dwi lestari.doc
DESCRIPTION
Dwi Lestari.docTRANSCRIPT
Nama : Dwi Lestari
NIM: 04121401083
No. Urut: 9
Analisis Masalah
2.1 Bagaimana penatalaksanaan awal kasus?
(9, 10, 1, 2)
Jawab:
Prinsip tatalaksana kasus ini sesuai dengan inisial assesment pra- Rumah Sakit:
1. Triase: nilai keadaan umum pasien pasien sadar tapi bingung, nyeri dada,
sesak napas, tanda fraktur dan jejas di beberapa bagian tubuh
2. Primary survey: airway, breathing,circulation, disability, exposure
a. Airway
Nilai jalan nafas: tidak ada obstruksi(pasien dapat bicara, mengeluh daerah
sakit), gerakan udara pada hidung, mulut, pergerakan dada bersihkan jalan
nafas dari darah
b. Breathing
Nilai ventilasi dan oksigenasi, buka leher dan dada, observasi perubahan pola
pernapasan: tentukan laju dan dalam pernafasan, dan look, listen, feel
(diketahui tanda-tanda pneumotoraks) dekompresi segera dan
penanggulangan awal dengan insersi jarum yang berukuran besar(needle
thoraco syntesis) pada ICS 2 dilinea mid clavikula
c. Circulation
Nilai TD, nadi, warna kulit dan sumber perdarahan.
Bersihkan dan Tutup luka di kepala dengan perban .
d. Disability
Niali GCS: 13 cedera otak sedang
e. Exposure
Berdasarkan pengamatan klinis diduga,
Fraktur femur: pasang bidai, apabila tidak ada bebat anggota gerak yang sakit
ke anggota gerak yang sehat.
Fraktur iga: diberi analgesik dosis rendah IV agar tidak nyeri sehingga
mempermudah pernafasan.
3. Nilai sementara, pindahkan ke tandu dengan metode “log Roll”, bawa ke
UGD puskesmas(100meter) dengan tandu.
2.2 Makna klinis merintih (FISIOLOGI nya)
(7, 8, 9, 10)
Jawab:
Kecelakaan lalu lintas benturan frontal dada menumbur benda tumpul
trauma tumpul pada thorax udara dari dalam paru-paru bocor ke rongga
pleura udara tidak dapat keluar lagi dari rongga pleura (one-way valve)
tekanan intrapleural meningkat paru-paru kolaps pertukaran udara tidak
adekuat hipoksia meningkatkan usaha pernafasan merintih
2.3 Mekanisme nyeri paha pada kasus (FISIOLOGI nya)
(2, 5, 8, 9, 11)
Jawab:
Trauma tumpul ( Kecelakaan lalu lintas) energi kinetik yang terbentuk
sangat besar eneri kinetik yang terbentuk berubah menjadi shockwave yang
harus diterima jaringan terjadi penekanan pada os. Femur Fraktur
femur stimulasi saraf nyeri nyeri paha
3.1 Interpretasi dan mekanisme pemeriksaan sekilas
(3, 6, 9, 10)
Keadaan
korban
Normal Interpretasi Mekanisme
Sadar tapi
terlihat bingung
dan cemas
Sadar
sepenuhnya
Penurunan kesadaran
(delirium)
Suplai O2 ke otak berkurang gangguan
fungsi otak penurunan kesadaran
delirium
Kesulitan
bernafas
Tidak ada
kesulitan
Gangguan pernapasan Trauma tumpul pada thorax, udara dari
dalam paru-paru bocor ke rongga pleura
udara tidak dapat keluar lagi dari
rongga pleura (one-way valve)
tekanan intrapleural meningkat paru-
paru kolaps pertukaran udara tidak
adekuat hipoksia kesulitan bernafas
RR: 40x/menit 16 – 24 x /
menit
takipneu Hipoksia meningkatkan usaha
pernafasan laju respirasi meningkat
Nadi 110
x/menit
60-100
x/menit
Takikardia Cardiac output menurun kompensasi
jantung peningkatan denyut jantung
takikardia
TD: 90/50
mmHg
120/80
mmHg
hipotensi Kecelakaan lalu lintas dada menumbur
setir trauma tumpul pada thorax
udara dari dalam paru-paru bocor ke
rongga pleura udara tidak dapat keluar
lagi dari rongga pleura (one-way valve)
tekanan intrapleural meningkat
mediastinum terdorong ke arah yang
berlawanan menekan aliran balik vena
output jantung menurun syok non
hemoragik hipotensi
Wajah dan bibir
terlihat
kebiruan
Tidak ada
kebiruan
Sianosis Hipoksia penurunan suplai O2
peningkatan kadar hemoglobin yang tidak
terikat dengan O2 hemoglobin
tereduksi diskolorisasi yang tampak
pada wajah dan bibir sebagai kebiruan
Kulit pucat,
dingin, dan
berkeringat
dingin
Tidak pucat
& dingin
Kurang perfusi O2 di
perifer
Hipoksia penurunan perfusi O2 ke
jaringan perifer kulit pucat, dingin,
berkeringat dingin.
5.1 Bagaimana melakukan Triage/Triase
(9, 10, 3, 4)
Jawab:
Triase berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triage dan diturunkan
dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus
memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan
jenis perawatan gawat darurat.
Di rumah sakit, didalam triase mengutamakan perawatan pasien berdasarkan
gejala. Perawat triase menggunakan ABC keperawatan seperti jalan nafas,
pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi,
tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan
memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di
ruang gawat darurat.
a. Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk sangat
berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah
segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan
pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III > 25%.
b. Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas,
trauma bola mata.
c. Prioritas III (rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan. Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk
hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh
henti jantung kritis, trauma kepala berat.
Template
1. Patogenesis dan patofisiologi (10, 9, 4)
Jawab:
2. Tatalaksana (9, 10, 4, 11)
Jawab:
3. KDU (9, 3, 5, 11)
Jawab:
3B, Kasus Gawat Darurat. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Mampu memberikan terapi
pendahuluan dan merujuk ke spesialis yang relevan.
Learning Issue
1. Anatomi femur dan fisiologis (6, 7, 8, 9, 10, 11)
Jawab:
A. Anatomi dan Fisiologi Tulang Femur
Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter
minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan
acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil
yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah
untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil)
dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh
penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang
menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista
intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum
quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat
pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera.
Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai
crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian
lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior
batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah
berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior
dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh
permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas
condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan
langsung dengan epicondylus medialis.
Otot-otot femur terdiri dari 3 kelompok
1. Kelompok anterior (ekstensor)
- m. rectus femoris
- m. vastus lateralis
- m. vastus medialis
- m. vastus intermedius genu
- m. sartorius
2. Kelompok medial (adduktor)
- m. pectineus
- m. gracilis
- m. adductor longus
- m. adductor brevis
- m. adductor magnus
3. Kelompok posterior (fleksor)
- m. biscep femoris
- m. semitendinosus
- m. semimembranosus
- m. psoas major
- m. iliacus
- m. tensor fascia lata
Vaskularisasi femur: arterarteri femoralis bercabang jadi sirkumflexa media dan lateral
memperdarahi proximal femur, ke bawah terabgi jadi dua superficial (berjalan di medial,
menyebrang ke tengah dan posterior, ke poplitea keluar dari a. poplitea, jadi tibialis ante dan
poste) dan profunda, a obturator, vena saphena magna, vena obturator, vena femoralis.
B. Definisi Fraktur Femur
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh
laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok.
C. Klasifikasi Fraktur Femur
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam kapsul sendi panggul
- Fraktur kapital: pada kaput femur
- Fraktur subkapital: fraktur yang terletak dibawah kaput femur
- Fraktur transervikal: fraktur pada kolum femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
Terjadi di luar kapsul sendi panggul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih
kecil /pada daerah intertrokhanter.
- Fraktur sepanjang trokanter mayor dan minor
- Fraktur intertrokanter
- Fraktur subtrokanter
Fraktur Kolum Femur
Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur,
yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai
dengan bagian proksimal dari intertrokanter. Fraktur kolum femur dapat disebabkan oleh trauma
langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung
yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Pada pemeriksaan fisik, fraktur kolum femur dengan pergeseran akan menyebabkan
deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan pada fraktur tanpa
pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang
terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di
inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan.
Standar pemeriksaan radiologi untuk fraktur kolum femur adalah rontgen pinggul dan pelvis
anteroposterior dan cross-table lateral.
Klasifikasi fraktur kolum femur menurut Garden’s adalah sebagai berikut :
a. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
b. Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
c. Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)
d. Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian segmen yang
bersinggungan
Klasifikasi Garden’s untuk Fraktur Kolum FemurKlasifikasi Pauwel’s untuk fraktur kolum
femur juga sering digunakan. Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis
fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak.
a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal pada posisi tegak
b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang horizontal pada posisi tegak
c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal pada posisi tegak
Klasifikasi Pauwel’s untuk Fraktur Kolum Femur
Fraktur Subtrochanter Femur
Faktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam
beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding
& Magliato, yaitu :
- tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
- tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
- tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
Fraktur Batang Femur/ Diafisis femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas
dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan
daerah yang patah. Dibagi menjadi :
1. Tertutup
2. Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah
dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya
diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang
ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
Gambaran Klinis
Penderita pada umumnya dewasa muda. Ditemukan pembengkakan dan deformitas pada tungkai
atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan mungkin datang dalam keadaan schok.
Penatalaksanaan
4. Terapi konservatif
- Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk
mengurangi spasme otot
- Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama
yang bersifat kominutif dan segmental.
- Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis
5. Terapi operatif
- Pemasangan plate and screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur
- Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup
ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur diafisis.
- Fiksasi eksternal terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected
pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
Fraktur Supracondyler Femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini
biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur
supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi
gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
Fraktur Intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi
bentuk T fraktur atau Y fraktur.
Fraktur Condyler Femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan
tekanan pada sumbu femur keatas.
Fraktur Suprakondiler Femur Dan Fraktur Interkondiler
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas
metafisis dengan diafisis femur. Fraktur suprakondiler femur sering bersama-sama dengan
fraktur interkondiler yang memberikan masalah pengelolaan yang lebih kompleks.
Klasifikasi menurut Neer, Grantham, Shelton (1967) :
Tipe I: fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk T.
Tipe IIA: fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafisis (bentuk Y).
Tipe II: sama seperti IIA tetapi bagian metafisis lebih kecil.
Tipe III: fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler yang tidak total.
2. Pelvis spring manuver (1, 3, 5, 7, 9, 11)
Jawab:
3. Jenis-jenis gangguan breathing
Jawab:
1) Pneumothorax terbuka / open pneumothorax
Luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan pneumothorax
terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan
tekanan atmosfer. Trauma ini dapat timbul karena benda tajam. Sedemikian
rupa sehingga ada hubungan udara luar dengan rongga pleura, sehingga paru
menjadi kuncup. Apabila lubang ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trakea,
maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang pada dinding dada
dibandingkan melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang begitu hebat.
Akibatnya ventilasi menjadi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia.
Dengan demikian maka langkah awal pada open pneumothorax adalah
menutup luka dengan kassa oklusif steril yang di plester 3 sisi saja. Dengan
penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek katup dimana saat inspirasi
kassa penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam.
Saat ekspirasi kassa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar.
2) Tension pneumothorax
Apabila ada mekanisme ventil, kebocoran udara yang berasal dari paru paru
atau dari luar melalui dinding dada, masuk kedalam rongga pleura dan tidak
dapat keluar lagi (one way valve), maka udara akan semakin banyak pada
satu sisi rongga pleura. Akibatnya adalah paru sebelahnya akan tertekan,
dengan akibat sesak yang berat = mediastinum akan terdorong, dengan akibat
timbul syok.
Penyebab tersering dari tension pneumothorax ini adalah komplikasi
penggunaan ventilasi mekanik (ventilator). Dengan ventilasi tekanan positif
pada penderita yang ada kerusakan pada pleura visera. Tension pneumothorax
juga dapat timbul akibat cidera thorax, misalnya cidera tulang belakang
thorax yang mengalami pergeseran. Pada penyakit ini ditandai dengan gejala
nyeri dada, sesak yang berat, distres pernafasan, takikardia, hipotensi, deviasi
trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi, dan distensi vena leher.
Diagnosa yang ditegakkan secara klinis, pada perkusi yang hipersonor dan
hilangnya suara nafas pada hemothorax yang terkena pada pada tension akan
membedakan dengan hasil klinis temponade jantung. Sehingga apabila
keadaan berat, maka petugas harus mengambil tindakan dengan melakukan
dekompresi memakai jarum besar (needle thoracocentesis), menusuk dengan
jarum besar ini dilakukan diruang intercostal 2 (ICS 2) pada garismid-
klavikula.
3) Hematothorax masif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Pada keadaan
ini akan terjadi sesak karena darah dalam rongga pleura, dan syok karena
kehilangan darah. Tidak banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada keadaan
ini. Satu-satunya cara adalah dengan mengganti darah yang hilang dengan
pemasangan infus dan membawa penderita secepat mungkin ke RS dengan
harapan masih dapat menyelamatkan dengan tindakan yang cepat di UGD
yaitu tindakan “thoracotomy”.
4) Flail chest
Terjadinya flail chest dikarenakan fraktur iga multiple pada dua atau lebih
tulang dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flail chest
(segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding
dada. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru akan
masuk kedalam. Ini dikenal sebagai pernafasan paradoksal.
Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun yang lebih diwaspadai
adalah adanya kontusio paru yang terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi
harus dibantu dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi tambahan.
Di RS penderita akan dipasang pada respirator, apabila analisis gas darah
menunjukkan pO2 yang rendah atau yang tinggi.
flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena spilnting pada
awalanya (terbelat) dengan dinding. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan
thorax bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan
pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan
membantu diagnosis.
Etiologi
1. Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke
mediastinum/daerah jantung
2. Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam,
traumatik atau spontan
3. Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka
rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP,
ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI, 1995).
Manifestasi Klinik
1. Tamponade jantung :
· Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan
menembus jantung.
· Gelisah.
· Pucat, keringat dingin.
· Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
· Pekak jantung melebar.
· Bunyi jantung melemah.
· Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
· ECG terdapat low voltage seluruh lead.
· Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
· Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
· Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3. Pneumothoraks :
· Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
· Gagal pernapasan dengan sianosis.
· Kolaps sirkulasi.
· Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara
napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
· pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
· Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal
hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi
melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal
(Mowschenson, 1990).
Deformitas tulang Diskrepensi (bisa lebi panjang dan pendek), angulasi (bowing), rotasi.
Daftar Pustaka
1. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone. 2007. 355-71;
429-45.
2. Brinker. Review of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001.53-63.
2. Fizuhri SB. Uji Banding Penggunaan Skrew Paralel pada Fraktur Colum Femur: Sebuah
Studi Biomekanika. Available at: http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/ detail.jsp?
id=107838&lokasi=lokal. Accessed on: September 15, 2015.
3. Apley AG, Solomon L. Apley’s System of Orthopaedics Fractures. ButterworthHeinemann,
1993. 364-374.
4. Anonim. Femur. Available at: http://www.answer.com/library/sport%20science%20and%20
medicine-cid.29334. Accesed on: September 15, 2015
5. Penyembuhan tulang. Available at: http://prastiwisp.wordpress.com/2010/07/08/proses-
penyembuhan-dan-pertumbuhan-tulang-komposisi-tulang/. Accesed on: September 15, 2015