etika bisnis
DESCRIPTION
tugas makalah kewirausahaanTRANSCRIPT
TUGAS MAKALAH KELOMPOK
Mata Kuliah : KEWIRAUSAHAAN
Dosen Pembimbing :
“ETIKA BISNIS”
Disusun Oleh :
Ezy Suciana.N 141201000Ainal Mardiah 14120100074Ety Apriyani 14120100082Nurfahmiati 141201000
Kelas : W2
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sorotan terhadap perkembangan sosial ekonomi belakangan ini
semakin marak. Meskipun tak secara terang-terangan, jelas masalah
yang hendak dikemukakan adalah praktek dunia usaha yang tak sehat.
Membicarakan persoalan moral yang sering dianggap oleh umum sebagai
tindakan "sok suci", belakangan mulai bisa dipahami. Banyak seminar,
tulisan serta komentar-komentar para cendekiawan mengenai topik-topik
krisis moral: korupsi, kolusi, oligopoli, manipulasi dan sebagainya.
Bahkan, kini bermunculan lembaga-lembaga sosial yang secara spesifik
menangani persoalan etika, seperti etika bisnis dan etika profesi.
Meskipun telah lama etika menjadi bidang kajian dalam filsafat, tetapi
bagi kebanyakan orang baik dari kalangan umum maupun para sarjana
sekalipun masih sering kacau menggunakan istilah etika, moral dan etiket.
Demikian pula dikalangan kaum muslimin, istilah akhlak, adab dan adat.
Lebih kacau lagi jika istilahistilah itu diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi budi pekerti, sopan santun dan tata krama (ketiga
istilah Indonesia ini sungguh mempersempit makna etika atau akhlak).
Ketika minat berwirauasaha tumbuh subur di Indonesia, timbul
anggapan bahwa kewirausahaan adalah alat yang paling tangguh untuk
mengejar kekayaan. Kewirausahaan diartikan sebagai usaha mencari
uang dan cara cepat menjadi kaya. Sebagian orang memilih bekerja keras
dan memebangun usaha dengan keringat dan air mata. Namun, sebagian
orang mengambil jalan pintas. Mereka yang mengambil jalan pintas ini
menerima order dan mengambil uang, tapi tidak pernah menyerahkan
hasil pekerjaan yang berkualitas. Mereka membuka usaha money games,
pinjaman berantai, ivestasi palsu, atau segala sesuatu yang menggiurkan,
tapi merigikan banyak orang. Mereka membuat armada penerbangan
dengan tarif murah, tapi mengorbankan keselamatan penumpang. Mereka
menjual saham dengan harga tinggi, tapi laporan keuangannya tidak jujur.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang ini adalah :
Bagaimana pengertian etika bisnis?
Bagaimana penerapan etika dalam bidang bisnis?
Bagaimana penerapan etika bisnis di masa Nabi Muhammad SAW?
C. Tujuan
Adapun tujuannya yaitu untuk mengetahui pengertian etika bisnis,
bagaimana penerapan etika dalam bidang bisnis, dan penerapan etika
bisnis di masa Nabi Muhammad SAW.
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat
kebiasaan. Sedangkan istilah moral dari kata mores juga berarti adat
kebiasaan, hanya yang terakhir ini bukan berasal dari bahasa Yunani
tetapi dari bahasa Latin. Karena secara etimologi mempunyai arti yang
sama dan dalam kenyataan sering disamakan penggunaannya. Kedua
istilah tersebut oleh sebagian ahli tidak dibedakan secara tegas.
Mengukuti pendapat beberapa ahli, selanjutnya dapat dibedakan arti etika
menjadi tiga : (1) nilai-nilai dan norma-norma moral sebagai landasan
perilaku; (2) kumpulan azas atau nilai moral atau kode etik; (3) ilmu
tentang baik-buruk sebagai cabang filsafat. Etika merupakan ilmu tentang
norma-norma, nilai-nilai dan ajaran moral, sedangkan moral adalah
rumusan sistematik terhadap anggapan-anggapan tentang apa yang
bernilai serta kewajiban-kewajiban manusia.
Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kenyataan tidak terlalu
dapat dibedakan pengertian etika dan moral, tetapi menegaskan arti etika
bisa berarti ilmu tentang baik-buruk dan bisa juga norma, nilai serta ajaran
moral itu sendiri. Adapun Istilah etiket (etiquette) berarti tata cara suatu
perbuatan yang bersifat teknis, relatif, dan lahiriyah, serta menyangkut
hubungan pergaulan (tata krama). Misalnya, tata karma makan dalam
pesta. Etika merupakan pedoman moral bagi suatu tindakan manusia dan
menjadi sumber pemikiran baik dan buruk tindakan itu.
B. Pengertian Bisnis
Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan
atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya
dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.
Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang
yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga
dan Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai ”the buying and
selling of goods and services”. Adapun dalam pandangan Straub dan
Attner, bisnis taka lain adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas
produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh
konsumen untuk memperoleh profit.
Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian
aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah
(kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun
dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan
halal dan haram). Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam
mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk
bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan
manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia
berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi serta
menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari
rizki. ”Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki
Nya...”.: ”Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di bumi
dan kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber-sumber)
penghidupan...”. Ada beberapa terma dalam al-Qur’an yang berkaitan
dengan konsep bisnis. Diantaranya adalah kata : al Tijarah, al-bai’u,
tadayantum, dan isytara.
C. Pengertian Etika Bisnis
Pada dasarnya etika dalam bisnis berfungsi untuk menolong
pebisnis untuk memecahkan masalah-masalah moral dalam praktek
bisnis mereka. Etika bisnis boleh dikatakan merupakan suatu bidang etika
khusus (terapan) yang baru berkembang pada awal tahun 1980an, dan
sampai sekarang kebanyakan telaah tentang etika bisnis berasal dari
Amerika. Etika bisnis menggugah bahwa dalam melakukan bisnis, kita
tetap bertindak dan berperilaku sebagai manusia yang mempunyai matra
etis. Dalam konteks bisnis sebagai suatu profesi yang luhur, etika bisnis
mengajak kita untuk berusaha mewujudkan citra bisnis dan manajemen
yang baik (etis).
Namun, sebagai etika khusus atau etika terapan, prinsip-prinsip
dalam etika bisnis sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika
pada umumnya.
1. Prinsip Otonomi
Sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan
kesadaran sendiri tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan.
Untuk bertindak secara otonom diandaikan ada kebebasan untuk
mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan itu.
2. Prinsip Kejujuran
Sekilas kedengarannya aneh bahwa kejujuran merupakan suatu
prinsip etika bisnis. Kini para praktisi bisnis dan manajemen mengakui
bahwa kejujuran merupakan suatu jaminan dan dasar bagi kegiatan
bisnis.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip menuntut agar kita memperlakukan orang lain sesuai dengan
haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan tidak boleh dilanggar.
Kegagalan etika bisnis bukan terletak paa ketidaktahuan atau
keengganan para pelaku bisnis untuk menyelenggarakan bisnis secara
etis (faktor internal), melainkan terletak pada faktor enternal. Hal ini
disebabkan oleh dua hal berikut.
a. Pertama, konsep normatif yang kaku sarat dengan rambu-rambu
moralitas, yang menjadi kendala bagi praktek bisnis di lapangan.
b. Kedua, lingkungan bisnis yang tak kondusif bagi berlakunya bisnis
secara etis.
Ini mudah dipahami, karena bisnis adalah kegiatan yang terfokus
pada uang, efisiensi dan ekspansi. Karena itu demi eksistensi dan
kemapanan, setiap pelaku bisnis akan menghalalkan segala cara.
Masalah-masalah yang dihadapi etika bisnis yaitu:
a. Hubungan Primer
Meliputi semua hubungan langsung yang diperlukan suatu perusahaan
untuk melaksanakan fungsi dan misinya yang utama, yaitu
memproduksi barang dan jasa dalam masyarakat.
b. Hubungan Sekunder
Meliputi berbagai hubungan dengan kelompok-kelompok masyarakat
yang merupakan akibat dari pelaksanaan fungsi dan misi utama
perusahaan.
Pada tingkat pertama kita tahu bahwa etika menyangkut sikap dan
pola hidup yang bersumber dari nilai-nilai yang dianut seseorang di dalam
seluruh hidupnya. Nilai-nilai ini melahirkan standar moral tertentu yang
mempengaruhi sikap-sikap dan tingkah laku setiap orang. Masalah yang
dihadapi adalah bahwa standar moral para pelaku bisnis masih sangat
lemah. Banyak diantaranya (pelaku bisnis) yang terjun di dunia bisnis
hanya dengan motivasi dasar untuk mencari keuntungan dan memperoleh
tingkat hidup yang mencukupi material dan tidak memperhitungkan segi
etika bisnis.
Pada tingkat perusahaan sering terjadi konflik kepentingan. Mereka
menghadapi suatu konflik yang sulit antara nilai pribadi dengan tujuan
yang ingin dicapai perusahaan. Bahkan mereka menghadapi konflik
antara perusahaan dan masyarakat dan antara pihak-pihak yang terlibat
dalam suatu urusan bisnis. Kenyataan ini diperburuk lagi oleh tidak atau
belum adanya organisasi profesi bisnis yang berfungsi menegakkan kode
etik bisnis. Pada tingkat masyarakat, kenyataan menunjukkan bahwa
masyarakat sedang mengalami transisi, yaitu dari masyarakat
berkembang menuju masyarakat maju. Dalam situasi demikian terjadilah
transformasi dan perubahan besar-besaran dalam segala bidang
kehidupan. Yang ditakutkan adalah kekhawatiran tercabutnya aturan-
aturan budaya luhur kita, dan kita belum ada nilai baru yang kita pegang.
Bersamaan dengan itu situasi ekonomi dan politik belum stabil. Kita masih
merabaraba mencari format kebijakan ekonomi dan politik yang sangat
tepat. Serta ikut terlibatnya birokrasi dalam dunia bisnis yang
menimbulkan persoalanpersoalan pelik yang sulit diatasi, akibatnya
keadilan sosial menjadi semakin sulit terjangkau.
Secara spesifik oleh karena etika bisnis merupakan penerapan
tanggung jawab social suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu
sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam
melakukan kegiatannya sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika
pergaulan bisnis. Seperti hal manusia pribadi juga memiliki etika
pergaulan antar manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat
umum juga mempunyai atau memiliki etika pergaulan yaitu etika
pergaulan bisnis. Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal
antara lain adalah:
1. Hubungan antara bisnis dengan pelanggan / konsumen.
Hubungan antara bisnis dengan pelanggannya merupakan
hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis
haruslah menjaga etika pergaulannya secara baik dalam hal ini.
Adapun pergaulannya dengan pelanggan ini dapat disebutkan di sini,
misalnya sebagai berikut.
a. Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk
membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap
produknya.
b. Bungkus ataupun kemasan membuat konsumen tidak dapat
mengetahui isi di dalamnya, sehingga produsen perlu memberikan
kejelasan tentang isi serta kandungan atau zat-zat yang terdapat di
dalam produk itu.
c. Promosi terutama iklan merupakan gangguan etis yang paling
utama. Oleh karena itulah maka sampai saat inipun TVRI masih
melarang ditayangkannya iklan dalam siarannya sejak awal 1980-
an.
d. Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan
tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis. Sangatlah tidak etis
suatu bisnis yang menjual produknya yang ternyata jelek (busuk)
atau tak layak dipakai tetap saja tidak mau mengganti produknya
tersebut kepada pembelinya.
2. Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk
memajukan bisnisnya seringkali harus berurusan dengan etika pergaulan
dengan karyawannya. Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi
beberapa hal yaitu: Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi
atau kenaikan pangkat, transfer, demosi (penurunan pangkat) maupun
lay-off atau pemecatan/PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Di dalam
menarik tenaga kerja haruslah dijaga adanya penerimaan yang jujur
sesuai dengan hasil seleksi yang telah dijalankan. Seringkali terjadi hasil
seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima adalah peserta atau
calon yang berasal dari anggota keluarga sendiri. Di samping itu tidak
jarang seorang manajer yang mencoba menaikkan pangkat para
karyawan dari generasi muda yang dianggapnya sangat potensial dalam
rangka membawa organisasi menjadi lebih dinamis, tetapi hal tersebut
mendapat protes keras dari karyawan golongan generasi tua. Masalah
lain lagi dan yang paling rawan adalah masalah pengeluaran karyawan
atau drop-out (DO). Masalah DO atau PHK ini perlu mendapatkan
perhatian ekstra dari para manajer karena hal ini menyangkut masalah
tidak saja etik akan tetapi juga masalah kemanusiaan. Karyawan yang di
PHK tentu saja akan kehilangan mata pencahariannya yang menjadi
tumpuan hidup dia bersama keluarganya.
3. Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu
dengan perusahaan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara
perusahaan dengan pesaingnya, dengan penyalurnya, dengan grosirnya,
dengan pengecernya, agen tunggalnya maupun distributornya. Dalam
kegiatan seharihari tentang hubungan tersebut sering terjadi benturan-
benturan kepentingan antar keduanya. Dalam hubungan itu tak jarang
dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang baik.
4. Hubungan dengan investor
Perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas dan terutama yang
akan atau telah "go public" haruslah menjaga pemberian informasi yang
baik dan jujur dari bisnisnya kepada para investor atau calon investornya.
Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan untuk mengambil
keputusan yang keliru. Dalam hal ini perlu mendapat perhatian yang
serius karena dewasa ini di Indonesia sedang mengalami lonjakan
kegiatan pasar modal. Banyak permintaan dari para pengusaha yang
ingin menjadi emiten yang akan menjual sahamnya (mengemisi
sahamnya) kepada masyarakat. Di pihak lain masyarakat juga sangat
berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam bentuk pembelian
saham ataupun surat-surat berharga yang lain yang diemisi oleh
perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu masyarakat calon pemodal
yang ingin membeli saham haruslah diberikan informasi secara lengkap
dan benar mengenai prospek perusahaan yang go public tersebut.
Janganlah sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap
informsi atas hal ini.
5. Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan
Hubungan dengan lembaga keuangan terutama Jawatan Pajak
pada umumnya hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini
merupakan hubungan yang berkaitan dengan penyusunan laporan
keuangan yang berupa neraca dan laporan rugi laba misalnya. Laporan
finansial disusun secara benar sehingga tidak terjadi kecenderungan ke
arah penggelapan pajak. Keadaan tersebut merupakan etika bisnis yang
tidak baik.
D. Penerapan Etika Bisnis di Zaman Nabi Muhammad SAW
Islam memandang bahwa berusaha atau bekerja merupakan
bagian integral dari ajaran Islam. Islam menempatkan aktivitas
perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan
manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada
sabda Rasulullah SAW: ”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan,
sesungguhnya di dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu
rezeki”.
Terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi yang
menjelaskan pentingnya aktivitas usaha, diantaranya; ”Apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi. Dan carilah karunia
Allah”. (QS. Al-Jumuah (62): 10). ”Sungguh seandainya salah seorang di
antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung
kemudian kembali memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian
dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik
daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi
maupun tidak”.Imam Bukhari, Shahih Bukhari Jilid II,
Pernah Rasulullah ditanya oleh sahabat, ”Pekerjaan apa yang
paling baik wahai Rasulullah?, Rasulullah menjawab, seorang bekerja
dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih”. (HR. Al-Bazzar
dan Ahmad). Hadis yang lain, ”Pedagang yang jujur lagi terpercaya
adalah bersama-sama Nabi, orang-orang jujur, dan para syuhada”(Ibn
Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-Arabi, tt)) Ayat dan
hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa bekerja mencari rizki adalah
aktivitas yang inheren dalam ajaran Islam. Tentu mencari rizki dalam
konteks ajaran Islam bukan untuk semata-mata memperkayadiri sendiri.
Karena Islam mengajarkan bahwa kekayaan itu mempunyai fungsi sosial.
Secara tegas Al-Qur’an melarang penumpukan harta dalam arti
penimbunan (hoarding),5 melarang mencari kekayaan dengan jalan tidak
benar, (QS. Al-Baqarah (2): 188) dan memerintahkan membelanjakan
secara baik. (QS. Al Baqarah (2): 261).
Islam memandang bahwa yang terpenting bukanlah pemilikan
benda, tetapi kerja itu sendiri. Doktrin al-Qur’an yang membentuk motivasi
yang tinggi dalam bekerja umat Islam antara lain tercermin dalam Q.S. Al-
Mulk : 15, yang memberi kesimpulan, pertama, bahwa bumi ini semua
milik Allah, tetapi dianugerahkan kepada manusia. Kalimat ”milik Allah”
sebenarnya dapat dipahami bahwa bumi, air dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya bukan milik perseorangan karena kekuasaannya,
melainkan untuk semua orang. Dalam konteks masyarakat feodal, Islam
bermaksud menghilangkan ”sistem upeti” di mana tanah dianggap milik
raja, tiran atau penguasa feodal. Sebagai alternatif al Qur’an mengajarkan
doktrin kemakmuran bersama. (QS. Hud (11): 61) Kedua, ayat itu
menimbulkan etos yang mendorong umat Islam untuk ”mengembara ke
seluruh bumi” mencari rizki Allah. Ini mendorong untuk dilakukannya
perdagangan dalam sekala luas seperti perdagangan antar daerah
bahkan negara.
Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan seorang
pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya
dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah
nya dari unsure yang melampaui batas atau sia-sia. Seorang pebisnis
muslim adalah sosok yang dapatdipercaya, sehingga ia tidak menzholimi
kepercayaan yang diberikan kepadanya ”Tidak ada iman bagi orang yang
tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi
orang yang tidak menepati janji”.
Dalam al-Qur’an terdapat terma-terma, al-bathil, al- fasad dan azh-
zhalim yang dapat difungsikan sebagai landasan-landasan atau muara
perilaku yang bertentangan dengan nilai perilaku yang dibolehkan atau
dianjurkan al- Qur’an khususnya dalam dunia bisnis. Hal ini beralasan
bahwa beberapa ayat yang mempunyai kandungan tentang bisnis,
seringkali mengunakan terma-terma di atas ketika menjelaskan tentang
perilaku bisnis yang buruk. Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan prinsip-prinsip
etika bisnis yaitu:
1. Kesatuan (unity)
Adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid
yang memadukan keseluruhan aspek aspek kehidupan muslim baik
dalam bidang ekonomi, politik, social menjadi keseluruhan yang
homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang
menyeluruh. Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan
agama,ekonomi,dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar
pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal
maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting
dalam sistem Islam (Naqvi, 1993: 50-51).
2. Keseimbangan (keadilan)
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis,Islam mengharuskan
untuk berbuat adil, tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai.Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah:8. Keseimbangan atau
keadilan menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam yang
berhubungan dengan keseluruhan harmoni pada alam semesta. Hukum
dan tatanan yang kita lihat pada alam semesta mencerminkan
keseimbangan yang harmonis. (Beekun, 1997: 23.) Dengan demikian
keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis
mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis.
3. Kehendak Bebas
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis
islam,tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan
kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan
pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan
bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.Sampai pada tingakat
tertentu, manusia dianugerahi kehendak bebas untuk memberi arahan
dan membimbing kehidupannya sendiri sebagai khalifah di mukabumi
(Qal-Baqarah, 2:30). Berdasarkan prinsip kehendak bebas ini, manusia
mempunyai kebebasan untuk membuat suatu perjanjian termasuk
menepati janji atau mengingkarinya. Tentu saja seorang muslim yang
percaya kepada kehendak Allah akan memuliakan semua janji yang
dibuatnya. (Beekun,1997: 24).
4. Pertanggungjawaban
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal mustahil, lantaran tidak
menuntut tanggung jawab. Menurut Al-Ghozali, konsep adil meliputi hal
bukan hanya equilibrium tapi juga keadilan dan pemerataan. Untuk
memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan, manusia perlu
mempertanggung jawabkan tindakannya. Allah menekankan konsep
tanggung jawab moral tindakan manusia, (Q.S. 4:123-124).) Karena itu
menurut Sayyid Qutub prinsip pertanggungjawaban Islam adalah
pertanggungjawaban yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang
lingkupnya. Antara jiwa dan raga, antara person dan keluarga, individu
dan sosial antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. (Beekun,
1997: 103)
5. Kebenaran: Kebajikan dan Kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna
kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu
kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan
sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad
(transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Adapun kebajikan adalah sikap ihsan,yang merupakan tindakan yang
dapat memberi keuntungan terhadap orang lain (Beekun, 1997: 28).
Dalam al-Qur’an prinsip kebenaran yang mengandung kebajikan dan
kejujuran dapat diambil dari penegasan keharusan menunaikan atau
memenuhi perjanjian atau transaksi bisnis.Termasuk ke dalam kebajikan
dalam bisnis adalah sikap kesukarelaan dan keramahtamahan.
Kesukarelaan dalam pengertian, sikap suka-rela antara kedua belah pihak
yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian bisnis. Hal ini
ditekankan untuk menciptakan dan menjaga keharmonisan hubungan
serta cinta mencintai antar mitra bisnis. Adapun kejujuran adalah sikap
jujur dalam semua proses bisnis yang dilakukan tanpa adanya penipuan
sedikitpun. Sikap ini dalam khazanah Islam dapat dimaknai dengan
amanah. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat
menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian
salah satu pihak yang melakukan transaksi ,kerjasama atau perjanjian
dalam bisnis. Dari sikap kebenaran, kebajikan dan kejujuran demikian
maka suatu bisnis secara otomatis akan melahirkan persaudaraan, dan
kemitraan yang saling menguntungkan, tanpa adanya kerugian dan
penyesalan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika merupakan pedoman moral bagi suatu tindakan manusia dan
menjadi sumber pemikiran baik dan buruk tindakan itu. Skinner
mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang
saling menguntungkan atau memberi manfaat. Pada dasarnya etika
dalam bisnis berfungsi untuk menolong pebisnis untuk memecahkan
masalah-masalah moral dalam praktek bisnis mereka. Secara spesifik
oleh karena etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab social
suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu
berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan
kegiatannya sehari-hari. Terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi
yang menjelaskan pentingnya aktivitas usaha, diantaranya; ”Apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi. Dan carilah karunia
Allah”. (QS. Al-Jumuah (62): 10).
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan penulis yaitu:
Dalam suatu kegiatan perdagangan/bisnis harus mengutamakan
kejujuran
Para pedagang/pebisnis harus menjunjung tinggi etika bisnis yang
baik
Dalam melakukan kegiatan bisnis harus mengutamakan keadilan
Bagi pedagang/pebisnis muslim harus menjunjung tinggi etika bisnis
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayatulloh,Haris: Etika Bisnis Dalam Prespektif Al-Qur’an: Upaya Membangun Bisnis Yang Islami Untuk Menghadapi Tantangan Bisnis Di Masa Depan. http://www.journal.unipdu.ac.id/index.php/seminas/article/view/112 (Diakses pada tanggal 7 April 2013)
Moerdiyanto: Etika Bisnis. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr. MoerdiyantoM.Pd./DIKTATMEMBANGUNETIKABISNISKEWIRAUSAHAAN-4.pdf (Diakses pada tanggal 7 April 2013 )
Muslich, Etika Bisnis Islami; Landasan Filosofis, Normatif, dan Substansi Implementatif, Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomin UII, 2004.
Shihab, Quraish, Etika Bisnis dalam Wawasan al-Qur’an, Jurnal Ulumul Qur’an, No 3/VII/97.