efek ekstrak kayu manis cinnamomum cassia...
TRANSCRIPT
EFEK EKSTRAK KAYU MANIS (Cinnamomum cassia)
TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH, BERAT
BADAN, DAN LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL)
PADA TIKUS YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
Miftahul Jannah Salwah Ummah
1112103000031
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya milik orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Mei 2015
Miftahul Jannah Salwah Ummah
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur Alhamdulillah senantiasa tercurah kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan ridha-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW,
beserta keluarga, sahabat, serta umat beliau hingga di akhir zaman.
Dalam menyelesaikan penelitian ini hingga tahap paling akhir, banyak
pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan. Oleh karena itu saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes. selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi., Sp.GK. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta segenap dosen-
dosen PSPD yang telah memberikan bimbingan serta ilmu selama
menjalani masa studi di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Nouval Shahab, Sp.U., Ph.D., FICS., FACS., selaku penanggung jawab
riset angkatan 2012 Program Studi Pendidikan Dokter yang senantiasa
memberikan arahan dalam pelaksanaan riset di angkatan 2012.
4. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D. selaku dosen pembimbing I dalam penelitian
saya, yang senanantiasa membagi ilmu, arahan, dan bimbingan kepada
saya guna menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya.
5. dr. Hari Hendarto, Sp.PD., Ph.D., FINASM. selaku dosen pembimbing II
penelitian saya, yang telah membimbing dan mengarahkan guna
menyempurnakan penelitian saya.
6. Ibu Nurlaely Mida R., M.Biomed., Ph.D. selaku PJ Animal House, Ibu
Endah Wulandari, M.Biomed. selaku PJ Laboratorium Biokimia, Ibu Zeti
Harriyati, M.Biomed. selaku PJ Laboratorium Biologi, drg. Laifa Annisa
vi
Hendarmin, Ph.D. selaku PJ Laboratorium Riset, dan dr. Nurul Hiedayati,
Ph.D. selaku PJ Laboratorium Farmakologi atas izin penggunaan
laboratorium yang telah diberikan. Tak lupa saya berterima kasih kepada
seluruh jajaran laboran yang terlibat dan senantiasa memberikan bantaun
serta arahan yaitu Ibu Ayi, Ibu Suryani, Ibu Lilis, dan Pak Rachmadi.
7. Kedua orang tua tercinta saya, Samsul Hadi dan Darmini Setyo Pinurbo,
atas kasih sayang, dukungan, doa, nasihat, serta semangat yang telah
diberikan. Juga kepada adik-adik saya, Assadullah Sulthoni Hakim,
Wildan Zaim Syadad, dan Iqbal Azzam Muharrik, serta seluruh keluarga
besar yang menjadi penyemangat untuk menggapai cita-cita.
8. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian, yaitu Myra Patricia, Hapsari
Abdining Ilahi, Rachmah Ubat Harahap, dan Azmi Aghnia yang telah
memberikan bantuan pada saya selama penelitian.
9. Kak Ika dan Kak Bayu, senior dari Program Studi Kesehatan Masyarakat
2010 yang telah membantu saya mengolah data, serta seluruh mahasiswa
PSPD 2012 yang telah membantu penelitian saya.
Saya menyadari bahwa laporan penelitian ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, segala bentuk kritik dan saran sangat saya harapkan
untuk memperbaikinya. Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Semoga langkah penulis dan
pembaca senantiasa dalam ridha-Nya.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Ciputat, 15 April 2015
Penulis
vii
ABSTRAK
Miftahul Jannah Salwah Ummah. Program Studi Pendidikan Dokter. Efek
Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum cassia) Terhadap Kadar Glukosa Darah,
Berat Badan dan Low Density Lipoprotein (LDL) pada Tikus yang Diinduksi
Streptozotosin. 2015.
Dewasa ini minat masyarakat terhadap pengobatan berbasis herbal kian
meningkat. Kayu manis khususnya spesies Cinnamomum cassia merupakan
tanaman herbal yang memiliki efek hipoglikemik dan hipolipidemik. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak Cinnamomum cassia dosis 200
mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari terhadap kadar glukosa darah, berat badan,
dan Low Density Lipoprotein (LDL) pada tikus strain Sprague dawley yang
diinduksi streptozotosin. Hasil yang didapatkan adalah signifikansi pada
penurunan kadar glukosa darah (p=0,022) dan peningkatan berat badan (p=0,002),
namun tidak berefek pada LDL (p=0,181). Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa Cinnamomum cassia memiliki efek hipoglikemik namun tidak memiliki
efek hipolipidemik.
Kata kunci: Cinnamomum cassia, streptozotosin, diabetes mellitus
Miftahul Jannah Salwah Ummah. Medical Education Program. The Effect of
Cinnamon (Cinnamomum cassia) toward Blood Glucose, Body Weight and
Low Density Lipoprotein (LDL) in Streptozotocin Induced Rat. 2015.
Today the public interest in herbal-based treatment is increasing. Cinnamomum
cassia a particular species of cinnamon which have hypoglycemic and
hypolipidemic effect. This study aims to determine the effect of the Cinnamomum
cassia extract 200 mg/kgBW/day and 400 mg/kgBW/day on blood glucose levels,
weight, and Low Density Lipoprotein (LDL) in streptozotocin induced Sprague
dawley strain (rat). The results obtained are of significance to a decrease in blood
glucose levels (p = 0.022) and weight gain (p = 0.002), but no effect on LDL (p =
0.181). Therefore it can be concluded that the Cinnamomum cassia has a
hypoglycemic effect but does not have a hypolipidemic effect.
Key word: Cinnamomum cassia, streptozotocin, diabetes mellitus
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .................................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DATAR GRAFIK ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3. Hipotesis ............................................................................................. 3
1.2.1. Hipotesis Nol .......................................................................... 3
1.2.2. Hipotesis Alpha ...................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.4.1. Tujuan Umum ......................................................................... 4
1.4.1. Tujuan Khusus ........................................................................ 4
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
1.5.1. Bagi Peneliti ........................................................................... 4
1.5.2. Bagi Institusi ........................................................................... 4
1.5.3. Bagi Masyarakat ..................................................................... 5
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 6
2.1. Kerangka Teori................................................................................... 6
2.1.1. Diabetes Mellitus (DM) .......................................................... 6
2.1.1.1. Definisi dan Klasifikasi ............................................. 6
2.1.1.2. Fisiologi Pankreas dan Insulin .................................. 7
2.1.1.3. Gangguan Metabolisme Lemak pada DM ............. 10
2.1.1.4. Patofisiologi dan Komplikasi .................................. 12
2.1.1.5. Manifestasi Klinis dan ............................................ 14
2.1.1.6. Kriteria Diagnosis ................................................... 14
2.1.1.7. Tata Laksana ........................................................... 15
2.1.2. Streptozotosin (STZ) ............................................................ 18
2.1.3. Kayu Manis ........................................................................... 21
2.2. Kerangka Konsep ............................................................................. 24
2.3. Definisi Operasional......................................................................... 25
ix
BAB III : METODE PENELITIAN ...................................................................... 26
3.1. Desain Penelitian .............................................................................. 26
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 26
3.2.1. Lokasi Penelitian ................................................................... 26
3.2.2. Waktu Penelitian ................................................................... 26
3.3. Populasi dan Sampel ........................................................................ 26
3.3.1. Populasi ................................................................................ 26
3.3.2. Sampel .................................................................................. 26
3.4. Kriteria Inklusi ................................................................................. 28
3.5. Kriteria Eksklusi............................................................................... 28
3.6. Cara Kerja Penelitian ....................................................................... 28
3.6.1. Alat Penelitian ...................................................................... 28
3.6.2. Bahan Penelitian ................................................................... 28
3.6.3. Adaptasi Hewan Sampel ....................................................... 29
3.6.4. Induksi STZ .......................................................................... 29
3.6.5. Pemberian Ekstrak Kayu Manis terhadap Tikus .................. 29
3.6.6. Pengukuran Sampel .............................................................. 29
3.6.6.1. Glukosa Darah ......................................................... 29
3.6.6.2. Berat Badan ............................................................. 30
3.6.6.3. LDL .......................................................................... 30
3.6.7. Alur Penelitian ...................................................................... 32
3.7. Manajemen Data .............................................................................. 33
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 34
4.1. Glukosa Darah .................................................................................. 34
4.2. Berat Badan ...................................................................................... 37
4.3. Low Density Lipoprotein (LDL) ...................................................... 39
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 41
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 41
5.2. Saran ................................................................................................ 41
BAB VI : KERJASAMA RISET ........................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 43
LAMPIRAN ........................................................................................................... 48
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi DM Berdasarkan Etiologi .................................................... 6
Tabel 2.2. Tipe Sel pada Pulau Langerhans Pankreas ............................................. 8
Tabel 2.3. Sifat Berbagai Sediaan Insulin .............................................................. 17
Tabel 2.4. Beberapa Contoh Antidiabetik Orat dan Karakteristiknya .................. 17
Tabel 2.5. Perbandingan karakteristik kimiawi antara Alloxan dan STZ ............. 18
Tabel 2.6. Perbandingan Karakteristik Tiga Jenis Kayu Manis ............................. 22
Tabel 4.1. Rata-Rata Glukosa Darah pada Seluruh Sampel ................................. 33
Tabel 4.2. Rata-Rata Kadar GDS Selama 28 Hari ................................................. 34
Tabel 4.3. Rata-Rata Kadar GDS perbandingan Hari 1 dan Hari 28 ..................... 34
Tabel 4.4. Hasil Uji Kruskal-Wallis Kadar Glukosa Darah .................................. 34
Tabel 4.5. Rata-Rata Berat Badan perbandingan Hari 1 dan Hari 28 ................... 35
Tabel 4.6. Uji Anova Berat Badan ......................................................................... 37
Tabel 4.7. Uji Kruskal-Wallis LDL ....................................................................... 39
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1. Rerata Gabungan Glukosa Darah Semua Kelompok .......................... 33
Grafik 4.2. Rerata Gabungan Berat Badan Semua Kelompok at Badan ................ 36
Grafik 4.3. Rerata Gabungan LDL Kelompok ...................................................... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Perbandingan Kondisi Hiperglikemik Antar Berbagai Jenis DM ....... 7
Gambar 2.2. Mekanisme Sekresi Insulin ................................................................ 8
Gambar 2.3. Struktur Kimiawi Insulin .................................................................... 9
Gambar 2.4. Sifat Bifasik dari Sekresi Insulin ......................................................... 9
Gambar 2.5. Efek Insulin terhadap Metabolisme Intraselular .............................. 11
Gambar 2.6. Langkah- Langkah Diagnosis DM ................................................... 15
Gambar 2.7. Tetrafasik Aloksan dan Trifasik STZ ............................................... 20
Gambar 2.8. Kulit Kayu Manis Kering (Cinnamomum cassia Bark) ................... 21
Gambar 7.1. Surat Keterangan Tikus Sehat ........................................................... 21
Gambar 7.2. Surat Hasil Identifikasi Bahan Uji ................................................... 21
Gambar 2.8. Kulit Kayu Manis Kering (Cinnamomum cassia Bark) ................... 21
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Keterangan Tikus Sehat ........................................................... 49
Lampiran 2: Hasil Determinasi / Identifikasi Bahan Uji ...................................... 50
Lampiran 3: Data Awal Semua Kelompok Penelitian ........................................... 51
Lampiran 4: Hasil Data Uji Statistik ...................................................................... 54
Lampiran 5: Gambar Proses Penelitian .................................................................. 57
Lampiran 6: Cara Perhitungan STZ dan Ekstrak Cinnamomum cassia yang
Digunakan ......................................................................................... 59
Lampiran 7: Riwayat Penulis ................................................................................. 62
1
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu ganguan homoeostasis nutrien yang
yang terjadi akibat disfungsi pankreas atau respon abnormal dari sel-sel target
terhadap hormon Insulin.1
International Diabetes Federation (IDF) menyatakan
bahwa pada tahun 2005 sebesar 5,1% penduduk dunia atau setara dengan 200 juta
orang terkena DM. IDF juga memprediksikan adanya peningkatan penderita DM
menjadi 6,3% atau sebanyak 333 juta orang pada tahun 2025. Negara-negara maju
maupun berkembang seperti India, Cina, Amerika Serikat, Jepang, Indonesia,
Pakistan, Bangladesh, Rusia, Italia, dan Brazil menduduki peringkat 10 besar sebagai
negara dengan penderita DM terbanyak di dunia.2
Meningkatnya prevalensi DM di beberapa negara berkembang merupakan
salah satu imbas dari peningkatan tingkat kemakmuran. IDF dalam Diabetes Atlas
Edisi kedua tahun 2003 menyatakan bahwa pada tahun 2000 prevalensi DM di
Indonesia adalah sebesar 1,9% (2,5 juta orang) dan penderita Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) sebesar 9,7% (12,9 juta orang). Diprediksi pada tahun 2025
penderita DM di Indonesia meningkat menjadi 2,8% (5,2 juta orang) dan penderita
TGT meningkat menjadi 11,2% (20,9 juta orang). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Depkes melakukan survey mengenai faktor
risiko DM tipe 2 pada usia 25-64 tahun di Depok pada tahun 2001 adalah sebesar
12,8% dan setelah dilakukan intervensi terhadap perilaku menurun menjadi 11,2% di
tahun 2003.2
Dalam berbagai guideline Internasional seperti yang dikeluarkan oleh
American Heart Association (AHA) maupun American Association of Clinical
Endocrinology (AACE) tahun 2013, penanganan kasus DM dititikberatkan pada
modifikasi lifestyle dan terapi farmakologis.3,4
Namun dewasa ini terdapat
2
peningkatan minat masyarakat terhadap pengobatan alternatif khususnya penggunaan
tanaman herbal dikarenakan efek sampingnya yang rendah. Kayu manis adalah salah
satu tanaman herbal yang sejak dulu dipercaya sebagai obat alami antidiabetes.5 Kayu
manis juga dilaporkan memiliki efek farmakologis positif pada pasien Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT), sindrom metabolik, dan DM Tipe 2.6
Cinnamomum cassia atau biasa disebut dengan Kayu Manis Cina adalah
tanaman obat herbal yang mudah dibudidayakan di daerah tropis sebab membutuhkan
panas matahari yang cukup.7
Dalam sebuah penelitian dilaporkan bahwa penggunaan
ekstrak Cinnamomum cassia 200 mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari dalam 6
minggu mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus jantan albino yang
diinduksi aloksan.8
Karena efek hipoglikemik yang ditimbulkan dan pembudidayaan
yang mudah di daerah tropis, ekstrak kayu manis spesies Cinnamomum cassia dapat
dikembangkan sebagai obat antidiabetes.
Penelitian ekstrak Cinnamomum cassia dosis 200 mg/kgBB/hari dan 400
mg/kgBB/hari terhadap tikus sudah pernah dilakukan dalam kurun waktu 6 minggu
dengan hasil penurunan kadar gula darah yang signifikan.8
Pada penelitian ini akan
dilakukan pengujian ekstrak kayu manis dengan dosis yang sama, yaitu 200
mgkgBB/hari dan 400 mg/kbBB namun yang diberikan dalam kurun waktu yang
lebih pendek, yaitu 28 hari. Selain mengetahui efek ekstrak kayu manis terhadap
kadar glukosa darah, penelitian ini juga akan mengamati efek ekstrak kayu manis
terhadap berat badan dan Low Density Lipoprotein (LDL). Penelitian ini akan
dilakukan terhadap tikus jantan strain Sprague dawley yang diinduksi Streptozotosin
(STZ) yang bekerja dengan mendestruksi sel beta pankreas.9
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut:
Bagaimana efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia terhadap kadar
glukosa darah pada tikus yang diinduksi STZ?
Bagaimana efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia terhadap berat badan
pada tikus yang diinduksi STZ?
Bagaimana efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia terhadap kadar LDL
pada tikus yang diinduksi STZ?
1.3. Hipotesis
Kadar glukosa darah:
- Hipotesis nol: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia tidak berefek
terhadap kadar glukosa darah tikus yang diinduksi STZ.
- Hipotesis alpha: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia berefek terhadap
kadar glukosa darah tikus yang diinduksi STZ.
Berat badan:
- Hipotesis nol: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia tidak berefek
terhadap berat badan tikus yang diinduksi STZ.
- Hipotesis alpha: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia berefek terhadap
berat badan tikus yang diinduksi STZ.
Kadar LDL:
- Hipotesis nol: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia tidak berefek
terhadap kadar LDL tikus yang diinduksi STZ.
- Hipotesis alpha: Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia berefek terhadap
kadar LDL tikus yang diinduksi STZ.
4
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Umum
Mengetahui efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia terhadap kadar
glukosa darah, berat badan, dan LDL tikus yang diinduksi STZ.
1.4.2. Khusus
Mengetahui efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia dosis 200
mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari terhadap kadar glukosa
darah tikus DM dibandingkan dengan kontrol.
Mengetahui efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia dosis 200
mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari terhadap berat badan
tikus DM dibandingkan dengan kontrol.
Mengetahui efek pemberian ekstrak Cinnamomum cassia dosis 200
mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari terhadap kadar LDL
tikus DM dibandingkan dengan kontrol.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi peneliti
Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian dengan metode eksperimen.
Mendapat pengetahuan mengenai tanaman herbal bermanfaat yang ada di
Indonesia yang memiliki efek hipoglikemik.
Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
1.5.2. Bagi Institusi
Dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang dapat digunakan
sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya.
5
1.5.3. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi mengenai terapi alternatif DM dengan menggunakan
tanaman herbal.
2
6
1 BAB II
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teori
2.1.1. Diabetes Mellitus (DM)
2.1.1.1. Definisi dan Klasifikasi
DM adalah sindrom klinis dengan kelianan metabolisme berupa kondisi
hiperglikemia akibat defisiensi insulin absolut, inefektifitas insulin, maupun
keduanya.DM berdasarkan etiologinya dapat dibedakan menjadi 4. Keempatnya
dipaparkan pada table di bawah ini.1
Tabel 2.1. Klasifikasi DM Berdasarkan Etiologi
Tipe Etiologi
DM Tipe 1 Destruksi sel β pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin
absolute, dapat dimediasi imun atau idiopatik.
DM Tipe 2 Defisiensi insulin relatif umumnya disebabkan karena resistensi insulin
dan atau defek sekresi.
Tipe Spesifik lain Defek genetik dari fungsi sel B (MODY, DNA Mitokondria, dll.), defek
genetik pada kerja insulin (Rabson-Mendenhall syndrome, Type A
insulin resistance, Leprechaunism, Diabetes Lipoatropik, dll.), gangguan
eksokrin pancreas (Pankreatitis, trauma, keganasan, Kistik Fibrosis,
Hemochromatosis, dll.), endokrinopati (Akromegali, Sindrom Cushing,
Glukagonoma, Hipertiroidisme, dll.), induksi obat atau bahan kimia
(Glukokortikoid, Thiazid, Agonis Beta-Adrenerjik, dll.), Infeksi
(Rubella, CMV, dll.), Diabetes dimediasi Imun yang tidak umum (Stiff-
man syndrome, Anti-insulin receptor antibodies, dll.), sindrom genetik
lain terkait diabetes (Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom
Turner, dll.)
Gestational Diabetes
Mellitus
Peningkatan kadar glukosa darah selama kehamilan.
Sumber: David D. dan Dolores, Greenspan’s: basic and clinical endocrinology, 2007, telah diolah
kembali
Dari keempat tipe diabetes di atas, terdapat gambaran hiperglikemik yang
berbeda-beda.Hal tersebut dapat diamati pada gambar di bawah ini.
7
Gambar 2.1. Perbandingan Kondisi Hiperglikemik Antara Berbagai Jenis DM
Sumber: David D. dan Dolores, Greenspan’s: basic and clinical endocrinology, 2007
2.1.1.2. Fisiologi Pankreas dan Insulin
Pankreas merupakan organ eksokrin dan endokrin. Dalam sebuah pankreas
terdapat sekitar satu juta sel-sel penghasil hormon (pulau-pulau langerhans) yang
menyusun 1-1,5% masa pankreas (1-2 g). Sel endokrin yang utama pada pankreas
yang utamanya berhubungan dengan penyakit DM adalah sel β pankreas. Sel β
pankreas menghasilkan hormon insulin yaitu hormon yang mengatur metabolisme
glukosa di tubuh kita.1
Di samping sel β pankreas, pulau-pulau langerhans pankreas juga memiliki
beberapa tipe sel yang lain diantaranya adalah sel α, β, δ, dan F. Namun keempat tipe
sel tersebut tidak terdistribusi secara merata pada seluruh pankreas. Berikut adalah
keempat tipe sel pankreas dan hormon yang dihasilkan.1
8
Tabel. 2.2. Tipe Sel pada Pulau Langerhans Pancreas
Perkiraan Persentase Volume Pulau Langerhans
Tipe sel Bagian Dorsal (Kepala
anterior, Badan, Ekor)
Bagian Ventral (Bagian
Posterior Kepala)
Produk Sekretorik
Sel A 10% < 0.5% Glukagon, proglukagon,
glukagon-like peptides (GLP-1
and GLP-2)
Sel B
70–80%
15–20%
Insulin, C peptide, roinsulin,
amylin, -aminobutyric acid
(GABA)
Sel D 3–5% < 1% Somatostatin
Sel PP
(Sel F)
< 2% 80–85% Polypeptida pankreas
Sumber: David D. dan Dolores, Greenspan’s: basic and clinical endocrinology, 2007, telah
diolah kembali
Insulin disintesis oleh sel β pankreas. Pada manusia normal, gen pembentuk
insulin terletak pada lengan pendek kromosom 11.Pada tahap awal biosintesis Insulin,
molekul prekursor insulin yaitu preproinsulin terbentuk dari hasil translasi di ribosom
pada reticulum endoplasma kasar. Kemudian akan diubah menjadi proinsulin oleh
enzim mikrosomal. Prosesnya akan dijabarkan sebagai berikut.1
Gambar 2.2. Mekanisme Sekresi Insulin
Sumber: David D. dan Dolores, Greenspan’s: basic and clinical endocrinology, 2007
9
Proinsulin tersusun dari 86 asam amino yang terdiri dari rantai A dan B serta
penghubungnya berupa 35 asam amino. Pada granula sekretori insulin yang matang,
terdapat enzim konversi prohormon yaitu PC1/3 dan PC2. 1
Gambar 2.3. Struktur Kimiawi Insulin
Sumber: David D. dan Dolores, Greenspan’s: basic and clinical endocrinology, 2007
Proses sekresi insulin distimulasi oleh ingesti makanan. Glukosa merupakan
pemicu utama disekresikannya insulin. Sekresi insulin oleh Sel β pankreas terdiri dari
dua fase (bifasik) dan mengalami penurunan gradual diantara kedua fase tersebut.1
Gambar 2.4. Sifat Bifasik dari Sekresi Insulin
Sumber: David D. dan Dolores, Greenspan’s: basic and clinical endocrinology, 2007
10
2.1.1.3. Gangguan Metabolisme Lemak pada DM
Lemak (fat) adalah komponen tak larut air. Untuk dapat menjadikannya larut
dalam plasma darah, maka komponen lipid non polar yaitu triasilgliserol dan ester
kolesteril, digabunngkan dengan komponen lipid amfipatik yaitu fosfolipid dan
kolesterol serta protein, untuk menghasilkan lipoprotein. Di dalam lipoprotein,
terdapat empat kelas utama lipid, yaitu Triasilgliserol (16%), Fosfolipid (30%),
Kolesterol (14%), Ester kolesteril (36%), dan Asam lemak rantai panjang tak
teresterifikasi/asam lemak bebas (4%) yang secara metabolik adalah lemak plasma
paling aktif.10
Terdapat empat kelompok lipoprotein plasma yaitu:10
Kilomikron: hasil penyerapan triasilgliserol (TG) dan lipid lain di usus.
Very Low Density Lippoprotein (VLDL): disintesis di hati untuk distribusi TG
yang mengandung pra-β-lippoprotein.
Low Density Lippoprotein (LDL): tahap akhir metabolisme VLDL yang
utamanya mengandung kolesterol dan fosfolipid, dan diselubungi oleh β-
lippoprotein.
High Density Lippoprotein (HDL): transpor kolesterol pada metabolisme
VLDL dan kilomikron yang mengandung α-lippoprotein.
Lipoprotein lipase (LPL) adalah enzim yang bekerja untuk menyerap TG
plasma ke dalam sel. Dalam proses ini, dihasilkanlah Free Fatty Acid (FFA). Selain
sebagai hasil samping penyerapan TG oleh LPL, FFA juga merupakan hasil dari
lipolisis TG di jaringan adiposit. FFA yang berada di dalam plasma, akan berikatan
dengan albumin dengan kadar 0,1-0,2 µeq/mL plasma. Kadar tersebut akan menurun
dalam keadaan kenyang, dan meningkat hingga 0,7-0,8 µeq/mL dalam keadaan lapar.
Pada keadaan DM tak terkontrol, kadar tersebut dapat meningkat hingga 2 µeq/mL.
Sebab salah satu fungsi insulin adalah meningkatkan lipogenesis dan menghambat
pembebasan asam lemak bebas dari jaringan adiposa.10
11
Proses katabolisme kilomikron dan VLDL berlangsung begitu cepat dengan
waktu paruh eliminasi kurang dari 1 jam pada manusia. Hal ini disebabkan partikel
yang lebih besar akan dikatabolisme lebih cepat dibandingkan dengan partikel yang
lebih kecil. Asam lemak dan TG kilomikron utamanya akan didistribusikan sebanyak
80% ke jaringan adiposa, jantung, dan otot, sedangkan 20% akan menuju ke hati.
Kilomikron sisa (chylomicron remnant) adalah hasil pemecahan kilomokron oleh
LPL, yang relatif kaya akan ester kolesteril dan kolesterol karena berkurangnya TG.
Hal serupa juga terjadi pada VLDL yang memiliki produk sisa yaitu intermediate
density lippoprotein (IDL). Pada manusia cukup banyak IDL yang membentuk LDL,
dan menyebabkan meningkatnya kadar LDL.10
DM merupakan salah satu kondisi yang dapat mengganggu produksi VLDL
oleh hati, sehingga dapat memicu terjadinya perlemakan hati. Selain itu, insulin juga
akan meningkatkan kerja lipase peka-hormon yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya lipolisis TG menjadi FFA dan gliserol. Sehingga kondisi defisiensi insulin,
akan menyebabkan peningkatan FFA di plasma darah.10
Gambar 2.5. Efek Insulin terhadap Metabolisme Intraselular.11
Sumber: Thompson D, Karpe F, Lafontan M, Fryan K. 2012
12
2.1.1.4. Patofisiologi dan Komplikasi
Glukosa darah tidak dapat masuk secara bebas ke dalam sel, dibutuhkan
transporter yang disebut Glucose Transporter (GLUT). Ketika kadar glukosa darah
meningkat, Glukosa akan diperantarai masuk ke dalam sel beta pankreas melalui
GLUT 2 pada membran sel.12
Masuknya glukosa ke dalam sel beta pankreas akan
mengaktifkan mekanisme pelepasan insulin. Seletah hormon insulin disekresi dan
beredar di pembuluh darah, terjadilah proses aktifasi sel-sel perifer yang memiliki
GLUT 4 pada membrannya. GLUT 4 akan memperantarai masuknya glukosa ke
dalam sel untuk dimetabolisme dan terjadi penurunan kadar glukosa dalam darah.13
Keadaan defisiensi insulin absolut maupun relatif akibat penurunan
sensitifitas sel terhadap insulin memicu terjadinya hiperglikemi akibat glukosa yang
tidak dapat masuk ke intra sel. Kondisi hiperglikemi yang menyebabkan
hipometabolisme sel ini menstimulasi sekresi hormon-hormon stress seperti
glukagon, kortisol, dan epinefrin. Hormon-hormon tersebut bekerja dengan
meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis akibat rangsangan dari sel-sel
tubuh yang kelaparan akibat kekurangan glukosa. Akibatnya terjadi penurunan berat
badan. Selain penurunan berat badan juga terjadi aktivasi LPL yang memicu profil
lipid yang abnormal.13
Komplikasi DM dibagi menjadi dua, yaitu akut dan kronik. Yang pertama
akan dibahas mengenai komplikasi akut.14
Hipoglikemia
Komplikasi akut tersering adalah hipoglikemia. Perlu
digarisbawahi bawah kondisi hipoglikemi yang dimaksud bersifat
intraselular, namun tetap terjadi hiperglikemia ekstraselular/intravaskular.
Otak sangat sensitif terhadap rendahnya kadar glukosa intrasel. Sehingga
hipometabolisme otak ini dapat memicu terjadinya gejala sakit kepala
hingga koma.14
13
Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Kondisi hipometabolisme intrasel akibat DM tipe 1 memicu
pemecahan lemak besar-besaran yang berdampak pada kadar keton dalam
darah atau ketosis. Kondisi ini juga memicu peningkatan kadar ion
hidrogen dalam darah, sehingga terjadilah asidosis. Ketosis dan asidosis
bermanifestasi sebagai ketoasidosis. Kompensasi tubuh untuk
mengeluarkan kelebihan glukosa (glukosuria) dan keton (ketouria)
menyebabkan keadaan diuresis. Diuresis yang berkepanjangan
mengakibatkan hipoperfusi, syok, koma, bahkan kematian.14
KHONK (Koma Hiperosmolar Nonketotik)
Pada DM tipe 2, kondisi defisiensi insulin relatif memicu
hiperglikemia dengan pembentukan badan keton yang lebih sedikit.
Kondisi hiperglikemia ini memicu terjadinya diuresis yang dapat
mengakibatkan hipoperfusi, syok, dan kematian.14
Komplikasi kronis yang dapat ditimbulkan diantaranya adalah:
Mikroangiopati
Terjadi pada pembuluh darah kecil/kapiler. Lokasi yang sering
kali menjadi sasaran lesi adalah glomerolus ginjal (nefropati diabetik),
retina mata (retinopati diabetik), saraf-saraf perifer (neuropati diabetik),
kulit, serta otot.14
Makroangiopati
Terjadi pada pembuluh darah sedang hingga besar. Manifestasi
makroangiopati adalah lesi atherosklerotik akibat penimbunan
sorbitol/lipoprotein di tunika intima pembuluh darah. Penimbunan ini
akan menghambat aliran darah dan ketika ruptur akan memicu terjadinya
koagulasi sehinngga menghambat aliran darah. Hal ini adalah dasar
14
timbulnya penyakit klaudikasi intermiten, gangren, stroke, infark
miokardium, dan lain-lain, sebagai kompilkasi makrovaskular DM.14
2.1.1.5. Manifestasi Klinis
Gejala khas dari DM adalah 3P yaitu polidipsia, poliuria, dan polifagia.Pada
defisiensi insulin terjadi peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati yang
menyebabkan kondisi hiperglikemia. Ketika kadar glukosa darah melebihi
kemampuan sel tubulus melakukan reabsorpsi maka glukosa akan keluar melalui urin
(glukosuria). Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik sehingga dapat menarik air
yang menyebabkan volume urin meningkat (poliuria). Besarnya cairan yang keluar
membuat tubuh melakukan kompensasi melalui rasa haus yang berlebihan
(polidipsia). Selain terjadi peningkatan pengeluaran glukosa oleh sel hati, defisiensi
insulin juga menyebabkan menurunnya penyerapan glukosa oleh sel sehingga
menyebabkan defisiensi glukosa intrasel. Pada defisiensi glukosa intrasel, nafsu
makan meningkat sehingga terjadi polifagia (asupan makanan berlebihan). Namun,
meskipun asupan makanan bertambah terjadi penurunan berat badan akibat efek
defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein.15
2.1.1.6. Kriteria Diagnosis
Untuk mendiagnosis DM dapat ditentukan dengan adanya gejala klasik DM,
yaitu poliuri, polidipsi, dan polifagi ditambah dengan kadar glukosa plasma sewaktu
≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau gejala klasik DM ditambah dengan glukosa plasma
puasa ≥126mg/dL (7,0 mmol/L) atau glukosa plasma 2 jam pada Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO dilakukan dengan standar
WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus
yang dilarutkan dalam air. 15
Menurut American Heart Associationtahun 2012 melakukan perubahan gaya
hidup seperti menurunkan berat badan, dan meningkatkan aktivitas fisik dapat
15
menurunkan progresivitas DM tipe II dan mengontrol DM tipe I. Hal tersebut
dikarenakan perubahan gaya hidup dapat meminimalisir faktor risiko seperti
hipertensi dan dislipidemia.16
Gambar 2.6. Langkah- Langkah Diagnosis DM
Sumber: Perkeni, 2011
2.1.1.7. Tata Laksana
Terdapat 6 prinsip penatalaksanaan DM yaitu rencana diet, latihan dan
pengaturan aktivitas fisik, obat-obatan hipoglikemik oral, terapi insulin, pengawasan
16
glukosa di rumah, pengetahuan tentang DM dan perawatan diri. Pengetahuan tentang
DM sangat penting dilakukan melalui proses edukasi. Dengan pengetahuan yang
memadai mengenai penyakitnya, pasien mampu menumbuhkan kesadaran untuk
bersabar dan tekun dalam menjalani serangkaian proses penatalaksanaan dalam
jangka waktu lama, guna mencapai kondisi metabolik yang stabil dan optimal.14
Pada pasien DM Tipe 1 dan ketoasidosis diabetik, insulin adalah terapi yang
paling utama dipilih. Preparat insulin didapat dari hasil ekstraksi pankreas babi atau
sapi yang memiliki susunan asam amino berbada dari insulin manusia. Meskipun
berbeda struktur biokimiawinya, namun aktivitas biologiknya tetap sama, hanya
menimbulkan perbedaan imunologik. Normalnya sekresi insulin ke vena porta sekitar
40µg (1 unit) per jam, untuk mencapai kadar 2-4 ng/mL dalam sirkulasi portal dan
0,5 ng/mL dalam sirkulasi perifer. Setelah makan, insulin di sirkulasi portal akan
meningkat tajam kadarnya, namun di perifer peningkatannya sedikit lebih rendah.
Pemberian terapi insulin pada pasien DM Tipe 1, adalah mencapai keadaan fisiologis
seperti yang sebelumnya dipaparkan. Namun sukar karena penyuntikan insulin
dilakukan secara subkutan sehingga tidak maksimal mencapai sirkulasi portal.17
Target utama dari kerja insulin adalah hepar, adiposit, dan otot. Tidak hanya
untuk pasien DM Tipe 1 saja, beberapa jenis juga digunakan untuk DM Tipe 2. Selain
secara subkutan, insulin juga dapat diberikan secara intavena dan intramuskular.
Preparat insulin dibedakan berdasarkan lama waktu kerjanya. Dosis dan konsentrasi
insulin dinyatakan dalam unit (U). Standar internasional yang berlaku sekarang
adalah kombinasi bovine dan porcine insulin dengan kadar 24 U/mg. Preparat human
insulin yang homogen mengandung 25 dan 30 U/mg. Preparat komensal insulin, rata-
rata dipasarkan dalam bentuk solusio atau suspensi dengan kadar 100 U/mL, atau
sekitar 3,6 mg insulin per mililiter.17
17
Tabel 2.3. Sifat Berbagai Sediaan Insulin
Jenis
Sediaan
Bufer Mula Kerja Puncak Masa Kerja Kombinasi
dengan*
Kerja cepat
Regular
soluble
(kristal)
- 0,1-0,7 1,5-4 5-8 Semua jenis
Lispro Fosfat 0,25 0,5-1,5 2-5 Lente
Kerja sedang
NPH
(Isophan)
Fosfat 1-2 6-12 18-24 Regular
Lente Asetat 1-2 6-12 18-24 Semilente
Kerja
panjang
Protamin zinc Fosfat asetat 4-6 14-20 24-36 Regular
Ultralente - 4-6 16-18 20-36 -
Glargin - 2-5 5-24 18-24 -
Sumber: Syarif A, et al, Fakmakologi dan Terapi, Edisi 5, 2012
Terdapat lima golongan antidiabetik oral (ADO) di Indonesia yaitu, golongan
sulfonilurea, meglitinid, biguanid, penghambat α-glikosidase, dan tiazolidinedion.
Kelima golongan tersebut diberikan kepada pasien DM Tipe 2 yang sudah tidak dapat
dikontrol dengan diet dan latihan fisik saja.17
Tabel 2.4. Beberapa Contoh Antidiabetik Orat dan Karakteristiknya
ADO Cara kerja
utama
Efek
samping
utama
Reduksi
HbA1C
Keuntungan Kerugian
Sulfonilurea
(contoh:
Glibenklamid)
Meningkatkan
sekresi insulin
BB naik,
hipoglikemia
1-2% Sangat
efektif BB,
hipoglikemia
Penghambat
glukoneogenesis
(contoh:
Metformin)
Menekan
produksi
glukosa hati &
menambah
sensitifitas
terhadap insulin
Dispepsia,
diare,
asidosis
laktat
1-2% Tidak ada
kaitan
dengan BB
Kontraindikas
i pada
insufisiensi
renal
-glukosidase
inhibitor
(contoh:
Acarbose)
Menghambat
absorpsi glukosa
Flatulens,
tinja lembek
0,5-
0,8%
Tidak ada
kaitan
dengan BB
Mahal
Sumber: Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia 2011. PERKENI, telah
diolah kembali.
18
2.1.2. Streptozotosin (STZ)
Streptozotosin (STZ) merupakan analog glukosa toksik yang dapat
menimbulkan diabetes Streptozotosin. STZ ditemukan pada tahun 1963 oleh Rakiten
et al. dan menjadi pilihan utama sebagai agen analog glukosa toksik, menggantikan
Alloxan yang ditemukan pada tahun 1838, oleh Wohler dan Liebig.18,19
Keduanya
memiliki mekanisme kerja yang identik, yaitu masuk melalui GLUT 2 dan menjadi
toksik intraselular sel beta pankreas.
Tabel 2.5. Perbandingan karakteristik kimiawi antara Alloxan dan STZ
Alloxan STZ
Nama kimia 2,4,5,6-
Tetraoxypyrimidine;
2,4,5,6-pyrimidinetetrone
2-Deoxy-2-
([(methylnitrosoamino)carbonyl]amino)-
D-glucopyranose
Struktur kimia Derivat pirimidin
teroksidasi;
Derivat asam barbiturat (5-
ketobarbituric acid)
Cytotoxic methylnitrosourea moiety
(Nmethyl-N-nitrosourea) menempel
pada molekul glukosa (2-deoxyglucose);
Derivat glukosamine
Sifat kimiawi Sangat hidrofilik, analog
glukosa toksik beta sel
(koefisien partisi –1.8);
asam lemah
Hidrofilik, analog glukosa toksik beta
sel
Secara kimiawi tidak stabil
(waktu paruh 1.5 menit
pada pH 7.4 dan suhu 37o
C, Terurai menjadi asam
alloxanic);
Stabil pada pH asam
Relatif stabil pada pH 7.4 dan suhu 37o
C (setidaknya sampai dengan 1 jam)
Reaktivitas Reagen Thiol yang
terreduksi menjadi asam
dialuik karena keberadaan
GSH dan thiol yang lain
Agen alkilasi DNA
Protoxin; metabolisme
intraselular dari
xenobiotiknya
menghasilkan toksik ROS
melalui siklus redoks
dengan asam dialurik untuk
periode yang lama (>1 jam)
Agen alkilasi protein
Mode Toksisitas Pembentukan ROS Alkilasi DNA
Sumber: Lanzen S. Diabetolgia 2008, telah diolah kembali.
STZ mampumemiliki selektivitas terhadap sel beta pankreas dikarenakan
afinitasnya terhadap GLUT 2, meskipun lemah. Hal ini dibuktikan dengan sebuah
19
percobaan yang menujukkan bahwa sel beta pankreas yang tidak memiliki GLUT 2,
bersifat resisten terhadap STZ.20, 21, 22
Selain toksik terhadap pankreas, STZ juga
toksik terhadap ginjal dan hati. Sebab ginjal dan hati juga memiliki GLUT 2 di
permukaan membrannya.23, 24
STZ merupakan analog nitrosurea yang tersusun atas bagian N-methyl-N-
nitrosourea (MNU) yang berikatan dengan rantai karbon kedua heksosa. MNU adalah
agen alkilasi DNA. Transfer gugus metil dari STZ ke molekul DNA mengakibatkan
kerusakan DNA dan menimbulkan fragmentasi DNA.25
Glikosilasi protein adalah
faktor tambahan yang menyebabkan kerusakan DNA.26
Sebagai bentuk usaha sel beta
pankreas dalam memperbaiki DNA, terjadilah over stimulasi dari poli (ADP-ribosa)
polimerase (PARP) sehingga terjadi penurunan kadar NAD+
yang berdampak pada
penurunan cadangan ATP intraselular.27
Habisnya cadangan ATP intraselular
mengakibatkan terjadinya nekrosis sel.
Hipotesis alternatif dari proses alkilasi DNA adalah potensi STZ sebagai
donor NO intraselular.28
MNU memilki gugus nitroso yang mampu membebaskan
NO. Namun mekanisme utama STZ tetaplah sebagai agen alkilasi DNA, dan bukan
sebagai donor NO. Sebab pembebasan gugus NO bukanlah merupakan mekanisme
toksik dari agen-agen alkilasi DNA.29
Akibat kerusakan DNA yang terjadi, timbul berbagai gangguan dalam
transpor dan metabolisme glukosa.30
Akibat kadar NAD+
yang mengalami
kemerosotan tajam, terjadilah inhibisi biosintesis dan sekresi insulin. Terjadinya
inhibisi biosintesis dan sekresi insulin, lama kelamaan akan menimbulkan terjadinya
inhibisi glukosa dan asam amino yang menginduksi sekresi insulin, sehingga terjadi
disfungsi enzim mitokondria yang berakhir pada kerusakan genom mitokndria.31
Terdapat perbedaan fase yang ditimbulkan oleh STZ dan aloksan. Dimana
STZ hanya mengalami satu kali fase hipoglikemia. STZ mengalami 3 fase, yaitu:32
20
Fase II : Muncul satu jam dan hilang dalam dua sampai empat jam
paskainjeksi. Pada fase ini terjadi destruksi sel beta malalui mekanisme-
mekanisme yang sudah dijelaskan sebelumnya. Diantaranya terjadinya
vakuolisasi intraselular, dilatasi RE kasar dan oedema mitokondria. Sehingga
terjadilah penurunan produksi dan sekresi insulin (hipoinsulinemia)
Fase III : Muncul empat sampai delapan jam pasca injeksi. Terjadi
hiperinsulinemia, akibat adanya granula sekretori yang diinduksi toksin dan
ruptur membran sel beta. Kondisi hiperinsulinemia ini menimbulkan kondisi
hipoglikemia hingga masuk ke tahap starvation.
Fase IV : terjadi pada dua belas sampai empat puluh delapan jam paskainjeksi.
Sudah tidak ada sel beta pankreas yang masih intak. Kemudian debris-debris
sel akan dimakan oleh nonactivated scavenger macrophage.
Gambar 2.7. Tetrafasik Aloksan dan Trifasik STZ
Sumber: Lanzen S. Diabetolgia 2008
21
2.1.3. Kayu Manis
Kayu manis yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah spesies
Cinnamomum cassia. Klasifikasi Cinnamomum cassia berdasarkan Integrated
Taxonomic Infoemation System (ITIS) adalah sebagai berikut:33
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Spermatophytina
Ordo : Magnoliopsida
Famili : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
Spesies : Cinnamomum cassia
Gambar 2.8. Kulit Kayu Manis Kering (Cinnamomum cassia Bark)
Sumber : EOL interns LifeDesk http://www.eol.org
Spesies yang paling banyak ditanam di Indonesianya adalah C. burmanii, C.
zeylanikum dan C.cassia. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa C. cassia
memiliki efek antidiabetik yang lebih baik dari pada C. Zeylanikum.34, 35
Selain
sebagai antidiabetik, C. cassia juga memiliki efek sebagai agen hipoglikemik,
22
antihiperlipidemik, antioksidan, antipiretik, anti-inflamasi, antimikroba, dan
antialergi.36
Dalam tabel di bawah ini akan dipaparkan mengebai perbedaan
karakteristik antara C. burmanii, C. zeylanikum dan C.cassia.37
Tabel 2.6. Perbandingan Karakteristik Tiga Jenis Kayu Manis
Sumber: Daswir, 2010
Terdapat beberapa senyawa penting yang terkandung di dalam ekstrak kayu
manis, diantaranya adalah alkaloid, protein, tannin, glikosida, flavonoid, saponin,
asam cinnamat, polifenol, dan cinnamaldehid.38
Dari semua senyawa penting
tersebut, asam cinnamat, cinnamaldehid, polifenol dan flavonoid adalah empat
senyawa utama yang berperan pada terapi DM. Penjelasannya adalah sebagai berkut:
23
Cinnamaldehyde
Berbagai penelitian melaporkan bahwa cinnamaldehid mampu meningkatkan
transpor glukosa pada sel adiposit dan otot rangka melalui GLUT 4 sehingga
mampu menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan.39,40
Pemberian
cinnamaldehid dosis 20 mg/kgBB dapat menurunkan HbA1C, total kolesterol,
dan TG.39
Asam cinnamat
Asam cinnamat berfungsi sebagai insulin secretagouge dan juga meningkatan
ekspresi GLUT4.39
Asam cinnamat dapat menghambat enzim HMG-CoA
reduktase dan menurunkan peroksidasi lipid di hepar.41
Polifenol dan flavonoid
Salah satu komponen polifenol yang bersifat insulin mimetik adalah
Methylhydroxy chalcone polymer (MHCP). MHCP memiliki beberapa efek
antara lain merangsang autofosforilasi reseptor insulin, meningkatkan
ambilan glukosa, meningkatkan sintesis glikogen dan aktifitas glikogen
sintase di sel adiposit, dan menurunkan aktifitas glikogen sintase kinase-
3β.36,38
Selain itu MHCP dapat meningkatkan sensitifitas insulin melalui
peningkatan ekspresi dari PPAR γ / α.42
Kandungan polifenol dan flavonoid
juga berperan sebagai antioksidan, khususnya polifenol yang dilaporkan
mampu menghambat enzim 5-lipooksigenase.43
Antioksidan ini mampu
menangkal radikal bebas di sel beta pankreas.
24
2.2. Kerangka Konsep
STZ
Agen
Alkilasi
DNA Melalui
GLUT 2
N-methyl-N-
nitrosourea
(MNU)
2-deoxyglucose
Pancreas Hati Ginjal
Transfer
MNU ke
DNA
Sel Beta Kerusakan
DNA
Kompensasi:
repair DNA ↑
Aktivasi poli
(ADP-ribosa)
polimerase ↑
Kadar NAD+
↓
Cadangan ATP
habis
Nekrosis sel
beta pankreas
Fase IV:
Hiperglikemia
permanen
Fase III:
Hiperinsulinemia
(Hipoglikemia)
Fase II:
Hipoinsulinemia
1-4 jam paska
injeksi STZ
inhibisi
biosintesis dan
sekresi insulin
Ruptur
membran sel
Insulin dalam
jumlah ↑ ke
sirkulasi
Fagositosis
debris sel oleh
makrofag
Defisiensi
insulin absolut
Autofosforilasi
reseptor insulin
di sel target ↓
Katabolisme
protein ↑
(-) GLUT 4 di
membran sel Disfungsi
LPL
Ambilan
glukosa ke
dalam sel ↓
Dislipidemia
BB ↓
Hiperglikemi
a
Gangguan
metabolisme
lipid
LDL ↑
Zat aktif:
Cinnamaldehyde
dan MHCP
X
Cinnamomum
cassia
X X
Keterangan : = Menghambat X
25
2.3. Definisi Operasional
No Variabel Pengukur Alat Ukur Cara Pengukuran Skala
Pengukuran
1 Glukosa
Darah
Hasil pemeriksaan
glukosa darah sampel
secara acak tanpa
dipuasakan (Gula Darah
Sewaktu).
Blood
glucose
Test Meter
Easy Touch
Darah yang diambil
dari sampel
diteteskan pada strip
glukometer,
interpretasi angka
yang muncul pada
alat.
Numerik
2 Berat
badan
(BB)
Ukuran yang umum
untuk menilai keadaan
gizi.
Timbangan Sampel diletakkan
pada timbangan
selanjutnya dilihat
angka pada
timbangan. Angka
tersebut merupakan
BB sampel.
Numerik
3 LDL Profil lipid sebagai
penanda stress oksidatif.
Reagen
kolesterol
Sclavo dan
presipitan
Diasys.
Dilakukan presipitasi
dengan presipitan
untuk diambil
supernatannya,
kemudian diteteskan
reagen kolesterol dan
dukur absorbannya.
Numerik
26
1 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Animal House, laboratorium Biologi,
laboratorium Riset, laboratorium Farmakologi, dan laboratorium Biokimia Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Kertamukti no. 05 Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Agustus 2014 sampai dengan Februari 2015.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Objek percobaan yang digunakan adalah tikus jantan strain Sprague dawley
usia 16 minggu, dengan rentang berat badan 192-337 g yang diperoleh dari
Departemen Patologi Institut Pertanian Bogor (IPB). Hewan percobaan tersebut telah
dinyatakan memiliki status kesehatan yang baik dan belum pernah mendapatkan
perlakuan apapun.
3.3.2. Sampel
Penelitian ini dilakukan dengan membagi hewan coba menjadi 4 kelompok.
Kelompok pertama merupakan kelompok N (normal) sebagai kontrol negatif.
Kelompok kedua merupakan kelompok D (diabetes) sebagai kontrol positif.
Kelompok ketiga merupakan kelompok D+Cc (diabetes dengan terapi ekstrak
27
Cinnamomum cassia) yaitu kelompok tikus DM yang diinduksi STZ dan diberikan
terapi kayu manis (Cinnamomum cassia) dengan dosis 200 mg/kgBB/hari (D+Cc200)
dan 400 mg/kgBB/hari (D+Cc400) selama 28 hari.
Penentuan jumlah sampel pada setiap kelompok penelitian menggunakan
rumus Mead, sebagai berikut:44
E = N – B – T
Keterangan:
E : Degree of freedom of eror component (10-20)
N : Total ukuran sampel seluruh kelompok penelitian dikurangi satu.
B : Blocking component (environmental effect) dikurangi satu.
T : Jumlah kelompok penelitian dikurangi satu.
Dalam penghitungan kali ini, akan dicari rentang sampel antara E = 10 dan E
= 20 dengan penghitungan sebagai berikut:
E = 10 = ( Total sampel – 1 ) – ( 1 – 1) – ( 4 – 1 )
= ( Total sampel – 1 ) – ( 0 ) – ( 3 )
= Total sampel – 4
Total sampel = 10 + 4 = 14 (untuk 4 kelompok penelitian)
Untuk satu kelompok penelitian = 14 : 4 = 3,5 ekor, dibulatkan 4.
E = 20 = ( Total sampel – 1 ) – ( 1 – 1) – ( 4 – 1 )
= ( Total sampel – 1 ) – ( 0 ) – ( 3 )
= Total sampel – 4
Total sampel = 20 + 4 = 24 (untuk 4 kelompok penelitian)
Untuk satu kelompok penelitian = 24 : 4 = 6 ekor.
Jadi total sampel yang dibutuhkan masing-masing kelompok berdasarkan
rumus Mead adalah 4 – 6 ekor. Sedangkan jumlah yang kita ambil adalah sebanyak 4
ekor sebagai jumlah sampel yang representatif.
28
3.4. Kriteria Inklusi
Tikus strain Sprague dawley dengan kadar glukosa darah kurang dari 250
mg/dl (kelompok normal) sebagai kontrol negatif.
Tikus strain Sprague dawley dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
(kelompok DM) sebagai kontrol positif.
3.5. Kriteria Eksklusi
Tikus mati sebelum perlakuan.
Tikus jantan yang diinduksi STZ dengan kadar glukosa darah kurang dari 250
mg/dl setelah 3 kali pengukuran berturut-turut dalam waktu 3 hari.
3.6. Cara Kerja Penelitian
3.6.1. Alat Penelitian
Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus, tempat
makan dan minum tikus, perlengkapan kebersihan, neraca digital dan analitik, toples,
sonde bengkok dan lurus, Glukometer Easy Touch, strip glukosa darah Easy Touch,
silet, pH-meter, minor set, tabung EDTA, tabung valkon, tabung eppendorf, vortex,
sentrifuge, spektrofotometer, kulkas -80oC
dan 4
oC, spuit 1 cc dan 3 cc, coolbox,
alcohol swab, tisu, dan handscoen.
3.6.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kering
Cinnamomum cassia, STZ, buffer sitrat asam, sukrosa 10%, eter alkohol, kit
kolesterol Sclavo, kit presipitan Diasys, akuades steril (pelarut ekstrak Cinnamomum
cassia) dan akuades (blanko spektrofotometer).
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah kulit kayu manis
spesies Cinnamomum cassia yang diperoleh dari pusat konservasi Kebun Raya Bogor
29
sebanyak 2 kg. Kulit kayu manis spesies Cinnamomum cassia ini selanjutnya
diekstraksi di Institut Pertanian Bogor dan didapatkan hasil ± 1.100 gr ekstrak kering
kayu manis.
3.6.3. Adaptasi Hewan Sampel
Dilakukan selama 14 hari sejak tanggal 12 sampai dengan 26 Agustus 2014.
Hewan diadaptasikan dengan lingkungan, makanan dan minuman yang baru. Tujuan
dari proses ini adalah untuk mengkondisikan semua tikus sebelum diberikan
perlakuan.
3.6.4. Induksi STZ
Setelah dipuasakan sekitar 16 jam, dilakukan penyuntikan STZ dengan dosis
55 mg/kgBB secara intraperitoneal pada hari ke-15. Tikus yang sudah disuntik
kemudian akan diberi larutan sukrosa 10% serta diberi makan yang cukup dalam 24
jam pertama sebagai profilaksis hipoglikemia.32
5 hari kemudian, tepatnya pada hari
ke-19 dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah.
3.6.5. Pemberian Ekstrak Kayu Manis terhadap Tikus
Dilakukan secara peroral dengan menggunakan sonde selama 28 hari (hari ke-
19 sampai hari ke-46).
3.6.6. Pengukuran Sampel
3.6.6.1. Glukosa Darah
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari hari ke-1, hari ke-7, hari
ke-14, hari ke-21, dan hari ke-28 sejak tikus dinyatakan DM. Prinsip pengukuran
kadar glukosa darah tikus pada penelitian ini sama dengan manusia, yaitu mengambil
darah dari vaskular perifer kemudian mengukurnya dengan strip dan glukometer Easy
Touch.
30
Pertama-tama tikus dimasukkan ke dalam toples yang berisi eter alkohol.
Setelah mengalami penurunan kesadaran, tikus dikeluarkan dari toples kemudian
dilakukan fiksasi pada leher dan badan tikus. Penggunaan sarung tangan tebal
sangatlah penting sebab tikus dapat sadar sewaktu-waktu sehingga dapat melakukan
perlawanan.
Setelah tikus terfiksasi, dilakukan desinfeksi menggunakan alkohol swab pada
ujung ekor tikus dan tunggu beberapa saat hingga alkohol kering. Ujung ekor tikus
disayat menggunakan silet dan diukur kadar glukosa darahnya menggunakan strip
dan glukometer Easy Touch. Setelah hasil pengukuran dirasa akurat, luka sayatan
pada ujung ekor tikus dibakar hingga perdarahan terhenti.
3.6.6.2. Berat Badan
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari selama 28 hari (hari ke-19
sampai hari ke-46). Tikus dimasukkan ke dalam toples yang diletakkan di atas
timbangan. Berat toples sudah dianggap nol sehingga didapatkan hasil pengukuran
berupa berat badan tikus dalam satuan gram.
3.6.6.3. LDL
Kadar LDL diukur setelah proses sacrifice. Tikus yang telah dibius dengan
eter alkohol dibedah, kemudian diambil darahnya dari vena kava inferior dengan
spuit 3 cc needle 26 G. Darah tersebut disimpan terlebih dahulu di tabung EDTA agar
tidak terjadi koagulasi dan disimpan sementara dalam termos es. Pengambilan darah
dilakukan dengan teknik yang benar supaya darah yang diambil tidak lisis.
Kemudian dilanjutkan proses sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama
10 menit. Setelah itu dengan menggunakan mikropipet, supernatan diambil dan
dimasukkan ke dalam tabung eppendorf. Kemudian disimpan ke dalam kulkas suhu
-80°C dan setelah waktu yang ditentukan plasma dikeluarkan untuk dicairkan
sehingga dapat dilakukan pengukuran kadar LDL.
31
Pertama-tama dilakukan presipitasi dengan cara mencampurkan 10 µl sampel
plasma dengan 100 µl reagen presipitan Diasys. Setelah itu dihomogenisasi dan
diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan. Kemudian disentrifugasi selama 20
menit dan diambil supernatannya.
Setelah melakukan presipitasi barulah supernatan dapat diukur kadar LDL
didalamnya. Diambil 10 µl supernatan dan dicampur dengan 100 µl reagen kolesterol
Sclavo. Inkubasi dilakukan selama 10 menit di suhu kamar kemudian dilakukan
pembacaan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm.
32
3.6.7. Alur Penelitian
Didapatkan :
1. GDS hari ke-25, 32, 39, 46
(mg/dL)
2. Berat badan hari-19 sampai 46 (g)
3. Kadar LDL (mg/dL)
Analisa statistik pada data
Tikus tiba di Animal
House
Adaptasi selama 2 minggu
Makan dan minum ad libitum
(Hari 1-14)
Kelompok N (normal),
GDS <250 mg/dl
(Hari 15)
Tikus diinduksi
streptozotosin (STZ)
55 mg/kgbb
(Hari 15)
GDS >250 mg/dl :
Kelompok D (DM
tanpa terapi)
Mengukur berat badan
(Hari 19)
GDS >250 mg/dl :
Kelompok D+Cc (dengan
terapi ekstrak Cinnamomum
cassia) Mengukur berat
badan. (Hari 19)
Sonde oral ekstrak
Cinnamomum cassia 200 dan
400 mg/kgbb/hari.
(Hari 19-46)
Sacrifice:
Sacrifice, pembiusan dengan
ether dan pengambilan darah
dari vena cava inferior
(Hari 47)
Pengukuran kadar LDL dengan
kit presipitan Diasys dan kit
kolesterol Sclavo.
Mengukur berat badan
(Hari 15)
Mengukur GDS, dari
darah vena ekor
menggunakan glukometer
(Hari 25, 32, 39, 46)
Mengukur berat badan
(Hari 19-46)
33
3.7. Manajemen Data
Dalam pengambilan data untuk penelitian ini, dilakukan eksperimen langsung
terhadap tikus strain Sprague dawley dengan rentang berat badan 192-330 gr, yang
telah diberi perlakuan sebelumnya berupa injeksi STZ dan pemberian ekstrak
Cinnamomum cassia. Ditambah dengan pencarian literatur dan melakukan peninjauan
pustaka untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh Cinnammum cassia
terhadap kadar glukosa darah, berat badan dan kadar LDL. Setelah data terkumpul,
dilakukan pengolahan data secara komputerisasi yaitu dengan SPSS versi 16.0.
Uji yang digunakan adalah Uji Oneway Annova dilanjutkan dengan analisis
post hoc dikarenakan penelitian ini termasuk analitik-kategorik-numerik. Untuk
melakukan uji Oneway Annova, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji
homogenitas. Jika salah satu uji tersebut tidak terpenuhi maka dilakukan transformasi
data. Ketika uji transformasi data tidak berhasil maka dilakukan uji Kruskal Wallis
atau T-test.
34
1 BAB IV
2 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Glukosa Darah
Data glukosa darah yang diambil adalah jumlah rerata glukosa darah dari
masing-masing kelompok pada hari 1, yaitu hari saat tikus dapat dinyatakan DM atau
normal, hari 7, hari 14, hari 21, dan hari 28.
Tabel 4.1. Rata-Rata Glukosa Darah pada Seluruh Sampel
Sampel GDS Mean±SD (mg/dl)
Hari 1 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28
N 83.3±10.5 116.8±12 94.3±17.3 117.5±12.6 103.3±7.5
D 481.3±98.2 532.8±91.2 521±102.4 531.5±26.3 600±0
D+Cc200 503.3±134.3 441.3±203.8 460.3±235.2 426.5±241.3 479.3±221.9
D+Cc400 506.8±111.9 476.8±149.7 415.8±177.6 371.5±192.5 426.8±156.5
Ket: SD = Standar Deviasi, GDS = Glukosa Darah Sewaktu, N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 =
Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg
Grafik 4.1. Rerata Gabungan Glukosa Darah Semua Kelompok
Ket: SD = Standar Deviasi, GDS = Glukosa Darah Sewaktu, N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 =
Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg
0
100
200
300
400
500
600
700
1 7 14 21 28
GD
S (
mg
/dl)
Hari
N D D+Cc200 mg D+ Cc400 mgD+Cc400 D+Cc200
35
Grafik di atas menunjukan adanya penurunan trend kadar glukosa darah pada
tikus dengan pemberian terapi ekstrak kayu manis dibandingkan dengan tikus DM
tanpa terapi. Trend penurunan kadar glukosa darah lebih dominan pada tikus DM
dengan pemberian terapi ekstrak kayu manis dengan dosis 400 mg/kgBB/hari
dibandingkan dengan 200 mg/kgBB/hari, setelah hari ke-7. Untuk mengetahui
presentase kenaikan/penurunan masing-masing kelompok, dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 4.2. Presentase Perubahan Rata-Rata Kadar GDS pada Hari 28 Dibandingkan
Hari 1 pada Semua Kelompok
Sampel
Rata-Rata
Hari 1
( H1)
Rata-Rata Hari 28
( H28) H28)/( H1)*100%
N 83.3 103.3 24% (+)
D 481.3 600 24,7% (+)
D+Cc200 503.3 479.3 4,8%% (-)
D+Cc400 506.8 426.8 15.8% (-)
Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc 200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc 400 =
Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg, (+) = kenaikan, (-) = penurunan
Dari tabel di atas dapat diketahui adanya penurunan kadar glukosa darah pada
tikus DM yang diberikan terapi Cinnamomum cassia yaitu sebesar 4,8% pada dosis
200 mg/kgBB/hari dan 15,8% pada dosis 400 mg/kgBB/hari. Sedangkan peningkatan
justru terjadi pada kelompok tikus normal sebesar 24% dan DM 24,7%. Untuk
mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata kadar glukosa darah pada seluruh
kelompok, maka dilakukan uji Kruskal-Wallis.
Tabel 4.3. Hasil Uji Kruskal-Wallis Kadar Glukosa Darah
Sampel Mean±SD p value
N 103 ±5.6
0.022 D 533.3±41.8
D+Cc200 462.1±205
D+Cc400 439.5±147.7
Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 =
Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg
36
Dari hasil uji Kruskal-Wallis didapatkan p<0.05 hal ini menunjukan adanya
perbedaan bermakna rata-rata kadar glukosa darah di seluruh kelompok. Hal ini dapat
diartikan, bahwa pemberian terapi ekstrak Cinnamomum cassia signifikan/berefek
terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus DM.
Penelitian sebelumnya sudah pernah dilakukan dengan menggunakan tikus
strain Sprague dawley yang diinduksi Aloksan. Tikus DM hasil induksi Aloksan
tersebut kemudian diberi terapi ekstrak Cinnamomum cassia dengan dosis 300
mg/kgBB/hari selama 14 hari. Dari penelitian tersebut, didapatkan hasil p=0,001
(menggunakan uji One Way Anova) yang artinya terdapat signifikansi perbedaan
kadar glukosa darah pada kelompok normal, DM tanpa terapi, dan DM dengan terapi
ekstrak Cinnamomum cassia dosis 300 mg/kgBB/hari.45
Selain itu, penelitian juga pernah dilakukan dengan dosis yang sama yaitu 200
mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari yang diberikan selama 6 minggu pada tikus
albino yang diinduksi Aloksan. Hasil yang didapatkan adalah kedua dosis tersebut
mampu menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan.8
Grafik 4.2. Hasil Uji Mann Whitney
Ket: SD = Standar Deviasi, GDS = Glukosa Darah Sewaktu, N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 =
Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg
37
Dari grafik tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat signifikansi antar
kelompok sampel, kecuali D+Cc200 dengan D+Cc400. Hal ini mengindikasikan
bahwa pemberian dosis 200 mg/kgBB/hari tidak signifikan terhadap 400
mg/kgBB/hari. Artinya pemberian dosis 200 mg/kgBB/hari ataupun 400
mg/kgBB/hari akan menghasilkan signifikansi penurunan yang tidak jauh berbeda.
Sesuai dengan prinsip farmakologis yang sudah kita ketahui secara umum,
target pemberian obat adalah efek maksimal dengan pemberian dosis yang minimal.
Aplikasi dalam penelitian ini adalah penentuan dosis yang lebih direkomendasikan
pada pemberian ekstrak Cinnamomum cassia selama 28 hari. Dari uji Mann Withney
di atas, dapat diketahui bahwa dosis 200 mg/kgBB/hari lebih direkomendasikan
dibandingakn 400 mg/kgBB/hari, sebab keduanya memiliki efek terapeutik yang
hampir sama.
4.2. Berat Badan
Data berat badan yang diambil adalah jumlah rerata berat badan dari masing-
masing kelompok pada hari 1 hingga hari 28, yang dapat dilihat melalui tabel di
bawah ini:
Tabel 4.4. Presentase Perubahan Rata-Rata BB pada Hari 28 Dibandingkan Hari 1
pada Semua Kelompok
Sampel
Rata-
Rata
Hari 1
(
H1)
Rata-
Rata
Hari 28
(
H28)
H28/H1*100%
% selisih
(H28-
H1)/H1*100%
N 267 289.8 108,5 8,5% (+)
D 223.75 204.1 91,2 8,8% (-)
D+Cc200 254.25 251.2 98,8 1.2% (-)
D+Cc400 237 225.3 95 5% (-)
Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 =
Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg, (+) = peningkatan, (-) = penurunan
38
Grafik 4.3. Rerata Gabungan Berat Badan Semua Kelompok
Ket: BB = Berat badan, N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200
mg, D+ Cc400 = Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg
Grafik di atas menggambarkan fluktuasi berat-badan masing-masing
kelompok selama 28 hari. Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa kelompok
diabetes mengalami penurunan berat badan paling dominan. Kelompok pemberian
terapi Cinnamomum cassia 400 mg/kgBB/hari menduduki peringkat kedua yang
mengalami penurunan berat badan. Berdasarkan trend pada grafik dapat diketahui
bahwa kelompok pemberian terapi Cinnamomum cassia 200 mg/kgBB/hari mampu
mempertahankan berat badan lebih baik dibandingkan dosis 400 mg/kgBB/hari. Hal
ini juga dibuktikan secara statistik menggunakan uji One Way Annova.
Tabel 4.5. Uji Anova Berat Badan
Sampel Mean±SD Homogenitas Anova
N 91.2±3.6
0.832 0.002 D 108.6±4.9
D+Cc200 98.3±5.8
D+Cc400 94.7±5.0
Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 =
Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg
Hasil uji One Way Annova menunjukan P value < 0,05, oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata persentase rasio berat badan antar
kelompok penelitian. Kemudian dilakukan analisis post hoc untuk melihat kelompok
mana yang mengalami perbedaan bermakna tersebut. Dari dasil analisis post hoc
39
didapatkan kelompok yang berbeda adalah kelompok sampel normal dengan sampel
diabetes tanpa terapi, dan sampel normal dengan kayu manis 400 mg/kgBB/hari. Dari
hasil analisis tersebut diketahui bahwa berat badan tikus dengan terapi ekstrak kayu
manis dosis 400 mg/kgBB/hari lebih mendekati ke arah berat badan tikus DM tanpa
terapi dibandingkan dengan tikus normal. Sehingga dapat diasumsikan bahwa dosis
20 mg/kgBB/hari lebih baik dalam mempertahankan berat badan tikus DM.
Hasil signifikansi post hoc tersebut juga dapat diamati melalui uji T sehingga
dapat diketahui hubungan antar 2 kelompok. Grafik uji T tersebut dapat dilihat di
bawah ini.
Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+Cc400 =
Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg
Grafik 4.4. Uji T Berat Badan
Berdasarkan penelitian yang sebelumnya dilakukan terhadap tikus strain
Sprague dawley yang diinduksi Aloksan, pemberian terapi ekstrak Cinnamomum
cassia 300 mg/kgBB/hari selama 14 hari mampu mempertahankan berat badan akhir
tikus DM dengan p=0,409 (p>0,05). Dari hasil tersebut, dapat disimpulakan bahwa
tidak terdapat signifikansi perubahan berat badan antara kelompok tikus DM, tikus
D+Cc200 D+Cc400
40
DM dengan pemberian terapi ekstrak kayu manis 300 mg/kgBB/hari, dan tikus
normal.45
4.3. Low Density Lippoprotein (LDL)
Data LDL yang diambil adalah hasil pengukuran plasma darah dengan
menggunakan kit LDL pada masing-masing kelompok yang dilakukan setelah proses
sacrivice. Kemudian dilakukan uji normalitas dan homogenitas untuk menentukan
tipe uji statistik analitik yang akan digunakan. Karena data tidak berdistribusi normal
dan tidak homogen maka dilakukan uji nonparametric Kruskal Wallis.
Tabel 4.6. Uji Kruskal-Wallis LDL
Sampel Mean±SD (mg/dl) P Value
N 101,9 ± 39,8
0,181 D 262,6± 101,1
D+Cc200 175,8± 234
D+Cc400 137,9± 85,7
Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 =
Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg
Dari hasil uji Kruskal-Wallis dapat didapatkan P value (p≥ 0.05) hal ini
menunjukan adanya tidak ada perbedaan rata-rata kadar ldl antar kelompok. Dari
penelitian yang dilakukan sebelumnya, dengan Cinnamomum cassia dosis 200
mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 6 minggu juga menunjukkan hasil yang
sama. Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia lebih berefek sebagai agen
hipoglikemik bukan hipolipidemik.8
Untuk mengatahui signifikansi antar kelompok, maka dapat dilakukan uji T,
dengan grafik sebagai berikut.
41
Ket: N = Normal , D = Diabetes, D+Cc200 = Diabetes + Terapi kayu manis 200 mg, D+ Cc400 =
Diabetes + Terapi kayu manis 400 mg
Grafik 4.5. Rerata Gabungan LDL Kelompok
Berdasarkan grafik di atas hanya kelompok normal dengan diabetes saja yang
signifikan. Kelompok penelitian lain tidak memiliki kemaknaan.
D+Cc200 D N D+Cc400
41
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Terdapat perbedaan signifikan rata-rata kadar glukosa darah pada tikus
normal, tikus DM, tikus DM yang diberikan ekstrak Cinnamomum cassia 200
mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari (p=0,022).
Terdapat perbedaan signifikan rata-rata berat badan khususnya antara tikus
normal dengan DM dan tikus normal dengan tikus DM yang diberi terapi
ekstrak Cinnamomum cassia 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari (p=0,002).
Tidak terdapat perbedaan signifikan rata-rata kadar LDL tikus normal, tikus
DM, tikus DM yang diberikan ekstrak Cinnamomum cassia 200
mg/kgBB/hari dan 400 mg/kgBB/hari selama 28 hari (p=0,181).
5.2. Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut menganai efek ekstrak kayu manis
(Cinnamomum cassia) dalam kurun waktu yang lebih lama dan sampel yang
lebih banyak.
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek ekstrak kayu manis
(Cinnamomum cassia) dengan menambahkan kelompok normal yang diberi
terapi ekstrak kayu manis, disamping kelompok N, D, DM+Cc200, D+Cc400.
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek samping pemberian ekstrak
kayu manis (Cinnamomum cassia).
42
BAB VI
KERJASAMA RISET
Riset ini merupakan bagian dari kerjasama riset antara riset mahasiswa dan
kelompok riset diabetes dan regenerasi pankreas PSPD FKIK UIN Syarif
Hidayatullah yang dibiayai oleh Kementrian Agama Republik Indonesia di bawah
bimbingan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D. dan dr. Hari Hendarto, Sp.PD., Ph.D.,
FINASM.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. David G, Dolores S. Greenspan’s: basic and clinical endocrinology. 8th
Ed.
San Francisco: McGraw-Hill Companies; 2007.
2. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan, Departemen Kesehatan RI. Pedoman
teknis penemuan dan tatalaksana penyakit diabetes mellitus. Cetakan II.
Jakarta. Persatuan Endokrinologi Indonesia; 2008. 3. American Diabetes Association (ADA). ADA binder. Diabetes care. 2013;36.
doi:10.2337dc13-5003. (diakses 15 maret 2015).
4. American Association of Clinical Endocrinology (AACE). AACE
comprehensive diabetes management algorithm 2013. Endocrine practice.
2013;19. www.aace.com/reprints (diakses 15 Maret 2015).
5. Kirkham S, Akilen R, Sharma S, Tsiami A. The potential of cinnamon to
reduce blood glucose levels in patients with type 2 diabetes and insulin
resistance. Diabetes Obes Metab. 2009;11(12):1100–13. (diakses 15 Maret
2015).
6. Cao H, Graves DJ, Anderson RA. Cinnamon extract regulates glucose
transporter and insulin-signaling gene expression in mouse adipocytes.
Phytomedicine. 2010;17(13):1027–32. (diakses 15 Maret 2015).
7. Hariana A. Tumbuhan obat dan khasiatnya. Seri 2. Jakarta: Penebar
Swadaya;2008. https://books.google.co.id/Tumbuhan+Obat+Dan+Khasiatnya
(Diakses pada 15 Maret 2015).
8. Mahmood S, Talat A, Karim S, Khursid R, Zia A. Effect of cinnamon extract
on blood glucose level and lipid profile in alloxan induced diabetes Rat. Pak J
Physiol. 2011;7(1). www.pps.org.pk/PJP/7-1/Saima.pdf (Diakses pada 15
Maret 2015).
9. Lenzen S. The mechanism of alloxan- and streptozotosin- induced diabetes.
Diabetolgia clinical and experimental diabetes and metabolism. 2007. Doi:
44
10.1007/s00125-007-0886-7. http://link.springer.com/article/10.1007/s00125-
007-0886-7/fulltext.html (Diakses pada 15 April 2015).
10. Murray K, Granner K, Rodwell V. Biokimia Harper. Edisi 27.
Jakarta:EGC;2009.
11. Thompson D, Karpe F, Lafontan M, Frayn K. Physical activity and exercise in
the regulation of human adipose tissue physiology. Physiological review.
2012. Doi: 10.1152/physrev.00012.2011. http://physrev.physiology.org/
content/92/1/157 (Diakses pada 15 April 2015).
12. Guyton A.C., Hall J.E. Textbook of Medical Physiology. 11th
Ed. Philladelpia:
Elsevier; 2006.
13. Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrison’s principles of
internal medicine. 8th ed. USA: McGraw-Hill; 2012.
14. Price Sylivia A, Wilson L. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Vol 1. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005.
15. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). Konsensus pengelolaan dan
pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. 2011.
16. Maahs D, et al. Cardiovascular disease risk factors in youth with diabetes
mellitus. Dallas: American Heart Association (AHA); 2014.
17. Syarif A, et al. Farmako dan terapi. Edisi 5. Jakarta:Balai penerbit
FKUI;2012.
18. Rakieten N, Rakieten ML, Nadkarni MV (1963) Studies on the diabetogenic
action of streptozotosin (NSC-37917). Cancer Chemother Rep 29:91–98
19. Wöhler F, Liebig J (1838) Untersuchungen über die Natur der Harnsäure.
[Investigations on the nature of uric acid]. Ann Pharm 26:241–340 (article in
German).
20. Ledoux SP, Wilson GL (1984) Effects of streptozotosin on a clonal isolate of
rat insulinoma cells. Biochim Biophys Acta 804:387–392
21. Elsner M, Guldbakke B, Tiedge M, Munday R, Lenzen S (2000) Relative
importance of transport and alkylation for pancreatic beta-cell toxicity of
streptozotosin. Diabetologia 43:1528–1533
45
22. Schnedl WJ, Ferber S, Johnson JH, Newgard CB (1994) STZ transport and
cytotoxicity. Specific enhancement in GLUT2-expressing cells. Diabetes
43:1326–1333
23. Rerup CC (1970) Drugs producing diabetes through damage of the insulin
secreting cells. Pharmacol Rev 22:485–518
24. Weiss RB (1982) Streptozocin: a review of its pharmacology, efficacy, and
toxicity. Cancer Treat Rep 66:427–438
25. Yamamoto H, Uchigata Y, Okamoto H (1981) Streptozotosin and alloxan
induce DNA strand breaks and poly(ADP-ribose) synthetase in pancreatic
islets. Nature 294:284–286
26. Konrad RJ, Kudlow JE (2002) The role of O-linked protein glycosylation in
beta-cell dysfunction. Int J Mol Med 10:535–539.
27. Uchigata Y, Yamamoto H, Kawamura A, Okamoto H (1982) Protection by
superoxide dismutase, catalase, and poly(ADPribose) synthetase inhibitors
against alloxan- and streptozotosininduced islet DNA strand breaks and
against the inhibition of proinsulin synthesis. J Biol Chem 257:6084–6088
28. Turk J, Corbett JA, Ramanadham S, Bohrer A, McDaniel ML (1993)
Biochemical evidence for nitric oxide formation from Diabetologia (2008)
51:216–226 225 streptozotosin in isolated pancreatic islets. Biochem Biophys
Res Commun 197:1458–1464
29. Delaney CA, Dunger A, DiMatteoM, Cunningham JM, Green MH, Green IC
(1995) Comparison of inhibition of glucose-stimulated insulin secretion in rat
islets of Langerhans by streptozotosin and methyl and ethyl nitrosoureas and
methanesulphonates. Lack of correlation with nitric oxide-releasing or O6-
alkylating ability. Biochem Pharmacol 50:2015–2020
30. Wang Z, Gleichmann H (1998) GLUT2 in pancreatic islets: crucial target
molecule in diabetes induced with multiple low doses of streptozotosin in
mice. Diabetes 47:50–56
31. Eizirik DL, Sandler S, Ahnström G, Welsh M (1991) Exposure of pancreatic
islets to different alkylating agents decreases mitochondrial DNA content but
46
only streptozotosin induces long-lasting functional impairment of B-cells.
Biochem Pharmacol 42:2275–2282
32. Lenzen S. The mechanisms of alloxan- and streptozotocin- induced diabetes.
Diabetolgia; 2008.
33. eFloras. Missouri Botanical Garden St.Louis MO and Harvard University
Herbaria Cambridge,MA. Diunduh dari http://www.efloras.org
34. Versphol, Eugen J., Bauer, Katrin., Neddermann, Eckhard., 2005. Antidiabetic
Effect of Cinnamomum cassia and Cinnamomum zeylanikum In vivo and In
vitro. Phytoterapy Research, 19, 203-206.
35. Roy, Hely J., Lundy, Shanna., Eriksen, Chad., Kalicki, Beth., 2009.
Cinnamon and Type 2 Diabetes. Pennington. Pennington Nutrition Series, (3).
36. Sangal, A. 2011. Role of Cinnamon as Beneficial Antidiabetic Food Adjunct
:a review. Pelagia Research Library, 2(4), 440-450.
37. Daswir. 2011. Profil Tanaman Kayumanis di Indonesia (Cinnamomum spp.).
Jakarta: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
38. Gaber E. El-Desoky., M Aboul-Soud, Mourad A., Al-Numair, Khalid S. 2012.
Antidiabetic and hypolipidemic effects of Ceylon Cinnamon (Cinnamomum
verum) in alloxan diabetic rats. Journal of Medical Plants Research. Journal
of Medicinal Plants Research, 6(9), 1685-1691.
39. Lakhsmi, Baddireddi Subadra., Sujatha, [et al]. 2009. Cinnamic Acid, From
The Bark of Cinnamomum cassia, Regulates Glucose Transport via
Activation of GLUT4 and L6 Myotube in a Phosphatidilinositol 3
kinaseindependent manner. Journal of Diabetes, 1, 99-106.
40. Shen, Yan., Jia, Liu-Nan., Honma, Natsumi., Hasono, Takashi., Ariga,
Toyohiko., Seki, Taiichiro. 2011. Beneficial Effects of Cinnamon on
Metabolic Syndrome , Inflammation and Pain, and Mechanism Underlying
These Effects- A Review. Journal of Traditional and Complementary
Medicine, 2(1), 27-32.
47
41. Lukman, Malisa. 2011 . Efek Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)
terhadap Kadar TG, LDL, Kolesterol Tikus Model Diabetes Melitus Tipe 1
yang Diinduksi Aloksan. Malang: Universitas Islam Malang.
42. Kamble, Shoba., Rhambhimaiah, S., 2013. Antidiabetec Effect of Aqueous
Extract of Cinnamomum cassia in Aloxan- Induced Diabetic Rats. Biomedical
and Pharmacology Journal, 6(1), 83-88.
43. Dugoua, Jean-Jacques., Seely, Dugald., Perri, Dan., Cooley Kieran., Forelly,
Tarin., Mills, Edward., Koren, Gideon. 2012. From Type II Diabetes to
Antioxidant Antivity: A Systematic Review of The Safety and Efficacy of
Common and cassia Cinnamon Bark. Canadian Journal of Physiology and
Pharmacology, 85, 837-847.
44. S Singh, B Masuku. Sampling technique and determination of sample size in
applied statistics research: an overview. United Kingdom: International
Journal of Economics, Commerce and Management; 2014.
45. Firzaus E. Efek ekstrak kayu manis “Cinnamomum cassia” terhadap kadar
glukosa darah, berat badan dan trigliserida pada tikus jantan strain Sprague
dawley yang diinduksi aloksan. Ciputat: Repository UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta; 2014.
48
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Tikus Sehat
Gambar 7.1. Surat Keterangan Tikus Sehat
49
Lampiran 2
Hasil Determinasi / Identifikasi Bahan Uji
Gambar 7.2. Surat Hasil Identifikasi Bahan Uji
50
Lampiran 3
Data Awal Semua Kelompok Penelitian
1. Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL)
Kelompok Tikus
No.
GDS hari ke1 GDS hari ke 7 GDS hari ke 14
Kontrol Normal P1 143 159 124
P2 106 98 127
V2 144 129 153
V3 138 97 143
Rata-rata GDS 132,75 120,75 136,75
Kelompok Tikus
No.
GDS hari ke1 GDS hari ke 7 GDS hari ke 14
DM J2 540 569 567
K1 468 434 411
M1 553 600 600
V1 600 117 567
Rata-rata GDS 540,25 430 536,25
Kelompok Tikus
No.
GDS hari ke1 GDS hari ke 7 GDS hari ke 14
Terapi D1 429 114 191
J3 600 528 422
N2 320 389 455
S3 600 598 315
Rata-rata GDS 487,25 407,25 345,75
51
(Lanjutan)
2. Berat Badan (gram)
Kelompok H1 H7 H14 Rasio BB (%)
(H14 / H1 x 100 %
Terapi
280 280 280 100
240 280 280 116.67
280 240 320 114.29
240 200 240 100
Rata-rata 260 250 280 107.74
Kelompok H1 H7 H14 Rasio BB (%)
(H14 / H1 x 100 %)
Normal
360 320 360 100
360 320 320 88.8
260 240 320 123.07
260 260 320 123.07
Rata-rata 310 285 330 108.735
Kelompok H1 H7 H14 Rasio BB (%)
(H14 / H1 x 100 %
DM
280 320 240 85.71
240 280 280 116.67
240 200 240 100
220 160 200 90.91
Rata-rata 245 240 240 98.3225
52
Lampiran 4
Hasil Data Uji Statistik
A. Uji Normalitas dan Varians Data
53
(Lanjutan)
B. Uji One – Way Annova
54
(Lanjutan)
C. Uji Kruskal Wallis
55
Lampiran 5
Gambar Proses Penelitian
1. Hari pertama hingga hari ke empat belas
Gambar 7.15 Pengukuran BB
sampel
Gambar 7.16 Proses pemberian
ekstrak insulin
Gambar 7.11 Sampel
penelitian
Gambar 7.12 Alloxan
monohydrate
Gambar 7.13 Induksi
Alloxan monohydrate pada
sampel
Gambar 7.14 Pengambilan
glukosa darah sampel
56
(Lanjutan)
Gambar 7.17 Proses sacrificed
dan pengambilan darah
Gambar 7.18 Pengukuran
trigliserida
Gambar 7.19 alat centrifuge
57
Lampiran 6
Cara Perhitungan STZ dan Ekstrak Cinnamomum cassia yang Digunakan
1. Induksi Streptozotosin (STZ)
Dosis aloksan yang digunakan adalah 55 mg/kgBB
Rerata BB tikus adalah 260 g
55 mg = 55 mg = X__
1 kg 1000 g 260 g
X = 14,3 mg STZ per tikus dengan BB 260 g.
Setiap hari ada 14 ekor tikus yang diinduksi STZ
14 × 14,3 mg = 200,2 mg
Jadi setiap hari dibutuhkan 200,2 mg STZ
STZ akan dimasukkan seminimal mungkin dengan kadar 0,1 ml buffer. Jika
STZ yang dibutuhkan setiap harinya adalah 200,2 mg, maka buffer yang
dibutuhkan adalah:
5,5 mg = 200,2 mg
0,1 ml X
X = 3,64 mg buffer untuk 14 ekor tikus.
58
(Lanjutan)
2. Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia 200 mg/kgBB/hari
BB rata-rata tikus DM (setelah diinjeksi STZ) adalah 300 mg. Perhitungan
ekstrak Cinnamomum cassia untuk BB rata-rata tikus DM 300 mg adalah
sebagai berikut:
200 mg = 200 mg = X__
1 kg 1000 g 300 g
X = 60 mg ekstrak Cinnamomum cassia per tikus.
Untuk 20 ekor tikus, maka ekstak Cinnamomum cassia yang dibutuhkan
adalah:
60 mg × 20 = 1200 mg
Pelarut yang diperlukan untuk 200 mg ekstrak Cinnamomum cassia adalah 1
ml akuades. Maka pelarut yang dibutuhkan untuk 1200 mg ekstrak
Cinnamomum cassia adalah:
200 mg = 1200 mg
1 ml X
X = 6 ml pelarut akuades yang dibutuhkan.
59
(Lanjutan)
3. Pemberian ekstrak Cinnamomum cassia 400 mg/kgBB/hari
BB rata-rata tikus DM (setelah diinjeksi STZ) adalah 300 mg. Perhitungan
ekstrak Cinnamomum cassia untuk BB rata-rata tikus DM 300 mg adalah
sebagai berikut:
400 mg = 400 mg = X__
1 kg 1000 g 300 g
X = 120 mg ekstrak Cinnamomum cassia per tikus.
Untuk 20 ekor tikus, maka ekstak Cinnamomum cassia yang dibutuhkan
adalah:
120 mg × 20 = 2400 mg
Pelarut yang diperlukan untuk 200 mg ekstrak Cinnamomum cassia adalah 1
ml akuades. Maka pelarut yang dibutuhkan untuk 2400 mg ekstrak
Cinnamomum cassia adalah:
200 mg = 2400 mg
1 ml X
X = 12 ml pelarut akuades yang dibutuhkan.
60
Lampiran 7
Riwayat Penulis
IDENTITAS
Nama : Miftahul Jannah Salwah Ummah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Karanganyar, 15 Mei 1994
Agama : Islam
Alamat : Ngingas Baru, Klaten Utara, Klaten
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1998 – 2000 : TKIT Bina Anak Shaleh, Klaten
2000 – 2006 : SD N IV Bareng Lor, Klaten
2006 – 2009 : SMP Negeri II Klaten
2009 – 2012 : SMA Negeri I Klaten
2012 – sekarang : Prodi Pendidikan Dokter, FKIK, UIN Syarif Hidayatullah