Download - Zz Portofolio Etika Tentamen Suicide
No. ID dan Nama Peserta :
dr. Mohamad Basroni
Presenter : dr. Mohamad Basroni
No. ID dan Nama Wahana :
RSUD Muntilan, Magelang
Pendamping : 1. dr. Triyono
2. dr. Faridha Achmawati
TOPIK : TENTAMEN SUICIDE
Tanggal (Kasus) : 16 Juli 2014
Nama Pasien : Bp. P (25 tahun) No. RM : 220196
Tanggal Presentasi : 23 Februari 2015 Pendamping : 1. dr. Triyono
2. dr. Faridha Achmawati
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Muntilan, Magelang
OBJEKTIF PRESENTASI
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Pasien Laki-laki, 25 tahun, mual, muntah, nyeri perut, pusing, minum obat pembasmi serangga,
percobaan bunuh diri (tentamen suicide), masalah keluarga.
Tujuan :
Mengobati kegawatan, mencegah komplikasi lebih lanjut, dan pengambilan keputusan pada
kasus etika kedokteran.
Bahan
Bahasan
Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara
Membahas
Diskusi Presentasi dan
Diskusi
E-mail Pos
DATA PASIEN Nama : Bp. P No. Registrasi : 220196
Nama Klinik : IGD Telp : - Terdaftar sejak : 16 Juli 2014 (19.30)
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis : Tentamen Suicide
2. Gambaran Klinis (Riwayat Penyakit Sekarang) :
Pasien laki-laki, 25 tahun, datang ke IGD dibawa keluarga dengan keluhan mual, muntah
sering, nyeri perut ulu hati, dan pusing setelah meminum obat pembasmi serangga (baygon)
kurang lebih 1 jam yang lalu sebagai bentuk percobaan bunuh diri. Pasien ada masalah
dengan keluarga (istri).
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Percobaan Bunuh Diri sebelumnya : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluhan Serupa : disangkal
1
5. Riwayat Sosio-Ekonomi : Pekerjaan Buruh Srabutan, Pasien Jamkesmas
DAFTAR PUSTAKA :
Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1998. Buku Pedoman Pelayanan Kedaruratan Psikiatrik di RSU.Jakarta: Depkes
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGCKusumobroto H.O. dan Nusi I.A. 2008. Toksikologi dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: UNAIR press
HASIL PEMBELAJARAN :
1. Mengetahui tentang tentamen suicide
2. Mengetahui cara penatalaksanaan tentamen suicide di Instalasi Gawat Darurat terutama
berhubungan dengan keracunan pestisida
3. Mengetahui cara memutuskan masalah pasien terkait kaidah bioetika kedokteran
KASUS : TENTAMEN SUICIDE
2
SUBJECTIVE
A. Keluhan Utama :
Muntah
B. Keluhan Penyerta :
Nyeri Perut, Pusing
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki, 25 tahun, datang ke IGD dibawa keluarga dengan keluhan muntah
sering, mual-mual, nyeri perut bagian ulu hati, dan pusing setelah meminum obat
pembasmi serangga (baygon) kurang lebih 1 jam yang lalu sebagai bentuk percobaan
bunuh diri. Jumlah yang diminum sedikit kira-kira 1-2 sendok makan. Pasien memiliki
masalah dengan keluarga (istri), terkait keuangan keluarga yang kurang.Muntah darah
(-), Diare (-), Kejang (-), Sesak (-), Air Liur berlebih (-), Tremor (-).
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Percobaan Bunuh Diri sebelumnya : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
F. Riwayat Alergi Obat dan Makanan : disangkal
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pekerjaan Buruh Srabutan, Pasien Jamkesmas
OBJECTIVE
I PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Juli 2014 (19.30)
A. Keadaan Umum : sakit sedang
B. Tanda Vital :
Tensi : 130/80 mmHg
Nadi : 128 x/menit, cepat- reguler
Respirasi : 22 x / menit
Suhu : 36,5° C (per axiller)
C. Kulit : warna sawo matang, ikterik (-), turgor kurang (-)
D. Kepala : bentuk mesocephal dengan caput, rambut hitam, lurus, mudah dicabut (-),
moon face (-).
E. Mata : conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), katarak (-/-), perdarahan
palpebra (-/-), pupil isokor dengan diameter (3mm/3mm), reflek
cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), pin point (-/-)
F. Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-).
G. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi pembau baik,
3
foetor ex ore (-).
H. Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah tiphoid (-), papil
lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-), foetor ex ore
(-).
I. Leher : trachea ditengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi
cervical (-).
J. Limfonodi : kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler, servikalis,
supraklavikularis, aksilaris dan inguinalis tidak membesar
K. Thorax : bentuk simetris, spider nevi (-), pernafasan abdominotorakal, sela iga
melebar (-),pembesaran KGB axilla (-/-).
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan parasternal
tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di spatium intercostale V, 1 cm medial linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : batas jantung kiri atas : spatium intercostale II linea parasternalis
sinistra
batas jantung kiri bawah spatium intercostale V, 1 cm medial linea
medio clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II linea sternalis
dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV linea sternalis
dextra
Kesan : konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Heart Rate 128 kali/menit, reguler. Bunyi jantung SI tunggal, bunyi
jantung S2 tunggal , intensitas meningkat, reguler, bising jantung (-),
gallop (-)
Pulmo :
Depan
Inspeksi
Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris, kanan = kiri
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pengembangan dinding dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : paru kanan sonor, paru kiri sonor
Auskultasi
4
Kanan : suara dasar vesikuler normal, ronchi basah kasar (-), wheezing (-).
Kiri : suara dasar vesikuler normal, ronchi basah kasar (-), wheezing (-).
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding dada, distended (-), ikterik (-),
venectasi (-), sikatriks (-), striae (-), edema (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal, bruit (-) di hepar
Perkusi : tympani, pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-), nyeri ketok
costovertebral kiri (-), area troube tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) region epigastrium, hepar dan lien tidak teraba.
M. Genitourinaria : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-).
N. Ekstremitas :
Extremitas superior Extremitas inferiorDextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -Sianosis - - - -Pucat - - - -Akral dingin - - - -Luka - - - -Deformitas - - - -Ikterik - - - -Petekie - - - -Sponn nail - - - -Kuku pucat - - - -Clubing finger - - - -Hiperpigmentasi - - - -Fungsi motorik 5 5 5 5Fungsi sensorik Normal Normal Normal NormalReflek fisiologis +2 +2 +2 +2 Reflek patologis - - - -
ASSESSMENT
TENTAMEN SUICIDE
PLANNING
I. TERAPI DI IGD
Dokter bekerja dengan etika non-maleficence
1. O2 3 lpm Canul Nasal
2. Pasang NGT no 23
3. Kumbah Lambung dengan Air Susu
Jumlah dan warna cairan susu yang masuk dan keluar dievaluasi
5
Masuk 500 cc putih susu Keluar kira2 400 – 450 cc putih kotor
Masuk 500 cc putih susu Keluar kira2 400 – 450 cc putih agak kotr
Masuk 500 cc putih susu Keluar kira2 400 – 450 cc putih susu
4. Norit (karbon aktif) 10 tablet dilarutkan air mineral masuk via NGT (setelah kumbah
lambung)
5. PASIEN MENOLAK DIINFUS/MONDOK
Pasien diobservasi selama 2 jam di IGD KUVS stabil, keluhan berkurang banyak.
Dokter bekerja dengan etika autonomy
6. Pasien pulang APS, selang NGT dilepas, edukasi keluarga
a. Pasien di rumah harus dalam pemantauan ketat, ada kemungkinan percobaan bunuh diri
terulang
b. Mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi
c. Dukungan moril dan spiritual kepada pasien
d. Jika pasien ada keluhan atau kondisi malah semakin memburuk, segera dibawa ke IGD
7. Kasus Tentamen Suicide Kartu Jamkesmas tidak bisa digunakan, status pasien menjadi
UMUM.
8. Resep Pulang
Norit 4 x 250 mg
Ranitidin 2 x 150 mg
JIKA PASIEN BERSEDIA MONDOK
Dokter bekerja dengan etika beneficence
9. IFVD RL : D5% 1:1 20 tpm
10. Injeksi ranitidine 50 mg/12 jam
11. Injeksi ceftriakson 2 g/24 jam (konfirmasi hasil laboratorium, jika AL meningkat)
12. Jika didapati gejala sistemik/gejala berat, pestisida sudah masuk dalam pembuluh darah,
Organophosphate
Injeksi SA 1 mg – 2,5 mg (4 – 6 amp) dilanjutkan dosis
0,5 mg – 1 mg (2 – 4 amp) setiap 10 menit sampai timbul gejala atropinisasi
(muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis, febris, psikosis) kemudian
interval diperpanjang 12 – 30 – 60 menit, 2 – 4 – 6 – 12 jam
Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam
Penghentian SA yang mendadak dapat menimbulkan “rebound effect” berupa edema
paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal
Carbamat
Injeksi SA 2 mg oral/SC single dose
13. Konsul Internis (leader), raber dengan Psikiater
6
II. MONITORING
Jika Mondok :
Cek Darah Lengkap, Pemeriksaan kadar enzim KhE (kholinesterase), Ro thorax
7
TINJAUAN PUSTAKA
A. TENTAMEN SUICIDE
1. Definisi
Tentamen suicidum (percobaan bunuh diri) adalah upaya yang dilakukan dengan tujuan
menghabisi nyawa sendiri.
2. Epidemiologi
Perilaku ini berkaitan dengan berbagai hal seperti jenis kelamin, umur, ras, dan situasi
kehidupan.
a. Keterkaitan bunuh diri dengan jenis kelamin. Pria lebih banyak yang berhasil bunuh diri
daripada wanita dengan ratio 3 :1, meskipun usaha bunuh diri lebih banyak pada wanita
dengan ratio 3 : 1.
b. Keterkaitan bunuh diri dengan usia. Resiko bunuh diri meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Resiko tertinggi adalah pada usia pertengahan (biasanya berusia diatas
45 tahun) dan usia tua. Namun belakangan ini dilaporkan banyak juga kasus bunuh diri
pada pria muda.
c. Keterkaitannya dengan ras. Secara keseluruhan resiko bunuh diri lebih tinggi pada kulit
putih dari pada kulit berwarna, kecuali pada suku Indian dan Eskimo. Dikota-kota besar
angka bunuh diri pada kulit hitam mendekati angka kulit putih.
d. Keterkaitannya dengan status pernikahan. Resiko bunuh diri dua kali lebih banyak pada
mereka yang tidak menikah dibanding dengan yang menikah. Begitu pula pada mereka
yang bercerai, janda dan duda. Di Amerika angka bunuh diri per 100.000
penduduk, menikah : 11, janda : 24, bercerai (pria : 69 dan wanita : 18)
e. Bunuh diri juga berhubungan dengan situasi kehidupan. Resiko bunuh diri lebih pada
mereka yang tidak mempunyai pekerjaan termasuk pengangguran dan pensiunan.
3. Etiologi
Kira-kira 90 % dari orang yang melakukan bunuh diri menderita gangguan jiwa.
Gangguan yang paling sering meliputi :
a. Episode depresi, beberapa dari pasien menggunakan obat antidepresi merka untuk
membunuh diri. Obat SSRI baru aman dalam hal ini
b. Gangguan Kepribadian, kepribadian paranoid dan kepribadian ambang (emosi tak stabil).
c. Insomnia berat walaupun tanpa disertai depresi dapat meningkatkan resiko bunuh diri.
d. Penggunaan alkohol dan obat-obatan sering juga merupakan perilaku bunuh diri dalam
jangka panjang maupun singkat bila digunakan secara berlebihan.
e. Skizofrenia disertai suasana perasaan yang depresif, gagasan bunuh diri, gangguan proses
f. hidup.8
g. Problem ekonomi.
4. Penanganan di IGD
Tingkat kesadaran pasien dengan percobaan bunuh diri yang dibawa ke UGD dapat berupa :
a. Kesadaran berkabut sampai koma (sudah melakukan upaya bunuh diri)
1) lakukan pemeriksaan fisik diagnostik, khususnya terhadap tanda-tanda vital
2) bila perlu lakukan resusitasi jantung-paru ( Airway – Breathing – Circulation)
3) bila perlu rawat di ICU
4) atasi kondisi fisik akibat tindakan bunuh dirinya, seperti pendarahan,keracunan,luka
terbuka, patah tulang, trauma capitis, dsb.
5) Lakukan pemeriksaan penunjang yang perlu untuk membantu penegakan diagnosis
6) Setelah kesadarannya compos mentis lakukan evaluasi psikiatrik dengan sikap yang
suportif, tidak menghakimi atau menyalahkan, atau rujuk ke fasilitas psikiatrik.
b. Kesadaran compos mentis :
1) Atasi gangguan fisik, bila ada
2) Lakukan “penilaian”perilaku bunuh diri pasien :
a) bila serius rawat dengan pengawasan yang ketat atau rujuk ke fasilitas psikiatrik
b) bila bersifat dramatisisasi lakukan psikoterapi individual atau “realitionship
therapy”atau rujuk
c) bila disertai depresi, beri terapi antidepresan dan atau rujuk
d) bila diduga berkaitan dengan gangguan kepribadian, rujuk ke fasilitas psikiatrik
untuk evaluasi kepribadian dan psikoterapi
e) bila dilatarbelakangi oleh skizofrenia dengan bunuh diri atau depresi pasca
skizofrenia perlu dirujuk ke fasilitas psikiatrik karena tentamen suicidum dapat
terjadi secara tak terduga
B. KAIDAH BIOETIKA KEDOKTERAN
1. Deskripsi dan Pembagian
Kaidah kaidah bioetik merupakah sebuah hukum mutlak bagi seorang dokter. Seorang
dokter wajib mengamalkan prinsip prinsip yang ada dalam kaidah tersebut, tetapi pada
beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk
digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Kondisi seperti ini disebut Prima Facie.
Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan
bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada kepada 4 kaidah dasar moral yang
sering juga disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika, yaitu:
a. Beneficence
b. Non - Maleficence
9
c. Justice
d. Autonomi
2. Beneficence
Dalam arti bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia,
dokter tersebut harus berusaha maksimal agar pasiennya tetap dalam kondisi sehat. Perlakuan
terbaik kepada pasien merupakan poin utama dalam kaidah ini. Kaidah beneficence
menegaskan peran dokter untuk menyediakan kemudahan dan kesenangan kepada pasien
mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang
buruk.Prinsip prinsip yang terkandung didalam kaidah ini adalah;
a. Mengutamakan Alturisme
b. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
c. Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya menguntungkan
seorang dokter
d. Tidak ada pembatasan “goal based”
e. Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan suatu
keburukannya
f. Paternalisme bertanggung jawab/kasih sayang
g. Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
h. Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
i. Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti yang orang
lain inginkan
j. Memberi suatu resep berkhasiat namun murah
k. Mengembangkan profesi secara terus menerus
l. Minimalisasi akibat buruk
3. Non – Maleficence
Non-maleficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan
perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil resikonya
bagi pasien yang dirawat atau diobati olehnya. Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap
berlaku dan harus diikuti. Non-maleficence mempunyai ciri-ciri:
a. Menolong pasien emergensi
b. Mengobati pasien yang luka
c. Tidak membunuh pasien
d. Tidak memandang pasien sebagai objek
e. Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien
f. Melindungi pasien dari serangan
g. Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
h. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
i. Menghindari misrepresentasi
10
j. Memberikan semangat hidup
k. Tidak melakukan white collar crime
4. Autonomi
Dalam kaidah ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia. Setiap
individu harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib sendiri.
Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri.
Autonomi bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan
pasien demi dirinya sendiri. Kaidah Autonomi mempunyai prinsip – prinsip sebagai berikut:
a. Menghargai hak menentukan nasib sendiri
b. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan
c. Berterus terang menghargai privasi
d. Menjaga rahasia pasien
e. Menghargai rasionalitas pasien
f. Melaksanakan Informed Consent
g. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
h. Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
i. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk
keluarga pasien sendiri
j. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi
k. Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikann pasien
l. Mejaga hubungan atau kontrak
5. Justice
Keadilan atau Justice adalah suatu prinsip dimana seorang dokter wajib memberikan
perlakuan sama rata serta adil untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan
tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial,
kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak boleh mengubah sikapdan pelayanan dokter terhadap
pasiennya. Justice mempunyai ciri-ciri :
a. Memberlakukan segala sesuatu secara universal
b. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
c. Memberikan kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
d. Menghargai hak sehat pasien
e. Menghargai hak hukum pasien
f. Menghargai hak orang lain
g. Menjaga kelompok rentan
h. Tidak membedakan pelayanan terhadap pasien atas dasar SARA, status social, dan
sebagainya
i. Tidak melakukan penyalahgunaan
j. Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
11
k. Meminta partisipasi pasien sesuai dengan kemampuannya
l. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian secara adil
m. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
n. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah atau tepat
o. Menghormati hak populasi yang sama sama rentan penyakit atau gangguan kesehatan
p. Bijak dalam makroalokasi
C. KERACUNAN PESTISIDA
1. Defenisi
Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia melalui
kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi tubuh.
Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga
mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa
sakit dan diare.
b. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas,
keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat, pingsan.
c. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan menimbulkan gangguan
kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan
pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta
gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan.
12
2. Epidemiologi
Keracunan pestisida adalah masalah skala besar, terutama di negara-negara berkembang.
Sebagian besar perkiraan mengenai tingkat keracunan pestisida telah didasarkan pada data
dari penerimaan pasien di rumah. Perkiraan terbaru oleh kelompok tugas WHO menunjukkan
bahwa mungkin ada 1 juta kasus keracunan yang tidak disengaja. Di samping itu terdapat 2
juta orang dirawat di rumah sakit akibat usaha bunuh diri dengan pestisida, dan hal ini
mencerminkan hanya sebagian kecil dari masalah yang sebenarnya. Atas dasar survei yang
dilaporkan sendiri keracunan ringan dilakukan di kawasan Asia, diperkirakan bahwa mungkin
ada sebanyak 25 juta pekerja pertanian di negara berkembang menderita sebuah episode dari
keracunan setiap tahun. Di Kanada pada tahun 2007 lebih dari 6000 kasus keracunan
pestisida akut terjadi. Untuk memperkirakan jumlah keracunan pestisida kronis di seluruh
dunia sangat sulit.
3. Penyebab
Skenario eksposur yang paling umum pada kasus keracunan pestisida adalah keracunan
akibat kecelakaan; keracunan berupa tindakan bunuh diri, pajanan melalui kontaminasi
lingkungan atau tempat kerja (okupasional).
a. Kecelakaan dan Tindakan Bunuh diri
Tindakan bunuh diri dengan pestisida merupakan masalah kesehatan besar yang
tersembunyi masyarakat. Ini adalah salah satu bentuk keracunan pestisida yang paling
umum dan banyak terjadi. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 300.000
orang meninggal dari menyakiti diri setiap tahun di wilayah Asia-Pasifik. Sebagian besar
13
kasus keracunan pestisida yang disengaja adalah tindakan impulsif yang dilakukan oleh
seseorang pada kondisi tertekan atau stres, dan ketersediaan pestisida yang sangat mudah
diperoleh memiliki peran atas kejadian keracunan.
b. Okupasional
Keracunan pestisida merupakan masalah kesehatan yang penting pada lingkungan
kerja karena pestisida digunakan pada sejumlah besar industri. Hal ini menyebabkan
kondisi kategori pekerja beresiko langsung terhadap paparan pestisda. Namu pekerja di
industri lain pun bahkan beresiko untuk terkena juga. Sebagai contoh, ketersediaan
pestisida secara komersial di toko-toko menyebabkan pekerja ritel berada pada risiko
pajanan dan penyakit ketika mereka menangani produk-produk pestisida.
Fungsi pekerjaan yang berbeda menyebabkan bervariasinya tingkat paparan.
Eksposur pekerjaan Sebagian besar disebabkan oleh penyerapan melalui kulit yang
terbuka seperti wajah, tangan, lengan, leher, dan dada. Paparan ini kadang-kadang
ditingkatkan dengan inhalasi pengaturan termasuk penyemprotan operasi di rumah kaca
dan lingkungan tertutup lain, taksi traktor, dan penyemprotan pestisida menggunakan
blower atau spray.
Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam penggunaan
pestisida yakni :
1) Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (Produk pestisida yang
belum di encerkan).
2) Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan.
3) Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.
4) Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.
Diantara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan
kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida.
Namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Saat mencampur,
kita bekerja dengan konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot
kita bekerja dengan pestisida yang sudah diencerkan.
4. Patofisiologi
a. Organoklorin
Rumus kimia organoklorin
14
Pestisida organoklorin, seperti DDT , Aldrin , dan dieldrin sangat kuat dan
terakumulasi dalam jaringan lemak. Melalui proses bioakumulasi (jumlah yang lebih
rendah di lingkungan bertambah besar berurutan naik seiring rantai makanan), sejumlah
besar organoklorin dapat terakumulasi dalam spesies atas seperti manusia. Ada bukti
substansial yang menunjukkan bahwa DDT, dan perusahaan metabolit DDE mengganggu
fungsi hormon estrogen, testosteron, dan hormon steroid lainnya.
b. Anticholinesterase compounds
Rumus kimia Malathion, sebuah antikolinesterasi organofosfat
Beberapa jenis organofosfat tertentu telah lama diketahui memiliki efek toksisitas
delayed onset pada sel-sel saraf, yang sering kali bersifat ireversibel. Beberapa studi telah
menunjukkan defisit terus-menerus dalam fungsi kognitif pada pekerja terpajan terhadap
pestisida. Bukti Baru menunjukkan bahwa pestisida dapat menyebabkan neurotoksisitas
perkembangan pada dosis yang lebih rendah dan tanpa depresi kadar cholinesterase di
plasma.
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni melalui
kontaminasi memalui kulit (dermal Contamination), terhisap masuk kedalam saluran
pernafasan (inhalation) dan masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).
Senyawa-senyawa OK (organokhlorin, chlorinated hydrocarbons) sebagian besar
menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung sel syaraf (Schwanncells)
sehingga fungsi syaraf terganggu. Keracunan dapat menyebabkan kematian atau pulih
kembali. Kepulihan bukan disebabkan karena senyawa OK telah keluar dari tubuh tetapi
karena disimpan dalam lemak tubuh. Semua insektisida OK sukar terurai oleh faktor-faktor
lingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak dan partikel
tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi, demikian pula di dalam
tanah. Akibat keracunan biasanya terasa setelah waktu yang lama, terutama bila dosis
kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah yang menyebabkan sehingga penggunaan
OK pada saat ini semakin berkurang dan dibatasi.
Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatan keracunan lingkungan yang
terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis) yaitu peningkatan daya racun
suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup, karena reaksi hayati tertentu. Semua senyawa
OF(organofosfat,o rganophospates) dan KB (karbamat,carbamate s) bersifat perintang ChE
15
(ensimcho line esterase), ensim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf.
Keracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan
menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali. waktu residu dari OF dan KB ini tidak
berlangsung lama sehingga keracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi
karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa OF dan KB
menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun demikian senyawa ini merupakan racun
akut sehingga dalam penggunaannya faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan.
Karena bahaya yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama,
sebagian besar insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari
golongan OF dan KB.
Parameter yang digunakan untuk menilai efek keracunan pestisida terhadap
mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %) yang menunjukkan banyaknya
pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor binatang-uji, yang
dapat membunuh 50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberidose tersebut.
Yang perlu diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut
dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus
putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa pestisida yang
bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100)
menunjukkan hal sebaliknya.
5. Diagnosis
Sebagian penyakit terkait pestisida memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan kondisi
medis umum (seperti pada gejala keracunan yang dijelaskan sebelumnya), sehingga riwayat
lingkungan dan pekerjaan yang lengkap dan rinci sangat penting untuk mendiagnosis dengan
benar sebuah keadaan keracunan pestisida. Pertanyaan skrining tambahan tentang pekerjaan
pasien dan lingkungan rumah juga dapat menunjukkan apakah ada potensi keracunan
pestisida.
Jika seseorang terpapar secara teratur menggunakan pestisida karbamat dan
organofosfat, penting untuk dilakukan pengujian kadar enzim Cholinesterase sebagai data
awal. Cholinesterase adalah enzim yang penting dari sistem saraf. Dan terdapat kelompok-
kelompok kimia yang mampu membunuh hama juga berpotensi berbahaya atau bahkan dapat
membunuh manusia melalui mekanisme penghambat enzim cholinesterase, salah satunya
adalah golongan pestisida. Jika seseorang telah memiliki tes awal dan kemudian tersangka
keracunan, kita dapat mengidentifikasi tingkat masalah dengan perbandingan tingkat
cholinesterase saat ini dengan kadar cholinesterase pada data awal. Hal ini sangat bermanfaat
untuk mendiagnosis keracunan pestisida terkait kerja pada pekerja beresiko.
Umumnya gejala keracunan organofosfat atau karbamat baru akan dilihat jika aktivitas
kolinestrase darah menurun sampai 30%. Namun penurunan sampai 50% pada pengguna
16
pstisida diambil sebagai batas, dan disarankan agar penderita menghentikan pekerjaan yang
berhubungan dengan pestisida.
6. Pencegahan Keracunan Pestisida
a. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary prevention)
Setiap orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida seperti
petani penyemprot, harus mengenali dengan baik gejala dan tanda keracunan pestisida.
Tindakan pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Sebagai upaya pencegahan
terjadinya keracunan pestisida sampai ke tingkat yang membahayakan kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah membuat dan mensosialisasikan sebuah
pedoman bagi masyarakat yang memanfaatkan Pestisida
b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan keracunan pestisida penting dilakukan untuk kasus keracunan
akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari kematian yang disebabkan oleh keracunan
akut. Adapun penanggulangan keracunan pestisida adalah sebagai berikut:
Organofosfat, bila penderita tak bernafas segara beri nafas buatan , bila racun terlelan
lakukan pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari kulit, cuci dengan sabun dan
air selama 15 menit. Bila ada berikan antidot: pralidoxime(Contrathion). Pengobatan
keracunan organofosfat harus cepat dilakukan. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa
17
PEDOMAN PENCEGAHAN KERACUNAN PESTISIDA
PESTISIDA atau bahan pembasmi serangga kini digunakan secara luas oleh masyarakat petani. Pestisida, selain merupakan alat pembasmi serangga, juga merupakan racun yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Karena itu perlu ditangani dengan baik dan hati-hati. Pestisida yang biasa kita dapat di pasaradalah dalam bentuk cair, tepung atau butiran. Ketiganya sama berbahayanya
bagi kesehatan. Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit, pernapasan, mulut, dan mata.
MEMBELI PESTISIDA1. Belilah pestisida di tempat penjualan resmi
2. Belilah pestisida yang masih mempunyai label. “LABEL” adalah merek dan keterangan singkat tentang pemakaian dan bahayanya.
3. Belilah pestisida yang wadahnya masih utuh, tidak bocor.
MENGANGKUT PESTISIDA1. Sewaktu membawa pestisida, wadahnya harus tertutup kuat
2. Dalam membawa harus ditempatkan terpisah dari makanan, dan pakaian bersih.
MENYIMPAN PESTISIDA1. Pestisida harus disimpan dalam wadah atau pembungkus aslinya, yang labelnya masih utuh dan jelas.
2. Letakkan tidak terbalik, bagian yang dapat dibuka berada disebelah atas3. Simpan ditempat khusus yang jauh dari jangkauan anak-anak, jauh dari
makanan, bahan makan dan alat-alat makan, jauh dari sumur, serta terkunci.4. Wadah pestisida harus tertutup rapat, dan tidak bocor
5. Ruang tempat menyimpan pestisida harus mempunyai ventilasi (pertukaranudara ).
6. Wadah pestisida tidak boleh kena sinar matahari langsung7. Wadah pestisida tidak boleh terkena air hujan.
8. Jika pada suatu saat pestisida yang tersedia di rumah lebih dari satuwadah dan satu macam, dalam penyimpanannya harus dikelompokan menurut jenisnya dan menurut ukuran
wadahnya.
menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan
terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan
yang berat, pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt cholinesterase harus diukur dan bila
kandungannya jauh dibawah normal, keracunan mesti terjadi dan gejala segera timbul. Beri
atropine 2mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu: muka kemerahan,
pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit. Ulangi pemberian atropin bila
gejala-gejala keracunan timbul kembali. Awasi penderita selama 48 jam dimana diharapkan
sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak timbul kembali. Kejang dapat diatasi
dengan pemberian diazepam 5 mg iv, jangan diberikan barbiturat atau sedativ yang lain.
Carbamat, penderita yang gelisah harus ditenangkan, recoverery akan terjadi dengan
cepat. Bila keracunan hebat, beri atropin 2 mg oral/sc dosis tunggal dan tak perlu diberikan
obat-obat lain.
c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Upaya yang dilakukan pada pencegahan keracunan pestisida adalah:
1) Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan, lepaskan pakaian
korban dan cuci/mandikan korban.
2) Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban
diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu untuk
menolong korban.
3) Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang
pestisida yang memepari korban dengan membawa label kemasan pestisida.
4) Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang tentang pestisida sehingga
jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.
7. Penanganan Keracunan Pestisida
Pengobatan keracunan pestisida ini harus cepat dilakukan terutama untuk toksisitas
organophosphat. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan
kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah
kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat , pseudokholinesterase dan
aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh dibawah
normal,kercaunan mesti terjadi dan gejala segera timbul.
Pengobatan dengan pemberian atrophin sulfat dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya
diberikan setiap jam dari 25-50 mg. Atrophin akan memblok efek muskarinik dan beberapa
pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum
keracunan organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam
chlorin.
18
DAFTAR PUSAKA
Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1998. Buku Pedoman Pelayanan Kedaruratan Psikiatrik di RSU.Jakarta: Depkes
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC
Kusumobroto H.O. dan Nusi I.A. 2008. Toksikologi dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: UNAIR press
19
Untuk mengeluarkan racun dari tubuh, biasanya dilakukan pencucian lambung (lavase lambung, bilas lambung).Obat-obatan seperti sirup ipekak dapat digunakan untuk merangsang muntah dan obat pencahar digunakan untuk mengosongkan usus.Jika muntah dan mual berlangsung terus menerus, maka diberikan cairan intravena (melalui pembuluh darah) yang mengandung gula dan garam untuk memperbaiki dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Pereda nyeri mungkin diperlukan bila kram perut sangat hebat.Mungkin juga diperlukan alat bantu nafas dan perawatan di ruang intensif. Siapapun yang menjadi sakit setelah makan jamur yang tidak dikenal, harus mencoba untuk segera muntah dan memeriksakan muntahannya ke laboratorium, karena jamur yang berbeda memerlukan penanganan yang berbeda pula. Atropin diberikan untuk keracunan muskarin. Pada keracunan faloidin, diberikan makanan yang mengandung banyak karbohidrat dan infus cairan dekstrosa dan natrium klorida, yang akan membantu memperbaiki kadar gula yang rendah dalam darah (hipoglikemia) yang disebabkan oleh kerusakan hati. Manitol, yang diberikan melalui infus, kadang-kadang digunakan untuk mengatasi keracunan siguatera yang berat. Anti-histamin (penghalang histamin) diberikan untuk mengurangi gejala-gejala karena keracunan histamin dari ikan.
Medicastore > Kategori PenyakitLantas pertolongan pertama seperti apa yang mesti kita lakukan saat ada korban akibat keracunan?Menurut para ahli makanan dan dokter, pertolongan pertama yang bisa kita lakukan adalah dengan memberikan karbon aktif atau arang aktif ke korban. Di pasaran, ada arang aktif yang dijual. Salah satu yang terkenal norit. Tablet berwarna hitam ini punya sifat arang aktif yang mampu menyerap apapun yang ada di sekitarnya, termasuk racun. Semakin banyak yang dimakan, semakin banyak racun yang diserap. Hanya saja, norit cuma menyerap racun yang masih di saluran pencernaan dan belum ikut beredar dalam darah. Menurut Mulyadi, bahan baku norit relatif aman dikonsumsi. "Orang boleh mengkonsumsi norit sampai 20 tablet sekaligus," kata dia. Meskipun norit mampu menyerap banyak racun, norit nyatanya juga menyerap zat gizi dan vitamin yang terdapat pada makanan. Oleh karena itu, saat menenggak norit, korban juga harus terus diberikan minum air putih untuk menggantikan zat yang ikut terserap norit. Bila norit tak tersedia, kita bisa menggantikannya dengan susu. Mulyadi bilang, susu memiliki kelebihan mengikat racun yang ada dalam tubuh agar tak beredar dalam tubuh. Susu juga bisa merangsang muntah sehingga makanan beracun bisa ikut keluar. Namun, tak semua
20
korban keracunan bisa diberikan susu atau norit. Korban keracunan karena zat korosif seperti bensin dan minyak tanah pantang mengonsumsi susu dan norit. Pemberian susu dan norit malah bisa memperparah. "Ada baiknya, mereka langsung dibawa ke ke rumah sakit," kata Mulyadi. Jika korban keracunan anak-anak, pemberian susu juga tak disarankan. "Jika mereka dirangsang muntah bisa membuat mereka tersedak dan malah bisa berakibat fatal," ajar Mulyadi. Hal penting dalam penanganan korban keracunan adalah memperhatikan jamlah cairan dalam tubuh. Reaksi keracunan adalah muntahmuntah dan diare. Bila itu terjadi terus-menerus, penderita pasti kehilangan banyak cairan dan bisa berakibat dehidrasi. Air kelapa yang mengandung elektrolit bisa membantu korban yang banyak kehilangan cairan. (Sanny Cicilia Simbolon)
21