erb palsy
DESCRIPTION
neuro bogor referat dr vicoTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………………i
Daftar Isi …………………………………………………………………………………………ii
BAB I
BAB II
2.1. Definisi
2.2. Insiden dan epidemiologi
2.3. Etiologi
2.4. Patofisiologi
2.5. Gejala
2.6. Diagnosis
2.7. Komplikasi
2.8. Penatalaksanaan
2.9. Prognosis
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak zaman neurologi klasik, telah dikenal 3 sindrom, kelumpuhan akibat lesi di plexus
brachialis. Yang pertama adalah kelumpuhan akibat lesi di bagian atas plexus brachialis, yang
menghasilkan sindrom kelumpuhan Erb Ducenne dan yang kedua adalah kelumpuhan yang
disebabkan lesi di bagian tengah dan yang terakhir lesi di bagian bawah plexus brachialis, yang
di dalam klinis disebut Sindrom Kelumpuhan Klumpkey.
Paralisis Plexus Brachialis pada neonatus pertama kali dideskripsikan pada tahun 1779
saat Smellie melaporkan kasus kelemahan pada kedua lengan bayi yang terjadi secara spontan
setelah beberapa hari kelahiran.pada tahun 1870, penemuan terbaru traksi pada trunkus atas erb’s
palsy atau erb’s duchenne palsy.
Paralisis Erb Palsy adalah paralisis pada lengan yang disebabkan oleh kerusakan plexus
brachialis pada C5 – C6 yang mempersarafi lengan dan tangan. Kebanyakan penderita dengan
paralisis Erb-Duchenne adalah bayi. Dalam hal ini lesinya disebabkan karena penarikan kepala
bayi saat dilahirkan, dimana salah satu lengannya tidak dapat dikeluarkan. Pada kasus dewasa
dan anak-anak, biasanya ditemukan dengan riwayat trauma atau kecelakaan dengan jatuh pada
bahu dengan kepala yang terlalu menekuk ke samping, sehingga menyebabkan penarikan yang
hebat pada plexus brachialis terutama bagian atas. Kelumpuhan mengenai beberapa otot lengan
dan tangan. Oleh karena itu, lengan bergantung lemas dengan posisi endorotasi pada sendi bahu
dengan siku lurus dan lengan bawah sikap pronasi. Pada umumnya gerakan tangan pada
persendian pergelangan tangan masih dapat digerakkan dan gerakan jari-jari tidak ada yang
terganggu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Paralisis Erb palsy adalah paralisis pada ekstremitas atas yang disebabkan oleh kerusakan
plexus brachialis C5 – C6 yang mempersarafi lengan dan tangan. Kelainan ini paling sering
ditemukan pada bayi atau anak-anak karena distosia bahu pada kelahiran. Ataupun dapat pula
ditemukan pada dewasa dengan riwayat trauma bahu.
Pada kelainan ini ditemukan lesi plexus atas (radiks C5 , C6 / trunkus superior)pada
pleksopati supraklavikular. Sering timbul sendirian, tetapi dapat juga berkaitan dengan plexus
tengah atau kombinasi dengan lesi plexus tengah dan bawah (lesi pan-plexus supraklavikular).
Umumnya terjadi akibat trauma, terutama traksi tertutup yang menyebabkan pelebaran secara
paksa sudut sudut bahu-leher, kecelakaan sepeda motor, jatuh yang mengenai bahu, dan pukulan
pada bahu (misalnya oleh beda yang jatuh). Sedangkan penyebab lainnya adalah iatrogenik
(paralisis akibat tindakan).
Pertama kali ditemukan oleh seorang kandungan dokter dari Inggris, William Smellie
pada tahun 1768 saat melaporkan kasus transient paralisis ekstremitas atas bilateral setelah
persalinan yang sulit. Pada tahun 1861, Guillaume Benjamin Amand Duchenne melaporkan
kelumpuhan plexus brachialis setelah menganalisa 4 infant dengan paralisis yang identik dengan
otot lengan dan bahu. Pada tahun 1874, William Heinrich Erb menyimpulkan tesisnya mengenai
kerusakan plexus brachialis yang berhubungan deltoid, biceps, subscapularis yang berasal karena
lesi di radiks C5 – C6 pada orang dewasa.
2.2. INSIDEN dan EPIDEMIOLOGI
Erb palsy memiliki angka insiden 0,5 – 4,4 kasus / 1000 kelahiran bayi cukup bulan di
Amerika. Di Perancis dan Arab Saudi dilaporkan 1,09 – 1,19 kasus / 1000 bayi kelahiran hidup.
Insiden terjadinnya kelumpuhan permanen 3 – 25% dari kasus yang ditemukan. Belum
ditemukan adanya hubungan antara ras dengan penyakit ini. Rasio jenis kelamin laki-laki
berbanding wanita yang terkena adalah 49% : 51% dari 191 infant. Faktor usia tidak
mempengaruhi namun biasa ditemukan kelainan sejak lahir.
2.3. ETIOLOGI
Penyebab Erb palsy yang paling sering ditemukan adalah distosia, dimana letak janin
abnormal sehingga menimbulkan kesulitan saat persalinan. Sebagai contoh, dapat terjadi pada
persalinan dengan kepala bayi dan leher yang ditarik ke samping, dimana pada saat yang
bersamaan bahu melewati jalan lahir. Kondisi ini juga dapat disebabkan oleh penarikan yang
berlebihan pada pundak pada saat presentasi vertex, atau dengan tekanan pada lengan karena
letak sungsang atau bayi besar (> 4kg) sehingga menyulitkan persalinan sehingga memerlukan
vacuum atau forceps. Erb palsy juga dapat disebabkan oleh fraktur klavikula yang tidak terkait
distosia. Pada infant yang lehir dengan paralisis plexus brachialis maka gejala akan muncul sejak
lahir.
Cedera yang sama juga dapat ditemukan pada setiap usia termasuk orang dewasa, akibat
trauma atau jatuh yang mengenai sisi kepala dan bahu terlebih dahulu, dimana saraf plexus akan
meregang karena plexus ekstremitas atas mengalami cedera yang hebat dan selanjutkan
menyebabkan kelumpuhan yang terbatas di otot-otot yang dipersarafi oleh saraf C5-C6 yaitu m.
deltoid, m. biceps brachii (m. brachialis dan m. coracobrachialis), m. infraspinatus, m.
supraspinatus dan m. brachioradialis. Pleksus brachialis juga dapat cedera oleh kekerasan
langsung atau luka tembak, dengan traksi pada lengan. Jumlah kelumpuhan tergantung pada
jumlah cedera saraf yang terkena.
2.4. PATOFISIOLOGI
Sama dengan semua cedera saraf perifer lainnya, pleksus dapat cedera dengan berbagai
proses. Akibat cedera, pada serabut bermielin akan terjadi demielinisasi dan dan cedera akson
(hilangnya akson).
a. Demielinisasi
Cedera saraf yang dapat menyebabkan abnormalitas motorik dan sensorik dimana terjadi
kerusakan dari myelin tapi akson tetap intak.
Gambar. Demielinisasi A. Saraf normal. B. Kerusakan mielin pada bagian yang cedera
Hal ini akibat dari tekanan yang menyebabkan suatu episode iskemik sementara atau edema dan
neuropati perifer. Perbaikan dapat terjadi :
Self limited; iskemik sementara dapat dengan terapi tetapi edema memerlukan waktu
beberapa minggu
Remielinisasi : Ini adalah suatu proses perbaikan dimana bagian yang mengalami
demielinisasimembentuk mielin baru oleh sel-sel Schwann. Mielin baru ini lebih tipis dengan
jarak internodal yang lebih pendek menyebabkan kecepatan konduksi lebih lambat dari normal.
b. Cedera Akson
Cedera pada akson dapat terjadi satu dari dua bentuk tipe yaitu degenerasi aksonal
ataudegenerasi Wallerian. Keduanya dapat mengenai badan sel dan menyebabkan
khromatolisissentral.
Degenerasi aksonal merupakan cedera saraf yang memperlihatkan suatu bentuk kematian
saraf yang mulai dari distal dan naik ke proksimal.
Degenerasi Wallerian merupakan cedera saraf yang memperlihatkan kerusakan saraf
fokal atau multifokal setelah 4 – 5 hari. Ini terjadi secara lengkap untuk saraf motorik dalam 7
hari atau 11 hari untuk saraf sensorik. Degenerasi aksonal bagian distal dari lokasi cedera dan
bagian proksimal intak.
A
B
Gambar. Remielinisasi dan Anatomi Saraf Perifer Normal dan Respon Terhadap Cedera .
A. Pemendekan Mielin dan Proliferasi Sel Schwann. B. Mielin Menghilang. C. Komplet
Remielinisasi.
Penyebabnya dapat terjadi dari kerusakan fokal, regangan, transeksi atau neuropati perifer.
Perbaikan secara collateral sprouting (proses perbaikan dimana suatu neurit akson mulai tumbuh
dari unit motorik intak dan mempersarafi serabut otot denervasi pada unitmotorik yang cedera)
dan pertumbuhan kembali aksonal (suatu proses perbaikan dimana aksonakan tumbuh kembali
sesuai alurnya menuju serabut saraf, memerlukan kira-kira 1 mm/hariatau 1 inci/bulan jika
jaringan ikat penyokong tetap intak dan bila tidak intak akan terbentuk neuroma.
A
B
C
Gambar. Degenerasi Wallerian. a) Saraf Normal. b) Degenerasi Wallerian. c) Regenerasi
(Seckel, 1984)
c. Derajat Cedera Serabut Saraf
Klasifikasi cedera fokal saraf perifer yang dikemukakan oleh Seddon (1943) danSunderland
(1951) juga diaplikasikan untuk pleksopati.
Klasifikasi menurut Seddon terdapat 3 derajat dari cedera saraf (Gambar 6) yaitu :
1. Neuropraksia : suatu hambatan konduksi lokal yang berhubungan dengan demielinisasi
sementara (terjadi kerusakan mielin namun akson tetap intak). Pada tipe cedera seperti ini
tidak terjadi kerusakan struktur terminal sehingga proses penyembuhan lebih cepat dan
merupakan derajat kerusakan paling ringan. Biasanya akibat dari penekanan dansembuh
karena perbaikan oleh sel Schwann, dimana memerlukan waktu beberapa minggu sampai
bulan.
2. Aksonotmesis : suatu cedera yang lebih berat dari neuropraksia dan menyebabkan
degenerasi Wallerian. Terjadi kerusakan akson tetapi selubung endoneural tetap intak.
Biasanya akibat dari traksi atau kompresi saraf yang berat. Regenerasi saraf
tergantungdari jarak lesi mencapai serabut otot yang denervasi (perbaikan lebih baik pada
jarak lesi yang pendek dan letaknya lebih ke distal. Pemulihan fungsi sensorik lebih baik
daripada motorik, karena reseptor sensorik lebih lama bertahan dari
denervasidibandingkan motor end plate (kira-kira 18 bulan).
3. Neurotmesis : kerusakan saraf yang komplet dan paling berat, dimana proses pemulihan
sangat sulit kecuali dilakukan neurorrhaphy. Penyembuhan yang terjadi sering
menyebabkan reinervasi yang tidak lengkap atau salah sambung dari serabut saraf.
Klasifikasi Sunderland berdasarkan pada derajat perineural yang terkena yaitu :
1. Tipe I : hambatan dalam konduksi (neuropraksia)
2. Tipe II : cedera akson tetapi selubung endoneural tetap intak (aksonotmesis)
3. Tipe III : aksonotmesis yang melibatkan selubung endoneural tetapi perineural dan
epineural masih intak
4. Tipe IV : aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural, tetapi epineural
masih intak
5. Tipe V : aksonotmesis melibatkan selubung endoneural, perineural dan epineural
(neurotmesis)
Paralisis Erb Palsy, paralisis otot-otot :
N. musculocutaneus: m. biceps brachii, m. coracobrachialis, m. brachialis.
N. axillaris: m.deltoideus, m.teres minor.
N. thorachalis longus: m.serratus anterior.
N. radialis sebagian kecil: m.brachioradialis , m. supinator
N. suprascapularis: m.supraspinatus, m.infraspinatus
N. subscapularis: m.subsscapularis
N. pectoralis lateralis: m.pectoralis major
2.5. GEJALA
Gejala yang timbul pada Erb Palsy sesuai dengan kelemahan otot-otot yang dipersarafi
C5-C6. Kelumpuhan dapat sebagian atau lengkap, kerusakan pada masing-masing saraf dapat
berupa memar atau robeknya saraf tersebut. Paralisis Erb Palsy merupakan sindrom motor
neuron yang terkait dengan gangguan sensibilitas dan motorik. Sehingga menimbulkan gejala
seperti gangguan sensorik pada lateral deltoid, sisi lateral lengan atas dan lengan bawah hingga
ibu jari tangan. Gangguan pada perkembangan otot apabila berkurangnya aktivitas kontraksi otot
atrofi otot dan kontraktur siku. Refleks biceps dan brachioradialis menurun atau hilang.
Gangguan pada sistem sirkulasi menyebabkan gangguan pengaturan suhu, dan ketidakmampuan
kulit untuk menyembuhkan diri sehingga mudah terinfeksi, selain itu karena tidak ada/kurangnya
rangsang sensoris pada daerah antara bahu dan lengan bawah yang dihantarkan ke otak, sehingga
mudah terjadi trauma dan melukai diri sendiri. Tidak jarang ditemukan bekas luka di daerah
lengan.
Pada gangguan motorik,ekstremitas atau menggantung lemah di sisi badan, aduksi dan
endorotasi sehingga telapak tangan bawah pronasi (waiter’s, bellhop’s, atau policeman’s tip
position). Kerusakan pada otot deltoid menimbulkan posisi adduksi bahu dan medial rotasi,
sehingga dapat ditemukan Putti sign diman apabila dilakukan abduksi bahu maka ujung medial
skapula akan terlihat menonjol diatas garis bahu. Paralisis m. serratus anterior akan memberikan
gambaran “Winged scapula”. Pasien tidak bisa melakukan posisi fleksi lengan atas, fleksi lengan
bawah, supinasi lengan bawah, abduksi dan eksorotasi lengan atas. Pasien kurang bisa
memegang bahu sisi lain karena lesi N. pectoralis lateralis.
2.6. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan diri dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan khusus serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan trauma saat
persalinan, trauma karena terjatuh dengan posisi bahu terlebih dahulu ataupun luka tembak di
bahu dan lengan. Dari pemeriksaan fisik ditemukannnya gangguan motorik dan sensorik pada
tungkai atas.
Pemeriksaan khusus : Active Movement Scale
Skala gerakan aktif diciptakan oleh rumah sakit untuk anak-anak di Toronto. Skala ini digunakan
untuk menilai fungsi motorik pada bayi dengan cedera pleksus brachialis. Seorang bayi yang
dinilai dengan 15 gerakan yang berdasarkan analisis observasional. Nilai otot dari 0 (tidak ada
kontraksi) sampai 7 (gerakan penuh) yang ditetapkan berdasarkan gerakan yang ditimbulkan.
Lima belas gerakan dievaluasi dari bahu yang terkena untuk tangan : bahu abduksi, adduksi,
rotasi eksternal, fleksi dan rotasi internal; siku fleksi dan ekstensi, lengan bawah pronasi supinasi
dan pergelangan tangan fleksi dan ekstensi, ekstensi dan fleksi ibu jari dan jari-jari.
Gilbert shoulder classification
Grade O is a complete flail shoulder
Grade 1 (sangat buruk) : abduksi 45 derajat, dengan tanpa rotasi eksternal aktif
Grade 2 (buruk) : abduksi kurang dari 90 derajat, dengan tanpa rotasi eksterna
Grade 3 (cukup) : abduksi 90 derajat dengan rotasi eksternal lemah
Grade 4 (baik) : abduksi kurang dari 120 derajat dengan rotasi eksterna inkomlit
Grade 5 (sangat baik) : abduksi lebih dari 120 derajat, dengan rotasi eksterna aktif
Laboratorium tidak memberikan makna diagnostic pada paralisis Erb Palsy.
Imaging studies memberikaan magna diagnostic untuk mengetahui letaknya seperti :
Computed tomography (CT) myelography adalah metode standar untuk mengevaluasi
integritas Pleksus brachialis, radiografi paling sensitif untuk mendeteksi cedera akar saraf
dengan menggunakan kontras. Kekurangan utama untuk prosedur ini adalah paparan
radiasi, kebutuhan untuk sedasi, tingkat false positif yang signifikan dan kurangnya
informasi tentang pleksus brachialis distal.
MRI adalah studi pencitraan terbaik yang tersedia untuk mengevaluasi pleksus brachialis
cerebral neonatal. MRI tidak memerlukan paparan radiasi, tidak invasif, dan
menyediakan lebih rinci daripada CT myelography. Tes ini sangat berguna sebelum
operasi untuk menunjukkan tingkat trauma, termasuk pseudomeningocele, dan adanya
akar di foramen saraf.
Radiografi polos dapat membantu dalam menegakkan diagnosis kelumpuhan
hemidiafragma dari keterlibatan saraf frenikus dan patah tulang klavikula di atas
humerus. Radiografi aksila juga harus dilakukan pada anak yang menunjukkan hilangnya
progresifisitas rotasi eksternal, untuk menyingkirkan dislokasi bahu posterior.
Electromiogram digunakan sebagai pemeriksaan fisik yang dapat memberikan data
tingkat keparahan dan waktu cedera. Penelitian awal biasanya dilakukan 2 – 3 minggu setelah
cedera, ketika tanda-tanda denervasi terlihat pada anak dengan cedera sedang atau berat.
Pemeriksaan ini biasanya meliputi sendi tentang aksila saraf muskulokutaneus. Pada cedera yang
lengkap, motor dan studi konduksi saraf sensorik (NCS) dari medianus, ulnaris dan radialis. NCS
sensoris berguna dalam membedakan cedera avulsi, jika potensi saraf sensorik masih utuh
sedangkan secara klinis lengan mati rasa. Jika gangguan pernapasan tercatat pada kelahiran,
konduksi saraf frenikus ipsilateral juga diuji. EMG jarum dilakukan pada yang dipersarafi oleh
saraf yang terkena. Pada Erb palsy, otot-otot yang diperiksa termasuk supraspinatus, deltoid,
infraspinatus, triceps, dan biceps.
2.6. KOMPLIKASI
Anak-anak dengan Erb Palsy memiliki risiko gangguan perkembangan, seperti kontraktur
yang progresif, deformitas tulang, skoliosis, dislokasi bahu posterior, infeksi cutaneus dan
agnosia dari anggota badan yang terkena.
2.7. PENATALAKSANAAN
Pada beberapa bayi terjadi perbaikan sendiri, beberapa perlu penanganan dari spesialis.
Bedah saraf neonatal/pediatric kadang melakukan perbaikan fraktur avulse, sehingga terjadi
penyembuhan lesi dan fungsi kembali normal. Fisioterapi diperlukan untuk mendapatkan
kembali fungsi seperti normal. Range of motion dapat kembali normal pada anak kurang dari
satu tahun, apabila setelah satu tahun tidak ada perbaikan fungsi sepenuhnya, harus diwaspadai
timbulnya arthritis.
Pada beberapa kasus yang berat, terutama yang berkaitan dengan trauma dimana terjadi
avulse saraf, intervensi tindakan operatif dilakukan dalam beberapa hari setelah cedar untuk
perbaikan primer, atau setelah beberapa minggu sampai bulan untuk perbaikan sekunder, dapat
meningkatkan fungsi (Spinner dan Klinc, 2000). Perbaikan primer yang segera biasanya
direkomendasikan bila laserasi saraf bersih dari benda tajam. Perbaikan operatif sekunder setelah
2 – 4 minggu secara umum direkomendasikan untuk cedera tumpul atau cedera dengan
kerusakan jaringan lunak yang luas dimana cedera saraf terjadi komplit atau sangat berat.
Fisioterapi
Sebuah program terapi yang komprehensif harus terdiri dari latihan ROM, fasilitasi
gerakan aktif, pengautan, promosi kesadaran sensorik, dan penyediaan instruksi untuk kegiatan
rumah. Secara keseluruhan tujuan harus focus pada meminimalkan deformitas tulang dan
kontraktur sendi, sekaligus mengoptimalkan hasil fungsional. Kontraktur berat harus dihindari
denga latihan terapi yang konsisten, termasuk peregangan pasif dan aktif, fleksibilitas kegiatan,
teknik rilis myofacial dan mobilisasi sendi. Awal dan konsisten pereganagn rotator internal harus
meminimalkan risiko masalah ini. Rotasi eksternal, dilakukan dengan adduksi bahu samping
dada dan dengan siku tertekuk sampai 90 derajat, memberikan peregangan maksimum rotator
internal (khususnya subskapularis) dan kapsul bahu anterior. Skapula harus stabil saat
peregangan otot. Bahu korset untuk mempertahankan mobilitas dan melestrarikan beberapa ritme
scapulohumeral. Awal perkembangan kontraktur fleksi sendi di siku adalah umum dan dapat
diperburuk oleh dislokasi kaput yang disebabkan oleh supinasi paksa. Supinasi lengan bersifat
agresif, oleh karena itu harus dihindari.
Mobilitas dan penguatan aktif awalnya difasilitasi melalui kegiatan yang sesuai usia
perkembangan. Dengan bertambahnya usia anak,latihan penguatan standar yang digunakan dan
ketrampilan fungsional spesifik harus diperkenalkan. Kelompok otot tertentu dapat ditargetkan
untuk memperkuat melalui gerakan fungsional. Kompensasi dan gerakan pengganti harus
dihindari, karena dapat mengakibatkan otot menjadi lemah dan deformitas.
Teknik rekaman dapat digunakan oleh terapis untuk mengendalikan ketidakstabilan
scapula. Kegiatan kesadaran sensorik yang berguna untuk meningkatkan kerja motor aktif, serta
untuk meminimalkan kelalaian dari anggota badan yang terkena. Penggunaan pjat bayi dan
menarik perhatian visual untuk lengan yang terkena dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam
kegiatan bermain dan sehari-hari. Kegiatan menahan beban dengan lengan terpengaruh di semua
posisi tidak hanya memberikan masukan proprioseptif yang diperlukan terapi tetapi juga dapat
berkontribusi untuk pertumbuhan tulang.
Sebuah program yang komprehensif yang mencakup latihan peregangan, penanganan
yang aman dan teknik posisi awal, kegiatan pembangunan dan penguatan, dan kesadaran
sensorik harus dikembangkan dan diperbarui jika diperlukan. Pada anak yang lebih tua dengan
kecacatan persisten, fokus pada belajar mandiri untuk peregangan dan ketrampilan hidup
tertentu.
Rangsangan Listrik Neuromuskuler
Stimulasi listrik neuromuskuler (NMES) digunakan secara luas untuk anak-anak dengan
paralisis plexus brachialis termasuk Erb Palsy. NMES adalah modalitas diaman otot-otot yang
dirangsang oleh arus yang terus menerus. Bentuk utama yang digunakan adalah batas dan
stimulasi listrik fungsional (FES). Yang pertama dapat dimulai ketika pasien masih muda, itu
melibatkan aplikasi dari arus frekuensi rendah pada otot. Teknik ini telah dilaporkan untuk
meningkatkan aliran darah dan mungkin sebagian otot tapi belum diteliti lebih lanjut. FES
melibatkan stimulasi dengan arus yang lebih tinggi frekuensinya, sehingga menyebabkan otot
berkontraksi dan lengan bergerak.
Stimulator harus dititrasi dengan bantuan dari anak untuk memungkinan kon traksi otot
yang cukup dan menghindari rasa sakit.
Terapi Toksin Botulinum A
Terapi botulinum toxin A sedang digunakan oleh beberapa fasilitas untuk meningkatkan
fleksibilitas dari bahu rotator internal. Hal ini juga digunakan dalam pengobatan co-kontraksi,
dengan memberikan racun yang akan membuat kelumpuhan sementara pada otot yang lemah
sehingga menjadi kuat. Kegunaan intervensi ini masih dipelajari.
Operatif
Tindakan operatif meliputi internal neurolysis, reseski, dan reanastomosis, atau reseksi
dan grafting. Pada kasus tersebut dimana cedera saraf sangat berat dan perbaikan primer atau
grafting tidak memungkinkan, neurotization dengan anastomosis satu saraf dengan yang lain
dapat menjadi pilihan lainnya. Jadi, bila prosedur di atas gagal dan tidak ada inervasi yang terjadi
atau setelah beberapa tahun sejak cedera, bentuk terapi sekunder lain dapat dicoba, meliputi
transfer tendon dan stabilisasi sendi.
Penyembuhan Erb palsy dengan cara pembedahan yang paling sering dilakukan, ada 3
cara yaitu transplantasi saraf, rilis subscapularis dan transfer tendon latissimus dorsi.
1. Transplantasi saraf biasanya dilakukan pada bayi dibawah usia 9 bulan, karena
perkembangan bayi yang lebih cepat sehingga meningkatkan efektifitas prosedur.
Biasanya tidak dilakukan pada pasien yang lebih tua daripada ini karena ketika prosedur
ini dilakukan pada bayi yang lebih tua, lebih berbahaya daripada tidak dilakukan dam
dapat mengakibatkan kerusakan saraf di daerah dimana saraf diambil. Jaringan parut
dapat bervariasi dari luka samar sepanjang garis leher untuk penuh “T” bentuk di seluruh
bahu tergantung pada pelatihan dokter bedah dan sifat dari transplantasi.
2. Rilis subscapularis, tidak memiliki waktu yang terbatas karena hanya memotong bentuk
“Z” ke dalam otot subskapularis untuk memberikan peregangan dalam lengan, dapat
dilakukan di hamper usia berapa pun dan dapat dilakukan berulang-ulang pada lengan
yang sama, namun hal ini akan membahayakan integritas otot.
3. Latissimus dorsi transfer tendon yaitu memotong latissiumus dorsi setengah horizontal
dan memasangnya di sekitar otot bagian luar biceps. Dengan cara ini memberikan rotasi
eksternal dengan berbagai tingkat keberhasilan.
2.8. PROGNOSIS
Untuk cedera avulse dan pecah, tidak ada potensi untuk pemulihan kecuali rekoneksi
bedah dibuat pada waktu yang tepat. Potensi untuk pemulihan bervariasi untuk neuroma dan
neuropraxia. Kebanyakan pasien dengan cedera neuropraxia pulih secara spontan dengan 90 –
100% pengembalian fungsi. Untuk pemulihan yang baik dari fungsi lengan fisioterapi 50 – 80 %.
BAB III
KESIMPULAN
Erb Palsy merupakan penyakit kelumpuhan ekstremitas atas dikarenakan lesi pada
pleksus brachialis bagian atas yang mengenai radiks C5-C6. Biasanya penderita adalah bayi yang
lahir dengan distosia bahu atau dapat pula terjadi pada anak-anak dan dewasa dengan trauma di
bahu.
Secara klinis pasien Erb Palsy memiliki gambaran kelumpuhan otot yang dipersarafinya,
yaitu posisi lengan atas adduksi dan endorotasi dan lengan bawah posisi pronasi yang dikenal
Waiter’s tip position.
Diagnosis DMD dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
CT-Scan atau MRI dan EMG. Penanganan pasien dengan Erb Palsy harus dilakukan secara
multidisiplin, diagnosis yang sesegera mungkin, dan fisioterapi yang tepat dapat memulihkan 50
– 80% fungsi yang ada, tergantung keparahan lesi tersebut. Lesi yang berat yang menyebabkan
putusnya semua akson hanya dapat dilakukan terapi pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono, Mahar, Shidarta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta.
2. Twee Do, 2009, Muscular Dystrophy, www.e-medicine.com
3. Wedantho Sigit. Kelumpuhan Plexus Brachialis : Divisi Orthopedi & Traumatologi,
2007, FKUI
4. http ://www.erbpalsynetwork.com/aboutinjury.htm,accesed on September 26, 2013.
5. http : //emedicine.medscape.com/article/317057,accesed on September 26, 2013
6. Warwick, R, & Williams, P.L. (1973) Erb-Duchenne and Dejerine-Klumpke Palsies
Information page : National Institute of Neurological Disoders and Stroke (NINDS).
Pp1046