etika insinyur

12
ETIKA INSINYUR PERTAMBANGAN PROFESIONAL DAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh: Ronald Sibarani Ketua Komite Etika, Badan Kejuruan Tambang PII E-Mail: [email protected] ABSTRAK Proses Sertifikasi Insinyur Pertambangan Profesional (IPP) yang selama ini dikerjakan oleh PERHAPI, telah menyelesaikan tugasnya yaitu menyusun Kode Etik Insinyur Pertambangan Profesional (IPP). PERHAPI dalam hal ini sangat memperhatikan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat baik yang ada di dalam negeri maupun Internasional mengenai lingkungan hidup, hal ini dapat dilihat dari prinsip pertama kode etik IPP tersebut dimana masalah lingkungan hidup ditempatkan sejajar dengan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat umum. Hal ini menunjukan bahwa seorang IPP harus sadar bahwa antara manusia dan lingkungan hidup ada relasi yang sangat kuat. Industri pertambangan adalah salah satu industri yang aktivitasnya dalam mengintervensi lingkungan hidup dapat dilihat secara kasat mata. Intervensi ini merupakan suatu keharusan. Intervensi dalam hal ini berarti mengubah rupa bumi untuk mengeksploitasi mineral baik yang ada dipermukaan bumi ataupun di bawah permukaan bumi. Diharapkan dengan adanya kode etik IPP maka Insinyur Pertambangan Profesional dapat menilai apakah etis bila mereka dalam menyusun perencanaan penambangan tidak memasukan kerusakan lingkungan yang terjadi sebagai akibat dari dampak aktivitasnya dalam melakukan eksploitasi mineral, sebagai biaya yang harus ditanggung (internalisasi biaya kerusakan lingkungan). Kata Kunci: Etika IPP, intervensi lingkungan, relasi manusia dengan lingkungan hidup, eksploitasi, biaya lingkungan hidup, etis, antroposentris, faustian, orientalis. ABSTRACT The process of The Professional Mining Engineer certification conducted by PERHAPI have resulted a Code of Ethics of Professional Mining Engineer (IPP). PERHAPI concerns on environment issues either local issues or international issues. It appears on the first principal of the Code of Ethics of the Professional Mining Engineer, which is stipulate that environment issues are as important as issues on health and prosperity of the society. It seems that Professional Mining Engineer should be aware on relation between human and environment. Undoubtly, mining activities can affect environment by changing earth ‘s profile as a result of mineral exploitation either on surface or on sub surface. By having Code of Ethic, Professional Mining Engineers can evaluate whether they act ethically or not if in their mining activities, they do not take

Upload: shinichi-kudo

Post on 26-Jul-2015

135 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: ETIKA INSINYUR

ETIKA INSINYURPERTAMBANGAN PROFESIONAL

DANLINGKUNGAN HIDUP

Oleh: Ronald Sibarani

Ketua Komite Etika, Badan Kejuruan Tambang PIIE-Mail: [email protected]

ABSTRAK

Proses Sertifikasi Insinyur Pertambangan Profesional (IPP) yang selama ini dikerjakan oleh PERHAPI, telah menyelesaikan tugasnya yaitu menyusun Kode Etik Insinyur Pertambangan Profesional (IPP). PERHAPI dalam hal ini sangat memperhatikan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat baik yang ada di dalam negeri maupun Internasional mengenai lingkungan hidup, hal ini dapat dilihat dari prinsip pertama kode etik IPP tersebut dimana masalah lingkungan hidup ditempatkan sejajar dengan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat umum. Hal ini menunjukan bahwa seorang IPP harus sadar bahwa antara manusia dan lingkungan hidup ada relasi yang sangat kuat.

Industri pertambangan adalah salah satu industri yang aktivitasnya dalam mengintervensi lingkungan hidup dapat dilihat secara kasat mata. Intervensi ini merupakan suatu keharusan. Intervensi dalam hal ini berarti mengubah rupa bumi untuk mengeksploitasi mineral baik yang ada dipermukaan bumi ataupun di bawah permukaan bumi.

Diharapkan dengan adanya kode etik IPP maka Insinyur Pertambangan Profesional dapat menilai apakah etis bila mereka dalam menyusun perencanaan penambangan tidak memasukan kerusakan lingkungan yang terjadi sebagai akibat dari dampak aktivitasnya dalam melakukan eksploitasi mineral, sebagai biaya yang harus ditanggung (internalisasi biaya kerusakan lingkungan).

Kata Kunci: Etika IPP, intervensi lingkungan, relasi manusia dengan lingkungan hidup, eksploitasi, biaya lingkungan hidup, etis, antroposentris, faustian, orientalis.

ABSTRACT

The process of The Professional Mining Engineer certification conducted by PERHAPI have resulted a Code of Ethics of Professional Mining Engineer (IPP). PERHAPI concerns on environment issues either local issues or international issues. It appears on the first principal of the Code of Ethics of the Professional Mining Engineer, which is stipulate that environment issues are as important as issues on health and prosperity of the society. It seems that Professional Mining Engineer should be aware on relation between human and environment.

Undoubtly, mining activities can affect environment by changing earth ‘s profile as a result of mineral exploitation either on surface or on sub surface. By having Code of Ethic, Professional Mining Engineers can evaluate whether they act ethically or not if in their mining activities, they do not take into account environmental damage as a result of mineral exploitation which is the cost to be paid to the society (Internalization of Environmental Cost).

Key words: environment intervention, exploitation, cost of environment, antroposentris, human relation with: environment, ethics, antrophocentrism, faustian, orientalism

Page 2: ETIKA INSINYUR

LATAR BELAKANG

Maraknya unjuk rasa terhadap kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat dari aktivitas pertambangan, menunjukkan bahwa mulai ada kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup dalam masyarakat lokal. Bagi masyarakat lokal, lingkungan hidup menjadi kepedulian mereka, karena hal tersebut berhubungan langsung dengan keberadaan mereka dimana mereka telah tinggal dan akrab dengan lingkungan hidupnya dalam kurun waktu yang cukup panjang, jauh sebelum aktivitas pertambangan akan atau sedang berlangsung di sekitar mereka.

Dari banyak kasus konflik diantara industri pertambangan dan masyarakat sekitar tambang, dimana sumber permasalahan utama disebabkan karena industri pertambangan dianggap tidak mau membayar “external cost” yang muncul akibat rusaknya lingkungan hidup di sekitar wilayah penduduk lokal yang terpengaruh atau tercemar oleh aktivitas kerja mereka.

Dalam konflik ini masing-masing pihak bertahan pada pendiriannya masing-masing yang menganggap pendirian merekalah yang paling benar. Industri selalu menuntut pembuktian yang bersifat teknis dan ilmiah terhadap pencemaran yang diklaim masyarakat.

Tetapi sebaliknya, masyarakat hanya mampu membuktikan berdasarkan apa yang mereka alami pada diri mereka, yaitu apa yang mereka alami dahulu berbeda secara signifikan dengan yang mereka alami sekarang setelah industri pertambangan hadir di lingkungan mereka, karena memang pada dasarnya sebatas itulah pengetahuan yang mereka miliki. Konflik dari kedua belah pihak ini jika didekati dengan pemahaman yang berbeda tersebut jelas tidak dapat bersanding atau bahkan mustahil untuk dipertemukan.

Untuk menyelesaikan perbedaan “background” berpikir dari pihak-pihak yang berkonflik di atas maka perlu dicarikan suatu “common ground” berpikir di mana dengan itu kedua belah pihak bisa menggemukakan pemikirannya tanpa harus terjadi kesenjangan. Untuk upaya itu maka diperlukan etika, yang berfungsi sebagai “common ground” yang dimaksud.

Kebutuhan akan adanya suatu “common ground” disertai posisi IPP yang berada di antara pemilik tambang dan masyarakat, mengakibatkan etika profesional pertambangan menjadi relevan untuk dikedepankan dan perlu ditanamkan kepada para IPP sedini mungkin. Dengan demikian mereka akan mampu melihat permasalahan secara lebih holistik bila terjadi konflik antara industri di mana mereka bekerja dengan masyarakat, dan mereka tidak lagi melihat persoalan dari kacamata keteknikan saja.

Selanjutnya IPP akan mampu menempatkan dirinya pada posisi tidak memihak kepada salah satu kelompok saja, akan tetapi hanya berpihak kepada nilai etis profesional yang telah disepakati oleh organisasi insinyur profesional (PERHAPI). Sehingga IPP tidak terjebak pada kepentingan masing-masing kelompok, yang dapat menjerumuskan mereka kepada perbuatan yang tidak bermoral (immoral) sehingga merugikan salah satu pihak atau keduanya atau bahkan dirinya sendiri.

LINGKUNGAN HIDUP DAN PERMASALAHANNYA

Salah satu industri yang paling banyak mendapat sorotan masyarakat adalah industri pertambangan, hal ini dapat dilihat dari adanya gugatan atau unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat terhadap pencemaran yang dilakukan PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), PT. Kelian Equatorial Mining (KEM), dan PT. Freeport Indonesia (FI). Mengapa persoalan lingkungan hidup belakangan ini menjadi semakin mengemuka? Ini menunjukkan bahwa kesadaran dan kecerdasan masyakat pada umumnya telah meningkat, khususnya yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan hidup. Disamping itu mereka telah mampu mengekspresikan ketidaksenangannya bila lingkungan di mana mereka berrelasi dirusak oleh adanya aktivitas pertambangan.

Dalam tulisan ini saya mencoba untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda dibanding dengan perspektif umum, yaitu mengapa industri pertambangan yang padat modal dan mampu memanfaatkan teknologi justru menjadi sorotan masyarakat dalam kaitannya dengan masalah

Page 3: ETIKA INSINYUR

lingkungan hidup? Padahal mereka memiliki seperangkat teknologi yang cukup mahal, didukung oleh institusi pendidikan dan pelatihan terkemuka dan memiliki banyak insinyur-insinyur yang handal.

Seharusnya dalam perspektif umum masalah-masalah tersebut dapat ditanggulangi. Sebenarnya pokok permasalahannya tidak terletak di sana, tetapi pada sistem nilai (value system) yang ada di dalam suatu masyarakat yang tidak luput dari pemahaman sistem filsafat hidup tertentu dengan segala aspek dan konsekuensinya, yang selanjutnya akan diuraikan di bawah ini.

FILSAFAT BARAT SEBAGAI AKAR MASALAH LINGKUNGAN HIDUP

Filsafat, kenapa harus filsafat yang dibahas? Bukankah kita hidup dewasa ini dalam masyarakat teknologi atau bahkan sebagai hamba teknologi yang telah lama melupakan filsafat? Teknologi sesungguhnya anak dari sains, sedangkan sains berada dalam naungan filsafat ilmu (epistemologi). Etika yang dibahas dalam tulisan ini juga merupakan bagian dari filsafat yakni filsafat moral. Oleh sebab itu adalah suatu hal yang wajar apabila filsafat dibahas untuk mencari jawaban mengapa gejolak antara industri pertambangan (pengguna teknologi) yang berakar dari filsafat ilmu disatu pihak dan etika lingkungan yang berasal dari filsafat moral dilain pihak dapat terjadi.

Terjadinya kerusakan lingkungan yang parah dan meluas saat ini di dunia, tidak terlepas dari suatu sistem filsafat yang dianut manusia yang terlibat di dalamnya, sehingga mereka mampu melakukan pengerusakan lingkungan, tanpa merasa bersalah bahkan sebaliknya sangat bersemangat dan merasa terhormat untuk berjuang mati-matian agar berhasil dalam menerapkan nilai-nilai filsafat yang telah dijunjung tinggi oleh mereka (tidak terkecuali komunitas pertambangan) kedalam suatu realitas.

Menurut Waller, filsafat yang mampu memacu kerusakan lingkungan adalah filsafat materialisme. (Pojman, Louis P, Environmental ethics: Reading in Theory and Aoplication , USA:Jones and Barlett Publihers, 1994, hlm.438). Filsafat ini mempunyai akar yang cukup dalam yaitu pada rasionalisme Yunani (Plato, Neoplato) maupun rasionalisme abad pencerahan, khususnya dalam diri Rene Descartes pada abad ke 17 dan pengikutnya yang dikenal sebagai kelompok rasionalisme pencerahan kartesian. Selanjutnya, paham ini dikembangkan dalam bentuk kritisisme Immanuel Kant dan pengikutnya yang disebut Kantian.

Perkembangan sains dan teknologi yang menguasai kehidupan modern dewasa ini sangat dipengaruhi oleh kedua rasionalisme tersebut. Perkembangan sains dan teknologi ini selanjutnya semakin membuat manusia sadar akan keunggulannya dibandingkan dengan ciptaan yang lain yaitu lingkungan hidup, atau lebih dikenal dengan sikap antroposentrisme. Krisis ekologi yang terjadi sekarang ini berasal dari filsafat tersebut. (Borrong, Robert P, “Etika Bumi Baru”, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1999, hlm.228)

Rasionalisme telah mempengaruhi nilai-nilai religius orang Barat, baik di dalam tradisi Ortodoks maupun tradisi Judeo-Christian yang mayoritas dianut oleh masyarakat tersebut, sehingga rasionalisme semakin mendapat legitimasi dan mempercepat penyebaran paham tersebut ke seluruh dunia.

Pada tahun 1967 Lynn White, seorang profesor di bidang sejarah pada Universitas California, Los Angeles, menulis sebuah artikel yang berisi tentang krisis ekologi yang disebabkan oleh “arogansi orang Barat yang menganut ajaran kristen orthodoks terhadap lingkungan”. Ia berargumen bahwa sifat ortodoks dari orang Barat adalah akar dari sikap-sikap dominan manusia, atau disebut juga antroposentris, dimana hal ini dapat ditelusuri balik pada dogma mereka yang berbunyi: “Allah memberkati mereka: lalu Allah berfirman: .. penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi".

Menurut White, sikap orang Barat yang antroposentris sangat bertentangan dengan sikap penganut animisme yang percaya bahwa roh yang diam pada benda-benda yang ada di alam. Pada penganut animisme, alam adalah suci dan tidak boleh diperlakukan dengan tidak patut, bila mereka terpaksa untuk mengambil dari alam sesuatu yang suci (hewan/pohon/batu..) maka harus dilakukan proses ritual sebelumnya, dan kemudian setelahnya mereka harus meminta maaf kepada alam karena mereka telah melukai alam. Berbeda dengan cara pandang orang Barat mereka menganggap bahwa

Page 4: ETIKA INSINYUR

mereka mempunyai hak yang besar terhadap alam yang telah diciptakan Allah. (Pojman, Louis P, Environmental ethics: Reading in Theory and Application, USA: Jones and Barlett Publihers, 1994), hlm. 6)

Lewis W. Moncrief seorang sosiolog, mengatakan bahwa kerusakan lingkungan berhubungan dengan kebudayan Barat yang mewarisi tradisi Judeo-Christian. Tradisi ini telah menghasilkan demokrasi, teknologi, urbanisasi, peningkatan kekayaan individu, dan sikap agresif terhadap lingkungan yang langsung berdampak kepada krisis lingkungan. (Pojman, Louis P, Environmental ethics: Reading in Theory and Application , USA: Jones and Barlett Publihers, 1994, hal.10)

Menurut Moncrief, pengaruh tradisi Judeo-Christian terhadap krisis lingkungan terjadi melalui empat tahapan: Tahap pertama, terbentuknya Tradisi Judeo-Christian di negara-negara Barat. Tahap kedua terbentuknya ideologi kapitalisme yang menghadirkan pengembangan sains dan teknologi serta demokratisasi. Perlu dijelaskan disini bahwa kapitalisme yang sekarang kita kenal sering dihubungkan dengan pemikiran Max Weber dalam bukunya " The Protestant Etics and The Spirit of Capitalism" yang menurut para pengamat telah terjadi distorsi terhadap ajaran Calvin.

Pendistorsian tersebut perlu dilakukan oleh kelompok kapitalis yang memang memerlukan legitimasi etis dalam upayanya untuk menumpuk kekayaan, karena pada jaman itu kelompok kapitalis dianggap remeh dan dipandang rendah oleh masyarakat luas. Dalam rangka mengubah suatu pelecehan menjadi suatu penghormatan dan penghinaan menjadi penghargaan, menurut Max Weber mereka memanfaatkan etika Protestan. Tahap ketiga, terjadinya urbanisasi, pertambahan penduduk, dan hak kepemilikan individual tidak lagi dibatasi. Tahap keempat, akibat dari ketiga proses yang tersebut menghasilkan degradasi lingkungan hidup seperti yang alami dunia saat sekarang. (Pojman, Louis P, Environmental ethics: Reading in Theory and Application , USA: Jones and Barlett Publihers, 1994, hal.19)

Di Timur, rasionalisme Barat telah meracuni sistem nilai religi timur dengan filsafat orientalisme, kaum orientalis dengan sengaja menempatkan sistem nilai atau religi Timur lebih rendah dari sistem nilai dan religi Barat. Pemikiran orientalis ini dibawa masuk oleh orang-orang yang telah menimba ilmu di Barat, kemudian diterapkan di dalam negeri tanpa melakukan kritisi terlebih dahulu terhadap kemungkinan adanya kesalahan-kesahan yang dilakukan oleh rasionalisme Barat tersebut. (Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta, Pustaka Utera Antarnusa,2001,h.lix)

Menurut Haekal, pemikiran orientalis ini mempunyai maksud yang tersembunyi di dalam jiwa intelektual Barat, yang bertujuan hendak menghacurkan sendi-sendi salah satu agama, atau semua agama, (Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta, Pustaka Utera Antarnusa, 2001, hal lxxi) tujuannya jelas, imperialisme atau penaklukan/ penjajahan untuk mendapatkan sumberdaya alam.

Rasionalisme, sains, dan teknologi telah membuat manusia merasa lebih unggul dibandingkan dengan ciptaan lain dan kemudian hal ini mendapatkan legitimasi dari sistem nilai masyarakat dan religi yang telah terdistorsi sehingga membuat manusia Barat semakin yakin bahwa ia adalah satu-satunya ciptaan yang berkuasa atas bumi dan segala isinya tanpa perlu bergantung atau tunduk kekuatan Tuhan yang transenden.

Penolakan ketergantungan kepada Tuhan dapat kita telusuri pada legenda atau drama Faustus yang berakar pada abad pertengahan di Eropa. Kegandrungan Barat pada sains dan teknologi direpresentasikan dalam legenda atau drama ini. Faust atau doktor Faustus yang sangat tekenal di Barat, telah beredar di kalangan terpelajar Eropa pada tahun 1587 dan kemudian ditulis ulang oleh Goethe. Karya sastra tersebut menceritakan tentang seorang tokoh intelek yang dikenal sebagai si jenius Doktor Faust atau Faustus yang menjual jiwanya sendiri kepada Mephistopheles (iblis) demi mendapatkan pengetahuan dan kekuasaan.

Dalam drama ini Mephistopeles ketika berdialog dengan Tuhan menyatakan bahwa Faust hidup dalam kegilaan dan ingin meraih bintang-bintang terindah di langit dan puncak-puncak nafsu yang ada di bumi. Dari hasil menjual jiwa kepada Mephistopheles telah membuat doktor Faust menjadi sangat hebat dalam sains dan teknologi serta terkenal. Kemudian dengan segala kehebatannya ia

Page 5: ETIKA INSINYUR

menjejakkan kakinya ke mancanegara, dimana setiap langkahnya disertai oleh bayang-bayang gelap keiblisan.

Legenda tentang Faust ini kemudian dikenal oleh dunia sebagai sosok kompleks, yang sering dianggap sebagai personifikasi semangat Barat yang mengagungkan sains dan teknologi di atas segalanya, hingga ia sendiri tidak sanggup mengendalikan bahaya maut yang timbul dari sana.

Demikian juga sains dan teknologi sekarang ini, juga telah merambah dunia, dibalik keindahannya, kemolekan dan kegagahannya yang menjanjikan puncak-puncak nafsu dan bintang-bintang indah di langit kepada manusia yang sebenarnya didalamnya terkandung kegelapan dan bencana. (Goethe, Johann Wolfgang, Faust,(Jakarta: Kalam, 1999, hal. 11-14) Kegelapan dan bencana ini terjadi karena aspek etis dan moral telah ditanggalkan dan di jual kepada Mephistopheles, sehingga sains dan teknologi menjadi kering dan dari aspek moral dan etis.

Kondisi tidak terkendali di atas oleh Anthony Giddens dicirikan oleh adanya;manufactured Uncertainty atau suatu kondisi yang diliputi oleh ketidakpastian yang ditimbulkan oleh manusia berkat teknologi yang diciptakannya sendiri. Contoh yang jelas adalah terganggunya alam atau lingkungan hidup yang ditandai dengan gejala pemanasan bumi, kerusakan ozon, polusi, munculnya bebagai macam hama dan penyakit baru akibat perkembangan teknologi pertanian. Kondisi tersebut digambarkan oleh Giddens dengan sebuah metafor; yaitu truk besar yang meluncur tanpa kendali, dan tidak ada satu manusiapun yang lolos dari situasi yang mengerikan ini dan tidak ada satu manusia pun yang dapat menghentikan juggernaut ini, yang ada hanya kepasrahan dan doa mohon selamat, ( Giddens, Anthony, Jalan Ketiga, (Jakarta :Gramedia, 2000), hal.ix) dan semoga lolos dari bencana seperti bencana yang terjadi di WTC, New York baru-baru ini.

EKSPLOITASI ALAM

Tata keseluruhan Ipoleksosbud dunia tidak akan terlepas dari paradigma ipoleksosbud sebagaimana yang sedang dipergulatkan di gelanggang internasional, jelasnya Barat atau Faustian. (Wijaya, Mangun, Ilmu Ekonomi, dan keadilan Tanggapan terhadap Buku Prof Mubyarto, Kompas 6,7,8 Maret 1981) Paradigma ipoleksosbud ini tidak hanya ada pada tatanan teoritis tetapi juga pada tatanan ideologi bebagai negara bangsa (Nation-State). Untuk jelasnya, kalau Faust datang konkret segala tranformasi dunia disegala bidang masa kini.

Paradigma ipoleksosbud Faust mensyaratkan sosok manusia yang senantiasa memperjuangkan kemajuan yang tidak pernah berhenti atau beristirahat sedetikpun. Ia harus bertumbuh dan berkembang demi memenuhi kegelisahan dan kehausannya, walaupun itu harus mengorbankan norma-norma kemanusiaan. Kecenderungan ini menghasilkan baik sistem sosial maupun ideologi kapitalis. Ideologi pertumbuhan dimulai pada masyarakat industri (faustian) atau pada masyarakat kapitalis.

Kapitalisme moderen ditunjang oleh tersedianya energi yang melimpah dan dengan sistematis mengerahkan teknologi untuk meningkatkan outputnya dan membuat pertumbuhan menjadi hukum kehidupannya: Tumbuh atau mati, itulah hukum kapitalisme dan juga sosialis-komunis. (Borrong, Robert P, Etika Bumi Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hal. 47)

Ideologi pertumbuhan ini tidak pernah diuji kritis dan diuji etis oleh masyarakat, rohaniwan/ ulama, profesional dan bahkan oleh negara, umumnya mereka menganggap ideologi tersebut sebagai suatu kebenaran yang tidak perlu dipertanyakan lagi atau pura-pura tidak tahu. Padahal ideologi ini sangat bersifat eksploitatif dan tidak peduli dengan segala dampak yang diakibatkannya. Pada dasarnya alam atau lingkungan hidup tidak untuk idelogi pertumbuhan apalagi untuk ideologi pertumbuhan yang berkelajutan, yang berarti pengurasan sumber daya alam yang tidak ada hentinya.

Ekonomi yang berpusat pada pertumbuhan disebut juga ekonomi koboi, (Korten, David C, Menuju Abad 21: Tindakan sukarela dan Agenda Global,(Jakarta: YOI dan Sinar) yang banyak menggunakan asumsi seolah-olah; yakni: seolah-olah sumberdaya fisik di bumi secara praktis tidak dapat habis atau bertambah banyak, karena sains dan teknologi akan dapat menemukan penganti (substitusi) dari sumberdaya telah dikuras (ditambang), seolah-olah lingkungan hidup tidak mempunyai batas

Page 6: ETIKA INSINYUR

(carrying capacity) untuk menyerap limbah dan seterusnya. Dalam ekonomi koboi, sumber daya alam tersedia secara tidak terbatas.

Si koboi dapat melakukan apa saja ketika ia berada dipadang rumput yang terbentang luas di hadapannya. Dia bisa menembak bison-bison dalam jumlah yang ia suka, bisa satu, sepuluh atau seratus, karena bayi-bayi bison akan lahir dalam jumlah yang lebih banyak. Dalam cara berfikir seperti ini manusia bisa berbuat apa saja dalam memanfaatkan sumber daya alam, karena bagi mereka kerusakan alam atau lingkungan hidup hanya sesuatu yang abstrak dan tidak perlu mendapat perhatiaan yang serius.

Dalam aktivitas ekonomi ideologi pertumbuhan di representasikan oleh tingkat suku bunga (interest rate), dimana uang yang dimiliki mempunyai potensi untuk tumbuh terus menjadi lebih besar dari nilai semula dengan berjalannya waktu bila di depositokan di bank atau di investasikan pada pemburu rente, terlepas dari resiko yang investor harus ditanggung. Menurut Haekal ideologi pertumbuhan dalam bentuk suku bunga atau riba yang telah menjadi dasar kehidupan ekonomi dewasa ini, telah menjadi sumber penderitaan seluruh umat manusia, (Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta, Pustaka Utera Antarnusa, 2001, hal. 622) dan ini berarti konsep riba bertentangan dengan manusia dan alam.

Inilah gambaran yang jelas kenapa cara berfikir Faustian harus dikritisi dengan cermat sebelum diterima sebagai suatu kebenaran. Saya mengutip pandangan yang disampaikan oleh salah satu industri pertambangan besar di Indonesia, PT. Freeport Indonesia. Freeport melihat mutu lingkungan sebagai berikut, bahwa mutu lingkungan adalah hasil langsung dari sebuah masyarakat industri yang dimungkinkan karena adanya usaha pertambangan sumberdaya mineral;...satu-satunya cara untuk menyelamatkan baik manusia maupun lingkungan adalah dengan menyalurkan kemakmuran dan menemukan teknologi serta sistem produksi yang lebih baik lagi.

Selanjutnya ia mengutip Thomas Hobbes "A life in a state of nature is solitary, poor, nasty, brutish and short". ( Machribie, Adrianto, Pembangunan Berkelanjutan dalam Hubungannya dengan Kegiatan Pertambangan-Visi Freeport, sebuah paper, hal 2)

"Tidakkah pemikiran seperti diatas berbau Faustian?"

Lantas, apakah semangat Faustian dapat dipersandingkan degan nilai-nilai sesungguhnya yang berasal dari Tuhan yang transenden. Seyogyanya kita harus kembali kepada konsep oeconomia. Dalam oeconomia, dimana Tuhan memelihara karya/ ciptaan-Nya, sedangkan manusia mendapat ijin untuk mengelola dan memanfaatkan karya-Nya dalam konteks pelayanan (stewardship) bersanding secara harmonis. (Calvin B Dewitt (ed), The Just Stewardship of Land and Creation: a report of the reformed Eucumenical Council prepared for Grand Rapid Assembly, Page 124).

Hal ini tercermin dalam religi kita tentang hari perhentian dalam rangka pemulihan dan pemeliharaan seperti antara lain: Tuhan berhenti mencipta pada hari ke tujuh, dan manusia normalnya beristirahat delapan jam sehari plus dua hari dalam seminggu (week-end) bahkan ada waktunya berpuasa dalam satu tahun.

PENGERTIAN UMUM ETIKA

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa etika merupakan "common ground" bagi upaya penyelesaian konflik, dan dengan ini seorang IPP akan berada dalam posisi yang tidak berpihak (impartial). Sebelum membahas hal ini lebih jauh tentang etika yang lebih spesifik, maka akan diuraikan pengertian umum etika terlebih dahulu.

Etika merupakan suatu cabang filsafat yakni filsafat moral. Moral berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores) yang berarti adat-istiadat atau kebiasaan. Secara umum etikawan mendefinisikan moral sebagai: "sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah melembaga dalam sebuah adat kebiasaan (norma atau aturan) yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang terus menerus dan berulang-ulang dalan kurun waktu yang lama sebagaimana

Page 7: ETIKA INSINYUR

layaknya suatu kebiasaan. (Laporan Akhir Penyusunan sistem sertifikasi personal bidang pertambangan, hal. IV-9

Sedangkan filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab ada dan berbuat dalam rangka mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar termasuk mengkritik jawaban yang tidak memadai sekaligus menacari jawaban yang benar. Dengan demikian maka etika yang berasal dari bahasa Yunani etos (jamak: ta etha) mengandung pengertian formal yang umumnya dipergunakan saat ini, sebagaimana didefinisikan oleh Aristoteles : 384-322 SM adalah ilmu yang menitikberatkan refleksi kritis, rasional, mendasar, dan sistematis (filsafat) mengenai : (a) sistem nialai dan norma yang menyangkut sebagai mana mansuai harus hidup baik sebagai manusia (moral); dan mengenai (b) masalah-masalah kehidupan manusia dalam kaitannya denga moral yang sudah diterima secara umum. (Sertifikasi Insinyur Pertambangan Profesional, h.IV-11) Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang istilah etika dan moral (kamus besar bahasa Indonesia, Depdikbud 1988) saling dipertukarkan. Akan tetapi pemahaman ini tidak termasuk dalam pengertian formal etika.

Dasar etika dapat dibagi menjadi dua yaitu etika yang pendasarannya Teologis dan Filosofis. Etika Teologis disusun berdasarkan pemikiran: Wahyu/Logos, bersifat teonom, heteronom, trans-empiris, teosentris. Etika filosofi disusun berdasarkan kebijaksanaan/ sofos, bersifat antroponom, otonom, empiris dan antroposentris. Etika yang bersifat Teosentris umumnya diterapkan di lingkungan yang agamis atau rohani atau yang seolah-olah agamis yang kadang-kadang berubah wujud menjadi hukum yang kaku. Etika filosofis umumnya diterapkan dalam lingkungan sekuler termasuk didalamnya Etika Lingkungan dan Etika Profesi Rekayasa yakni Rekayasa Pertambangan.

ETIKA LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI SOLUSI

Pemikiran atas kekhawatiran akan perkembangan sains dan teknologi yang tidak terkendali dan mengakibatkan kerusakan alam lingkungan sebagai akibat paradigma ipoleksosbud Faust telah jauh diantisipasi oleh Lynn White pada 1967 dalam karyanya The History of Our Ecology Crisis. Walaupun perdebatan tesis atas Lynn ini lebih terfokus pada aspek historis, teologi dan religi namun banyak pihak sepakat bahwa karya Lynn ini merupakan cikal bakal munculnya etika lingkungan yang diformulasikan dari hari Bumi tahun 1970. Pada saat itu kelompok pencinta lingkungan menghimbau filsuf-filsuf yang terlibat dalam masalah lingkungan untuk berbuat sesuatu.

Etika lingkungan hidup, berhubungan dengan perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya, tetapi bukan berarti bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta (antroposentris). (Borrong, Robert P, Etika Bumi Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, hal 14)

Lingkungan hidup adalah lingkungan di sekitar manusia, tempat dimana organisme dan anorganisme berkembang dan berinteraksi, jadi lingkungan hidup adalah planet bumi ini. (Borrong, Robert P,. Etika Bumi Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, hal 16). Ini berarti manusia, organisme dan anorganisme adalah bagian integral dari dari planet bumi ini. Hal ini perlu ditegaskan sebab seringkali manusia bersikap seolah-olah mereka bukan merupakan bagian dari lingkungan hidup.

Secara entimologis manusia dan bumi sama sama mempunyai akar kata yang sama dalam bahasa semit, yaitu disebut 'dm, asal kata adam (manusia) dan adamah, artinya tanah. Manusia adalah lingkungan hidup, sebab dia mempunyai ciri-ciri dimana seluruh komponen yang yang ada berasal dari alam ini, yaitu ciri-ciri fisik dan biologis.

Istilah lingkungan hidup pertama kali dimunculkan oleh Ernst Haeckel, seorang murid Darwin pada tahun 1866, yang menunjuk kepada keseluruhan organisme atau pola hubungan antar organisme dan lingkungannya. Ekologi berasal dari kata oikos dan logos, yang secara harfiah berarti 'rumah' dan 'lingkungan'. Ekologi sebagai ilmu berarti pengetahuan tentang lingkungan hidup atau planet bumi ini sebagai keseluruhan. Jadi lingkungan harus selalu dipahami dalam arti oikos, yaitu planet bumi ini. Sebagai oikos bumi mempunyai dua fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai tempat kediaman (oikoumene) dan sebagai sumber kehidupan (oikonomia/ekonomi).

Lingkungan hidup di planet bumi dibagi menjadi tiga kelompok dasar, yaitu lingkungan fisik (physical environment), lingkungan biologis (biological environment) dan lingkungan sosial (social

Page 8: ETIKA INSINYUR

environment). Di jaman moderen ini teknologi dianggap mempunyai lingkungannya sendiri yang disebut (teknosfer) yang kemudian dianggap mempunyai peran penting dalam merusak lingkungan fisik.(Borrong, Robert P, Etika Bumi Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, hal 18-19)

Untuk mempertahankan eksistensi planet bumi maka manusia memerlukan kekuatan/nilai lain yang disebut 'etosfer', yaitu etika atau moral manusia. Etika dan moral bukan ciptaan manusia, sebab ia melekat pada dirinya, menjadi hakikatnya. Sama seperti bumi bukan ciptaan manusia. Ia dikaruniai bumi untuk dikelola dan pengelolaan itu berjalan dengan baik dan bertanggung jawab sebab ia juga dikaruniai etosfer.

Etika adalah hal yang sering dilupakan dalam pembahasan perusakan lingkungan. Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini cenderung langsung menggunakan fenomena-fenomena yang muncul di permukaan dan kemudian mencari penyebabnya kepada aktivitas yang ada di sekitar fenomena tersebut (misalnya: Logging, Pertambangan, Industri dll) sebagai tersangka dan untuk mendukung kecurigaan tersebut digunakanlah bukti-bukti yang dikatakan ilmiah, walaupun sering terjadi data yang dikemukakan tidak relevan.

Pada sisi lain pihak yang dituduh kemudian juga menyodorkan informasi atau data yang bersifat teknis yang menyatakan mereka tidak bersalah, akibatnya konflik yang terjadi semakin panas dan meluas, padahal kalau mereka yang berkonflik memiliki etika yang benar tentang lingkungan hidup maka konflik yang menuju kearah yang meruncing akan dapat dicegah.

Apakah yang menyebabkan etika lingkungan cenderung dilupakan? Pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu keserakahan yang bersifat ekonomi (materialisme), ketidak tahuan bahwa lingkungan perlu untuk kehidupannya dan kehidupan orang lain serta keselarasan terhadap semua kehidupan dan materi yang ada disekitarnya, atau karena telah terjadi transaksi jiwa antara perusak lingkungan dengan Mephistopheles, sehingga yang di kedepankan adalah meraih puncak-puncak nafsu yang ada di bumi dan sekaligus mendapatkan bintang-bintang indah di langit atau surga. Bukankah ini sesuatu yang ironis ?

ETIKA PROFESI REKAYASA PERTAMBANGAN

Sebelum membahas lebih jauh keterkaitan antara etika lingkungan yang telah dibahas sebelumnya dengan etika profesi rekayasa yang akan dibahas dalam bagian ini, maka perlu diuraikan terlebih dahulu hal-hal yang terkait dengan etika profesi. Sejalan dengan pengertian etika profesi pada umumnya, maka etika profesi rekayasa dapat didefinisikan (Sertifikasi Insinyur Pertambangan Profesional, h.IV-31) sebagai:

1. Studi tentang berbagai permasalahan moral yang dihadapi dan keputusan moral yang harus diambil oleh individu maupun organisasi dalam praktek rekayasa.

2. Studi yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tidal bermoral, sifat, cita-cita dari hubungan manusia dan organisasi yang terlibat dalam pengembangan teknologi.

Melihat dalam realitas, aktivitas pertambangan mau tidak mau harus mengintervensi alam dan lingkungan hidup, maka etika lingkungan hidup menjadi relevan untuk dilibatkan dalam etika profesi rekayasa pertambangan, hal ini selaras definisi 2 diatas.

Hal ini jelas tampak pada kode etik IPP nomor satu yang menempatkan hirarki tertinggi dari 10 (sepuluh) kode etik IPP yang ada. Kode etik nomor satu ini menyatakan bahwa: Insinyur Profesional Pertambangan menjunjung tinggi dan bertanggung jawab terhadap keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat umum serta bertanggung jawab terhadap perlindungan lingkungan hidup, peningkatan kesehatan, dan keselamatan kerja di lingkungan kerja dan selalu menjaga kelangsungan tersedianya sumberdaya bagi kegiatan produksi.

Dalam realitas kehidupan industri pertambangan dimana insinyur profesional berkarya, insinyur profesional berinteaksi dengan berbagai pihak antara lain: masyarakat umum, pemakai jasa, perusahaan, sesama karyawan dan sesama insinyur profesional itu sendiri. Keterlibatan berbagai

Page 9: ETIKA INSINYUR

pihak ini mengakibatkan munculnya berbagai kepentingan terhadap parktek rekayasa tersebut, dan terbuka kemungkinan terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest).

Misalnya: konflik antara memilih untuk meneruskan kegiatan penambangan (kepentingan pengguna jasa/ industri) disatu sisi atau menghentikan kegiatan penambangan dilain sisi karena potensi kerusakan lingkungan (kepentingan masyarakat) yang besar atau tidak dapat dihindarkan.

Insinyur profesional dalam hal ini menghadapi suatu dilema moral dalam upaya menyelesaikan konflik kepentingan tersebut. Untuk memampukan IPP menyelesaikan dilema moral tersebut maka diperlukan etika profesi. (Sertifikasi Insinyur Pertambangan Profesioanal, h.IV-2).Untuk menterjemahkan etika yang masih bersifat inspiratif menjadi lebih operasional maka harus disusun suatu kode etik profesional. Kode etik berguna untuk menuntun seorang insinyur profesional agar dapat memenuhi aspek moral dalam mengerjakan pekerjaan rekayasa.

Kode etik merupakan suatu kodifikasi yang bersifat ringkas dan padat tentang norma-norma profesional. Dengan adanya kode etik ini maka para profesional memiliki landasan untuk berbuat etis, mengembangkan kode perilaku, meningkatkan kualitas pendidikan dan moral, menjaga citra profesi, melakukan praktek profesi yang teruji dan mempunyai landasan yang jelas dan kuat dalam mengajukan tuntutan yang bersifat litigasi. (Sertifikasi Insinyur Pertambangan Profesional, h.IV-5)

KESIMPULAN

1. Lingkungan hidup bukanlah obyek untuk dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab, tetapi harus ada suatu kesadaran bahwa antara manusia dan lingkungan terdapat adanya relasi yang kuat dan saling mengikat. Rusaknya lingkungan hidup akan berakibat pada terganggunya kelangsungan hidup manusia. Karena itu setiap kali kita mengeksploitasi sumberdaya mineral dari alam yang diciptakan oleh Tuhan, kita harus memperhitungkan dengan seksama manfaat apa yang akan dihasilkannya bagi kemaslahatan manusia. Dengan demikian pemanfaatan ini tetap dalam tujuan transformasi menjadi manusia yang merdeka, cerdas, dan setara satu dan lainnya.

2. Filsafat Faustian dan ideologi pertumbuhan yang berasal dari Barat, mempunyai kecenderungan untuk mendegradasi lingkungan hidup karena sifat eksploitatifnya. Filsafat ini cenderung mengabaikan nilai-nilai moral dan etis dan bahkan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga perlu digali kembali konsep-konsep filsafat Timur khususnya yang berbasis pada ajaran Tauhid.

3. Keberadaan Etika IPP yang digagas PERHAPI sangat relevan untuk mengimbangi pengaruh buruk filsafat Faustian dan ideologi pertumbuhan yang cenderung mendegradasi alam, sehingga konsep oeconomia dimana ekonomi Tuhan yang memelihara karya dan ciptaan-Nya dapat dipersandingkan dengan ekonomi manusia yang diberikan hak untuk mengelola dalam rangka saling melayani (stewardship) bukan untuk saling mengeksploitasi.

---oOo---