamin D dapat mengoptimalkan fungsi
sistem imun innate dengan cara menginduksi peptida antimicrobial di epithelial
sel, neutrophil dan makrofag 8,9. Bayi yang baru lahir lebih rentan terhadap
infeksi karena baik system imunitas innate ataupun adaptif nya masih belum
berkembang secara sempurna. Hubungan antara defisiensi vitamin D dan infeksi,
terutama di saluran nafas bawah telah dapat dilihat pada anak-‐anak dan bayi 10-‐
13. Rendahnya kadar 25-‐hydroxyvitamin D (25-‐OHD) di dalam peredaran darah
tali pusat pada bayi yang sehat telah ditemukan memiliki hubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya infeksi oleh respiratory syncytial virus (RSV)
selama masa infan14. Walaupun beberapa penelitian telah melaporkan adanya
hubungan antara defisiensi vitamin D dan penyakit kritis pada orang dewasa,
keterkaitan secara langsung masih belum dapat dibuktikan9. Berdasarkan
pengetahuan kita, sejauh ini belum ada yang mempelajari hubungan antara EOS
dan rendahnya kadar vitamin D pada ibu ataupun bayi itu sendiri.
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian prospektif ini adalah untuk
menentukan adanya peran level plasma vitamin D ibu atau bayi terhadap
terjadinya EOS pada bayi yang cukup bulan. Kami juga berupaya untuk
3
mengevaluasi kemungkinan keparahan efek dari defisiensi vitamin D terhadap
berkembangnya EOS pada populasi yang dipelajari.
II. Metode Penilitian
Penelitian perspektif ini dilakukan pada bayi cukup bulan > 37 minggu
usia gestasi yang memiliki gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium EOS
yang masuk NICU Rumah Sakit penelitian dan pelatihan Kanuni Sultan Suleyman
pada bulan Maret hingga Desember 2012. Selama proses penelitian, totalnya ada
394bayi cukup bulan yang dirawat dan dimasukkan ke dalam penelitian. Dari
seluruh bayi itu, ada 76 bayi yang terdiagnosa memiliki kemungkinan menderita
EOS menurut kriteria yang diterangkan oleh Gitto et al. (Tabel 1)15. Namun, 26
diantara mereka harus dikeluarkan karena kriteria: bayi dengan adanya factor
resiko pada ibu seperti chorioamnionitis dan rupture membrane yang
premature baik secara klinis ataupun histologis yang dapat menjadi factor
predisposisi terjadinya EOS; bayi dengan probable atau possible menurut
kriteria, penolakan persetujuan dari orang tua, kurangnya data laboratorium dan
abnormalitas kongenital mayor. Protokol penelitian ini sendiri sudah disetujui
oleh Komite Etik setempat. Pernyataan persetujuan dari orang tua telah dimiliki
untuk semua bayi. Gambar 1 akan menjelaskan alur diagram partisipan di dalam
penelitian.
Tabel 1. Kriteria sepsis yang digunakan dalam penelitian sesuai dengan penjelasan oleh Gito et al.
4
Kelompok penelitian terdiri dari bayi cukup bulan yang secara klinis
diduga memiliki infeksi dini dalam 3 hari awal kelahirannya. Darah untuk
mengukur level vitamin D bayi dan ibunya didapatkan dari setiap bayi dan ibu
itu sendiri dalam periode postpartum saat masuk ke rumah sakit. Walaupun
sampel ini diambil dari semua bayi yang diduga menderita EOS dalam 72 jam
pertama kelahirannya, hanya bayi dengan kemungkinan sepsis yang tinggi yang
dimasukkan dalam penelitian. Bayi-‐bayi sehat yang masuk ke bagian rawat jalan
untuk evaluasi rutin saat hari ke 3 kelahiran tanpa tanda infeksi, baik secara
klinis maupun laboratorium dan dievaluasi untuk masalah hiperbilirubinemia
dimasukan ke dalam control group. Sehingga control group ini sendiri berisi
bayi-‐bayi dengan usia gestasi dan postnatal yang sama dengan bayi yang ada di
dalam study group. Analisa level 25-‐OHD di control group diambil dari sampel
darah yang sama yang digunakan untuk mendeteksi kadar bilirubin di hari ke 3
postnatal.
Aspek demografik ibu, seperti usia, tingkat pendidikan, status ekonomi
social, adanya penyakit penyerta ibu semuanya dicatat. Usia gestasi, berat badan
lahir, jenis kelamin, cara kelahiran, skor APGAR, dan musim saat kelahiran juga
dicatat semuanya. Musim saat kelahiran kemudian dibagi kedalam 3 kelompok,
yaitu: musim semi (Maret, April, Mei), musim panas (Juni, Juli, Agustus), dan
gugur (September, oktober, November). Suplementasi vitamin D ibu dibagi
dalam 3 kondisi pemakian, yaitu tanpa pemakaian, pemakaian yang tidak
sufisien (<3bulan), dan pemakaian regular (pemakaian total >3 bulan)13. Di
Turki, suplementasi vitamin, termasuk vitamin D 500 IU sudah rutin diresepkan
untuk semua wanita hamil. Defisiensi vitamin D digolongkan kedalam 3 tingkat
keparahan, yaitu defisiensi berat ( serum 25-‐OHD <10 ng ml-‐1), insufisien (serum
25-‐OHD antara 11-‐32 ng ml-‐1), dan cukup (32-‐100 ng ml-‐1)16.
Skrining sepsis meliputi penghitungan leukosit, jumlah neutrophil
absolut, jumlah neutrophil immature hingga total, evaluasi hapusan darah, dan
C-‐reactive protein (CRP) dilakukan pada semua neonatus yang diduga sepsis
untuk membantu memenuhi kriteria EOS. Sampel darah yang akan digunakan
untuk pemeriksaan darah lengkap, CRP dan kultur diambil sebelum dimulainya
pemberian antimicrobial. Prosedur ini diulangi pada 48jam pertama, hari ke 7
dan hari ke 10. Perubahan pada parameter hematologi di proses sesuai dengan
sistem skoring Manroe dan Rodewell17,18.
5
Bayi ditangani dengan pemberian antibiotik yang memadahi, termasuk
pemberian ampicillin yang dikombinasi dengan gentamicin sebagai terapi lini
pertama untuk EOS. Bayi dengan hasil kultur yang postif ditangani dengan
antibiotic yang sesuai dengan antibiogram dari hasil kultur tersebut. Pemberin
terapi antimicrobial dihentikan setelah ada perubahan gejala klinis dan
laboratoris.
Plasma, baik dari sampel darah ibu maupun bayi kemudian dipisahkan
dan disimpan dalam suhu -‐80°C. Kadar 25-‐OHD ditentukan menggunakan sistem
Shimadzu LC-‐20AT model High Performance Liquid Chromatography (HPLC) –
Shimadzu Scientific Instrument, SSI Kyoto, Jepang -‐ yang dilengkapi dengan
ditektor ultraviolet di laboratorium biochemistry milik Rumah Sakit Pendidikan
Militer Gulhane.
Hitungan darah lengkap, CRP dan kultur dipelejari secepatnya.
Perhitungan darah lengkap dilakukan dnegan menggunakan automatic counter,
Cell Dyn 3700 (Abbot Diagnostics Division, IL, USA). CRP ditentukan dengan
metode immunonephelometik yang menggunakan alat BN II (Dade Behring
Marburg GMBH, Marburg, Germany). Kultur darah di analisa dengan metode
otomatic BACTEC menggunakan alat BACTEC 9240 (Becton Dickinson,
Heidelberg, Germany).
Data dianalisa menggunakan software SPSS (SPSS, version 16.0, Chicago,
IL,USA). Penjabaran deskriptif deiberikan sebagai deviasi mean ± standard
(mean±s.d.) untuk data berkelanjutan dengan distribusi normal, sedangkan
kisaran median dan interquatile (median(IQR)) digunakan untuk data
berkelanjutan yang distribusi nya tidak normal, frekuensi dan presentasi data
kuantitatif. Perbedaan antar grup dievaluasi dengan tes X2 untuk data kualitatif,
sedangkan sampel independent menggunakan t-‐test untuk data continuous , dan
Mann-‐Whitney U-‐test digunakan untuk data continuous dengan distribusi yang
tidak normal. Analisa variasi 2 arah digunakan untuk mengindikasikan adanya
keterkaitan antara musim dan grup. Korelasi Pearson digunakan untuk
mengevaluasi hubungan antara 25-‐OHD ibu dan bayi. Nilai untuk P<0,05
dianggap signifikan secara statistik.
6
III. Hasil
Populasi penelitian terdiri dari 100 bayi cukup bulan. Dari bayi-‐bayi
tersebut, 50 diantara diduga menderita sepsis neonatus (study group) dan 50
tidak ditemukan apapun. Rata-‐rata usia gestasi dan berat badan lahir kelompok
bahan penelitian adalah 39,3±0,8 minggu dan 3454±460 g. Total 55% bayi (55
orang) adalah laki-‐laki, dan 40% populasi penelitian lahir dengan cara
sectiocesarea. Tidak ada perbedaan bermakna yang ditemukan antara 2 grup
dalam hal jenis kelamin, berat badan lahir, usia gestasi, musim saat lahir, cara
lahir dan skor APGAR (table 2). Tidak ada perbedaan yang bermakna antara bayi
dengan factor demografis ibu, termasuk usia dan faktor komorbid antara 2 grup
tersebut. Status pendidikan ibu ditemukan jauh lebih rendah pada kelompok
yang di teliti disbanding dengan kelompok kontrol. Selanjutnya, jumlah ibu di
kelompok penelitian yang tidak rutin atau bahkan tidak pernah meminum
vitamin D juga secara signifikan lebih tinggi dari ibu di kelompok control
(p<0,05; tabel 2).
Semua bayi di kelompok penelitian dirawat karena ada kecurigaan sepsis
setelah melihat gejala klinis dan hasil laboratorium. Seperti yang diharapkan,
jumlah sel darah putih dan CRP pada bayi di kelompok yang diteliti
menunjukkan perbedaan yang jauh disbanding mereka yang ada di kelompok
kontrol (p<0,05; table 2). Tidak ada perbedaan yang ditemukan antara 2
kelompok tersebut bila menyangkut masalah waktu pengambilan darah untuk
pemeriksaan 25-‐OHD (P>0,05). Baik ibu maupun bayi memiliki nilai kadar 25-‐
OHD yang lebih rendah disbanding dengan mereka di kelompok kontrol (p<0,05;
table 3). Namun kadar 25-‐OHD ibu dan bayi terpantau meningkat tinggi saat
musim panas (table 4). Di saat yang sama, kadar 25-‐OHD yang ditemukan baik
pada ibu maupun bayi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dengan konsumsi
suplemen vitamin D yang rutin selama kehamilan. Saat mengevaluasi efek
musim terhadap kadar 25-‐OHD pada ibu dan bayi, walaupun level 25-‐OHD pada
ibu di grup yang diteliti tetap rendah pada semua musim dibandingkan dengan
ibu yang ada di control group, namun peningkatan kadar 25-‐OHD yang tinggi
malah ditemukan pada ibu dari grup kontrol saat musim panas (p=0,0001).
Kadar 25-‐OHD pada bayi di kelompok penelitian tidak menunjukan perubahan
yang bermakna di berbagai musim, namun tidak ditemukan adanya perbedaan
yang terlalu signifikan secara statistik dibandingkan dengan bayi pada kontrol
7
grup (tabel 5). Korelasi positif ditemukan antara kadar 25-‐OHD ibu dan bayi dari
kedua grup (kontrol grup: r=0,58, P=0,001 dan sgrup yang diteliti: r=0,29,
P=0,04). Mayoritas bayi (84%) yang berada dalam grup sepsis punya nilai rata-‐
rata level 25-‐OHD <11ng ml-‐1 yang signifikan secara statistic (p<0,05;tabel 6).
Adanya asosiasi antara defisiensi vitamin D dengan kultur yang terbukti
EOS telah di evaluasi. 3 bayi memiliki kultur darah positif untuk sepsis akibat
gram negative (2 Escherichia coli, 1 Klabsiela pneumonia) dan 2 bayi lainya
positif dengan sepsis gram positif (1 staphylococcus epidermidis, 1enterococcus
faecalis). Tidak ada dari mereka yang menderita meningitis. Tidak ada
perbedaan signifikan antara kadar 25-‐OHD ibu maupun anak yang dengan, atau
tanpa kultur yang terbukti sepsis (tabel 7). Ditemukan adanya 2 kultur darah
terpisah dari 2 tempat yang berbeda, positif dengan S.epidermidis, namun hal
ini dianggap sebagai adanya pathogen dan bukan kontaminasi. Tidak ada bayi
yang meninggal selama periode penelitian.
8
Gambar 1. Alur diagram kelompok penelitian
IV. Diskusi
Penelitian ini untuk pertama kali menunjukkan bahwa kadar 25-‐OHD
pada ibu ataupun bayi yang positif dengan EOS, lebih rendah secara signifikan.
Rendahnya kadar 25-‐OHD pada bayi, sangat berhubungan langsung dengan
kadar 25-‐OHD yang rendah pada ibu. Tingkat 25-‐OHD juga ditemukan lebih
tinggi saat musim panas dan dengan konsumsi suplemen vitamin D yang teratur.
Data-‐data ini menunjukkan bahwa konsumsi vitamin D yang teratur selama
kehamilan mungkin akan dapat membantu mencegah munculnya EOS pada bayi
yang cukup bulan.
Walaupun insidens EOS dilaporkan telah menurun dalam beberapa tahun
terakhir karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan di bidang obstetric dan
penanganan neonatus, 2-‐3% bayi yang lahir cukup bulan masih meninggal akibat
EOS 5,19. Faktor dari ibu, seperti demam selama masa kehamilan,
chorioamnionitis, kepecahan membran yang premature dan kolonisasi
Streptococcus grup B telah dilaporkan sebagai faktor resiko utama terjadinya
EOS pada bayi yang cukup bulan1,6,19.
9
Tabel 2. Gambaran demografis ibu dari kelompok yang diteliti dan kelompok kontrol
Tabel 3. Perbandingan kadar 25-‐OHD bayi dan ibu dari 2 kelompok
Tabel 4. Perbandingan kadar 25-‐OHD ibu dan bayi dalam hal musim saat kelahiran
Tabel 5. Perbandingan kadar 25-‐OHD bayi dan ibu dalam hal musim dan kelompok saat kelahiran
Tabel 6. Perbandingan kadar 25-‐OHD bayi dan ibu dalam hal defisiensi vitamin D pada 2 kelompok
10
Tabel 7. Perbandingan kadar 25-‐OHD bayi dan ibu di kelompok sepsis dalam hal kultur yang positif.
Akan tetapi, walaupun terdapat peningkatan yang signifikan pada penafsiran
dan penanggulangan resiko neonatal EOS, masih terdapat suatu beban pada neonatal
EOS pada umur gestational. Pada tahun-tahun belakangan ini, terdapat bukti yang
mendukung efek imunomodulatori dari vitamin D pada fungsi imun. Vitamin D
dilaporkan memiliki efek yang kompleks terhadap fungsi imun karena vitamin
tersebut dapat meningkatkan imunitas innate, dan di lain pihak juga menurunkan kerja
respond acquired immunity. Pelindung pada kulit dan juga permukaan epitel lainnya
yang merupakan pertahanan pertama terhadap infeksi dan vitamin D yang teraktivasi
memiliki peran penting dalam menjaga integritas dari sel epitel yaitu dengan cara
mengkodekan protein yang dibutuhkan untuk tight junctions. Vitamin D memiliki
efek menginduksi peptida antimikrobial seperti cathelicidin (LL37), beta-2 dan beta-3
defensiensi, yang menjelaskan aksi antibiotic dari vitamin D. Vitamin D juga
mempengaruhi T helper (Th) cell 1 dan 2. Differensiasi Th2 secara langsung
disebabkan oleh vitamin D, dimana ia menghambat aktivasi dan differensiasi dari sel
Th1. Vitamin D memiliki aksi anti-inflammatory pada neutrofil.
Suatu penelitian dimana monosit manusia distimulasi dengan lipopolisakarida
dan ditangani dengan pemberian 1,25-OHD menunjukkan penurunan ketergantungan
dosis pada sintesis TLR2 dan TLR4, serta peningkatan pada CD14. Vitamin D
memiliki peran dalam peningkatan superoxide di monosit, ia juga mencegah produksi
cytokine peradangan yang berlebihan dan memfasilitasi motilitas neutrofil dan
fagositosis. Sebagai tambahan dari modulasi respond peradangan sistemik, vitamin D
juga memiliki efek dalam kontrol pathogen lokal. Vitamin D dilaporkan dapat
menghambat pertumbuhan dan/atau membunuh Staphylococcus aureus, S. pyogenes,
K. pneumoniae, dan E. coli. Vitamin D juga mencegah invasi bakteri pathogen secara
langsung dengan cara meningkatkan pembasmian organism-organism ini yang
menginvasi beberapa lokasi tubuh seperti jalur pernafasan. Sebagai tambahan, Chinn
et al. melaporkan bahwa level vitamin D yang lebih tinggi pada wanita hamil
bersangkutan dengan rendahnya tingkat vaginal carriage Streptococci group B.
Karena semua sel memiliki reseptor vitamin D yang spesifik, vitamin D bekerja
sebagai modulator sistem imun dengan meningkatkan imun innate, aktivitas
dari monosit dan makrofag serta aktivasi dari sel B dan T.
11
Walaupun ilmu sains dasar dan data penelitian translasi menjanjikan
keuntungan dari efek vitamin D pada fungsi imun, terdapat beberapa keterbatasan
pada pembelajaran klinis yang mengevaluasi perannya di sepsis, tertama pada orang
dewasa. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa terdapat data yang bertentangan
pada peran vitamin D dalam pencegahan dan kontrol dari infeksi, terutama mereka
yang terdapat pada jalur pernafasan.
Akan tetapi, penelitian yang dilakukan pada bayi mendukung peran
pencegahan dari vitamin D terhadap infeksi pada jalur pernafasan. Pada penelitian
besar yang diikuti baru-baru ini, ditemukan bahwa low cord blood vessel dengan 25-
OHD berhubungan dengan tingginya resiko RTI pada usia 3 bulan dan resiko mengi
bayi yang baru lahir yang lebih tinggi pada awal masa anak-anak. Kekurangan cord
blood vitamin D juga dapat meningkatkan resiko infeksi virus pernafasan syncytial
pada bayi.
Pada penelitian lainnya, kekurangan vitamin D subclinical pada juga
berhubungan dengan perkembangan RTI akut yang sering terjadi. Walaupun peran
vitamin D dan perkembangan RTI sudah dievaluasi di anak-anak dan orang dewasa,
perannya pada perkembangan dan pencegahan pada sepsis neonatal belum
diinvestigasi secara teliti. Meskipun vitamin D memiliki efek modulasi yang positif
terhadap gangguan penggumpalan akibat sepsis di model ligasi cecal, namun itu tidak
menguntungkan di model sepsis akibat lipopolisakarida. Pada dua penelitian yang
mengivestigasi kelaziman kekurangan vitamin D pada anak-anak sakit kritis yang
dibawa ke unit gawat darurat pediatric, terdapat level kekurangan vitamin D yang
tinggi diantara anak-anak yang sakit kritis dan dihubungkan dengan penyakit kritis
yang lebih parah.
Pada penelitian yang melibatkan 2399 pasien dewasa, kekurangan 25-OHD
dihubungkan dengan kultur darah positif dan meningkatnya mortalitas. Akan tetapi,
sepengetahuan pengarang, tidak ada penelitian yang menginvestigasi hubungan antara
sepsis neonatal dan level 25-OHD maternal/neonatal pada bayi cukup bulan dan
kurang bulan. Hal ini dianalisa pada dua ‘surat kepada editor’ bahwa suplementasi
vitamin D maternal dan neonatal pada bayi dapat mengurangi resiko sepsis pada bayi,
tetapi data mengenai hubungan sepsis neonatal dengan pembuluh darah maternal dan
neonatal 25-OHD masih kurang dibahas pada publikasi ini.
Walaupun 25-OHD dapat disintesis oleh ginjal janin, level vitamin D neonatal
lebih tergantung dan bersangkutan dengan status vitamin D maternal saat kelahiran
12
sampai bayi mulai menerima vitamin D dari sumber lainnya. Hasil penelitian kami
menemukan hubungan antara level 25-OHD maternal dan neonatal, dimana kadar 25-
OHD neonatus jauh lebih rendah pada mereka yang lahir dari ibu dengan level 25-
OHD yang rendah juga. Pada peneliltian sebelumnya, level 25-OHD ditemukan lebih
tinggi di bayi yang sehat dibandingkan bayi dengan infeksi pernafasan akut. Bayi
yang tidak terkena infeksi juga memiliki level 25-OHD yang lebih tinggi dibanding
mereka yang memiliki EOS. Hasilnya, dapat disimpulkan bahwa EOS bisa saja
berhubungan dengan kurangnya vitamin D maternal dan neonatal, maka dari itu
masuk akal untuk merekomendasikan suplementasi vitamin D pada semua wanita
hamil untuk pencegahan EOS pada bayi mereka.
Pigmentasi kulit ibu, penggunaan baju yang melindungi tubuh dari matahari,
dan musim dilaporkan sebagai faktor resiko utama untuk defisisensi vitamin D
maternal dan neonatus. Pada level yang sesuai, jumlah ibu yang memilih baju yang
melindungi tubuh dari matahari lebih tinggi di kelompok penelitian. Sebagai
tambahan, bayi yang lahir pada musim panas memiliki 25-OHD yang lebih tinggi
dibandingkan dengan mereka yang lahir pada musim lainnya. Data ini membuktikan
pentingnya sintesis vitamin D epidermal yang cukup jika dihubungkan dengan
pencahayaan di bawah matahari. Kekurangan vitamin D merupakan hal yang sering
ditemui pada kehamilan dan kelazimannya berkisar dari 18-48% tergantung dari
negara dan pilihan pakaian. Pada tahun-tahun terakhir ini, penelitian dari bagian
negara Turkey yang berbeda melaporkan adanya kekurangan vitamin D (level 25-
OHD < 10 ng ml − 1) yang tingkat keparahannya berada di kisaran 46-80% wanita
hamil. Penelitian yang dilakukan di bagian negara yang sama menunjukkan bahwa
level 25-OHD yang rendah berhubungan dengan rendahnya tingkat pendidikan,
kurangnya asupan vitamin D dan kebiasaan dalam berpakaian.
Kekurangan vitamin D dapat dibagi menjadi tiga kelompok: defisiensi berat
(serum 25-‐OHD <10 ng ml-‐1), insufisien (serum 25-‐OHD antara 11-‐32 ng ml-‐1),
dan cukup (32-‐100 ng ml-‐1). Kekurangan vitamin D yang parah berhubungan
dengan meningkatnya resiko RTI pada bayi. Jumlah bayi dengan level 25-OHD <10
ng ml – 1 lebih tinggi pada kelompok sepsis dibandingkan dengan kelompok kontrol
dalam penelitian kami. Maka dari itu, hasil menunjukkan bahwa tingkat keparahan
dari kekurangan vitamin D meningkatkan resiko EOS pada bayi. Data-data ini
menyarankan pentingnya kecukupan suplementasi vitamin D dalam masa kehamilan.
13
Seperti yang sudah dituliskan di atas, status vitamin D dari bayi yang baru
lahir biasanya bergantung pada status vitamin D ibu selama masa kehamilan. Data
baru mendukung untuk meningkatkan status vitamin D maternal untuk meningkatkan
kualitas kelahiran bayi. Maka dari itu, sangat penting untuk menetapkan jumlah
asupan vitamin D optimal untuk menjaga tingkat kecukupan untuk pencegahan
kurangnya vitamin D neonatal dan maternal serta efek kesehatan lainnya. Jumlah
vitamin D yang kini disarankan selama masa kehamilan berkisar dari 400 hingga 600
IU per hari, sampai 1500 hingga 2000 IU per hari, berdasarkan laporan Institute of
Medicine dan Endocrine Society, secara berurutan.
Akhir-akhir ini, dua penelitian baru menunjukkan bahwa asupan vitamin D
sehari-hari yang lebih tinggi (4000 IU per hari) dapat menyebabkan meningkatnya
sirkulasi 25-OHD pada wanita hamil dibandingkan dosis yang lebih rendah (200 IU
per hari dan 2000 IU per hari). Maka dari itu, sangat disarankan bahwa suplementasi
vitamin D yang lebih tinggi sangat dibutuhkan untuk mencegah hypovitaminosis D
dan pencapaian nilai 25-OHD yang normal (40 - 60 ng ml− 1) selagi masa kemahilan,
yang juga dapat menurunkan fakyor komorbid dari kehamilan. Penelitian yang lebih
baru menunjukkan bahwa level 25-OHD maternal yang lebih rendah berhubungan
dengan meningkatnya resiko dental caries pada bayi. Semua data ini menyimpulkan
bahwa peran dari suplementasi vitamin D yang benar dapat meningkatkan level 25-
OHD maternal dalam masa kehamilan, yang memberikan dampak positif pada ibu dan
anak.
V. Kesimpulan
Kesimpulannya, penelitian ini adalah penelitian pertama yang melaporkan
level 25-OHD maternal dan neonatal yang rendah pada bayi cukup bulan dengan EOS
dibandingkan dengan mereka yang tidak punya sepsis. Level 25-OHD neonatal
berhubungan dengan level maternal. Level 25-OHD juga berhubungan dengan musim,
asupan vitamin D sehari-hari, status sosial dan ekonomi, tingkat pendidikan dan juga
kebiasaan dalam berpakaian ibu. Untuk penjelasan mengenai mekanisma spesifik dan
peran pencegahan dari vitamin D terhadap EOS, penelitian klinis eksperimental
sedang diajukan. Setelah konfirmasi dari data-data ini, suplementasi vitamin D dapat
menjadi rekomendasi rutin untuk para wanita hamil untuk mencegah EOS pada bayi
mereka.
14
Daftar Pustaka
1. Sankar JM, Agarwal R, Deorari AK, Paul VK. Sepsis in the newborn. Indian J Pediatr 2008; 75: 261–266.
2. Ng PC, Lam HS. Diagnostic markers for neonatal sepsis. Curr Opin Pediatr 2006; 18: 125–131.
3. Lawn JE, Cousens S, Zupan J. For the Lancet Neonatal Survival Steering Team. Neonatal survival 4 million neonatal deaths: When? Where? Why? Lancet 2005; 365: 891–900.
4. Black RE, Cousens S, Johnson HL, Lawn JE, Rudan I, Bassani DG et al. Global, regional, and national causes of child mortality in 2008: a systematic analysis. Lancet 2010; 375: 1969–1987.
5. Stoll BJ, Hansen NI, Sánchez PJ, Faix RG, Poindexter BB, Van Meurs KP et al. Early onset neonatal sepsis: the burden of group B streptococcal and E. coli disease continues. Pediatrics 2011; 127: 817–826.
6. Schuchat A, Zywicki SS, Dinsmoor MJ, Mercer B, Romaguera J, O'Sullivan MJ et al. Risk factors and opportunities for prevention of early-onset neonatal sepsis: a multicenter case-control study. Pediatrics 2000; 105: 21–26.
7. De Luca HF. Overview of general physiologic features and functions of vitamin D. Am J Clin Nutr 2004; 80: S1689–S1696.
8. Clancy N, Onwuneme C, Carroll A, McCarthy R, McKenna MJ, Murphy N et al. Vitamin D and neonatal immune function. J Matern Fetal Neonatal Med 2013; 26: 639–646.
9. Kempker JA, Han JE, Tangpricha V, Ziegler TR, Martin GS. Vitamin D and sepsis: an emerging relationship. Dermatoendocrinol 2012; 4: 101–108.
10. Muhe L, Lulseged S, Mason KE, Simoes EA. Case control study of the role of nutritional rickets in the risk of developing pneumonia in Ethiopian children. Lancet 1997; 349: 1801–1804.
11. Najada AS, Habashneh MS, Khader M. The frequency of nutritional rickets among hospitalized infants and its relation to respiratory diseases. J Trop Pediatr 2004; 50: 364–368.
12. Wayse V, Yousafzai A, Mogale K, Filteau S. Association of subclinical vitamin D deficiency with severe acute lower respiratory infection in Indian children under 5 y.
15
Eur J Clin Nutr 2004; 58: 563–567.
13. Karatekin G, Kaya A, Salihoglu O, Balci H, Nuhoglu A. Association of subclinical vitamin D deficiency in newborns with acute lower respiratory infection and their mothers. Eur J Clin Nutr 2009; 63: 473–477.
14. Belderbos ME, Houben ML, Wilbrink B, Lentjes E, Bloemen EM, Kimpen JL et al. Cord blood vitamin D deficiency is associated with respiratory syncthial virus bronchiolitis. Pediatrics 2011; 127: e1513.
15. Gitto E, Karbownik M, Reiter RJ, Tan DX, Cuzzocrea S, Chiurazzi P et al. Effects of melatonin treatment in septic newborns. Pediatr Res 2001; 50: 756–760.
16. Mulligan ML, Felton SK, Riek AE, Bernal-Mizrachi C. Implications of vitamin D deficiency in pregnancy and lactation. Am J Obstet Gynecol 2010; 202: 429e1–429ee.
17. Manroe BL, Weinberg AG, Rosenfeld CR, Browne R. The neonatal blood count in health and disease. Reference values for neutrophilic cells. J Pediatr 1979; 95: 89–98.
18. Rodwell RL, Leslie AL, Tudehope DI. Early diagnosis of neonatal sepsis using a hematological scoring system. J Pediatr 1988; 112: 761–767.
19. Mukhopadhyay S, Puopolo KM. Risk assessment in neonatal early sepsis. Semin Perinat 2012; 36: 408–415.
20. Gniadecki R, Gajkowska B, Hansen M. 1,25-Dihydroxyvitamin D3 stimulates the assembly of adherens junctions in keratinocytes: involvement of protein kinase C. Endocrinology 1997; 138: 2241–2248.
21. Schauber J, Dorschner Ra, Coda Ab, Büchau As, Liu Pt, Kiken D et al. injury enhances tlr2 function and antimicrobial peptide expression through a vitamin D dependent mechanism. J Clin Invest 2007; 117: 803–811.
22. Liu PT, Stenger S, Li H, Wenzel L, Tan BH, Krutzik SR et al. Toll-like receptor triggering of a vitamin D-mediated human antimicrobial response. Science 2006; 311: 1770–1773.
23. Sadeghi K, Wessner B, Laggner U, Ploder M, Tamandl D, Friedl J et al. Vitamin D3 downregulates monocyte TLR expression and triggers hyporespon- siveness to pathogen-associated molecular patterns. Eur J Immunol 2006; 36: 361–370.
24. Levy R, Malech HL. Effect of 1,25-dihydroxyvitamin D3, lipopolysaccharide, or lipoteichoic acid on the expression of NADPH oxidase components in cultured human monocytes. J Immunol 1991; 147: 3066–3071.
16
25. Youssef DA, Miller CW, El-Abbassi AM, Cutchins DC, Cutchins C, Grant WB et al. Antimicrobial implications of vitamin D. Dermatoendocrinol 2011; 3: 220–3229.
26. Camargo CA Jr, Ingham T, Wickens K, Thadhani R, Silvers KM, Epton MJ et al. Cord-blood 25-hydroxyvitamin D levels and risk of respiratory infection, wheezing, and asthma. Pediatrics 2011; 127: 180–187.
27. Moller S, Laigaard F, Olgaard K, Hemmingsen C. Effect of 1,25-dihydroxy-vitamin D3 in experimental sepsis. Int J Med Sci 2007; 4: 190–195.
28. Madden K, Feldman HA, Smith EM, Gordon CM, Keisling SM, Sullivan RM et al. Vitamin D deficiency in critically ill children. Pediatrics 2012; 130: 421–428.
29. McNally JD, Menon K, Chakraborty P, Fisher L, Williams KA, Al-Dirbashi OY et al. The association of vitamin D status with pediatric critical illness. Pediatrics 2012; 130: 429–436.
30. Braun A, Chang D, Mahadevappa K, Gibbons FK, Liu Y, Giovannucci E et al. Association of low serum 25-hydroxyvitamin D levels and mortality in the critically ill. Crit Care Med 2011; 39: 671–677.
31. Grant WB. Vitamin D supplementation of mother and infant could reduce risk of sepsis in premature infants. Early Hum Dev 2010; 86: 133.
32. Grant WB. Vitamin D supplementation could reduce risk of sepsis in infants. World J Pediatr 2010; 6: 185.
33. Marshall I, Mehta R, Petrova A. Vitamin D in the maternal-fetal-neonatal interface: clinical implications and requirements for supplementation. J Matern Fetal Neonatal Med 2013; 26: 633–638.
34. Hatun S, Ozkan B, Bereket A. Vitamin D deficiency and prevention: Turkish experience. Acta Paediar 2011; 100: 1195–1199.
35. Pehlivan I, Hatun S, Aydogan M, Babaoglu K, Gokalp AS. Maternal vitamin D deficiency and vitamin D supplementation in healthy infants. Turk J Pediatr 2003; 45: 315–320.
36. Institute of Medicine (US) Committee to Review Dietary Reference Intakes for Vitamin D and Calcium. Ross AC, Taylor CL, Yaktine AL, Del Valle HB (eds). Dietary reference intakes for vitamin D and calcium. National Academies Press: Washington DC, 2011.
17
37. Holick MF, Binkley NC, Bischoff-Ferrari HA, Gordon CM, Hanley DA, Heaney RP et al. Evaluation, treatment and prevention of vitamin D deficiency: an Endo- crine Society clinical practive guideline. J Clin Endocrin Metabol 2011; 96: 1911–1930.
38. Hollis BW, Wagner CL. Vitamin D and pregnancy: skeletal effects, nonskeletal effects, and birth outcomes. Calcif Tissue Int 2013; 92: 128–139.
39. Hollis BW, Johnson D, Hulsey TC, Ebeling M, Wagner CL. Vitamin D supple- mentation during pregnancy: double blind, randomized clinical trial of safety and effectiveness. J Bone Min Res 2011; 26: 2341–2357.
40. Wagner CL, McNeil R, Hamilton SA, Winkler J, Rodriguez CC, Warner G et al. A randomized trial of vitamin D supplementation in 2 community health center networks in South Caroline. Am J Obstet Gynecol 2013; 208(137): e1–13.
41. Hollis BW, Wagner CL. Vitamin D requirements and supplementation during pregnancy. Curr Opin Endocrinol Diabetes Obes 2011; 18: 371–375.
42. Wagner CL, McNeil RB, Johnson DD, Hulsey TC, Ebeling M, Robinson C et al. Health characteristics and outcomes of two randomized vitamin D supplementation trials during pregnancy: a combined analysis. J Steroid Biochem Mol Biol 2013; 136: 313–320.
43. Schroth RJ, Lavelle C, Tate R, Bruce S, Billings RJ, Moffatt ME. Prenatal vitamin D and dental caries in infants. Pediatrics 2014; 133: e1277–e1284.