efikasi herbisida parakuat diklorida dalam …digilib.unila.ac.id/59365/10/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
EFIKASI HERBISIDA PARAKUAT DIKLORIDA DALAMMENGENDALIKAN PERTUMBUHAN GULMA DI PERKEBUNANKARET (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) BELUM MENGHASILKAN
(Skripsi)
Oleh
PUSPA INDAH
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
ABSTRAK
EFIKASI HERBISIDA PARAKUAT DIKLORIDA DALAMMENGENDALIKAN PERTUMBUHAN GULMA DI PERKEBUNANKARET (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) BELUM MENGHASILKAN
Oleh
PUSPA INDAH
Karet merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam
perekonomian Indonesia sebagai bahan baku industri dan sumber devisa negara.
Pertumbuhan gulma pada lahan budidaya karet menyebabkan terjadinya
persaingan sarana tumbuh dan mempengaruhi pertumbuhan karet, maka gulma
perlu dikendalikan. Salah satu bahan aktif herbisida yang umum digunakan untuk
mengendalikan gulma di pertanaman karet belum menghasilkan (TBM) adalah
herbisida parakuat diklorida. Penelitian bertujuan (1) untuk mengetahui dosis
herbisida parakuat diklorida yang efektif mengendalikan pertumbuhan gulma di
perkebunan karet belum menghasilkan, (2) mengetahui perubahan komunitas
gulma setelah aplikasi herbisida parakuat diklorida di barisan karet belum
menghasilkan, (3) mengetahui apakah aplikasi herbisida parakuat diklorida di
barisan karet menyebabkan terjadinya fitotoksisitas dan meghambat pertumbuhan
tanaman karet belum menghasilkan.
Penelitian dilakukan di kebun karet rakyat desa Rama Murti 2, Kecamatan
Seputih Raman, Kabupaten Lampung Tengah dan di Laboratorium Gulma
Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan Januari hingga April 2019.
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan empat ulangan
dan enam perlakuan yaitu dosis herbisida parakuat diklorida 405 g/ha, 540 g/ha,
675 g/ha, 810 g/ha, penyiangan manual, dan kontrol. Homogenitas ragam data
diuji dengan uji Bartlett, additivitas data diuji dengan uji Tukey, dan perbedaan
nilai tengah perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Herbisida parakuat diklorida dosis 675 –
810 g/ha efektif mengendalikan gulma total hingga 12 minggu setelah aplikasi
(MSA), gulma Axonopus compressus dan Praxelis climatidea hingga 8 MSA,
serta Calopogonium mucunoides hingga 12 MSA. (2) Herbisida parakuat
diklorida dosis 405 – 810 g/ha menyebabkan terjadinya perubahan komunitas
gulma pada 4 – 12 MSA dari gulma dominan Axonopus compressus menjadi
Praxelis climatidea. (3) Aplikasi herbisida parakuat diklorida dosis 405 – 810
g/ha di barisan karet tidak menyebabkan terjadinya fitotoksisitas dan tidak
menghambat pertumbuhan tanaman karet belum menghasilkan.
Kata kunci: gulma, herbisida, karet TBM, parakuat diklorida
Puspa Indah
EFIKASI HERBISIDA PARAKUAT DIKLORIDA DALAM
MENGENDALIKAN PERTUMBUHAN GULMA DI PERKEBUNAN
KARET (Havea brasiliensis [Muell.] Arg.) BELUM MENGHASILKAN
Oleh
PUSPA INDAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sekincau pada 14 Januari 1997 yang merupakan anak ketiga
dari tiga bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak Ariansyah dan Ibu Asmida
Wati (Alm). Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 01 Sekincau pada tahun
2003 dan diselesaikan pada tahun 2009. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan ke SMP Negeri 01 Sekincau dan selesai pada tahun 2012. Selanjutnya
penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 01 Belalau dan selesai pada
tahun 2015.
Pada tahun 2015, penulis diterima sebagai Mahasiswa Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di
organisasi Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT) sebagai anggota
Bidang Penelitian dan Pengembangan Keilmuan (Litbang) periode kepengurusan
2016 – 2017 dan menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM
U) Kementerian Pemberdayaan Wanita periode 2016 - 2017. Kemudian penulis
pernah melakukan Praktik Umum di Kebun Begonia Glory Lembang Bandung.
Selain itu, penulis pernah menjadi Asisten Dosen praktikum Mata Kuliah Ilmu
dan Teknik Pengendalian Gulma dan Teknologi Benih.
Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berpengetahuan
jika kamu tidak mengetahuinya
(Q.S. An Nahl: 43)
Janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita
(Q.S. At-Taubah: 40)
Jika engkau melihat seekor semut terpeleset dan jatuh di air,
Maka angkat dan tolonglah.
Barangkali itu menjadi penyebab ampunan bagimu di akhirat
(K.H. Maimun Zubair Dawuh)
Dengan rasa syukur dan kerendahan hati
Kupersembahkan karya kecilku ini
Kepada:
Kedua orang tuaku Bapak Ariansyah dan Ibu Asmida Wati (Alm) serta kakak-
kakakku Asep Hendra Pratama dan istri Apri Susnita, Devi Malinda dan suami
Berdo Dialtama serta keponakan-keponakanku tersayang Aqiila Azzahra,
Furqon Azzam Dwitama, Alghifari Qodama dan Syifa Aulia Thunnisa.
Terimakasih atas doa dan dukungan dalam bentuk motivasi, bantuan baik
secara moril maupun materil yang diberikan selama ini.
Orang terdekat yang selalu memberi dukungan, sahabat, teman seperjuangan
yang selalu menghibur dan memberi semangat.
Serta almamater yang kubanggakan
SANWACANA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efikasi Herbisida Parakuat Diklorida
dalam Mengendalikan Pertumbuhan Gulma di Perkebunan Karet (Havea
brasiliensis [Muell.] Arg.) Belum Menghasilkan”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi.
3. Bapak Ir. Herry Susanto, M.P., selaku pembimbing pertama atas ilmu
pengetahuan, bimbingan, saran, motivasi dan kesabaran kepada penulis
selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.
4. Bapak Dr. Ir. Rusdi Evizal, M.S., selaku pembimbing kedua atas ilmu
pengetahuan, bimbingan, semangat, saran dan kesabaran kepada penulis
selama penyelesaian skripsi.
5. Bapak Dr. Hidayat Pujisiswanto, S.P., M.P., selaku pembahas atas ilmu
pengetahuan, saran, motivasi dan segala masukan kepada penulis selama
penelitian hingga penyelesaian skripsi.
6. Ibu Dr. Ir. Suskandini Ratih Dirmawati, M.P., selaku Pembimbing Akademik
atas motivasi, nasihat dan dukungannya kepada penulis selama menjadi
mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
7. Teman-teman seperjuangan Agroteknologi kelas A dan Agroteknologi 2015
atas persahabatan, dukungan, dan kebersamaan selama ini.
8. Tim penelitian gulma Pera Novalinda, Gangga Prastita Sari, Maria Salviana,
Meryanda Fitri, Elisabeth Hardini, Ahmad Rosikin, Rizky Rosyadi, dan Wasri
Yaman atas perjuangan, semangat, dan kerjasama sejak penelitian berlangsung
hingga skripsi ini terselesaikan.
9. Sahabat-sahabatku Tariyati, Leni Purnama Sari, Okvi Hilleri A.N., Della
Arisandi, Fiya Atmadita, Hamida Muliana Sari, Fitriyani, Mery Veralisa,
Rapita Rahmah, dan Dinora Refiasari atas hiburan, kebersamaan, dan segala
bantuan yang diberikan kepada penulis.
10. Ravinda Ajes Pratama atas segala dukungan, semangat, motivasi, saran, dan
bantuan kepada penulis.
11. Teman-teman seperjuangan KKN, Nyimas Nadila Athalia, Hayyin Vivik
Rika, Karina Putri D., Dedi Riyanto, dan Panji Tri Atmaja.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Bandar Lampung,
Puspa Indah
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.4 Landasan Teori .................................................................................. 5
1.5 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 10
1.6 Hipotesis ............................................................................................ 13
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet ................................................................................. 14
2.2 Persyaratan Tumbuh Tanaman Karet ............................................... 15
2.2.1 Iklim ........................................................................................ 15
2.2.2 Tanah ....................................................................................... 16
2.3 Pengendalian Gulma pada Tanaman Karet BelumMenghasilkan (TBM) ....................................................................... 16
2.4 Herbisida Parakuat Diklorida ........................................................... 19
2.5 Efektivitas dan Perubahan Komposisi Gulma .................................. 22
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 24
ii
3.2 Bahan dan Alat ................................................................................. 24
3.3 Metode Penelitian ............................................................................. 24
3.4 Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 25
3.4.1 Pembuatan petak percobaan .................................................... 25
3.4.2 Aplikasi herbisida .................................................................... 26
3.4.3 Penyiangan manual ................................................................. 27
3.5 Pengamatan gulma ............................................................................ 27
3.5.1 Bobot kering gulma.................................................................. 28
3.5.2 Penekanan herbisida terhadap gulma ...................................... 28
3.5.3 Summed dominance ratio (SDR) ............................................. 28
3.5.4 Koefisien komunitas ................................................................ 29
3.6 Pengamatan karet ............................................................................. 30
3.6.1 Fitotoksisitas ............................................................................ 30
3.6.2 Lilit batang .............................................................................. 31
3.6.3 Tinggi percabangan pertama ..................................................... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Efikasi Herbisida Parakuat Diklorida terhadap Gulma Total............. 32
4.2 Efikasi Herbisida Parakuat Diklorida terhadap GulmaPergolongan ....................................................................................... 34
4.2.1 Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap gulmagolongan rumput ....................................................................... 34
4.2.2 Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap gulmagolongan daun lebar.................................................................. 35
4.3 Efikasi Herbisida Parakuat Diklorida terhadap Gulma Dominan ...... 37
4.3.1 Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap gulmaAxonopus compressus ................................................................. 38
4.3.2 Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap gulmaPraxelis climatidea...................................................................... 40
4.3.3 Efikasi herbisida parakuat diklorida terhadap gulmaCalopogonium mucunoides ......................................................... 41
4.4 Koefisien Komunitas .......................................................................... 42
4.5 Fitotoksisitas Tanaman Karet ............................................................. 45
4.6 Lilit Batang......................................................................................... 45
iii
4.7 Tinggi Percabangan Pertama.............................................................. 46
4.8 Rekomendasi ...................................................................................... 47
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ............................................................................................ 48
5.2 Saran .................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 50
LAMPIRAN................................................................................................. 54
Tabel .................................................................................................... 55 – 76
Gambar ................................................................................................. 77 - 79
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Satuan perlakuan efikasi herbisida parakuat diklorida............................. 25
2. Pengaruh perlakuan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma total .................................................................... 33
3. Pengaruh perlakuan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma golongan rumput ..................................................... 34
4. Pengaruh perlakuan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma golongan daun lebar................................................. 36
5. SDR dan dominansi gulma pada 4, 8, dan 12 MSA di petak kontrol ...... 38
6. Pengaruh perlakuan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma Axonopus compressus .............................................. 39
7. Pengaruh perlakuan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma Praxelis climatidea .................................................. 40
8. Pengaruh perlakuan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma Calopogonium mucunoides...................................... 41
9. Koefisien Komunitas 4, 8, dan 12 MSA .................................................. 44
10. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) pada 4 MSA ......................... 55
11. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) pada 8 MSA ......................... 56
12. Jenis dan tingkat dominansi gulma (SDR) pada 12 MSA ....................... 57
13. Bobot kering gulma total pada 4 MSA akibat perlakuan herbisidaparakuat diklorida .................................................................................... 58
14. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma total pada 4 MSAakibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ........................................ 58
v
15. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 4 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 58
16. Bobot kering gulma total pada 8 MSA akibat perlakuan herbisidaparakuat diklorida .................................................................................. 59
17. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma total pada 8 MSAakibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ........................................ 59
18. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 8 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 59
19. Bobot kering gulma total pada 12 MSA akibat perlakuan herbisidaparakuat diklorida .................................................................................. 60
20. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma total pada 12 MSAakibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ........................................ 60
21. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 12 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 60
22. Bobot kering gulma golongan rumput pada 4 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 61
23. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma golongan rumputpada 4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................... 61
24. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada 4 MSAakibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ........................................ 61
25. Bobot kering gulma golongan rumput pada 8 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 62
26. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma golongan rumputpada 8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................... 62
27. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada 8 MSAakibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................................... 62
28. Bobot kering gulma golongan rumput pada 12 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 63
29. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma golongan rumputpada 12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................. 63
30. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida .......................... 63
vi
31. Bobot kering gulma golongan daun lebar pada 4 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 64
32. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma golongan daun lebarpada 4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................... 64
33. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ............................ 64
34. Bobot kering gulma golongan daun lebar pada 8 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 65
35. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma golongan daun lebarpada 8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida .................. 65
36. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ............................ 65
37. Bobot kering gulma golongan daun lebar pada 12 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 66
38. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering gulma golongan daun lebarpada 12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................. 66
39. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida .......................... 66
40. Bobot kering Axonopus compressus pada 4 MSA akibat perlakuanherbisida parakuat diklorida .................................................................... 67
41. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering Axonopus compressus pada4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ............................ 67
42. Analisis ragam bobot kering Axonopus compressus pada 4 MSAakibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ........................................ 67
43. Bobot kering Axonopus compressus pada 8 MSA akibat perlakuanherbisida parakuat diklorida .................................................................... 68
44. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering Axonopus compressus pada8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ............................ 68
45. Analisis ragam bobot kering Axonopus compressus pada 8 MSAakibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................................... 68
46. Bobot kering Axonopus compressus pada 12 MSA akibat perlakuanherbisida parakuat diklorida .................................................................... 69
vii
47. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering Axonopus compressus pada12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida .......................... 69
48. Analisis ragam bobot kering Axonopus compressus pada 12 MSAakibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ........................................ 69
49. Bobot kering Praxelis clematidea pada 4 MSA akibat perlakuanherbisida parakuat diklorida .................................................................... 70
50. Transformasi √(x+0,5) bobot kering Praxelis clematidea pada4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ............................ 70
51. Analisis ragam bobot kering Praxelis clematidea pada 4 MSAakibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................................... 70
52. Bobot kering Praxelis clematidea pada 8 MSA akibat perlakuanherbisida parakuat diklorida .................................................................... 71
53. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering Praxelis clematidea pada8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ............................ 71
54. Analisis ragam bobot kering Praxelis clematidea pada 8 MSAakibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ........................................ 71
55. Bobot kering Praxelis clematidea pada 12 MSA akibat perlakuanherbisida parakuat diklorida .................................................................... 72
56. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering Praxelis clematidea pada12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida .......................... 72
57. Analisis ragam bobot kering Praxelis clematidea pada 12 MSAakibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ......................................... 72
58. Bobot kering Calopogonium mucunoides pada 4 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 73
59. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering Calopogonium mucunoidespada 4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................... 73
60. Analisis ragam bobot kering Calopogonium mucunoides pada4 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ............................ 73
61. Bobot kering Calopogonium mucunoides pada 8 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 74
62. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering Calopogonium mucunoidespada 8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................... 74
viii
63. Analisis ragam bobot kering Calopogonium mucunoides pada8 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ............................ 74
64. Bobot kering Calopogonium mucunoides pada 12 MSA akibatperlakuan herbisida parakuat diklorida ................................................... 75
65. Transformasi √√(x+0,5) bobot kering Calopogonium mucunoidespada 12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida ................. 75
66. Analisis ragam bobot kering Calopogonium mucunoides pada12 MSA akibat perlakuan herbisida parakuat diklorida .......................... 75
67. Lilit batang karet TBM pada perlakuan herbisida parakuatdiklorida ................................................................................................... 76
68. Tinggi percabangan pertama karet TBM pada perlakuanherbisida parakuat diklorida .................................................................... 76
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram alur kerangka pemikiran ........................................................... 12
2. Rumus bangun parakuat diklorida............................................................ 20
3. Tata letak perlakuan herbisida parakuat diklorida.................................... 26
4. Denah arah aplikasi herbisida dan denah pengambilan contoh gulma .... 27
5. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma total........................................................................... 33
6. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma golongan rumput ...................................................... 35
7. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma golongan daun lebar ................................................. 37
8. Axonopus compressus di baris tanaman karet pada 12 MSA................... 37
9. Praxelis climatidea di baris tanaman karet pada 12 MSA....................... 37
10. Calopogonium mucunoides di baris tanaman karet pada 12 MSA .......... 37
11. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma Axonopus compressus .............................................. 39
12. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma Praxelis climatidea .................................................. 41
13. Tingkat penekanan herbisida parakuat diklorida terhadapbobot kering gulma Calopogonium mucunoides ...................................... 42
14. Lilit batang karet TBM pada perlakuan herbisida parakuatdiklorida .................................................................................................. 46
x
15. Tinggi percabangan pertama karet TBM pada perlakuanherbisida parakuat diklorida..................................................................... 47
16. Kondisi gulma pada baris tanaman karet akibat aplikasi herbisidaparakuat diklorida saat 4 MSA ................................................................ 77
17. Kondisi gulma pada baris tanaman karet akibat aplikasi herbisidaparakuat diklorida saat 8 MSA ................................................................ 78
18. Kondisi gulma pada baris tanaman karet akibat aplikasi herbisidaparakuat diklorida saat 12 MSA............................................................... 79
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus, karet
berasal dari Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh
Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara dimana saat
ini karet banyak diusahakan sehingga Asia merupakan sumber karet alami. Tahun
1864 untuk pertama kalinya tanaman karet diperkenalkan di Indonesia. Mula-
mula karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi. Dari tanaman
koleksi karet selanjutnya dikembangkan ke beberapa daerah sebagai tanaman
perkebunan komersial. Getah tanaman karet (lateks) yang dihasilkan dijadikan
sebagai bahan baku industri dan hasil olahan bahan baku tersebut dapat
dimanfaatkan menjadi ban kendaraan, selang air, kabel, karpet, dan banyak
lainnya (Purwanta dkk., 2008).
Karet merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam
perekonomian Indonesia sebagai penghasil devisa negara. Menurut Badan Pusat
Statistik (2016), 83,42% produksi karet Indonesia diekspor ke mancanegara dan
hanya sebagian kecil yang dipergunakan di dalam negeri. Produksi karet di
Indonesia pada tahun 2016 yaitu sebesar 3.229.861 ton dengan luas areal seluas
2
3.672.123 hektar (Direktorat Jendral Perkebunan, 2017). Produktivitas karet
yang masih rendah merupakan salah satu kendala pada perkebunan karet
Indonesia (Damanik dkk., 2010). Upaya pengembangan sektor perkebunan karet
baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi terus dilakukan. Produktivitas
yang rendah dikarenakan penggunaan bibit yang tidak unggul dan kurangnya
pemeliharaan. Pemeliharaan karet belum menghasilkan (TBM) yang utama
adalah pemupukan dan pengendalian gulma untuk mendorong pertumbuhan lilit
batang (Evizal, 2015).
Gulma mempunyai kemampuan bersaing yang kuat dalam memperebutkan CO2,
air, cahaya matahari dan nutrisi. Pertumbuhan gulma dapat memperlambat
pertumbuhan tanaman (Singh, 2005). Menurut Wiroatmodjo dkk. (2012) gulma
yang tidak diinginkan pertumbuhannya menjadi pesaing utama tanaman utama
pada saat pertumbuhan tanaman. Persaingan gulma terhadap tanaman karet TBM
menimbulkan kerugian terhadap tanaman. Adanya gangguan gulma
menimbulkan kompetisi antara tanaman budidaya dengan gulma untuk
memperoleh sarana tumbuh seperti air, unsur hara, cahaya matahari serta ruang
untuk tumbuh tanaman (Supawan dan Haryadi, 2014). Hal ini dapat
memperlambat pertumbuhan, memperlambat masak sadap dan menyebabkan
tanaman mati. Menurut Ferry dan Samsudin (2014), pertumbuhan gulma pada
perkebunan karet dapat menurunkan efisiensi pemupukan dan berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan tanaman karet.
Menurut Raditya (2018), hasil analisis vegetasi gulma pada perkebunan karet
belum menghasilkan (TBM) di Desa Onoharjo, Kecamatan Terbanggi Besar,
3
Kabupaten Lampung Tengah terdapat 16 jenis gulma yaitu gulma golongan daun
lebar Ageratum conyzoides, Asystasia gangetica, Boreria alata, Boreria latifolia,
Chromolaena odorata, Hedyotis diffusa, Melastoma affine, Mikania micrantha,
Mimosa invisa, Mimosa pudica, dan Praxelis clematidea serta gulma golongan
rumput Axonopus compressus, Cynodon dactylon, Cyrtococum accrescens,
Digitaria ciliaris, dan Ottochloa nodosa.
Salah satu aspek pemeliharaan perkebunan karet adalah pengendalian gulma,
pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara mekanis, manual, kultur teknis,
kimia, dan pengendalian terpadu. Namun, metode pengendalian secara manual
dan kimiawi umum dilakukan pada perkebunan karet. Pengendalian manual
adalah pengendalian gulma dengan menggunakan alat sederhana seperti cangkul
atau koret, sedangkan pengendalian kimiawi menggunakan senyawa kimia berupa
herbisida yang dapat menghambat dan mematikan pertumbuhan gulma (Kadir,
2007). Pada areal yang luas, pengendalian gulma secara manual sulit dilakukan
karena membutuhkan tenaga kerja dan waktu lebih banyak. Oleh karena itu,
dilakukan pengendalian dengan cara kimiawi menggunakan herbisida yang
memerlukan tenaga kerja dan waktu lebih sedikit (Anwar, 2001).
Efektivitas pemberian herbisida antara lain ditentukan oleh dosis dan waktu
pemberiannya. Dosis herbisida yang tepat akan dapat mematikan gulma sasaran,
tetapi jika dosis herbisida terlalu tinggi maka dapat merusak bahkan mematikan
tanaman yang dibudidayakan (Nurjanah, 2002). Herbisida berbahan aktif
parakuat diklorida mampu mengendalikan gulma berdaun lebar, rumput, dan teki.
Herbisida ini bersifat kontak karena mematikan gulma pada bagian yang terkena
4
herbisida, bersifat non selektif karena mempengaruhi semua jenis tumbuhan yang
terkena herbisida parakuat diklorida. Herbisida ini terdaftar untuk spektrum
tanaman yang cukup luas, antara lain pada cengkeh, kakao (TBM), kapas, jeruk,
karet, kelapa sawit, kelapa hibrida, kopi, lada, padi pasang surut, rosela, tebu, teh,
dan ubi kayu (Komisi Pestisida, 2011).
Herbisida parakuat diklorida merupakan herbisida yang telah terdaftar pada
Komisi Pestisida untuk mengendalikan gulma pada perkebunan karet. Herbisida
jenis ini juga merupakan herbisida yang telah lama digunakan oleh petani di
Indonesia untuk mengendalikan gulma pada lahan budidaya karet karena
dianggap efektif. Dengan demikian, uji ulang dilakukan untuk herbisida parakuat
diklorida setiap 5 tahun sekali untuk melihat efektivitas herbisida dalam berbagai
dosis untuk mengendalikan gulma pada budidaya karet, sehingga dari penelitian
ini dapat diketahui daya kendali herbisida parakuat diklorida pada gulma tanaman
karet dan tingkat toksisitasnya pada tanaman karet.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penelitian dilakukan untuk
menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Berapakah dosis herbisida parakuat diklorida yang efektif mengendalikan
pertumbuhan gulma di perkebunan karet belum menghasilkan?
2. Apakah terjadi perubahan komunitas gulma setelah aplikasi herbisida parakuat
diklorida di barisan karet belum menghasilkan?
5
3. Apakah aplikasi herbisida parakuat diklorida di barisan karet menyebabkan
terjadinya fitotoksisitas dan menghambat pertumbuhan tanaman karet belum
menghasilkan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dosis herbisida parakuat diklorida yang efektif mengendalikan
pertumbuhan gulma di perkebunan karet belum menghasilkan.
2. Mengetahui perubahan komunitas gulma setelah aplikasi herbisida parakuat
diklorida di barisan karet belum menghasilkan.
3. Mengetahui apakah aplikasi herbisida parakuat diklorida di barisan karet
menyebabkan terjadinya fitotoksisitas dan meghambat pertumbuhan tanaman
karet belum menghasilkan.
1.4 Landasan Teori
Gulma adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki pertumbuhannya pada lahan
budidaya pertanian dan dapat berkompetisi dengan tanaman budidaya sehingga
berpotensi untuk menurunkan hasil tanaman budidaya tersebut (Barus, 2003).
Gulma di perkebunan karet dapat merugikan karena akan terjadi persaingan antara
tanaman karet dan gulma. Menurut Barus (2003), kerugian akibat persaingan
antara tanaman perkebunan dan gulma disebabkan beberapa faktor yaitu; (1)
pertumbuhan tanaman terhambat sehingga waktu mulai berproduksi lebih lama,
(2) penurunan kuantitas dan kualitas hasil produksi tanaman, (3) produktivitas
6
kerja terganggu, (4) gulma dapat menjadi inang hama dan penyakit, dan (5) biaya
pengendalian yang relatif mahal.
Jenis gulma yang tumbuh di pertanaman karet TBM dan TM sangat berbeda. Hal
ini disebabkan karena penutupan tajuk tanaman karet mempengaruhi intensitas
cahaya yang masuk ke pertanaman (Novalinda, 2014). Intensitas cahaya yang
masuk di pertanaman karet TBM cukup besar sehingga jenis gulma yang tumbuh
pada umumnya didominasi oleh gulma golongan rumput, dan daun lebar
(Tjitrosoedirdjo dkk., 1984). Pada pertanaman karet TM dengan bertambahnya
umur tanaman karet, percabangan semakin banyak, tajuk semakin rimbun dan
saling menutup, sinar matahari yang masuk ke permukaan tanah semakin kecil.
Penetrasi sinar matahri yang sampai ke permukaan tanah berpengaruh terhadap
suksesi gulma di perkebunan karet. Jenis gulma yang tidak tahan naungan akan
semakin berkurang ketika tajuk saling menutupi. Namun, gulma gulma rumput
seperti Ottochloa nodosa dan Cyrtococcum spp. serta gulma daun lebar Asystasia
intrusa dan Mikania micrantha serta gulma pakis dapat mendominasi penutupan
lahan pada tanaman karet TM (Evizal, 2015).
Pengendalian gulma merupakan tindakan pengelolaan gulma dengan cara
menekan populasi gulma hingga tingkat yang tidak merugikan secara ekonomis.
Gulma yang dinilai sangat merugikan pertumbuhannya dapat dikendalikan hingga
tingkat kepadatan populasinya sampai dengan nol atau tidak ada gulma sama
sekali (Sembodo, 2010). Beberapa metode pengendalian gulma di perkebunan
karet yaitu manual, mekanis, kultur teknis, biologis, kimiawi ataupun
menggabungkan beberapa metode. Metode kimiawi dengan menggunakan
7
herbisida merupakan metode yang paling banyak dilakukan. Metode ini dinilai
lebih praktis dan menguntungkan bila dibandingkan dengan metode yang lain.
Penggunaan herbisida dalam mengendalikan gulma memberikan beberapa
keuntungan yaitu (1) dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman, (2) dapat
mengendalikan gulma baris tanaman, (3) dapat mengendalikan gulma sebelum
mengganggu, (4) lebih efektif mematikan gulma tahunan dan semak belukar, dan
(5) dapat menaikkan hasil panen (Sukman dan Yakup, 2000).
Komposisi gulma pada lahan budidaya dapat berubah seiring dengan berjalannya
waktu. Perubahan komposisi gulma disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
kemampuan gulma berkembangbiak, kompetisi antar gulma, dan pengendalian
gulma. Menurut Mawardi dkk. (1996), pengendalian gulma dengan herbisida
menyebabkan terjadinya perubahan komunitas dan populasi gulma. Pada karet
TM pertumbuhan gulma akan semakin berkurang dengan semakin bertambahnya
umur tanaman karet dan kembali meningkat ketika tanaman karet mulai tua dam
tajuk semakin merenggang. Pada kondisi ini LCC (Legume Cover Crop),
Ageratum conyzoides, Imperata cylindrica, Mimosa pudica dan Paspalum
conjugatum yang umum ditemui di perkebunan karet TBM akan sangat berkurang
ketika memasuki periode TM. Namun, Asystasia intrusa, Cyrtococcum spp.,
Mikania micrantha dan Ottochloa nodosa serta gulma pakis dapat mendominasi
penutupan lahan pada tanaman karet TM. Selain itu, gulma berkayu seperti
Chromolaena odorata dan Melastoma spp. akan semakin meningkat pada karet
TM jika tidak dikendalikan dengan cara mendongkel anakannya (Evizal, 2015).
8
Menurut Sukman dan Yakup (2000), pertumbuhan gulma akan menguras sumber
daya yang ada dengan cepat, jika berlangsung dalam waktu yang lama
ketersediaan faktor pertumbuhan semakin berkurang sehingga akan terjadi
kompetisi dalam penggunaan faktor pertumbuhan tersebut. Tanaman karet
merupakan tanaman yang memiliki tipe pertumbuhan yang proses
pertumbuhannya akan terganggu jika faktor pertumbuhannya terbatas. Jika
berlangsung lama maka pertumbuhan akan terhenti secara permanen (Aidi, 2014).
Pertumbuhan lilit batang karet ditentukan oleh proses pertumbuhan sekunder atau
pertumbuhan ke samping pada batang yang sangat dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan (Campbell dkk., 2012). Menurut hasil Zulkipli dkk. (2016)
perlakuan interval pengendalian gulma pada karet 1-3 bulan sekali menunjukkan
pertumbuhan lilit batang lebih tinggi dibandingkan dengan interval pengendalian
6 bulan sekali. Ukuran lilit batang karet menjadi indikator optimum atau tidaknya
kondisi faktor pertumbuhan yang ada. Selain itu, ada kecenderungan dengan
meningkatnya bobot kering gulma maka mengindikasikan semakin terbatas faktor
pertumbuhan yang tersedia.
Herbisida merupakan bahan kimia atau kultur hayati yang dapat menghambat
pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida diaplikasikan dalam dosis
yang tinggi akan mematikan seluruh bagian dan jenis tumbuhan. Sedangkan pada
dosis yang rendah, herbisida akan mematikan tumbuhan tertentu dan tidak
merusak tumbuhan yang lain. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau
tumbuhan pengganggu juga terhadap tanaman. Sifat kimia herbisida tidak hanya
menentukan daya kerja herbisida pada gulma yang dikendalikan (efikasi), tetapi
juga menentukan tingkat keracunan (toksisitas) pada organisme nontarget
9
misalnya tanamannya. Selain itu, herbisida dapat mempengaruhi satu atau
beberapa proses yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Beberapa proses yang dapat dipengaruhi oleh herbisida
yaitu proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil,
fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan lainnya
(Sembodo, 2010).
Parakuat diklorida mampu mematikan semua jaringan tumbuhan yang berwarna
hijau. Parakuat diklorida diabsorbsi oleh daun dan dengan bantuan sinar matahari
dan oksigen herbisida ini akan mempengaruhi fotosintesis dengan terbentuknya
superoksida yang akan menghancurkan membran sel dan sitoplasma
(Djojosumarto, 2008).
Menurut Hayata dkk. (2016) pengendalian gulma pada perkebunan karet di
Kabupaten Muaro Jambi menggunakan parakuat diklorida dengan dosis bahan
aktif 430 g/ha perlakuan efektif untuk mengendalikan gulma rumput, teki, dan
daun lebar sebesar 100% hingga 8 MSA dan tidak menunjukkan gejala keracunan
pada tanaman karet TBM. Gulma yang dapat dikendalikan antara lain gulma
golongan daun lebar Ageratum conyzoides, Cleome rutidosperma, Clidemia hirta,
Croton hirtus, Euphorbia hirta, Melastoma affine, dan Mikania micrantha.
Gulma golongan rumput Axonopus compressus, Centotecha lappacea,
Cyrtococum acrescens, Digitaria ciliaris, Imperata cylindrica dan Paspalum
canjugatum serta gulma golongan teki Cyperus kyllingia dan Cyperus pilosus.
Selanjutnya Adnan, dkk. (2012) menyatakan bahwa herbisida parakuat diklorida
memiliki durasi efektif pengendalian gulma selama 4,0-11,75 minggu setelah
10
aplikasi (MSA). Gulma yang dominan adalah gulma golongan daun lebar yaitu
Euphorbia hirta. Menurut Murti dkk. (2016) aplikasi herbisida parakuat diklorida
dosis 414 – 966 g/ha dapat mengendalikan gulma total hingga 12 MSA.
1.5 Kerangka Pemikiran
Karet merupakan komoditas perkebunan yang penting bagi perekonomian
nasional, yaitu sebagai sumber devisa negara. Dalam kegiatan budidaya karet
tentu banyak kendala-kendala yang dihadapi, salah satunya gangguan dari adanya
gulma di areal pertanaman budidaya. Gulma merupakan tumbuhan yang
merugikan kepentingan manusia. Pertumbuhan gulma pada tanaman karet dapat
menurunkan produktivitas karena mengganggu proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman terutama dalam penyerapan unsur hara dan air yang
menjadi sarana tumbuh utama, serta akan mengganggu dalam pemeliharaan
tanaman seperti pemupukan dan pemanenan.
Dalam mengatasi permasalahan akibat pertumbuhan gulma, perlu dilakukan
upaya pengendalian. Metode pengendalian gulma antara lain mekanis, kultur
teknis, hayati, biologi, dan kimiawi. Pengendalian gulma yang efektif pada areal
pertanaman karet yang luas adalah dengan cara kimiawi menggunakan herbisida.
Pengendalian secara kimiawi memiliki beberapa kelebihan seperti efisiensi dalam
tenaga kerja, biaya, waktu, dan hasil yang terlihat lebih cepat dan efektif dalam
mengendalikan gulma.
Herbisida merupakan senyawa kimia yang dapat mengendalikan gulma dengan
cara menghambat proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan
11
klorofil, fotosintesis, respirasi, dan metabolisme nitrogen. Dalam pemilihan
herbisida yang tepat diperlukan pengetahuan dan informasi yang tepat mengenai
klasifikasi herbisida, kondisi, dan jenis gulma yang ingin dikendalikan serta jenis
tanaman budidaya.
Herbisida parakuat diklorida merupakan herbisida non selektif yang memiliki
spektrum pengendalian yang sangat luas. Herbisida ini mampu mematikan semua
tumbuhan yang berwarna hijau. Dengan demikian, gulma-gulma yang sering
muncul dan merugikan bagi tanaman karet diantaranya gulma Ageratum
conyzoides, Bidens pilosa, Centella asiatica, Chromolaena odorata, Clidemia
hirta L., Davalia dentucalata, Elephanthopus scaber, Emilia sonchifolia, Mimosa
pudica L., Oxalis barrelieri L. dapat dikendalikan oleh herbisida parakuat
diklorida. Parakuat diklorida merupakan herbisida yang bersifat kontak dan
apabila diaplikasikan dengan cara yang tepat sasaran maka tidak akan
menimbulkan keracunan. Dengan demikian, jika parakuat diklorida diaplikasikan
pada gulma di sekitar tanaman karet, maka herbisida tidak akan menimbulkan
keracunan pada tanaman karet.
12
Berikut adalah bagan alur permasalahan gulma di perkebunan karet belum
menghasilkan (TBM) (Gambar 1).
Gambar 1. Diagram alur kerangka pemikiran
13
Pengendalian gulma pada karet dengan herbisida parakuat diklorida telah
dilakukan dan menunjukkan hasil bahwa parakuat diklorida mampu
mengendalikan gulma berdaun lebar, rumput, dan teki serta tidak menunjukkan
gejala keracunan pada tanaman karet TBM. Penggunaan herbisida dengan bahan
aktif yang sama dan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan masalah
seperti kemungkinan penurunan respon gulma terhadap herbisida. Oleh karena
itu, perlu dilakukan pengujian ulang herbisida guna mendapatkan pengetahuan
dan informasi baru mengenai keefektifan suatu herbisida dalam mengendalikan
gulma dan pengaruhnya terhadap tanaman karet.
1.6 Hipotesis
Dalam kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disampaikan hipotesis
sebagai berikut:
1. Herbisida parakuat diklorida pada dosis 540 g/ha efektif mengendalikan
pertumbuhan gulma di perkebunan karet belum menghasilkan.
2. Aplikasi herbisida parakuat diklorida menyebabkan perubahan komunitas
gulma setelah diaplikasi di barisan karet belum menghasilkan.
3. Herbisida parakuat diklorida pada dosis yang diuji tidak meracuni tanaman dan
tidak menghambat pertumbuhan karet belum menghasilkan.
14
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet
Tanaman karet merupakan tanaman perkebunan yang tumbuh di berbagai wilayah
di Indonesia. Karet merupakan produk dari proses penggumpalan getah tanaman
tanaman karet (lateks). Pohon karet normal disadap pada tahun ke-5 yaitu saat
lilit batang mencapai 45 cm. Getah tanaman karet (lateks) yang disadap tersebut
bisa diolah menjadi lembaran karet (sheet), bongkahan (kotak), atau karet remah
(crumb rubber) yang merupakan bahan baku industri karet. Karet menjadi
tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi sehingga dapat menjadi
sumber devisa negara. Karet mempunyai berbagai manfaat, baik untuk kebutuhan
hidup sehari-hari maupun usaha industri. Barang-barang yang dapat dibuat dari
karet alam antara lain ban kendaraan, sepatu karet, sabuk penggerak mesin, kabel,
isolator dan bahan-bahan pembungkus logam. Selain lateks, batang dan biji
karet dapat dimanfaatkan sebagai bahan industri furniture. Sementara itu, biji
karet dapat digunakan sebagai bahan suplemen yang ditambahkan pada daging
sintetis, roti, dan lain-lain (Purwanta dkk., 2008).
Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Devisi : Spermatophyta
15
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Havea
Spesies : Havea brasiliensis (Plantamor, 2019).
2.2 Persyaratan Tumbuh Tanaman Karet
Dalam teknologi budidaya tanaman karet, kita harus mengetahui persyaratan
tumbuh tanaman. Syarat tumbuh tanaman karet memerlukan kondisi-kondisi
tertentu agar tanaman karet dapat tumbuh dengan baik. Berikut adalah syarat
tumbuh tanaman karet:
2.2.1 Iklim
Daerah yang cocok pada pertanaman karet adalah pada zona antara 15ºLS dan
15ºLU (Damanik dkk., 2010). Tanaman karet memerlukan curah hujan per tahun
2000 mm atau lebih. Temperatur optimal yang dibutuhkan berkisar antara 25 –
28ºC dan temperatur udara maksimum 29 – 34ºC serta kelembaban udara tinggi
hingga 80% (Evizal, 2014). Tanaman karet membutuhkan sinar matahari
sepanjang hari minimal 5-7 jam. Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran
rendah dengan ketinggian 200 m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Kecepatan
angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet.
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang besar, batang
16
tanaman karet biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di
atas dengan tinggi pohon dewasa mencapai 15 - 25 m (Damanik dkk., 2010).
2.2.2 Tanah
Tanaman karet cocok ditanam pada tanah yang cukup subur, mengandung bahan
organik, struktur dan tekstur mendukung untuk tanaman karet serta mengandung
unsur hara yang baik, seperti tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis
mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum,
kedalaman air tanah, aerasi dan drainase. Tanah alluvial biasanya cukup subur,
tetapi sifat fisikanya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik.
Tanah-tanah kurang subur seperti podsolik merah kuning yang ada di negeri ini
dengan bantuan pemupukan dan pengelolaan yang baik bisa dikembangkan
menjadi perkebunan karet dengan hasil yang cukup baik. Derajat keasaman
mendekati normal cocok untuk tanaman karet, yang paling cocok adalah pH 5-6.
Batas toleransi pH tanah adalah 4-8. Sifat-sifat tanah yang cocok pada umumnya
antara lain; aerasi dan drainase cukup, tekstur tanah remah, struktur terdiri dari
35% tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan <16% serta permukaan air
tanah < 100 cm (Damanik dkk., 2010).
2.3 Pengendalian Gulma pada Tanaman Karet Belum Menghasilkan (TBM)
Tanaman karet belum menghasilkan (TBM) adalah tanaman karet yang telah
ditanam sampai belum memasuki waktu sadap. Kebun TBM adalah kebun yang
belum disadap yaitu kebun TBM 1 sampai TBM 4 atau TBM 5. Kebun TBM 1
adalah kebun yang berumur sekitar 1 tahun, yaitu ketika tanaman berumur 0,6-1,5
17
tahun. Tanaman yang baru ditransplanting berumur 1-5 bulan dapat dikatakan
sebagai TBM 0. Tujuan pemeliharaan karet TBM adalah agar tanaman tumbuh
optimal sehingga cepat mencapai matang sadap. Secara umum pemeliharaan
karet TBM meliputi pemeliharaan pertumbuhan tanaman, pengendalian gulma,
pemeliharaan LCC, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman
(Evizal, 2015).
Pengendalian gulma merupakan kegiatan terpenting pada pemeliharaan karet
TBM untuk menjamin keberhasilan mencapai kebun karet yang matang sadap.
Pada tanaman karet TBM terutama tahun pertama sampai tahun ketiga, tanah
masih terbuka sehingga gulma tumbuh subur dan cepat. Piringan tanaman dengan
jari-jari 0,5-1,0 meter diusahakan selalu bersih dari gulma atau penutupan tanah
oleh gulma maksimum 30%. Pada TBM 3-4 dilakukan penyiangan barisan
tanaman yang dapat dilakukan secara manual atau kimiawi setiap 3 bulan sekali
(Evizal, 2015). Tujuan dari pengendalian gulma pada TBM karet yaitu menekan
gangguan dan kerugian yang ditimbulkan oleh gulma hingga sekecil mungkin,
agar pertumbuhan dan produksi tanaman karet optimal serta kegiatan
pemeliharaan lainnya tidak terganggu (Siagian dkk, 2009).
Pengendalian gulma di perkebunan karet merupakan keharusan, sebab gulma
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha perkebunan karet. Jika
gulma dibiarkan tumbuh bersamaan dengan tanaman karet, akan menimbulkan
kerugian seperti memperlambat penambahan lilit batang, memperlambat matang
sadap, Sph rendah, mengurangi jumlah pohon, mengurangi efisiensi pemupukan
dan dapat menyebabkan kebakaran kebun (Evizal, 2015). Prinsip pengendalian
18
gulma adalah menekan populasi gulma dan mempertahankannya pada tingkat
yang tidak merugikan atau mengendalikan jenis yang tumbuh dari jenis-jenis yang
tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Pemberantasan gulma dapat
mengakibatkan gundulnya permukaan tanah sehingga menyebabkan erosi.
Penggunaan herbisida yang tidak terkendali dapat mengakibatkan pencemaran
lingkungan (Girsang, 2005).
Pengendalian gulma di perkebunan karet menggunakan tiga teknik, yaitu secara
mekanis, kultur teknis dan kimia. Terdapat dua metode dalam pengendalian, yaitu
metode piringan (circle weeding) dan metode baris (strip weeding). Metode
piringan merupakan pembersihan gulma yang berada disekitar batang sehingga
membentuk lingkaran (circle). Metode baris merupakan pembersihan gulma pada
barisan tanaman dengan jarak sekitar 1 meter dari batang (Siagian dkk, 2009).
Pengendalian gulma dilakukan dengan penyiangan secara manual pada baris
tanaman 3 bulan sekali (tergantung pertumbuhan gulma). Pengendalian ini
memerlukan ketelitian dalam pelaksanaan untuk menghindari kerusakan
perakaran karet. Pengendalian kultur teknis yang biasa diterapkan di perkebunan
karet salah satunya yaitu penanaman legume cover crop (LCC), Mucuna
bracteata. Tujuan penanaman LCC adalah menekan pertumbuhan gulma,
memperbaiki sifat fisik tanah dan menghasilkan bahan organic yang cukup tinggi.
Pengendalian gulma dengan menanam LCC biasanya dilakukan di perkebunan
besar. Perkebunan rakyat belum sepenuhnya menggunakan teknik pengendalian
tipe ini karena biaya yang dibutuhkan cukup tinggi dan pemeliharaan seperti
penyiangan yang semakin intensif karena adanya LCC. Pengendalian kimia
19
adalah penggunaan herbisida sesuai dengan dosis anjuran. Pengendalian ini lebih
sering dilakukan karena waktu yang dibutuhkan untuk aplikasi lebih cepat, tenaga
kerja lebih efisien, hasil lebih efektif, dan biaya yang dikeluarkan lebih rendah.
Namun, kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan pengetahuan dalam
aplikasi herbisida (Siagian dkk, 2009).
Menurut Zulkipli dkk. (2016), hasil analisis vegetasi gulma pada perkebunan karet
belum menghasilkan (TBM) di perkebunan karet rakyat di Desa Kemang
Kecamatan Rantau Bayur, Banyuasin, Sumatera Selatan terdapat 24 jenis gulma
antara lain: gulma daun sempit dan gulma daun lebar yaitu Ageratum conyzoides,
Asystasia coromandeliana, Axonopus compressus, Borreria laevis, Borreria
latifolia, Clibadium arboreum, Digitaria adscendets, Eurphobia hirta, Ipomea
triloba, Ischaemum timorense, Melastoma affine, Merremia umbellata, Mimosa
invisa, Panicum maximum, Panicum repens, Paspalum conjugatum, Scleria
sumatrensis, Scleria terrestris, Sida rombhifolia, Sparganophorus vaillantii,
Stachytarpheta indica, Tetracera scandens, dan Urena labota. Pertumbuhan
gulma daun lebar lebih dominan (SDR 52,76%) dibanding gulma daun sempit
(SDR 47,24%). Spesies yang memiliki nilai SDR tertinggi adalah Digitaria
adscendens (H.B.K.) Hern (19,55%), diikuti Merremia umbellata (15,16%) dan
Borreria latifolia (14,93%).
2.4 Herbisida Parakuat Diklorida
Parakuat diklorida diperkenalkan oleh ICI Divisi Perlindungan Tanaman (saat ini
Syngenta). Herbisida parakuat diklorida ditemukan pada tahun 1955 dan pertama
kali dipasarkan pada tahun 1962 (Britt dkk, 2003). Herbisida ini terdaftar untuk
20
spektrum tanaman yang cukup luas, antara lain pada cengkeh, kakao (TBM),
kapas, jeruk, karet, kelapa sawit, kelapa hibrida, kopi, lada, padi pasang surut,
rosela, tebu, teh dan ubi kayu (Komisi Pestisida, 2011). Parakuat merupakan
salah satu jenis herbisida golongan bipyridylium yang umum digunakan pada
lahan pertanian. Herbisida parakuat merupakan herbisida kontak non selektif
yang dapat diberikan pasca tumbuh (Anwar, 2007). Nama kimia dari parakuat
berdasarkan IUPAC adalah 1,1-dymethyl-4,4 bypyridilium klorida. Parakuat
mempunyai rumus umum C12H14Cl2N2 yang dikenal parakuat diklorida memiliki
berat molekul 257,16 g/mol. Rumus bangun parakuat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Rumus bangun parakuat diklorida (Tomlin, 2010).
Parakuat diklorida bekerja dalam sistem membran fotosintesis yang disebut
Fotosistem I, yang menghasilkan elektron bebas untuk menjalankan proses
fotosintesis. Elektron bebas dari fotosistem I bereaksi dengan ion parakuat untuk
membentuk radikal bebas. Oksigen segera mengubah kembali radikal bebas ini
dan salam proses ini menghasilkan O2 negatif. Dengan adanya reaksi kimia yang
tinggi, O2 negatif menyerang membran asam lemak tak jenuh, dengan cepat
membuka dan mendisintegrasikan memberan sel dan jaringan. Ion parakuat atau
radikal bebas tersebut kemudian mendaur ulang dengan menghasilkan lebih
banyak lagi O2 negatif sampai pasokan elektron bebasnya berhenti (Pusat
Informasi Parakuat, 2006).
21
Herbisida parakuat mampu membunuh semua jaringan tumbuhan yang berwarna
hijau. Parakuat diklorida diabsorbsi oleh daun dan dengan bantuan sinar matahari
dan oksigen akan mempengaruhi fotosintesis dengan terbentuknya Superoksida
yang akan menghancurkan membran sel dan sitoplasma (Djojosumarto, 2008) dan
Rao (2000) menambahkan bahwa herbisida parakuat dapat mengendalikan gulma
berdaun lebar dengan merusak bagian membran sel serta menghambat
fotosintesis. Hasil penelitian Roslina (2008), menunjukkan bahwa herbisida
parakuat mampu menekan pertumbuhan gulma biduri hingga 100%.
Herbisida parakuat diabsorbsi oleh daun selama 30 menit setelah aplikasi. Daun
yang terkena akan cepat layu dalam 2-3 jam disinar matahari yang terik, serta
nekrosis pada daun terjadi secara menyeluruh selama 1-3 hari (Vencill dkk.,
2002). Herbisida parakuat merupakan herbisida kontak dan bila molekul
herbisida ini terkena sinar matahari setelah berpenetrasi ke dalam daun atau
bagian lain yang hijau maka molekul ini akan bereaksi menghasilkan molekul
hydrogen peroksida (Muktamar, 2004). Menurut Anwar (2007), gejala keracunan
akibat herbisida parakuat terlihat pada umur satu minggu dan dua minggu, juga
dapat menyebabkan kelayuan dan kekeringan daun yang dimulai dari gangguan
pada membran sehingga terjadi nekrosis dan kematian daun. Parakuat juga dapat
menekan senyawa fotosintesis dan hasil respirasi sehingga daun tidak normal.
Parakuat diklorida DT50 (disappearance time 50%) parakuat bertahan < 7 hari.
DT50 umumnya digunakan untuk mengukur waktu degredasi dan persistensi
herbisida di lingkungan. Sedangkan parakuat memiliki nilai oral LD50: >20‒ 196
mg/kg, dermal LD50: >236 ‒ 325 mg/kg (Tomlin, 2010). LD50 mempunyai efek
22
serius dalam jangka panjang, dengan dosis rendah parakuat relatif berbahaya dan
fatal bagi manusia apabila termakan atau terkena kulit langsung. Selain itu
herbisida parakuat dapat mempengaruhi kesehatan manusia lewat air yang
tercemar sehingga produk makanan maupun hewan ikut tercemar herbisida
parakuat (FAO, 2008).
Gejala keracunan pada tanaman karet TBM akibat aplikasi herbisida parakuat
diklorida yaitu terdapat perbedaan bentuk dan atau warna daun, serta pertumbuhan
tanaman karet menjadi tidak normal. Daun tanaman karet terlihat menguning dan
bentuknya tidak normal, terjadi penggulungan dan atau pengkritingan pada daun.
2.5 Efektivitas dan Koefisien Komunitas
Herbisida parakuat diklorida bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan
untuk mengendalikan gulma yang masih hijau dan gulma yang masih memiliki
sistem perakaran tidak meluas. Selain itu, efektivitas pengaplikasian herbisida
dipengaruhi oleh waktu aplikasi. Waktu aplikasi dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam gulma itu
sendiri, yakni fase pertumbuhan gulma. Berdasarkan faktor internalnya, waktu
aplikasi herbisida yang paling tepat adalah pada saat gulma masih muda (saat
pertumbuhan optimal) dan belum memasuki fase pertumbuhan generatif
(berbunga). Pada fase ini, penyerapan bahan aktif herbisida yang diaplikasikan
dapat berlangsung lebih efektif. Bila terlalu tebal dan tua, sebaiknya gulma
dibabat (slashing) terlebih dahulu. Setelah daun-daun muda tumbuh dan
terbentuk sempurna, aplikasi herbisida dapat dilakukan. Faktor eksternal adalah
23
faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi aplikasi
herbisida, misalnya curah hujan, angin, sinar matahari dan lain-lain. Curah hujan
dapat menyebabkan bahan aktif herbisida tercuci, angin yang kencang dapat
menerbangkan butiran-butiran larutan herbisida dan sinar matahari yang terik
dapat menyebabkan terjadinya penguapan larutan herbisida yang diaplikasikan
(Barus, 2003).
Dinamika populasi merupakan perbedaan ukuran populasi yang terjadi sepanjang
waktu. Dinamika populasi membahas cara populasi spesies tertentu berkembang
dan menyusut serta sebab-sebab peningkatan dan penurunan jumlah populasi
tersebut (Anon, 2001). Perbedaan komunitas gulma dapat disebabkan karena
adanya pengolahan dan perlakuan dari manusia. Basuki dkk., (1986) menyatakan
bahwa penggunaan herbisida pada areal tanaman, sering menyebabkan terjadinya
perbedaan spesies gulma yang dominan. Dijelaskan oleh Radosevich dan Holt
(1984) bahwa perbedaan komunitas gulma akibat penggunaan herbisida lebih
terlihat secara nyata bila dibandingkan dengan metode pengendalian gulma yang
lainnya. Apabila nilai koefisiesn komunitas >75% maka terdapat kemiripan pada
komunitas yang diamati. Perbedaan komunitas gulma dapat mengakibatkan
ragam gulma menjadi bertambah ataupun berkurang dan atau mengakibatkan
intensitas gulma menjadi bertambah ataupun berkurang. Perbedaan ini
mengakibatkan adanya penyesuaian kembali jenis herbisida dan dosis yang akan
digunakan dalam mengendalikan gulma di suatu areal pertanaman.
24
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Rama Murti 2, Kecamatan Seputih Raman,
Kabupaten Lampung Tengah dan di Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian
Universitas Lampung mulai bulan Januari hingga April 2019.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah areal tanaman karet belum menghasilkan (TBM)
yang seragam berumur 4 tahun, air, cat kayu, kantong plastik, amplop kertas, dan
herbisida berbahan aktif parakuat diklorida 135 SL (Gramoxone 135 SL). Alat
yang digunakan adalah knapsack sprayer semi automatik, nozel T-jet hijau, gelas
ukur, ember, rubber bulb, koret, cangkul, meteran, kuas, oven, timbangan digital,
alat tulis, dan kuadran besi berukuran 0,5 m x 0,5 m.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan perlakuan faktor tunggal yang terdiri dari 6
taraf perlakuan dan 4 ulangan yang diterapkan dalam rancangan acak kelompok
(RAK). Pengelompokan berdasarkan keseragaman gulma yang ada di petak
percobaan. Satuan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
25
Tabel 1. Satuan perlakuan efikasi herbisida parakuat diklorida
No. Perlakuan Dosis formulasi(l/ha)
Dosis bahan aktif(g/ha)
1 Parakuat diklorida 135 SL 3 405
2 Parakuat diklorida 135 SL 4 540
3 Parakuat diklorida 135 SL 5 675
4 Parakuat diklorida 135 SL 6 810
5 Penyiangan manual - -
6 Kontrol - -
Untuk menguji homogenitas ragam data digunakan uji Bartlett dan additivitas data
diuji dengan menggunakan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka data dianalisis
dengan sidik ragam dan untuk menguji perbedaan nilai tengah perlakuan diuji
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan petak percobaan
Satuan perlakuan terdiri dari areal gulma di bawah 5 tanaman karet jarak tanam 4
m x 6 m dengan luas petak 40 m2. Jarak antar satuan perlakuan adalah satu baris
tanaman karet. Petak lahan saat aplikasi kondisi penutupan gulmanya 100%.
Petak percobaan diberi nomor menggunakan cat kayu warna merah sesuai dengan
nomor perlakuan yang telah diacak. Terdapat 24 satuan petak percobaan yang
terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan. Tata letak percobaan dapat dilihat pada
Gambar 3.
26
I P5 P6 P1 P2 P3 P4
II P2 P3 P6 P1 P5 P4
III P5 P4 P6 P3 P2 P1
IV P4 P3 P5 P1 P6 P2
Keterangan:P1 : Parakuat diklorida 405 g/haP2 : Parakuat diklorida 540 g/haP3 : Parakuat diklorida 675 g/haP4 : Parakuat diklorida 810 g/haP5 : Penyiangan manualP6 : Kontrol
Gambar 3. Tata letak perlakuan herbisida parakuat diklorida
3.4.2 Aplikasi herbisida
Aplikasi herbisida dilakukan satu kali ketika kondisi lingkungan mendukung (pagi
hari, cuaca cerah, dan kecepatan angin rendah). Sebelum aplikasi herbisida
dilakukan kalibrasi alat semprot dengan metode luas untuk menentukan volume
semprot, volume semprot yang didapat sebesar 400 l/ha. Kecepatan jalan saat
aplikasi disesuaikan saat operator melakukan kalibrasi. Aplikasi dilakukan juga
disela-sela tanaman karet, posisi nozzle dimiringkan agar butiran herbisida tidak
mengenai batang karet. Arah aplikasi herbisida pada petak percobaan dapat
dilihat pada Gambar 4.
27
2 m
20 m
Keterangan:: Tanaman karet
: Arah aplikasi herbisida
: Petak pengambilan contoh gulma 4 MSA
: Petak pengambilan contoh gulma 8 MSA
: Petak pengambilan contoh gulma 12 MSA
Gambar 4. Denah arah aplikasi herbisida dan pengambilan contoh gulma
3.4.3 Penyiangan manual
Penyiangan manual dilakukan sebagai pembanding untuk mengetahui pengaruh
aplikasi herbisida parakuat diklorida terhadap fitotoksisitas tanaman karet belum
menghasilkan (TBM) areal yang diaplikasi herbisida dan penyiangan manual.
Penyiangan manual dilakukan dengan cara lahan petak perlakuan dikoret
menggunakan cangkul. Penyiangan manual dilakukan hanya sekali saat aplikasi
herbisida.
3.5 Pengamatan gulma
Pengamatan gulma pada percobaan ini terdiri dari bobot kering, penekanan
herbisida terhadap gulma, summed dominance ratio (SDR), dan koefisien
komunitas.
2
3
1
28
3.5.1 Bobot kering gulma
Pengambilan gulma untuk mengukur bobot kering gulma total, gulma per
golongan, dan gulma dominan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu saat 4, 8, dan
12 MSA. Gulma diambil dengan memotong gulma yang masih hidup tepat
setinggi permukaan tanah menggunakan arit dengan kuadran berukuran 0,5 m x
0,5 m pada dua titik pengambilan yang berbeda setiap pengamatan. Setelah
gulma sampel diambil, gulma tersebut dibawa ke laboratorium untuk dipilah
berdasarkan spesiesnya dan kemudian dioven selama 48 jam dengan suhu 80˚C,
selanjutnya bobot kering gulma ditimbang dengan timbangan digital dalam satuan
gram untuk mengetahui keberhasilan efikasi herbisida. Denah pengambilan
contoh gulma dapat dilihat pada Gambar 4.
3.5.2 Penekanan herbisida terhadap gulma
Penekanan herbisida terhadap gulma dapat dihitung dari data bobot kering yang
didapat kemudian dihitung dan dibuat diagram mengenai persen penekanan
herbisida terhadap gulma, baik gulma total, per golongan, maupun dominan.
Penekanan herbisida terhadap gulma diperoleh dengan menggunakan rumus:
Penekanan = 100 − ( 100%)3.5.3 Summed dominance ratio (SDR)
Nilai SDR digunakan untuk menentukan urutan gulma dominan yang ada di areal.
Nilai SDR dapat dicari setelah didapat nilai bobot kering gulma sebagai nilai
dominansi. Menurut Tjitrosoedirdjo dkk. (1984) nilai SDR untuk masing –
masing spesies gulma pada petak percobaan dicari dengan rumus :
29
a. Dominan Mutlak (DM)
Bobot kering spesies gulma tertentu dalam petak contoh.
b. Dominansi Nisbi (DN)
Dominansi Nisbi = 100 %c. Frekuensi Mutlak (FM)
Jumlah Kemunculan gulma tertentu pada setiap ulangan.
d. Frekuensi Nisbi (FN)
Frekuensi Nisbi (FN) = 100 %e. Nilai Penting
Jumlah Nilai peubah Nisbi yang digunakan (DN + FN)
f. Summed Dominance Ratio (SDR)
SDR = =3.5.4 Koefisien komunitas
Perhitungan koefisien komunitas dilakukan untuk menentukan perbedaan
komposisi jenis gulma antar perlakuan. Menurut Tjitrosoedirdjo dkk. (1984)
perbedaan komunitas terjadi apabila nilai C <75%. Koefisien komunitas dapat
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
C = x 100 %Keterangan:C = Koefisien komunitasW = Jumlah nilai terendah dari pasangan SDR pada dua komunitas yang
dibandingkana = Jumlah semua SDR dari komunitas Ib = Jumlah semua SDR dari komunitas II
30
3.6 Pengamatan karet
Pengamatan tanaman karet meliputi fitotoksisitas, lilit batang, dan tinggi
percabangan pertama.
3.6.1 Fitotoksisitas
Jumlah sampel tanaman karet untuk pengamatan fitotoksisitas adalah sebanyak 5
tanaman dalam satuan petak percobaan. Tingkat keracunan dinilai secara visual
terhadap daun muda tanaman karet, diamati pada 2, 4, dan 6 MSA. Menurut
Direktorat Pupuk dan Pestisida (2012) dalam metode standar pengujian efikasi
herbisida, pengamatan fitotoksisitas tanaman dapat dilakukan dengan metode
skoring sebagai berikut:
0 = Tidak ada keracunan, 0 – 5% bentuk dan atau warna daun dan atau
Pertumbuhan tanaman karet tidak normal
1 = Keracunan ringan, >5 – 20% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
2 = Keracunan sedang, >20 – 50% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
3 = Keracunan berat, >50 – 75% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
4 = Keracunan sangat berat, >75% bentuk dan atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman karet tidak normal
31
3.6.2 Lilit batang
Hasil pengukuran lilit batang digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan pohon
karet yaitu kesiapan sadap dan keseragaman pertumbuhan. Pengukuran lilit
batang dilakukan pada ketinggian 100 cm dari pertautan okulasi. Pengukuran
dilakukan pada saat 0, 4, 8, dan 12 MSA. Data pengamatan yang telah didapat
ditampilkan dalam bentuk grafik batang.
3.6.3 Tinggi percabangan pertama
Pengukuran tinggi percabangan pertama dilakukan untuk mengevaluasi
pertumbuhan pohon karet dalam hal percabangan. Pengukuran dilakukan dari
pertautan okulasi sampai percabangan pertama. Pengukuran dilakukan pada saat
0, 4, 8, dan 12 MSA. Data pengamatan tinggi percabangan pertama yang telah
didapat ditampilkan dalam bentuk grafik batang.
48
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Herbisida parakuat diklorida dosis 675 – 810 g/ha efektif mengendalikan
gulma total hingga 12 MSA, gulma Axonopus compressus dan Praxelis
climatidea hingga 8 MSA, serta Calopogonium mucunoides hingga 12 MSA.
2. Herbisida parakuat diklorida dosis 405 – 810 g/ha menyebabkan terjadinya
perubahan komunitas gulma pada 4 – 12 MSA dari gulma dominan Axonopus
compressus menjadi Praxelis climatidea.
3. Aplikasi herbisida parakuat diklorida dosis 405 – 810 g/ha di barisan karet
tidak menyebabkan terjadinya fitotoksisitas dan tidak menghambat
pertumbuhan tanaman karet belum menghasilkan.
5.2 Saran
Dalam penelitian ini, penggunaan herbisida parakuat diklorida dengan dosis yang
tinggi (675 – 810 g/ha) mampu mengendalikan gulma total hingga 12 MSA.
Maka perlu dilakukan pengujian tentang kombinasi herbisida parakuat diklorida
dengan herbisida pasca tumbuh bahan aktif lain dengan dosis yang lebih rendah
agar diperoleh informasi mengenai dosis herbisida yang efektif dalam
49
mengendalikan gulma total hingga 12 MSA namun lebih rendah resiko
tercemarnya lingkungan serta efisien dalam penggunaannya.
50
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, P.A. dan K.P. Wicaksono. 2017. Efikasi Tiga Jenis Herbisida padaPengendalian Gulma di Tanaman Karet (Havea brasiliensis Muel. Arg.)Belum Menghasilkan. PLANTROPICA Journal of Agricultural Science. 2(2): 100-107.
Adnan, M., Hasanuddin, dan Manfarizah. 2012. Aplikasi Beberapa DosisHerbisida Glifosat dan Parakuat pada System Olah Tanah sertaPengaruhnya terhadap Sifat Kimia Tanah, Karakteristik Gulma dan HasilKedelai. Jurnal Agrista. 6 (3): 42-51.
Aidi, D. 2014. Produktivitas Klon Karet IRR 100 dan 200 pada BerbagaiAgroklimat dan Sistem Sadap. Warta Perkaretan. 3 (11): 11-18.
Anon. 2001. Ekologi. PT. Balai Pustaka Jakarta. Jakarta. 54 hlm.
Anwar, C. 2001. Manajemen Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet.Medan. 24 hlm.
Anwar, R. 2007. Uji Berbagai Herbisida dalam Pengendalian Gulma TanamanKaret. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin.Bengkulu.
Apriadi, W., D. R. J. Sembodo, dan H. Susanto. 2013. Efikasi Herbisida 2,4-Dterhadap Gulma pada Budidaya Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.). J.Agrotek Tropika. 10 (2): 79-84.
Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Karet di Indonesia. http://www.bps.go.id.Diakses pada 10 Desember 2018.
Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan Cetakan Ke-1: Efektivitasdan Efisiensi Aplikasi Herbisida. Kanisius. Yogyakarta. 103 hlm.
Basuki, Y. Wiroatmodjo, S.S. Sastroutomo, dan Sudarsono. 1986. DinamikaPopulasi Gulma Akibat Pengendalian Gulma di Pertanaman Stevia.Gramedia. Jakarta. 95 – 101 hlm.
51
Britt, C., M. Alison, K. Francis, dan T. Adrian. 2003. The Herbicide Handbook:Guidance on the Use of Herbicides on Nature Conservation Sites. English.99 pp.
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. A. Urry, M. C. Cain, S. A.Wasserman, P. V.Minarsky, and R. B. Jacson. 2012. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2.Erlangga. Jakarta. 450 hlm.
Damanik, S., M. Syakir., M. Tasma., dan Siswanto. 2010. Budidaya dan PascaPanen Karet. Kementerian Pertanian. Jakarta. 85 hlm.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Statistik Perkebunan Indonesia KomoditasKaret. Jakarta.
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2012. Metode Standar Pengujian EfikasiHerbisida. Direktorat Sarana dan Prasarana Pertanian. Jakarta. 229 hlm.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT. Agromedia Pustaka.Jakarta. 340 hlm.
Evizal, R. 2014. Dasar-Dasar Produksi Perkebunan. Graha Ilmu. Yogyakarta.203 hlm.
Evizal, R. 2015. Karet; Manajemen dan Pengelolaan Kebun. Plantaxia.Yogyakarta. 160 hlm.
FAO. 2008. Fao Specifications and Evaluations for Agricultural Pesticides.Paraquat Dichloride. Food and Agriculture Organization of the UnitedNations.
Ferry, Y. dan Samsudin. 2014. Keragaan Tanaman Karet Rakyat dan PenerapanTeknologi Budidayanya di Kabupaten Karimun. SIRINOV. 2 (2): 101-112.
Girsang, W. 2005. Pengaruh Tingkat Dosis Herbisida Isopropilamina Glifosat danSelang Waktu Terjadinya Pencucian Setelah Aplikasi Terhadap EfektivitasPengendalian Gulma pada Perkebunan Karet (Havea brasiliensis) TBM.Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. 3 (2): 31-36.
Hayata., A. Mellin., dan T. Rahayu. 2016. Uji Efektifitas Pengendalian GulmaSecara Kimiawi dan Manual Pada Lahan Replanting Karet (Heveabrasiliensis Muell.Arg.) di Dusun Suka Damai Desa Pondok MejaKabupaten Muaro Jambi. Jurnal Media Pertanian. 1 (1): 36-44.
Kadir, M. 2007. Efektifitas Berbagai Dosis dan Waktu Aplikasi Herbisida 2,4-Dimetilamina terhadap Gulma Echinochloa colonum, Echinochloacrussgalli dan Cyperus pada Padi Sawah. Jurnal Agrisistem. 3(1): 43-49.
52
Komisi Pestisida. 2011. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. DepartemenPertanian. Jakarta. 879 hlm.
Mawardi, D., H. Susanto, Sunyoto dan A. T. Lubis. 1996. Pengaruh Sistem OlahTanah dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan Gulma danProduksi Padi Sawah (Oryza sativa L.). Prosiding II. Konferensi XIII danSeminar Ilmiah HIGI. Bandar Lampung. 712 – 715.
Muktamar, Z. 2004. Adsorpsi dan Desorpsi herbisida paraquat oleh bahan organiktanah. J.Akta Agrosia 1 (1):1-8.
Murti, D. A., N. Sriyani., dan S. D. Utomo. 2016. Efikasi Herbisida ParakuatDiklorida terhadap Gulma Umum pada Tanaman Ubi Kayu (Manihotesculenta Crantz.). Jurnal Agrotek Tropika 1(1): 07 – 10.
Novalinda, R. 2014. Analisis Vegetasi pada Perkebunan Karet (Havea brasiliensisMuell. Arg) di Kecamatan Batang Kapas, Pesisir Barat. J. Bio. UA. 3 (2):129-134.
Nurjanah, U. 2002. Pergeseran Gulma dan Hasil Jagung Manis pada Tanpa OlahTanah Akibat Dosis dan Waktu Pemberian Glyphosat. Publikasi. FakultasPertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu. 4 – 9.s
Plantamor. 2019. Galeri Tumbuhan. http://www.plantamor.com. Diakses tanggal27 Agustus 2019.
Purwanta, J. H., Kiswanto dan Slameto. 2008. Teknologi Budidaya Karet. BalaiBesar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. 34 hlm.
Pusat Informasi Paraquat. 2006. The paraquat information center on behalf ofsyngenta crop protection ag. http://www.paraquat.com. Diakses tanggal24 November 2018.
Raditya, G.P. 2018. Efikasi Herbisida Parakuat Diklorida dalamMengendalikan Gulma pada Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) BelumMenghasilkan (TBM). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.Bandar Lampung. 29 – 41. s
Radosevich, C. dan H. Mortimer. 1984. Dynamics of Weed Population.Cambridge Univ. Press. Australia. 332 pp.
Rao, V. S. 2000. Princples of Weed Science. Science Publisher, Inc. Enfield, NH.
Roslina. 2008. Aplikasi Herbisida Glifosat dan Paraquat pada Berbagai Dosisserta Pengaruhnya terhadap pertumbuhan Biduri (Colotropis gigantea R.Br). Skripsi. Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas PertanianUniversitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh. 38 – 40.
53
Semangun, H. 2000. Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. UGM Press.Yogyakarta. 835 hlm.
Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.168 hlm.
Siagian, N. 2009. Cara Modern Mendongkrak Produktivitas Tanaman Karet.Agro Media Pustaka. Jakarta. 182 hlm.
Singh, S. 2005. Effect of Estabilishment Methods and Weed ManagementPractices on Weeds and Rice in Rice-wheat Cropping System. IndianJournal Weed Sci. 37 (2): 524-527.
Sukman, Y. dan Yakup. 2000. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 158 hlm.
Supawan, I. G. dan Haryadi. 2014. Efektivitas Herbisida IPA Glifosat 486 SLuntuk Pengendalian Gulma pada Budidaya Tanaman Karet (Haveabrasiliensis Muell. Arg) Belum Menghasilkan. Bul. Agrohorti. 2 (1): 95 -103.
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo (Eds). 1984. PengelolaanGulma di Perkebunan. Kerjasama Biotrop Bogor – PT. Gramedia. Jakarta.225 hlm.
Tomlin, C.D.S 2010. A World Compedium the Pesticide Manual. Fifteenth ed.British Crop Protection Council. English. 1606 pp.
United States Dapertment of Agriculture. 2014. Weed Risk Assesment for Praxelisclematidae R. M. King & H. Rob. (Asteraceae). Animal and Plant HealthInspection Service. 22 pp.
Vencill, W. K., K. Armburust, H. G. Hancock, D. John, G. McDonald, D. Kintner,F. Lichtner, H. mcLean, J. Reynolds, D. Rushing, S. Senseman, and D.Wau-chope. 2002. 8th ed. Herbicide handbook. Weed Science Soeciety ofAmerica. Wisconsin. 299 – 300 pp.
Wiroatmodjo, J., I.H. Utomo, A.P. Lontoh, Y.M. Adams, dan B. Martha. 2012.Pengaruh Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jahe (Zingiberofficinale Rosc.) Jenis Badak serta Periode Kritis Jahe terhadap KompetisiGulma. Bull. Agro 20 (3): 1-9.
Zulkipli., Yakup., E. Sodikin., dan Y. Syawal. 2016. Pengaruh IntervalPengendalian Gulma dan Aplikasi Herbisida Terhadap PertumbuhanGulma dan Tanaman Karet TBM. Jurnal Penelitian Karet. 34 (2): 213-224.