ecase anestesi.rtf

Download ECASE Anestesi.rtf

If you can't read please download the document

Upload: wulan-suci

Post on 14-Aug-2015

27 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ECASE

TRANSCRIPT

PengendalianTekananDarahpadaSeksioSesariapadaPasienPreeklamsia dengan Anestesi Umum Abstrak Diperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan, dengan kata lain 1400 perempuan meninggal setiap harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan (Wibowo, Budiono and Trijatmo Rachimhadi. 2007). Salah satu penyebab morbiditas dan mortilitas ibu dan janin adalah preeklampsia (PE) yang menurut WHO angka kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4% (WHO, 2006).Preeklampsia merupakan kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan dengan kejang (eklampsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrupsio plasenta (Gibson, Paul. 2009). Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga didapati pada kelainan perkembangan plasenta, dimana digambarkan disuatu kehamilan hanya terdapat trofoblas namun tidak terdapat jaringan fetus (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. (Chapman, 2006). Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. Isi Wanita G3P2A0, 33 tahun, umur kehamilan 37 minggu dating ke Rumah Sakit Panembahan Senopati kiriman bidan dengan keluhan sakit perut hilang timbul sejak 5 jam SMRS dan keluar air dari jalan lahir sejak pukul 3 jam SMRS, keluar air tiba tiba, berwarna jernih dantidak berbau. Pasien tidak mengeluhkan nyeri perut, dan tidak ada riwayat keluar darah dan mual/ lendir muntah sebelumnya. (-), nyeri Pasien tidak (-), mengeluhkan pusing, epigastriumpandangan kabur (-), kejang (-). Pada kehamilan sebelumnya menurut pasien, tekanan darahnya memang selalu tinggi. Gerakan anak masih dirasakan. Pemeriksaan kehamilan USG belum pernah dilakukan. janinnya Selama dan pemeriksaan dikatakan keadaan sehattekanan darahnya dalam batas normal. Hasil pemeriksaan: TD: 170/90 mmHg, Nadi: 84 x/menit, Respirasi: 24 x/menit, T: 36,5 0C Letak kepala, Masuk PAP 4/5, TFU=35 cm, TBJ = 3.720 gram His (+) 12x/10 ~ 25, DJJ (+) 12.11.12 (140x/mnt) VT : 1 jari longgar, effacement 10 %, ketuban (-) jernih, teraba kepala belum jelas, penurunan H I. Hasil laboraturium: Protein Urin +3. Diagnosis Pre-eklamsia Berat pada Multigravida, Umur Kehamilan 37 Minggu, Dalam Persalinan Terapi 1. Observasi keadaan umum Ibu dan Janin 2. Pemberian Antibiotik : T es Ampicilin dan Injeksi Ampicilin 1 gram IV 3. MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc larutan RL (drip 28 tetes/ menit) dan MgSO4 40% 4 g IV (bolus) 4. Nifedipin 3 x 10 mg. 5. Pasang Dawer Catheter (DC) pemantauan produksi urine perjam 6. Pre-op Seksio Sesaria CITODiskusi Anestesiolog biasanya dimintai konsul untuk seksiosesaria emergensi pada pasien preeklampsia dengan indikasi seperti telah disebutkan sebelumnya. Pada saat akan dilakukan seksio sesariaumumnya pasien telah menerima beberapa obat hipertensi untuk mengontrol tekanan darahnya. Obat hipetensi ini biasanya diberikan oleh ahli obstetri, dan pada umumnya yang diberikan adalah obat hipertensi per oral atau sub lingual. Menjadi tugas anestesiolog untuk menilai tekanan darah preoperatif pada pasien ini. Anestesiolog menilai apakah obat hipertensi cukup adekuat, adakah obat yang berinteraksi dengan obat hipertensi seperti MgSO4, serta bagaimana respon parturien terhadap obat yang diberikan (Gambling, 2004). Masalah yang paling kritis adalah bagaimana anestesiolog menjaga tekanan darah yang optimum seperti target terapi yang telah disebutkan sebelumnya, disamping memikirkan bagaimana menumpulkan refleks peningkatan tekanan darah sewaktu dilakukan laringoskopi dan intubasi. Hal yang penting lainnya adalah mengontrol tekanan darah setelah pasien dilakukan intubasi maupun setelah bayi bisa dilahirkan (Aya et al., 2003).. Peningkatan tekanan darah yang hebat setelah dilakukan intubasi secara menaikkan statistik resiko terjadinya perdarahan intrakranial. kematian Walaupun insiden ini sangat jarang tetapi perdarahan intra kranial masih merupakan penyebab juga utama parturien. Peningkatan aliran tekanan darah akan meningkatkan dapatkonsumsi oksigen miokardium, mencetuskan terjadinya aritmia, dan mengganggu darah uterus yang pada akhirnya membahayakan janin (Gambling, 2004). Secara umum ada beberapa metode untuk menumpulkan respon hipertensi pada waktu intubasi : 1. menit. 2. Memberikan bolus opioid fentanyl 2,5-5 mikrogram/kgBB, sufentanyl 0,25-0,5 mikrogram/kgBB, atau ramifentanyl 0,5-1 mikrogram/kgBB. 3. 4. Memberikan lidokain intravena 1,5 mg/kgBB. Blokade beta-adrenergik dengan menggunakan esmolol 0,3-1,5 mg/kgBB, propranolol 1-3 mg atau labetalol 5-20 Mendalamkan anestesi dengan agen inhalasi selama 5-10mg. 5. 6. Memberikan NTG atau SNP 0,5-1 mikrogram/kgBB. Menggunakan anestesia topikal (Morgan et al., 2002).Diperlukan teknik dan modifikasi khusus pada parturien dengan eklampsia karena selain memperhatikan kestabilan tekanan darah parturien, anestesiolog juga harus memperhatikan keselamatan fetus (Gambling, 2004). Beberapa ahli memilih menggunakan SNP. Dimulai dengan infus SNP 0,5 mikrogram per menit, dan kemudian ditritasi sesuai dengan respon tekanan darah. Target tekanan darah yang hendak dicapai adalah berkisar 140 mmHg sistolik (Gambling, 2004). Ahli lain menggunakan labetalol 20 mg, diikuti dengan 10 mg sampai maksimum 1 mg/kgBB selama minimal jangka waktu 10 menit. Jika dibutuhkan labetalol dapat diulangi tiap sepuluh menit sampai dosis maksimum 220-300 mg atau diberikan dengan infus kecepatan 2 mg/menit (Ramanathan et al., 1991). Fentanyl 100 mikrogram digabung dengan droperidol 5 mg juga terbukti bisa menumpulkan refleks hipertensi karena intubasi. Bisa diulang fentanyl 100 mikrogram mg jika memang dibutuhkan. atau ditambahkan trimetaphan 2,5 Disisi lain ada penelitian yangmenyatakan bahwa droperidol adalah obat yang mencetuskan aritmia jantung sehingga keamanannya diragukan. Banyak juga yang memilih hanya menggunakan fentanyl 1-3 mikrogram/kgBB, karena dianggap cukup untuk menumpulkan refleks hipertensi karena intubasi. Setiap penggunaan opioid harus diberitahukan kepada tim resusitasi neonatus, bahwa neonatus telah terpapar dengan dosis opioid yang moderat (Lawes et al., 1987). NTG memiliki onset yang cepat dan dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang mendadak. Oleh karena itu NTG digunakan untuk pengobatan jangka pendek. Penggunaan NTG cocok untuk bisa menumpulkan refleks kenaikan tekanan darah karena laringoskopi dan intubasi. Biasanya diberikan dosis kecil 50-100 mikrogram intravena. Mekanisme penurunan tekanan darah adalahdengan degradasi NTG menjadi nitrit oksida, yang hasil akhirnya akan merelaksasi sistem vaskuler. Efeknya lebih terasa pada sistem vena, jadi efek utamanya bahwa terutama NTG bisa menurunkan tetap preload. Penelitian perfusi menunjukkan mempertahankanuteroplasental (Grunewald et al.,1993). Ekspansi volume plasma dibutuhkan sebelum pemberian NTG pada wanita dengan preklampsia berat. NTG harus dilarutan menjadi konsentrasi 100 mikrogram/ml (50 mg/500ml), diberikan dengan dosis awal 0,5 mikrogram/kgBB/min sampai dosis yang diinginkan tercapai (Cotton et al., 1986). Nifedipine merupakan antagonis kalsium, menghambat pemasukan kalsium ekstraseluler ke otot polos, efeknya lebih dominan pada otot arteri dan arterioler. Efek samping yang umum adalah takikardi, flushing, sakit kepala. Biasanya diberikan 10 mg oral, dan dapat diulang 30 menit kemudian, dengan dosis pemeliharaan 10-20 mg tiap 3-6 jam. Dosis sublingual tidak dianjurkan karena pada beberapa penelitian menunjukkan kejadian hipotensi yang berlebihan. Nifedipin juga bisa digunakan untuk menumpulkan refleks kenaikan tekanan darah pada waktu larigoskopi dan intubasi (Kumar et al., 1993) Profil hemodinamik diltiazem dapat dikatakan memiliki sifat seperti nifedipin, tetapi diltiazem lebih sering digunakan sebagai anti aritmia, terutama aritmia supraventrikuler. Selain memiliki karakteristik anti aritmia, diltiazem juga memiliki efek hipotensi dan sering digunakan sebagai agen hipotensif durante operasi. Penggunaan pada pasien preeklampsia belum didukung penelitian yang memadai. Tetapi beberapa ahli menyarankannya sebagai pilihan alternatif pengendalian tekanan darah pada eklampsia terutama untuk menumpulkan refleks akibat laringoskopi dan intubasi. Biasanya diberikan 10-20 mg, dilanjutkan hemodinamik. dengan drip Dosis infus dengan sesuai kecepatan dengan 5-15 respon mikrogram/kgBB/menit. ditritasiKesimpulan Preklampsia adalah gangguan multisitem dengan etiologi yang belum diketahui secara jelas. Preeklampsia merupakan penyebab kematian tertinggi pada wanita hamil. Sel endotelial vaskuler kelihatannya menjadi tempat utama terjadinya proses eklampsia. Preeklampsia ditandai dengan hipertensi, yang berkaitan erat dengan sirkulasi yang hiperdinamik dan adanya peningkatan resistensi vaskuler sistemik. Pengendalian tekanan darah pre-operatif bertujuan mengurangi efek samping akibat tingginya tensi, disamping juga mencegah kenaikan tekanan darah pada saat kritis, yaitu terutama pada waktu laringoskopi atau intubasi. Bermacam obat dengan mekanisme dan tempat kerja yang berbeda dapat digunakan dengan mempertimbangkan membahayakan janin. kondisi pasien preeklamsia dan tidakReferensi Aya, AGM., Mangin, R., Vialles, N., et al., 2003, Patients with Severe Preeclampsia Experience Less Hypotension During Spinal Anesthesia for elective Cesarean Delivery than Healthy Parturients., Br J Anaesth, 867-872 Chapman, 2006, Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran, EGC : Jakarta Cotton, DB., Longmire, S., Jones, MM., 1986. Cardiovascular alteration in severe pregnancy-induced hypertension : Effect of intravenous nitroglycerine coupled with blood volume expansion. Am J Obstet Gynecol ,154, 1053-9 Farmakologi Atlas Bergambar edisi 2. 2004. EGC : Jakarta Gambling, DR., 2004. Hypertensive Disorder. In : Obstetric Anesthesia, Principles and Practice, Ed Chesnut, DH., 3rd ed., Elsevier Mosby, USA, 794-835 Ganiswarna, Sulistia. G. 2005. Farmakologi dan Terapi edisi 4.FKUI : Jakarta. Gibson, 2009. Grunewald C., Faxelius G., Lagercrantz H., 1993, Effect ofd nitroglycerine on the uterine and umbilical circulation in severe preeclampsia, Obster Gynecol, 86, 600-604 Kumar N., Batra, YK., Gopalan, S., 1993. Nifedipine Attenuates the Hypertensive Response to Tracheal Intubation in Pregnancyinduced Hypertension. Can J Anaesth, 40,329-33 Lawes, EG.,Downing, JW., Duncan, PW., et al.. 1987. FentanylDroperidol Suplementation of Rapid Sequence Induction in The Presence of Severe J., of Pregnancy-induced P., Sibai, and in B., and 1991, pregnancyAnesthetic Stress Severe aggravated Hypertension, Br J Anaesth, 59, 1381-91 Ramanathan, Modification Responses Coleman, Hemodynamic Neuroendocrine Women with Paul. (2009) Hypertension Accessed and on Preganancy. October 13th, http://emedicine.medscape.com.to CaesareanDeliveryPreeclampsia, Anesth and Analg, 772-79 Wibowo, Budiono and Trijatmo Rachimhadi. (2007) Preeklampsia dan Eklampsia. Dalam: Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Penulis Wulan Suci Sakti Rony, Bagian Ilmu Anestesi, RSUD Panembahan Senopati Bantul, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta