etiopatog drug eruption

5
Aspek imnunopatogenesisny a adalah : 1. Met abo lis me Ob at dan Hipo tes is Hap ten Suatu subtans i dikat akan merupaka n imun ogen lemah atau tidak imunogenik bila berat molekul kurang dari 4000 Dalton. Sebagian besar obat-obatan merupakan senyawa kimia organik sederhana dengan berat molekul rendah, sehingga merupakan imunogen lemah atau bahkan tidak imunogenik.  Obat -obat an deng an bera t mole kul rendah dapa t menja di imunogenik bi la obat atau me ta bolit obat be rik atan de ngan ka rie r makromolekul, seringkali melalui ikatan kovalen, membentuk kompleks hapten-karier, sehingga pengolahan antigen menjadi efektif. 7,8  Untungnya, sebagian besar obat merupakan molekul yang stabil dan memiliki sedikit kemampuan atau tidak mampu (tidak cukup reaktif) membentuk ikatan kova len deng an komp onen jaringan . Hal ini mene rang kan renda hnya insidens alergi obat. 7  Ternyata terdapat beberapa obat dengan BM rendah (misalnya polimiksin), yang bersifat irnunogenik tanpa konjugasi dengan  jaringan. Meski mekanisme yang pasti belum diketahui, imunogenes itas suatu obat mungkin berhubungan dengan kemampuan obat membentuk polimer rantai panj ang. Seda ngka n obat-o bata n deng an bera t mole kul tinggi merupakan antigen lengkap yang dapat menginduksi respons imun dan memicu reaksi hipersensitivitas. 6,7  Kecenderungan obat tertentu untuk menimbulkan sensitisasi adalah karena obat tersebut memang cenderung membentuk metabolit yang sangat reaktif. Pe ma haman ba ru te nt ang pengenalan obat oleh sistem imun berda sark an pada model hapte n. Pote nsi obat untuk menja di alerg enik sangat bergantung pada struktur kimia obat.  Peningkatan ukuran molekul dan komp leksi tas berhu bung an deng an peni ngka tan kema mpua n untuk memicu respons imun. 6,7 Umumnya obat - obatan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas harus mengala mi bioa ktiva si atau metabolisme menja di prod uk kimia yan g rea kti f. Umu mny a met abo lis me oba t dia ngg ap seb aga i pro ses detoksifikasi, obat yang sebelumnya nonpolar dan larut lemak menjadi lebih polar dan hidrofilik sehingga mudah dieksresi. Jika metabolit tidak 

Upload: mauliadanti

Post on 20-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

 

Aspek imnunopatogenesisnya adalah :

1. Metabolisme Obat dan Hipotesis Hapten

Suatu subtansi dikatakan merupakan imunogen lemah atau tidak 

imunogenik bila berat molekul kurang dari 4000 Dalton. Sebagian besar

obat-obatan merupakan senyawa kimia organik sederhana dengan berat

molekul rendah, sehingga merupakan imunogen lemah atau bahkan tidak 

imunogenik.  Obat-obatan dengan berat molekul rendah dapat menjadi

imunogenik bila obat atau metabolit obat berikatan dengan karier

makromolekul, seringkali melalui ikatan kovalen, membentuk kompleks

hapten-karier, sehingga pengolahan antigen menjadi efektif.7,8 Untungnya,

sebagian besar obat merupakan molekul yang stabil dan memiliki sedikit

kemampuan atau tidak mampu (tidak cukup reaktif) membentuk ikatan

kovalen dengan komponen jaringan. Hal ini menerangkan rendahnya

insidens alergi obat.7 Ternyata terdapat beberapa obat dengan BM rendah

(misalnya polimiksin), yang bersifat irnunogenik tanpa konjugasi dengan

 jaringan. Meski mekanisme yang pasti belum diketahui, imunogenesitas

suatu obat mungkin berhubungan dengan kemampuan obat membentuk 

polimer rantai panjang. Sedangkan obat-obatan dengan berat molekul

tinggi merupakan antigen lengkap yang dapat menginduksi respons imun

dan memicu reaksi hipersensitivitas.6,7 Kecenderungan obat tertentu untuk 

menimbulkan sensitisasi adalah karena obat tersebut memang cenderung

membentuk metabolit yang sangat reaktif.

Pemahaman baru tentang pengenalan obat oleh sistem imun

berdasarkan pada model hapten. Potensi obat untuk menjadi alergenik 

sangat bergantung pada struktur kimia obat.  Peningkatan ukuran molekul

dan kompleksitas berhubungan dengan peningkatan kemampuan untuk 

memicu respons imun.6,7

Umumnya obat - obatan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas

harus mengalami bioaktivasi atau metabolisme menjadi produk kimia

yang reaktif. Umumnya metabolisme obat dianggap sebagai proses

detoksifikasi, obat yang sebelumnya nonpolar dan larut lemak menjadi

lebih polar dan hidrofilik sehingga mudah dieksresi. Jika metabolit tidak 

 

mengalami detoksifikasi yang adekuat, dapat menyebabkan toksisitas

langsung pada sel atau hipersensitivitas yang diperantarai imun.7

Metabolisme obat dibagi menjadi 2 langkah, yaitu reaksi fase I dan

reaksi fase II. Reaksi fase I adalah oksidasi - reduksi atau reaksi hidrolisis,

dan reaksi fase II adalah reaksi konjugasi yang menghasilkan

pembentukan senyawa inaktif yang mudah diekskresi.1,6 Reaksi oksidasi

membutuhkan isoenzim sitokrom P450, prostaglandin sintetase, dan

bermacam- macam peroksidase jaringan. Reaksi fase II diperantarai oleh

berbagai enzim antara lain epoksida hidrolase, glutation S-transferase

(GST), dan  N-asetyl transferase  (NAT).1  Untuk dapat menimbulkan

reaksi imunologik hapten harus bergabung dengan protein pembawa

(carrier) yang ada di dalam sirkulasi atau protein jaringan hospes. Carrier

diperlukan oleh obat atau metabolitnya untuk merangsang sel limfosit T

agar merangsang sel limfosit B membentuk antibodi terhadap obat atau

metabolitnya.8

Pada umumnya metabolit reaktif yang dibentuk pada fase I

seringkali mengalami detoksifikasi dan eliminasi secara cepat. 1,6 Metabolit

reaktif obat yang tidak didetoksifikasi dapat mengikat protein atau asam

nukleat, sehingga menyebabkan nekrosis sel atau menyebabkan perubahan

produk gen. Reaksi tersebut merupakan efek toksik langsung. Hal ini

terjadi pada metabolit reaktif sulfonamid. Kemungkinan lain, metabolit

reaktif dapat bertindak sebagai hapten yang terikat secara kovalen dengan

makromolekul yaitu protein atau membran permukaan sel.   Pengikatan

tersebut membentuk imunogen besar dan multivalen yang dapat

menginisiasi respon imun. Respon imun dapat langsung terhadap obat

atau rnetabolitnya, dapat pula terhadap determinan antigen baru

(neoantigen) yang terbentuk melalui kombinasi obat dengan protein,

misalnya trombositopelia karena kuinin, terbentuk antibodi IgG yang

spesifik untuk kuinin yang terikat pada permukaan trombosit.

Kemungkinan lain, ikatan antara obat dan protein jaringan (komponen

 jaringan lain) dapat mengubah tempat pengikatan obat pada molekul

protein jauh dari tempat pengikatan yang sesungguhnya. Perubahan pada

 

protein jaringan ini kemudian dapat dikenali sebagai benda asing oleh

sistem imun. Mekanisme ini terjadi pada drug-induced autoimmunity.

Contoh fenomena ini adalah sindrom lupus eritematosus sistemik yang

diinduksi hidralazin.5

Antigen harus memiliki multipel combining site  (multivalen)

sehingga dapat memicu reaksi hipersensitivitas. Hal ini menyebabkan

bridging molekul antibodi IgE dan lgG atau reseptor antigen pada

limfosit. Konjugasi obat atau metabolitnya (hapten) dengan karier

makromolekul membentuk hapten-karier yang multivalen yang penting

untuk inisiasi respon imun dan elisitasi reaksi hipersensitivitas. Ligan

yang univalen (obat atau metabolitnya) dalam jumlah besar dapat

menghambat respon imun melalui kompetisi dengan konjugat multivalen

pada reseptor yang sama, oleh karena itu konsentrasi menentukan

frekuensi, berat dan angka kejadian ROA. 6,8

Kulit merupakan organ yang aktif bermetabolisme, mengandung

enzim untuk memetabolisme obat baik fase I maupun II. Isoenzim

sitokrom P450 multiple berada di kulit. Netrofil, monosit dan keratinosit

memiliki enzim yang potensial yang dapat mengoksidasi obat menjadi

metabolit reaktif. Kulit juga merupakan organ imunologis yang

mengandung sel Langerhans dan sel dendritik pada pathogenesis ROA.

Kombinasi aktivitas metabolik mungkin dapat menerangkan mengapa

kulit merupakan organ yang paling sering mengalami ROA.6

2. Pengenalan Obat Oleh Sel T

Berbeda dengan sel B, sel T dapat mengenali antigen peptida hanya

melalui molekul major histocornpatibitity complex  (MHC). Antigen

eksogen misalnya protein ditangkap oleh antigen presenting cell  (APC),

diproses melalui perencanaan enzimatik menjadi peptida kecil, yang

kemudian dipresentasikan oleh molekul MHC kelas II kepada sel T

CD4+. Sedangkan peptida pendek dari antigen endogen dipresentasikan

molekul MHC kelas I kepada se T CD 8+. Sel T tidak hanya mengenal

suatu peptida tetapi juga antigen nonpeptida baik alami atau sintetik,

antara lain lemak, fenil-pirofosfat, glukosa, logam, atau obat-obatan yang

 

dipresentasikan melalui MHC atau molekul sepert MHC kepada sel T.8

Mekanisme imunologik erupsi obat yang terpenting adalah

presentasi obat oleh APC, yaitu sel dedritik termasuk sel Langerhans kulit,

kepada limfosit T. Hal tersebut merupakan interaksi yang kompleks antara

ikatan haptenated peptide pada molekul MHC pada APC dan reseptor sel

T. Pengikatan ini dimodulasi oleh beberapa faktor termasuk sitokin,

haptenated peptide itu sendiri dan molekul adhesi antara sel T dan APC.

Beberapa kemungkinan presentasi obat oleh APC telah dikemukakan

sebagai berikut :8

a) Metabolisme obat ekstra hepatik (aktivasi intraseluler)

Kebanyakan obat didetoksifikasi intraseluler melalui isoenzim

sitokrom P450. Metabolisme obat melibatkan reaktive intermediate

yang dapat mengikat protein secara langsung. Jalan ini dialami

sulfametoksasol, dimana metabolit reaktif yang terbentuk 

(hidroksilamin dan nitroso supranetoksasol) mengikat protein secara

kovalen.

b) Aktivasi ekstraseluler

Aktivasi ekstraseluler dapat terjadi secara spontan atau

melalui metabolisme dependent myeloperoksidase. Reaktive

intermediate dapat mengikat secara langsung kompleks peptida -

MHC atau mengikat protein ekstraseluler. Ikatan protein obat

tersebut akan ditangkap APC dan diolah menjadi peptida - obat,

yang kemudian dipresentasikan molekul MHC pada permukaan.

3. Tidak ada aktivasi

Jalan ini melibatkan pengikatan obat secara langsung, dan agak labil

kepada kompleks peptida - MHC. Obat ini dapat mengikat MHC, peptida

atau keduanya. Tidak dibutuhkan pengikatan dengan protein sebelumnya,

ambilan (uptake) maupun pengolahan, serta metabolisme untuk 

presentasi.8

Diferensiasi subset Th bergantung pada konsentrasi antigen, sifat

APC, dan faktor lingkungan mikro (misalnya hormon). Keberadaan IL-4

 

menyebabkan polarisasi kuat kepada Th2, sedangkan diferensiasi Th1

diinduksi oleh IFN- atau TGF - , terutama tanpa keberadaaan IL-4. Th2γ β

menstimulasi produksi sel mast, eosinofil dan antibodi IgE. IL-4

bertanggung jawab pada produksi IgE, IL-5 untuk eosinofilia, dan

kombinasi IL-3, IL-4, dan IL-10 untuk produksi sel mast. Sedangkan

sitokin yang dihasilkan Th1 memperantarai respons imun yang berbeda-

beda. Aktivasi makrofag oleh IFN- , dan lebih luas lagi oleh TNF danγ

granulocyte macrophage colony stimulating factor . Th1 juga

memperantarai respon imflamasi seluler kompleks yang dikenal sebagai

hipersensitivitas tipe lambat, dan dengan sekresi IFN dan TNF, jugaγ

berefek sitotoksik langsung ke berbagai tipe sel. Jadi, tiap subset Th

menginduksi dan meregulasi kumpulan fungsi efektor yang saling

berkaitan yang bekerja pada antigen dan patogen yang spesifik. 8

Aktivasi ThI menyebabkan produksi sitokin sepertiI IL-2 dan IFN-

, yang mengakibatkan aktivasi sel T sitotoksik, serta menyebabkanγ

reaksi seperti dermatitis kontak, eksim obat, NET, atau erupsi

mortibiliformis. Aktivasi Th2 menyebabkan produksi IL-4, IL-5, IL-13,

dan produksi antibodi IgE yang mengakibatkan reaksi klinis seperti

urtikaria anafilaksis.8