dvt tk 2revisi

34
BAB 1 P E N D A H U L U A N Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin didiagnosis dan diterapi, karena sering menyebabkan terlepasnya trombus ke paru dan jantung yang berujung pada kematian. Angka kejadian tromboemboli vena di Amerika Serikat lebih dari 1 per 1000 dan terdapat 200.000 kasus baru tiap tahun. Dari total angka kejadian tromboemboli vena, didapat 60% emboli paru dengan resiko kematian sekitar 30% dalam 30 hari. 1, 2 Beberapa kondisi klinis yang bisa memicu timbulnya DVT antara lain: adanya kompresi dari pembuluh vena, trauma fisik, kanker, infeksi, penyakit inflamasi tertentu, dan kondisi-kondisi khusus seperti stroke, gagal jantung, sindroma nefrotik. Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan resiko seseorang mengalami DVT antara lain tindakan pembedahan, rawat inap, immobilisasi lama (termasuk pemakaian casting pada kasus-kasus orthopedic, perjalanan yang lama dengan peswat terbang) perokok, obesitas, penuaan, obat-obatan tertentu (estrogen, erythropoietin) dan 1

Upload: harnowo

Post on 24-Jun-2015

853 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: DVT TK 2revisi

BAB 1

P E N D A H U L U A N

Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin

didiagnosis dan diterapi, karena sering menyebabkan terlepasnya trombus ke paru dan jantung

yang berujung pada kematian. Angka kejadian tromboemboli vena di Amerika Serikat lebih dari

1 per 1000 dan terdapat 200.000 kasus baru tiap tahun. Dari total angka kejadian tromboemboli

vena, didapat 60% emboli paru dengan resiko kematian sekitar 30% dalam 30 hari.1, 2

Beberapa kondisi klinis yang bisa memicu timbulnya DVT antara lain: adanya kompresi

dari pembuluh vena, trauma fisik, kanker, infeksi, penyakit inflamasi tertentu, dan kondisi-

kondisi khusus seperti stroke, gagal jantung, sindroma nefrotik. Ada beberapa faktor yang bisa

meningkatkan resiko seseorang mengalami DVT antara lain tindakan pembedahan, rawat inap,

immobilisasi lama (termasuk pemakaian casting pada kasus-kasus orthopedic, perjalanan yang

lama dengan peswat terbang) perokok, obesitas, penuaan, obat-obatan tertentu (estrogen,

erythropoietin) dan trombophilia. Pada wanita memiliki peningkatan resiko selama kehamilan

dan pasca persalinan.1, 3

Mengingat komplikasi yang timbul akibat trombosis vena dalam tersebut maka kita perlu

waspada pada kelompok resiko seperti di atas. Oleh karenanya pemahaman terhadap penyakit ini

terkait patofisiologi, gejala klinis, faktor resiko, penegakan diagnosa dan penatalaksanaan agar

mengurangi resiko komplikasi menjadi penting bagi tenaga medis.

Berangkat dari hal tersebut tinjauan pustaka ini ditulis dengan harapan bisa memberi informasi

yang cukup tentang penyakit trombosis vena dalam.

1

Page 2: DVT TK 2revisi

BAB 2

TROMBOSIS VENA DALAM

Deep Vein Trombosis (DVT) atau trombosis vena dalam adalah penggumpalan darah

yang terjadi di pembuluh darah balik (vena) sebelah dalam. DVT seringkali diawali dari paha

atau kaki oleh karena adanya perlambatan aliran darah pada pembuluh balik. Hal ini bisa terjadi

oleh karena ada masalah pada jantung, infeksi, atau akibat imobilisasi lama dari anggota gerak.

Gumpalan darah beku yang terjadi disebut emboli yang bisa terbawa ke jantung hingga

menyebabkan komplikasi serius. Proses koagulasi atau penggumpalan darah terjadi melalui

mekanisme kompleks yang diakhiri dengan pembentukan fibrin.1, 3-4

Gambar 2.1. Gumpalan darah beku di vena dalam

(http://hcd2.bupa.co.uk/fact_sheets/mosby_factsheets/Deep_Vein_Trombosis.html)

2.1. Anatomi Vena

Vena merupakan pembuluh darah yang dilewati sirkulasi darah kembali menuju jantung

sehingga disebut juga pembuluh darah balik. Dibandingkan dengan arteri, dinding vena lebih

tipis dan mudah melebar. Kurang lebih 70% volume darah berada dalam sirkuit vena dengan

2

Page 3: DVT TK 2revisi

tekanan yang relatif rendah. Kapasitas dan volume sirkuit vena ini merupakan faktor penentu

penting dari curah jantung karena volume darah yang diejeksi oleh jantung tergantung pada alir

balik vena.4-5

Sistem vena khususnya pada ekstremitas bawah terbagi menjadi 3 subsistem:4

1. Subsistem vena permukaan

2. Subsistem vena dalam

3. Subsistem penghubung (saling berhubungan)

Vena permukaan terletak di jaringan subkutan tungkai dan menerima aliran vena dari pembuluh-

pembuluh darah yang lebih kecil di dalam kulit, jaringan subkutan dan kaki. Sistem permukaan

terdiri dari: Vena Safena Magna dan Vena Safena Parva. Vena Safena Magna merupakan vena

terpanjang di tubuh, berjalan dari maleolus naik ke bagian medial betis dan paha, bermuara ke

Vena Femoralis tepat di bawah selangkangan. Vena Safena Magna mengalirkan darah dari

bagian anteromedial betis dan paha. Vena Safena Parva berjalan di sepanjang sisi lateral dari

mata kaki melalui betis menuju lutut, mendapatkan darah dari bagian posterolateral betis dan

mengalirkan darah ke Vena Poplitea, titik pertemuan keduanya disebut Safenopoplitea. Diantara

Vena Safena Magna dan Parva banyak didapat anastomosis, hal ini merupakan rute aliran

kolateral yang memiliki peranan penting saat terjadi obstruksi vena.4-5

Gambar 2.2. Pembuluh vena tungkai bawah

3

Page 4: DVT TK 2revisi

Sistem vena dalam membawa sebagian besar darah dari ekstremitas bawah yang terletak

di dalam kompartemen otot. Vena-vena dalam menerima aliran darah dari venula kecil dan

pembuluh intra muskuler. Sistem vena dalam cenderung berjalan sejajar dengan pembuluh arteri

tungkai bawah dan diberi nama yang sama dengan arteri tersebut. Sebagai akibatnya, termasuk

dalam sistem vena ini adalah Vena Tibialis Anterior dan Posterior, Peroneus, Poplitea,

Femoralis, Femoralis Profunda dan pembuluh-pembuluh darah betis yang tidak diberi nama.

Vena Iliaka juga dimasukkan ke dalam sistem vena dalam ekstremitas bawah karena aliran vena

dari tungkai ke vena cava tergantung pada patensi dan integritas dari pembuluh-pembuluh ini.4, 6

Subsistem vena-vena dalam dan permukaan dihubungkan oleh saluran-saluran pembuluh

darah yang disebut vena penghubung yang membentuk subsistem penghubung ekstremitas

bawah. Aliran biasanya dari vena permukaan ke vena dalam dan selanjutnya ke vena kava

inferior.4, 6

Pada struktur anatomi vena didapatkan katup-katup semilunaris satu arah yang tersebar di

seluruh sistem vena. Katup-katup tersebut adalah lipatan dari lapisan intima yang terdiri dari

endotel dan kolagen, berfungsi untuk mencegah terjadinya aliran balik, mengarahkan aliran

kearah proksimal dan dari sistem permukaan ke sistem dalam melalui penghubung. Kemampuan

katup untuk menjalankan fungsinya merupakan faktor yang sangat penting sebab aliran darah

dari ekstremitas menuju jantung berjalan melawan gravitasi.4-6

Gambar 2.3. Katup vena

4

Page 5: DVT TK 2revisi

Fisiologi pada aliran vena yang melawan gaya gravitasi tersebut dipengaruhi oleh faktor

yang disebut pompa vena. Ada 2 komponen pompa vena yakni perifer dan sentral. Komponen

pompa vena perifer adalah adanya kompresi saluran vena selama kontraksi otot yang mendorong

aliran maju di dalam sistem vena dalam, katup-katup vena bekerja mencegah aliran retrograde

atau refluks selama otot relaksasi dan adanya sinus-sinus vena kecil yang tak berkatup atau

venula yang terletak di otot berperan sebagai reservoir darah selanjutnya akan mengosongkan

darahnya ke vena-vena dalam selama terjadi kontraksi otot.4

Pada komponen pompa vena sentral yang berperan memudahkan arus balik vena adalah

pengurangan tekanan intratoraks saat inspirasi, penurunan tekanan atrium kanan dan ventrikel

kanan setelah fase ejeksi ventrikel.4

2.2. Patofisiologi

Trombosis adalah pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah, dalam hal DVT

bekuan darah terjadi di pembuluh darah balik (vena) sebelah dalam, bisa terjadi terbatas pada

sistem vena kecil saja namun juga bisa melibatkan pembuluh vena besar seperti Vena Iliaka atau

Vena Kava.4, 7

Mekanisme yang mengawali terjadinya trombosis berdasar “trias Vircow” ada 3 faktor

pendukung yakni:1, 4, 8

1. Adanya stasis dari aliran darah

2. Timbulnya cedera pada endotel pembuluh darah

3. Pengaruh kiperkoagulabilitas darah

5

Page 6: DVT TK 2revisi

Stasis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis, yang

menjadi faktor pendukung terjadinya stasis adalah adanya imobilisasi lama yakni kondisi

anggota gerak yang tidak aktif digerakkan dalam jangka waktu yang lama.

Imobilisasi lama seperti masa perioperasi atau akibat paralisis, dapat menghilangkan pengaruh

dari pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi hingga terjadi pengumpulan darah di ekstremitas

bawah. Terjadinya stasis darah yang berada di belakang katup vena menjadi faktor predisposisi

timbulnya deposisi trombosit dan fibrin sehingga mencetuskan terjadinya trombosis vena

dalam.6-8

Cedera endotel meski diketahui dapat mengawali pembentukan trombus, namun tidak

selalu dapat ditunjukkan adanya lesi yang nyata, pada kondisi semacam ini nampaknya

disebabkan adanya perubahan endotel yang samar seperti akibat terjadinya perubahan kimiawi,

iskemia atau anoksia, atau peradangan. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah adanya

trauma langsung pada pembuluh darah, seperti akibat fraktur dan cedera pada jaringan lunak,

tindakan infus intra vena atau substansi yang mengiritasi seperti kalium klorida, kemoterapi

ataupun antibiotik dosis tinggi.3, 7-8

Hiperkoagulabilitas darah tergantung pada interaksi kompleks antara berbagai variabel

termasuk endotel pembuluh darah, faktor-faktor pembekuan dan trombosit, komposisi dan sifat-

sifat aliran darah, sistem fibrininolitik intrinsik pada sistem pembekuan darah. Keadaan

hiperkoagulasi bisa terjadi jika terjadi perubahan pada salah satu dari variabel-variabel tersebut.3-

4, 8

Trombosis vena, apapun rangsangan yang mendasarinya, akan meningkatkan resistensi

aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan

terganggu, menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah vena. Trombosis bisa

6

Page 7: DVT TK 2revisi

melibatkan kantong katup hingga merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau yang

inkompeten mempermudah terjadinya stasis dan penimbunan darah di ekstremitas.3-4, 8

Dalam perjalanan waktu dengan semakin matangnya trombus akan menjadi semakin

terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah. Sebagai akibatnya, resiko embolisasi

menjadi lebih besar pada fase-fase awal trombosis, namun demikian ujung bekuan tetap dapat

terlepas dan menjadi emboli sewaktu fase organisasi. Selain itu perluasan trombus dapat

membentuk ujung yang panjang dan bebas selanjutnya dapat terlepas menjadi emboli yang

menuju sirkulasi paru-paru. Perluasan progresif juga meningkatkan derajat obstruksi vena dan

melibatkan daerah-daerah tambahan dari sistem vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin

dapat distabilkan dalam derajat tertentu atau direkanalisasi dengan retraksi bekuan dan lisis

melalui system fibrinolitik endogen. Tetapi beberapa kerusakan residual tetap bertahan.4, 8

2.3. Faktor resiko

Pasien dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam yaitu: 3-4, 9

- Riwayat trombosis (stroke)

- Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi

- Imobilisasi lama terutama paska trauma/ penyakit berat

- Luka bakar

- Gagal jantung akut atau kronik

- Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi

- Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok.

- Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen

- Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk

7

Page 8: DVT TK 2revisi

terjadinya trombosis.

2.4. Gambaran Klinis Trombosis Vena Dalam

Trombosis vena dalam (DVT) menyerang pada pembuluh-pembuluh darah sistem vena

dalam . Serangan awalnya disebut trombosis vena dalam akut, adanya riwayat trombosis vena

dalam akut merupakan predisposisi terjadinya trombosis vena dalam berulang. Episode DVT

dapat menimbulkan kecacatan untuk waktu yang lama karena kerusakan katup-katup vena

dalam. Emboli paru adalah resiko yang cukup bermakna pada trombosis vena dalam.1, 3-4

Kebanyakan trombosis vena dalam berasal dari ekstremitas bawah, banyak yang sembuh

spontan dan sebagian lainnya menjadi parah dan luas hingga membentuk emboli. Penyakit ini

dapat menyerang satu vena atau lebih, vena di daerah betis adalah vena-vena yang paling sering

terserang. Trombosis pada vena poplitea, femoralis superfisialis dan segmen-segmen vena

iliofemoralis juga sering terjadi.4, 8

Trombosis vena dalam (DVT) secara khas merupakan masalah yang tidak terlihat karena

biasanya tidak bergejala, terjadinya emboli paru dapat menjadi petunjuk klinis pertama dari

trombosis. Pembentukan trombus pada sistem vena dalam dapat tidak terlihat secara klinis

karena kapasitas system vena yang besar dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang mengitari

obstruksi. Diagnosisnya sulit karena tanda dan gejala klinis DVT tidak spesifik dan beratnya

keadaan tidak berhubungan langsung dengan luasnya penyakit.3-4

Gejala-gejala dari trombosis vena dalam berhubungan dengan rintangan dari darah yang

kembali ke jantung dan aliran balik pada kaki. Secara klasik, gejala-gejala termasuk: 1, 4, 10

nyeri,

bengkak,

8

Page 9: DVT TK 2revisi

hangat dan

kemerahan.

Tanda yang paling dapat dipercaya adalah bengkak/edema dari ekstremitas yang

bersangkutan. Pembengkakan disebabkan oleh peningkatan volume intravaskuler akibat

bendungan darah vena, edema menunjukkan adanya perembesan darah disepanjang membrane

kapiler memasuki jaringan interstisial yang terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik. Vena

permukaan dapat pula berdilatasi karena obstruksi aliran ke sistem dalam atau sebaliknya aliran

darah dari sistem dalam ke permukaan. Meski biasanya hanya unilateral, tetapi obstruksi pada

iliofemoral dapat mengakibatkan pembengkakan bilateral.3-4

Nyeri merupakan gejala yang paling umum, biasanya dikeluhkan sebagai rasa sakit atau

berdenyut dan bisa terasa berat. Ketika berjalan bisa menimbulkan rasa nyeri yang bertambah.

Nyeri tekan pada ekstremitas yang terserang bisa dijumpai saat pemeriksaan fisik. Ada dua

teknik untuk menimbulkan nyeri tekan yakni dengan mendorsofleksikan kaki dan dengan

mengembungkan manset udara di sekitar ekstremitas yang dimaksud. Tanda lain adalah adanya

peningkatan turgor jaringan dengan pembengkakan, kenaikan suhu kulit dengan dilatasi vena

superficial, bintik-bintik dan sianosis karena stagnasi aliran, peningkatan ekstraksi oksigen dan

penurunan hemoglobin. Gangguan sekunder pada arteri dapat terjadi pada trombosis vena luas

akibat kompresi atau spasme vaskuler, denyut arteri menghilang dan timbul warna pucat.4, 10

2.5. Diagnosa

Untuk mendiagnosa penderita DVT dengan benar diperlukan pemeriksaan dan evaluasi

pada penderita secara hati-hati dan seksama, meliputi keluhan dan gejala klinis serta adanya

9

Page 10: DVT TK 2revisi

faktor resiko terjadinya trombosis vena yang didapat pada penderita sebagaimana dijelaskan

pada gambaran klinis di depan.1, 4

Namun karena keluhan dan gejala klinis penyakit vena tidak spesifik dan sensitif untuk

menegakkan diagnosa sebagai DVT maka perlu ditambah dengan metode-metode evaluasi

noninvasif maupun invasif. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk mendeteksi dan mengevaluasi

obstruksi atau refluks vena melalui katup-katup yang tidak berfungsi baik.1, 4, 10

Scarvelis dan Wells tahun 2006 mengemukakan nilai probabilitas untuk penderita DVT

yang dikenal dengan Wells score, guna menunjang arah diagnosa. Adapun skor yang dimaksud

adalah sebagai berikut:11

No Jenis Kriteria Nilai

1. Menderita kanker aktif mendapat terapi 6 bl terakhir atau perawatan paliatif 1

2. Edema tungkai bawah > 3cm (diukur 10 cm bawah tuberositas tibial,

bandingkan dengan sisi sehat)

1

3. Didapat kolateral vena permukaan (non varises) 1

4. Pitting edema 1

5. Bengkak seluruh tungkai bawah 1

6. Nyeri disepanjang distribusi vena dalam 1

7. Kelemahan, kelumpuhan atau penggunaan casting pada tungkai bawah 1

8. Bedridden > 3hr, atau 4 minggu pasca operasi besar dengan anestesi general atau

regional

1

9. Penegakan diagnosa alternative 2 point

10

Page 11: DVT TK 2revisi

Interpretasi skor dari Wells adalah jika didapat minimal 2 point maka mengarah DVT dan

disarankan dengan pemeriksaan penunjang radiologis. Apabila skornya kurang dari 2 belum

tentu DVT, dipertimbangkan dengan pemeriksaan D-dimer untuk meniadakan diagnosa DVT.11

Selanjutnya ada pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan untuk membantu menegakkan

diagnosa trombosis vena dalam antara lain:

1. Tes dari Homan (Homan’s test) yakni dengan melakukan dorsofleksi pada kaki maka

akan didapatkan peningkatan rasa nyeri pada betis belakang. Nilai diagnostik

pemeriksaan ini rendah dan harus hati-hati karena bisa menjadi pemicu terlepasnya

trombus. 4, 11

2. Tanda dari Pratt (Pratt’s sign), dilakukan squeezing pada otot betis maka akan timbul

peningkatan rasa nyeri.11

Setelah penderita dilakukan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang mengarah terjadinya

DVT selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang diantaranya:

1. Pemeriksaan D-Dimer1, 4, 8, 12

D-dimer merupakan tes darah yang digunakan sebagai tes penyaringan (screening)

untuk menentukan apakah ada bekuan darah. D-dimer adalah kimia yang dihasilkan

ketika bekuan darah dalam tubuh secara berangsur-angsur larut/terurai. Tes

digunakan sebagai indikator positif atau negatif. Jika hasilnya negatif, maka tidak ada

bekuan darah. Jika tes D-dimer positif, bukan berarti bahwa terjadi trombosis vena

dalam, karena banyak kasus-kasus lain mempunyai hasil positif (kehamilan, infeksi,

malignansi). Oleh sebab itu, pengujian D-dimer harus digunakan sebagai sarana

skrening.

2. Doppler ultrasound1, 4, 7-8

11

Page 12: DVT TK 2revisi

Teknik Doppler dipakai untuk menentukan kecepatan aliran darah dan pola aliran

dalam sistem vena dalam dan permukaan. Pola aliran vena normal ditandai dengan

peningkatan aliran ekstremitas bawah selama ekspirasi dan menurun selama inspirasi.

Pada obstruksi vena variasi pernafasan fasik tersebut tidak tampak. Terdapat sejumlah

manuver yang dapat dipakai untuk membangkitkan pola aliran abnormal seperti

manuver valsava dan kompresi vena. Bila didapat katup vena yang fungsinya tidak

baik, saat dilakukan kompresi dengan manset pada tungkai akan meningkatkan

tekanan di distal yang berakibat timbulnya refluks.

Pemakaian Doppler memungkinkan penilaian kualitatif katup pada vena dalam, vena

permukaan dan vena penghubung, juga mendeteksi adanya obstruksi pada vena dalam

maupun vena permukaan. Pemeriksaan ini sederhana, tidak invasif tetapi memerlukan

teknik dan pengalaman yang baik untuk menjamin akurasinya.

3. Duplex ultrasonic scanning1, 4, 8

Pemakaian alat ini untuk mendapatkan gambaran vena dengan teknik penggabungan

informasi aliran darah Doppler intravaskuler dengan gambaran ultrasonic morfologi

vena. Dengan teknik ini obstruksi vena dan refluks katup dapat dideteksi dan

dilokalisasi.

4. Pletismografi vena 1, 4, 7-8

Teknik ini mendeteksi perubahan dalam volume darah vena di tungkai. Teknik

pletismograf yang umum mencakup:

1. Impedance plethysmography yakni arus listrik lemah ditransmisikan melalui

ekstremitas dan tahanan atau resistensi dari arus diukur. Karena darah adalah

penghantar listrik yang baik tahanan akan turun bila volume darah di ekstremitas

12

Page 13: DVT TK 2revisi

meningkat sewaktu pengisian vena. Tahanan atau impedansi diukur melalui

elektroda-elektroda pada suatu sabuk yang dipasang keliling pada anggota tubuh.1,

4

2. Strain gauge plethysmography (SGP) yakni mendeteksi perubahan dalam

ketegangan mekanik pada elektroda yang menunjukkan adanya perubahan volume

darah.4

3. Air plethysmography adalah dengan mendeteksi perubahan volume melalui

perubahan tekanan di dalam suatu manset berisi udara yang melingkari anggota

gerak, saat volume vena bertambah maka tekanan di dalam manset akan

bertambah pula.4, 8

4. Photoplethysmography (PPG) adalah teknik baru yang bergantung pada deteksi

pantulan cahaya dari sinar infra merah yang ditransmisikan ke sepanjang

ekstremitas. Proporsi cahaya yang akan terpantulkembali ke transduser tergantung

pada volume darah vena dalam jaringan pembuluh darah kulit.1, 4, 8

5. Venografi, merupakan teknik yang dianggap paling dipercaya untuk evaluasi dan

perluasan penyakit vena. Tetapi ada kelemahan mengingat sebagai tes invasif

dibanding noninvasif yakni lebih mahal, tidak nyaman bagi penderita, resiko lebih

besar.1, 4, 8

13

Page 14: DVT TK 2revisi

BAB 3

PENATALAKSANAAN DVT

Falsafah pengobatan trombosis adalah aman dan efektif, aman bermakna terapi yang

diberikan tidak menimbulkan komplikasi misalnya pemberian antikoagulan harus diupayakan

tidak sampai mengakibatkan perdarahan, efektif berarti tindakan yang diberikan berhasil

mencegah perluasan trombosis.7

Secara umum penatalaksanaan penderita trombosis vena dalam meliputi upaya pencegahan,

pengobatan non invasif dan tindakan pembedahan atau invasif.7

3.1. Pencegahan

Pencegahan adalah upaya terapi terbaik pada kasus trombosis vena dalam, terutama pada

penderita yang memiliki resiko tinggi. Peranan ahli rehabilitasi medik sangat dibutuhkan pada

upaya ini agar mereka yang berpotensi mengalami trombosis vena tidak sampai mengalami

DVT.1, 7

Ada beberapa program rehabilitasi medik yang berfungsi untuk mencegah timbulnya

trombosis vena pada populasi resiko tinggi. Program-program tersebut adalah:1

1. Mobilisasi dini, program ini diberikan pada penderita beresiko timbul DVT oleh karena

keadaan yang mengakibatkan imobilisasi lama akibat kelumpuhan seperti penderita

stroke, cedera spinal cord, cedera otak, peradangan otak. Dengan melakukan latihan pada

tungkai secara aktif maupun pasif sedini mungkin aliran balik vena ke jantung bisa

membaik.1, 4, 7

14

Page 15: DVT TK 2revisi

2. Elevasi, meninggikan bagian ekstremitas bawah di tempat tidur sehingga lebih tinggi dari

jantung berguna untuk mengurangi tekanan hidrostatik vena dan juga memudahkan

pengosongan vena karena pengaruh grafitasi.1, 4

3. Kompresi, pemberian tekanan dari luar seperti pemakaian stocking, pembalut elastik,

ataupun kompresi pneumatik eksternal dapat mengurangi stasis vena. Tetapi pemakaian

stocking dan pembalut elastik harus dikerjakan dengan hati-hati guna menghindari efek

torniket oleh karena pemakaian yang ceroboh.1, 4, 7

4. Latihan, program latihan yang melibatkan otot-otot ekstremitas bawah akan sangat

membantu perbaikan arus balik pada sistem vena sehingga mengurangi tekanan vena,

dengan demikian dapat memperbaiki sirkulasi vena yang bermasalah dan beresiko

timbulnya DVT. Berikut beberapa contoh sederhana latihan yang bisa diberikan pada

kelompok resiko tinggi trombosis vena:1, 4

1. Latihan dalam posisi berbaring:13

1.a. Posisi berbaring miring dengan posisi tungkai satu di atas dengan yang

lain selanjutnya tungkai yang berada di atas diangkat hingga 45

dipertahankan sesaat kemudian kembali keposisi awal, latihan dilakukan

bergantian antara kanan dan kiri tungkai masing-masing 6 kali.

15

Page 16: DVT TK 2revisi

1.b. Posisi terlentang kedua tungkai bawah lurus selanjutnya salah satu

tungkai ditekuk dan ditarik kearah dada perlahan, di dipertahankan 15 detik

sebelum kembali ke posisi awal. Latihan bergantian kanan dan kiri masing-

masing 6 kali.

1.c. Posisi terlentang dengan pergelangan kaki netral selanjutnya kaki

diekstensikan/plantar fleksi dengan ujung jari ditekankan ke bawah,

pertahankan beberapa detik. Gerakan tersebut diulangi 6 kali per latihan.

2. Latihan dalam posisi duduk:13

16

Page 17: DVT TK 2revisi

2.a. Lutut dipertahankan pada posisi fleksi selanjutnya diangkat keatas kea

rah dada dan kembali diturunkan, demikian gerakan dilakukan berulang

secara bergantian antara sisi kiri dan kanan.

2.b. Posisi sambil duduk kemudian lutut diekstensikan dan kembali

keposisi semula, dilakukan bergantian sisi kanan dan kiri.

2.c. Posisi duduk dengan lengan di samping, selanjutnya tungkai bawah

diangkat lurus ke atas, pertahankan beberapa detik kemudian diturunkan.

Gerakan diulang secsra bergantian masing-masing 6 kali.

17

Page 18: DVT TK 2revisi

2.d. Tumit diangkat keduanya selanjutnya dilakukan gerakan

melingkar/rotasi pada kedua kaki dengan arah putaran berlawanan antara

kiri dan kanan, gerakan dilakukan selama 15 detik dilanjutkan dengan arah

putaran sebaliknya.

2.e. Melakukan gerakan pumping pada kedua kaki dengan menekan lantai

pada ujung jati kaki sementara tumit diangkat, dipertahankan 3 detik dan

dilanjutkan dengan tumit menekan lantai sementara ujung jari terangkat

juga dipertahankan selama 3 detik, demikian dilakukan berulang.

3.2. Pengobatan medikamentosa.

Pada kasus DVT pemberian terapi medikamentosa sangat bermanfaat untuk mencegah

timbulnya komplikasi dan progresifitas penyakit. Terapi yang diberikan meliputi pemberian

antikoagulan, trombolitik ataupun fibrinolitik dan anti agregasi trombosit.4, 7

Antikoagulan diberikan sebagai terapi utama memiliki dua sasaran, pertama bertujuan

mencegah terjadinya emboli paru, kedua berguna untuk membatasi area kerusakan dari venanya.

Antikoagulan dalam jangka pendek sebaiknya diberikan pada semua penderita dengan trombosis

vena dalam di tungkai. Pemakaian antikoagulan seperti heparin dalam jangka pendek yang

18

Page 19: DVT TK 2revisi

efektif dan aman harus dipantau dengan pemeriksaan waktu pembekuan dan pemeriksaan waktu

protrombin, pemeriksaan ini dilakukan tiap hari. Komplikasi perdarahan biasanya tidak akan

terjadi bila efektif antikoagulan cepat tercapai dan dosis dapat segera ditentukan dengan cepat

pula. 7

Terapi trombolitik adalah pemberian secara intravena suatu bahan fibrinolitik dengan

tujuan agar terjadi lisis pada trombus vena. Pemberian kinase akan menyebabkan plasminogen

berubah menjadi suatu enzim proteolitik aktif yaitu plasmin yang dapat menghancurkan fibrin

menjadi polipeptida yang dapat larut. Berbagai obat yang tersedia saat ini seperti Streptokinase,

Reteplase, Tenecteplase, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pilihan terapi ini

harus hati-hati terhadap komplikasi perdarahn otak atau gastrointestinal terutama pada usia

lanjut.1, 4, 7

Anti agregasi trombosit merupakan salah satu pilihan terapi yang memiliki hasil terapi

efektif dan aman. Karena adesi dan agregasi trombosit adalah dasar dari pembentukan trombus

hemostatik primer dalam skema koagulasi, maka obat-obatan antitrombosit seperti aspirin

dipakai oleh beberapa ahli untuk menahan perkembangan trombosis.4

3.3. Tindakan pembedahan.7

Tindakan bedah dilakukan apabila pada upaya preventif dan pengobatan medikamentosa

tidak berhasil serta adanya bahaya komplikasi. Ada beberapa pilihan tindakan bedah yang bisa

dipertimbangkan antara lain:

1. Ligasi vena, dilakukan untuk mencegah emboli paru. Vena Femoralis dapat diikat

tanpa menyebabkan kegagalan vena menahun, tetapi tidak meniadakan kemungkinan

emboli paru. Ligasi Vena Cava Inferior secara efektif dapat mencegah terjadinya

19

Page 20: DVT TK 2revisi

emboli paru, tapi gejala stasis hebat dan resiko operasi lebih besar dibanding dengan

pemberian antikoagulan dan trombolitik.

2. Trombektomi, vena yang mengalami trombosis dilakukan trombektomi dapat

memberikan hasil yang baik jika dilakukan segera sebelum lewat 3 hari. Tujuan

tindakan ini adalah: mengurangi gejala pasca flebitik, mempertahankan fungsi katup

dan mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis dan emboli paru.

3. Femorofemoral grafts disebut juga cross-over-method dari Palma, tindakan ini dipilih

untuk bypass vena iliaka serta cabangnya yang mengalami trombosis. Tekniknya

vena safena diletakkan subkutan suprapubik kemudian disambungkan end-to-side

dengan vena femoralis kontralateral.

4. Saphenopopliteal by pass, dilakukan bila rekanalisasi pada trombosis vena femoralis

tidak terjadi. Metoda ini dengan menyambungkan vena safena secara end-to-side

dengan vena poplitea.

20

Page 21: DVT TK 2revisi

BAB 4

RINGKASAN

Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin

didiagnosis dan diterapi, karena sering menyebabkan terlepasnya trombus ke paru dan jantung

yang berujung pada kematian. Angka kejadian tromboemboli vena di Amerika Serikat lebih dari

1 per 1000 dan terdapat 200.000 kasus baru tiap tahun. Dari total angka kejadian tromboemboli

vena, didapat 60% emboli paru dengan resiko kematian sekitar 30% dalam 30 hari.

Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan resiko seseorang mengalami DVT antara

lain tindakan pembedahan, rawat inap, immobilisasi lama (termasuk pemakaian casting pada

kasus-kasus orthopedic, perjalanan yang lama dengan peswat terbang) perokok, obesitas,

penuaan, obat-obatan tertentu (estrogen, erythropoietin) dan trombophilia. Pada wanita memiliki

peningkatan resiko selama kehamilan dan pasca persalinan.

Untuk mendiagnosa penderita DVT dengan benar diperlukan pemeriksaan dan evaluasi

pada penderita secara hati-hati dan seksama, meliputi keluhan dan gejala klinis serta adanya

faktor resiko terjadinya trombosis vena yang didapat pada penderita sebagaimana dijelaskan

pada gambaran klinis, ditambah dengan metode-metode evaluasi noninvasif maupun invasif.

Tujuan dari hal tersebut adalah untuk mendeteksi dan mengevaluasi obstruksi atau refluks vena

melalui katup-katup yang tidak berfungsi baik

Falsafah pengobatan trombosis adalah aman dan efektif, aman bermakna terapi yang

diberikan tidak menimbulkan komplikasi misalnya pemberian antikoagulan harus diupayakan

tidak sampai mengakibatkan perdarahan, efektif berarti tindakan yang diberikan berhasil

mencegah perluasan trombosis.

21

Page 22: DVT TK 2revisi

Pencegahan adalah upaya terapi terbaik pada kasus trombosis vena dalam, terutama pada

penderita yang memiliki resiko tinggi. Peranan ahli rehabilitasi medik sangat dibutuhkan pada

upaya ini agar mereka yang berpotensi mengalami trombosis vena tidak sampai mengalami

DVT. Ada beberapa program rehabilitasi medik yang berfungsi untuk mencegah timbulnya

trombosis vena pada populasi resiko tinggi. Program-program tersebut adalah mobilisasi dini,

elevasi, kompresi, serta latihan.

22

Page 23: DVT TK 2revisi

DAFTAR PUSTAKA

1. Andrews KL, Gamble GL, et al. Vascular Diseases. In: Delisa JA, editor. Physical Medicine & Rehabilitation Principles and Practice, 4th Edition. Phyladelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. p. 787-806.2. Kesteven P. Epidemiology of Venous Trombosis. In: Labropoulos N, Stansby G, editors. Venous and Lymphatic Diseases. New York, NY 1001: Taylor & Francis Group; 2006. p. 143-51.3. Bhatti A, Labropoulos N. The Pathophysiology of Deep Venous Trombosis. In: Labropoulos N, Stansby G, editors. Venous and lymphatic diseases. New York, NY 10016: Taylor & Francis Group; 2006. p. 131-6.4. Denekamp LJ, Folcarelli PH. Penyakit Pembuluh Darah. In: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6 ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2002. p. 656-83.5. Caggiati A. Venous and Lymphatic Anatomy. In: Labropoulos N, Stansby G, editors. Venous andLymphatic Diseases. New York, NY 10016: Taylor & Francis Group; 2006. p. 9-16.6. Smith PDC. Physiology of the Veins and Lymphatics. In: Labropoulos N, Stansby G, editors. Venous andLymphatic Diseases. New York, NY 10016: Taylor & Francis Group; 2006. p. 23-9.7. Jusi D. Dasar-Dasar Bedah Vaskuler. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2004. p. 228-45.8. Malone PC, Agutter PS. The aetiology of deep venous trombosis. Q J Med. [Review article]. 2006;99:581–93.9. Rani AA, Soegondo, et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.10. Leon L, Labropoulos N. Diagnosis of Deep Vein Trombosis. In: Labropoulos N, Stansby G, editors. Venous and lymphatic diseases. New York, NY 10016: Taylor & Francis Group; 2006. p. 113-6.11. Scarvelis D, Wells PS. Diagnosis and treatment of deep-vein trombosis. Canadian Medical Association Journal [Review article]. 2006 October 24, 2006:1087-92.12. Palareti G, Cosmi B, et al. d-Dimer Testing to Determine the Durationof Anticoagulation Therapy. The new england journal o f medicine. [original article]. Oct 2006:1780-90.13. Anonym. Simple Movements, Awareness and Safety. In: DVT TCtP, editor. www.preventdvt.org2006.

23