WAWASAN BUDAYA DALAM PENERJEMAHAN
(ANALISIS POLISEMI KATA SYAIKH DARI BAHASA ARAB KE DALAM
BAHASA INDONESIA)
Oleh:
SITI MARWIYAHNI11: 101024021430
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1427 I1/200G M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "Wawasan Budaya dalam Penel'jemahan (Analisis
Polisemi Kala Syaiklz dad Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia)" telah
dilljikan dalam sidang munaqosah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Juni 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Smjana Strata I (S I) pada Jurusan
Tarjamah.
Jakarta, 22 Juni 2006
Ketua Merangkap Anggota
CJ7~J.. Dnl. Hj. Tali Harlimah, MA
NIP. 150 240 080
Sidang Munaqosah
Sekretaris Merangkap Anggota
~-------~-ll~'
NIP. ISO 268 589
Drs. . A. Salibi, MANIP. ISO 228 407
Pembimbing
Prof. r. H. Ridlo MasdukiNIP. 150 062 823
KATA PENGANTAR
(':!'"Y\ ()4>.Y\ .ill I~
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hlldirat Allah SWT, karena
berkat rahmat, iradah, dan hidayah-Nya skripsi ini dapatterselesaikan. Salawat dan
salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan program strata 1 (S I) Universitas Negeri. Dalam skripsiini penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak penyuswJall skripsi ini tidak mungkin
herhasif. Penulis ucapkan tcrima kasih kcpada hcrbagai pihak yang telahmcmbantu
dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini, terutamakepada:
1. Bapak Dr. H. Abdul Chaer MA, DekanFakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Bapak Drs. Abdullah M.Ag, Ketua Jurusan Tarjlllnah. Drs. Ikhwan Azizi,
Sckrctaris Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Hu:maniora Universitas islam
Negeri Jakarta.
3. Bapak Prof. Dr. H. Ridlo Masduki, selakuDosen PembimbingMateridan
Metodologi Penulisan dalam penyusUtlan skripsi ini.
4. Perpustakaan Adab dan Utama Universitas Islam Negeri Jakaria,yangtelah
menyediakan data-data yang penulis butllhkatl dalampenyusunan skripsiini.
5. Kedua orang tua penu]is, Ayahanda Jayadan Tbujlda Yanih,yangtelah
membesarkan penulis dengan cinta, membiayai studi pellUlis hingga saa.tini.
Atas segala curahan kasih, kesabaran dan keikhlasan. "Maat1mn 'bidadari
badlmg'l11u ini Pak, Bu, y311g belul11 mal11pu bahagiakanl1111... " kakanda
Masrifah dan suami, atas sayang yang tak terkata. Untuk adik-adik tercinta.
tUjuh warna pe/angi yang selalu l11ewarnai hari-hariku.
6. Ternan-ternan sekelas jurusan T31jamah khususnya angkatan '01. khususnya
buat Deang atas komputer, buku-buku, sharing, diskusi n' guyonannya, Juga
buat Jamal, V'Truck, Mal11ah, Rahrnat, Anis n' teman-telJ:l311 lain yang tak
bisa penulis sebutkan satu persatu.
7. Sobatku Syifa atas motivasi yang tak terhenti, SEMANGAT!! Tak Iupa buat
Adi, Lalu-ku, Lilis, Eva, Yanti, K Omenxs Gonggoatas editannya.
8. Serta berbagai pihak yang tak dapat penlilis seblltkan satu persatu, terutama
para dosen yang telah memberikan ihnunya kepada penulis semasa kliliah.
Penlilis menyadari meskiplln telah semaksirnal mungkin bemsaha dalam
penyusllnan skripsi ini, tentu masih banyak kekurang31mya, untuk itu kritik
l11embangun sangat penulis harapkan.
Akhirnya permlis berharap semoga skripsi ini bennanfaat Amin...
Jakarta, !{abi'ul Akhir 1427 H01 Juli 2006 M
PerlUlis
Siti Marwiyah
DAFfAlRISI
Hal
KATA PENGANTAR i
DAFTAR lSI iii
PEDOMAN TRANSLITERASI v
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah I
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 7
C. Tujuan penelitian 7
D. Metode penelitian 8
E. Sistematika Penulisan 8
BAB II KERANGKA TEORI
A. Wawasan Budaya dan Bahasa 9
I. Definisi Budaya 9
2. Definisi Bahasa 12
3. Hubungan antara Bahasa dan Budaya 18
4. Penyesuaian Penerjemahan berdasarkan Faktor Budaya 22
B. Tinjauan Semantik 25
I. Semantik daJam Penedemahan 25
2. Jenis Makna: 26
a. Mak"l1a Leksikal 27
b. Makna Gramatikal 28
c. Makna Kontekstual 29
d. Makna Idiom 30
e. Makna Denotatif dan Makna Konotatif 30
3. Relasi Makna: PoJisemi 31
BABIII FAKTA YANG MENDUKUNGANALISIS DATA
A. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perubahan Bahasa 35
B. Perkembangan Kata :C:;yaikh dad Masa ke Masa :: 37
BAH IV ANALISIS DATA
A. Analisis Makna kata S)'aikh dalam Bahasa dan Budaya Arab 47
B. Analisis Polisemi Kata S)!aikh 50
BAH V PENUTUP
Kesimpulan 53
DAFTAR PUSTAKA 55
PEDOMAN TRANSLITERASI
Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber pada pedoman
transliterasi Arab atas keputusan bersan1a Menteri Agama dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 15811) 1987 dan No. 0543 b/u/87.
Daftar Transliterasi Arab-Latin
Konsonan
a/ilu' =.
f
q
k
m
n
w
h
=u z
=<3 s
=.!.I sy
=J s
=~ d
=0 t
=j z
=,
g
=j b =y
=,.>' t =w
>=~=1..>' S
= U"" J =(;:
=<...>"' h =C
=.b kh =t
=.b d = 0
=t z =j
=E;. r = j
y = '-f
Vocal pendek Vokal panjang Tanwin
=a 4=a - =an
=) .,p= ) - =m
. ,=u J!=U - =un
Keterangan:
1. Kata sandang al- ( JI ) ditulis secara berbeda antara kata sandang yang ditulis
oleh hurufQomariyah dengan kata sandang yag diikuti oJeh hurufSyamsiyah:
a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf Qomariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya yaitu ai-I. Contoh .Jilll lal-Qalamul
b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya yaitu huruf II diganti dengan huruf yang sama dengan
huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. Contoh ~\ las-Syaikhul
2. Saddah ditandai dengan huruf kembar. Contoh ~.JI /al-Jannatul
3. Setiap fonem dipisah dengan tanda minus (-) seperti lal-Maktabul
4. BSu: Bahasa Sumber
5. BSa: Bahasa Sasaran
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah unsur utama yang perlu diperhatikan dalam kehidupan ini.
Dengan beraneka ragam suku bangsa di dunia yang masing-masing memiliki bahasa
sendiri, maka tereiptalah keanekaragaman suku bahasa di dunia ini. Keanekaragaman
'.bahasa ini menyebabkan kesuJitan dalam berkomunikasi, mengingat bahasa sebagai
alat komunikasi dan ekspresi, Sejarah membuktikan bahwa perkembangan setiap
kebudayaan selaiu berawal daTi keterpengaruhan dan pergescmn dengan kebudayaan
lain. Di sinilah pentingnya penerjemahan sehingga berbagai maeam bahasa dan
kebudayaan saling berinteraksi dan persoaJan komllnikasi teratasi.
Peran penerjemahan dan andit para penerjemahnya tidaklah keeil dalam
kerangka pembangunan kebudayaan Indonesia. PeneJjemahan merupakan peralihan
makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Pengalihan ini dilakukan dari
bentuk bahasa pertama ke dalam bentuk bahasa kedua melalui struktur semantik.
Maknalah yang dialihkan dan harus dipertahankan, sedang bentuk boleh diubah.
Larson merumuskan pengertian terjemah secara lebih .lengkap sebagai berikut:
"Menerjemahkan berarti mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi
komunikasi dan konteks budaya dari bahasa swnber kemudian menganalisis teks
tersebut untuk menemukan maknanya dan menemllkan kembali makna yang sama itu
2
dengan mengungkapkan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dengan bahasa
sasaran dan konteks budayanya.,,1
Bahasa dan kebudayaan merupakan dua unsur yang saling bertaut dan tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya Manusia di dalam kehidupannya sehari-hari
menggunakan bahasa untl!k berkomunikasi. Para ahli linguistik dan juga para ahli
antropologi mengutarakan bahwa antar bahasa dan kebudayaan merupakan dua
sistem yang melekat pada manllSia. Hubungan itu dapat !.';erupa hubungan timbal
balik, saling mernpengaruhi dan hubungan satu arah2
Adapun J.e. Cattord mengatak1.iIl da!am bukunya, A. Linguistik llleol)' of
Tronslalion sebagai, ..... l1w replacemenl of le_tll/al in one language by equivalent
textual material in another language. .. (... Penerjemahanadalah penggantian materi
tekstual dalam suatu bahasa dengan rnateri tekstual yang sepadan dalarn bahasa lain).
Melalui pendekatan strukturalnya itll, Catford mcnt:oba menyadarkan pam
peneIjernah bahwa dua bahasa yang sedang ditangani oleh pam peneIjernah itu antam
bahasa sumber dengan bahasa sasaran, sesungguhnya selalu rnempunyai hubungan
limba! balik meskipun hubungan itu tidak selalu simetris. Milksudnya, kedua bahasa
itu bctapapun sangat berbcda struktur bahasanya dan juga budaya masyarakal
pernakainya, ter/ebih jika geografi.snya beIjauhan, meski demikian menumt Catfod
I Mildred L. Larson. Pellcr:jemahall Berdawrkan Alakna: PedOllllw Un/uk Pemadallt111 AlltarBalrasa, (Jakarta: Arcan, 1991), CCI-2, fL 262
i Abdul e1mcr, Sosiolingllistik: Perkenalan Awol, (Jaklarta: Rineka Cipta, 1995). h. 218
3
kedua bahasa lersebul pasti mempunyai padanan lerjemahannya selama kedua bahasa
itu adalah bahasa rnanusiaJ
PeneIjernahan yang baik hanya bisa dihasilkan oleh seorang penerjernah yang
rnemiliki kualifikasi yang linggi karena proses penerjemahan rnelibatkan dua bahasa,
yaitu bahasa surnber dan bahasa sasaran. Dengan demikian peneIjernahan juga
meJibalkan perhedaan-perbedaan buda)'ll lmluk mengungkapkan ide dan dan mak-na
dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Jadi, dapat dikatakan peneIjernahan
meliputi keseJuruhan proses penemuan makna sualu kebudayaan dan menyampaikan
makna-rnakna ini kepada orang-orang dalam kebudayaanlain.4
Penerjemah memilild lugas l,'anda. Perlama, ia dihamskan masuk dalam
suasana budaya yang ingin diketahui, bahasa, dan poJa pikir yang digunakan dengan
menjadikan simboJ-simboJ dan makna dalam bahasa sasaran sebagai milik seorang
penerjemah. Sernakin sunguh-sungguh seseorang mernahami dan mencema sistem
makna budaya yang dipelajari, semaldn efektifhasiJ dari suatlilerjemahan.
Tligas kedua, seorang penerjernah adalah menyampaikan makna budaya yang
teJah dikelemukan kepada para pembaca yang tidak mengerta) budaya atau suasana
budaya itu, bahasa surnber yang digunakan dalam teks asHnya, pemikiranpengarang
yang mel1ulis teks tersebut lni berarti bahwa seliaI' penerjemah harns
mengernbangkan keahlian menyampaikan dalam bentuktulisan dalam bahasa
sasaran.
, Suhendra Yusut; T<'Ori Tedemah (pengal1lar ke Arah Pe/ldekaloll Ul1bYIISlik d<l/lSosiolingllislik), h. 9
4 James P. Sprndley, Melode Elllograji, (Yogyakarta: P. T. Tiam Wacana Yogya, (997), h. 276
4
Dalam pengertian yang nyata, sebuah terjemahan yang benar-benar efektif
menuntut snatu pengetahuan yang mendalam mengenai dua bahasa, dna kebudayaan
dan keniampuan menyampaikan dalam bahasa tulisan5
Wawasan budaya dalam peneIjemahan sangat diperlukan karena ketika
seseorang meneIjemahkan ia akan memasllki tidak hanya dua bahasa tapi jllf,'ll dna
kebudayaan yang berbeda, Seperti kata ILI'tad::, dalam budaya Indonesia kata ustadz
bermakna 'gllrulpengajar', sedangkan dalam budaya Arab kata llsfadz bisa bermakna
'profesor', Begitu juga dengan makna kata Syaikh yang akanpenulis bahas dalali} inti
pennasalahan mengenai wawasan budaya dalam peneIjcmahaln.
Kata Syaikh mcmiliki banyak makna, apalagi kctika ia berdampingan dengan
kata-kata yang berbeda, tcrgantung dalam kontcks kalimat scbuah teks Bsu. Di dalam
satu negara saja yang mempunyai banyak suku bangsa, diml1ll3 kata Syaikh terscbut
tclah mcnjadi scbnah istilah, maka ia mcmiJiki makna yang 'berbeda pula. Di siniJah
tugas seotang peneIjemah untuk mampu rnenyelallli budaya suatu ternpat yang
berhubungan dengan tcks BSll.
Kata Syaikh dalalll budaya daerah Jawa bisa berlllakna 'Kiyai', scdang dalam
blldaya Arab kata Syaikh biasanya diartikan dengan 'Syekh' saja atau ketika
berdalllpingan dengan kata .~vaikhul a::har diartikan 'Rektor Universitas al-Azhar'.
Penulis juga ingin memaparkan tentang kata Syaikh yang memiliki banyak makna itu,
yang dalam istiJah selllantiknya dikenal dengan "polisemi", Polisemi mempakan
masalah yang cukup mmit dalam meJakukan proses penerjemahan. Karcna
penerjemah sulit untuk lllenerjelllahkan arti suatu kata denf,'lln tepat tanpa melihat
, Ibid, h, 276-277
5
konteks secara keseluruhan, karena mungkin saja satu kala memiliki makna yang
safil,>at beragam. Dalam hal ini sangatlah tidak asing terjadi ketika mengkaji bahasa
Arab yang terkenaJ memiliki banyak arti pada setiap keta.
Untuk lebih jelasnya akan penulis bahas dalam pembahasan permasalahan.
OJeh karena itu, penulis mencoba melakukan peneJitiarl skripsi den!,'lln judul
"Wawasan Budaya dalam Penerjemahan (Analsis J'olisemi K.'lta S.l'oikll daTi
Ballasa Arab ke da/am Bahasa Indonesia)".
Yang barns diketahui juga oleh scorang peneIjemah adalah mengetahui subjek
yang akan dilerjemahkan, leon, proses pencrjemahan6 dan pengelahuan yang bersilal
umum7 kondisi-kondisi ini dipertukan bagi pencrjcmah untuk mendapatkan ketcpatan
dalam mentransfer makna dan ide yang ditulis dalam bahasa sumber ke dalam bahas.1
sasaran dengan kondisi-kondisi ini scorang peneIjcmah dapat menggunakannya
secara sad.'lr Imluk meningkatkan kekuat.'lll komunikatif te~ieJiJahan yang dihasilkan.
Pembicaraan tentang teori peneIjemahan tidak pernah bcrhubungan dCI1gan
produk peneJjcmahan, melainkan berkaitan den!,'llIl proses pe:nerjemaharlilu scndiri.
teon peneIjemahan selalu membicarakan bagaimana suartu metode peI1eljernahan
yang tepal d.'Ilam proses pene~iemahan, yang juga berkailarl dengan kategori leks-teks
tertentu yang sesuai dengan metode yang digunakan.8 Bila melihat peneljemahan
sebagai proses, berarti meJihat jalan yang dilaJui peneljemah tmluk sampaipad.'l hasil
akhir, seperti, melihat tabap-tahap apa saja yang barns dilalui SeOlllng penerjemah,
6 Ainin Muhammad, Beherapa A.\pek Teo.-i Teryemalum. datam A.'illlafl Raj{ OIl1lir (ed.).Aspek Peneryemahan dall [fllerpretasi. (Kuala Lumpur: Pusat Baha.-;a Ullivt>r&ty Malaya, (979), II. 53
7 FAR UIN Sya-Hid. At-Turas. Mimbar Sejarafl, Sa~tra, dat, Budaya, (Juli:2003) Vol, 9, No2. It. 145
8 [bidh. 19
6
prosedur penerjemahan apa yang dilaluinya, metode apa yang digunal[annya untuk
meneIjemahkan dan mengapa memilih metode tersebul, mengapa memilih suatu
istiJah tertentu untuk meneJjemahkan suatu konsep dan bllkaJ~nya memilih istilah Jain
yang sarna rnaknanya.9
Sekelumit penulis akan berbicara tentang pmsedur penerjemahan.
Pembicaraan lenlang prosedur peneJjemahan berkailan dengan lataran yang Jebih
kedl dari suatu teks yaitu kalirnat, klausa, frase, dan kata, sedangkan metode
penerjemahan berkenaan dengan keseluruhan teks sebagaj wacana yang utuh. 1O
Prosedur penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark menyerupai proses
penerjemalllUl dalam melode peneJjemahan literal (ltarjiyah), yang diJakukan pada
lataran klausa atau kalimat.
Prosedur peneljemahan menjadi sangat penting dalam taltapan penyerasian
proses peneJjernahan unlu" menyempumakan hasil lerjemahtm. Pengetahuan tenlang
prosedur peneIjemahan bermanfaat dalam proses penerjemahan, agarpeneIjemah
selalu dapal menyesllaikan perllbahan benluk gramalikal yang sesuai dengan mal:na
yang ada dalam bahasa sasaran. II
9 Rochayah MachaJi, Pet/oman Bagi PenCljeJJlah, (Jakarta: Gm,indo, 2000), h.910 FAH UJN SyarifHidayatul1ah, 01'. Cit. h. 81IJ Ibid, hal. 85
7
B. Pembatasan dan Perumusan lUasaJah
Penulisan skTipsi ini terbatas pada malma kata S:yaikh dalam perspebif
budaya, eli mana pembahasan mengenai wawasan budaya daJam peneJjemahan
penulis allggap sallgat penting, karella tanpa waw'asan budaya seorallg pelleljemah
tidak akan menghasilkan penerjemahan yang baik dan me:miliki kuaJifikasi yang
tillggi. Pellulis juga mengallgkat permasalahan kata Syaikh yang merupakan salah
satu bentuk polisemi sesllai dengan konteksnya masing"masing.
Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan sebagaiberikut:
1. mengapa budaya bangsa dari bahasa sumber berpengaruh dalam bahasa
lerjemahan?
2. Bagaimana perkembangan arti kata Syatkh dalam bahasa Arab dari masa ke
masa?
3. Apa saja makna kata Syaikh sebagai kala Arab berpolisemi yang dapal
diidentifikasi?
C. Tujnan Penelitian.
I. MengetaJllIi bagaimana suatu kala memil iki banyak mal'Tla
2, Mencoba mernbubikan kata Syaikh sebagai kata yang berpolisemi
3. mengetahlli apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang peneJjernah agar
dapat menyampaikan makna budaya BSu ke dalam BSa
8
D. Metodologi Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis. Dalam memperoleh data penulis melakukan studi kepustakaan (library
reseach), yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian daTi buku-buk"l.l,
jumal, majalah dan media lain yang berhubungan dengan penelitian. Dalam
penelitian ini penulisan melakukan pendekatan semantis dalam menganalisa data
yang akan diteliti.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dap.,1t digambarkall sebagai benl:ut
Bab [ berupa pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitiall, metode penelitian serta sistematikapenulisan.
Bab II berupa kerangka teori yang terdiri dari: wawasan bahasa dan budaya: definisi
budaya, definisi bahasa, hubungan antara bahasa dan budaya;penyesuaian
penerjemahan berdasarkan faktor budaya; tinjauan semantik: jenismakna,rnakna
.IeksikaI, makna gramatikal, makna kontekstuaI, makna idiojl1, makna denotatif dan
makna konotatif; relasi makna: polisemi.
Bab HI berupa fakta yang mendukwlg analisis data tentang kata SYl1ikh: faktor yang
mellyebabkan terjadinya perubahan bahasa; perkembanh'llll kata Syaikh dari masa ke
masa.
Bab IV berupa analisis kata Syaikh daJam bahasa dan budaya Arab; analisis polisemi
kata Syaikh.
Bab V penutup berupa kesirnpulan.
BARIl
KERANGKA TEORI
A. Wawasan Bndaya dan Bahasa
1. Definisi Budaya
Menurut Koentjaraningrat (1980), kala budaya berns'll dari bahasa sansekerta
yaitu: "buddhayah" yang merupakan bentuk jamak darikata "budhi" berarti "budi
atau akaI". Adapun istiIah culture yang mel1lpakan istiIah bahasa asing yang sarna
ar1inya dengan kebudayan, berasal dari bahasa latin, yaitu colore yang berarti
mengoIah tanah. 12 Jadi secara umum kebudayaan dapat diartikan sebagai "segaIa
sesuatu yang dihasilkan oleh aka! budi (pikiran) maI1l.lSia dengan tlljllan untuk
rnengolah tanah atau ternpat tinggalnya; alau dapal pula diartikan segala usaha
manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya di dalam
lingkun&'lUlIlya". Budaya dapat pula diartikan sebagai himpunan pengalaman yang
dipelajari mengacu pada pola-pola perilaku yang jitularkan secara sosial, yang
merupakan kekhusllsan kelompok sosial tertentll. 13
Koentjaraningrat (1992) mengatakan bahwa kebudayaan itu hanya dimiliki
manusia., dan lwnbllh bersama dengan berkemban!,'lJYa masyarakat manusia, Imlnk
memahaminya Koentjaraningrat meng!,'Unakan sesuatu yang disebutnya kerangka
12 Koentjajaningrat, J'mgalllarA11Iropologi, (Jakarta: VI, 1965), C"'t. Ke-2, lJ. 2513 Widyo Nugroho, Achmad Muchji, 11m" BlIdaya Dasar. (Jakarta: PT Gunadanna. ]994),
Cet. Ke-2, h. 15
10
kebudayaan yang memiJiki dua aspek toJak yaitu wujlld kebudayaa:n dan lSI
keblldayaan, yang disebut wujud kebudayaan itu berupa:
1. Wujud gagasan
2. Perilaku
3. Fisik atau benda
Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan, siflitnya abstrak, tak dapat
diraba dan difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia. wujud kedua adalah yang
disebut sistem sosial (.weial sistem) yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu
sendiri, sistem sosial ini terdiri ak"tifitas-aJ....tifitas manusia yang berinteraksi satu
dengan yang lainnya dari waktu ke waktu yang selalu memrrut pada pola tertentu.
Sistem sosial ini bersifat konkret sehingga bisa diobservasi dan didokumentasi.
Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya
manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkret berupa benda-benda yang bisa
diraba dan diJihat. Ketiga wujud kebudayaan tersebut di ams dalam masyarakat tidak
terpisah satu dengan lainnya.
Wujud kebudayaan di atas mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi
manusia dan masyarakat. Bermacam-macam kekuatan yang harus dihadapi
masyarakat dan anggota-anggota masyarakat, misalnya ke.kuatan alam, kekuatan di
dalam masyarakat sendiri, yang tidak selalu baik bagi masyarakat. Kebudayaan yang
merupakan basil karya, rnsa dan cita manusia dapat digunakan untuk melindungi
manusia dari bencana alamo Di samping itu kebudayaan dapat dipergunakan untuk
II
mengatur hubungan sesama manusia. Kemudian tanpa kebudayaan, manusia tidak
bisa membentuk peradaban seperti apa yang kita punyai sekarang ini.
Adapun unsur-unsur kebudayaan meJiputi semua kebudayaan di dunia, baik
yang kecillbersahaja dan terisolasi maupun yang besar, kompleks dan dengan
jaringan hubungan yang luas. Menurut kOllsep Maiinowsiid kebudayaan di dunia
memiliki tujuh unsur universal:
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manUSia sehari-hari misalnya pakaian,
perurnahan, alat rurnah tangga.
b. Sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi misalnya: pertanian, sistem
produksi.
c. Sistem kemasyarakatan misalnya kekerabatan, sistem perkawinan.
d. Bahasa sebagai mesin komunikasi baik lisan maupun tulis:an.
e. Pengetahuan.
f Kesenian.
g. Sistem religi
Masing-masing unsur kebudayaan universal illi pasti meI1ielma dalam ketiga
wujud kebudayaan tersebut di atas yaitu sistem budaya, s.osial, dan unsur budaya
fisik. Manusiawi. 14
Ketika kita bicara tentang penerjemahan berarti kita bicara tentang bahasa.,
dan terdapat hubunl,ran yang sangat erat pula antara budaya dan bahasa, oleh
karena itu penulis akan memaparkall sedikit tentang bahasa.
'4 Abu A1unadll/1I111 Solsal Dasar, (Jal"llrta: Hina Aksara, t988), C~'!. Ke-I, h. 53-55
12
2. Definisi Bahasa
Bahasa dapat didefinisikan dalam berbagai ragam tergantung dari ciri-ciri apa
yang ingin ditonjolkan.
~I"pI ue. rJiJ J$ 4-! .J!"Y ..:.\.,......1 :wlI
'Bahasa adalah bllllyi yang digllllakan oleh setiap bangsa atau masyarakat
untuk mengemukakan ide' ([bnu Jini dalam Hasanain, 1984:35). Definisi tersebut
dapat bersilnt luas, sehingga mencakupi semua bentuk komwlikasi 'atau secara sempit
disampaikan sedemikian mpa sehingga melibatkan seperangkat bahasa saja Berikut
ini disinggllllg isi dua deJinisi bahasa, ada ahli yang beranggapan balm'll bahasa
adalah sebuah simbol yang bersifat manasuka dan dengansistem itu snafu kelompok
sosial bekerja sama (Bloch dan trager, 1942). Namllll, ada juga ahli bahasa yang
beranggapan bahwa bahasa adalah sebuah sistem berstmk'tur mengenaibunyi dan
urutan bllllyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang diglWakan, atau yang dapat
digunakan dalam komuikasi antar individu oleh sekelompok rMnusia dan yang secara
agak tlllltas memberi nama kepada benda-benda, peristiwa-peristiwadan proses
proses dalam lingkungan hidup manusia (Carrol, 1959).
ApahiJa kedua isi deJinisi tersebut kita bandingkan maka dengan mudah dapat
kita lihat bahwa isi definisi yang diajukan oleh Carrol merupakan definisi yang lebih
luas calrupannya daripada definisi yang dikemukakan oJeh Bloch dan trager.
Demikianjuga, dari isi definisi tersebut kita dapat mengambilbeberap:l hal penting.
.13
Pertama, bahasa merupakan sistem yang mempunyai struktur (structured
.\)/stem) sebagaimana halnya dengan sistem lain. Bahasa memiliki pola dan
berdasarkan pola itulah bahasa digunakan. Pola (sistem gramatikal) tersebut pada
umumnya bersifat statis; perubahan mendasar jarang tetjadi dan jika terjadi tentu
melaJui proses yang cukup Jama Karena bahasa ilu memiliki pola-pola, maka bahasa
merupakan sebuah sistem, dan karena adanya sistem inilah maka bahasa dapat
dibandingkan, dialihkan, dipelajati dan diajarkan.
Salah satu ciri sistem berstruktur, sebagaimana sistem bahasa, iaJah bahwa
aktifitas berbahasa bergemk ke satu arah dan unsur-unsur yang terlibat <Ii dalamnya
tersusun secara berunlun (berurutan), yakni unsur yang satu diikuti oleh unsur yang
lain, sehingga tidak ada unsur yang muneul atau hadir secam sercntak atau
bersamaan. Kata bahasa, misaJnya, hams diueapkan daJarn nrutan Ib a ha 5 aI dan
urutan tersebut tidak bisa diubah denl,>an tidak mcnimbulkan perubahan atau
penghilanl,>an mak.-na.
Sebagai implikasi lain dari cam pandang bahwa <bahasa. adalah sistem' ialah
bahwa pada umwnnya manusia bisa menl,·tdami, memsakan all/u menyaksikan suatu
peristi\'.;a namun scdikit sekali dati yang dialami itu dapat diungkapkan lewat baJlasa.
Sangat banyak hal-hal lain yang dilmgkapkan tanpa melalui bahasa, misalnya melaJui
isyamt, dan sebagainya.
Kedua, makna lain yang dapat kita ambil dari sisi dua definisi itu lidalah
bahwa baha~a merupakall sistem bunyi yang bersifalmanasuJea. Bllnyi-blmyi b.-lhasa
tereipta secam manasuka (arbitrary) dan bunyi-bunyi ini tidak memiliki makna;
14
bunyi-bunyi itu kemudian disusun pula secam manasuka (arbitrary) sehingga
kemudian timbul kata yang membawa makna tertentu. Umtan bunyi Irnatal rnembawa
malma tertentu bagi petutur bahasa Indonesia. Akan tetapi, urutan /tmaa/, /mtaa/, dan
sebagainya tidak mempunyai makua apa-apa.
Di samping sifatnya yang manasuka ini maka omng bebas memberi nama
kepada benda atau situasi yang ditemuinya. Dengan kata lain, sejumlah orang dapat
melihat atau merasakan peristiwa yang sama tetapi mereka akan melaporkan secara
berbeda-beda. Sejumlah kata ada kaitannya dengan benda atau perwujudan
(realization) yang diwakilinya seperti kasus onomatopoeia (peniman bunyi). Nama
nama hewan seperti Si wekwek (bebek) atau Si meong (lueing) menunjukkan
terdapatnya kaitan antara bunyi dan benda atau peristiv,a yang diwakilinya.
Apabila kita berbicara mengenai sebuah benda rnaka konsepsi tentang benda
itulah yang kita miliki, bukan gambar tentang benda-bendaitu sendiri. Apabila kita
mendengar kata jendela maka yang muneuI dalam pi/dran kita bukanlah gambar
sebuah jendela tertentu, tetapi gambaran dari ratusan jendela. Dengan demikian yang
kita miliki ialah konsep dasar tentang jendela tersebut, bukan gambaran tentang
sebuah jendela tertentu. Oleh karena itulah bah~ terrnasuk kata-katanya,
merupakan lambang atau sistem lalllbang.
Ketib>a, lIlakna yang dapl1.t kita ambil dari kedua delinrrsi di muka ialah bahwa
bahasa itu melllwlgkinkan teJjadinya komWlikasi antalpribadi (il1lerpersonal
communication). Komunikasi inilah yang merupakan fungsi utama bahasa. Sebagai
aJat komWlikasi bahasa bertugas untuk lIlenyampaikan infonnasi atau sebagai alat
15
untuk menenma infonnasi. Dalam poSlsmya seperti 1m bahasa sesungguhnya
mempakan alat kontTol sosial.
Dilihat dari sudut tertentu bahasa bersifat ekslusif; k:Jlidah dan konvensi yang
dimiliki olch scbuah bahas.1 hanya bcrlaku bagi sckclompok manusia, yakni petlltur
bahasa tersebut. Susllnan kata utama dalam bahasa Indonesia adalah SVO (SuNect
Verb-Object), dan susllnan ini kcbctllian sama dcngan susllnan dalam bahasa Inggris.
Bahasa-bahasa lain belum tentu mengikllti system SYO. Misalnya dalam bahasa
Jepang, sllsunan yang lazim digunakan adalah SOY, sedangkan dalam bahasa Arab
adalah YSO.
lmplikasi dari perbedaan sllSunan ini adalah ba.hwa peneIjemahan harus
melakukan pergeseran struktur ketika penerjemahannya melibatkan bahasa-bahasa
JnJ.
Fungsi-Fungsi Bahasa
Dengan mengj,'Unakan teori Buhler (1935) dan Jakoloson (1960), Newmark
(l988:39ff) menggolongkan fungsi bahasH menjadi enam jenis:
I. Fungsi Ekspresif
Fugsi ekspresif berorientasi pada pembicara atau penulis sebagai sUlUber
penyampai berita. Yang dipentingkan di sini adjJ.1ah pemSllan pengarang,
bukan respons pembaca atau penerima berita. Yang dapat digolongkan dalam
jenis perwujudan fungsi ekspresifantara lain adalah ktuya sastra (puisi, novel,
9rarna dan lain-lain).
16
2. Fungsi Infonnatif
Inti fungsi infonnatif adalah situasi eksternal: ungkapan yang disampaikan
berorientasi pada fakta suatu topik baJlasan atau reaJita di JUM bahasa,
tennasuk teks lapomn tentang gagasan atau teori tertentu. Teks jenis ini
biasanya menggunakan gaya bahasa kontemporer, nonregionaJ, nonkeJas.
3. Fungsi Vokatif
Yang menjadi pusat perhatian daJam teks jenis vokatif adaJah khaJayak
pembaca atau pellerima berita. Istilah vokatif maksudnya mellgajak atau
menghimbau penerima berita untuk bertindak, berpikir, merasa atau mereaksi
seperti yang dimaksudkan dalam teks.
4. Fungsi Estatik
Tujuan utama dalam teks yang berfungsi estetikadalah untuk memberikan
rasa senang atau puas, baik melalui imma (misalnya bunyi bersajak) maupun
metafora.
5. Fungsi Fatis
FUllgsi fatis biasanya dipakai sebagai alat kontak dan alat berakrab'"3krah
antar para pemakai bahasa.
6. Fungsi metali%'l.tal
FUllgsi metalingual adalah penggunaan bahasa untuk kepentingallbahasa itu
sendiri, misalnya bahasa untuk menjelaskan, mendeJ'inisikan atau menamai.
FUllgsi metalingual sedikit banyaknya bersifat universM.
17
Ragam Bahasa
Bahasa mempunyai dua aspek utama, yaitu bentuk yang diwakili oleh bunyi,
tuJisan dan struktumya, serta makna, baik makna leksikaJ, fungsionaJ maupun
struktural. Sebagai sebuah bangsa kita memiliki bahasa nasional, yakni bahasa
Indonesia. Dalam penggunaan bahasa tersebut terdapat perbedaan-perbedaan, besar
atau kecil, baik dalam cara pengungkapan, pemilihan kata, maupun tata bahasanya.
Perbedaan-perbedaan yang ada disebut mgam bahasanya (Ianguage·variety).
Menurut Joos (1965), gaya bahasa adalah mgam bahasa yang discbabkan
adanya perbedaan situasi berbahasa atau perbedaan dalam hubungan antara
pembicara (penuJis) dan pendengar (pembaca). Ragam ini dapat dibeda-bedakan Jagi:
1. Ragam beku (frozen), merupakan ragam bahasa yang paling formal (sangat
resmi). \5 Dalam bahasa Arab ragam beku dapat dijumpai dalam salat dan doa.
Salat diawali dengan takbiratul ihram '.)iS1 .ill', danditutup dengan ucapan
salam '~ ~)L.JI'. \6 Ragam beku juga digunakan c1alam situasi-sitUllsi resmi,
atau khidmat. Dokumen-dokumen bersejarah, atauberharga, seperti undang-
undang, peJjanjian dan sebagainya.
2. Ragam resmi (/brmal), merupakan mgam bahasa yang dipakai dalum pidato-
pidato resmi, rapat-rapat resmi, rapat-rapat dinas, dan sebagainya.
" Rochayah Machali, Op.Cit., h. 17 el Seqq16 Imam Asrori, Silllaksis Bahasa Arab' Frasa-KlausCl-Ka/imal'. (Malang: Misykat, 2004),
eel. Ke-l, h. I
18
3. Ragam operasional (consultative), adalah ragam bahasa yang digunakan di
sekolah, perguruan tinggi, dalam rapat-rapat yang berorientasi kepada
produksi, dan sebagainya. Ragam ini daJam kenyataan al1lat operasionaJ.
4. Ragam santai (casual) ialah ragam bahasa santai yang terjadi antar teman,
l1lisalnya dalam olah raga, rekreasi, dan sebagainya.
5. Ragam akrab (intimate) merupakan ragam baha~a yang dipakai oleh
antartel1lan yang sangat akrab. Bahasa ini ditandai dengan ucapan-ucapan
yang pendck, kalimat-kalimat yang tidak lengkap, pel1lakaian prokel11 dan
sebagainya.
3. Hubungan antara Budaya dan Bahasa
Mengenai hubungan antara budaya atau kebudaylla;~ danbahasa. Apakah
bahasa yang l11erupakan alat kOl11unikasi verbal milik l11anusiaitn merupakan bagian
dari unsur kebudayaan atau bukan. Kalau bahasa merupakan bagian darikebudayaan,
lalu wujud hubungannya itu bagaimana, kalaubukan merupakllnbllgian dari
kebudayaan, wujud hubungannya itu bagaimana pula.
Ada suatu hipotesis yang sangat terkenal l11engenai bilhasa dan kebudayaan.
Hipotesis ini dikeluarkan oleh dua orang pakar yaitu Edward Safirdan Benjamitl Lee
Whorf (dan oleh karena itu disebut hipotesis Safir-Whort) yang mellyatakan bahwa
bahasa l11el11pengaruhi kebudayaan. Atau dengll.l1 lebih jelas,bllhasa itu
l11el11pengaruhi cara berfikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya. Jadi,
bahasa itu l11cnguasai cara berpikir dan bertindak manusia. apa yang dilakukan
manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat bahasanya. Misalnya, katanya, dalam
19
bahasa-bahasa yang mempunyai kategori kala atau waktu, masyarakat penutumya
sangat menghargai dan sangat terikat oleh waktu.
Segala hal yang mereka lakukan selalu sesuai deJlgan waktl! yang telah
dijadwalkan. Tetapi dalam bahasa-bahasa yang tidak JUelnpunyai kategori kala,
masyarakatnya sangat tidak menghargai waktu. Jadwal acara yang telal1 disusun
sering kali tidak dapat dipatuhi waktunya. ItuJah barangkaJi sebabnyakalau Indonesia
ada ungkapan "jam karel", sedangkan di Eropa tidak ada. Hipotesls Safir-Whorf ini
memang tidak banyak diikuti orang; tetapi hingga kini mtlsih banyakdibicarakan
orang termasuk juga dalam kajian antropologi. Yang banyak diikuti orang malah
pendapat yang ll1erupakan kebalikan dari hipotesis Sal'ir-Whorl' itu, yaitu bahwa
kebudayaanlah yang mempengaruhi bahasa. Ull1pamanya,karena masyarakat Inggris
tidak berbudaya makan nasi, maka dalam bahasa Inggris tidak ada kata untuk
menyatakan padi, gabah, beras, dan nasi. Yang ada cuma kata rice untuk keempat
konsep itu. Sebaliknya karena bangsa Indonesia berbudaya makan nasi, maka
keempat konsep itu ada kosakatal1ya. Masyarakat Eskimo yang schari-hari bergelut
dengan salju mempunyai lebih dan sepuluh buah kata ul1tuk menyebut bcrbagai jenis
salju. Sedangkal1 masyarakat Indonesia yang tidak dikenai salju hanyamempunyai
satu kata, yaitu salju. Ilu pun serapan dan bahasa Arab.
Kenyataan juga membuktikan, masyarakat yang kcgiatallilya Sallgat terbatas,
seperti masyarakat suku-suku bangsa yang tcrpcl1cil, hanya mcmpunyai kosakata
yang juga terbatas jUll1lahnya. Sebaliknya ll1asyarakat yangterbuka, yang al1ggota
anggota masyarakatnya ll1empunyai kegiatan yang Iuas, memilikikosakata yang
20
sangat banyak. Bandingkanlah, dalam kamus Inggns Webster's terdaftar lebih dan
600.000 buah kata; sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak lebih dari
60.000 buah kata.
Karena eratnya hubungan antara bahasa dengan kebudayan ini, maka ada
pakar yang menyamakan hubungan keduanya itu sebagai bayi kembar siam, dua hal
yang tidak bisa dipisahkan. Atau sebagai sekeping mata uang; sisi yang satu adalah
bahasa dan sisi yang lain adalah kebudayaan. 17
Menurut Koentjaraningrat bahwa bahasa bagian dari kebudayaan. Jadi,
hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan yang subordinatif, di
mana bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Dan ada pendapat lain yang
menyatakan bahwa bahasa dan kebudayaan mempunyai hubungan yang koordinatif,
yakni hubllngan yang sederajat yang kedudukannya sama tinggi.
Masinambaouw (1985) malah menyeblltkan bahwa bahasa dan kebudayaan
merupakan dua sistem yang melekat pada manusia. kalau kebudayaan adalah suatu
sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat maka kebahasaan
adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya interaksi tersebut.
Dengan kata lain, hubungan yang erat itu berlaku sebagai: kebudayaan merupakan
sistem yang mengatur interaksi manusia sedangkan kebahasaan merupakan sistem
yang berfungsi sebagai sarana keberlangsungan sarana itU. IB
17 Abdul Chaer, Lillguislik [lllIUlll, Op.CiI., h. 7018 Abdul Chaer, Leonie Agustina, SosiolillgJdslik Selmah PellgaJIlar, (Jakarta:PT Rineka
Cipta, 1995), Cel. Ke-I, h. 25
21
Masyarakat mesti memiliki budaya bahasa karena dengan bahasalah seorang
anak memperoleh sikap, nilai, cara bcrbuat dan lain sehagainya yang kita scbut
dengan kebudayaan. Atau lewat bahasalah ia lllempelajari pola-pala kultural dalam
berpikir dan bcrtingkah laku dalam masyarakat. Nyatalah bahwa budaya itu mesti
dipeJajari, melllpeJajari ini semua adalah proses sosiaJisasi danpada pokoknya
dilakukan lewat bahasa, pertallla di rumah kemudian di sekolah sampai akhir
hayatnya. Nyatalah bahwa bahasa mengantarai individu dengan budayanya. 19
Bahasa selalu berkembang dan merupakan bagian dari kebudayaan. Dengan
bahasa yang dipcrgunakan, turut serta pengcnalan kcbudayaa.l1 tcrsebar,lcwat bahasa
pula kebudayaan yang terlibat sebagai salah satu bentllk penyebaran bentuk.
Bcrkaitan dcngan kcsatuan ini, Koentjaraningrat (1980) bcrpendapat, bahasa yang
mengansepsikan seluruh isi alam pikiran manusia ke dalam lambang-Iambang yang
berwujud nyata merupakan unsur saka guru dalam liap kebud,ayaan.
Sebagai bagian dad kcbudayaan, bahasa hanya ada dalam kcbudayaan itu
sendiri, dalam ruang lingkupnya. Tctapi bukan berarti bahwa satu bahasa hanya
lllemiliki satu bentuk kcbudayaan, bisa jadi lebih dad satu, misalnya bahasa Spanyol
yag pemakaiannya meluas hingga ke Amerika Latin, ternyata kebudayaan di negara
tersebut tidak persis sama dengan kebudayaan dad mana bahasa itu berasal. Sama
halnya bahasa Inggris yang mcluas ke Australia, Amerika Serikat, Kanada dan yang
lainnya" kendatipun lllereka secara keseluruhan berbicara dalam bahasa yang sama,
'9 A. Chaedar al-Washilah, Pellgalliar Sosiologi Bahasa, (Bandung: Penerbit Angkasa, 1993)Cet ke-I, h. 73
22
tapi tak menutup kemungkinan kebudayaan satu dengan Jainnya ada perbedaan.
Walaupun, perbedaan itu tidak selebar antara dua bahasa yang berbeda. Setiap
ungkapan .baik itu berupa kata, frase atau kaJimat hanya berarli sesuai dengan
kebudayaan yang dianutnya. 20
4. Pcnyesnaian Pcncrjcmahan Bcrdasarkan faktor Budllyll
Seliap bahasa mempunyai stmklur dan sistem masing-masing. Dengan
demikian, dalam hal ini penerjemah harus menyesuaikan din: deng~n masing-masing
bahasa yang terlibat dalam penerjemahan, dan hal yang hams diutamakan dalam
meneIjemahkan adalah pesan yang ada dalam bahasa sumber hams dapat
diterjemahkan kembali dalam bahasa sasaran. Jika perlu, pengungkapan kembaJi ilu
dilakukan dengan menggunakan unsur bahasa yang bentublya tidak sejajar dengan
bentuk dalam bahasa sumber.
Dalam penerjemahan semantik, seorang pencrjemah hams lebih
memperhatikan unsur eSletika, di antaranya adalah keindahanbunyi teks bahasa Arab
dengan ll1engkomproll1ikan makna selama ll1asih dalam batas kewajaran. Selain itu,
kala yang hanya sedikit ll1engandung budaya dapat dite~jemahkan dengan kala yang
netral atau istilah yang fungsional.
Memang setiap bahasa juga mell1punyai ragam-ragam yang ditenlukan oleh
faktor waktu yang bembah-ubah, faktor tempat, faktor sosial budaya, faktor situasi
dan faklor medium penyampaian. Keadaan bahasa yang seperti iniJah yang patut
mendapat perhatian peneIjemah ketika melakukan aktifitasnya. Penerjemah tidak
20 Nurachman Hanafl, Teari dan ~)'eni menerjemahkan, (NTT: Nusa ludah, 1986), Cet-l, h. 32
23
akan mencoba-coba memaksakan strnktur, bentuk maupun cara berpikir penuJis
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Sebab setiap bahasa mampu menciptakan
gambaran yang lengkap dari fenomena alam yang beragam dan ada di sekelilingnya,
kemudian mengungkapkan sistem perlambangannya bempa gagasan, pesan makna
atau info11llasi dengan caranya sendiri-sendiri21 PersoaJan konteks memiJiki
perbedaan yang mendasar dengan persoalan kosakata. Persoalan kosakata atau
semacamnya rclatif jclas sosok pcrsoalannya dan rclatif llludah ditcmukan langkah
langkah konkrit pemecahannya, serta merinci modal kemampuan yang diperlukan
untuk mengoperasikannya.
Setiap orang bisa saja sangat ringan ketika berbicara bahwa 'meneljemah itu
harns sesuai dengan konteksnya'. Sesungguhnya persoalankonteks dalam teryemahan
adalah persoalan yang paling pclik dan krusial untuk dijelaiikan dan diilustrasikan.
Apalagi memberikan SOlllSi dengan menyeblltkan langkaJl-latlgkah konkTit, jelas dan
sederhana. Konteks seeara sederhana dapat dimengerli sebagai sesuatu yang
menyertai sebuah teks, sesuai dengan pemaknaan literer kata··kata yang merajut kata
lersebut.
Pcngertian teks di sini bukan hanya sebagai suatu kesatuan leks utuh, namun
juga bagian-bagian teks yang di dalamnya tclah mangandung satuan-satuan makna.
Dcngan dcmikian, sesuatu yang menyertai teks (konteks) dapat pula mencakup (dan
dapat pula dikategorikan sebagai) konteks teks seeara utuh.. konteks kalimat, dan
bahkan konteks yang lebih keeil lagi.
21 Adam Makkai. Idiom SfrucflIre in Ell/dish, (Den Haag: Mouton, 1972), h. 97
24
Sesuatu yang menyertai teks (konteks) dapat dibagi menjadi dua: konteks
linguistik dan konteks non-lingistik. Konteks linguistik adalah segala sesuatu yang
terkait dengan kebaJJasaan teks, di mana setiap bagian dari kebahasaan saling
membantu menyampaikan pesan utuh teks, saling meqjelaskan apabila terdapat
bagiall-bagian tertentu yang kurang jeJas, dlUl saling membantu untuk meyakinkan
penerjemah apabila terdapat bagian-bagian yang meragukan. Sedangkan teks non
linguistik adalah segala sesuatu yang menyertai teks di luar teks' aspek kebahasaan
teks, yang mencakup teks-tcks sosial politik, budaya, ideologi, sejarah dan lain-lain.
Persoalan konteks non linguistik muncul ke permukaan terutama apabila terdapat
jurang perbedaan yang serius antara latar sosial-budaya dari teks surnber dan teks
sasaran, baik dilihat dari perbedaan tingkatan maupun dari warna budaya tersebut.
Cara penyelesaian problem konteks non linguistik memang tidak mudah,
karena mencakup hal yang sangat luas. Penerjemah dituntut memiliki pemahaman,
pengetahuan atau wawasan global terhadap tema yang diterjemahkan. Setidaknya
penerjemah harus cukuP/tJllliliar istilah-istilah teknis yung terkait22
Menerjemah suall! teks ten tang sebuah percakapan, terdapat kata-kata seperti:
F\ C~, Fi<.L....., kalau tidak mengetahui budaya si pemilik bahasa tersebut
(bahasa Arab) maka diterjemahkan dengan "pagi yang baik, sore yang baik".
Ungkapan terjemahan tersebut tidak sesuai dengan teks yang akan disampaikan oleh
bahasa Arab. Padahal ungkapan tersebut adalah kalimat yang diucapkan oleh orang
22 Ihnu Burdah, Melljadi Pellerjemah, Metade dall Wawasall Me""ljemah Teks Arab.(Yogyakarta, Tiara Wacana,2004), eel. Ke-I, h. 105, et. Seqq
25
Arab ketika beJjwnpa sesuai dengan wak'tu ketika rnereka berternu, teJjernahan
ungkapan tersebut adalah "selamat pagi dan selamat sore,"
Untuk menerjemahkan peribahasa pun demikian, seorang penerjemah
diberikan kebebasan mutlak untuk menerjemahkan. Artinya, peneJjemah tidak
mengikiIti struktur kalimat bahasa Arab dan artinya secara harfiyah, tetapi rnengambiJ
inti dari kalimat tersebut dengan tidak menyimpang dari pesan atau amanat bahasa
sumber. Seperti:
"Air beriak landa lak da/am"
Terjemahan tersebut rasanya tidak terlalu jauh dari tuntutan naskah stirnber
yang apabila diterjemah secara literer berbunyi sebagai berikut:
"Sh1pa banyak arguJIlenlasi, banyak bieara ..23
Berdasarkan contoh di atas, peribahasa memang hams diterjemahkan secara
idiomatik karena yang dimaksud adaJah kelaziman maknanya bukan makna
satuannya.
B. Tinjauan Semantik
1. Semantik dalam Penerjemahan
Skripsi ini terfokus pada kata Syaikh sebagai h\iian semantik, maka
pembahasan dalam anal isis ini pun berkaitan dangan makna. Dalam mempelajari
tentang makna (semantik) berarti mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa
dalam suatu masyarakat bahasa bisa saling mengelii karena tataran makna dalam
2J Ihicl h. 109
26
anal isis se1l1antik setiap bahasa 1l1emiliki caranya sendiri'·sendiri dalam me1l1bentuk
makna setiap katanya. Misalnya, kata jyl (al-rlcz) dalllm bahasa Arab diartikan
padi, beras, dan nasi. Sedangkan 1l1asyarakat Indonesia membedakan masing-masing
istilah tersebut dengan definisi sebagai berikut:
Padi adalah tumbuhan yang 1l1enghasilkan beras
Beras adalah padi yang terkupas kulitnyaljenis turnbuhan biji··bijian yang
menjadi nasi setelah ditanak
Nasi adalah beras yang ditanak24
1. Jenis Makna
Karena bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalarn
kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itu pun menjadi bermacam-macam
bila dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Meskipun jenis-jenis makna
sangat beragam, penulis hanya akan rnernaparkan enam jenis malum yaitu 1l1akna
leksikal, makna grarnatikal, makna kontekstual, makna idiom, makna denotatif dan
1l1akna konotatif Penulis me1l1andang bahwa keLirna jenis makna inilah yang sangat
berkaitan dengan objek kajian. Oleh karena itu sebagai landasan teoritis ada baiknya
bila hanya enam jenis makna inilah yang dipaparkan.
,., 8yahriaJ 8AR IbraJlim. Kcmllls Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusal Pembinaan danPengambangan Bahasa Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1997), h. 323
27
a. Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna unsur-unsur lambang b(~nda, peristiwa, dan lain
lain25 yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apa pun. Misalnya
leksem pinsil bermakna leksikal 'sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang'.
Dengan contoh itu dapat dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang
sebenamya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kila, atau makna apa
adanya. 26
Setiap bahasa sebenamya mempunyai keletapan atau kesamaan dalam hal tata
bunyi, tata bentuk, tata kata, kalimat dan tata makna. Tetapi karena berbagai faktor
yang terdapat di dalam masyarakat pemakai bahasa itu, seperti usia, pendidikalJ,
agama, bidang kegiatan, protesi dan lalar belakang budaya daerah, maka bahasa itu
tidak merljadi seragam benar27 Karena hal itulah terkadang 'teljadi ketidakselarasan
budaya dalam unsur leksikal .
Telah ditekankan bahwa liap kata mempunyai pemusatan kosakata yang
berbeda tergantung pada kebudayaan, lokasi geo!,'Tafis dan wiiwasan masyarakatnya.
Oleh karena itu situasi geografis yang berbeda dalam suatu bahasa mungkin ada
pemusatan kosakata unluk perlanian. dan dalarn bahasa lain ada pel11usatan kosakata
untuk perikanan.
"Peter Salim. Yenny Salim, Kamlls Komemporel' Bahasa Indonesia, (Jakarta: ModernEnglish Press, 2002), Edisi ketiga, h. 1496
26 Abdul Chaer, Lingllislik [111111111, 01'. Cil, h. 28927 Abdul Chaer, 1(,10 Bahasa Praklis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),Cet.
Ke-I, h. 3
28
Sekilas kata dalam suatu bahasa kelihatan sepadan dengan bahasa Jain, dan
malah kelihatan mempunyai komponen makna inti dan komponen kontrastif yang
sama. Apa yang dianggap komponen insidental dalam satu bahasa dapat menjadi
komponen kontrastif dalam bahasa lain? Hal ini karena perbedaan objekkebudayaan
yang dintiuk.
Penerjemah tidak hanya berhadapan dengan konsep dalam sistem satu bahasa,
tctapi bcrhadapan dcngan konscp dalam dua bahasa. Tiap bahasa mcmbatasi dan
memberi nama daerah realitas atau pengalamannya secara berbeda-bcda. Pcnerjemah
harns mencmukan kata atau frase yang tepat untuk mcmadankan unsur leksikal yang
digunakan dalam teks bahasa sumber.
Kesulitan lain ialah konsep dalam satu sistem sehug tampildalam bentuk
gugus, dan kadang-kadang juga bergabung dengan kelompok kata lain yang ada
hubungannya secara semantis. Makna hanya dapat ditemukan melalui kOlltras
sistematis dengan kata-kata lain yang mempunyai ciri tert,mhJ yang sama Kata-kata
ini juga harns berkontras dalam apa yang dirnjuknya atau dalam situasi
penggunaannya. 28
b. Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah hubungan antara unsur-unsur bahasadalam saluan-
satuan yang lebih besar, misalnya hubungan antara kata dengan kata lain dalamfrase
atau klausa29 Makna gramatikal barn ada kalau terjadi proses gramatikal seperti
afiksasi, redupJikasi alau kalimatisasi. Umpamanya, dalam proses afiksasi prefiks
28 mildred L. Larson, 01'. Cif., h.t 0029 Peter Salim, M.A., Yenny Salim, Loc. Cit
29
ber- dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal 'mengenakan atau memakai
baju'.
c. Makna Kontekstual
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atnu kata yang berada di
dalam satu konteks, serta terdapat hubungan antara ujaran dan situasi di mana ujaran
itu dipakai.
Contoh kata kepala dalam kaiimat:
1. Kepalanya luka kena pecahan kaca
2. Kepala kantor itu bukan paman saya
3. Kepala surat biasanya berisi nama dan alamat kantor
4. Kepala jarum itu terbuat dari plastik
5. Yang duduk di kepala meja itu tentu orang penting.
Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, wak-tu,
dan .Iingkungan penggunaan bahasa itu. Contoh:
Kata ~yJ\..»"\ secara leksikal bennakna 'sebutan atau gelar bagi pemimpin umat
Islam atau khalifah' atau secara Irarl/valr bermakna 'pcmimpin orang-orang berirnan'
Sedangkan ketika kila meneljemahkan dalam bahasa Indonesia biasanya cllkup
dengan 'amirul mukminin' sajaJO Contoh lain:
Pertanyaan, tiga kali empat berapa?
Apabila dilontarkan di kelas tiga SO sewaktll mata pelajaran metematika
berlangsung, tentu akan dijawab "dua belas". Kalau dijawab lain, maim jawaban itu
30 DR. Tamam Hasan, AI-LI/gllall al- ArabiYJ,,1I /TIa'lIaha !pa mabllalla, (Mesir: Mathabi' alHaniah al-Mishriyyah al-Kitabah, 1979), h. 313
30
pasti salah. Namun kaJau pertanyaan itu diJontarkan kepada tukang foto di tokonya
atau di tempat kerjanya, maka pertanyaan itu mungkin akan dijawab "dua ratus", atau
mungkin juga "tiga ratus", atau mungkin juga jawaban Jain. Mengapa bisa begitu,
sebab pertanyaan itu mengaeu pada biaya pembuatan pasfoto yang berukuran tiga kaJi
empat centimeter.
d. Makna Idiom
Idiom adaJah satuan ujaran yang maknanya tidak c1apat "diramalkan" dari
makna unsur-unsurnya, baik sccara leksikal maupun secara gramatikalll Idiom
secara bahasa diambil dari kata ".J4c dan C)Lh....,1 yang berarti IIllgkapan dan
kesepakaran Dari itu timbullah istiJah ~","",I ".J4c yang oJeh orang Barat disebut
"sellfence and idiom" yang dimiliki oleh setiap bahasa. Idiom seperti kata Munir al-
Ba'Jabaki adaJah ungkapan yang maknanya sudah menyatu, sehingga tidak mungkin
dipahami hanya meJaJui kata demi kata secara terpisah. Makna itu menjadi makna
baJaghah dengan gaya majazi dan kinayah. Contohnya meja hijau dengan makna
'pengadilan'. DaJam bahasa Arab ~L.)\..# 0)\.9 makna asaJnya si A banyak abu
dapumya sedangkan mal;na majazinya si A pemurah (logikanya panjang)32
c. Malma Dcnotatif dan Makna Konotatif
Mal;na denotatif adaJah makna ash, makna asaJ, atau mak'11a sebenarnya san1a
dengan makna JeksikaJ. Sedangkan makna konotatif iaJah makna yang dipenganlhi
emosi, evaluasi, niJai rasa atau gambaran tertentu. Contoh kata 'babi', pada orang
31 Abdul Chaer, Lingl/istilk VillI/III, 01'. Cit., h. 29632 Moh. Mansyur dan Kustiwan, Pedolllan bagi Peneljemah, (Jakarta: PT. Moyo Segoro
Ah'llOg, 2002), h. 142
31
yang beragama Islam atau di dalam masyarakat Islam me:mpunyai konotasi yang
negatif, ·ada rasa atau perasaan lain yang tidak enak bila mendengar kata ituH
Implikasi dari adanya jenis-jenis makna ini adalah bahwa seorang peneJjemah
hams memperhatikan jenis makna mana yang terlibat dalam 'leks. Perhatiannya harns
terarah dan terJihat dalam hal ini. Baik dalam lahap analisis tcks sunlber maupun
dalam lahap pcngalihan ke dalam bahasa sasaran.
3. Relasi Ma!ma: Polisemi
Yang dimaksud deagan relasi maluJa adalah hubungan semantik yang terdapat
anlara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya. Satuan bahasa di
sini dapat kata, frase, maupun kalimat. Dalam pembicaraan t,entang relasi makna ini
biasanya dibicarakan masalah-masalah yang disebut sinonim, anlonim, polisemi,
homonimi, hiponimi, ambiguity, dan redudansi.
Rclasi makna yang akan penulis bahas dalam penclitian ini adalah polisemi. J4
Kala poliscmi bcrasal dari polisemy (Bahasa Inggris) yang berm1i makna
ganda (mulliple meaning) sebuah kala yang dikelompokkan dcngan kala lain di dalam
klasifikasi yang sarna berdasarkan makna berbeda, dengan perkataan lain "polisemi"
kala yang sarna mengandllng makna yang berbeda atall lazim diartikan scbagai satuan
bahasa (tcrntama kala, bisajllga prase) yang memiliki makna lcbih dari satu.
Penulis mcndapalkan beberapa pengerlian poliscmi dan bebcrapa linguis, di
antara mcreka yaitu Lyons yang mcnyatakan bahwa Polisemy (multiple meaning) is a
property ofa single lexemes. Palmcr dalam Pateda menyalakan bahwa it also Ihe case
33 Abdul Chaer, LiJlgllislik 1.111111111, 01'. Cil, h. 29234 Ibid, h. 297
32
that the same word may haaave a set of dt!Jerent meaning. Kata yang sama
mengandung seperangkat kata yang berbeda, atau makna yang ganda. Simpson
mengatakan bahwa the polisemy of word means, than, all t he possible senses the
wooord has, Chaer memberikan arti sebagai "satuan bahasa yang memiliki arti lebih
dari satu. ,,35 Sedangkan penulis Jokal yaitu menurut suparno dahun buku Proyek
Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kerja Kependidikan bahwa polisemi
secara harfiah berarti banyak makna. rolisemi sebagai istilah' berarti bennakna
banyaknya suatu kata atau tanda bahasa dengan catatan Illakna yang banyak itu
Illemiliki hubungan antara satu dan yang lain. ](,
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa polisemi
adalah lekselll yang mengandung Illakna ganda. Karena kegandaan Illakna seperti
itulah Illaka pendengar atau pelllbaca ragu-ral,'U menafsirkan Illakna leksem atau
kalimat yang didengar atau dibacanya. Untuk Illenghindari kesalahpahaman tentu saja
kita harus melihat konteks kalilllatnya, atau kita bertanya lagi kepada pelllbicara
apakah yang ia maksud. Maksudnya, setiap kata hanya Illemiliki salu l11akna, yakni
yang disebut Illakna leksikal atau Illakna yang sesuai dengan referennya. Umpamanya
l11akna leksikal kata IkepalaJ adalah bagian tubuh manusia atau hewan dari leher ke
atas. Makna leksikal ini sesuai dengan referennya (lazil11 disebut orang malGJa asal,
atau makna sebenarnya) mempunyai banyak unsur atau komponen maknaH
" http://www.depdiknas.go.idlJumaIJ35/polisemi-dalam-bahasa-gorontalo.htm36 Suparno, Lingllislik Ulll1Im. Proyek Pembinaan dan Peni/lgkafalr Muhl Tenaga
Kependidikan, (Jakarta: DepDikBud, 1994), h. 24537 Abdul Chaer, Gramatika Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), eet- ke-I, h. 190
33
Proses Terjadinya Polisemi
Proses polisemi bukan hanya terjadi pada tataran morfologi itu sendiri, tetapi
pada tataran frase dan sintaksis. Dalam hal morfoJogi, polisell1i teIjadi baik daJam hal
pelafalan ataupun leksem itu sendiri. 38
TeIjadinya polisell1i karena tiga hal yaitu:
1. Kecepatan melafalkan kata, misal: (ban:tuan) atal! (bantuan). (Apakah ban
kepunyaan tuan ataukah pertolongan).
2. Faktor grall1atikal, misal: pemukul dapat bennakna 'alat yang digunakan
untuk memukul' atau bermakna 'orang yang memukul'.
3. Faktor leksikal yang bersumber dari:
a). sebuah kata yang mengalami perubahan penggunaan sehingga rnemperoleh
makna yang baru, misal: kata makan yang berhubungan dengan kegiatan
manusia, binatang, dan kini dapat berhubungan dengan benda tak
bernyawa (ll1isal: makan angin, makan riba, dimakan api, makan malam,
dan seterusnya).
b). Sebuah kata yang digunakan pada lingkungan yang berbeda, misal: kata
'operasi' bagi dokter bedah (lmtuk mengobati penyakit); bagi militer
'gerakan militer' misal: Jenderal Suharto memimpin operasi penumpasan
gerakan G30SIPKI. Sekarang muncul operasi kebersihan, operasi sapu
jagal.
'R htlp://www.depdiknas.go.id/Jumal/35/poliscmi-dlm-goronlalo.htm
34
c). Karena manusia pandai berandai-andai, atau akibat adanya met~fora.
Misal: kata 'mata' alat untuk melihat, karena kesamaan makna muncul
makna 'suatu yang menjadi pusat, yang di tengah-tengahatau yang
mempunyai mata'. Bandingkanlah:
Mata acara: 'bagian dari acara'
Mata air; 'sumber air'
Mata angin: 'arahjarum pedoman'
Mata anggaran: 'bagian tertentu dari anggaran belanja'
d). Fak"tor pengaruh bahasa Asing. Misal: kata 'butir' digunakan untuk
mengganti 'unsur' atau dari bahasa Inggris 'item', dan 'butir'bennakna
'barang yang kecil' seperti beras, intan,salah satu dan bagian
keseluruhan, perincian. Dengan demikian, yang digunakan adalah makna
yang terakhir, yang berpadanan dengan item (point)J9
39 Skripsi SaIjana Saslra, Analisis Polisemi dalam Alqul'aJ/; SI/ldi Kasus J'e1jemaJul/1 Kala 01Sa'all. (Jakarta. Perpus UIN SyarifHidayalUllah, 2005), h. 18, t.d
BABIII
FAKTA YANG MENDUKUNG ANALISA DATA
A. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya PerubahanBlilhasa
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tak pernah lepas dari segala
kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk
yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tidak disertai
oleh bahasa. Malah dalam bel1nimpi pun manusia menggunabn bahasa.
Karena keterikatan dan keterkaitanbahasaitu denganmartusia,> sedarigkari
dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatanll1antisia itutidaktetalJ danselalu
berubah, maka bahasa itu juga menjadi ikut berubah, menjadi tidaktetap,menjadi
tidak statis, karena itulah bahasa itu disebut dinamis.
Perubahan bahasa terjadi pada semuatataran, baik fonologi,motfologi,
sintaksis, semantik, maupun leksikon. Dalam bidal1g fOllOlogi, .Iuisalnya, bahasa
indonesia dulu belum mengenal fonem !fI, /khl dan Isy/. Ketiga fonem itudianggap
sama dengan fonem Ip/, /kI dan lsi, sehingga kata f1kir dis:uuakandengan bta j'ikir,
kata khabar sama dengan kata kabar, dan kata lIIasyarakal sama dengan. kata
masarakal. Tapi kini keberadaan ketiga fonem itu, yang betbeda denganfonem/p/,
/kI dan lsI dianggap otonom, sebab terdapat pasangan minimal yang membedakannya
fonem IfI dari Ip/, Ikhl dari Ik! dan Isyl dari lsi. Dalam bidang motfologi keberadaan
alomorf menge- yang dulu diharapkan, kini dianggap otonom,karel1akehadirahrlya
berkaidah yaitu pada kata dasar yang ekasuku. Begitu juga bel1tukkatadilnellgerli
36
yang pada tahun lima puluhan diharapkan para guru, tetapi kini tidak dipersoalkan
lagi.
Perubahan yang paling jelas, dan paling banyak terjadi, adalah pada bidang
Jeksikon dan semantik. Barangkali, hampir setiap saat ada kat.'l-kata baru muneuJ
sebagai akibat perubahan budaya dan ilmu, atau ada kata.-kata liml yangmuncul
dengan makna baru. Hal ini mudah dipahami, karena kata sebagai satuan bahasa
terkecil, adalah sarana atau wadah untuk menampung sualu konsep yang ada dalam
masyarakat bahasa. Dengan terjadinya perkembangan kcbudayaan, perkembangan
ilmu dan teknologi, lenlu bermunculanlah konsep-konsep bam, yang tentunya diserlai
wadah penampungnya, yaitu kata-kata atau istilah-istilah bam Kalau toh kelahiran
konsep itu belum bisertai wadahnya, maka manusia akan mcm;iptakan istilahnya.
Betapa pesatnya perkembangan leksikon dalam bahasa Indonesia dapat kita
lihal kalau kita membandingkan jumlah kata yang ada dalam kamus Umum Bahasa
Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta yang hanya berjumlah sekitar 23.000
buah, dengan kata yang terdapal di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
berjumlah lebih dari 60.000 buah. Bukan tidak mustahil dalam waktu yang tidak
terlaJu lama bahasa Indinesia akan mempunyai 100.000 buah kosakata.
Perubahan dalam bahasa ini dapat juga bukan terjadi berupa pengembangan
dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami
masyarakat bahasa yang bersangkutan. Berbagai alasan sosial dan politis
menyebabkan banyak orang meninggalkan bahasanya, atau tidak Jagi menggunakan
bahasanya, Jalu menggnakan bahasa lain. Di Indonesia, kabamya, telah banyak
37
bahasa daerah yang telah ditinggalkan para penutumya terutama dengan alasan sosiaJ.
Jika ini terjadi terus-menerus, maka pada suatu saat kelak banyak bahasa yang berada
daJam dokumentasi beJaka, karena tidak ada Jagi penutumya. Contoh yang konkret
adalah bahasa Latin dan bahasa Sanskerta. Masih untung kosakata bahasa Latin dan
Sanskerta tetap dipakai sebagai istilah dalanl bidang iJmu pengetalman40
Sebagaimana kita ketahui bangsa Arab adalah bangsa yang memiliki
peradaban dan kebudayaan yang cukup tinggi yang selalu bembah dari masa ke masa,
otomatis banyak pula perubahan bahasa yang terjadi, seperti kata ~(yaikh yang
berubah makna dalam bidang leksikon dan semantik. Berikut pembahan kata Syaikh
dari masa ke masa yang penulis dapatkan melalui pendekatan historis.
B. Perkembangan Makna Kam Syaikh dari Masa ke Masa
Syekh sebagai gelar kehormatan bagi ulama dan pembesar digunakan dalam
sejarah Arab sebelum dan sesudah Islam. Sebagai gelar kehormatan, syekh juga
dipakai oleh kelompok Hasyayin (pasukan pembunuh kaum Qaramith, dipimpin oleh
Hasan bin Assabah) untuk pimpinan mereka dengan menyebutnya Syaikh aI-Jabal
(syekh di gunung) atau Syaikh al-Fidawiyah (pimpinan pasukan berani mati).
.Sementara itu syekh yang berarti kepala suku (qabilllh) dipakai pada masa pra
Islam dan dinamai Syaikh Ill-qabilah. Syekh suku ini biasanyadipilih dati orang yang
beusia lanjut, tetapi sering juga dari orang muda yang cakap, bijak, kaya, adil, kuat
dan berwibawa. Syekh yang berarti kepala suku juga dipergunakan pada zaman
40 Abdul Chaer, Lillguistik Umlllll, Op. Cit. h. 53-54
38
Islam, seperti di masa Dinasti Mamluk yang mengangkat syekh suku melalui
keputusan seorang sultan.
Syekh sebagai gelar keagamaan dan pengajaran dipakai dwgan
ll1enall1bahkan kata-kata yang menunjuk pada mata peJajaran dan nama tertentu di
belakangnya. Misalnya Syaikh A/quran. guru mengaji atau ahli Alquran, Syaikh ar
riwayah atau Syaikh a/-Hat/is yang berarti guru yang mengajar hadis atau i1mu
hikmah, dan c~yaikh al-Madlllb atau Syaikh a/-Ma;;ahib. yakni gelar kehorll1atan bagi
ulama yang mengajar mazhab fikih yang memberi pengarahan pada guru-guru yang
ll1engajar mazhab tertentu dari ernpat rnazhab tikih di sekolah··sekolah agama,
Penggunaan S)Jaikh a/-Ma::hab misalnya terdapat pada prasasti yang bertahun
651 HII253 M pada sebuah sekolah di Darnsyik (Darnaskus) yang menyebut nama
Syall1sudin Abu Makarim Yahya bin Hibatullah bin Hasan Assyafi'i sebagai Syaikh
a/-Ma::ahib dan Abu Abbas sebagai Syaikh a/-Ma;;hab, Syekh sebagai jabatan
tertinggi keagarnaan dikenal juga pada mllsa Turki Usmani (Kerajaan Ot0111an) yaitu
jabatan Syaikh a/-Is/am.
Adapun syekh sebagai orang yang berhak mengeluarkan fatwa disebut Syaikh
a/-Fitya, Mellurut Ibllll Khaldun dalam Muqaddimah Ibn Khaldun. pellaklukan Sicilia
dipimpill oleh Asad al-Furat al-Tunisi. la merupakall Syaikh al-Fitya di masa
Ziyadatullah 1, gubernur Ifiiqiyah dari Dillasti Aglabid (817-8:18).
Syekh sebagai fUllgsionaris tasawuf dipakai dalam kalangan sufi, seperti
!3yaikh a/-Khanqah (a/-Khanqah adalah semacam rempat berkhalwat atau
mengasingkan diri para sufi), Syaikh cc-Zawiyah, Syaikh at-Tariqah (syekh tarekat),
39
Syaikh as-sujiyah, dan Syaikh as-Syuyukh. Syaikh a::-Zmviyah dalarn tugasnya sarna
dengan Syaikh al-Khanqah, yakni mengurus ::awiyal (tempat khalwat yang berada
jauh dari tempat ramai), mendidik murid-murid zawiyah dan memperkenalkan pada
mereka jalan kepada Allah SWT. c~yaikh al- Tariqah adalah pimpinan dari sebuah
tarekat. Di bawah syekh tarekat terdapat khalifah-khalifah tarekat di desa-desa dan
kota-kota. Setiap khalitah memiliki murid-murid. ,")/(Jikh al-Sliliyah adalah gelar
khusus bagi syekh tasawuf di Khanqah zawiyat atau tarekat. Gelar ini dikenal di
kalangan sufi di Mesir dan Maroko. Pada sebuah kuburan di Kairo, Mesir, yang
be/tahun 612 HJ1215 disebut nama Taqiyuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Hasan
Bin Isa As-Sufi yang dikenal sebagai Syaikh as-Sliliyah
Para Syaikh as-Sz!fiyah di masa Oinasti Mamluk memakai pakaian khusus
mmp pakaian para ulama dan berkendaraan baghal (sejenis keledai). ,")Ylikh al
Syuyukh adalah pnl1plllan tertinggi dari para Syaikh al-Sujiyah dan Syaikh al
Khanqah. Seorang yang pernah menjadi S'yaikh as-Syz{yukh di negeri Mesir, Syam
(Suriah), dan kerajaan Islam lainnya adalah Ishak al-Qurasyi al-Asfahani. Sebutan ini
tertulis pada prasasti sebuah Khanqah di Kairo yang bertahun 757 HI 1356 M.
Syekh sebagai pengurus pranata keagamaan, misalnya syekh yang mengurus
masjid Jarni' di sebut Syaikh al-Jami' dan masjid al- Haram disebut Syaikh al-Haram.
Oi antara Syaikh al-Haram adalah S:yaikh al-Haram an-Nabawi yang bertugas
mengurus dan mengawasi para petugas di masjid Nabawi di Madinah. Biasanya
jabatan S)lQikh al-Haram dipegang oleh seorang amir (pangeran) dan ditunjuk oleh
seorang sultan pada masa Dinasti Mamluk dan mendapat penghasilan dari negara.
40
Pada prasasti dari Mekkah bertanggal 25 ZuJkaidah 664 H/27-28 Agustus
1266 disebut bahwa orang yang bergelar Syaikh al-Haramain as-Syar!fain (Syekh
yang bertanggung jawab mengurus masjid al-Haram Mekkah dan masjid Nabawi
Madinah) adalah Afifuddin Abu aI-Muzaffar Mansur Bin Abu al-Fadl al-Bagdadi
yang dijabatnya mulai 624 H sampai wafat.
Syekh sebagai kepala atau ketua dari kelompok prosesi dan kerja digunakan
pada abad pertengahan. Syekh ini bertugas meneliti dan mcngalvasi kelompoknya.
Syekh seperti ini misalnya Syaikh an-Najjarin (ketua para tnkang kayu), S:yaikh as
SaMagin (ketua para penyamak kulit), dan svaikh al-Tl!l.!ar (pimpinan para
pedagang).
Syekh dalam fungsi kemiliteran digunakan di belahan barat dunia Islam
seperti di Andalusia, misalnya Syaikh al-GlIzal wa al- killjahidin (panglima pasukan
penyerang). Di pulau sicilia sewaktu pemerintahan Arab dan Norl11andia dikenal
adanya S)/lIyukh al- Madinah dan SYlIyukh ai-Salad, yakni pembesar-pembesar
negerildaerah yang l11empunyai kekuasaan l11endal11pingi walikota dan bahkan
berkuasa untuk memilih walikota tersebut. Syekh di Dinasti Muwahhidtm di Tunisia
merupakan jabatan penting sebagai wakil sultan. Syekh I.ni disebut Syaikh al
Mu 'azzam, berasal dari kalangan militer.
Adapun syekh sebagai jabatan wazlr (perdana menteri) digunakan oleh
Dinasti Bani Hafs di Afrika yang dikenal dengan S)aikh al-Muwahhidill. Syekh ini
41
mempunyai kekuasaan mengangkat pejabat dan pegawai serta memimpin tentara
dalam peperangan. 41
Syaikh ai-islam aclalah sebuah gelar yang c1igunakan pacla masa pemerintahan
Buwaihiyyah, sebuah periocle yang banyak memuneuJkan s<~Ul11Jah nama clan geJar
yang berlebih-Iebihan, sering nama tersebut cligunakan sebagai gelar penghormatan
kepacla pernimpin agama yang memiliki keduclukan tinggi.
Gelar tersebut berkaitan c1engan sebuah fungsi khusus c1alam masa
pemerintahan Usmani clan akhimya menjadi gelar resrili bagi seorang mufti cli
IstambuJ. Jabatan Syaikh ai-islam ditul1iuk oleh khalifah (penguasa). lstilah yang
berarti "Sesepuh Islam" ini mulai cligunakan seeara meluas pada sekitar abaci ke-l1 (5
H). Seeara konkret terdapat referensi tentang pemakaian gelar Syaikh ai-islam bagi
tokoh-tokoh agama cli Khurasan. Umpamanya Abu Ismail al-Anshari, seorang sufi
clan Ismail bin Abclurrahman, seorang fakih Syafi'i, telah digelari Syaikh ai-islam
oleh para pengikut mereka masing-masing. Kemudian pacla abaci-abaci selanjutnya
ahli teologi (kalam) terkenal Fakhrucl-Din ar-Razi clan at-Tatzari, serta syekh tarekat
kenamaan menclapat gelar Syaikh ai-Islam.
Di Mesir clan Siria S'yaikh al-islalll c1igunakan sebagai gelar kehormatan untuk
para tokoh ulama fikih (fukaha) alau mufti. Scjak zaman pemerintahan Dinasti Buclak
(Mamalik), antara abaci ke-13 sampai 16, kelihatannya geJar Syaikh aI-islam hanya
diberikan kepacla mufti kenamaan dan otoritasnya diakui oleh para fukaha. Sebagai
41 Cyril Glasse, ElIsiklopedi Islam (Jlillgkas), Penerjemah : Ghufron A. Mas'adi, (lakartt: PT.Raja Grafindo Pcrsada, 1999) Ed.I Cet. Ke-2, h. 383
42
satu iJustrasi menarik dapat dilihat pada kasus penggelaran Syaikh aI-islam kepada
Ibnu Taimiyah. Kendati para pendukungnya telah menganugerahkan gelar Syaikh al-
islam kepadanya, penganugerahan tersebut dianggap tidak pantas dan tidak sah oleh
musuh-musuhnya. Bagaimanapun secara umum di wilayah kekuasaan Mamalik gelar
Syaikh aI-Islam hanya diberikan kepada mufti kenamaan.
Di Persia gelar ,\)'aikh aI-Islam mempunyai konleks yang agak berbeda. Gelar
ini digunakan oleh kepala pengadilan agama lokal yang para anggblanya terdiri dari
ulama, termasuk mullah dan mujlahid.
Pada masa Dinasli Syafawi S~vaikh aI-Islam ditunjuk oleh perdana menteri
(Syaikh as-Sudzn) Sedangkan di kerajaan Mughal (India) gelar Syaikh aI-Islam
digunakan oleh mufti kepala yang dilunjuk oleh S)mikh as-Sudur.42
Dalam perkembangan berikulnya Sywkh al-Is!cJlI1 tidak diberikan kepada
perseorangan, telapi sebagai jabatan yang memimpin deparlemen yang mengurus
masalah-masalah yang lelah disebulkan di alas. Ini lampak pada akhir abad ke-l8
ketika terjadi modernisasi administrasi kerajaan Otoman. Pada periode Tan::imal
(sesudah J839) ,~vaikh al-Islalll menjadi scmacam kolega menleri-mcntcri yang
memimpin deparlemen. Namun sejak sekularisasi di kcrajaan Otoman dilancarkan,
pengaruh Syaikh aI-islam semakin menurun. Peranannya hampir berakhir pada bulan
Nopember 1922 ketika Turki menjadi republik dan kerajaan dihapuskan, kemudian
41 Tim Penulis lAIN SyarifHidayalullah, Ensiklopedi lvlam Indonesia, (Jakarta :PenerbilDjambatan, 1992), Cel.ke-2 h. 903
43
memiJih mendirikan negara nasianaJ sekular (1928), di bawah plmpman Mustafa
Kemal Ataturk. 43
Di perbatasan Suriah, Libanan, terdapat sebuah gunung puncak ketinggiannya
mencapai 2815 M. Gunung tersebut di ju1uki as-Syaikh atau Harmun. Ada sebuah
tempat Jetaknya berada di dekat jazirah Sina, antara RaJah dan Arisy, tempat itu
dinamakan as-Syaikh Zmvaidah, di dalamnya diteml.lkan berbagai peninggalan dari
peradaban modern Rumania.
S:Vaikh Sa'id: nama sebuah pelabuhan kecil. Jumlah penduduknya mencapai
sckitar 1000 jiwa. 1a bcrada di bagian sclatan jazirah Arab. Orang-orang Pcrancis
menguasainya pada tahun 1734 di Bab al-Mandab di Laut Merah, dan dikuasai oleh
1nggris pada tahun 1837 dengan adanya kesepakatan bersama Turki, sementara Turki
membebaskannya pada tahun 1884. Kemudian Perancis menuntut kembali pada tahun
1886, dan dipertahankan aleh bangsa Yaman pada tahun 1914.
Syaikhu Louis: (1859-1927), seorang rahib Nasrani.. 1a dilahirkan di Mardin,
suatu pu1au keci!. 1a pindah ke Libanon ketika ia mulai memasuki dunia kerahiban
dan tinggal di Beirut. la telah banyak melakukan sejumlah petualangan di Eropa dan
Timur Tengah, serta mengumpulkan sejumlah manuskrip miJik perpustakaan Nasrani
di Beirut. la belajar di Fakultas Qudais Yusuf. la menerbitkan sebuah majalah yang
bernama al-Masyriq, pada tahun 1898. Selain itu, ia telah menulis sejumlah buku, di
antaranya adalah: Syuara' an-Nashraniyyah, Syarh Diwan ai·Khunasa, al- Adab al-
43 Dewan Redaksi EnsikJopedi Islam, El1sikfopedi !.>lam .filid fl·; (Jakarta: PT. !chliar BarlVan Hoeve, 1999), Cet.Ke-4 h. 339
44
'Arablyyah ft a/- Qam al-Tasl' 'Asyar, a/-Adab a/-Arablyyah fl ar-Rab'l a/-Awwal
mill a/- Qam a/- 'Isyrill, dall M(y'alll a/-Adab. 44
Pada masa kini syekh juga bisa berani rektor perguman tinggi, sepeni Syalkh
al-Jami 'al-Azhar (Rektor Universitas al-Azhar) di Mesir:15 Di Asia Tenggara
keJihatannya pemakaian gelar S:valkh al-Is/alll tidak popuJer. Kendati beberapa
kcsultanan mampu mcnguasai kawasan yang luas, tetapi rupanya mereka beJwn
merasa berhak menunjuk seorang ,~)lalkh al-lsll1lll. Tentunl'a beberapa faktor lokal
seperti taraf keagamaan, kualitas pengetahuan, gelar lokal yang lebih populer,
fragmentasi kekuasaan dan ke1angkaan pakar agama Islam telah ikut mempengaruhi
keasingan konsep :3yalkh al-Islam di Asia Tenggara. Di Indonesia, Syalkh al-Islam
pertama yang tarcatat dalam sejarah ialah Syekh Syamsuddin as-Sumatrani (wafat
1039 HI 1630 M), ulama besar dan tokoh tasawuf di zaman Sultan Iskandar Muda
(1607/1636 M).46
44 Muhammad Syafiq Gharbal. al-A1a/ls/I "It al-Arah~lyaltal-M/lyas.mralt, (Mesir: Dar alQalam, 1959), h. 1104
4' Dewan Redaksi EIlsiklopedi Islam, EIISiklopedi islam Jilid V,Loc. Cil.46 Tim Pellulis lAIN SyarifHidayatullah, 01'. Cit. h. 9037
HAHN
ANALISrS DATA
DaJam penerjemahan, ada satu prinsip universal yang penting, temtama dalalll
menerjemahkan dari dan ke dalam bahasa yang begitll berbeda. seperti bahasa
Indonesia dan bahasa Arab. Prinsip itu ialah bahwa informasi yang diungkapkan
dalalll satu bahasa hams diungkapkan setepat dan sejelas lllungkin daJalll bahasa lain.
Penel:iemah hams teruS-lllenerus menyadari bahwa bukan kata-kata, tetapi
informasilah yang harus disampaikan. Oleh karena itu, urutan kata dan umtan pikiran,
serta latar belakang budaya kata-kata, dapat berbeda sekali antara bahasa Indonesia
dan bahasa lain, keseluruhan informasi sebuah kaJilllat, atau sebetu1nya seluruh
paragraf, hams dimengerti seeara eermat dan mendalam. Sesudah itu hams
diungkapkan dengan ketepatan dan rineian yang sallla dalam bahasa lain dengan sarna
laneamya.
Penerjemah hartls lllengerti sepenuhnya bahasa sumber, eita rasanya, nuansa
dan gaya bahasanya, dan juga mempunyai kemalllpuan untuk mengungkapkan dalalll
bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran, dengan eiri-eiri yang sallla dengan setepat
mungkin sambi! melllpertahankan terjemahan yang terbaca. Pengalihan budaya hams
dipertilllbangkan dengan cemlat, tetapi pengalihan datam bahasa sasaran tidak ho1eh
ber1ebihan sampai-salllpai terjelllahan itu merusak Jatar belakang budaya bahasa
sUlllber. Pertimbangan-pertilllbangan ini penting sekali diperhatikan, apabita antara
bahasa sUlllber dan bahasa sasaran tidak memiliki hubunganbaik secara linguistis
46
maupun non Iinguistis, sehingga menimbulkan banyak hambatan dalam kedua bahasa
tersebut.
Salah satu hambatannya adalah keslliitan dalam pengalihan leksikal
disebabkan kelalaian peneJjemah Indonesia yang sering rnengalihkan leata, frase,
ungkapan idiomatik, llngkapan figuratif, dan peribahasa yang berdiri sendiri tanpa
konteks. 47
Masalah idiomatika tidak kalah pentingnya dari rnasalah-m'usalah kebahasaan
dari segi semantis, sebab setiap bahasa mempunyai logika dan cara pengllngkapan
yang terkadang berbeda antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain, seseorang
yang rnenulis dengan bahasa tertentu rnesti mengikuti logika dan cara pengungkapan
yang berlaku dalarn bahasa tersebllt. Ketika ia rneneJjernahkan dari satu bahasa ke
bahasa lain rnaka dalam mernahami bahasa surnber yang akan diterjernahkan ia mesti
menggunakan logika dan cara pengungkapan bahasa tcrsebut untuk kernudian
dipindahkan ke bahasa sasaran dengan menggunakan logika dan cara pengungkapan
yang berlaku pada bahasa sasaran tersebllt.
Telah penulis paparkan pada bab terdahulu arti idiom rnenurnt pendapat
beberapa ahli lingllistik, sedang menurut Sllkamto, yang dimakslld dengan idiom di
sini adalah sekllmpulan kata-kata tertentu yang rnemberi arti bam, berbeda dengan
arti asal kata-kata tersebllt atau ungkapan khas yang dirniliki oleh sesuatu bahasa,
perorangan atau sekelompok orang. Dalam bahasa yang memberi arti barn berbeda
47 FAH UIN SyarifHidayatuliah , AI-lill'as Mimhal" S~jarah, Saslra, Budaya dall Agama,Vol. 9, No, 2, (JuIi: 2003), h, 149
47
dengan arti asal kata-kata tersebut atau ungkapan khas yang dimiliki oJeh sesuatu
bahasa, perorangan atau sekelompok orang. Dalam bahasa Arab banyak ditemukan
kunlpulan kata-kata tertentu yang mempunyai makna bam yang berbeda dengan
makna lazimnya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa masaJah idiomatika ini juga
terpengaruh oJeh bahasa lain.
Masalah idiomatika bahasa merupakan permasalahan yang mesti dihadapi
oleh penulis berbahasa Arab dari yang berbahasa ibu bahasa Indonesia, jUg,l oJeh para
peneryemah dari bahasa Arab ke Bahasa Indonesia atau sebaliknya4H Begitu pula
dalam menemukan makna kata S)iaikh yang sedang penulis analisa ini.
Pada Bab IV ini penulis membagi analisis data padaanalisis makna kata
Syaikh menurut makna leksikalnya dan maknanya daJam budaya Arab, serta analisis
polisemi kata Syaikh.
A. Allalisis Makna Kata SYllikh dalam Bahasa dan Budaya Arab
Kata~ berbentuk mashdar, berasaJ dari kata tL:~ yang bermakna menjadi
tua, sedangkan~ bermakna 'orang tua yang Janjut usia', biasanya orang yang sudah
berusia Jima puJuh tahun ke atas ditandai dengan memutihnya rambut (beruban), dan
gigi yang mulai tanggaJ satu persatu49
Dalam kamus Bahasa Arab Kontemporer 'ai- 'Ashri, kata "Syaikh" bisa
bennakna 'orang tua yang lanjut usia' (~Y'), 'pemimpin' (f';lCj), 'ketua', 'syekh',
48 Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, ¥ogyakarta, Tsaqafiyat: JUnlal Bahasa, Peradabandall Infonnasi Islam, Vol. 6, No. I, (Januari-Juli: 2005), h. 52-55
49 Amin Muhamad Abd Wahab, M. Shadiq Ubaidi, Lisan aI-Arab, ( Bernt: Dar al-Ihya AlTuras AI-Arabi, I997), Cet. Ke-2, h. 254.
48
'-.Jjjw.. 'senator' anggota DPR, terkadang digunakan untuk panggiJan penghormatan.
Apabila didampingi dengan kata lain, Contohnya ;;\yJl C'~ berarti suami, Al1i.11~
berarti kepala suku, ).lll~ berarti iblis.5<)
Sedangkan makna kata S)'aikh dalam bahasa dan budaya Arab:
I. Orang yang Janjut usia (orang tua)
2. Sebutan bagi orang Arab (temtama yang keturunan sahabat Nabi).
3. Sebutan bagi orang Arab yang yang berasal dari Hadramaut.
4. GeJar kehonnatan bagi alim ulama (hampir sama dengan kiaii l
5. KepaJa suku
6. GeJar keagamaan dan pengajaran
7. Mufti kenamaan
8. Ahli sufi
9. Pengurus pranata keagamaan
10. Ketua kelompok seprofesi dan sekerja
I J. Fungsionaris kemiliteran
12. Perdana menteri
. . 5213. Rektor Umversllas
14. Seblltan lIntllk semua orang yang belajHr agamH bahkan HnHk keeil sekalipun
J5. SebutHn untuk keturunan mja di wilayah TeJuk (Syaikhah)
'0 Atabik Ali, A. Zuhdi Muhdlor, al-Ashr: Kam/ls Bahasa Arab KOII/emporer, (yogyakarta:Multi Karya Gratika, 1998), eet. Kc-8, h. 1155
" Peter Salim, Yenny Salim, 01'. Cit.. h. 91652 ro .....;! ~I~~n_ l~... /',.
49
16. Sebutan yang di gunakan untuk mengejek seseorang. 53
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa makna sebuah leksem dapat berubah
apabiJa leksem tersebut berada daJam snatu kalimat, atau apabiJa kata tersebut
berdampingan dengan kata lain atau tergantung konteks di mana ujaran itu dipakai.
Contoh daJam kalimat:
Syekh .la'far ash-Shadiq terkenal dengan gelar 'Sunan Qudus'
Telah kita ketahui Syekh .la'far Ash-shadiq adalah salah seorang penyebar
agama Islam di Jawa. Penulis mengartikan kata S'yaikh dengan syekh saja karena
telah dikatakan bahwa salah satu rnakna ,\)Iaikh adalah sebutan untuk alim ularna atau
kiai dan kata Syaikh telah menjadi kata serapan dalam bahasa Indonesia di samping
sebagai penghormatan terhadap beliau.
Para mahasiswa, dosen, pegawai serta siapa saja yang berada dalam aula
rnendengarkan sambutan Rektor Universitas al-Azhar.
Di banyak negara jabatan Rektor Universitas biasanya mernakai istilah ~.J
Kedua contoh di atas adalah peneIjemahan berdasarkan wawasan budaya.
53 Amany Lubis, Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum Fakultas Dirasat IslanliyahDIN Syarif HidayatulJah Jakarta, Wawal1cara Pribadi, Jakarta, 23 Maret 2006
50
B. Analisis Polisemi Kata Syaiklt
Telah dipaparkan pada bab sebelumnya bahwa polisemi adalah suatu kata
yang memiJiki banyak arti dan salah satu sebab proses terjadinya polisemi adalah
karena pembahan penggunaan sehingga memperoleh makna yang bam, misalnya kata
"makan" yang berhubungan dengan kegiatan manusia, binatang, dan kini dapat
berhubllngan dengan benda tak bernyawa, misal: makan angin, makan riba, dimakan
api, makan malam dan sebagainya.
PoJisemi, selain dapat berakibat negatifjllga mempakan unsur positif Disebut
berakibat negatifkarena dapat menimbulkan kesaJahan penerimaan informasi; disebut
positif karena justru memperkaya kandungan makna suatu bentuk kebahasaan
sehingga lebih lentur lIntllk digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda. Akibat
negatif itu dapat dihindari apabila pemakai bahasa secara cermat memperhatikan fitur
semantis yang dimiliki bentuk-bentuk polisemi dan menggllnakannya secara laras,
sesuai dengan relasi stmktur maupun konteks pemakaiannya54
Berdasarkan analisis yang penulis lakukan tentang makna kata Syaikh baik
secara gramatikal mallpun kontekstual (di mana lIjaran tersebut di pakai), penulis
mendapati kata Syaikh memiliki banyak makna sepelti yang telah penulis tuliskan di
atas (dalam anal isis mak,<1a kata Syaikh dalam bahasa dan budaya Arab).
Sedangkan ketika kata Syaikh berdampingan dengan kata lain seperti yang
terdapat dalam Kamus Arab Kontemporer 'al- 'Ashri ia dapat bennakna, di antaranya:
54 Aminuddin, Sema/ltik Pe/lga/lfar: Studi Tenta/lg Malma, (Malang: Sinar Baru, t988), h.124
51
-~I~ bennakna kepaJa suku
- ;;\yJ\~ bermakna suami
- ).:..1\~ bermakna iblis55
Ketiga contoh kata Syaikh di atas menurut anaJisa penulis termasuk jenis
makna idiom karena tidak dapat "diramalkan" dari makna unsur-unsurnya, baik
secara leksikal maupwl secara gramatikal.
Dalam kaslls pol isemi biasanya makna-makna pada sebuah kata atau ujaran
walallpun telah berada dalam berbagai kalimat masih berkaitan antara yang satu
dengan yang lain, begitu pula dengan kata Syaikh. Kalau kita perhatikan kata Syaikh
dengan segala macam maknanya dari sebuah kata yang polisemi itu masih ada
sangkut pautnya dengan makna asal karena makna-makna itu merupakan penjabaran
dari komponen-komponen makna yang ada pada makna asal kata tersebut, yaitu
'orang tua' adalah orang yang harus dihormati, biasanya lebih banyak mempunyai
pengalaman dan ilmu pengetahuan, seringkali Iebih berhak menjadi pemimpin.
Begitu pula dengan ~\ t~ bermakna kepala suku adalail pemimpin suatu suku,
.\yJ\ & bennakna suami adalah pemimpin keluarga dan )_;J\ & bennakna iblis
adalah pemimpin setan. Sifat-sifat dan fungsi yang seperti inilah yang dijadikan
'benang merah' (makna konotati f) dari makna denotatif kata ,\vaikh.
Akan tetapi seperti telalJ kita ketahui bahwa makna bahasa akan dapat menjadi begitu
berbeda tergantung siapa, bagaimana dan apa maksud si pemakai bahasa tersebut.
" Alabik Ali, A. Zuhdi Muhdlor, Loc, Cit.
52
Sebagai contohnya kata Syaikh dapat dipakai untuk melecehkan atau mengolok-olok
seseorang, misalnya seseorang yang sifatnya dinisbatkan seperti orang tua meskipun
ia rnasih muda narnun pelupa, identik dengan sifilt orang tua yang sudah pikun,
bungkuk atau sifat-sifat yang lainnya.
BABV
KESIMPULAN
Pari semua uraian yang telah penuJis paparkan dalam penelitian ini, penulis
dapat menyimpulkan bahwa:
1. Budaya bahasa sumber (BSu) berpengaruh dalam bahasa sasaran (BSa), karena:
a. Sebagaimana teori yang telah dikemukakan oleh para ahli linguistik seperti
Koentjaraningrat, Masinambouw dan hipotesis Satir-Whorf yang
mengatakan bahwa bahasa dan budaya mempunyai hubungan yang sangat
erat dan tak dap?t dipisahkan, otomatis budaya yang melingkupi teks BSu
berpengaruh dalam penerjemahan.
b. Untuk menghasilkan terjemahan yang efektit: salah sam syarat yang harus
dimiliki oleh penerjemah adalah dapat memahami dan mencerna sistem
makna budaya dalam BSu.
c. Jika makna budaya BSu tidak diterjemahkan dalam Bsa, maka pesan/amanat
yang dimaksud oleh pengarang tidak akan sampai kepada
pendengar/pembaca.
2. Perubahan bahasa terjadi karena berkembangnya kebudayaan dan ilmu
pengetahuan, seperti maklla kata Syaikh yang berubah dari masa ke masa.
Beberapa perubahan fungsi dan makna tersebut yaitu kata Syaikh digunakan
untuk:
54
a. Kepala suku digunakan pada masa pra lslam
b. Fungsionaris tasawuf(612 Hll215 M) di Mesir.
c. Gelar keagamaan dan pengajaran (651 H/1253 M).
d. Pengurus pranata keagamaan (664 H/1266) padamasa dinasti Mamluk.
e. AhJi fatwa (817 H) pada masa Ziyadatullah 1(Dinasti Aglabid)
f Fungsi kemiliteran (Andalusia).
g. Perdana menteri digunakan pada masa Dinasti Bani Hal's di Afrika.
h. Jabatan tertinggi keagamaan digunakan pada masa pemerintahan Turki
Usmani (akhir abad ke-18).
1. Rektor Universitas yang masih digunakan sampai sekarang di Universitas
al-Azhar.
J. Orang yang lanjut usia berdasarkan makna denotatifilya.
3. Berdasarkan banyaknya maluJa kata Syaikh yang telah disebutkan di atas, maka
kata Syaikh tcrmasuk kata yang berpolisemi (memiliki makna ganda), fakto!'
yang menyebabkan kegandaan makna itu adalahka!'cna fakto!' !,'Tamatikal,
kontekstual, situasi dan budaya. Akan tetapi dari sckian banyaknya makna yang
terdapat dalam kata 5'yaikh itu, terdapat keterkaitan antara mak'TIa-malma yang
berkembang itu dengan makna denotatifnya yaitu 'orang tua' atau makna
konotatifnya 'orang yang dituakan' (pemimpin) walaupun orang itu masih
muda.
DAFTAR PUSTAKA
Ainin Muhammad, Beberapa Aspek Teori Teljell1ahan, dalall1 Asmah Hl!ji Omar(ed.,), A.lpek Penerjell1ahan dan Interpretasi, Kuala: Lumpur: Pusat BahasaUniversity Malaya 1979,Rineka Cipta,1995
Ali, Atabik dan A. Zuhdi Muhdlor, al-Ashri: Kall1us Bahasa Arab Kontemporer,yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998
Aminuddin, Semantik Pengantar Studi Tentang Makna, Malang: Sinar Bam, 1988
AI-Rashid Yusuf, Harun, "The usually Scholars 011 Language" and TranslationProblem", dalam Noor Ein Hj.Alohd. Noor dan Atiah Hj. Shalleh (eds.), 1'lJePragmatics l!l Translatiol1:Principles, Practice and Evaluation MovingToward the 21 Century, Kuala LumpurDewan Bahasa dan Pustaka, 1991
Asrori, Imam, Sintaksis Bahasa Arab' l'i'asa-Klausa-Kalimat', Malang: Misykat,2004
Burdah, Ibnu, Menjadi Penerjemah, Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab.Yogyakarta, Tiara Wacana,2004
Chaedar al-WashiIah, Ahmad, Pengantar Sosiologi Bahasa, Bandung: PenerbitAngkasa, 1993
Chaer, Abdul, Gramatika nahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1993
, Linguistik UlI1um, Jakarta: Rineka Cipta, 2003
. , Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2000
_____, Leonie Agustina, Sosio!inguistik SelJUah Pengantar, Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1995
___---'_, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Jakarta: Rineka Cipta, 1995.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi islam .Jilid iV, PT. Ichtiar Bari VanHoeve : Jakarta, 1999
FAH UIN Syarif Hidayatullah, AI· Turas, Mimbar Sejarah, sas/ra, budaya danagama, Vol. 9, No.2, JuJi 2003
56
Fakultas Adab VIN Sunan Ka1ijaga Yogyakarta, TsaqaFvyat, Jurna! Bahasa,Peradahan dan !nfbrmasi Islam, Vol. 6, No.1, Januari-Juni 2005
Gharbal, Muhammad Syafiq, a!-Mausu 'ah al-Arahi)yah al-ivfuyassarah, Mesir: Daral-Qalam: 1959
Glasse, Cyril, Ensiklopedi Islam (Ringkas), Penerjemah Ghufron A. Mas'adi,PT.Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1999 Ed.I
Hanafi, Nurachman leon dan Seni menerlemahkun, NTT: Nusa Indah, 1986
Hasan, Tamam, DR, AI-!,ughah a!- Amb!VFah ma 'naha wamubnaha, Mesir:Mathabi' al-Haniah al-Mishriyyah al-Kitabah, 1979
http://www.dcpdiknas.go.idlJumaI/35/poliscmi_dalam__ bahasa_gorontalo.htm
Imall1uddin, Basuni dan Nashiroh Ishaq, Kumus Kontekstual Amh-Indonesia, FSUI
Ibrahim, Syahrial SAR. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Pembinaandan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, 1979
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, Jakarta: VI, 1965
L. Larson, Mildred, Peneljemahan Berdasarkan A1akna: Pedoman UntukPemadanan Antar Bahasa, Jakarta: Arcan, 1991
Lubis, Amany, Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umull1 Fakultas Is1amiyahUrN Syahid Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta, 23 Maret 2006
Machali, Rochayah, Pedoman Bagi Penerjemah, Jakarta: Grasindo, 2000
Makkai, Adam, Idiom Structure in English, Den Haag: Mouton, 1972
Mansyur, Moh. dan Kustiwan, 1'edoman bagi 1'enojemal1, Jakarta: PT. Moyo SegoroAgung, 2002
Nugroho, Widyo dan Achmad Muchji, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: PT Gunadarma.1994
P. Spradley, James, Metode Etnografi, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997
Salim, Peter, M.A., Drs dan Yenny Salim, B. Sc, Kamus Kontemporer BahasaIndonesia, Jakarta: Modem English Press, 2002
57
Simatupang, Maurits, Enam li4aka/ah Tentang PenW'lemah, Jakarta: UKI Press, 1990
Skripsi Sarjana Sastra, Ana/isis Polisemi da/am A/quran: Studi Kasus Ter:jemahanKala A/-Sa 'ah. Jakarta: Perpustakaan Adab UIN Syarif Hidayatullah, 2005,t.d.
Suparno, Linguislik Umum, Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu renagaKependidikan, Jakarta: DepDikBud, 1994
Tim Penulis lAIN Syarif Hidayatullah, Ensik/opedi Is/am Indonesia, PenerbitDjambatan : Jakarta, 1992
Wahab, Abd, Muhamad, Al11in dan M. Shadiq Ubaidi, Lisan a/-Arab. Beirut, Dar alIhya AI-Turas AI-Arabi, 1997
Yusuf, Suhendra, Teori Tel'lemah Pengantar ke Arah Pendekatan Lingustik danSosio/inguistik. Bandung: Mandar Maju, 1994