effect of intensive gait-oriented physiotherapy during ... web viewpada total 22 pasien 19 pasien...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
JOURNAL READING
Effect of Intensive Gait-oriented Physiotherapy During Early
Acute Phase of Stroke
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Ambarawa
Pembimbing :
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan SpS
Disusun Oleh :
Ayu Ulan Riski Lestari 1610221102
Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Ambarawa
Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
da
LEMBAR PENGESAHAN
JOURNAL READING
Effect of Intensive Gait-oriented Physiotherapy During Early Acute Phase
of Stroke
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Penyakit Dalam
RSUD ambarawa
Disusun Oleh:
Ayu Ulan Riski Lestari
1610221102
Telah Disetujui Oleh Pembimbing
Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S
Tanggal : Selasa 18 September 2017
da
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan
Hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan jurnal dengan judul “Effect of
Intensive Gait-oriented Physiotherapy During Early Acute Phase of Stroke”. Makalah ini
dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi penilaian pada kepaniteraan klinik di bagian
ilmu penyakit dalam RSUD Ambarawa. Dalam penyelesaian skripsi ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak berjasa sehingga
penulis bias menyelesaikan jurnal ini. Terimakasih saya ucapkan kepada dr. Nurtaksir
Kurnia Setiawan Sp.S selaku dokter pembimbing yang banyak memberikan masukan dan
saran. Serta teman-teman sejawat yang telah membantu dalam penyelesaian journal reading
ini serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu
Jakarta , September 2017
Penulis
da
Efek “Fisioterapi berjalan intensif” pada Stroke fase Akut
Abstrak
Kita menilai efek dan kesulitan dari latihan berjalan pada pasien rehabilitas rawat inap
pada kasus stroke baru atau dini. Terapi dan reabilitas dari inter rater pada peniliaian ikut
dianalisis. Pada total 22 pasien 19 pasien yang mengikuti penelitian ini. 13 pasien tidak bisa
berjalan atau membutuhkan dua asisten untuk berjalan dan 6 pasien membutuhkan satu
asisten. Pasien menghabiskan fisioterapi seharian dengan maksimum 1 jamdan durasi latihan
berjalan selama 20 menit. Fisioterapi tambahan juga disediakan selama 3 minggu . Tujuh
penilaian motor dinilai sebelum dan sesudah rehabilitasi dan setelah 6 bulan rehabilitasi.
Setelah rehabilitasi 16 pasien dapat berjalan tanpa bantuan asisten dan tiga membutuhkan
satu asistenuntuk berjalan. Mean +/- standar deviasi dari latihan berjalan 10,784+/-4,446m
dan latihan dapat dikatakan merupakan latihan yang sedikit berat. Setelah 3 minggu, 10 m
jarak berjalan, spastisitas pergelangan kaki, kekuatan otot tungkai bawah dan skala skor
motor (p<0,005). Rehabilitasi dini secara intensif dapat dikatan baik dan hanya tiga pasien
yang keluar. Peningkatan kemampuan motor terlihat pada semuapasien stroke.
Pendahuluan
Stroke serebrovaskular merupakan penyakit keenam tertinggi di seluruh dunia dari
disabiitas dan merupakanpenyebab terpenting dari disabilitas berat orang-orang yang tinggal
di masing-masing rumah. Kemampuan melakukan kegiatan sehari-hari / ADL berkurang.tiga
dari empat pasien dengan stroke. Waktu dan tingkatanpemulihan dari fungsi berjalan setelah
stroke dan pengaruh awal pada paresis tungkai bawah di teliti pada studi prospektif,
didapatkan dari populasi 804 pasien stroke akut di conpenhagen stroke study. Median waktu
stroke 12 jam, lama tinggal di rumah sakitbadalah 35 hari (standar deviasi = 41). Penulis
melaporkan bahwa dari masuk hingga dimulainya rehabilitasi 41% subjek tidak dapat
berjalan dan 12% membutuhkan asisten untukberjalan.fungsi berjalan dinilaimingguan
dengan indeks barthel (BI) untuk berjalan (tidak berjalan, berjalan dengan bantuan, berjalan
bebas) sampai meninggal atau akhir rehabilitasi rawat inap. Selama dirawat dirumahsakit
21% pasien meninggal dunia. Setelah rehabilitasi rawat inap 22% pasien tidak dapat berjalan
dan 14% membutuhkan bantuan.diantara pasien yang tidak bisa berjalan saat masuk, 80%
mencapai kemampuan berjalan dalam waktu 6 minggu dan 95% dapat berjalan dalam waktu
da
11 minggu. Dari pasien yang pada awalnya dapat berjalan dengan bantuan 80% dapat
mencapaikemampuan berjalannnyadalam waktu 3 minggu dan 95% dalam waktu 5 minggu.
Pada laporan sebelumnya,pasien poada umumnya melaukan rehabilitasi berjalan setelah 8-
148 hari post stroke, namun wakturata-rata mulainrehabilitasi pada psien stroke tahap
subakut terlambat. Pelatihan yang aktif diinisiasi 2-8 hari pasca stroke sebagai promotor
reorginasi kortikal dan mencapai manfaat fungsional yangblebih baik. Beberapa penelitian
telah dilakukan, yang menilai hubungan antara tingkat pemulihan yang rendah dan
keterlambatan terapi pada bidang neurologis dan penelitian menunjukan rehabilitasi yang
intensif harus dilakukanpada stroke akut. Guidelines departemen veteran/ pertahanan
untukrehabilitasi stroke merekomendasikan rehabilitasi dilakukan sesegera mungkin . namun
tidak ada satupun yang melaporkan rehabilitasidilakukan dalam waktu 10 hari.
Terapi intensif merupakan istilah yang kompleks yang didefinisikan dalam cara yang
berbeda.pada metaanalisis kwakkel dkk menunjukan efek dari intensitas latihan ADL,
berjalan dan ketangkasan pada pasien stroke . Durasi latihan yang lama 100 menit pada
penelitian Stern et el 1970 (seperti yang dikutip kwakkel et al.) . Terapi gerakan tungkai atas
dilakukan 6 sampai 7 jam(e.g., Tarkka et al. {16}). Rehabilitasi tungkai bawah lebih berat
dibandingkan tungkai atas sehingga beberapa harus diperhatikan ketika merencanakan sebuah
program intensif untuktungkai bawah. Penelitian juga menunjukan bahwa durasi rehabilitasi
tungkai bawah yang lebih lamaselama 20 minggu pertama pasca stroke ,menyebabkan
membaik pemulihan ADL, berjalan, dan kontrol postural. Jangka waktu rehabilitasi tungkai
bawah yang lebih lama menghasilkan berjalan nyaman yang lebih cepat dibandingkan dengan
sesi rehabilitasi untukparesis tungkai atas atau tetapi kontrol. Rehabilitasi tungkai atas yang
lama hanya mendapatkanketangkasan yang dibandingkan dengankelompok kontrol. Kami
menyediakan 20 menitsdalam satu jam, ditambah dengan pada rehabilitasi berjalan lainnya
dengan total 115 menit latihan harian dalam 3 minggu. Kita percaya semakin cepat memulai
rehabilitasi, aktif dan fokus dalam terapi serta latihan yang memiliki durasi yang lama dapat
dicapai pada stroke akut
Penelitian ini menilai efek dan kesulitan dari rehabilitasi latihan berjalan yang intensif
pada pasien stroke akut. Pasien yang diikutsertakan pada penelitian ini sesegara mungkin
atau setidaknya10 hari pasca stroke. Efek rehabilitasi diikuti sampai 6 bulan. Selain itu kita
menganalisis konten terapi secara detail, menggambarkan secara jelas kegiatan yang
da
sebenarnya , bukan hanya penamaan pendekatan fisioterapi. Kita menggunakan banyak tes
yang terstrukur dengan skla penilaian dan juga menganalisis realibilitas inter rater.
Metode
Subjek
Dua pulu dua pasien dengan stroke akut berpartisipasi pada penelitian ini. Pada saat
pasien masuk pasien didiagnosis stroke supratentorial pertama atau dengan gangguan yang
tidak signifikan pada stroke dini, dan yang dipilih pada penelitian ini jika mereka
mempunyai :
1. FAC (functional ambulation category) 0-3
2. Pergerakan voluntar pada sisi kaki yang terkena
3. BI score (25-75)
4. Umur 18-85 tahun
5. Tidak ada penyakit kardiovaskular yang tidak stabil
6. Massa indeks tubuh
da
7. Tidak ada malposisi sendi yang berat
8. Tidak ada gangguan kognitif atu gangguan komunikasi yang berat
Semua pasien didiagnosis awal oleh MRI atau CT scan , pasien yang memenuhi kriteria
dalam pemeriksaan neurologis, dilakukan dalam 10 hari onset stroke, diberikan informed
consent tertulis secara acak, dan dimasukan ke satu dari dua kelompok latihan berjalan
intensif dan pasien rehabilitasi rawat inap selama 3 minggu. Bagaimanapun kita tidak
meaporkan kelompok secara terpisah . kita masih merekrut pasien dan fokus sekarang adalah
untuk menjelaskanperubahan kemampuan motor pada data gabungan dari semua pasien.
Komite etik dari rumahsakit universitas Kuoipio (Kuopio, Finland) menyetujui penelitian ini
Seorang ahli saraf mengunakan skala scandinavian stroke (SSS) dan BI (barthel indeksi)
untuk menilai fungsional dari 22 pasien stroke akut. Kretria yang dinilai dari skala SSS
diantaranya: kesadaran orientasi, pergerakan mata, kelumpuhan wajah, fungsi motork lengan,
tangan, kaki, berjalan dan berbicara. Setiap item diberi skor 0-12 dan skor maksimum 48. BI
terdiri dari kriteria diantaranya :makan, perpindahan dari dan ke kursi roda, personal toilet,
berjalan dengan tingkat permukaan, naik turun tangga, memakai pakaian, mengontrol usus
dan kandung kemih. Setiap kriteria diberi skor 0-15 dan maksimum 100. Tiga belas pasien
memliki posisi pergelangan yang normal pada sisi yang hemiparesis. Satu posisi pasien tidak
bisa dinilai dikarenakan aphasia. Posisi yang diamati yaitu posisi pasien yang terlentang dan
diamati pergerakan pergelangan pada sisi paresis ke arah yang berbeda.pasien meniru
pergerakan tanpa berpengaruh pada kaki. Sebagai alternatif pengamat memindahkan
pergelangan kaki paretik dan meminta pasien mengidentifikasi arah pergerakan. Lima belas
psien tidak bisa berjalan atau membutuhkan dua asisten untuk membantu mereka berjalan
(FAC = 0), lima pasien membutuhkan perhatian yang konstan dai asisten untuk berjalan
(FAC = 1). Dua pasien membutuhan asisten untuk keseimbangan (FAC = 2). Tidakada pasien
yang berjalan secara independen FAC 3,4, atau 5. Sayangnya satu pasien tidak memenuhi
kriteria inkulisi pada penelitian ini yaitu kriteria 10 hari poststroke, dan program dia telat
hingga 17 hari psotstroke
Intervesi
da
Tujuan dari 3 minggu rehabilitas rawat inap pada pasien stroke akut adalah untuk
meningkatkan kemampuan motorik, memulihkan kemandirian sesegera mungkin ketika
berjalan. Setiap hari selama tiga minggu setiap pasien menghabiskan waktu maksimal 1 jam
untuk fisioterapi dengan waktu 20 menit untuk latihan berjalan pada alat electromechanical
atau pada permukaan tanah, pasien juga mendapatkan fisioterapi latihan berjalan lainnya
selama 55 menit pada setiapharinya. Fisioterapi tambahan ini dilakukan sesuai dengan tujuan
pasien. Pada latihan berjalan ini pasien memakai baju besi , kaki mereka dipasang motor-
driven footplates.kecepatan yang dipilih 2km/jam . jumlah dari body-weight support (BWS)
disediakan sesuai dengan kebutuhan individual. Ukuran pelatih dalam mendukung hal ini
memanfaatkan kilogram. Ketika berat badan pasien diketahui dapat diperhitungkan. kita
mengembangkan latihan dengan meningkatkan kecepatan dari latihan berjalan dan
mengarahkan BWS <20% BB. Menurunkan BWS penting untuk keefektivan dan
perkembangan aktivasi otot tungkai bawah dan meningkatkan pengeluaran energi. Penelitian
da
sebelumnya mempunyai indikasi latihan ulang dengan BWS mengarah pada keberhasilan
pemulihan berjalan pada pasien dengan stroke dan itu menurunkan BWS meningkatkan
efektifitas pada latihan berjalan. Kita melatih hal ini untuk mengurangiketergantung alat
bantu jalan . semua pasien dibimbing secara lisan dan manual
Penilaian
Training
Pasien dievaluasi dengan rating borg dalam hal penggunaan tenaga (6-20, contoh 7=
sedikit berat, 19= sangat berat). Rating dicatat setiap sesi selama menit terakhir pada 20 menit
latihan berjalan dan selama menit terakhir sesi fisioterapi lain. Denyut jantung direkam
dengan monitor .kita melanjutkan memonitoring denyut jantung selama 20 menit latihan
berjalan dan dicatat untuk menit terakhir. Catatan fisioterapis dalam hal konten harian dan
durasi fisioterapi tambahan. Selama latihan berjalan selama 20 menit , kecepatan, lamanya
sesi, jumlah step demi step, jarak, dan jumlah BWS dicatat. Untuk berjalan pada tanah ,
lamanya sesi, jarak berjalan, menggunakan alat bantu jalan dicatat. Setiap pasien maksimal
latihan satu jam dan sengan target latihan berjalan 20 menit.
Outcomes
Kita menilai efikasi 3 minggu program fisioterapi yaitu 10 meter tes berjalan (10
MWT), 6 menit tes berjalan (6 MWT), spastisitas kekuatan dan kemampuan motor. Pada
da
10MWT pasien diminta untuk berjalan secepat mungkin . pada 6 MWT pasien diminta untuk
berjalan 30 m bolak balik secepat mungkin sehingga mereka bisa menyelesaikan tugas ini.
Pada keduanya pasien diizinkan untuk menggunakan orthosis. Dukungan parsial diizinkan
seperti berpegangan pada sabuk tetapi tidak mendorong kedepan atau memindahkan kaki
pasien. Kita menilai spastisitas paretik kaki dengan skala Modified Ashworth scale (MAS)
(skor 0= tidak ada peningkatan bnetuk otot, adanya fleksi atau ekstensi pada bagian yang
terkena). Kita menggunakan indeks motricity index (MI), untuk menilai kekuatan otot
termasuk fleksi panggul, ekstensi lutut, dan pergelangan kaki dorsifleksor (skor dari 0= tidak
ada perpindahan, 5 = bergerak penuh dan kekuatan sama di kedua sisi). Kita menilai
kemampuan motor dengan Modified Motor Assasment Scale (MMAS), Rivermead Motor
Assasment (RMA), rivermead mobility index (RMI). Kiteria MMAS yang dinilai
diantaranya, posisi terlentang sampai brbaring, terlentang sampai duduk, duduk seimbang,
duduk sampai berdiri, berjalan, fungsi lengan atas, pergerakan tangan dan aktivitas tangan
(sko 0-6 maksimal 48). Dua drai 3 bagian RMA yang digunakan diantaranya gross motor
function (RMA-g), dan fungsi kaki, kontrol badan (RMA l & t). Pada RMA g kita menilai 10
komponen diantaranya berputar ke arah sisi yang terkena dan tidak terkena, belajar duduk
dan berdiri, mengangkat kaki yang terkena, melangkah, mengetuk kaki, gerakan volunter
kaki dorsifleksi dengan fleksi dan ekstensi dan gerakan fleksi lutut ketika berdiri dengan
pinggul pada posisi neutral. Kinerja setiap skor 1poin. Pengujian tidak diteruskan apabila
pasien tidak memungkinkan untuk melakukan dua komponen secara berurutan. 15 item dari
RMI juga dilengkapi kecuali memperoleh nilai RMI dengan menanyakan pasien apakah
mereka dapat melakukan aktivitas tertentu .
Seorang fisioterapis dan pengamat independen menilai pasien pada awal, setelah dua minggu,
dan pada akhir minggu ke 3 rehabilitasi untuk menghitung reabilitas interater. Pengamat
independen tidak tahu jenis dari latihan pasien. Semua pengukuran juga dilakukan pada 6
bulan.
Hasil
Sembilan belas dari dua puluh dua pasien menyelesaikan rehabilitasi. Satu pasien
mundur dikarenakan masalah jadwal, dan dua pasien mundur dikarenakan mereka protokol
yang sangat menunrut. Waktu maksimal berjalan selama tiga minggu adalah 300 menit(waktu
terapi total 900 menit) dan waktu berjalan rata-rata 291 menit (234-300 menit). Selama
waktu itu pasien berjalan dengan rata-rata jarak ± SD 10,784 ± 4,446 m. Tambahan
da
fisioterapi rata-rata pasien berjalan 815 menit (770-825 menit, maksimum 825 menit). Rata-
rata dari skala borg rating pada latihan berjalan 14,9 ± 1. Rata-rata ± SD HR selama menit
terakhir pada 20 menit latihan berjalan 103,6 ± 17 denyut/menit.
Pada saat memulai rehabilitasi , rata-rata kecepatan latihan berjalan 1,5 ± 0,2 km/jam;
pada akhir rehabilitasi 2,0 ± 0,3 km/jam.. pada saat mulai,rata-rata BWS 45±32 persen BB
pada saat akhir nilai inimenurun hingga 7,6 ± 12 persen BB. Pasien berjalan di tanah
biasanya membutuhkan dua asisten fisioterapis untuk membantu mereka berjalan .
Kemudian bimbingan oleh satu fisioterapis cukup. Sabut pada saat berjalan digunakan pada
setengah pasien yang berjalan di tanah. Begitu pasien dapat meningkatkan kecepatan
da
berjalan , alat ortosis lutut sering digunakan untuk melindungi overekstensi dari
lutut . sebua ortosis peroneal atau balutan elastis banyak digunakan pada pasien yang berjalan
di tanah. Kebanyakan fisioterapi tambahan termasu tiga mode terapi diantaranya: latihan
posisi rendah, seated arm, atau melatih tubuh, latihan berdiri. Rata-rata pengeluaran tenaga
selama fisioterapi tambahan 14,5 ± 1 pada skala borg.
Penilaian reabilitas
da
Saat memulai rehabilitas dua orang (seorang fisioterapis dan pengamat independen)
menilai 21 pasien . Nilai ICC untuk MMAS, MI, RMA, dan RMI berkisar antara 0,98 sampai
1.00 (Tabel 4). Kendall τ b untuk MAS adalah 0,43 sampai 1,00 pinggul, 0,41-0,61 lutut, dan
0,32 sampai 0,56 pergelangan kaki; diawal rehabilitasi, evaluasi pinggul dan pergelangan
kaki berbeda secara signifikan (p = 0,02) (Tabel 4).
Efek dari rehabilitasi
Kemampuan motorik dari gabungan 19 pasien dengan Stroke akut meningkat secara
signifikan selama 3 minggu rehabilitasi berorientasi jalan. Skor 10MWT menurun sebesar 53
persen (p = 0,04) dan skor MMAS meningkat sebesar 87 persen (p <0,001, Tabel 5). RMA g,
RMA l & t, dan skor RMI lebih dari dua kali lipat (p <0,001, Tabel5). 6MWT tidak berubah
secara signifikan (p = 0,09,Tabel 5). Pergelangan kaki (p = 0,01), tapi tidak lutut (p = 0,55)
atau pinggul (p = 0,07), spastisitas menurun selama rehabilitasi.Tingkat pergelangan kaki
rata-rata, lutut, dan pinggul dinilai sebagai 0 pada MAS selama rehabilitasi. Pergelangan kaki
dorsofleksimeningkat, seperti fleksi lutut dan fleksi kekuatan pinggul (p <0,001). Efek
jangka panjang . Tujuh belas pasien tersedia untuk 6 bulan penilaian tindak lanjut (Tabel 6).
10MWT (p = 0,90), 6MWT (p = 0,75), dan MMAS (p = 0,12) tidak berubah secara signifikan
antara akhir rehabilitasi dan tindak lanjut. Meski 10MWT tidak berubah, tiga pasien yang
tidak bisa berjalan 10MWT di akhir rehabilitasi bisa melakukan tugas ini pada masa tindak
lanjut. Ketiga waktu berjalan pasien tersebut adalah 35, 63, dan 180 s, masing-masing. Tiga
pasien lainnya yang tidak bisa menyelesaikannya 6MWT pada akhir rehabilitasi bisa
melakukannya pada tindak lanjut. Jarak perjalanan mereka masing-masing 13, 98, dan 117 m.
Dua pasien tetap tidak dapat melakukan.RMA g meningkat sebesar 3 poin (p <0,001), maka
RMA l & t meningkat sebesar 1 poin (p = 0,04), dan RMI meningkat sebesar 3 poin (p
<0,001) pada tindak lanjut (Tabel 6)..
Diskusi
Latihan jalan yang intensif dengan adanya tambahan fisioterapipada stroke dini
ditoleransi dengan baik. Pasien mencapaiperbaikan besar kemampuan motor selama bulan
pertamasetelah stroke. Perbaikan terus hingga 6 bilan followup dan pasti kemampuan
motornya membaik. Pada awalnya dari rehabilitasi intensif, 13 dari 19 pasien tidak bisa
berjalan atau membutuhkan dua terapis untuk membantu mereka (FAC = 0) dan tidak ada
da
yang bisa berjalan tanpa manual bantuan. Sembilan pasien bisa menyelesaikan 10MWT (tiga
dengan dukungan parsial) dan tiga pasien bisa menyelesaikannya 6MWT di awal rehabilitasi.
Pada akhir masa rehabilitasi, 16 pasien bisa menyelesaikannya 10MWT dan 14 pasien
6MWT. Setelah kita merestrukturisasi data uji berjalan untuk memperhitungkan pasien yang
tidak dapat berjalan di awalrehabilitasi, statistik menunjukkan perbaikan besardalam waktu
10MWT. Nilai 6MWT cenderung meningkat. Semua 17pasien pada follow up 6 bulan bisa
berjalan 10MWT dan hanya 2 yang tidak bisa menyelesaikan 6MWT pada waktu ini. Statistik
menunjukkan perbaikan yang stabil pada tindak lanjut. Secara keseluruhan, kecepatan
berjalannya diraih 6 bulan setelah stroke sekitar 0,6 m / s dan jarak berjalan kaki dalam 6
menit sedikit lebih dari 300 m. Pada awalnya kemampuan latihan berjalan yang baik yang
buruk skala BI sekitar 40 persen semaksimal mungkin skor di awal rehabilitasi. Demikian
jugadengan skor tes kemampuan motor (skor MMAS rata-rata 15,9 dari 48, RMA g 3,0 dari
13,RMAl&tdari 3.2 dari 10, dan RMI 4.1 dari 15) mencerminkan kemampuan motorik pasien
yang buruk sebelum melakukan rehabilitasi. Dalam MMAS, terlentang- berbaring miring,
terlentang untuk duduk, duduk seimbang, duduk untuk berdiri, dan berjalan, skor rata-rata
berkisar antara 0,63 sampai 4,37 dari jumlah maksimum subscore 6 poin; dalam fungsi
lengan atas, gerakan tangan, dan aktivitas tangan lanjutan, skor rata-rata berkisar antara 0,84
sampai 1,95. Kemampuan motor lebih dari dua kali lipat selama rehabilitasi. namun, total
nilai tes kemampuan motor akhir adalah 50 sampai 76 persen , tergantung hasil tesnya.
Skala spastisitas (MAS) menunjukkan reliabilitas yang burukMeski memiliki kemampuan
motorik yang buruk di awal, 19 dari 22 pasien berlatih intensif selama 3 minggu. Tiga pasien
keluar daripenelitian: satu karena penjadwalan masalah penjadwalan dan dua karena mereka
menemukan kesulitan dalam protokol. Secara keseluruhan, pasien dievaluasi baik latihan
berjalan dan fisioterapi tambahan sedikit berat atau berat, tapi tidak terlalu berat . denyut
jantung mereka mendekati 100 bpmdalam menit teakhirdarilatihan berjalan. Satu harus
dipertimbangkan bahwa beta-blockers mungkin telah menurunkan HR pada beberapa pasien.
Yang lebih serius terkena pasien adalah, lebih banyak dukungan yang mereka butuhkan.
Fakta ini tercermin dalam jumlah besar manual pendampingan dan jumlah orthotic yang
digunakan selama latihan. Dalam latihan, pendamping manual diperlukan. Keterbatasan kami
tidak memiliki kuisioner terstruktur untuk survei fisioterapi tentang upaya mereka dalam
mengikuti pelatihan . Studi kami adalah salah satu percobaan klinis pertama yang
menilairehabilitasi berjalan yang intensif pada tahap awal Dalam percobaan terkontrol acak
sebelumnya, rehabilitasi berjalan tidak dimulai sampai 8 hari poststroke (range 8-56 hari) [5-
da
6]. Dengan demikian, pasien biasanya lebih banyak pada subakut jauh fase akut, mis., 27-148
hari [3] atau 40-44 hari [4,7].
Strategi intensif kami menghasilkan tingkat yang memuaskan kemampuan motorik pada
pasien terpilih dengan stroke akut pada 4 minggu setelah onset stroke. Kemampuan motor
kita pasien lebih baik dari pada penelitian lain di Indonesia dimana pasien dengan stroke
memulai rehabilitasi mereka selama fase subakut. Misalnya, di Visintin et al studi, 6MWT
pasien (27-148 hari pasca stroke) itu sekitar 45 m pada awal rehabilitasi [3]. Di kami latihan
(22-38 hari pasca stroke, setelah rehabilitasi), 6MWT adalah 287 ± 30 m. Kami akan tertarik
untuk mengetahuinya apakah perbedaan ini disebabkan karena tertunda mulai pelatihan di
Visintin dkk. belajar. Di Richards et Studi al [34], pasien, seperti pasien kami, mulai
melakukan rehabilitasi awal. Namun, kecepatan berjalan pasien mereka 0,31 m / s pada
kelompok paling intensif pada 6 minggu, sedangkan pasien kami 'sudah 0,53 m / s pada 3
minggu. Variabilitas tinggi diketahui ada dalam kemampuan fungsional
pasien dengan stroke. Pembelajaran lebih lanjut harus mengklarifikasi apakah rehabilitasi
intensif awal memimpin tidak hanya untuk perbaikan lebih cepat tapi juga untuk selamanya
hasil berjalan lebih baim. Kesimpulan , kami menyarankan agar fase rehabilitasi kritis ada
dan bahwa kegagalan untuk mengeksploitasi fase awal mungkin tidak dikompensasikan
dengan rehabilitasi selanjutnya. Rehabilitasi harus dimulai sesegera mungkin. Selain itu,
rehabilitasi harus bersifat intensif dan spesifik tugas. Meskipun berbagai aspek rehabilitasi
penting,.
da