dua perporsi.pdf

81
FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN REGRESI ANAK PRASEKOLAH SAAT HOSPITALISASI DI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITA JAKARTA Skripsi Disusun untuk melengkapi syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan Pradita Dwi Wijayanti 105104003476 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009

Upload: firmandkawaguchi

Post on 21-Nov-2015

105 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN REGRESI ANAK

    PRASEKOLAH SAAT HOSPITALISASI

    DI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITA JAKARTA

    Skripsi

    Disusun untuk melengkapi syarat-syarat

    guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan

    Pradita Dwi Wijayanti

    105104003476

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    2009

  • UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

    Skripsi, Desember 2009

    PRADITA DWI WIJAYANTI, NIM : 105104003476

    FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN REGRESI ANAK PRASEKOLAH SAAT HOSPITALISASI

    DI RUMAH SAKIT ANAK DAN BUNDA HARAPAN KITA JAKARTA

    ( xi + 70 halaman, 9 tabel, 2 gambar, 16 lampiran )

    Abstrak

    Hospitalisasi adalah suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana yang mengharuskan anak

    untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah.

    Hospitalisasi dapat mengakibatkan anak menjadi regresi dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

    Regresi adalah mundurnya tahap perkembangan yang telah dicapai seseorang ke dalam tahap

    perkembangan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

    berhubungan dengan regresi pada anak prasekolah saat hospitalisasi.

    Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional. Populasi pada penelitian ini

    adalah orang tua dari anak prasekolah (3-5 tahun) yang sedang menjalani hospitalisasi. Sampel yang

    diambil sebanyak 50 responden di Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil di RSAB

    Harapan Kita Jakarta pada bulan Oktober- November 2009 dengan menggunakan rumus uji beda dua

    proporsi dengan metode pengambilan sampel accidental sampling. Pengambilan data dilakukan dengan

  • menggunakan kuesioner. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat berupa uji

    chi-square, uji korelasi Spearman dan uji regresi multinomial logistic.

    Berdasarkan hasil penelitian, diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan regresi pada anak

    prasekolah saat hospitalisasi adalah jenis kelamin, status penyakit dan support system. Variabel support

    system merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan regresi pada anak prasekolah

    saat hospitalisasi. Hasil penelitian menunjukkan 32 % yang menggambarkan proporsi antara support

    system adekuat dengan munculnya regresi sedang. Responden pada penelitian ini paling banyak

    mengalami regresi sedang (48 %), diikuti oleh regresi ringan (40 %) dan regresi berat (12 %). Oleh

    karena itu disarankan kepada keluarga dan perawat supaya memperhatikan kebutuhan anak baik fisik

    maupun psikologi.

    Daftar Bacaan : 26 (1993-2009)

  • STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA

    FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENE

    NURSING SCIENE

    Skripsi, December 2009

    PRADITA DWI WIJAYANTI, NIM : 105104003476

    FACTORS ASSOCIATED WITH REGRESSION OF PRESCHOOL CHILDREN DURING HOSPITALIZATION IN

    HARAPAN KITA CHILDREN AND WOMEN HOSPITAL JAKARTA

    ( xi + 70 pages, 9 tables, 2 pictures, 16 appendixs )

    Abstract

    Hospitalization is a process for an emergency reason or plan which requires children to stay in the

    hospital undergoing treatment and care to return back to the house. Hospitalization can cause a

    regression in child growth and development. Regression is the withdrawal phase of development has

    achieved a person into previously developmental stage.This aim of this study is to identification factors

    associated with regression of preschool children during hospitalization.

    Cross sectional designed was utilized for this study. Population in this study are the parents of

    preschool children (3-5 years) who were undergoing hospitalisasi. Samples taken as many as 50

    respondents in Larat Room, Anggrek Room, Gambir Room and Kantil Room at RSAB Harapan Kita Jakarta

    in October-November 2009 by using the formula test of two proportions with different sampling

    methods accidental sampling. Data retrieval is done by using a questionnaire.Analysis of the data used is

    the univariate and bivariate analysis of chi-square test, Spearman correlation test and multinomial

    logistic regression test.

  • Based on the results of study, known factors associated with regression of pre-school children during

    hospitalization are gender, disease status and support system. Support system is the most dominant

    variables associated with regression of preschool children during hospitalization. The results showed

    that 32% described the proportion of adequate support system with the emergence of middle level of

    regression. Most of respondent had middle level of regression (48 %), followed by low level of

    regression (40 %) and high level of regression (12 %). Therefore suggested to the family and nurses to

    consider the needs of children both physically and psychology.

    References : 26 (1993-2009)

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK i

    KATA PENGANTAR . iii

    DAFTAR ISI v

    DAFTAR TABEL ix

    DAFTAR GAMBAR x

    DARTAR LAMPIRAN xi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah 1

    B. Perumusan Masalah ... 5

    C. Tujuan Penelitian ... 5

    D. Manfaat Penelitan .... 6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    A. Hospitalisasi

    1. Pengertian 7

    2. Reaksi hospitalisasi ..... 8

    2.1. Reaksi hospitalisasi pada anak prasekolah .. 9

    3. Dampak hospitalisasi ... 11

  • B. Stres . 13

    C. Mekanisme Koping . 16

    1. Koping adaptif .. 18

    2. Koping maladaptive .. 19

    D. Regresi

    1. Pengertian .. 20

    2. Tingkat regresi .. 20

    3. Regresi pada anak prasekolah 21

    4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan regresi 23

    E. Penelitian Terkait . 26

    F. Kerangka Teori . 28

    BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN, DEFINISI

    OPERASIONAL

    A. Kerangka Konsep 30

    B. Hipotesis Peneitian .. 31

    C. Definisi operasional

    1. Variabel bebas .. 32

    2. Variabel terikat . 34

    BAB 1V METODOLOGI DAN PROSEDUR PENELITIAN

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian

    1. Pendekatan penelitian 37

    2. Metodologi penelitian 37

  • B. Subjek Penelitian

    1. Populasi .. 38

    2. Sampel 38

    3. Teknik pengambilan sampel 39

    C. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 40

    D. Etika penelitian .. 40

    E. Alat pengumpul data . 41

    F. Metode pengumpulan data . 42

    G. Pengolahan data . 43

    H. Analisis data ... 44

    BAB V HASIL PENELITIAN

    A. Gambaran Umum Rumah Sakit . 46

    B. Gambaran Umum Sampel Penelitian . 50

    C. Validitas Dan Reabilitas Kuesioner ... 51

    D. Analisis Data

    1. Analisis Univariat . 52

    2. Analisis Bivariat 55

    BAB VI PEMBAHASAN

    A. Keterbatasan Penelitian .. 60

    B. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Regresi Anak Prasekolah

    Saat Hospitalisasi

    1. Analisis Univariat . 62

    2. Analisis Bivariat 63

  • BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan . 68

    B. Saran ... 69

    DAFTAR PUSTAKA 71

  • DAFTAR LAMPIRAN

    1. Surat izin pengambilan data

    2. Surat izin penelitian dari RSAB Harapan Kita Jakarta

    3. Surat keterangan pembimbing lapangan

    4. Lembar permohonan penelitian

    5. Lembaran persetujuan responden

    6. Rincian informasi informed consent

    7. Kuesioner data demografi

    8. Kuesioner status penyakit

    9. Kuesioner support system

    10. Kuesioner regresi

    11. Frekuensi jenis kelamin, status penyakit, dan support system

    12. Frekuensi manifestasi reaksi regresi

    13. Frekuensi reaksi regresi

    14. Hubungan jenis kelamin dengan regresi

    15. Hubungan status penyakit dengan regresi

    16. Hubungan support system dengan regresi

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1. Variabel support system berhubungan dengan regresi dari

    penelitian terdahulu 28

    Tabel 3.1. Variabel bebas ... 32

    Tabel 3.2. Variabel terikat .. 34

    Tabel 5.1. Distribusi frekuensi anak prasekolah berdasarkan jenis

    kelamin, status penyakit dan support system .. 52

    Tabel 5.2. Distribusi frekuensi manifestasi reaksi regresi pada anak

    prasekolah . 54

    Tabel 5.3. Distribusi frekuensi reaksi regresi pada anak prasekolah . 55

    Tabel 5.4. Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan regresi anak

    prasekolah 56

    Tabel 5.5. Hasil analisis hubungan antara status penyakit dengan regresi

    anak prasekolah 57

    Tabel 5.6. Hasil analisis hubungan antara support system dengan regresi anak

    prasekolah .. 58

  • DARTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1. Kerangka teori .. 29

    Gambar 2.2. Kerangka konsep .. 30

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Anak merupakan aset bangsa yang sangat penting untuk masa depan kehidupan kita

    semua. Nilai yang diberikan pada mereka tercermin dalam kesejahteraan yang mereka

    terima. Anak dapat gagal memenuhi harapan setiap orang tua apabila anak mengalami suatu

    gangguan dimasa kanak-kanak seperti trauma di rumah sakit, sekolah, maupun di rumah

    (Sacharin, 1998 dikutip dari Sumaryoko, 2008).

    Anak yang dirawat di rumah sakit akan mengalami hambatan dalam proses

    pertumbuhan dan perkembangannya. Hal itu terjadi karena keadaan penyakit dan kondisi

    psikologi yang dialaminya. Hambatan dalam proses tumbuh kembang banyak terjadi pada

    anak yang mengalami penyakit kronik. Survey melaporkan, hambatan dalam proses tumbuh

    kembang lebih tinggi terjadi pada penyakit kronik yaitu terjadi hambatan membaca spesifik

    serta gangguan psikis misalnya gangguan penyesuaian dengan lingkungan (Simbolon,

    1999). Dampak penyakit yang dialami pada anak dengan penyakit akut yaitu mengalami

    ketidaknyamanan jasmani, stress emosi, kecemasan, kehilangan kontrol fisik, dan

    automatisasi tingkah laku sehingga mengakibatkan rusaknya self image dan self esteem yang

    menyebabkan kehilangan identitas diri.

    Anak-anak yang dirawat di rumah sakit dalam dua dekade terakhir mengalami

    peningkatan pesat. Prosentase anak-anak yang dirawat di rumah sakit ini mengalami

    masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan dengan hospitalisasi tahun-tahun

    sebelumnya (Wong, 2007). Lebih dari 6 juta anak mengalami hospitalisasi setiap tahun.

  • Hospitalisasi yang direncanakan atau tidak direncanakan, merupakan hal yang menimbulkan

    stress sekaligus tantangan bagi keluarga, kecuali keluarga yang mempunyai persiapan untuk

    mendukung anak mereka mendapatkan kenyamanan selama hospitalisasi (Mistra, 2003).

    Penelitian yang dilakukan oleh psikolog dalam 30 tahun terakhir, menyebutkan

    bahwa 10-30 % dari anak-anak dengan hospitalisasi menderita gangguan psikologi dan

    sebanyak 90 % anak anak merasa kecewa dan putus asa karena dirawat di rumah sakit. The

    National Centre for Health Statistic memperkirakan bahwa 3-5 juta anak dibawah usia 15

    tahun menjalani hospitalisasi setiap tahun. Saat anak-anak dirawat di rumah sakit, mereka

    cenderung merasa ditinggalkan oleh keluarganya dan merasa didalam lingkungan yang

    sangat asing (Severo, 2009). Angka kesakitan anak di Indonesia yang dirawat di rumah sakit

    cukup tinggi yaitu sekitar 35 per 100 anak, yang ditunjukkan dengan selalu penuhnya

    ruangan anak baik rumah sakit pemerintah ataupun rumah sakit swasta (Sumaryoko, 2008).

    Hospitalisasi pada anak sering menimbulkan perasaan cemas, marah, sedih, takut,

    dan rasa bersalah. Penelitian Halstroom, et al, membuktikan bahwa hospitalisasi pada anak

    menjadi suatu pengalaman yang dapat menimbulkan trauma, baik pada anak maupun orang

    tua (Supartini, 2004).

    Hospitalisasi dapat menyebabkan gangguan pada anak seperti kehilangan nafsu

    makan, insomnia, mengompol, menghisap jempol, dan sering ditemukan anak-anak

    menyalahkan orang tuanya karena membawa mereka ke rumah sakit (Severo, 2009).

    Hospitalisasi dapat mengakibatkan anak menjadi regresi dalam pertumbuhan dan

    perkembangannya. Regresi adalah mundurnya tahap perkembangan yang telah dicapai

    seseorang ke dalam tahap perkembangan sebelumnya, contohnya yaitu anak sering meminta

    minum menggunakan botol yang biasanya sudah minum dengan gelas, mengompol dan

  • buang air kecil tidak teratur, atau meningkatnya ketergantungan pada orang tua seperti

    meminta digendong. Regresi dapat dikurangi dengan cara melakukan pengkajian

    keperawatan yang akurat berdasarkan kemampuan anak dan merencanakan asuhan

    keperawatan untuk mendukung dan mempertahankan tahap pertumbuhan dan

    perkembangannya (Leifer, 2003).

    Regresi terjadi pada semua tahap perkembangan. Seseorang yang mengalami

    kejadian yang tidak diinginkan akan menunjukkan reaksi regresi karena regresi merupakan

    mekanisme koping yang dilakukan seseorang (Fielding, 1995). Regresi sebagai mekanisme

    koping sementara waktu dapat diizinkan, karena memberi perasaan aman sampai anak siap

    menghadapi stresor tersebut. Penggunaan regresi sebagai suatu mekanisme pertahanan yang

    berkelanjutan harus dihindari.

    Faktor yang dapat mempengaruhi interpretasi stimulus yang potensial menjadi

    stressor dan kemampuan koping anak diantaranya yaitu usia, persiapan yang diberikan

    sebelumnya, pengalaman hospitalisasi yang lalu, support system dari keluarga dan tenaga

    kesehatan yang terlibat, serta status penyakit saat ini (Leifer, 2003). Setiap anak akan

    mengembangkan pola koping untuk mempertahankan keadaan equilibrium (seimbang)

    dalam mempertahankan keadaan yang penuh stres. Koping tersebut dapat bersifat positif

    (adaptif) atau negatif (maladaptif).

    Alasan peneliti melakukan penelitian ini merupakan hasil observasi selama

    melakukan praktek praklinik di rumah sakit, bahwa anak-anak usia 3-5 tahun yang

    mengalami hospitalisasi menunjukkan regresi. Anak ketakutan saat melihat perawat, anak

    menangis, menendang, dan memukul saat dilakukan tindakan invasif sehingga menyebabkan

    terhambatnya proses perawatan anak. Orang tua juga mengatakan anaknya menjadi rewel,

  • gelisah, sering marah, dan merengek ingin pulang. Peneliti juga melihat, anak menjadi tidak

    kooperatif saat dilakukan tindakan invasif sehingga menyebabkan terhentinya prosedur yang

    harus dilakukan. Regresi tersebut bisa menghambat petumbuhan dan perkembangannya

    sehingga jika tidak diatasi akan menyebabkan reaksi yang berkelanjutan sampai anak pulang

    dari rumah sakit. Regresi juga menyebabkan bertambahnya lama rawat di rumah sakit jika

    reaksi dari regresi anak yang dibiarkan dan tidak dihindari.

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini

    adalah Bagaimana hubungan antara faktor jenis kelamin, status penyakit, dan support

    system dengan regresi pada anak prasekolah.

    C. Tujuan Peneltian

    Tujuan dari penelitian ini adalah:

    1. Tujuan umum

    Untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan regresi anak prasekolah saat

    hospitalisasi.

    2. Tujuan khusus

    1. Mengidentifikasi jenis kelamin klien mengenai regresi anak prasekolah saat

    hospitalisasi.

  • 2. Mengidentifikasi status penyakit klien mengenai regresi anak prasekolah saat

    hospitalisasi.

    3. Mengidentifikasi support system klien mengenai regresi anak prasekola saat

    hospitalisasi.

    4. Mengidentifikasi hubungan jenis kelamin klien dengan regresi anak prasekolah

    saat hospitalisasi.

    5. Mengidentifikasi hubungan status penyakit klien dengan regresi anak prasekolah

    saat hospitalisasi.

    6. Mengidentifikasi hubungan support system klien dengan regresi anak prasekolah

    saat hospitalisasi.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Institusi rumah sakit

    Hasil penelitian ini berguna bagi perawat untuk dapat memperhatikan dan mengupayakan

    faktor-faktor yang dapat meningkatkan adaptasi anak prasekolah yang mengalami

    hosptalisasi sehingga terhindar dari regresi.

    2. Ilmu keperawatan

    Hasil penelitian ini berguna untuk menggali dan menghubungkan konsep hospitalisasi

    dan dampaknya terhadap reaksi regresi pada anak prasekolah.

    3. Penelitian selanjutnya

    Hasil penelitian ini berguna sebagai bahan dasar untuk penelitian selanjutnya dengan

    menggunakan metode eksperimen yaitu membandingkan anak yang mendapatkan support

    system yang adekuat dari keluarga dan anak yang tidak mendapat support system

    keluarga.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Hospitalisasi

    1. Pengertian

    Hospitalisasi adalah suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana yang

    mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai

    pemulangan kembali ke rumah (Dachi, 2006).

    Hospitalisasi merupakan bentuk stressor individu yang berlangsung selama individu

    tersebut dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi

    individu karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman (Muhaj,

    2009).

  • Pemahaman anak tentang hospitalisasi akan tergantung dari usia anak. Jika anak

    yang dirawat di rumah sakit mempunyai kakak atau adik, orang tua harus menjelaskan apa

    yang akan terjadi pada saudaranya. Hospitalisasi berpengaruh pada seluruh keluarga

    sehingga saudara kandung dapat dipersiapkan untuk berpartisipasi dalam perawatan anak

    yang sakit (Yale-New Haven Childrens Hospital, 2007).

    2. Reaksi Hospitalisasi

    Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan

    usia, pengalaman sebelumnya, support system dalam keluarga, keterampilan koping, dan

    berat ringannya penyakit (Alawi, 2006).

    Anak anak mempunyai reaksi dalam menghadapi hospitalisasi dimulai saat

    sebelum masuk rumah sakit, selama hospitalisasi, dan setelah pulang dari rumah sakit.

    Perubahan perilaku temporer dapat terjadi selama anak dirawat di rumah sakit sampai

    pulang dari rumah sakit. Perubahan ini disebabkan oleh (1) perpisahan dari orang-orang

    terdekat, (2) hilangnya kesempatan untuk membentuk hubungan baru, dan (3) lingkungan

    yang asing ( Wong, 2007).

    Menurut Dachi (2006), reaksi anak terhadap hospitalisasi sesuai dengan tahap

    usianya adalah:

    1) Masa bayi (0-1 tahun)

    Usia anak lebih dari 6 bulan terjadi stanger anxiety, dengan menunjukkan reaksi seperti

    menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak

    menyenangkan.

  • 2) Masa toddler (1-3 tahun)

    Sunber utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak terhadap perpisahan

    dengan tahap sebagai berikut:

    - Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain.

    - Menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat bermain, sedih,

    apatis.

    - Pengingkaran/denial

    - Mulai menerima perpisahan

    - Membina hubungan secara dangkal

    - Anak mulai menyukai lingkungannya.

    3) Masa prasekolah (3-5 tahun)

    Anak prasekolah seringkali mempersepsikan sakit sebagai hukuman, sehingga

    menimbulkan reaksi agresif seperti menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan,

    tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.

    4) Masa sekolah (6-12 tahun)

    Perawatan di rumah sakit memaksa anak meninggalkan lingkungan yang dicintai,

    meninggalkan keluarga, dan kehilangan kelompok sosial sehingga menimbulkan

    kecemasan.

    5) Masa remaja (12-18 tahun)

    Anak remaja sangat terpengaruh oleh lingkungan sebayanya. Reaksi yang muncul seperti

    menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan, tidak kooperatif dengan petugas,

    bertanya-tanya, menarik diri, menolak kehadiran orang lain.

    2.1 Reaksi hospitalisasi pada anak prasekolah

  • Anak prasekolah mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku

    buruk, hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia sekitar

    mereka. Anak mempunyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bisa

    bermain dengan temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka

    harus pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi. Reaksi anak terhadap

    hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive, cooperative, membantu, anak mencoba

    menghindar dari orang tua, dan anak menjadi marah (Alawi, 2008).

    Anak prasekolah mengalami hospitalisasi dengan bermacam-macam sebab, seperti

    cedera, penyakit infeksi, pembedahan, dan penyakit kronik. Anak prasekolah sesuai dengan

    tahap perkembangannya sudah mempunyai sifat bertanya-tanya tentang suatu hal,

    kemampuan bahasa yang cukup baik, dan menikmati awal kemandirian mereka, tetapi anak

    prasekolah juga membutuhkan kehadiran dan dukungan orang tua dalam hidup mereka

    (Potts, 2007).

    Pengalaman hospitalisasi lebih mudah diterima oleh anak-anak prasekolah yang

    sudah mempunyai kontak dengan lingkungan luar (playgroup dan taman kanak-kanak)

    daripada anak-anak prasekolah yang tidak pernah terpisah dari orang tuanya. Anak pada

    usia ini sudah dapat berpikir konkrit, mereka dapat lebih memahami dan mereka dapat

    dipersiapkan untuk hospitalisasi. Penjelasan tentang prosedur yang dilakukan harus

    diberikan secara realistik, karena anak prasekolah tidak dapat memahami penjelasan secara

    abstrak. Mereka menyadari bahwa hospitalisasi bukan merupakan hukuman untuk sesuatu

    yang salah mereka lakukan ( Leifer, 2003).

    Bentuk ketakutan pada anak prasekolah saat hospitalisasi ada dua hal yaitu takut

    pada ketidaktahuan dan takut pada keadaan ditinggalkan oleh orang tua. Kelompok usia ini

  • lebih memerlukan persiapan untuk hospitalisasi daripada kelompok usia lain. Hospitalisasi

    harus disiapkan dengan baik untuk mengurangi dua ketakutan utama yang telah disebutkan.

    Anak anak prasekolah mempunyai imajinasi pada titik tertingginya, bermain

    dokter-dokteran merupakan cara yang efektif untuk mempersiapkan anak prasekolah untuk

    memulai pengalaman baru di rumah sakit. Anak anak prasekolah dapat ikut membereskan

    baju-baju yang akan dibawa ke rumah sakit karena anak akan merasa seperti di rumah

    dengan baju yang biasa dia pakai di rumah.

    Anak anak prasekolah sangat dipengaruhi perpisahan pada saat hospitalisasi.

    Mereka mengekspresikan perasaan mereka dengan menangis kencang dan lebih lama dari

    bayi. Anak prasekolah menangis memanggil ibunya berulang kali. Anak mungkin

    menghisap jempolnya, memukul kepalanya ke tempat tidur, memeluk selimutnya, atau

    masturbasi untuk mendapatkan kenyamanan dari rasa kehilangan. Ibu menjadi cemas karena

    anak mereka selalu menangis setiap mereka berkunjung. Anak menangis saat melihat ibunya

    karena dengan melihat ibu mengingatkan anak akan kerinduan mereka pada ibunya. Orang

    tua merasa khawatir dengan tangisan yang menyambut mereka setiap mereka berkunjung,

    padahal tangisan itu menunjukkan emosi anak mereka masih sangat aktif dan menunjukkan

    anak tersebut merasa cemas.

    3. Dampak Hospitalisasi

    Sakit dan hospitalisasi sering menjadi krisis pertama pada anak-anak yang harus

    dihadapi. Konsep anak-anak terhadap sakit bahkan lebih penting daripada usia dan

    intelektual untuk memprediksi tingkat adjustment sebelum hospitalisasi. Hal tersebut

    mungkin atau mungkin tidak dipengaruhi oleh lamanya kondisi penyakit atau hospitalisasi

    (Wong, 2003).

  • Dampak hospitalisasi yang dialami bagi anak dan keluarga akan menimbulka stress

    dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga

    terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Selama proses tersebut, bukan saja anak tetapi

    orang tua juga mengalami kebiasaan yang asing, lingkungan yang asing, orang tua yang

    kurang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas. Rasa cemas pada orang

    tua membuat stress anak meningkat (Dachi, 2006).

    Hospitalisasi merupakan kondisi yang stressful bagi anak, tetapi dapat juga

    memberi manfaat. Manfaat yang paling terlihat adalah proses penyembuhan anak dari sakit

    dan hospitalisasi juga akan memberikan kesempatan pada anak untuk mengendalikan stress

    dan mampu untuk menggunakan kemampuan koping mereka. Lingkungan rumah sakit

    membuat anak mempunyai pengalaman sosial baru yang dapat memperluas hubungan

    interpersonal mereka (Wong, 2007).

    Hospitalisasi menyebabkan kecemasan dan stress pada semua usia. Ketakutan pada

    hal-hal yang tidak diketahui selalu menjadi ancaman bagi anak. Anak-anak masih terlalu

    muda untuk untuk memahami apa yang sedang terjadi atau takut bertanya pada perawat atau

    dokter. Lama rawat yang singkat di rumah sakit lebih sering muncul ketakutan dibandingkan

    dengan hospitalisasi yang panjang (Klossner, 2006).

    Perawatan di rumah sakit merupakan saat yang menakutkan bagi anak dan

    keluarganya. Hal yang paling dikhawatirkan oleh anak-anak adalah mereka merasa akan

    disakiti dan asing dengan tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Perawatan di rumah

    sakit akan menjadi lebih mudah bagi anak dan keluarganya dengan beberapa persiapan.

    Faktor- faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak adalah berpisah dengan

    orang tua dan saudara kandung, fantasi-fantasi dan unrealistic anxietas, gangguan kontak

  • sosial jika pengunjung tidak diizinkan menjenguk, nyeri dan komplikasi akibat pembedahan

    atau penyakit, prosedur yang menyakitkan, takut akan cacat dan kematian (Alawi, 2008).

    Faktor- faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak adalah berpisah dengan

    orang tua dan saudara kandung, fantasi-fantasi dan unrealistic anxietas, gangguan kontak

    sosial jika pengunjung tidak diizinkan menjenguk, nyeri dan komplikasi akibat pembedahan

    atau penyakit, prosedur yang menyakitkan, takut akan cacat dan kematian (Alawi, 2008).

    B. Stres

    Setiap orang mengalami stress dari waktu ke waktu, dan umumnya seseorang dapat

    mengatasi stress jangka panjang atau menghadapi stress jangka pendek sampai stress tersebut

    berlalu. Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non- spesifik mengharuskan seorang

    individu untuk berespons atau melakukan tindakan. Stress dapat menyebabkan perasaan

    negatif atau yang berlawanan dengan apa yang diinginkan atau mengancam kesejahteraan

    emosional. Stress dapat mengganggu cara seseorang dalam menyerap realitas,

    menyelesaikan masalah, berpikir secara umum, dan hubungan dengan seseorang (Potter &

    Perry, 2005).

    Persepsi atau pengalaman individu terhadap perubahan besar menimbulkan stress.

    Stimuli yang mengawali atau mencetuskan perubahan disebut stressor. Stressor

    menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja

    kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau

    kebutuhan kultural (Potter & Perry, 2005).

    Hans Seyle, sorang dokter, pada tahun 1936 dalam buku psikologi abnormal,

    memperkenalkan sindrom adaptasi menyeluruh (general adaptation syndrome GAS),

  • suatu gambaran respons biologis untuk bertahan dan mengatasi stress fisik. Terdapat tiga

    fase dalam model ini, yaitu:

    1. Fase pertama, yaitu reaksi alarm (alarm reaction), system saraf otonom

    diaktifkan oleh stress. Jika stress terlalu kuat, terjadi luka pada saluran

    pencernaan , kelenjar adrenalain mnbesar, dan thymus menjadi lemah.

    2. Fase kedua, resistensi (resistance), organisme beradaptasi dengan stress melalui

    berbagai mekanisme koping yang dimiiki.

    3. Fase ketiga, jika stressor menetap atau organisme tidak mampu merespon secara

    efektif, terjadi suatu tahap kelelahan (exhaustion) yang amat sangat, dan

    organisme mati atau menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.

    Beberapa peneliti mengikuti pendapat Seyle dan menganggap stress sebagai respon terhadap

    berbagai kondisi lingkungan, dan didefinisikan berdasarkan kriteria yang sangat beragam

    seperti penderitaan emosional, detoriorasi kerja, atau berbagai perubahan tertentu. Masalah

    dalam definisi stress berbasis respon ini kriterianya tidak jelas. Berbagai perubahan

    fisiologis pada tubuh dapat terjadi sbagai respons terhadap sejumlah stimuli yang dianggap

    tidak penuh stress, contohnya mengantisipasi kejadian yang menyenangkan (Davison, Neale

    & Kring, 2006).

    Peneliti lain melihat stress sebagai stimulus yang seringkali disebut sebagai

    stressor dan bukan suatu respons dan mengidentifikasinya dengan berbagai kondisi

    lingkungan. Faktor yang dapat mempengaruhi interpretasi stimulus yang potensial menjadi

    stressor dan kemampuan koping anak diantaranya yaitu kondisi fisik, kepribadian dan

    tempretantrum, situasi dan support keluarga, lingkungan dan budaya, kejadian saat ini,

  • kepercayaan spiritual, tahap perkembangan, jenis kelamin, kemampuan akademik,

    kemampuan dan keterampilan mengatasi stress (Jackson & Saunders, 1993).

    Stress yang umumnya terjadi karena hospitalisasi yaitu takut dan isolasi. Rasa

    takut tersebut disebabkan karena unfamiliarity, lingkungan rumah sakit yang menakutkan,

    rutinitas rumah sakit, prosedur yang menyakitkan, dan takut akan kematian. Isolasi

    merupakan hal yang menakutkankan bagi semua anak terutama berpengaruh pada anak

    dibawah usia 12 tahun. Isolasi dirasakan oleh anak disebabkan karena perawat dan dokter

    yang memakai pakaian khusus seperti masker, pakaian isolasi, sarung tangan, penutup

    kepala, dan keluarga yang tidak bebas berkunjung. Reaksi emosional ditunjukkan dengan

    menangis, marah, dan berduka sebagai bentuk yang normal dalam mengatasi stress karena

    hospitalisasi (Alawi, 2008).

    Penyebab utama stress pada anak dari semua usia adalah perpisahan, nyeri, dan

    takut dengan bagian tubuh yang sakit. Hal ini dipengaruhi oleh tahap perkembangan anak,

    partisipasi orang tua, faktor kebudayaan dan ekonomi, kepercayaan spiritual, pengalaman

    masa lalu, status kesehatan saat ini, dan faktor lain (Leifer, 2003).

    Faktor - faktor risiko seperti tempretantrum, kekecewaan anak dan orang tua, usia,

    jenis kelamin laki-laki, intelegensi di bawah rata- rata, serta stress yang berkelanjutan

    membuat anak-anak tertentu lebih mudah tersinggung dibandingkan anak lain dalam kondisi

    stress saat hospitalisasi (Wong, 2007).

    C. Mekanisme Koping

    Koping yaitu bagaimana orang berupaya mengatasi masalah atau menangani

    emosi yang umumnya negatif yang ditimbulkannya. Seseorang yang menilai suatu situasi

  • sebagai penuh stress dapat menimbulkan efek stress yang bervariasi tergantung pada

    bagaimana individu mengahadapi situasi tersebut (Lazarus & Folkman, 2001).

    Koping merupakan reaksi dasar dalam menghadapi berbagai peristiwa kehidupan

    atau merupakan antisipasi terhadap segala kemungkinan yang terjadi pada diri individu

    termasuk sikap proaktif menghadapi tantangan dan upaya mencapai kebutuhan hidupnya.

    Koping yang positif dan bermakna bagi diri individu akan sangat berguna untuk

    menghindari distress, sehingga dapat merasakan kebahagiaan (Kuntjoro, 2009).

    Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan

    masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara

    kognitif maupun perilaku (Mustikasari, 2006). Mekanisme ini biasa disebut sebagai srategi

    koping. Strategi koping menolong orang untuk mengatur emosi dan reaksi rhadap situasi

    yang amat menekan (stressor). Semua orang memiliki bentuk strategi koping untuk

    menghindari tekanan atau stress yang tidak diinginkan. Individu memiliki tingkat koping

    yang sesuai dengan pengalaman yang diperoleh dan sifat kepribadiannya (Geber, 1996

    dalam Kuntjoro, 2009).

    Strategi koping merupakan suatu bentuk problem solving dimana individu

    dihadapkan pada masalah yang menyangkut terganggunya kesejahteraan individu tersebut

    dan individu belum mengetahui dengan jelas apa yang harus dilakukan. Strategi koping

    secara spesifik merujuk kepada hal-hal yang dilakukan individu untuk mengatasi situasi

    stress atau mengatasi tuntutan emosional pada saat terjadi stress (Lazarus, 2001). Manusia

    memiliki banyak sekali strategi koping dengan berbagai alternatif pilihan yang dapat

    mengurangi stress,ada yang bersifat positif (adaptif) namun ada yang tidak sehat dan

    negative (maladaptif) tergantung dari keberagaman kepribadian seseorang.

  • Pemahaman anak anak dan mekanisme koping yang digunakan pada saat

    hospitalisasi dipengaruhi oleh stressor individu pada tiap fase perkembangan. Stressor yang

    utama adalah perpisahan, kehilangan kontrol, bagian tubuh yang cedera, dan perilaku anak

    (Leifer, 2003). Setiap anak mempunyai reaksi berbeda dalam menjalani hospitalisasi.

    Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai pengalaman yang

    mengancam dan menimbulkan stressor. Anggapan tersebut dapat menimbulkan krisis bagi

    anak dan keluarga. Hal ini terjadi karena anak tidak memahami mengapa harus dirawat atau

    terluka, stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan yang asing,

    kebiasaan sehari-hari, dan keterbatasan mekanisme koping.

    1. Koping Adaptif

    Menurut Lazarus, pada dasarnya mekanisme koping ada dua macam yaitu

    problem-focused coping dan emotional-focused coping, yaitu usaha yang kuat melalui

    pemikiran dan perilaku untuk mengurangi atau mereduksi tekanan berat dari luar apapun

    dan dari dalam diri sendiri sehingga dapat mencari solusi (Kuntjoro, 2009).

    1.1. Problem-focused coping

    a. Konfrontasi, yang merupakan upaya-upaya agresif untuk mengubah keadaan diri.

    b. Dukungan sosial adalah upaya-upaya memperoleh kenyamanan emosional dan

    informasi dari orang lain.

    c. Penyelesaian masalah merupakan koping yang secara nyata berfokus pada upaya

    penyelesaian masalah untuk mengatasi keadaan yang dihadapinya.

    1.2. Emotional-focused coping

  • a. Penanggulangan peristiwa adalah upaya-upaya seseorang untuk melepaskan diri dari

    situasi yang mengakibatkan stress.

    b. Penilaian positif merupakan upaya-upaya untuk menemukan arti positif dalam

    pengalaman hidup dengan berfokus pada pertumbuhan dan perkembangan

    emosional.

    c. Pengingkaran merupakan koping yang menjelaskan tentang harapan hidup dan

    upaya untuk menghindari atau melarikan diri dari situasi tertentu. Pengingakaran

    walaupun berkonotasi negative juga memiliki nilai positif atau adaptif.

    2. Koping Maladaptif

    Menurut Wong (2007) koping anak prasekolah ketika mengalami perawatan di

    rumah sakit menunjukkan koping maladaptive yaitu reaksi perilaku seperti protes, putus asa,

    dan regresi.

    2.1. Protes

    Protes ditunjukkan anak dengan menangis dan merengek dengan suara kencang.

    Anak akan menunjukkan perilaku ini dalam beberapa jam atau beberapa hari. Anak menolak

    perhatian dari perawat atau orang lain pada saat itu dan hanya menginginkan ibunya untuk

    menemaninya.

    2.2. Putus asa

    Perilaku putus asa kadang-kadang disebut sebagai saat tenang oleh orang-orang

    yang tidak memahami proses kerja psikologi. Anak mungkin terlalu larut dalam kesedihan

    untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan.

    2.3. Regresi

  • Regresi adalah suatu keadaan sementara kembali ke tingkat tumbuh kembang

    sebelumnya untuk mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan atau menimbulkan

    frustasi. Perilaku yang ditunjukkan adalah gangguan toilet training, gangguan makan,

    peningkatan ketergantungan, dan tempertantrum.

    D. Regresi

    1. Pengertian

    Regresi adalah suatu keadaan sementara kembali ke tingkat tumbuh kembang

    sebelumnya untuk mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan atau menimbulkan

    frustasi (Jackson & Saunders, 1993).

    Regresi adalah kemunduran ke tingkat perkembangan sebelumnya atau lebih rendah

    dalam fungsi fisik, mental, perilaku, dan intelektual (Muhaj, 2009).

    Regresi adalah kembalinya pada tahap perkembangan yang lebih dulu

    (http://id.w3dictionary.com).

    2. Tingkat Regresi

    Salah satu gejala yang paling sering muncul jika masuk dalam lingkungan baru

    selama perkembangan adalah meningkatnya berbagai perilaku. Seseorang yang mengalami

    situasi frustasi, aktivitas permainannya akan berkurang. Hal ini mengindikasikan bahwa

    regresi mempersempit lingkungan psikologis. Regresi akan menjadi sesuatu yang

    diperkirakan,jika seseorang terus-menerus dalam situasi frustasi yang tetap.

    2.1. Regresi ringan

  • Reaksi regresi seseorang tergantung pada sejauh mana reaksi regresi yang tetap

    sebelum terjadinya kondisi yang tidak diinginkan, tingkat sentralitas mereka, dan perbedaan

    mereka dari tingkat normal.

    2.2. Regresi sedang

    Frustrasi melibatkan area tertentu dari seseorang yang dalam keadaan normal menjadi

    ketegangan permanen sehingga reaksi regresi lebih banyak muncul tetapi tidak dalam jangka

    waktu lama.

    2.3. Regresi berat

    Terjadi satu bentuk reaksi regresi, akan terjadi bentuk reaksi regresi yang lainnya.

    Regresi ini lebih besar dari tingkat regresi lain karena dengan melibatkan jumlah yang lebih

    besar dari seseorang dengan tingkat yang lebih tinggi sentralitasnya dan dengan ketegangan

    yang meningkat (Lewin, 2004).

    3. Regresi Pada Anak Prasekolah

    Regresi pada anak prasekolah akibat menderita penyakit atau hospitalisasi biasanya

    terlihat pada area toilet training, gangguan makan dan meningkatnya ketergantungan pada

    suatu objek seperti boneka. Anak juga menunjukkan reaksi menolak terhadap pembatasan

    aktivitas (tempretantrum) seperti menendang, berteriak, menghardik, sedih atau menangis

    saat akan dilakukan prosedur (Jakcson & Saunders, 1993).

    Toilet training yaitu kemampuan spesifik pada anak prasekolah untuk buang air

    kecil, meliputi tetap kering selama 2 jam, buang air kecil teratur, dapat duduk dan bangkit

    dari buang air kecil, dapat menyampaikan keinginan buang air kecil kepada orang tua dan

    menunda buang air kecil. Contoh umum regresi yang terjadi pada prasekolah adalah

  • perubahan toilet training, dimana anak sering mengompol selama di rumah sakit (Muscari,

    2005).

    Meningkatnya ketergantungan pada anak terutama ketergantungan anak terhadap

    orang tua atau objek pengganti yang dapat meningkatkan rasa aman seperti menghisap

    jempol, empeng, memeluk mainan atau boneka dan minum dengan dot (Leifer, 2003).

    Gangguan makan yang ditunjukkan pada regresi yaitu mengeluh kurang nafsu makan, mual,

    dan tidak mau makan makanan yang diberikan (Ngastiyah, 2005).

    Faktor yang mempengaruhi stress akibat hospitalisasi adalah kehilangan fungsi dan

    kontrol. Kehilangan fungsi berhubungan dengan terganggunya fungsi motorik dapat

    mengakibatkan kurangnya percaya diri pada anak, sehingga tugas perkembangan yang telah

    dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi seperti mengompol lagi,

    menghisap jari dan menolak makan (Alawi, 2008).

    Reaksi regresi yang diperlihatkan anak merupakan reaksi normal dan tidak berbeda

    dengan reaksi orang tua terhadap stress (merokok beberapa batang, menggigit kuku). Jika

    orang tua memahami reaksi tersebut, akan lebih mudah bagi orang tua untuk menerima dan

    memahaminya anaknya. Orang tua menginterpretasikan reaksi ini sebagai kenakalan anak

    atau iri dengan adanya anggota keluarga baru dalam keluarganya. Orang tua berpandangan

    anak mereka mengalami retardasi mental karena terlihat seperti kembali ke tahap tumbuh

    kembang sebelumnya. Pengalihan stress adalah cara yang terbaik untuk menolong anak agar

    tidak terus-menerus dalam perilaku tersebut. Bentuk kondisi stress yang sudah disebutkan di

    atas, bagaimanapun, tidak mudah untuk dialihkan.

    Hospitalisasi dapat mengakibatkan anak menjadi regresi dalam pertumbuhan dan

    perkembangannya. Regresi dapat dikurangi dengan cara melakukan pengkajian keperawatan

  • yang akurat berdasarkan kemampuan anak dan merencanakan asuhan keperawatan untuk

    mendukung dan mempertahankan tahap pertumbuhan dan perkembangannya. Regresi

    bagaimanapun tidak seharusnya menjadi hukuman bagi anak. Perawat dapat membimbing

    orang tua untuk memuji perilaku yang baik dan mengabaikan regresi. Saat anak bebas dari

    stress yang disebabkan oleh regresi, pujian akan memotivasi anak untuk berkelakukan baik

    (Leifer, 2003).

    4. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Regresi

    Regresi pada anak prasekolah behubungan dengan beberapa faktor yang dapat

    mempengaruhi interpretasi stimulus yang potensial menjadi stressor. Menurut Leifer (2003),

    kemampuan koping anak yang ditunjukkan dengan regresi berhungan dengan:

    a) Usia

    Usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun (Elisabeth,

    1996 dalam Nursalam, 2001).

    b) Persiapan yang diberikan sebelumnya

    Persiapan yang diberikan orang tua untuk hospitalisasi pada anaknya harus seuai dengan

    usia anak. Bayi tidak akan memahami tentang penjelasan apapun. Anak sekolah atau

    remaja sudah dapat menerima instruksi yang lebih sulit dibandingkan anak prasekolah.

    c) Pengalaman hospitalisasi yang lalu

    Pengalaman hospitalisasi yang lalu selalu menimbulkan dampak bagi pasien terutama

    anak-anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa distress emosional pada anak-anak

    sering muncul selama menjalani hospitalisasi atau setelahnya (Luthfi, 2009).

    d) Status penyakit

  • Perubahan kesehatan dapat terjadi dalam episode akut atau jangka waktu lama (kronis)

    yang dapat menimbulkan regresi sebagai strategi koping pada anak.

    e) Jenis kelamin

    Anak perempuan pada umumnya lebih adaptif terhadap stressor dibanding anak laki-laki

    (Wong, 2007).

    f) Support system keluarga

    Faktor penting lain yang dapat mengurangi efek stress adalah support system. Anak

    anak yang memiliki support system yang kuat akan menunjukkan perilaku yang positif.

    Support system yang lemah dapat memberikan efek langsung pada proses proses

    biologis (a.l., Uchino, Cacioppo, & Kiecolt-Glaser, 1996). Support system yang lemah

    berhubungan dengan peningkatan emosi negatif (Davison, Neale, Kring 2006). Keluarga

    sebagai support system utama anak mempunyai peranan yang besar dalam mengatasi

    regresi pada anak prasekolah saat hospitalisasi dengan cara (Jackson & Saunders, 1993):

    1. Menurunkan kecemasan, yang dilakukan dengan cara:

    a. Menerima regresi sebagai respon koping sementara waktu sampai anak

    siap untuk menggunakan mekanisme koping yang sesuai dengan tumbuh

    kembangnya.

    b. Mendampingi anak selama perawatan, prosedur kesehatan dan operasi.

    c. Tidak meninggalkan anak tanpa izinnya, walaupun anak sedang tidur.

    d. Orang tua berpartisipasi dalam perawatan anak. Khususnya kebutuhan

    fisik sehari-hari, seperti mandi, makan, dan kebutuhan lainnya.

    e. Berpartisipasi aktif dalam perawatan dan pengkajian kebutuhan yang

    diinginkan anak.

  • 2. Meminimalkan efek lingkungan yang asing, menurunkan ketakutan, kehilangan

    kontrol, dan kesakitan pada bagian tubuh anak., dengan cara:

    a. Memberitahu anak dengan penjelasan yang sederhana sebelum prosedur

    dilakukan.

    b. Mempertahankan disiplin yang konsisten seperti saat di rumah (jika

    memungkinkan) seperti waktu tidur dan bangun.

    c. Mempertahankan rutinitas yang biasa dilakukan seperti berdoa sebelum

    tidur, makan, cuci tangan sebelum dan sesudah makan, toilet training.

    d. Mempertahankan kemandirian anak misalnya memberikan pilihan tentang

    menu makanan atau pakaian yang akan digunakan.

    e. Mengizinkan anak mengeksplorasi lingkungan dalam batas-batas yang

    aman, misalnya bermain dengan anak lain yang dirawat dalam unit yang

    sama.

    f. Bermain terapeutik, kegiatan ini sangat baik untuk meningkatkan

    keterampilan bahasa, keterampilan motorik halus dan kasar, mempelajari

    lingkungan, mengekspresikan ketakutan, menggunakan fantasi dan

    imajinasi untuk mengatasi masalah. Kegiatan bermain yang dapat

    dilakukan misalnya bermain puzzle, menggambar dengan pensil warna

    atau krayon, finger painting, balok-balok, dan lain-lain.

    E. Penelitian Terkait

    Menurut Grey dalam buku Nursing Care of Infants and Childrens tahun 2007,

    sebagian besar riset menyebutkan bahwa hospitalisasi menyebabkan stress pada anak

  • terutama karena perpisahan dengan orang tua dan nyeri. Stress dapat menyebabkan masalah

    fisik dan psikis pada anak. Berdasarkan studi yang tidak dipublikasikan menyebutkan bahwa

    ketakutan akibat hosptalisasi pada anak berisiko terjadi penurunan intelektual.

    Penelitian dengan judul Functions of Preschool Childrens Questions in Coping

    With Hospitalization yang dilakukan oleh Dr. Virginia Pidgeon, profesor di College of

    Nursing of The University of Illinois at The Medical centre Chicago, mengambil 24 anak usia

    prasekolah dari usia 3-5 tahun, 11 bulan. Pertanyaan diberikan pada orang tua yang menemani

    anaknya di rumah sakit dan dikategorikan menggunakan klasifikasi Piaget. Kategorinya

    terdiri dari: (a) penjelasan sebab akibat, (b) riwayat penyakit lalu dan saat ini, (c) tindakan

    keperawatan, (d) klasifikasi dan evaluasi, (e) peraturan, dan (f) kalkulasi. Presentasi terbesar

    dari pertanyaan adalah 53 % tentang tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah

    sakit. Presentasi terkecil adalah klasifikasi dan evaluasi sebesar 13 %, riwayat masa lalu dan

    saat ini 12 %, dan penjelasan sebab akibat 8 %. Penelitian menunjukkan bahwa anak

    prasekolah yang mengalami hospitalisasi memerlukan orientasi untuk tindakan yang

    dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit dalam hal aktivitas terapeutik, asuhan keperawatan

    sehari-hari, dan aktivitas bermain dan sosial untuk menurunkan tingkat kecemasan.

    Penelitian tentang reaksi regresi pada anak toddler yang mengalami hospitalisasi

    yang dilakukan Retno Puji Hastuti tahun 2001,mengklasifikasikan regresi menjadi tiga

    tingkatan yaitu regresi ringan, regresi sedang, dan regresi berat. Hasil penelitian menunjukkan

    support system yang adekuat berpengaruh lebih besar pada reaksi regresi ringan pada anak

    toddler sebanyak 19 orang, dan support system yang tidak adekuat berpengaruh lebih besar

    pada reaksi regresi berat pada anak toddler sebanyak 4 orang.

    Tabel 2.1

  • Variabel support system berhubungan dengan reaksi regresi dari penelitian

    terdahulu.

    Support system keluarga

    Reaksi regresi

    Total

    Ringan Sedang Berat

    Adekuat 3 19 2 24

    Tidak adekuat 0 2 4 6

    Total 3 21 6 30

    F. Kerangka Teori

    Menurut Wong (2007), Hospitalisasi merupakan kondisi yang stressful bagi anak,

    tetapi dapat juga memberi manfaat. Manfaat yang paling terlihat adalah proses

    penyembuhan anak dari sakit dan hospitalisasi juga akan memberikan kesempatan pada

    anak untuk mengendalikan stress dan mampu untuk menggunakan kemampuan koping

    mereka. Koping anak prasekolah ketika mengalami perawatan di rumah sakit adalah

    dengan menunjukkan reaksi perilaku seperti protes, putus asa, dan regresi.

    Faktor-faktor yang berhubungan dengan regresi adalah usia, persiapan yang

    diberikan sebelumnya, pengalaman hospitalisasi yang lalu, jenis kelamin, support system

    dari keluarga dan tenaga kesehatan yang terlibat, dan status kesehatan saat ini (Leifer,

    2003).

    Stres Hospitalisasi

  • Gambar 2.1 Kerangka teori modifikasi menurut Leifer (2003), Wong (2007), dan

    Lazarus & Folkman (2001).

    BAB III

    Kerangka Konsep, Hipotesis Penelitian, Definisi Operasional

    Faktor-faktor yang

    berhubungan dengan regresi:

    1. Usia

    2. Persiapan yang

    diberikan sebelumnya

    3. Pengalaman

    hospitalisasi yang lalu

    4. Jenis kelamin

    5. Dukungan keluarga

    dan tenaga kesehatan

    lain

    6. Status penyakit saat

    ini

    Koping maladaptive:

    1. Protes

    2. Putus asa

    3. Regresi

    a. Gangguan toilet

    training

    b. Gangguan makan

    c. Peningkatan

    ketergantungan

    d. tempertantrum

    Koping adaptif:

    1. Problem-focused

    coping

    a. Konfrontasi

    b. Dukungan sosial

    c. Penyelesaian

    masalah

    2. Emotional-focused

    coping

    a. Penanggulangan

    peristiwa

    b. Penialaian positif

    c. pengingkaran

  • A. Kerangka Konsep

    Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Regresi Anak Prasekolah Saat Hospitalisasi

    di RSAB Harapan Kita Jakarta.

    Gambar 3.1. Kerangka konsep

    Dari kerangka konsep di atas, penelitian ini memfokuskan mencari hubungan 3 variabel

    bebas yaitu jenis kelamin, status penyakit, dan support system terhadap regresi anak

    prasekolah saat hospitalisasi.

    B. Hipotesis penelitian

    1. Ada hubungan antara jenis kelamin yang lalu dengan regresi pada anak prasekolah

    saat hospitalisasi.

    Variabel Terikat

    Regresi

    Variabel Bebas

    1. Jenis kelamin

    2. Status penyakit

    3. Support system

  • 2. Ada hubungan antara status penyakit dengan regresi pada anak prasekolah saat

    hosptalisasi.

    3. Ada hubungan antara support system dengan regresi pada anak prasekolah saat

    hospitalisasi.

    C. Definisi Operasional

    Tabel 3.1.

    No. Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

  • 1.

    2.

    Jenis

    kelamin

    Status penyakit

    identitas seksual

    anak terdiri atas laki-

    laki dan perempuan

    Status kondisi

    penyakit anak, yaitu:

    1.Penyakit akut

    2.Penyakit kronik

    Wawancara

    Wawancara

    Kuesioner

    Bagian A

    tentang

    Data demografi.

    Kuesioner

    Bagian B

    tentang

    Status

    Penyakit no. 2.

    0 = Perempuan

    1 = Laki-laki

    0 = Penyakit

    akut, jika

    Penyakit yang

    timbul secara

    tiba-tiba, tidak

    menetap, dapat

    disembuhkan.

    Diagnosa

    penyakit akut

    beberapa

    diantaranya

    yaitu diare,

    DHF, dan

    infeksi usus.

    1 = Penyakit

    kronis, jika

    Penyakit yang

    berulang,

    menetap, sulit

    Nominal

    Nominal

  • 3.

    Support

    system

    Bantuan yang

    diberikan orang tua

    untuk mengatasi

    regresi pada anak

    prasekolah yang

    dirawat di RS.

    Wawancara

    Kuesioner

    Bagian C

    tentang

    Support system

    terdiri dari 14

    pertanyaan.

    disembuhkan.

    Diagnosa

    penyakit kronis

    beberapa

    diantaranya

    yaitu kanker,

    asma, penyakit

    jantung

    kongenital,

    thalasemia.

    1.Adekuat jika

    skor 57-70

    2.Tidak adekuat

    jika skor 41-56

    Ordinal

    2.Variabel terikat yaitu regresi yang diukur oleh 4 sub variabel.

    Tabel 3.2.

    Variabel Sub variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

  • Operasional

    Regresi

    -

    Gangguan

    toilet training

    Mundurnya tahap

    perkembangan yang

    telah dicapai

    seseorang ke dalam

    tahap perkembangan

    sebelumnya.

    Mengompol dan

    BAK tidak teratur

    Dengan 4

    komponen

    bentuk regresi.

    Wawancara

    0 = regresi

    ringan, jika 3

    sub variabel

    tidak ada

    gangguan.

    1 = regresi

    sedang, jika 1

    dari 4 sub

    variabel ada

    gangguan.

    2 = regresi

    berat, jika

    lebih dari 2

    sub variabel

    ada gangguan

    Ya, jika

    pertanyaan

    dijawab ya.

    Tidak, jika

    pertanyaan

    dijawab

    tidak.

    Ordinal

    Ordinal

  • Gangguan makan

    Peningkatan

    ketergantungan

    Tempertantrum

    Tidak nafsu makan,

    mual, muntah,

    makan dalam porsi

    kecil.

    Lebih tergantung

    pada orang tua atau

    objek pengganti

    seperti boneka atau

    mainan, menghisap

    jempol, minum

    dengan botol.

    Ledakan amarah

    secara fisik atau

    verbal seperti

    menendang,

    berteriak,

    menghardik dan

    Wawancara

    Wawancara

    Wawancara

    Kuesioner

    Kuesioner

    Bagian D

    Ya, jika 2

    dari 3

    pertanyaan

    dijawab ya.

    Tidak, jika 3

    pertanyaan

    dijawab

    tidak.

    Ya, jika 2

    dari 4

    pertanyaan

    dijawab ya.

    Tidak, jika 4

    pertanyaan

    dijawab

    tidak.

    Ya, jika 1

    dari 2

    pertanyaan

    dijawab ya.

    Tidak, jika 2

    pertanyaan

    Ordinal

    Ordinal

    Ordinal

  • menangis. dijawab

    tidak.

    BAB IV

    METODOLOGI DAN PROSEDUR PENELITIAN

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian

    1. Pendekatan Penelitian

  • Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berbentuk data kuantitatif

    sehingga pendekatan yang akan digunakan adalah kuantitatif. Penelitian dengan

    pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data

    numerikal atau angka yang diolah dengan metode statistika. Pendekatan yang digunakan

    yaitu point time approach dimana setiap subjek hanya diobervasi sekali saja dan

    pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat

    pengumpulan data (Nursalam, 2008).

    2. Metode Penelitian

    Desain studi penelitian ini adalah cross sectional. Di dalam desain ini peneliti

    menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen

    hanya satu kali pada satu saat, dimana penelitian ini memiliki tujuan untuk menerangkan

    atau menggambarkan tentang faktor-faktor yang berhungan dengan regresi anak

    prasekolah saat hospitalisasi.

    B. Subjek Penelitian

    1. Populasi

    Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan di

    teliti (Hidayat, 2007). Populasi pada penelitian ini adalah orang tua dengan anak yang

    dirawat di RSAB Harapan Kita Jakarta.

    2. Sampel

  • Sampel adalah bagian dari populasi yang terjangkau yang dapat dipergunakan

    sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Sampel yang ingin peneliti

    jadikan responden dalam penelitian ini adalah seluruh populasi orang tua yang

    mempunyai anak usia 3-5 tahun yang dirawat di bangsal anak RSAB Harapan Kita

    Jakarta.

    Untuk menentukan ukuran sampel, peneliti menggunakan rumus Uji Hipotesis Beda

    Proporsi sebagai berikut:

    ( ) ( ) ( )

    ( )

    keterangan :

    Z1-/2 : 95 % = 1, 96 (derajat kepercayaan)

    Z1- : 80 % = 0,84 (kekuatan uji)

    P1 : 12,5 % (proporsi support system dari penelitian yang

    yang dilakukan Retno Puji Hastuti tahun 2001)

    P2 : 42,5 % (selisih proporsi support system dari

    penelitian terdahulu).

    P : P1 + P2

    2

    Berdasarkan perhitungan dengan software sample sized dari WHO, jumlah sampel yang

    didapat adalah 45 sampel ditambah cadangan 10 % menjadi 50 sampel.

    3. Teknik pengambilan sampel

    Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam

    penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan

  • populasi yang ada (Hidayat, 2008). Di RSAB Harapan Kita terdapat lima bangsal anak

    yang akan dijadikan tempat penelitian. Peneliti akan mengambil sampel yang memenuhi

    kriteria dari tiap bangsal pada saat itu sehingga mencapai sampel yang dibutuhkan yaitu

    50 sampel. Sampel pada penelitian ini adalah probability sampling jenis accidental

    sampling.

    Adapun kriteria inklusif sampel yang diambil yaitu:

    1. Ayah atau ibu atau anggota keluarga lain yang menunggu anaknya selama dirawat

    di rumah sakit.

    2. Mempunyai anak usia 3-5 tahun yang dirawat di rumah sakit hari ke-2 dan

    seterusnya.

    3. Ayah atau ibu atau anggota keluarga lain yang anaknya menderita penyakit kronik

    atau akut dan menjalani perawatan di rumah sakit.

    4. Dapat membaca dan menulis.

    5. Sehat jasmani dan rohani.

    C. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

    Penelitian sudah dilaksanakan di bangsal anak RSAB Harapan Kita Jakarta, dan

    penelitian ini dilaksanakan mulai Oktober sampai November 2009.

    D. Etika Penelitian

    Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dibedakan menjadi

    tiga, yaitu:

  • 1. Prinsip manfaat

    a. Bebas dari penderitaan

    Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek,

    khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

    b. Bebas dari eksploitasi

    Partisipasi subjek dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang tidak

    menguntungkan dan tidak merugikan subjek.

    c. Benefits ratio

    Penelitian harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan

    berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.

    2. Prinsip menghargai hak-hak subjek

    a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden, harus dihargai dan subjek harus

    diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak untuk memutuskan apakah

    bersedia menjadi subjek atau tidak.

    b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan, peneliti harus

    menjelaskan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada

    subjek.

    c. Informed consent

    Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang

    akan dilaksanakan. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang

    diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

  • E. Alat Pengumpulan Data

    Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang berisi

    pertanyaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi regresi yang harus dijawab oleh

    responden. Kuisioner adalah suatu alat pengumpulan data mengenai suatu masalah yang

    umumnya banyak menyangkut kepentingan umum/orang banyak (Notoatmodjo, 2002).

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang terdiri atas 4

    bagian, yaitu:

    Kuesioner bagian A berupa isian tentang data demografi: 1) jenis kelamin, 2) umur anak,

    3) hubungan responden dengan anak.

    Kuesioner bagian B berkaitan dengan faktor status penyakit meliputi: 1) diagnosa

    penyakit saat ini, 2) lama rawat di rumah sakit.

    Kuesioner bagian C berkaitan dengan faktor support system terdiri dari 14 pertanyaan,

    meliputi:

    1. Bantuan orang tua menurunkan kecemasan

    2. Mempertahankan kebiasaan/rutinitas sehari-hari

    3. Mempertahankan otonomi/kemandirian

    4. Mempertahankan sosialisasi dan aktivitas bermain

    Kuesioner bagian D berkaitan dengan regresi pada anak prasekolah sebanyak 10 buah,

    meliputi:

    1. Gangguan toilet training

    2. Gangguan makan

    3. Peningkatan ketergantungan

  • 4. Tempertantrum

    F. Metode Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner dengan prosedur

    sebagai berikut:

    1. Pendekatan dengan kepala ruangan setelah mendapat izin dari direktur rumah

    sakit berdasarkan permohonan dari institusi pendidikan.

    2. Mengidentifikasi sampel yang memenuhi kriteria.

    3. Mengadakan pendekatan dengan calon responden dengan memperkenalkan diri

    dan menunjukkan surat izin penelitian.

    4. Membina hubungan saling percaya dengan responden.

    5. Mempersilahkan responden untuk menandatangani surat persetujuan (jika

    bersedia menjadi responden).

    6. Memberikan penjelasan tentang cara pengisian kuesioner.

    7. Memberi kesempatan kepada responden untuk mengisi kuesioner dan bertanya

    kepada peneliti jika ada hak yang kurang jelas.

    8. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden.

    9. Mengakhiri pertemuan dengan responden.

    10. Bila ada lembar kuesioner yang tidak terisi lengkap sesuai petunjuk, tidak

    diikutsertakan dalam penelitian.

    G. Pengolahan data

    Dalam proses pengolahan data peneliti mengunakan langkah-langkah pengolahan

    data diantaranya:

  • 1. Editing

    Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau formulir kuesioner

    yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data

    atau setelah data terkumpul.

    2. Coding

    Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri

    atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis

    data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode

    dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan

    arti suatu kode dari suatu variabel.

    3. Entry data

    Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master

    tabel atau data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau

    bisa dengan membuat tabel kontingensi.

    4. Processing data

    Setelah semua isian kuesioner tersisi penuh dan benar, dan juga data sudah dikoding,

    maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis. Proses pengolahan data

    dilakukan dengan cara memindahkan data dari kuesioner ke paket program komputer

    pengolahan data statistic.

    5. Cleaning data

    Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah dimasukkan,

    apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada saat memasukkan data

    ke komputer.

  • H. Analisis data

    1. Analisis Univariat

    Analisa univariat dilakukan secara deskriptif, yaitu menampilkan tabel frekuensi

    tentang karakteristik responden sebagai variabel independen dalam penelitian ini yaitu

    faktor-faktor yang mempengaruhi regresi (usia, jenis kelamin, support system).

    Sedangkan variabel dependen yaitu regresi pada anak prasekolah.

    Prosentase variabel akan diperoleh dari data rata-rata tiap sub variabel dibagi jumlah rata-

    rata tiap sub variabel lalu dikalikan 100 %.

    2. Analisis Bivariat

    Teknik analisa yang dilakukan yaitu dengan analisa chi square dan korelasi Spearman

    dengan menggunakan derajat kepercayaan 95 % dengan 5%, sehingga jika nilai P (p

    value) 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan

    ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, dan apabila nilai p

    value > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan

    antara variabel dependen dengan variabel independen.

  • BAB V

    HASIL PENELITIAN

    A. Gambaran Umum Rumah Sakit

    Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita yang disingkat RSAB Harapan

    Kita didirikan dan dibangun oleh Yayasan Harapan Kita yang diketahui oleh Ibu Tien

    Soeharto yang kemudian diresmikan oleh Bapak Soeharto, Presiden Republik Indonesia

    waktu itu, pada tanggal 22 Desember 1979 bertepatan dengan Hari Ibu Nasional dan

    Tahun Anak Sedunia. Gagasan ini didasarkan pada keyakinan bahwa anak-anak adalah

    tunas bangsa yang dapat mengangkat derajat bangsa Indonesia dimasa yang akan datang

    ke tingkat yang lebih terhormat dan dikagumi oleh bangsa lain. Pada saat itu dilakukan

    pula penyerahan kepemilikan RSAB Harapan Kita kepada Pemerintah Republik

    Indonesia melalui Presiden Republik Indonesia, dengan maksud seluruh asetnya akan

    dimiliki oleh bangsa dan Negara Republik Indonesia.

    Visi & Misi RSAB Harapan Kita

    Visi RSAB Harapan Kita adalah Rumah Sakit rujukan nasional kesehatan anak dan

    bunda tahun 2010. Sejalan dengan perkembangan pelayanan, tahun 2010 mendatang

    diharapkan RSAB Harapan Kita dapat menjadi rujukan nasional terutama untuk kasus

    perinatologi anak dan kebidanan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang diberikan

    sesuai dengan standar profesi.

  • Misi RSAB Harapan Kita adalah memberikan pelayanan rujukan nasional kesehatan

    untuk anak dan bunda dalam konteks keluarga secara professional dengan kepuasaan

    pelanggan sebagai komitmen bersama yang kemudian diarahkan sebagai berikut:

    a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan anak dan bunda yang berpihak pada rakyat,

    yang meliputi: pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

    b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan anak dan bunda yang bermutu dan pelayanan

    penunjang medik kesehatan dalam konteks keluarga.

    c. Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan usaha lain dalam bidang kesehatan

    lain.

    d. Menyelenggrakan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan anak dan bunda.

    Sejalan dengan perkembangan pelayanan, tahun 2010 mendatang diharapkan RSAB

    Harapan Kita menjadi rujukan nasional terutama untuk kasus perinatologi anak dan

    kebidanan. Pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan siklus tumbuh kembang

    dan pelayanan prima untuk keluarga secara utuh dan menyeluruh, tidak hanya untuk anak

    dan bunda tetapi pelayanan juga berawal dari konseling pra nikah hingga nikah, hamil,

    bersalin/melahirkan, dan masalah kesehatan wanita yang terkait dengan sistem tumbuh

    lainnya, pelayanan anak sakit, anak sehat dan anak cacat sampai usia 18 tahun.

    Pelayanan yang diberikan sesuai Core Business RSAB Harapan Kita

    dikelompokkan dalam 9 instalasi pelayanan meliputi:

    Rawat Jalan

    Rawat Inap

    Bedah Sentral dan RRS

    UGD dan ICU

  • Perinatal Resiko Tinggi

    Rehabilitasi Medik

    Laboratorium

    Radiologi

    Farmasi

    Penelitian dilakukan di empat ruangan rawat inap anak yaitu Ruang Larat, Ruang

    Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil.

    Program pelayanan yang diunggulkan untuk terakreditasi secara nasional pada tahun

    2010 adalah:

    a. Jakarta In Vitro Fertilization (IVF) Centre

    b. Perinatal Risiko Tinggi

    c. Pelayanan Terpadu Celah Bibir dan Langit-langit

    Disamping itu program pengembangan pelayanan yang disiapkan menjadi unggulan di

    masa yang akan datang meliputi:

    a. Poliklinik Terpadu Anak Berkualitas.

    b. Klinik Khusus Tumbuh Kembang Anak.

    c. Klinik Terapi Janin.

    d. Klinik Anak Obesitas.

    Kegiatan pelayanan RSAB Harapan Kita adalah sebagai berikut:

    a. Kegiatan pelayanan 24 jam dan Bedah Sentral:

    Unit Gawat Darurat.

  • Laboratorium.

    Radiologi.

    Tim Bedah, Tim Perinatologi dan dokter jaga ruangan.

    Farmasi.

    Pelayanan ambulans.

    b. Pelayanan Khusus:

    Infertilitas dan reproduksi manusia (bayi tabung)

    Klinik Tumbuh Kembang Anak

    Klinik Celah Bibir dan Langit-langit (program sehati)

    Perinatal resiko tinggi

    Poliklinik Terpadu Anak Sehat (POTAS)

    c. Pelayanan Rawat Inap Anak dan Bunda:

    Perawatan Intensif (ICU dan NICU)

    Kamar Bersalin

    Ruang Rawat Sehari

    Perawatan Anak dan Bunda

    d. Pelayanan Rawat Jalan:

    Klinik rawat jalan meliputi pelayanan Spesialistik dan Subspesialistik

    kesehatan anak.

    Pelayanan kesehatan kebidanan dan kandungan meliputi: klinik Anyelir dan

    Flamboyan.

  • Pelayanan kesehatan non anak non kebidanan meliputi: klinik penyakit dalam,

    saraf, mata, THT, psikologi, kulit dan kelamin, pelayanan gigi dan mulut serta

    rehabilitasi medik.

    e. Pelayanan Penunjang:

    Pusat sterilisasi dan sarana sandang.

    Unit Pemulasaraan Jenazah.

    Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS).

    B. Gambaran Umum Sampel Penelitian

    1. Ayah atau ibu atau anggota keluarga lain yang menunggu anaknya selama dirawat di

    rumah sakit.

    2. Mempunyai anak usia 3-5 tahun yang dirawat di rumah sakit hari ke-2 dan

    seterusnya.

    3. Ayah atau ibu atau anggota keluarga lain yang anaknya menderita penyakit kronik

    atau akut dan menjalani perawatan di rumah sakit.

    4. Mempunyai anak yang baru pertama kali dirawat di rumah sakit.

    5. Dapat membaca dan menulis.

    6. Sehat jasmani dan rohani.

    C. Validitas dan Reabilitas Kuesioner

    Validitas dan reabilitas kuesioner yang digunakan untuk penelitian ini

    dilakukan pada 30 orang tua yang memiliki anak usia prasekolah, yang terdiri dari: 18

    anak laki-laki dan 12 anak perempuan. Responden tersebut bukan subjek dari sampel

  • penelitian. Kuesioner ini termasuk sudah reliabel karena kuesioner ini pada tanggal 29

    September 16 Oktober 2009 dilakukan uji validitas dan reabilitasnya di RSAB

    Harapan Kita Jakarta.

    Hasil uji coba terhadap masing-masing pertanyaan tentang faktor-faktor yang

    berhubungan dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi didapatkan nilai alpha

    cronbachs < 0,700, sehingga penulis memodifikasi pertanyaan hingga akhirnya

    mencapai nilai alpha cronbachs 0,715. Dengan demikian kuesioner ini reliabel.

    D. Analisis Data

    Pada bab ini peneliti akan menyajikan data hasil penelitian jenis kelamin, status

    penyakit, support system, dan regresi pasien anak prasekolah saat hospitalisasi di RSAB

    Harapan Kita tahun 2009, yang berjumlah 50 orang. Penelitian ini dilakukan dengan

    menyebarkan kuesioner kepada responden. Hasil dari pegumpulan data ini disajikan

    dalam bentuk tabel yang terdiri dari hasil univariat dan bivariat, analisa univariat akan

    dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel dengan menggunakan

    distribusi frekuensi dengan ukuran prosentase sedangkan analisa bivariat akan dilakukan

    untuk melihat adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terkait.

    1. Analisis Univariat

  • Bagian ini akan dijelaskan deskripsi data hasil penelitian dari masing-masing

    variabel dari 50 responden yaitu variabel jenis kelamin, status penyakit, support system

    dan variable reaksi regresi.

    a. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Penyakit dan Support

    System Pasien

    Tabel 5.1

    Distribusi frekuensi anak prasekolah berdasarkan jenis kelamin, status penyakit dan

    support system yang dirawat di Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan

    Ruang Kantil RSAB Harapan Kita Jakarta tahun 2009.

    ( n = 50 )

    Variabel Karakteristik Frekuensi %

    Jenis Kelamin

    Laki-laki 28 56

    Perempuan 22 44

    Status Penyakit

    Akut 34 68

    Kronik 16 32

  • Support system

    Adekuat 32 64

    Tidak Adekuat 18 36

    Berdasarkan jenis kelamin, anak usia prasekolah, anak laki-laki (56 %) lebih

    banyak dibandingkan jenis anak perempuan (44%).

    Berdasarkan status penyakit, anak dengan penyakit akut (68%) lebih banyak

    dibandingkan penyakit kronik (32%).

    Berdasarkan support system, terlihat bahwa responden lebih banyak yang

    memiliki support system adekuat (64%) dibandingkan dengan responden yang memiliki

    support system tidak adekuat (36 %).

    b. Distribusi Frekuensi Manifestasi Reaksi Regresi Pasien

    Regresi pada anak prasekolah mempunyai 4 bentuk yaitu gangguan toilet

    training, gangguan makan, peningkatan ketergantungan dan tempertantrum.

    Tabel 5.2

    Distribusi frekuensi manifestasi reaksi regresi pada anak prasekolah yang dirawat di

    Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil RSAB Harapan Kita

    Jakarta tahun 2009.

    ( n = 50 )

    No. Reaksi Regresi

    Ya Tidak

    Frekuensi % Frekuensi %

    1. Gangguan Toilet Training 5 10 45 90

  • 2. Gangguan Makan 37 74 13 26

    3. Peningkatan Ketergantungan 11 22 39 78

    4. Tempertanrum 29 58 21 42

    Tabel diatas terlihat bahwa dari 4 bentuk reaksi regresi, anak yang mengalami

    gangguan makan memiliki persentase terbesar sebanyak 74 %, tempertantrum 58 %,

    penigkatan ketergantungan 22 % dan gangguan toilet training memiliki persentase

    terkecil sebanyak 10 %.

    c. Distribusi Frekuensi Reaksi Regresi Pasien

    Tabel 5.3

    Distribusi frekuensi reaksi regresi pada anak prasekolah yang dirawat di Ruang Larat,

    Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil di RSAB Harapan Kita Jakarta tahun

    2009.

    ( n = 50 )

    No. Reaksi Regresi Frekuensi Persentase ( % )

    1. Ringan 20 40

    2. Sedang 24 48

    3. Berat 6 12

  • Tabel diatas terlihat bahwa anak yang mengalami reaksi regresi sedang (48%) lebih

    banyak dibandingkan anak yang mengalami reaksi regresi ringan (40%) dan reaksi

    regresi berat (12 %).

    2. Analisis Bivariat

    Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor-

    faktor yang berhubungan dengan regresi yaitu jenis kelamin, status penyakit dan support

    sistem dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi di RSAB Harapan Kita Jakarta

    tahun 2009. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah chi square dan korelasi

    Spearman.

    Dari hasil penelitian, dapat dijelaskan pada tiap variabel sebagai berikut:

    Tabel 5.4

    Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dan reaksi regresi anak usia prasekolah saat

    hospitalisasi di Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil RSAB

    Harapan Kita Jakarta tahun 2009.

    ( n = 50 )

    Jenis Kelamin

    Reaksi Regresi

    P value Ringan Sedang Berat Total

    n % n % n % n %

    Laki-laki 10 20 15 30 3 6 28 56

    0,656

    Perempuan 10 20 9 18 3 6 22 44

    Tabel 5.4 memperlihatkan dari 50 responden didapatkan 20 % anak dengan

    jenis kelamin laki-laki mengalami regresi ringan, 30 % mengalami regresi sedang, dan 6

  • % mengalami regresi berat. 20 % anak dengan jenis kelamin perempuan mengalami

    regresi ringan, 18 % mengalami regresi sedang dan 6 % mengalami regresi berat.

    Hasil uji statitik didapatkan p value = 0,656 ( = 0,05), dengan demikian p

    value lebih besar dari alpha sehingga Ho diterima. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada

    hubungan antara jenis kelamin dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi di RSAB

    Harapan Kita Jakarta tahun 2009.

    Tabel 5.5

    Hasil analisis hubungan antara status penyakit dan reaksi regrsi anak usia prasekolah saat

    hospitalisasi di Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil RSAB

    Harapan Kita Jakarta tahun 2009.

    ( n = 50 )

    Status Penyakit

    Reaksi Regresi

    P value Ringan Sedang Berat Total

    n % n % n % n %

    Akut 13 26 17 34 5 10 35 70

    0,433

    Kronik 7 14 7 14 1 2 15 30

    Tabel 5.5 memperlihatkan dari 50 responden didapatkan 26 % anak dengan

    status penyakit akut mengalami regresi ringan, 34 % dengan status penyakit akut

    mengalami regresi sedang dan 10 % dengan status penyakit akut mengalami regresi berat.

    14 % anak dengan status penyakit kronik mengalami regresi ringan, 14 % dengan status

    penyakit kronik mengalami regresi sedang dan 2 % dengan status penyakit kronik

    mengalami regresi berat.

  • Hasil uji statitik didapatkan p value = 0,433 ( = 0,05), dengan demikian p

    value lebih besar dari alpha sehingga Ho diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak

    ada hubungan antara status penyakit dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi di

    RSAB Harapan Kita Jakarta tahun 2009.

    Tabel 5.6

    Hasil analisis hubungan antara support system dan reaksi regrsi anak usia prasekolah saat

    hospitalisasi di Ruang Larat, Ruang Anggrek, Ruang Gambir dan Ruang Kantil RSAB

    Harapan Kita Jakarta tahun 2009.

    ( n = 50 )

    Support System

    Reaksi Regresi

    P value OR Ringan Sedang Berat Total

    n % n % n % n %

    Adekuat 16 32 16 32 0 0 32 64

    0,003 0,500

    Tidak Adekuat 4 8 8 16 6 12 18 36

    Tabel 5.6 memperlihatkan dari 50 responden didapatkan 32 % responden

    dengan support system adekuat mengalami regresi ringan, 32 % dengan support system

    adekuat mengalami regresi sedang dan 0 % dengan support system adekuat mengalami

    regresi berat. 8 % responden dengan support system tidak adekuat mengalami regresi

    ringan, 16 % dengan support system tidak adekuat mengalami regresi sedang dan 12 %

    dengan support system tidak adekuat mengalami regresi berat.

  • Hasil uji statitik didapatkan p value = 0,003 ( = 0,05), dengan demikian p

    value lebih kecil dari alpha sehingga Ho ditolak. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

    antara support system dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi di RSAB

    Harapan Kita Jakarta tahun 2009 dan diketahui nilai OR= 0,500 hal ini berarti bahwa

    responden yang memiliki support system adekuat beresiko mengalami regresi sedang

    0,500 kali dari respoden yang tidak memiliki support system tidak adekuat.

  • BAB VI

    PEMBAHASAN

    Penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross

    sectional. Deskriptif yang dimaksud adalah untuk mendapatkan gambaran tentang jenis

    kelamin, status penyakit dan support system responden di RSAB Harapan Kita Jakarta tahun

    2009 secara objektif. Adapun korelatif yang dimaksud adalah untuk melihat kaitan antara

    beberapa variabel independen (jenis kelamin, status penyakit, support system) berhubungan

    atau tidak dengan variabel dependen (regresi).

    Pada pembahasan ini akan dibandingkan antara konsep dan hasil penelitian dari

    jawaban responden. Selain itu akan diuraikan pula keterbatasan penelitian yang dikaitkan

    dengan besar sampel, jenis desain, bentuk instrument. Demikian halnya dengan kesimpulan

    yang dikaitkan dengan konsep keperawatan terutama pada area yang spesifik dan manfaat

    bagi keperawatan sendiri.

    A. Keterbatasan Penelitian

    1. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, penelitian hanya dilakukan satu kali

    pada satu waktu bersamaan. Berarti bahwa pengukuran semua variabel yang diteliti

    dilakukan pada saat bersamaan. Teknik penelitian dilakukan dengan memberikan kuesioner

    yang berisikan pernyataan dan pertanyaan tentang veriabel yang diteliti dan kuesioner

  • tersebut dibacakan oleh peneliti yang diisi juga oleh peneliti atau respoden sendiri yang

    mengisinya sesuai dengan jawaban responden.

    2. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 50 responden. Kerena berbagai keterbatasan peneliti

    serta banyaknya pasien RSAB Harapan Kita yang tidak memenuhi kriteria intrinsik

    responden, maka pada penelitian ini peneliti hanya dapat mengumpulkan sebanyak 50

    responden.

    3. Adanya kemungkinan terjadi bias karena faktor kesalahan interpretasi responden dalam

    menangkap maksud dari pernyataan dan pertanyaan yang sebenarnya. Sehingga dampak yang

    didapat adalah ketidaksesuaian antara jawaban yang diharapkan dari beberapa pernyataan dan

    pertanyaan pada kuesioner.

    Setiap orang tua yang mempunyai anak usia 3-5 tahun dari hasil penelitian menurut

    jawaban responden pada umumnya mempunyai support system adekuat dan mengalami regresi

    sedang akibat hospitalisasi. Hal ini karena dilihat dari data tabel 5.6 responden mempunyai

    support system adekuat karena mengetahui pentingnya dukungan keluarga dalam proses

    penyembuhan anaknya. Namun tidak semua responden mempunyai support system adekuat dan

    mengalami regresi sedang , oleh karenanya peneliti ingin membahas faktor-faktor apa saja yang

    berhubungan dan tidak berhubungan dengan regresi anak prasekolah saat hospitalisasi.

  • B. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Regresi Anak Prasekolah

    Saat Hospitalisasi di RSAB Harapan Kita Jakarta

    1. Analisis Univariat

    Hasil penelitian tentang jenis kelamin anak didapatkan proporsi sebesar 56 % yang

    berjenis kelamin laki-laki dan merupakan proporsi terbesar dibanding anak yang berjenis

    kelamin perempuan sebesar 44 %.

    Proporsi diatas menggambarkan bahwa sebagian besar anak berjenis kelamin laki-laki,

    hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa distress emosional pada

    anak-anak sering muncul selama menjalani hospitalisasi dan akan menyebabkan stressor

    (Luthfi, 2009). Anak perempuan pada umumnya lebih adaptif terhadap stressor dibanding

    anak laki-laki (Wong,2007) sehingga anak laki-laki lebih banyak yang dirawat di rumah sakit

    dibandingkan dengan anak perempuan.

    Hasil penelitian tentang status penyakit anak didapatkan proporsi sebesar 68 %

    dengan status penyakit akut dan merupakan proporsi terbesar dibanding anak dengan status

    penyakit kronik sebesar 32 %.

    Proporsi diatas menunjukan bahwa sebagian besar anak dirawat dengan status

    penyakit akut karena penyakit akut merupakan penyakit yang timbul secara tiba-tiba,tidak

    menetap,dapat disembuhkan dan anak hanya mengalami perawatan di rumah sakit selama 1-2

    minggu (Jackson & Saunders, 1993).

    Penyakit kronik adalah penyakit yang berulang, menetap dan sulit disembuhkan,anak

    dirawat di rumah sakit selama 1 bulan dalam setahun atau sejak ditetapkannya diagnosa

    (Jackson & Saunders, 1993). Anak prasekolah yang dirawat di RSAB Harapan Kita dengan

    penyakit kronik sebagian besar menderita thalasemia dan leukemia yang memerlukan transfusi

  • darah dan kemoterapi berulang selama 1 minggu sekali atau jika kondisi kesehatannya

    menurun. Peneliti melakukan penelitian setiap hari selama 1 bulan sehingga anak yang dirawat

    lebih banyak dengan status penyakit akut yang lama rawatnya tidak terlalu lama.

    Hasil penelitian tentang support system responden didapatkan proporsi sebesar 64%

    yang mempunyai support system adekuat dan merupakan proporsi terbesar dibanding

    responden yang mempunyai support system tidak adekuat sebesar 36%.

    Proporsi diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden mempunyai support

    system adekuat. Hal ini berarti pada umumnya responden mempunyai dukungan yang positif

    untuk merawat anak mereka selama perawatan dengan memenuhi kebutuhan anak sekaligus

    memelihara perasaan anak sepanjang proses perawatan. Sesuai pendapat Jackson & Saunders

    (1993), keluarga sebagai support system utama anak mempunyai peranan yang besar dalam

    mengatasi regresi pada anak prasekolah saat hospitalisasi.. Adapun masih ada responden

    yang mempunyai support system tidak adekuat.

    2. Analisis Bivariat

    Dari hasil penelitian hubungan jenis kelamin dengan regresi tampak presentase

    responden pada masing-masing kategori. Jenis kelamin laki-laki yang mengalami regresi

    ringan sebesar 20 %, regresi sedang sebesar 30 % sementara regresi berat sebesar 6 %. Jenis

    kelamin perempuan yang mengalami regresi ringan sebesar 20 %, regresi sedang sebesar 18 %

    dan regresi berat sebesar 6 %.

    Setelah dilakukan uji korelasi didapatkan hasil dengan P value = 0,656 (Pvalue >

    0,05). Hasil uji diatas diketahui bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan

    regresi pada anak prasekolah saat hospitalisasi di RSAB Harapan Kita Jakarta.

  • Hasil penelitian tidak sesuai dengan pendapat Wong (2007) yang menyatakan Anak

    perempuan pada umumnya lebih adaptif terhadap stressor dibanding anak laki-laki. Stimuli

    yang mengawali atau mencetuskan perubahan disebut stressor. Stressor menunjukkan suatu

    kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja kebutuhan fisiologis,

    psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau kebutuhan kultural (Potter &

    Perry, 2005). Selama hospitalisasi anak-anak mengalami stress akan kebutuhan psikologis

    seperti perhatian dari orang tua dan keluarga, kebutuhan sosial seperti bertemu dengan teman-

    temannya, kebutuhan lingkungan seperti anak ingin berada di lingkungan rumahnya dan

    kebutuhan perkembangan seperti bermain dengan teman sebaya. Anak laki-laki merupakan

    salah satu faktor risiko yang membuat anak-anak tertentu lebih mudah tersinggung

    d