energi surya

37
LAPORAN PRAKTIKUM ENERGI DAN ELEKTRIFIKASI PERTANIAN ENERGI SURYA Oleh: Helmi Purwo Asmoro NIM AIH011046 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

Upload: helmi-purwa-asmoro

Post on 21-Jan-2016

87 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Energi surya

TRANSCRIPT

Page 1: Energi Surya

LAPORAN PRAKTIKUM ENERGI DAN ELEKTRIFIKASI PERTANIAN

ENERGI SURYA

Oleh:Helmi Purwo Asmoro

NIM AIH011046

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

2013

Page 2: Energi Surya

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial,

ekonomi, dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan, serta merupakan

pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia

meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan

penduduk. Sedangkan, akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan pra-

syarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Jadi, bisa dikatakan

manusia tanpa adanya sumber energi bagi kehidupan akan mengakibatkan

kerugian yang sangat besar.

Energi baru terbarukan merupakan terobosan baru untuk mengatasi

kelangkaan sumber energi yang akhir-akhir ini banyak diperbincangkan.

Mengandalkan energi fosil yang notabene energi yang tidak dapat diperbaharui

sangat tidak mungkin untuk keberlangsungan pasokan energi bagi kebutuhan

energi sehari hari, walaupun energi ini dapat diperbaharui namun untuk

merealisasikannya diperlukan waktu yang sangat lama, yaitu hingga berjuta-juta

tahun. Untuk itu penggunaan energi baru terbarukan sangat diperlukan sebagai

upaya ketahanan energi. Salah satu energi baru terbarukan adalah energi surya.

Energi surya adalah energi yang berasal dari sumber panas cahaya matahari.

Energi surya dimanfaatkan dari radiasi suryanya yang mana radiasi gelombang

pendek dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan sebuah panas dan dikonversi

Page 3: Energi Surya

menjadi energi listrik yang dapat digunakan untuk kebutuhan listrik sehari-hari,

baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun pada skala industri.

Pentingnya pengetahuan dalam pengukuran energi surya sangat diperlukan

agar dapat memperkirakan dan mengetahui dengan pasti asupan cahaya dan

situasi yang pas untuk membuat sebuah panel surya yang berguna untuk konversi

cahaya matahari menjadi energi listrik maupun energi yang lainnya. Sehingga

dengan demikian kita dapat mengetahui dengan pasti seberapa besar cahaya yang

diperlukan untuk menghasilkan sejumlah energi yang dibutuhkan. Penggunaan

pyranometer yang mana digunakan untuk mengukur radiasi matahari juga perlu

dipelajari karena pengetahuan pyranometer akan sinkron atau berhubungan

dengan energi surya.

B. Tujuan

1. Mengetahui cara menggunakan pyranometer.

2. Mengetahui cara mengukur energi surya.

Page 4: Energi Surya

II. TINJAUAN PUSTAKA

Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat, pemerintah terus

mengembangkan berbagai alternatif, diantaranya energi terbarukan. Potensi energi

terbarukan, seperti : biomassa, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin

dan energi samudera, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi

energi terbarukan di Indonesia sangat besar.

Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap,

angin, biogas, batubara, dan minyak bumi. Berbagai teknologi pemanfaatan energi

surya termal untuk aplikasi skala rendah (temperature kerja lebih kecil atau hingga

60o hingga 120o C) telah dikuasai dari rancang bangun, konstruksi hingga

manufaktur secara nasional.

Usaha penghematan energi dan penyediaan energi yang ramah lingkungan,

pemanfaatan energi surya perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius.

Ketersediaan energi surya di daerah tropis cukup berlimpah. Supaya hal yang

perlu diperhatikan dalam perancangan pembuatan peralatan dan instalasinya.

Radiasi Surya adalah radiasi helombang pendek yang diserap oleh pelat

penyerap sebuah kolektor surya yang diubah menjadi panas. Penerimaan radiasi

surya dipermukaan bumi :

1. Bervariasi menurut tempat dan waktu

2. Skala makro menurut tempat ditentukan oleh letak lintang dan keadaan

atmosfer terutama awan.

3. Skala mikro arah lereng menentukan jumlah radiasi surya yang diterima.

Page 5: Energi Surya

4. Cuaca cerah, berawan, mendung, dan lainnya.

Energi surya dikonversikan secara langsung menjadi bentuk energi lain

dengan tiga proses yaitu :

1. Proses Heliochemical yaitu proses fotosintesis, proses ini merupakan sumber

dari semua bahan bakar fosil dan bioenergi.

2. Proses helioelctrical yaitu proses produksi listrik oleh sel-sel surya .

3. Proses heliothermal adalah penyerapan radiasi matahari dan pengkonversian

energi matahari menjadi energi termal.

4. Pyranometer atau disebut solarmeter digunakan untuk mengukur besarnya

pengaruh radiasi cahaya pada permukaan bidang dengan satuan W/m2 .

Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas

surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk

lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air,

uap,angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Teknik pemanfaatan energi surya

mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan

kristal silikon untuk mengkonversi radiasi matahari, namun sampai tahun 1955

metode itu belum banyak dikembangkan. Selama kurun waktu lebih dari satu abad

itu, sumber energi yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu bara.

Upaya pengembangan kembali cara memanfaatkan energi surya baru muncul lagi

pada tahun 1958. Sel silikon yang dipergunakan untuk mengubah energi surya

menjadi sumber daya mulai diperhitungkan sebagai metode baru, karena dapat

digunakan sebagai sumber daya bagi satelit angkasa luar.

Page 6: Energi Surya

Energi surya adalah sumber energi yang terdapat di alam, dimana tidak

bersifat polutif, tidak habis dan gratis. Energi ini tersedia dalam jumlah yang besar

dan bersifat kontinu bagi kehidupan makhluk di bumi. Untuk memanfaatkan

energi surya diperlukan pengetahuan dan teknologi yang tinggi agar dapat

efisiensi yang lebih baik serta ekonomi.

Energi surya sebenarnya energi nuklir. Dalam 25% bagian dalam Matahari,

hidrogen sekering ke helium pada laju sekitar 7 x 1011 kg hidrogen setiap detik.

Jika ini terdengar seperti banyak, itu karena itu adalah: ini setara dengan jumlah

massa yang dapat dilakukan oleh 10 juta gerbong kereta. Tidak perlu takut,

meskipun, bahwa kita akan kehabisan bahan bakar waktu dekat, seperti Matahari

memiliki hidrogen yang cukup dalam inti untuk melanjutkan pada tingkat ini

selama 5 miliar tahun. Ini produksi energi, ditambah dengan gravitasi kompresi,

terus pusat Matahari dekat K 16 juta terik, yaitu sekitar 29 juta F. Panas dari inti

pertama terutama memancarkan, dan kemudian terutama convected, ke

permukaan Matahari, di mana ia mempertahankan pada suhu 5800 K.

Radiasi adalah Energi yang dikeluarkan, dipancarkan atau diterima berupa

gelombang atau partikel-partikel elektromagnetik. Pyranometer adalah jenis

actinometer yang digunakan untuk mengukur radiasi matahari broadband pada

permukaan planar dan merupakan sensor yang dirancang untuk mengukur

kerapatan fluks radiasi matahari (dalam watt per meter persegi) dari bidang

pandang 180 derajat. Komponen utama sebuah pyranometer adalah:

Page 7: Energi Surya

1. Sebuah sensor thermopile dengan lapisan hitam. Sensor ini menyerap semua

radiasi matahari, memiliki spektrum datar mencakup rentang nanometer 300

sampai 50.000, dan memiliki respon yang hampir sempurna kosinus.

2. Sebuah kubah kaca. Kubah ini membatasi respon spektral dari 300 sampai

2.800 nanometer (memotong bagian atas nm 2.800), sambil menjaga bidang

pandang 180 derajat. Fungsi lain dari kubah adalah sebagai perisai sensor

thermopile dari konveksi.

Lapisan hitam di sensor thermopile menyerap radiasi matahari. Radiasi ini

diubah menjadi panas. Panas mengalir melalui sensor untuk perumahan

pyranometer. Thermopile sensor menghasilkan sinyal output tegangan yang

proporsional terhadap radiasi surya.

Page 8: Energi Surya

III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Pyranometer

2. Stopwatch

3. Termometer bola basah dan bola kering

4. Multimeter

5. Kalkulator

6. Alat Tulis

7. Radiasi Matahari

B. Prosedur Kerja

1. Menaruh pyranometer perlakuan dibawah matahari langsung.

2. Menghubungkan pyranometer dengan multimeter.

3. Meletakan thermometer bola basah dan bola kering disamping pyranometer

agar terkena sinar matahari.

4. Mengamati perubahan radiasi surya tiap 15 menit sekali

5. Mencatat hasil pengamatan.

Page 9: Energi Surya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

ACARA 1 : ENERGI SURYA

NoWaktu

Pengamatan

Radiasi (W/m2 )

LangsungCuaca

Suhu Lingkungan

Tbb Tbk RH (%)

1 06.40 0.7 Cerah 28 272 06.55 0.16 Cerah 28 29 963 07.10 2 Cerah 29 28.54 07.25 4.5 Cerah 31 31.5 955 07.40 3.8 Cerah 33.5 34 906 07.55 6.8 Cerah 33.5 37 827 08.10 7.8 Cerah 36 38.5 738 08.25 8.8 Cerah 38 41 709 08.40 10.4 Cerah 38.5 41.5 7210 08.55 11.2 Cerah 40 44 6511 09.10 7 Cerah 41 45 62.512 09.25 11.4 Cerah 42 46 6513 09.40 6.4 Berawan 42 46 6514 09.55 12.7 Cerah 44 47 77.515 10.10 7.8 Berawan 45 48 7916 10.25 18.5 Cerah 44 47 77.517 10.40 14.4 Berawan 44 47 77.518 10.55 1.6 Mendung 43 45 82.519 11.10 12.6 Berawan 40 43 7820 11.25 13.6 Cerah 43 47 7021 11.40 13 Cerah 42 49 5022 11.55 10.4 Cerah 40.4 48.5 4523 12.10 11 Cerah 40.1 50.2 3724 12.25 7.9 Berawan 43 51 4825 12.40 10.6 Cerah 42 51 4226 12.55 1.6 Mendung 37 43 5027 13.10 10.3 Cerah 41 47 5528 13.25 1.1 Berawan 36 43 4329 13.40 8.5 Cerah 40 47.5 4530 13.55 4.6 Berawan 37 44.5 43

Page 10: Energi Surya

B. Pembahasan

Indonesia memiliki banyak potensi energi terbarukan, seperti tenaga air

(termasuk minihidro), panas bumi, biomasa, angin dan surya (matahari) yang

bersih dan ramah lingkungan, tetapi pemanfaatannya belum optimal. Belum

optimalnya pemanfaatan energi terbarukan disebabkan biaya pembangkitan

pembangkit listrik energi terbarukan, seperti tenaga surya, tidak dapat bersaing

dengan biaya pembangkitan pembangkit listrik berbahan bakar energi fosil (bahan

bakar minyak, gas bumi, dan batubara). Indonesia terletak di garis katulistiwa,

sehingga Indonesia mempunyai sumber energi surya yang berlimpah dengan

intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh

wilayah Indonesia. Dengan berlimpahnya sumber energi surya yang belum

dimanfaatkan secara optimal, sedangkan di sisi lain ada sebagian wilayah

Indonesia yang belum terlistriki karena tidak terjangkau oleh jaringan listrik PLN,

sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan sistemnya yang

modular dan mudah dipindahkan merupakan salah satu solusi yang dapat

dipertimbangkan sebagai salah satu pembangkit listrik alternatif. Sayangnya biaya

pembangkitan PLTS masih lebih mahal apabila dibandingkan dengan biaya

pembangkitan pembangkit listrik tenaga konvensional, karena sampai saat ini

piranti utama untuk mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik (modul

fotovoltaik) masih merupakan piranti yang didatangkan dari luar negeri.

Secara umum biaya pembangkitan PLTS lebih mahal dibandingkan dengan

biaya pembangkitan pembangkit listrik tenaga fosil, pembangkit listrik tenaga air,

minihidro, dan panas bumi. Tetapi seiring dengan adanya penelitian dari Amerika

Page 11: Energi Surya

yang menyatakan bahwa biaya investasi PLTS di masa datang akan menurun,

sehingga dengan dihapuskannya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara

bertahap dimungkinkan PLTS dapat dipertimbangkan sebagai pembangkit listrik

alternatif. Pada tahun 2002, masih banyak daerah terpencil dan pedesaan yang

tidak dilewati jaringan listrik PLN, sehingga hanya pembangkit listrik tenaga

diesel (PLTD) yang dimanfaatkan di daerah tersebut. Dengan makin sulitnya

memperoleh kesinambungan pasokan minyak solar, menyebabkan beberapa

wilayah di Indonesia memanfaatkan PLTS untuk subsitusi PLTD. Pemanfaatan

PLTS khusus untuk daerah pedesaan yang kebutuhan listriknya rendah, mengingat

di daerah ini listrik diutamakan untuk penerangan. Selain untuk penerangan ada

beberapa wilayah yang memanfaatkan PLTS sebagai sumberdaya listrik untuk

telekomunikasi, lampu suar, lemari pendingin (Puskesmas), dan pompa air. Pada

tahun tersebut, total kapasitas terpasang PLTS di wilayah Indonesia hampir

mencapai 3 MWp.

PLTS sangat berpotensi untuk diterapkan di Maluku karena Maluku

mempunyai kondisi geografi yang terdiri dari kepulauan. Hal tersebut yang

menyebabkan produksi listrik PLTS di Maluku meningkat dengan laju

pertumbuhan rata-rata 6,24% per tahun, yaitu dari 0,09 PJ pada tahun 2015

menjadi 0,32 PJ pada tahun 2030. Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur

menggunakan PLTD untuk memenuhi beban puncaknya, tetapi PLTD di wilayah

ini umumnya sudah tua sehingga produksi listriknya semakin menurun, sehingga

pada tahun 2010, PLTS sudah mulai berperan di kedua wilayah Nusa Tenggara

dengan total produksi listrik sebesar 0,03 PJ (kasus dasar dan PVCOST) dan

Page 12: Energi Surya

meningkat menjadi 0,08 PJ (kasus dasar) dan 0,52 PJ (PVCOST) pada tahun

2030. PLTS di wilayah ini tidak mampu bersaing dengan PLTA dan PLTU

Batubara 7 MW dan hanya menggantikan kapasitas PLTD yang semakin

berkurang. Hampir 96% dari kapasitas terpasang PLTD berada di luar Jawa, tetapi

sebagian besar PLTD tersebut telah berusia cukup tua, misalnya PLTD di

Kalimantan Timur dan Riau telah beroperasi selama 15 sampai 25 tahun yang

menyebabkan produksi listriknya semakin menurun, kondisi ini merupakan salah

satu faktor bagi meningkatnya peran PLTS.

Di wilayah Kalimantan, dalam rangka memeratakan pembangunan,

pemerintah daerah Kalimantan telah melakukan optimasi penyediaan listrik untuk

memenuhi kebutuhan listrik di daerah terpencil dan terisolir dengan

memanfaatkan PLTS melalui dana APBN dan APBD. PLTS di Kalimantan dapat

menunjang PLTD yang digunakan untuk memenuhi beban puncak, khusus di

Kalimantan Barat, pemanfaatan PLTS akan bersaing dengan PLTA. Produksi

listrik PLTS di Kalimantan pada tahun 2020 adalah 1,01 PJ (kasus dasar) dan 3,32

PJ (PVCOST) dan pada tahun 2030 meningkat menjadi 4,88 PJ (kasus dasar) dan

12,68 PJ (PVCOST). Berlainan dengan Kalimantan Barat, PLTS di Kalimantan

Timur akan dapat bersaing dengan PLTU Batubara 100 MW dengan catatan

setelah biaya investasi PLTS lebih rendah dari 1.650 US$/kW, sedangkan di

Kalimantan Tengah PLTS mulai berperan pada tahun 2030.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan listrik di Sumatra dan umur PLTD

yang terpasang sudah mencapai lebih dari 15 tahun, memungkinkan pada tahun

2025 wilayah Sumatra juga memerlukan pemanfaatan PLTS untuk menunjang

Page 13: Energi Surya

pasokan listrik di wilayah tersebut, khususnya di daerah terpencil dan di daerah

yang terisolasi. Produksi listrik dari PLTS pada tahun 2025 sebesar sebesar 17,58

PJ (kasus dasar), sedangkan pada PVCOST, pada tahun 2020 PLTS sudah mulai

berperan dengan produksi listrik sebesar 0,67 PJ dan meningkat menjadi 128,65

PJ pada tahun 2030. Meningkatnya peran PLTS di Sumatra ditunjang dari umur

PLTD di wilayah ini sudah tua, serta adanya rencana strategis pemerintah daerah

untuk memenuhi kebutuhan listrik dengan memanfaatkan sumber energi setempat

seperti mini/mikrohidro dan energi surya sejak tahun 2005. Seperti halnya di

wilayah Sumatra, di Jawa pertumbuhan konsumsi tenaga listrik rata-rata dari

tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 mencapai 7% per tahun, apabila

pertumbuhan konsumsi tenaga listrik rata-rata diasumsikan tetap, pada tahun 2030

Jawa diperkirakan membutuhkan PLTS sebesar 12,16 GW. Hal tersebut dipicu

dengan terbatasnya pasokan gas bumi, BBM, dan batubara pada pembangkit

listrik, mengingat gas bumi lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan bahan

baku dan bahan bakar di sektor industri, sedangkan BBM lebih diutamakan untuk

memenuhi kebutuhan bahan bakar di sektor transportasi. Selain itu, untuk

meningkatkan pemakaian batubara harus ditunjang pengembangan pelabuhan

penerima batubara di Jawa. Pengembangan pelabuhan penerima batubara di Jawa

memerlukan lahan sangat luas dengan biaya investasi yang relatif besar. Akan

tetapi pemanfaatan PLTS sebesar 12,16 GW pada kasus dasar dan 46,65 GW pada

kasus PVCOST di Jawa dan 16,85 GW pada kasus PVCOST di Sumatra dapat

dikatakan tidak rasional mengingat. ( Jurnal Irawan Rahardjo dan Ira Fitriana ).

Page 14: Energi Surya

Prinsip kerja Pyranometer tidak memerlukan sumber listrik untuk

beroperasi dan sering digunakan dalam meteorologi, klimatologi, studi energi

surya dan fisika bangunan. Benda ini dapat dilihat di banyak stasiun meteorologi -

biasanya dipasang horizontal dan di samping panel surya - biasanya dipasang

dengan permukaan sensor pada bidang panel. Prinsip kerja dari alat ini sebagai

berikut. Sinar matahari/ radiasi yang datang secara langsung maupun yang

dipancarkan atmosphir (global radiasi solar) dan yang dihamburkan langit akan

menembus glass dome. Radiasi dengan panjang gelombang sampai dengan 3.0

microns akan diteruskan ke lempeng logam hitam dan putih. Lempeng logam

hitam akan mengabsorbsi panas radiasi sementara lempeng putih akan

memantulkan radiasi sehingga terjadi perbedaan temperatur diantara kedua jenis

lempeng logam ini. Perbedaan temperatur dari kedua lempeng ini dihubungkan ke

circuit thermojunctions yang mengubah besaran panas menjadi perbedaan

tegangan potensial diantara kedua ujung lempeng.

Ketika sinar matahari jatuh pada sebuah pyranometer, sensor thermopile

menghasilkan respon proporsional biasanya dalam 30 detik atau kurang: sinar

matahari, semakin panas mendapat sensor dan semakin besar arus listrik yang

dihasilkannya. Thermopile ini dirancang untuk secara tepat linier (jadi dua kali

lipat dari radiasi surya menghasilkan dua kali lebih banyak saat ini) dan juga

memiliki respon terarah: menghasilkan output maksimum ketika matahari berada

tepat di atas kepala (di tengah hari) dan nol output ketika Matahari berada pada

cakrawala (di waktu fajar atau senja). Ini disebut respon kosinus (atau kosinus

Page 15: Energi Surya

koreksi), karena sinyal listrik dari pyranometer bervariasi dengan kosinus sudut

antara sinar matahari dan vertikal.

Berdasarkan asal / sumbernya radiasi dapat dibedakan kedalam tiga

klasifikasi yaitu :

1. Radiasi Solar adalah Radiasi yang dikeluarkan oleh Matahari. Kira-kira 99.9

persen dari radiasi ini berupa energi elektromagnetik dengan panjang

gelombang antara 0.15 s/d 4.0 microns dengan persentasi tertinggi pada

intensitas 0.4 s/d 0.7 microns berupa cahaya selebihnya berupa energi

elektromagnetik Infrared dan Ultra violet. Radiasi Solar yang menembus

lapisan terendah atmosphir dapat juga dibedakan dalam beberapa kelas :

a. Radiasi Solar Langsung yaitu Radiasi Solar yang datang dari sudut bulat

cakram matahari.

b. Radiasi Solar Global yaitu Radiasi Solar yang diterima oleh permukaan

horizontal berupa radiasi solar langsung dan radiasi yang dihamburkan

kearah bawah sewaktu melewati lapisan atmosphir.

c. Sky Radiasi yaitu Radiasi Solar yang dihamburkan kearah bawah oleh

lapisan atmosphir (bagian kedua dari radiasi global).

d. Radiasi Solar Yang Dipantulkan yaitu Radiasi Solar yang dipantulkan

kearah atas oleh permukaan bumi dan dihamburkan oleh lapisan

atmosphir antara permukaan bumi dan titik pengamatan.

2. Radiasi Terrestrial adalah Radiasi yang dikeluarkan oleh planet bumi

termasuk atmosphirnya, sehingga radiasi terrestrial dapat dibedakan dalam

dua kategori :

Page 16: Energi Surya

a. Radiasi Permukaan Terrestrial adalah radiasi yang dikeluarkan oleh

permukaan bumi.

b. Radiasi Atmosphir adalah radiasi yang dikeluarkan oleh atmosphir.

Radiasi Total adalah Jumlah Radiasi Solar dan Terrestrial. ( kadangkala

dibedakan dalam dua pengertian sesuai kebutuhan, yaitu :radiasi gelombang

pendek < 4 μm.dan radiasi gelombang panjang > 4 μm ).

Keuntungan dari penggunaan energi matahari antara lain:

Energi matahari merupakan energi yang tersedia hampir diseluruh bagian

permukaan bumi dan tidak habis (renewable energi).

a. Penggunaan energi panas matahari tidak menghasilkan polutan dan emisi

yang berbahaya baik bagi manusia maupun lingkungan.

b. Penggunaan energi panas matahari untuk pemanas air, pengeringan hasil

panen akan dapat mengurangi kebutuhan akan energi fosil.

c. Pembanguan pemanas air tenaga matahari cukup sederhana dan memiliki

nilai ekonomis.

Kerugian dari penggunaan energi panas matahari antara lain:

a. Sistem pemanas air dan pembangkit listrik tenaga panas matahari tidak efektif

digunakan pada daerah memiliki cuaca berawan untuk waktu yang lama.

b. Pada musim dingin, pipa-pipa pada sistem pemanas ini akan pecah karena air

di dalamnya membeku.

c. Membutuhkan lahan yang sangat luas yang seharusnya digunakan untuk

pertanian, perumahan, dan kegiatan ekonomi lainya. Hal ini karena rapat

energi matahari sangat rendah.

Page 17: Energi Surya

d. Lapisan kolektor yang menyilaukan bisa mengganggu dan membahayakan

penglihatan, misalnya penerbangan.

e. Sistem hanya bisa digunakan pada saat matahari bersinar dan tidak bisa

digunakan ketika malam hari atau pada saat cuaca berawan.

f. Penyimpanan air panas untuk perumahan bukan merupakan masalah, tetapi

penyimpanan uap air pada pembangkit listrik memerlukan teknologi yang

sulit.

Pemanfaatan energi surya pada bidang pertanian diantaranya adalah sebagai

berikut :

1. Rumah Pengering

Pada kebanyakan dalam praktek, yang dikeringkan dengan rumah pengering

adalah hasil-hasil perkebunan seperti tembakau, karet, jagung dan yang lain.

Ukuran rumahnya pun berbeda-beda menurut keperluan dan bahkan dalam

kebanyakan hal dibuat lebih dari satu tingkat. Wadah bahan (yang

dikeringkan dalam rumah pengeringan) digunakan rak-rak, ataupun tempat-

tempat gantungan (disesuaikan keperluan). Adapun sumber panasnya berasal

dari pipa-pipa yang dialirkan menuju setiap ruang pengering. Media yang

melewati pipa panas tersebut bias berupa air,uap, maupun gas hasil

pembakaran. Pipa-pipa pemanas dipakai untuk memindahkan panas dari

dalam ke bagian luar dari pada pipa guna memanaskan udara di dalam ruang

pengering. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi perpindahan

panasnya, maka pada pipa pemanas diberikan gelang-gelang dari bahan yang

Page 18: Energi Surya

bisa menghantarkan panas (memperbesar luasan kontak, pancar, maupun

konveksi).

2. Ketel Uap

Ketel uap maupun sumber pembangkit lainnya biasanya ditempatkan di

dalam ruang terpisah dengan ruang pengering (power house/power

station/power generator). Karena media/udara panas berat jenisnya lebih

ringan, maka kecendrungan gerakannya adalah dari bawah ke atas. Hingga

karenanya pipa-pipa pemanas meski harus diletakkan di bagian bawah dan

stack/cerobong diletakkan di bagian atas untuk menarik keluar udara maupun

uap air. Supply udara baru dari bawah (untuk dipanaskan dengan media

panas) harus bisa diimbangi dengan penarikan oleh cerobong untuk

mendapatkan pertukaran udara dengan baik sehingga mutu produk

pengeringan maupun prosesnya sendiri bisa berjalan dengan baik. Karena

besarnya spesifikasi, performasi, dan ukuran boiler (unit system pembakaran

uap), ruangan pengering, luasnya unit instalasi pemindahan panas, kapasitas

blower supply maupun penarik cerobong harus benar-benar dihitung sehingga

mutu, kapasitas produksi maupun proses produksinya bisa dijamin mampu

saing di pasaran. Energi matahari merupakan energi yang utama bagi

kehidupan di bumi ini. Berbagai jenis energi, baik yang terbarukan maupun

tak-terbarukan merupakan bentuk turunan dari energi ini baik secara langsung

maupun tidak langsung. Energi yang merupakan turunan dari energi matahari

misalnya: Energi angin yang timbul akibat adanya perbedan suhu dan tekanan

satu tempat dengan tempat lain sebagai efek energi panas matahari. Energi air

Page 19: Energi Surya

karena adanya siklus hidrologi akibat dari energi panas matahari yang

mengenai bumi. Energi biomassa karena adanya fotosintesis dari tumbuhan

yang notabene menggunakan energi matahari. Energi gelombang laut yang

muncul akibat energi angin. Energi fosil yang merupakan bentuk lain dari

energi biomassa yang telah mengalami proses selama berjuta-juta tahun.

3. Kompor Matahari

Untuk diameter cermin sebesar 1,3 meter kompor ini memberikan daya

thermal sebesar 800 watt pada panci. Dengan menggunakan kompor ini maka

kebutuhan akan energi fosil dan energi listrik untuk memasak dapat

dikurangi. Hal ini biasanya dilakukan petani di desa-desa daerah tropis

dengan menjemur hasil panennya dibawah terik sinar matahari. Cara ini

sangat menguntungkan bagi para petani karena mereka tidak perlu

mengeluarkan biaya untuk mengeringkan hasil panennya. Berbeda dengan

petani di negara-negara empat musim yang harus mengeluarkan biaya untuk

mengeringkan hasil panennya dengan menggunakan oven yang menggunakan

bahan bakar fosil maupun menggunakan listrik. Prinsip kerja dari kompor

matahari adalah dengan memfokuskan panas yang diterima dari matahari

pada suatu titik menggunakan sebuah cermin cekung besar sehingga

didapatkan panas yang besar yang dapat digunakan untuk menggantikan

panas dari kompor minyak atau kayu bakar. Pemanfaatan energi matahari di

satu sisi dianggap ramah lingkungan karena mengurangi polusi karbon namun

di sisi lain meningkatkan pemanasan global dalam pengadaan panel suryanya.

Di Jakarta pengadaan panel surya dengan ukuran 1 x 1,5 m2 dengan kapasitas

Page 20: Energi Surya

1 kW per hari membutuhkan 40 kg batu bara untuk proses pembuatannya.

Padahal 40 kg baru bara mampu langsung menghasilkan energi sebesar 130

kWh. Proses pembuatan panel, ujarnya, juga dimulai dari penambangan

batuan silika kemudian diproses menjadi berturut-turut, silika metalik,

triklorosilan, polikristalin silikon, sel surya (solar cell), dan kemudian panel.

Salah satu bahan kimia yang berbahaya adalah klorin yang digunakan pada

setiap urutan proses pembuatan panel tersebut. Sedangkan untuk pemurnian

silika diperlukan proses pemanasan yang lama pada suhu tinggi. Dengan

demikian, pencemaran yang terjadi saat pembuatan panel adalah selain karena

pembakaran batubara yang menimbulkan emisi GHG (greenhouse gases),

juga polusi kimia, dan limbah silika yang tak bisa didaur ulang, katanya.

4. Distilasi Air

Cara kerjanya adalah sebuah kolam yang dangkal, dengan kedalaman 25mm

hingga 50 mm, ditututup oleh kaca. Air yang dipanaskan oleh radiasi

matahari, sebagian menguap dan sebagian uap itu mengembun pada bagian

bawah dari permukaan kaca yang lebih dingin. Kaca tersebut dimiringkan

sedikit 10 derajat untuk memungkinkan embunan mengalir karena gaya berat

menuju ke saluran penampungan yang selanjutnya dialirkan ke tangki

penyimpanan.

Sebenarnya ada banyak pemanfaatan energi surya secara efektif. Aplikasi

dari penggunaan energi surya dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori yang

utama : pemanasan/pendinginan, menghasilkan listrik, dan proses kimia. Dan

secara garis besar, pemanfaatan energi surya dibagi menjadi 2 metode, yaitu :

Page 21: Energi Surya

1. Pemanfaatan langsung panas radiasi matahari, yang secara umum digunakan

untuk memanaskan air. Biasanya ditetapkan pada atap-atap rumah (dengan

posisi datar) untuk menghasilkan air panas sebagai keperluan domestik.

Contohnya seperti penerangan ruangan, pengeringan hasil pertanian dan

lainnya.

2. Pembangkit daya listrik melalui sel photovoltaic. Awalnya dikembangkan

untuk menyediakan listrik peralatan-peralatan di daerah terpencil.

Photovoltaic merupakan proses merubah energi cahaya menjadi energi listrik

melalui media semikonduktor. Contohnya penerang ruangan dan pembangkit

listrik.

GRAFIK HUBUNGAN ANTARA RADIASI DAN WAKTU

0 2 4 6 8 10 120

2

4

6

8

10

12

radiasiLinear (radiasi)

Waktu

Radi

asi (

W/m

2)

Berdasarkan grafik di atas, maka hubungan antara radiasi dengan waktu

adalah semakin terik mataharinya maka semakin tinggi pula radiasinya, hal

tersebut terjadi pada pertengahan siang yaitu berkisar pukul 10.00 hingga

pukul14.00.

Page 22: Energi Surya

Kendala yang dialami pada saat praktikum adalah penggunaan thermometer

bola basah dan bola kering yang belum digital sehingga ketepatan dalam

penentuan suhu terkadang kurang tepat, hal tersebut dikarenakan untuk melihat

angka pengukuran dibutuhkan ketelitian dalam membaca ukuran yang

ditampilkan dalam termometer. Penentuan nilai RH yang masih menggunakan

metode manual terkadang masih kurang tepat walaupun nilai yang dihasilkan

hanya melenceng sedikit, hal tersebut ditandai dengan selisih suhu yang sama

pada tiap-tiap jam tertentu seharusnya memiliki nilai RH yang sama.

Page 23: Energi Surya

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Hubungan antara radiasi dengan kelembapan adalah semakin meningkatnya

radiasi maka kelembapan akan menurun secara perlahan.

2. Hubungan antara temperature dengan kelembapan adalah semakin tinggi

selisih temperature antara bola kering dengan bola basah maka kelembapan

akan menurun.

3. Hubungan antara radiasi dengan temperature rata-rata dari thermometer bola

kering dan bola basah adalah semakin tinggi suhu rata-ratanya maka akan

semaikin meningkat pula radiasinya.

4. Wilayah di Indonesia yang memiliki potensi besar pemanfaatan energi

suryanya terdapat di Kalimantan, NTT, dan Sumatra.

5. Prinsip kerja pyranometer yaitu ketika sinar matahari jatuh pada sebuah

pyranometer, sensor thermopile menghasilkan respon proporsional biasanya

dalam 30 detik atau kurang: sinar matahari, semakin panas mendapat sensor

dan semakin besar arus listrik yang dihasilkannya.

6. Klasifikasi energi surya diantaranya :

a. Radiasi Solar : Radiasi Solar Langsung, Radiasi Solar Global, Sky

Radiasi, dan Radiasi Solar Yang Dipantulkan.

b. Radiasi Terrestrial : Radiasi Permukaan Terrestrial dan Radiasi

Atmosfir.

Page 24: Energi Surya

7. Pemanfaatan energi surya di bidang pertanian diantaranya dapat digunakan

untuk pengeringan, kompor surya, ketel surya, rumah pengeringan dsb.

B. Saran

Praktikum energi surya akan lebih mengenai sasaran yang tepat dengan

judul acara praktikum apabila praktikum dilakukan dengan alat yang lengkap

seperti diperlukan sel surya atau panel surya dan aplikasi secara nyata di bidang

pertanian.

Page 25: Energi Surya

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Pyranometer. wikipwedia

Givoni, B. 1976. Man Climate and Architecture. New York

Kadir, Abdul. 1995. Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi

NRC, 2005. Teknologi dan Aplikasi Tentang Energi Soar. Natural Resources

Canada(NRC).

Lakitan, B. 1997. Dasar-dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta

Prabowo A, 2003. Peluang Pemanfaatan Energi Surya di Bidang Pertanian.

Rahardjo, Irawan dan Ira Fitriana. Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga

Surya di Indonesia. Jurnal

Republika, 2004. Pemerintah Sudah Saatnya Kembangkan Energi Surya.

Republika, Jakarta.

Supranto, Dr. Ir. 1991. Diklat Energi Surya Sebagai Sumber Panas. PAU Ilmu

Teknik UGM: Yogyakarta

Yuliarto, B, 2006. Energi Surya ; Alternatif Sumber Energi Masa Depan di

Indonesia. Berita Iptek.com.

Yuliarto, B. 2006. Sumber Energi yang Terbaharukan. Ghalia Indonesia: Jakarta.