dysfunctional uterine bleeding in emergency medicine
DESCRIPTION
DUBTRANSCRIPT
DYSFUNCTIONAL UTERINE BLEEDING IN EMERGENCY
MEDICINE
Latar Belakang
Perdarahan uterus abnormal merupakan masalah yang sering didapatkan pada
unit gawat darurat. Perdarahan uterus disfungsi (DUB) dapat didefinisikan sebagai
perdarahan uterus abnormal tanpa didapatkan adanya masalah organik. Perdarahan
uterus disfungsi merupakan penyebab tersering dari perdarahan uterus abnormal pada
wanita dengan usia reproduktif. Perdarahan uterus disfungsi akan mempengaruhi
masalah finansial dan kualitas hidup. Hal ini mempengaruhi kesehatan wanita tersebut
baik dari sisi medis maupun sosial.
Patofisiologi
Siklus menstruasi yang normal adalah 28 hari dan dimulai dari hari pertama
mens tersebut. Selama 14 hari pertama (fase folikular) dari siklus menstruasi, lapisan
endometrium akan mengalami penebalan akibat pengaruh dari estrogen, sebagai
respon terhadap kenaikan dari level estrogen, kelenjar pituitari akan mensekresikan
follicle-stimulating hormon (FSH) dan luteinizing hormon (LH) yang akan
menstimulasi pelepasan dari ovum pada pertengahan siklus menstruasi. Kapsul
folikular yang tersisa akan membentuk korpus luteum.
Setelah ovulasi, fase luteal akan dimulai dan ditandai dengan produksi
progesteron dari korpus luteum. Progestoren akan memicu pematangan dari dinding
uterus dan membuatnya siap untuk implantasi. Jika implantasi tidak terjadi, dengan
tidak adanya human chorionic gonadotropin (hCG), korpus luteum akan mati disertai
dengan penurunan yang sangat drastis dari level estrogen dan progesteron. Penurunan
dari hormon ini akan menyebabkan vasokonstriksi dari arteriol spiral yang berada di
endometrium. Hal ini memicu kepada menstruasi, yang mana terjadi sekitar 14 hari
setelah ovulasi ketika jaringan endometrium yang iskemik menjadi nekrosis dan
gugur.
Terminologi yang biasa digunakan untuk mendeskripsikan perdarahan uterus
abnormal:
Menorrhagia – perdarahan uterus yang memanjang (> 7 hari) atau berlebihan (>
80 ml per hari) dan terjadi pada interval yang regular.
Metrorrhagia – perdarahan uterus yang terjadi pada interval yang tidak regular
dan lebih sering terjadi dibandingkan interval yang normal.
Menometrorrhagia – perdarahan uterus yang memanjang dan berlebihan yang
terjadi pada interval yang tidak regular dan lebih sering terjadi dibandingkan
interval yang normal.
Intermenstrual bleeding – perdarahan uterus dengan jumlah beragam yang terjadi
diantara periode menstruasi yang regular.
Midcycle spotting – bercak darah yang terjadi sebelum ovulasi, biasa terjadi
akibat dari penurunan level estrogen.
Postmenopausal bleeding – perdarahan yang terjadi secara berulang pada wanita
yang telah mengalami menopausal minimal 6 bulan hingga 1 tahun setelah
penghentian siklus.
Amenorrhea – tidak terjadinya perdarahan uterus selama 6 bulan atau lebih.
Perdarahan uterus disfungsi merupakan diagnosis pengecualian. Hal ini dapat
dibagi menjadi perdarahan ovulasi dan tidak ovulasi (anovulasi), didiagnosa setelah
kehamilan, obat-obatan, penyebab iatrogenik, patologi traktus genitalia, keganasan,
dan penyakit sistemik telah disingkirkan dengan investigasi yang memadai. Sekitar
90% kasus dari perdarahan uterus disfungsi disebabkan oleh anovulasi dan 10% kasus
berasal dari siklus ovulasi.
Perdarahan uterus disfungsi akibat anovulasi berasal dari gangguan
hypothalamic-pituitary-ovarian axis yang normal dan sering terjadi pada usia
reproduktif yang ekstrim. Ketika ovulasi tidak terjadi, maka progesteron tidak akan
diproduksi untuk menstabilkan endometrium; untuk itu, proliferasi dari endometrium
akan menetap. Episode dari perdarahan akan menjadi tidak regular, dan amenorrhea,
metrorrhagia, serta menometrorrhagia sering terjadi. Perdarahan yang berasal dari
anovulasi berasal dari perubahan konsentrasi prostaglandin, peningkatan respon
endometrium terhadap prostaglandin yang memicu vasodilatasi, serta perubahan dari
struktur pembuluh darah endometrium.
Perdarahan uterus disfungsi akibat ovulasi, perdarahan akan terjadi sesuai
dengan siklus dan menorrhagia dipercaya terjadi akibat kerusakan dari mekanisme
yang melakukan kontrol dari menstruasi. Dapat disimpulkan bahwa pada wanita
dengan perdarahan uterus disfungsi akibat ovulasi, ada terjadi peningkatan dari
jumlah darah yang hilang yang berasal dari pembuluh darah yang menyalurkan nutrisi
ke endometrium mengalami vasodilatasi akibat dari menurunnya tonus dari pembuluh
darah dan prostaglandin dipercaya sebagai penyebab utama. Untuk itu, wanita
tersebut akan mengalami kehilangan darah tiga kali lebih cepat dibandingkan wanita
dengan menstruasi yang normal.
Epidemiologi
Angka kejadian
United States
Perdarahan uterus disfungsi merupakan salah satu masalah ginekologi tersering
yang terjadi. Sekitar 5% dari wanita usia 30-49 tahun akan melakukan konsultasi
kepada dokter setiap tahunnya untuk mendapatkan terapi akibat menorrhagia.
Sekitar 30% dari seluruh wanita melaporkan sedang mengalami menorrhagia.
Internasional
Tidak ada kultur yang mempengaruhi terjadinya masalah ini
Angka kematian
Kematian pada kasus ini berhubungan dengan jumlah darah yang hilang pada
menstruasi, yang dapat memicu kepada kondisi gawat dan berujung kepada syok
hemoragik. Perdarahan menstruasi yang berlebihan merupakan 2/3 dari alasan
dilakukannya histerektomi dan endoscopy endometrial destructive surgery.
Menorrhagia memiliki beberapa dampak yang buruk, yaitu anemia dan
kekurangan zat besi, penurunan kualitas hidup serta peningkatan jumlah
pembayaran kesehatan.
Ras
Perdarahan uterus disfungsi tidak dipengaruhi dengan suku bangsa; tetapi, wanita
kulit hitam memiliki angka kejadian lebih tinggi untuk leiomyoma dan hasilnya
mereka memiliki resiko lebih tinggi untuk perdarahan uterus abnormal.
Usia
Perdarahan uterus disfungsi sering terjadi pada usia reproduksi yang ekstrim, baik
ditahun permulaan atau di tahun akhir, tetapi hal ini tetap dapat terjadi di usia
berapapun pada usai reproduktif.
o Banyak kasus terjadi pada perempuan remaja selama dua tahun setelah ia
pertama kali mengalami menstruasi, ketika hypothalamic-pituitary axis
belum matang sehingga gagal untuk menerima respon dari estrogen dan
progesteron, sehingga terjadi kondisi anovulasi.
o Perdarahan uterus abnormal mengenai sekitar 50% wanita perimenopausal.
Pada periode perimenopausal, perdarahan uterus disfungsi akan timbul
sebagai gagalnya ovari akibat penurunan level hormon atau respon terhadap
hormon tersebut, sehingga menimbulkan siklus anovulasi. Pada pasien
dengan usia 40 tahun atau lebih, jumlah serta kualitas dari folikel ovari akan
berkurang. Folikel akan terus tumbuh tetapi tidak memproduksi estrogen
yang cukup sebagai respon terhadap FSH untuk memicu ovulasi. Estrogen
yang diproduksi biasa memicu breakthrough bleeding pada akhir siklus.
Presentasi
A. Riwayat
Pasien biasa datang dengan keluhan amenorrhea, menorrhagia, metrorrhagia,
atau menometrorrhagia. Jumlah dan frekuensi dari perdarahan dan durasi dari
gejala, serta hubungan dengan siklus menstruasi harus dikaji lebih lanjut.
Tanya kepada pasien untuk membandingkan jumlah pembalut atau tampon
yang digunakan dalam satu hari pada siklus menstruasi yang normal dengan
jumlah yang digunakan pada saat keluhan sekarang ini. Perkiraan
kemampuan penyerapan dari satu tampon atau pembalut adalah 20-30 ml
dari cairan vagina. Kebiasaan dari setiap wanita berbeda-beda, sehingga
jumlah pembalut atau tampon yang digunakan tidak dapat menjelaskan
dengan pasti. Pasien harus di tanya mengenai kemungkinan kehamilan.
Riwayat mengenai reproduksi juga harus dipertanyakan, beberapa hal yang
harus di tanya :
1. Usia menarke, riwayat menstruasi, dan kelancarannya.
2. Periode menstruasi terakhir, termasuk aliran, durasi, dan adanya
dismenore atau tidak
3. Perdarahan post-koitus
4. Gravida dan para
5. Riwayat aborsi sebelumnya atau terminasi kehamilan
6. Penggunaan kontrasepsi, penggunaan alat pengamat, dan aktivitas
seksual (termasuk aktivitas seksual yang sehat dan trauma)
7. Riwayat infeksi seksual atau kehamilan ektopik
Pertanyaan mengenai riwayat kesehatan medis terdiri dari :
1. Tanda dan gejala anemia atau hipovolemia (termasuk lelah, pusing, dan
pingsan)
2. Diabetes mellitus
3. Penyakit tiroid
4. Masalah endokrin atau tumor pituitary
5. Penyakit liver
6. Masalah kesehatan yang baru diderita, stress fisiologis, olahraga yang
berlebihan, atau perubahan berat badan
7. Penggunaan obat-obatan, termasuk hormone eksogen, antikoagulan,
aspirin, antikonvulsan, dan antibiotik.
8. Terapi alternative, seperti herbal dan suplemen.
Organisasi internasional seperti obstetrician/gynecologist and hematologist
telah mengeluarkan pedoman untuk membantu pada tenaga kesehatan untuk
dapat mengenali masalah perdarahan lebih baik, seperti penyakit von
Willebrand sebagai penyebab dari menorrhagia dan perdarahan postpartum
dan untuk mempersiapkan terapi yang lebih spesifik untuk masalah
perdarahan. Dalam sejarahnya, kurangnya kesadaran akan adanya masalah
dari perdarahan membuat wanita yang memiliki masalah perdarahan pada
traktus reproduksi menjadi tidak terdiagnosis. Organisasi ini telah membuat
rekomendasi mengenai bagaimana cara untuk mengenali, mengkonfirmasi,
dan menangani masalah perdarahan. Jika dicurigai adanya masalah
perdarahan, evaluasi untuk masalah koagulasi sangat dibutuhkan dan
konsultais kepada ahli hematologi juga disarankan. Adanya masalah
perdarahan harus dicurigai pada wanita dengan keluhan :
1. Menorrhagia sejak menarke
2. Riwayat keluarga dengan masalah perdarahan
3. Riwayat pribadi yang mencakup satu atau beberapa dari :
a. Terdapatnya memar tanpa ada riwayat trauma
b. Perdarahan dari rongga mulut atau traktus gastrointestinal tanpa
adanya lesi yang jelas.
c. Epistaksis dengan durasi > 10 menit
B. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital, termasuk perubahan postural harus dinilai. Penilaian awal
harus langsung menilai status volume cairan dan derajat anemia. Nilai
adanya pucat dan tidak adanya pembuluh darah konjungtiva untuk mengenali
anemia.
Penilaian abdomen harus dilakukan. Kelenjar getah bening dari femur dan
inguinal harus diperiksa. Tinja juga harus diperiksa untuk mengetahui
kemungkinan adanya darah.
Pasien dengan hemodinamik yang stabil dapat dilakukan pemeriksaan
speculum pada pelvik, bimanual, dan rektovaginal untuk mencari tahu
penyebab dari perdarahan vagina. Pemeriksaan fisik secara teliti dapat
membedakan sumber perdarahan berasal dari vagina atau rectum.
Pemeriksaan harus menilai :
1. Vagina harus diinspeksi untuk menilai tanda trauma, lesi, infeksi, atau
benda asing
2. Servik harus dilihat dan inspeksi adanya lesi, polip, infeksi, dan IUD
3. Perdaraha dari os serviks
4. Pemeriksaan rektovaginal harus dilakukan untuk menilai cul-de-sac,
dinding posterior dari uterus, dan ligament uterosacral.
Abnormalitas dari struktus uterus atau ovarium, termasuk leiomyoma atau
fibroid uterus dapat ditemukan pada pemeriksaan bimanual.
Pasien dengan kelainan pada darah harus dinilai mengenai kelainan yang ada
pada kulit yang mencerminkan adanya perdarahan. Tanda-tanda fisik yang
dapat ditemukan seperti petekiae, purpura, dan perdarahan mukosa (misal :
gusi) sebagai tambahan dari perdarahan vagina.
Pasien dengan penyakit liver yang menggambarkan terjadinya koagulopati
dapat memberikan gejala tambahan akibat dari fungsi liver yang abnormal.
Evaluasi pasien dengan spider angioma, palmar erythema, splenomegaly,
ascites, jaundice dan asterixis.
Wanita dengan polycystic ovary disease akan datang dengan tanda
hiperandrogenisme, termasuk hirsutisme, obesitas, acne, pembesaran
ovarium yang dapat dipalpasi, dan acanthosis nigricans (hiperpigmentasi
yang biasa didapat pada kulit di leher, selangkangan, dan axilla).
Hiperaktif dan hipoaktif dari kelenjar tiroid dapat menyebabkan menstruasi
menjadi irregular. Pasien dapat memiliki tingkat gangguan dari tanda-tanda
vital yang berbeda-beda, tanda pada mata, tremor, perubahan pada struktur
kulit, dan perubahan berat badan. Goiter juga dapat muncul.
C. Etiologi
Beberapa hal dipercaya dapat menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal,
seperti :
1. Penyakit sistemik, seperti trombositopenia, hipotiroidisme, cushing disease,
penyakit liver, diabetes mellitus, dan adrenal serta gangguan endokrin
lainnya yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal.
2. Kehamilan dan masalah akibat dari kehamialan juga dapat berhubungan
dengan perdarahan vagina.
3. Trauma pada serviks, vulva, atau vagina dapat menyebabkan perdarahan
uterus abnormal.
4. Karsinoma pada vagina, serviks, uterus dan ovarium harus selalu dicurigai
pada pasien dengan riwayat dan pemeriksaan fisik yang mendukung. Kanker
endometrium dapat disertai dengan obesitas, diabetes mellitus, siklus
anovulasi, nulliparity, dan usia lebih dari 35 tahun.
5. Penyebab lain dari perdarahan uterus abnormal menyangkut masalah
structural seperti kista ovarium fungsional, cervicitis, endometritis,
salpingitis, leiomyoma dan adenomiosis. Dysplasia pada serviks atau
patologi pada traktus genitalia lainnya.
6. Polycystic ovary disease (PCOS) menyebabkan produksi estrogen yang
berlebih dan dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal.
7. Masalah koagulasi primer, seperti von Willebrand disease,
myeloproliferative disorders, dan immune thrombocytopenia dapat
menyebabkan perdarahan irregular.
8. Olah raga yang berlebih, stress, dan penurunan berat badan dapat
menyebabkan penekanan pada hipotalamus sehingga menyebabkan
perdarahan uterus abnormal akibat gangguan dari HPO axis.
9. Masalah perdarahan biasa disebabkan oleh pil kontrasepsi kombinasi serta
metode progestin-only untuk mengontrol kehamilan. Tetapi seiring dengan
bertambahnya waktu, maka resiko perdarahan akan semakin menurun.
Sehingga, hanya dengan konseling dan penjelasan kepada pasien pada bulan-
bulan pertama penggunaan sangat penting.
10. IUD dapat menyebabkan perdarahan vagina yang bervariasi pada beberapa
siklus awal pemasangan dan pengeluaran bercak-bercak darah juga dapat
terjadi. The progesterone impregnated IUD (mirena) jarang disertai dengan
menometrorrhagia dan biasa timbul akibat dari amenorrhea sekunder.
Diagnosis Banding
Adenomyosis
Anovulation
Anticoagulants
Antipsychotics
Cervical Cancer
Cervicitis
Coagulopathies
Early Pregnancy Loss in Emergency Medicine
Emergent Management of Abruptio Placentae
Emergent Management of Ectopic Pregnancy
Emergent Treatment of Endometriosis
Endocervical Polyp
Endometrial Carcinoma
Endometrial Polyp
Estrogen Therapy
Fibroids (leiomyomata)
Foreign body
Hydatidiform Mole
Hyperthyroidism
Hypothyroidism
Iatrogenic Cushing Syndrome
Intrauterine device
Liver disease
Mullerian Duct Anomalies
Oral contraceptives
Ovarian Cysts
Pelvic Inflammatory Disease
Placenta Previa
Platelet Disorders
Polycystic Ovarian Syndrome
Prolactinoma
Renal disease
Trauma
Vascular Surgery for Arteriovenous Malformations
Vulvovaginitis
von Willebrand Disease
Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
Saat melakukan evaluasi pada wanita dengan usia reproduksi dengan
perdarahan pervaginam, kehamilan harus disingkirkan dengan pemeriksaan
human chorionic gonadotropin pada urin dan darah.
Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil , perdarahan yang
berlebihan atau gejala klinis anemia, pemeriksaan darah lengkap harus
dilakukan.
Pemeriksaan koagulasi dapat dilakukan saat ada indikasi seperti temuan pada
riwatat maupun pemeriksaan fisik dan pada pasien dengan penyakit liver atau
koagulopati lainnya.
Pada pasien yang dicurigai mengalami gangguan pada endokrin,
pemeriksaan laboratoium lainnya seperti tes fungsi tiroid dan kadar prolactin
sangat berguna, meskipun pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada unit
gawat darurat.
B. Radiologi
Ultrasonography pada pelvik merupakan pemeriksaan yang penting bagi
wanita yang tidak hamil tetapi memiliki perdarahan pervaginam yang
abnormal. Hal ini dapat menunjukan penyebab dari perdarahan seperti
fibroid uterus, penebalan endometrium, atau massa fokal.
o Penebalan pada endometrium dapat mengindikasikan adanya lesi atau
estrogen yang berlebihan dan dapat juga menunjukan keganasan.
Jaringan endometrium dengan tebal < 4 mm dapat menyingkirkan
kemungkinan terjadinya hyperplasia endometrium atau kanker, dan
pemeriksaan biopsy tidak perlu untuk dilakukan sebelum
memberikan terapi.
Wanita dengan ketebalan jaringan endometrium yang normal (5-
12mm) dapat dilakukan pemeriksaan biopsy terutama ketika ia
memiliki resiko tinggi terhadap kanker endometrium.
Ketika ketebalan jaringan endometrium > 12 mm, biopsy harus
dilakukan.
o Bergantung dari seberapa bahayanya untuk mencari tahu menyebab dari
perdarahan dan pengaruhnya terhadap kondisi pasien kedepannya,
ultrasonography dapat dilakukan bagi pasien yang tidak dirawat inap
karena kebanyakan dari pasien yang tidak hamil, hasil dari
ultrasonography tidak terlalu memberi dampak pada keputusan yang
diambil pada unit gawat darurat.
Ultrasonography transvaginal dapat sangat membantu untuk mengevaluasi
kista ovarium dan cairan pada cul-de-sac.
CT scan dapat berguna untuk evaluasi primer pada penyebab lain dari akut
abdomen atau nyeri pelvik.
MRI terutama digunakan untuk menentukan derajat dari kanker.
C. Prosedur
Sebelum memberikan terapi, banyak konsultan ginekologi melakukan
pengambilan sample pada endometrium atau biopsy untuk menegakan
diagnosis patologi didalam uterus dan menyingkirkan kemungkinan
keganasan pada endometrium.
Biopsy pada endometrium dapat diindikasikan pada pasien dengan
perdarahan uterus abnormal :
1. Wanita dengan usia > 35 tahun
2. Pasien obese
3. Wanita dengan periode stimulasi estrogen berlebih yang memanjang
4. Wanita dengan anovulasi kronik.
Hysteroscopy merupakan terapi yang terbaik untuk mendeteksi lesi didalam
uterus. Tindakan ini membutuhkan pemeriksaan yang lengkap untuk
memeriksa bagian permukaan dari endometrium. Tetapi, tindakan ini dapat
pula dilakukan sebagai terapi bagi lesi yang terdeteksi dan tidak terlalu
berbahaya.
Penatalaksanaan
A. Emergency Department Care
Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil dengan perdarahan yang tidak
terkontrol serta tanda-tanda kehilangan darah yang signifikan harus
dilakukan resusitasi secara agresif dengan salin dan darah seperti pada
penanganan tipe lain dari syok hemoragik
1. Evaluasi ABC dan nilai mana yang menjadi prioritas
2. Pasang 2 large-bore IV lines, oksigen, dan monitor cardiac
3. Jika perdarahan terus terjadi dan pasien tidak memberi respon terhadap
pemberian cairan, maka pemilihan pemberian estrogen konjugasi
(Premarin) 25 mg IV setiap 4-6 jam hingga perdarahan berhenti.
4. Pada wanita dengan perdarahan yang berat dan perdarahan uterus yang
menetap, maka tindakan dilation and curettage (D&C) penting untuk
segera dilakukan.
Combination oral contraceptive (COC) pil dapat digunakan pada wanita yang
tidak hamil dan tidak memiliki anatomi yang abnormal. Kontrasepsi oral
dapat diberikan berupa ethynyl estradiol 35mcg dua kali sehari hingga
perdarahan berhenti selama tujuh hari, dan dosis dapat diturunkan menjadi
satu pil perhari hingga pengobatan lengkap. Terapi ini dapat memberikan
manfaat tambahan seperti mengurangi dismenore dan kontrasepsi. Efek
samping yang ditimbulkan berupa mual dan muntah.
Progesterone saja dapat digunakan untuk membantu menstabilkan
endometrium yang tidak matang. Pengobatan ini biasa banyak memberi
manfaat jika diberikan pada wanita dengan perdarahan uterus disfungsi
anovulasi akibat wanita ini terus terpapar estrogen dalam jumlah yang tinggi.
Medroxyprogesterone acetate 10 mg dapat diminun satu kali sehari selama
10 hari dan akan diikut dengan withdrawal bleeding selama 3-5 hari setelah
pengobatan lengkap. Sekarang ini, belum ada fakta yang mampu
menunjukan perbandingan antara efek yang ditimbulkan pada pemberian
progesterone saja atau pada kombinasi dengan estrogen untuk terapi
perdarahan uterus disfungsi.
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) efektif untuk terapi
perdarahan uterus disfungsi dan dismenore. NSAID dapat menghambat
cyclooxygenase pada asam arakidonik sehingga dapat menghambat sintesis
prostaglandin dan meningkatkan jumlah dari thromboxane A2. Hal ini dapat
memicu vasokonstriksi dan meningkatkan agregasi platelet. Pengobatan ini
dapat mengurangi darah yang keluar sebanyak 20-50%. NSAID akan sangat
efektif jika diberikan pada hari pertama menstruasi atau sebelum menstruasi
dna dilanjutkan selama menstruasi.
Danazol dapat menciptakan lingkungan hipoestrrogenik dan
hiperandrogenik, yang dapat memicu kepada atrofi dari endometrium
sehingga menurunkan jumlah dari perdarahan. Efek samping yang dapat
ditimbulkan adalah nyeri pada otot, atrofi payudara, hisrsutism, kenaikan
berat badan, kulit berminyak, dan jerawat. Akibat efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh androgen, maka obat ini digunakan sebagai pengobatan
pilihan kedua sebelum dilakukannya operasi dalam jangka pendek.
Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonist sangat berguna untuk
penggunaan jangka pendek yang dapat menyebabkan amenorrhea dan
memberi kesempatan kepada tubuh wanita tersebut untuk membentuk
kembali massa sel darah merah. Terapi ini akan menyebabkan hipoestrogenik
yang sama dengan menopause. Efek samping yang dapat ditimbulkan berupa
gejala menopause dan bone loss dengan penggunaan jangkan panjang.
Tranexamic acid merupakan obat antifibrinolisis yang memiliki dampak
dalam menghambat plasminogen. Obat ini akan menurunkan aktivitas dari
fibrinolysis didalam pembuluh darah endometrium untuk mencegah
perdarahan. Terapi ini efektif dalam mengurangi perdarahan pada wanita
hingga 50 % dari kasus perdarahan uterus disfungsi. Tetapi pengobatan ini
tidak diizinkan untuk pengobatan perdarahan disfungsi di United state.
B. Terapi lainnya
The American College of Obstetricians and Gynecologists mengeluarkan
pedoman untuk memberikan terapi pada perdarahan uterus abnormal yang
disertai dengan disfungsi ovulasi. Mereka mengikuti rekomendasi dan
kesimpulan dengan level B, yaitu :
The levonorgestrel intrauterine device (IUD) efektif dalam terapi perdarahan
uterus abnormal dan dapat diberikan pada berbagai usia.
Terapi medis untuk perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan
disfungsi ovulasi, yaitu terapi progestin dan kontrasepsi hormonal kombinasi.
Wanita yang sudah cukup memiliki anak, pada mereka yang gagal dalam
pemberian terapi medis, atau pada mereka yang memiliki kontraindikasi
terhadap terapi medis merupakan kandidat untuk histerektomi tanpa
memperhatikan serviks.
Karena perdarahan uterus abnormal berhubungan dengan disfungsi ovulasi
yang merupakan abnormalitas dari endokrin, penyakit yang mendasari
masalah ini harus diterapi secara medis bukan operasi. Terapi operasi jarang
diindikasikan untuk terapi pada perdarahan uterus abnormal yang
berhubungan dengan disfungsi ovulasi kecuali terapi medis gagal,
kontraindikasi, atau tidak dapat di toleransi oleh pasien, atau pasien memiliki
intracavitary lesion.
Penelitian oleh Ammerman and Nelson mengindikasikan kepada pasien rawat
jalan untuk pemberian terapi kombinasi berupa injeksi depo-
medroxyprogesterone acetate (150 mg) dengan medroxyprogesterone oral (20
mg) setiap 8 jam selama 3 hari yang dapat memberhentikan perdarahan uterus
abnormal secara akut. Dalam 5 hari, pasien yang mendapatkan terapi tersebut
akan mengalami pemberhentian perdarahan.
C. Konsultasi
Carilah konsultan ginekologi bagi pasien yang membutuhkan penstabilan
hemodinamik. Jika pemberian terapi secara parenteral tidak dapat
memberhentikan perdarahan vagina pada pasien dengan hemodinamik yang
tidak stabil, unit gawat darurat merupakan tempat yang tepat.
Konsultasi bagi kasus yang gawat kepada ginekologis untuk terapi operasi
sangat penting untuk pasien yang tidak ingin mengalami infertilitas dan pada
wanita yang gagal mendapatkan terapi medis. Tindakan ablasi endometrium
dan histerektomi efektif untuk terapi pada wanita perdarahan uterus disfungsi
dengan tingkat kepuasan yang tinggi.
o Ablasi endometrium dapat dilakukan dengan menggunakan laser,
electrocautery, atau rollerball. Amenorrhea dapat timbul pada 35% yang
dilakukan terapi dan penurunan aliran darah terjadi pada 45% wanita.
Walaupun kegagalan terapi meningkat seiring dengan berjalannya waktu
akibat terjadinya regenerasi endometrium. 30% wanita membutuhkan
operasi ulang setelah melakukan endometrial ablasi.
o Histerektomi merupakan terapi yang paling efektif untuk perdarahan.
Tetapi terapi ini meberikan efek samping yang lebih banyak dan lebih
sering dibandingkan terapi konservatif atau prosedur ablasi. Waktu
operasi, perawatan dirumah sakit, waktu pemulihan, serta biasa yang
harus dikeluarkan jauh lebih besar dibandingkan lainnya. Oleh karena
itu, histerektomi hanyak dilakukan pada pasien yang memilih untuk
dilakukan tindakan tersebut.
Terapi Medikasi
Tujuan dari terapi menggunakan obat-obatan ini berguna untuk mengontrol tingkat
perdarahan, menurunkan angka kematian dan mencegah komplikasi. Beberapa kelas
obat-obatan yang dapat digunakan :
A. Hormon Steroid
Golongan obat ini dapat membantu dalam mengontrol perdarahan. Beberapa
dari jenis obat ini digunakan pada kasus dengan perdarahan yang sangat berat dan
pada pasien yang tidak respon terhadap pemberian terapi cairan. Jenis obat :
1. Ethinyl estradiol 35 g dan norethindrone 1 mg (Necon 1/35, Nortrel 1/35,
Ortho-Novum 1/35, Norinyl 1+35)
Jenis obat ini dapat mengurangi sekresi dari LH dan FSH dari pituitary
dengan mengurangi jumlah dari GnRH. Pil kontrasepsi yang mengandung
estrogen dan progestin dapat dianjurkan bagi pasien dengan perdarahan
uterus disfungsi yang tidak merokor yang membutuhkan kontrasepsi. Terapi
ini juga dapat digunakan untuk menangani acute hemorrhagic uterine
bleeding tetapi tidak seefektif terapi lainnya karena terapi ini membutuhkan
waktu yang cukup lama agar progestin dapat menstimulasi proliferasi dari
endometrium. Mekanisme yang dipercaya bekerja pada terapi hormonal
dalam menangani perdarahan adalah dengan memperbaiki kemampuan
koagulasi, perubahan dari sirkulasi mikrovaskular dan perbaikan dari susuan
endotel. Pada penanganan jangka panjang dari perdarahan uterus disfungsi
dengan menggunakan terapi oral kontrasepsi kombinasi dipercaya sangat
efektif.
2. Danazol
Analog steroid sintetis, turunan dari ethisterone, dengan aktivitas
antigonadotrofi yang sangat kuat (menghambat LH dan FSH) dan aktivitas
androgen yang sangan lemah tanpa efek maskulin dan virilizing. Akan terjadi
peningkatan jumlah dari jumlah C4 sebagai komponen dari komplemen.
Dapat mendorong seluruh sisa dari hematopoietic stem cell menuju siklus
dan membuat stem sel tersebut agar lebih respon terhadap hematopoietic
growth factors. Dapat pula menstimulasi sekresi edogen dari eritropoietin.
Dapat merusak pembersihan dari immunoglobulin-coated platelets dan
mengurangi produksi autoantibodi.
Sediaan androgen tertentu dalam sejarahnya dapat digunakan untuk
menangani perdarahan yang ringan-sedang, terlebih pada pasien yang
mengalami ovulasi dengan perdarahan uterus abnormal. Sediaan ini tidak
memberikan keuntungan yang nyata jika dibandingkan sediaan lainnya dan
dapat menyebabkan efek maskulin yang tidak dapat berubah kembali pada
pasien sehingga sediaan ini jarang digunakan sekarang. Penggunaan dari
androgen dapat memstimulasi eritropoietin dan efek pembekuan darah.
Androgen dapat merubah jaringan endometrium sehingga menjadi tidak aktif
dan atrofi.
3. Estrogens, conjugated (Premarin)
Sediaan ini dapat menyebabkan vasospasme pada arteri uterine dan
dapat memberikan beberapa fungsi yang berhubungan dengan koagulasi,
yang dapat mengurangi perdarahan uterus. Penggunaan dengan dosis yang
benar dapat menyebabkan pertumbuhan yang cepat pada jaringan
endometrium yang telah luruh seluruhnya dan permukaan dari epitel.
4. Medroxyprogesterone acetate (Provera)
Terapi ini merupakan terapi pilihan bagi semua pasien dengan
perdarahan uterus disfungsi dengan tipe anovulasi. Setelah episode
perdarahan akut terkontrol, terapi in dapat digunakan juga untuk pasien
dengan jumlah endogen estrogen yang adekuat untuk menstimulasi
pertumbuhan dari endometrium. Terapi progestin pada remaja dapan
memproduksi sikrul withdrawal bleeding yang regular hingga system dari
positive feedback dapat bekerja dengan sempurna. Progestin dapat
memberhentikan pertumbuhan endometrium dan mendukung serta menata
endometrium agar dapat luruh secara terorganisir setelah withdrawal. Darah
akan berhenti dengan cepat akibat dari luruhnya endometrium hingga
mencapai lapisan basalis. Terapi ini tidak dapat memberhentikan episode
perdarahan akut, tetapi dapat memproduksi siklus perdarahan yang normal
setelah withdrawal.
B. Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAIDs)
Agen obat ini dapat mengurangi perdarahan uterus disfungsi dengan menghambat
sintesis prostaglandin. NSAIDs hanyak dikonsumi selama periode menstruasi.
Jenis obat :
1. Naproxen (Naprosyn, Aleve, Naprelan)
Untuk mengurangi nyari ringan hingga sedang. Menghambat reaksi
inflamasi dan nyeri dengan mengurangi aktivitas dari cyclooxygenase, yang
bertanggung jawab terhadap sintesis prostaglandin. NSAIDs dapat
mengurangi tekanan intragromerular dan mengurangi proteinuria.
C. Gonadotropin Releasing Hormone Analog (GnRH analog)
Agen terapi ini digunakan untuk jangka pendek dan menyebabkan amenorrhea
dan memberi kesempatan agar masa sel darah merah dapat di bentuk kembali.
Jenis obat :
1. Leuprolide Acetate (Lupron, Eligard)
Obat ini akan menekan steroidogenesis dari ovarium dan testis dengan
mengurangi jumlah dari LH dan FSH. Bekerja dengan mengurangi
konsentrasi dari reseptor GnRH dipituitary melalui receptor down regulation
dan menginduki efek postreceptor yang akan menekan pelepasan dari
gonadotropin. Setelah pelepasan dari gonadotropin maka akan diikut dengan
kenaikan dari jumlah estradiol, kemudian level dari gonadotropin akan
menurun hingga level terendah sehingga terjadi hipogonadisme. Bentuk dari
terapi ini sangat efektif dalam menyebabkan amenorrhea, sehingga akan
memutus siklus dari perdarahan yang sedang terjadi pada pasien anovulasi.
Karena penggunaan jangka panjang dari terapi ini dapat menyebabkan
osteoporosis dan efek postmenopausal lainnya, maka kebanyakan dokter
akan mengganti obat yang diberikan dengan dosis yang lebih rendah. Akibat
dari harga yang mahal dari obat ini, maka biasa terapi ini tidak digunakan
sebagai terapi lini pertama tetapi dapat digunakan untuk memberhentikan
perdahan dengan jangka waktu yang singkat, terutama pada pasien dengan
gagal ginjal atau blood dyscrasia.
Follow-Up
A. Pasien rawat jalan
Banyak pasien dengan perdarahan uterus abnormal tanpa gangguan hemodinamik
harus dirujuk kepana gynecologist untuk mendapatkan terapi definitve dengan
basis pasien rawat jalan.
B. Pasien rawat inap
Pasien dengan perdarahan uterus abnormal akut dan berat disertai dengan
hemodinamik yang tidak stabil membutuhkan konsultasi ginekologis segera dan
perawatan dirumah sakit
C. Terapi medikasi bagi pasien rawat jalan dan inap
Pasien dengan perdarahan yang berat hingga menyebabkan penurunan dari
hematocrit dapat diberikan Ferrous Sulfate tablet (325 mg TID)
Sediaan hormonal, termasuk kombinasi kontrasepsi oral dan cyclic progestin
dapat diteruskan untuk beberapa bulan dibawah pengawasan dari
gynekologis.
D. Komplikasi
Anemia (jika berat)
Adenocarcinoma uterus (jika memanjang, unopposed estrogen stimulation)
E. Prognosis
Kontrasepsi hormonal akan mengurangi perdarahan hingga 40-70% jika
digunakan jangka panjang
Walaupun terapi medis biasa digunakan pertama, lebih dari setengan wanita
dengan menorrhagia akan menjalani hysterectomy dalam jangka waktu 5
tahun atau dirujuk ke gynecologist
F. Edukasi pasien
Minta pasien untuk melanjutkan obat-obatan yang telah diberikan, walapun
perdarahan masih dapat terjadi pada bagian awal dari siklus. Pasien juga
harus diberitahu mengenai akan menstruasi yang akan terjadi setelah regimen
pengobatan selesai.
Pasien muda dengan perdarahan irregular dalam jumlah sedikit harus
dipastikan dan diobservasi sebelum pemberian dari obat-obatan. Beritahu
pasien bahwa obat-obatan tidak lagi dibutuhkan juka siklus menstruasi telah
kembali normal dan regular.
Diskusi mengenai cara pasien agar dapat menghindari stress emosional yang
berkepanjangan dan mempertahankan indeks massa tubuh.