emerging & reemerging disease

38
Emerging Disease dan Re-Emerging Disease Emerging disease adalah penyakit baru, masalah baru dan ancaman baru. Emerging disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir. Re-Emerging Disease adalah salah satu penyakit yang sebelumnya sudah dikontrol, namun muncul kembali menjadi masalah kesehatan yang signifikan. Ini juga mengacu pada penyakit yang awalnya terdapat pada satu area geografi yang sekarang menyebar ke daerah lain. Re-Emerging Infectious Disease dapat terjadi akibat perkembangan resistensi organisme karena obat atau karena vektor dengan pestisida atau insektisida. Faktor yang bertanggung jawab pada Re-Emerging dan Emerging disease adalah : 1. Perencanaan Pembangunan Kota yang tidak semestinya. 2. Ledakan penduduk, kondisi kehidupan yang miskin yang terlalu padat. 3. Industrialisasi dan urbanisasi. 4. Kurangnya pelayanan kesehatan. 5. Meningkatnya perjalanan internasional, globlisasi ( gaya hidup )

Upload: nuii-ishaq

Post on 27-Nov-2015

439 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

k;';

TRANSCRIPT

Page 1: Emerging & Reemerging Disease

Emerging Disease dan Re-Emerging Disease

Emerging disease adalah penyakit baru, masalah baru dan ancaman baru. Emerging

disease termasuk wabah penyakit menular yang tidak diketahui sebelumnya atau penyakit

menular baru yang insidennya meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir.

Re-Emerging Disease adalah salah satu penyakit yang sebelumnya sudah dikontrol,

namun muncul kembali menjadi masalah kesehatan yang signifikan. Ini juga mengacu pada

penyakit yang awalnya terdapat pada satu area geografi yang sekarang menyebar ke daerah lain.

Re-Emerging Infectious Disease dapat terjadi akibat perkembangan resistensi organisme

karena obat atau karena vektor dengan pestisida atau insektisida.

Faktor yang bertanggung jawab pada Re-Emerging dan Emerging disease adalah :

1. Perencanaan Pembangunan Kota yang tidak semestinya.

2. Ledakan penduduk, kondisi kehidupan yang miskin yang terlalu padat.

3. Industrialisasi dan urbanisasi.

4. Kurangnya pelayanan kesehatan.

5. Meningkatnya perjalanan internasional, globlisasi ( gaya hidup )

6. Perubahan prilaku manusia seperti penggunaan pestisida, penggunaan obat antimicrobial

yang bisa menyebabkan resistensi dan penurunan penggunaan vaksin.

7. Meningkatnya kontak dengan binatang.

8. Perubahan lingkungan karena adanya perubahan pola cuaca.

9. Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan adaptasi

10. Hubungan microbial agent dengan hewan perantara (zoonotic encounter)

11. Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu (travel

Page 2: Emerging & Reemerging Disease

diseases)

Ketika manusia terserang suatu penyakit infeksi, cenderung beranggapan bahwa tertular

dari orang lain. Sekitar 132 dari 175 (75%) kuman patogen penyakit infeksi manusia

mempunyai inang perantara organisme lain sebelum menyerang manusia. Keberadaan patogen di

lingkungan merupakan suatu bagian yang integral dengan ekosistem, membentuk jejaring

kompleks antar organisme yang mengatur timbulnya kejadian penyakit, transmisi dan

penyebaran.

Kontrol terhadap penyakit yang dilakukan oleh manusia juga mempengaruhi distribusi

populasi dari spesies tersebut. Manusia memiliki kepandaian yang lebih untuk menghadapi

penyakit. Ini dapat menyebabkan penyebaran penyakit jadi berpindah pada hewan. Selain itu

juga, manusia melakukan kontrol terhadap hewan-hewan yang menjadi vektor dari penyakit.

Tentu saja sebagai hasilnya populasi dari hewan yang menjadi vektor penyakit akan menurun.

Emerging disease adalah suatu penyakit yang meningkat cepat kejadian dan

penyebarannya. Termasuk di dalamnya tipe-tipe infeksi baru yang merupakan akibat dari

perubahan organisme, penyebaran infeksi yang lama ke daerah atau populasi yang baru.

Terjadinya gangguan terhadap ekosistem telah menyebabkan perubahan komposisi ekosistem

dan fungsinya. Perubahan komposisi dan fungsi ekosistem mengakibatkan berubahnya

keseimbangan alam khususnya predator, serta patogen dan vektornya. Beberapa perubahan

ekosistem akibat aktivitas manusia yang mengganggu secara langsung ataupun tidak langsung

terhadap ekosistem antara lain : perkembangan pertanian, manajemen sumberdaya air,

deforestasi atau pertambangan.

Penyebab gangguan ekosistem sangat banyak, termasuk perubahan suhu rata-rata lokal,

perubahan siklus air, perubahan distribusi air akibat irigasi dan pembangunan bendungan,

perubahan akibat pencemaran pupuk dan pestisida, sampai pada perubahan akibat urbanisasi.

Umumnya gangguan ekosistem, kerusakan dan fragmentasi habitat terjadi sebagai akibat dari

konversi habitat alami menjadi lahan pertanian atau peternakan, pemukiman. Hal tersebut

menjadi penyebab utama meningkatnya penyakit infeksi menular pada manusia dewasa ini.

Page 3: Emerging & Reemerging Disease

Beberapa penyebab utama gangguan ekosistem yang menyebabkan ledakan penyakit

infeksi menular pada manusia meliputi : perusakan ekosistem hutan, sistem pengairan,

perkembangan pertanian, urbanisasi dan perubahan iklim.

1. Perusakan ekosistem hutan dan deforestasi

Hutan merupakan habitat asli banyak jenis serangga yang terlibat dalam transmisi

penyakit. Beberapa kelompok serangga yang menjadi vektor utama penyakit menular adalah

nyamuk Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia ; lalat hitam Simulium ; lalat Chrysops dan lalat

tsetse Glossina. Deforestasi menciptakan batas hutan dan interface baru yang memacu

pertumbuhan populasi hewan inang reservoir dan vektor. Secara bersamaan adanya batas hutan

yang baru seringkali menarik perhatian manusia untuk menghuni daerah perbatasan hutan yang

beresiko tinggi.

Kerusakan habitat hutan juga menyebabkan perubahan atau hilangnya vektor yang

sebelumnya menempati habitat tersebut. Ketidakberuntungnya adalah jenis vektor pengganti

ternyata merupakan inang yang lebih disukai oleh patogen dan mempunyai dominansi yang

tinggi terhadap populasi vektor sebelumnya. Deforestasi semacam ini menyebabkan terjadinya

penurunan biodiversitas vektor serangga hutan. Meledaknya penyakit malaria akibat populasi

nyamuk Anopheles yang meningkat, merupakan contoh paling umum akibat deforestasi, seperti

terjadi di negara-negara Asia tenggara dan Amerika Selatan.

Deforestasi juga menyebabkan terjadinya wabah penyakit manusia yang diperantarai oleh

siput. Wabah schistosomiasis terjadi akibat ledakan populasi siput yang menjadi vektor dari

cacing Schistosoma. Meningkatnya populasi satu jenis siput menjadi yang dominan di ekosistem

hutan yang rusak, telah menyebabkan berkurangnya biodiversitas siput dan meningkatnya

penderita schistosomiasis penduduk yang tinggal di sekitar hutan. Contoh wabah schistosomiasis

yang disebarkan oleh siput terjadi Kamerun dan Filipina.

2. Manajemen sumber dan badan air / Irigasi

Sumber air dan badan-badan air yang secara alamiah berupa sungai, rawa dan danau

merupakan habitat dari banyak jenis mahluk hidup yang membentuk ekosistem air tawar seperti

sungai, rawa dan danau. Pembangunan saluran irigasi, waduk dan bendungan telah mengubah

Page 4: Emerging & Reemerging Disease

keseimbangan ekosistem yang menyebabkan terjadinya ledakan penyakit menular. Contoh yang

paling akurat adalah pada tahun 1990 di India terjadi wabah yang dikenal dengan “irrigation

malaria” yang menimpa lebih dari 200 juta penduduk pedesaan di India. Hal ini terjadi akibat

buruknya sistem irigasi yang menyebabkan terjadinya ledakan populasi nyamuk Anopheles

culicifacies yang merupakan vektor utama malaria di India.

Perubahan ekosistem sungai juga telah menyebabkan wabah penyakit schistosomiasis

yang disebarkan oleh vektor siput dan wabah penyakit onchocerciasis yang disebarkan oleh lalat

hitam Simulium, serta wabah malaria yang disebarkan oleh nyamuk Anopheles. Hal tersebut

terjadi karena terjadinya perubahan ekosistem sungai dapat menyebabkan terbentuknya kolam-

kolam still-water yang menjadi tempat breeding yang ideal bagi vektor-vektor serangga tersebut.

Beberapa kasus meledaknya penyakit schistosomiasis akibat kerusakan ekosistem sungai terjadi

di DAS bendungan Diama Senegal dan bendungan Aswan di Mesir.

Perubahan ekosistem bendungan buatan manusia juga menyebabkan terjadinya wabah

schistosomiasis di Bendungan Aswan Mesir dan saluran irigasi sungai Nil di Sudan. Cacing

Schistosoma ternyata dibawa oleh nelayan pendatang, kemudian disebarkan oleh vektor

perantara yaitu siput Bulinus truncatus. Terjadinya kelimpahan populasi fitoplankton telah

menyebabkan ledakan populasi B. truncatus. Selain penyakit schistosomiasis, juga terjadi wabah

filariasis yang disebarkan oleh nyamuk Culex pipiens. Populasi Culex pipiens meledak akibat

terbentuknya water-table pada saluran irigasi yang arusnya tertahan.

3. Perkembangan pertanian

Pertanian dalam arti luas mencakup budidaya tanaman, perikanan dan peternakan. Ternak

dan unggas menjadi hewan reservoir dari banyak patogen penyakit menular manusia.

Perkembangan perikanan dan peternakan memberikan kontribusi pada penyebaran dan

munculnya penyakit menular baru.

Wabah penyakit salmonellosis yang disebabkan bakteri Gram negatif Salmonella

enteridis, terjadi pada daerah yang berdekatan dengan peternakan unggas (ayam). Ledakan S.

enteridis telah menghilangkan jenis Salmonella yang non patogenik pada manusia yaitu S.

gallinarum.

Page 5: Emerging & Reemerging Disease

Wabah penyakit Japanese encephalitis (JE) yang disebabkan oleh virus yang disebarkan

nyamuk Culex sp. banyak terjadi di Cina, Nepal, India, Thailand, Sri Lanka dan Taiwan.

Penyakit JE merupakan endemik daerah pertanian padi, dengan babi sebagai hewan reservoirnya.

Ledakan wabah JE terjadi akibat perkembangan peternakan babi di negara-negara tersebut, yang

menyebabkan virus JE meningkat jumlahnya.

4. Urbanisasi

Manusia modern di banyak negara di dunia melakukan urbanisasi ke kota-kota besar. Hal

itu menyebabkan populasi penduduk kota lebih besar dibandingkan penduduk desa. Makin

meningkatnya laju urbanisasi ke kota membutuhkan pemekaran daerah untuk pemukiman,

sehingga terjadi perubahan ekosistem di daerah suburban. Perubahan daerah suburban telah

menyebabkan ledakan penyakit menular manusia seperti demam berdarah dengue (DBD) yang

disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti, seperti terjadi di Singapura, Rio de Janeiro dan Jakarta.

Pemukiman kumuh akibat urbanisasi merupakan lingkungan dengan sanitasi yang sangat

buruk. Genangan-genangan air banyak ditemukan di pemukiman kumuh dan sanitasi yang buruk

tersebut menjadi tempat berkembang biak yang ideal bagi nyamuk A. aegypti yang menjadi

vektor utama virus DBD.

Selain nyamuk, hewan reservoir yang menjadi vektor penyakit menular manusia yang

hidup di daerah pemukiman kumuh adalah tikus. Tikus menjadi hewan yang mengikuti migrasi

penduduk dari satu tempat ke tempat yang baru. Sanitasi lingkungan yang buruk menambah

peluang populasi tikus untuk meledak sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Penyakit

leptospirosis menjadi wabah yang banyak terjadi di pemukiman kumuh.

5. Perubahan Iklim

Bukti iklim bumi yang meningkat dikarenakan gas greenhouse yang berasal dari aktivitas

manusia telah banyak buktinya, dan dampak dari iklim global telah merobah sistim biologi yang

mengkontrol terjadinya suatu penyakit. Perobahan iklim telah mengganggu ekosistim sehingga

mempengaruhi populasi serta interaksi antara vektor penyakit, inang dan patogen. Ledakan

penyakit kolera telah dihubungkan dengan peningkatan suhu dimana suhu yang lebih panas

tersedianya nutrisi seperti fitoplankton yang merupakan sumber makanan dari copepod yang

Page 6: Emerging & Reemerging Disease

merupakan vektor Vibrio cholerae penyebab penyakit kolera. Perubahan iklim juga

mempengaruhi vektor penyakit seperti dicontohkan pada nyamuk. Nyamuk secara umum

repoduksinya meningkat, dan juga menggigit lebih banyak pada suhu yang lebih panas

6. Biogeografi Penyakit

Penyebaran penyakit tergantung pada faktor-faktor seperti: interaksi antara kesesuaian

abiotik, keterbatasan biotik, dan kemampuan penyebaran yang dicirikan dengan daerah

distribusi. Faktor faktor di atas telah menjadikan perpindahan geografi penyakit menjadi sangat

komplex.

Suatu spesies patogen mungkin memiliki toleransi yang besar terhadap abiotik kondisi

seperti temperatur, curah hujan atau radiasi matahari, namun faktor biotik seperti vektor

menyebabkan penyebarannya terbatas. Kekebalan tubuh juga sangat berperan seperti pada

penyakit Lesmaniasis yang disebabkan oleh Leishmania spp. Disamping itu ras manusia juga

mempengaruhi terjadinya penyakit.

Kemampuan mobility dari patogen membatasi penyebaran pada geografi potensial.

Patogen dan parasit adalah organisme mikroskopik dan sering tidak dilengkapi dengan

kemampun untuk bergerak, dengan demikian diasumsikan kemampuan meyebarnya rendah.

Namun karena mereka berasosiasi dengan inang yang lebih besar (vektor) memungkinkan

kemampuan menyebarnya menjadi sangat besar.

Sudah banyak microbial agent ( virus, bakteri, jamur) yang telah terindikasi menyebabkan

wabah penyakit bagi manunsia dan juga memiliki karakteristik untuk mengubah pola penyakit

tersebut sehingga menyebabkan wabah penyakit yang baru. Seperti yang dirilis dalam National

Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID) yang membagi menjadi 3 kelompok besar,

yaitu :

1. Grup I : Pathogen baru yang diakui dalam 2 dekade terakhir

2. Grup II : Re-emerging pathogen

3. Grup III : Pathogen yang berpontesial sebagai bioterorisme

Page 7: Emerging & Reemerging Disease

Peningkatan dan penguatan di bidang pemantauan kesehatan masyarakat (public health

surveillance) sangat penting dalam deteksi dini dan penatalaksaan emerging dan re-emerging

disease ini. Pemantauan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan fungsi laboratorium klinis

dan pathologis, pendekatan secara epidemiologi dan kesehatan masyarakat juga diperlukan

dalam deteksi cepat terhadapat emerging dan re-emerging disease ini.

WHO telah merekomendasikan kepada setiap negara dengan sebuah sistem peringatan dini

(early warning system) untuk wabah penyakit menular dan sistem surveillance untuk emerging

dan re-emerging disease khususnya untuk wabah penyakit pandemik. Sistem surveillance

merujuk kepada pengumpulan, analisis dan intrepretasi dari hasil data secara sistemik yang akan

digunakan sebagai rencana penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi dalam praktek

kesehatan masyakarat dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan kualitas

kesehatan(Center for Disease Control and Prevention/CDC). Contoh sistem surveillance ini

seperti dalam kasus severe acute respiratory syndrome (SARS), di mana salah satu aktivitas di

bawah ini direkomendasikan untuk harus dilaksanakan yaitu:

1. Komprehensif atau surveillance berbasis hospital (sentinel) untuk setiap individual

dengan gejala acute respiratory ilness ketika masuk dalam rumah sakit.

2. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory

ilness di dalam komunitas.

3. Surveillance terhadap kematian yang tidak dapat dijelaskan karena acute respiratory

ilness di lingkup rumah sakit.

4. Memonitor distribusi penggunaan obat antiviral untuk influenza A , obat antrimicrobial

dan obat lain yang biasa digunakan untuk menangani kasus acute respiratory ilness

Fungsi utama dari sistem surveillance ini adalah :

(1) Menyediakan informasi seperti pemantauan secara efektif terhadap distribusi dan

angka prevalensi, deteksi kejadian luar biasa, pemantauan terhadap intervensi, dan memprediksi

bahaya baru.

Page 8: Emerging & Reemerging Disease

(2) Melakukan tindakan dan intervensi. Sehingga diharapkan munculnya kejadian luar

biasa yang bersifat endemik, epidemik dan pandemik dapat dihindari dan mengurangi dampak

merugikan akibat wabah penyakit tersebut.

Contoh penyakit yang termasuk dalam emerging disease :

Penyakit infeksi yang dapat menular :

1. Human monkeypox

2. Diare infantile

3. Diare yang disebabkan oleh Campylobacter jejuni

4. Diare yang disebabkan oleh cryptosporidium

5. Legionellosis

6. Demam berdarah ebola

7. AIDS

8. Hanta virus

9. Penyakit Creutzfeldt-Jakob

10. Hepetitis E

11. SARS

12. Hepatitis C

13. Kolera

14. H5N1

15. H1N1

Penyakit yang disebabkan oleh agen infeksius namun menyebabkan penyakit yang tidak

menular :

1. HTLV1 (“Human T-Lymphotrophic Virus-1”)

2. HTLV2 (“Human T-Lymphotrophic Virus-2”)

3. Klamidia

4. Hepatitis C

5. Human Herpes Virus 8

Contoh Penyakit Re-Emerging Infeksius Diseases

Page 9: Emerging & Reemerging Disease

1. Malaria

2. Kala-azar

3. Demam dengue

4. Plague

5. Tuberkulosis

6. Gonore

7. Tifoid

8. Disentri

Page 10: Emerging & Reemerging Disease

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Definisi

Demam dengue/DD dan Demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorhagic

Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi

klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia ,ruam,

limfadenopati,trombositopeni,dan diatesis hemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma

yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga

tubuh. Sindrom Renjatan Dengue (Dengue Syok Sindrom) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai dengan renjatan/syok

Etiologi

DD dan DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang mempunyai 4 serotipe yaitu den-1, den-

2, den-3, dan den-4. Virus dengue serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan di Indonesia

dan paling banyak berhubungan dengan kasus berat.

Patogenesis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali

mungkin memberi gejala seperti DD. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada

infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi

berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi

anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks

virus antibodi) yang tinggi.

Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :

1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat dilepaskannya

anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding

pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu

keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5

menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan

terdapat penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah

besar, walupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a Dan

Page 11: Emerging & Reemerging Disease

c5a agaknya perannya dalam proses terjadinya renjatan telah mendahului proses

inaktivasi tersebut. Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan

histamin dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air

seni 24 jam pada pasien DHF.

2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis.

Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem

retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan

agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang

bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang

merangsang koagulasi intravaskular.

3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya

pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan

menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang penghancuran

fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi akan merangsang

sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh

darah.

Page 12: Emerging & Reemerging Disease

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan

ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang

dasarnya sebagai berikut:

1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer

merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.

2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel,

bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel

fogosit mononukleus.

3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah

terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang

terinfeksi.

4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular

coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-mediator oleh sel

fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator

lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas

dinding pembuluh darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala

karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di

tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial

seperti pembesaran kelenjar–kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan

oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD

dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin,

histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan

intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi,

hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai

dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan

berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Page 13: Emerging & Reemerging Disease

Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya

cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik

yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia

jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi

trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan

meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit

menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi

agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem

koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh

aktivitasi sistem koagulasi.

DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada awal DHF

pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit

memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga

perannya akan menonjol.

Gambaran Klinis

1. Masa inkubasi biasanya berkisar antara 4 – 7 hari

2. Demam  tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2 – 7 hari. Panas dapat turun

pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak

turun.

3. Tanda-tanda perdarahan

o Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa uji

Tourniquet (Rumple Leede) positif atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi

perdarahan sebagai berikut: Petekie, Purpura, Ekimosis, Perdarahan konjungtiva,

Epistaksis, Pendarahan gusi, Hematemesis, Melena dan Hematuri. Petekie sering

sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk.

o Untuk membedakannya regangkan kulit, jika hilang maka bukan petekie. Uji

Tourniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai

presumptif test (dugaan keras) oleh karena uji Tourniquet positif pada hari-hari

Page 14: Emerging & Reemerging Disease

pertama demam terdapat pada sebagian besar penderita DBD. Namun uji

Tourniquet positif dapat juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demam

chikungunya), infeksi bakteri (Typhus abdominalis) dan lain-lain. Uji Tourniquet

dinyatakan positif, jika terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1 inci persegi

(2,5×2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa cubiti)

o

4. Pembesaran hati (hepatomegali)

o Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit

o Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit

o Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.

5. Renjatan (syok)

o Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan kaki

o Penderita menjadi gelisah

o Sianosis di sekitar mulut

o Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba

o Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang.

6. Trombositopeni

o Jumlah trombosit 100.000/•l biasanya ditemukan diantara hari ke 3 – 7 sakit

o Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bag. Hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit)

o Peningkatnya nilai hematokrit (Ht) menggambarakan hemokonsentrasi selalu

dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka terjadinya perembesan

plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala.

o Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit.

Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit > 20% (misalnya 35% menjadi

42%: 35/100 x 42 = 7, 35+7=42), mencerminkan peningkatan permeabilitas

kapiler dan perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai

hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan atau perdarahan. Penurunan nilai

hematokrit  >20% setelah pemberian cairan yang adekuat, nilai Ht diasumsikan

sesuai nilai setelah pemberian cairan.

Page 15: Emerging & Reemerging Disease

Gejala klinik lain

o Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD ialah nyeri otot,

anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi, dan kejang

o Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan penurunan

kesadaran sehingga sering di diagnosis sebagai ensefalitis

o Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan

gastrointestinal dan renjatan

Derajat Penyakits

Derajat Penyakit

Kriteria

DBD derajat I

Demam disertai gejala tidak khas, dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji torniquet positif.

DBD derajat II

Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.

DBD derajat III

Terdapat kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( < 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

DBD derajat IV

Syok berat (profound shock): nadi tidak dapat diraba, dan tekanan darah tidak dapat diukur.

Diagnosis

Tersangka Demam Berdarah Dengue 

Dinyatakan Tersangka Demam Berdarah Dengue apabila demam tinggi mendadak, tanpa

sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari disertai manifestasi

perdarahan (sekurang-kurangnya uji Tourniquet positif) dan/atau trombositopenia

(jumlah trombosit 100.000/•l)

Page 16: Emerging & Reemerging Disease

Penderita Demam Berdarah Dengue derajat 1 dan 2

Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan atau dinyatakan sebagai penderita DBD

apabila demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2 – 7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurangkurangnya uji Tourniquet

positif), trombositopenia, dan hemokonsentrasi (diagnosis klinis). atau hasil pemeriksaan

serologis pada Tersangka DBD, menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan HI test atau

terjadi peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid

test (diagnosis laboratoris)

Pencegahan

Penyakit demam berdarah, dapat dicegah dengan melaukan :

Menguras : Menguras tempat penampungan air secara rutin, seperti bak mandi dan

kolam. Sebab bisa mengurangi perkembangbiakan dari nyamuk itu sendiri. Atau

memasukan beberapa ikan kecil kedalam bak mandi atau kolam. Sebab ikan akan

memakan jentik nyamuk.

Menutup : Menutup tempat-tempat penampungan air. Jika setelah melakukan aktivitas

yang berhubungan dengan tempat air sebaiknya anda menutupnya agar nyamuk tidak bisa

meletakan telurnya kedalam tempat penampungan air. Sebab nyamuk demam berdarah

sangat menyukai air yang bening.

Mengubur. Kuburlah barang – barang yang tidak terpakai yang dapat memungkinkan

terjadinya genangan air.

Penatalaksanaan

Penatalaksana demam berdarah dengue (pada anak)

1. Adakah tanda kedaruratan, yaitu tanda syok (gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan

kaki dingin, kulit lembab), muntah terus-menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah

darah, tinja darah, maka pasien perlu dirawat / dirujuk.

2. Apabila tidak dijumpai tanda kedaruratan, periksa uji Tourniquet dan hitung trombosit

Page 17: Emerging & Reemerging Disease

o Bila uji Tourniquet positif dan jumlah trombosit 100.000/•l, penderita dirawat /

dirujuk.

o Bila uji Tourniquet negatif dengan trombosit > 100.000/•l atau normal, pasien

boleh pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun.

3. Pasien dianjurkan minum banyak, seperti: air teh, susu, sirup, oralit, jus buah dan lain-

lain.

4. Berikan obat antipiretik golongan parasetamol jangan golongan salisilat.

5. Apabila selama di rumah demam tidak turun pada hari sakit ketiga, evaluasi tanda klinis

adakah tanda-tanda syok, yaitu anak menjadi gelisah, ujung kaki / tangan dingin, sakit

perut, tinja hitam, kencing berkurang; bila perlu periksa Hb, Ht dan trombosit.

6. Apabila terdapat tanda syok atau terdapat peningkatan Ht dan / atau penurunan trombosit,

segera rujuk ke rumah sakit.

Penatalaksanaan demam berdarah dengue (pada dewasa)

Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dan trombosit dalam batas

nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol dalam waktu 24 jam

berikutnya

Bila keadaan pasien memburuk agar segera kembali ke puskesmas atau fasilitas

kesehatan lainnya.

Sedangkan pada kasus yang meragukan indikasi rawatnya, maka untuk sementara pasien

tetap diobservasi dengan anjuran minum yang banyak, serta diberikan infus ringer laktat

sebanyak 500cc dalam 4 jam. Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang Hb, Ht dan

trombosit.

Pasien dirujuk ke rumah sakit apabila didapatkan hasil sebagai berikut.

Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit < 100.000/•l atau

Hb, Ht yang meningkat dengan jumlah trombosit < 150.000/•l trombosit dalam batas

normal atau menurun.

Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila normal maka

diulang tiap`hari sampai suhu turun.

Page 18: Emerging & Reemerging Disease

Komplikasi DBD

Pada DD tidak terdapat komplikasi berat namun anak dapat mengeluh lemah / lelah

(fatigue) saat fase pemulihan.

Penyebab kematian pada deman berdarah dengue:

Syok berkepanjangan (Prolonged shock)

Kelebihan cairan

Perdarahan masif

Manifestasi yang jarang :

Ensefalopati dengue

Gagal ginjal akut

Ensefalopati DBD

Diduga akibat disfungsi hati, udem otak,

perdarahan kapiler serebral

atau kelainan metabolik

Ditandai dengan kesadaran menurun dengan atau tanpa kejang, baik pada DBD dengan

atau tanpa syok

Ketepatan diagnosis

Bila ada syok, harus diatasi dulu

Pungsi lumbal setelah syok teratasi, hati-hati trombosit < 50000/ul

Page 19: Emerging & Reemerging Disease

Virus Influenza Tipe A (H1N1)

Definisi

Flu H1N1 merupakan infeksi pernapasan yang disebabkan oleh virus influenza yang ditemukan

pada tahun 2009. Pada awalnya influenza ditemukan pada tahun 1918 dan saat diteliti ternyata

H1N1 merupakan serangkain hasil mutasi dari virus yang terdiri dari 2 antigen utama virus yaitu

hemagluttinin tipe 1 dan neuramidase tipe 1.Badan Kesehatan Dunia, WHO membenarkan

bahwa setidaknya sejumlah kasus adalah versi H1N1 influenza tipe A yang tidak pernah ada

sebelumnya.

Etiologi dan Faktor Resiko

H1N1 adalah virus yang menyebabkan flu musiman pada manusia secara rutin. Namun versi

paling baru H1N1 ini berbeda. Virus ini memuat materi genetik yang khas ditemukan dalam

virus yang menulari manusia, unggas dan babi. Virus flu memiliki kemampuan bertukar

komponen genetik satu sama lain, dan besar kemungkinan versi baru H1N1 merupakan hasil

perpaduan dari berbagai versi virus yang berbeda yang terjadi di satu binatang sumber.

Virus influenza telah menunjukkan variasi dalam sifat antigenik ditandai selama

bertahun-tahun, kebanyakan terjadi pada protein HA dan NA. 

Page 20: Emerging & Reemerging Disease

Host (Penjamu) dari penyakit flu babi adalah manusia, babi, ataupun hewan lainnya. Sub

tipe H1N1 mempunyai kesanggupan menulari antara spesies terutama babi, bebek, kalkun dan

manusia.

Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan penularan flu babi antara lain lingkungan

fisik seperti musim. Penyakit ini cenderung mewabah di musim semi dan musim dingin tetapi

siklusnya adalah sepanjang tahun. Ada banyak jenis flu babi dan seperti flu pada manusia

penyakit ini secara konstan berubah.

Penularan Virus

Penyebaran virus influensa dari babi ke babi dapat melalui kontak moncong babi, melalui

udara atau droplet. Faktor cuaca dan stres akan mempercepat penularan. Virus tidak akan tahan

lama di udara terbuka. Penyakit bisa saja bertahan lama pada babi breeder atau babi anakan.

Kekebalan maternal dapat terlihat sampai 4 bulan tetapi mungkin tidak dapat mencegah infeksi,

kekebalan tersebut dapat menghalangi timbulnya kekebalan aktif.  Transmisi inter spesies dapat

terjadi, sub tipe H1N1 mempunyai kesanggupan menulari antara spesies terutama babi, bebek,

kalkun dan manusia, demikian juga sub tipe H3N2 yang merupakan sub tipe lain dari influenza

A. H1N1, H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe virus influenza yang umum ditemukan pada

babi yang mewabah di Amerika Utara, tetapi pernah juga sub tipe H4N6 diisolasi dari babi yang

terkena pneumonia di Canada.

Rute utama penularan adalah melalui kontak langsung antara hewan yang terinfeksi dan

tidak terinfeksi Ini kontak dekat sangat umum selama transportasi hewan. Pertanian intensif juga

dapat meningkatkan resiko penularan, karena babi yang dibesarkan dalam jarak yang sangat

dekat satu sama lain. Para transfer langsung dari virus mungkin terjadi baik oleh babi menyentuh

hidung, atau melalui lendir kering. Transmisi udara melalui aerosol yang dihasilkan oleh babi

Page 21: Emerging & Reemerging Disease

batuk atau bersin juga merupakan sarana penting infeksi. Virus ini biasanya menyebar dengan

cepat melalui kawanan, menginfeksi semua babi hanya dalam beberapa hari.

Manusia dapat terkena penyakit influenza secara klinis dan menularkannya pada babi.

Kasus infeksi sudah dilaporkan pada pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika. Beberapa

kasus infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal manusia. Penyakit pada manusia

umumnya terjadi pada kondisi musim dingin. Transmisi kepada babi yang dikandangkan atau

hampir diruangan terbuka dapat melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa

wabah penyakit di Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark, Jepang, Italia dan

kemungkinan Inggris telah dilaporkan. Kasus zoonosis yang dilaporkan menimpa wanita umur

32 tahun, pada bulan September 1988, orang tersebut dirawat di rumah sakit akibat pnemonia

dan akhirnya meninggal 8 hari kemudian. Dari hasil pemeriksaan ditemukan virus influensa

patogen yang secara antigenik berhubungan dengan virus influenza babi. Setelah diselidiki

ternyata pasien tersebut 4 hari sebelum sakit mengunjungi pameran babi. Sementara itu, hasil

pengujian HI pada orang yang datang pada pameran babi tersebut menunjukkan sebanyak 19

orang dari 25 orang (76%) mempunyai titer antibodi ≥20 terhadap flu babi. Walaupun disini

tidak terjadi wabah penyakit, namun terdapat petunjuk adanya penularan virus

Page 22: Emerging & Reemerging Disease

Manifestasi Klinis

Masa inkubasi virus H1N1 3 sampai 5 hari meski ada pula yang menyebutkan 2-3

hari. Gejala klinis yang tampak, antara lain suhu tubuh mencapai 41 derajat celcius sampai 41,5

derajat celcius, gangguan pernafasan berupa batuk, bersin, susah bernafas, radang hidung, leleran

hidung berlebih dan pneumonia. Babi tertular biasanya malas bergerak, saling bertumpuk,

demam (sampai 41,5oC), rhinitis, leleran hidung, bersin, radang selaput mata (konjungtivitis) dan

kehilangan berat badan, batuk hebat sampai punggung membusur, frekuensi nafas tinggi, sudah

bernafas, dan pernafasan abdominal. Beberapa berkembang menjadi bronkopenumonia dan

akhirnya mati. Tingkat kefatalan kasus kurang dari 1% .

Masa laten virus H1N1 adalah 3-5 hari. Periode Infeksi pasien positif flu babi adalah

sehari sebelum munculnya gejala sampai dengan 7 hari setelah muncul gejala.

Pencegahan

Terdiri dari 3 tahap yaitu :

1. Pencegahan primer

a. promosi kesehatan

b. kerjasama dengan instansi terkait seperti peternakan dan lain sebagainya

c. menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat)

d. heat detector untuk memeriksa panas tubuh turis asing yang kemungkinan tertular

flu babi.

2. Pencegahan sekunder

a. Early diagnosis : dilakukan pada fase presimptomatis

b. Prompt treatment : ada 2 obat yang direkomendasikan

i. Zanamivir

ii. Oseltamivir

c. Obat diminum kurang dari 36-48 jam sesudah serangan flu babi

3. Pencegahan tersier

a. Disability limitation : obat diberikan dengan adekuat

b. Rehabilitasi pada pasien untuk mencoba kembali ke masyarakat agar mau

menerima keberadaannya dan tidak dikucilkan

Page 23: Emerging & Reemerging Disease

Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan spesifik untuk penyakit influenza. Hanya saja pengobatan dengan

antibiotika seperti dengan penisilin, sulfadimidin atau mungkin antibiotik yang berspektrum luas

dapat menghadang infeksi bakteri dalam mencegah infeksi sekunder. Pemerintah Amerika

mengatakan dua obat yang biasa digunakan untuk mengobati flu, Tamiflu dan Relenza,

tampaknya efektif dalam mengatasi kasus-kasus yang terjadi sejauh ini. Belum jelas keefektifan

vaksin flu yang kini ada dalam melindungi manusia dari virus baru ini, karena secara genetik

berbeda dengan jenis flu lain. Ilmuwan Amerika telah mengembangkan satu vaksin baru, namun

diperlukan waktu untuk menyempurnakannya dan juga memproduksi dalam jumlah yang cukup

untuk memenuhi permintaan.

Perlakuan dapat menekan gejala klinis batuk dan anoreksia. Penyembuhan dilakukan

secara simptomatis dan pengobatan dengan antimikrobial untuk mencegah terjadinya infeksi

sekunder. Babi harus dipelihara dalam keadaan sanitasi yang baik, kondisi kandang yang

memadai dan eradikasi cacing askaris dan cacing paru-paru. Desinfektan dapat digunakan untuk

melindungi hewan dari serangan kutu. Pada kasus-kasus penyakit yang dilakukan eradikasi, juga

harus dilaksanakan pengurangan populasi dan restocking.

Page 24: Emerging & Reemerging Disease

KESIMPULAN

Populasi, masyarakat dan lingkungan selalu secara konstan berubah. Ketika sebuah

keseimbangan terganggu akibat dari dinamika masyarakat dan lingkungan ini, maka kehidupan

akan mengalami goncangan. Manakala muncul tekanan pada keseimbangan maka komponen-

komponen dari keseimbangan itu akan terganggu. Maka, ketika terjadi perubahan dalam

penggunaan lahan, peningkatan populasi dan tekanan-tekanan lainnya yang merusak

keseimbangan tersebut, guncangan mengejawantah dalam bentuk kemunculan penyakit. Karena

kemunculan penyakit mempengaruhi ekologi dan biogeografi dari spesies-spesies yangada di

muka bumi, mengenali penyebab kemunculan penyakit dan penyebarannya menjadi pengetahuan

yang sangat berharga. Telah kita pahami bahwa kemunculan penyakit dan penyebarannya

tergantung dari begitu banyak faktor. Faktor-faktor ekonomi dan sosial serta faktor yang bersifat

biologis dan ekosistem saling terintegrasi satu sama lain.

Meramalkan bagaimana aktivitas manusia yang merusak ekosistim dan berakibat hilangnya

biodiversity serta implikasinya terhadap penyebaran penyakit infeksi pada manusia merupakan

tantangan bagi manusia. Untuk mengerti bagaimana interaksi antara patogen, inang (host) dan

vektor pada suatu sistim alami adalah sangat sulit. Untuk beberapa penyakit seperti malaria,

schistosomiasis dan penyakit Lyme, pengaruh perubahan ekologi akibat manusia telah diketahui

hubungannya, namun bagi banyak penyakit informasi ini sangatlah sedikit. Disamping banyak

ketidak jelasan, terdapat suatu pola yang jelas berupa peningkatan penyakit yang terbawa vektor

merupakan dampak karena adanya deforestasi, perkembangan pertanian, pembangunan

bendungan, urbanisasi dan pemanasan iklim.

Penyakit disebabkan oleh patogen seperti virus, bakteri, fungi, protozoa, dan avertebrata yang

menginvasi tubuh suatu individu dan mengakibatkan sakit. Proses suatu penyakit adalah

dynamik dan komplex yang melibatkan ruang (mikroskopik seperti sel sampai benua), time

(menit sampai berabad-abad) dan hasil interaksi biotik (patogen, reservoir, dan vektor); faktor-

faktor ini menyebabkan ekologi dan dinamik distribusi dari masing-masing penyakit menjadi

berbeda. Secara umum faktor A (abiotik), B (biotik) dan M (mobility dari penyakit) menentukan

distribusi geografi penyakit, dan kesesuain biogeografi daerah tertentu serta interaksi faktor-

faktor ini memungkinkan munculnya suatu penyakit baru.

Page 25: Emerging & Reemerging Disease

DAFTAR PUSTAKA

Lago,E., G. Ritt, A. Góes-Neto, A. L.F. Schriefer, L. W. Riley & E. M. Carvalho. 2009.

Geographic Clustering of Leishmaniasis in Northeastern Brazil. Emerging Infectious Diseases

http://www.cdc.gov/eid • Vol. 15, No. 6, June 2009.May, R. M. 1988. Conservation and Disease.

Conservation Biology Vol. 2 no. 1.

Mayer, J. D. 2000. Geography, Ecology and Emerging Infectious Diseases. Social Science and

Medicine ?

Molyneux, D.H., R.S. Ostfelt, A. Bernstein & E. Chivian. 2008. Ecosystem disturbance,

biodiversity loss, and human infection diseases. Dalam: Chivian, E & A. Bernstein (eds.).

2008. Sustaining Life: How human health depends on biodiversity. Oxford Univ. Press.

Paterson, A.T. 2008. Biogeography of diseases: a framework for analyis.

http://specify5.specifysoftware.org/Informatics/bios/biostownpeterson/P_N_2008. pdf?

q=Informatics/bios/biostownpeterson/P_N_2008.pdf. 9 hlm.

Schriefer A., L. H. Guimarães, P. R.L. Machado, M. Lessa, H.A. Lessa,

Tishkoff, S.A & K.K Kidds. 2004. Implication of biogeography and human population for

“race” and medicine. Natural Genetic Supplement 36(11): 21 – 27.

Syafriati,Tatty. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis : Mengenal Penyakit Influensa

Babi. Balai Penelitian Veteriner, Jl. RE Martadinata 30, PO Box 151, Bogor. 16114. (Serial on

the Internet). Date: Availbale From :http://klikbatam.com/index.php/tips-healthy/1287-sekilas-

mengenal-flu-babi

Situs Resmi Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat (serial on the Internet). Date : 28 Oktober

2010. Available From : http://disnak.sumbarprov.go.id/index.php?disnak=berita&j=1&id=178

Solo Pos. WHO : Hampir 100.000 Kasus Flu Babi Terjadi Di Dunia. Date : 15 Juli 2009

Available From : http://www.solopos.com/2009/channel/internasional/who-hampir-100000-

kasus-flu-babi-terjadi-di-dunia-1586

Page 26: Emerging & Reemerging Disease

Wikipedia. 2009 Flu Pandemic. Date : Available

From :http://en.wikipedia.org/wiki/2009_flu_pandemic#Epidemiology

Swine Flu Case by Case. 2010. Available From :https://spreadsheets.google.com/pub?

key=rFUwm_vmW6WWBA5bXNNN6ug

Seputar Indonesia. 15 Provinsi Terjangkit Flu Babi. 2009. (serial on the Internet) Date : 27 Juli

2009. Available From: http://www.civas.net/id/content/15-provinsi-terjangkit-flu-babi

Abdi Susanto. Flu Babi : Segala sesuatu yang perlu anda tahu. Jakarta : Grasindo

Dinas Peternakan Gunung Kidul. Mengenal Penyakit Flu Babi. Date : 24 Mei 2011 Available

From : http://peternakan.gunungkidulkab.go.id/berita-145-mengenal-penyakit-flu-babi.html

9.J.B Suharjo B. Cahyono. Flu Babi-Flu Burung.  2009. Yogyakarta: Kanisius.Hal 50