ending nervus abdusen
TRANSCRIPT
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
1/35
2.1 Nervus
abdusenA. ANATOMI DAN FISIOLOGI nervus abdusen
Nukleus N.VI
Nukleus N.VI terdiri dari sekumpulan motor neuron khusus yang terletak didasar ven IV, dibawah kolikus fasialis di tegmentum paramedian kaudral pons.
Fasikulus N. fasialis melingkar puncak nukleus N.VI dan membentuk genu N.fasialisdan fasikulus longitudinal medial berjalan di sisi medialnya. Nukleus N.VI terdiri dari
motor neuron dan interneuron yang memproyeksikan jaras ke subnukleus rektus
medial kontralateral, guna gerakan konjugasi. Oleh karena itu kerusakan di tingkatNukleus N.VI selalu mengakibatkan Gaze palsy dan bukan abducen palsy. Keadaan
patologis di pons seperti infark, glioma, tumor serebelum dan syndroma Wernicke
Korsakof (alkholic encephalopati) dapat menyebabkan kelainan di tingkat ini.
Fasikulus
Fasikulus N.VI melewati aspek ventromedial nukleus dan berjalan ke arah
ventrolateral keluar batang otak pada pertemuan pontomeduler tepat di lateraltonjolan piramidal. Suatu parese N VI terisolasi dapat terjadi karena lesi di fasikulus
ini, tetapi lesi lebih sering terjadi bersamaan dengan gejala neurologi lain karenaterlibatnya struktur sekitarnya. Jika kerusakan fasikulus terjadi di dorasal pons, akan
terjadi sindroma Foville. Jika terjadi kerusakan fasikulus di ventral pons, yang terjadi
adalah sindroma Millard-Gubler. Hampir semua sindroma ini terjadi karena penyakit
vaskuler batang otak pada orang tua. Tumor dan penyakit demyelinisasi kadangkadangjuga dapat mengakibatkan kelainan di fasikulus ini.
Saraf tepi N.VI (Segmen basalis/subarakhnoid)Setelah melewati batang otak, N.VI berjalan ke atas sepanjang klivus, lewat
di antara pons dan arteri serebeli anterior inferior sebelum menembus durameter. Didalam sisterna basalis prepontin saraf ini sering tertekan oleh tumor basiler seperti
tumor cerebropontine angle (akustik neurinoma), dan karsinoma nasofaring, kadangkadangoleh chordoma basiler. Tempat asal tumor tersering adalah klivus di antara
kedua N.VI, sehingga parese N.VI sering merupakan gejala utama. Peningkatantekanan intrakranial (tumor atau pseudotumor) dapat juga menyebabkan parese
N.VI karena terjadi penekanan batang otak ke bawah yang meregang segmensubarakhnoid N.VI antara titik keluar dari batang otak danperlengketan duraklivus,
ini biasanya bersamaan dengan nyeri kepala dan papil edem.
Saraf tepi N.VI (Segmen Petrosus)
N.VI melewati durameter ke klivus di bawah prosesus posterior, 1 cm di bawahpuncak tulang petrosus. Kemudian melalui sinus inferior melewati bagian bawah
ligamen petrolinoid (Dorello canal). Pada tempat ini N.VI sering terganggu olehtrauma dengan fraktur os. Temporal. Petrositis atau trombosis sinus petrosus inferior
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
2/35
sepsis dapat menyebabkan nyeri fasial dengan parese N.VI (sindroma Gardenigo)
Saraf teopi N.VI (segmen sinus kavernosus dan orbita)
Di sinus kavernosus, N VI berjalan ke depan bersama dengan N.III, N.IVmenuju ke orbita melewati fisura orbitalis superior. Saraf III dan IV relatif terlindungi
di dalam dinding kavernosus, N.VI berjalan di tengah-tengah sinus sehingga pekaterhadap kerusakan di sinus. N.VI bergabung sebentar dengan cabang simpatis dari
pleksus parakotis kemudian bergabung dengan cabang dari V V 1 yang menuju kedilator iris.
B. KELAINAN NERVUS VIWalauoun fungsi saraf otak ke VI ini tampak sederhana, hanya mengurus 1
otot ekstrakuler ipsilateral, namun struktur yang unik dari N.VI dan hubungannyadengan struktur sekitarnya, berbagai kelainan/anomali dapat terjadi
Kelainan Kongenital
Kelainan konginetal N.VI yang tersering adalah sindroma Mobius dan sindroma
Duane retraction
Syndroma Mobius
Berupa suatu diplegi fasialis bersamaan dengan kelainan gaza horizontal, dan pareseabduksi. Gaze horizontal biasanya absen total. Kelainan ini sering ditemukan
bersamaan dengan kelainan neurologis dan m uskoluskletal lain (club foot,abnormalitis M. pectoralis, malformasi bronkus). Diduga etiologi syndroma ini adalah
gangguan perkembangan N.VI, infeksi atau hipoksia intrauterin atau trauma
Duanes Retraction Syndrome
Selalu ditandai dengan keterbatasan gerakan abduksi yang selalu disertai dengan
penyempitan dan retraksi bola mata saat abduksi mata. Kelainan ini disebabkan olehhipo/aplasia dari Nukleus N.VI dan inervasi M.rektus lateral oleh vabang N.III.Kelainan bilateral ditemukan pada 20% pasien. Sebagian besar pasien adalah wanita
dengan mata kiri lebih sering dibanding kanan. Terdapat 3 jenis Duane Retraction
Syndrome yaitu: tipe I abduksi abnormal dengan adduksi normal, tipe II abduksirelatif normal tetapi adduksi terbatas; tipe III baik abduksi maupun adduksi
abnormal. 50% pasien ditemukan kelainan kongenital neurologi dan dkletal lain.
Kelainan didapat
Terdapat 5 tempat yang potensial terjadi lesi pada N.VI yaitu lesi tingkat nukleusatau fasikulus, lesi tingkat subarakhnoid/basiler, lesi tingkat puncak petrosus, lesi
tingkat sinus kavernosus dan orbita.
Lesi tingkat Nukleus dan Fasikulus
Lesi pada tingkat ini menyebabkan kelainan horizontal gaze ipsilateral, seringbersamaan dengan parese fasialis perifer sebagian bagian dari gejala klinis. Lesi
sering bersamaan dengan kelainan intraparenkimal batang ota seperti neoplasma,infeksi, kompresi inflamasi. Sebagai tambahan lesi metabolit Wernicke Korsakoff
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
3/35
sindroma sering juga melibatkan nukleus N.VI, MS adalah penyebab lainnya yangsering melibatkan N.VI tingkat nukleus
Sindroma Foville adalah suatu sindroma yang ditandai dengan defisit gerakanabduksi, horizontal gaze dankelemahan fasialis, kehilangan pengecapan, analgesia
fasialis, horner sindroma, ketuliaan ipsilateral. Sindroma Raymond adalah suatukombinasi parese N.VI dengan hemiplegi kontralateral, sebagai akibat keterlibatan
traktus piramidalis yang berdekatan dengan N.VI. Sindroma Millard-Gubler adalahkombinasi defisit abduksi hemiplegi kontralateral, parese fasialis ipsilateral. Strukturyang dikenal adalah fasikulus N.VI, piramidalis dan fasikulus N.VI.
Lesi Tingkat Basiler/subarakhnoid
Pada kelainan di meningeal basilis seperti infeksi TBC, jamur, bakteri, meningitiskarsinomatos atau invasi langsung tumor dari sinus, fosa posterior, nasofaring, sifilis
meningovaskuler, sarkoidosis, Guillain-Barre Syndrome dan herpes zoster. Dilatasianeurisma, ektasia A. basilaris dapat menyebabkan kelainan otak multiple.
Peningkatan tekanan intrakranial oleh sebab apa saja dapat mengganggu N.VItingkat ini. Patologis yang sama terjadi pada traksi servikal, trauma, manipulasi
neurosurgery dan lumbal punksi.
Lesi Tingkat Petrosus
Ada 4 penyebab utama kerusakan di puncak os.petrosus1. Mastoiditis atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan peradangan difus
os.petrosus dan trombosis sinus petrosus. Gejala klinis berupa nyeri telinganyang hebat dengan kombinasi parese N.VI, VII, VIII dan kadang V. Sindroma
ini dikenal dengan sindroma Gradenigo2. Trombosis sinus lateralis oleh karena mastoiditis menyebabkan peningkatan
intrakranial yang hebat akibat gangguan drainase vena serebral. Parese N.VIdapat akibat langsung maupun tidak langsung
3. Karsinoma Nasofaring atau tumor sinus paranasal, metastase dapatmenginfiltrasi fisura-fisura di basis kranil dengan parese N.VI yang tidak
nyeri. Bila disertai hilangnya sekresi air mata dengan/ tanpa kelainan NV2
harus diduga proses di sphenopalatina4. Parese N.VI Transient Benigna dapat terjadi menyusul infeksi pada anak.Gejala biasanya membaik setelah beberapa minggu.
Lesi tingkat Sinus Kavernosus
Lesi tingkat ini sering disebabkan oleh lesi vaskuler seperti fistula karotico
kavernosus, dural shunt, aneurisma intrakavernosa, iskhemik, inflamasiinfeksius/noninfeksius, neoroplasma dapat melibatkan N.VI bersamaan saraf otak
lain. Kombinasi disfungsi okulosimpatetik dan defisit abduksi ipsilateral selalumenunjukkan lesi sinus kavernosus
Trombosis sinus kavernosus komplikasi sepsis dari infeksi kulit wajah atas dan sinusparanasal. Klinis biasanya sering fatal. Parese N.VI diikuti nyeri hebat, eksoptalmus
dan edema palpebra yang kemudian menjalar ke mata sebelahnya lagi.
Anuerisma intrakavernosa A.Karotis sering terjadi pada wanita usia lanjutdengan hipertensi. Bila dilatasi terjadi di segmen depan dari pinggir sinus dapatmenyebabkan edema palpebra, eksopthalmus, kebutaan dan lesi N.III dengan nyeri
yang hebat. Bila lesi diposterior sinus akan terjadi iritasi N.VI dengan rasa nyeri dan parese
N.VI. Bila ruptur aneurisma ke dalam sinus akan terjadi eksopthalmus pulsatif yang
unilateral. Ini disebut Fistula Karotico kavernosa. Dapat juga terjadi pada frkatur basis
kranii yang merobek karotis ditingkat sinus kavernosa. Hipertensi, Diabetes Melitus, Giant
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
4/35
Cell Arteritis, migren dapat menyebabkan parese N.VI dengan lokalisasi yang tidak jelas,
diduga kelainan di tingkat subarakhnoid atau sinus kavernosus.
Lesi di Fisura Orbitalis Superior dan OrbitaLesi N.VI di orbita yang terisolasi sangat jarang terjadi. Telah dilaporkan
paralysis N.VI orbita setelah anestesi dental. Parese N.VI bersama N.III, IV, V1difisura orbitalis superior dapat disebabkan oleh infiltrasi karsinoma nasofaring,
tumor benigna di orbita dengan visual loss, proptosis, diplopia yang kronik progresif.Lesi di fisura orbitalis superior atau intrakranial tepat belakang fisura jarang
menyebabkan kelumpuhan saraf tanpa atau dengan proptosis ringan. Lesi di orbitacenderung menyebabkan proptosis sebagai gejala utama.
C. PENALATAKSANAANPenatalaksanaan parese N.VI tergantung pada etiologi, penanganan parese
N.VI terisolasi berbeda dengan parese N.VI non isolasi (bersamaan dengan gejalaneurologis lain)
Parese N.VI terisolasi
Penatalaksanaan kasus parese N.VI yang terisolasi (isolated) adalah sebagai
berikut:1. Bila pasen 40 tahun, kemungkinan milroinfark vaskuler harusdipikirkan. Biasanya pasien mengeluh nyeri periokuler atau retrobulber
selama 5-7 hari sebelum terjadinya parese. Pemeriksaan ke arah hipertensidan DM adalah penting. Pasien berusia > 55 tahun, BSE perlu dilakukan
untuk mencari kemungkinan Giant Cell Arteitis (12%). Bila terdapat riwayatkarsinoma (mamae atau prostat) pemeriksaan neuroimaging harus dilakukan
4. Parese N.VI akut dengan nyeri fasial dan retroaurikuler pada semua umur
harus di CT Scan os. Petrosus dan mastoid untuk melihat kemungkinantumor/inflamasi dipuncak petrosus
5. Parese N.VI bilateral pada anak maupun dewasa harus dianggap sebagai
peninggian intrakranial sampai dibuktikan tidak. Begitu juga dengan kasustrauma
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
5/35
Parese N.VI non isolasi
Parese N.VI bersamaan dengan saraf kranial lain, atau dengan gejalaneurologi lain perlu dilakukan CT Scan/MRI. Lesi di ruang subarakhnoid
membutuhkan pemeriksaan likwor
2.2 Anatomi dan Fisiologi Otot Penggerak Bola Mata
Otot-otot penggerak bola mata (otot ekstraokular) terdiri atas 6 otot yaitu 4 otot
muskulus rektus dan 2 obliquus.
1. Otot-otot rektus
Keempat otot rektus mempunyai origo pada anulus Zinn yang mengelilingi nervus
optikus di apeks posterior orbita. Mereka dinamakan sesuai insersionya ke dalam sklera
yaitu:
a. Rektus medial.
Rektus medial mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dua saraf optik
yang sering memberikan rasa sakit pada pergerakkan mata bila terdapat neuritisretrobulbar dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius merupakan otot
mata yang paling tebal dengan tendon terpendek.
Otot ini menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).
b. Rektus lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen
optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N.VI dengan pekerjaan menggerakkan mata
terutama abduksi.
c. Rektus inferior
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
6/35
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior dan
bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan
dengan oblik inferior diikat leh ligamen Lockwood.
Rektus inferior dipersarafi oleh N.III. Fungsi menggerakkan mata :
- depresi (gerak primer)
- eksoklotorsi (gerak sekunder)
- aduksi (gerak sekunder)
d. Rektus superior mata
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior
beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan
bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang
limbus dan dipersarafi cabang superior N.III.
Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral:
- aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral
- insiklotorsi
2. Otot-otot obliquus
Kedua otot ini terutama berfungsi untuk mengendalikan gerak torsional dan
sedikit mengatur gerak bola mata keatas dan kebawah.
a. Obliquus superior
Muskulus obliquus superior adalah otot mata terpanjang dan tertipis. Origonya
terletak diatas dan medial foramen opticum dan menutupi sebagian origo muskulus
levator palpebrae superioris dan berinsersi pada sklera di bagian temporal belakang
bola mata. Obliquus superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang keluar
dari bagian dorsal susunan saraf pusat.
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
7/35
Otot ini mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan
kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan searah atau mata melihat
ke arah nasal. Otot ini berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi (primer)
terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.
Otot oblik superior merupakan otot penggerak mata yang terpanjang dan tertipis.
b. Obliquus inferior
Obliquus inferior mempunyai origo pada fosa lakrimal tulang lakrimal dan
berinsersi pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf
okulomotor dan bekerja untuk menggerakkan bola mata ke atas, abduksi dan
eksiklotorsi
Gambar 1. Otot-otot ekstraokular
Fasia
Semua otot ekstraokular dibungkus oleh fasia. Didekat titik-titik insersio otot-otot ini,
fasia bergabung dengan otot tenon. Kondensasi fasia dengan struktur orbita didekatnya (ligamen
check) berperan sebagai origo fungsional otot-oto- eksatraokular.
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
8/35
Tabel 1. Fungsi otot mata
Otot Kerja Primer Kerja Sekunder
Muskulus rektus lateralis (LR) Abduksi -
Muskulus rektus medialis Aduksi -
Muskulus rektus superior (SR) Elevasi Aduksi, intorsiMuskulus rektus inferior (IR) Depresi Aduksi,ekstorsi
Muskulus oblikus superior Intorsi Depresi, abduksi
Muskulus oblikus inferior (IO) Ekstorsi Elevasi, abduksi
Tabel 2. Otot-otot pasangan searah dalam posisi menatap
Jurusan penglihatan cardinal Mata kanan Mata kiri
1. Ke atas kanan
2. Ke kanan
3. Ke kanan bawah
4. Ke bawah kiri
5. Ke kiri
6. Ke atas kiri
m. rektus superior
m. rektus lateralis
m. rektus inferior
m. obliqus superior
m. rektus medialis
m. obliqus inferior
m. obliqus inferior
m. rektus medialis
m. obliqus superior
m. rektus inferior
m. rektus lateralis
m. rektus superior
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
9/35
Gambar 2. Otot-otot pasangan searah dalam posisi menatap
Persarafan
Nervus okulomotorius (N.III) mempersarafi muskulus rektus medialias, rektus inferior,
rektus superior dan obliquus inferior. Nervus abducens (N.VI) mempersarafi muskulus rektus
lateralis. Nervus troklearis (N.IV) mempersarafi muskulus obliquus superior.
Gambar 3. Persarafan otot mata
Fisiologi
Fungsi Otot Penggerak Bola Mata
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
10/35
Normalnya mata mempunyai penglihatan binokuler yaitu setiap saat terbentuk bayangan
tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua mata sehingga terjadi fusi dipusat
penglihatan. Hal tersebut dapat terjadi karena dipertahankan oleh otot penggerak bola mata agar
selalu bergerak secara teratur, gerakan otot yang satu akan mendapatkan keseimbangan gerak
dari otot yang lainnya sehingga bayangan benda yang jadi perhatian selalu jatuh tepat dikedua
fovea sentralis. Syarat terjadi penglihatan binokuler normal :
1. Tajam penglihatan pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya tidak
terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.
2. Otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sama dengan baik,
yakni dapat menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua sumbu penglihatan
menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.
3. Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang datang dari
kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.
Fungsi penglihatan pada bayi yang baru lahir belum normal, visus hanya dapat
membedakan terang dan gelap saja. Visus ikut berkembang dengan perkembangan umur. Pada
usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang pesat mulai saat kelahiran sampai
tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali refraksi / kekeruhan media / kelainan retina maka
visus tetap sampai hari tua. Tajam penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal
sehingga mampu membedakan :
1. Bentuk benda
2. Warna
3. Intensitas cahaya
Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan binokularitasnya.
Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6 pasang otot penggerak bola mata
juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup menfusi dua gambar yang diterima oleh retina
mata kanan dan kiri maka ada kesempatan untuk membangun penglihatan binokular tunggal
stereoskopik.
Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang tidak
dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilang mata menjadi strabismus.
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
11/35
PENGLIHATAN BINOKULER
Pengukuran fungsi penglihatan penting sebab dapat membantu menentukan penglihatan
binokuler sejak awal. Kelainan tajam penglihatan dapat mempengaruhi penglihatan binokuler.
Adanya perbedaan tajam penglihatan antara mata kanan dan kiri lebih sensitif
mempengaruhi penglihatan binokuler. Untuk tercapainya penglihatan tunggal
diperlukan tiga syarat yang harus terpenuhi yaitu faal masing-masing mata harus baik, seluruh
otot-otot luar kedua mata dapat bekerja sama dengan baik dan susunan saraf pusat yang baik.
Penglihatan binokuler adalah penglihatan yang mempergunakan kedua mata secara
serentak disertai koordinasi tingkat tinggi sedemikian rupa sehingga menghasilkan sensasi
penglihatan tunggal.
PEMERIKSAAN MATA
- Tajam penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan dapat dinilai dengan menggunakan kartu Snellen atau
pada anak dapat dinilai dengan menggunakan E jungkir balik (Snellen) atau gambarAllen.
- Pupil
Ukuran pupil, isokor/anisokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung, reflex
afferent papillary defect(RAPD).
- Deviasi
Konstan atau intermiten. Adanya posisi kepala yang abnormal.
- Ptosis.
Pada ptosis neurogenik jatuhnya kelopak mata atas dapat unilateral, sedangkan pada
ptosis miogenik biasanya bilateral. Karakteristik pada ptosis unilateral adalah pasien
berusaha untuk meningkatkan fisura palpebra dengan cara merengut atau mengernyitkan
dahi (kontraksi dari otot frontalis). Ptosis kongenital biasanya mengenai satu mata saja.
- Hirschberg reflection test
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
12/35
o memeriksa reflek cahaya pada kedua permukaan kornea. Dengan tes ini
adanya strabismus dapat dideteksi, setiap 1 mm penyimpangan sama dengan
15 prisma dioptri.
o Ortofori : bila masing -masing refleks cahaya pada kornea berada di tengah-
tengah pupil. Heterofori: bila salah satu refleks cahaya pada kornea tidak
berada di tengah-tengah pupil.
- Pergerakan Mata
Memeriksa pergerakan mata pasien dengan meminta pasien mengikuti pergerakan jari
pemeriksa ke sembilan arah yaitu lurus ke depan, 6 posisi kardinal (kanan, kanan atas,
kanan bawah, kiri, kiri atas, kiri bawah), keatas, dan ke bawah.
Pada saat mata melakukan pergerakan ke 6 posisi kardinal hanya satu otot saja yang
bekerja, sedangkan saat mata melihat ke atas atau ke bawah beberapa otot bekerja
bersamaan sehingga sulit mengevaluasi kerja masing-masing otot. Oleh karena itu dalam
menilai kelumpuhan otot-otot ekstraokular, pergerakan mata ke 6 posisi kardinal lebih
bernilai diagnostik. Selain itu penting juga untuk menilai kecepatan dari gerakan sakadik
mata, baik secara horizontal ataupun vertikal.
PENENTUAN SUDUT STRABISMUS
a. Uji Tutup dan Prisma
Uji tutup terdiri atas 4 bagian, yaitu ;
1. Uji tutup
Sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, di depan mata yang lain ditaruh penutup
untuk menghalangi pandangannya pada sasaran. Apabila mata yang diamati bergerak
untuk melakukan fiksasi, matatersebut sebelumnya tidak melakukan fiksasi pada
sasaran, terdapat deviasi yang bermanifestasi (strabismus). Arah gerakan
memperlihatkan arah penyimpangan ( mis, jika mata yang diamati bergerak ke luar
untuk melakukan fiksasi, terdapat esotropia ).
2. Uji membuka penutup
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
13/35
Sewaktu penutup di angkat setelah uji tutup di lakukanpengamatan pada mata yang
sebelumnya tertutup tersebut. Apabila posisimata tersebut berubah, terjadi interupsi
penglihatan binokuler yang menyebabkan berdeviasi dan terdapat heteroforia. Arah
gerakan korektif memperlihatkan jenis heteroforia nya. Uji tutup / membuka penutup
dilakukan pada setiap mata.
3. Uji tutup bergantian
Penutup ditaruh bergantian di depan mata yang pertama kemudian ditaruh di mata
yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total (heterotropia ditambah heteroforia bila
ada juga). Penutupharus dipindahkan dengan cepat dari satu mata ke mata yang lain
untuk mencegah refuse heteroforia.
4. Uji tutup bergantian plus prisma
Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma dengan kekuatan yang
semakin meningkat di depan satu mata sampai tegrjadi netralisasi gerakan mata pada
uji tutup bergantian. Contohnya, untuk mengukur eso deviasi penuh, penutup di
pindah pindah sambil diletakkan prisma dengan kekuatan base-outyang semakin
tinggi di depan satu mata sampai gerakan refiksasi horizontal mata yang berdeviasi
tersebut di netralisasi. Deviasi yang lebih besar mungkin memerlukan 2 prisma yang
diletakkan di depan kedua mata, tetapi prisma prisma itu tidak boleh ditumpuk
pada arah yang sama di depan satu mata.
b. Uji Objektif
Pengukuran dengan prisma dan penutup bersifatobjektif karena tidak memerlukan
laporan pengamatan sensorik dari pasien. Namun, diperlukan kerjasama dan keutuhan
penglihatan kedua mata dalam keadaan tertentu. Penentuan klinis posisi mata yang tidak
memerlukan pengamatan sensorik pasien di anggap kurang akurat, walaupun kadang
kadang masih bermanfaat. Dua metode yang sering digunakan tergantung pada
pengamatan posisi refleksi cahaya pada kornea. Hasil dari kedua metode tersebut harus
dimodifikasi dengan mempertimbangkan sudut Kappa.
1. Metode Hirschberg
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya berjarak sekitar 33 cm. Pada mata
yang berdeviasi akan terlihat desentrasi pantulan cahaya. Dengan mempertimbangkan
18 PD untuk setiap millimeter desentrasi, dapat di buat perkiraan sudut deviasi nya.
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
14/35
2. Metode refleks prisma ( uji krimsky reverse )
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma ditempatkan di depan
mata yang di pilih, dan kekuatan prisma yang diperlukan untuk membuat refleks
cahaya terletak di tengah kornea mata yang strabismus menentukan ukuran sudut
deviasi nya.
DUKSI ( ROTASI MONOCULAR )
Dengan satu mata tertutup, mata yang lain mengikuti sasaran yang bergerak dalam
semua arah pandangan. Setiap pengurangan gerakan rotasi mengisyaratkan keterbatasan
dalam bidang kerja otot yang bersangkutan; keterbatasan di sebabkan oleh kelemahan
kontraksi atau kegagalan relaksasi otot antagonis.
VERSI (GERAKAN MATA KONJUGAT)
Hukum hering mengatakannbahwa otot-otot pasangan searah (yoke muscle) menerima
stimulasi setara pada setiap gerakan mata konjugat.versi diperiksa dengan meminta mata
pasien mengikuti sumber cahaya disembilan posisi diagnostic : primer-lurus
kedepan;sekunder-kanan,kiri,atas dan bawah; dan tersier-atas dan kanan,bawah dan kanan,
atas dan kiri, bawah dan kiri. Perbedaan gerakan rotasi salah satu mata terhadap mata yang
lain dicatat sebagai suatu overaction atau underaction. Berdasarkan perjanjian, pada posisi
tersier otot-otot obliquus dikatakan bekerja berlebihan (overacting) atau kurang bekerja atau
(underaction) dalam kaitannya dengan otot rectus pasangannya. Fiksasi dalam bidang kerja
suatu otot yang paresis menimbulkan overaction otot pasangannya, karena diperlukan
persarafan yang lebih besar untuk kontraksi otot yang underacting. Sebaliknya, fiksasi
dengan mata yang normal akan menyebabkan ototyang paresis kurang bekerja.
GERAKAN DISJUNGTIF
a. Konvergensi
Sewaktu mengikuti sebuah benda yang bergerak mendekat,kedua mata harus berputar
kedalam untuk mempertahankan kesejajaran sumbu penglihatan dengan obyek yang
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
15/35
bersangkutan. Otot-otot rektus medialis berkontraksi dan otot-otot rektus lateralis
berelaksasi dibawah oengaruh stimulasi dan inhibisi saraf.
Konvergensi adalah suatu proses aktif dengan komponen volunteer dan involunter yang
kuat. Saah satu pertimbangan pejting dan=]lam mengevalujasi otot-otot ektraokuler pada
strabismus adalah konvergensi.
Untuk memeriksa konvergensi, sebuah obyek kecil atau sumber cahaya secara perlahan
dibawa mendekat kejembatan hidung. Perhatian pasien ditujukan kepada benda tersebut
dengan mengatakan usahakan sekuat mungkin jangan sampoai bayagan terlihat ganda.
Dalam keadaan normal, konvergensi dapat dipertahankan sampai benda terletak dekat
dengan jembatan hidung. Nlai numeric konvergensi yang sebenarnya dapat ditentukan
dengan mengukur jarak dari jembatan hidung (dalam cm) pada saat mata kalah ( yakni
saat mata nondominan bergerak lateral sehingga konvergensi tidak lagi dapat
dipertahankan). Titik ini disebut titik dekat konvergensi dan nilai sampai 5cm dianggap
masih dalam batas normal.
Rasio konvergensi akomodatif terhadap akomodasi adalah suatu cara untuk mengukur
hubungan antara konvergensi dan akomodasi (Rasio AC/A). Konvergensi akomodatif
terjadi sewaktuu mata memandang suatu sasaran akomodatif, yakni sasaran yang
memiliki kontur atau huruf yang dapat dipisahkan sehingga akomodasi terangsang.
Hasilnya sering dinyatakan sebagai dioptri prisma konvergensi per dioptri akomodasi.
Rasio AC/A berguna sebagai alat riset atau klinis yang meneliti dan memeastikan
hubungan keduanya lebih jauh; sejauh ini,rasio tersebut telah banyak membantu kita
memahami dan sekaligus mengoreksi esotropia akomodatif-terutama dalam penggunaan
kacamata bifocal dan miotik.
b. Divergensi
Elektromiografi telah memastikan bahwa divergensiadalah suatu proses aktif, bukan
semata-mata relaksasi konvergensi. Secara klinis, fungsi ini jarang diperiksa kecuali
dalam meneliti amplitudo fusi.
PEMERIKSAAN SENSORIK
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
16/35
Pemeriksaan tersebut meliputi : stereopsis, supresi,dan potensi fusi.
a. Pemeriksaan stereopsis
Banyak pemeriksaan stereopsis dilakukan dengan sasaran dan kacaterpolarisasi untuk
memisahkan rangsangan. Satu mata melihat sasarab melalui lensa yang terpolarisasi horizontal
dan satu nya melaluilensa yang terpolarisasi vertical. Sasaran yang dilihat secara
monokularmemiliki petunjuk petunjuk kedalaman yang hampir tidak terlihat. Stereogram titik
acak ( random dot stereogram ) tidak memiliki petunjuk kedalaman monocular. Masing
masing mata melihat suatu bidang titik titikacak, tetapi korelasi setiap titik dengan titik
korespondennya terbuat sedemikian rupa sehingga apabilaterapat stereopsis pasien akan melihat
suatu bentuk 3 dimensi.
b. Pemeriksaan supresi
Adanya supresi mudah diketahui dengan uji empattitik Worth ( Worth four dot test ). Di
depan salah satu mata pasien ditaruh kaca yang berisi sebuah lensa merah, sedangkan di mata
yang lensa hijau. Pasien diperlihatkan senter yang berisi bintik bintik merah, hijau, dan putih.
Bintik bintik warna tersebut adalah penanda persepsi yang melalui setiap mata; bintik putih
yang memiliki potensi terlihat oleh kedua mata, dapat menandakan adanya diplopia. Jarak antara
titik titik dan jarak cahaya yang di pegang menentukan ukuran daerah retina yang diperiksa.
Daerah foveadapat diperiksa pada jarakjauh; daerah perifer pada jarak dekat.
c. Potensial fusi
Pada orang dengan deviasi yang bermanifestasi, status potensial fusi penglihatan binocular
dapatditentukan dengan uji filter merah. Sebuah filter merah diletakkandi depan salah satu mata.
Pasien diminta melihat ke suatu sasaran cahaya fiksasi yang terletak jauh atau dekat. Terlihat
sebuah cahaya putih dan merah. Di depan satu atau kedua mata diletakkan sebuah prisma supaya
dapat membawa dua bayangan menjadi satu. Apabila terdapat potensial fusi, kedua bayangan
akan menyatu dan terlihat sebagai sebuah cahaya tunggal berwarna merah muda. Apabila tidak
terdapat potensial fusi, pasien tetap melihat satu cahaya merah dan satu cahaya putih.
3 STRABISMUS
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
17/35
I. DEFINISI
Strabismus adalah setiap penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna.
Ketidaksejajaran tersebut dapat terjadi kesegala arah - kedalam, keluar, atas, bawah atau
torsional. Besar penyimpangan adalah besar sudut mata yang menyimpang dari penjajaran.
Strabismus yang terjadi pada kondisi penglihatan binocular disebut strabismus manifes,
heterotropia atau tropia. Suatu deviasi yang hanya muncul setelah penglihatan binocular
terganggu ( misalnya dengan penutupan salah satu mata ) disebut strabismus laten,
heteroforia atau foria.
Strabismus Laten (Foria)
Strabismus laten atau Foria yaitu suatu bentuk penyimpangan sumbu penglihatan
dimana dapat dilihat jika kerja fusi diganggu. Strabismus laten ini sering disebut juga dengan
istilah juling yang tersembunyi. Pada posisi aktif kedudukan bolamata foria seperti pada
kedudukan bola mata yang normal artinya bahwa pada saat melihat jauh sumbu penglihatan
sejajar dan pada saat melihat dekat sumbu penglihatan saling bertemu di titik obyek, namun
ketika kerja fusi diganggu maka akan muncul suatu gerakan dijumpai pada mata normal yaitu
gerakan mata yang disebut duksi.
Strabismus laten dapat diketahui dengan satu pemeriksaan sederhana, yang disebut
dengan cover test. Caranya, pemeriksa dan yang diperiksa saling berhadapan sejarak
jangkauan tangan. Atur posisi agar yang diperiksa masih dapat melihat jauh kedepan
melewati samping kepala pemeriksa. Jadi, posisi pemeriksa berada agak di sebelah kanan
(atau kiri) yang diperiksa. Lalu, yang diperiksa diminta untuk melihat lurus jauh di belakang
pemeriksa, sementara pemeriksa menutup sebelah mata yang diperiksa (mata yang paling
dekat dengan pemeriksa) dengan telapak tangannya (tidak perlu sampai menempel di wajah
yang diperiksa). Kemudian buka secara tiba - tiba dan perhatikan mata yang baru saja ditutup
tersebut dengan seksama. Bila nampak ada gerakan bolamata yang bergulir ke arahhorisontal atau vertikal, berarti yang diperiksa tersebut menderita strabismus laten.
Strabismus manifes ( tropia )
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
18/35
Strabismus manifes atau tropia yaitu suatu bentuk penyimpangan deviasi yang sudah
terlihat pada kondisi penglihatan binokuler atau dengan kata lain juling yang sudah benar-
benar kelihatan nyata.
II. ETIOLOGI
Strabismus ditimbulkan oleh kelainan motorik, sensorik dan sentral. Kelainan sensorik
disebabkan oleh penglihatan yang buruk berupa ptosis dan katarak kongenital. Kelainan
sentral akibat kerusakan otak. Kelainan sensorik dan sentral menimbulkan strabismus
konkomitan atau non paralitik. Kelainan motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan
gerakan abnormal mata yang menimbulkan strabismus paralitik. Gangguan fungsi mata
seperti pada kasus kesalahan refraksi berat atau pandangan yang lemah karena penyakit bisa
berakhir pada strabismus.
III. KLASIFIKASI
Klasifikasi Deviasi Mata (Strabismus) :
- Paralitik (nonkomitan)
- Nonparalitik (komitan)
1. Strabismus Paralitik (nonkomitan)
Sudut deviasi tidak sama untuk semua arah. Disebabkan karena hilangnya fungsi dari
satu atau lebih otot ekstraokular. Paralitik ini dapat total atau sebagian (parese).
Tanda-tanda :
- Gerakan mata terbatas pada daerah otot yang lumpuh bekerja.
- Akan terjadi deviasi jika mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh
bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang
sakit tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah
dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang
lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.- Diplopia terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila mata
digerakkan kearah ini.
- Ocular torticollis (head tilting). Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang
lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus.
Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang.
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
19/35
- Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar.
Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada
didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek
tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini
disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk
mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada
penderita.
- Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat
diredakan dengan menutup mata yang sakit.
Diagnosa berdasarkan :
a. Keterbatasan gerak
b. Deviasi
c. Diplopia.
2. Strabismus Nonparalitik (komitan)
Disini kekuatan duksi dari semua otot normal dan mata yang berdeviasi mengikuti
gerak mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang
sama. Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi
pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut fixing eye, sedang matayang berdeviasi disebut squinting eye.
Dibedakan strabismus nonparalitika :
- Nonakomodatif
- Akomodatif
- Berhubungan dengan kelainan refraksi.
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
20/35
BAB II
PEMBAHASAN
EKSOTROPIA
Strabismus Divergens Non paralitik Akomodatif ( Eksotropi Konkomitan Akomodatif ),
dimana ditemukan posisi bola mata berdeviasi kearah temporal. Sering juga didapat, bila satu
mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain penglihatannya tetap baik, sehingga
rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka mata yang sakit berdeviasi keluar.
Dapat dimulai dengan :
1. Kelebihan divergensi
2. Kelemahan konvergensi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang miopia hanya
sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga menimbulkan kelemahan konvergensi dan
timbullah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk penglihatan jauhnya normal.
tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya
divergens yang berlebihan yang biasanya merupakan kelainan primer mulai tampak sebagai
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
21/35
eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah, sehingga
menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun dekat.
I. DEFINISI
Eksotropia adalah penyimpangan sumbu penglihatan yang dimana salah satu sumbu
penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada bidang
horizontal ke arah lateral.
Ekstropia lebih jarang dijumpai dibandingkan esotropia, terutama pada masa bayi dan
anak. Insidensnya meningkat secara bertahap seiring dengan usia. Tidak jarang bahwa suatu
tendensi strabismus divergen berawal dari suatu eksoforia yang berkembang menjadi eksotropia
intermiten dan akhirnya menjadi eksotropia yang menetap apabila tidak dilakukan terapi. Kasus-
kasus lain berawal sebagai eksotropia intermiten atau konstan dan tetap stasioner. Seperti halnya
esotropia, pada beberapa kasus mungkin terdapat unsur herediter. Eksoforia dan eksotropia (yang
dianggap sebagai sebuah entitas deviasi divergen) sering diwariskan sebagai ciri autosomal
dominan; salah satu atau kedua orangtua dari seorang anak eksotropia mungkin memperlihatkan
eksotropia atau eksoforia derajat tinggi.
Bentuk-bentuk eksotropia:
1. Eksotropia konkomitan yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada semua arah
pandangan.
2. Eksotropia nonkomitan yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbeda-beda pada arah
pandangan yang berbeda-beda.
Untuk selanjutnya yang dimaksud dengan eksotropia adalah hanya yang nonkomitan.
II. ETIOLOGI
Penyebab eksotropia dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1) Herediter, unsur herediter sangat besar, yaitu trait autosomal dominan.
2) Inervasi, tetapi tidak terdapat abnormalitas yang berarti dalam bidang sensorimotor
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
22/35
3) Anatomi, kelainan untuk rongga orbita misalnya pada penyakit Crouzon
III. KLASIFIKASI
1. Eksotropia Intermiten
2. Eksotropia Konstan
1. Eksotropia Intermiten
Eksotropia intermiten merupakan penyebab lebih dari separuh kasus eksotropia. Dari
anamnesis sering diketahui bahwa kelainan tersebut memburuk secara progresif. Suatu tanda
khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya terang. Eksotropia manifes pertama tama
terlihat pada fiksasi jauh. Pasien biasanya melakukan fusi pada penglihatan dekat, mengatasi
eksoforia bersudut besar atau kecil.
Pemeriksaan ekstropia intermiten
Observasi : ekstropia tidak menetap, sering kembali normal
Visus : normal
Deviasi : divergen
Fusion : melihat 2 objek pada 1 titik
Motility : tidak terdapat tahanan
Duksi dan versi : tidak dapat ke segala arah
Akomodasi : miopia
Fiksasi : nistagmus
Binokular : abnormal
Supresi : diplopia
Refraksi dengan siklopegik: normal
Terapi
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
23/35
a. Terapi Medis
Terapi non bedah sebagian besar terbatas pada koreksi refraksi dan terapi ambliopia.
Apabila rasio AC / A tinggi, pemakaian lensa minum dapat menunda tindakan bedah
untuk sementara waktu. Kadang kadang latihan konvergensi atau antisupresi dapat
memberi keuntungan sementara.
b. Terapi Bedah
Sebagian besar pasien eksotropia intermiten memerlukan tindakan bedah bila
kontrol terhadap fusi nya memburuk. Tindakan bedah dapat juga menghilangkan diplopia
aau gejala astenopia lainnya.
Pilihan prosedur tergantung pada pengukuran deviasi. Dianjurkan resesi otot rektus
lateralis bilateral bila deviasi lebih besar pada penglihatan jauh. Apabila deviasi lebih
besar pada penglihatan dekat, sebaiknya dilakukan reseksi otot rektus medialis dan resesi
rektus lateralis ipsilateral. Mungkin diperlukan tindakan bedah pada satu atau bahkan dua
otot horizontal lainnya untuk deviasi yang sangat besar ( > 50 PD ).
2. Eksotropia Konstan
Eksotropia konstan lebih jarang dibandingkan eksotropia intermiten. Kelainan ini
dapat dijumpai sejak lahir atau muncul belakangan sewaktu eksotropia intermiten
berkembang menjadi eksotropia konstan.
Derajat eksotropia konstan dapat bervariasi. Lamanya penyakit atau adanya
penurunan penglihatan pada satu mata dapat menjadikan deviasi semakin besar. Aduksi
mungkin terbatas, dan mungkin juga dijumpai hipertropia
Pemeriksaan eksotropia konstan
Observasi : ekstropia menetap
Visus : ambliopia
Deviasi : divergen
Fusion : melihat 2 objek pada 1 titik
Motility : terdapat tahanan
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
24/35
Duksi dan versi : tidak dapat ke segala arah
Akomodasi : miopia
Fiksasi : nistagmus
Binokular : abnormal
Supresi : diplopia
Refraksi dengan siklopegik: diplopia
Terapi
Hampir selalu diindikasikan tindakan bedah. Pilihan dan jumlah tindakan seperti
yang dijelaskan untuk eksotropia intermiten. Overcorrection ringan pada orang dewasa
dapat menyebabkan diplopia. Sebagian pasien dapat menyesuaikan diri dengan hal ini,
terutama bila mereka telah diberitahu mengenai kemungkinan ini sebelumnya.
Apabila salah satu mata mengalami penurunan penglihatan, prognosis untuk
mempertahankan posisi yang stabil kurang baik, dengan kemungkinan yang besar akan
kambuhnya eksotropia setelah pembedahan.
Pengobatan :
1. koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia.
2. hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang sehat.
3. meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori).
4. memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.
Pengobatan dengan koreksi refraksi pada eksotropia merupakan hal yang penting dan
harus dilakukan dengan hati-hati. Bila pasien eksotropia dengan hipermetropia maka harus diberi
kacamata dengan ukuran yang kurang dari seharusnya unutk merangsang akomodasi dan
konvergensi.
Bila pasien menderita miopia maka harus diberi kacamata yang lebih besar ukurannya
dari seharusnya untuk merangsangakomodasi konvergensi.
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
25/35
Namun pada dasarnya pengobatan ialah operasi. Harus dipertimbangkan sebelumnya hal-
hal sebagai berikut:
1. Besarnya sudut deviasi
2. Perbandingan pengukuran deviasi untuk jauh dan dekat.
Operasi pada eksotropia tergantung pada jenis eksotropianya, biasanya dilakukan
resesi otot rektus lateral dan reseksi otot rektus medial mata yang sama pada yang berdeviasi.
BAB III
KESIMPULAN
Eksotropia merupakan jenis strabismus divergen. Eksotropia intermiten merupakan
penyebab lebih dari separuh kasus eksotropia. Dari anamnesis sering diketahui bahwa kelainan
tersebut memburuk secara progresif. Suatu tanda khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya
terang. Eksotropia manifes pertama tama terlihat pada fiksasi jauh. Pasien biasanya melakukan
fusi pada penglihatan dekat, mengatasi eksoforia bersudut besar atau kecil. Terapi non bedah
sebagian besar terbatas pada koreksi refraksi dan terapi ambliopia. Sebagian besar pasien
eksotropia intermiten memerlukan tindakan bedah bila kontrol terhadap fusinya memburuk.
Eksotropia konstan lebih jarang dibandingkan eksotropia intermiten. Kelainan ini
dijumpai sejak lahir atau muncul belakangan sewaktu eksotropia intermiten berkembang menjadi
eksotropia intermiten. Derajat eksotropia konstan dapat bervariasi. Lamanya penyakit atau
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
26/35
adanya penurunan penglihatan pada satu mata. Ambliopia jarang terjadi bila tidak ada
anisometropia dan sering terlihat perpindahan spontan mata yang melakukan fiksasi. Hampir
selalu diindikasikan tindakan bedah. Pilihan dan jumlah tindakan seperti yang dijelaskan untuk
eksotropia intermiten. Overcorrection ringan pada orang dewasa dapat menyebabkan diplopia.
Sebagian pasien dapat menyesuaikan diri dengan hal ini, terutama bila mereka telah diberitahu
mengenai kemungkinan ini sebelumnya. Apabila salah satu mata mengalami penurunan
penglihatan, prognosis untuk mempertahankan posisi yang stabil kurang baik, dengan
kemungkinan yang besar akan kambuhnya eksotropia setelah pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Constance, West, Abury. 2000. Oftamologi Umum: Strabismus, Edisi 14. Jakarta: WidyaMedika
2. Ilyas S, Rahayu S. 2012. Ilmu Penyakit Mata: Otot penggerak mata, Edisi 4. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
3. Gergard L, Doris R. 2006. Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas: Ocular motility and
strabismus, 2nd edition. New York: Thieme.
4. Olver J, Cassidy L. 2005. Ophtamology At A Glance: Strabismus, 1st
edition. USA:Blackwell Science.
II. Tinjauan PustakaETIOLOGI
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
27/35
Defenisi
Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak searah.
Esotropia adalah jenis strabismus atau misalignment mata. Istilah ini berasal dari 2 kata Yunani:
Eso, yang berarti ke dalam, dan trp, berarti giliran. Dalam esotropia, mata disilangkan, yaitu,
sementara satu mata melihat lurus ke depan, mata lainnya adalah berpaling ke arah hidung.
Penyimpangan ini ke dalam mata dapat mulai sejak bayi, kemudian di masa kecil, atau bahkan
menjadi dewasa.3
Etiologi
Patologi organik telah didiagnosa pada pasien awalnya menyajikan dengan strabismus.
Penelitian terbaru, 11,52% dari pasien dengan strabismus memiliki kelainan segmen posterior.
Diagnosa paling umum termasuk Toxoplasma chorioretinitis, pagi kemuliaan anomali, Toxocara
retinopathy, retinopati prematuritas, dan penyakit Coats. Rerata usia onset penyimpangan itu
ditemukan secara bermakna lebih rendah pada pasien dengan esotropia3,4
Fakta ini menekankan pentingnya melakukan pemeriksaan fundus setiap pasien yang mengalami
strabismus. Median usia onset untuk anak-anak dengan esotropia diperoleh adalah 31,4 bulan
(kisaran, 8-63 mo), dengan sudut awal rata-rata penyimpangan 24 dioptri prisma (PD). Keluarga
pasien mungkin melihat suatu penyimpangan dalam dari satu mata relative terhadap mata
lainnya. Dalam menilai pasien, juga mengevaluasi berikut: Membangun riwayat keluarga
strabismus atau penyakit terkait. Catatan usia onset strabismus. Foto-foto pasien pada usia yang
berbeda sering dapat membantu untuk menentukan apakah esotropia yang hadir sebelum usia 6
bulan dan baru-baru ini diderita pasien (setelah usia 6 bulan)3
Kelainan kedudukan mata dapat dibagi dalam1 :
1. strabismus paralitik (noncomitant) = incomitan
2. nonparalitik = (comitant = concomitant)
3. manifes = strabismus = heterotropia
4. laten = heteroforia
5. akomodatif
6. non akomodatif
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
28/35
Seringkali heteroforia bertambah secara progresif, sehingga kelainan deviasi ini tidak dapat
lagi diatasi, sehingga menjadi = strabismus.1
Esotropia
Esotropia dapat dibagi menjadi:4
- Congenital Esotropia
- Infantile Esotropia
- Esotropia with Amblyopia
- Accommodative Esotropia
- Partially Accommodative Esotropia
Esotropia dapat dibagi ke dalam berbagai kategori masing-masing memerlukan rencana
pengobatan yang berbeda, masing-masing memiliki prognosis yang berbeda.4
Esotropia paralitikus = abdusen palcy = noncomitant esotropia
Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma dikepala, tumor atau
peradangan dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya
disebabkan trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus lateralis atau
persarafannya.Tanda-tandanya :
1. gangguan pergerakan mata kearah luar
2. diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah luar
3. kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh
4. deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan dengan otot yang
lumpuh
5. pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul supresi,
sehingga tidak timbul diplopia
6. pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong, penderita
mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan bayangan dari obyek
yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian.1
Kongenital esotropia
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
29/35
"Bawaan" berarti dari lahir dan, menggunakan definisi yang ketat, sebagian besar bayi
dilahirkan dengan mata yang tidak selaras saat lahir. Hanya 23% bayi dilahirkan dengan mata
lurus. Pada kebanyakan kasus, satu mata atau yang lain benar-benar berubah ke luar selama
periode neonatal. Dalam tiga bulan pertama mata secara bertahap datang ke penyelarasan
konsisten lebih sebagai koordinasi dari dua mata bersama sebagai sebuah tim berkembang.
Hal ini umum bagi bayi untuk tampil seolah-olah mereka telah esotropia, atau berbelok
ke dalam mata, karena jembatan hidung belum sepenuhnya dikembangkan. In penampilan palsu
atau simulasi dari balik batin dikenal sebagai epicanthus. Selama bayi tumbuh, dan jembatan
menyempit sehingga sclera terlihat di sisi dalam, mata akan tampak lebih normal.4
Esotropia bawaan yang benar adalah berbalik ke dalam dengan jumlah yang besar, dan
terjadi pada anak-anak dengan jumlah sedikit, tetapi bayi tidak akan tumbuh dari giliran ini.
Esotropia kongenital biasanya muncul antara usia 2 dan 4 bulan.4
Infantile esotropia
Bayi dengan esotropia kekanak-kanakan biasanya fixates silang, yang berarti bahwa dia
menggunakan Mata yang lain untuk melihat ke arah yang berlawanan. Mata kanan digunakan
untuk melihat ke sisi kiri, dan mata kiri yang digunakan untuk melihat ke arah sisi kanan. Hal ini
lebih sulit untuk jenis strabismus ini dengan metode non-bedah, seperti Terapi Visi dan / atau
gelas. Prisma dapat membantu keselarasan jikalau tidak terlalu besar. Beberapa anak yang
menderita strabismus, di mana koordinasi antara kedua mata yang kurang, juga memiliki pola
perkembangan motorik atipikal kurang. Mereka biasanya melewatkan tahap merangkak dengan
gerakan bilateral, dan ke kanan dari merayap untuk berdiri. Interaksi antara motorik kasar,
terutama keseimbangan sistem (cerebellar dan vestibular) dan sistem teropong (motor kontrol
dari dua mata) juga terlihat dalam jumlah besar anak-anak muda dengan cerebral palsy yang
telah strabismus4. Jika berbalik ke dalam mata konstan, dan dalam jumlah besar, operasi dapat
diindikasikan. Namun, perlu diketahui bahwa kedua orang tua dan ahli bedah harus berkomitmen
untuk prosedur berganda untuk mendapatkan keselarasan sempurna dari dua mata bagi pasien.
Lebih jauh lagi, bahkan beberapa operasi atau "revisi" mungkin berakhir menghasilkan manfaat
kosmetik saja. Artinya, dua mata mungkin terlihat normal atau "langsung" bagi pengamat luar,
tapi visi bermata dua normal belum tercapai. Peningkatan mungkin hanya kosmetik sebagai
operasi tidak selalu memungkinkan otak untuk memanfaatkan informasi dari kedua mata secara
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
30/35
bersamaan (visi berkenaan dgn teropong), sehingga mata teaming, pelacakan mata, visi
stereoptic dan / atau 3D persepsi kedalaman sering miskin setelah perawatan bedah. Jika operasi
dilakukan, kesempatan terbaik untuk sukses visual terjadi ketika dokter bekerja dengan dokter
mata perkembangan yang nyaman di resep kacamata dan Optometric Visi Terapi untuk
mendorong keselarasan sempurna dari dua mata dengan fusi yang tepat dan mata berkelompok.
Semacam model perawatan koperasi akan sama dengan hubungan komplementer antara ahli
bedah ortopedi dan ahli terapi fisik.4 Kesempatan mengembangkan visi berkenaan dgn teropong
dengan pembedahan saja berkurang dengan usia. Anak yang lebih besar dengan esotropia
kekanak-kanakan mungkin perlu baik intervensi bedah, jika giliran besar, dan pra-dan pasca-
bedah Terapi Visi. Kecil ternyata dapat lebih baik diobati dengan Terapi Visi saja. Mendapatkan
dua mata untuk bekerja sama membutuhkan waktu dan usaha, tetapi itu sangat berharga.4
Akomodatif esotropia
Jika pemutaran berlebihan mata adalah pertama tercatat sekitar 2 tahun, hal itu mungkin
karena kesulitan mengintegrasikan sistem (akomodatif) fokus dengan keselarasan mata
(binocular) sistem. Biasanya, bila kita melihat ke seberang ruangan atau di luar, mata kita
paralel, atau lurus. Namun, ketika kita melihat hal-hal yang dekat, dua hal terjadi. Kita perlu
untuk melakukan konvergen mata dan harus masuk lebih banyak fokus, atau berakomodasi untuk
memperjelas penglihatan. Anak-anak memiliki kekuatan fokus yang besar, dan kadang-kadang
dalam mendapatkan hal-hal yang jelas, memutar ke dalam atau esotropia terjadi. Jika esotropia
hanya terjadi ketika melihat dekat, seperti ketika bermain dengan benda kecil, membuat kontak
mata, pewarna, melihat buku gambar dan sebagainya, anak hanya mungkin perlu kacamata untuk
melihat dekat untuk mengurangi atau menghilangkan esotropia tersebut. 4
Strabismus konvergens nonparalitik akomodatif (konkomitan akomodatif)
Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan in
berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat. Tampak pada
umur muda, antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan akomodasinya untuk melihat
benda-benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula timbul periodik, pada waktu
penglihatan dekat atau bila keadaan umumnya terganggu, kemudian menjadi tetap, baik pada
penglihatan jauh ataupun dekat.1,5 Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
31/35
yang hipermetrop, mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan jauh, pada penglihatan
dekat akomodasi yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat
hubungannya, dengan penambahan akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada anak
dengan hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan dekat, disebabkan
rangsangan berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini bertambah sampai
fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat dipertahankan lagi, dan terjadilah strabismus
konvergens untuk dekat. Kemudian terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh1,5.
Strabismus nonparalitika akomodativa
Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga berdasarkan akomodasi,
jadi berhubungan dengan kelainan refraksi.1
Dapat berupa :
strabismus konvergens (esotropia)
strabismus divergens (eksotropia).
Pemeriksaan yang dilakukan :
Pemeriksaan refraksi harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan pengaruh
dari akomodasi.7
Caranya :
Pada anak-anak dengan pemberian sulfas atropin 1 tetes sehari, tiga hari berturut-
turut, diperiksa pada hari keempat. Pada orang dewasa diteteskan homatropin 1 tetes setiap 15
menit, tiga kali berturut- turut, diperiksa 1 jam setelah tetes terakhir. Pengukuran derajat deviasi
dengan tes Hirschberg, tes Krismky, tes Maddox cross. 1,4,5 Pemeriksaan kekuatan duksi, untuk
mengukur kekuatan otot yang bergerak pada arah horizontal (adduksi = m.rektus medialis;
abduksi = m.rektus lateralis).7
Strabismus paralitika (noncomitant, incomitant)
Tanda-tanda1 :
1. Gerak mata terbatas
Hal ini menjadi nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. Ini dapat
dilihat, bila penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
32/35
kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadang- kadang
hanya ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia saja.5.8
2. Deviasi
Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh bekerja, mata yang
sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini
akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja.
Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya
tak tampak. Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak
tampak esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali. Parese m.rektus lateral mata
kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup (mata sakit) deviasi mata kanan=deviasi
mata primer Mata kiri yang sehat ditutup, mata kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri =
deviasi sekunder, yang lebih besar dari pada deviasi primer.
3. Diplopia
terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih nyata bila mata
digerakkan kearah ini
4. Ocular torticollis (head tilting)
Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan kepala yang
miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya
terasa berkurang.
5. Proyeksi yang salah.
Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang sehat
ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya dengan tepat, maka
jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan
kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan
oleh otot yang lumpuh, untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan
yang salah pada penderita.5.8
6. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat
diredakan dengan menutup mata yang sakit.
Diagnosa berdasarkan1 :
1. Keterbatasan gerak
2. Deviasi
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
33/35
3. Diplopia.
Ketiga tanda ini menjadi nyata, bila mata digerakkan kearah lapangan kerja dari otot yang sakit.
Pada keadaan parese, dimana keterbatasan gerak mata tak begitu nyata adanya diplopic
merupakan tanda yang penting. Cara pemeriksaannya dengan tes diplopi.Dengan cara in dapat
diketahui:
1. Pada arah mana didapat diplopia
2. Apakah diplopianya bertambah kesatu arah
3. Mata mana yang menderita.
Dengan demikian dapat diketahui mata mana dan otot mana pada mata itu yang salah.
Caranya : Penderita disuruh mengikuti gerak korek api, dengan matanya, tanpa menggerakkan
kepalanya, yang digerakkan keatas, kebawah, kekanan dan kekiri, secara maksimal. Diperhatikan
apakah timbul diplopia pada salah satu arah. Pengukuran derajat deviasinya dengan tes
Hirschberg, tes Krimski, tes Maddox cross. Kelumpuhan otot dapat mengenai satu otot, biasanya
m.rektus lateralis, m.obliqus superior atau salah satu otot yang diurus oleh N.III. Dapat juga
mengenai beberapa otot yang diurus oleh N.III10.
TERAPI
Prognosis untuk esotropi masing-masing akan tergantung pada asal dan klasifikasi
kondisi mereka5. Namun, secara umum, manajemen akan mengambil kursus sebagai berikut:
1. mengidentifikasi dan mengobati kondisi sistemik yang mendasari.
2. memberikan kacamata yang diperlukan dan biarkan pasien untuk beradaptasi dengan
kacamatanya mereka.
3. gunakan oklusi untuk mengobati amblyopia setiap hadir dan mendorong alternasi.
4. Apabila diperlukan, latihan orthoptic dapat digunakan untuk mencoba untuk
mengembalikan binocularity.
5. Apabila diperlukan, koreksi prisma dapat digunakan, baik sementara atau permanen,
untuk meredakan gejala penglihatan ganda.
6. Dalam kasus-kasus tertentu, dan terutama pada pasien dewasa, toksin botulinum dapat
digunakan baik sebagai pendekatan terapeutik permanen, atau sebagai tindakan sementara
-
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
34/35
untuk mencegah kontraktur otot sebelum operasi.
7. Jika diperlukan, operasi otot ekstra-okuler dapat dilakukan untuk meningkatkan cosmesis
dan, pada kesempatan, memulihkan binocularity,2,4,5
Daftar pustaka
1. Syafa. Strabismus [online] [ cited 2013 Sep ]; Available from:
www.drshafa.wordpress.com
2. Plotnik, J. A-Pattern Esotropia and Exotropia [online] [ cited sep 2013] Available from:
URL: www.emedicine.medscape.com
3. Pascotto, Antonio. Esotropia Acquired. [online] 2013 [ cited 2013 Sep ]; Available from:
www.emedicine.medscape.com/article
4. American Optometric Association. Care of the patient with : Strabismus Esotropia dan Exotropia.
5. Cooper, Jeffrey. All About Strabismus. [online] 2013 [ cited 2013 Sep ]; Available from:
www.strabismus.org/esotropia_eye_turns_in.html
6. Ilyas S, Rahayu S. 2012. Ilmu Penyakit Mata: Otot penggerak mata, Edisi 4. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
7. Esotropia. [online] 2013 [ cited 2013 Sep ]; Available from: en.org/wiki/Esotropial
8. Constance, West, Abury. 2000. Oftamologi Umum: Strabismus, Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika
9. Gergard L, Doris R. 2006. Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas: Ocular motility and
strabismus, 2nd edition. New York: Thieme.
10. Olver J, Cassidy L. 2005. Ophtamology At A Glance: Strabismus, 1st edition. USA:
Blackwell Science.
http://www.drshafa.wordpress.com/http://www.emedicine.medscape.com/articlehttp://www.strabismus.org/esotropia_eye_turns_in.htmlhttp://www.drshafa.wordpress.com/http://www.emedicine.medscape.com/articlehttp://www.strabismus.org/esotropia_eye_turns_in.html -
7/27/2019 Ending Nervus Abdusen
35/35
11. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009: 12-13,
anatomi dan strabismus
12. Duus p. Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala, edisi
II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996: 98 paralisis dan gambar..
13. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakata: Dian Rakyat. 2008: 131-148.
14. Snell RS. Anatomi Klinik, edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006:
halamanan cuyyy
15. American Academy Ophthalmology: Sixth Nerve Palsy, Section V.2009: 234-235
16.Syafa. Strabismus [online] [ cited 2013 Sep ]; Available from:
www.drshafa.wordpress.com
17. Plotnik, J. A-Pattern Esotropia and Exotropia [online] [ cited sep 2013] Available from:
URL: www.emedicine.medscape.com
18. Pascotto, Antonio. Esotropia Acquired. [online] 2013 [ cited 2013 Sep ]; Available from:
www.emedicine.medscape.com/article
19. American Optometric Association. Care of the patient with :
Strabismus Esotropia dan Exotropia.
20. Cooper, Jeffrey. All About Strabismus. [online] 2013 [ cited 2013 Sep ]; Available from:
www.strabismus.org/esotropia_eye_turns_in.html
21. Esotropia. [online] 2013 [ cited 2013 Sep ]; Available from: en.org/wiki/Esotropial
22. Constance, West, Abury. 2000. Oftamologi Umum: Strabismus, Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika
23. Gergard L, Doris R. 2006. Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas: Ocular motility and
strabismus, 2nd edition. New York: Thieme.
24. Olver J, Cassidy L. 2005. Ophtamology At A Glance: Strabismus, 1st edition. USA:
Blackwell Science.
http://www.drshafa.wordpress.com/http://www.emedicine.medscape.com/articlehttp://www.strabismus.org/esotropia_eye_turns_in.htmlhttp://www.drshafa.wordpress.com/http://www.emedicine.medscape.com/articlehttp://www.strabismus.org/esotropia_eye_turns_in.html