etika profesi filsuf dunn

21
ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT BAB 3 ETIKA PERILAKU – KONTRIBUSI PARA FILSUF Para silfuf telah didedikasikan untuk penelitian etika perilaku selama berabad-abad. Ide-ide, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang telah dikembangkan sudah lama dikenali sebagai ujian untuk penilaian aktivitas korporat dan personal. Saat ini, dapat dipahami bahwa etikalitas (ethicality) strategi- strategi dan tindakan-tindakan korporasi dan individual tidak diberikan kesempatan. Konsekuensinya, para direktur, eksekutif, dan akuntan profesional memerlukan kewaspadaan terhadap parameter etika yang diharapkan, dan harus menggabungkannya ke dalam budaya organisasi mereka. Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan-permasalahan dunia nyata. Etika berkaitan erat dengan prinsip-prinsip yang memandu perilaku manusia. Etika merupakan pembelajaran tentang norma-norma dan nilai-nilai yang berkaitan dengan salah dan benar, baik dan buruk, apa yang harus kita lakukan dan tindakan apa tindakan yang dihindari.

Upload: wulandari

Post on 09-Nov-2015

242 views

Category:

Documents


87 download

DESCRIPTION

etika profesi dan tata kelola korporat

TRANSCRIPT

ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORATBAB 3

ETIKA PERILAKU KONTRIBUSI PARA FILSUFPara silfuf telah didedikasikan untuk penelitian etika perilaku selama berabad-abad. Ide-ide, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang telah dikembangkan sudah lama dikenali sebagai ujian untuk penilaian aktivitas korporat dan personal. Saat ini, dapat dipahami bahwa etikalitas (ethicality) strategi-strategi dan tindakan-tindakan korporasi dan individual tidak diberikan kesempatan. Konsekuensinya, para direktur, eksekutif, dan akuntan profesional memerlukan kewaspadaan terhadap parameter etika yang diharapkan, dan harus menggabungkannya ke dalam budaya organisasi mereka. Etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan-permasalahan dunia nyata. Etika berkaitan erat dengan prinsip-prinsip yang memandu perilaku manusia. Etika merupakan pembelajaran tentang norma-norma dan nilai-nilai yang berkaitan dengan salah dan benar, baik dan buruk, apa yang harus kita lakukan dan tindakan apa tindakan yang dihindari. Keputusan berasal dari kepercayaan terhadap apa yang diharapkan oleh norma-norma, nilai-nilai, dan pencapaian, serta bahwa penghargaan dan sanksi diberikan untuk tindakan tertentu. Dilema etika muncul ketika norma-norma dan nilai-nilai mengalami konflik, dan terdapat beberapa tindakan alternatif yang dapat dilakukan. Hal ini berarti pengambil keputusan harus membuat sebuah pilihan. Tidak seperti keputusan yang jelas, dilema etika tidak memiliki standar objektif. Oleh karena itu, kita harus menggunakan kode etik yang bersifat subjektif.Etika dan Kode Etik

Encyclopedia of Philosophy mendefinisikan etika dalam tiga cara :

1) Pola umum atau cara hidup

2) Seperangkat aturan perilaku atau kode etik dan

3) Penyidikan tentang cara hidup dan aturan perilaku.

Pada pengertian pertama, kita berbicara tentang etika Buddha atau Kristen; pada pengertian kedua, kita berbicara tentang etika profesional dan perilaku yang tidak beretika. Pada pengertian ketiga, etika adalah cabang filsafat yang sering diberi nama khusus metaethics.

Moralitas dan kode etik didefinisikan dalam Encyclopedia of Philosophy sebagai istilah yang mengandung empat karakteristik :1) Keyakinan tentang sifat manusia;

2) Keyakinan tentang cita-cita, tentang apa yang baik atau diinginkan, atau kelayakan untuk mengejar kepentingan diri sendiri;

3) Aturan yang menjelaskan apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya

4) Motif yang cenderung membuat kita memilih jalan yang benar atau salah

Masing-masing dari keempat aspek tersebut akan dibahas dengan menggunakan empat teori etika utama yang diterapkan oleh orang-orang dalam pengambilan keputusan etis dalam lingkungan bisnis yaitu utilitarianisme, deontologi, kesetaran dan keadilan kewajaran, serta etika kebajikan. Setiap teori memberikan penekanan yang berbeda pada keempat karakteristik tersebut. Meskipun setiap teori menekankan aspek kode etik yang berbeda, semua teori tersebut memiliki banyak fitur-fitur umum, terutama kepedulian terhadap apa yang seharusnya dan yang tidak seharusnya dilakukan.

Sebagian besar orang, sepanjang waktu, mengetahui perbedaan yang benar dan salah. Dilema etika jarang sekali melibatkan pemilihan diantara kedua alternatif yang sebenarnya. Sebaliknya, dilema etika biasanya muncul karena tidak adanya pilihan yang seluruhnya benar. Sebaliknya, ada alasan-alasan kuat untuk setiap alternatif, jadi terserah kepada individu untuk memutuskan alternatif mana yang akan dipilih.

Figur 1 menampilkan panduan dalam membuat keputusan etis. Meskipun ada banyak teori etika lainnya, teori-teori ini termasuk salah satu yang sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan etis dalam konteks bisnis. Namun demikian, kadang-kadang kita tidak melakukan apa yang kita putuskan harus dilakukan. Dalam bisnis, ada banyak kendala yang mempengaruhi apakah seorang pembuat keputusan benar-benar melakukan hal yang benar. Faktor-faktor yang meringankan ini dapat dikelompokkan menjadi kendala organisasi dan karakteristik pribadi. Kendala organisasi termasuk sistem imbalan, budaya organisasi, dan sifat kepemimpinan perusahaan.

Figur 1. Proses Penalaran Etika

Karakteristik pribadi yang mempengaruhi individu untuk benar-benar melakukan apa yang diketahuinya sebenarnya meliputi kesalahan pemahaman tentang bisnis, komitmen berlebihan untuk perusahaan, dan ketidakdewasaan etika. Ada berbagai tindakan-tindakan loyalitas lain yang sesat bagi perusahaan. Walaupun demikian, kendala pribadi yang paling penting adalah ketidakdewasaan etika. Seperti kematangan fisik, kedewasaan etika datang seiring dengan usia dan pengalaman.

Etika dan Bisnis

Pemahaman selama ini tentang bisnis yang haruslah menguntungkan mengakibatkan perusahaan selalu mengutamakan keuntungan. Akibatnya, tujuan utama dari perusahaan yang mencari keuntungan adalah untuk tetap bertahan dalam bisnis. Hal itu dilakukan dengan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat secara efektif dan efisien. Hal tersebut merupakan tujuan mendasar dari bisnis, tetapi bukan satu-satunya tujuan, dan tidak boleh dikejar dengan biaya sebesar apapun. Laba adalah konsekuensi dari melakukan bisnis dengan baik. Akan tetapi, bisnis juga harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku sebagai batas minimal. Tanggung jawab bisnis yang ketiga dan keempat adalah harus bertanggung jawab secara etika dan sosial.Tiga penjelasan paling umum mengapa individu harus beretika didasarkan pada pandangan tentang agama, hubungan kita dengan orang lain, dan persepsi kita tentang diri kita sendiri. Seperti yang telah disebutkan, salah satu definisi dari etika adalah hal itu ada kaitannya dengan pola bagaimana kita harus menjalani hidup kita berdasarkan prinsip-prinsip agama.

Lainnya percaya bahwa etika tidak ada hubungannya dengan agama. Sebaliknya etika berhubungan dengan bagaimana kita menghargai orang lain, ditunjukkan melalui kasih, simpati, kebaikan, dan sejenisnya. Kita adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat dengan orang lain. Kita secara alami mengembangkan ikatan emosional yang kuat dengan orang lain, yang sering kita tunjukkan melalui tindakan kasih sayang dan pengorbanan diri. Sementara itu, yang lain percaya bahwa kita berperilaku etis karena kepentingan pribadi. Pandangan terakhir ini menarik bagi banyak pengusaha. Karakteristik pertama dari moralitas, sebagaimana didefiniskan sebelumnya, berkaitan dengan keyakinan tentang sifat orang. Walapun kita hidup dengan orang lain dalam masyarakat, masing-masing diri kita menjalani hidup pribadi yang unik. Namun, ada perbedaan antara kepentingan pribadi dan keegoisan. Keegoisan hanya menyangkut individu, dan menempatkan kebutuhan dan kepentingan individu diatas kebutuhan dan kepentingan orang lain. Sebaliknya, kepentingan pribadi adalah suatu ketertarikan terhadap kepentingan diri, bukan untuk diri sendiri. Kepentingan sendiri lebih mengacu kepada ketertarikan kepada seluruh kepentingan yang berkaitan dengan individu, misalnya keluarga, teman-teman, dan lainnya. Kepentingan pribadi memiliki hubungan erat dengan perilaku ekonomi.Kepentingan Pribadi dan Ekonomi

Konsep kepentingan pribadi memiliki tradisi panjang dalam filosofi empiris Inggris untuk menjelaskan keharmonisan sosial dan kerja sama ekonomi.

1. Thomas Hobbes (1588-1679)

Thomas Hobbes berpendapat bahwa kepentingan pribadi memotivasi orang untuk membentuk masyarakat sipil yang damai. Ia mulai dengan pengamatan bahwa orang-orang memiliki beberapa keinginan alami:

a. Perlindungan diri

b. Kepentingan jangka pendek mereka

Beberapa orang mungkin menginginkan hal yang baik sekarang dan bersedia untuk mendapatkannya dengan cara apapun. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan perang dan konflik karena orang bersaing untuk hal yang sama. Ketika orang-orang didorong oleh keinginan pribadi mereka, hal anarki mungkin saja terjadi. Jika tindakan anarki terjadi, maka tidak ada kesejahteraan ekonomi dan tatanan sosial yang beradab. Perdamaian, sebaliknya merupakan ketertarikan jangka panjang terpenting bagi setiap orang. Perdamaian berarti menerima aturan yang membatasi kebebasan individu. Orang tidak akan dapat lagi mengejar tujuan pribadi mereka ketika tujuan tersebut akan memberi pengaruh negatif terhadap orang lain.

2. Adam Smith (1723-1790)

Adam Smith berpendapat bahwa kepentingan pribadi mengarah pada kerja sama ekonomi. Ia mengamati bahwa pembeli dan penjual tertarik untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan masing-masing. Dalam pasar yang sempurna, pembeli dan penjual bernegosiasi menuju keseimbangan Pareto optimal, apa yang disebut Smith sebagai harga alami. Ketika keseimbangan pasar bebas terjadi, baik penjual maupun pembeli dapat dengan bebas dan tanpa paksaan masuk dan keluar dari pasar. Akibatnya, kompetisi di antara vendor dan konsumen mendorong harga ke titik dimana pasar menjadi jelas, yaitu semua barang tersedia siap untuk dijual dengan harga yang bisa dibayar oleh konsumen dan vendor bersedia untuk menerima pembayaran atas produk mereka.

Seseorang yang memiliki keinginan pribadi maka akan berusaha untuk mengenali emosi orang lain dan berusaha untuk membangun hubungan baik dengan orang lain. Kita menginginkan penerimaan mereka dan tidak menginginkan celaan mereka. Hal ini menjadi dasar untuk bertindak penuh kebajikan dan keadilan sosial. Bagi Smith, individu tidak bertindak keluar dari batas keegoisan, tetapi sedikit keluar dari simpati untuk diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain, etika perilaku didasarkan pada sentiment terhadap simpati, yang selanjutnya membatasi kepentingan pribadi yang tak terkendali.

Bagaimana hal ini berhubungan dengan teori ekonominya?

1. Ekonomi merupakan kegiatan kerja sama sosial

Penjual dan pembeli bekerja demi tujuan umum, memuaskan kebutuhan mereka pada harga yang disepakati bersama. Bisnis merupakan aktivitas sosial, dan masyarakat beroperasi dengan prinsip-prinsip etika.

2. Pasar bersifat kompetitif, bukan permusuhan

Perdagangan bergantung pada permainan yang adil, menghormati kontrak, dan kerja sama yang saling menguntungkan. Akhirnya, etika membatasi oportunisme ekonomi. Etika menjaga batas keegoisan dan keserakahan tak terkendali tetap berada dalam jalurnya. Menurut Smith, individu mengikuti pedoman etika demi kebaikan masyarakat. Secara analogi, mereka juga harus mengikuti pedoman etika demi kebaikan perekonomian.

Etika, Bisnis, dan Hukum

4. Berbagai peraturan dan hukum yang harus diikuti oleh perusahaan

Contoh: Undang-undang yang disahkan oleh pemerintah, lembaga-lembaga regulator, asosiasi professional, dan sejenisnya

5. Tumpang tindih antara hukum dan etika

Contoh: larangan terhadap pembunuhan

6. Tumpang tindih antara aktivitas bisnis dan norma-norma etika

Contoh: Etika perilaku yang baik menentukan keberhasilan suatu bisnis

7. Area perpotongan hukum, etika, dan bisnis, biasanya hanya menjadi masalah jika hukum mengatakan satu hal sementara etika mengatakan sebaliknya

Contoh: Pada masa Nazi Jerman, terdapat hukum yang mendorong eksploitasi kaum Yahudi, yaitu karyawan Yahudi tidak perlu dibayar. Disatu sisi aturan untuk mengeksploitasi Yahudi memang diijinkan dan menguntungkan para pelaku bisnis. Tapi di sisi lain, pelaku bisnis juga mengalami dilemma etika karena mengetahui bahwa eksploitasi terhadap suatu kaum adalah suatu tindakan yang tidak beretika.

Teori-Teori Etika Utama yang Berguna dalam Menyelesaikan Dilema EtikaI. Teleologi: Utilitarianisme dan Konsekuensialisme-Analisis Dampak

John Locke (1632-1704), Jeremy Bentham (1748-1832), James Mill (1773-1836), dan John Stuart Mill (1806-1873) melihat etika dari perspektif teleologi. Teleologi berasal dari bahasa Yunani telos yang berarti akhir, konsekuensi, hasil. Sehingga teori teleologi adalah teori yang mempelajari etika perilaku dalam hal akibat atau konsekuensi dari keputusan etis. Teleologi cocok untuk banyak pelaku bisnis yang berorientasi hasil karena berfokus pada dampak dari pengambilan keputusan. Teleologi mengevaluasi keputusan sebagai baik atau buruk, diterima atau tidak diterima, dalam hal konsekuensi dari keputusan tersebut.

Keputusan etis berkaitan dengan benar atau salah ketika keputusan tersebut mengakibatkan keputusan yang positif atau negative. Keputusan yang baik, secara etika memberikan hasil yang positif, sedangkan keputusan yang buruk secara etika menghasilkan sesuatu yang kurang positif atau konsekuensi negatif. Dengan kata lain, penilaian benar dan salah, atau kebenaran etika hanya didasarkan pada apakah hal baik atau buruk terjadi atau tidak.

Teleologi memiliki artikulasi yang jelas dalam utilitarianisme. Dalam Utilitarianism, Mill menulis ... tindakan merupakan hal yang benar sesuai porsinya jika cenderung untuk meningkatkan kebahagiaan, salah jika tindakan tersebut cenderung menghasilkan kebalikan dari kebahagiaan... Utilitarianisme mendefinisikan bahwa tindakan yang benar secara etika adalah salah satu yang menghasilkan sejumlah kesenangan terbesar atau jumlah rasa sakit terkecil.

Berbeda dengan Utilitarianisme yang mengukur kesenangan dan rasa sakit pada tingkat masyarakat, hedonism berfokus pada individu dan mencari jumlah terbesar kesenangan pribadi atau kebahagiaan pribadi. Epicurus menyatakan bahwa tujuan hidup adalah keamanan dan kesenangan abadi, sebuah kehidupan dimana rasa sakit diterima jika rasa sakit itu menyebabkan kesenangan yang lebih besar, dan kesenangan akan ditolak jika menyebabkan rasa sakit yang lebh besar. Jika menggunakan utilitarianisme, pembuat keputusan harus mengambil perspektif yang luas tentang siapapun, dalam masyarakat, tidak hanya memihak salah satu pihak. Akhirnya, para pengambil keputusan harus tidak memihak dan tidak memberi beban ekstra terhadap perasaan pribadi ketika menghitung keseluruhan kemungkinan bersih konsekuensi dari sebuah keputusan.

Undang-Undang dan Peraturan Utilitarianisme

Seiring waktu, utilitarianisme telah berkembang di sepanjang dua jalur utama:

Undang-undang utilitarianisme

Peraturan utilitarianisme

Jalur Undang-undang Utilitarianisme, kadang-kadang disebut sebagai konsekuensialisme. Jalur ini menganggap bahwa sebuah tindakan baik atau benar secara etika jika tindakan tersebut mungkin menghasilkan keseimbangan kebaikan yang lebih besar atas kejahatan. Peraturan utilitarianisme, di sisi lain, mengatakan bahwa kita harus mengikuti aturan yang mungkin akan menghasilkan keseimbangan kebaikan yang lebih besar atas kejahatan dan menghindari aturan yang mungkin akan menghasilkan sebaliknya. Peraturan utilitarianisme bagaimanapun lebih sederhana. Peraturan tersebut mengakui bahwa pengabilan keputusan oleh manusia sering dipandu oleh aturan-aturan. Jadi, prinsip penuntun untuk aturan utilitarian adalah mengikuti aturan yang cenderung menghasilkan sejumlah besar kesenangan terhadap rasa sakit untuk sejumlah besar orang yang mungkin akan terpengaruh oleh tindakan.

Sarana dan Tujuan Akhir

Prinsip utilitarianisme mempromosikan jumlah terbesar kebahagiaan untuk sejumlah besar orang, tidak berarti bahwa akhirnya membenarkan sarana. Namun, hal yang bergaris bawah adalam teori politik, bukan prinsip etika. Salah satu pendukung utama prinsip ini adalah Niccolo Machiavelli (1469-1527), yang menulis Prince untuk Lorenzo Medici sebagai pedoman untuk mempertahankan kekuasaan politik dengan menghalalkan segala cara. Dalam dunia bisnis, menghalalkan segala cara kerap dilakukan, contohnya dengan keputusan CEO yang memiliki dampak mendalam bagi kehidupan orang lain, seperti limbah beracun, produk berbahaya dan kondisi kerja, polusi serta masalah lingkungan lainnya sering dipertahankan atas dasar menghalalkan segala cara.

Prinsip politik-tujuan akhir menghalalkan cara-bukan teori etika. Pertama, prinsip tersebut salah mengasumsikan bahwa cara dan tujuan setara secara etika, dan kedua, prinsip tersebut salah mengasumsikan bahwa hanya ada satu cara untuk mencapai tujuan akhir. Hal yang lebih penting, tujuan menghalalkan cara sering menyiratkan bahwa hanya ada satu cara untuk mencapai tujuan akhir atau bahwa jika ada berbagai cara untuk mencapai akhir, maka semua sarana yang ada setara secara etika.

Beberapa orang menyalahgunakan utilitarianisme dengan mengatakan tujuan menghalalkan segala cara. Namun, ini adalah sebuah aplikasi yang tidak tepat dari teori etika. Daya tarik keseluruhan utilitarinisme adalah bahwa hal ini tampak cukup sederhana sedangkan perimbangan penuh dari semua konsekuensi merupakan hal yang menantang jika menginginkan hasil yang komprehensif. Alternatif etika yang terbaik adalah yang memberikan kesenangan terbesar bagi semua pihak. Manajer dibiasakan untuk membuat keputusan dalam kondisi yang tidak pasti, menilai kemungkinan konsekuensi untuk pemangku kepentingan yang diidentifikasi dan kemudian memilih alternatif yang mungkin akan memiliki hasil bersih terbaik bagi semua pihak.

Kelemahan dalam Utilitarianisme

1. Utilitarinisme mengandaikan bahwa hal-hal seperti kebahagiaan, utilitas, kesenangan, sakit dan penderitaan bisa diukur dengan uang. Akuntan sangat pandai mengukur transaksi ekonomi, karena mereka mempunyai uang sebagai standar pengukuran yang seragam. Namun, tidak ada pengukuran umum untuk kebahgiaan.

2. Masalah distribusi dan integritas terhadap kebahagiaan. Prinsip utilitarian adalah untuk menghasilkan sebanyak mungkin kebahagiaan itu kepada sebanyak mungkin orang. Haruskah CEO menaikkan sedikit upah tapi merata kepada semua karyawan, yang akan membuat mereka sedikit lebih bahagia atau dengan menggandakan gaji dari tim manajemen puncak ?

3. Masalah ruang lingkup. Seberapa banyak orang yang harus disertakan? Contohnya pemanasan global dan polusi. Kebahagiaan jangka pendek generasi sekarang bisa berimbas pada penderitaan generasi mendatang. Hal ini telah digambarkan Al Gore dalam buku dan videonya Inconvenient Truth, dimana ia menunjukkan bagaimana polusi menyebabkan pemanasan global dan bahwa kita mencapai titik dimana peremajaan lingkungan kita mungkin tidak dapat dilakukan.

Utilirianisme dengan sendirinya tidak cukup untuk menghasilkan keputusan etis yang komprehensif. Untuk mengatasi masalah ini, sebuah teori etika alternatif, deontology, menilai etikalitas pada motivasi pembuat keputusan bukan pada konsekuensi dari keputusan tersebut.

II. Etika Deontologi

Deontologi mengevaluasi perilaku berdasarkan motivasi pembuat keputusan, dan menurut prinsip deontologi tindakan dapat dibenarkan secara etika meskipun tidak menghasilkan keuntungan bersih atas kebaikan terhadap kejahatan bagi para pengambil keputusan atau bagi masyarakat secara keseluruhan. Hal ini membuatnya menjadi pelengkap untuk utilitarianisme karena tindakannyang memenuhi kedua teori dapat dikatakan memiliki sebuah kesempatan untuk menjadi beretika.

Immanuel Kant (1724-1804) memberikan artikulasi yang jelas dari teori ini dalam risalahnya Groundwork of the Metaphysicsof Moral. Bagi Kant, satu-satunya baik yang tanpa pengecualian hanyalah iktikad baik, iktikad ini mengikuti alasan apa yang menentukan tanpa memedulikan konsekuensinya pada diri sendiri.

Kant mengembangkan dua hukum untuk menilai etikalitas, antara lain :

1. Imperatif Kategoris (Categorical Imperative)

Saya aeharusnya tidak pernah bertindak kecuala saya juga bisa membuat maksim saya menjadi hukum universal. Hal tersebut merupakan prinsip tertinggi moralitas. Ada 2 aspek dari Imperatif Kategoris, pertama, Kant menganggap bahwa hukum memerlukan suatu kewajiban. Jadi setiap tindakan etika yang wajib dilakukan oleh seseorang harus sesuai dengan hukum atau maksim etika . yang kedua, adalah tindakan benar secara etika jika pepatah tersebut dapat diuniversalkan secara konsisten.

2. Imperatif Praktis ( Practical Imperative)

Berlakulah dengan cara yang sama dengan Anda memperlakukan kemanusiaan, baik dalam diri anda sendiri atau pada pribadi lainnya, tidak sesederhana cara, tetapi selalu pada saat yang sama dengan tujuan akhir

Kelemahan Deontologi

Masalah mendasar adalah bahwa imperative kategoris tidak memberikan panduan yang jelas untuk menentukan mana yang benar dan yang salah jika dua atau lebih hukum moral mengalami konflik dan hanya satu yang dapat diikuti. Satu-satunya hal yang penting adalah niat dari pembuat keputusan dan kepatuhan para pengambil keputusan untuk mematuhi imperative kategoris seraya memperlakukan seseorang sebagai tujuan bukan sebagai sarana untuk mencapai tujuan.

III. Keadilan dan Kewajaran Memeriksa Saldo

Filsuf Inggris, David Hume (1771-1776) berpendapat bahwa kebutuhan akan keadilan terjadi karena dua alasan : orang tidak selalu bermanfaat dan terdapat sumber daya yang langka. Kemuadian ini adalah makna keadilan untuk memberikan atau mengalokasikan manfaat dan beban berdasarkan alasan rasional. Ada juga dua aspek keadilan, yaitu keadilan procedural (proses untuk menentukan alokasi) dan keadilan distributive (alokasi yang sebenarnya).

Keadilan Prosedural

Keadilan Prosedural berfokus pada bagaimana keadilan diberikan. Aspek utama dari sistem hukum yang adil adalah bahwa prosedurnya adil dan transparan. Blind justice (keadilan tidak pandang bulu) dimana semua diperlakukan secara adil di hadapan hukum. Kedua belah pihak mengajukan klaim dan alasan mereka, dan hakim memutuskan.

Keadilan Distributif

Aristoteles (384-322 SM) berpendapat bahwa suatu hal yang setara harus diperlakukan sama, dan suatu hal yang tidak setara harus diperlakukan berbeda sesuai dengan proporsi perbedaan relevan di antara mereka. Dalam keadilan distribusi, terdapat 3 kriteria utama untuk menentukkan distribusi yang adil, yaitu

a. Keadilan distribusi berdasarkan pada kebutuhan.

b. Keadilan distribusi berdasarkan pada kesetaraan aritmatika.

c. Keadilan distribusi berdasarkan prestasi.

Keadilan sebagai Kewajaran

Dikemukakan oleh John Rawis berdasarkan pada asumsi dasar bahwa konflik yang melibatkan masalah keadilan pertama haruslah dihadapi dengan membuat metode yang tepat dalam memilih prinsip-prinsip untuk menanganinya. Setelah metode ini dibuat prinsip yang kita pilih dengan menggunakan metode itu haruslah mampu berperan sebagai prinsip keadilan distributif. Rawls menyatakan bahwa distribusi keuntungan dan beban dalam suatu masyarakat adalah jika,dan hanya jika :

1. Setiap orang memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar paling ekstensif yang dalam hal ini mirip dengan kebebasan untuk semua orang.2. Ketidakadilan sosial dan ekonomi diatur sedemikian sehingga keduanya :a. Mampu memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang beruntung.

b. Ditangani dalam lembaga dan jabatan yang terbuka bagi semua orang berdasrkan prinsip persamaan hak dalam memperoleh kesempatan.Prinsip 1) disebut prinsip kebebasan sederajat yang pada intinya prinsip ini mengatakan bahwa kebebasan setiap warga negara harus lah dilindungi dari gangguan orang alian dan harus lah sederajat anatara orang yang satu dengan orang yang lain. Bagian a) prinsip kedua disebut prinsip perbedaan yang mengasumsikan bahwa sebuah masyarakat yang produktif memang harus memasukkan sejumlah ketidaksamaan. Namun selanjutnya perlu mangambil langkah-langkah untuk memperbaiki posisi kelompok paling bawah seperti orang yang sakit atau cacat. Bagian b) prinsip 2) disebut prinsip kesamaan hak dalam memperoleh kesempatan yang mengatakan bahwa setiap orang harus lah memilki hak yang sama dalam memperoleh jabatan penting dalam berbagai lembaga masyarakat. Ini bukan hanya berarti kualifikasi kerja harus lah sesuai persyaratan kerja, namun juga setiap orang berhak memeperoleh akses pelatihan dan pendidikan yang diperlukan untuk memperoleh pekerjaan yang mereka inginkan.

IV. Etika Kebajikan-Meneliti Kebajikan yang Diharapkan

Aristoteles berpikir bahwa kita dapat memahami dan mengidentifikasi kebajikan dengan mengatur karakteristik manusia pada tiga hal, dengan dua hal yang ekstrem adalah menjadi jahat dan yang tengah menjadi baik. Bagi Aristoteles, keberanian adalah sarana antara pengecut dan tindakan gegabah; kesederhanaan adalah antara kepuasan diri dan ketidaksensitifan. Kebajikan adalah golden mean, yang berarti jalan di antara posisi ekstream yang akan bervariasi tergantung pada keadaan. Etika kebajikan menyangkal dikotomi palsu seperti, pilih antara bisnis atau etika; Anda ingin berbuat baik atau mendapat keuntungan; Anda tinggalkan nilai-nilai pribadi di pintu saat anda pergi kerja. Keuntungan dari etika kebajikan adalah bahwa hal itu memerlukan pandangan yang lebih luas untuk mengakui bahwa pengambilan keputusan memiliki berbagai karakter.

Kelemahan Etika KebajikanAda dua masalah yang berkaitan dengan etika kebajikan. Apa saja yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis dan bagaimana kebajikan ditunjukkan dalam tempat kerja? Bertrand Russell berpikir bahwa daftar Aristoteles berlaku untuk masyarakat paruh baya yang terhormat karena tidak memiliki semangat dan antusiasme dan tampaknya berdasarkan diri pada prinsip kehati-hatian dan tidak berlebihan. Daftar ini juga dapat mewakili nilai nilai akuntan kelas menengah. Namun, masalah dengan etika kebajikan adalah bahwa kita tidak dapat menyusun daftar panjang dari kebajikan dan kebajikan mungkin hanya berlaku pada situasi tertentu.

Imajinasi Moral

Manajer bisnis diharapkan dapat membuat keputusan yang sulit. Manajer harus kreatif dan berinovasi dalam solusi mereka sehingga bisa membantu memecahkan masalah bisnis praktik. Mereka harus benar-benar kreatif ketika menyangkut masalah etika. Para manajer harus menggunakan imajinasi moral mereka untuk menentukan alternatif etika yang sama-sama menguntungkan (win-win solution). Artinya, keputusan haruslah berdampak baik untuk individu, baik bagi perusahaan dan baik untuk masyarakat.REFERENSI

Leonard J. Brooks & Paul Dunn, 2012, Etika Bisnis dan Profesi untuk Direktur, Eksekutif, dan Akuntan, Jilid 1. Salemba Empat : Jakarta.

Aspek kegiatan usaha yang tidak tercakup oleh hukum dan etika

Contoh: di Amerika Aset disajikan di sisi kiri neraca sementara Kewajiban dan Ekuitas di sisi kanan, penyajian di Inggris berbeda

Mencakup hukum yang tidak berhubungan dengan etika dan bisnis

Contoh: Mengemudi di sisi sebelah kanan adalah hokum kenyamanan, di Inggris dan Austrasia hukum tersebut dibalik

Etika pelarangan yang tidak berhubungan dengan bisnis dan tidak ilegal

Contoh: berbohong

BISNIS

HUKUM

ETIKA

1