Download - Yaya 8
ANALISIS DAN EVALUASIHASIL SURVEI PENDUDUK ANTAR SENSUS
(SUPAS)TAHUN 2005
BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL
JAKARTA, 2007
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh keberhasilan
pembangunan sumber daya manusia melalui pencapaian keseimbangan antara
kuantitas penduduk sebagai kekuatan pembangunan dan kualitas yang
memadai. Sebagai negara sedang berkembang, Indonesia termasuk dalam
kategori negara dengan kualitas sumber daya manusia yang rendah. Hal itu
didasarkan atas hasil penilaian UNDP tahun 2006 tentang kualitas sumber daya
manusia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Index = HDI) dimana Indonesia mempunyai peringkat yang sangat
memprihatinkan yaitu 108 dari 177 negara di dunia.
Dalam rangka meningkatkan peringkat HDI, pemerintah telah menaruh
perhatian yang besar terhadap pembangunan kualitas SDM. Di samping
pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan dan peningkatan kesejahteraan
penduduk, maka pembangunan keluarga berencana merupakan salah satu
program pelayanan sosial dasar yang mempunyai kontribusi yang besar
terhadap pembangunan SDM melalui program pengendalian laju pertumbuhan
penduduk. Selama tiga dasawarsa lebih program keluarga berencana
dilaksanakan telah berhasil menurunkan angka laju pertumbuhan penduduk dari
2,32% pada periode sensus tahun 1971 – 1980 menjadi 1,47% pada periode
sensus terakhir tahun 1990-2000. Terjadinya penurunan laju pertumbuhan
penduduk dipengaruhi oleh terus menurunnya tingkat kelahiran dari 5,6 pada
tahun 1970 hingga 2,6 pada tahun 2003 (SDKI). Dampak dari keberhasilan
program keluarga berencana ini juga menjadikan jumlah penduduk Indonesia
tahun 2000, 80 juta lebih rendah dibandingkan dengan jumlah yang
diproyeksikan sebesar 285 juta. Keberhasilan yang telah dicapai program KB
merupakan kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan SDM, namun
demikian kontribusi program KB tersebut tidaklah cukup untuk mencapai
2
penduduk yang berkualitas jika tidak dibarengi dengan program lain seperti
peningkatan tarap kesehatan dan pendidikan serta kesejahteraan rakyat.
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) adalah survei yang
diselenggarakan di antara dua Sensus Penduduk. SUPAS tahun 2005
dirancang untuk mendapatkan data statistik kependudukan yang dapat
dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk 2000 untuk kemudian digunakan
sebagai bahan penilaian pelaksanaan program KB selama 5 tahun terakhir di
tengah tantangan pembangunan, khususnya pembangunan keluarga berencana
apakah telah sesuai dengan sasaran yang ditetapkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), meliputi terkendalinya
pertumbuhan penduduk dan meningkatnya keluarga kecil berkualitas yang
ditandai dengan menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,14
per tahun, tingkat kelahiran 2,2, kesertaan ber KB yang tidak terlayani 6%, KB
Pria 4,5% dan MUKP sebesar 21 tahun.
Untuk itu berdasarkan data hasil SUPAS tahun 2005 akan dilakukan
kajian dan analisis terhadap pencapaian-pencapaian program KB yang
berpengaruh kepada pengendalian jumlah penduduk.
3
BAB IIMETODOLOGI
A. Sumber Data
Data yang digunakan untuk menyusun analisis data sekunder ini
bersumber dari Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2005. Survei
ini dilaksanakan setiap 5 tahun sekali di antara dua Sensus Penduduk. SUPAS
dirancang khusus untuk mendapatkan data statistik kependudukan yang dapat
dibandingkan dengan Sensus Penduduk. Data yang terkumpul dalam SUPAS
meliputi: 1) kareteristik demografi yang terdiri dari data tentang fertilitas,
mortalitas dan migrasi, serta riwayat kelahiran dan kematian anak dari wanita
pernah kawin; 2) ketenagakerjaan mencakup lapangan usaha, jenis pekerjaan,
dan status pekerjaan; 3) sosial budaya mencakup tingkat pendidikan, kondisi
tempat tinggal, dan kegiatan penduduk lanjut usia. Data hasil SUPAS tahun
2005 mencakup data nasional dan 30 provinsi. Provinsi NAD dan dua
kabupaten di Sumatera Utara yaitu Nias dan Nias Selatan tidak tercakup dalam
SUPAS ini karena pada periode yang bersamaan di wilayah tersebut
diselenggarakan SPAN05 (Sensus Penduduk Aceh dan Nias). serta dua
kabupaten di Papua yaitu Boven Digul dan Teluk Wondana karena kondisi
lapangan yang tidak memungkinkan.
Sedangkan data yang digunakan adalah :
1. Jumlah penduduk secara keseluruhan yang dibedakan per kelompok
umur yaitu 0-14, 15-64 dan 65 tahun ke atas.
2. Penduduk umur 5 tahun ke atas yang masih sekolah, dari data ini dapat
diketahui tingkat keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan.
3. Jumlah Pasangan Usia Subur dan Wanita Usia Subur
4
4. Wanita umur 10 tahun ke atas yang pernah kawin menurut usia kawin
pertama.
Data ini dimaksudkan untuk mengetahui pada kelompok umur berapa
secara umum wanita melangsungkan perkawinan pertama. Hal ini sangat
berkaitan dengan program KB yang salah satu upayanya adalah
pendewasaan usia kawin pertama. Pengelompokan umur dimaksud
adalah :
a. 10-14 tahun
b. 15-19 tahun
c. 20-24 tahun
d. 25-29 tahun
e. 30 tahun ke atas
5. Wanita subur berstatus kawin yang sedang menggunakan alat
kontrasepsi dengan metode kontrasepsi yang digunakan sebagai berikut :
a. MOW (Tubektomi)b. MOP (Vasektomi)c. AKDR/IUD/Spirald. Suntik KBe. Susuk KBf. Pl KBg. Kondomh. Intravag/Tissu KBi. Cara Tradisional
6. Wanita umur 15-49 tahun berstatus kawin tidak lagi menggunakan alat
kontrasepsi.
Dari data ini dapat diketahui wanita umur 15-49 tahun berstatus
kawin tidak lagi menggunakan alat kontrasepsi dengan berbagai alasan
per kelompok umur.
5
7. Wanita umur 15-49 tahun berstatus kawin menurut sumber pelayanan
alat/cara KB.
B. Cara Analisis
Cara analisis yang digunakan dalam bahasan ini secara umum adalah
analisis kuantitatif diskriptif artinya tekanan diberikan pada penggunaan ukuran-
ukuran yang sifatnya umum dan sederhana, misalnya dalam bentuk ukuran
persentase dan rata-rata yang secara efektif dapat menggambarkan ciri-ciri dari
data yang dianalisis. Analisis dilakukan terhadap daerah administratif pada
tingkat provinsi, data yang telah diolah dan ditabulasikan tersebut
diperbandingkan antar provinsi. Dengan demikian analisis ini lebih dititik
beratkan pada studi perbandingan antar provinsi.
C. Konsep dan Definisi
Untuk menghindari timbulnya perbedaan penafsiran istilah maka perlu
adanya penjelasan tentang konsep dan definisi yang digunakan dalam penulisan
ini yakni sebagai berikut :
1. Penduduk
Yang dimaksud dengan penduduk adalah semua orang yang berdomisili
di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan
atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk
menetap.
2. Umur
6
Umur seseorang dapat diketahui apabila tanggal, bulan, tahun
kelahirannya diketahui. Di dalam pencacahan dengan Daftar SUPAS05-S,
pencacah menanyakan tanggal kelahiran setiap orang dan dinyatakan
dalam Kalender Masehi. Di dalam penghitungan umur seseorang harus
selalu dibulatkan ke bawah atau umur menurut ulang tahun terakhir.
Apabila tanggal, bulan maupun tahun kelahiran seseorang tidak diketahui,
maka pencacah harus berusaha mendapatkan keterangan mengenai
umur dengan beberapa cara misalnya dengan menghubungkan kejadian-
kejadian penting baik yang bersifat nasional maupun daerah, misalnya
Proklamasi kemerdekaan RI (1945), pemilihan umum pertama (1955), dan
lain-lain.
Dengan cara penghitungan umur seperti di atas maka :
a. Yang berumur 0 adalah penduduk yang berumur kurang dari satu
tahun.
b. Yang berumur 1 adalah penduduk yang berumur kurang dari dua
tahun, sama dengan satu tahun atau lebih.
c. Yang berumur 0-4 adalah penduduk yang berumur kurang dari lima
tahun.
d. Yang berumur 5-9 adalah penduduk yang berumur lima tahun atau
lebih, kurang dari sepuluh tahun, dan seterusnya.
e. Yang berumur 75 adalah penduduk yang berumur 75 tahun dan lebih.
3. Alat/cara kontrasepsi yaitu alat/cara yang digunakan untuk mencegah
terjadinya kehamilan, terdiri dari :
a. Medis Operasi Wanita (MOW)/sterilisasi wanita/tubektomi adalah
operasi yang dilakukan pada wanita untuk mencegah terjadinya
kehamilan, yaitu dengan mengikat saluran telur. Operasi tersebut di
maksudkan agar wanita itu tidak dapat mempunyai anak lagi.
Sedangkan operasi untuk mengambil rahim atau indung telur
kadang-kadang dilakukan karena alasan-alasan lain, bukan untuk
7
memberikan perlindungan agar wanita tidak mempunyai anak lagi.
Yang dicatat sebagai sterilisasi di sini hanya sebagai operasi yang
ditujukan agar seorang wanita tidak mempunyai anak lagi.
b. Medis Operasi Pria (MOP)/sterilisasi pria/vasektomi adalah suatu
operasi ringan yang dilakukan pada pria dengan maksud untuk
mencegah terjadinya kehamilan pada pasangannya.
c. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau Intra Uterus Device
(IUD) adalah alat yang dibuat dari plastik halus/tembaga, berukuran
kecil, berbentuk spiral, T, kipas dan lainnya, dipasang di dalam
rahim. Alat ini berfungsi untuk mencegah kehamilan dalam jangka
lama.
d. Suntikan KB adalah salah satu cara pencegahan kehamilan dengan
jalan menyuntikkan cairan tertentu ke dalam tubuh secara teratur,
misalnya satu, tiga atau enam bulan sekali.
e. Norplan/Implant/Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (Alwalit) adalah
enam batang logam kecil yang dimasukkan ke bawah kulit lengan
atas untuk mencegah terjadinya kehamilan. Orang dikatakan
menggunakan susuk KB apabila susuk KB terakhir dipasang di
tubuhnya kurang lebih 5 (lima) tahun sebelum pencacahan.
f. Pil KB adalah pil yang diminum untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Pil ini harus diminum secara teratur setiap hari. Orang
dikatakan sedang menggunakan pil KB, apabila sejak haid terakhir,
ia minum pil KB setiap hari. Orang yang biasanya minum pil KB
tetapi pernah lupa minum pil KB selama dua hari, namun pada hari
berikutnya minum 2 (dua) pil KB sekaligus, tetap dicatat sebagai
menggunakan pil KB.
8
g. Kondom/karet KB adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari karet,
berbentuk seperti balon, yang dipakai oleh laki-laki selama
bersenggama dengan maksud agar istrinya/pasangannya tidak
menjadi hamil. Waktu rujukan pemakaian kondom adalah sampai
dengan waktu kumpul terakhir dalam 30 hari sebelum wawancara.
Orang dikatakan sedang menggunakan kondom apabila sejak haid
terakhir pasangan selalu menggunakan alat kontrasepsi tersebut
waktu berkumpul, termasuk saat kumpul terakhir (jadi ia terlindung).
h. Intravag/Tissue/Kondom Wanita adalah tissue KB yang
dimasukkan ke dalam vagina sebelum kumpul. Waktu rujukan cara
ini adalah sampai dengan waktu kumpul terakhir dalam 30 hari
sebelum wawancara.
4. Median Umur Kawin Pertama (MUKP) wanita usia 10 tahun ke atas,
adalah umur pada waktu tertentu, dimana umur tersebut 50 persen
wanita usia 10 tahun ke atas pertama kali menikah.
9
BAB IIIGAMBARAN UMUM PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2005
A. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Berdasarkan hasil SUPAS tahun 2005, penduduk Indonesia dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok umur yaitu 0 – 14, 15 – 64, dan
65+. Dari pengelompokan tersebut dapat ditentukan apakah suatu
penduduk tergolong penduduk tua atau penduduk muda. Secara nasional
jumlah penduduk Indonesia hasil SUPAS tahun 2005 sebanyak
213.375.287 jiwa. Jika dibandingkan dengan hasil SP tahun 2000 sebanyak
198,823,861, selama 5 tahun telah terjadi kenaikan sebesar 14.551.426
jiwa atau 7,32 %.
Jika dilihat per kelompok umur, kenaikan terjadi di semua kelompok
umur, namun pada umur muda kenaikannya paling rendah. Sementara itu
proporsi penduduk per kelompok umur menurut SUPAS tahun 2005 adalah
pada penduduk umur 0-14 tahun sebesar 61.965.192 jiwa atau 29% dari
seluruh penduduk pada tahun 2005, sedikit lebih rendah dari SP 2000
sebesar 30,40%; untuk penduduk umur 15 – 64 tahun sebesar
141.484.112 atau 66,31% dari seluruh penduduk, terjadi kenaikan 1,27%
dari tahun 2000; sedangkan penduduk umur 65 tahun ke atas sebesar
9.925.983 jiwa atau 4.65% dari total penduduk, terjadi sedikit kenaikan
0,11% di banding tahun 2000. Dari keterangan di atas terlihat bahwa
angka proporsi usia muda (0-14) makin mengecil di tahun 2005. Penurunan
proporsi usia muda kemungkinan dipengaruhi oleh turunnya tingkat
kelahiran yang disebabkan karena keberhasilan program keluarga
berencana.
10
Tabel 3.1Jumlah Penduduk tahun 2000-2005 dan Perkembangannya
Perkembangan Penduduk
2000 – 2005Kelompok
UmurSP 2000 Proporsi
SUPAS
2005Proporsi
Absolut %
0-14
15-64
65+
60.449.182
129.320.888
9.053.791
30,40
65,04
4,55
61.965.192
141.484.112
9.925.983
29.04
66.31
4.65
1.516.010
12,163,224
872,192
2,51
9,41
9,63
Jumlah 198.823.861 100 213.375.287 100 14,551,426 7,32
Sumber : BPS, SUPAS 2005
Di tingkat perdesaan jumlah penduduk pada kelompok umur 0-14
tahun secara nasional sebanyak 36.801.622 jiwa atau 30% dari total
penduduk perdesaan, dan pada kelompok umur 15-64 tahun sebanyak
78.353.136 jiwa atau 65% dari total penduduk perdesaan. Sementara itu di
perkotaan jumlah penduduk pada kelompok umur 0-14 tahun sebanyak
25.163.570 jiwa atau 27% dari total penduduk perkotaan dan pada
kelompok umur 15 – 64 tahun sebanyak 63.130.976 jiwa atau 69%.
Grafik 3.1
Grafik 3.1. menunjukkan
bahwa penduduk pada
kelompok umur produktif di
perkotaan lebih banyak di
banding di perdesaan, hal ini
dimungkinkan karena adanya
arus urbanisasi untuk bekerja
maupun untuk memperoleh
pendidikan pada jenjang yang
lebih tinggi.
29 2730
6669
65
5 4 50
10
20
30
40
50
60
70
0-14 15-64 65 +
% Penduduk Menurut Kelompok Umur
Nasional Perkotaan Pedesaan
Jumlah penduduk juga dapat dikelompok dalam 4 kelompok umur
yaitu di bawah 15, 15–34, 35–59, dan 60 tahun ke atas. Dengan
pengelompokan tersebut dapat diketahui persentase penduduk lansia yang
akan digunakan untuk menentukan struktur penduduk. Secara nasional
persentase penduduk umur 60 tahun ke atas sebesar 7,28%. Ditinjau dari
besarnya persentase penduduk lansia di atas dapat diperoleh kesimpulan
bahwa struktur penduduk Indonesia sudah mengarah pada penduduk
berstruktur tua, meskipun negara Indonesia tergolong negara berkembang,
karena suatu negara tergolong penduduk berstruktur tua jika proporsi
penduduk lansia (60+) telah mencapai 7% atau lebih (Statistik Penduduk
Lanjut Usia tahun 2005). Di tingkat propinsi, terdapat 8 provinsi (Sumatera
Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Bali, Jawa Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan), persentase penduduk lansia telah
mencapai di atas 7% dan tertinggi dicapai provinsi D.I.Yogyakarta sebesar
12,75%. Informasi lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 1.a s/d 1.l.
11
B. Penduduk Umur 5 Tahun ke atas yang Masih Sekolah
Berdasarkan hasil Supas tahun 2005 tercatat jumlah penduduk
umur 5 tahun ke atas secara nasional sebanyak 194.280.136 jiwa. Dari
jumlah tersebut 43.378.443 jiwa atau sekitar 22,33% masih sekolah.
Apabila dilihat per kelompok umur, persentase tertinggi pada kelompok
umur 7-12 tahun, sebesar 91,43%, yang berarti penduduk pada usia
sekolah dasar (SD) hampir seluruhnya masih sekolah. Sementara itu
persentase masih sekolah pada kelompok umur 13–15 tahun sebesar
76,49%, yang berarti terdapat sekitar 25% lulusan SD tidak melanjutkan
sekolah ke tingkat menengah pertama (SMP). Hal itu dapat disimpulkan
bahwa pencanangan wajib belajar 9 tahun oleh pemerintah belum berhasil
dilaksanakan. Apabila di lihat pada kelompok umur yang lebih tinggi yaitu
12
pada umur 16-18 tahun, persentase masih sekolah cukup rendah yaitu
45,34%. Hal itu berarti kurang dari separuh lulusan SMP tidak
melanjutkan ke tingkat sekolah menengah atas (SMA). Rendahnya
tingkat pendidikan yang ditamatkan berpengaruh pada pertumbuhan
penduduk mengingat berbagai survei menunjukkan fertilitas masyarakat
yang berpendidikan rendah, secara signifikan lebih tinggi dari fertilitas
masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi. Selain itu dengan
pendidikan yang rendah sulit mencapai kualitas penduduk yang memadai,
yang pada gilirannya akan menjadi beban pembangunan, dan
menyulitkan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan.
Tabel 3.2.% Penduduk umur 5 tahun ke atas yang masih sekolah
di perkotaan dan pedesaaan
GOLONGANUMUR
PERKOTAAN PERDESAAN PERKOTAAN +PERDESAAN
5 – 67 – 12
13 – 1516 – 1819 – 24
25 +
29,0393,1383,5756,0115,770,48
20,9590,3071,8037,104,790,11
24,1791,4376,4945,3410,150,27
Sumber : BPS – Supas 2005
Persentase penduduk 5 tahun ke atas yang masih sekolah di
perkotaan lebih tinggi di banding di perdesaan untuk semua kelompok
umur, dan perbedaan yang cukup signifikan terjadi pada kelompok umur
16-18 tahun yaitu di perkotaan sekitar 20% lebih tinggi dibanding di
perdesaan. Hal itu menunjukkan bahwa kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan ke tingkat menengah atas di perkotaan lebih luas dibanding di
perdesaan. Informasi lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 2.d s/d 2.e
13
C. Persentase Pasangan Usia Subur terhadap Wanita Usia Subur
Secara nasional jumlah wanita usia 15 – 49 tahun berdasarkan
hasil Supas 2005 sebanyak 59.646.078 orang. Dari jumlah tersebut
sebanyak 39.996.409 orang atau 67,06% berstatus menikah (PUS).
Dilihat per kelompok umur, persentase tertinggi terdapat pada kelompok
umur 35 – 49 tahun sebesar 90,29%. Pada kelompok umur muda (15-19)
persentase sebesar 8,93%, menandakan pendewasaan usia perkawinan
telah berjalan dengan baik.
Angka persentase wanita usia subur berstatus menikah selama 5
tahun dari tahun 2000 secara total tidak ada perubahan yang berarti,
namun pada kelompok umur muda yaitu 15-29 tahun terjadi penurunan.
Hal itu cukup berarti bagi program keluarga berencana, karena salah satu
variabel yang mempengaruhi fertilitas adalah pola perkawinan. Dengan
makin kecilnya persentase wanita usia subur berstatus menikah dapat
berpengaruh pada penurunan fertilitas.
Tabel 3.3% Wanita Usia 15-49 tahun Berstatus Menikah
terhadap Wanita Usia 15 – 49 tahun 2000-2005
NO KELOMPOK UMUR SP 2000
(%)
SUPAS 2005
(%)
1
2
3
4
5
6
7
15 – 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44
45 – 49
12,72
54,99
80,50
88,90
90,77
88,34
84,63
8,93
47,27
77,9
88,3
90,29
89,64
85,42
Sumber : BPS – Supas 2005
Persentase wanita usia subur berstatus menikah terhadap wanita usia
subur untuk semua kelompok umur di perkotaan lebih rendah dibanding di
perdesaan, namun untuk kelompok umur 15-19 tahun perbedaannya cukup
tinggi yaitu 5,28% di perkotaan dan 11,88% di perdesaan. Hal ini
menunjukkan bahwa wanita usia muda di perdesaan lebih banyak yang
melakukan perkawinan pada usia muda.
Di liha
menikah teren
Riau sebesar
sebesar 59,92
Papua, diikuti
71,81% dan
kesempatan b
persentase wa
lebih lengkap
D. Laju Pertumb
Menuru
Indonesia tida
5.2811.88
36.18
58.32
7
0
20
40
60
80
100
15-19 20-24 2
Perko
14
Dari grafik 3.2.
menunjukkan makin tinggi
kelompok umur, perbedaan
antara perkotaan dan perdesaan
makin tipis.
t menurut provinsi, persentase wanita usia 15-49 berstatus
dah adalah DKI Jakarta sebesar 55,35%, diikuti Kepulauan
57,07, Sulawesi Selatan sebesar 58,53% dan D.I.Yogyakarta
%. Sedangkan persentase tertinggi sebesar 72,57% di provinsi
Gorontalo dan Kalimantan Tengah masing-masing sebesar
71,66%. Dari data ini nampak bahwa daerah-daerah dengan
ekerja yang luas seperti DKI Jakarta dan Kepulauan Riau
nita usia subur berstatus menikah tidak terlalu tinggi. Informasi
dapat dilihat pada lampiran 3.
uhan Penduduk (LPP)
t data hasil Sensus Penduduk tahun 2000, jumlah penduduk
k termasuk provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan KB Nias di
0.6
84.51 84.1391.7988.3191.83 88.5390.5
83.7386.68
5-29 30-34 35-39 40-44 45-49
taan Pedesaan
Grafik 3.2.
15
provinsi Sumatera Utara berjumlah 198.823.861 jiwa, dibandingkan dengan
data hasil SUPAS tahun 2005 berjumlah 213.375.287 jiwa terjadi kenaikan
sebesar 14,551,426 jiwa atau sebesar 7.32%. Dari data di atas dapat
diperoleh angka laju pertumbuhan penduduk (LPP), dengan menggunakan
formula pertumbuhan penduduk exponensial. Pada periode tahun 2000 –
2005 LPP tercatat sebesar 1,41% per tahun, artinya dalam periode 2000 –
2005 secara nasional setiap tahunnya terjadi pertambahan penduduk
sebesar 1,41%.
Jika dilihat menurut provinsi, laju pertumbuhan penduduk tertinggi
terjadi di provinsi Papua, Maluku Utara dan Kalimantan Timur masing-
masing sebesar 7,25%, 5,50% dan 3,01%. Sebaliknya angka laju
pertumbuhan penduduk yang cukup rendah terjadi di provinsi Jawa Tengah
sebesar 0,62%, Jawa Timur sebesar 0,73% dan DKI Jakarta 1,15%.
Sedangkan provinsi yang laju pertumbuhan penduduknya di bawah rata-rata
nasional adalah Kalimantan Tengah (1,21%), Lampung (1,32%) dan
D.I.Yogyakarta (1,34%). Sementara itu tiga propinsi yakni Riau, Sumatera
Selatan dan Bengkulu mempunyai angka laju pertumbuhan penduduk negatif,
kemungkinan LPP negatif pada kedua provinsi tersebut disebabkan karena
migrasi keluar lebih tinggi dari migrasi masuk, sedangkan LPP negatif pada
provinsi Riau disebabkan karena jumlah penduduk Riau tahun 2005 tidak
termasuk provinsi pemekaran (Kepulauan Riau). Informasi lebih lengkap
terdapat pada lampiran 4.
16
BAB IVANALISIS PENCAPAIAN PROGRAM KB NASIONAL
A. Wanita Usia 15-49 Tahun Berstatus Kawin (PUS) yang SedangMenggunakan Alat Kontrasepsi (Kesertaan ber-KB)
Keberhasilan program KB nasional dapat diukur dari kesertaan wanita
usia 15-49 tahun berstatus kawin (PUS) yang sedang menggunakan alat
kontrasepsi (peserta KB). Hasil Supas tahun 2005 menunjukkan bahwa secara
nasional lebih dari separuh PUS sedang menggunakan alat kontrasepsi KB. Hal
ini terlihat dari penggunaan alat kontrasepsi oleh PUS sebanyak 22.085.365
orang atau 55.22% dari seluruh PUS sebesar 39.996.409. Di tingkat provinsi
pencapaian tertinggi pertama sebesar 67,75% dicapai provinsi Sulawesi Utara,
tertinggi kedua provinsi Bengkulu sebesar 66,10% dan provinsi Bali sebagai
tertinggi ketiga sebesar 65,98%. Sebaliknya pencapaian tiga terendah sebesar
26,58% dicapai provinsi Papua diikuti provinsi NTT sebesar 28,88% dan Maluku
sebesar 29.74%.
Pencapaian kesertaan ber-KB secara nasional yang rendah tersebut
dilihat pada tingkat provinsi pencapaiannya sangat bervariasi. Dari 30 provinsi
yang ada, hampir separuhnya (14 provinsi) telah mencapai di atas rata-rata
nasional. Sementara itu tercatat 9 provinsi (Jambi, Bengkulu, Lampung, Bangka
Belitung, Jawa Barat, D.I.Yogyakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara)
kesertaan ber-KBnya telah mencapai di atas 60%, 11 provinsi telah mencapai
50 – 60%, dan 10 provinsi kesertaan KB nya masih cukup rendah yaitu di bawah
50%.
17
Tabel : 4.13 Provinsi Tertinggi dan Terendah Dalam Kesertaan Ber-KB
Tahun 2005
No ProvinsiKesertaan ber-KB
Tertinggi (%)Provinsi
Kesertaan ber-KB
Terendah (%)
1. Sulawesi Utara 67,75 Papua 26,58
2. Bengkului 66,10 NTT 28,88
3. Bali 65,98 Maluku 29,74
Sumber data : BPS, Supas 2005
Jika dilihat per kelompok umur, angka persentase wanita usia 15 – 49
tahun berstatus kawin yang sedang menggunakan alat kontrasepsi menunjukkan
bahwa makin tua kelompok umur makin tinggi angka persentasenya hingga
kelompok umur 30-34 tahun dan kemudian kembali menurun pada kelompok
umur di atas 34 tahun.
Dari grafik 4.1. terlihat bahwa
kelompok umur 30-34 tahun
merupakan kelompok dengan
persentase tertinggi secara nasional
yang sedang menggunakan alat
kontrasepsi yaitu sebesar 22,20%,
diikuti kelompok umur 35-39 tahun
sebesar 20,55% dan kelompok umur
25-29 tahun sebesar 20,20%.
Keadaan ini terjadi hampir di seluruh provinsi kecuali D.I.Yogyakarta
tertinggi pada kelompok 40-44 tahun sebesar 21,93%, 4 provinsi (Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah) tertinggi pada
kelompok umur 35-39 tahun, 4 provinsi (Bangka Belitung, NTB, Kalimantan
Selatan, Maluku dan Maluku Utara) tertinggi pada kelompok 25-29 tahun.
Informasi lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 5.a s/d 5.c.
Grafik 4.1
1,43
11,57
20,222,2
20,55
15,54
8,5
0
5
10
15
20
25
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
% Pengguna Alat Kontrasesi Menurut
Kelompok Umur
18
% Wanita Usia 15-49 th Berstatus Kawin Sedang
Menggunakan Alkon
43.76
47.53
47.21
62.16
57.4
66.1
64.38
62.7
46.19
54.59
61.69
59.95
63.08
59.72
56.18
65.98
52.32
28.88
55.1
59.39
63.14
54.64
67.75
54.07
38.9
43.39
58.11
29.74
36.33
26.58
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Sumut
Sumbar
Riau
Jambi
Sumsel
Bengkulu
Lampung
Babel
Kepri
DKI
Jabar
Jateng
DIY
Jatim
Banten
Bali
NTB
NTT
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Kaltim
Sulut
Sulteng
Sulsel
Sultra
Gorontalo
Maluku
Malut
Papua
Grafik 4.2.
19
B. Wanita Usia 15-49 Tahun Berstatus Kawin (PUS) yang SedangMenggunakan/Memakai Alat KB Menurut Metode Kontrasepsi yangDigunakan
Secara nasional jumlah wanita usia 15-49 tahun berstatus kawin (PUS)
yang sedang menggunakan alat kontrasepsi pada tahun 2005 sebanyak
22.085.365 pasangan. Alat kontrasepsi yang sedang digunakan dibedakan
dalam 9 jenis, masing-masing mulai dari penggunaan alat kontrasepsi terbesar
yaitu suntik sebesar 12.441.320 atau 56,33% dari jumlah PUS, diikuti PIL KB
sebesar 5.492.689 atau 24,87%, IUD (AKDR) sebesar 2.063.318 atau 9,34%,
susuk KB sebesar 668.632 atau 3,03%, MOW sebesar 839.671 atau 3,80%,
MOP sebesar 88.465 atau 0,40%, Intravag/tisu/kondom wanita sebanyak 20.188
atau 0.09%, kondom sebesar 157.151 atau 0.71%, dan cara tradisional sebesar
313.931 atau 1.42%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara
nasional alat kontrasepsi suntik masih menjadi pilihan terbesar bagi peserta KB.
Hal demikian juga terjadi hampir di seluruh provinsi kecuali provinsi Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, dimana pengguna alat/cara
terbanyak adalah pil KB.
Grafik 4.3 menunjuk
kan bahwa persentase
tertinggi dari alat kontrasepsi
yang sedang digunakan
wanita usia 15-49 berstatus
kawin adalah suntik KB disusul
Pil KB. Hal itu
menggambarkan bahwa alat
kontrasepsi hormonal masih
menjadi pilihan utama.
% Wanita Usia 15-49 Th Sedang Menggunakan
Alkon Menurut Metode
MOW, 3.8
PIL, 24.87
IUD, 9.34MOP, 0.4
Suntik,
56.33
Susuk,
3.03
Kondom,
0.71
Grafik 4.3
20
Bila dilihat per kelompok umur, menunjukkan bahwa wanita usia 15-49
tahun berstatus menikah pengguna alat/cara KB efektif seperti MOW, MOP
dan IUD, yang terbanyak adalah pada wanita dengan kelompok umur 40 tahun
ke atas. Sebaliknya pengguna alat/cara KB kurang efektif seperti suntik dan pil,
terbanyak adalah wanita pada kelompok umur 25-34 tahun, sementara itu untuk
alat kontrasepsi pria seperti kondom paling banyak digunakan pada kelompok
umur 35-39 tahun.
Tabel 4.2.Persentase wanita usia 15-49 tahun
sedang menggunakan alat kontrasepsimenurut kelompok umur
Kelompok UmurAlkon
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
MOW
MOP
Pil KB
IUD
Suntik KB
Susuk KB
Kondom
0,06
0.52
1.44
0.27
1.80
0.67
0.41
0,72
2,13
10,59
4,14
14,52
6,48
8,32
2,97
2,55
20,34
11,57
23,34
16,19
12,85
10,04
15,72
22,39
18,07
23,83
20,43
23,04
24,18
23,87
21,25
23,92
19,14
24,54
24,23
33,83
27,26
15,79
24,17
12,14
20,95
18,14
28,21
27,95
8,19
17,86
5,23
10,74
13,02
Sumber : BPS – Supas 2005
Jika dilihat menurut tempat tinggal, wanita usia 15-49 tahun berstatus menikah
pemakai alat/cara kontrasepsi MOP, implan dan suntik KB lebih banyak
bertempat tinggal di pedesaan, masing-masing sebanyak 63,32% untuk MOW,
78,13% untuk implan dan 60,05% untuk suntik KB, sedangkan pengguna
kondom lebih banyak bertempat tinggal di perkotaan sebanyak 78,53%.
Sementara untuk IUD, MOW, intravag dan cara tradisional hampir seimbang
21
antara wanita di perkotaan dan pedesaan. Keterangan lebih lengkap dapat
dilihat pada lampiran 6.a s/d 6.d.
Tabel 4.3.Wanita Usia 15-49 Tahun Berstatus Menikah
Menurut Alat/Cara Kontrasepsi yang Digunakan dan Tempat Tinggal
Alat/cara KByang sedang digunakan
Perkotaan % Pedesaan % Perkotaan +Pedesaan
I U D
MOW
MOP
Implan
Suntik KB
Pil KB
Kondom
Intravag
Cara Tradisional
1.139.215
442.572
32.445
146.249
4.969.915
2.440.632
123.409
8.132
156.002
55.21
52.71
36.68
21.67
39.95
44.43
78.53
40.28
49.69
924.103
397.099
56.020
522.383
7.471.405
3.052.057
33.742
12.056
157.929
44.79
47.29
63.32
78.13
60.05
55.57
21.47
59.72
50.31
2.063.318
839.671
88.465
668.632
12.441.320
5.492.689
157.151
20.188
313.931
Sumber : BPS – Supas 2005
C. Wanita Usia 15-49 Tahun Berstatus Kawin (PUS) Tidak LagiMenggunakan Alat Kontrasepsi KB.
Hasil Supas 2005 mencatat bahwa secara nasional wanita usia 15-49
tahun berstatus kawin yang tidak menggunakan alat kontrasepsi sebanyak
17.880.915 orang atau sekitar 45% dari total wanita usia 15-49 tahun berstatus
kawin. Adapun berbagai alasan yang diungkapkan yaitu alasan fertilitas (jarang
kumpul, menopause, tidak subur dan ingin anak); menentang (yang
bersangkutan, suami, orang lain dan larangan agama); kurang pengetahuan,
(tidak tahu cara KB dan tidak tahu sumber); alasan alat/cara KB (kesehatan,
takut efek samping, kurangnya akses/terlalu jauh, biaya terlalu mahal, tidak
nyaman, menjadi gemuk/kurus, lainnya); dan karena tidak tahu. Dari berbagai
22
alasan di atas, persentase tertinggi adalah alasan fertilitas sebesar 47,92%.
Meskipun persentasenya tertinggi namun alasan ini tidak memerlukan
penanganan yang serius karena alasan fertilitas disebabkan adanya proses
alamiah. Sebaliknya yang perlu mendapat perhatian dengan advokasi yang
lebih intensif adalah wanita usia 15-49 tahun berstatus menikah yang tidak
menggunakan alat kontrasepsi karena alasan menentang dan alasan kurang
pengetahuan sebanyak sekitar 10% serta alasan alat/cara KB sebanyak
34,77%.
Dari grafik 4.4. terlihat bahwa
alasan fertilitas menjadi alasan
tertinggi wanita usia 15-49 tahun
tidak lagi menggunakan alat
kontrasepsi KB
Dilihat menurut kelompok umur, persentase tertinggi wanita usia 15-49
tahun berstatus menikah yang tidak menggunakan alat kontrasepsi karena
alasan fertilitas, kurang pengetahuan dan alasan tidak tahu berada pada usia
usia 45–49 tahun, sementara itu untuk alasan menentang dan alasan alat/cara
KB persentase tertinggi berada pada kelompok usia 35-39 tahun. Informasi lebih
lengkap dapat dilihat pada lampiran 7.a s/d 7.b.
Grafik 4.4.
47.92
7.392.44
34.77
7.49
0
10
20
30
40
50
Alasan
Fertilitas
MenentangKrg Penget Alasan
alat/cara
KB
Tidak tahu
% Wanita usia 15-49 tahun tidak
menggunakan alat/cara KB menurut alasan
23
Tabel 4.4.Persentase Wanita Usia 15-19 Tahun Bersatatus Menikah
Tidak Menggunakan Alat/Cara Kontrasepsi menurut Kelompok Umur danAlasannya
Kelompok
Umur
Alasan
Fertilitas
Menentang Kurang
Pengetahuan
Alasan
Alat/Cara KB
Tidak
Tahu
15-19
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
3,48
12,92
17,34
15,54
14,32
15,66
20,73
2,08
10,09
16,70
17,45
19,01
17,61
17,07
1,17
5,83
9,95
10,52
18,06
21,89
32,59
2,83
11,47
16,75
18,81
18,29
18,03
14,81
3,09
10,74
16,47
16,00
17,05
18,12
18,52
Sumber : BPS – Supas 2005
D. Tingkat Kesertaan Wanita Usia 15-49 Tahun Berstatus Kawin (PUS)menurut Alat Kontrasepsi (Alkon) Vasektomi dan Kondom yangSedang Digunakan (KB Pria)
Salah satu program kesetaraan dan keadilan gender dalam program
keluarga berencana adalah partisipasi pria dalam program KB. Hal itu dapat
diwujudkan dengan penggunaan alat kontrasepsi KB pria yang terdiri dari
vasektomi dan kondom. Hasil SUPAS tahun 2005 menunjukkan bahwa tingkat
partisipasi pria masih sangat rendah, dan masih di bawah sasaran yang ingin
dicapai program KB nasional pada tahun 2005 yaitu sebesar 2,5%. Secara
nasional hasil survei mencatat alat kontrasepsi pria yang sedang digunakan
sebesar 383.053 orang atau 1,11% dari jumlah alkon yang sedang digunakan
sebesar 22.085.365. DI tingkat provinsi seluruh Indonesia partisipasi pria tidak
jauh berbeda dengan tingkat nasional. Pencapaian tertinggi partipasi pria
sebesar 2,83% di provinsi D.I.Yogyakarta diikuti provinsi Kepulauan Riau
sebesar 2,33% dan provinsi Sumatera Utara sebesar 1,98%. Sebaliknya
persentase terendah sebesar 0,06% dicapai Sulawesi Tengah dan NTB sebesar
24
0,39% serta Sulawesi Tenggara sebesar 0,42%. Selain tiga provinsi dengan
pencapaian KB pria terendah, terdapat 16 provinsi dengan pencapaian di bawah
1%. Sedangkan pencapaian antara 1-3% selain D.I.Yogyakarta, terjadi 10
provinsi lainnya. Informasi lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 8.
Tabel : 4.53 Provinsi Tertinggi dan 3 Provinsi Terendah
Peserta KB Pria, Tahun 2005
Peserta KB Pria
No.
ProvinsiTertinggi
(%)Provinsi
Terendah
(%)
1. D.I.Yogyakarta 2,83 Sulawesi Tengah 0,06
2. Kepulauan Riau 2,33 NTB 0,39
3. Sumatera Utara 1,98 Sulawesi Tenggara 0,42
Sumber data : BPS, SUPAS 2005
Dilihat per kelompok umur, peserta KB pria tertinggi pada kelompok umur
35-39 tahun, namun peserta KB yang menggunakan cara sterilisasi pria tertinggi
pada kelompok umur 40-49 dan alat KB kondom tertinggi pada kelompok umur
35-39 tahun.
0
5
10
15
20
25
30
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49
% peserta KB pria menurut kelompok umur dan alat kontrasepsi
MOP
Kondom
Grafik 4.5
25
E. Presentase Usia Kawin Pertama (UKP) pada Wanita Usia 10 TahunKe atas yang Pernah Kawin menurut Kelompok Umur.
Usia perkawinan pertama wanita usia 10 tahun ke atas dapat
dikelompokkan ke dalam lima kelompok usia yaitu di bawah 15 tahun, 15-19,
20-24, 25-29 dan 30 tahun ke atas. Secara nasional persentase tertinggi usia
kawin pertama pada kelompok usia 15-19 tahun sebesar 51,37%, diikuti
kelompok usia 20-24 tahun sebesar 30,16%, sedangkan pada kelompok umur di
bawah 15 tahun dan di atas 25 tahun angka persentasenya seimbang yaitu
sekitar 9%. Di tingkat provinsi secara umum kondisinya tidak jauh berbeda
dengan tingkat nasional yaitu usia kawin pertama wanita di atas 10 tahun yang
pernah kawin terbanyak pada kelompok usia 15-19 tahun. Namun di beberapa
provinsi angka persentase tertinggi pada kelompok usia 20-24 yaitu Sumatera
Utara, Kepulauan Riau, Bali, NTT, Sulawesi Utara. Informasi lebih jelas dapat
dilihat pada lampiran 9.a.s/d 9.b.
Secara rinci uraian tentang usia kawin pertama pada setiap kelompok
umur menurut provinsi adalah sebagai berikut :
1. Usia Kawin Pertama pada Kelompok Umur di bawah 15 tahun
Seperti diungkapkan di atas bahwa secara nasional persentase
usia kawin pertama pada kelompok umur di bawah 15 tahun terhadap
wanita usia 10 tahun ke atas yang pernah kawin sebesar 8,71%. Apabila
dilihat pada tingkat provinsi, persentase tertinggi pada kelompok umur ini
adalah provinsi Jawa Barat sebesar 12,85%, diikuti Banten sebesar
11,81% dan Kalimantan Selatan sebesar 11,28%. Selain ketiga provinsi
tersebut, terdapat 3 provinsi lainnya yaitu Jambi, Lampung, Jawa Timur
dengan angka persentase UKP di atas 10%. Sebaliknya angka
persentase di bawah 3% terdapat pada 4 provinsi yaitu Sumatera Utara,
D.I.Yogyakarta, Bali, dan Sulawesi Utara.
26
2. Usia Kawin Pertama pada Kelompok Umur 15-19 tahun
Angka persentase usia kawin pertama pada kelompok umur 15 –
19 tahun terhadap wanita usia 10 tahun ke atas yang pernah kawin
secara nasional cukup tinggi merupakan angka tertinggi di antara
kelompok umur lainnya yaitu sebesar 51,37%. Apabila dilihat pada tingkat
provinsi, persentase tertinggi adalah provinsi NTB sebesar 56,51% diikuti
Jawa Barat sebesar 56,08%, dan Bengkulu sebesar 55,47%. Selain ketiga
provinsi tersebut masih terdapat 11 provinsi lainnya yaitu Jambi,
Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Banten, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Jawa
Timur dan Jawa Tengah berada pada persentase di atas 50%. Sebaliknya
persentase terendah usia kawin pertama pada kelompok 15-19 tahun
adalah Kepulauan Riau, NTT dan Maluku masing-masing sebesar
33,86%, 37,52% dan 37,84%. Selain ketiga provinsi tersebut terdapat 3
provinsi angka provinsi di bawah 40%.
3. Usia Kawin Pertama pada Kelompok Umur 20 - 24 tahun
Angka persentase usia kawin pertama pada kelompok umur 20 –
24 tahun terhadap wanita usia 10 tahun ke atas yang pernah kawin
secara nasional sebesar 30,16%. Angka ini merupakan tertinggi kedua
setelah kelompok usia 15 – 19 tahun. Apabila dilihat pada tingkat provinsi,
persentase tertinggi adalah provinsi Kepulauan Riau 44,46%, diikuti
Sumatera Utara sebesar 41,69% dan Bali sebesar 41, 47%. Selain
ketiga provinsi tersebut terdapat 2 provinsi lainnya yaitu NTT dan
Sulawesi Utara berada pada persentase di atas 40%. Sebaliknya angka
persentase usia kawin pertama pada kelompok umur 20-24 terendah yaitu
sebesar 24,53% di provinsi Jawa Barat, terendah kedua adalah provinsi
Jawa Timur sebesar 26,24% dan terendah ketiga sebesar 27,36% di
provinsi Kalimantan Selatan. Selain ketiga provinsi dengan persentase
27
terendah tersebut, terdapat 5 provinsi lainnya yaitu provinsi Jambi,
Bengkulu, Lampung, Banten dan Sulawesi Tenggara angka persentase di
bawah 30%.
4. Usia Kawin Pertama pada Kelompok Umur 25 - 29 tahun
Angka persentase usia kawin pertama pada kelompok umur di
atas 25 – 29 tahun terhadap wanita usia 10 tahun ke atas yang pernah
kawin secara nasional sebesar 7,94%. Apabila dilihat pada tingkat
provinsi, persentase tertinggi adalah provinsi Kepulauan Riau sebesar
15,29%, diikuti NTT sebesar 14,60% dan Sulawesi Utara sebesar
13,92%. Selain ketiga provinsi tersebut, terdapat 7 provinsi dengan
persentase di atas 10%. Di sisi lain persentase terendah terdapat di
provinsi Jawa Barat sebesar 5,44%, diikuti provinsi Bengkulu sebesar
5,90% dan provinsi Lampung sebesar 6,06%. Selain ketiga provinsi
tersebut, terdapat 17 provinsi dengan angka persentase di bawah 10%.
5. Usia Kawin Pertama pada Kelompok Umur Di atas 30 tahun
Angka persentase usia kawin pertama pada kelompok usia di atas
30 tahun terhadap wanita usia 10 tahun ke atas yang pernah kawin
secara nasional sebesar 1,82%. Apabila dilihat menurut provinsi,
persentase tertinggi adalah provinsi Maluku sebesar 4,76%, diikuti
Sulawesi Utara sebesar 4,46% dan NTT sebesar 4,44%. Di sisi lain
persentase terendah terdapat di provinsi Banten sebesar 0,99%, diikuti
provinsi Lampung sebesar 1,04% dan Bengkulu sebesar 1,05%. Selain
ketiga provinsi tersebut, terdapat 11 provinsi dengan angka persentase di
bawah 2%.
28
Dari grafik 4.6. menunjuk kan
bahwa sebagian besar (51,37%)
wanita usia 10 tahun ke atas usia
kawin pertamanya pada kelompok
usia 15 – 19 tahun.
6. Median Usia Kawin Pertama (MUKP)
Supas tahun 2005 menghasilkan angka MUKP secara nasional
sebesar 19,02. Hal itu berarti setengah dari jumlah wanita usia 10 tahun
ke atas, usia kawin pertamanya di bawah 19 tahun dan setengahnya
melakukan perkawinan pertamanya pada usia 19 tahun ke atas.
Dibandingkan dengan angka MUKP tahun 2000 sebesar 18,79 telah
terjadi peningkatan, hal itu berarti program pendewasaan usia perkawinan
telah berhasil cukup baik. Di tingkat provinsi, angka MUKP tiga tertinggi
adalah Kepulauan Riau sebesar 21,83 tahun, provinsi NTT sebesar 21,26
tahun, dan provinsi Sulawesi Utara sebesar 21,09 tahun. Selain ketiga
provinsi di atas, terdapat 6 provinsi lainnya berada pada angka MUKP 20
tahun ke atas. Sebaliknya angka MUKP terendah dan merupakan angka
di bawah tingkat nasional, pertama adalah provinsi Jawa Barat sebesar
18,31 tahun, terendah kedua provinsi Jawa Timur sebesar 18,59 tahun
dan ketiga sebesar 18,61 tahun di provinsi Banten. Selain ketiga provinsi
dengan angka terendah tersebut, terdapat 18 provinsi lainnya berada
pada angka di bawah 20 tahun.
% Usia Kawin Pertama Wanita Usia 10
tahun Ke atas menurut kelompok umur
8.71
51.37
30.16
7.94
1.82
0 10 20 30 40 50 60
< 15
15 - 19
20 -24
25 - 29
30 +
Ke
lom
pk
Um
ur
Persentase
Grafik 4.6
29
Tabel : 4.63 Provinsi Tertinggi dan 3 Provinsi Terendah
Median Umur Kawin Pertama (MUKP), Tahun 2005
MUKP
No.
Provinsi Tertinggi Provinsi Terendah
1. Kepulauan Riau 21,83 Jawa Barat 18,31
2. N T T 21,26 Jatim 18,59
3. Sulawesi Utara 21,09 Banten 18,61
Sumber data : BPS, Supas 2005
F. Wanita Usia 15-49 Tahun Berstatus Kawin menurut Sumber
Pelayanan Alat/Cara KB.
Dalam memperoleh alat/cara KB yang ingin digunakan, masyarakat
khususnya wanita usia 15-49 tahun dapat melalui sumber pelayanan pemerintah
(Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, PLKB, TKBK/TMK, Lainnya), pelayanan
swasta (Rumah Sakit, Klinik, Dokter Praktek Swasta, Bidan Desa, Apotek/Toko
Obat, Lainnya), dan lainnya (Polindes, Posyandu, Pos KB/PPKBD,
Teman/Keluarga, Toko, Lainnya). Dari hasil Supas tahun 2005 menunjukkan
bahwa secara nasional baik di perkotaan maupun pedesaan, wanita usia 15-49
tahun berstatus kawin yang sedang menggunakan alat/cara kontrasepsi
memperoleh pelayanan swasta lebih tinggi dibanding dari pelayanan pemerintah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat kemandirian masyarakat
dalam ber-KB sudah cukup tinggi. Hal ini terlihat dari penggunaan sumber
pelayanan swasta sebanyak 13.205115 orang atau 58.29% dari seluruh wanita
usia 15-49 tahun berstatus kawin yang menggunakan alat/cara KB, sedangkan
penggunaan sumber pelayanan pemerintah sebanyak 7.982.399 orang atau
35,24%. Jika dilihat bentuk sarana pelayanan, pada sumber pelayanan swasta
baik di perkotaan maupun di pedesaan, persentase tertinggi pada pengguna
30
33,38
61,62
4,58
39,35
51,53
8,6
0
10
20
30
40
50
60
70
Perkotaan Perdesaan
% Sumber Pelayanan
Pemerintah Swasta Lainnya
sarana Bidan Desa, sedangkan pada sumber pelayanan pemerintah, persentase
tertinggi pada pengguna sarana Puskesmas.
Di tingkat provinsi penggunaan sumber pelayanan pemerintah oleh
wanita usia 15-49 tahun berstatus kawin sedang menggunakan alat/cara KB
tertinggi adalah provinsi Maluku Utara, Papua dan NTT masing-masing 77,93%,
75,02% dan 73,32%. Sementara itu penggunaan sumber pelayanan swasta
tertinggi adalah provinsi Banten sebesar 67,89%, Jawa Barat sebesar
67,62% dan Lampung sebesar 66,40%. Informasi lebih lengkap dapat dilihat
pada lampiran 10.a s/d 10.b.
Grafik 4.7 menggambarkan bahwa
kemandirian ber KB telah terjadi di
daerah perkotaan maupun perdesaan.
Hal itu nampak dari telah lebih
banyaknya pelayanan swasta oleh
masyarakat baik di perkotaan maupun
di pedesaan.
Grafik 4.7.
31
BAB V
KESIMPULAN
1. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus tahun 2005 mencatat jumlah
penduduk Indonesia sebanyak 213.375.287 jiwa. Dibandingkan Sensus
Penduduk tahun 2000 telah terjadi kenaikan sebesar 7,32%. Meskipun
terjadi kenaikan, namun jika di lihat proporsi per kelompok menunjukkan
bahwa angka proporsi usia muda (0-14) makin mengecil di tahun 2005.
Penurunan proporsi usia muda kemungkinan dipengaruhi oleh keberhasilan
program keluarga berencana menurunkan angka kelahiran. Dari proporsi
penduduk perkelompok umur, dimana pada kelompok umur 60 tahun ke
atas mencapai di atas 7%, dapat dikatakan Indonesia termasuk negara
yang sedang mengarah pada penduduk berstruktur tua meskipun Indonesia
masih dalam kategori negara berkembang.
2. Pembangunan di bidang pendidikan merupakan unsur penting dalam
pembangunan sumber daya manusia untuk mencapai penduduk yang
berkualitas. Rendahnya peringkat HDI Indonesia pada urutan 110 dari 177
negara didukung oleh pembangunan pendidikan yang belum merata. Hal itu
terlihat dari hasil SUPAS 2005 yang menunjukkan bahwa pada penduduk
kelompok umur 13-15 tahun hanya 76,49% yang masih sekolah, hal itu
berarti program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah belum
berhasil dilaksanakan. Demikian juga pada jenjang yang lebih tinggi
dimana pada kelompok umur 16-18 tahun hanya 45,34% yang masih
sekolah.
3. Salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas adalah pola perkawinan,
dengan perkawinan yang dilakukan pada usia relatif tua akan memperkecil
32
masa berreproduksi, sehingga kesempatan untuk terjadinya kelahiran
menjadi rendah. Selama 5 tahun terakhir dari tahun 2000 terjadi penurunan
persentase wanita usia 15-29 berstatus menikah. Hal itu berarti penundaan
usia berkawinan telah berhasil dilaksanakan terutama di daerah perkotaan
dan daerah-daerah penyedia lapangan kerja seperti DKI Jakarta dan
Kepulauan Riau. Keberhasilan penundaan usia perkawinan juga dapat
diukur dari median usia perkawinan pertama (MUKP). Selama 5 tahun
angka MUKP terus meningkat hingga 19,02 pada tahun 2005. Namun
demikian angka MUKP tahun 2005 masih belum mencapai sasaran RPJM
Nasional yaitu 21 tahun.
4. Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk tahun 2000 dan hasil SUPAS
tahun 2005 diketahui secara nasional angka laju pertumbuhan penduduk
(LPP) sebesar 1,41%. Hal itu berarti sasaran yang ditetapkan RPJMN yang
menghendaki angka LPP sebesar 1,14% belum terpenuhi. Sementara itu
provinsi dengan tingkat kesertaan KB nya tertinggi seperti Sulawesi Utara,
angka LPPnya masih di atas sasaran RPJMN yaitu 1,44%. Di sisi lain Jawa
Timur dengan persentase kesertaan KB nya relatif rendah (52,32%), angka
LPP di bawah 1%.
5. Tingkat kesertaan ber – KB secara nasional relatif cukup rendah yaitu
55,22%. Rendahnya pencapaian di tingkat nasional juga terjadi di beberapa
propinsi, bahkan mencapai di bawah 30% seperti NTT. Sedangkan
pencapaian tertinggi hanya 67% dicapai oleh Sulawesi Utara, di samping 8
provinsi lainnya yang mencapai di atas 60%.
6. Terdapat berbagai macam alat kontrasepsi yang dapat digunakan sebagai
alternatif bagi para wanita umur 15-49 tahun berstatus kawin dalam
kesertaanya ber KB. Dari tujuh macam pilihan alat kontrasepsi yang sedang
digunakan, alat kontrasepsi hormonal seperti suntik KB dan pil KB masih
menjadi pilihan tertinggi bagi peserta KB yaitu mencapai 56,33% untuk
33
suntik KB dan 24,87% untuk pil KB. Pilihan masyarakat terhadap kedua alat
kontrasepsi tersebut diperkirakan karena faktor kemampuan masyarakat
untuk mendapatkannya dan mudah penggunaannya meskipun
efektifitasnya rendah.
7. Pencapaian KB pria menurut data SUPAS 2005 sebesar 1,11%. Hal itu
berarti sasaran RPJMN untuk mencapai peserta KB pria sebesar 4,5%
tidak terpenuhi. Demikian halnya dengan pencapaian di tingkat propinsi,
tidak satupun propinsi dapat mencapai sasaran yang ditetapkan RPJM
Nasional. Kecilnya pencapaian KB pria diperkirakan karena belum semua
pengguna kondom dan MOP merata di semua umur, untuk kondom tertinggi
hanya pada kelompok 30-39 tahun dan sebagian besar (76,53%) berada di
perkotaan sedangkan MOP hanya dilaksanakan oleh kelompok umur 40-49
tahun dan lebih dari separuhnya berada di pedesaan (63,32%).
8. Berdasarkan data yang dihimpun dari SUPAS 2005 dapat dikatakan bahwa
kemandirian masyarakat dalam program keluarga berencana cukup tinggi.
Dari peserta sejumlah 22.085.365 orang yang sedang menggunakan
alat/cara kontrasepsi 58,29% menggunakan sumber pelayanan swasta
untuk memenuhi keinginan dalam ber KB dan sebagian besar berada di
perkotaan. Sumber pelayanan swasta baik di perkotaan maupun di
pedesaan menggunakan Bidan Desa, sedang sumber pelayanan
pemerintah sebagian besar menggunakan sarana Puskesmas.
9. Selain mencatat wanita umur 15-49 tahun berstatus kawin sedang
menggunakan alat/cara kontrasepsi, SUPAS 2005 juga mencatat wanita
umur yang sama sedang tidak menggunakan alat/cara kontrasepsi. Alasan
yang bersifat alamiah seperti karena menopouse dan ingin anak menempati
urutan tertinggi. Namun yang perlu mendapat perhatian seksama dan
memerlukan advokasi yang intensif adalah karena menentang dan kurang
34
pengetahuan serta alasan kesehatan, takut efek samping, kurangnya
akses, adanya efek samping.