ebp kmb kel. 2

Upload: akhmad-mabruri

Post on 01-Jun-2018

266 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    1/43

     

    i

    PENGGUNAAN KOMPRES DINGIN

    DALAM PENATALAKSANAAN NYERI

    PADA PASIEN POST ORIF 1/3 MEDIAL FEMUR SINISTRADI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT WALED

    KABUPATEN CIREBON

    TAHUN 2014 

    LITERATUR REVIEW

    Disusun Oleh :

    Akhmad Mabruri

    Angga Anggara

    Fitriyati Kartika Sari

    M. Hidayat

    PROGRAM STUDI PROFESI NERS

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON

    STIKes CIREBON

    2015

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    2/43

     

    ii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas berkat

    rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan telaah jurnal ini dengan

     judul ‘’PENGGUNAAN KOMPRES DINGIN DALAM

    PENATALAKSANAAN NYERI PADA PASIEN POST ORIF 1/3 MEDIAL

    FEMUR SINISTRA DI RUANG ANGGREK RUMAH SAKIT WALED

    KABUPATEN CIREBON ‘’ . 

    Penulis menyadari bahwa dalam telaah jurnal ini masih banyak

    kekurangannya, lebih dari sisi materi yang disajikan maupun dari cara penulisan.

     Namun penulis selalu berusaha semaksimal mungkin untuk mendekati

    kesempurnaan dalam penyusunannya, oleh karena itu saran dan kritik sangat

     penulis harapkan untuk perbaikan telaah jurnal ini.

    Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada semua

     pihak yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan dalam penyusunan

    telaah jurnal ini, khususnya kepada :

    1. 

    Direktur Utama RSU Waled Kabupaten Cirebon.

    2.  H. M. Firman Ismana, MM, Selaku Ketua STIKes Cirebon.

    3. 

    Supriatin, S.Kep, Ners Selaku Ketua Program Studi Profesi Ners STIKes

    Cirebon.

    4.  Rokhmatul Hikhmat, S. Kp., M. Kes. selaku Pembimbing Akademik dengan

     penuh kesabaran dan ketekunan dalam meluangkan waktunya untuk

    memberikan dorongan, perhatian, bimbingan, pengarahan, serta saran-saran

    dalam pembuatan telaah jurnal ini.

    5.  Hendi Mulyono, S.Kep., Ners Pembimbing Klinik Ruang Anggrek yang

    telah berkorban banyak waktu, pikiran serta perhatian dalam membimbing

    sehingga terselesaikan jurnal ini.

    Semoga segala kebaikan serta amal baik yang telah diberikan menjadi

    amal sholeh dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Akhir kata semoga ada

    manfaatnya terutama bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Amin

    Cirebon, Januari 2015

    Penulis

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    3/43

     

    iii

    DAFTAR ISI

    COVER ...................................................................................................... i

    KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

    DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. 

    Latar Belakang ....................................................................... 1

    B. 

    Rumusan Masalah ................................................................. 2

    C.  Tujuan ................................................................................... 2

    D.  Ruang Lingkup ..................................................................... 2

    E.  Manfaat ................................................................................. 3

    BAB II TINJAUAN JURNAL DAN TEORITIS

    A. 

    TINJAUAN JURNAL1.  Jurnal Review 1 ............................................................. 4

    2.  Jurnal Review 2 ............................................................. 5

    3.  Jurnal Review 3 ............................................................. 7

    B.  KONSEP DASAR PENYAKIT : FRAKTUR FEMUR

    1. 

    Pengertian ...................................................................... 9

    2. 

    Anatomi dan Fisiologi ................................................... 9

    3.  Klasifikasi ...................................................................... 12

    4.  Etiologi ........................................................................... 16

    5.  Patofisiologi ................................................................... 17

    6.  Manifestasi Klinis .......................................................... 18

    7. 

    Pemeriksaan Penunjang ................................................. 18

    8. 

    Komplikasi .................................................................... 18

    9. 

    Penatalaksanaan ............................................................. 19

    10. Dampak Penyakit Terhadap KDM ................................ 19

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    4/43

     

    iv

    BAB III TINJAUAN KASUS

    A.  ASUHAN KEPERAWATAN

    1. 

    Identitas Klien ................................................................ 21

    2.  Riwayat Kesehatan ........................................................ 21

    3.  Observasi dan Pemeriksaan Fisik .................................. 22

    4. 

    Pola Aktivitas Sehari –  hari ........................................... 24

    5.  Data Penunjang .............................................................. 25

    6.  Analisa Data ................................................................... 26

    7.  Diagnosa Keperawatan .................................................. 26

    8.  Intervensi Keperawatan ................................................. 27

    9.  Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ...................... 28

    B. 

    HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

    1.  Hasil pengamatan ........................................................... 30

    2.  Pembahasan ................................................................... 31

    BAB IV PENUTUP

    A. 

    Simpulan ............................................................................... 34

    B.  Saran ..................................................................................... 34

    DAFTAR PUSTAKA

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    5/43

     

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang

    Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang

    rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum,

    fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

    Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringanlunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap

    atau tidak lengkap (Helmi, 2012). World Health Organization (WHO)

    mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal

    dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1,3 juta orang mengalami

    kecacatan fisik. Kecelakaan memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden

    fraktur ekstremitas bawah sekitar 40% (Depkes RI, 2011).

    Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di

     bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis. Menurut hasil data Riset

    Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2011, di Indonesia terjadi fraktur yang

    disebabkan oleh cidera seperti terjatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma

    tajam/tumpul. Riset Kesehatan Dasar (2011) menemukan ada sebanyak

    45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8

    %). Kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak 20.829 kasus, dan yang mengalami

    fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda

    tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %).

    Salah satu manifestasi klinik pada penderita fraktur adalah nyeri.

     Nyeri merupakan gejala paling sering ditemukan pada gangguan

    muskuloskletal. Nyeri pada penderita fraktur bersifat tajam dan menusuk.

     Nyeri tajam juga bisa ditimbulkan oleh infeksi tulang akibat spasme otot atau

     penekanan pada saraf sensoris (Helmi, 2012).

    Salah satu manajemen non farmakologi untuk menurunkan nyeri yang

    dirasakan pada pasien fraktur adalah dengan kompres dingin (Potter & Perry,

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    6/43

     

    2

    2005). Pemberian kompres dingin dipercaya dapat meningkatkan pelepasan 2

    endorfin yang memblok transmisi stimulus nyeri dan juga menstimulasi

    serabut saraf berdiameter besar A-Beta sehingga menurunkan transmisi

    implus nyeri melalui serabut kecil A-delta dan serabut saraf C. tindakan

    kompres dingin selain memberikan efek menurunkan sensasi nyeri, kompres

    dingin juga memberikan efek fisiologis seperti menurunkan respon inflamasi

     jaringan, menurunkan aliran darah dan mengurangi edema (Tamsuri, 2007).

    B.  Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis

    merumuskan masalah sebagai berikut : ‘’Bagaimanakah efektivitas

     penggunaan kompres dingin dalam penatalaksanaan nyeri pada pasien post

    orif 1/3 medial femur sinistra ? ‘’ 

    C.  Tujuan

    Tujuan dari telaah jurnal ini adalah mengidentifikasi efektifitas

    kompres dingin dalam penatalaksanaan nyeri pada pasien fraktur tertutup di

    ruang Anggrek RSUD Waled Kabupaten Cirebon.

    D.  Ruang Lingkup

    Lingkup penerapannya yaitu keperawatan medikal bedah, terapi

    komplementer. Telaah jurnal ini mengenai bagaimanakah efektivitas

     penggunaan kompres dingin dalam penatalaksanaan nyeri pada pasien post

    orif 1/3 medial femur sinistra di ruang perawatan bedah umum Anggrek

    RSUD Waled tahun 2014 .

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    7/43

     

    3

    E.  Manfaat

    1.  Bagi profesi keperawatan sebagai bahan masukan bagi bidang

    keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk

    mengurangi nyeri pada pasien fraktur tertutup secara non farmakologi

    melalui terapi komplementer kompres dingin pada pasien fraktur

    tertutup.

    2.  Bagi institusi kesehatan RSUD Waled, hasil penelitian ini dapat memberi

    sumbangan pemikiran tentang terapi kompres dingin sebagai salah satu

     bentuk terapi nyeri pada pasien fraktur tertutup.

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    8/43

     

    4

    BAB II

    TINJAUAN JURNAL DAN TEORITIS

    A.  Tinjauan Jurnal

    Dari hasil jurnal yang penulis telaah didapat 3 jurnal yang relevan

    dengan penelitian yang kami amati yaitu tentang kompres dingin dengan

    intensitas nyeri pada pasien fraktur.

    1. 

    Jurnal Review 1Jurnal penelitian yang  berjudul “  Efektivitas Kompres Dingin

    Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP

    H. Adam Malik Medan” oleh Siti Khodijah .

    Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang disebabkan

    oleh rudapaksa. Nyeri adalah sensasi subjektif dan pengalaman

    emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan

     jaringan yang aktual dan potensial yang dirasakan dalam kejadian-

    kejadian di mana terjadi kerusakan. Kompres dingin merupakan salah

    satu intervensi yang dapat dipilih untuk mengurangi nyeri fraktur yang

    dialami oleh pasien. Kompres dingin diberi dengan menggunakan

    kantong karet yang diisi es batu dengan suhu awal 12oC selama 10 menit.

    Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen yang

     bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas kompres dingin terhadap

     penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam

    Malik Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

    convenience sampling sehingga diperoleh sampel berjumlah 8 orang

     pada masing-masing kelompok yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu

    kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini diuji

    dengan perhitungan statistik menggunakan program aplikasi komputer.

    Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, persentase,

    dan mean. Intensitas nyeri pasien fraktur sebelum dan sesudah pemberian

    kompres dingin pada kedua kelompok dianalisis dengan uji paired t-test.

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    9/43

     

    5

    Sedangkan perbedaan penurunan intensitas nyeri pasien fraktur antara

    kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dianalisis dengan uji

    independent t-test.

    Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa intensitas nyeri

     pasien fraktur di Rindu B RSUP. H Adam Malik Medan yang diberikan

    kompres dingin mengalami penurunan nyeri yang signifikan, nilai p =

    0,000 (p< 0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol yang diberi kompres

    air biasa tidak mengalami penurunan yang signifikan p=0,080 (p>0,05)

    dan hasil analisa data yang menunjukkan terdapat perbedaan yang

    signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah

    diberi kompres dingin dengan nilai p=0,000 (p< 0,05).

    2.  Jurnal Review 2

    Jurnal penelitian yang berjudul ‘’Efektifitas Kompres Dingin

    Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang Dahlia

    RSUD Arifin Achmad‘’ oleh Andi Nurchairiah, Yesi Hasneli dan Ganis

    Indriati.

    The purpose of this research study to analized effectivity of cold

    compress due to patient’s pain with closed fractures in Dahlia room at

     RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. This research used quasy experimental

    design with non-equivalent control group that devided into experimental

     group and control group. The samples are 30 patients which taken by

     purposive sampling technique with concern to inclusion criteria. The

    instrument tools that applied for both of group was observation form

     such as Numeric Rating Scale (NRS). The experimental group was given

    the cold compress for 5-10 minutes. The data was analysed used

    univariate and bivariate with dependent sample t test and independent

     sample test. The result of this research found that mean of intensity of

     pain towards experimental group before the compress is 7.00 and after

    compress is 5.47 was p value 0,000

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    10/43

     

    6

    compress in experimental group. Wereas interisty of pain towards

    control group before and after giving cold compress was constant at

    7.27. comparison mean of interisty of pain fracture experimental and

    control group have significant differences with p value 0,000 < α (0,05).

    This research found that giving cold compress to decrease interisty of

     pain toward patient with closed fracture at RSUD Arifin Achmad is

    effective. 

    Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa efektifitas kompres

    dingin karena rasa sakit pasien dengan patah tulang tertutup di Dahlia

    kamar di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Penelitian ini menggunakan

    desain eksperimen kuasi dengan kelompok kontrol non-ekuivalen yang

    terbagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sampel

    adalah 30 pasien yang diambil dengan teknik purposive sampling dengan

     perhatian kriteria inklusi. Alat instrumen yang digunakan untuk kedua

    kelompok adalah bentuk observasi seperti Numeric Rating Scale (NRS).

    Kelompok eksperimen diberi kompres dingin selama 5-10 menit. Data

    dianalisis digunakan univariat dan bivariat dengan uji sampel t dependen

    dan uji sampel independen. Hasil penelitian ini menemukan bahwa rata-

    rata intensitas nyeri terhadap kelompok eksperimen sebelum kompres

    adalah 7,00 dan setelah kompres adalah 5.47 adalah p value 0,000

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    11/43

     

    7

    3.  Jurnal Review 3

    Jurnal penelitian ‘’ Cold and compression in the Management of

    musculoskeletal injuries and orthopedic operative procedures: a

    narrative review (Kompres Dingin Dalam Manajemen Cedera

    Muskuloskeletal Dan Prosedur Operasi Orthopedi) ‘’ oleh Jon E Block,

    PhD.,

    Cold and compression are routinely applied immediately after

    acute injury or following surgery to alleviate pain, reduce swelling and

     speed functional recovery. The objective of this literature review is to

    describe the published clinical findings regarding combined cold and

    compression therapy in the management of musculoskeletal injuries and

    after orthopedic operative procedures. Of 33 potential articles triaged,

    the findings of 21 randomized controlled trials were assessed and

     summarized. The findings reported by these 21 studies were largely

     subjective pain outcomes and, to a lesser degree, swelling and range of

    motion, and were inconsistent and divergent, making it difficult to

    recommend the most appropriate, effective clinical application of cold

    and compression. Further, 18 of the 21 reported studies evaluated cold

    and static compression, where the extent and duration of the compression

    was not uniform within or across studies. Operative procedures may

    offer a more controlled environment for rigorous investigations.

     However, such studies must be powered sufficiently to account for

    variations in surgical procedure that could affect outcomes. More

    uniform operative procedures, such as total knee arthroplasty, represent

    a well circumscribed intervention for studying the clinical utility of cold

    compression therapy because the operative technique is standardized,

     surgical tissue damage is extensive, intraoperative blood loss is high,

    and post-operative edema and pain are severe. Findings from

    randomized controlled trials of knee arthroplasty generally showed cold

    compression therapy provides better outcomes such as pain relief than

    alternative interventions. While the effects of cold and static compression

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    12/43

     

    8

    are clearly better than no treatment, they do not appear to be directly

    additive.

    Kompres dingin secara rutin diterapkan segera setelah cedera akut

    atau setelah operasi untuk mengurangi rasa sakit, mengurangi

     pembengkakan dan mempercepat fungsi pemulihan. Tujuan dari tinjauan

    literatur ini adalah untuk menggambarkan temuan klinis yang diterbitkan

    mengenai terapi kombinasi kompres dingin dalam pengelolaan cedera

    muskuloskeletal dan setelah prosedur operasi ortopedi. Dari 33 artikel

     potensial diprioritaskan, temuan 21 uji coba terkontrol acak dinilai dan

    diringkas. Temuan yang dilaporkan oleh 21 studi dengan hasil nyeri

    sebagian besar subjektif, pada tingkat yang lebih rendah, pembengkakan

    dan rentang gerak, tidak konsisten dan divergen, sehingga sulit untuk

    menentukan yang paling tepat dalam aplikasi klinis efektivitas kompres

    dingin. Selanjutnya, 18 dari 21 studi kompres dingin yang dilaporkan

    dievaluasi statis, di mana tingkat dan durasi kompresi tidak seragam

    dalam penerapannya. Prosedur operasi mungkin menawarkan lingkungan

    yang lebih terkontrol untuk penyelidikan ketat. Namun, penelitian

    tersebut harus didukung cukup untuk menjelaskan variasi dalam prosedur

     bedah yang dapat mempengaruhi hasil. Prosedur operasi yang lebih

    seragam, seperti total artroplasti lutut, merupakan intervensi berbatas

    tegas untuk mempelajari utilitas klinis terapi kompresi dingin karena

    teknik operasi standar, kerusakan jaringan bedah luas, kehilangan darah

    intraoperatif tinggi, dan edema pasca-operasi dan nyeri yang parah.

    Temuan dari percobaan terkontrol acak dari artroplasti lutut umumnya

    menunjukkan terapi kompresi dingin memberikan hasil yang lebih baik

    seperti nyeri dibandingkan intervensi alternatif. Sedangkan efek

    kompresi dingin dan statis jelas lebih baik daripada tidak ada perawatan,

    mereka tidak tampak secara langsung aditif.

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    13/43

     

    9

    F.  KONSEP DASAR PENYAKIT

    1.  Pengertian

    Fraktur atau patah tulang adalahterputusnya kontinuitas jaringan

    tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa

    (Samsul Hidayat, 2005)

    Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang

    umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, 2000).

    Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya

    kontinuitas tulang.

    Menurut Suddarth (2002), fraktur adalah diskontinuitas jaringan

    tulang yang banyak disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau

    kecelakaan.

    Disimpulkan bahwa, fraktur adalah terputusnya kontinuitas

    tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan

    oleh rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya

    trauma.

    2.  Anatomi dan Fisiologi

    a.  Anatomi tulang

    Tulang terdiri dari sel- sel yang berada pada ba intraseluler.

    Tulang berasal dari embrionic hyalin cartilage yang mana melalui

     proses “osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-

    sel disebut “osteoblas”. Proses mengerasnya tulang akibat

     penimbunan garam kalsium.

    Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat

    diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya :

    1)  Tulang panjang (femur, humerus) terdiri dari batang tebal

     panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut

    epifisis. Disebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis,

    diantara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang

    tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    14/43

     

    10

     pertumbuhan.tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang

    rawan di lempeng epifisis.tulang rawan digantikan oleh sel sel

    tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang.

    Batang di bentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis

    terbentuk dari spongi bone (cancellous atau trabeculer). Pada

    akhirnya tahun  – tahun remaja tulang rawan habis lempeng

    epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon

     pertumbuhan, esterogen dan testosteron merangsang

     pertumbuhan tulang panjang. Esterogen bersama dengan

    testosteron merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu

    tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis.

    Kanalis medularis berisi sumsum tulang

    2)  Tulang pendek ( carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari

    cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang

     padat.

    3)  Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang

     padat dengan lapisan luar adalah tulang cancellous.

    4)  Tulang yang tidak beraturan ( vertebrata) sama dengan tulang

     pendek.

    5)  Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak disekitar

    tlang yang berdekatan dengan persendian dan didukung oleh

    tendon dan jaringan fasial misalnya patella (kap lutut)

    Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral.

    Sel yang terdiri dari tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas.

    Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan menskresi

    matriks tulang. Matriks terdiri dari 98% kolagen dan 2% substansi

    dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida dan

     poliiteoglikan).matriks merupakan kerangka dimana garam mineral

    anorgaik ditimbun.osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam

     pemeliharaan funsi tulang dan terletak dalam osteon ( unit matriks

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    15/43

     

    11

    tulang).osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang

     berperan dalam penghancuran, reabsorbsi dan remodeling tulang.

    Osteon merupakan unit funsionalmikroskopis tulang dewasa.

    Ditengah osteon terdapat kapiler, dikeliling kapiler tersebut

    merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella

    terdapat osteosit yang memperolehnutrisi melalui prosesus yang

     berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang

    menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh

    kurang dari 0,1 mm).

    Tulang diselimuti oleh membran fibrouspadat yang dinamakan

     periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan

    memungkinkan tumbuh, selain sebagai tempat perekatan tendon dan

    ligamen. Periosteum mengandung syaraf, pembuluh darah dan

    limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

    osteoblast yang merupakan sel pembentuk tulang.

    Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi

    rongga sumsum tulang panjang dan rongga dalam tulang kanselus.

    Osteoklas yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum

    terletak dekat endosteum dan dalam lacuna howship (cekungan pada

     permukaan tulang).

     b.  Fisiologi tulang

    Fungsi tulang adalah sebagai berikut :

    1)  Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.

    2) 

    Melindungi organ tubuh (misalnya jantunng, otak, dan paru

     paru) dan jaringan lunak.

    3)  Memberikan pergrrakan (otot yang berhubungan dengan

    kontraksi dan pergerakan)

    4)  Membentuk sel  –   sel darah merah didalam sum sum tulang

     belakang ( hemaptopoesis)

    5)  Menyimpan garam mineral misalnya kalsium, fosfor.

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    16/43

     

    12

    3.  Klasifikasi Fraktur Femur

    Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :

    a. 

    Fraktur collum femur  

    Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung

    yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah

    trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan)

    ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan

    exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :

    1)  Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur) 

    2)  Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur) 

    Fraktur kolum femur yang terletak intraartikular sangat sukar

    sembuh karena bagian proksimal perdarahannya sangat terbatas

    sehingga memerlukan fiksasi kokoh untuk waktu yang cukup lama.

     b.  Fraktur subtrochanter femur  

    Fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari

    trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih

    sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding &

    Magliato, yaitu :

    1)  tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

    2)  tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas

    trochanter minor

    3)  tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas

    trochanterminor.

    c. 

    Fraktur batang femur (dewasa)

    Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung

    akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari

    ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan

    yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock,

    salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya

    luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :

    1) 

    Tertutup

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    17/43

     

    13

    2)  Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat

    hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam

    tiga derajat, yaitu :

    1.  Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul

    luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang

    dari dalam menembus keluar.

    2.  Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan

    karena benturan dari luar.

    3.  Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor,

     jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf,

     pembuluh darah)

    Pada fraktur diafisis femur biasanya perdarahan dalam cukup

    luas dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis

     penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga

    karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah

    terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian

     proksimal sebagai akibat perdarahan ke dalam jaringan lunak.

    Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup,

    dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.

    Fraktur yang dapat diatasi dengan traksi adalah fraktur

    intertrokanter dan subtrokanter, fraktur diafisis oblik, segmental, dan

    kominutif, serta fraktur suprakondiler tanpa dislokasi berat, dan

    fraktur kondilus femur. Yang tidak dapat ditangani dengan traksi

    adalah dislokasi tertentu berat.

    Pada fraktur femur tertutup, dilakukan traksi kulit dengan

    metode ekstensi buck, tujuan traksi kulit untuk mengurangi rasa sakit

    dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah

    yang patah.

    Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi

    non operatif, karena akan menyambung dengan baik, pemendekan

    kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena di kemudian hari akan

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    18/43

     

    14

    sama panjangnya dengan tungkai normal. Hal ini kemungkinan

    karena daya proses remodeling pada anak-anak.

    d. 

    Fraktur supracondyler femur

    Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi

    dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya

    tarikan dari otot  –   otot gastrocnemius, biasanya fraktur

    supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan

    tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan

    disertai gaya rotasi.

    Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang

    femur. Seperti halnya fraktur batang femur, fraktur suprakondiler

    dapat dikelola secara konservatif dengan traksi skeletal dengan lutut

    dalam posisi fleksi 90O. Traksi ini juga memerlukan waktu istirahat

    di tempat tidur yang lama sehingga lebih disukai reposisi terbuka

    dan pemasangan fiksasi interna dengan pelat suprakondiler yang

    kokoh, yang memungkinkan mobilisasi segera dan menggerakkan

    sendi lutut. Hal yang terakhir ini penting karena gerakan sendi lutut

    yang segera dapat mencegah sendi kejur akibat perlekatan otot dan

    atau perlekatan jaringan lunak di sekitar sendi lutut.

    e.  Fraktur intercondylair

    Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur

    supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y

    fraktur. Fraktur ini juga relatif jarang dan biasanya terjadi sebagai

    akibat jatuh dengan lutut dalam keadaaan fleksi dari ketinggian.

    Permukaan belakang patella yang berbentuk baji , melesak ke dalam

    sendi lutut dan mengganjal di antara kedua kondilus dan salah satu

    atau keduanya retak. Pada bagian proksimal kemungkinan terdapat

    komponen melintang sehingga didapati fraktur dengan garis fraktur

     berbentuk seperti huruf T atau Y.

    Secara klinis, sendi lutut bengkak akibat hemartrosis dan

     biasanya disertai goresan atau memar pada bagian depan lutut yang

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    19/43

     

    15

    menunjukkan adanya trauma. Di sini patella juga dapat mengalami

    fraktur.

    f. 

    Fraktur condyler femur

    Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi

    dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

    g. 

    Fraktur leher

    Fraktur leher femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun

    dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang

    akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause.

    Fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal, dan basal, yang

    kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau

    interkapsuler, fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak

    ekstrakapsuler. Fraktur intrakapsuler umumnya sulit untuk

    mengalami pertautan dan cenderung terjadi nekrosis avaskuler kaput

    femur. Pendarahan kolum yang terletak intraartikular dan

     pendarahan kaput femur berasal dari proksimal a. sirkumfleksa

    femoris lateralis melalui simpai sendi. Sumber perdarahan ini putus

     pada fraktur intraartikular. Pendarahan oleh arteri di dalam

    ligamentum teres sangat terbatas dan sering tidak berarti. Pada

    luksasi arteri ini robek. Epifisis dan daerah trokanter cukup kaya

    vaskularisasi nya, karena mendapat darah dari simpai sendi,

     periosteum, dan a. nutrisia diafisis femur. Semua fraktur di daerah

    ini umumnya tidak stabil sehingga tidak ada cara reposisi tertutup

    terhadap fraktur ini kecuali jenis fraktur yang impaksi, baik yang

    subservikal maupun yang basal.

    Sering dapat dilihat pemendekan bila dibandingkan tungkai

    kiri dengan kanan. Jarak antara trokanter mayor dan spina iliaka

    anterior superior lebih pendek karena trokanter terletak lebih tinggi

    akibat pergeseran tungkai ke kranial. Penderita umumnya datang

    dengan keluhan tidak bisa jalan setelah jatuh dan terasa nyeri.

    Umumnya penderita tidur dengan tungkai bawah dalam keadaan

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    20/43

     

    16

    sedikit fleksi dan eksorotasi serta memendek. Gambaran radiologis

    menunjukkan fraktur leher femur dengan dislokasi pergeseran ke

    kranial atau impaksi ke dalam kaput.

    Kegalian fraktur ini disebabkan kontraksi dan tonus otot besar

    dan kuat antara tungkai dan tubuh yang menjembatani fraktur, yaitu

    m. iliopsoas, kelompok otot gluteus, quadriceps femur, flexor femur,

    dan adductor femur. Inilah yang menggangu keseimbangan pada

    garis fraktur. Adanya osteoporosis tulang mengakibatkan tidak

    tercapainya fiksasi kokoh oleh pin pada fiksasi interna. Ditambah

    lagi, periosteum fragmen intrakapsuler leher femur tipis sehingga

    kemampuannya terbatas dalam penyembuhan tulang. Oleh karena

    itu, pertautan fragmen fraktur hanya bergantung pada pembentukan

    kalus endosteal. Yang penting sekali ialah aliran darah ke kolum dan

    kaput femur yang robek pada saat terjadinya fraktur.

    4.  Etiologi

    Trauma dapat bersifat:

    a.  Trauma langsung

    Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang

    dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.

     b.  Trauma tidak langsung

    Disebut trauma tidak langsung bila trauma dihantarkan ke

    daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur misalnya jatuh dengan

    tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula.

    c.  Tekanan pada tulang dapat berupa:

    1)  Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau

    spiral

    2)  Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

    3)  Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan

    fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    21/43

     

    17

    4)  Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau

    memecah, misalnya pada badan vertebra talus atau

    fraktur buckle pada anak-anak

    5)  Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak

    tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z

    6) 

    Fraktur oleh karena remuk

    7)  Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menraik

    sebagian tulang

    5.  Patofisiologi

    Patah tulang biasanya terjadi terjadi karena benturan tubuh, jatuh

    atau trauma. Baik itu karena trauma langsung maupun tidak langsung dan

     juga bisa karena trauma akibat tarikan otot. Perdarahan patah tulang akan

    terjadi disekitar tempat patahan dan kedalam jaringan lunak sekitar

    tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.

    Reaksi peradangan biasanya timbul setelah fraktur. Sel darah putih dan

    sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat

    tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa sisa sel mati akan

    dimulai.ditempat patah tersebut akan terbentuk fibrin (hematoma fraktur)

    dan berfungsi sebagai jala jala untuk melekatkan sel baru. Aktivitas

    osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut

    callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel tulang baru mengalami

    remodeling untuk membentuk tulang sejati .

    Insufisiensi pembuluh darah atau penekanann serabut syaraf yang

     berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan

    asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer,

     bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan rusaknya

    serabut saraf maupun kompartemen

    Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan

    dangaya pegas untuk menahan tekanan, tapi apabila tekanan eksternal

    yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang , maka terjadilah

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    22/43

     

    18

    trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atauterputusnya

    kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, porioseteum dan pembuluh

    darah serta syaraf dalam korteks, marrow dan jaringan lunak yang

    membungkus tulang rusak . perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut

    dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang

    segera akan berdekatan ke bagian tulang yang patah, jaringan yang

    mengalami kerusakan atau nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon

    inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan

    leukosit, infiltrasi sel darah putih. Kejadianini yang merupakan dasar dari

     penyembuhan tulang ( doenges 2000)

    6.  Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinik

    a.   Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang

    diimobilisasi, hematoma, dan edema

     b.  Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah

    c.  Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot

    yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur

    d.  Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya

    e.  Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

    7.  Pemeriksaan Penunjang

    a.  Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya 

     b.  Pemeriksaan jumlah darah lengkap 

    c. 

    Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai 

    d.  Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens

    ginjal 

    8.  Komplikasi

    a.  Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak

    seharusnya. 

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    23/43

     

    19

     b.  Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi

    dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. 

    c. 

     Non union : tulang yang tidak menyambung kembali 

    9.  Penatalaksanaan

    a. 

    Pembedahan Ortopedi.

     b.  Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-

    fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti

    letak semula. 

    c.  Imobilisasi fraktur, dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau

    interna 

    d. 

    Graf tulang : penggantian tulang patah untuk memperbaiki

     penyembuhan, menstabilisasikan atau mengganti tulang yang patah. 

    e.  Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, reduksi dan

    imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. 

    f.  Amputasi : penghilangan bagian tubuh 

    g. 

    Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri 

    h.  Status neurovaskuler (misal: peredaran darah, nyeri, perabaan

    gerakan) dipantau 

    i.  Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan

    atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. 

    10.  DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR

    MANUSIA

    a.  Kebutuhan oksigenasi

    1)  Sesak nafas

    2)  Lemas

    3)  Pucat

    4)  CRT > 3 detik

     b.  Kebutuhan nutrisi

    1) 

    Mual muntah

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    24/43

     

    20

    2)   Nafsu makan menurun

    c.  Kebutuhan aktivitas

    1) 

    kehilangan fungsi pada bagian yangterkena

    2)  Keterbatasan mobilitas

    d.  Konsep diri

    1) 

    Kurang bersosialisasi

    2)  Kehilangan percaya diri

    e.  Kebutuhan rasa aman

    1)  nyeri tiba-tiba saat cidera

    2)  spasme/ kram otot

    3)  laserasi kulit

    4) 

     perdarahan

    5)   perubahan warna

    6)   pembengkakan lokal

    f.  Pertumbuhan dan perkembangan

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    25/43

     

    21

    BAB III

    TINJAUAN KASUS

    A.  ASUHAN KEPERAWATAN

    Pengkajian : Jumat, 14 Desember 2014

    Tempat : Ruang Perawatan Bedah Umum Anggrek RSU Waled

    1.  Identitas Klien

     Nama : Tn. H No. RM : 754384

    Umur : 31 Th

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Agama : Islam

    Alamat : Kedung jati, Purwodadi

    Pekerjaan : Wiraswasta

    Tanggal masuk : 11 Desember 2014

    Tanggal Pemeriksaan : 12 Desember 2014

    2.  Riwayat Kesehatan

    a.  Keluhan Utama

    Klien mengatakan nyeri pada kaki kiri.

     b.  Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien dirawat di RSUD Waled dengan keluhan kaki sebelah kiri, nyeri

    dirasakan pada saat kaki coba untuk di gerakkan, nyeri dirasakan seperti di

    sayat sayat dengan skala nyeri 6, nyeri hilang timbul ± 10 menit sekali,

    klien mengatakan mengalami patah tulang setelah bus yang di tumpangi

    mengalami kecelakaan. Setelah sampai di IGD RSUD Waled klien di

     berikan terapi infus RL dan di pindahkan ke ruang Anggrek akhirnya

    dilakukan operasi, klien kemudian dilakukan perawatan.

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    26/43

     

    22

    c.  Riwayat Penyakit Dahulu

    Klien mengatakan tidak pernah mengalami sakit seperti sekarang, tidak

     pernah dirawat di rumah sakit, hanya sakit ringan biasa.

    d.  Riwayat Penyakit Keluarga

    Klien dan keluarga mengatakan tidak ada keluarga yang menderita

     penyakit seperti yang di derita klien, tidak ada penyakit menular maupun

     penyakit keturunan yang ada di keluarga tersebut.

    3.  Observasi Dan Pemeriksaan Fisik

    1.  Keadaan Umum : tampak sakit sedang

    GCS : E4 V5 M4

    2. 

    Kesadaran : Compos mentis

    3.  Vital Sign

    Tekanan Darah : 130/ 80 mmHg

     Nadi : 89 x / menit

    RR : 22 x /menit

    S : 36.5˚ C

    4.  Kepala

     Normochepal, tidak ada lesi atau oedema, tidak ada perdarahan, tidak ada

    nyeri tekan di area kepala,

    5.  Mata

    Conjunctiva : An anemis

    Sklera : An Ikterik

    Pupil : Bulat isokor

    Reflek Cahava : langsung / tidak langsung positif

    Gerakan Bola Mata: Aktif ke segala arah

    6.  Telinga

    Bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada penumpukan serumen,

    7.  Hidung

    Tidak ada nyeri tekan, tidak ada polip, bentuk simetris

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    27/43

     

    23

    8.  Leher

    Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, ada refleks menelan, tidak

    ada pembesaran kelenjar tyroid

    9.  Thorax

    Pergerakan paru kanan dan kiri simetris, tidak ada krepitasi, Sonor di

    seluruh lapang paru, BJ I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada galop,

     bunyi nafas vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada weezing.

    10. Abdomen

    Permukaan datar, tidak ada massa, tidak nyeri tekan, tidak lesi / luka, tidak

    ada memar, Timpani saat di perkusi, Bising usus 7 x / menit.

    11. Ekstrimitas

    Atas kanan dan kiri : terpasang infus disebelah kanan tangan

    dengan cairan RL, CRT < 3 detik, tidak ada

    lesi, tidak ada oedema.

    Bawah kanan dan kiri : terdapat luka jahitan di femur kaki kiri, luka

    lecet yang mulai mengering, tidak ada

    oedema, nyeri tekan pada fraktur, krepitasi

    tidak dilakukan, denyut arteri dorsalis pedis

    teraba, gerakan fleksi dan ekstensi tidak

    dapat dinilai

    Tonus Otot

    5 5

    5 2

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    28/43

     

    24

    4.  Pola Aktivitas Sehari Hari

    a.  Pola Nutrisi dan Metabolisme

    Sebelum Sakit Saat Sakit

    klien mengatakan dapat makan

    secara normal 3x sehari, setengah

     porsi sedang, selalu habis, dengan

    komposisi nasi, sayur dan lauk

    klien mengatakan makan 3x sehari

    dengan porsi RS dan diit lunak

    yaitu bubur, makan setengah porsi,

    tidak ada mual dan muntah,

    terpasang infus RL 20tpm.

     b.  Pola Eliminasi

    Sebelum Sakit Saat Sakit

    klien mengatakan BAK dan BAB

    normal, tidak terdapat BAK dan

    BAB darah, konsistensi lembek

    klien mengatakan dapat belum bisa

    BAB selama di rumah sakit, klien

    terpasang kateter untuk BAK

    c.  Pola Aktivitas dan Latihan

    Sebelum Sakit Saat Sakit

    klien mengatakan dapat melakukan

    kegiatan sehari hari dengannormal, tanpa bantuan keluarga,

    klien sebagai kepala keluarga yang

     bekerja mencukupi kebutuhan

    keluarga nya, klien bekerja di luar

    kota dan pulang 1 bulan sekali

    klien mengatakan aktivitas

    sekarang sangat bergantung padakeluarga nya , terutama pada

    istrinya. Klien dibantu istrinya

    untuk melakukan hal yang

    sekiranya klien tidak dapat

    lakukan.

    d. 

    Personal Higine

    Sebelum Sakit Saat Sakit

    klien mengatakan mandi 2 kalisehari, sikat gigi selalu dilakukan

    setelah mandi, ganti baju dilakukan

    setelah mandi, klien melakukan

    kebersihan diri secara mandiri.

    klien mengatakan hanya dibantukeluarganya, diganti baju sehari

    sekali, sikat gigi belum dilakukan,

    kebersihan kulit kepala kurang,

    tidak ada luka dikepala

    e.  Aspek psikologi

    Klien mengatakan ingin segera sembuh dan pulang karena jauh dari

    keluarga, sehingga hanya istri yang menungguinya, sedangkan keluarga

    lain tidak ada.

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    29/43

     

    25

    5.  DATA PENUNJANG 

    a.  Terapi

    Cefotaxime 1 gr/12 jam IV

    Ketorolac 30 gr/8 jam IV

    Ranitidin 20 gr/12 jam IV

    Infus RL 20 tts/menit IV

     b.  Hasil Laboratorium

    No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    14

    15

    16

    17

    18

    19

    Hemoglobin

    Leukosit

    Trombosit

    Eritrosit

    Ilematokrit

    Basofil

    Eosinofil

     Netrofil batang

     Netrofil segmen

    Limfosit

    Monosit

    Golongan darah

    Albumin

    Bilirubin total

    SPGT

    SGOT

     Natrium

    Kalium

    Klorida

    11

    8700

    230.000

    4,0

    31

    0

    0

    1

    75

    23

    7

    B

    4,0

    0,6

    5

    14

    138

    4,2

    100

    L : 14 P : 12 (gr%)

    5000 –  10.000 (mm3)

    50.000 –  450.000 (mm3)

    L:4,6 – 6,2 P :4,2 – 5,4 (mm3)

    L : 40-54 P :37- 47 (%)

    0 –  1

    1 –  4

    3 –  5

    35 –  70

    20 –  40

    2 –  10

    4,0 –  5,7

    < 1 (mg/dl)

    L : < 22 P : < 17

    L :

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    30/43

     

    26

    6.  ANALISA DATA

    No Data Etiologi Problem

    1. DS : klien mengatakan nyeri

    di kaki sebelah kiri

    sejak mengalami

    kecelakaan, nyeri

    hilang timbul, nyeri

    seperti disayat sayat,

    nyeri semakin di

    rasakan saat kaki

    coba untuk di

    gerakkan,nyeri hilangtimbul ± 10 menit.

    DO : klien terlihat meringis

    kesakitan saat kaki

    kiri coba untuk di

    gerakkan, ekspresi

    wajah tampak tegang,

    skala nyeri 6 , nadi :

    89 x / menit, tekanan

    darah : 100x / menit. 

    Fraktur

    Pergeseran

    fragmen tulang

    Tindakan

     pembedahan

    Post orif

    Trauma jaringan

    Stimulasi

    neurotransmiter

    nyeri

    Pelepasan

    mediator prostaglandin

     Nociceptor

    Medula spinal

    Korteks serebri

     Nyeri

     Nyeri

    7.  DIAGNOSA KEPERAWATAN

     Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang insisi post Orif

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    31/43

     

    27

    8.  INTERVENSI KEPERAWATAN

    Diagnosakeperawatan

    Tujuan & kriteriahasil

    Intervensi Rasional

     Nyeri

     berhubungan

    dengan

     pergeseran

    fragmen tulang,

    insisi post orif

    Setelah dilakukan

    tindakan keperawatan

    selama 3 x 24 jam di

    harapkan nyeri yang

    dirasakan dapat

     berkurang atau hilang

    dengan kriteria hasil :

    1.  klien men-

    nyatakan nyeri

     berkurang / hilang

    2.  tampak rileks.

    3.  skala nyeri

     berkurang

    4.  TTV normal

    1.  Kaji skala

    nyeri,

    intensitas dan

    kualitas nyeri

    2.  Pertahankan

    immobilisasi

     bagian yang

    sakit dengan

    tirah baring

    3.  Lakukan terapi

    komplementer

    kompres dingin

     pada sekitar

    area yang sakit

    4.  Pantau vital

    sigi sebelumdan sesudah

    dilakukan

    kompres dingin

    Mengidentifikasi

    nyeri

    Mengurangi

    nyeri dan

    mencegah posisi

    tulang dan

    tegangan dari

     jaringan yang

    cidera.Mempertahankan

    kekuatan otot

    serta

    memberikan

    efek relaksasi

    dan mengurangi

    nyeri

    memantau

    keefektifantindakan pada

    klien .

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    32/43

     

    28

    9.  IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

    TglDiagnosa

    keperawatan

    Tindakan

    keperawatanEvaluasi

    14/12

    2014

     Nyeri berhubungan

    dengan   pergeseran

    fragmen tulang,

    insisi post Orif  

    1. 

    Mengkaji skala

    nyeri, intensitas

    dan kualitas

    nyeri

    2.  Mempertahankan

    immobilisasi

     bagian yang sakit

    dengan tirah

     baring.

    3. 

    Melakukan terapi

    komplementer

    kompres dingin

     pada sekitar area

    yang sakit

    4.  Memantau vital

    sigin

    S :

     pasien mengatakan

    nyeri berkurang

    O :

    1. klien tampak rileks

    2. 

    klien merasanyaman

    3. skala nyeri 4

    4.  TD : 130/80

     N : 80 x/ mnt

    R : 19 x / mnt

    S : 36,5oC

    A :

    masalah teratasi

    sebagian

    P :

    lanjutkan intervensi

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    33/43

     

    29

    15/12

    2014

     Nyeri berhubungan

    dengan   pergeseran

    fragmen tulang,

    insisi post Orif  

    1.  Mengkaji skala

    nyeri, intensitas

    dan kualitas

    nyeri

    2.  Mempertahankan

    immobilisasi

     bagian yang sakit

    dengan tirah

     baring.

    3.  Melakukan terapi

    komplementer

    kompres dingin

     pada sekitar area

    yang sakit

    4.  Memantau vital

    sigin

    S :

     pasien mengatakan

    nyeri berkurang

    O :

    1. klien tampak rileks

    2. klien merasa

    nyaman

    3. skala nyeri 2

    4.  TD : 120/80

     N : 80 x/ mnt

    R : 20 x / mnt

    S : 36oC

    A :

    masalah teratasi

    sebagian

    P :

    Intervensi dihentikan

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    34/43

     

    30

    B.  HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

    1.  Hasil Pengamatan 

    Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien post orif

    femur penulis mencoba menggunakan kompres dingin untuk

    menurunkan intensitas nyeri. Peneliti mengaplikasikan kompres dingin

    kepada 1 orang pasien yaitu Tn. H.

    Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

    Intensitas Nyeri pada Tn. H

    Sebelum dan sesudah diberikan kompres dingin

    Tanggal : Minggu, 14 Desember 2014

    JamSkala Nyeri

    IntensitasPre Post

    11.00 / 11.20 6 5 Menurun

    11.30 / 11.50 5 5 Tetap

    12.00 / 12.20 5 4 Menurun

    Tanggal : Senin , 15 Desember 2014

    JamSkala Nyeri

    IntensitasPre Post

    08.00 / 13.00 4 3 Menurun

    16.00 / 22.00 3 2 Menurun

    22.00 / 06.00 2 2 Tetap

    Berdasarkan hasil pengamatan di atas maka secara deskriptif

     penggunaan kompres dingin sebagian besar dapat menurunkan intensitas

    nyeri pada pasien fraktur post orif. Pada pasien Tn. H dari 6 kali

     pengamatan didapat 4 kali intensitas nyeri menurun dan 2 kali intensitas

    nyeri tetap.

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    35/43

     

    31

    2.  Pembahasan

     Nyeri merupakan gejala paling sering ditemukan pada gangguan

    muskuloskletal. Nyeri pada penderita fraktur bersifat tajam dan menusuk.

     Nyeri tajam juga bisa ditimbulkan oleh infeksi tulang akibat spasme otot

    atau penekanan pada saraf sensoris (Helmi, 2012). Nyeri merupakan

    suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan

    oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat

    individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan

    atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau

     pada fungsi ego seseorang individu (Potter & Perry 2006, h.1502). Nyeri

    dapat diatasi dengan penatalaksanaan nyeri yaitu cara meringankan nyeri

    atau mengurangi nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dapat diterima

    klien. Penatalaksanaan nyeri meliputi dua tipe dasar intervensi

    keperawatan yaitu intervensi farmakologi dan nonfarmakologi (Kozier &

    Berman 2009, h.426).

    Salah satu manajemen non farmakologi untuk menurunkan nyeri

    yang dirasakan pada pasien fraktur adalah dengan kompres dingin (Potter

    & Perry, 2005). Pemberian kompres dingin dipercaya dapat

    meningkatkan pelepasan 2 endorfin yang memblok transmisi stimulus

    nyeri dan juga menstimulasi serabut saraf berdiameter besar A-Beta

    sehingga menurunkan transmisi implus nyeri melalui serabut kecil A-

    delta dan serabut saraf C. tindakan kompres dingin selain memberikan

    efek menurunkan sensasi nyeri, kompres dingin juga memberikan efek

    fisiologis seperti menurunkan respon inflamasi jaringan, menurunkan

    aliran darah dan mengurangi edema (Tamsuri, 2007).

    Dari hasil observasi tim selama 2 hari, didapatkan hasil bahwa

     pemberian kompres dingin ini dapat menurunkan intensitas nyeri yang

    diderita pasien akibat fraktur post orif.

    Keberhasilan penerapan terapi kompres dingin terhadap intensitas

    nyeri fraktur post orif ini diharapkan penerapannya di ruangan perawatan

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    36/43

     

    32

     bedah untuk mengefektifkan penatalaksanaan nyeri dalam pemberian

    asuhan keperawatan terhadap klien .

    Hasil ini sesuai atau sinkron dengan penelitian  –   penelitian

    sebelumnya yang menunjukkan gambaran bahwa pemberian kompres

    dingin dapat mengurangi rasa nyeri pada pasien post operasi maupun

     pada berbagai kondisi fisik lainnya.

    1)  Penelitian ini mengidentifikasi efektivitas kompres dingin terhadap

     penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H.

    Adam Malik Medan. Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa

    intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H Adam Malik

    Medan yang diberikan kompres dingin mengalami penurunan nyeri

    yang signifikan, nilai p = 0,000 (p< 0,05).

    2)  Penelitian ini untuk menganalisis efektifitas kompres dingin karena

    rasa sakit pasien dengan patah tulang tertutup di Dahlia kamar di

    RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Hasil penelitian ini menemukan

     bahwa rata-rata intensitas nyeri terhadap kelompok eksperimen

    sebelum kompres adalah 7,00 dan setelah kompres adalah 5.47

    adalah p value 0,000

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    37/43

     

    33

    dingin dan kompresi. Selanjutnya, 18 dari 21 studi yang dilaporkan

    dievaluasi kompresi dingin dan statis, di mana tingkat dan durasi

    kompresi tidak seragam dalam atau di studi. Temuan dari percobaan

    terkontrol acak dari artroplasti lutut umumnya menunjukkan terapi

    kompresi dingin memberikan hasil yang lebih baik seperti nyeri

    dibandingkan intervensi alternatif. Sedangkan efek kompresi dingin

    dan statis jelas lebih baik daripada tidak ada perawatan, mereka tidak

    tampak secara langsung aditif. 

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    38/43

     

    34

    BAB IV

    PENUTUP

    A.  Simpulan

    Pemberian kompres khususnya kompres dingin terbukti efektif

    mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien dengan  post   operasi orif.

    Dengan. Pemberian kompres dingin dipercaya dapat meningkatkan

     pelepasan 2 endorfin yang memblok transmisi stimulus nyeri dan jugamenstimulasi serabut saraf berdiameter besar A-Beta sehingga menurunkan

    transmisi implus nyeri melalui serabut kecil A-delta dan serabut saraf C.

    tindakan kompres dingin selain memberikan efek menurunkan sensasi nyeri,

    kompres dingin juga memberikan efek fisiologis seperti menurunkan respon

    inflamasi jaringan, menurunkan aliran darah dan mengurangi edema. Dari

    hasil penelitian selama 2 hari membuktikan kompres dingin berpengaruh

    terhadap penurunan intensitas nyeri intensitas nyeri.

    B.  Saran

    1. 

    Bagi Profesi Perawat

    Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan dapat

    mengidentifikasi masalah, menerapkan prinsip dan metode serta

    memenfaatkan hasil penerapan ini untuk meningkatkan mutu asuhan

    keperawatan atau pelayanan terhadap klien

    2.  Bagi RSUD Waled

    Dengan adanya penelitian ini diharapkan agar teknik kompres

    dingin dapat diaplikasikan di Rumah Sakit sebagai terapi non

    farmakologi untuk mengatasi nyeri pada pasien fraktur.

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    39/43

     

    35

    DAFTAR PUSTAKA

    Helmi, Z. N.  Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal . Jakarta : Salemba Medika,

    2012

    Khodijah, S. (2011).  Efektivitas kompres dingin terhadap Penurunan intensitas

    nyeri pada pasien fraktur. Diperoleh tanggal 20 Desember 2014. Dari

    http://repository.usu.ac.id.http://repository.usu.ac.id. 

    Kowalak, Jennifer P.  Buku Ajar Patofisiologi, alih bahasa oleh Andry Hartono.

    Jakarta : EGC, 2011Smeltzer Suzanne, C.  Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart . Edisi 8.

    Vol 3. Jakarta. EGC, 2010

    Wilkinson, Judith M. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi Revisi, Vol 9, alih

     bahasa oleh Esty Wahyuningsih. Jakarta : EGC, 2011

    http://repository.usu.ac.id.http/repository.usu.ac.idhttp://repository.usu.ac.id.http/repository.usu.ac.id

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    40/43

     

    36

    PROSEDUR PENGGUNAAN KOMPRES DINGIN

    DALAM PENETALAKSANAAN NYERI PADA PASIEN POST

    ORIF 1/3 MEDIAL FEMUR SINISTRA

    A.  Persiapan Alat

    1.  Kirbat Es/ eskap dengan sarungnya

    2.  Kom berisi potongan –  potongan kecil es dan satu sendok garam agar es

    tidak cepat mencair

    3. 

    Air dalam kom

    4. 

    Lap kerja

    5.  Perlak pengalas

    B.  Prosedur Tindakan

    1.  Bawa alat –  alat ke dekat klien

    2. 

    Cuci tangan 

    3.  Masukan batang es ke dalam kom air agar pinggir es tidak tajam 

    4.  Isi eskap dengan potongan es kurang lebih setengah bagian eskap

    tersebut 

    5.  Keluarkan udara dari eskap dengan melipat bagian yang kosong, lalu

    ditutup rapat. 

    6.  Periksa eskap, adakah kebocoran atau tidak  

    7. 

    Keringkan eskap dengan lap, lalu masukan ke dalam sarungnya.

    8.  Pasang perlak pengalas pada bagian tubuh yang akan di kompres

    9.  Letakkan eskap pada bagian yang akan di kompres dan atur posisi yang

    nyaman pada klien 

    10. Kaji setiap 20 menit terhadap nyeri, mati rasa dan suhu tubuh

    11. Angkat eskap bila sudah selesai

    12. Atur posisi klien kembali pada posisi yang nyaman

    13. 

    Bereskan alat setelah selesai

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    41/43

     

    37

    14. Cuci tangan

    15. Dokumentasikan

    C.  Hal –  Hal Yang Perlu Di Perhatikan

    1.  Bila klien kedinginan atau sianosis, eskap harus segera di angkat

    2. 

    Bila tidak ada eskap bisa menggunakan kantong plastik

    3.  Bila es dalam eskap sudah mencair segera diganti (bila perlu)

    D.  Evaluasi 

    1.  Klien mengatakan nyeri berkurang

    2.  Klien merasa relaks, tenang, dan nyaman

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    42/43

     

    38

    LEMBAR OBSERVASI

    PENGGUNAAN KOMPRES DINGIN DALAM

    PENATALAKSANAAN NYERI PADA PASIEN POST ORIF

    FRAKTUR FEMUR

    Nama Klien : Tn. H

    No Medrek : 754384

    Tanggal : Minggu, 14 Desember 2014

    Jam Pre danPost

    Skala Nyeri Ket.1 2 3 4 5 6 7 8

    11.00 Pre √ 

    11.20 Post √  menurun

    11.30 Pre √ 

    11.50 Post √  tetap

    12.00 Pre √ 

    12.20 Post√ 

    menurun

    Tanggal : Senin , 15 Desember 2014

    JamPre dan

    Post

    Skala NyeriKet.

    1 2 3 4 5 6 7 8

    08.00 Pre √ 

    08.20 Post √  Menurun

    08.30 Pre √ 

    08.50 Post √  Menurun

    09.00 Pre √ 

    09.20 Post √  Tetap

  • 8/9/2019 EBP KMB Kel. 2

    43/43

     

    Keterangan

    Skala Nyeri :

    0 : Tidak Nyeri

    1 : seperti Gatal, kesemutan atau Nyut-nyut

    2 : Seperti Melilit,/terpukul

    3 : Seperti Perih4 : Seperti Keram

    5 : Seperti tertekan/tersesak

    6 : Seperti Terbakar/tertusuk-tusuk7-9 : Sangat nyeri tapi bisa dikontrol dengan aktivitas yang biasa

    dilakukan

    10 : Sangat Nyeri dan tidak dapat dikontrol oleh klien

    Kriteria Nyeri :

    0-3 : Nyeri Ringan

    4-6 : Nyeri Sedang

    7-9 : Nyeri Berat

    10 : Nyeri Berat Sekali