Download - What Is Forex Trading
FOREX
TRADING GUIDETEHNIKAL ANALYS
What is Forex Trading?
Apa yang akan kita butuhkan ketika pertama kali hendak memasuki sebuah investasi
yang kita kenal hanya namanya saja? Tentu saja mengetahui lebih lanjut, investasi apakah
itu sebenarnya. Begitu juga apabila kita adalah orang baru dalam dunia forex trading.
Mungkin kita sudah mendengar nama forex online trading selama beberapa tahun dan
mengetahui beberapa orang yang memperoleh kesuksesan finansial melaluinya. Tapi kita
tidak mengetahui persis apa itu Forex Online Trading.
Artikel ini ditujukan untuk mereka yang berada diposisi demikian. Tanpa mengetahui
apakah itu forex online trading, tidak mungkin kita dapat memperoleh kesuksesan disana.
Jangankan kesuksesan, berani pun tidak. Mana mungkin kita mau menaruh dana kita pada
sebuah instrumen investasi yang tidak kita kenal?
Bab ini kita akan membantu kita mempelajari forex trading secara mendasar sekali.
Bagian ini ditujukan bagi mereka yang masih newbie dengan dunia forex. Bagi Anda yang
sudah mengetahui forex trading, Anda dipersilakan melewati bagian ini.
Ok, Anda masih disini. Kalau begitu mari kita mulai. Jika ada yang menanyakan pada
saya apa itu forex trading maka jawabannya bisa jadi sangat bervariasi. Tapi saya menyukai
definisi sederhana ini : forex trading (biasa disebut perdagangan valas, valuta asing, atau
disingkat fx trading) adalah instrumen investasi berupa perdagangan valuta asing yang
berpasang-pasangan.
Jadi, keuntungan yang saya peroleh adalah dari nilai selisih mata uang yang saya
beli atau jual. Contohnya sederhananya : Pada bulan lalu Amir membeli US Dollar sebanyak
$1000 dengan kurs beli Rp.8500,- Lalu bulan ini nilai tukar USD menguat menjadi Rp 9500,-
per Dollarnya. Maka apabila Amir menjual Dollarnya pada bulan ini maka dia memperoleh
keuntungan sebesar (9500 – 8500) x 1000 = Rp. 1.000.000,- Mudah bukan?
Forex trading diperdagangkan dalam pasangan-pasangan mata uang yang biasa
disebut pairs. Contohnya USD/JPY yang artinya pasangan nilai tukar antara US Dollar dan
Yen Jepang. O ya, sebelum saya lupa, akan ada beberapa istilah atau singkatan yang akan
kita temui di dunia forex. kita harus mengetahuinya, tapi jangan khawatir, saya sudah
menyiapkan kamus istilah di page lainnya.
Diantara instrumen investasi di lantai bursa, forex trading adalah instrumen yang
paling besar kapitalnya. Besarnya sekitar US$ 2 triliun ( ingat, dalam Dollar AS) Itu sekitar 46
kali lebih besar dibanding pasar bursa komoditi berjangka (spt karet, kopi, emas, dll) lainnya.
Atau ribuan kali lebih besar dari total transaksi di Bursa Efek Jakarta!! Dengan kapitalisasi
sebesar itu, maka forex trading dikenal sebagai pasar paling likuid dan bebas di dunia.
Hanya 5% dari dana diatas yang merupakan dana pemerintah yang sifatnya rutin.
95% lainnya milik para investor bebas dari berbagai dunia. Benar-benar pasar terbesar dan
sangat majemuk. Kelebihan lainnya adalah forex trading adalah instrumen investasi yang
aktif 24 jam sehari dan 6 hari seminggu. Dimulai dari pasar Eropa, Amerika, Asia dan
Australia. Jadi tidak seperti Bursa Efek Jakarta yang hanya dapat bertransaksi di siang hari,
pada forex trading (khususnya pada online forex trading) kita dapat bertransaksi hampir
kapan saja dan dimana saja.
Tidak semua mata uang dapat diperdagangkan disini. Hanya beberapa mata uang
negara maju yang biasa dipergunakan yaitu USD (US Dollar), JPY (Yen Jepang), GBP
(Poundsterling Inggris), EUR (Euro), CHF (Swiss Franc), dan AUD (Australian Dollar). Jadi
apabila kita berinvestasi di pasar forex trading, maka kita tidak akan menemukan pairs
berupa IDR (Indonesian Rupiah) dengan USD. Yang ada adalah pasangan-pasangan mata
uang yang saya sebutkan sebelumnya EUR/USD, USD/JPY, CHF/USD dsb.
Is Trading Forex = Gambling?
Nah kita sampai pada topik yang sensitif. Banyak orang mengatakan bertransaksi
forex sama dengan judi. Anggapan ini makin santer dengan adanya beberapa nasabah yang
mengalami kerugian pada instrumen investasi yang satu ini.
Sama dengan investasi lainnya, forex trading pun memiliki potensi kerugian. Namun
apabila forex treading dikatakan judi tidaklah benar. Pada perjudian, keuntungan dan
kerugian bergantung pada spekulasi. Mungkin ada faktor analisanya tapi lebih besar faktor
coba-cobanya dibandingkan analisa kepastian yang timbul (spekulasi > analisa).
Hal ini berbeda dengan forex trading yang memiliki berbagai indikator analisa teknikal
dan analisa fundamental untuk memprediksi pergerakan kurs valuta asing. Jadi trend
menguat dan melemahnya suatu mata uang dapat diprediksikan dengan analisa-analisa yang
ada (analisa > spekulasi). Kalau mau jujur, semua investasi memiliki faktor spekulasinya,
termasuk forex trading.
Hal yang jadi pertimbangan lainnya, seandainya itu adalah perjudian maka tentulah
investasi ini dilarang keberadaannya oleh pemerintah maupun oleh pemerintahan dinegara
lainnya. Alih-alih dilarang, keberadaannya semakin menguat dan perputaran uang yang
terjadi malah yang terbesar dibanding produk bursa lainnya.
Yang perlu kita ketahui, forex trading adalah investasi yang sifatnya high risk – high
return investment. High return, kita dapat memperoleh keuntungan mencapai 20% dari modal
asal hanya dalam satu hari!! Namun jangan lupakan high risk-nya. Jika kita dapat
memperoleh keuntungan sebesar itu, maka kita pun dapat mengalami kerugian sebesar
jumlah yang sama.
Walau pun demikian sebenarnya ada fasilitas manajemen resiko (risk management)
yang disiapkan oleh sistem dalam menangani resiko yang besar dalam berinvestasi forex.
Jadi, meskipun beresiko, tidak sepenuhnya demikian. Nanti akan saya jelaskan fasilitas-
fasilitas ini yaitu “stop loss”, “limit”, “market order”, dan “TrailD” pada bagian The First Touch
to AsiaFXOnline.
Sebagai contoh, di AsiaFXOnline, modal awal yang dibutuhkan Rp 5 Juta untuk
memulai bertransaksi forex. Itu berarti dalam satu hari saya dapat memperoleh keuntungan
Rp 1 Juta ataupun kehilangan modal dalam jumlah yang sama. Jadi, jangan lupakan: High
risk namun high return. High return namun high risk.
Adanya nasabah yang mengalami kerugian di pasar forex (dan banyak diantaranya
dialami oleh pemula) menyebabkan mereka beranggapan forex sama dengan judi. Padahal
satu-satunya penyebab kerugian dari dana mereka adalah mereka sendiri! Mereka mungkin
tahu tentang forex trading namun tidak menguasainya. Karena kurangnya pemahaman
instrumen analisa yang ada, potensi kerugian menjadi lebih besar dan itulah yang terjadi
pada mereka.
Ada pepatah lama yang mengatakan bahwa mereka yang mengetahui akan
dikalahkan oleh mereka yang memahami. Mereka yang memahami akan dikalahkan oleh
mereka yang menguasai. Mereka yang menguasai akan dikalahkan oleh mereka yang
menyukai dan mereka yang menyukai akan dikalahkan oleh mereka yang menghayati. Saya
rasa ini pun berlaku pada forex trading.
Disinilah keberadaan belajar forex menjadi penting yaitu untuk menuntun kita sebagai
newbie dalam memasuki dunia forex trading. Forex trading bukan saja sebuah ilmu. Pada
banyak negara maju, ini menjadi sebuah profesi baru dan memiliki stkitarnya sendiri sebagai
seorang trader profesional. Mengapa? Sebab menganalisa sebuah pergerakan kurs perlu
sebuah pengetahuan dan pengalaman yang cukup. Tidak bisa dalam satu hari dipahami
semuanya! Perlu waktu untuk menjadi profesional didunia forex.
Jadi saran saya, jangan pernah memulai berinvestasi sendiri didunia forex apabila
kita belum memahami seluk beluknya. Lebih baik jika kita menyerahkan pada trader
profesional (biasa disebut fund manager) kalau kita belum yakin betul. Hal ini akan saya
bahas lebih detil lagi pada page lainnya. Ingat, ini sebuah adalah sebuah profesi, berarti ada
hal-hal prinsipil yang perlu dipegang. Apa saja itu? Sabar.
Namun demikian, milikilah pemikiran bahwa forex trading tidaklah sulit karena
memang demikianlah adanya. Yang diperlukan adalah keinginan untuk terus belajar dan
belajar. Saya percaya kita pun dapat menjadi trader profesional nantinya.
Terlepas dari sisi resiko yang ada, forex trading sangat menjanjikan sebagai sebuah
instrumen investasi yang dapat menghasilkan sejumlah keuntungan besar dalam tempo
singkat. Seorang trader yang saya ketahui, mendapatkan keuntungan 2000% (dua ribu
persen) dari modal awalnya ketika dia berinvestasi di AsiaFxOnline (online forex trading dari
PT Asia Kapitalindo Komoditi Berjangka). Return On Investment (ROI) sebesar itu dia peroleh
bukan dalam jangka waktu tahunan, cuma satu setengah bulan!
View Things to Go
Ok, saya memang menjanjikan ada kamus istilah yang dapat kita akses tiap saat
untuk istilah-istilah asing di forex. Tapi ada istilah-istilah penting yang mutlak harus dipahami.
Jadi, dari pada kamus yang saya buat tidak kita baca lebih baik saya menuliskannya disini
saja.
Yang pertama adalah yang biasa disebut “pip” Pip adalah satuan yang biasa dipakai
dalam menyebutkan nilai suatu kurs atau biasa disebut juga “points”. Contohnya: USD/CHF
minggu lalu nilainya 1.4235 dan hari ini naik menjadi 1.4245 itu artinya pair ini mengalami
kenaikan sebanyak 10 pips. Nah, mengerti khan..?
Hal lainnya yang perlu kita kenal adalah yang namanya “leverage”. Ini kurang lebih
sama artinya dengan “margin jaminan” pada saham. Sederhananya adalah apabila kita
menanamkan modal Rp.5 Juta maka apabila satuan leverage yang dikenakan adalah 1:100
itu berarti kita diberikan hak oleh pialang untuk membelikan 100 x lebih besar dari dana yang
kita miliki. Berarti dengan uang sebesar Rp.5 Juta, kita diberikan dana untuk membeli mata
uang asing sebesar Rp.500 Juta rupiah. Nah ini yang dinamakan margin jaminan atau
leverage. Dengan cara seperti ini, maka nasabah akan sangat diuntungkan dalam
bertransaksi karena dengan modal terbatas dia dapat men-trading-kan dananya dalam
volume yang lebih besar.
Setiap pialang memiliki leveragenya sendiri-sendiri. Dalam hal ini, leverage besar
berarti kemungkinan untung/rugi menjadi lebih besar. Demikian juga sebaliknya, leverage
yang kecil maka besarnya kerugian yang mungkin terjadi menjadi lebih kecil dengan
konsekuensi keuntungan juga menjadi lebih kecil nilainya.
Saya sendiri lebih menyukai leverage yang kecil karena dengan demikian resiko
kerugian lebih kecil. Apabila saya meyakini suatu transaksi akan menguintungkan, maka saya
dapat membesarkan jumlah lot yang akan saya transaksikan.
Lalu berikutnya adalah “contract size”. Ini merupakan besarnya faktor pengali dalam
perhitungan profit dan loss. Nilainya sudah fix dan ditetapkan oleh pemerintah yaitu 10.000
(sepuluh ribu).
Hal berikutnya adalah “lot” Lot adalah satuan kontrak pada setiap transaksinya. Jadi
apabila saya bertransaksi, misalnya membeli (buy) USD terhadap CHF maka nilai satuannya
dalam lot. Lagi-lagi tiap pialang memiliki aturannya sendiri dalam menetapkan lot, bergantung
pada pip dan levererage mereka. Pada AsiaFXOnline, satu lot transaksi nilainya adalah Rp.1
Juta.
Untuk memulai sebuah analisa, kita harus mampu membaca grafik terlebih dahulu.
Grafik yang biasa dipakai adalah sebuah grafik sederhana antara harga vs waktu. Sumbu “X”
sebagai waktu dan sumbu “Y” sebagai harga.
Perhatikan gambar dibawah ini. Ini disebut “Candlestick Chart” karena bentuknya
yang seperti lilin. Untuk grafik, saya mengambilnya pada www.netdania.com, penyedia
realtime chart untuk forex. Anda dapat mengaksesnya dengan cuma-cuma.
Grafik GBP/USD, 1 hour. Diambil 24 Juni 2005. Sumber : www.netdania.com
Grafik ini dibuat pada abad ke 17 oleh orang-orang Jepang yang awalnya digunakan
untuk memantau pergerakan harga pada produk-produk komoditi. Steven Nison dikenal
sebagai orang pertama yang mempopulerkan chart model ini. Sifatnya yang sangat
representatif karena terdiri dari High, Low, Open dan Closing Price membuat grafik ini paling
populer dipakai oleh para analis forex. Jika Anda terbiasa dengan produk-produk sekuritas,
grafik ini tidak pernah digunakan untuk memantau harga. Kenapa? Sederhana, harga
sekuritas hanya memerlukan closing price saja tidak seperti pada forex trading.
Mari saya bantu Anda memahaminya (dulu saya harus belajar memahami grafik ini
sendirian tanpa ada seorang pun mau mengajari saya…). Sebenarnya ada lagi jenis grafik
lainnya seperti bar chart, dot chart, line chart, dan lainnya. Tapi yang paling representatif ya
ini.. si candlestick ini.
Gambar diatas adalah grafik untuk nilai tukar GBP/USD. Jika Anda melihat garis biru
putus-putus dibagian atas itu adalah harga terakhir dari nilai GBP/USD yaitu sebesar 1,8238.
Artinya satu GBP harganya USD 1,8238 (ingat cara membaca quote yang pernah saya
terangkan di modul sebelumnya!). Lihat juga tulisan kecil di bagian kiri atas yang tertulis “1
hour”. Itu artinya satu candle (satu batang, gitu lho maksudnya….) mewakili pergerakan
harga untuk satu jam.
Interpretasi candlestick didasarkan “pattern” yang ada. Candle yang berwarna hijau
artinya harga bergerak naik atau closing price lebih tinggi nilainya dibanding opening price.
Sebaliknya, candle berwarna merah artinya harga bergerak turun atau clsoing price lebih
rendah nilainya dibanding opening price. Lalu apa garis vertikal diatas dan dibawah dari
candle itu? Itu adalah highest price dan lowest price selama periode yang diberikan. Dalam
contoh diatas adalah harga terendah dan tertinggi untuk setiap jamnya karena periode yang
digunakan adalah per-jam.
Jika memakai istilah Bullish dan Bearish maka yang berwarna hijau adalah Bullish
pattern dan yang berwarna merah adalah Bearish pattern. Untuk lebih jelasnya perhatikan
gambar dibawah ini:
Jangan heran bila Anda menemui warna yang berbeda untuk kedua harga diatas
misalnya biru dengan merah. Tidak masalah, bergantung masing-masing chart provider
dalam memberikan warna.
Nah, sekarang perhatikan gambar dibawah ini:
Ini adalah candlestick untuk EUR/USD dengan periode daily/harian. Begini cara
membacanya: Pada tanggal 20 terjadi penurunan harga dibandingkan hari pembukaannya
yaitu dari 1.2210 ke 1.2131 (candle merah persis diatas tulisan oranye yang saya buat). Itu
berarti ada perubahan harga sebesar 79 point pada tanggal 20 tersebut. Pada hari berikutnya
yaitu tanggal 21 terjadi kenaikan harga yaitu dari 1.2131 menuju ke 1.2186 (candle berwarna
hijau tepat dibawah tulisan ungu yang saya buat). Nah begitu seterusnya.
O ya, sekarang muncul pertanyaan, apakah opening price itu harus sama nilainya
dengan closing price pada hari sebelumnya? Tidak! Tidak harus, dan kenyataannya sering
terjadi bahwa opening price berbeda dengan closing price pada hari sebelumnya. Ini
seringkali terjadi bila melewati hari libur (Sabtu dan Minggu) ada jika ada kejadian khusus.
Ketidak samaan ini biasa disebut “gap.” Gap ini ada gunanya dalam memprediksi harga dan
ada jenisnya pula. Nanti saya jelaskan kegunaan gap. Tapi untuk sementara pengertian kita
sampai disini saja dulu.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah:
Gap pada candlestick
Nah sampai disini dulu perkenalan dengan si candlestick. Pada bagian setelah ini
akan saya terangkan formasi-formasi apa saja yang ada pada candlestick.
The Candlestick Formations
Nah pada bagian ini akan saya terangkan mengenai formasi yang terjadi pada
candlestick. Secara garis besar formasi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu Bullish candlestick
formations, Neutral candlestick formations, dan Bearish candlestick formations.
The Bullish Candlestick Formations
Ini semua adalah Bullish pattern. Beberapa diantaranya menandakan strong bullish pattern.
Sedikit panduan sederhana, apabila ditemukan formasi-formasi berikut maka kemungkinan
yang terjadi adalah sebuah trend bullish akan segera terjadi.
Hammer – Anda pasti dapat menduga mengapa disebut hammer. Hammer terjadi
setelah trend menurun yang kuat. Jika terjadi setelah trend menguat yang tajam maka
disebut hanging man. Bentuknya seperti bullish pattern dengan lowest price yang dalam
serta tidak memiliki highest price.
Piercing Line – Candle pertama adalah bear candle yang panjang diikuti bull
candle yang juga panjang. Bull candle muncul dibawah bear candle tetapi tidak
sampai separuh dari bear candle.
Bullish Engulfing Lines – Merupakan bullish pattern yang kuat dan terjadi
setelah downtrend yang cukup besar (dan biasanya merupakan trend balik /
reverse). Terjadi ketika bearish kecil disusul bullish yang besar.
Morning Star – Pattern seperti ini menandakan harga telah mencapai titik
bawah (support) yang potensial. Munculnya star (candle yang ditengah)
mengindikasikan akan terjadi trend balik bila diikuti bullish pada candle
berikutnya. Star dapat berupa bull candle atau bear candle.
Bullish Doji Star – Star seperti ini menunjukan trend balik yang sifatnya masih
tidak pasti. Jika tidak ada indikator pendukung lainnya yang memastikan trend
akan berlangsung, disarankan untuk wait and see terlebih dahulu.
Long Bearish Candle – Bearish candle terjadi ketika harga dibuka dekat pada highest
price dan ditutup dekat pada lowest price.
Hanging Man – Terjadi setelah uptrend yang signifikan. Terdiri dari dua candle
dengan lowest price yang jauh kebawah tanpa highest price. Pattern seperti ini
adalah kebalikan dari hamer pada bullish candlestick formation.
Dark Cloud Cover – Merupakan bearish pattern . Akan lebih kuat pengaruhnya
apabila candle kedua muncul dibawah dari bullish candle pertama.
Bearish Engulfing Lines – Merupakan bearish pattern yang cukup kuat apabila
terjadi setelah uptrend dan merupakan reverse pattern. Terjadi setelah bullish
candle kecil diikuti bearish candle yang besar.
Evening Star – Menunjukan bahwa harga sudah mencapai titik resistance
point-nya. Star (candle yang ditengah) menunjukkan kemungkinan terjadi trend
balik berupa bearish. Star dapat berupa bear candle atau pun bull candle.
Doji Star – Seperti pada bullish doji star, demikian doji star seperti ini menunjukan
bearish trend dengan periode yang tidak pasti. Diperlukan penguat seperti evening
star untuk memastikannya.
Shooting Star – Merupakan trend balik minor. Star harus memiliki highest price
yang cukup panjang untuk dapat dikatakan shooting star.
Neutral Candlestick Formations
Formasi candlestick netral tidak menunjukkan uptrend maupun downtrend. Untuk keadaan
seperti ini disarankan wait and see.
Spinning Tops – Benar-benar simetris dan jarak antar open dan close tidak terlalu
besar. Tidak ada kepastian apa yang akan terjadi setelahnya.
Doji – Seperti Doji pada formasi bullish atau pun bearish. Posisi seperti ini menandakan
ketidak pastian trend yang akan terjadi serta periodenya.
Double Doji – Nah untuk model double doji seperti ini kemungkinan yang akan
terjadi adalah “breakout” untuk ketidak pastian yang terjadi. Namun demikian model
breakout yang akan terjadi tetap tidak dapat dipastikan dari hanya formasi ini. Harus
ada pendukung lainnya.
Harami – Model seperti ini mengindikasikan berkurangnya momentum trend yang
akan segera diikuti berakhirnya trend. Terdiri dari candle dengan ukuran yang lebih
kecil berada ditengah-tengah candle yang lebih besar sebelumnya. Pada contoh
disamping menandakan berakhirnya bullish trend karena bullish disusul oleh
bearish candle yang lebih kecil.
Reversal Candlestick Formations
Nah, formasi ini khusus untuk trend balik / reversal.
Long-legged Doji –Sering menunujukkan titik balik. Terjadi ketika open dan
closing price adalah sama dengan highest dan lowest price relatif besar.
Dragonfly Doji – Juga merupakan titik balik. Hanya saja disini menunjukkan bahwa
lowest price-nya jauh lebih besar dibanding highest price.
Gravestone Doji – Open dan close serta lowest price adalah sama. Sementara highest
price jauh meninggi.
Stars – Nah ini adalah bintang reverse. Posisinya berada diatas dari candle
sebelumnya yang berjenis sama. Seperti pada formasi lainnya, kondisi seperti ini
menunjukkan reversal trend mungkin terjadi.
Setelah saya bentangkan begitu banyak formasi, pastilah timbul pertanyaan dalam
diri Anda: Ada begini banyak formasi, bagaimana dapat saya gunakan secara efektif untuk
digunakan dalam ber-trading?
Jawabannya sederhana (meski tidak semudah menuliskannya disini). Sering-
seringlah digunakan dan melihat referensi!! Itu saja, maka Anda akan terbiasa. Saya sendiri
sejujurnya (jujur nih…J) tidak hafal semua formasi yang ada. Hanya beberapa yang saya
anggap penting saja. Dan yang perlu diingat, konfirmasi hanya dengan membaca formasi
seringkali menimbulkan false signal. Perlu dukungan yang lebih kuat dengan keberadaan
indikator lainnya. Hal lainnya lagi, indikasi yang diberikan dalam candlestick formation
biasanya hanyalah memberikan indikasi trend dalam jangka waktu yang sangat pendek (tidak
lebih dari 7 candle). Sulit menentukan trend dalam jangka waktu panjang dengan candlestick.
Ok, sampai disini pelajaran mengenai Candlestick. Dilain bagian akan saya
terangkan yang lebih jauh mengenai penggunaan indikator dalam analisa teknikal.
Analisa Tehnikal
Mari kita mulai dengan asumsi yang mendasari analisa teknikal. Dalam hal ini saya
akan mengambil sebuah pendekatan ekstrim supaya Anda dapat memahami bagaimana
sebuah analisa teknikal dipakai dalam memperoleh gain pada forex trading. Tentu saja dalam
prakteknya tidaklah demikian. Anda dapat memadukan kedua analisa (fundamental dan
teknikal) guna memperoleh sistem trading yang terbaik bagi Anda.
Para chartist (pihak yang melakukan analisa teknikal), percaya bahwa mereka dapat
mengetahui pola-pola pergerakan harga kurs di masa mendatang dengan berdasarkan pada
observasi pergerakan kurs di masa lalu. Singkatnya mereka memegang jargon ini: “History
always repeats it self.” Filosofi ini tentu saja bertentangan dengan para fundamentalis dimana
keputusan investasi atas nilai suatu mata uang didasarkan pada faktor fundamental ekonomi,
politik dan moneter negara yang bersangkutan.
Senjata utama para analis teknikal adalah grafik (chart – itulah mengapa mereka
disebut chartist). Melalui chart inilah mereka dapat melihat trend yang sedang berlangsung,
rentang waktu trend, volume transaksi dan level-level psikologis yang ada. Jika Anda telah
mampu mengetahui 4 hal tersebut, tentu saja keuntungan besar segera akan mengalir deras
ke kocek Anda. Mari saya ulang:
1. Trend
2. Volume transaksi
3. Level-level psikologis (support dan resistance)
4. Periode waktu yang terjadi.
Yup, itu saja. Memang tujuan para chartist adalah memprediksikan ke empat hal ini.
Namun sekarang yang menjadi pertanyaan adalah seberapa akurat kemampuan kita
memprediksi harga? Nah itulah yang memang harus terus menerus di asah tiap-tiap hari.
Tidak ada satu pun metode yang sempurna baik fundamental maupun teknikal. Pengalaman
dan diri sendiri memegang peranan sentral disini.
Apakah analisa teknikal memiliki kelemahan?? Tentu saja. Seperti saya katakan
barusan, tidak ada yang sempurna. Mari saya sarikan kelemahan kedua analisa ini dalam
bentuk tabel:
Kelemahan pada Analisa
Kelemahan pada Analisa
Fundamental Kelemahan pada Analisa Teknikal
Butuh waktu untuk memperoleh
informasi.
Memerlukan banyak data untuk menunjang akuratnya
prediksi.
Seringkali bersifat subyektif
karena melibatkan banyak
pendapat orang.
Lebih cocok diterapkan pada
long
term period trading.
Sulit diterapkan pada pasar
yang tidak efisien.
Sangat bergantung pada kemampuan chartist. Tiap chartist
memiliki metode yang berlainan dan masing-masing belum
tentu cocok diterapkan satu sama lain.
Nah itu saja untuk perkenalan pada analisa teknikal. Pada bagian berikutnya kita
langsung saja berkenalan dengan grafik. Pasti Anda tidak menginginkan terlalu banyak
informasi yang akhirnya malah membuat Anda pusing bukan?
Merupakan indikator yang paling sering digunakan dan paling standar. Jika di
Indonesiakan artinya kira-kira adalah rata-rata bergerak. Moving average sendiri memiliki
aplikasi yang sangat luas meskipun sederhana. Dikatakan sederhana karena pada dasarnya
metode ini hanyalah pengembangan dari metode rata-rata yang biasa kita kenal di sekolah
(nah, ada gunanya juga bukan kita bersekolah?).
Moving average mempunyai tiga varian yang berbeda yaitu Simple Moving Average,
Weighted Moving Average dan Exponential Moving Average. Masing-masing merupakan
metode rata-rata bergerak, hanya saja cara me-rata-ratakannya yang berbeda satu sama
lain.
A. Simple Moving Average (SMA)
Jika saya mempunyai data 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29 dan 30. Kemudian saya akan
menerapkan metode SMA dengan 3 periode dan 4 periode maka hasilnya akan seperti ini:
Sampel SMA 3 periode SMA 4 periode
23 - -
24 - -
25 = (23+24+25)/3 = 24 -
26 = (24+25+26)/3 = 25 (23+24+25+26)/4 = 24.5
27 = (25+26+27)/3 = 26 (24+25+26+27)/4 = 25.5
28 = (26+27+28)/3 = 27 (25+26+27+28)/4 = 26.5
29 = (27+28+29)/3 = 28 (26+27+28+29)/4 = 27.5
30 = (28+29+30)/3 = 29 (27+28+29+30)/4 = 28.5
Perhatikan gambar Simple Moving Average dengan periode 10 berikut:
Aplikasi SMA
Ada beberapa kegunaan dari SMA. Secara garis besar dapat digunakan untuk hal-hal berikut:
1. Menentukan trend yang akan terjadi.
2. Menentukan titik support dan resistance.
3. Memuluskan indikator lain yang terlalu bergerigi.
Pada bagian ini saya akan membahas mengenai menentukan trend dengan memakai SMA.
Menentukan titik resistance dan support serta memuluskan indikator saya bahas pada bagian
lainnya dari CD ini (pasti saya bahas kok…., jangan khawatir.)
Nah,untuk lebih jelasnya mari kita perhatikan lagi grafik SMA barusan:
Grafik GBP/USD, Daily. Diambil 28 Juni 2005. Sumber : www.netdania.com
Apakah Anda melihat sesuatu dari grafik ini (ayolah, sedikit lebih cerdas lagi…...). Ya
Benar! Disini dapat kita lihat bahwa apabila harga bergerak naik, SMA berada dibawah dari
candlestick dan sebaliknya bila harga bergerak turun maka SMA berada diatas candlestick.
Tentu saja penerapan periode yang tepat amat membantu disini. Apabila terjadi crossing
antara harga dengan SMA, dapat kita ketahui bahwa akan terjadi perubahan arah trend.
Nah, bagaimana kalau kita menggunakan dua buah SMA dengan dua periode yang
berbeda? Hmm.. sangat menarik. Kita akan segera tahu bagaimana hasilnya:
Grafik GBP/USD, Daily. Diambil 28 Juni 2005. Sumber : www.netdania.com
Lebih memudahkan bukan? Dengan penggunaan dua SMA dengan dua periode
yang berbeda kita dapat lebih akurat lagi memprediksikan kemana harga akan bergerak.
Apabila telah terjadi perpotongan antara harga dengan kedua SMA maka akan dipastikan
harga kan berubah arahnya. Dengan demikian kita memiliki tiga buah perpotongan garis yaitu
perpotongan antara SMA 20 dan SMA 40 dan perpotongan SMA 20 dengan harga serta
perpotongan SMA 40 dengan harga. Dapat kita catat bahwa apabila rentang antara kedua
SMA semakin besar maka kemungkinan trend akan terus berlangsung dan bila mulai terjadi
penyempitan jarak diantara keduanya dan sampai terjadi perpotongan kebali, bisa
disimpulkan bahwa trend sudah berakhir. Mudah bukan?
Lalu bagai mana dengan periode? Sayangnya sampai saat ini belum ada aturan
pencarian periode yang tepat untuk dipakai. Memang perlu banyak-benyak berlatih dan
mencoba (trial and error). Perlu Anda catat bahwa penggunaan periode dapat berubah-ubah
menurut kebutuhan meskipun pada pair yang sama karena memang kondisi sebuah mata
uang adalah dinamis dari waktu kewaktu.
Nah, saya sarikan penggunaan SMA untuk membaca trend dalam bentuk tabel sbb:
No Posisi SMA Arti
1 SMA berada dibawah harga. Kondisi bullish / trend naik.
2 SMA berada diatas harga. Kondisi bearish / trend menurun.
3 SMA memotong harga dari bawah. Perubahan trend menuu bearish.
4 SMA memotong harga dari atas. Perubahan trend menuju bullish.
5SMA periode lebih pendek memotong
SMA periode lebih panjang dari bawah.Perubahan trend menuju bearish.
6SMA periode lebih pendek memotong
SMA periode lebih panjang dari atas.Perubahan trend menuju bullish.
7SMA dengan periode lebih panjang berada diatas
SMA berperiode lebih pendek.Kondisi bearish / trend menurun.
8SMA dengan periode lebih panjang berada dibawah
SMA berperiode lebih pendek.Kondisi bullish / trend naik
The Indicator
Nah pada modul ini akan saya bahas sampai tuntas mengenai indikator-indikator
yang umum digunakan pada analisa teknikal.
Secara sederhana indikator dapat digolongkan menjadi 3 macam yaitu trendline
indicator, oscillator dan momentum indicator.
Trendline indicator memiliki kegunaan utama untuk mengetahui trend yang sedang
terjadi dengan rentang periode yang ada (meskipun demikian trendline indicator dapat juga
digunakan untuk mengetahui hal lainnya seperti support dan resistance point, dsb).
Indikator Oscillator memiliki ciri yang khas yaitu memiliki rentang nilai yang terbatas,
biasanya 0-100. RSI, Stochastic oscillator merupakan contoh indikator jenis ini. Biasanya
digunakan untuk menentukan overbought dan oversold point yang pada akhirnya akan
memicu uptrend atau pun downtrend.
Momentum indicator digunakan untuk mengetahui seberapa cepat akselarasi sebuah
trend sehingga kita dapat mengetahui seberapa lama trend tersebut akan berlangsung.
Ok, kalau begitu kita mulai dari yang pertama.
Weighted Moving Average
Pertanyaan pertama yang timbul di benak kita adalah apakah perbedaan SMA
dengan WMA? Tentu saja ada perbedaannya. Cukup berbeda sehingga diklasifikasikan
menjadi dua bagian. Tidak cukup banyak berbeda sehingga nama mereka mirip karena
menggunakan metodologi yang sama, hanya caranya yang berbeda.
Bayangkan begini: Manakah harga yang memiliki bobot penekanan yang lebih besar
dalam memprediksi harga didepan, harga satu jam terakhir yang kita miliki atau harga dua
bulan lalu yang kita miliki? Tentu saja yang satu jam terakhir. Paling tidak pergerakan harga
tidak satu jam terakhir akan lebih representatif dalam memprediksi harga didepan apabila
dibandingkan dengan harga dua bulan yang lalu.
Atau jika kita aplikasikan dengan kehidupan sehari-hari, ambillah kita akan membeli
sebuah telepon genggam. Tentu saja kita akan mencari tahu harga telepon genggam
tersebut dalam rentang waktu terakhir. Nah, mungkin kita akan lebih memperhatikan harga
satu hari yang lalu dibandingkan harga dua minggu yang lalu karena menurut hemat kita
pastilah pergerakan harga tidak akan berbeda jauh dengan harga satu hari lalu.
Bobot penilaian inilah yang diatur oleh WMA. Pada SMA, bobot setiap harga baik dua
minggu lalu atau pun dua hari yang lalu memiliki bobot penilaian yang sama. Pada WMA data
terakhir memiliki bobot yang lebih besar nilainya dibandingkan harga-harga sebelumnya.
Pembobotan nilai pada WMA akan tergantung pada panjang periode yang kita
tetapkan. Semakin panjang periode yang ditetapkan, maka semakin besar pula pembobotan
yang diberikan pada data terbaru. Perhatikan tabel sederhana dibawah:
No Data Bobot WMA
untuk 2 periode Bobot WMA
untuk 5 periode Bobot WMA
untuk 7 periode
1 20
2 25
3 28 1
4 23 2
5 24 1 3
6 22 2 4
7 21 3 5
8 20 1 4 6
9 19 2 5 7
Nah, dari sini terlihat pada WMA dengan 2 periode, maka dua data terakhirlah yanga
akan dihitung. Semakin besar periode maka data terakhir akan semakin besar bobot
penilaiannya.
Dalam bentuk matematis, WMA dirumuskan sebagai berikut:
Sebagai contoh, mari kita hitung WMA untuk 8 periode:
No Data Bobot Data x Bobot WMA untuk 8 periode
1 25 1 25
2 26 2 52
3 23 3 69
4 27 4 108
5 29 5 145
6 23 6 138
7 21 7 147
8 20 8 160 = 844/36 = 23,44
36 844
Nah, tidak sulit bukan. Ini hanyalah untuk menjawab pertanyaan Anda dari mana
sebenarnya perhitungan WMA itu diperoleh. Pada kenyataannya kita tidak perlu lagi
melakukan perhitungan manual seperti ini dan mengeplotnya satu per satu pada kertas
bergaris. Cukup dengan menggunakan software analisa gratis seperti pada
www.netdania.com kita langsung dapat mengetahui nilai WMA untuk setiap harga mata uang.
Aplikasi WMA
Secara keseluruhan, peraturan pada WMA adalah sama seperti pada SMA karena memang
cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan pada pembobotan nilai saja. Berikut
ringkasannya:
No Posisi WMA Arti
1 WMA berada dibawah harga. Kondisi bullish / trend naik.
2 WMA berada diatas harga. Kondisi bearish / trend menurun.
3 WMA memotong harga dari bawah. Perubahan trend menuu bearish.
4 WMA memotong harga dari atas. Perubahan trend menuju bullish.
5WMA periode lebih pendek memotong
WMA periode lebih panjang dari bawah.Perubahan trend menuju bearish.
6WMA periode lebih pendek memotong
WMA periode lebih panjang dari atas.Perubahan trend menuju bullish.
7WMA dengan periode lebih panjang berada
diatas WMA berperiode lebih pendek.Kondisi bearish / trend menurun.
8WMA dengan periode lebih panjang berada
dibawah WMA berperiode lebih pendek.Kondisi bullish / trend naik.
Nah, gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi trend yang akan terjadi dengan
menggunakan WMA. Cara penggunaannya sama persis dengan penggunaan pada WMA.
Dan dibawah ini pemakaian WMA dengan dua periode yang berlainan:
Terlihat WMA lebih responsif dalam memprediksi perubahan trend pada USD/GBP.
Setiap titik peralihan trend tepat berada pada candlestick terakhir trend yang sedang
berlangsung. Perhatikan juga pada gambar di atas akan terjadi kembali perubahan trend dari
bullish menuju bearish. Dalam hal ini pemilihan periode yang tepat juga berpengaruh pada
presisi penentuan trend.
Nah, sampai disini kita sudah mengetahui bahwa pembobotan harga pada tiap-tiap
rentang waktu yang berbeda nilainya juga berbeda. Namun, apakah metode pembobotan
pada WMA merupakan metode pembobotan yang paling cepat dalam memberikan
perubahan trend? Tidak. Pada WMA pembobotan dilakukan tidak menyertakan nilai WMA
sebelumnya. Pada bagian setelah ini kita akan melihat metode rata-rata bergerak yang
melibatkan fungsi eksponensial dalam melakukan pembobotannya. Hasilnya adalah
pemberian sinyal peralihan yang dapat lebih dini. Exponential Moving Average (XMA).
Namun demikian bukan berarti disini WMA menjadi lebih baik dari SMA dan XMA
menjadi lebih baik dari keduanya. Akan saya jelaskan mengapa demikian pada akhir dari
penjelasan moving average method ini.
Exponential Moving Average
XMA merupakan penyempurnaan dari metode SMA. Seperti kita ketahui bahwa
pembobotan SMA merupakan penyebab yang mengakibatkan terjadinya keterlambatan sinyal
perubahan trend. Pemberian bobot pada XMA sama seperti juga pada WMA, melibatkan
periode. Hanya saja perbedaannya jika pada WMA semakin panjang periode yang kita
gunakan maka semakin besar bobot nilai terakhirnya, maka pada XMA terjadi sebaliknya
yaitu semakin panjangperiode yang kita pakai maka semakin kecil pembobotan nilai terakhir
yang kita pakai.
Secara matematis XMA kita tuliskan dalam bentuk sebagai berikut:
Ok, mari kita lihat contoh perhitungannya. Dibawah ini adalah perhitungan XMA 6 periode:
No Data Previous XMA XMA
1 25
2 24
3 28
4 24
5 26
6 27 25,666667 26,047619
7 29 26,047619 26,891155
8 30 26,891155 27,779396
9 31 27,779396 28,699567
10 30 28,699567 29,071119
11 29 29,071119 29,050799
12 31 29,050799 29,607713
Beberapa dari Anda yang memperhatikan data-data yang membosankan ini pastilah
bertanya-tanya dari mana nilai previous XMA pada data nomor 6 karena bukankah kita belum
sama sekali memiliki nilai XMA pada bagian sebelumnya? Jawabannya, nilai previous XMA
tersebut adalah nilai SMA. Jadi, nilai XMA untuk data pertama adalah sama persis dengan
nilai SMA. Dalam contoh diatas besarnya adalah 25,666667. Diperoleh dari
(25+24+28+24+26+27)/6 = 25,666667. Sama persis dengan cara menghitung SMA bukan?
(ayo lihat kembali pada bab sebelumnya!!).
XMA pada nomor 6 diperoleh dari rumus diatas yaitu :
Perhitungan terus dilakukan seperti cara diatas untuk memperoleh nilai XMA
berikutnya. Tapi sudahlah, Anda tidak perlu melakukan perhitungan seperti saya karena
semuanya sudah tersedia secara otomatis pada masa sekarang. Namun jika Anda tertarik
untuk melakukan cross check dengan apa yang saya berikan, silakan saja. Tidak ada yang
menghalangi Anda.
Aplikasi XMA
Secara keseluruhan, peraturan pada XMA adalah sama seperti pada SMA karena memang
cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan pada pembobotan nilai saja. Berikut
ringkasannya:
No Posisi XMA Arti
1 XMA berada dibawah harga. Kondisi bullish / trend naik.
2 XMA berada diatas harga. Kondisi bearish / trend menurun.
3 XMA memotong harga dari bawah. Perubahan trend menuu bearish.
4 XMA memotong harga dari atas. Perubahan trend menuju bullish.
5XMA periode lebih pendek memotong
XMA periode lebih panjang dari bawah.Perubahan trend menuju bearish.
6XMA periode lebih pendek memotong
XMA periode lebih panjang dari atas.Perubahan trend menuju bullish.
7XMA dengan periode lebih panjang berada
diatas XMA berperiode lebih pendekKondisi bearish / trend menurun.
8XMA dengan periode lebih panjang berada
dibawah XMA berperiode lebih pendek.Kondisi bullish / trend naik.
Nah, gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi trend yang akan terjadi
dengan menggunakan XMA. Cara penggunaannya sama persis dengan penggunaan pada
SMA.
Penggunaan dengan memakai dua buah XMA juga dapat digunakan sama seperti pada
SMA.
SMA, WMA, XMA Mana yang Lebih Baik?
Saya sengaja mencantumkan bagian ini karena saya tahu pastilah banyak yang akan
menanyakannya setelah membaca penjelasan saya diatas. Dari pada saya kebanjiran email
karena pertanyaan seperti judul diatas, lebih baik saya menjawabnya langsung disini. Tentu
saja apabila Anda menemui kesulitan yang belum saya bahas jawabannya pada CD ini, Anda
dapat bertanya langsung pada saya. Alamat email saya akan saya cantumkan pada bagian
terakhir dari modul di CD ini.
Dilihat dari pemberian sinyal bullish atau bearish memang XMA merupakan indikator
yang dapat memberikan sinyal yang lebih dini dibanding keduanya. Tentu saja demikian
karena toh XMA memang diciptakan untuk mengeleminir kekekurangan varian MA
pendahulunya. Tapi jika pertanyaannya adalah mana yang lebih baik, ini menjadi sangat
relatif bergantung pada si pemakai.
Sebagai panduan, semakin sensitifnya sebuah indikator memang akan menjadi
sangat membantu untuk memprediksi harga. Namun sebaliknya, semakin sensitif maka akan
semakin banyak juga false signal yang dihasilkan yang artinya bisa saja sinyal yang diberikan
ternyata salah atau tidak berlangsung lama. Itu sebabnya kembali bergantung pada sang
trader.
Jika Anda adalah seorang yang lebih menyukai permainan yang lebih “safe”,
mungkin SMA menjadi lebih cocok dibandingkan varian lainnya. Dan sebaliknya bila Anda
menyukai permainan yang lebih beresiko (yang juga berari kemungkinan memperoleh
keunutungan akan sama besarnya dengan resiko yang mungkin terjadi) maka XMA akan
lebih baik menurut Anda karena lebih responsif dan lebih cepat dalam pemberian sinyal. Jika
Anda seorang penganut “poros tengah”, silakan gunakan WMA. Yang jelas indikator
hanyalah sebuah instrumen, kitalah yang menentukan keputusan berdasarkan petunjuk
instrumen tersebut.
Sebenarnya jika dilakukan perhitungan melalui Mean Percentage Absolute Error
(MAPE), maka XMA akan memberikan error yang lebih kecil dibandingkan yang lainnya.
Namun tetap saja bukan berarti XMA adalah absolut yang terbaik. Saya sengaja tidak
mencantumkan perhitungan dengan MAPE karena memang sangat relatif.
Kita akan bertemu pada bab berikutnya untuk perhitungan dengan menggunakan
indikator lainnya. Sampai jumpa.
Moving Average Convergence Divergence
Ini bukan nama sebuah restoran fastfood yang biasa kita kenal. Dan penciptanya pun
bukan MC Donald. MACD diciptakan oleh Gerald Appel dan mengambil formulasi yang
sebenarnya mirip dengan Moving Average. Indikator ini terdiri dari dua bagian yaitu MACD
histogram dan garis MACD sendiri. Secara garis, MACD terbagi atas tiga bagian yaitu triger
line, center line dan MACD line. Perhatikan gambar dibawah ini :
Anda akan mengetahui mengapa MACD dikatakan mengambil formulasi yang sama
dengan MA. Mari kita lihat asal dari garis-garis diatas (MACD line, triger line, Histogram, dan
centerline) :
MACD line. Secara default fromulasi MACD line adalah : XMA12 – XMA26 yaitu
selisih dari XMA periode 12 dengan XMA periode 26. Oleh karena menggunakan XMA, maka
sifat-sifat MACD juga akan menyerupai sifat-sifat XMA yaitu memberikan sinyal yang lebih
dini dibanding MA lainnya.
Triger line. Triger line adalah garis pemicu yang sebenarnya secara default adalah
XMA9.
Centerline. Garis biasa. Merupakan garis nol yaitu membatasi histogram negatif
dengan histogram positif.
Histogram. Formulasi untuk histogram adalah: MACD line – Triger line
Digunakan sebagai indikasi overbought/oversold. Akan saya perjelas nanti.
Untuk mereka yang awam mungkin timbul pertanyaan mengapa indikator MACD ini
ditempatkan terpisah dengan harga mata uang yang dianalisa tidak seperti pada MA?
Sebenarnya bisa saja Anda letakkan bersamaan dengan harga. Pemisahan dilakukan karena
memang akan mempermudah Anda dalam menganalisa berhubung adanya histogram yang
kisarannya sudah jelas dan tidak memiliki range seluas harga mata uang. Jika Anda lebih
menyukai digabung, bisa saja. Coba lihat gambar dibawah ini:
Nah bisa juga bukan. Jadi terserah Anda tampilan yang mana yang Anda sukai.
Pertanyaan lainnya adalah bisakah kita menggunakan XMA periode lain untuk MACD
line dan triger line? Bisa. Tentu saja bisa. Dan jika Anda sudah cukup mahir Anda dapat
bereksplorasi dengan menggunakan periode yang berlainan.
APlikasi MACD
Mungkin terlintas dipikiran kita mengapa kita harus repot-repot menggunakan MACD
yang padahal hanya pengurangan dari XMA saja. Tidak demikian kenyataannya. Melalui
formulasi sederhana seperti ini ternyata MACD mampu memberikan informasi bukan hanya
trend yang akan terjadi tetapi lebih dari itu.
MACD dapat digunakan untuk mengetahui peralihan momentum yang dinilai kuat
atau pun lemah, juga dapat dipakai untuk mengetahui kondisi overbought/oversold pada
pasar yang dapat memicu peralihan trend.
MACD untuk Perubahan Trend
Ini adalah kegunaan khas dari MA yang digunakan MACD sebagai MACD line dan
triger line. Cara membaca peralihan trend dari Bullish menuju Bearish dan sebaliknya sama
dengan cara kita membaca peralihan trend pada MA. Garis digunakan untuk membacanya
adalah MACd line dan triger line. Mari kita perhatikan lagi gambar dibawah ini:
Persis seperti aturan pada pembacaan MA, pada MACD berlaku aturan apabila
MACD line memotong triger line dari bawah maka akan terjadi perubahan trend menuju
Bullish trend. Dan berlaku juga sebaliknya apabila MACD line memotong triger line dari atas,
maka akan terjadi perubahan trend menuju Bearish trend.
Lalu apa pengaruhnya dengan center line? Adakah pengaruh perpotongan MACD
line dan triger line pada perubahan trend? Ada! MACD line dan triger line yang memotong
centerline juga merupakan indikasi perubahan trend. Namun dalam hal ini adalah perubahan
trend dalam jangka panjang.
Mungkin kriteria panjang disini sifatnya agak relatif. Maksudnya bergantung pada
jenis mata uang itu sendiri. Boleh jadi arti ‘panjang’ bagi GBP adalah sekitar 3 bulan namun
pada EUR dan AUD bisa jadi 2 bulan misalnya. Jadi bergantung pada mata uang yang kita
pilih dan jangan lupakan juga time scale yang kita pakai. Perrhatikan gambar dibawah ini:
Dari gambar diatas bisa kita lihat bahwa long bullish trend pada EUR berlangsung
selama ± 5 bulan. Lumayan panjang bukan? Nah, sepanjang waktu 5 bulan itu MACD line
dan triger line beberapa kali saling berpotongan. Pada saat perpotongan itulah terjadi
perubahan trend namun dalam jangka waktu yang relatif lebih singkat.
Overbought dan Oversold pada MACD
Dari formulasi sederhana pada MACD, kita bukan saja dapat menentukan trend
dalam jangka panjang maupun pendek. Ada satu lagi kegunaan MACD yaitu sebagai
indikator overbought dan oversold. Meskipun jarang digunakan, ada baiknya kita
mengetahuinya juga. Mungkin saja Anda menyukai indikator ini sebagai penentu wilayah
overbought dan oversold.
Situasi overbought atau jenuh beli merupakan indikasi bahwa pasar telah mengalami
kejenuhan dalam membeli mata uang yang bersangkutan. Jika ini terjadi maka diramalkan
akan terjadi penurunan harga dalam beberapa saat kemudian. Begitu juga dengan oversold
yang artinya kira-kira jenuh jual. Jika terjadi oversold maka diramalkan akan terjadi
penguatan harga menuju titik resistance-nya. Perhatikan gambar dibawah:
Garis dibawah centerline (area minus) merupakan wilayah yang disebut oversold
area dan diatas centerline (area positif) merupakan wilayah overbought. Penurunan harga
sendiri terjadi pada saat histogram (nah disinilah kegunaan histogram) meninggalkan area
yang bersangkutan. Coba Anda perhatikan garis vertikal yang saya buat dan text box yang
saya tambahkan.
Apakah Anda mempertanyakan sesuatu mengenai garis diatas? Sepertinya terlihat
bahwa bearish dan bullish trend belum tentu terjadi setelah histogram meninggalkan minus
atau positif area. Inilah yang menjadi kendala jarangnya digunakan indikator ini sebagai
penentu overbought dan oversold : banyaknya delay/keterlambatan yang terjadi. Sebenarnya
hal ini bisa Anda atasi. Penentuan batas antara overbought dan oversold sebenarnya sangat
subyektif yaitu dapat saja berubah-ubah dari waktu ke waktu. Tidak melulu center line
merupakan batas antara keduanya. Dalam banyak kasus sering juga terjadi batasan antara
keduanya terjadi pada titik positif atau negatif atau bahkan keduanya. Misalnya jika histogram
memasuki nilai -0.0025 barulah dihitung sebagai oversold dan bila memasuki nilai +0.0025
baru terhitung sebagai overbought. Diantara keduanya tidak terhitung sebagai overbiught
atau oversold. Atau bisa saja jarak keduanya tidak simetris contohnya oversold berada di -
0.0025 dan overbought berada di +0.0035. Jadi bergantung pada mana yang Anda mau.
Sayangnya tidak ada satupun metode untuk menentukan nilai ini secara efektif selain trial
and error.
Divergence Positif dan Negatif – Is It a False Signal?
Nah kita masuk bahasan terakhir mengenai MACD. Saya rasa ini akan menimbulkan
banyak pertanyaan. Itu sebabnya saya masukkan juga disini.
Kadang kala kita menemukan bahwa indikator MACD sedang bergerak naik
sedangkan harga malah sedang menurun atau sebaliknya, indikator bergerak turun
sedangkan harga malah naik. Nah, jika kita tidak tahu kita berpikir bahwa yang terjadi adalah
false signal dari MACD. Sebenarnya tidak demikian. Disinilah artinya divergence itu. Untuk itu
kita langsung lihat gambar saja mengenai apa yang ingin saya tunjukkan:
Nah perhatikan area yang saya batasi dengan garis merah. Pada area tersebut harga
bergerak cenderung naik namun sebaliknya, indikator malah bergerak cenderung turun. Apa
yang terjadi kemudian adalah terjadi penurunan harga yang signifikan. Kejadian seperti ini
disebut divergence negatif yaitu indikator bergerak turun namun harga sedang bergerak
sebaliknya. Jika terjadi divergence negatif seperti ini maka yang akan terjadi adalah harga
akan bergerak mengikuti arah dari indikator.
Hal yang sama juga terjadi pada divergence positif yaitu harga bergerak turun namun
indikator cenderung naik. Jika terjadi divergence positif maka harga akan bergerak mengikuti
arah indikator yaitu kembali menguat.
Divergence jarang terjadi, namun ada baiknya kita mengetahuinya supaya paling
tidak Anda tidak menyalahkan saya jika terjadi false signal. Lalu, apa yang terjadi bila benar-
benar terjadi false signal? Jika benar-benar terjadi false signal, saatnya kita mengubah
periode dari MACD line dan triger line yang kita gunakan dan jangan menyalahkan siapa pun.
Berikut ini saya ringkaskan kaidah-kaidah yang berlaku pada indikator MACD:
No Kriteria Definisi
1 MACD line memotong triger line dari bawahPeralihan trend menuju
Bullish
2 MACD line memotong triger line dari atasPeralihan trend menuju
Bearish
3MACD line dan triger line berada diatas centerline (area
positif)Long Bullish trend
4MACD line dan triger line berada dibawah centerline
(area positif)Long Bearish trend
5 Histogram positif/negatifKondisi overbought /
Oversold
6 Divergence positifHarga akan ikut bergerak
naik
7 Divergence negatifHarga akan ikut bergerak
turun
Yup, sampai disini penjelasan saya mengenai MACD indikator. Kita bertemu kembali dalam
indikator berikutnya.
Relative Strength Index
Diperkenalkan pertama kali oleh J. Welles Wilder pada tahun 1978 pada bukunya New
Concepts in Technical Trading Systems. Nilai dari Rsi berada pada kisaran 0-100 (itulah
sebabnya mengapa digolongkan sebaga indikator oscillator. Oscillate = berkisar). RSI sendiri
merupakan indikator yang membandingkan momentum harga yakni antara nilai pada saat ini
terhadap daya tarik losses yang terjadi.
Secara matematis RSI dituliskan sebagai berikut:
dengan RS adalah :
RS = Relative Strength, merupakan ratio antara dua buah XMA yang dihaluskan
AG = Average price gain pada periode yang ditentukan. Diperoleh dari total gain dibagi
periode yang dipakai.
AL = Average price loss pada periode yang ditentukan. Diperoleh dari total loss dibagi
periode yang dipakai.
Tadinya saya ingin mencantumkan cara perhitungan di atas tapi berhubung saya
malas membuatnya, saya urungkan. Toh saya rasa tidak berguna juga bagi Anda. Kita cukup
mengetahui apa itu RSI dan aplikasinya untuk kita. Perhatikan gambar berikut:
Aplikasi RSI
RSI dapat kita gunakan untuk mengetahui hal-hal berikut ini:
* Kondisi overbought / oversold
* Divergence positif / negatif
* Momentum pergerakan harga
Akan saya jelaskan satu persatu cara mengetahui ketiga hal diatas menurut RSI.
Overbought / Oversold menurut RSI
Cara pengidentifikasian kondisi overbought / oversold dengan RSI sangatlah
sederhana. Sederhana namun belum tentu mudah. Aturan umum yang berlaku adalah
kondisi overbought diperoleh bila RSI memotong garis 70 dan oversold bila RSI memotong
garis 30. Lalu apakah selalu 30-70 ? Tidak. Beberapa buku merekomendasikan 20-80 dan
berbeda-beda untuk tiap pair yang kita tradingkan. Bisa saja untuk mata uang tertentu dalam
kondisi tertentu batasan overbought / oversold berada pada 40-60, jadi bergantung mana
yang sesuai. Lagi-lagi perlu dilakukan trial and error. Namun demikian sebagai sedikit
panduan, RSI akan semakin akurat digunakan pada kondisi pasar yang efisien dan stabil.
Sampai saat ini, pasar forex merupakan pasar yang paling stabil dan efisien dalam
pergerakannya (harga lebih ditentukan oleh market dan sangat likuid). Jadi, sedikit banyak
batasan 30-70 masih berlaku disini walaupun tidak mutlak.
Perhatikan chart berikut ini:
Divergence Positif / Negatif menurut RSI
Sama seperti MACD, RSI juga dapat digunakan untuk menentukan divergence positif
maupun negatif (bagi saudara yang lupa apa itu artinya divergence dapat kembali membaca
mengenai indikator MACD). Cara membaca divergence pada RSI pun tidak bebeda dengan
cara membaca divergence pada MACD.
Jika indikator RSI bergerak naik sementara harga sedang menurun, hampir dapat
dipastikan bahwa harga akan bergerak mengikuti pergerakan indikator RSI yaitu kembali
naik. Demikian juga sebaliknya bila RSI sedang menurun dan harga sedang naik, maka
beberapa saat kemudian harga akan bergerak turun mengikuti arah pergerakan RSI.
Perhatikan gambar dibawah ini :
The Centerline Crossover (Momentum)
Seperti juga pada MACD yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan
momentum kenaikan/penurunan harga, RSI juga dapat digunakan untukhal yang sama.
Bedanya jika pada MACD crossover terjadi pada garis nol maka pada RSI pada garis 50.
Cara membaca kekuatan momentum suatu harga sama seperti pada MACD yakni
bila garis RSI menembus centerline (garis 50) dari bawah maka sedang terjadi trend
kenaikan. Besarnya momentum sebanding dengan besar nilai RSI yang terjadi. Demikian
juga berlaku sebaliknya. Mari kita perjelas dengan satu gambar:
False Signal pada RSI
Jangan menggunakan RSI sebagai indikator Anda tanpa membaca bagian ini terlebih
dahulu!! Mengapa? Jika Anda cukup cermat memerhatikan gambar-gambar yang saya
sajikan diatas pasti beberapa di antara Anda bertanya, mengapa ada beberapa keadaan
dimana apa yang dikatakan RSI berbeda dengan keadaan yang sebenarnya?
Inilah yang disebut false signal alias sinyal palsu. Jika kita telusuri dari rumus RSI
mula-mula dapat kita ketahui bawha pada dasarnya RSI bergerak dengan sangat sensitif.
Sebuah indikator yang sensitif memungkinkan kita memiliki banyak “anjuran” untuk Buy/Sell
menurut indikator yang bersangkutan. Itu keuntungannya. Namun itu pun menjadi sekaligus
bumerang bagi kita karena dengan semakin banyaknya anjuran yang ada maka akan
semakin banyak kesempatan untuk terjadi anjuran yang menyesatkan yang membawa
kerugian besar.
Oleh banyak chartist, RSI tidak digunakan sendirian sebagai indikator utama karena
sifat sensitifnya itu. RSI lebih sering dipakai sebagai penguat anjuran oleh indikator lain.
Lalu adakah cara untuk menghilangkan false signal pada RSI atau setidaknya
mengurangi kepalsuan si RSI ini? Ada. Tentu saja ada. Cara yang paling sederhana adalah
mencari periode yang terbaik pada RSI yang hendak kita gunakan. Ini kembali pada proses
trial and error.
Mari kita kembali lihat gambar:
Nah, periode mana yang cocok, silakan Anda yang tentukan sesuai selera masing-
masing. Saya sendiri jika hendak menggunakan RSI biasanya menggunakan periode 10 atau
14, namun saya kembalikan lagi pada Anda sebagai pembaca.
Cara lainnya lagi adalah mengurangi sifat sensitifitas RSI dengan memangkas
bagian-bagian RSI yang terlalu keriting. Caranya dengan memberikan penghalus pada RSI
menggunakan SMA.
Pada gambar diatas saya menggunakan SMA 5 periode untuk menghaluskan RSI
yang terlalu keriting. Perhatikan pada area yang saya beri tanda dengan lingkaran hijau.
Terlihat bahwa nampaknya seolah-olah RSI akan menembus centerline yang artinya akan
terjadi penguatan harga dalam tempo lumayan panjang. Tetapi ternyata itu hanyalah false
signal, terbukti harga bergerak turun dan tidak terjadi kenaikan sama sekali. False signal ini
dapat kita ketahui lebih dini ketika memberikan SMA pada RSI. SMA menunjukkan tidak
menembus centerline yang artinya tidak akan terjadi penguatan harga sama sekali. Demikian
caranya. Perlu diketahui, kondisi overbought/ oversold pada area 30-70 pun seringkali
memberikan false signal dan dapat kita atasi dengan cara yang sama seperti cara diatas.
Stochastic Oscillator
Merupakan alat analisis ciptaan George C Lane pada akhir 50-an. Seperti namanya,
nilai kisaran pada indikator ini adalah 0-100 (oscillator). Stochastic Oscillator digunakan untuk
menunjukkan posisi closing relatif terhadap range transaksi dalam suatu periode tertentu.
Pada dasarnya indikator ini dipakai untuk mengukur kekuatan relatif harga terakhir terhadap
selang harga tertinggi dan terrendahnya selama selang periode yang kita inginkan.
Stochastic Oscillator terdiri dari dua garis yang disebut %K dan %D. Inti dari indikator
ini adalah %K itu sendiri sedangkan %D adalah SMA dari %K. Bisa dikatakan bahwa %D
adalah sebagai garis pengidentifikasian arah %K.
Jika kita lihat dari range Stochastic Oscillator yaitu 0-100, dapat dikatakan bahwa
sebenarnya indikator ini tidaklah berbeda dengan RSI. Hanya saja dalam Stochastic
perhitungan meliputi harga terendah, tertinggi dan closing price pada waktu yangditentukan.
Secara matematis Stochastic Oscillator didefinisikan sbb:
pada periode tertentu.
Recent close = harga penutupan terakhir
Lowest Low = harga terendah selama periode yang ditentukan
Highest high = harga tertinggi selama periode yang ditentukan
Sedangkan untuk %D adalah SMA dari %K itu sendiri. Secara default biasanya nilai
%K adalah 14 dan %D adalah 3. Pemilihan periode %D hanya sebesar 3 periode disengaja
untuk meningkatkan sensitifitas dari %D itu sendiri. Pertanyaannya apakah bisa selain nilai
tersebut. Tentu saja bisa seperti indikator lainnya. Namun ada beberapa jenis Stochastic
Oscillator dimana kita tidak dapat mengganti besar %D. Kita akan pelaajri nanti.
Nah, mari lihat gambar dibawah ini. Untuk grafik kali ini saya menggunakan Tradex
Executioner (Meta Trader) sebagai tampilan karena netdania kurang representatif dalam
menampilkan indikator ini.
Tidak usah bingung dengan tampilannya yang agak hitam. Candle yang berwarna
putih artinya Bearish pattern sedangkan yang tidak berwarna adalah Bullish pattern. Tinggal
anda sesuaikan saja. Toh, seorang trader profesional memang harus terbiasa dengan
berbagai jenis tampilan dan chart yang ada. Ada banyak penyedia online forex trading chart,
bukan hanya dua ini saja. Jika anda mau, anda dapat melakukan browsing melalui Google,
maka anda akan menemukan berbagai penyedia layanan online forex trading dengan
berbagai bentuk tampilan dan berbagai kelebihan yang mereka tonjolkan. Salah satu kelebiha
Meta Trader adalah perihal kecepatannya dalam untuk dioperasikan dan juga
kelengkapannya. Jika anda bertanya mengapa saya tidak memakai ini dari awal adalah
karena memang hanya saya lebih terbiasa dengan netdania. Tapi tidak masalah sama sekali
jika diharuskan memakai Meta Trader.
Fast, Slow dan Full Stochastic Oscillator
Sama seperti RSI yang juga oscilator indicator, kelebihan sekaligus kekurangan
Stochastic adalah sensitifitasnya. Karena senstif maka dapat memberikan sinyal yang lebih
dini dalam pemantauan pergerakan harga. Namun dengan demikian membuka celah
munculnya berbagai sinyal palsu. Untuk mengurangi banyaknya sinyal palsu karena
sensitifitas Stochastic maka diperlukan lebih dari sekedar %D untuk menghaluskannya. Garis
%K pun dapat dihaluskan terlebih dahulu sebelum kemudian diolah kembali menjadi %D.
Pengolahan ini membuat berbagai varian dari Stochastic Oscillator.
Fast Stochastic adalah nama lain dari Stochastic biasa (pada gambar diatas adalah
Fast Stochastic). Apabila garis %K dimuluskan SMA 3 periode sebelum kemudian diolah
kembali dengan SMA 3 peride berikutnya guna memperoleh garis %D maka akan diperoleh
Slow Stochastic Oscillator. Sedangkan bila pemulusan menggunakan SMA dengan periode
selain 3 untuk %K, Stochastic yang demikian dinamakan Full Stochastic Oscillator.
Dewasa ini pemulusan %K dari Stochastic bukan hanya menggunakan SMA tetapi
dapat juga menggunakan WMA dan XMA. Jadi, sebenarnya bergantung pada mana yang
menurut Anda cocok. Saya hanya akan membahas cara membaca untuk Fast Stochastic
Oscillator, untuk varian lainnya sama saja dalam cara membacanya. Yang berbeda adalah
sensitifitas dan keakuratannya saja. Dan jangan lupa ada penentuan periode disinii. Jika %K
kita ubah periodenya menjadi lebih besar atau lebih kecil dari 14 maka juga kan
menghasilkan keakuratan yang berbeda tergantung pair yang Anda transaksikan.
Gambar diatas adalah Full Stochastic Oscilaltor dengan menggunakan pemulusan 5
periode untuk %K-nya. Periode yang saya pakai disini adalah 14. Perhatikan perbedaannya
dengan Fast Stochastic Oscillator yang telah saya berikan diatas. Full Stochastic terlihat lebih
smooth dan halus.
Interpretasi Stochastic Oscillator
Ada beberapa informasi yang dapat kita peroleh dengan Stochastic oscillaotr. Namun
secara umum tidak berbeda dengan informasi pada RSI dan SMA. Dan memang Stochastic
Oscillator sebenarnya adalah gabungan dari kedua jenis indikator tersebut dengan cara
perhitungan yang berbeda. Secara keseluruhan, indikator ini dapat kita gunakan untuk
menentukan keadaan overbought/ oversold (yang artinya prediksi trend untuk jangka
panjang), perpotongan antara %K dan %D (sebagai short term trend), dan Bullish/Bearish
centerline.
Overbought / Oversold
Keadaan overbought/ oversold menurut Stochastic diperoleh bila garis %K telah
memasuki batasan 20 dan 80 yakni dibawah 20 untuk oversold dan diatas 80 untuk
overbought. Sama dengan RSI bukan? Harap diingat juga bahwa batasan 20/80 ini bukanlah
batasan mutlak. Bisa saja 30/70 atau yang lain. Jadi jangan heran bila saya juga
menggunakan batasan yang berbeda dalam menentukan kondisi overbought/ oversold dari
situasi ini.
Keadaan overbought/ oversold ini akan memicu naik turunnya harga dalam jangka
panjang. Apabila sedang terjadi kenaikan harga namun stochastic sudah menuju titik
overbought-nyadan mulai meninggalkan area tersebut,itu berarti akan terjadi tekanan pada
laju kenaikan harga yang pada akhrinya membuat harga kembali turun sampai
keseimbangannya yang baru. Perhatikan gambar berikut. Untuk batasan overbought/
oversold kali ini saya menggunakan 25/75 (saya beri garis ungu) dan garis kuning
menandakan %K meninggalkan area overbought/ oversold sehingga dapat kita katakan
harga sedang menuju momentum kenaikannya.
%K and %D Crossing
Nah, kalau batasan overbougth/ oversold itu untuk trend jangka panjang, maka
perpotongan %K dan %D ini kita gunakan untuk perubahan trend minor. Maksudnya begini,
bila dalam suatu kondisi long Bullish trend, seringkali dalam pergerakannya kita menemukan
trend-trend minor. Besarnya minor dan mayor disini sangat relatif, bergantung pada time line
yang kita gunakan. Untuk time line jam-jam an misalnya, jangan remehkan minor trend ini
karena pergerakannya bisa mencapai 50 point! Itu artinya lebih dari cukup untuk memperoleh
keuntungan sampai 50 Dollar hanya dengan 1 lot dan mengandalkan minor trend.
Seperti kita ketahui sebelumnya %D merupakan MA dari %K yang tidak lain
pencerminan dari perubahan harga. Jadi, sesuai dengan sifat MA dalam menentukan
perubahan trend, setiap perpotongan antara %D dengan %K berarti adalah perubahan trend
untuk jangka waktu singkat di depan. Kondisi Bullish terjadi bila garis %K memotong %D dari
bawah dan sebaliknya trend Bearish diperoleh ketika %K memotong dari atas. Keadaan ini
bisa saja berlangsung bahkan ketika kedua garis sedang dalam wilayah overbought/
oversold. Jika ini terjadi, itu artinya memang tekanan beli atau jual sedang kuat sekali
sehingga akan terjadi kemungkinan harga menembus batas support dan ressistance-nya.
Perhatikan gambar berikut:
Pada gambar barusan kita bisa melihat secara keseluruhan harga sedang bergerak
naik namun demikian sering kali pada saat kenaikan harga, terjadi penurunan-penurunan
singkat yang merupakan usaha para pembeli menurunkan harga namun tidak cukup kuat
dalam menahan tekanan beli. Dalam kondisi demikian kita bisa mengambil dua keuntungan
sekaligus yaitu pada trend dalam jangka panjang maupun dalam short term trend. Kedua
kondisi ini dapat kita ketahui cukup dengan Stochastic Oscillator.
The Centerline
Sama seperti oscillator lainnya, pada Stochastic Oscillator pun juga terdapat
centerline yang dipatok pada nilai 50. Pembacaan centerline ini pun sama persis dengan cara
pembacaan pada RSI. Bila %K memotong centerline dari bawah ini menandakan kondisi
Bullish Centerline dan sebaliknya bila % K memotong dari bawah kondisi Bearish tercapai.
Sederhana bukan? Namun demikian sejujurnya centerline crossover ini jarang digunakan
karena seringkali terlambat memberikan rekomendasi buy/sell. Para analis lebih sering
menggunakan perpotongan antara %D dengan %K.
Nah, sampai disini bahasan mengenai Stochastic Oscillator. Sebelum kita berpindah
kepada indikator lainnya, perlu saya ingatkan kembali mengenai perihal karakter indikator
oscillator seperti Stochastic ini. Hal yang menjadi kelebihan sekaligus kekurangan indikator
yang bergerak dalam kisaran tertentu seperti ini adalah sensitivitasnya. Begitu juga pada
Stochastic yang dapat bersifat sangat sensitif bila kita menggunakan periode yang tidak
tepat. Penggunaan periode yang tidak tepat dapat membawa kita pada pengambilan
keputusan yang salah yang pada akhirnya membawa kita pada kerugian besar.Untuk itu
sangat disarankan Anda mencari periode yang terbaik pada indikator ini untuk setiap pairs.
Besarnya bisa berbeda-beda. Semakin panjang periode yang dipakai maka grafik indikator
akan semakin halus yang artinya ke-sensitifitas-annya akan berkurang. Disarankan juga
untuk menggunakan Full Stochastic dalam penggunaan karena memang lebih halus dan
dapat mengurangi grafik indikator yang terlalu keriting.
Rate of Change and Momentum
Nah, dua indikator ini saya gabung sekalian. Pasti yang pertama kali timbul di benak
kita dalah mengapa saya menggabungkan kedua indikator ini dala satu bahasan yang sama?
Jawabannya karena sebenarnya kedua indikator ini adalah serupa. Sama-sama indikator
yang berfungsi sebagai perbandingan terhadap harga yang lalu dan sama-sama memiliki
pattern yang sama.
Lalu apa bedanya sehingga keduanya di namakan indikator yang berbeda kalau
keduanya sama? Ya, ini serupa tapi tidak sama. Perbedaannya hanya pada cara
penghitungannya. Kalau pada ROC perhitungan dilakukan dengan membandingkan harga
sekarang dengan harga pada periode yang lalu, pada momentum perhitungan dilakukan dari
selisih harga sekarang dengan harga pada periode lalu.
Secara matematis ROC dan Momentum ditulis sebagai berikut:
X = Closing price sekarang
Y = Closing price waktu yang lalu sesuai periode yang ditentukan
Nah, hampir sama bukan? Yang satu di bagi yang satu dikurangi. Hasilnya terlihat
pada gambar dibawah ini. Sama persis pattern yang terbentuk, hanya saja nilainya tentu saja
berbeda.
Jadi, apakah kegunaan kedua indikator ini akan sama persis satu sama lainnya?
Benar sama. Mungkin nilainya saja yang berbeda sehingga batasannya akan berbeda untuk
overbought / oversold. Namun dalam penafsirannya adalah sama dan kembali pada Anda
mana yang lebih Anda sukai. Jika Anda menyukai dalam bentuk persentase, gunakan ROC
dan sebaliknya bila yang diinginkan adalah bentuk nol koma sekian-sekian, gunakan
momentum.
Supaya Anda semakin jelas saya berikan contoh perhitungannya. Pada contoh ini, periode
yang saya pakai adalah 10.
No Closing Price ROC Momentum
1 1.7632 - -
2 1.7598 - -
3 1.7604 - -
4 1.7635 - -
5 1.7698 - -
6 1.7701 - -
7 1.7712 - -
8 1.7765 - -
9 1.7750 - -
10 1.7732 - -
11 1.7725 = (1.7725/1.7632) x 100 = 100,52745 = 1.7725 – 1.7632 = 0,0093
12 1.7724 100,71599 0,0126
13 1.7736 100,74983 0,0132
14 1.7798 100,924298 0,0163
15 1.7780 100,463329 0,0082
Sudah semakin jelas? Harus itu!!
Mungkin bagi Anda yang sudah sering bermain dengan saham atau menggunakan
source lain agak bingung dengan rumus yang saya kemukakan diatas karena beberapa buku
atau web menyebutkan rumus ROC (misal dengan periode 10) tidak demikian namun seperti
ini :
ROC = 100 * (Today's close - Close 10 periods ago) / (Close 10 periods ago)
Beberapa situs web luar memang menyebutkan rumus diatas dengan ROC, namun
sebenarnya itu adalah P ROC yaitu Price Rate of Change. Pada P ROC perbandingan bukan
saja diambil dengan pembagian harga sekarang dengan harga periode lalu namun lebih
menyerupai rumus efisiensi yaitu penutupan harga sekarang dikurangi periode lalu baru
dibagi dengan harga periode lalunya dan dikalikan 100. Cara ini sah-sah saja dan mana yang
Anda sukai silakan gunakan. Yang jelas mohon maaf jika tidak saya tampilkan P ROC disini
karena memang chart untuk itu tidak tersedia pada www.netdania.com dan lagi pula memiliki
penafsiran yang sama dengan momentum atau ROC yang akan saya terangkan berikut.
Untuk memudahkan penjelasan, akan saya terangkan penggunaan indikator
Momentum. Mengenai ROC, akan sama dalam penggunaannya dengan momentum, begitu
juga dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
Using the Momentum
Pernah belajar Fisika waktu SMP atau SMA dulu? Jika pernah, pasti kita pernah
diberikan materi mengenai hukum Newton. Salah satu hukum tersebut membahas mengenai
inersia benda-benda yang bergerak.
Maksudnya begini, jika sebuah benda yang sedang bergerak oleh karena sebuah
gaya dikenakan padanya, maka setelah gaya pendorong tersebut tidak lagi dikenakan pada
benda tersebut, benda tidak langsung berhenti tetapi kecepatannta akan berkurang secara
perlahan-lahan sampai berhenti sama sekali. Ini terjadi karena adanya sifat inersia pada
benda tersebut.
Inersia sendiri didefinisikan sebagai keberadaan sebuah benda untuk tetap
mempertahankan posisi dirinya terhadap titik acuan tertentu. Bila benda tersebut bergerak
maka dia akan terus bergerak jika tidak ada gaya yang menghambatnya (dibumi gaya
penghambatnya adalah gaya gesek). Besarnya berbanding lurus dengan konstanta dan
massa benda dan dikalikan dengan kuadrat jari-jarinya.
Ok, kita tidak berlama-lama dengan fisika. Kita sedang berusaha mencari uang disini,
bukan sedang sekolah. Namun, demikianlah yang terjadi pada pergerakan sebuah harga.
Jika gaya pendorong harga untuk naik/turun sudah berkurang atau bahkan tidak ada lagi,
maka trend tidak begitu saja berhenti dan segera berbalik, namun akan berkurang perlahan-
lahan sampai akhirnya baru berhenti total karena gaya ‘inersia-nya’ (tentu saja bukan inersia
betulan karena ini harga bukan benda yang punya jari-jari!!).
ROC dan momentum digunakan untuk mengukur laju pergerakan ini. Jika sebuah
trend akan segera berakhir maka momentum pergerakan akan berkurang sampai akhirnya
menembus centerline-nya yang menandakan trend sudah berlalu dan digantikan dengan
trend yang baru.
Salah satu kelebihan pada kedua indikator ini adalah kemampuannya untuk melihat
apa yang kemungkinan terjadi didepan karena dapat memberikan sinyal yang lebih dahulu
akan pengurangan momentum yang akan diikuti oleh berakhirnya trend dan perubahan arah.
Namun demikian, sama seperti RSI yang memiliki kelebihan dengan kesensitifannya, maka
kedua indikator ini pun memiliki kelemahan sehingga tidak boleh digunakan sebagai indikator
utama untuk penentuan buy/sell. ROC dan momentum lebih baik digunakan sebagai approval
dari indikator lainnya guna menguatkan hasil analisa kita mengenai apa yang akan segera
terjadi.
Kegunaan lain dari kedua indikator ini adalah untuk mengetahui kondisi overbought
/oversold yang berarti akan segera terjadi perubahan arah harga. Harap diingat selalu
perubahan arah harga tidak akan terjadi sampai indikator meninggalkan area overbought/
oversell yang kita buat. Dan kembali jangan dilupakan bahwa batasan overbought/ oversold
disini nilainya dapat saja berbeda antara pair satu dengan pair lainnya bahkan sebuah pair
pun dapat bebeda dari waktu ke waktu dalam area ini. Singkatnya apabila batasan
overbought /oversold yang kita buat sudah seringkali menimbulkan false signal, itu saatnya
kita menentukan batasan yang baru.
Perhatikan gambar dibawah ini:
Untuk batasan kali ini saya memakai -0.0004 untuk batasan oversold dan 0.0005
untuk batasan overbought. Silakan bereksperiman untuk menentukan batasan-batasan
lainnya.
Lalu apakah gunanya centerline pada indikator ini? Kegunaan centerline pada
momentum sebenarnya sama dengan garis 50 pada RSI. Hanya saja terus terang
dibandingkan RSI yang cukup valid, penembusan garis momentum terhadap centerline
seringkali menimbulkan false signal. Itu sebabnya jarang sekali centerline ini dipakai. Namun
tidak ada salahnya jika mau Anda coba.
Pertanyaan lainnya yang sama adalah bisakah kita mengurangi false signal pada
momentum dan ROC dengan memberikan MA pada mereka? Tentu saja bisa. Selain dengan
pemilihan periode yang tepat, sangat disarankan indikator ini juga dimuluskan dengan
memakai MA periode kecil. Perhatikan contoh dibawah ini:
Pada daerah yang saya berikan lingkaran oranya tampak seolah-olah momentum
sedang menembus centerline yang berarti akan terjadi perubahan arah pergerakan harga
karena berakhirnya momentum bearish. Namun jika kita memberikan MA dengan 5 periode
terlihat bahwa sebenarnya ini hanyalah false signal. Terbukti pada pukul 05.00 (diberi garis
biru), harga malah kembali turun bahkan menurun drastis menuju 1.2082 dari sekitar 1.2180.
Ini berarti penurunan sebanyak 100 point. Cukup besar pengaruhnya bila dalam real account.
Nah, bahasan mengenai momentum dan juga ROC sampai disini. Kita akan bertemu
dibahasan selanjutnya yaitu Bollinger Bands
Bollinger Bands
Diciptakan oleh John Bollinger pada awal 1980 an untuk membantu membandingkan
volatilitas dan harga relatif dalam satu periode analisis. Bollinger bands sendiri sebenarnya
terdiri atas tiga buah garis yang membentuk semacam sabuk pembatas terhadap pergerakan
harga. Namun dalam penerapannya garis tengah Bollinger Bands seringkali tidak ditampilkan
karena memang garis tengah tersebut hanyalah garis Moving Averages biasa. Perhatikan
gambar berikut :
Seperti telah di terangkan diatas, Bollinger Bands sendiri bentuknya menyerupai
sabuk yang menjadi pembatas pergerakan harga. Dapatkah Anda menemukan sesuatu pada
gambar diatas? Ya benar. Apabila terjadi ketidak seimbangan antara demand dan supply,
maka Bollinger Bands akan lebih melebar dibandingkan kondisi seimbang.
Sebagai contoh dari gambar diatas, terjadi keadaan dimana supply lebih banyak dari
demand sehingga membuat harga turun dari 1.2185 menuju 1.2071 (114 point), maka sabuk
bolinger akan lebih melebar karena memang laju harga sedang meningkat. Bandingkan
dengan keadaan dimana demand dan supply cenderung sama seperti pada pukul 12.00 dan
setelahnya. Jika terjadi keseimbangan yang artinya pasar akan bergerak dalam kondisi
sideways maka Bollinger Bands akan lebih menyempit dari biasanya karena memang laju
harga tidak secepat ketika uptrend atau down trend.
Sebagai volatility indicator, sebenarnya Bollinger Bands tidak dapat berdiri sendiri.
Indikator ini biasanya digunakan hanya sebagai indikator awal untuk mengukur harga relatif
dan volatility (volatile = mudah berubah – volatility = tingkat kecepatan dalam berubah).
Bollinger Bands bukanlah indikator action, jadi disarankan jika menggunakan indikator satu
ini, gunakan juga indikator lain sebelum mengambil keputusan untuk buy atau sell.
Formulasi Matematis
Seperti telah diterangkan diatas, Bollinger Bands pada dasarnya terdiri dari tiga garis.
Yang timbul pada pikiran kita tentunya dari mana garis-garis ini berasal bukan? Nah, berikut
penjelasannya:
Uper band = Simple Moving Average + (faktor pengali x standar deviasi)
Middle band = Simple Moving Average
Lower band = Simple Moving Average – (faktor pengali x standar deviasi)
Faktor pengali = [0.6174 x ln (periode Bollinger Bands)] + 0.1046
Untuk faktor pengali, biasanya digunakan angka 2 dibandingkan penggunaan rumus diatas.
Standar deviasi merupakan perhitungan statistik biasa yang digunakan untuk mengukur
besarnya penyimpangan pada tiap-tiap data. Rumusnya adalah sbb:
dengan : Xi = data ke i
X = rata-rata
Data yang kita gunakan dalam perhitungan ini bukan hanya closed price saja seperti
pada SMA biasa. Pada Bollinger Bands, data yang dipakai adalah gabungan antara high,low
dan closinng price. Ada dua jenis pengambilan data pada middle band yaitu dengan memakai
Typical Price dan Weighted Price.
Typical price =
Weighted price =
Namun biasanya yang paling sering digunakan adalah typical price.
Ok-ok, saya tahu ini membosankan. Tapi saya rasa Anda perlu tahu dari mana Bollinger
Bands number ini keluar karena paling tidak jika Anda memiliki basic cukup kuat dalam
statistik, Anda akan mampu menginterpretasikan Bollinger Bands dengan lebih baik setelah
mengetahui karakter matematisnya .
Karakter Bollinger Bands
Setiap indikator tentulah punya karakter masing-masing. Begitu juga dengan indikator
satu ini. Satu hal yang unik yang dimilikinya adalah Bollinger Bands memampukan tiap-tiap
orang menginterpretasikan indikator ini dengan caranya masing-masing. Bahkan John
Bollinger sendiri, pencipta indikator ini mengatakan bahwa hal yang paling menarik dalam
analisa menggunakan Bollinger Bands adalah memperhatikan bagaimana setiap orang
menggunakannya. Meski ada beberapa aturan baku dalam Bollinger Bands, tetapi bisa saja
trader satu dengan trader lainnya memiliki cara yang berbeda dan penggunaan yang berbeda
dalam memakai Bollinger Bands. Berikut adalah karakter umum yang berlaku pada Bollinger
Bands:
Bollinger Bands adalah indikator awal yang tidak dapat dipakai sebagai indikator
action.Harus diapakai bersama indikator lainnya. Tentukan salah satu indikator yang
terbaik bagi Anda sebagai indikator action, namun jangan memakai indikator action
lebih dari satu. Beberapa indikator action yang baik adalah RSI, Stochastic ataupun
momentum. Terserah Anda.
Pada umumnya harga akan bergerak dalam sabuk, namun demikian dapat juga
harga bergerak diluar dari sabuk. Ini dapat berarti akan terjadi reversal atau malah
sebaliknya penguatan trend yang sedang berlangsung. Untuk mengetahuinya kita
dapat melihat indikator action yang kita pakai.
Penentuan periode dalam Bollinger Bands juga berpengaruh disini. Semakin kecil
periode yang dipakai maka lebar sabuk akan semakin kecil dan demikian sebaliknya.
Jika Bollinger Bands kita gabungkan dengan RSI, demikian hasilnya:
Bila harga berada diluar upper band atau sama, sementara RSI masih berada
dibawah zona overbought, maka ini berarti akan ada kelanjutan trend yang sedang
terjadi. Sebaliknya bila RSI sudah berada diarea overbought dan sedang
meninggalkan area overbought, maka ini berarti akan ada pembalikan trend dalam
beberapa candle kedepan.
Bila harga berada diluar lower band atau sama, sementara RSI masih berada
dibawah zona oversold, maka ini berarti akan ada kelanjutan trend yang sedang
terjadi. Sebaliknya bila RSI sudah berada diarea oversold dan sedang meninggalkan
area oversold, maka ini berarti akan ada pembalikan trend dalam beberapa candle
kedepan
Nah, mari kita lihat gambar berikut:
Perhatikan area yang dilingkari dan besar smoothing RSI. Pada 1.1932, besar
smoothing RSI adalah 39.9429 dan harga telah menembus upper band dua kali secara
berturut-turut. Ini mengindikasikan bahwa akan terjadi penerusan trend yang baru saja
dimulai. Dalam kenaikan harga, tercatat beberapa kali juga harga menembus upper band
namun RSI belum juga meninggalkan overbought area. Ini berarti trend masih akan terus
terjadi sampai RSI meninggalkan overbought area.
Sekarang bandingkan dengan gambar berikut ini:
Pada area yang dilingkari smoothing RSI bernilai 31.7379 dan harga telah
menembus lower band tiga kali dengan bullish candle. Dengan demikian diperkirakan akan
terjadi pembalikan trend seperti terlihat pada candle berikutnya. Kenapa saya dapat
memberikan perkiraan bahwa akan terjadi pembalikan trend dari bearish menuju bullish? Itu
karena selain indikator action saya menunjukan harga telah meninggalkan oversold area dan
mengarah menuju overbought area.
Dapat disimpulkan dari penggunaan contoh disini, sebenarnya pemaduan Bollinger
Bands dengan indikator lainnya dapat kita lakukan bila kita memahami penggunaan indikator
lain tersebut dengan benar. Penggunaan indikator yang tepat akan menghasilkan keputusan
yang saling menguatkan dan menunjang sehingga diperoleh berbagai keuntungan. Semakin
kita memahami penggunaan indikator action maka semakin besar kesempatan kita
memanfaatkan Bollinger Bands sebagai volatilitiy indicator.
Pemakaian Bollinger Bands
Walaupun Bollinger tidak dapat digunakan sendiri, namun ada beberapa indikasi open
Buy/Sell yang masih kita bisa peroleh melalui Bollinger Bands terutama melalui middle band.
Ingat, pada dasarnya middle band adalah indikator Simple Moving Average. Ini
berarti apa yang berlaku pada SMA juga berlaku pada middle band:
Middle band berada di bawah harga, maka ini mengindikasikan Bullish trend.
Middle band berada di atas harag, indikasi Bearish trend.
Perpotongan antara middle band dan harga, indikasi peralihan trend.
Double bottom buy. Ini akan terjadi ketika harga menembus lower band dua kali berturut-
turut. Adanya double bottom merupakan indikasi akan terjadi peningkatan harga. Namun
untuk memastikannya, diperlukan konfirmasi harga menembus middle band. Jika telah
menembus middle band, maka bisa diperkirakan akan terjadi uptrend dimana kita harus
membuka posisi buy.
Kebalikan dari double bottom buy adalah double top sell yaitu keadaan dimana harga
menembus upper band dan divalidasi dengan penembusan middle band juga. Ini berarti akan
terjadi penurunan harga dimana kita harus membuka posisi sell terlebih dahulu guna
memperoleh keuntungan.
MAU $5 CUMA-CUMA UNTUK LATIHAN DAN $10,000 UNTUK VIRTUAL MONEY ??
DAFTAR DISINI DAN DOWNLOAD SOFTWARENYA
Ingat… uploadlah image KTP anda, biar uang anda yang menangkan di MARKETIVA bisa di
cairkan ke dalam account Egold anda.
SELAMAT TRADING!!!
INFO LEBIH LANJUT HUBUNGI : 081373439440
atau
EMAIL KE: [email protected]
HTTP://MHAKIM.WEB.ID