e-learning_anaerob_blok_15_mikrobiologi.rtf

Download e-learning_anaerob_blok_15_mikrobiologi.rtf

If you can't read please download the document

Upload: rafi-mahandaru

Post on 13-Aug-2015

17 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAKTERI ANAEROB (LILIS SURYANI, e-mail:[email protected]) TIK: - Mahasiswa mampu menjelaskan ciri-ciri fisiologi bakteri anaerob - Mahasiswa mampu menjelaskan sifat toksin Clostridium botulinum, patogenesis penyakit botulinum dan pemeriksaan lab.Clostridiumbotulinum - Mahasiswa mampu menjelaskan sifat toksin Clostridium tetani, patogenesis penyakit tetanus dan pemeriksaan lab.Clostridium tetani - Mahasiswa mampu menjelaskan sifat toksin Clostridium perfringens, patogenesis penyakit gas gangren dan pemeriksaan lab.Clostridium perfringens Pendahuluan Bakteri anaerob adalah bakteri yang tidak menggunakan oksigen untuk pertumbuhan dan metabolismenya, namun mendapatkan energi dari reaksi fermentasi. Bakteri ini mengurangi kadar oksigen untuk pertumbuhannya dan gagal tumbuh pada permukaan media padat yang mengandung 10% CO2 pada lingkungan udaranya. Bakteri anaerob ditemui pada seluruh bagian tubuh manusia di kulit, permukaan mukosa, dan dalam konsentrasi tinggi pada mulut dan saluran gastrointestinal. Infeksi terjadi ketika anaerob mengkontaminasi daerah tubuh yang steril. Beberapa penyakit penting yang disebabkan oleh anaerob Clostridium yang berasal dari lingkungannya atau dari flora normal adalah botulisme, tetanus, gangrene gas, keracunan makanan, dan colitis pseudomebranase. Tabel Bakteri Anaerob yang penting secara klinis Genera Daerah Anatomi Bacilli (batang) Gram Negatif Kelompok Bacteroides fragilis Kelompok Prevotella melaninogenicus Fusobacterium Gram Positif Actinomyces Lactobacillus Propionibacterium Eubacterium, Bifidobacterium,Arachnia Clostridium Cocci (Bulat) Gram positif Peptostreptococcus Gram negative Veillonella Sumber: Jawetz, et all; 2005 Kolon Mulut Mulut, usus besar Mulut Vagina Kulit Mulut, kolon Kolon Usus besar Mulut, usus besar

Fisiologi Pertumbuhan bakteri anaerob Bakteri anaerob tidak tumbuh bila ada oksigen dan akan mati oleh oksigen atau racun radikal oksigen, menyukai pH dan reduksi oksidasi potensial (Eh) pada kondisi rendah atau negative . Bakteri anaerob tidak memiliki system sitokrom pada metabolisme oksigennya. Obligat anaerob biasanya kekurangan superoksida dismutase dan katalase serta sensitive terhadap efek yang mematikan dari oksigen. Diagnosis Infeksi Anaerob Tanda-tanda klinis infeksi anaerob adalah: 1) Sekret yang berbau (disebabkan asam lemak rantai pendek dari metabolisme anaerob) 2) Infeksi yang ada di dekat permukaan selaput lender (anaerob merupakan bagian flora normal) 3) Gas yang terdapat dalam jaringan (produksi CO2, H2) 4) Kultur negative aerob Anaerob tumbuh baik pada media brucella agar, trypticasesoy agr, brain heart, infusion agar, media kompleks yang dipih mengandung kanamycin . kanamycin tidak menghambat pertumbuhan obligat anaerob. Kultur inkubasi pada suhu 35 37 C dalam lingkungan anaerob yang mengandung CO2. Clostridium Klostridia adalah batang anaerob, gram positif yang bergerak. Tempat hidup alamiahnya adalah tanah atau saluran usus hewan dan manusia. Spora klostridia biasanya lebih besar daripada diameter badan. Spora bisa terletak sentral, subterminal atau terminal. Klostridia hanya tumbuh pada keadaan anaerob. Sifat basil anaerob yang terkenal adalah ketidakmampuannya menggunakan oksigen sebagai akseptor hydrogen akhir. Kuman ini tidak mempunyai sitokrom dan sitokrom oksidase dan tidak memecah hydrogen peroksidase. Karena itu bila terdapat O2, H2O2 tertimbun sampai mencapai konsentrasi toksik. Bakteri anaerob hanya dapat melangsungkan metabolismenya pada potensial reduksi oksidasi negative (Eh). Clostridium botulinum Clostridium botulinum menyebabkan botulisme, yaitu keracunan akibat memakan makanan dimana C botulinum tumbuh dan menghasilkan racun. Selama otolisis bakteri ini mengeluarkan toksin ke dalam lingkungan sekitarnya. Toksin botulinum merupakan protein dengan BM 150.000 yang terbagi atas protein dengan BM 100.000 dan 50.000 dan dihubungkan oleh ikatan disulfida. Toksin ini diserap usus dan diikat oleh reseptor pada membrane presinapsis dari motor neuron system saraf tepid an saraf cranial. Proteolisis oleh rantai ringan toksin botulinum pada protein target di neuron akan menghambat pelepasan asetilkolin pada sinaps, mengakibatkan kurangnya kontraksi otot dan paralysis flaksid (flaccid paralysis). Toksin C botulinum tipe A dan E memecah protein sinaptosomal (SNAP-25) dengan BM 25000. toksin tipe B memecah protein membrane yang berhubungan dengan vesikel sinaptobrevin (VAMP). Dosis letal toksin botulinum bagi manusia berkisar antara 1-2 g. Penyebab keracunan botulinum yang paling sering adalah makanan kaleng yang bersifat basa, dikemas kedap udara, diberi rempah-rempah yang dimakan tanpa dimasak lagi.

Gejala klinik keracunan botulinum adalah gangguan penglihatan (inkoordinasi otot-otot mata, penglihatan ganda), ketidakmampuan menelan dan kesulitan bicara, tanda-tanda paralysis bulber berjalan progresif dan kematian terjadi karena paralysis pernafasan atau berhentinya jantung. Tidak ada demam. Penderita tetap sadar. Penderita yang sembuh tidak membentuk antitoksin dalam darah. Antitoksin yang poten terhadap tiga tipe toksin botulinum telah dibuat. Antitoksin trivalent (A, B, E) harus diberikan secara intravena sedini mungkin pada kasus keracunan botulinum. Clostridium tetani Clostridium tetani penyebab tetanus, tersebar di seluruh dunia dalam tanah dan tinja kuda serta hewan lain. Sel vegetatif C tetani menghasilkan toksin tetanospasmin tersusun dari protease bacterial dalam dua peptide dihubungkan oleh ikatan disulfide. Toksin berikatan dengan reseptor di membrane prasinaps pada motor neuron. Kemudian bergerak ke hulu melalui system transport aksomal retrograde menuju cell bodies neuron tersebut hingga medulla spinalis dan batang otak. Toksin berdifusi ke terminal dari sel inhibitor, termasuk interneuron glisinergik dan neuron yang mensekresi asam aminobutirat dari batang otak. Toksin menurunkan sinaptobrevin, yaitu suatu protein yang berperan dalam mengikat vesikel neurotransmitter pada membrane prasinaps. Pengeluaran glisin inhibitor dan asam aminobutirat gama diblok dan motor neuron tidak dihambat. Hiperfleksia, spasme otot dan paralysis spastic terjadi. C tetani bukan merupakan organisme invasive. Infeksi tetap terlokalisasi pada daerah jaringan rusak (luka, luka baker, cedera, ujung umbilicus, jahitan bedah) tempat spora masuk. Penyakit ini merupakan toksemia. Germinasi spora dan pertumbuhan kuman yang menghasilkan toksin dibantu oleh jaringan nekrotik, garam kalsium dan adanya infeksi piogenik yang menghasilkan Eh rendah. Masa inkubasi berkisar antara 4-5 hari. Penyakit ini ditandai dengan kontraksi tonik otot-otot bergaris. Kejang otot mula-mula pada daerah luka dan infeksi, kemudian otot rahang (trismus, rahang terkunci, lock jaw), yang berkontraksi sehingga mulut tidak dapat dibuka. Kematian terjadi akibat gangguan pernafasan. Clostridium perfringens Clostridium perfringens menyebabkan gas gangrene. Gas gangrene terjadi ketika luka pada jaringan lunak terkontaminasi spora C perfringens seperti terjadi trauma, aborsi septic, luka perang. C perfringens juga sebagai penyebab keracunan makanan, karena enterotoksin yang dilepaskan selama terjadinya proses sporulasi. Spora mencapai jaringan melalui kontaminasi pada daerah terluka atau saluran usus. Spora berkembang biak pada daerah Eh rendah; sel vegetatif berkembang, meragikan karbohidrat dalam jaringan dan membentuk gas. Peregangan jaringan dan gangguan aliran darah, bersama sekresi toksin menyebabkan nekrosis dan enzim hialuronidase mempercepat penyebaran infeksi. Dari luka yang terkontaminasi (fraktura terbuka, uterus postpartum), infeksi menyebar dalam 1-3 hari dan menimbulkan krepitasi pada jaringan subkutan dan otot, secret berbau, nekrosis progresif, demam, hemolisis, toksemia, syok dan kematian. Keracunan makanan karena C perfringens biasanya terjadi setelah memakan sejumlah besar klostridia dalam makanan daging yang dihangatkan

Referensi: Brooks,GF, Butel,JS, Morse,SA, 2005, Jawetz, Melnick & Adelbergs Medical Microbiology, McGraw-Hill Companies Inc.Chapter: 12 & 22