dukungan sosial keluarga terhadap proses...
TRANSCRIPT
1
DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP PROSES
RESOSIALISASI KLIEN EKS KORBAN NAPZA DI PANTI
SOSIAL PAMARDI PUTRA (PSPP) “GALIH PAKUAN”
BOGOR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh :
Ridwan Efendi 1113054100020
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA 1441/2020
i
i
i
i
ABSTRAK
Ridwan Efendi. 1113054100020. Dukungan Sosial Keluarga
Terhadap Proses Resosialisasi Klien Eks Korban Napza Di
Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Bogor
Dukungan sosial keluarga terhadap proses resosialisasi
klien eks korban Napza, adalah penelitian yang dilatarbelakangi
oleh suatu masalah yaitu banyak orang menyalahgunakan Napza.
Orang yang telah menyalahgunakan Napza dapat menimbulkan
halusinasi, yaitu penglihatan khayali, penciuman khayali, dan
pendengaran khayali serta dapat menimbulkan ketergantungan.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah
penelitian kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
dukungan sosial keluarga terhadap eks korban Napza di Panti
Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor. Informan dalam
penelitian ini ialah kepala panti, korban eks Napza dan keluarga
korban eks Napza.
Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat PSPP Galih
Pakuan Bogor mempunyai strategi tersendiri dalam membina
klien Napza, pembinaan yang dilakukan yaitu dengan perlakuan
yang kreatif untuk menumbuhkan rasa aman, nyaman, dan ramah
terhadap korban eks Napza. Korban eks Napza mengikuti proses
pembinaan untuk perubahan perilakunya, pembinaan yang diikuti
yaitu keterampilan, pendidikan dan keagamaan untuk mengetahui
perubahan perilaku korban eks Napza, psikolog PSPP
menggunakan assessment, intervensi dan evaluasi dalam melihat
proses perubahan perilaku korban eks Napza.
Kata kunci: Sosial, Keluarga, Resosialisasi, Napza, PSPP
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa
memberikan karunia tak terhingga kepada penulis, juga
memberikan kesehatan sehingga penulis mendapatkan
kemudahan dalam menyelesaikan tugas akhir dalam kuliah yaitu
skripsi yang berjudul “Dukungan Sosial Keluarga Terhadap
Proses Resosialisasi Klien Eks Korban Napza Di Panti Sosial
Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Bogor”. Shalawat serta
salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, para sahabat, para tabi’in dan umat islam.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menerima banyak
bantuan dari berbagai pihak baik berupa moril, maupun materi
serta bimbingan, saran, maupun data. Penulis sampaikan rasa
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA
sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah
Ariefuzzaman, S.Ag., MSW sebagai Wakil Dekan Bidang
Akademik, Dr. Ruli Nasrullah sebagai Wakil Dekan
Bidang Administrasi Umum. Cecep Castrawidjaya, M.Si
sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
3. Bapak Ahmad Zaky, M.Si sebagai Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial dan Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA
sebagai Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial,
yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam
menyusun skripsi.
iii
4. Bapak Ismet Firdaus, M.Si selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi.
5. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang
telah memberikan ilmu dan pengalamannya kepada
penulis dan semoga ilmu yang telah diberikan akan
bermanfaat untuk penulis dalam bersosial baik
dilingkungan tempat tinggal dan bekerja pada masa yang
akan datang.
6. Kepala Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
menjadikan PSPP “Galih Pakuan” sebagai tempat
penelitian, serta segenap staff pelaksana di PSPP “Galih
Pakuan” yang telah membantu dalam penelitian.
7. Orangtua yaitu Bapak Jamhur dan Ibu Rahmawati yang
senantiasa memberikan dukungan moril dan do’a, serta
kedua adik Fitri Damayanti dan Naufal Afif.
8. Sahabat tersayang, Amariza Fathia yang selalu
memberikan semangat dalam mengerjakan penelitian
skripsi ini.
9. Teman-teman yang turut memberikan semangat teman-
teman Kesejahteran Sosial angkatan 2013, DINAMIKA,
IKRIMA dan yang lainnya.
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENYATAAN
ABSTRAK ................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................... 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 6
C. Manfaat Penelitian ............................................... 7
D. Metodologi Penelitian .......................................... 8
E. Tinjauan Pustaka .................................................. 15
F. Sistematika Penulisan .......................................... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................. 19
A. Kajian Teori ......................................................... 19
1. Dukungan Sosial Keluarga ........................... 19
B. Resosialisasi ......................................................... 29
1. Pengertian Resosialisasi ................................ 29
2. Kegiatan Resosialisasi .................................. 33
3. Narkotika ...................................................... 37
2. Kerangka Berfikir ......................................... 49
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PANTI
SOSIAL PAMARDI PUTRA (PSPP) “GALIH
PAKUAN” BOGOR ................................................... 51
A. Latar Belakang PSPP “Galih Pakuan” Bogor ...... 51
1. Sejarah .......................................................... 51
2. Visi dan Misi PSPP “Galih Pakuan”
Bogor ............................................................ 52
3. Tugas Pokok PSPP “Galih Pakuan” Bogor .. 53
4. Tujuan Rehabilitasi Sosial ............................ 53
5. Fasilitas Panti ................................................ 54
6. SDM (Sumber Daya Manusia) Pelaksana .... 55
v
7. Struktur Organisasi PSPP “Galih Pakuan”
Bogor ............................................................ 55
B. Tahapan Rehabilitasi ............................................ 56
1. Pengungkapan dan Pemahaman
asalah/Assesment5 ........................................ 6
2. Penyusunan Rencana Intervensi ................... 57
3. Pemecahan Masalah (Intervensi) .................. 57
4. Resosialisasi (Reintegrasi) ............................ 58
5. Terminasi ...................................................... 58
6. Pembinaan Lanjut ......................................... 58
7. Monitoring dan Evaluasi ............................... 59
8. Metode Pelayanan Rehabilitasi Sosial .......... 59
BAB IV DATA DAN TEMUAN LAPANGAN ....................... 65
A. Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Proses
Resosialisasi Eks Korban Napza .......................... 65
B. Proses Resosialisasi Korban Eks Napza di
Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”
Bogor ................................................................... 75
BAB V PEMBAHASAN79
A. Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Proses
Resosialisasi Eks Korban Napza .......................... 79
B. Aplikasi Teori dengan Proses Resosialisasi......... 87
C. Hasil Dukungan Sosial Keluarga di Panti
Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor ....... 89
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................. 91
A. Kesimpulan .......................................................... 91
B. Implikasi .............................................................. 92
C. Saran .................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 96
vi
Daftar Tabel
Tabel 1.2 Informan ...................................................................... 11
Tabel 3.1 Fasilitas Panti .............................................................. 42
Tabel 3.2 Sumbe Daya Manusia Pelaksana Berikut Jabatan dan
Jumlah Personil Pengelola Lembaga ......................... 44
Tabel 3.3 Struktur Organisasi Pant Sosial Pamardi Putra Galih
Pakuan Bogor ............................................................ 45
vii
Daftar Bagan
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir ..................................................... 53
Bagan 3.1 Proses Pelayanan dan Rehabilitasi Korban Napza .... 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk
terbanyak keempat di dunia. Menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) berdasarkan survei penduduk antar sensus (Supas)
tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia pada 2019
diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Menurut jenis
kelamin, jumlah tersebut terdiri atas 134 juta jiwa laki-laki
dan 132,89 juta jiwa perempuan (“Survei Penduduk Antar
Sensus Tahun 2015” t.t.). Sebagai tambahan, Worldometers
menyebut per 27 Januari 2019 pukul 11.30 WIB, jumlah
penduduk Indonesia tahun 2019 adalah sebanyak 269.536.482
jiwa (“Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2019” t.t.).
Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, terdapat
banyak dampak negatif dari perkembangan jumlah penduduk
itu, tidak sedikit permasalahan yang harus dihadapi seperti
kemiskinan, kesehatan, pendidikan, keamanan dan masalah
sosial lainnya.
Salah satu dampak yang bersifat negatif dari
peningkatan jumlah penduduk itu yakni peredaran narkoba
yang tak terkendali. Kejahatan narkoba cenderung dapat
merusak masa depan generasi bangsa dalam berbagai aspek
kehidupan. Kejahatan narkoba sangat mungkin berkembang
dalam tujuan bukan hanya bisnis untuk mendapatkan
keuntungan saja, namun juga dapat digunakan sebagai
2
langkah strategis dalam menghancurkan suatu bangsa.
Akibatnya, dampak yang ditimbulkan adalah kerugian yang
bersifat individu, kelompok hingga kejahatan yang dapat
merugikan negara (A. Kadarmanta 2010, 6).
Badan Nasional Narkotika (BNN) mencatat pengguna
narkoba di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 3,3 juta
orang atau sebanyak 1,77 persen dari total penduduk
Indonesia usia produktif. Angka ini didapat dari hasil survei
yang dilakukan BNN dengan Pusat Penelitian Kesehatan
Universitas Indonesia (“Pengguna Narkoba di Indonesia pada
Tahun 2017” t.t.). Setahun kemudian, pada tahun 2018 BNN
mencatat penyalahguna narkoba sepanjang tahun 2018
menyasar kepada beberapa lapisan masyarakat, salah satunya
mahasiswa dan para pekerja. Untuk tahun 2018, sebanyak
2.287.492 mahasiswa terlibat penyalahgunaan narkoba,
sedangkan para pekerja yang tercatat melakukan
penyalahgunaan narkoba mencapai 1.514.037 jiwa
(“Penyalahguna Narkoba Tahun 2018” t.t.).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (1) tentang Narkotika,
disebutkan bahwa Narkotika adalah suatu zat atau obat yang
berasal dari tanaman maupun bukan tanaman, baik sintesis
maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan (“Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009” t.t.).
3
Pada hakekatnya, narkoba adalah zat yang dibutuhkan
oleh manusia terkait dengan kepentingan medis yang
penggunaannya secara terukur di bawah pengawasan ahli
medis. Narkoba memiliki dua dampak yakni positif dan
negatif. Positif, yaitu untuk kepentingan medis. Sedangkan
negatifnya adalah untuk kepentingan bisnis ilegal oleh
kalangan mafia yang tidak bertanggung jawab. Dampak
negatif inilah yang dapat menghancurkan kehidupan manusia
dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat
saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama dalam
mengatasi bahaya narkoba (A. Kadarmanta 2010, 31).
Penyalahgunaan narkotika yaitu pemakaian obat-
obatan untuk sendiri tanpa pengawasan ahli medis, tanpa
petunjuk atau resep dokter. Pada penyalahgunaan ini
cenderung terjadi toleransi tubuh yaitu kecenderungan
menambah dosis obat untuk mendapat khasiat yang sama
setelah pemakaian berulang. Sebab, di dalam buku
“Kejahatan Narkotika dan Psikotropika” diceritakan tentang
pengaruh narkotika terhadap jasmani dan rohani. Terhadap
jasmani, pengaruhnya dapat menghilangkan rasa nyeri,
mempertahankan stamina, dan meningkatkan energi.
Terhadap rohani, pengaruhnya dapat menenangkan,
menidurkan agak lama, menambah semangat. Akan tetapi,
sebagian narkotika juga dapat menimbulkan halusinasi, yaitu
penglihatan khayali, penciuman khayali, dan pendengaran
khayali (Andi Hamzah 1994, 4).
4
Dalam Al-Qur’an dan Hadits melarang manusia untuk
mengkonsumsi minuman keras dan hal-hal yang
memabukkan. Larangan mengonsumsi minuman keras dan
hal-hal yang memabukkan tersebut adalah sama dengan
larangan mengonsumsi narkoba. Agama mengedukasi
manusia bahwa khamr dan juga zat-zat memabukkan atau
yang menyebabkan adiksi lainnya berbahaya bagi kesehatan
manusia, hal itu tersirat dalam surat Al-Maidah: 90-91.
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya
minuman keras (khamr), berjudi, (berkurban untuk) berhala,
dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan
keji, dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
(perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.
Dengan minuman keras (khamr) dan judi itu, setan
hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu, dan menghalangi-halangi kamu
dari mengingat Allah dan melaksanakan shalat, maka
tidakkah kamu mau berhenti (dari khamar dan judi)?.” (QS.
al-Maidah : 90 – 91).
5
Dari pemahaman kedua ayat di atas bisa dikatakan
khamr/ minuman keras (narkoba) dan judi sangat dekat
dengan dunia kejahatan dan kekerasan, maka menurut al-
Qur’an khamr dan judi berpotensi memicu permusuhan dan
kebencian antar sesama manusia. Khamr dan judi juga bisa
memalingkan seseorang dari Allah dan shalat. Bukan hanya
agama Islam, beberapa agama lain juga memberikan
peringatan yang sungguh-sungguh kepada para pemeluknya
atau secara lebih umum umat manusia, untuk menjauhi
narkoba.
Bagi penyalahguna Napza yang sedang menjalani
rehabilitasi atau penyembuhan dari pengaruh Napza, mereka
sangat membutuhkan dukungan sosial terutama dari keluarga
yang merupakan lingkungan terdekat bagi mereka untuk bisa
memotivasi mereka agar bangkit dari kecanduan narkotika
dan merasa tidak berjuang sendirian.
Dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan
yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam
kehidupannya dan berada dalam keluarga ataupun lingkungan
sosial tertentu yang membuat si penerima merasa
diperhatikan, dicintai dan dihargai baik dalam bentuk materi
maupun non-materi (Kuntjoro 2002, 2). Dukungan sosial
dapat diartikan atau merupakan kenyamanan, kepedulian,
penghargaan, dan bantuan yang diterima anak dalam suatu
hubungan yang dijalin dengan akrab.
Menurut Lutfi Rokhman, sebagai Pembina
Therapeutic Community (TC) di PSPP “Galih Pakuan”, masih
6
banyak klien yang setelah mengikuti proses rehabilitasi
sampai dengan tahap resosialisasi itu kembali ke PSPP
dengan kasus yang sama. Untuk itu, dalam penelitian ini
peneliti mendeskripsikan tentang pentingnya peran dukungan
keluarga dalam memberikan bantuan dan motivasi kepada
penyalahguna Napza yang sedang menjalani rehabilitasi.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti berasumsi
bahwa penting dilakukan program resosialisasi bagi eks
korban Napza untuk menyiapkan mereka dapat berintegrasi
ditengah kehidupan keluarga dan masyarakat setelah
menjalankan rehabilitasi sosial dan pemulihan.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk
meneliti dan dituangkan dalam sebuah skripsi berjudul:
Dukungan Sosial Keluarga terhadap Proses Resosialisasi
Klien Eks Korban Napza di Panti Sosial Pamardi Putra
“Galih Pakuan” Bogor.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Pembatasan masalah diperlukan untuk mencegah
pembahasan masalah yang melebar dan tidak terfokus.
Dalam uraian latar belakang yang telah dipaparkan
sebelumnya, penulis membatasi objek permasalahan yang
akan diteliti yaitu dukungan sosial keluarga di Panti Sosial
Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor.
7
2. Perumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai
berikut:
a. Bagaimana bentuk dukungan sosial keluarga bagi
klien eks korban Napza di Panti Sosial Pamardi Putra
“Galih Pakuan” Bogor?
b. Bagaimana hasil dukungan sosial keluarga di Panti
Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menggambarkan dukungan sosial keluarga eks
korban Napza di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih
Pakuan” Bogor.
2. Untuk menggambarkan hasil dukungan sosial keluarga
eks korban Napza di Panti Sosial Pamardi Putra “Galih
Pakuan” Bogor dalam rehabilitasi eks korban Napza.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu kesejahteraan
sosial khususnya dalam studi tentang Rehabilitasi Sosial
eks korban Napza.
2. Secara praktis, hasil penelitian yang berfokus pada proses
resosialisasi eks korban Napza di Panti Sosial Pamardi
Putra (PSPP) ini dapat dijadikan sebagai bahan
8
pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa
program studi kesejahteraan sosial dalam mempelajari
bidang proses resosialisasi pada Panti Sosial Pamardi
Putra (PSPP).
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan penelitan
Menurut Moleong dalam buku Metodologi Penelitian
kualitatif, penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan dan lain sebagainya secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Lexy J.
Meleong 2009, 6).
Dalam penelitian skripsi ini, penulis akan melakukan
penelitian ke lapangan (field research) yaitu melakukan
penelitian dilapangan atau lokasi penelitian. (Fathoni: 96)
Dimana penulis melakukan penelitian langsung ke
lapangan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk
penulisan skripsi ini. Sedangkan teknik penulisannya
bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang disusun
dalam rangka memberikan gambaran secara sistematis
terhadap informasi subjek dan objek penelitian (Sanusi
2016, 13).
9
Metode penelitian deskriptif diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan cara
menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat
sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya. Metode deskriptif memusatkan
perhatiannya pada penemuan fakta-fakta (fact finding)
sebagaimana keadaan sebenarnya (Hadari Nawawi dan
Mimi Martini 2009, 73).
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian ini akan dilakukan di Panti Sosial
Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” yang bertempat di
Jl. H. Miing No.71 Desa Putat Nutug, Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor. Sedangkan waktu penelitian
yaitu dimulai dari tanggal 7 Juni-29 Desember 2017.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah Panti
Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Bogor.
Sedangkan objek yang dipilih peneliti yaitu proses
resosialisasi klien eks korban Napza di Panti Sosial
Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Bogor.
4. Teknis Pemilihan Informan
Teknik pemilihan informan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling yang memberikan keleluasaan
kepada peneliti dalam menyeleksi informan yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Karena purposive sampling
10
yaitu teknik sampling yang digunakan oleh peneliti jika
peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu
di dalam pengambilan sampelnya (Sugiyono 2005, 54).
Dalam penelitian ini, informan yang di pilih oleh peneliti
adalah Kepala PSPP, Keluarga dan eks korban Napza
sebagai penerima manfaat dalam rehabilitasi atau
pemulihan dari pengaruh Napza di PSPP “Galih Pakuan”
Bogor.
Berikut ini merupakan tabel informan dalam
pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian.
Tabel 1.1
Tabel Informan
Informan Informasi Yang Dicari Metode
Kepala Panti
Sosial Pamardi
Putra “Galih
Pakuan” Bogor.
Bagaimana peran
Panti Sosial Pamardi
Putra (PSPP) “Galih
Pakuan” Bogor dan
Keluarga klien dalam
proses resosialisasi
klien.
Wawancara
Keluarga Klien Wawancara
Klien Wawancara
dan
Observasi
5. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah sumber subjek
dari mana data dapat diperoleh, sumber data yang diambil
oleh peneliti ini terdapat dua data yaitu data primer
(pokok) dan data sekunder (pendukung) sumber penelitian
(Azwar 1991, 91).
11
a. Data primer
Data primer adalah data yang belum tersedia,
sehingga untuk menjawab masalah penelitian, data
harus diperoleh secara langsung dari sumber aslinya.
Data tersebut diperoleh melalui observasi tempat
penelitian yakni Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP)
“Galih Pakuan” Bogor serta melalui wawancara pada
beberapa informan yakni sejumlah eks korban Napza,
dan faktor-faktor pendukung seperti: Kepala Panti,
Pekerja Sosial dan Pembina di Panti Sosial Pamardi
Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Bogor.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari
sumber data kedua atau sumber-sumber dari data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini, dan untuk tahap
selanjutnya. Data sekunder diperoleh dengan cara
studi kepustakaan, peneliti mendapat suatu landasan
teori yang kuat untuk mendukung penulisan ini dari
berbagai literatur seperti buku-buku serta dokumen-
dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini.
6. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang
dilakukan seseorang peneliti untuk mendapatkan data
yang diperlukan. Dengan metode pengumpulan data yang
tepat dalam suatu penelitian dan memungkinkan
pencapaian pemecahan masalah secara valid dan
12
terpecaya yang akhirnya akan memungkinkan
dirumuskannya generalisasi yang objektif (Nawawi 1990,
13).
a. Observasi
Observasi secara bahasa adalah mengamati.
Observasi dilakukan dengan menggunakan indra
penglihatan, serta menggunakan indra lainnya seperti
pendengaran, penciuman untuk mengidentifikasi
secara langsung fenomena atau objek yang sedang
diteliti (Ghani 2014, 143). Oleh karena itu observasi
merupakan kemampuan seseorang untuk
menggunakan pengamatannya, melalui hasil kerja
pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra
lainnya. Pengamatan yang dilakukan peneliti adalah
mendatangi langsung lokasi penelitian, kemudian
mengamati proses resosialisasi bagi klien eks korban
Napza serta petugas atau pegawai yang berada di Panti
Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan” Bogor.
Melalui pencatatan apa yang terlihat, didengar dan
diraba kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan
penelitian sesuai data yang dibutuhkan. Teknik ini
menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara
langsung ataupun tidak langsung terhadap objek
penelitiannya. Instrumen yang digunakan dapat berupa
lembar pengamatan, panduan pengamatan dan
lainnya.
13
b. Wawancara
Wawancara (interview) adalah sebuah dialog
yang dilakukan oleh pewawancara. Wawancara
mendalam (depth interview) yaitu dengan
menggunakan daftar pertanyaan (interview guide)
kepada informan yang telah ditentukan. Wawancara
adalah metode pengambilan data yang dilakukan
dengan cara menanyakan kepada responden secara
langsung dan bertatap muka tentang beberapa hal
yang diperlukan dari suatu fokus penelitian. Tetapi
dapat juga secara tidak langsung seperti memberikan
daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain
(Ghani 2014, 176). Metode pengambilan data ini
diperoleh melalui wawancara pada beberapa informan
yakni sejumlah klien, keluarga klien dan faktor-faktor
pendukung seperti: Kepala Panti, Pekerja Sosial dan
Pembina di Panti Sosial Pamardi Putra PSPP “Galih
Pakuan” Bogor.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan perlengkapan dari
pengguna metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Dokumen yang dimaksud seperti
buku data residen, brosur dan lainnya serta
dokumentasi yang berkaitan dengan dukungan sosial
keluarga terhadap proses resosialisasi bagi klien di
Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan”
Bogor.
14
7. Teknik Analisis Data
Analisa data merupakan proses pencarian dan
penyusunan secara sistematis data yang telah diperoleh
dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi. Selanjutnya, hasil tersebut digolongkan
menjadi beberapa bagian, kemudian data tersebut dipilih
sesuai yang menjadi prioritas kebutuhan penelitian, dan
selanjutnya membuat kesimpulan agar dapat mudah
dipahami.
8. Teknis Keabsahan Data
Dalam penelitian ini diperlukan pemeriksaan
keabsahan data, dalam penelitian ini memiliki beberapa
teknik, yaitu:
a. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan/keajegan yaitu pengamatan dengan
maksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi dengan persoalan yang sedang dicari, atau
dengan kata lain peneliti hanya memusatkan jawaban
sesuai dengan rumusan masalah saja. Setelah itu
peneliti secara tekun dapat menguraikan dengan lebih
rinci mengenai bagaimana proses penemuan persoalan
atau masalah yang telah diteliti dalam penelitian ini.
b. Triangulasi
Kredibilitas dengan teknik triangulasi, yaitu
memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain. Contohnya, membandingkan
15
keadaan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang lain. Dalam hal ini
peneliti melakukan perbandingan wawancara dari
informan satu ke informan lain dan juga melakukan
wawancara terhadap hasil dari observasi yang
dilakukan oleh peneliti.
9. Teknik Penulisan Data
Teknik penulisan dalam penelitian ini berpedoman
pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis,
dan disertasi) yang diterbitkan oleh UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
F. Tinjauan Pustaka
Penulisan skripsi mengenai proses resosialisasi klien eks
korban Napza dalam pencegahan terjadinya residivis di PSPP
“Galih Pakuan” Bogor, telah beberapa kali dibuat
mahasiswa/i di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maupun
Universitas lainnya, namun masing-masing dari skripsi
tersebut memiliki perbedaan dalam tema yang diambil.
1. Skripsi Risdiyanto, jurusan Kesejahteraan Sosial, Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, melakukan penelitian skripsi
berjudul Peran Pekerja Sosial Dalam Rehabilitasi Sosial
Penyalahguna Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra
(PSPP) “Galih Pakuan” Bogor. Skripsi tersebut
membahas tentang bagaimana peran pekerja sosial dalam
16
rehabilitasi sosial penyalahguna narkoba. Kemudian yang
menjadi pembeda yaitu skripsi ini menggunakan subjek
yang berbeda, yakni hanya memaparkan peran pekerja
sosial dalam rehabilitasi sosial saja, sedangkan penulis
mengambil subjek resosialisasi klien, dimana klien yang
dianggap sudah siap untuk kembali ke dalam keluarga dan
masyarakat lingkungannya. Persamaannya adalah objek
penelitiannya, yaitu PSPP “Galih Pakuan” Bogor.
2. Skripsi Muhammad Fadly, jurusan Kesejahteraan Sosial,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, penelitian ini berfokus pada proses
pelaksanaan pelayanan pendidikan yang diberikan
Lembaga Pembinaan Khusus Anak Pria Tangerang
terhadap anak dan tanggapan anak didik disana mengenai
pelayanan pendidikan yang diberikan. Yang membedakan
dengan penelitian penulis adalah lebih terfokus dengan
proses resosialisasi eks korban Napza.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini akan dibagi dalam 5 bab
yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi latar belakang penelitian,
metode penelitian, tujuan dan manfaat penelitian,
pembatasan dan perumusan masalah serta
sistematika penulisan.
17
BAB II KAJIAN TEORITIS
Kajian Teoritis berisi kerangka pemikiran yang
membahas tentang teori-teori yang mendukung
dan berkaitan dengan penelitian.
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA
Gambaran umum lembaga berisikan tentang profil
lembaga, sejarah, visi dan misi, struktur organisasi
serta program kerja lembaga.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Pada bab ini berisi mengenai data-data terkait
dengan penelitian serta temuan-temuan mengenai
proses resosialisasi klien eks korban Napza agar
dapat kembali berfungsi dengan baik dalam
kehidupan sosialnya.
BAB V PEMBAHASAN ANALISIS PENELITIAN
Pada bab ini membahas tentang proses
resosialisasi klien eks korban Napza agar dapat
kembali berfungsi dengan baik dalam kehidupan
sosialnya di PSPP “Galih Pakuan” Bogor.
BAB VI PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-
saran yang terkait dengan penelitian.
18
DAFTAR PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang data-data sekunder serta
biografi yang terkait dengan penelitian.
LAMPIRAN
Pada lampiran ini berisi tentang dokumentasi dari
hasil penelitian.
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Kajian Teori
A. Dukungan Sosial Keluarga
a. Dukungan Sosial
Dukungan sosial atau social support adalah
bentuk perhatian, penghargaan, semangat,
penerimaan, maupun pertolongan dalam bentuk
lainnya yang berasal dari orang yang memiliki
hubungan sosial dekat, antara lain orang tua, saudara,
anak, sahabat, teman maupun orang lain dengan
tujuan membantu seseorang saat mengalami
permasalahan. Bentuk dukungan dapat berupa
informasi, tingkah laku tertentu, atau pun materi yang
dapat menjadikan individu yang menerima bantuan
merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.
Menurut Ritter, dukungan sosial merupakan
segi-segi struktural jaringan mencakup pengaturan-
pengaturan hidup, frekuensi kontak, keikutsertaan
dalam kegiatan sosial dan keterlibatan dalam jaringan
sosial. Dukungan sosial mengacu pada bantuan
emosional, instrumental dan finansial yang diperoleh
dari jaringan sosial seseorang. Segi-segi fungsional
mencakup dukungan emosional, mendorong adanya
ungkapan perasaan, pemberian nasihat atau informasi
dan pemberian bantuan material (Smet 1994, 134).
20
Berikut ini beberapa definisi dan pengertian
dukungan sosial dari beberapa sumber referensi:
a. Menurut Johnson (1994, 472), dukungan sosial
merupakan keberadaan orang lain yang dapat
diandalkan untuk memberi bantuan, semangat,
penerimaan dan perhatian, sehingga bisa
meningkatkan kesejahteraan hidup bagi individu yang
bersangkutan.
b. Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial mengacu
pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau
bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok
kepada individu.
c. Menurut Saroson (dalam Smet, 1994), dukungan
sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang
ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada
individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh
dari orang yang berarti bagi individu yang
bersangkutan.
d. Menurut King (2012, 226), dukungan sosial adalah
informasi atau umpan balik dari orang lain yang
menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan
diperhatikan, dihargai, dan dihormati, dan dilibatkan
dalam jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal
balik.
e. Menurut Apollo dan Cahyadi (2012:261), dukungan
sosial adalah tindakan yang bersifat membantu yang
melibatkan emosi, pemberian informasi, bantuan
21
instrumen, dan penilaian positif pada individu dalam
menghadapi permasalahannya. Hampir setiap orang
tidak mampu menyelesaikan masalah sendiri, tetapi
mereka memerlukan bantuan orang lain. Berdasarkan
hasil penelitian bahwa dukungan sosial merupakan
mediator yang penting dalam menyelesaikan masalah
seseorang. Hal ini karena individu merupakan bagian
dari keluarga, teman sekolah atau kerja, kegiatan
agama ataupun bagian dari kelompok lainnya
(Nursalam 2007, 30).
Dukungan Sosial adalah suatu pemikiran
terbaik sebagai suatu konstruk multidimensional yang
terdiri dari komponen fungsional dan struktural.
Dukungan sosial merujuk kepada tindakan yang orang
lain lakukan ketika mereka menyampaikan bantuan
(Albert R. Roberts 2009, 30).
Dukungan sosial sangat diperlukan terutama
pada penderita gangguan mental. Individu yang
termasuk dalam memberikan dukungan sosial meliputi
pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak
keluarga, teman, dan lingkungan sosial lainnya.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa
dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan
yang akrab atau kualitas hubungan perkawinan dan
keluarga barang kali merupakan sumber dukungan
sosial yang paling penting.
22
Sebagai satu diantara fungsi pertalian/ikatan
sosial segi fungsionalnya mencakup dukungan
emosional, mendorong adanya ungkapan perasaaan,
memberi nasihat atau informasi, pemberian bantuan
material.
Sebagai fakta sosial yang sebenarnya
sebagai/kognisi individual atau dukungan yang
dirasakan melawan dukungan yang diterima.
Dukungan sosial terdiri atas informasi atau nasihat
verbal dan atau non verbal, bantuan nyata atau
tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau
didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai
manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak
penerima (Nursalam 2007, 28).
Dukungan sosial dapat berlangsung secara
alamiah didalam jejaring bantuan keluarga, kawan
tetangga dan teman sebaya atau didalam kelompok
dan organisasi, yang secara spesifik diciptakan atau
direncanakan untuk mencapai tujuan. Dukungan
formal meliputi pelayanan yang diselengarakan oleh
kaum professional pelayanan kemanusiaan bayaran.
Dukungan informal dapat diselnggarakan oleh jejaring
kekerabatan, para sukarelawan, atau kelompok
masyarakat setempat (Albert R. Roberts 2009, 105).
b. Jenis Dukungan Sosial
House (2012) membedakan empat jenis atau dimensi
dukungan sosial menjadi:
23
1) Dukungan emosional (Emotional Support)
Dukungan emosional meliputi ekspresi, empati,
perlindungan, perhatian, dan kepercayaan.
Dukungan ini membuat seseorang merasa nyaman,
tentram, dan dicintai.
2) Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan
hormat/penghargaan positif untuk orang lain itu,
dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan
atau perasaan individu dan perbandingan positif
orang itu dengan orang lain, misalnya orang itu
kurang mampu atau lebih buruk keadaannya.
3) Dukungan instrumental (Instrumental Support)
Dukungan instrumental adalah dukungan dalam
bentuk penyediaan sarana yang dapat
mempermudah tujuan yang ingin dicapai dalam
bentuk materi juga berupa jasa pelayanan.
Misalnya, seseorang memberi pinjaman uang
kepada orang lain yang membutuhkan atau
menolong dengan memberi pekerjaan kepada
seseorang yang tidak punya pekerjaan.
4) Dukungan informasi (Informational Support)
Dukungan informasi adalah dukungan yang
meliputi pemberian nasihat, arahan, dan
pertimbangan tentang bagaimana seseorang dalam
melakukan sesuatu (Nursalam 2007, 29).
24
Ada beberapa jenis dukungan sosial yang
berbeda seperti:
1) Dukungan sosial emosional, adanya seseorang
mendengarkan perasaan, mendengarkan hati atau
memberi dorongan.
2) Dukungan informasi, adanya seseorang
mengajarkan sesuatu, memberikan informasi atau
nasihat atau membantu membuat keputusan.
3) Dukungan konkret, adanya seseorang membantu
dengan cara yang kasat mata, meminjamkan
sesuatu, memberikan informasi, membantu
melakukan tugas atau mengambilkan pesanan
(Albert R. Roberts 2009, 104).
c. Dimensi Dukungan Sosial
Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal, yaitu:
1) Emotional support, meliputi perasaan nyaman,
dihargai, dicintai dan diperhatikan.
2) Cognitive support, meliputi informasi,
pengetahuan dan nasihat.
3) Materials support, meliputi bantuan/pelayanan
berupa sesuatu barang dalam mengatasi suatu
masalah (Nursalam 2007, 30).
d. Dukungan Sosial Keluarga
Dukungan keluarga adalah suatu bentuk
hubungan interpersonal yang melindungi seseorang
25
dari efek setres yang buruk (Kaplan dan Sadock,
2002). Dukungan keluarga menurut Friedman (2010)
adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap
anggota keluargannya, berupa dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan
instrumental dan dukungan emosional. Jadi dukungan
keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal
yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan
terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga
merasa ada yang memperhatikannya. Jadi dukungan
sosial keluarga mengacu kepada dukungandukungan
sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai
sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk
keluarga yang selalu siap memberikan pertolongan
dan bantuan jika diperlukan (Erdiana, 2015).
1) Sumber Dukungan Keluarga
Menurut Caplan (1974) dalam Friedman
(2010) terdapat tiga sumber dukungan sosial
umum, sumber ini terdiri atas jaringan informal
yang spontan: dukungan terorganisasi yang tidak
diarahkan oleh petugas kesehatan professional,
dan upaya terorganisasi oleh professional
kesehatan. Dukungan sosial keluarga mengacu
kepada dukungan-dukungan sosial yang di
pandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu
yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga
(dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi
26
anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan).
Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan
sosial keluarga internal, seperti dukungan dari
suami/istri atau dukungan dari saudara kandung
atau dukungan sosial keluarga eksternal
(Friedman, 1998).
2) Tujuan Dukungan Keluarga
Sangatlah luas diterima bahwa orang yang
berada dalam lingkungan sosial yang suportif
umumnya memiliki kondisi yang lebih baik
dibandingkan rekannya yang tanpa keuntungan ini.
Lebih khususnya, karena dukungan sosial dapat
dianggap mengurangi atau menyangga efek serta
meningkatkan kesehatan mental individu atau
keluarga secara langsung, dukungan sosial adalah
strategi penting yang haru ada dalam masa stress
bagi keluarga (Friedman, 2010). Dukungan sosial
juga dapat berfungsi sebagai strategi pencegahan
guna mengurangi stress akibat negatifnya (Roth,
1996). Sistem dukungan keluarga ini berupa
membantu berorientasi tugas sering kali diberikan
oleh keluarga besar, teman, dan tetangga. Bantuan
dari keluarga besar juga dilakukan dalam bentuk
bantuan langsung, termasuk bantuan finansial
yang terus-menerus dan intermiten, berbelanja,
27
merawat anak, perawatan fisik lansia, melakukan
tugas rumah tangga, dan bantuan praktis selama
masa krisis (Friedman, 2010).
3) Jenis Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (1998), menyatakan bahwa
keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi
anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa
orang yang bersifat mendukung, selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan. Terdapat empat dimensi dari dukungan
keluarga yaitu:
a) Dukungan emosional berfungsi sebagai
pelabuhan istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaan emosional serta
meningkatkan moral keluarga (Friedman,
2010). Dukungan emosianal melibatkan
ekspresi empati, perhatian, pemberian
semangat, kehangatan pribadi, cinta, atau
bantuan emosional. Dengan semua tingkah
laku yang mendorong perasaan nyaman dan
mengarahkan individu untuk percaya bahwa ia
dipuji, dihormati, dan dicintai, dan bahwa
orang lain bersedia untuk memberikan
perhatian (Sarafino, 2011).
b) Dukungan informasi, keluarga berfungsi
sebagai sebuah kolektor dan disseminator
(penyebar) informasi tentang dunia (Friedman,
28
1998). Dukungan informasi terjadi dan
diberikan oleh keluarga dalam bentuk nasehat,
saran dan diskusi tentang bagaimana cara
mengatasi atau memecahkan masalah yang ada
(Sarafino, 2011).
c) Dukungan instrumental, keluarga merupakan
sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit
(Friedman, 1998). Dukungan instrumental
merupakan dukungan yang diberikan oleh
keluarga secara langsung yang meliputi
bantuan material seperti memberikan tempat
tinggal, meminjamkan atau memberikan uang
dan bantuan dalam mengerjakan tugas rumah
sehari-hari (Sarafino, 2011).
d) Dukungan penghargaan, keluarga bertindak
sebagai sistem pembimbing umpan balik,
membimbing dan memerantai pemecahan
masalah dan merupakan sumber validator
identitas anggota (Friedman, 2010). Dukungan
penghargaan terjadi melalui ekspresi
penghargaan yang positif melibatkan
pernyataan setuju dan panilaian positif
terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang
lain yang berbanding positif antara individu
dengan orang lain (Sarafino, 2011).
29
4) Manfaat Dukungan Keluarga
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah
proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan,
sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda
dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan.
Namun demikian, dalam semua tahap siklus
kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat
keluarga mampu berfungsi dengan berbagai
kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini
meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga
(Friedman, 1998). Wills (1985) dalam Friedman
(1998), menyimpulkan bahwa baik efek-efek
penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek
negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-
efek utama (dukungan sosial secara langsung
mempengaruhi akibatakibat dari kesehatan)
ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga
dan utama dari dukungan sosial terhadap
kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi
bersamaan.
2. Resosialisasi
1. Pengertian Resosialisasi
Menurut Kamanto Sunarto (2004, 30), salah satu
bentuk sosialisasi sekunder yang sering dijumpai
dalam masyarakat ialah apa yang dinamakan proses
resosialisasi (resocialization) yang didahului dengan
30
proses desosialisasi (desocialization). Dalam proses
desosialisasi seseorang mengalami “pencabutan” diri
yang dimilikinya, sedangkan dalam proses
resosialisasi seseorang diberi suatu diri yang baru.
Proses desosialisasi dan resosialisasi ini sering
dikaitkan dengan proses yang berlangsung dengan apa
yang oleh Goffman dinamakan institusi total (total
institutions):
“suatu tempat tinggal dan bekerja yang di
dalamnya sejumlah individu dalam situasi sama,
terputus dari masyarakat yang lebih luas untuk
suatu jangka waktu tertentu, bersama-sama
menjalani hidup yang terkungkung dan diatur
secara formal”.
Rumah tahanan, rumah sakit jiwa dan lembaga
pendidikan militer merupakan contoh institusi total
tersebut. Seseorang yang berubah status dari orang
bebas, kemudian tahanan, dan akhirnya menjadi
narapidana mula-mula mengalami desosialisasi. Ia
harus meninggalkan busana bebas dan menggantinya
dengan seragam tahanan, berbagai kebebasan yang
semula dinikmatinya dicabut, berbagai milik
pribadinya disita atau disimpan oleh penjaga,
namanya mungkin tidak digunakan dan diganti dengan
suatu nomor. Setelah menjalani proses yang
cenderung membawa dampak terhadap citra diri serta
harga diri ini, ia kemudian menjalani resosialisasi
yaitu dididik untuk menerima aturan dan nilai baru
31
untuk mempunyai diri yang sesuai dengan keinginan
masyarakat.
Resosialisasi menekankan pengembalian
seseorang yang pernah melanggar norma dan nilai
sosial untuk menyesuaikan diri dengan keinginan
masyarakat.
Tahap tersebut dilaksanakan apabila norma-
norma dan nilai-nilai baru telah “institutionalized”
dalam diri warga masyarakat. Berhasil tidaknya proses
“institutionalized” diformulasikan sebagai berikut
(Sakidjo 2002, 8-9):
Institutionalized =
Efektivitas (kekuatan menentang-
menanam) dari masyarakat
Kecepatan menanam
Yang dimaksud dengan efektivitas menanam
adalah hasil positif dari penggunaan tenaga manusia,
alat-alat, organisasi dan metode untuk menanamkan
nilai baru di dalam masyarakat. Semakin besar
kemampuan tenaga manusia, berjalan dengan baik
alat-alat yang digunakan, dan berjalan dengan baik
organisasinya, maka semakin sesuai sistem
penanaman itu dengan kebudayaan masyarakat dan
semakin besar hasil yang dapat dicapai oleh usaha
penanaman lembaga baru. Akan tetapi setiap usaha
penanaman yang baru, pasti mengalami reaksi dalam
beberapa golongan dari masyarakat yang merasa
32
dirinya dirugikan. Kekuatan menentang dari
masyarakat tersebut berdampak negatif terhadap
keberhasilan proses “institutionalization” (Sakidjo
2002, 9).
Apabila anggota-anggota masyarakat merasa
bahwa mereka tidak dirugikan dalam kehidupan
kelompoknya ataupun merasa bahwa keuntungan yang
diperoleh daripadanya masih lebih besar daripada
kerugiannya, maka dengan sendirinya anggota akan
tinggal dalam kehidupan kelompok yang bersangkutan
(Astrid, Phill dan Susanto 1979, 125).
Guna mengubah perilaku individu dan kelompok
dalam suatu perubahan sosial ataupun pembangunan
sosial dewasa ini, diperlukan adanya produk sosial
(social product) yang inovatif, maka para praktisi di
bidang ini (seperti perencana sosial, community
worker maupun pembuat kebijakan) dituntut untuk
melakukan penilaian (assessment) terhadap kebutuhan
masyarakat secara berkesinambungan (Adi Isbandi
Rukminto 2001, 31).
Menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial Korban Napza, Pedoman Resosialisasi dan
Pembinaan Lanjut dalam Penanggulangan Napza,
Resosialisasi merupakan cara lanjutan dimana setelah
proses penyatuan unsur-unsur yang berbeda
terlaksana, cara lanjutan ini untuk membangun
masyarakat dan melanjutkan hidup kembali sesuai
33
dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat
(Departemen Sosial RI 2005, 5).
Proses resosialisasi ini juga harus melibatkan
klien (eks korban Napza) dalam kesiapannya untuk
kembali ke dalam keluarga dan kembali ke lingkungan
masyarakat sekitarnya. Namun, apabila salah satu
variable tidak bisa menerima kepulangan atau
kembalinya klien ditengah-tengah mereka, maka ini
akan menjadi suatu masalah yang dapat
mempengaruhi mental klien sehingga memungkinkan
kembalinya untuk bertindak kriminal atau pelanggaran
(relapse).
Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa
resosialisasi merupakan sebuah program yang
disiapkan sebelum pemulangan klien yang sudah
dianggap layak untuk kembali ke dalam keluarga dan
masyarakat baik itu daerah asalnya atau tempat
tinggalnya agar mampu berintegrasi dalam kehidupan
sosialnya.
2. Kegiatan Resosialisasi
Adapun kegiatan resosialisasi meliputi beberapa hal
sebagai berikut (Departemen Sosial RI 2007, 99):
1) Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat
Kegiatan bimbingan/tuntutan pendekatan
untuk menumbuhkan kemauan keluarga,
34
masyarakat, tokoh-tokoh masyarkat dan organisasi
sosial.
2) Bimbingan sosial hidup bermasyarakat
Serangkaian kegiatan bimbingan yang
diarahkan agar klien tersebut dapat melaksanakan
seluruh kegiatannya sesuai dengan norma yang
berlaku dan menghindari kegiatan yang menjadi
larangan-larangan masyarakat. Dalam penelitian di
PSPP ini, serangkaian kegiatan bimbingan
khususnya pada bimbingan sosial hidup
bermasyarakat dilaksanakan oleh Pekerja Sosial,
Psikolog, Polisi, Koramil yang mana masing-
masing mempunyai perannya sendiri.
Menurut Dorang Luhpuri, yang menjadi
peranan pekerja sosial yaitu (Dorang Luhpuri dan
Setiawan 2000, 122):
a. Fasilitator, merupakan peranan yang bertujuan
untuk mempermudah upaya pencapaian tujuan
sehat dengan cara menyediakan atau
memberikan kesempatan dan fasilitas yang
diperlukan klien untuk mengatasi masalahnya,
memenuhi kebutuhannya, dan
mengembangkan potensi yang dimilikinya
dengan cara: mendampingi klien dalam setiap
tindakan, memberikan dukungan emosional
yang diperlukan klien agar klien merasa
diperhatikan dan terpenuhi kebutuhannya,
35
berupaya membantu klien mengatasi masalah
yang dihadapinya.
b. Mediator, memberikan layanan mediasi jika
klien mengalami konflik dengan pihak lain
atau orang lain agar dicapai kesesuian antara
tujuan dan kesejahteraan diantara kedua belah
pihak.
c. Advokator, memberikan layanan pembelaan
bagi klien yang berada dalam potensi yang
dirugikan sehingga memperoleh haknya
kembali.
d. Liason, memberikan informasi yang
diperlukan keluarga mengenai kondisi klien
dan kondisi lembaga agar dapat memberikan
pertimbangan yang tepat dalam menentukan
tindakan demi kepentingan klien.
e. Konselor, memberikan pelayanan konsultasi
kepada klien yang ingin mengungkapkan
permasalahannya.
f. Penghubung, merupakan peranan yang
menghubungkan antara klien dengan keluarga,
antara klien dengan lembaga terkait, maupun
penghubung antara klien dengan sumber lain
yang dapat membantu dalam usaha pemecahan
masalah klien.
g. Pembimbing sosial kelompok, memberikan
intervensi pada sejumlah klien yang
36
berkumpul dan berbagai isu (topik yang
mereka minati) melalui pertemuan yang teratur
dan kegiatan yang dirancang untuk mencapai
tujuan yang telah disusun bersama.
3) Pemberian bantuan stimulan usaha produktif
Serangkaian kegiatan pengadaan bantuan
peralatan dan bahan untuk mempersiapkan klien
dapat melaksanakan praktek bermata pencaharian
dan bantuan tersebut bersifat merangsang usaha-
usahanya agar dapat lebih berkembang.
4) Bimbingan usaha/kerja
Kegiatan tuntutan praktek berusaha/bekerja
untuk dapat menciptakan lapangan kerja yang
layak, serta praktek mengelola usaha, menuju
terciptanya kondisi usaha yang efektif dan efisien.
Tahap tersebut diatas mencakup serangkaian
kegiatan yang meliputi:
a. Penetapan kesiapan klien untuk kembali pada
kehidupan yang normatif di lingkungan keluarga,
masyarakat dan dunia kerja.
b. Pemantapan kesiapan klien untuk transmigrasi.
c. Pemantapan kesiapan klien untuk melakukan
kegiatan usaha sebagai sumber mata pencaharian.
37
Dalam pengertian resosialisasi diatas sudah
dijelaskan bahwa resosialisasi bertujuan untuk
mempersiapkan klien agar dapat berintegrasi penuh ke
dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat secara
normatif. Mekanisme resosialisasi yang selama ini
dilakukan oleh pemerintah ialah pemulangan ke
daerah asalnya.
3. Narkotika
a. Pengertian Narkotika
Narkotika dalam perkataan Yunani adalah
narke yang berarti terbius dan tidak bisa merasakan
apa-apa. Namun ada juga yang mengatakan
Narcissus, yaitu sejenis tanaman yang memiliki
bunga yang bisa membuat seseorang tidak sadar.
Pengertian narkotika secara farmakologis
medis, dan menurut Ensiklopedia Indonesia IV
(1980 : 2336) adalah obat yang bisa menghilangkan
trauma dan rasa yang dapat menimbulkan efek
stupor serta adiksi.
Pengertian yang umum dari narkotika adalah
suatu zat (obat) dari tanaman sintetis maupun semi
sintesis yang bisa menibulkan ketidaksadaran dan
pembiusan. Serta bisa menibulkan halusinasi dan
menimbulkan daya rasngsang. Efek lainnya yaitu
menimbulkan ketergantungan, yang di bedakan ke
38
dalam golongan-golongan sebaimana yang terlampir
dalam Undang-undang. (MH 2003, 35).
Berbicara tentang narkoba, sering pula terdengar
beberapa singkatan yang berkaitan dengan hal
tesebut,misalnya :
NAZA (Narkotika dan Zat Adiktif)
NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika
dan Zat Adiktif)
Dari singkatan NAPZA yang memiliki arti
lebih lengkap, maka obat yang dianggap
berbahaya adalah Narkotika, Alkohol,
Psikotropika dan Zat Adiktif.
Karena narkotika termasuk dalam obat-
obatan atau zat yang berbahaya bagi kesehatan
maka mengenai produksi, pengadaan, peredaran,
penyaluran, penyerahan ekspor dan impor maka
obat-obatan tersebut diatur dalam Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika.
Narkoba yang masuk kedalam lambung,
kemudian masuk kepembuluh darah. Jika
dihisap atau dihirup, zat diserap masuk ke dalam
pembuluh darah melalui hidung dan paru-paru.
Jika disuntikan maka langsung masuk melalui
aliran darah. Dan darah membaa zat tersebut ke
otak.
39
b. Jenis-jenis Narkotika
Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997, jenis narkotika dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu narkotika golongan I, golongan in
termasuk narkotika yang berbahaya dan paling
tinggi daya adiktifnya, golongan I ini adalah ganja,
heroin, koain, putaw dan opium. (Sunarno 2007, 11)
1) Candu
Candu atau opium adalah sumber utama dari
narkotika alam. Narkotika yang berasal dari
alkoloida candu , misalnya morphine, heroine yang
berasal dari Papaver Somniferum. Nama Papaver
Somniferum adalah sebutan yang diberikan oleh
Linnaeus pada tahun 1753.
a) Jenis-jenis Candu
Candu dalam pengklasifikasinannya dapat
dibedakan:
- Candu mentah
- Candu masak
- Candu yang khusus untuk rokok.
2) Putaw
Putaw merupakan jenis narkoba golongan satu dan
putaw ini merupakan hasil olahan dari opium. Putaw
juga berbentuk serbuk berwarna putih atau coklat tua,
dan ada juga yang berbnetuk cairan.
40
a) Efek Dari Putaw
Akibat dari menggunakan atau mengkonsumsi
putaw sangat berbahaya dan merugikan untuk
tubuh. Dan akibat yang ditimbulkan sebagai
berikut:
- Rasa mual.
- Pupil mata mengecil.
- Berat untuk benafas dan melemah.
- Mudah mengeantuk.
- Tubuh mudah melemas dan susah bergerak.
- Ketagihan dan sakaw.
3) Heroin
Heroin adalah obat semi sintetik yang berasala dari
reaksi kimia antara morphine dengan asam asental
anhidrat. Heroin juga lebih cepat menimbulkan
ketergantungan dan memiliki efek lebih kuat dari
halusinasi yang lebih tinggi dari morphine. (MH 2003,
35–35)
a) Efek Dari Heroin
Gejala-gejala yang ditimbulkan dari heroin yaitu:
- Rasa sakit dan kejang-kejang.
- Perut kram dan sawan.
- Menggigit disertai muntah-muntah.
- Keluar ingus dan mata berair.
- Nafsu makan dan hilangnya cairan tubuh.
(Hadiman 2007, 6)
41
4) Ganja
Ganja atau yang disebut juga Cannabis merupakan
jenis tanaman yang bisa tumbuh yang tidak
memerlukan pemeliharaan yang istimewa. Ganja juga
tumbuh di daerah tropis, pohn ganja juga bisa tumbuh
di berbagai belahan dunia. Ganja juga sering disebut
dengan Gele atau Cimeng. Di kalangan pecandu
sering di sebut dengan Grass, Marihuana, Has atau
Hashish. Dalam pemakaian sering dianggap sebagai
lambing pergaualan karena pemakaian hampis selalu
beramai-ramai dan tidak pernah sendiri.
a) Bentuk dan Cara Menggunakan Ganja
Bentuk ganja dapat di bagi menjadi 5 bentuk yaitu:
- Berbentuk lintingan rokok
- Berbentuk campuran, di campur dengan
tenbakau untuk dirokok
- Berbentuk campuran daun, tangkai dan biji
untuk dirokok
- Berbentuk serbuk dan damar yang dapat di
hisap
- Berbentuk damar yang berwarna coklat
kehitam-hitaman.
b) Penyalahgunaan Ganja
Efek penggunaan ganja bagi penggunanya lebih
banyak buruknya daripada baiknya. Efek
42
penggunaan ganja menurut Franz Bergel meliputi
efek fisik dan psikis. Secara fisik yaitu:
- Hilangnya koodinasi kerja otot dengan syaraf
sentral.
- Hilang dan kurangnya kedipan dari mata.
- Reflex tertekan.
- Kadar gula darah turun naik.
- Nafsu makan bertambah.
- Mata berwarna merah.
Efek pemakaian ganja secara psikis yaitu:
- Timbulnya sensasi psikis.
- Gembira dan tertawa tanpa sebab.
- Sifat malas dan lalai.
- Banyak bicara.
- Terganggu daya sensasi dan presepsi terhadap
ruang dan waktu.
- Daya pikir dan ingatan melemah.
- Cemas dan bicara melantur.
5) Cocain
Cocain adalah salah satu alkaloid yang berasah dari
daun Erythroxylon Coca L. Dan tanaman tersebut
banyak tumbuh di Benua Amerika Selatan. Cocain
juga tumbuh di Ceylon, India, dan Jawa. Di pulau
jawa tumbuhan ini sering ditanam dengan sengaja, dan
tumbuh sebagai tanaman pagar.
43
a) Efek pemakaian Cocain
Efek dari Cocain yang paling penting yaitu
pengahambatan hantaran syaraf bila dipakai secara
lokal, yakni sebagai anaestesi/pemati dari rasa.
b) Penyalahgunaan Cocain
Efek yang di timbul kan dari cocain setelah 1,5-2
menit melalui sntikan intravena atau intranasal
(sedotan hidung) yaitu :
- Euforia.
- Suka bercakap-cakap.
- Untuk mencegah kelelahan.
- Perilaku stereotip.
- Deyut nadi dan pernafasan menjadi lebih
cepat.
- Kerja mental bertambah.
Cocian juga bisa digunakan sebagai oabat
perangsang secara kronis, maka dapat
menimbulkan hal sebagai berikut:
- Halusinasi.
- Insomnia.
- Kurangnya gairah kerja.
- Berkerja dan berfikir tanpa tujuan.a
- Tidak nafsu makan.
- Tidak memiliki ambisi, kemauan dan
perhatian. (MH 2003, 47–62)
Nakotika golongan II, golongan ini
termasuk narkotika yang tinggi juga adiktifnya,
44
tetapi memiliki manfaat sebagai pengobatan dan
penelitian. Yang termasuk jenis golongan II ini
yaitu betametodal, benzetidin dan pestidin.
Dan narkotika golongan III adalah
golongan narkotika yang memilii daya adiktif tang
ringan tetapi bermanfaat juga untuk pengobaan
dan penelitian selain itu bisa juga untuk
prkembangan ilmu pengetahuan. Narkotika
golongan III ini yaitu asetihidrotema dan
dihidrokodemia. (Sunarno 2007, 11)
c. Akibat Penggunaan Narkoba Terhadap Individu
Narkoba yang di gunaakan dpat menimbulkan
efek-efek bagi tubuh si pemakai sebagai berikut:
1) Europia adalah salah satu dari perasaan riang
gembira (well being) ditimbulkan dari narkoba
yang abnormal dan tidak sepadan dengan
keadaan jasmani dan rokhani. Efek dari
penggunaan narkoba dengan dosis yang tidak
bergitu tinggi.
2) Delirium adalah menurunnya kesadaaran mental
disertai kecemasan yang hebat secara mendadak.
Efek ini ditimbulkan dengan dosis yang lebih
tinggi dari europia.
3) Halusinasi yaitu apa yang dilihat dan didengar
tidak sesuai denga kenyataan.
45
4) Weakness melemahnya keadaan jasmani dan
rokhani akibat dari ketergantungan dan
kecanduan narkoba.
5) Drowsiness kesadaran menurun dan tidak stabil
dan disertai fikira yang kacau.
6) Collapse yaitu pemakaian terlalu banyak dan
membuat over dosis dan menyebabkan
kematian.
d. Akibat Pemakaian Narkoba Bagi Masyarakat
Dari akibat penggunaan bagi individu, pemakaian
narkoba juga bisa berpengaruh bagi masyarakat luas,
antara lain:
1) Makin meningkatnya kriminalitas.
2) Timbulnya kekerasan bagi perorangan atau
kelompok.
3) Timbulnya berbagai usaha yang illegal dalam
masyarakat, misalnya pasar gelap narkotika.
4) Meningkatnya kecelakaan lalu lintas.
5) Meluasnya penyakit tertentu dari jarum
suntikyang dipakai.
6) Dan bentuk lain dari keabnormalan. (MH, 2003,
hlm. 24–26)
e. Alasan-alasan Sebagai Pengguna Narkoba
Menurut Graham Blaine seorang psikiater sebab-
sebab seseorang menggunakan narkotika ialah:
46
1) Untuk membuktikan keberanian dalam
melakukan semua tindakan yang beresiko,
misalnya berkelahi dan bergaul.
2) Untuk menantang orang yang lebih tua, seperti
guru, hukum dan instansi yang berwenang.
3) Memudahkan dalam perbuatan seksual.
4) Untuk melepaskan diri dari rasa kesepian.
5) Agar bisa mengerti apa itu arti hidup.
6) Untuk mengisi kekosongan atau kebosanan.
7) Menghilangan rasa frustasi dan kegelisahan yang
disebebkan dari masalah yang tidak bisa diatasi
dan tidak memiliki jalan keluar.
8) Untuk memnuhi rasa solidaritas dengan kawan-
kawan.
9) Didorong karena rasa ingi tahu dank arena iseng.
Dari sekian sebab-sebab pengunaan narkotika
secara tidak legal yang dilakukan oleh remaja dan
dpat dikelompokkan dalam 3 keinginan yaitu:
1) Mereka yang ingin mencoba, yaitu yang ingin
mendapatkan pengalaman baru dan sensasi dari
narkoba.
2) Yang bemaksud menjauhi dan menghindari
realita hidup, yaitu mereka terbius dalam tempat
pelarian yang ternyaman.
3) Yang ingin merubah kepibadiannya, yaitu merka
yang menggunakan narkoba bisa membuat
kepribadiannya seperti menjadi berani, tidak
47
malu dan kaku dalam pergaulan. (MH 2003, 4–
6)
f. Mekanisme Terjadinya Penyalahgunaan Napza
Dalam penelitiannya menurut Hawari,
penyalahgunaan Napza terjadi oleh beberapa faktor-
faktor, yaitu faktor predisposisi (kepribadian,
kecemasan, dan depresi), faktor keluarga dan faktor
dari teman sebaya atau per grup dari zatnya itu sendiri.
Pada dasarnya penyalahgunaan Napza adalah
seseorang yang memiliki gangguan kepribadian,
sedangkan penyalahgunaan Napza ialah
perkembangan lebih lanjut dari gangguan jiwa,
demikian memiliki dampak sosial yag ditimbulkan.
(MH 2003, 11). Faktor yang menyebabkan seseorang
mulai menggunakan narkoba, sehingga pada akhirnya
menyebabkan ketergantungan adalah:
1) Faktor Kepribadian
Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah genetik,
biologis, kesehatan mental dan gaya hidup yang
memiliki pengaruh bagi seorang terjerumus dalam
menggunakan Narkoba maupun dalam
permasalahan perilaku.
Kurangnya pengendalian diri.
Konflik individu/emosi yang masih belum
setabil.
Terbiasa hidup senang dan mewah.
2) Faktor Keluarga
a) Kurangnya kontrol keluarga.
48
Orang tua yang terlalu sibuk dan anak yang
kurang perhatian dari orang tuanya cenderung
mencari perhatia dari luar, biasanya mencari
kesibukan bersama teman-temannya.
b) Kurangnya penerapan disiplin dan tanggung
jawab.
Tidak semua penyalahgunaan narkoba berasal
dari keluarga broken home, semua anak
mempunyai potensi yang sama untuk terlibat
dalam penyalahgunaan narkoba.
3) Faktor Lingkungan.
a) Masyarakat yang individualis.
Lingkungan yang individualistik dalam
kehidupan di kota besar cenderung memiliki
sifat yang kurang peduli dengan orang lain,
sehingga setiap orang hanaya memikirkan
permasalahan dirinya sendiri tanpa peduli
dengan lingkungan di sekitarnya.
b) Pengaruh teman sebaya.
Teman sebaya dan kelompo juga berpengaruh
dan berperan penting terhadappengguna
narkoba, hal ini disebabkan karena antara lain
menjadi syarat kemudahan yang dapat
diterima oleh anggota kelompok. (Badan
Narkotika Nasional 2011, 3–5)
g. Perubahan perilaku akibat pemakaian Napza
Gejala-gejala akibat pemakaian Napza mudah dikenali
sebagai beriku ini :
49
1) Meninggalkan ibadah. Yang semula rajin
menjalankan ibadah mulai malas dan sampai tidak
menjalankan ibadaha sama sekali.
2) Bolos. Yang semula rajin sekolah, kuliah dan
bekerja mulai malas, seing membolos.
3) Minggat. Mereka yang betah dirumah sering keluar
rumah, pulang larut malah hingga tidak pulang sama
sekali sampai berbulan-bulan.
4) Pergaulan bebas. Mereka sering terlibat dalam
pergaulan bebas (free sex). Sex bebas ini
diakibatkan hilangnya hambatan dan dorongan
agresivitas seksual akibat Napza.
5) Bohong. Yang awalnya jujur mulai berbohong dari
yang kecil sampai yang besar.
6) Mencuri. Menjual barang, terlilit hutang dan
tindakan criminal lainnya.
7) Prestasi belajar/kerja merosot tajam.
B. Kerangka Berfikir
Dukungan sosial keluarga adalah suatu bentuk
hubungan interpersonal yang melindungi seseorang dari efek
stress yang buruk, dukungan ini berupa sikap, tindakan
penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya.
Resosialisasi adalah proses pengembalian seseorang
yang pernah melanggar norma dan nilai sosial untuk
menyesuaikan diri dengan keinginan lingkungannya.
Di Panti Sosial Pamardi Putra Galih Pakuan Bogor ini
diharapkan klien eks Napza mampu kembali kerumahnya
dengan keadaan yang jauh lebih baik. penelitian ini
50
menekankan pada dukungan sosial keluarga terhadap proses
resosialisasi korban eks Napza agar korban eks Napza bias
pulih dan kembali kepada keluarganya dengan kondisi yang
jauh lebih baik. kerangka berfikir dalam penelitian ini
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka berfikir
Dukungan Sosial
Keluarga
Proses Resosialisasi
Klien Eks Napza
Pulih dan Kelmbali
kepada keluarganya
dengan keadaan
yang jauh lebih baik
51
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA PANTI SOSIAL
PAMARDI PUTRA (PSPP) “GALIH PAKUAN” BOGOR
A. Latar Belakang PSPP “Galih Pakuan” Bogor
1. Sejarah
Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Galih Pakuan”
Bogor berdiri sejak tahun 1982 dan mulai operasional
tahun 1983 berdasarkan Surat Keputusan Direktorat
Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial Nomor: 007/RSP-
4/1983, dengan nama Panti Rehabilitasi Sosial Korban
Narkotika (PRSKN) Putat Nutug. Tanggal 28 Februari
1989 Panti ini ditetapkan sebagai Panti tipe “A”
berdasarkan Kepmensos Nomor: 6/HUK/1989 dan sejak
tanggal 26 April 1994 dengan berdasarkan Surat
Keputusan Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial
Nomor: 06/KEP/BRS/IV/1994 Panti ini dinamakan Panti
Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor (Kementerian
Sosial RI, PSPP “Galih Pakuan” Bogor)..
Tahun 2001 PSPP “Galih Pakuan” menjadi UPT
Depsos RI di bawah Dirjen Yanrehsos sesuai dengan
Kepmensos No. 06/HUK/2001 tentang Tata Kerja
Departemen Sosial, dan sampai saat ini berdasarkan
Keputusan Menteri Sosial No. 59/HUK/2003 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan
Departemen Sosial Republik Indonesia. Sasaran Korban
Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya. Alamat Lengkap
PSPP “Galih Pakuan” di Jalan H. Miing No. 71
52
RT02/RW03, Putat Nutug, Ciseeng, Bogor, 16330.
Telepon (0251) 8541429, Fax.8541428. Kapasitas
tampung 180 orang. Jangkauan Pelayanan Regional
Propinsi dan Rujukan Nasional. Luas Tanah Panti 71.890
m2 dan Luas Bangunan 10.393 m
2. Adapun Dasar Hukum
sebagai berikut (galihpakuan.kemsos.go.id):
a. UU Nomor 11, Tahun 2009 tentang Kententuan Pokok
Kesejahteraan Sosial.
b. UU Nomor 5, Tahun 1997 tentang Psikotropika.
c. UU Nomor 25, Tahun 2009 tentang Narkotika.
d. PERMENSOS RI No. 106 tentang Oganisasi dan Tata
Kerja Panti Sosial di Lingkungan Departemen Sosial.
e. PERMENSOS RI No. 3/HUK/2012 tentang Standar
Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
Napza.
2. Visi dan Misi PSPP “Galih Pakuan” Bogor
a. Visi
Panti sebagai pusat pelayanan, perlindungan dan
rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan Napza
berstandar Nasional, Profesional, berkualitas, tahun
2020.
b. Misi
1) Menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi
sosial penyalahgunaan Napza dalam sistem panti
menggunakan pendektan multi displiner, teknik
pelayanan yang unggul dan menjujung tinggi nilai-
nilai kemanusiaan.
53
2) Menyelenggarkan pengkajian model pelayanan
dan rehabilitasi sosial penyalahgunaan Napza.
3) Memfasilitasi tumbuh kembangnya motivasi dan
usaha masyarakat dalam penanggulangan
penyalahgunaan Napza.
4) Menyelenggarakan kegiatan pengembangan SDM
dalam rangka meningkatkan pelayanan rehabilitasi
sosial korban penyalahgunaan Napza yang
berkualitas.
3. Tugas Pokok PSPP “Galih Pakuan” Bogor
Berdasarkan PERMENSOS RI Nomor : 106 Tahun
2009 Tugas Pokok PSPP “Galih Pakuan” Bogor yaitu :
Memberikan bimbingan, pelayanan, dan rehabilitasi sosial
yang bersifat kuratif, rehabiltatif, promotif dalam bentuk
bimbingan pengetahuan dasar, pendidikan, fisik, mental,
sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi serta
bimbingan lanjut bagi eks korban Narkotika dan
pengguna Psikotropika Sindroma ketergantungan agar
mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, serta pengkajian dan penyiapan standar
pelayanan dan rujukan.
4. Tujuan Rehabilitasi Sosial
Tujuan program pelayanan rehabilitasi sosial bagi
korban penyalahguna Napza, yaitu:
a. Memulihkan kondisi fisik, mental, psikis, sosial, sikap
dan prilaku penyalahgunaan Napza, agar mereka
54
mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar
dalam keluarga maupun masyarakat.
b. Agar mereka dapat menggali dan mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya sebagai bekal untuk
dapat melaksanakan fungsinya dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Fasilitas Panti
Di dalam PSPP Galih Pakuan ini terdapat fasilitas-
fasilitas, fasilitas ini bertujuan untuk menunjang dalam
mencapai keberhasilan rehabilitasi klien Napza. Berikut
ini adalah table fasilitas Panti:
Tabel 3.1 Fasilitas Panti
1 Ruang kantor 17 Ruang rapat/konferensi
2 Ruang data dan
informasi 18 Wisma
3 Ruang bimbingan
sosial 19 Dapur dan ruang makan
4 Mental dan
keterampilan 20 Ruang pos jaga
5 Ruang olah raga dan
kesenian 21 Kolam ikan
6 Lapangan upacara 22 Pendopo
7 Lapangan bola 23 Kendaraan dinas
8 Ruang poliklinik 24 Peralatan kesenian
9 Mushola 25 Rumah dinas
10 Ruang komputer 26 Pagar keliling
11 Ruang fitness 27 Meja billiard
12 Asrama dometory (2) 28 Kendaraan (R2, R4, dan R6)
13 Asrama re-entry (3) 29 Gudang
14 Asrama after care 30 Sport center
15 Aula utama 31 Instalasi produksi
16 Ruang perpustakaan
55
6. SDM (Sumber Daya Manusia) Pelaksana
Motto Pegawai: “Kami Peduli, Anda pulih dan
Dunia Indah Tanpa Narkoba”.
Tabel 3.2 Sumber Daya Manusia (SDM)
Pelaksana
Berikut ini jabatan dan jumlah personil pengelola
lembaga:
No Unsur PNS No Unsur Non PNS
1 Pejabat structural 1 Cleaning service
2 Fungsional pekerja sosial 2 Tukang kebun
3 Fungsional Penyuluh
sosial 3 Juru masak
4 Fungsional pranata
computer 4 Satpam
5 Fungsional arsiparis 5 Pembimbing mental
6 Fungsional perawat 6 Pembimbing kesenian
7 Fungsional umum 7 Instruktur olahraga
8
Instruktur
keterampilan
9 Sakti peksos adiksi
10 Konselor adiksi
11 Tenaga kontrak
7. Struktur Organisasi PSPP “Galih Pakuan” Bogor
Tabel 3.3 Struktur Organisasi
Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor
56
B. Tahapan Rehabilitasi
1. Pengungkapan dan Pemahaman Masalah/Assesment
Tahap pengungkapan dan pemahaman masalah
merupakan penilaian/penafsiran terhadap eks korban
penyalahgunaan Napza dan orang-orang yang terlibat di
Kepala Panti
Beni Sujanto AKS., M.Si
Kepala Sub.Bag Tata Usaha
Iwan Nurcandra S., S.Sos, M.Si
Kepala Seksi Program dan
Advokasi Sosial
Ahmadin, S.Pd.I, M.Si
Kepala Seksi Rehabilitasi
Sosial
Drs. Alam Fajar A, M.Si
Kordinator Pekerja Sosial
Sutrisno, S.Pd. I
57
dalamnya. Dengan hasil assessment yang dilakukan, maka
pekerja sosial dapat membuat keputusan dengan
merumuskan tujuan perubahan dan menetapkan metoda
dan teknik serta terapi yang tepat untuk mencapai tujuan
perubahan yang diharapkan. Tahapan assessment
meliputi: persiapan, pengumpulan data dan informasi,
serta sidang kasus (case conference).
2. Penyusunan Rencana Intervensi
Rencana intervensi disusun berdasarkan hasil assessment
dan pembahasan pada temu bahas guna menghasilkan
jenis pelayanan rehabilitasi sosial yang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi klien.
3. Pemecahan Masalah (Intervensi)
Pemecahan masalah dapat dilakukan melalui:
a. Bimbingan fisik dan kesehatan yang bertujuan untuk
mengembalikan kepulihan fisik dan menjaga pola
hidup sehat bagi klien.
b. Bimbingan mental spiritual yang bertujuan untuk
memahami mengembangkan dan meningkatkan
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan
norma yang ada di masyarakat.
c. Bimbingan sosial dilaksanakan dengan menggunakan
metode TC (Therapeutic Community) yang bertujuan
sebagai sarana / media untuk menumbuhkan dan
meningkatkan kapasitas psikososial klien eks korban
58
penyalahgunaan Napza untuk mencapai perubahan
perilaku dan pemulihan kondisi klien.
d. Bimbingan keterampilan dan PBK (Praktek Belajar
Kerja) yang bertujuan untuk mengembalikan
kehidupan klien yang diarahkan untuk memiliki dan
meningkatkan keterampilan sebagai bekal klien
apabila sudah kembali ke keluarga dan masyarakat.
4. Resosialisasi (Reintegrasi)
Tahapan ini dilakukan untuk menyiapkan klien,
keluarga dan lingkungan sosial dimana klien tinggal, hal
ini dilakukan untuk menumbuhkan kemauan dan
kemampuan untuk menerima klien dan diharapkan klien
dapat berintegrasi di tengah kehidupan keluarga dan
lingkungan masyarakat setelah melaksanakan pemulihan
dan rehabilitasi sosial dan mencegah kekambuhan.
5. Terminasi
Terminasi dilakukan setelah proses pemulihan dengan
mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan
kemajuan dan perubahan perilaku yang telah dicapai.
6. Pembinaan Lanjut
Merupakan tahapan untuk memelihara dan
memantapkan kondisi kepulihan eks klien dari
ketergantungan terhadap Napza dan untuk mengetahui
perkembangan serta kondisi eks klien setelah selesai
melaksanakan program rehabilitasi sosial.
59
7. Monitoring dan Evaluasi
Dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan dan
kondisi eks klien serta untuk mengetahui sejauhmana
klien tersebut dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam
kehidupan sehari-hari.
8. Metode Pelayanan Rehabilitasi Sosial
a. Tahap Penerimaan
Tahap penerimaan yang meliputi suatu bentuk
prosedur penerimaan dan seleksi klien yang dianggap
cocok untuk diberi pelayanan sesuai standar yang
diterapkan oleh organisasi. Pada tahap ini dilakukan
pemeriksaan awal untuk pemeriksaan fisik atau gejala-
gejala klinis. Pra rehabilitasi tahap ini merupakan
persiapan bagi klien untuk memasuki program
rehabilitasi, persiapan meliputi (galihpakuan.
kemsos.go.id):
1) Persiapan kesehatan
2) Persiapan kestabilan mental dan emosinal
3) Membangkitkan motivasi untuk mengikut program
4) Pengenalan program
5) Pengenalan program pencegahan kekambuhan
(relapse prevention program).
b. Tahap klasifikasi
Tahap ini dimaksudkan untuk menentukan sifat
dari perubahan klien yang menjadi tujuan panti dalam
membantu proses perubahan diri klien kearah yang
60
lebih baik. Kegiatan yang dilakukan adalah:
wawancara, observasi. Review data personal,
penggalihan dan pemahaman masalah, penggalian
potensi dan sumber-sumber internal dan eksternal
klien, tes psikologis dan konsultasi kasus, kegiatan ini
diakhiri dengan perumusan rencana intervensi yang
dilakukan oleh pekerja sosial fungsional bersama-
sama klien.
c. Tahap pembinaan dan bimbingan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan proses
pertolongan sesuai rencana intervensi yang telah
dirumuskan sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan
adalah:
1) Bimbingan Fisik (olahraga dan musik, probe,
perawatan kesehatan)
2) Bimbingan Mental (konseling individual,
kelompok, budi pekerti dan keagamaan)
3) Bimbingan Sosial (sesi/terapi kelompok dan lain-
lain)
4) Bimbingan Keterampilan (monir mobil dan motor,
elektrik, serta komputer)
Dalam tahap ini dilakukan konseling keluarga,
kunjungan rumah dan dukungan keluarga (FSG),
resosialisasi sosial dan bimbingan lanjut. Untuk
melakukan upaya perubahan yang telah, sedang dan
akan dicapai hasil akhirnya adalah kepulihan klien
yang didukung oleh lingkungan sosial yang kondusif
61
sehingga klien dapat mempertahankan dan bahkan
meningkatkan perubahan perilaku yang telah dicapai.
Resosialisasi (Reintegrasi) dilakukan untuk
menyiapkan klien, keluarga dan lingkungan sosial
dimana klien tinggal, hal ini dilakukan untuk
menumbuhkan kemauan dan kemampuan untuk
menerima klien dan diharapkan klien dapat
berintegrasi di tengah kehidupan keluarga dan
lingkungan masyarkat setelah melaksanakan
pemulihan dan rehabilitasi sosial dan mencegah
kekambuan (relapse).
d. Pembinaan lanjut
Tahapan ini merupakan pembinaan lanjut
setelah selesai mengikuti rehabilitasi sosial, untuk
memelihara dan memantapkan kondisi kepulihan klien
dari ketergantungan terhadap Napza.
e. Monitoring dan Evaluasi
Hal dini dilakukan untuk mengetahui
perkembangan dan kondisi klien setelah selesai
melaksankan program rehabilitasi sosial, serta untuk
mengetahui sejauhmana klien tersebut dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat.
Berikut ini dijelaskan bagan proses pelayanan
rehabilitasi korban penyalahgunaan Napza di Panti
Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor
(galihpakuan.kemsos.go.id).
62
BAGAN PROSES PELAYANAN DAN REHABILITASI
KORBAN NAPZA
Berdasarkan bagan di atas, panti sosial pamardi
putra galih pakuan Bogor memiliki prosedur yang harus
dijalankan oleh para residen sebelum, selama dan setelah
proses pemulihan berdasarkan landasan hukum.
Berikut akan dijelaskan proses berdasarkan bagan di
atas:
LANDASAN
HUKUM
RE-ENTRY
PRIMARY
INTAKE
PROCESS
AFTER
CARE
PROSES
PELAYANAN
Tujuan:
1. Berhenti Menggunakan Napza
2. Bertingkah Laku Positif
3. Mampu Berperan Aktif Dalam
Kehidupan Bermasyarakat
SASARAN
PELAYANAN
63
1) Intake Process
a) New Add
New Add merupakan tahap dimana residen
masuk ke dalam facility. Klien diperkenalkan pada
lingkungan baru yang meliputi tujuan, filosofi,
norma, nilai, kebiasaan dan kegiatan di dalam
facility, yang secara umum dan khusus dirancang
untuk memulihkan residen kembali ke masyarakat
umum.
b) Induction
Induction merupakan tahap dimana residen
sudah resmi masuk ke dalam program (include
program). Dimana pada tahap ini bertujuan agar
klien mulai mengenal program dan budaya
(culture) yang ada di facility. Pada tahap ini residen
diwajibkan untuk memegang, membaca dan
memahami walking paper.
c) Primary
Tahap ini ditujukan bagi perkembangan
sosial dan psikologis klien, juga untuk stabilitas
fisik dan emosi residen. Dalam tahap ini klien
diharapkan dapat melakukan sosialisasi dan
adaptasi, mengalami pengembangan diri serta
meningkatkan kepekaan psikologis dengan
melakukan berbagai aktivitas dan sesi terapi yang
64
telah ditetapkan. Dilaksanakan selama kurang lebih
3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) bulan.
2) Re-entry
Program lanjutan setelah primary adalah re-entry,
program ini memiliki tujuan untuk memfasilitasi
residen untuk bersosialisasi dengan kehidupan luar
setelah menjalani program di primary. Juga mulai
memantapkan kondisi psikologis dalam dirinya,
mendayagunakan nalarnya dan mampu
mengembangkan ketrampilan sosial dalam kehidupan
bermasyarakat.
3) Aftercare
Suatu program yang terdiri dari berbagai macam
intervensi, pelayanan dan asistensi yang disediakan
untuk pemulihan (recovery). Program ini dilaksanakan
di luar panti dan diikuti oleh semua angkatan dibawah
supervisi dari staff re-entry. Tempat pelaksanaan
disepakati bersama oleh pihak panti dan keluarga klien.
65
BAB IV
DATA DAN TEMUAN LAPANGAN
A. Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Proses Resosialisasi
Eks Korban Napza
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, pemecahan
suatu masalah dan menjalani peran sosialnya, Klien Napza
membutuhkan dukungan dari orang-orang sekitarnya.
Keluarga merupakan dukungan terdekat yang diharapkan
dapat membantu Klien Napza dalam menjalankan proses
resosialisasi untuk mencapai kembali keberfungsian
sosialnya.
Setelah penulis melakukan wawancara, berikut data
dan temuan yang penulis dapatkan mengenai dukungan sosial
keluarga terhadap proses resosialisasi eks korban Napza.
1. Dukungan Emosional Keluarga dalam Memenuhi
Kebutuhan Dasar
Dukungan emosional keluarga sangat berpengaruh
bagi Klien Napza dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Dukungan emosional dari orang-orang terdekat Klien
Napza dapat menjadikan Klien Napza lebih kuat dan
menerima keadaan dirinya. Seorang Klien Napza dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik apabila
dukungan emosional dari keluarga juga baik. Hal ini
ditemukan dari hasil wawancara dengan Informan RO,
yaitu:
66
“Bagi saya dukungan sosial dari keluarga pasti
ada, orangtua saya selalu mengingatkan agar saya
lebih sabar dan mematuhi peraturan yang ada di PSPP.
Orangtua saya juga tidak membiarkan saya begitu
saja, akan tetapi mereka tetap memberikan perhatian
terhadap saya dengan cara mereka melakukan visit ke
sini untuk melihat kondisi saya. (informan RO)”
Hal ini diperkuat juga dari hasil wawancara dengan
Informan M, yaitu
“Saat ini saya sudah berkeluarga, menikah dan
memiliki istri. Istri saya pun mengetahui keadaan
saya, dimana saya pernah terlibat dalam kasus
Narkoba. Istri saya pun menerima dengan baik,
walaupun istri saya merasa bingung menghadapi saya.
Tapi menurut saya, istri saya sangat sabar menghadapi
saya, dan selalu mensupport saya, dengan cara
mengingatkan agar saya menjalankan rehabilitasi
dengan tuntas. Saya tidak meminta lebih kepada istri
saya, tetapi istri saya bisa memahami saya sehingga
bisa mengerti keadaan saya (informan M).”
2. Dukungan Emosional Keluarga dalam Memecahkan
Masalah
Dalam memecahkan suatu masalah seorang Klien
Napza membutuhkan dukungan emosional dari keluarga,
terutama orang-orang terdekat yang tinggal bersama
dengan mereka. Dengan adanya dukungan emosional dari
keluarga, seorang klien Napza dapat menghadapi dan
menerima masalah yang sedang dialaminya. Hal ini
ditemukan dari hasil wawancara dengan Informan F, yaitu
“Terkadang, biasanya setiap saya terlihat
bosan dan murung mereka bertanya ada apa, ada
masalah apa, dan setelah saya ceritakan, mereka selalu
67
mendengar cerita saya sampai selesai, dan mereka
memberikan saya saran, nasihat dan memotivasi saya
(informan F).”
Hal ini juga diperkuat dari hasil wawancara dengan
Informan M, yaitu:
“Saya juga di beri nasehat dan selalu
diingatkan bahwa hidup di dunia ini tidaklah kekal
dan tidaklah berjalan dengan mulus, apabila ada
masalah tandanya tuhan masih sayang dengan saya,
dimana ada masalah disitu juga pasti ada solusinya.
Itu yang selalu saya dengar dari Istri saya untuk
menghadapi masalah yang saya alami (informan M).”
3. Dukungan Emosional Keluarga dalam Menjalankan
Peran-Peran Sosial
Seorang Klien Napza juga memiliki hak dan
tanggungjawab dalam menjalankan peran sosialnya.
Dukungan emosional keluarga sangat penting bagi
seorang Klien Napza agar dapat menjalani peran sosialnya
dengan baik. Dibantu dan diingatkan merupakan salah
satu bentuk dukungan emosional keluarga yang dapat
sangat berpengaruh seorang Klien Napza dalam
menjalankan peran sosialnya. Hal ini ditemukan dalam
hasil wawancara dengan Informan RO, yaitu
“Dalam menjalankan proses rehabilitasi, saya
melakukan kegiatan bersama klien lain. Kemudian
saya mengikuti setiap program yang ada di PSPP ini.
Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab saya
sebagai klien untuk selalu semangat dan tidak pantang
menyerah. (informan RO).”
Selain dukungan emosional keluarga, proses
resosialisasi juga sangat berpengaruh dalam menjalankan
68
peran sosialnya. Hal ini ditemukan dalam hasil
wawancara dengan Informan F, yaitu
“Untuk menjalanin peran saya di masyarakat,
diri saya selalu mengikuti tahapan resosialisasi dengan
baik agar mendapatkan hasil yang baik (informan F).”
4. Dukungan Informasi Keluarga dalam Memenuhi
Kebutuhan Dasar
Dukungan informasi dari keluarga dapat berpengaruh
sangat baik dalam memenuhi kebutuhan dasar seorang
Klien Napza. Dukungan informasi seperti motivasi dan
nasihat dapat membuat seorang klien Napza terus hidup
menjalani kehidupannya sehari-hari. Hal ini ditemukan
dari hasil wawancara dengan Informan RO, yaitu
“Saya merasa orangtua saya selalu
memberikan saya motivasi jika saya merasa putus asa
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Orangtua saya
selalu menjelaskan bagaimana jika saya bisa terus
semangat dalam menjalani hidup. Dan bagaimana jika
saya menyerah dalam menjalani hidup. Hal inilah
yang membuat saya dapat memenuhi kebutuhan hidup
saya sehari-hari (informan RO).”
Hal ini juga diperkuat dari hasil wawancara dengan
Informan F, yaitu:
“Mereka selalu memberi motivasi berdasarkan
pengalaman hidup mereka, memberikan gambaran
akan kehidupan yang mereka jalanin, dan memberikan
nasihat tetapi tidak menggurui saya (informan F).”
5. Dukungan Informasi Keluarga dalam Memecahkan
Masalah
69
Dalam memecahkan suatu masalah, seorang klien
Napza membutuhkan adanya dukungan informasi dari
keluarga. Dukungan informasi ini dapat membuat seorang
klien Napza dapat lebih kuat dan menerima masalah yang
sedang dihadapinya. Selain dukungan keluarga, mengikuti
pembinaan juga dapat mempengaruhi seorang klien Napza
dalam menghadapi masalah yang dihadapinya. Hal ini
ditemukan dari hasil wawancara dengan Informan F,
yaitu:
“Ketika saya sedang ada masalah, biasanya
diberikan saran, atau terkadang hanya sekedar
menenangkan dengan cara menyemangati (informan
F).”
Hal ini diperkuat juga dari hasil wawancara dengan
Informan M, yaitu
“Untuk memecahkan masalah, biasanya
mereka memberikan saya gambaran kehidupan
dahulu, lalu mendiskusikan dengan saya, karena
mereka tahu kalau langsung memberikan nasihat, saya
akan langsung tidak menerima. Mereka selalu
membebaskan saya untuk menyelesaikan masalah
saya tetapi tidak melepas saya bertindak semau saya
(Informan M).”
6. Dukungan Informasi Keluarga dalam Menjalankan Peran-
Peran Sosial
Seorang klien Napza dalam menjalankan peran
sosialnya membutuhkan dukungan informasi dari
orangorang terdekatnya. Seorang klien Napza perlu
diberikan motivasi dan arahan tentang bagaimana
70
menjalankan peran sosialnya. Hal ini ditemukan dari hasil
wawancara dengan Informan RO, yaitu
“Memberikan informasi tentang apa yang saya
harus kerjakan, tupoksi pekerjaan saya seperti apa,
dan apa yang harus saya lakukan apabila saya
melakukan kesalahan (informan RO).”
Hal ini juga diperkuat dari hasil wawancara dengan
Informan M, yaitu
“Saya hanya dibekali ilmu dan sudut pandang
tentang kehidupan sosial, peran saya sebagai manusia
di dunia ini dan apa yang harus saya lakukan
(informan M).”
7. Dukungan Instrumental Keluarga dalam Memenuhi
Kebutuhan Dasar
Dukungan instrumental dari keluarga dapat sangat
berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan dasar seorang
klien Napza. Seorang klien Napza yang mendapatkan
dukungan instrumental dari keluarga dapat dengan baik
menjalani kehidupan sehari-harinya. Hal ini ditemukan
dalam hasil wawancara dengan Informan RO, yaitu
“Dari sejak kecil saya sudah di berikan tempat
tinggal yang layak, sekolahan yang terbaik,
membiayai saya sampai saya lulus. Memenuhi segala
kebutuhan hidup saya dan kebutuhan pengobatan saya
(informan RO).”
Hal ini juga diperkuat dari hasil wawancara dengan
Informan M, yaitu
“Yang pasti saya diberikan segala kebutuhan
saya, memenuhi fasilitas saya, dan tidak lupa
71
pendidikan dan ilmu agama yang selalu diterapkan ke
saya. (informan M).”
8. Dukungan Instrumental Keluarga dalam Memecahkan
Masalah
Dalam pemecahan suatu masalah, seorang klien
Napza membutuhkan adanya dukungan instrumental dari
keluarga. Dukungan instrumental ini dapat membantu
seorang klien Napza dalam mengahadapi masalahnya.
Selain itu, Pembinaan yang rutin juga dapat membuat
seorang klien Napza mampu menghadapi masalah yang
dialaminya. Hal ini ditemukan dalam hasil wawancara
dengan Informan RO yaitu
“Pertama saya diberikan pendidikan sejak
kecil, karena melalui pendidikan saya bisa
mendapatkan ilmu. Kedua dengan keadaan saya yang
telah diberikan hadiah dari tuhan, mereka membawa
saya ke PSPP untuk melakukan rehabilitas dan
memberikan pembinaan yang menurut saya tidak
murah (informan RO).”
Hal ini juga diperkuat oleh hasil wawancara dengan
Informan M, yaitu
“Pembinaan di PSPP bagi saya sudah cukup
untuk membantu saya menghadapi masalah, tidak
harus memecahkan masalah, karena memecahkan
masalah hanya ada di dalam diri saya saja (informan
M).”
9. Dukungan Instrumental Keluarga dalam Menjalankan
Peran-Peran Sosial
72
Dalam menjalankan peran sosialnya, seorang Klien
Napza perlu adanya dukungan instrumental dari keluarga.
Terutama dukungan instrumental dalam pembinaan.
Dengan melakukan pembinaan rutin, seorang klien Napza
dapat menjalankan peran sosialnya dengan baik. Hal ini
ditemukan dalam hasil wawancara dengan Informan RO,
yaitu
“Dengan pembinaan yang diberikan ke saya,
saya bisa menempatkan diri saya disekitar lingkup
hidup saya, walaupun sedikit (informan RO).”
Hal ini juga diperkuat dari hasil wawancara dengan
Informan M, yaitu
“Saya merasa cukup dengan pembinaan ini
sehingga saya dapat bersosialisasi kembali dengan
orang disekitar saya (informan M).”
10. Dukungan Penghargaan Keluarga dalam Memenuhi
Kebutuhan Dasar
Dukungan penghargaan dari keluarga sangat
dibutuhkan seorang klien Napza dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya. Dengan adanya dukungan
penghargaan dari keluarga seorang klien Napza dapat
menjalani kehidupan sehari-harinya dengan baik. Hal ini
ditemukan dalam hasil wawancara dengan Informan RO,
yaitu
“Apapun hasil yang saya dapat, keluarga saya
selalu menerima, tidak menuntut saya untuk lebih,
yang terpenting saya melakukan tanggung jawab saya
(informan RO).”
73
Hal ini juga diperkuat dalam hasil wawancara dengan
Informan M, yaitu
“keluarga saya tidak selalu menuntut saya
untuk menjadi orang yang cerdas, tetapi kelarga saya
sudah bangga ketika saya bisa menjalankan secara
normal apa yang saya lakukan (informan M).”
11. Dukungan Penghargaan Keluarga dalam Memecahkan
Masalah
Dalam memecahkan suatu masalah, seorang klien
Napza membutuhkan dukungan penghargaan dari
keluarga. Dukungan penghargaan dari keluarga dapat
membuat seorang klien Napza mampu menghadapi dan
menerima masalah yang dialaminya. Selain itu, merasa
didengarkan juga sangat penting bagi seorang klien
Napza. Hal ini ditemukan dalam hasil wawancara dengan
Informan RO, yaitu
“Ketika saya ada masalah di kehidupan saya,
mereka memberikan saya semangat dan mensupport
saya agar tetap tenang dan tidak panik (informan
RO).”
Hal ini juga diperkuat dalam hasil wawancara dengan
Informan M, yaitu
“Tidak ada penghargaan apapun dalam hidup
saya, karena saya hanya butuh di dengar, jadi
keluarga saya sudah cukup mengerti akan hal itu
(informan M).”
12. Dukungan Penghargaan Keluarga dalam Menjalankan
Peran-Peran Sosial
74
Dalam menjalankan peran sosialnya, dukungan
penghargaan dari keluarga sangat berpengaruh bagi
seorang klien Napza. Dengan adanya dukungan
penghargaan dari keluarga, seorang klien Napza dapat
dengan baik menjalankan peran sosialnya. Hal ini
ditemukan dalam hasil wawancara dengan Informan M,
yaitu
“Walaupun penghasilan saya tidak terlalu
besar, tetapi bagi mereka bukan penghasilan yang saya
dapat, tetapi saya bisa dan mampu untuk bisa
menjalankan pekerjaan saya dengan semampu saya
(informan M).”
Hal ini juga diperkuat dalam hasil wawancara dengan
Informan RO, yaitu
“Setiap apa yg sudah saya lakukan keluarga
saya tidak marah, tetapi keluarga saya hanya
mengingatkan dengan pelan, bagi saya itu sebuah
penghargaan bagi saya (informan RO).”
13. Dukungan Spiritual Keluarga dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari
Dukungan spiritual keluarga sangat berpengaruh bagi
Klien Napza dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Dukungan spritiual dari orang-orang terdekat dapat
menjadikan klien Napza lebih giat dalam menjalankan
ibadah dan mendekatkan diri kepada sang pencipta. Hal
ini ditemukan dari hasil wawancara dengan Informan RO,
yaitu:
“Keluarga saya selalu mengingatkan untuk
menjaga sholat lima waktu setiap hari. Agar dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari diberkahi oleh
75
Allah dalam setiap langkah kita dimanapun kita
berada”. (informan RO)
Hal ini diperkuat juga dari hasil wawancara dengan
Informan M, yaitu
“Untuk melengkapi perubahan yang ada pada
diri saya, selain menjaga kedisipilinan, istri saya juga
mengingatkan agar selalu bersyukur dalam keadaan
apapun. Dengan selalu bersyukur itu bisa menjadikan
hati saya seketika merasa tenang dan tentram.”
(informan M)
B. Proses Resosialisasi Korban Eks Napza di Panti Sosial
Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor
Dalam proses resosialisasi Panti Sosial Pamardi Putra
(PSPP) “Galih Pakuan” Bogor terhadap eks korban Napza
sangat penting. Dalam program resosialisasi di panti ini, klien
Napza diberikan empat jenis bimbingan agar klien
penyalahgunaan Napza memiliki ketrampilan dan
kemampuan untuk berintegrasi dengan masyarakat, antara
lain:
1. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat
Dalam Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”
Bogor, bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat sangat
penting untuk klien Napza. Kesiapan dan peran serta
masyarakat untuk menyiapkan seorang klien Napza untuk
menjadikan pribadi yang baik. kesiapan ini sangat
berpengaruh agar apa yang ingin dijalankan dan diperbaiki
lagi akan menghasilkan hasil yang baik. Hal ini ditemukan
dalam hasil wawancara dengan Informan B, yaitu:
76
“Kesiapan dan peran serta klien Napza harus
disiapkan diawal, karena sebelum melaksanakan
tahapan lainnya yang pelu disiapkan pada awal itu
kesiapan mereka para klien Napza. (Informan B)”
Hal ini juga diperkuat dalam hasil wawancara dengan
Informan RO, yaitu
“Awal saya masuk ke panti sosial pamardi
putra, saya diberi bimbingan kesiapan agar saya
menyiapkan diri saya terlebih dahulu. Lalu, saya
diberikan pembinaan terhadap peran saya dalam
mengikuti kegiatan awal di panti, seperti berkenalan
dengan sesame klien Napza, saling bertukar cerita
tentang masalah, dan saling memberikan solusi
terhadap masalah yang ada. (informan RO)”
2. Bimbingan pemantapan usaha atau kerja
Dalam Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”
Bogor, bimbingan pemantapan usaha atau kerja sangat
penting untuk klien Napza. Pemantapan usaha atau kerja
untuk menjadikan seorang klien Napza memiliki keterampilan
yang sesuai dengan bakat mereka masing-masing. Hal ini
ditemukan dalam hasil wawancara dengan Informan B, yaitu:
“Di panti ini, kami menyiapkan pembinaan
keterampilan usaha atau kerja agar nanti setelah
selesai proses rehabilitasi, klien Napza dapat memiliki
usaha atau kerja dan dapat membantu perekonomian
klien Napza dan keluarganya. (informan B)”.
Hal ini juga diperkuat dalam hasil wawancara dengan
Informan RO, yaitu
“Selain pembinaan kesiapan saya juga
mendapatkan pembinaan tetang usaha atau kerja,
pembinaan ini seperti keterampilan di bengkel,
memasak dan lainnya. (informan RO)”
77
3. Bantuan pengembangan usaha atau kerja
Dalam Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”
Bogor, bantuan pengembangan usaha atau kerja sangat
penting untuk klien Napza. Selain bimbingan pemantapan,
bantuan pengembangan sangat penting agar seorang klien
Napza dapat merealisasikan hasil bimbingan pemantapan
usahanya. Hal ini ditemukan dalam hasil wawancara dengan
Informan B, yaitu:
“Pengembangan usaha atau kerja sangat
penting, karena untuk merealisasikan atau terjun
lapangan. Selain bimbingan, seorang klien Napza
dapat mencoba pelajaran yang sudah didapatkan.
(informan B)”
Hal ini juga diperkuat dalam hasil wawancara dengan
Informan RO, yaitu
“Bersyukur sekali saya, selain saya bisa lepas
dari Napza saya juga bisa mendapatkan bimbingan
agar keluar dari sini saya dapat mempersiapkan diri
saya untuk bisa bersosialisasi kembali dengan
lingkungan saya dirumah, pengembangan usaha ini
juga sangat baik karena, selain teori saya bisa praktek
langsung. Jadi, ketika saya bosan saya bisa
mempraktekan apa yang sudah pelajari. (informan
RO)”
4. Penempatan dan penyaluran
Setelah menjalankan 3 aspek resosialisasi, aspek yang
terakhir yaitu penempatan dan penyaluran. Dalam Panti
Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor, penempatan dan
penyaluran sangat berperan penting untuk seorang klien
78
Napza. Hal ini ditemukan dalam hasil wawancara dengan
Informan B, yaitu:
“Dipanti ini penempatan dan penyaluran bakat
sudah disiapkan seperti diliat perkembangan mereka
lalu kami selaku Pembina sudah dapat menentukan
kemana mereka harus bekerja namun tetap harus
sejalan dengan pikiran dan kemauan mereka.
(informan B)”
Hal ini juga diperkuat dalam hasil wawancara dengan
Informan RO, yaitu
“Setelah saya melakukan pembinaan-
pembinaan saya dikasih amanah untuk menjadi
pendamping/konselor untuk klien Napza yang lainnya.
Sangat senang saya dapat membantu mereka yang
mempunyai masalah seperti saya. Dari pengalaman
yang saya punya saya dapat membantu mereka juga
untuk hidup yang lebih baik (informan RO)”
79
BAB V
PEMBAHASAN
A. Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Proses Resosialisasi
Eks Korban Napza
Setelah menjabarkan data dan hasil temuan pada bab
IV, selanjutnya data dan temuan penelitian akan dianalisa
menggunakan teori dukungan sosial keluarga dan proses
resosialisasi pada bab V ini. Telah dijelaskan pada bab II,
dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan
interpersonal yang melindungi seseorang dari efek stress yang
buruk (Kaplan dan Sadock, 2002). Dukungan sosial keluarga
menurut Friedman (2010) adalah sikap, tindakan penerimaan
keluarga terhadap anggota keluargannya, berupa dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental
dan dukungan emosional. Jadi dukungan keluarga adalah
suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap,
tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga
anggota keluarga merasa ada yang memperhatikannya.
Terdapat 4 aspek dalam dukungan sosial keluarga.
Aspek yang pertama adalah dukungan emosional, aspek yang
kedua adalah dukungan informasi, aspek yang ketiga adalah
dukungan instrumental dan aspek yang keempat adalah
dukungan penghargaan.
80
Berikut analisa menggunakan teori dari hasil
wawancara yang telah dijabarkan.
1. Dukungan Emosional Keluarga dalam Memenuhi
Kebutuhan Dasar
Dukungan emosional berfungsi sebagai pelabuhan
istirahat dan pemulihan, membantu penguasaan emosional
serta meningkatkan moral keluarga (Friedman, 2010).
Dukungan emosional keluarga sangat berpengaruh bagi
seorang klien Napza dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya. Dukungan emosional dari orang-orang terdekat
klien Napza dapat menjadikan seorang klien Napza lebih
kuat dan menerima keadaan dirinya. Klien Napza dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik apabila
dukungan emosional dari keluarga juga baik. Berdasarkan
hasil wawancara yang dianalisa menggunakan teori
dukungan emosional. Dukungan emosional yang telah
diterima oleh klien Napza dari keluarga mereka
menghasilkan pribadi yang kuat dan mampu dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya.
2. Dukungan Emosional Keluarga dalam Memecahkan
Masalah
Dukungan emosional melibatkan ekspresi empati,
perhatian, pemberian semangat, kehangatan pribadi, cinta,
atau bantuan emosional. Dalam memecahkan suatu
masalah seorang klien Napza membutuhkan dukungan
emosional dari keluarga, terutama orang-orang terdekat
81
yang tinggal bersama dengan klien Napza. Dengan adanya
dukungan emosional dari keluarga, seorang klien Napza
dapat menghadapi dan menerima masalah yang sedang
dialaminya. Berdasarkan hasil wawancara dan analisa
menggunakan teori dukungan emosional, dukungan
emosional yang diterima oleh klien Napza dari keluarga
membuat mereka dapat menghadapi dan menerima
masalah yang sedang dialaminya. Hal ini karena mereka
merasa tidak sendiri dalam menghadapi masalahnya.
3. Dukungan Emosional Keluarga dalam Menjalankan
Peran-peran Sosial
Dukungan emosional merupakan semua tingkah
laku yang mendorong perasaan nyaman dan mengarahkan
individu untuk percaya bahwa ia dipuji, dihormati, dan
dicintai, dan bahwa orang lain bersedia untuk memberikan
perhatian (Sarafino, 2011). Seorang klien Napza juga
memiliki hak dan tanggungjawab dalam menjalankan
peran sosialnya. Dukungan emosional keluarga sangat
penting bagi seorang klien Napza agar dapat menjalani
peran sosialnya dengan baik. Dibantu dan diingatkan
merupakan salah satu bentuk dukungan emosional
keluarga yang dapat sangat berpengaruh bagi seorang
klien Napza dalam menjalankan peran sosialnya.
Berdasarkan hasil wawancara, dianalisa menggunakan
teori dukungan emosional. Dukungan emosional
diperlukan seorang klien Napza dalam menjalankan peran
82
sosialnya. Seorang klien Napza dapat merasakan bahwa
orang lain bersedia untuk memberikannya perhatian atas
peran sosial yang dijalaninya.
4. Dukungan Informasi Keluarga dalam Memenuhi
Kebutuhan Dasar
Dukungan informasi keluarga berfungsi sebagai
sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi
tentang dunia (Friedman, 1998). Dukungan informasi dari
keluarga dapat berpengaruh sangat baik dalam memenuhi
kebutuhan dasar seorang klien Napza. Dukungan
informasi seperti motivasi dan nasihat dapat membuat
seorang klien Napza terus hidup menjalani kehidupannya
sehari-hari. Dianalisa menggunakan teori dukungan
informasi, seorang klien Napza yang memiliki dukungan
informasi dari keluarga akan dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya. Hal ini karena mereka mendapat informasi
tentang kebutuhan dasarnya, tentang bagaimana menjalani
kebutuhan dasarnya dengan keadaan yang dialaminya.
5. Dukungan Informasi Keluarga dalam Memecahkan
Masalah
Dukungan informasi terjadi dan diberikan oleh
keluarga dalam bentuk nasehat, saran dan diskusi tentang
bagaimana cara mengatasi atau memecahkan masalah
yang ada (Sarafino, 2011). Dalam memecahkan suatu
masalah, seorang klien Napza membutuhkan adanya
83
dukungan informasi dari keluarga. Dukungan informasi
ini dapat membuat seorang klien Napza dapat lebih kuat
dan menerima masalah yang sedang dihadapinya. Selain
dukungan keluarga, pembinaan dan seminar juga dapat
mempengaruhi seorang klien Napza dalam menghadapi
masalah yang dihadapinya. Hasil wawancara yang
ditemukan sesuai dengan teori, dimana seorang klien
Napza yang mendapat dukungan informasi dari
keluarganya dapat menghadapi dan menerima
masalahnya.
6. Dukungan Informasi Keluarga dalam Menjalankan Peran-
peran Sosial
Dukungan informasi keluarga berfungsi sebagai
sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi
tentang dunia (Friedman, 1998). Seorang klien Napza
dalam menjalankan peran sosialnya membutuhkan
dukungan informasi dari orang-orang terdekatnya.
Seorang klien Napza perlu diberikan motivasi dan arahan
tentang bagaimana menjalankan peran sosialnya.
Berdasarkan hasil wawancara yang ditemukan dan analisa
menggunakan teori dukungan informasi. Seorang klien
Napza yang memiliki dukungan informasi dari keluarga
akan dapat menjalankan peran sosialnya dengan baik. Hal
ini karena mereka mendapat arahan tentang bagaimana
menjalankan peran sosial mereka dengan keadaan yang
mereka hadapi.
84
7. Dukungan Instrumental Keluarga dalam Memenuhi
Kebutuhan Dasar
Dukungan instrumental keluarga merupakan
sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit
(Friedman, 1998). Dukungan instrumental dari keluarga
dapat sangat berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan
dasar seorang klien Napza. Seorang klien Napza yang
mendapatkan dukungan instrumental dari keluarga dapat
dengan baik menjalani kehidupan sehari-harinya. Hasil
wawancara yang ditemukan dengan teori yang telah
dijabarkan pada bab II sesuai. Dimana dukungan
instrumental dapat membuat seorang klien Napza mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya dengan keadaan yang
dialaminya.
8. Dukungan Instrumental Keluarga dalam Memecahkan
Masalah
Dukungan instrumental merupakan dukungan
yang diberikan oleh keluarga secara langsung yang
meliputi bantuan material. Dalam pemecahan suatu
masalah, seorang klien Napza membutuhkan adanya
dukungan instrumental dari keluarga. Dukungan
instrumental ini dapat membantu seorang klien Napza
dalam mengahadapi masalahnya. Selain itu, pembinaan
yang rutin juga dapat membuat seorang klien Napza
mampu menghadapi masalah yang dialaminya. Hasil
wawancara yang ditemukan dengan teori yang telah
85
dijabarkan pada bab II sesuai. Dimana dukungan
instrumental dapat membuat seorang klien Napza mampu
mengahadapi masalah yang dialaminya.
9. Dukungan Instrumental Keluarga dalam Menjalankan
Peran-peran Sosial
Dukungan instrumental merupakan dukungan
yang diberikan oleh keluarga secara langsung yang
meliputi bantuan material seperti memberikan tempat
tinggal, meminjamkan atau memberikan uang dan
bantuan dalam mengerjakan tugas rumah sehari-hari
(Sarafino, 2011). Dalam menjalankan peran sosialnya,
seorang klien Napza perlu adanya dukungan instrumental
dari keluarga. Terutama dukungan instrumental dalam hal
pembinaan. Dengan melakukan pembinaan rutin, seorang
klien Napza dapat menjalankan peran sosialnya dengan
baik. Hasil wawancara yang ditemukan dengan teori yang
telah dijabarkan pada bab II sesuai. Dimana dukungan
instrumental dapat membuat seorang klien Napza mampu
menjalankan peran sosialnya.
10. Dukungan Penghargaan Keluarga dalam Memenuhi
Kebutuhan Dasar
Dukungan penghargaan keluarga bertindak
sebagai sistem pembimbing umpan balik, membimbing
dan memerantai pemecahan masalah dan merupakan
sumber validator identitas anggota (Friedman, 2010).
86
Dukungan penghargaan dari keluarga sangat dibutuhkan
seorang klien Napza dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya. Dengan adanya dukungan penghargaan dari
keluarga seorang klien Napza dapat menjalani kehidupan
sehari-harinya dengan baik. Hasil wawancara yang
ditemukan dengan teori yang telah dijabarkan pada bab II
sesuai. Dimana dukungan penghargaan dapat membuat
seorang klien Napza mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya dengan keadaan yang dialaminya.
11. Dukungan Penghargaan Keluarga dalam Memecahkan
Masalah
Dukungan penghargaan terjadi melalui ekspresi
penghargaan yang positif melibatkan pernyataan setuju
dan panilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan
performa orang lain yang berbanding positif antara
individu dengan orang lain (Sarafino, 2011). Dalam
memecahkan suatu masalah, seorang klien Napza
membutuhkan dukungan penghargaan dari keluarga.
Dukungan penghargaan dari keluarga dapat membuat
seorang klien Napza mampu menghadapi dan menerima
masalah yang dialaminya. Selain itu, merasa didengarkan
juga sangat penting bagi seorang klien Napza. Hasil
wawancara yang ditemukan dengan teori yang telah
dijabarkan pada bab II sesuai. Dimana dukungan
penghargaan dapat membuat seorang klien Napza mampu
mengahadapi masalah yang dialaminya.
87
12. Dukungan Penghargaan Keluarga dalam Menjalankan
Peran-peran Sosial
Dukungan penghargaan keluarga bertindak
sebagai sistem pembimbing umpan balik, membimbing
dan memerantai pemecahan masalah dan merupakan
sumber validator identitas anggota (Friedman, 2010).
Dalam menjalankan peran sosialnya, dukungan
penghargaan dari keluarga sangat berpengaruh bagi
seorang klien Napza. Dengan adanya dukungan
penghargaan dari keluarga, seorang klien Napza dapat
dengan baik menjalankan peran sosialnya. Hasil
wawancara yang ditemukan dengan teori yang telah
dijabarkan pada bab II sesuai. Dimana dukungan
penghargaan dapat membuat seorang klien Napza mampu
menjalankan peran sosialnya.
B. Aplikasi Teori dengan Proses Resosialisasi
Proses resosialisasi korban eks Napza ada 4 tahapan,
seperti yang dijelaskan di bab II. Adapun kegiatan
resosialisasi meliputi beberapa hal sebagai berikut
(Departemen Sosial RI 2007, 99): Bimbingan kesiapan dan
peran serta masyarakat, Bimbingan sosial hidup
bermasyarakat, Pemberian bantuan stimulan usaha produktif
dan Bimbingan usaha/kerja.
1. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat
Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat
sangat penting untuk klien Napza. Kesiapan dan peran
88
serta masyarakat untuk menyiapkan seorang klien Napza
untuk menjadikan pribadi yang baik. Kesiapan ini sangat
berpengaruh agar apa yang ingin dijalankan dan
diperbaiki lagi akan menghasilkan hasil yang baik dan diri
mereka sudah siap untuk mengikuti tahapan ini.
2. Bimbingan pemantapan usaha atau kerja
Dalam Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”
Bogor, bimbingan pemantapan usaha atau kerja sangat
penting untuk klien Napza. Pemantapan usaha atau kerja
untuk menjadikan seorang klien Napza memiliki
keterampilan yang sesuai dengan bakat mereka masing-
masing. Bimbingan pemantapan usaha atau kerja juga
agar nanti setelah selesai proses rehabilitasi, klien Napza
dapat memiliki usaha atau kerja dan dapat membantu
perekonomian klien Napza dan keluarganya. Pembinaan
ini seperti keterampilan di bengkel, memasak, komputer,
dan lainnya.
3. Bantuan pengembangan usaha atau kerja
Dalam Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan”
Bogor, bantuan pengembangan usaha atau kerja sangat
penting untuk klien Napza. Selain bimbingan pemantapan,
bantuan pengembangan sangat penting agar seorang klien
Napza dapat merealisasikan hasil bimbingan pemantapan
usahanya. Selain bimbingan, seorang klien Napza dapat
mencoba pelajaran yang sudah didapatkan.
89
4. Penempatan dan penyaluran
Setelah menjalankan 3 aspek resosialisasi, aspek
yang terakhir yaitu penempatan dan penyaluran. Dalam
Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor,
penempatan dan penyaluran sangat berperan penting
untuk seorang klien Napza. Di panti ini penempatan dan
penyaluran bakat sudah disiapkan seperti perkembangan
mereka, kemudian pihak panti sudah dapat menentukan
kemana mereka harus bekerja namun tetap harus sejalan
dengan pikiran dan kemauan mereka. Salah satu
penempatan dan penyaluran beberapa klien Napza adalah
bekerja di bengkel sepeda motor dan bahkan ada juga
yang menjadi konselor atau pendamping klien di PSPP
“Galih Pakuan” Bogor.
C. Hasil Dukungan Sosial Keluarga di Panti Sosial Pamardi
Putra “Galih Pakuan” Bogor
Berdasarkan wawancara klien Napza di PSPP “Galih
Pakuan” Bogor. Selama menjalankan tahap resosialisasi,
dukungan sosial keluarga bagi klien Napza sangat baik
sehingga membuat mereka lebih semangat dan bertahan
dalam menjalani semua tahapan rehabilitasi di PSPP “Galih
Pakuan” Bogor.
Bentuk dukungan sosial keluarga yang diberikan
kepada klien sebagaimana telah dibahas pada bab IV,
dukungan sosial keluarga seperti dukungan emosional,
dukungan informasi, dukungan instrumental dan dukungan
90
penghargaan. Selain itu juga terdapat dukungan spiritual dari
keluarga, dukungan spiritual itu sangat berpengaruh bagi
klien untuk lebih giat dalam menjalankan ibadah dan
mendekatkan diri dengan Tuhannya dan berharap perubahan
yang terdapat pada diri klien Napza diridhai-Nya.
Dukungan sosial keluarga mempunyai pengaruh yang
besar karena orang pertama yang dekat dengan klien Napza
adalah keluarganya. Jika dukungan sosial keluarganya tidak
ada maka tidak ada semangat dan perubahan yang klien
Napza dapatkan.
91
BAB VI
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah
peneliti lakukan mengenai dukungan sosial keluarga terhadap
proses resosialisasi eks korban Napza melalui teknik
wawancara, observasi dan studi dokumentasi, maka peneliti
dapat menyimpulkan bahwa:
1. Dukungan sosial keluarga berupa dukungan emosional,
dukungan informasi, dukungan instrumental dan
dukungan penghargaan dapat membantu korban eks
korban Napza dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2. Dukungan sosial keluarga berupa dukungan emosional,
dukungan informasi, dukungan instrumental dan
dukungan penghargaan dapat membantu korban eks
korban Napza dalam pemecahan masalah yang
dihadapinya.
3. Dukungan sosial keluarga berupa dukungan emosional,
dukungan informasi, dukungan instrumental dan
dukungan penghargaan dapat membantu korban eks
korban Napza dalam menjalankan peran sosialnya.
4. Dari ketiga dukungan sosial keluarga yang telah
disebutkan, dalam proses resosialisasi, dukungan
informasi merupakan dukungan yang paling sering
diterima oleh klien Napza. Namun, dukungan yang lebih
mempengaruhi seorang klien Napza dalam melakukan
92
proses resosialisasi di PSPP adalah dukungan emosional
dari keluarga.
B. Implikasi
Penelitian jika dilakukan tanpa adanya manfaat untuk
orang lain tentu merupakan hal yang sia-sia. Dalam penelitian
ini, peneliti berharap yang telah dilakukan dapat bermanfaat
baik dari segi teoritis maupun praktis. Adapun implikasi dari
penelitian ini yang dapat bermanfaat untuk kedepannya
adalah:
1. Teoritis
Dari segi teoritis peneliti mengharapkan bahwa
penelitian ini dapat bermanfaat bagi para akademisi maupun
orang dengan klien Napza yang membaca penelitian ini.
Adapun implikasi dari segi teoritis adalah
a. Berdasarkan teori dukungan sosial keluarga dan
tahapan resosialisasi, seorang klien Napza dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik apabila
klien Napza mendapatkan dukungan sosial yang baik
dari keluarga, komunitas dan lingkungan.
b. Berdasarkan teori dukungan sosial keluarga dan
tahapan resosialisasi, seorang klien Napza dapat
memecahkan masalahnya dengan baik apabila klien
Napza mendapatkan dukungan sosial yang baik dari
keluarga, komunitas dan lingkungan.
93
c. Berdasarkan teori dukungan sosial keluarga dan
tahapan resosialisasi, seorang klien Napza dapat
menjalankan peran sosialnya dengan baik apabila
klien Napza mendapatkan dukungan sosial yang baik
dari keluarga, komunitas dan lingkungan.
2. Praktis
Dari segi praktis, peneliti mengharapkan bahwa
penelitian ini dapat bermanfaat bagi praktisi, caregiver,
komunitas, dan lembaga yang bergerak di bidang
kesehatan jiwa, khususnya yang menangani orang dengan
klien Napza. Adapun implikasi dari segi praktis adalah
a. Keluarga dan PSPP “Galih Pakuan” Bogor dapat
menciptakan dukungan sosial, berupa dukungan
emosional, dukungan informasi, dukungan
instrumental, dan dukungan penghargaan bagi klien
Napza dalam memenuhi kebutuhan dasar seorang
klien Napza.
b. Keluarga dan PSPP “Galih Pakuan” Bogor dapat
menciptakan dukungan sosial, berupa dukungan
emosional, dukungan informasi, dukungan
instrumental, dan dukungan penghargaan bagi klien
Napza dalam pemecahan masalah seorang klien
Napza.
c. Keluarga dan PSPP “Galih Pakuan” Bogor dapat
menciptakan dukungan sosial, berupa dukungan
emosional, dukungan informasi, dukungan
94
instrumental, dan dukungan penghargaan bagi klien
Napza dalam menjalankan peran sosial seorang klien
Napza.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti, untuk dapat memperbaiki dukungan sosial keluarga
terhadap proses resosialisasi eks korban Napza peneliti ingin
menyampaikan beberapa saran akademis, praktis dan kepada
peneliti selanjutnya, yaitu:
1. Akademis
Dalam memahami dukungan sosial keluarga terhadap
proses resosialisasi eks korban Napza. Sebaiknya, dapat
memperdalam teori mengenai dukungan sosial keluarga dan
proses resosialisasi dari berbagai ahli agar dapat memahami
dukungan sosial keluarga dan proses resosialisasi lebih luas
lagi. Hal ini karena, dukungan sosial memiliki 4 (empat)
dimensi, yaitu dukungan emosional, dukungan informasi,
dukungan instrumental, dan dukungan penghargaan.
2. Praktis
Sebagai wadah untuk orang yang mempunyai hubunga
dengan klien Napza, dan siapa saja yang peduli dengan
gangguan Napza, sebaiknya PSPP “Galih Pakuan” Bogor
dapat memperbaiki program dukungan sosial yang khususnya
diberikan kepada penderita Napza. Sebagai bentuk dukungan
sosial bahwa mereka tidak berjuang sendirian dan bisa saling
95
berbagi pengalaman, inspirasi, dan motivasi dalam
menghadapi Napza.
3. Kepada Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini menjelaskan bagaimana pemahaman
dukungan sosial keluarga dan proses resosialisasi eks korban
Napza dalam lingkup keluarga dan PSPP, maka peneliti
selanjutnya sebaiknya dapat meneliti mengenai bagaimana
dukungan sosial keluarga terhadap proses resosialisasi eks
korban Napza di lingkungan yang berbeda.
Penelitian mengenai dukungan sosial keluarga terhadap
proses resosialisasi ini dilakukan pada orang dengan klien
Napza yang pernah mengikuti kegiatan di PSPP “Galih
Pakuan” Bogor, maka peneliti selanjutnya sebaiknya dapat
meneliti pada komunitas atau lembaga lain dengan pengidap
gangguan mental yang lebih bervariasi.
96
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
A. Kadarmanta. 2010 Narkoba Pembunuh Karakter
Bangsa. Jakarta: Forum Media Utama
Andi Hamzah dan RM. Surachman. 1994. Kejahatan
Narkotika dan Psikotropika. Jakarta: Sinar
Grafika, 1994
Hadari Nawawi dan Mimi Martini. 2009. Penelitian
Terapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Haris Herdiansyah. 2012. Metodologi Penelitian
Kualitatif: Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika
Maelong, Lexi.J. 2007 Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Nursalam dan Ninuk Dian Kurniawati. 2007. Asuhan
Keperawatan pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Syamsir Salam dan Jaenal Aripin. 2006. Metode
Penelitian Sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press
Roberts, Albert R dan Gilbert J Greene. 2009. Buku Pintar
Pekerja Sosial. Jakarta: Gunung Mulia.
B. Sumber Website
“Survei Penduduk Antar Sensus Tahun 2015” t.t.”
Diakses 5 Februari 2019.
http://www.katadata.com/survei-penduduk-
antar-sensus-(Supas)-tahun-2015
97
“Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2019” t.t.”
Diakses 5 Februari 2019.
http://www.tumoutounews.com/jumlah-
penduduk-Indonesia-tahun-2019
“Pengguna Narkoba di Indonesia pada Tahun 2017” t.t.”
Diakses 20 Februari 2019.
http://www.anadoluagency.com/pengguna-
narkoba-di-Indonesia-pada-tahun-2017
“Penyalahguna Narkoba Tahun 2018” t.t.”
Diakses 20 Februari 2019.
http://www.megapolitan.kompas.com/penyala
hguna- narkoba-tahun-2018
“Undang-Undang Republik Indonesia NOmor 35 Tahun
2009” t.t.”
Diakses 22 Februari 2019. http://www.e-
pharm.depkes.go.id/Undang-Undang-
Republik-Indonesia-Nomor-35-Tahun-2009
98
99
100
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. TRANSKIP WAWANCARA
Wawancara I
(Eks Korban Napza 1)
Nama : RO
Jenis kelamin : Laki-Laki
Sebagai : Eks Korban Napza di PSPP
Waktu : Selasa, 20 Juni 2017/12.30 WIB
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Bagaimana anda
bisa mengenal
PSPP “Galih
Pakuan” Bogor?
Pada awalnya dari Kejaksaan Hukum
setelah saya dibawa dan diperiksa karena
kedapatan mengkonsumsi salah satu jenis
Napza. Karena waktu itu usia saya masih di
bawah umur, maka direkomendasikan untuk
direhabilitasi. PSPP ini adalah tempat
rekomendasi untuk dilakukan rehabilitasi
tersebut.
2 Bagaimana anda
bisa mengenal dan
mengonsumsi
barang Napza?
Mengenal barang itu ya dari temen, karena
pergaulan diluar rumah yang bebas dan
tidak terkendali. Pertama mengkonsumsi
barang yang mengandung Napza itu lewat
minuman. Seperti anggur merah, ginseng,
ciu. Terus kenal obat-obatan. Seperti bothy,
tramadol, eximer. Semakin lama semakin
banyak mengenal jenis Napza, jadi ikut
101
konsumsi yang lain juga. Tramadol, ganja,
shabu.
3 Apa saja yang anda
dapat rasakan
selama di PSPP?
Apakah ada
perubahan terhadap
diri anda?
Awal saya masuk ke panti sosial pamardi
putra, saya diberi bimbingan kesiapan agar
saya menyiapkan diri saya terlebih dahulu.
Lalu, saya diberikan pembinaan terhadap
peran saya dalam mengikuti kegiatan awal
di panti, seperti berkenalan dengan sesama
klien Napza, saling bertukar cerita tentang
masalah, dan saling memberikan solusi
terhadap masalah yang ada. Selain
pembinaan kesiapan saya juga mendapatkan
pembinaan tetang usaha atau kerja,
pembinaan ini seperti keterampilan di
bengkel, memasak dan lainnya.
4 Apakah ada
dukungan sosial
keluarga dan
bagaimana bentuk
dukungan sosial
keluarga yang
diberikan kepada
anda selama berada
di PSPP?
Bagi saya dukungan sosial dari keluarga
pasti ada, orangtua saya selalu
mengingatkan agar saya lebih sabar dan
mematuhi peraturan yang ada di PSPP.
Orangtua saya juga tidak membiarkan saya
begitu saja, akan tetapi mereka tetap
memberikan perhatian terhadap saya dengan
cara mereka melakukan visit ke sini untuk
melihat kondisi saya. Saya merasa orangtua
saya selalu memberikan saya motivasi jika
saya merasa putus asa dalam menjalani
102
kehidupan sehari-hari. Orangtua saya selalu
menjelaskan bagaimana jika saya bisa terus
semangat dalam menjalani hidup. Dan
bagaimana jika saya menyerah dalam
menjalani hidup. Hal inilah yang membuat
saya dapat memenuhi kebutuhan hidup saya
sehari-hari. Bentuk dukungan yang ada di
PSPP itu, keluarga dibolehkan visit kesini.
Kemudian juga ada program Parenting Skill
dan Family Support Group. Keluarga saya
selalu mengingatkan untuk menjaga sholat
lima waktu setiap hari. Agar dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari
diberkahi oleh Allah dalam setiap langkah
kita dimanapun kita berada.
5 Bagaimana cara
anda untuk dapat
menerima
dukungan sosial
keluarga tersebut?
Dalam menjalankan proses rehabilitasi, saya
melakukan kegiatan bersama klien lain.
Kemudian saya mengikuti setiap program
yang ada di PSPP ini. Hal ini merupakan
bentuk tanggung jawab saya sebagai klien
untuk selalu semangat dan tidak pantang
menyerah. Memberikan informasi tentang
apa yang saya harus kerjakan, tupoksi
pekerjaan saya seperti apa, dan apa yang
harus saya lakukan apabila saya melakukan
kesalahan. Ketika saya ada masalah di
103
kehidupan saya, mereka memberikan saya
semangat dan mensupport saya agar tetap
tenang dan tidak panik. Setiap apa yg sudah
saya lakukan keluarga saya tidak marah,
tetapi keluarga saya hanya mengingatkan
dengan pelan, bagi saya itu sebuah
penghargaan bagi saya.
6 Bagaimana hasil
dari dukungan
sosial keluarga
tersebut bagi anda?
Pertama saya diberikan pendidikan sejak
kecil, karena melalui pendidikan saya bisa
mendapatkan ilmu. Kedua dengan keadaan
saya yang telah diberikan hadiah dari tuhan,
mereka membawa saya ke PSPP untuk
melakukan rehabilitas dan memberikan
pembinaan yang menurut saya tidak murah.
Dari sejak kecil saya sudah di berikan
tempat tinggal yang layak, sekolahan yang
terbaik, membiayai saya sampai saya lulus.
Memenuhi segala kebutuhan hidup saya dan
kebutuhan pengobatan saya. Kemudian dari
dukungan sosial keluarga itu, saya
mendapat dukungan spiritual, emosional,
materi dan dukungan yang lainnya. Apapun
hasil yang saya dapat, keluarga saya selalu
menerima, tidak menuntut saya untuk lebih,
yang terpenting saya melakukan yang
menjadi tanggung jawab saya.
104
7 Bagaimana proses
(tahapan)
resosialisasi bagi
anda di PSPP
“Galih Pakuan”
Bogor?
Dengan pembinaan yang diberikan ke saya,
saya bisa menempatkan diri saya disekitar
lingkup hidup saya, walaupun sedikit.
Bersyukur sekali saya, selain saya bisa lepas
dari Napza saya juga bisa mendapatkan
bimbingan agar keluar dari sini saya dapat
mempersiapkan diri saya untuk bisa
bersosialisasi kembali dengan lingkungan
saya dirumah, pengembangan usaha ini juga
sangat baik karena, selain teori saya bisa
praktek langsung. Jadi, ketika saya bosan
saya bisa mempraktekan apa yang sudah
pelajari. Setelah saya melakukan
pembinaan-pembinaan saya dikasih amanah
untuk menjadi Pembina untuk klien Napza
yang lainnya. Sangat senang saya dapat
membantu mereka yang mempunyai
masalah seperti saya. Dari pengalaman yang
saya punya saya dapat membantu mereka
juga untuk hidup yang lebih baik.
Wawancara II
(Korban eks Napza 2)
Nama : M
Jenis kelamin : Laki-Laki
Jabatan : Eks Korban Napza
105
Waktu : Rabu, 21 Juni 2017/10.00 WIB
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Bagaimana anda
bisa mengenal
PSPP “Galih
Pakuan” Bogor?
Awalnya karena saya sudah tercandu
oleh Napza, saya dibawa oleh orangtua.
Kemudian saya tidak tahu jika tujuannya
adalah ke PSPP ini, sesampainya di
PSPP dan menunggu beberapa lama,
orangtua saya meninggalkan saya di
PSPP, ternyata sejak saat itu saya telah
dititipkan oleh orangtua saya kepada
PSPP untuk dilakukan rehabilitasi.
2 Bagaimana anda
bisa mengenal dan
mengonsumsi
barang Napza?
Tahu barang Napza dari temen waktu
masih muda, belum menikah. Awalnya
mengkonsumsi barang yang
mengandung Napza itu lewat minuman
dan obat-obatan.
3 Apa saja yang anda
dapat rasakan
selama di PSPP?
Apakah ada
perubahan terhadap
diri anda?
Awal saya masuk ke PSPP, saya dibekali
pengetahuan tentang rehabilitasi disini,
agar saya siap menjalani setiap
tahapannya. Kemudian saya
diperkenalkan kepada klien yang lain,
agar dapat berkomunikasi dengan baik
dengan yang lain. Perubahannya, disini
belajar untuk disiplin, terampil dan aktif
dalam berinteraksi sosial.
4 Apakah ada
dukungan sosial Saat ini saya sudah berkeluarga,
106
keluarga dan
bagaimana bentuk
dukungan sosial
keluarga yang
diberikan kepada
anda selama berada
di PSPP?
menikah dan memiliki istri. Istri saya
pun mengetahui keadaan saya, dimana
saya pernah terlibat dalam kasus
Narkoba. Istri saya pun menerima
dengan baik, walaupun istri saya merasa
bingung menghadapi saya. Tapi menurut
saya, istri saya sangat sabar menghadapi
saya, dan selalu mensupport saya,
dengan cara mengingatkan agar saya
menjalankan rehabilitasi dengan tuntas.
Saya tidak meminta lebih kepada istri
saya, tetapi istri saya bisa memahami
saya sehingga bisa mengerti keadaan
saya. Saya juga di beri nasehat dan
selalu diingatkan bahwa hidup di dunia
ini tidaklah kekal dan tidaklah berjalan
dengan mulus, apabila ada masalah
tandanya tuhan masih sayang dengan
saya, dimana ada masalah disitu juga
pasti ada solusinya. Itu yang selalu saya
dengar dari Istri saya untuk menghadapi
masalah yang saya alami. Untuk
memecahkan masalah, biasanya mereka
memberikan saya gambaran kehidupan
dahulu, lalu mendiskusikan dengan saya,
karena mereka tahu kalau langsung
107
memberikan nasihat, saya akan langsung
tidak menerima. Mereka selalu
membebaskan saya untuk menyelesaikan
masalah saya tetapi tidak melepas saya
bertindak semau saya. Untuk melengkapi
perubahan yang ada pada diri saya,
selain menjaga kedisipilinan, istri saya
juga mengingatkan agar selalu bersyukur
dalam keadaan apapun. Dengan selalu
bersyukur itu bisa menjadikan hati saya
seketika merasa tenang dan tentram.
5 Bagaimana cara
anda untuk dapat
menerima
dukungan sosial
keluarga tersebut?
Saya hanya dibekali ilmu dan sudut
pandang tentang kehidupan sosial, peran
saya sebagai manusia di dunia ini dan
apa yang harus saya lakukan. Yang pasti
saya diberikan segala kebutuhan saya,
memenuhi fasilitas saya, dan tidak lupa
pendidikan dan ilmu agama yang selalu
diterapkan ke saya. Tidak ada
penghargaan apapun dalam hidup saya,
karena saya hanya butuh di dengar, jadi
keluarga saya sudah cukup mengerti
akan hal itu. Walaupun penghasilan saya
tidak terlalu besar, tetapi bagi mereka
bukan penghasilan yang saya dapat,
tetapi saya bisa dan mampu untuk bisa
108
menjalankan pekerjaan saya dengan
semampu saya.
6 Bagaimana hasil
dari dukungan
sosial keluarga
tersebut bagi anda?
Pembinaan di PSPP bagi saya sudah
cukup untuk membantu saya
menghadapi masalah, tidak harus
memecahkan masalah, karena
memecahkan masalah hanya ada di
dalam diri saya saja.
7 Bagaimana proses
(tahapan)
resosialisasi bagi
anda di PSPP
“Galih Pakuan”
Bogor?
Saya merasa cukup dengan pembinaan
ini sehingga saya dapat bersosialisasi
kembali dengan orang disekitar saya.
Keluarga saya tidak selalu menuntut
saya untuk menjadi orang yang cerdas,
tetapi kelarga saya sudah bangga ketika
saya bisa menjalankan secara normal apa
yang saya lakukan.
Wawancara III
(Korban eks Napza 3)
Nama : F
Jenis kelamin : Laki-Laki
Jabatan : Eks Korban Napza
Waktu : Jum’at, 23 Juni 2017/13.15 WIB
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Bagaimana anda
bisa mengenal Bisa sampai disini PSPP, karena diantar
109
PSPP “Galih
Pakuan” Bogor?
oleh orangtua waktu itu. Karena saya
sering merasakan sakaw, itu
menyebabkan orangtua saya mencarikan
tempat rehabilitasi untuk saya.
2 Bagaimana anda
bisa mengenal dan
mengonsumsi
barang Napza?
Mengenal barang itu dari teman main.
Awalnya dikasih sedikit demi sedikit,
lama-lama ketagihan jadi harus beli
sendiri.
3 Apa saja yang anda
dapat rasakan
selama di PSPP?
Apakah ada
perubahan terhadap
diri anda?
Awal masuk ke PSPP ini, saya dikenali
temen-temen yang berasal dari berbagai
daerah. Kemudian menjalani hari disini
juga menjadi asik, karena dapat salng
bertukar cerita dan pengalaman kita.
4 Apakah ada
dukungan sosial
keluarga dan
bagaimana bentuk
dukungan sosial
keluarga yang
diberikan kepada
anda selama berada
di PSPP?
Terkadang, biasanya setiap saya terlihat
bosan dan murung mereka bertanya ada
apa, ada masalah apa, dan setelah saya
ceritakan, mereka selalu mendengar
cerita saya sampai selesai, dan mereka
memberikan saya saran, nasihat dan
memotivasi saya.
5 Bagaimana cara
anda untuk dapat
menerima
dukungan sosial
keluarga tersebut?
Untuk menjalani peran saya di
masyarakat, diri saya selalu mengikuti
tahapan resosialisasi dengan baik agar
mendapatkan hasil yang baik.
6 Bagaimana hasil
dari dukungan Ketika saya sedang ada masalah,
110
sosial keluarga
tersebut bagi anda? biasanya diberikan saran, atau terkadang
hanya sekedar menenangkan dengan
cara menyemangati. Mereka selalu
memberi motivasi berdasarkan
pengalaman hidup mereka, memberikan
gambaran akan kehidupan yang mereka
jalanin, dan memberikan nasihat tetapi
tidak menggurui saya.
7 Bagaimana proses
(tahapan)
resosialisasi bagi
anda di PSPP
“Galih Pakuan”
Bogor?
Proses disini dari awal itu sekitar 2
tahun. Menjalani dari fase awal ke fase
berikutnya. Dari tahapan perkenalan,
pembinaan dan pembekalan berupa
keterampilan bagi saya itu sangat
bermanfaat bagi saya.
Wawancara IV
(Kepala PSPP)
Nama : B
Jenis kelamin : Laki-Laki
Jabatan : Kepala PSPP Galih Pakuan Bogor
Waktu : Senin, 19 Juni 2017/09.00 WIB
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Bagaimana
pengertian
resosialisasi bagi
klien di PSPP
“Galih Pakuan”
Bogor?
Resosialisasi adalah re; kembali,
sosialisasi; ke lingkungan sosial. Jadi
resosialisasi proses kembalinya klien yang
sudah menjalani rehabilitasi di PSPP Galih
111
Pakuan ke lingkungan sosial awal.
Lingkungan sosial awal itu terdiri atas
keluarga dan masyarakat disekitarnya.
Resosialisasi ini dibutuhkan sebagai tempat
paling utama dalam proses kepulihan klien
tersebut, karena di PSPP Galih Pakuan
sepanjang dia menjalani proses rehab itu
baru gerbang awal saja (entry point)
bagaimana kehidupan nyata kepada
kehidupan selanjutnya yaitu di keluarga
dan masyarakat.
2 Bagaimana proses
(tahapan)
resosialisasi bagi
klien di PSPP
“Galih Pakuan”
Bogor?
Sesuai dengan program yang ada di dalam
proses resosialisasi kita mempersiapkan,
pertama pemahaman dan pengetahuan
kepada keluarga/orangtua dan masyarakat
melalui kegiatan. 1) sosialisasi, yang
menyangkut tentang bahaya Napza,
dampak dari penyalahgunaan Narkotika,
cara-cara penanganan korban Narkotika di
lingkungan keluarga dan rumah, lalu
kemudian mensosialisasikan program yang
ada di PSPP Galih Pakuan. Pada proses
resosialisasi ini, kita memberikan
pengetahuan-pengetahuan secara umum
saja kepada masyarakat tentang bahaya,
dampak, serta bagaimana penanganan
112
korban Narkotika. 2) Family Support
Group, dalam kegiatan ini memberikan
dukungan kepada keluarga, adalah keluarga
yang anak atau anggota keluarganya
sedang menjalani proses rehabilitasi di
PSPP Galih Pakuan. Materinya tentunya
bagaimana dukungan, pemahaman
keluarga terhadap korban penyalahguna
Napza. Keluarga harus mampu memiliki
pengetahuan, wawasan dalam mendukung
program bagi rehabilitasi tersebut, jangan
sampai ketika keluarga menempatkan
anaknya atau keluarganya di PSPP Galih
Pakuan mereka itu lepas tangan. Tapi tidak,
keluarga pun punya tanggung jawab dalam
proses rehabilitasi, dalam hal ini untuk
memberikan support, memberikan
penguatan-penguatan, kemudian
memberikan semacam harapan bahwa klien
yang sedang menjalani proses rehab pasti
akan pulih. Disini keluarga juga diberikan
pengetahuan mengenai bagaimana rawatan
yang harus diketahui/dimiliki oleh anggota
keluarga; ayahnya, ibunya dengan
melakukan pendampingan keseharian
terhadap korban penyalahguna Napza.
113
Pengetahuannya yang diberikan yaitu
melalui parenting skill, keterampilan
kepada orangtua, bagaimana orangtua
tersebut paham kalau anaknya sedang
sakaw, orangtuanya paham kalau anak atau
anggotanya ketika kembali ke rumah klien
harus pada kondisi clean, atau dalam
kondisi tidak lagi mencoba, mencari,
menggunakan Napza. Kemudian dalam
parenting skill ini harus paham bagaimana
orangtua menempatkan anak atau anggota
keluarganya yang sudah menjalani proses
rehab untuk mendapatkan perhatian,
mendapatkan kasih sayang dalam keluarga,
agar jangan sampai secara psikologis
jiwanya terpukul, jiwanya terancam
sehingga klien berusaha untuk
menggunakan kembali. Pengembangan
usaha atau kerja sangat penting, karena
untuk merealisasikan atau terjun lapangan.
Selain bimbingan, seorang klien Napza
dapat mencoba pelajaran yang sudah
didapatkan. Dipanti ini penempatan dan
penyaluran bakat sudah disiapkan seperti
diliat perkembangan mereka lalu kami
selaku Pembina sudah dapat menentukan
114
kemana mereka harus bekerja namun tetap
harus sejalan dengan pikiran dan kemauan
mereka.
3 Bagaimana
dukungan sosial
keluarga bagi klien
di PSPP “Galih
Pakuan” Bogor?
Dukungan keluarga itu, keluarga dapat
melakukan visit atau kunjungan ke sini.
Kemudian PSPP juga mengundang
keluarga jika ada kegiatan yang sifatnya
seminar untuk bekal keluarga dalam upaya
kesiapan menerima kembali klien,
Kesiapan dan peran serta klien Napza harus
disiapkan diawal, karena sebelum
melaksanakan tahapan lainnya yang pelu
disiapkan pada awal itu kesiapan mereka
para klien Napza. Di panti ini, kami
menyiapkan pembinaan keterampilan
usaha atau kerja agar nanti setelah selesai
proses rehabilitasi, klien Napza dapat
memiliki usaha atau kerja dan dapat
membantu perekonomian klien Napza dan
keluarganya.
4 Peran siapa saja
yang diperlukan
untuk proses
resosialisasi bagi
klien di PSPP
“Galih Pakuan”
Bogor?
Perannya bias didapatkan dari konselor,
peksos, pembina. Termasuk keluarga dan
tokoh di lingkungan tempat tinggal klien.
115
5 Apa saja faktor
pendukung dari
proses resosialisasi
bagi klien di PSPP
“Galih Pakuan”
Bogor?
Faktor pendukungnya itu berupa dukungan
dari berbagai elemen untuk kesembuhan
klien Napza, seperti keluarga, tokoh
masyarakat, dan lembaga-lembaga yang
telah bekerjasama dengan PSPP “Galih
Pakuan” Bogor.
Wawancara V
(Keluarga Korban eks Napza 1)
Nama : RI
Jenis kelamin : Laki-Laki
Jabatan : Orang Tua Klien eks Napza
Waktu : Senin, 26 Juni 2017/10.30 WIB
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Bagaimana anda
bisa mengenal
PSPP “Galih
Pakuan” Bogor?
Melalui Pengadilan, selama proses
siding dan akhirnya di rehabilitasi karena
masih dibawah umur. Waktu itu usianya
16 tahun.
2 Apa yang anda
rasakan ketika
anggota keluarga
berada di PSPP?
Kami sebagai orangtua berkunjung ke
PSPP 3 bulan sekali. Kemudian melihat
perubahan akhlak, perilaku dan sopan
santun saya merasa sangat senang anak
saya dapat berubah. Selama dia di PSPP
saya merasa aman dan tenang.
3 Apakah ada
dukungan sosial
keluarga? Jika ada,
Dukungan dari keluarga itu dukungan
moril, support. Spiritual agar dia
116
bagaimana bentuk
dukungan sosial
keluarga yang
diberikan kepada
klien di PSPP?
semakin mendekatkan diri kepada Allah.
Dukungan emosional juga, karena dia itu
punya sifat tempramen.
4 Bagaimana
perubahan pada diri
klien setelah
mengikuti proses
rehabilitasi sosial
sampai tahap
resosialisasi di
PSPP?
Setelah selesai mengikuti semua tahapan
rehabilitasi, dia menjadi perhatian dan
perduli sama orangtua. Pemikirannya
positif, akhlak dan perilakunya baik serta
sopan santun di likungan tempat tinggal.
Wawancara VI
(Keluarga Korban eks Napza 2)
Nama : P
Jenis kelamin : Perempuan
Jabatan : Istri Klien Eks Napza
Waktu : Selasa, 27 Juni 2017/10.30 WIB
NO PERTANYAAN JAWABAN
1 Bagaimana anda
bisa mengenal PSPP
“Galih Pakuan”
Bogor?
Awalnya itu karena dia masih terus
bergantungan sama barang Napza,
akhirnya diskusi untuk kesembuhannya,
setelah mencari tempat dan cocok, jadi
di PSPP adalah tempatnya.
117
2 Apa yang anda
rasakan ketika
anggota keluarga
berada di PSPP?
Sebagai keluarga, kami berkunjung ke
PSPP untuk menjenguknya. Kemudian
terdapat banyak perubahan, yang paling
utama adalah dia sudah berhenti
ketergantungan Napza.
3 Apakah ada
dukungan sosial
keluarga? Jika ada,
bagaimana bentuk
dukungan sosial
keluarga yang
diberikan kepada
klien di PSPP?
Dukungan keluarga berupa semangat
dan motivasi agar dia bertahan sampai
rehabilitasi selesai dan dapat berubah,
serta menjalani kehidupan selanjutnya
dengan baik.
4 Bagaimana
perubahan pada diri
klien setelah
mengikuti proses
rehabilitasi sosial
sampai tahap
resosialisasi di
PSPP?
Setelah selesai menjalani semua
tahapan rehabilitasi di PSPP, dia
menjadi disiplin dalam waktu dan
kegiatannya. Dirinya menjadi pribadi
yang sopan santun, sabar dan lebih
rapih dan bersih dalam aktifitas sehari-
harinya.
2. Hasil Observasi
a. Tempat penelitian:
Panti Sosial Pamardi Putra “Galih Pakuan” Bogor
b. Alamat Lembaga:
Jl. H. Miing No.71 Putat Nutug, Ciseeng Bogor 16330
c. Judul Skripsi:
118
Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Proses Resosialisasi
Klien Eks Korban Napza di Panti Sosial Pamardi Putra
“Galih Pakuan” Bogor
Penulis memulai penelitian dengan melakukan
pembuatan surat peneletian pada Selasa, 6 Juni 2017.
Setelah mendapatkan surat izin penelitian, penulis segera
ke Lembaga PSPP Galih Pakuan Bogor untuk melakukan
permohonan meneliti. Pada tanggal 7 Juni 2017 penulis
menuju PSPP Galih Pakuan Bogor, sesampainya di pintu
gerbang utama masuk PSPP penulis melakukan
pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas penjaga PSPP,
karena sudah memasuki area seteril, lalu penulis di minta
meninggalkan KTP, setelah itu penulis diberikan kartu
kunjungan dan di stempel di tangan, kemudian penulis
diarahkan bertemu dengan Bapa Lutfi Rohman selaku
kordinator perizinan dan juga beliau Pembina Terapy
Comunity (TC) di sana. Penulis memberikan surat- surat
yang sudah dibuat ke Bapak Lutfi, lalu diberikan
perizinan melakukan penelitian, dengan diberikan waktu
untuk berkunjung dan melakukan penelitian.
Penulis diberikan arahan dan peraturan-peraturan
dalam meneliti di PSPP, seperti tidak boleh masuk ke
blok/ kamar Klien, tidak boleh memfoto, memberikan
benda kepada Klien, dan mengajarkan yang tidak benar.
Lalu setelah penulis menjelaskan judul skripsi kepada
Bapak Lutfi, penulis diarahkan kepada Kepala Panti PSPP
119
yaitu Bapak Beni Sujanto, di hari pertama pada Senin, 12
Juni 2017, penulis melakukan observasi lingkungan di
dalam PSPP, terdapat banyak ruangan diantaranya: Ruang
kantor kepala PSPP, ruang pegawai, ruang peksos, tata
usaha, ruang ketrampilan dan sarana prasarana yang ada
di PSPP. lalu ada Blok/ kamar Klien, dapur, koprasi,
rumah pintar, perpustakaan, aula, klinik, gazebo,
musholah, lapangan olahraga: sepak bola dan basket,
toilet, dan terdapat perkebunan, kolam ikan.
Pada Rabu, 14 Juni 2017 penulis observasi dengan
melihat kegiatan-kegiatan di PSPP, dari mulai sarapan
pagi, mengikuti kegiatan sholat berjamaah, melihat
kegitan pembinaan keterampilan, program keterampilan
yang dilihat yaitu mencukur, steam motor, dibengkel, dan
lainnya. Mereka rutin olahraga bersama. Klien Napza
membersihkan lingkungan PSPP kemudian mengikuti
pembinaan ketrampilan sesuai yang diikuti klien Napza
sampai sore hari, klien Napza bebas untuk berolahraga di
lapangan yang terdapat di dalam PSPP. Klien Napza juga
suka bermain bareng seperti bermain bola dan bermain
musik, ini dilakukan agar tidak mudah jenuh dan melatih
fokus klien Napza. Setelah melakukan observasi penulis
melanjutkan melakukan wawancara kepada informan
yang sudah ditentukan, penulis melakukan wawancara ke
1 kepala PSPP, 3 klien Napza dan 2 anggota keluarga
klien Napza.
120
3. DOKUMENTASI
Kegiatan Keagamaan di PSPP Galih Pakuan Bogor
Kegiatan Pembinaan Keterampilan
121
122
Kegiatan Pembinaan Emosional
123
Kegiatan Olahraga
124
125
Kegiatan Parenting Skill dan FSG