efusi pleura
TRANSCRIPT
1
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB I)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN EFUSI PLEURA
Disusun Oleh :
Kelompok 3
1. Ajeng Putri Pramestu
2. Aldy Septianto
3. Dita Ratna Sari
4. Esti Sulistianingsih
5. Irma Yuniar
6. Yessyca Nesty Ghissa
7. Zulfa Eka setyawati
Kelas II A
AKADEMI KEPERAWATAN FATMAWATI
JAKARTA
2012
BAB I
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Efusi Pleura”. Makalah ini
disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata ajar
Keperawatan Medikal Bedah I (KMB I).
Dalam penyusunan makalah, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan,
namun dengan buku sumber dan kerjasama kelompok, akhirnya makalah ini dapat
diselesaikan.
Tersusunnya makalah ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. DWS Dewi Arga, SKM., S.Kep selaku Direktur Akademi Keperawatan
Fatmawati Jakarta.
2. Ns. Senandung TRH, S.Kep selaku penanggung jawab mata ajar Keperawatan
Medikal Bedah (KMB).
3. Zahri Darni, S.Kp selaku pembimbing makalah Keperawatan Medikal Bedah
(KMB).
4. Teman - teman yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfat bagi pembaca dan penyusun.
Jakarta, 11 Oktober 2012
Penulis
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................ i
Daftar Isi ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan ........................................................................................... 1
C. Metode Penulisan .......................................................................... 2
D. Sistematika Penulisan ................................................................... 2
BAB II ANATOMI FISIOLOGI ................................................................ 4
A. Pendahuluan ................................................................................... 4
B. Proses respirasi ............................................................................... 4
C. Anatomi fisiologi pernafasan ......................................................... 4
BAB III TINJAUAN TEORI ....................................................................... 6
A. Definisi ........................................................................................... 6
B. Etiologi ........................................................................................... 6
C. Patofisiologi ................................................................................... 7
D. Manifestasi klinis ........................................................................... 9
E. Komplikasi ..................................................................................... 9
F. Penatalaksanaan ............................................................................. 11
G. Pengkajian keperawatan ................................................................. 13
H. Diagnosa keperawatan ................................................................... 15
I. Perencanaan keperawatan ............................................................. 15
J. Pelaksanaan keperawatan .............................................................. 16
K. Evaluasi keperawatan .................................................................... 16
BABIV PENUTUP ...................................................................................... 18
A. Kesimpulan .................................................................................. 18
B. Saran ............................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus efusi pleura di indonesia mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran
napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini dan
angka kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan faktor resiko
terjadinya efusi pleura karena lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang
kurang, lingkungan yang padat penduduk, kondisi sosial ekonomi yang
menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang dan kurangnya
masyarakat tentang pengetahuan kesehatan.
Efusi pleura atau adanya cairan di ruang pleura yang muncul lebih sedikit pada
orang dewasa yang disebabkan oleh beragam infeksi dan penyakit.
Kebanyakan informasi yang ada tentang efusi peura berasal dari penelitian.
Penyebab efusi pleura pada orang dewasa adalah gagal jantung kongestif
(transudat) dan pneumonia serta keganasan adalah penyebab utama dari efusi
pleura dan sering disebut dengan eksudat. (Jennifer, 2011).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura. Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam rongga pleural.
Proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
dari penyakit lain. Efusi dapat berupa jernih yang mungkin merupakan
transudat, eksudat atau dapat berupa darah atau pus. (Jennifer, 2011).
Pada kondisi normal, rongga efusi pleura ini hanya berisi sedikit cairan
eksterna yang melumasi permukaan pleura sekitar 10-20 cc. Peningkatan
produksi atau penurunan pengeluaran cairan akan mengakibatkan efusi pleura.
(Jennifer, 2011).
Untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti pneumothoraks,
gagal nafas, dan kolaps paru sampai dengan kematian peran perawat sangat
dibutuhkan dalam bentuk upaya promotif seperti perawat memberikan
5
penjelasan dan informasi tentang penyakit efusi pleura, preventif seperti
mengurangi merokok dan mengurangi minum-minuman beralkohol, kuratif
seperti minum obat dengan anjuran dokter dan kolaborasi untuk dilakukan
pemasangan WSD bila diperlukan, rehabilitatif seperti melakukan pengecekan
kembali kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga kesehatan.
Dari uraian diatas, kelompok kami ingin membahas lebih lanjut mengenai
penyakit efusi pleura yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami serta
dapat melakukan upaya pencegahan terhadap peyakit efusi pleura.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah diharapkan agar mahasiswa
memahami proses penyakit efusi pleura.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya adalah diharapkam mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan anatomi dan fisiologi pernafasan
b. Menjekaskan definisi penyakit efusi pleura
c. Menjelaskan etiologi penyakit efusi peura
d. Menjelaskan patofisiologi yang meliputi (proses penyakit, komplikasi
dan manifestasi klinis) pada penyakit efusi pleura
e. Menjelaskan penatalaksanaan medis penyakit efusi pleura
f. Menjelaskan asuhan keperawatan penyakit efusi pleura
C. Metode Penulisan
Metode penulisan ini menggunakan metode study kepustakaan, penulis
menggambil berbagai buku dari perpusatakaan sebagai bahan referansi sebagai
acuan dalam pembuatan makalah.
D. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari IV Bab yaitu BAB I pendahuluan latar
belakang terdiri dari latar belakang, tujuan umum dan tujuan khusus, metode
penulisan dan sistematika penulisan. Bab II anatomi fisiologi terdiri dari
pendahuluan, proses respirasi dan anatomi fisiologi saluran pernafasan. Bab III
6
tinjauan teori terdiri dari definisi efusi pleura, etiologi efusi pleura,
patofisiologi efusi pleura yang terdiri dari proses penyakit, komplikasi dan
manifestasi klinis, penatalaksanaan medis efusi pleura, dan asuhan
keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan
evaluasi. Bab IV kesimpulan terdiri dari kesimpulan dan saran.
7
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI
PERNAFASAN A. Pendahuluan
Fungsi sistem pernafasan adalah untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke
dalam sel-sel dan untuk mentransfor karbondioksida yang dihasilkan oleh sel-
se tubuh kembali ke atmosfer. (Sloane, 2003).
B. Menurut Sloane, 2003 respirasi melibatkan proses berikut :
1. Ventilasi pulmonar adalah jalan masuk dan keluar udara dan saluran
pernafasan dan paru-paru.
2. Respirasi eksternal adalah difusi oksigen dan karbon dioksidaantar dalam
paru dan kapiler pulmonar.
3. Respirasi internal adalah difui oksigen dan karbon dioksida antara sel
darah dan sel-sel jaringan.
4. Respirasi selular adalah penggunaan oksigen oleh sel-sek tubuh untuk
produksi energi, dan pelepasan produk oksidasi oleh sel-sel tubuh.
C. Anatomi saluran pernafasan menurut Sloane, 2003 yaitu :
1. Paru-paru
Paru-paru adalah organ
berbentuk piramid seperti
spons dan berisi udara
terletak dalam rongga
toraks. Paru kanan memiliki
tiga lobus dan paru kiri
memiliki dua lobus.
Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah (paru-
paru kiri dan kanan).
8
Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga
pertama, sebuah permukaan diagfragmatik (bagian dasar) terletak diatas
diagfragma, sebuah permukaan mediastinal (medial) yang terpisah dari
paru lain oleh mediastinum, dan permukaan kostal terletak di atas
kerangka iga. Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk
dan keluarnya pembuluh darah bronki, pulmonar dan bronkial dari paru.
2. Pleura
Pleura adalah membran penutup
yang membungkus setiap paru.
Selaput ini merupakan jaringan
ikat yang terdiri dari dua lapis
yaitu pleura parietalis (yang
langsung melekat pada dinding
dada) dan pleura viceralis (langsung melekat pada jaringan paru-paru). Di
antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan
tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan pleura berfungsi untuk
memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis
bergerak selama pernafasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan
paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling
melekat jika ada air.
a. Pleura viseral melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma,
mediastinum).
b. Pleura viseral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal
di bagian bawah paru.
c. Rongga pleura adalah ruang potensial antara parietal dan viseral yang
mengandung lapisan tipis cairan pelumas.
d. Resesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan
paru.
9
BAB III
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana
terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari
permukaan pleura. Efusi pleura adalah
pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal,
proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap
penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15
ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi. (Sudoyo, 2010 & Charisma, 2011).
B. Etiologi
Penyebab dari efusi pleura adalah
transudat, dalam keadaan normal
cairan pleura yang jumlahnya sedikit
itu adalah transudat. Transudat terjadi
apabila hubungan normal antara
tekanan kapiler hidrostatik dan koloid
osmotik menjadi terganggu, sehingga
terbentuknya cairan pada satu sisi
pleura akan melebihi reabsorbsi oleh
pleura lainnya. Biasanya hal ini
10
terdapat pada meningkatnya tekanan kapiler sistemik, meningkatnya tekanan
kapiler pulmonal, menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura,
menurunnya tekanan intra pleura. (Jennifer, 2011).
Efusi pleura transudatif sering terjadi karena gagal jantung, penyakit hepar
yang disertai asites, dialisis peritoneal, hipoalbuminemia dan gangguan yang
menimbulkan peningkatan volume intravaskuler secara berlebihan. (Jennifer,
2011).
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler
yang permeable abnormal. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane
adalah karena adanya peradangan pada pleura misalnya infeksi, infark paru
atau neoplasma. Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal
dari saluran getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga
menimbulkan eksudat. (Jennifer, 2011).
Efusi pleura eksudatif terjadi pada tuberculosis (TB), abses subfrenikus,
pankreatitis, pneumonitis atau emfisema bakterialis atau fugus, malignansi,
emboli paru dengan atau tanpa infark paru, penyakit kolagen (lupus
eritematosis LE serta atritis rematoid), miksedema dan trauma dada. (Jennifer,
2011).
C. Patofisiologi
Efusi pleura bisa disebabkan oleh gagal jantung kongestif. Hal ini tergantung
pada keseimbangan antara osmotik dan hidrostatik, apabila jantung tidak dapat
memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh maka terjadilah
tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi
kapiler sistemik. Tekanan hidrostatik yang berlebihan atau tekanan osmotik
yang menurun, akibatnya cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area
tersebut akan menjadi bocor dan masuk ke dalam rongga pleura. Peningkatan
pembentukan cairan dari pleura parietalis karena hipertensi kapiler sistemik
dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura.
Proses ini disebut efusi transudatif. (Jennifer, 2011).
11
Efusi pleura bisa disebabkan karena infeksi seperti tuberculosis. Hal ini terjadi
karena adanya proses peradangan atau infiltrasi pada pleura atau jaringan yang
berdekatan dengan pleura. Pada kasus ini terjadi kerusakan pada dinding
kapiler atau terjadi peningkatan permeabilitas kapiler darah sehingga cairan
kaya protein dari kapiler masuk ke rongga pleura. Bendungan pada pembuluh
limfa juga dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif. (Admin, 2012).
Gagal jantung kongetif Infeksi Tuberculosis
Jantung tidak bisa memompakan Terjadi peradangan/infiltrasi
Dengan maksimal pada jaringan yang berdekatan
Terjadi peningkatan hidrostatik Rusak dinding kapiler/ pe
Kapiler permeabilitas kapiler darah
Tekanan hidrostatik meningkat Eksudatif
Pembuluh darah bocor
Hipertensi sistemik
Transudat
Penumpukan cairan di rongga pleura
EFUSI PLEURA
Sesak nafas Nafsu makan Lelah Kurang
me beraktifitas informasi
a. Pola nafas tak efektif Berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ( Ukumulasi udara /
cairan ) b. Resiko tinggi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhungan dengan anorexia sekunder terhadap dispnea dan keletihan c. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan penurunan transport O2 sekunder terhadap
tirah baring d. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit
12
1. Manifestasi klinik
Pasien efusi pleura secara khas memperlihatkan keluhan dan gejala yang
berkaitan dengan kondisi patologis yang mendasari. Sebagian besar
pasien dengan efusi yang luas, khususnya pasien yang menderita
penyakit paru sebagai penyebab yang mendasari, akan mengeluh sesak
napas (dispnea). Keluhan ini pada keadaan efusi yang berkaitan dengan
pleuritis akan disertai keluhan nyeri pleuritik dada. Gambaran klinis lain
bergantung pada penyebab efusi. Pasien-pasien empiema juga mengalami
demam dan perasaan tidak enak badan (malaise). (Jennifer, 2011).
Nyeri dada pleuritik dan batuk kering dapat terjadi, cairan pleura yang
berhubungan dengan nyeri biasanya eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan
bila cairan kurang dari 200-300 ml. Tanda-tanda yang sesuai dengan
efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan fremitus, redup pada
perkusi, dan berkurangnya suara nafas. Pada efusi pleura yang menekan
paru, suara nafas dan egofoni ditemukan tepat di atas batas efusi. Adanya
friction rub pleural menandai pleuritis. Efusi pleura masih dengan
tekanan intrapleural yang meninggi dapat menyebabkan pergeseran
trakea ke arah kontralateral dan pendaftaran spatium interkostal.
(Tierney, dkk, 2002).
2. Komplikasi
Efusi pleura dapat menyebabkan komplikasi menurut Sudoyo, 2010
berupa :
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat
yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan
fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut
13
dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan
hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan
untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru
yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat
efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara
perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang
diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian / semua bagian paru akan mendorong
udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
14
D. Penatalaksanaan Medis
1. Thorakosentesis
Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk
pengobatan penyakit dasar dan
pengosongan cairan (thorakosentesis).
Indikasi utnuk melakukan thorakosentesis
adalah :
a. Menghilangkan sesak nafas disebabkan oleh akumulasi cairan dalam
rongga pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaanya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi
duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris
posterior dengan memakai jarum nomer 14 atau 16. Pengeluaran cairan
pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi.
Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari pada satu kali aspirasi
sekaligus dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru
yang ditandai dengan batuk dan sesak. Edema paru dapat terjadi karena
paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum
diketahui, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi
dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler
yang abnormal. (Sudoyo, dkk, 2010).
2. WSD (Water Seal Drainage)
WSD adalah suatu sistem
drainage yang menggunakan
water seal untuk mengalirkan
udara atau cairan dari cavum
15
pleura (rongga pleura). Tujuannya pemasangan WSD adalah
mengalirkan/drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk
mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut dan dalam keadaan
normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit
cairan pleura/lubrican. Indikasi pemasangan WSD yaitu pneumothoraks,
hemothoraks, efusi pleura, emfisema. Kontraindikasi pemasangan WSD
yaitu Infeksi pada tempat pemasangan dan gangguan pembekuan darah
yang tidak terkontrol. Menurut (mansjoer, dkk, 2000) Water Seal Drainage
(WSD) dilakukan untuk :
a. Diagnostik, untuk menetukan pendarahan dari pembuluh darah besar
atau kecil sehingga dapat dilakukan operasi thoraktomi.
b. Terapi, untuk mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul dalam
rongga pleura
c. Preventif, untuk mengeluarkan darah atau udara yang masuk kerongga
pleura sehingga mekanisme pernafasan tetap baik dan penyulit
pemasangan WSD adalah perdarahan dan infeksi atau super infeksi.
(Rofiq, 2012).
3. Biopsi pleura
Biopsi pleura adalah prosedur untuk mendapatkan sampel kecil jaringan
paru-paru untuk pemeriksaan. Jaringan biasanya diperiksa di bawah
mikroskop, dan dapat dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk
kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan oleh ahli patologi. Komplikasi
biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor
pada dinding dada. (Sudoyo, dkk 2010)
16
E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan menurut Charisma, 2011.
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan
pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif.
c. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan. Pasien
dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
17
e. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
f. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya. Pada penderita yang status ekonominya
menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain
g. Pemeriksaan fisik
Status Kesehatan Umum Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji,
bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien
selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan
dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan
berat badan pasien.
h. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain
itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang
tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang
mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
18
2. Diagnosa Keperawatan menurut Charisma, 2011.
a. Pola nafas tak efektif Berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (
Ukumulasi udara / cairan )
b. Resiko tinggi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhungan dengan anorexia sekunder terhadap
dispnea dan keletihan
c. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan penurunan transport O2
sekunder terhadap tirah baring
d. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit
3. Perencanaan Keperawatan menurut Charisma, 2011.
Dx : Pola nafas tak efektif Berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru (ukumulasi udara / cairan).
Tujuan : Menunjukan pola pernafasan normal / efekstif dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas sianosis.
Intervensi :
a. Mengidentifikasi etiologi atau faktor pencetus
R/ : pemahaman penyebab kolaps peru perlu untuk pemasangan selang
dada yang tepat dan memilih tindakan terapeutik lain
b. Evaluasi fungsi pernafasan
R/ : distres pernafasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi
akibat stres fisiologi dan nyeri
c. Awasi pola kesesuaian dan pola pernafasan bila menggunakan ventilasi
mekanik
R/ : bunyi nafas dapat menurun atau tak ada dada lobus
d. Uuscultasi bunyi nafas
R/ : pengembangan dada sama dengan ekspansi paru
e. Kaji fremitus
R/ : suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang
terisi cairan
19
f. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, nafas dalam
R/ : sokongan terhadap dada dan otot abdominal mebuat batuk lebih
efektif atau mengurangi trauma
g. Pertahankan posisi nyaman
R/ : meningkatkan inspirasi maksimal
h. Pertahankan perilaku tenang
R/ : membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia yang dapat
dimanifestasikan sebagai ansietas atau takut
i. Kolaborasi untuk berikan O2 tambahan melalui kanul atau masker
sesuai indikasi
R/ : alat dalam penurunan kerja nafas meningkatkan penghilangan
distres respirasi dan sianosis sehubungan dengan hipoksia
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan yaitu Intervensi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, ketrampilan interpersonal,
teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan
dan perawatan yang muncul pada pasien. (Charisma, (2011).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang.
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
20
a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk
mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan
seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke
dokter atau perawat yang merawatnya.
f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang
berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan
yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum
minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan
tentang kondisi penyakitnya.
(Charisma, (2011).
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam
jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi
yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura dapat terjadi karena
penyakit dasar lokal atau sistemik. Pada beberapa kasus, efusi pleura dapat
merupakan satu-satunya tanda penyakit sistemik. Adanya gambaran cairan
dalam rongga pleura yang bertambah progresif atau bersamaan ditemukan
bayangan massa dalam paru, perlu dipertimbangkan keganasan paru yang
sudah bermetastasis ke pleura.
Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam rongga pleura
dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari kelainan dalam
paru sendiri, misalnya infeksi baik oleh bakteri maupun virus atau jamur,
tumor paru, tumor mediastinum. Efusi pleura yang disebabkan oleh perubahan
pada tekanan hidrostatik akan membentuk transudat sedangkan bila
permeabilitas kapiler yang meningkat seperti pada proses radang dan
keganasan akan timbul eksudat. Oleh karennya, efusi pleura dapat terbentuk
jika ada pembentukan cairan pleura yang berlebihan (dari pleura parietalis,
ruang interstisium paru, atau kavum peritoneum) atau jika ada penurunan
pengangkutan cairan oleh melalui limfatik.
Patofisiologi pada efusi pleura tergantung pada keseimbangan tekanan osmotik
dan hidrostatik. Apabila jantung tidak dapat memompakan darahnya secara
maksimal ke seluruh tubuh maka terjadilah tekanan hidrostatik pada kapiler
yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. akibatnya cairan
yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut akan menjadi bocor dan
masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini disebut efusi transudatif. Efusi
pleura bisa disebabkan karena infeksi seperti tuberculosis. Hal ini terjadi
22
karena adanya proses peradangan atau infiltrasi pada pleura atau jaringan yang
berdekatan dengan pleura. Proses ini disebut efusi eksudatif.
Gejala klinis efusi fleura yaitu nyeri dada pleuritik dan batuk kering dapat
terjadi, cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya
eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200-300 ml.
Tanda-tanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah
penurunan fremitus, redup pada perkusi, dan berkurangnya suara napas.
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara thorakosentesis
merupakan cara mengkosongkan cairan melalui aspirasi (posisi klien duduk),
WSD merupakan mengeluarkan cairan /udara yang ada di rongga pleura
dengan cara mengalir cairan/udara tersebut untuk mengurangi tekanan dalam
paru, biopsi pleura adalah prosedur untuk mendapatkan sampel kecil jaringan
paru-paru untuk pemeriksaan.
B. Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan, khususnya pada mahasiswa
Akper Fatmawati yaitu disarankan untuk mengetahui dan memahami tentang
efusi pleura. Sehingga mahasiswa dapat mengerti tentang efusi pleura dan
dapat menghindari penyebab-penyebab dari efusi pleura. Mengetahui gejala
dan tanda dari efusi pleura untuk mencegah terjadinya efusi pleura. Lebih
memahami komplikasi yang ditimbulkan dari efusi pleura dan mahasiswa
diharapkan dapat lebih menggunakan waktu sebaik-baiknya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Efusi Pleura . Diunduh
pada tanggal 10 Oktober 2012 pukul 20.34 WIB dari http: //www.runtah.com. Charisma. (2011). Asuhan Keperawatan dengan klien Efusi Pleura. Diakses pada
tanggal 10 Oktober 2012 pukul 20.43 WIB dari
http://nursecharisma.blogspot.com/2011/02/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan_16.html
Jennifer, K. (2011). Patofisiologi. Editor edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : EGC.
Sloane, E. (2003). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Editor Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta : EGC.
Sudoyo, dkk. (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Internal Publishing.
Tierney, dkk. (2002). Diagnosis dan Terapi Kedokeran Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
1. Jakarta : Salemba Medika