epidemiologi diabetes

26
EPIDEMIOLOGI DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS Oleh : Jenly Yulisar Bonde 080111146 Dosen Pembimbing : Dr.dr. G.D. Kandou BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2013

Upload: jenly-bonde

Post on 24-Oct-2015

56 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas ikmas

TRANSCRIPT

Page 1: Epidemiologi Diabetes

EPIDEMIOLOGI DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS

Oleh :

Jenly Yulisar Bonde

080111146

Dosen Pembimbing :

Dr.dr. G.D. Kandou

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2013

Page 2: Epidemiologi Diabetes

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari semakin meningkat,

karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Sebagai dampak

positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 60 tahun

merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup meningkat.

Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun, meskipun diakui bahwa angka

penyakit infeksi ini masih di pertanyakan dengan timbulnya penyakit baru seperti Hepatitis

B, AIDS, juga angka TBC dan DBD masih cukup tinggi di Negara kita tercinta ini.

Dilain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degenerative, diantaranya

diabetes mellitus meningkat tajam. Perubahan pola penyakit ini diduga ada hubungannya

dengan cara hidup yang berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola makan

tradisional yang banyak mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan ke

barat-baratan dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak,

gula, garam, dan mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat

pada makanan siap santap yang akhir-akhir ini sangat di gemari terutama oleh kalangan anak

muda.

Diabetes mellitus tipe 2 yang meliputi lebih 90 % dari semua populasi diabetes, factor

lingkungan sangat berperan. Prevalensi diabetes mellitus tipe 2 pada bangsa kulit putih

berkisar antara 3 sampai 6 % dari orang dewasanya. Angka ini merupakan acuan untuk

membandingkan prevalensi diabetes antara berbagai kelompok etnik di seluruh dunia,

misalnya di negara-negara berkembang yang laju ekonominya sangat menonjol yaitu di

Singapura dimana prevalensi diabetes mellitus meningkat dibandingkan dengan 10 tahun

yang lalu. Demikian pula pada beberapa kelompok etnik di beberapa negara yang mengalami

perubahan gaya hidup yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya, karena memang

mereka lebih makmur

Disamping itu cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi sampai sore

bahkan kadang-kadang sampai malam hari duduk dibelakang meja menyebabkan tidak

adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolahraga, apalagi bagi para eksekutif hampir

tiap hari harus lunch atau dinner dengan para relasinya dengan menu makanan barat yang

‘aduhai’. Pola hidup beresiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya kekerapan penyakit

jantung koroner (PJK), hipertensi, diabetes dan hiperlipidemia.

Page 3: Epidemiologi Diabetes

Di Indonesia saat ini masalah DM belum menempati skala prioritas utama pelayanan

kesehatan walaupun sudah jelas dampak negatifnya, yaitu berupa penurunan kualitas SDM,

terutama akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya.

Dalam strategi pelayanan kesehatan bagi pasien diabetes, yang seyogyanya diintegrasikan

ke dalam pelayanan kesehatan primer, peran dokter umum sangat penting. Kasus diabetes

sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum. Apalagi kalau

kemudian kadar glukosa darah ternyata terkendali baik dengan pengelolaan di tingkat

pelayanan kesehatan primer. Tentu saja harus ditekankan pentingnya tindak lanjut jangka

panjang pada para pasien diabetes tersebut. Pasien diabetes yang potensial akan menderita

penyulit DM perlu secara periodik dikonsultasikan kepada dokter ahli terkait ataupun kepada

tim pengelola DM pada tingkat lebih tinggi di rumah sakit rujukan.

Kemudian mereka dapat dikirim kembali kepada dokter yang biasa mengelolanya.

Demikian pula pasien diabetes yang sukar terkendali kadar glukosa darahnya, pasien diabetes

dengan penyulit, apalagi penyulit yang potensial fatal, perlu dan harus ditangani oleh instansi

yang lebih mampu dengan peralatan yang lebih lengkap, dalam hal ini Pusat Diabetes di

Fakultas Kedokteran / Rumah Sakit Pendidikan / RS Rujukan Utama.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

- Diabetes mellitus (DM) berasal dari kata Yunani Diabainein yang berarti “tembus

atau pancuran air) dan kata latin Mellitus yang artinya manis. Sehingga umumnya

dikenal sebagai kencing manis.

- Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan

gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi

komplikasi makrovaskular, mikrovaskular dan neurologis (Barbara C.Long)

- Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelalaian sekresi insulin, kelainan

kerja insulin atau bahkan kedua-duanya.

- Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi

system dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi

insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Stuart)

Page 4: Epidemiologi Diabetes

- Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh factor

lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik

hiperglikemia kronis dan tidak dapat dikontrol disembuhkan tetapi dapat dikontrol

(WHO)

2.2 Etiologi dan Patofisiologi

Ada bukti yang menunjukan bahwa etiologi diabetes mellitus bermacam-macam.

Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi

insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas

penderita diabetes mellitus. Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang

ditentukan secara genetic dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap

perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik

tampaknya memberikan respons terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa

infeksi virus, dengan memproduksi autoantibody terhadap sel-sel beta, yang akan

mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa.

Manifestasi klinis diabetes mellitus dapat terjadi jika lebih dari 90 % sel-sel beta

menjadi rusak. Pada diabetes mellitus yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak semuanya,

sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolic yang berkaitan dengan

defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetic diabetes tipe 1 adalah adanya kaitan

dengan tipe-tipe histokompatibilitas ( Human Leukocyte Antigen) HLA spesifik. Tipe dari

gen histokompatibilitas yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 (DW 3 dan DW 4) adalah yang

member kode kepada protein-protein yang berperan dalam interaksi monosit-limfosit.

Protein-protein ini mengatur respon sel T yang merupakan bagian normal dari respon imun.

Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam

pathogenesis perusakan sel-sel pulau Langerhans. Juga terdapat bukti adanya peningkatan

antibody-antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans yang ditunjukan terhadap komponen

antigenic tertentu dari sel beta. Kejadian pemicu yang menentukan proses autoimun pada

individu yang peka secara genetic dapat berupa infeksi virus coxsackie B4 ataupun

gondongan atau virus lain. Epidemi diabetes tipe 1 awitan baru telah diamati pada saat-saat

tertentu dalam setahun pada anggota-anggota dari kelompok social yang sama. Obat-obat

tertentu yang diketahui dapat memicu penyakit autoimun lain juga dapat memulai proses

autoimun pada diabetes tipe 1. Antibodi sel-sel pulau Langerhans memiliki presentasi yang

tinggi pada pasien dengan diabetes tipe 1 awitan baru dan memberikan bukti yang kuat

adanya mekanisme autoimun pada pathogenesis penyakit. Penapisan imunologi dn

pemeriksaan sekresi insulin pada orang-orang dengan resiko tinggi terhadap diabetes tipe 1

Page 5: Epidemiologi Diabetes

akan member jalan untuk pengobatan imunosupresif dini yang dapat menunda awitan

manifestasi klinis defisiensi insulin.

Pada pasien-pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, penyakitnya mempunyai pola

familial yang kuat. Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%.

Resiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk

anak cucunya. Transmisi genetic adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam

diabetes awitan dewasa muda (MODY), yaitu subtype penyakit diabetes yang diturunkan

dangan pola autosomal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan

nondiabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2.

Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya

tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula

mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi

interseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan

meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-pasien dengan

diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini

dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membrane sel yang selnya

responsive terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan responsive insulin intrinsic.

Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks respon insulin dengan system

transport glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada

akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan

tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2

mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya

akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan

berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan

toleransi glukosa.

2.3 Klasifikasi Diabetes

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Melitus (ADA 2009)I. Diabetes Melitus Tipe 1(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute)

A. Melalui proses imunologikB. Idiopatik

II. Diabetes Melitus Tipe 2(Bervariasi mulai yang pedominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulinIII. Diabetes Melitus Tipe Lain

A. Defek genetic fungsi sel beta- Kromosom 12, HNF-α (dahulu MODY 3)- Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)- Kromosom 20, HNF α (dahulu MODY 1)- Kromosom 13, insulin promoter factor (IPF dahulu MODY 4)

Page 6: Epidemiologi Diabetes

- Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)- Kromosom2, Neuro D1 (dahulu MODY 6) DNA Mitokondria- LainnyaB. Defek genetic kerja insulin : resistensi insulin tipe A, I eprechhaunism, Sindrom Rabson Mendenhall,

diabetes lipoatrofik, lainnyaC. Penyakit Eksokrin Pankreas : Pankreatitis, trauma/pankreatomi, neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis,

pankreatopati fibro kalkulus, lainnyaD. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma,

aldosteronoma, lainnyaE. Karena Obat/ Zat kimia : Vacor, Pentamidin, Asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid,

aldosteronoma, lainnyaF. Infeksi : Rubella congenital, CMV, LainnyaG. Imunologi (Jarang) : Sindrom “Stiffman”, antibody anti reseptor insulin, lainnyaH. Sindroma Genetik lainnya : Sindroma Down, Sindrom Klinefelter, Sindroma Turner, sindroma Wolfram’s,

ataksia Friedreich’s, chorea Huntington, sindrom Laurence Moon Biedl distrofi miotonik, porfiria, sindroma Prader Willi, lainnya

IV. Diabetes Kehamilan

2.3 Manifestasi Klinis dan Komplikasi

Manifestasi klinis Diabetes Mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic

defisiensi insulin. Pasien pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar

glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika

hiperglikemia berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini maka timbul glikosuria.

Glikosuria akan mengakibatkan dieresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urine

(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka

pasien mengalami keseimbangan kalori negative dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang

semakin besar (polifagi) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien

mengeluh lelah dan ngantuk.

Komplikasi yang sering ditemukan pada penderita DM bergeser dari komplikasi akut

ke komplikasi kronik yaitu makrovaskuler (pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi,

pembuluh darah otak), mikrovaskuler (retinopati diabetic, nefropati diabetic). Adapun

komplikasi akut dari diabetes mellitus meliputi komplikasi metabolic yaitu Ketoasidosis

diabetic (DKA), Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) adalah komplikasi

metabolic akut lainnya yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua.

Komplikasi metabolic lain yang sering dari diabetes adalah hipoglikemia (reaksi insulin, syok

insulin) terutama pada komplikasi terapi insulin.

2.4 Epidemiologi Diabetes Melitus

Laporan data epidemiologi Mc Carthy dan Zimmer menunjukan bahwa jumlah

penderita DM di dunia dari 110,4 juta pada tahun 1994 melonjak 1,5 kali lipat (175,4 juta)

pada tahun 2000 dan melonjak 2 kali lipat (239,3 juta) pada tahun 2010. International

Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2005 di dunia terdapat 200 juta

Page 7: Epidemiologi Diabetes

(5,1%) orang dengan diabetes dan diduga 20 tahun kemudian yaitu tahun 2025 akan

meningkat menjadi 333 juta (6,3%) orang. Negara-negara seperti India, Cina, Amerika

Serikat, Jepang, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, Italia, Rusia dan Brazil, merupakan 10

negara dengan jumlah diabetes terbanyak.

Pada umumnya DM tipe 2 dapat terjadi pada usia diatas 30 tahun. DM tipe 2

merupakan yang paling sering terjadi dibandingkan dengan diabetes mellitus tipe lainnya.

Meskipun sebelumnya DM tipe 2 umumnya didiagnosis pada usia paruh baya (middle age),

sekarang onset terjadi pada usia yang lebih muda di Jepang terlihat empat kali peningkatan

insiden DM tipe 2 pada usia 6 hingga 15 tahun. Data dari Amerika Serikat mengindikasikan

adanya 8-45% kasus DM tipe 2 di diagnosis pada usia muda

Menurut penelitian epidemiologi sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan

diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6% kecuali di dua tempat yaitu di

Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3 % dan di Manado 6 %. Di Pekajangan prevalensi

ini agak tinggi disebabkan didaerah itu banyak perkawinan antar kerabat. Sedangkan di

Manado, Waspadji menyimpulkan mungkin angka itu tinggi karena pada studi itu

populasinya terdiri dari orang-orang yang datang dengan sukarela, jadi agak selektif. Tetapi

kalau dilihat dari segi geografi dan budayanya yang dekat dengan Filipina, ada kemungkinan

bahwa prevalensi di Manado memang tinggi, karena prevalensi di Filipina juga tinggi yaitu

sekitar 8,4 % sampai 12% didaerah urban dan 3,85% sampai 9,7% didaerah rural.

Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM didaerah urban

yaitu kelurahan Kayuputih adalah 5,69% sedangkan didaerah rural yang dilakukan oleh

Augusta Arifin disuatu daerah di Jawa Barat tahun 1995, angka ini hanya 1,1%. Disini jelas

ada perbedaan antara prevalensi didaerah urban dengan daerah rural. Hal ini menunjukan

bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di Jawa Timur angka ini tidak

berbeda yaitu 1,43% didaerah urban dan 1,47% didaerah rural. Hal ini mungkin disebabkan

tingginya prevalensi Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi (DMTM) atau yang sekarang

disebut diabetes tipe lain didaerah rural di Jawa Timur, yaitu sebesar 21,2% dari seluruh

diabetes di daerah itu.

Penelitian antara tahun 2001 dan 2005 didaerah Depok didapatkan prevalensi DM tipe

2 sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di Makassar

prevalensi diabetes terakhir tahun 2005 mencapai 12,5%. Pada tahun 2006, Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan

Pengembangan Departemen Kesehatan melakukan Surveilens Faktor Risiko Penyakit Tidak

Menular di Jakarta yang melibatkan 1591 subyek, terdiri dari 640 laki-laki dan 951 wanita.

Page 8: Epidemiologi Diabetes

Survei tersebut melaporkan prevalensi DM (unadjusted) di lima wilayah DKI Jakarta sebesar

12,1 % dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan DM yang tidak terdeteksi sebesar

11,2%. Berdasarkan data ini diketahui bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosis masih

cukup tinggi, hampir 3x lipat dari jumlah kasus DM yang sudah terdeteksi

Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO seperti tampak pada tabel

2, Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes

sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat disbanding tahun 1995.

Tabel 2. Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak pada penduduk dewasa diseluruh dunia pada tahun 1995 dan 2025

Urutan Negara 1995 (Juta) Urutan Negara 2025 (Juta)1 India 19,4 1 India 57,22 Cina 16,0 2 Cina 37,63 Amerika Serikat 13,9 3 Amerika Serikat 21,94 Federasi Rusia 8,9 4 Pakistan 14,55 Jepang 6,3 5 Indonesia 12,46 Brazil 4,9 6 Federasi Rusia 12,27 Indonesia 4,5 7 Meksiko 11,78 Pakistan 4,3 8 Brazil 11,69 Meksiko 3,8 9 Mesir 8,8

10 Ukraina 3,6 10 Jepang 8,511 Semua Negara lain 49,7 11 Semua Negara lain 103,6

Jumlah 135,3 300

Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi diabetes

mellitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes care 2004). Sedangkan hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian

akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun didaerah perkotaan menduduki ranking ke-2

yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.

Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kahamilan. Ini meliputi 2-

5% dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin

kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. Adam mendapatkan prevalensi diabetes

gestasi sebesar 2-2,6% dari wanita hamil.

2.5 Pencegahan Diabetes Melitus

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap

yaitu :

Pencegahan Primer : Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya

hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum

Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) adalah upaya mencegah agar tidak

timbul penyakit diabetes mellitus. Faktor yang berpengaruh pada terjadinya. diabetes

adalah faktor keturunan, factor kegiatan jasmani yang kurang, factor kegemukan, faktor

Page 9: Epidemiologi Diabetes

nutrisi berlebih, factor hormon, dan faktor lain seperti obat-obatan. Faktor keturunan

jelas berpengaruh pada terjadinya diabetes mellitus. Keturunan orang yang mengidap

diabetes (apalagi kalau kedua orangtuanya mengidap diabetes, jelas lebih besar

kemungkinannya untuk mengidap diabetes daripada orang normal). Demikian pula

saudara kembar identik pengidap diabetes hampir 100% dapat dipastikan akan juga

mengidap diabetes pada nantinya. Faktor keturunan merupakan factor yang tidak dapat

diubah, tetapi factor lingkungan (kegemukan, kegiatan jasmani kurang, nutrisi berlebih)

merupakan factor yang dapat diubah dan diperbaiki. Usaha pencegahan ini dilakukan

menyeluruh pada masyarakat tapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan

dengan baik pada mereka yang beresiko tinggi untuk kemudian mengidap diabetes.

Orang-orang yang mempunyai resiko tinggi untuk mengidap diabetes adalah orang-orang

yang pernah terganggu toleransi glukosanya, yang mengalami perubahan perilaku/gaya

hidup kearah kegiatan jasmani yang kurang, yang juga mengidap penyakit yang sering

timbul bersamaan dengan diabetes, seperti tekanan darah tinggi dan kegemukan.

Tindakan yang dilakukan untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan mengenai

perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan cara memberikan

pedoman:

1. Mempertahankan perilaku makan sehari-hari yang sehat dan seimbang dengan

meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan

karbohidrat sederhana.

2. Mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur dan tinggi badan.

3. Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan.

Pencegahan Sekunder : Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya tes

penyaringan terutama pada populasi risiko tinggi, dengan demikian pasien diabetes yang

sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan

upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi, masih dapat

reversible. Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam

akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosa dini serta pemberian pengobatan yang

cepat dan tepat.Salah satu kegiatan pencegahan tingkat kedua adanya penemuan

penderita secara aktif pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi pemeriksaan berkala,

penyaringan (screening) yakni pencarian penderita dini untuk penyakit yang secara klinis

belum tampak pada penduduk secara umum pada kelompok resiko tinggi dan

pemeriksaan kesehatan atau keterangan sehat. Upaya pencegahan tingkat kedua pada

penyakit diabetes adalah dimulai dengan mendeteksi dini pengidap diabetes. Karena itu

Page 10: Epidemiologi Diabetes

dianjurkan untuk pada setiap kesempatan, terutama untuk mereka yang beresiko tinggi

agar dilakukan pemeriksaan penyaringan glukosa darah. Dengan demikian, mereka yang

memiliki resiko tinggi diabetes dapat terjaring untuk diperiksa dan kemudian yang

dicurigai diabetes akan dapat ditindaklanjuti, sampai diyakinkan benar mereka mengidap

diabetes. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini diabetes kemudian dapat dikelola

dengan baik, guna mencegah penyulit lebih lanjut

Pencegahan Tersier : Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat

komplikasi itu. Usaha ini meliputi :

- Mencegah timbulnya komplikasi

- Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak terjadi kegagalan organ

- Mencegah kecacatan tubuh.

Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) merupakan pencegahan dengan sasaran

utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah bertambah beratnya

penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Tujuan utama adalah

mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti perawatan dan pengobatan khusus pada

penderita diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, gangguan saraf serta mencegah

terjadinya cacat maupun kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitas.

Upaya ini dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau penyulit

sudah terjadi. Kecacatan yang mungkin timbul akibat penyulit diabetes ada beberapa

macam, yaitu:

1. Pembuluh darah otak, terjadi stroke dan segala gejala sisanya.

2. Pembuluh darah mata, terjadi kebutaan.

3. Pembuluh darah ginjal, gagal ginjal kronik yang memerlukan tindakan cuci darah.

4. Pembuluh darah tungkai bawah, dilakukan amputasi tungkai bawah.

Untuk mencegah terjadinya kecacatan, tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini

penyulit diabetes, agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik di samping tentu

saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Pemeriksaan pemantauan

yang diperlukan untuk penyulit ini meliputi beberapa jenis pemeriksaan, yaitu:

1. Mata, pemeriksaan mata secara berkala setiap 6-12 bulan.

2. Paru, pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau ada keluhan batuk

kronik.

3. Jantung, pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam urin.

Page 11: Epidemiologi Diabetes

4. Kaki, pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara perawatan kaki

yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan timbulnya kaki diabetik dan kecacatan

yan mungkin ditimbulkannya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pemaparan dan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penyakit Diabetes

Melitus (DM) yang juga dikenal dengan penyakit kencing manis atau penyakit gula darah

adalah golongan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai

akibat adanya gangguan metabolisme dalam tubuh, dimana organ pancreas tidak mampu

memproduksi hormone insulin sesuai kebutuhan tubuh, dan juga keadaan dimana hormone

insulin yang ada tidak bisa digunakan.

Di perkirakan pada tahun 2025, Indonesia akan menempati peringkat ke-5 negara

dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbesar. Para penderita tersebar mulai dari

wilayah perkotaan hingga ke pedesaan. Hal tersebut terjadi karena beberapa factor yang

cukup sulit untuk diatasi.

Pada penderita yang terkena diabetes mellitus, terdapat berbagai gejala seperti

terjadinya peningkatan gula darah, dan gejala lainnya yang tidak cepat ditangani akan

menimbulkan komplikasi seperti penglihatan kabur, penyakit jantung, penyakit ginjal,

gangguan kulit dan syaraf. Untuk penanganan penyakit ini dapat dilakukan dengan

dilakuannya terapi insulin atau dengan memperbaiki pola makan dan hidup yang sesuai.

3.2 Saran

Untuk melakukan pencegahan dalam penyakit ini, sebaiknya dilakukan pola hidup

yang sesuai, tidak mengkonsumsi makanan dengan kadar glukosa yang berlebihan, serta pola

hidup yang sehat seperti olahraga yang teratur. Sedangkan untuk penderita yang positif

menderita DM, dapat dilakukan penanganan dengan memperbaiki pola hidup untuk dapat

mencapai kadar gula yang mendekati normal disertai dengan terapi insulin.

Page 12: Epidemiologi Diabetes

DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono S. Diabetes Melitus Di Indonesia. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam III edisi 5.Jakarta: InternaPublishing;2009. Hal: 1873-1883

2. Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe 2. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam III edisi 5.Jakarta: InternaPublishing;2009.Hal: 1884-1890

3. Yunir E, Soebardi S. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Dalam; Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam III edisi 5.Jakarta: InternaPublishing;2009. Hal: 1891-1895.

4. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 2. Edisi 6. Jakarta: EGC 2006. Hal.1259-1273.

5. www.depkes.go.id . Tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta

6. Hasnah. Pencegahan penyakit Diabetes Melitus tipe 2. Jurnal media gizi pangan, vol VII,Edisi 1, Januari-Juni 2009

7. Gambaran epidemiologi Diabetes Melitus. FKM UI 2008

8. Fitrania F. Epidemiologi Penyakit tidak menular FKM Unsri

9. Winarsih NA. Konseling pencegahan dan penatalaksanaan penderita diabetes mellitus

10. Hendarta DS. Diabetes mellitus dan pengobatannya

11. Pranoto A. Diabetes mellitus di Indonesia, permasalahan dan penatalaksanaannya.

12. Handayani S.A. Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2 pada Obesitas sentral dikelurahan Tajur Ciledug tahun 2009

Page 13: Epidemiologi Diabetes

Soal-soal.

1. Prevalensi kekerapan Diabetes Melitus di Indonesia adalah ?

a. 5,4 dan 3,5 %

b. 1,4 dam 1,6 %

c. 14,6 dan 16,4 %

d. 4,4 dan 5,3 %

e. 4,1 dan 6,1 %

2. Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi diabetes mellitus (DM)

di Indonesia (Diabetes care 2004) mencapai ?

a. 21,3 juta orang

b. 31,2 juta orang

c. 23,1 juta orang

d. 12,3 juta orang

e. 13,2 juta orang

3. Yang termasuk dalam manifestasi klinik diabetes mellitus adalah :

a. Polidipsi

b. Polifagi

c. Poliuri

d. Semua benar

e. Semua salah

4. Yang termasuk dalam komplikasi diabetes mellitus adalah, kecuali :

a. Retinopati diabetic

b. Penyakit jantung koroner

c. Nefropati diabetic

d. Ulkus diabetic

e. Anemia

5. Diabetes mellitus terjadi akibat adanya gangguan pada hormone ?

a. Testoteron

b. Progesteron

Page 14: Epidemiologi Diabetes

c. Insulin

d. Adrenalin

e. Androgen

6. Ciri khas dari Penyakit diabetes adalah

a. Hipoalbumin

b. Hiperglikemia

c. Hiperkalsemia

d. Hipoglikemia

e. Hipertiroid

7. Komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah kecuali?

a. Ketoasidosis diabetic (DKA),

b. Hiperglikemia,

c. hiperosmolar,

d. koma nonketotik (HHNK)

e. Penyakit Jantung Koroner

8. Pencegahan diabetes menurut WHO 1994 adalah

a. Pencegahan primer

b. Pencegahan sekunder

c. Pencegahan tertier

d. Benar semua

e. Salah semua

9. Usaha dalam pencegahan tertier meliputi :

a. Mencegah timbulnya komplikasi

b. Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak terjadi kegagalan organ

c. Mencegah kecacatan tubuh.

d. Benar semua

e. Salah semua

10. Prevalensi diabetes pada wanita hamil adalah

a. 2-2,6% dari wanita hamil.

b. 1,5-5,1 % dari wanita hamil.

c. 20-26% dari wanita hamil.

d. 1,6-3,0 % dari wanita hamil.

Page 15: Epidemiologi Diabetes

e. 0,3-1,8 & dari wanita hamil.

11. Yang termasuk dalam pencegahan tersier penyakit diabetes mellitus adalah ;

a. Mencegah terjadinya komplikasi

b. Mencegah terjadinya kegagalan organ

c. Mencegah terjadinya kecacatan fisil

d. Benar Semua

e. Salah semua

12. Yang termasuk dalam factor resiko terjadinya diabetes mellitus adalah :

a. Keturunan

b. Aktivitas fisik

c. Pola makan

d. Salah semua

e. Benar Semua

13. Obat atau zat yang tidak dapat menyebabkan diabetes adalah :

a. Glukokortikoid

b. hormon tiroid

c. diazoxid

d. aldosteronoma

e. Papaferin

14. Negara yang menempati peringkat pertama pengidap diabetes menurut WHO pada

tahun 1995 adalaah :

a. Indonesia

b. Amerika Serikat

c. India

d. Burkina Faso

e. Brazil

15. Negara peringkat ke sepuluh pengidap diabetes terbanyak menurut WHO pada tahun

2025 adalah

a. Jepang

Page 16: Epidemiologi Diabetes

b. Inggris

c. Italia

d. Jepang

e. Mesir

16. Yang termasuk 10 besar Negara pengidap diabetes pada tahun 1995 adalah:

a. Cina

b. Korea selatan

c. Jepang

d. Italia

e. Inggris

17. Yang tidak termasuk dalam 10 besar Negara pengidap diabetes pada tahun 2025

adalah :

a. Amerika serikat

b. Jepang

c. Brazil

d. Argentina

e. Mesir

18. Pada tahun 2025 menurut WHO prevalensi WHO di Indonesia mencapai :

a. 12,4 juta jiwa

b. 42,1 juta jiwa

c. 124 juta jiwa

d. 14,2 juta jiwa

e. 41,2 juta jiwa

19. Yang termasuk dalam komlikasi mikrovaskuler diabetes mellitus adalah:

a. Penyakit Jantung Koroner

b. Retinopati diabetic

c. Ulkus Diabetic

d. Semua benar

e. Semua salah

20. Yang termasuk dalam komplikasi makrovaskuler yaitu :

a. Gangguan pembuluh darah jantung

b. Nefropati diabetic

c. Gangguan pembuluh darah otak

d. Retinopati diabetic

Page 17: Epidemiologi Diabetes

e. A dan c benar

21. Etiologi dari diabetes mellitus adalah;

a. Idiopatik

b. Kegagalan kerja insulin

c. Kegagalan produksi insulin

d. B dan C benar

e. Salah semua

22. Organ yang bertanggung jawab dalam produksi insulin adalah ;

a. Jantung

b. Hati

c. Ginjal

d. Paru

e. Salah semua

23. Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 1995 adalah :

a. 23 juta jiwa

b. 32 juta jiwa

c. 2,3 juta jiwa

d. 3,2 juta jiwa

e. 4,5 juta jiwa

24. Prevalensi diabetes mellitus menurut WHO pada tahun 1995 di india adalah ;

a. 19,4 juta jiwa

b. 14,9 juta jiwa

c. 41,9 juta jiwa

d. 49,1 juta jiwa

e. 23,5 juta jiwa

25. Yang termasuk dalam pencegahan primer diabetes mellitus adalah :

a. Mengkonsumsi gizi yang seimbang

b. Menyeimbangkan BB dengan umur dan tinggi badan

c. Melakukan aktivitas fisik yang memadai.

d. Benar semua

e. Salah Semua

Page 18: Epidemiologi Diabetes