ekonomi pembangunan dan pertanian

Upload: jonesjilly

Post on 07-Jul-2015

324 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EKONOMI PEMBANGUNAN DAN PERTANIAN

I.

Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara.Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik.

Ilmu Ekonomi Pembangunan mengacu pada masalah-masalah perkembangan ekonomi di negara-negara terkebelakang. Kendati studi perkembangan ekonomi telah menarik perhatian para ahli ekonomi senak kaum merkantilis dan Adam Smith sampai Marx dan Keynes, namun mereka hanya tertarik pada masalah yang pada hakikatnya bersifat statis dan umumnya lebih dikaitkan dengan kerangka acuan lembaga budaya atau sosial Eropa Barat. Baru pada tahun empat puluhan dan khususnya sesudah perang Dunia II. Perhatian mereka di dalam ekonomi pembangunan lebih didorong oleh gelombang kebangkitan politik yang melanda bangsa Asia dan Afrika sesudah Perang Dunia II. Akan tetapi, minat bangsa maju dalam menghapuskan kemiskinan negara terbelakang tidaklah lahir dari motif kemanusiaan. Alasan Utama adalah perang dingin antara Rusia dan Barat. Masing masing berusaha mendapatkan dukungan dan kesetiaan dari negara terbelakang dengan imbalan bantuan yang melimpah. Bagi mereka pembangunan ekonomi negara terbelakang juga mempunyai nilai ekspor, terutama dalam upaya menghindarkan stagnasi jangka panjang. Negara negara kaya akan memerlukan laju perkembangan yang senantiasa meningkat dan itu mesti dibarengi dengan pasar (outlet) demi pemanfaatan stok modal mereka yang selalu tumbuh pesat. Disamping itu negara miskin memerlukan

percepatan laju pembangunan guna meningkatkan kemampuan ekspor dalam rangka mengelakan defisit pada necara pembangunan. Profesor Myrdal (dalam Economic Theory and Underdeveloped region hal 99) mengatakan bahwa negara terbelakang seyogyanya tidak menerima tanpa kritik teori-teori ekonomi yang kami wariskan, tetapi menyaring dan mencocokan dengan kepentingan dan permasalahan sendiri.

BEBERAPA TEORI PEMBANGUNAN EKONOMI Teori Pembangunan Adam Smith Adam Smith adalah ahli ekonomi klasik yang dianggap paling terkemuka. Karyanya yang sangat terkenal, adalah buku dengan judul an inquiry into the nature and cause of the Wealth of nations, (1976) berbicara tentang permasalahan pembangunan ekonomi. Adam smith meyakini berlakunya doktrin hukum alam, dalam persoalan ekonomi. Ia

menganggap setiap orang sebagai hakim yang paling tahu akan kepentingannya sendiri yang sebaiknya dibiarkan dengan bebas mengejar kepentingannya itu demi keuntungannya sendiri. Adam Smith pada Dasarnya menentang setiap campur tangan pemerintah dalam industri dan perniagaan. Ia adalah penganut faham perdagangan bebas dan penganjur kebijaksanaan pasar bebas dalam ekonomi. Pembagian Kerja adalah titik permulaan dari teori pertumbuhan ekonomi Adam smith yang meningkatkan daya produktifitas tenaga kerja. Ia menghubungkan kenaikan itu dengan (1) meningkatnya keterampilan pekerja (2) penghematan waktu dalam memproduksi barang; (3) penemuan mesin yang sangat menghemat tenaga. Penyebab terakhir dari kenaikan produktifitas bukanlah berasal dari tenaga kerja tetapi dari Modal. Adam Smith nenekankan, Proses Pemupukan Modal harus dilakukan lebih dahulu daripada pembagian kerja. karena pemupukan stok dalam bentuk barang harus lebih dulu dilakukan sebelum pembagian kerja, maka pekerjaan hanya dapat dibagi lebih lanjut secara seimbang jika stok lebih dulu diperbesar. Menurut Smith para petani produsen dan pengusaha merupakan agen kemajuan dan pertumbuhan ekonomi. Teori Ricardian (the principles of Political Economy and Taxation). Sesungguhnya Ricardo tidak pernah mengajukan satu pun teori pembangunan. menurut Schumpter, Ia hanya mendiskusikan teori distribusi. Oleh sebab itu Analisa Ricardo merupakan analisa yang memutar. Teori Mathus Thomas Robert Malthus sangat memperhatikan teori pertumbuhan yang jelas dan sistimatis ketimbang berbagai teori ekonomi yang ada pada jamannya. Malthus tidak

menganggap proses pembangunan ekonomi memerlukan berbagai usaha yang konsisten di pihak rakyat. Malthus menitikberatkan perhatian pada perkembangan kesejahteraan suatu negara yaitu pembangunan ekonomi yang dapat dicapai dengan meningkatkan kesejahteraan suatu negara. Teori Klasik Teori klasik secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: Kebijaksanaan Pasar bebas. Ahli ekonomi klasik meyakini adanya perekonomian pasar bebas yang secara otomatis bebas dari segala campur tangan pemerintah. Pemupukan Modal. Hanya pemilik modal dan pemilik tanah yang mampu untuk menabung. Kelas pekerja tidak mampu menabung karena mereka hanya menerima Upah yang besarnya sama dengan tingkat kebutuhan hidup minimal. Keuntungan, rangsangan bagi investasi. Semakin besar keuntungan semakin besar pula akumulasi modal dan investasi. Keuntungan cenderung menurun. Naiknya upah karena persaingan antar kaum kapitalis,mengakibatkan keuntungan tidak akan naik secara terus menerus. Keadaan Stasioner. Semua ahli ekonomi klasik meramalkan timbulnya keadaan stationer pada akhir proses pemupukan modal. Secara garis besar, teori klasik pembangunan ekonomi dapat dinyatakan demikian: misalkan kenaikan keuntungan yang diharapkan dapat menaikkan investasi sehingga menambah stok modal yang telah ada dan mendorong penyempurnaan teknik. Kenaikan dalam pemupukan modal menaikkan jumlah cadangan upah. Sebagai akibatnya pertumbuhan penduduk, yang menyebabkan permintaan akan makanan menjadi naik. Teori Marxis Karl Marx pengarang Das Capital meramalkan keruntuhan kapitalis secara tidak terelakan dan atas dasar ramalan inilah kamunisme berkembang. Sumbangan Krl Marx kepada teori pembangunan ekonomu ada tiga hal yaitu: dalam arti luas memberikan penafsiran sejarah dari sudut ekonomi, dalam arti lebih sempit merinci kekuatan yang mendorong perkembangan kapitalis dan terakhir menawarkan jalan alternatif tentang pembangunan ekonomi terencana. Teori Keynes Teori ini tidak menganalisa masalah-masalah negara tebelakang, berkaitan dengan negara kapitalis maju. Pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan nasional semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkannya, demikian sebaliknya. Teori Keynes tidak dapat diterapkan pada setiap tatanan sosio-ekonomi. Ia hanya berlaku pada ekonomi kapitalis demokratis yang sudah maju.

II.

Sumber daya Manusia Ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi,

namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan. Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi). Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada. Manusia adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembang unan. Artinya, manusia sebagai subjek dan objek pembangunan dalam kehidupannya harus mampu meningkatkan kualitas hidupnya sebagai insan pembangunan. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan. Kapasitas dasar yang dimaksud yang sekaligus merupakan tiga nilai pokok keberhasilan pembangunan ekonomi adalah kecukupan (sustenance), jati diri (selfsteem), serta kebebasan (freedom). Realitas globalisasi yang demikian membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Salah satu tuntutan globalisasi adalah daya saing ekonomi. Daya saing ekonomi akan terwujud bila didukung oleh SDM yang handal. Untuk menciptakan SDM berkualitas dan handal yang diperlukan adalah pendidikan. Sebab dalam hal ini pendidikan dianggap sebagai mekanisme kelembagaan pokok dalam mengembangkan keahlian dan pengetahuan. Pendidikan merupakan kegiatan investasi di mana pembangunan ekonomi sangat berkepentingan. Sebab bagaimanapun pembangunan ekonomi membutuhkan kualitas SDM yang unggul baik dalam kapasitas penguasaan IPTEK maupun sikap mental, sehingga dapat menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu

dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan. Salah satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah bahwa pendidikan merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada era sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi. Visi pembangunan yang demikian kurang kondusif bagi pengembangan SDM, sehingga pendekatan fisik melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikan tidak diimbangi dengan tolok ukur kualitatif pendidikan. Problem utama dalam pembangunan sumberdaya manusia adalah terjadinya missalocation of human resources. Pada era sebelum reformasi, pasar tenaga kerja mengikuti aliran ekonomi konglomeratif. Di mana tenaga kerja yang ada cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari sektor industri manufaktur sampai dengan perbankan. Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi politik, yakni terjadinya kesenjangan ekonomi yang diakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi. Kenyataan menunjukkan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk ke sektor-sektor ekonomi yang justru bukannya memecahkan masalah ekonomi, tapi malah memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang mempertajam kesenjangan ekonomi. Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu. Di sinilah dapat disadari bahwa visi pengembangan SDM melalui pendidikan terkait dengan kondisi ekonomi politik yang diciptakan pemerintah. Sementara pada pascareformasi belum ada proses egalitarianisme SDM yang dibutuhkan oleh struktur bangsa yang dapat memperkuat kemandirian bang sa. Pada era reformasi yang terjadi barulah relatif tercipta reformasi politik dan belum terjadi reformasi ekonomi yang substansial terutama dalam memecahkan problem struktural seperti telah diuraikan di atas. Sistem politik multipartai yang telah terjadi dewasa ini justru menciptakan oligarki partai untuk mempertahankan kekuasaan. Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Pertanyaannya sekarang adalah bahwa keterlibatan Indonesia pada liberalisasi perdagangan model AFTA, APEC dan WTO dalam

rangka untuk apa? Bukankah harapannya dengan keterlibatan dalam globalisasi seperti AFTA, APEC dan WTO masalah kemiskinan dan pengangguran akan terpecahkan. Dengan begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap pelbagai kondisionalitas yang tercipta akibat globalisasi, maka yang akan terjadi adalah adanya gejala menjual diri bangsa dengan hanya mengandalkan sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah. Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya masalah masalah social ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi akan semakin menciptakan ketergantungan kepada negara maju. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi tuntutan globalisasi seyogyanya kebijakan link and match mendapat tempat sebagai sebuah strategi yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan pendidikan. Namun sayangnya ide link and match yang tujuannya untuk menghubungkan kebutuhan tenaga kerja dengan dunia pendidikan belum ditunjang oleh kualitas kurikulum sekolah yang memadai untuk menciptakan lulusan yang siap pakai. Yang lebih penting dalam hal ini adalah strategi pembangunan dan industrialisasi secara makro yang seharusnya berbasis sumberdaya yang dimiliki, yakni kayanya sumberdaya alam (SDA). Kalau strategi ini tidak diciptakan maka yang akan terjadi adalah proses pengulangan kegagalan karena terjebak berkelanjutannya ketergantungan kepada utang luar negeri, teknologi, dan manajemen asing. Sebab SDM yang diciptakan dalam kerangka mikro hanya semakin memperkuat proses ketergantungan tersebut. Meskipun andaikata bangsa ini juga telah mampu menciptakan SDM yang kualifaid terhadap semua level IPTEK, namun apabila kebijakan ekonomi yang diciptakan tidak berbasis pada sumberdaya yang dimiliki (resources base), maka ketergantungan ke luar akan tetap berlanjut dan semakin dalam. Oleh karena itu harus ada shifting paradigm, agar proses pembangunan mampu mendorong terbentuknya berbagai keahlian yang bisa mengolah SDA dan bisa semakin memandirikan struktur ekonomi bangsa. Supaya visi tersebut pun terjadi di berbagai daerah, maka harus ada koreksi total kebijakan pembangunan di tingkat makro dengan berbasiskan kepada pluralitas daerah. Dengan demikian harapannya akan tercipta SDM yang mampu memperjuangkan kebutuhan dan penguatan masyarakat lokal. Karena untuk apa SDM diciptakan kalau hanya akan menjadi perpanjangan sistem kapitalisme global dengan mengorbankan kepentingan lokal dan nasional.

III.

Manajemen Pembangunan Pertanian Keunggulan Pembangunan Pertanian di Indonesia Peranan klasik dari sektor pertanian dalam perekonomian nasional adalah penyediaan

bahan pangan bagi penduduk yang saat ini sudah berjumlah 220 juta jiwa. Penyediaan bahan pangan di sini menyangkut dimensi luas seperti jumlah, jenis dan kualitas, ruang (distribusi), dan waktu. Dengan peranan pertanian sebagai penyedia bahan pangan yang relati murah, f telah memungkinkan biaya hidup di Indonesia tergolong rendah di dunia. Relatif rendahnya biaya hidup di Indonesia telah menjadi salah satu daya saing perekonomian nasional. Kemudian dengan penyediaan bahan pangan yang cukup dan stabil yang diperan kan oleh sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang besar bagi stabilitas ekonomi, sosial, politik, sehingga secara keseluruhan menyumbang pada terciptanya iklim kondusif bagi pembangunan di segala bidang. Keunggulan dari sektor pertanian ini lebih diperjelas oleh Prof. Dr. Bungaran Saragih, MEc, dalam bukunya Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi berbasis Pertanian: Dalam penyediaan lapangan kerja di Indonesia, sektor agribisnis mempunyai kontribusi sangat besar dan terbesar di antara sektor-sektor yang ada. Bila jumlah angkatan kerja pada subsektor agribisnis hulu, subsektor agribisnis hilir dan sektor jasa yang melayani sektor agribisnis diperhitungkan, maka paling sedikit 60 persen dari total angkatan kerja nasional diserap oleh sektor agribisnis. Dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 4 (empat) orang, maka diperkirakan 80 persen dari jumlah penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada sektor agribisnis. peranan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian nasional menjadi: 1. Peranan dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB). 2. Peranan penyerapan tenaga kerja. 3. Peranan sebagai penghasil devisa. 4. Peranan dalam pelestarian lingkungan hidup. Dengan penjelasan di atas, timbul pertanyaan kenapa dengan potensi yang begitu besar, sektor pertanian belum dapat mensejahterakan rakyat Indonesia? Salah satu manifestasi atau perwujudan terpenting dari terabaikannya pengelolaan sektor pertanian dan penekanan yang berlebihan terhadap pertumbuhan perkotaan itu telah menimbulkan gelombang migrasi para petani yang menganggur tanpa lahan garapan dari daerah pedesaaan secara besar-besaran ke kota-kota yang sebenarnya sudah terlampau padat.

Secara tradisional, peranan pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan hanya sebagai unsur penunjang semata. Berdasarkan pengalaman historis dari negara-negara barat, apa yang disebut sebagai pembangunan ekonomi indentik dengan transformasi yang cepat terhadap perekonomian, yakni dari perekonomian yang bertumpu pada kegiatan pertanian menjadi industri modern dan pelayan masyarakat yang lebih kompleks. Dengan demikian, peran utama pertanian hanya dianggap sebagi sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah demi berkembangnya sektor-sektor industri yang dinobatkan sebagai sektor unggulan. Dewasa ini, para pakar ilmu ekonomi pembangunan mulai kurang berminat untuk memberikan perhatian yang lebih besar pada upaya industrialisasi secara cepat. Nampaknya mereka mulai menyadari bahwa daerah pedesaan pada umumnya dan sektor pertanian pada khususnya tidak bersifat pasif, tetapi jauh lebih penting dari sekedar penunjang dalam proses pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yakni: 1. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktifitas para petani kecil. 2. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan. 3. Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat karya, yaitu nonpertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian. Hambatan Pembangunan Pertanian Konsep pembangunan pertanian yang telah dilakukan pemerintah bukan tanpa kendala dan kelemahan. Pembangunan bidang pertanian merupakan salah satu contoh bagaimana wacana, pengetahuan dan reproduksi kekuasaan berlangsung dengan pelaksanaan pembangunan dari atas (top-down) tanpa melibatkan penduduk setempat dalam proses perencanaan dengan tidak mengutamakan pentingnya dan berpotensinya pengetahuan lokal serta yang paling mendasar tidak menyajikan kemungkinan luas bagi berkembangnya budaya petani.

Bagi sejumlah keluarga besar pertanian yang para anggotanya merupakan tenaga kerja pokok, pertanian bukan hanya sebagai sebuah pekerjaan atau sebagai sumber pendapatan, tetapi juga sebagai pandangan dan gaya hidup. Kenyataan ini sebenarnya mudah dilihat terutama pada masyarakat-masyarakat tradisional dimana petani sepanjang hari mengabdikan diri menggarap lahannya dengan dedikasi penuh. Setiap perubahan metode produksi dengan sendirinya akan membawa perubahan-perubahan dalam pandangan hidup mereka. Oleh karena itu, agar membuahkan hasil yang diharapkan, setiap pengenalan inovasi bio logi dan teknologi pertanian bukan hanya harus diadaptasikan kepada keadaan alam dan ekonomi saja. Tetapi juga kepada sikap, nilai-nilai dan tingkat kemampuan para petani itu sendiri sehingga mereka mau dan mampu memahami menerima serta melaksanakan perubahan-perubahan metode produksi yang lebih baik. Dalam pembangunan pertanian, koperasi memegang peran yang sangat strategis seperti yang telah terjadi di banyak negara. Keberhasilan pembangunan pertanian di berbagai negara antara lain disebabkan karena peran yang disumbangkan oleh koperasi sebagai organisasi ekonomi yang berbasis petani-petani sebagai anggotanya. Kemampuan koperasi untuk memberdayakan petani di satu pihak dan partisipasi aktif petani di lain pihak telah menjadikan koperasi tidak hanya sebagai sarana petani untuk memajukan kepentingannya, akan tetapi sekaligus sebagai intermediari pembangunan yang produktif dan efektif. Berdasarkan konsep seperti itu maka pada permulaan tahun 70 -an dibangun Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai koperasi pertanian dalam rangka pembangunan pertanian (rakyat) pada umumnya dan khususnya untuk peningkatan produksi pangan. Akan tetapi tujuan awal tersebut menjadi tidak tercapai karena KUD sejak 30 tahun yang lalu dengan berbagai alasan oleh pemerintah telah diubah menjadi Koperasi Pedesaan yaitu sebagai satu-satunya koperasi daerah/pertanian yang menopang semua kegiatan ekonomi dari semua golongan masyarakat, meskipun kepentingannya berbeda dan sering kali bertentangan. Dengan demikian KUD tidak homogen lagi dan kepentingan serta peran petani seringkali menjadi terpinggirkan oleh kekuatan nonpetani yang lebih kuat. Peran KUD sebagai sarana strategis pembangunan pertanian akhirnya berubah dari alat petani/anggota, menjadi alat program pemerintah dan malahan alat pemerintah dan akhir-akhir ini cenderung menjadi alat politik kelompok tertentu. Keadaan ini tentunya bertolak belakang dengan keberhasilan Grameen Bank di Bangladesh yang mengantarkan Muhammad Yunus mejadi peraih nobel perdamaian tahun 2006 ini.

Peran Pemerintah dalam Pembangunan PertanianManajemen pembangunan pertanian merupakan tugas dan kewenangan pemerintah pusat, propinsi dan daerah. Penjabaran program pembangunan pertanian dirumuskan sesuai dengan kewenangan pemerintah baik pusat maupun daerah dengan memperhatikan program-program sektor lainnya yang dapat mendorong pembangunan sektor pertanian. Penjabaran program juga mempertimbangkan upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Berdasarkan kebijakan otonomi daerah, pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan pembangunan pertanian yang wajib dilaksanakan dan tidak dapat dilimpahkan kepada propinsi. Kewenangan pemerintah propinsi mencakup bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota serta bidang pemerintahan tertentu lainnya dan dapat melaksanakan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota. Pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia, pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standardisasi nasional.

Mekanisme Perencanaan Pembangunan Mekanisme perencanaan pembangunan pertanian mengacu pada UU Nomor: 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. PemerintahKabupaten/Kota di bawah koordinasi Bappeda melakukan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian sebagai bahan untuk diusulkan ke tingkat propinsi. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian juga dilakukan di tingkat Propinsi sebagai media koordinasi dan evaluasi atas usulan Pemerintah Kabupaten/Kota. Bappeda Propinsi berperan mengkoordinasikan pembangunan pertanian terutama dalam memadukan kegiatan, pengembangan wilayah, dan sumber pembiayaan pembangunan. Pemerintah Pusat melakukan pertemuan regional perencanaan pembangunan pertanian guna mensosialisasikan kebijakan nasional dan membangun komitmen Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota. Pemerintah Pusat memfasilitasi rencana pembangunan pertanian daerah yang sejalan dengan kebijakan nasional berdasarkan pertimbangan kesesuaian rencana daerah dengan (1) tata ruang pengembangan ekonomi dan penggunaan sumberdaya alam, aspek lingkungan dan peningkatan kapasitas, (2) pencapaian dayasaing nasional atas dasar keunggulan komparatif wilayah dan komoditas, potensi sumberdaya, pusat-pusat pertumbuhan, potensi pasar, potensi komoditas secara nasional, (3) pemberdayaan wilayah tertinggal, pengentasan kemiskinan dan pemerataan, dan (4) kebijakan nasional, ketahanan pangan, kebijakan perdagangan

internasional, kebijakan makro, dan pembangunan prasarana dan sarana dalam lingkup nasional. Di tingkat Pusat kegiatan penyusunan perencanaan pembangunan pertanian dikoordinasikan oleh Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian (cq Biro Perencanaan dan Keuangan).

Pelaksanaan Pada hakekatnya, kegiatan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah memfasilitasi sebesar-besarnya partisipasi masyarakat dengan mendayagunakan keterpaduan kegiatan yang dibiayai oleh APBN, APBD, swasta dan sumber-sumber dana pembangunan pertanian lainnya. Pada pelaksanaannya pembangunan pertanian sebagian besar dilaksanakan di daerah dan tidak hanya terpaku pada batas batas administrasi pemerintahan (kabupaten, propinsi), tetapi lebih bersifat lintas disiplin dan lintas sektoral. Untuk itu diperlukan adanya sinkronisasi kegiatan pembangunan pertanian dari kepentingan setiap komponen yang terlibat, baik di pusat maupun daerah. Komitmen Pemerintah Daerah dalam alokasi APBD dan keseriusan dalam pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan kegiatan-kegiatan di daerahnya sangat pembangunan pertanian. menentukan keberhasilan

REFERENSI M.L. Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT RAJA Graindo Persada Jakarta 1996Saragih, Bungaran. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Jakarta: Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor, 1998.

Kwik Kian Gie, Kebijakan dan Strategi Pembangunan Nasional: Sektor Pertanian Sebagai Prime Mover Pembangunan Ekonomi Berkembang dalam Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir (Ed. ISEI). Jakarta: Kanisius, hlm. 301. Soekartawi, 2004. Petani Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Global. Universitas Brawijaya. Malang