emerging kel 3

Upload: ronnygultom

Post on 02-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

yuyuy

TRANSCRIPT

EMERGING & RE-EMERGING DISEASE

Anggun Prawidya (1102008029)

Diki Arma Duha (1102008077)

Ferawati (1102008105)

Mahesa Bonang (1102008144)

Marini Oktasari (1102008219)

KEPANITERAAN KESEHATAN MASYARAKAT- KEDOKTERAN KOMUNITASFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

Periode 19 Agustus 21 September 2013

TINJAUAN PUSTAKAPenyakit menular tetap menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia karena tiga alasan: (1) munculnya penyakit infeksi baru (emerging disease); (2) munculnya kembali penyakit menular lama (re-emerging disease), dan (3) intractable infectious disease. New emerging disease adalah penyakit infeksi yang kejadiannya meningkat dua tahun terakhir atau cenderung meningkat di masa yang akan datang. Re-emerging disease adalah suatu penyakit yang sebelumnya telah terkendali namun tiba tiba muncul kembali sehingga menjadi masalah kesehatan yang signifikan. Hal ini juga bisa dikatakan sebagai penyakit yang sebelumnya ada di suatu wilayah geografik namun muncul atau menyebar di suatu wilayah geografis baru. Faktor PredisposisiAda beberapa faktor yang menyebabkan dua permasalahan ini selalu muncul hampir disetiap tahunnya,yaitu :

Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi

Hubungan microbial agent dengan hewan perantara (zoonotic encounter) Perubahan iklim dan lingkungan

Perubahan perilaku manusia seperti penggunaan pestisida, penggunaan obat antimikrobial yang bisa menyebabkan resistensi dan penurunan penggunaan vaksin.

Perkembangan industri dan ekonomi

Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu (travel diseases)

Perang seperti ancaman penggunaan bioterorisme atau senjata biologis.Beberapafaktor,termasuk pengembanganekonomidanpenggunaan lahan, demografi dan perilaku manusia, dan perjalan internasional dan perdagangan, memberikan kontribusi pada penyakitemergencedanre-emergence.

Banyak microbial agent (virus, bakteri, jamur) yang telah terindikasi menyebabkan wabah penyakit bagi manunsia dan juga memiliki karakteristik untuk mengubah pola penyakit tersebut sehingga menyebabkan wabah penyakit yang baru. Seperti yang dirilis dalam National Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID) yang membagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu :

Grup I : Pathogen baru yang diakui dalam 2 dekade terakhir

Grup II : Re-emerging pathogen

Grup III : Pathogen yang berpontesial sebagai bioterorismePenyebaran di Indonesia

Emerging disease adalah suatu penyakit yang meningkat cepat kejadian dan penyebarannya. Termasuk di dalamnya tipe-tipe infeksi baru yang merupakan akibat dari perubahan organisme, penyebaran infeksi yang lama ke daerah atau populasi yang baru. Terjadinya gangguan terhadap ekosistem telah menyebabkan perubahan komposisi ekosistem dan fungsinya. Perubahan komposisi dan fungsi ekosistem mengakibatkan berubahnya keseimbangan alam termasuk patogen dan vektornya. Beberapa perubahan ekosistem akibat aktivitas manusia yang mengganggu secara langsung ataupun tidak langsung terhadap ekosistem antara lain: perkembangan pertanian, manajemen sumber daya air, deforestasi atau pertambangan.

Penyebab gangguan ekosistem sangat banyak, termasuk perubahan suhu rata-rata lokal, perubahan siklus air, perubahan distribusi air akibat irigasi dan pembangunan bendungan/dam, perubahan akibat pencemaran pupuk dan pestisida, sampai pada perubahan akibat urbanisasi. Umumnya gangguan ekosistem, kerusakan dan fragmentasi habitat terjadi sebagai akibat dari konversi habitat alami menjadi lahan pertanian atau peternakan, pemukiman. Hal tersebut menjadi penyebab utama meningkatnya penyakit infeksi menular pada manusia dewasa ini.

Beberapa penyebab utama gangguan ekosistem yang menyebabkan ledakan penyakit infeksi menular pada manusia meliputi : perusakan ekosistem hutan, sistem pengairan, perkembangan pertanian, urbanisasi dan perubahan iklim.1. Perusakan ekosistem hutan dan deforestasi. Hutan merupakan habitat asli banyak jenis serangga yang terlibat dalam transmisi penyakit. Beberapa kelompok serangga yang menjadi vektor utama penyakit menular adalah nyamuk Anopheles, Aedes, CulexdanMansonia; lalat hitamSimulium; lalatChrysopsdan lalat tsetseGlossina. Deforestasi menciptakan batas hutan daninterfacebaru yang memacu pertumbuhan populasi hewan inang reservoir dan vektor. Secara bersamaan adanya batas hutan yang baru seringkali menarik perhatian manusia untuk menghuni daerah perbatasan hutan yang beresiko tinggi. Kerusakan habitat hutan juga menyebabkan perubahan atau hilangnya vektor yang sebelumnya menempati habitat tersebut. Ketidakberuntungnya adalah jenis vektor pengganti ternyata merupakan inang yang lebih disukai oleh patogen dan mempunyai dominansi yang tinggi terhadap populasi vektor sebelumnya. Deforestasi semacam ini menyebabkan terjadinya penurunan biodiversitas vektor serangga hutan. Meledaknya penyakit malaria akibat populasi nyamukAnophelesyang meningkat, merupakan contoh paling umum akibat deforestasi, seperti terjadi di negara-negara Asia tenggara dan Amerika Selatan. Deforestasi juga menyebabkan terjadinya wabah penyakit manusia yang diperantarai oleh siput. Wabah schistosomiasis terjadi akibat ledakan populasi siput yang menjadi vektor dari cacingSchistosoma. Meningkatnya populasi satu jenis siput menjadi yang dominan di ekosistem hutan yang rusak, telah menyebabkan berkurangnya biodiversitas siput dan meningkatnya penderita schistosomiasis penduduk yang tinggal di sekitar hutan. 2. Manajemen sumber dan badan air / Irigasi. Sumber air dan badan-badan air yang secara alamiah berupa sungai, rawa dan danau merupakan habitat dari banyak jenis mahluk hidup yang membentuk ekosistem air tawar seperti sungai, rawa dan danau. Pembangunan saluran irigasi, waduk dan bendungan telah mengubah keseimbangan ekosistem yang menyebabkan terjadinya ledakan penyakit menular. Contoh yang paling akurat adalah pada tahun 1990 di India terjadi wabah yang dikenal dengan irrigation malaria yang menimpa lebih dari 200 juta penduduk pedesaan di India. Hal ini terjadi akibat buruknya sistem irigasi yang menyebabkan terjadinya ledakan populasi nyamukAnopheles culicifaciesyang merupakan vektor utama malaria di India. Perubahan ekosistem sungai juga telah menyebabkan wabah penyakit schistosomiasis yang disebarkan oleh vektor siput dan wabah penyakit onchocerciasis yang disebarkan oleh lalat hitamSimulium, serta wabah malaria yang disebarkan oleh nyamukAnopheles. Hal tersebut terjadi karena terjadinya perubahan ekosistem sungai dapat menyebabkan terbentuknya kolam-kolam still-water yang menjadi tempat breeding yang ideal bagi vektor-vektor serangga tersebut. Beberapa kasus meledaknya penyakit schistosomiasis akibat kerusakan ekosistem sungai terjadi di DAS bendungan Diama Senegal dan bendungan Aswan di Mesir.Perubahan ekosistem bendungan buatan manusia juga menyebabkan terjadinya wabah schistosomiasis di Bendungan Aswan Mesir dan saluran irigasi sungai Nil di Sudan. CacingSchistosomaternyata dibawa oleh nelayan pendatang, kemudian disebarkan oleh vektor perantara yaitu siputBulinus truncatus. Terjadinya kelimpahan populasi fitoplankton telah menyebabkan ledakan populasiB. truncatus. Selain penyakit schistosomiasis, juga terjadi wabah filariasis yang disebarkan oleh nyamukCulex pipiens. Populasi Culex pipiens meledak akibat terbentuknyawater-tablepada saluran irigasi yang arusnya tertahan.3. Perkembangan pertanian. Pertanian dalam arti luas mencakup budidaya tanaman, perikanan dan peternakan. Ternak dan unggas menjadi hewan reservoir dari banyak patogen penyakit menular manusia. Perkembangan perikanan dan peternakan memberikan kontribusi pada penyebaran dan munculnya penyakit menular baru.Wabah penyakit salmonellosis yang disebabkan bakteri Gram negatifSalmonella enteridis, terjadi pada daerah yang berdekatan dengan peternakan unggas (ayam). LedakanS. enteridistelah menghilangkan jenisSalmonellayang non patogenik pada manusia yaituS. gallinarum. Wabah penyakit Japanese encephalitis (JE) yang disebabkan oleh virus yang disebarkan nyamukCulexsp. banyak terjadi di Cina, Nepal, India, Thailand, Sri Lanka dan Taiwan. Penyakit JE merupakan endemik daerah pertanian padi, dengan babi sebagai hewan reservoirnya. Ledakan wabah JE terjadi akibat perkembangan peternakan babi di negara-negara tersebut, yang menyebabkan virus JE meningkat jumlahnya.4. Urbanisasi. Manusia modern di banyak negara di dunia melakukan urbanisasi ke kota-kota besar. Hal itu menyebabkan populasi penduduk kota lebih besar dibandingkan penduduk desa. Makin meningkatnya laju urbanisasi ke kota membutuhkan pemekaran daerah untuk pemukiman, sehingga terjadi perubahan ekosistem di daerah suburban. Perubahan daerah suburban telah menyebabkan ledakan penyakit menular manusia seperti demam berdarah dengue (DBD) yang disebarkan oleh nyamukAedes aegypti, seperti terjadi di Singapura, Rio de Janeiro dan Jakarta. Pemukiman kumuh akibat urbanisasi merupakan lingkungan dengan sanitasi yang sangat buruk. Genangan-genangan air banyak ditemukan di pemukiman kumuh dan sanitasi yang buruk tersebut menjadi tempat berkembang biak yang ideal bagi nyamukA. aegyptiyang menjadi vektor utama virus DBD.

Selain nyamuk, hewan reservoir yang menjadi vektor penyakit menular manusia yang hidup di daerah pemukiman kumuh adalah tikus. Tikus menjadi hewan yang mengikuti migrasi penduduk dari satu tempat ke tempat yang baru. Sanitasi lingkungan yang buruk menambah peluang populasi tikus untuk meledak sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Penyakit leptospirosis menjadi wabah yang banyak terjadi di pemukiman kumuh.

5. Perubahan Iklim. Bukti iklim bumi yang meningkat dikarenakan gas greenhouse yang berasal dari aktivitas manusia telah banyak buktinya, dan dampak dari iklim global telah merobah sistim biologi yang mengkontrol terjadinya suatu penyakit. Perobahan iklim telah mengganggu ekosistim sehingga mempengaruhi populasi serta interaksi antara vektor penyakit, inang dan patogen. Ledakan penyakit kolera telah dihubungkan dengan peningkatan suhu dimana suhu yang lebih panas tersedianya nutrisi seperti fitoplankton yang merupakan sumber makanan dari copepod yang merupakan vektorVibrio choleraepenyebab penyakit kolera. Perubahan iklim juga mempengaruhi vektor penyakit seperti dicontohkan pada nyamuk. Nyamuk secara umum repoduksinya meningkat, dan juga menggigit lebih banyak pada suhu yang lebih panas (Molyneux et al., 2008).6. Biogeografi Penyakit. Penyebaran penyakit tergantung pada faktor-faktor seperti: interaksi antara kesesuaian abiotik, keterbatasan biotik, dan kemampuan penyebaran yang dicirikan dengan daerah distribusi. Faktor faktor di atas telah menjadikan perpindahan geografi penyakit menjadi sangat komplex (Peterson, 2008). Suatu spesies patogen mungkin memiliki toleransi yang besar terhadap abiotik kondisi seperti temperatur, curah hujan atau radiasi matahari, namun faktor biotik seperti vektor menyebabkan penyebarannya terbatas. Kekebalan tubuh juga sangat berperan seperti pada penyakit Lesmaniasis yang disebabkan oleh Leishmaniaspp. (Schriefer et al, 2009). Disamping itu ras manusia juga mempengaruhi terjadinya penyakit (Tishkoff dan Kidds, 2004). Kemampuanmobilitydari patogen membatasi penyebaran pada geografi potensial. Patogen dan parasit adalah organisme mikroskopik dan sering tidak dilengkapi dengan kemampun untuk bergerak, dengan demikian diasumsikan kemampuan meyebarnya rendah. Namun karena mereka berasosiasi dengan inang yang lebih besar (vektor) memungkinkan kemampuan menyebarnya menjadi sangat besar.Penyebaran

Beberapa Contoh Penyakit dan Penyebaran Geografia. West Nile Virus (WNV) (Paterson, 2008). West Nile Virus pertama-tama di temukan di Uganda pada tahun 1935 dan menyebabkan penyakit encephalitis di daerah sepanjang timur dan barat Afrika bagian selatan, kemudian secara sporadik penyakit sering ditemukan di Eropa bagian selatan dan pada tahun 1999 penyakit muncul di New York, USA dan dengan cepat menyebar ke arah barat dan selatan Amerika dan sekarang penyakit ini adalah endemik di Amerika. Tahun 1999, WNV telah melintasi Lautan Atlantik dan menetap di New York. Migrasi burung telah memfasilitasi penyebaran virus ke arah barat Amerika ke arah Lautan Pasifik dan ke arah selatan ke arah Argentina.b. Ebola dan Marburg Virus (Paterson, 2008). Virus ini ditemukan pada tahun 1967 (Marburg virus) dan tahun 1976 (Ebola) kedua virus ini termasuk pada famili Filoviridae, dan merupakan virus yang berasal dari Afrika. Virus Ebola terbatas distribusinya di daerah dataran rendah hutan tropis evergreen di Afrika (Congo Basin, dan daerah sekitar perbatasan Liberia-Ivory Cost). Sedangkan Marburg virus terbatas pada daerah agak humid hutan tropis di bagian timur dan selatan Afrika. Namun karena berasosiasi dengan vektor maka virus ini sering ditemukan di luar daerah geografinya. Seperti contoh Marburg virus di temukan di Marburg (Jerman) tahun 1967 dan Johannesburg (Afrika Selatan) tahun 1975. Sedangkan Ebola ditemukan di Virginia, Texas dan Filipina sekitar tahun 1990an. Penyebaran keluar ini dimungkinkan oleh adanya vektor seperti primata yang membawa virus ini.c. Plague (Paterson, 2008). Plague merupakan penyakit zoonotic yang bersumber dari mamalia kecil dan kutu hewan merupakan vektor penyakit ini. Penyakit ini mula mula terbatas di daerah Asia Tengah dan bagian tengah Cina. Dikarenakan perpindahan seperti perdagangan sutera dan pelayaran kapal interkontinental telah terjadi pandemic dan penyakit ini berdiam pada populasi tikus kota (Rattus). Penyakit ini dapat dihindari dengan menghindari kontak dengan tikus kota, namun di beberapa tempat seperti Amerika Utara dan Amerika Selatan dan Madagaskar penyakit ini telah melompat pada inang baru yaitu native rodent dan telah menjadi penyakit zoonosis endemik.d. Yellow Fever Virus (Paterson, 2008). Yellow Fever Virus (virus termasuk dalam famili Flaviviridae) awalnya terdistribusi sepanjang daerah humid dan tropika Afrika, kemudian tersebar (mungkin lewat perbudakan) ke Amerika Selatan dan menyebar pada daerah tropis Amerika Selatan. Namun, sampai sekarang ini penyaki yellow fever tidak ditemukan di daerah tropika Asia, walaupun kondisi di tropika Asia adalah cocok untuk perkembangannya.Secara umum pengenalan penyakit baru pada populasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:1. Transfer antar-spesies : Dari berbagai mekanisme penyebaran penyakit yang ada, tampaknya inilah yang paling penting. Penyakit dapat tersebar dari dan pada manusia serta mamalia lain. Sebagai contoh adalah influenza dan virus HIV serta Ebola.2. Difusi spasial : Kemampuan manusia untuk melakukan perjalanan yang meningkat pesat mengubah ekologi manusia dari penyakit infeksi menular. Diperkirakan satu juta orang berpindah tempat secara internasional dalam seharinya dan satu juta orang berpindah tempat dari negara berkembang ke negara maju (dan sebaliknya) dalam satu minggu (Garrett, 1996 dalam Mayer). Sehingga jika seseorang terkena penyakit di satu benua makan esok harinya ia dapat berpindah tempat ke benua lain dan menyebarkan penyakit tersebut. Sehingga pola difusi secara khusus akan dapat ditentukan dengan memahami asal dan tujuan perjalanan manusia.3. Evolusi patogenik, atau perubahan dalam struktur dan imunitas dari patogen yang lebih awal muncul : Virus dapat melakukan mutasi, mungkin diakibatkan oleh resistensi antimicrobial, tapi mutasi pun dapat terjadi secara acak. Jika mutasi ini terjadi secara acak, maka kemunculan penyakit pun dapat terjadi di daerah mana saja secara acak. Namun bagaimanapun penyebarannya akan tergantung dari orang yang membawanya. Kemunculan penyakit dalam populasi manusia akan tergantung dari kecocokan dalam ruang dan waktu dari agen dan inang dari penyakit tersebut.4. Deskripsi baru dari patogen yang telah ada di manusia selama bertahun-tahun namun baru dikenali : Penyakit dapat tidak dikenali akibat dari kurngnya teknologi untuk mengidentifikasi penyakit atau kurangnya kerangka kerja konseptual untuk mengenali sindrom secara benar dan merujuknya pada penyakit tertentu.5. Perubahan dalam hubungan manusia dengan lingkungan : Penyebab ekonomi dan sosial dari kemunculan penyakit yakni perubahan dalam penggunaan lahan, pekerjaan dan aktivitas manusia, dan urbanisasi, terintegrasi dengan faktor biologis seperti mutasi, faktor genetik dan perubahaan dalam zoonotic pool. Pengetahuan akan pola pergerakan manusia dan transportasi sangat penting untuk memahami pola kemunculannya dan semua ini terintegrasi dengan bantuk organisasi sosial dalam masyarakat.

PengendalianPeningkatan dan penguatan di bidang pemantauan kesehatan masyarakat (public health surveillance) sangat penting dalam deteksi dini dan penatalaksaan emerging dan re-emerging disease ini. Pemantauan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan fungsi laboratorium klinis dan pathologis, pendekatan secara epidemiologi dan kesehatan masyarakat juga diperlukan dalam deteksi cepat terhadapat emerging dan re-emerging disease ini.WHO telah merekomendasikan kepada setiap negara dengan sebuah sistem peringatan dini (early warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistem surveillanceuntukemergingdanre-emerging diseasekhususnya untuk wabah penyakitpandemik. Sistemsurveillancemerujuk kepada pengumpulan, analisis dan intrepretasi dari hasil data secara sistemik yang akan digunakan sebagai rencana penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi dalam praktek kesehatan masyakarat dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan kualitas kesehatan(Center for Disease Control and Prevention/CDC). Contoh sistemsurveillanceini seperti dalam kasussevere acute respiratory syndrome(SARS), di mana salah satu aktivitas di bawah ini direkomendasikan untuk harus dilaksanakan yaitu:

1. Komprehensif atausurveillanceberbasis hospital (sentinel) untuk setiap individual dengan gejalaacute respiratory ilnessketika masuk dalam rumah sakit.

2. Surveillanceterhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karenaacute respiratory ilnessdi dalam komunitas.

3. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory ilness di lingkup rumah sakit.

4. Memonitor distribusi penggunaan obat antiviral untukinfluenza A, obat antrimicrobial dan obat lain yang biasa digunakan untuk menangani kasus acute respiratory ilness

Fungsi utama dari sistem surveillance ini adalah :1. Menyediakan informasi seperti pemantauan secara efektif terhadap distribusi dan angka prevalensi, deteksi kejadian luar biasa, pemantauan terhadap intervensi, dan memprediksi bahaya baru.

2. Melakukan tindakan dan intervensi.Sehingga diharapkan munculnya kejadian luar biasa yang bersifatendemik, epidemikdanpandemikdapat dihindari dan mengurangi dampak merugikan akibat wabah penyakit tersebut. Tindak lanjut dari hasilsurveillanceini adalah pembuatan perencanaan atau yang lebih dikenal denganpandemic preparedness.WHO merekomendasikan prinsip-prinsip penatalaksaanpandemic preparednessseperti yang tertera di bawah ini:

1. Perencanaan dan koordinasi antara sektor kesehatan, sektor nonkesehatan, dan komunitas

2. Pemantauan dan penilaian terhadap situasi dan kondisi secara berkelanjutan

3. Mengurangi penyebaran wabah penyakit baik dalam lingkup individu, komunitas dan internasional

4. Kesinambungan penyediaan upaya kesehatan melalui sistem kesehatan yang dirancang khusus untuk kejadianpandemik.

5. Komunikasi dengan adanya pertukaran informasi-informasi yang dinilai relevan.Sektor yang bertanggung jawab

Di negara Indonesia sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan dalam Permenkes No. 01 tahun 2012. Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab timbal balik pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horiontal. Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan keadaan sakitnya.

Pelaksanaan sistem rujukan di indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat.

Rujukan dibagi dlm rujukan medik/perorangan yg berkaitan dgn pengobatan & pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen, & pengetahuan tentang penyakit; serta rujukan kesehatan dikaitkan dgn upaya pencegahan & peningkatan kesehatan berupa sarana, teknologi, dan operasional.

Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan.

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatanyg lebih tinggi dilakukan apabila: Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik; Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatann yang lebih rendah dilakukan apabila: Permasalahan pasien dpt ditangani oleh tingkatan pelayanan yg lebih rendah sesuai dgn kompetensi dan kewenangannya; Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut; Pasien memerlukan pelayanan lanjutan yg dpt ditangani oleh tingkatan pelayanan yg lebih rendah & untuk alasan kemudahan, efisiensidan pelayanan jangka panjang; dan/atau Perujuk tdk dpt memberikan pelayanan kesehatan sesuai dgn kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan.

Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yg sifatnya sementara atau menetap.

Ketimpangan yang sering terjadi di masyarakat awam adalah pemahaman masyarakat tentang alur ini sangat rendah sehingga sebagian mereka tidak mendapatkan pelayanan yang sebagaimana mestinya. Masyarakat kebanyakan cenderung mengakses pelayanan kesehatan terdekat atau mungkin paling murah tanpa memperdulikan kompetensi institusi ataupun operator yang memberikan pelayanan.

PencegahanBeberapa upaya pencegahan dalam penularan dapat dilakukan sebagai berikut :

Cuci tangan sesering mungkin dengan desinfektan (alkohol 70 %)

APD (sarung tangan, kacamata, masker, dll)

Mereka yang rentan agar menghindari tempat jangkitan (peternakan unggas, dll)

Contoh Re-Emerging Disease di Indonesia

CHIKUNGUNYAPermasalahan Chickungunya di Indonesia

Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta.

EpidemiologiPada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada hampir semua provinsi (seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain) dengan 149.526 kasus tanpa kematian.

Penyebaran penyakit Chikungunya biasanya terjadi pada daerah endemis Demam Berdarah Dengue. Banyaknya tempat perindukan nyamuk sering berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit Chikungunya. Saat ini hampir seluruh provinsi di Indonesia potensial untuk terjadinya KLB Chikungunya. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Penyakit Chikungunya sering terjadi di daerah sub urban.

Etiologi

Virus Chikungunya adalah Arthopod borne virus yang ditransmisikan oleh beberapa spesies nyamuk.

Vektor Penular Chikungunya

Vektor utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk Aedes spp seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) - pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa) berlangsung antara 24 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

Habitat Perkembangbiakan

Habitat perkembangbiakan Aedes sp. ialah tempat-tempat yang dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barangbarang bekas (contoh : ban, kaleng, botol, plastik, dll). Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu dan tempurung coklat/karet, dll.

Perilaku Nyamuk Dewasa

Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes sp jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik.

Aktivitas menggigit nyamuk Aedes sp biasanya mulai pagi dan petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 -17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.Setelah mengisap darah, nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap dan lembab di dalam atau di luar rumah, berdekatan dengan habitat perkembangbiakannya. Pada tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat perkembangbiakannya. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu 2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan 6 bulan, jika tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.

Penyebaran

Kemampuan terbang nyamuk Aedes spp betina rata-rata 40 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes spp tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk Aedes spp dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas 1.000 m dpl, suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak.

Variasi Musiman

Pada musim hujan populasi Aedes sp akan meningkat karena telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit Demam Chikungunya.

Faktor Resiko

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan dalam penularan penyakit Chikungunya, yaitu: manusia, virus dan vektor perantara.

Beberapa faktor penyebab timbulnya KLB demam Chikungunya adalah:

1. Perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi

2. Sanitasi lingkungan yang buruk.

3. Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang buruk)

Ada gelombang epidemi 20 tahunan mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca. Anti bodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.Contoh New Emerging Disease di IndonesiaAVIAN INFLUENZAPandemi Influenza pertama tahun 1580. Selama ini telah dilaporkan terjadi 31 kali pandemi, yang terhebat terjadi pada tahun 1918-1919 (21 juta penderita meninggal di seluruh dunia). Avian influenza dilaporkan pertama kali pada tahun 1997 (virus H5N1). Wabah 1997 terjadi di Hong Kong dan 2001 terjadi di Korea, Jepang, China, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, Indonesia. Pada Desember 2003-2004 terjadi lagi pandemi avian influenza (virus H5N1).

Pada Tanggal 25 Januari 2004 pertama kali dinyatakan Indonesia telah tertular avian influenza pada unggas oleh Dirjen Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian. Penularan pada manusia berasal dari unggas (ayam, itik, angsa, dan jenis burung lain). Penularan dari manusia ke manusia masih sedang diselidiki. Pada bulan Juli 2005, 3 orang Meninggal di Tangerang. Terjadinya wabah flu burung di suatu negaraAvian Influenza mudah menyebar dari pertanian/perternakan ke pertanian/peternakan lainnya. Cara penularan adalah melalui sekreta burung, debu/tanah yang terkontaminasi, airborne. Dapat juga melalui peralatan manusia yang terkontaminasi (sarana transportasi, sangkar, pakaian, sepatu), melalui kaki atau bagian tubuh hewan lain (rhodent) sebagai mechanical vector namun jarang. Penyebaran dari negara ke negara lain dapat melalui perdagangan unggas internasional dan migrasi burung.Penularan Melalui sekresi, feces, leleran hidung unggas sakit Telur pecah yang terkontaminasi pada inkubator : menulari ayam sehat Pergerakan ayam tertular Peralatan terkontaminasi : rak telur, kendaraan pengangkut makanan, baju, sepatu pekerja Kontak dengan unggas reservoir virus AI alami (burung liar dan waterfowl) Air minum terkontaminasi feces yang mengandung virus AI Penularan dari induk tidak terjadi Satu gram sisa feces mengandung virus HPAI (Highly pathogenic avian influenza) dapat menginfeksi satu juta ungags Masa inkubasi 1-3 hari Masa infeksius pada manusia, 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak bisa sampai 21 hari. Masa inkubasi 1-3 hari Gejala Pada Unggas

Jengger biru Borok di kaki, lumpuh dan keluar lendir dari mulut Kematian mendadak Masa inkubasi 1 minggu Indonesia : 4,7 juta ekor ayam mati (pernah terjadi pada November 2003 Januari 2004)Gejala Pada Manusia Batuk dan nyeri tenggorokan Suhu badan panas diatas 38 C Nyeri otot Infeksi mata Dapat berlanjut menjadi radang paru (pneumonia) , acute respiratory distress, dengan kemungkinan kematian tinggi Pencegahan Cuci tangan sesering mungkin dengan desinfektan (alkohol 70 %) APP (sarung tangan, kacamata, masker, dll) Vaksinasi virus flu manusia bagi yang terpajan dengan tujuan agar tidak terjadi dua infeksi gabungan virus flu manusia dan flu burung dalam satu orang yang memungkinkan timbulnya strain baru virus flu burung yang dapat ditularkan dari manusia ke manusia Mereka yang rentan (anak-anak, orang usia lanjut, penderita penyakit jantung, paru kronis) agar menghindari tempat jangkitan (peternakan unggas, dll) KESIMPULANNew emerging disease adalah penyakit infeksi yang kejadiannya meningkat dua tahun terakhir atau cenderung meningkat di masa yang akan datang. Re-emerging disease adalah suatu penyakit yang sebelumnya telah terkendali namun tiba tiba muncul kembali sehingga menjadi masalah kesehatan yang signifikan. Hal ini juga bisa dikatakan sebagai penyakit yang sebelumnya ada di suatu wilayah geografik namun muncul atau menyebar di suatu wilayah geografis baru. Pemantauan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan fungsi laboratorium klinis dan pathologis, pendekatan secara epidemiologi dan kesehatan masyarakat juga diperlukan dalam deteksi cepat terhadapat emerging dan re-emerging disease ini.DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI 2012-Ditjen PP dan PL; Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya, Edisi 2 5

Mayer, J.D. 2000. Geography, Ecology and Emerging Infectious Disease. Social Science and Medicine R.G. Bengis et al., Rev.sci. tech. Off. Int. Epiz (2004)4