essay csr bahasa indonesia
DESCRIPTION
Coorporate Social ResponsibiltyTRANSCRIPT
![Page 1: Essay CSR Bahasa Indonesia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072109/577c83471a28abe054b4563d/html5/thumbnails/1.jpg)
CSR
Di kesempatan kali ini, kita akan membicarakan sesuatu yang lebih ‘sosial’. CSR
yang saya maksudkan di atas adalah singkatan dari “Coorporated Social Responsibility”.
Saya sangat menyukai kalimat ini. Istilahnya kalau dalam budaya Indonesia tidak jauh-jauh
dari maksud “gotong-royong”. CSR juga berhubungan dengan moral manusia. Sebenarnya
rakyat Indonesia sendiri sudah akrab dengan pengaplikasian dari Coorporated Social
Responsibility. Ibaratnya, sudah mendarah danging!
Tapi itu semua hanyalah kata-kata sejarah. Sekarang suasana dari CSR sendiri sudah
mulai memudar di kawasan perkotaan terutama kota-kota besar di Indonesia. Bahkan di desa
pun yang katanya kental akan nuansa ke-gotong-royong-an sudah dengan senang hati para
anak mudanya mengencerkan kekentalan itu. Semuanya maunya sendiri, apatis, serta egois.
Miris sekali.
Memudarnya suasana CSR di negara Indonesia yang katanya ramah ini, baru terasa di
dua dekade setelah dimulainya abad millenium. Mementingkan diri sendiri. Ini tidak lain
dikarenakan tidak adanya perhatian khusus oleh pemerintah pada kadar moral yang diajarkan
di sekolah-sekolah. Sehingga banyak anak-anak cerdas yang terbentuk tetapi tanpa moral.
Itulah penyebab kehancuran bangsa ini, seperti merebaknya korupsi, menjamurnya kolusi,
dan terjadinya nepotisme di mana-mana.
Coba kita putar ulang, bagaimana pelitnya kurikulum memberikan jam bagi mata
pelajaran moral seperti mata pelajaran kewarganegaraan, sosial, dan agama. Masing-masing
hanya dua jam pelajaran per satu minggu. Sedangkan pelajaran eksak dan ilmu dunia seperti
fisika, kimia, biologi, dan matematika diberi jatah empat hingga enam jam per satu
minggunya. Belum cukup itu, murid sekolah dituntut untuk mendapat nilai tinggi dalam mata
pelajaran eksak tersebut karena itulah yang diujikan dalam ujian nasional maupun ujian ke
tingkatan sekolah selanjutnya. Sementara pelajaran-pelajaran moral diabaikan dan dizalimi,
maksudnya dizalimi adalah guru mata pelajaran terkait memberikan nilai hasil remedial yang
cukup tinggi untuk muridnya tanpa perlu usaha yang sepantaran dari murid tersebut secara
cuma-cuma. Hal ini terjadi karena pendapat umum, begitupun pemerintah (dinas pendidikan)
yang memandang pelajaran-pelajaran moral sebelah mata.
![Page 2: Essay CSR Bahasa Indonesia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072109/577c83471a28abe054b4563d/html5/thumbnails/2.jpg)
Karena itulah banyak pejabat-pejabat yang memiliki prestasi segudang tetapi tidak
memiliki rasa empati dan simpati. Bahkan mengenal tetangga dalam satu blok pun hanyalah
sejarah tahun ’90-an saja. Prestasi tinggi tetapi moral rendah. Banyak sekali di tampilkan di
televisi anak membunuh ibu, ayah memerkosa putrinya, paman memutilasi kemenakannya,
hewan ternak yang dijadikan pelampiasan nafsu yang tak tertahankan, pembunuhan,
perampokan, dan kriminalitas lainnya hanya disebabkan oleh rendahnya moral yang didapat
sedari kecil. Tak jarang ketika para orang-orang terdekat tersangka kaget, “wah, kok bisa sih?
Padahal dia itu pinter loh, juara umum.” Siapa yang menjamin?
Indonesia boleh berbangga dengan putra-putrinya yang berhasil mendapatkan medali
emas, perak dan perunggu dalam berbagai perlombaan baik tingkat nasional maupun
internasional. Baik akademik maupun non-akademik. Tapi melihat pemuda-pemudinya yang
memiliki moral rendah? Indonesia hanya bisa tutup mata-tutup telinga-tutup mulut. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa adanya korban dalam konser band adalah biasa, kericuhan
seusai pertandingan sepak bola adalah biasa, membacok teman karena nilainya lebih tinggi
adalah biasa, semua tindak kriminal di Indonesia adalah biasa.
Maka dari itu, janganlah hujat pemerintah yang sudah muak dengan moral pemuda-
pemudi Indonesia sehingga menambahkan jam untuk pelajaran kewarganegaraan, sosial dan
agama di kurikulum 2013 terbaru nanti, yang berdampak pada berkurangnya jam-jam untuk
mata pelajaran lainnya. Itu semata-mata untuk generasi kita yang kelak akan memimpin
bangsa Indonesia menuju puncak kejayaannya. Sehingga image Indonesia di mata dunia
internasional sebagai negara yang ramah bukanlah lagi sebuah ‘katanya’.