evaluasi implementasi perda surakarta no. 8 …/evaluasi... · a. latar belakang masalah kemiskinan...
TRANSCRIPT
i
EVALUASI IMPLEMENTASI PERDA SURAKARTA NO. 8 TAHUN 2007
TENTANG PROGRAM PEMELIHARAAN KESEHATAN MAYARAKAT
SURAKARTA (PKMS) TAHUN 2008
Disusun oleh :
Nama : Irma Novita Sari
NIM : D0105087
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pembimbing
Drs. Wahyu Nurharjadmo, M.Si
NIP. 196411231988031001
iii
PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan Panitia Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pada hari :
Tanggal :
Panitia Penguji :
1. Ketua : ( …………………….. )
2. Sekretaris : ( …………………….. )
3. Penguji : ( …………………….. ) Drs. Wahyu Nurharjadmo, M.Si
Fakultas Ilmu Sosial dan ILmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Dekan,
Drs. Supriyadi SN. SU. NIP. 195301281981031001
iv
PERNYATAAN
Nama : IRMA NOVITA SARI
NIM : D 0105087
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul :
EVALUASI IMPLEMENTASI PERDA SURAKARTA NO.8 TAHUN 2007
TENTANG PROGRAM PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT
SURAKARTA (PKMS) TAHUN 2008 adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal
yang bukan karya saya, dalam skripsi tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan
dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang
saya peroleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, Januari 2010
Yang membuat pernyataan,
Irma Novita Sari
v
MOTTO
“ Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam. ”
( H.R Ibnu Majah )
” Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum,
sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri ”
( Q.S Ar Rad 113:11 )
“ Doa memberikan kekuatan pada orang yang lemah, dan memberikan
keberanian pada orang yang ketakutan ”
( Penulis )
vi
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini ku persembahkan untuk :
™ Bapak & Mami ku tercinta atas doa dan
bimbingan yang selalu mengiringi setiap
langkahku.
™ Kakak-kakakku Mb’ Endah, Mb’ Yuli, Mz
Yoko yang selalu mendukungku dan tak
pernah bosan untuk menanyakan kapan
kelulusanku.
™ Keponakanku Elvia, Shofi, Ervan, Zalva,
Nafisa, dan Fachrezy yang selalu
memberikan keceriaan dalam hidupku.
™ Bamaku yang mengisi hari-hariku dan
selalu memberi semangat untuk tidak
menyerah.
™ Almamaterku Ilmu Administrasi FISIP
UNS
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas segala nikmat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “ EVALUASI IMPLEMENTASI PERDA SURAKARTA NO.8
TAHUN 2007 TENTANG PROGRAM PEMELIHARAAN KESEHATAN
MASYARAKAT SURAKARTA (PKMS) TAHUN 2008” Skripsi ini
merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dan meraih gelar
kesarjanaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat
bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Drs. Wahyu Nurharjadmo, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu dr. Siti Wahyuningsih, M. Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota
Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
3. Ibu Ida Angklaita selaku Kepala UPTD Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Surakarta yang telah meluangkan
waktunya dan banyak membantu penulis mendapatkan data selama
proses penyusunan skripsi.
viii
4. Bapak Didik selaku staff UPTD PKMS atas kesediaannya menjadi
narasumber serta seluruh staf Dinas Kesehatan Kota Surakarta yang
telah membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi.
5. Ibu Sukardi selaku pegawai rumah sakit Dr. Moewardi Jebres Surakarta
dan seluruh staf Puskesmas Penumping atas kesediaannya menjadi
narasumber.
6. Masyarakat Surakarta yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan informasi.
7. Mas Bama, teman-teman di AN 2005 ( Nida, Anin, Rieke, Ina, Idha, Ita)
serta sahabat-sahabatku (Athikah, Meyna, Liany, Shinta) yang turut
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang turut
memberikan dukungan dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan pada diri penulis.
Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan
Surakarta, Januari 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv
MOTTO ......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN .......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
ABSTRAK ..................................................................................................... xv
ABSTRACT ................................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 9
D. Studi Pustaka................................................................................. 10
1. Evaluasi Kebijakan ................................................................. 10
2. Implementasi Kebijakan ........................................................ 13
x
3. Evaluasi Implementasi Kebijakan........................................... 25
4. Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) ...... 31
E. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 33
F. Definisi Konseptual ..................................................................... 38
G. Definisi Operasional ..................................................................... 39
H. Metodologi Penelitian................................................................... 41
1. Jenis Penelitian ....................................................................... 41
2. Lokasi Penelitian .................................................................... 41
3. Sumber Data ........................................................................... 41
4. Teknik Sampling .................................................................... 42
5. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 43
6. Validitas Data.......................................................................... 43
7. Teknik Analisis Data .............................................................. 44
BAB II DESKRIPSI LOKASI
A. Sebaran Penduduk Miskin di Kota Surakarta .............................. 46
B. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Surakarta .................... 48
1. Tugas Pokok dan Fungsi .......................................................... 48
2. Visi ........................................................................................... 48
3. Misi .......................................................................................... 49
4. Tujuan ...................................................................................... 51
5. Sasaran ...................................................................................... 51
6. Rencana Strategis ..................................................................... 52
xi
7. Struktur Organisasi .................................................................. 59
C. Keadaan Pegawai Dinas Kesehatan Kota Surakarta ...................... 68
D. Deskriptif Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta
(PKMS) .......................................................................................... 71
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta
(PKMS) Tahun 2008..................................................................... 75
1. Tahap Interpretasi (Interpretation)........................................... 75
2. Tahap Pengorganisasian ........................................................... 83
3. Tahap Aplikasi ......................................................................... 90
B. Evaluasi Implementasi Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Surakarta (PKMS) Tahun 2008 .................................................... 96
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 100
B. Saran ............................................................................................. 104
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Model Implementasi Kebijakan menurut Sabatier
dan Mazmanian.......................................................................... 16
Gambar 1.2 Dampak langsung dan tidak langsung terhadap Implementasi
menurut George E. Edward III ................................................. 18
Gambar 1.3 Model Implementasi Kebijakan menurut Van Meter
dan Van Horn ............................................................................ 19
Gambar 1.4 Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle .................... 21
Gambar 1.5 Model Proses atau alur Smith ................................................... 22
Gambar 1.6 Skema Kerangka Pemikiran ..................................................... 35
Gambar 1.7 Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman ...................... 42
Gambar 2.1 Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Surakarta .. 67
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jumlah Warga Miskin Kota Surakarta .......................................... 5
Tabel 1.2 Jumlah dan Tingkat Kepadatan Penduduk di Surakarta Tahun 2007 6
Tabel 2.1 Jumlah Keluarga Miskin di Kota Surakarta 2007 per Kecamatan 47
Tabel 2.2 Jumlah Keluarga Miskin di Kota Surakarta 2007 ........................ 48
Tabel 2.3 Komposisi PNSD Dinas Kesehatan Kota Surakarta menurut Tingkat
Pendidikan dan Jenis Kelamin Bulan September 2009 ................. 69
Tabel 2.4 Komposisi CPNS dan Honorer Dinas Kesehatan Kota Surakarta
menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin
Bulan September 2009 ................................................................... 70
Tabel 2.5 Jumlah PNSD Dinas Kesehatan Kota Surakarta berdasarkan Golongan /
Ruang / Eslon Bulan September 2009 ........................................... 71
Tabel 2.6 Jumlah CPNS Dinas Kesehatan Kota Surakarta berdasarkan Golongan /
Ruang Bulan September 2009 ....................................................... 71
Tabel 2.7 Jumlah Peserta PKMS 2008 .......................................................... 73
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Pedoman Wawancara
Lampiran II Surat Keterangan telah menyelesaikan penelitian
Lampiran IV Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor
Tahun 2007 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah
Tingkat II Surakarta Nomor 7 Tahun 1990 Tentang Retribusi
Pelayanan Kesehatan.
xv
ABSTRAK
Irma Novita Sari D0105087, Evaluasi Implementasi Perda Surakarta Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) Tahun 2008. Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Halaman
Pogram Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) yang dituangkan dalam Perda no.8 tahun 2007 merupakan perwujudan pemerintah daerah Surakarta dalam mengatasi masalah tentang masih banyaknya masyarakat miskin yang belum tertampung dalam program Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin). Hal ini merupakan kebijakan strategis untuk peningkatan akses kesehatan bagi seluruh masyarakat. PKMS ini bertujuan untuk memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh masyarakat Surakarta serta untuk mendorong tumbuhnya masyarakat Surakarta yang sejahtera.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis / mengevaluasi pelaksanaan program PKMS tahun 2008, mulai dari tahap interpretasi, pengorganisasian, dan aplikasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan sumber data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dan studi dokumentasi. Indikator evaluasi implementasi yang digunakan yaitu efektifitas, komunikasi, sikap pelaksana, serta kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi PKMS tahun 2008 telah berjalan sesuai dengan petujuk pelaksanaan. Melalui indikator efektifitas terlihat adanya kesesuaian pencapaian tujuan dengan petunjuk pelaksanaan yang telah dibuat. Indikator komunikasi terlihat dari kejelasan pelaksana dalam memberikan perintah, arahan dan petunjuk pelaksanaan program PKMS pada kelompok sasaran, kesempatan kelompok sasaran untuk menyampaikan permasalahan dan usul yang menyangkut pelaksanaan PKMS, serta koordinasi antar Puskesmas dan RSD kota Surakarta. Indikator sikap pelaksana terlihat dari pemahaman para aparat pelaksana terhadap tujuan PKMS dan ketaatan pelaksana untuk mematuhi prosedur dan ketentuan yang berlaku. Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran terlihat dari partisipasi kelompok sasaran ketika memperoleh pelayanan kesehatan.
xvi
ABSTRACT
Irma Novita Sari D 0105087, Evaluation of the Implementation of Surakarta act No. 8 / 2007 About the Community Health Care Program Surakarta (PKMS) Year 2008. Department of Administration, Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta. Page
Vocational Health Care Surakarta (PKMS) set forth in the law no.8 of 2007 is a manifestation of Surakarta local governments to tackle the problem of the poor are still many that have not been deposited in the Health Insurance Program of the Poor (Askeskin). This is a strategic policy to increase health access for the whole community. PKMS aims to provide health care insurance for all people of Surakarta and to encourage the growth of a prosperous society Surakarta.
This research was conducted to analyze / evaluate the implementation of the program PKMS year 2008, starting from the stage of interpretation, organization, and applications. The method used in this study is descriptive qualitative primary data sources and secondary data. Data collection techniques used are interviews, and study documentation. Evaluation indicators used by the implementation of effectiveness, communication, executive attitudes, and compliance and the responsiveness of the target groups.
The results of this study indicate that the implementation PKMS year 2008 has been run in accordance with petujuk implementation. Through the visible indicator of the effectiveness of achieving fitness goals with the implementation guidelines that have been made. Indicator visible from the clarity of communication in providing executive orders, directives and PKMS program guidelines on the target group, target group the opportunity to present issues and proposals concerning the implementation of PKMS, and coordination between health centers and RSD of Surakarta. Visible indicators of executive attitudes of the officials administering the understanding of the purpose of implementing PKMS and obedience to comply with the procedures and conditions apply. Compliance and responsiveness of the target group seen as the target group participation to health services.
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan permasalahan yang seringkali dihadapi oleh
negara-negara berkembang pada umumnya, termasuk juga salah satu masalah
yang dihadapi oleh negara Indonesia. Apalagi semenjak krisis ekonomi yang
melanda Indonesia sejak bulan Juli 1997. Krisis yang menimpa hampir seluruh
lapisan masyarakat tersebut menyebabkan banyak penduduk mendadak jatuh
miskin terutama diakibatkan melonjaknya harga pangan dan kebutuhan pokok
lainnya.
Upaya-upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh
pemerintah hingga saat ini masih belum membuahkan hasil yang memuaskan.
Masih banyak penduduk Indonesia baik di desa maupun di kota yang menderita
kemiskinan. Ketidakberhasilan itu bersumber dari cara pemahaman dan
penanggulangan kemiskinan sebagai sebuah kondisi ekonomi. Sama seperti
pendapat Bagong Suyanto yang mengemukakan kegagalan tersebut disebabkan
oleh kebijakan pengentasan kemiskinan selama ini hanya berupa paket-paket
ekonomi seperti jaring pengaman sosial (JPS) dan beras untuk orang miskin
(Raskin). Upaya yang dilakukan pemerintah tersebut hanya bersifat charity atau
karitas saja. Artinya menempatkan si miskin sebagai objek dari suatu kegiatan
yang bersifat proyek dan hanya mampu menjawab masalah dalam jangka pendek
dan tidak mengubah apapun (1995:213). Apalagi dalam kontek dimana budaya
xviii
korupsi meluas seperti saat ini ditambah mekanisme yang tanpa kontrol
mengakibatkan program-program seperti ini mudah hancur dan hanya bersifat
tambal sulam. Untuk itu diperlukan kebijakan pengentasan kemiskinan yang
menyeluruh dan terpadu, didasarkan pada kemandirian yaitu memberdayakan atau
meningkatkan kemampuan penduduk miskin untuk menolong diri mereka sendiri
(self-help).
Kebijaksanaan makro yang dijalankan seharusnya diarahkan untuk
meningkatkan pelayanan agar penduduk miskin dapat memenuhi kebutuhan dasar.
Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat kebijakan untuk meningkatkan
pelayanan guna memenuhi kebutuhan dasar penduduk miskin antara lain
pelayanan dibidang kesehatan, sistem pendidikan dasar, perumahan, pelayanan
sosial dasar, pelayanan bantuan hukum. Pada semua tingkatan pelayanan itu harus
direncanakan dan didistribusikan secara baik. Semua strategi di atas akan dapat
dicapai bila ada tersedia kerangka kebijakan yang disusun berdasarkan atas
aktivitas pada semua tingkat dan sektoral serta peran aktif masyarakat dalam
mendukung kebijakan tersebut.
Salah satu kebutuhan dasar yang harus ditingkatkan pelayanannya guna
meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin adalah pelayanan di bidang
kesehatan. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan sehari-
hari. Tanpa kesehatan, orang sehebat apapun, orang sebaik apapun, orang sepintar
apapun tidak bisa dengan bebas dan leluasa melakukan pekerjaannya. Karena itu,
pembangunan kesehatan di Kota Surakarta mendapatkan prioritas utama dari
Pemerintah Kota. Pelayanan kesehatan harus selalu ditingkatkan dari hari ke hari
xix
untuk membantu warga masyarakat miskin. Sehingga diharapkan Dinas
Kesehatan melalui Puskesmas, Rumah Sakit, klinik, dan lain-lain mampu
melayani dan memaksimalkan pelayanan untuk masyarakat di Kota Surakarta.
Sejalan dengan arti pentingnya kesehatan, dalam Juornal of Public Health
Policy vol.28, no.1 (Paulo Marchiori Buss,2007: 2)
Public health both a field of knowledge and social practice has faced gigantic challenges throughout its history. the late twentieth century and the begining of this millenium challenge us with two defying processes : globalization and poverty. daily, these two phenomena deeply influence the health of the population which as the first and foremost concern of publik health professionals. so to tackle this better, we must try to comprehend these phenomena better. (Kesehatan masyarakat baik bidang pengetahuan dan praktek sosial telah menghadapi tantangan besar sepanjang sejarahnya. Akhir abad kedua puluh dan awal milenium ini menantang kita dengan dua proses menentang: globalisasi dan kemiskinan. Setiap hari, dua fenomena ini sangat mempengaruhi kesehatan penduduk yang sebagai yang pertama dan terutama perhatian dari profesional kesehatan publik. Sehingga untuk mengatasi ini lebih baik, kita juga harus mencoba untuk memahami fenomena ini lebih baik.) Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 sebagai awal membentuk Sistem
Jaminan Sosial Sosial Nasional (SJSN), Pemerintah Kota Surakarta menggulirkan
program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS). Program PKMS
dilakukan untuk mengakomodasi warga masyarakat miskin yang belum tercover
untuk masalah layanan kesehatan. PKMS ini merupakan asuransi kesehatan, yang
berhak diperoleh untuk warga masyarakat Surakarta dalam hal pelayanan
kesehatan. Karena itu program ini sejalan dengan upaya desentralisasi yang
berdasar pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi yaitu pemberdayaan
daerah agar mampu merumuskan kebijakan dan mengambil keputusan sesuai
keadaan daerah masing-masing, sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.
xx
PKMS merupakan pemberian pemeliharaan pelayanan kesehatan yang
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diberikan oleh
Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kesehatan Untuk masyarakat Surakarta
pemegang kartu berobat berlangganan yang berwujud bantuan pengobatan rawat
jalan di Puskesmas dan RSD Surakarta maupun rawat inap di Puskesmas Rawat
Inap, RSD Surakarta dan Rumah Sakit yang ditunjuk. Tujuan dari PKMS itu
sendiri adalah memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi suluruh
masyarakat Surakarta sehingga mendorong tumbuhnya masyarakat yang sehat dan
produktif untuk menciptakan masyarakat Surakarta yang sejahtera. Sasaran utama
program ini adalah masyarakat Kota Surakarta yang belum termasuk dalam
program Askeskin, asuransi kesehatan PNS, maupun asuransi kesehatan lainnya.
(Sumber: Juklak Perda No. 8 tahun 2007)
Kartu kepesertaan PKMS terdiri dari dua jenis, yaitu: peserta kartu PKMS
jenis emas (gold card) dan jenis siver (silver card). Peserta kartu PKMS jenis
emas (gold card) adalah masyarakat miskin yang terdaftar di Keputusan Walikota
tentang penetapan masyarakat miskin, tetapi belum tertampung di Program
ASKESKIN Pemerintah Pusat (di luar kuota) dan masyarakat miskin yang belum
masuk Keputusan Walikota dengan pernyataan dari kelurahan dan disyahkan oleh
Tim Verifikasi Tingkat Kota. Untuk penelitian ini berdasar data dari DKRPP-KB,
jumlah warga miskin kota Surakarta dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini:
xxi
Tabel 1.1
Jumlah Warga Miskin Kota Surakarta
No Kecamatan 2006 (jiwa) 2007 (jiwa)
1 Laweyan 7.792 14.658
2 Serengan 6.444 7.932
3 Banjarsari 15.857 26.061
4 Pasar Kliwon 17.560 18.208
5 Jebres 11.391 21.615
Jumlah 59.047 65.884
Sumber: DKRPP- KB/ Keputusan Walikota No. 470/36/1/2007
Dari tabel diatas, jumlah warga miskin kota Surakarta meningkat sebanyak
6.837 jiwa dari 59.3047 menjadi 65.884 pada tahun 2006 ke tahun 2007. Akan
tetapi hanya sekitar 1/5 dari jumlah seluruh warga miskin yang sudah mempunyai
ASKESKIN guna memperoleh pelayanan kesehatan secara gratis.
Sedangkan peserta kartu PKMS jenis perak (silver card), adalah semua
masyarakat Kota Surakarta yang mendaftar sebagai peserta PKMS. Berdasar
pendataan BPS Surakarta, jumlah penduduk Surakarta tahun 2007 mencapai
564.920. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut ini:
xxii
Tabel 1.2
Jumlah dan Tingkat Kepadatan Penduduk di Surakarta Tahun 2007
Kecamatan LuasWilayah Jumlah
Penduduk
Tingkat
Kepadatan
Laweyan 8,46 KM 109.447 12.667
Serengan 3,19 KM 63.429 19.884
Pasar Kliwon 4,82 KM 87.508 18.155
Jebres 12,58 KM 143.289 11.390
Banjarsari 14,81 KM 161.247 10.888
JUMLAH 43.86 KM 564.920 12.470
Sumber: Surakarta dalam angka 2007
Dari data di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 jumlah penduduk
Kota Surakarta mencapai 564.920. Dari jumlah tersebut 78.000 jiwa sudah ikut
Asuransi PNS, dan sekitar 14.000 ikut Askes lainnya
(.http://64.203.71.11/kompas-cetak/0801/03/jateng/64802.htm diakses 4 Mei
2009) Sehingga ada sekitar 473.000 masyarakat Surakarta yang tidak mendapat
pelayanan kesehatan murah karena belum menjadi peserta Askes.
APBD Kota Surakarta mengalokasikan dana PKMS sebesar 16 miliar pada
tahun 2008. sesuai dengan Juklak Perda Surakarta No. 8 tahun 2007 penggunaan
dana dari PKMS diatur sebagai berikut:
1) Jasa Pelayanan yaitu: 65 % untuk Tenaga Medis dan Paramedis, 25
% untuk Tenaga Administrasi dan Tenaga lain, dan 10 % untuk
Tenaga Pembina Dinas.
xxiii
2) Jasa Sarana yang dimanfaatkan untuk: Pembelian alat tulis kantor,
uang saku kegiatan luar gedung, pemeliharaan gedung,
pemeliharaan inventaris kantor, pemeliharaan alat kesehatan, biaya
makan minum rapat dinas, serta pembelian sarana dan prasarana.
Rujukan PKMS ditangani di RS Pemerintah / Swasta yang dilakukan
dengan memorandum of understanding (MoU). Jenis pelayanan kesehatan sesuai
dengan MoU tersebut meliputi :
1. Akomodasi rawat inap kelas III (biaya maksimal 2juta rupiah dengan
menyertakan surat rujukan dari Puskesmas)
2. konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
3. penunjang diagnosis
4. laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik
5. tindakan medik kecil dan sedang
6. operasi sedang dan kecil
7. Pemberian obat sesuai formularium rumah sakit Program ASKESKIN
8. pelayanan gawat darurat.
Dengan demikian, ada jenis pelayanan yang tidak temasuk dalam PKMS.
Jenis layanan tersebut adalah : kacamata, intra oculer lensa, alat bantu dengar, alat
Bantu gerak, pelayanan penunjang diagnosis canggih, alat, bahan, tindakan yang
bertujuan untuk kosmetika, general check up, protesis gigi tiruan, operasi jantung,
dan rangkaian pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan dalam upaya mendapat
keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi. Pelayanan PKMS
tidak berlaku jika peserta pindah kelas perawatan yang lebih tinggi. Khusus bagi
xxiv
peserta pemegang Silver Card, pelayanan yang dibatasi antara lain cuci darah,
chemotherapy, dan rawat inap yang kedua dan seterusnya sebelum 1(satu) bulan
dengan kasus yang sama karena rawat inap yang pertama pulang paksa (tanpa
persetujuan dokter).
Pendaftaran kepesertaan PKMS dilakukan melalui kantor UPT dan melalui
semua kalurahan. Masyarakat yang berhak untuk menjadi peserta adalah
masyarakat Kota Surakarta. Akan tetapi, dalam hal pendaftaran peserta PKMS
banyak fenomena yang terjadi di masyarakat, yaitu banyak ditemui pendaftar
berKTP baru. Hal ini disinyalir terdapat mobilisasi dari warga luar Kota Surakarta
yang ingin mendapatkan pelayanan pengobatan gratis. Sehingga kelompok
penerima manfaat program PKMS tidak sesuai target sasaran. Selain itu, banyak
peserta yang mempunyai keanggotaan silver ingin berubah jadi gold dan adapula
pendaftaran melalui “perantara” semacam parpol. Selain itu pelayanan yang
diterima oleh anggota PKMS pun berbeda dengan pasien lain yang tidak
menggunakan PKMS ataupun ASKESKIN.
Berdasar pada latar belakang di atas penulis tertarik untuk menganalisis /
mengevaluasi terhadap prlaksanaan Perda No. 8 Tahun 2007 tentang program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) tahun 2008.
xxv
B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian evaluasi ini, masalah penelitian dirumuskan sebagai
berikut : Bagaimana evaluasi implementasi program PKMS di Surakarta Tahun
2008 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Operasional
Untuk menganalisis / mengevaluasi pelaksanaan program PKMS di
Surakarta Tahun 2008 .
2. Tujuan Fungsional
Setelah diadakan penelitian pada evaluasi ini, diharapkan dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan sebagai bahan
pertimbangan dalam melanjutkan dan meningkatkan mutu pelaksanaan
program PKMS di Kota Surakarta.
3. Tujuan Individual
Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana S1 pada
jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
xxvi
D. Studi Pustaka
I. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan dari
proses kebijakan publik. Evaluasi kebijakan dilakukan untuk keperluan
jangka panjang dan untuk kepentingan keberlanjutan (sustainable) suatu
program.
Menurut Mustofa (dalam Joko Widodo,2008: 11) evaluasi
merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Oleh karena itu, evaluasi
merupakan kegiatan pemberian nilai atas suatu “fenomena” didalamnya
terkandung pertimbangan nilai (value judgment) tertentu.
Sementara itu, Jones (dalam Joko Widodo,2008: 113) mengartikan
evaluasi sebagai suatu aktivitas yang dirancang untuk menilai hasil-hasil
kebijakan pemerintah yang mempunyai perbedaan-perbedaan yang sangat
penting dalam spesifikasi objeknya, teknik-teknik pengukurannya, dan
metode analisisnya.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka evaluasi kebijakan
disini dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk menilai suatu kegiatan
untuk menilai suatu kebijakan dengan melihat seberapa jauh kebijakan
publik dapat berhasil, yaitu dengan membandingkan antara hasil yang
diperoleh dengan tujuan dan atau target kebijakan yang ditentukan.
Evaluasi dapat memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci sebagai
berikut :
xxvii
a. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajad pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.
b. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.
c. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan dari evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan.
d. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun dampak negatif.
e. Untuk mengetahui apabila apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.
f. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik. (Subarsono, 2008: 120-121)
Menurut Suchman (dalam Nazir,1988:108), evaluasi yaitu penentuan (apakah
berdasarkan opini,catatan,data subjektif atau obyektif) hasil (apakah baik atau
tidak baik, sementara atau permanen, segera atau ditunda) yang diperoleh dengan
beberapa kegiatan (suatu program, sebagian dari program dan sebagainya) yang
dibuat untuk memperoleh suatu tujuan mengenai nilai atau performance.
Nugroho (2003:183) mengemukakan bahwa evaluasi biasanya ditujukan
untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggung
jawabkan kepada konstituennya, sejauh mana tujuan dapat dicapai. Evaluasi
diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan” dan “kenyataan”.
Menurut Dunn (dalam Nugroho,2003:185) istilah evaluasi dapat
disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan
penilaian (assessment). Evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai
nilai atau manfaat hasi kebijakan. Evaluasi memberikan informasi yang valid
xxviii
mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan
telah dapat dicapai melalui tindakan publik, evaluasi memberikan sumbangan
pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan
target. Evaluasi memberikan sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis
kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Jadi meskipun
berkenaan dengan keseluruhan proses kebijakan, evaluasi kebijakan lebih
berkenaan pada kinerja dari kebijakan, khususnya pada implementasi kebijakan
publik.
Tujuan dikembangkannya evaluasi menurut Westra (1983:41) adalah
bagaimana menyediakan informasi yang siap tentang program-program
pembangunan agar dapat mencapai sasaran utama yang dituju dan dapat
mengendalikan sasaran itu secara prosedural sesuai dengan rencana dan program,
sehingga dengan diadakannya evaluasi diharapkan agar penentu kebijakan
memperoleh informasi tentang pelaksanaan program dan hasilnya, yang dapat
membantu mereka dalam pembuatan keputusan termasuk apakah perlu
menambah, mengurangi atau bahkan mengubah program yang ada.
Pal (1988:49-57) membagi evaluasi kebijakan ke dalam empat kategori:
1. Planning and needs evaluations
Mencakup penilaian terhadap target populasi, kebutuhan sekarang dan
yang akan datang serta sumber daya yang ada.
2. Process evaluations
Evaluasi terhadap tindakan pelaksana, media pelaksana program dan
sistem informasi.
xxix
3. Impact evaluations
Evaluasi dampak kebijakan baik yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan serta perluasan hasil program.
4. Efficiency evaluations
Evaluasi efisiensi kebijakan, yang dapat dilihat dari perbandingan
keuntungan biaya.
II. Implementasi Kebijakan
Akibat dari krisis multidimensional, maka persoalan–persoalan
yang dihadapi pemerintah semakin kompleks. Hal tersebut membutuhkan
perhatian yang besar dan penanganan akurat agar permasalahan tersebut
dapat segera diatasi. Kondisi ini pada akhirnya menempatkan pemerintah
pada pilihan–pilihan kebijakan yang sulit. Sedangkan berhasil tidaknya
suatu kebijakan, pasti ada faktor–faktor yang mempengaruhinya,
dimanakah letak kekuatan ataupun kelemahan dari suatu program.
Menurut Richard Rose (dalam Budi Winarno, 2008 : 17) bahwa
kebijakan hendaknya dipahami sebagai “serangkaian kegiatan yang sedikit
banyak berhubungan beserta konsekuensi–konsekuensinya bagi mereka
yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri.
Sementara itu Cari J. Friedrick (dalam Budi Winarno, 2008 : 17 –
18) mendefinisikan kebijakan :
“Suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan–hambatan dan kesempatan–kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksut tertentu”.
xxx
Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka kebijakan disini dapat
diartikan sebagai tindakan yang diambil baik oleh pemerintah maupun
orang atau sekelompok orang (swasta) yang mempunyai maksud dan
tujuan tertentu guna mengatasi suatu masalah.
Jika dikaitkan dengan masalah publik, maka akan muncul istilah
kebijakan publik. Anderson (Widodo, 2008 : 13) mengartikan kebijakan
publik sebagai suatu respon dari sistem politik demans / claims dan
support yang mengalir dari lingkungannya. Sedangkan Robert Eyestone
mengatakan bahwa “secara luas” kebijakan publik dapat didefinisikan
sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungan (Budi
Winarno, 2008 : 17).
Dari kedua pendapat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa kebijakan publik adalah tindakan yang dipilih oleh pemerintah
beserta lingkungannya yang mengarah pada tujuan tertentu guna
kepentingan masyarakat luas. Kebijakan publik sendiri juga tidak akan
berjalan jika tidak diimplementasikan. Maka dibutuhkan proses
implementasi yang tepat untuk mencapai tujuan kebijakan.
Proses implementasi sendiri menurut Ripley dan Franklin (dalam
Budi Winarno, 2008: 145) didefinisikan sebagai :
“Apa yang terjadi setelah undang–undang ditetapkan yang memberikan
otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau sejenis keluaran
yang nyata. (tangible output)”.
xxxi
Sedangkan Van Meter dan Van Horn (dalam Fadillah Putra, 2009: 81)
menjelaskan bahwa makna implementasi adalah :
“tindakan–tindakan yang dilaksanakan oleh individu–individu dan
kelompok–kelompok pemerintah dan swasta yang diarahkan pada
pencapaian tujuan dan sasaran yang menjadi prioritas dalam keputusan
kebijakan.”
Suatu keberhasilan pembangunan dalam melaksanakan
pembangunan tidak hanya diukur dari kemampuannya mengadopsi dan
merumuskan masalah–masalah dari bawah untuk kemudian
memformulasikan dalam bentuk kebijakan sebagai wujud penyelesaian
masalah. Akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana kebijakan
dalam bentuk operasional / program melalui serangkaian kegiatan,
sehingga dapat mencapai tujuan.
Dalam kamus Webster (Fadilah Putra 2003: 81) dirumuskan secara
pendek bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses
pelaksanaan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang–undang,
peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif atau dekrit
presiden).
Berdasarkan pendapat–pendapat dari beberapa pakar diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan–
tindakan yang dilakukan oleh individu kelompok swasta atau pemerintah
sebagai perwujudan secara nyata dari pedoman – pedoman kebijakan yang
telah diputuskan yang mengarah pada pencapaian tujuan yang telah
xxxii
ditetapkan sebelumnya. Untuk itu, diperlukan konsep implementasi
kebijakan yang merupakan tahap dari proses kebijakan setelah penetapan
undang-undang yang terdiri dari berbagai aktivitas.
Menurut Jones dalam Widodo (2002: 90-94) aktivitas
implementasi kebijakan terdapat tiga tahap, antara lain :
1. Tahap Interpretasi (interpretation)
Tahap interpretasi merupakan tahapan penjabaran sebuah
kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang
lebih bersifat teknis operasional. Tidak hanya itu, aktivitas
interpretasi juga diikuti dengan kegiatan mengomunikasikan
kebijakan (sosialisasi) agar seluruh masyarakat (stakeholders)
dapat mengetahui dan memahami apa yang menjadi arah, tujuan,
dan sasaran (kelompok sasaran) kebijakan tadi. Kebijakan ini perlu
dikomunikasikan atau disosialisasikan agar mereka yang terlibat
tidak hanya menjadi tahu dan faham tentang apa yang menjadi
arah, tujuan, dan sasaran kebijakan, tetapi yang lebih penting
mereka akan dapat menerima, mendukung, dan bahkan
mengamankan pelaksanaan kebijakan tersebut.
2. Tahap Pengorganisasian (to Organized)
Tahap pengorganisasian ini lebih mengarah pada proses kegiatan
pengaturan dan penetapan siapa yang menjadi pelaksana kebijakan
(penentuan lembaga organasasi mana yang akan melaksanakan,
dan siapa pelakunya); penetapan anggaran (berapa besarnya
xxxiii
anggaran yang diperlukan, darimana sumbernya, bagaimana
menggunakan, dan mempertanggungjawabkan); penetapan
prasarana dan sarana apa yang diperlukan untuk melaksanakan
kebijakan, penetapan tata kerja ( Juklak dan Juknis); dan penetapan
manajemen pelaksanaan kebijakan termasuk penetapan pola
kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan.
3. Tahap Aplikasi (Application)
Tahap aplikasi merupakan tahap penerapan rencana proses
implementasi kebijakan ke dalam realitas nyata, tahap aplikasi
merupakan perwujudan dari pelaksanaan masing-masing kegiatan
dalam tahapan yang telah disebutkan sebelumnya.
Dalam implementasi kebijakan itu sendiri terdiri dari dua model,
yaitu model top down dan model bottom up.
Posisi model top down yang diambil oleh Sabartier dan
Mazmanian (Fadilah Putra, 2003: 88 – 89) melihat implementasi kebijakan
merupakan fungsi dari tiga variabel yang berhubungan dengan (1)
karakteristik masalah, (2) struktur manajemen program yang tercermin
dalam berbagai macam peraturan operasional kebijakan dan (3) faktor –
faktor diluar peraturan. Menurut model ini, implementasi akan efektif bila
birokrasi pelaksanannya mematuhui apa yang telah digariskan oleh
peraturan (Juklak/ Juknis).
xxxiv
Gambar 1.1
Model Implementasi kebijakan menurut Sabatier dan Mazmanian
Sumber: Fadilah Putra, 2003: 89
Menurut Edward III (Joko Widodo, 2008 : 96 – 107) ada empat faktor atau
variabel yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan yang bekerja secara
simulan dan berinteraksi satu sama lain untuk membentuk implementasi
Karakteristik masalah
1. Ketersediaan teknologi dan teori teknis
2. Keragaman perilaku kelompok sasaran
Daya Dukung Peraturan
1. Keselaran / konsistensi tujuan / sasaran
2. Teori kausal yang memadai
3. Sumber keuangan yang mencukupi
4. Integrasi organisasi pelaksana
5. Diskresi pelaksana
6. Rekruitmen dari pejabat
7. Akses formal pelaksana organisasi
Variabel Non Peraturan
1. Kondisi Sosio ekonomi & teknologi
2. Perhatian pers terhadap masalah
kebijakan
3. Dukungan publik
4. Sikap dan sumber daya
5. dukungan kewenangan
6. Komitmen dan kemampuan pejabat
Proses Implementasi
Keluaran
Kebijakan
Dari organisasi
Pelaksana
Kesesuaian
Keluaran
Kebijakan
dengan kelompok
Sasaran
Dampak aktual
Keluaran
Kebijakan
Dampak yang
diperkirakan
Perbaikan
peraturan
xxxv
kebijakan, maka pendekatan yang ideal adalah dengan cara merefleksikan
kompleksitas ini dengan membahas semua faktor tersebut sekaligus.
a. Faktor komunikasi (communication) Komunikasi kebijakan berarti merupakan proses pencapaian informasi kebijakan (Policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors), informasi kebijakan public perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui, memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target groups) kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus dipersiapkan dan lakukan untuk melaksanakan kebijakan publik agar apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan.
b. Sumber Daya (Resources) Faktor sumber daya ini juga mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. Jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber daya untuk melakukan npekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif. Sumber daya sebagaimana telah disebutkan meliputi sumber daya manusia, sumber daya keuangan dan sumber daya peralatalan (gedung, peralatan, tanah dan suku cadang lain).
c. Disposisi (Disposition) Disposisi merupakan kemauan, keinginan dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh – sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan. Intesistas disposisi para pelaku (implementator) dapat mempengaruhi pelaksana (permormance) kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya implementasi kebijakan.
d. Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure) Struktur birokrasi mencakup aspek – aspek seperti struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit – unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya.
Faktor tujuan dan sasaran, komunikasi, sumber daya, disposisi, dan
struktur birokrasi sebagaimana telah disebutkan akan mempengaruhi tingkat
keberhasilan agar kegagalan implementasi suatu kebijakan publik. Secara skema
model proses implementasi kebijakan publik dapat dilihat pada gambar ini.
xxxvi
Gambar 1.2
Dampak langsung dan tidak langsung terhadap Implementasi
Menurut George E. Edward III
Sumber: Joko Widodo, 2008 : 107
Menurut Van Meter dan Van Horn, keberhasilan pelaksanaan suatu
program dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Standar dan sasaran Standar dan sasaran yang jelas akan mempermudah terjalinnya komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana. Pelaksana akan mudah dalam melaksanakannya, jika disrtai dengan standar dan sasaran yang jelas. Hak ini nantinya juga dapat digunakan sebagai ukuran tentang keberhasilan itu sendiri. Dengan demikian, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat tercapainya standar dan sasaran tersebut.
b. Sumber Daya Kebijakan juga menuntut adanya sumber daya, sebab kinerja kebijakan akan rendah jika sumber daya yang ada tidak memadai. Jadi suatu tujuan dapat tercapai apabila didukung oleh sumber daya yang memadai dimana sumber daya ini dapat berupa biaya, tenaga atau perlengkapan lain yang digunakan bagi kepentingan implementasi.
c. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana Tecapainya implmentasi yang baik, dapat diperoleh melalui jaringan komunikasi yang baik antara pihak – pihak yang terlibat. Hal ini dilakukan terutama untuk menghindari adanya konflik dan juga manipulasi atau berbagai bentuk penyelewengan dalam implementasi. Sehingga dengan komunikasi maka pelaksana dapat memahami apa yang diidealkan oleh suatu kebijakan yang menjadi tanggung jawab mereka.
Communication
Bureaucratic Structure
Implementation
Resources
Disposition
xxxvii
d. Karakteristik birokrasi pelaksana Siapa yang menjadi pelaksana sangat menentukan keberhasilan implementasi, baik dari segi kualitas hasil, waktu pelaksana dan efisiensi anggaran yang digunakan. Struktur birokrasi pelaksana yang meliputi karakteristik, norma dan pola hubungan potensial maupun aktual sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi.
e. Kondisi sosial, ekonomi dan politik Berkaitan dengan opini masyaakat atau respon masyarakat terhadap isu kebijakan, dukungan atau perlawanan baik itu dari elit penguasa maupun warga masyarakat. Kognisi, netralitas dan objektivitas pelaksana mempengaruhi sikap dan loyalitas pelaksana terhadap organisasi. (Samodra Wibowo, 1994 : 19).
Gambar 1.3
Model Implementasi Kebijakan
Menurut Van Meter dan Van Horn
Sumber: Budi Winarno, 2008 : 157
Ukuran – ukuran dasar dan tujuan – tujuan
Kebijaksanaan
Sumber – sumber
Komunikasi antar organisasi dan kegiatan – kegiatan pelaksanaan
Karakteristik –
karakteristik dari
badan – badan
pelaksana
Kondisi – kondisi ekonomi,
sosial dan politik
Kecenderungan
pelaksana –
pelaksana
Kinerja
xxxviii
Seperti halnya dengan Van Meter dan Van Horn, maka implementasi
kebijakan menurut Girndle sangat dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks
implementasinya.
Isi kebijakan meliputi :
a. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan Kebijakan yang menyangkut kepentingan yang berbeda akan lebih sulit diimplementasikan. Jika dibandingkan dengan yang mempunyai sedikit kepentingan.
b. Tipe Manfaat Kelompok sasaran diharapkan dapat menerima manaat secara langsung dari suatu kebijakan.
c. Derajat perubahan yang diharapkan Kebijakan dapat dengan mudah diimplementasikan apabila dampak yang diharapkan dapat memberikan hasil yang pemanfaatannya jelas.
d. Letak pengambilan keputusan Pembuat kebijakan yang mempunyai wewenang dan otoritas yang tinggi dapat dengan mudah mengkoordinasi bawahannya sehingga kedudukan pembuat kebijakan dapat mempengaruhi implementasi selanjutnya.
e. Pelaksana Program Pelaksanaan program mempunyai pengaruh yang sangat menentukan dalam proses implementasi serta pencapaian hasil akhir yang diperoleh karena sebaik – baiknya suatu program apabila tidak diimplementasikan oleh orang – orang yang tidak berkualitas maka program tersebut akan sia - sia saja.
f. Sumber daya yang dilibatkan Meliputi berbagai sumber daya yang dialokasikan dalam pelaksanaan program dimana besar serta asalnya sangat menentukan keberhasilan implementasi,
Sedangkan konteks implementasi terdiri dari :
a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat Strategi yang digunakan dalam proses kekuasaan dari badan pelaksana ataupun penguasa yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program.
b. Karakteristik lembaga dan penguasa Otoritas dari penguasa yang berpengaruh terhadap badan pelaksana dapat mempengaruhi jalannya implementasi
c. Kepatuhan dan daya tanggap Kepatuhan dapat berupa dukungan elite politik sebagai agen, pelaksana yang ditugasi untuk melaksanakan program dan kepatuhan kelompok sasaran. Sedangkan daya tanggap merupakan kepekaan lembaga yang timbul dari pelaksanaan program (Samodra Wibowo, 1994 : 22 – 24).
xxxix
Gambar 1.4
Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle
Sumber: Samodra Wibowo, 1994 : 24
Tujuan Kebijakan
Melaksanakan kebijakan Dipengaruhi oleh : a) Isi kebijakan :
1. Kepentingan yang dipengaruhi
2. Tipe manfaat 3. Derajat perubahan yang
diharapkan 4. Letak pengambilan
keputusan 5. Pelaksanaan program
b) Konteks Implementasi 1. Kekuasaan, kepentingan
dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik lembaga dan penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap
Hasil kebijakan : 1. Dampak pada
masyarakat, individu dan kelompok
2. Perubahan dan penerimaan oleh masyarakat
Programaksi dan proyek individu yang
didesain dan dibiayai
Program yang dijalankan
Seperti yang direncanakan
Mengukur Keberhasilan
Tujuan yang ingin dicapai
xl
Sedangkan model bottom – up yang dikemukakan oleh Smith (Fadillah
Putra, 2003: 90 – 92) memandang implementasi sebagai proses atau alur. Smith
melihat proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik, dimana
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan
atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.
Variabel yang perlu diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan yaitu : b. Idealized policy
Yaitu suatu pola interaksi yang diidealisasikan oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya.
c. Target group Yaitu badan – badan pelaksana atau unit birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan
d. Implementing organization Yaitu badan – badan pelaksana atau unit birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
e. Enviromental Factors Yaitu unsur – unsur didalam lingkungan yang mempengaruhi implemen kebijakan (seperti : aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik).
Gambar 1.5
Model Proses atau alur Smith
Sumber: Fadillah Putra, 2003: 92
Policy making process
Implementing Organization
Target Group
Tensions Idealized Policy
Enviromental Factors
Transactions
Feedback
Policy
Institutions
xli
III. Evaluasi Implementasi Kebijakan
Menurut Effendi (dalam Nugroho,2003: 194) tujuan dari evaluasi
implementasi kebijakan publik adalah untuk mengetahui variasi-variasi dalam
indikator kinerja yang digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu:
(1) Bagaimana kinerja implementasi kebijakan publik? (2) Faktor-faktor apa saja
yang menyebabkan variasi itu? (3) Bagaimana strategi meningkatkan kinerja
implementasi kebijakan publik?
Lester dan Steward (dalam Nugroho,2003:197) mengelompokkan
evaluasi implementasi kebijakan menjadi empat, yaitu:
1. Evaluasi proses: evaluasi yang berkenaan dengan proses implementasi.
2. Evaluasi impact: evaluasi yang berkenaan dengan hasil dan/atau
pengaruh dari implementasi kebijakan.
3. Evaluasi kebijakan: evaluasi yang berusaha menjawab pertanyaan
tentang apakah benar hasil yang dicapai mencerminkan tujuan yang
dikehendaki.
4. Metaevaluasi: berkenaan dengan evaluasi dari berbagai implementasi
kebijakan-kebijakan yang ada untuk menemukan kesamaan-kesamaan
tertentu.
Mazmanian&Sabatier (dalam Putra,2003:84) mengatakan bahwa
mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang
senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan,
yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses
pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha untuk
xlii
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada
masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu.
Dengan demikian, implementasi kebijakan dimaksudkan untuk
memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, serta apa dampak
yang timbul dari program kebijakan itu. Disamping itu, implementasi kebijakan
tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, melainkan juga mengkaji
faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi
kebijakan tersebut.
Implementasi Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) terdiri dari beberapa
tahap kegiatan yaitu :
1. Interpretasi
Kegiatan pada tahap ini merupakan tahapan yang berisi tentang
kegiatan mengkomunikasikan kebijakan (sosialisasi) agar seluruh
masyarakat (stakeholders) dapat mengetahui arah, tujuan, dan sasaran
kebijakan tersebut. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan di semua tingkatan
baik kota, kecamatan, maupun desa / kelurahan dengan tujuan untuk
memberikan penjelasan tentang Program PKMS kepada semua pihak yang
terlibat sehingga PKMS dapat mencapai hasil yang optimal. Sosialisasi
dilakukan dari perintah kepala SKPD ke organisasi masa di berbagai
tingkat. Dari masing-masing tingkat tersebut, akan disebarluaskan ke lintas
sektor salah satunya melalui PKK kota, kecamatan dan kalurahan hingga
xliii
dasawisma. Agar hasil lebih optimal, sosialisasi ini juga dilaksanakan
dalam bentuk kegiatan informal terutama kepada RTM miskin.
2. Pengorganisasian
Kegiatan pada tahap ini yaitu perencanaan pelaksanaan kegiatan
PKMS dimulai dari studi banding pembiayaan kesehatan ke beberapa
wilayah yaitu Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo, Pati dan beberapa
wilayah selanjutnya yang dilakukan dari bulan Juni-Agustus 2007.
Langkah selanjutnya adalah penyusunan Juklak Perda (Perwali) dan SK
Walikota Surakarta.
3. Aplikasi
Tahap ini diawali dengan pendaftaran peserta Program PKMS yang
mulai dibuka pada tanggal 2 Januari 2008 di Unit Pelayanan Terpadu
(UPT) di kompleks Balaikota Surakarta. Pendaftaran peserta program
PKMS bisa dilakukan setiap saat dan tidak hanya sehari atau dua hari. Hal
ini diharapkan agar warga masyarakat kota Surakarta dapat memanfaatkan
kesempatan untuk memperoleh kartu kesehatan. Bagi masyarakat yang
sudah menjadi peserta PKMS, dapat langsung memanfaatkan pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk menjaga mutu pelaksanaan kegiatan agar berhasil dan
optimal maka perlu dilakukan pengendalian program kegiatan.
Pengendalian program meliputi beberapa aspek kegiatan yaitu pelaporan,
pengawasan, dan pembinaan teknis. Kegiatan PKMS dilaporkan melalui
jalur struktural dan fungsional. Pelaporan struktural dilakukan oleh kepala
xliv
SKPD kepada walikota yang dilakukan tiap tahun. Sedangkan pelaporan
fungsional dilakukan oleh Puskesmas maupun Rumah Sakit kepada kepala
SKPD. Pengawasan kegiatan program PKMS dilakukan oleh UPTD
bersama masyarakat. Selain itu untuk mendukung pelaksanaan PKMS
maka diperlukan pembinaan teknis yang diberikan oleh Dinas kesehatan
melalui UPTD PKMS.
Dari berbagai model implementasi seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
peneliti memilih beberapa indikator yang berpengaruh terhadap evaluasi
implementasi Program PKMS tahun 2008 yaitu :
1. Efektifitas (diadopsi dari Sabatier dan Mazmanian)
Efektifitas dipilih sebagai indikator karena berhasil tidaknya suatu
implementasi kebijakan dapat dilihat dari kesesuaian pencapaian tujuan
dengan Juklak / Juknis yang telah dibuat. Keberhasilan implementasi
kebijakan tersebut juga ditentukan oleh beberapa variabel yang
mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan informal pada keseluruhan
proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kategori besar, yaitu :
a. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap untuk dikendalikan
b. Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstrukturkan
secara tepat proses implementasinya
c. Variabel diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses
implementasi.
xlv
2. Komunikasi (diadopsi dari Van Meter Horn, Grindle, dan Erward III)
Komunikasi dipilih sebagai indikator karena keberhasilan suatu proses
implementasi sangat dipengaruhi oleh transmisi kebijakan kepada para
pelaksana, target grup, dan pihak lain yang berkepentingan langsung
maupun tidak langsung terhadap kebijakan agar dapat diterima dengan
jelas sehingga diantara meraka mengetahui apa yang menjadi maksud,
tujuan, dan sasaran serta substansi dari kebijakan publik tersebut. Jika
proses komunikasi tidak jelas, maka mereka tidak akan tahu apa yang
seharusnya dipersiapkan dan dilaksanakan agar tujuan kebijakan dapat
dicapai secara efektif dan efisien.
Komunikasi merupakan proses transformasi kebijakan tidak saja kepada
para pelaku kebijakan (policy implementor), tetapi juga kepada kelompok
sasaran (target groups) dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang
konsentrasi pada masalah kebijakan. Melalui proses komunukasi ini para
pelaku tang teridentifikasi dalam struktur birokrasi menjadi jelas (clarity)
apa yang menjadi substansi kebijakan mencakup apa yang menjadi tujuan,
sasaran, dan arah kebijakan.
Implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan
dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja
kebijakan. Dengan begitu, sangat penting untuk memberi perhatian yang
besar kepada kejelasan ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan,
ketepatan komunikasinya dengan para pelaksana, dan konsistensi atau
xlvi
keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan-tujuan yang dikomunikasikan
dengan berbagai sumber informasi.
3. Sikap pelaksana (diadopsi dari Van Meter dan Horn, Grindle, Sabatier dan
Mazmanian, Edward III, dan Smith)
Proses implementasi juga ditentukan oleh pemahaman, pengetahuan, dan
ketaatan aparat pelaksana terhadap tujuan kebijakan. Pemahaman
pelaksana tentang tujuan umum maupun ukuran-ukuran dasar dan tujuan-
tujuan kebijakan merupakan satu hal yang penting. Implementasi
kebijakan yang berhasil harus diikuti oleh kesadaran terhadap kebijakan
tersebut secara menyeluruh. Hal ini berarti bahwa kegagalan suatu
implementasi kebijakan yang berhasil harus diikuti oleh ketidaktaatan para
pelaksana terhadap kebijakan.
4. Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran (diadopsi dari Grindle dan
Smith)
Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran sangat berpengaruh pada
keefektifan pelaksanaan kebijakan. Kepatuhan yang dimaksud adalah
kepatuhan kelompok sasaran terhadap aturan dan prosedur yang ada.
Karena jika kelompok sasaran tidak patuh pada aturan dan prosedur yang
berlaku, maka tujuan kebijakan tidak dapat tercapai. Daya tanggap juga
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program. Karena semakin
banyak kelompok sasaran yang ikut berpartisipasi, maka tujuan program
akan cepat tercapai.
xlvii
Adapun penjelasan tentang indikator yang digunakan tersebut akan dijelaskan
pada bagian selanjutnya.
IV. Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Program Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS)
Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan sehari-
hari. Tanpa kesehatan, orang sehebat apapaun, orang sepintar apapun, tidak bisa
dengan bebas dan leluasa melakukan pekerjaannya. Kesehatan merupakan faktor
terpenting bagi manusia. Karena itu, pembangunan kesehatan di kota Solo
mendapatkan prioritas utama dari pemerintah kota. Sehingga diharapkan dinas
kesehatan melalui puskesmas, rumah sakit, klinik dan lain-lain mampu melayani
dan memaksimalkan pelayanan untuk masyarakat di kota Solo.
Pelayanan kesehatan harus selalu ditingkatkan dari hari ke hari, untuk
membantu warga masyarakat miskin. Untuk lebih melayani masyarakat miskin,
pemerintah kota Surakarta membuat Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang
Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) yang sudah
dimulai pada bulan Januari 2008.
PKMS merupakan program yang digalakkan oleh pemerintah kota
Surakarta untuk mengakomodasi warga masyarakat Surakarta yang belum
tercover untuk masalah layanan kesehatan. PKMS ini merupakan semacam
asuransi kesehatan yang berhak diperoleh masyarakat Surakarta dalam hal
pelayanan kesehatan.
xlviii
Jenis kartu kepesertaan PKMS ada dua yaitu Gold Card dan Silver Card.
Peserta Gold Card adalah masyarakat miskin yang terdaftar di Keputusan Wali
Kota tentang penetapan masyarakat miskin tetapi belum tertampung di Program
ASKESKIN Pemerintah Pusat (di luar Kuota dan masyarakat miskin yang belum
masuk Keputusan Wali Kota dengan pernyataan dari Kelurahan dan disahkan oleh
Tim Verifikasi Tingkat Kota, tim verifikasi adalah pegawai dari UPTD PKMS
yang berada di bawah dinas Kesehatan Kota Surakarta. Sedangkan peserta Silver
Card adalah semua masyarakat kota Surakarta yang mendaftar sebagai peserta
PKMS.
Adapun jenis pelayanannya, antara lain:
a. Pelayanan di Puskesmas
Meliputi konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan;
pelayanan laboratorium; tindakan medis; pemeriksaan ibu hamil / ibu nifas /
menyusui, bayi, balita; serta pemberiaan obat.
b. Pelayanan di Puskesmas Rawat Inap
Meliputi akomodasi rawat inap; konsultan medis, pemeriksaan fisik dan
penyuluhan kesehatan; tindakan medis; pemeriksaan dan pengobatan gigi;
pemberiaan obat, pertolongan persalinan, dan pelayanan gawat darurat.
c. Pelayanan di Rumah Sakit Daerah Kota Surakarta
Meliputi pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap dengan fasilitas klas III,
dan pelayanan persalinan.
d. Pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Pemerintah / Swasta yang bekerja sama
dengan pemerintah kota Surakarta (MoU)
xlix
Meliputi akomodasi rawat inap klas III; konsultasi medis, pemeriksaan fisik
dan penyuluhan kesehatan; penunjang diagnostik: laboratorium klinik,
radiologi dan elektro magnetik; tindakan medis kecil dan sedang, operasi
kecil dan sedang; pemberian obat sesuai formularium rumah sakit Program
Jamkesmas serta pelayanan gawat darurat.
E. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penjelasan di atas maka dalam penelitian ini yang dimaksud
evaluasi implementasi Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) adalah suatu jalan atau
tindakan untuk menilai berhasil tidaknya pelaksanaan program dalam mencapai
tujuan program PKMS yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui evaluasi
implementasi Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Program Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) ini, perlu diketahui seberapa jauh
program ini diimplementasikan sesuai dengan Juklak dan mendekati tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam penelitian ini pembahasan akan meliputi tahap
interpretasi, pengorganisasian, dan aplikasi.
Untuk mengetahui bagaimana proses evaluasi implementasi Perda
Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Program Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat Surakarta (PKMS) pada TA 2008, indikator yang digunakan adalah:
1. Efektifitas (diadopsi dari Sabatier dan Mazmanian)
Pelaksanaan program PKMS akan efektif apabila dilaksanakan sesuai
dengan Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan yang ada. Secara umum
efektifitas diartikan sebagai pencapaian hasil seperti yang dikehendaki.
l
Efektifitas menurut Emerson adalah pengukuran dalam arti tercapainya
sasaran dan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Soewarno
Handayaningrat,1986: 6). Oleh karena itu untuk menilai efektivitas
pelaksanaan Program PKMS dapat dilihat dari:
a. Kepatuhan antara implementasi Perda Surakarta No. 8 Tahun
2007 tentang Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Surakarta (PKMS) dengan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)
Program PKMS.
b. Dalam implementasi Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007
tentang Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Surakarta (PKMS) telah berjalan sesuai dengan Juklak Program
PKMS yang telah dibuat sebelumnya.
2. Komunikasi (diadopsi dari Van Meter dan Van Horn, Grindle, dan Erward)
Komunikasi digunakan untuk menyampaikan informasi kebijakan publik
kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui,
memahami apa yang menjadi isi, tujuan, dan arah kelompok sasaran (target
groups) kebijakan agar pelaku kebijakan dapat mempersiapkan dengan
benar apa yang harus dipersiapkan dan lakukan untuk melaksanakan
kebijakan publik agar apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan dapat
dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Gibson, Ivancevich, dan Donelly
mengartikan komunikasi sebagai “proses” yang terjadi “di dalam”
masyarakat. Komunikasi yang efektif adalah hasil dari pemahaman bersama
antara komunikator dan penerima. Dalam konteks struktur organisasi.
li
Komunikasi dapat mengalir dari atas dan ke bawah (vertikal), maupun
sejajar (horisontal). (Samodra Wibawa,1994: 105-106). Terkait dengan
pelaksanaan program, komunikasi yang baik dan lancar akan sangat
mendukung pelaksanaan program, karena komunikasi akan mempermudah
penerimaan maupun pelaksanaan program. Komunikasi dalam pelaksanaan
program PKMS adalah komunikasi vertikal dan horisontal. Komunikasi
vertikal yang dimaksud adalah komunikasi antar aparat pelaksanaan dari
tingkat atas ke tingkat bawahnya yaitu mulai dari walikota, kepala Dinas
Kesehatan kota Surakarta, kepala UPTD PKMS, dan kepala sub bagian tata
usaha UPTD pemeliharaan masyarakat maupun sebaliknya serta komunikasi
antar pelaksana dalam hal ini kepala UPTD PKMS dan bagian tata usaha
UPTD pemeliharaan masyarakat dengan kelompok sasaran. Sedangkan
komunikasi horisontal adalah komunikasi atau koordinasi antar aparat yang
setingkat.
Komunikasi vertikal dilihat dari:
a. Kejelasan walikota, kepala Dinas Kesehatan kota Surakarta, kepala
UPTD PKMS, dan kepala sub bagian tata usaha UPTD pemeliharaan
masyarakat dalam memberikan perintah, arahan dan petunjuk
pelaksanaan Program PKMS pada masyarakat dan kelompok sasaran.
b. Kesempatan kelompok sasaran untuk menyampaikan permasalahan
dan usul yang menyangkut pelaksanaan PKMS
Komunikasi horisontal dilihat dari: Koordinasi antar Puskesmas, dan RSD
kota Surakarta
lii
3. Sikap Pelaksana (diadopsi dari Grindle, Van Meter dan Van Horn, Sabatier
dan Mazmanian, Edward III, dan Smith)
Implementasi Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) membutuhkan
sikap positif dari aparat pelaksana. Sikap ini ditentukan oleh pemahaman
para aparat pelaksana dan terhadap tujuan dari program PKMS. Mereka juga
harus memahami aspirasi masyarakat dan mampu menggerakkan
masyarakat agar mau melaksanakan program sesuai aturan yang telah
dibuat.
Sikap pelaksana dapat dilihat dari :
a. Pengetahuan UPTD PKMS, pihak Puskesmas dan rumah sakit terhadap
tujuan PKMS.
b. Ketaatan UPTD PKMS, pihak Puskesmas dan rumah sakit untuk
mematuhi prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Kerjasama antar pelaksana sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
program, hal ini seperti yang diungkapkan dalam Journal of Healthcare
Policy vol.2, no.3 (Nassera Touati,2007: 12)
Success resulted from establishing synergy between clinical and administrative leadership. Stakeholder support, for instance, was made possible by the efforts of the regional board, which rallied to champion certain hospital medical directors and clinical leaders, who in turn banked on the nurse case managers. Similarly, stakeholder coordination was carried out by relying on administrative and clinical leaders. (Keberhasilan dihasilkan dari membangun sinergi antara klinis kepemimpinan dan administrasi. Pihak yang mendukung, misalnya, juga harus bekerjasama diberbagai lapisan, mulai upaya regional untuk direktur medis rumah sakit dan klinik pemimpin, yang pada gilirannya banked pada manajer. Demikian pula, pihak koordinasi dilakukan dengan mengandalkan administratif dan klinis pemimpin.)
liii
4. Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran (diadopsi dari Grindle dan
Smith)
Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran sangat berpengaruh pada
keefektifan pelaksanaan program PKMS. Kepatuhan disini berupa kepatuhan
kelompok sasaran, khususnya masyarakat Surakarta yang mendaftar menjadi
anggota PKMS terhadap aturan dan prosedur yang ada. Sedangkan daya
tanggap berupa partisipasi kelompok sasaran dalam pelaksanaan program.
Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran ini dapat dilihat dari :
a. Partisipasi kelompok sasaran PKMS untuk mendaftar menjadi anggota
PKMS.
b. Kepatuhan kelompok sasaran ketika memperoleh pelayanan kesehatan.
liv
Gambar 1.6 Skema Kerangka Pemikiran
F. Definisi Konseptual
Definisi konsep dari variabel penelitian ini dimaksudkan untuk
menghindari timbulnya perbedaan pengertian atau persepsi antara konsep peneliti
dan pembaca.
Definisi konseptual dari penelitian ini adalah :
a. Evaluasi adalah suatu kegiatan untuk menilai berhasil tidaknya pelaksanan
kebijakan.
b. Implementasi program adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan program yang telah ditetapkan menurut prosedur yang ada.
Indikator yang mempengaruhi: 1. Efektifitas 2. Komunikasi 3. Sikap pelaksana 4. Kepatuhan dan daya
tanggap kelompok sasaran
Implementasi
Evaluasi
1. Interpretasi 2. Pengorganisasian 3. Aplikasi
Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS)
Tercipta masyarakat yang sehat dan produktif
lv
c. Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Program Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat Surakarta (PKMS) adalah program pelayanan kesehatan yang
bertujuan memberikan jaminan pemeliharan kesehatan bagi masyarakat kota
Surakarta terutama bagi masyarakat miskin.
d. Evaluasi Implementasi Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) adalah suatu tindakan
untuk menilai atau melihat berhasil tidaknya program dalam mencapai tujuan
dari program PKMS menurut prosedur yang ada dalam Juklak.
G. Definisi Operasional
Evaluasi Implementasi Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007 tentang
Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) dalam
penelitian ini adalah merupakan upaya untuk mendeskripsikan pelaksanaan
program PKMS TA 2008 mulai dari tahap interpretasi, pengorganisasian, dan
tahap aplikasi.
1. Interpretasi : Kegiatan pada tahap ini merupakan tahapan yang berisi tentang
kegiatan mengkomunikasikan kebijakan (sosialisasi).
2. Pengorganisasian : Kegiatan pada tahap ini yaitu perencanaan pelaksanaan
kegiatan PKMS dimulai dari studi banding pembiayaan kesehatan ke
beberapa wilayah yaitu Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo, Pati dan beberapa
wilayah selanjutnya yang dilakukan dari bulan Juni-Agustus 2007. Langkah
selanjutnya adalah penyusunan Juklak Perda (Perwali) dan SK Walikota
Surakarta.
lvi
3. Aplikasi : Tahap ini diawali dengan pendaftaran peserta Program PKMS
yang mulai dibuka pada tanggal 2 Januari 2008 di Unit Pelayanan Terpadu
(UPT) di kompleks Balaikota Surakarta.
Indikator yang berpengaruh terhadap evaluasi implementasi Program PKMS
tahun 2008 yaitu :
1. Efektivitas, dalam hal ini dilihat dari : Tercapai tidaknya tujuan PKMS
dengan melihat kesesuaian antara pelaksanaan Program PKMS dengan
Juklak Program PKMS
2. Komunikasi, dalam hal ini dilihat dari :
a. Komunikasi vertikal : Kejelasan pelaksana dalam memberikan
arahan, perintah dan petunjuk pelaksanaan PKMS pada masyarakat
dan kelompok sasaran, serta kesempatan kelompok sasaran untuk
menyampaikan permasalahan dan usul menyangkut pelaksanaan
PKMS.
b. Komunikasi horisontal : Koordinasi antar Puskesmas dan RSD kota
Surakarta
3. Sikap pelaksana, dilihat dari :
a. Pengetahuan UPTD PKMS, pihak Puskesmas dan rumah sakit
terhadap tujuan program PKMS
b. Ketaatan UPTD PKMS, pihak Puskesmas dan rumah sakit untuk
mematuhi pedoman dan ketentuan yang berlaku
lvii
4. Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran, dilihat dari :
a. Partisipasi kelompok sasaran program PKMS untuk mendaftar
menjadi anggota PKMS
b. Kepatuhan kelompok sasaran ketika memperoleh pelayanan
kesehatan
H. Metodologi penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Sebagai suatu penelitian deskriptif, penelitian ini studi
kasusnya mengarah pada pendiskripsian secara rinci dan mendalam
mengenai potret kondisi tenteng apa yang sebenarnya terjadi menurut apa
adanya di lapangan studinya (H.B Sutopo,2002 : 111). Peneliti memakai
jenis penelitian deskriptif kualitatif karena peneliti hanya menjelaskan
tentang evaluasi pelaksanaan program PKMS dan tidak mengkaitkan
hubungan antar variabel serta tidak membuat prediksi.
2. Lokasi penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi kota Surakarta karena kota ini berbeda
dengan kota lain yaitu kota Surakarta telah menerapkan program asuransi
kesehatan bagi seluruh masyarakat Surakarta yang mendaftar menjadi
peserta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat
Surakarta
lviii
3. Sumber data
Data merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian. Betapapun
menariknya suatu masalah penelitian, bila sumber data tidak tersedia maka
ia tidak punya arti karena tidak akan bisa diteliti (H.B Sutopo,2002: 49).
Dalam penelitian ini sumber data berasal dari :
a. Nara sumber atau informan
Narasumber atau informan adalah orang-orang yang mempunyai
posisi tertentu dan memiliki informasi yang dapat dipercaya
mengenai program PKMS. Informan tersebut diantaranya :
a) Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta
b) Kepala UPTD PKMS
c) Kepala Sub bagian tata usaha UPTD Pemeliharaan Masyarakat
d) Beberapa pegawai Rumah Sakit dan Puskesmas di Surakarta
e) Beberapa masyarakat kota Surakarta yang menjadi anggota
PKMS
b. Dokumen dan arsip
Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan
dengan suatu aktivitas tertentu. Dokumen ini berupa arsip, peraturan-
peraturan, gambar yang berkaitan dengan Program PKMS
4. Teknik Sampling
Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan purposive
sampling dan accidental sampling. Dalam teknik purposive sampling
peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui permasalahan secara
lix
mendalam dan dapat dipercaya untuk dijadikan sumber (H.B Sutopo,2002:
36). Teknik purposive sampling digunakan untuk memperoleh informasi
dari kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta, kepala UPTD PKMS, kepala
Sub bagian tata usaha Pemeliharaan Kesehatan serta beberapa pegawai
Rumah Sakit dan Puskesmas di Surakarta. Sedangkan teknik accidental
sampling adalah cara pengambilan sampel dengan cara peneliti semata-
mata memilih siapa saja yang dapat diraih pada saat penelitian diadakan
sebagai respondennya (Yulius Slamet,2006: 61) dan digunakan untuk
memperoleh informasi dari beberapa masyarakat kota Surakarta yang
menjadi peserta PKMS.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara : Wawancara dilakukan secara terstuktur kepada informan
yang dianggap mengetahui informasi yang dapat dipercaya tentang
pelaksanaan program PKMS. Pada penelitian ini, wawancara
dilakukan kepada kepala UPTD PKMS, beberapa pegawai Puskesmas
/ rumah sakit, serta beberapa masyarakat Surakarta yang menjadi
peserta PKMS.
b. Dokumentasi : Mencatat data-data, dokumen, arsip dan peraturan-
peraturan yang berkaitan dengan pelaksanan program PKMS. Data
yang peneliti peroleh antara lain Juklak program PKMS serta data
kepegawaian di Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
lx
6. Validitas data
Data yang telah berhasil digali, dikumpukan dan dicatat dalam
kegiatan penelitian harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Oleh
karena itu setiap peneliti harus bisa memilih dan menentukan cara-cara
yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya. (H.B
Sutupo,2002: 77). Dalam penelitian ini, teknik triangulasi data dilaksanakan
dengan membandingkan data yang sama atau pada informan yang berbeda,
artinya apa yang diperoleh dari narasumber satu, dapat lebih teruji
kebenarannya jika dibandingkan dengan data sejinis yang diperoleh dari
narasumber lain, sehingga keakuratan data dapat dipertanggungjawabkan.
7. Teknik analisa data
Analisis merupakan proses pencarian dan perencanaan secara
sistematis semua data dan arahan yang telah terkumpul agar peneliti
mengerti benar makna yang telah dikemukakannya dan dapat menyajikan
kepada orang lain. Dalam penelitian ini. Teknik analisa data yang
digunakan mengacu pada model analisis interaktif Miles dan Huberman
yang terdiri dari tiga komponen yaitu:
a. Reduksi data
Merupakan rangkaian proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi data kasar yang dilaksanakan selama berlangsungnya
proses penelitian. Yang dilakukan peneliti dalam proses reduksi
data yaitu peneliti menyusun rumusan penelitiannya secara singkat,
berupa pokok-pokok temuan yang penting.
lxi
b. Penyajian data
Merupakan rangkaian informasi yang memungkinkan kesimpulan
riset dapat dilakukan dengan melihat suatu penyajian data. Dalam
tahap ini peneliti membuat cerita yang sistematis dan logis agar
makna penelitiannya menjadi lebih mudah untuk dipahami.
c. Penarikan simpulan
Tahap penyimpulan dari rangkuman dan olahan data yang berupa
gejala dan kasus di lapangan dari pengumpulan data yang telah
tersusun dengan runtut dan logis. Peneliti melakukan usuha untuk
menarik kesimpulan berdasar dari reduksi data dan penyajian data.
Ketiga komponen tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dengan
proses pengumpulan data yang menggunakan siklus. Peneliti bergerak
diantara ketiga komponen tersebut.
Gambar 1.7 Model analisis interaktif Miles dan Huberman
(Sumber : H.B Sutupo,2002: 96)
Penarikan simpulan / verifikasi
Pengumpulan data
Reduksi data Sajian data
lxii
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Sebaran Penduduk Miskin di Kota Surakarta
Berkaitan dengan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat Miskin Kota Surakarta, perlu ditetapkan jumlah penduduk miskin
di Kota Surakarta yang menjadi fokus utama dari Program PKMS Gold dan
untuk menunjang Program PKMS Gold yang dilaksanakan di Kota Surakarta.
Berdasarkan Keputusan WaliKota Surakarta Nomor 470/36/1/2007 tentang
Penetapan Jumlah Penduduk Miskin Kota Surakarta berdasarkan atas
pendataan DKRPP-KB Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Jumlah Keluarga Miskin (GAKIN)
Kota Surakarta Tahun 2007
No Kecamatan Jml Gakin
Jml jiwa Gakin
Jml KK
Jml pnduduk
Jml RT
Jml RW
Jml kelurhn
% kota
1 Banjarsari 6.812 26.061 40.255 161.420 849 169 13 29,46 2 Jebres 6.230 21.615 32.408 140.486 631 149 11 24,43 3 Pasar
Kliwon 5.296 18.208 20.686 87.248 424 100 9 20,45
4 Laweyan 4.407 14.658 25.814 109.320 454 105 11 16,57 5 Serengan 2.372 7.932 13.579 63.035 309 72 7 8,97 Sumber : DKRPP-KB
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa persentase
masyarakat miskin yang berada di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta
adalah sebesar 29,46 persen atau merupakan kecamatan terbesar pertama
di Kota Surakarta yang memiliki jumlah masyarakat miskin yaitu dengan
lxiii
40.255 orang miskin dari 6.812 keluarga miskin yang ada di Kecamatan
Banjarsari tersebut. Penduduk miskin di Kecamatan Banjarsari merupakan
yang terbanyak diantara 5 (lima) kecamatan lainnya yang ada di Kota
Surakarta. Sedangkan persentase masyarakat miskin yang berada di
Kecamatan Jebres Kota Surakarta adalah sebesar 24,43 persen. Dengan
kata lain memiliki jumlah masyarakat miskin dengan 32.408 orang dari
6.230 Keluarga miskin yang ada di kecamatan Jebres tersebut. Persentase
masyarakat miskin yang berada di Kecamatan Pasar Kliwon Kota
Surakarta adalah sebesar 20,45 persen yang memiliki jumlah masyarakat
miskin yaitu 20.686 orang dari 5.296 keluarga miskin yang ada di
Kecamatan Pasar Kliwon tersebut. Persentase masyarakat miskin yang
berada di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta sebesar 16,57 persen yaitu
sebesar 25.814 orang miskin dari 4.407 keluarga miskin yang ada di
Kecamatan Laweyan tersebut. Dan persentase masyarakat miskin yang
berada di Kecamatan Serengan Kota Surakarta sebesar 8,97 persen.
Dengan kata lain, Kecamatan Serengan di Kota Surakarta memiliki jumlah
masyarakat miskin terbesar kelima atau paling sedikit mempunyai jumlah
masyarakat miskin di Kota Surakarta yaitu sebesar 13.579 orang miskin
dari 2.372 keluarga miskin yang ada di Kecamatan Laweyan.
Tabel 2.2
Jumlah Keluarga Miskin Di Kota Surakarta Tahun 2007
Jumlah Gakin
Jumlah Jiwa
Gakin
Jumlah KK
Jumlah Penduduk
Jmlh RT
Jmlh RW
% Kota
25,117 88,474 132,742 561,509 2,667 595 100.00 Sumber : DKRPP-KB
lxiv
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah seluruh
masyarakat miskin yang ada di Kota Surakarta kurang lebih sekitar 15
(lima belas) persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa di Kota Surakarta
jumlah masyarakat miskin masih banyak dan membutuhkan penanganan
yang khusus oleh pemerintah daerah.
B. Dinas Kesehatan Kota Surakarta
1. Tugas Pokok dan Fungsi
Fungsi Dinas Kesehatan Kota Surakarta adalah melaksanakan berbagai
macam usaha dalam bidang kesehatan di Kota Surakarta. Untuk
melaksanakan fungsi tersebut, Dinas Kesehatan Kota Surakarta
mempunyai tugas pokok sebagai berikut :
a. Pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
b. Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas serta pelayanan
administrasi
c. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan terapan serta pendidikan
dan pelatihan tertentu dalam rangka mendukung kebijakan di bidang
kesehatan
d. Pelaksanaan fungsional
2. Visi
Visi pembangunan kesehatan Kota Surakarta yang ingin dicapai adalah ”
terwujudnya Budaya Hidup Bersih dan Sehat Serta Mutu Pelayanan
menuju Solo sehat 2010”.
lxv
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya maka Dinas Kesehatan Kota
Surakarta adalah penggerak pembangunan kesehatan guna terwujunya
budaya hidup bersih dan sehat serta mutu pelayanan menuju Solo Sehat
2010.
3. Misi
Misi, fungsi, dan kewenangan seluruh jajaran organisasi kesehatan di Kota
Surakarta, yang bertanggungjawab secara teknis terhadap pencapaian
tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kota Surakarta. Untuk
mewujudkan visi tersebut ada misi yang diemban yaitu :
a. Memberdayakan kemandirian masyarakat untuk hidup bersih dan
sehat.
Peran aktif masyarakat termasuk swasta, sangat penting dan akan
menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Potensi masyarakat
termasuk swasta, baik berupa organisasi, upaya, tenaga, dana,
teknologi, serta mekanisme pengambilan keputusan, merupakan aset
yang cukup besar untuk digalang. Masyarakat tidak hanya sebagai
obyek pembangunan tetapi sekaligus sebagai subyek pembangunan.
Masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam melayani, melaksanakan
advokasi, serta mengkritisi pembangunan kesehatan baik secara
individu, kelompok, maupun masyarakat luas.
b. Melaksanakan penanggulangan masalah kesehatan individu, keluarga,
masyarakat, dan lingkungannya.
lxvi
Disamping berperan sebagai administrator, maka Dinas Kesehatan
juga melakukan pembangunan kesehatan yang meliputi : upaya
kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
c. Meningkatkan kinerja dan upaya kesehatan yang bermutu, merata, dan
terjangkau
Peningkatan kinerja dan mutu upaya kesehatan dilakukan Dinas
Kesehatan melalui pengembangan kebijakan pembangunan kesehatan,
yang meliputi kebijakan manajerial, kebijakan teknis, dan
pengembangan standar dan pedoman berbagai upaya kesehatan.
d. Memantapkan manajemen kesehatan yang dinamis dan akuntabel
Keberhasilan pembangunan berwawasan kesehatan tidak hanya
semata-mata hasil usaha keras sektor kesehatan saja, tetapi sangat
dipengaruhi oleh kontribusi dari berbagai sektor pembangunan lainnya.
Dinas kesehatan berperan sebagai penggerak utama dalam
memfasilitasi sektor-sektor lain agar segala upayanya memberikan
kontribusi yang positif terhadap perwujudan pembangunan
berwawasan kesehatan. Dengan terciptanya kesehatan yang akuntabel
di lingkungan Dinas Kesehatan, diharapkan fungsi-fungsi administrasi
dapat terselenggara secara efektif dan efisien yang didukung oleh
sistem informasi kesehatan, IPTEK, serta hukum kesehatan.
lxvii
4. Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan Kota Surakarta adalah :
a. Meningkatkan pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil
guna, berdaya guna serta terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat
dengan menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif.
b. Meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, swasta, organisasi
profesi, dan dunia usaha guna memenuhi ketersediaan sumber daya.
c. Meningkatakan kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta
lingkungannya.
5. Sasaran
Agar pembangunan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna
dan berdaya guna, maka sasaran yang akan dicapai pada akhir tahun 2010
adalah :
a. Tersedianya berbagai kebijakan, pedoman yang menunjang
pembangunan kesehatan
b. Terbentuk dan terselenggaranya sistem informasi kesehatan
c. Tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu serta mencukupi,
terdistribusi secara adil dan merata serta termanfaatkan secara berhasil
guna dan berdaya guna.
d. Tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi
(Rp. 100.000,-/kapita), teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara
berhasil guna dan berdaya guna.
lxviii
e. Terselenggaranya sistem survailan dan kewaspadaan dini serta
penaggulangan kejadian luar biasa/wabah
f. Terselenggaranya upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat secara merata, adil, dan terjangkau.
g. Tersedianya obat dan pembekalan kesehatan yang aman, bermutu, dan
bermanfaat seta terjangkau oleh masyarakat.
h. Terselenggaranya promosi kesehatan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat dan mengembangkan perilaku sehat.
6. Rencana Strategis
Untuk melaksanakan visi dan misi Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam
bidang kesehatan ditetapkan rencana strategis untuk mewujudkannya.
a. Tujuan
a) Sebagai acuan bagi jajaran Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam
pelaksanaan program dan tolak ukur penilaian kinerja
pembangunan kesehatan Kota Surakarta selama lima tahun
b) Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Kota Surakarta dalam
menyusun Kebijakan Pembangunan Bidang Kesehatan pada
khususnya dan Kota Surakarta membangun pada umumnya
c) Sebagai bahan masukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kota Surakarta dalam mengambil keputusan Kota Surakarta
membangun
lxix
d) Sebagai informasi dan bahan masukan bagi institusi kesehatan,
institusi pendidikan, dan institusi lain serta masyarakat untuk
berperan aktif dalam Kota Surakarta membangun kesehatan
b. Sasaran
Sasaran Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Surakarta adalah
tertata dan meningkatnya pelayanan serta manajeman kesehatan yang
akuntabel sesuai dengan amanat yang tercantum di dalam UUD 1945,
UU N0. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan Sistem Kesehatan
Nasional, tanpa mengurangi fungsi organisasi sebagai bagian dari
pemerintahan Daerah.
c. Landasan hukum
Rensra Dinas Kesehatan Kota Surakarta tahun 2006-2010 disusun
berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
a) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H 1 tentang : hak untuk
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkunagn yang baik dan sehat, dan hak
mendapatkan pelayanan kesehatan
b) Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
c) Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
d) Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
lxx
e) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 108 tahun 2000
tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Daerah
g) Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-
2009
h) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
i) Kepmenkes RI Nomor 004/Menkes/VIII/2003 tentang Indonesia
Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Propinsi Sehat dan
Kabupaten/Kota Sehat
j) Kepmenkes RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
k) Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2003
tentang Rencana Strategis Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-
2008
d. Dasar pelaksanaan pembangunan kesehatan
a) Perikemanusiaan
Setiap kegiatan program kesehatan harus berlandaskan
perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
lxxi
b) Hak Asasi manusia
Setiap upaya kesehatan yang diberikan adalah dalam rangka
pemenuhan kebutuhan hak asasi manusia untuk memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang tanpa
membedakan suku, golongan, agama, status sosial ekonomi
c) Pemberdayaan dan kemandirian masyarakat
Individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya bukan saja
obyek namun sekaligus pula subyek kegiatan program kesehatan.
Segenap komponen bangsa bertanggungjawab untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, dan
masyarakat beserta lingkungannya. Setiap kegiatan program harus
mampu menumbuhkan peranserta individu, keluarga, dan
masyarakat sedemikian rupa sehingga individu, keluarga, dan
masyarakat serta dapat menolong dirinya sendiri
d) Pengutamaan dan manfaat
Program kegiatan pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan
perorangan maupun golongan dengan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berorientasi pada peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pembangunan kesehatan
diselenggarakan secara berhasil guna dan berdaya guna, dengan
mengutamakan upaya kesehatan yang mempunyai daya ungkit
lxxii
tinggi agar mamberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat beserta lingkungannya
e) Akuntabilitas
Program kegiatan yang diselenggarakan harus dapat
dipertanggungjawabkan sebagai wujud pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas dan fungsi serta kewenangan pengelolaan
sumber daya dengan didasarkan perencanaan strategik
e. Kewenangan
Sesuai dengan UU 32 tahun 2004 pasal 13 tentang kewenangan
Kabupaten/Kota disebutkan bahwa kewenangan/urusan wajib
Pemerintah Kota salah satunya adalah bidang kesehatan
Untuk mewujudkan Rencana strategik Dinas Kesehatan Kota
Surakarta tahun 2006-2010 digunakan strategi dan Kebijakan sebagai
berikut :
a. Strategi
Untuk mencapai dan mewujudkan visi pembangunan kesehatan
Kota Surakarta pada tahun 2010, sesuai dengan misi yang telah
ditetapkan, maka dalam periode 2006-2010 akan ditempuh strategi
sebagai berikut :
a) Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan
masyarakat, lintas sektor, intitusi swasta, organisasi profese,
dan dunia usaha dalam rangka sinergisme, koordinasi diantara
lxxiii
pelaku pembangunan guna mendorong pembagunan
berwawasan kesehatan
b) Mewujudkan komitmen pembangunan kesehatan melalui
peningkatan advokasi kesehatan kepada stake holder
c) Mendorong pemerataan, jangkauan, dan mutu pelayanan
kesehatan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan
sesuai standar pelayanan minimal
d) Memantapkan kebijakan dan manajemen pembangunan
kesehatan disemua jenjang administrasi melalui pengembangan
kebijakan, sistem informasi, keterpaduan dalam perencanaan,
penatalaksanaan dan evaluasi, serta memanfaatkan
perkenbangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
menanggulangi masalah kesehatan.
e) Mengoptimalkan sumberdaya kesehatan yang ada melalui
peningkatan kompetensi dan profesionalisme Sumber Daya
Manusia (SDM) kesehatan.
b. Kebijakan
a) Menggerakkan dan mendorong kemitraan lintas sektor dalam
rangka program optimalisasi pembangunan berwawasan
kesehatan
b) Memberdayakan masyarakat dan swasta dalam rangka
pengembangan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat
lxxiv
c) Meningkatkan advokasi kesehatan untuk mewujudkan
komitmen pembangunan kesehatan.
d) Mendorong dan menggerakkan peningkatan mutu upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan
e) Pemantapan dan peningkatan manajemen mutu sediaan
farmasi, perbekalan kesehatan termasuk makanan dan
minuman
f) Peningkatan keterpaduan mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
dan monitoring, serta dalam evaluasi di setiap jenjang
administrasi
g) Peningkatan pengawasan dan akuntabilitas di setiap jenjang
administarasi kesehatan
h) Pengembangan danpemanfaatan sistem informasi kesehatan
yang cepat, tepat, dan akurat disetiap jenjang administrasi
kesehatan dalam rangka pengambilan keputusan berdasarkan
evident base
i) Pengembangan perencanaan, pendistribusian, pendayagunaan,
serta monitoring evaluasi Sumber Daya Manusia (SDM)
kesehatan
j) Penerapan registrasi dan sertifikasi SDM kesehatan sesuai
dengan peraturan yang berlaku
lxxv
7. Struktur Organisasi
Berdasarkan Keputusan WaliKota Surakarta Tahun 2001 tentang Pedoman
Uraian Tugas Dinas Kesehatan Kota Surakarta, susunan organisasi Dinas
Kesehatan Kota Surakarta terdiri dari :
a. Kepala dinas
Kepala dinas mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan
Daerah di bidang kesehatan
b. Bagian tata usaha
Kepala bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanakan administrasi
umum, perijinan, kepegawaian, dan keuangan sesuai dengan kebijakan
teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Bagian Tata Usaha terdiri
dari :
a) Sub Bagian umum
Kepala sub bagian umum mempunyai tugas melaksanakan urusan
dalam surat menyurat, kearsipan, penggandaan, administrasi
perijinan, perjalanan dinas, rumah tangga, pengelolaan barang
inventaris, pengaturan penggunaan kendaraan dinas dan
perlengkapannya, hubungan masyarakat serta sistem jaringan
dokumentasi hukum
b) Sub Bagian Kepegawaian
Kepala Sub Bagian Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan administrasi kepegawaian
lxxvi
c) Sub Bagian Keuangan
Kepala Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan administrasi keuangan
c. Sub Dinas Bina program
Kepala Sub Dinas Bina program mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana strategis dan program kerja tahunan, mengadakan
monitoring dan pengendalian, evaluasi dan pelaporan, serta informasi
kesehatan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas. Sub Dinas Bina Program terdiri dari :
a) Seksi Perencanaan Pengendalian Evaluasi dan Pelaporan
Kepala Seksi Perencanaan Pengendalian, Evaluasi, dan Pelaporan
mempunyai tugas mengumpulkan, mengolah, menganalisa
data/informasi, dan mengevaluasi data/informasi secara teknis
maupun administratif serta menyusun laporan hasil pelaksanaan
rencana strategis dan program kerja tahunan dinas
b) Seksi Informasi Kesehatan
Kepala Seksi Informasi Kesehatan mempunyai tugas menghimpun
mengolah, dan menyajikan data/informasi kesehatan
d. Sub Dinas Upaya Kesehatan
Kepala Sub Dinas Upaya Kesehatan mempunyai tugas
menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan di bidang pelayanan
kesehatan, kefarmasian, makanan dan obat tradisional serta regristrasi
lxxvii
dan akreditasi sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh
kepala dinas. Sub Dinas Upaya Kesehatan terdiri dari :
a) Seksi Pelaksanaan Kesehatan
Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas menyiapkan
bahan pembinaan puskesmas, rumah sakit, dan intitusi pelayanan
kesehatan lainnya
b) Seksi Kefarmasian, Makanan, dan Obat Tradisional
Kepala Seksi Kefarmasian, Makanan, dan Obat Tradisional
mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengendalian
program kefarmasian, makanan, minuman, dan obat tradisional.
c) Seksi Registrasi dan Akreditasi
Kepala Seksi Regristrasi dan Akreditasi mempunyai tugas
melaksanakan pendaftaran perijinan, pengawasan, kelayakan,
pengakuan, dan klasifikasi institusi kesehatan.
e. Sub Dinas Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kepala Sub Dinas Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan, pegamatan, dan
pencegahan penyakit serta penyehatan linkungan sesuai dengan
kebijakan yang ditetapkan oleh kepala dinas. Sub Dinas Pencegahan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan terdiri dari :
lxxviii
a) Seksi Pengamatan dan Pencegahan Penyakit
Kepala Seksi Pengamatan dan Pencegahan Penyakit mempunyai
tugas melaksanakan kegiatan pengamatan, pencegahan, dan
pemberantasan penyakit serta imunisasi
b) Seksi Penyehatan Lingkungan
Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan penyehatan lingkungan pemukiman, tempat
umum dan industri penyehatan makanan dan minuman serta
pengawasan peptisida dan kualitas air
f. Sub Dinas Penggerakan Peran Masyarakat
Kepala Sub Dinas Penggerakan Peran Serta Masyarakat mempunyai
tugas menyelenggarakan kesehatan masyarakat, pemberdayaan
masyarakat, dan jaminan pemelihataan kesehatan masyarakat (JPKM)
sesuai kebijakan teknis yang ditetapkan oleh kepala dinas. Sub Dinas
Penggerakan Peran Masyarakat terdiri dari :
a) Seksi Peningkatan Kesehatan Masyarakat
Kepala Seksi Peningkatan Kesehatan Masyarakat mempunyai
tugas melaksanakan bimbingan teknis, terwujudnya perilaku sehat
dan peningktan derajat kesehatan.
b) Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan JPKM
Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan JPKM mempunyai
tugas melaksanakan pembinaan peran serta masyarakat, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), organisasi sosial kemasyarakatan,
lxxix
organisasi profesi dan dunia usaha yang bergerak di bidang
kesehatan
g. Sub Dinas Kesehatan Keluarga
Kepala Sub Dinas Kesehatan Keluarga mempunyai tugas
menyelenggarakan pembinaan kesehatan ibu dan anak, peningkatan
gizi, kesehatan reproduksi dan usia lanjut sesuai dengan kebijakan
teknis yang ditetapkan oleh kepala dinas. Sub Dinas Kesehatan
Keluarga terdiri dari :
a) Seksi Kesehatan Ibu dan Anak
Kepala Seksi Kesehatan Ibu dan Anak mempunyai tugas
melaksanakan pembinaan kesehatan ibu dan anak
b) Seksi Gizi
Kepala Seksi Gizi mempunyai tugas menyiapkan dan
melaksanakan pembinaan dalam rangka peningkatan gizi
c) Seksi Kesehatan Reproduksi/Usia Lanjut
Kepala Seksi Kesehatan Reproduksi/ Usia Lanjut mempunyai
tugas dalam melaksakan pembinaan kesehatan reproduksi dan usia
lanjut
h. Unit Pelayanan Teknis Dinas
Unit Pelayanan Teknis Dinas terdiri dari :
a) UPTD puskesmas
lxxx
Kepala UPTD Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan pusat kesehatan masyarakat sesuai dengan kebijakan
teknis yang ditetapkan oleh Kepala dinas
b) UPTD Rumah sakit Daerah
Kepala UPTD Rumah Sakit Daerah mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan Rumah sakit Daerah sesuai dengan
kebijakan teknis yag ditetapkan oleh Kepala Dinas
c) UPTD instalasi farmasi
Kepala UPTD instalasi Farmasi mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan instalasi farmasi sesuai dengan kebijakan teknis yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas
d) UPTD Laboratorium kesehatan
Kepala UPTD Laboratorium Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan laboratorium kesehatan sesuai dengan
kebijakan teknis yang ditetaqpkan oleh Kepala Dinas
e) UPTD pemeliharaan kesehatan masyarakat
Kepala UPTD pemeliharaan kesehatan masyarakat menpunyai
tugas antara lain :
· membuat rincian rencana kerja UPTD Pemeliharaan kesehatan
masyarakat sesuai dengan program kerja Dinas kesehatan dan
kebijakan teknis Kepala Dinas.
· Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugas agar
terjadi pemerataan tugas.
lxxxi
· Memberi petunjuk dan arahan kepada bawahan guna kejelasan
pelaksanaan tugas.
· Mengawasi pelaksanaan tugas bawahan agar tidak terjadi
penyimpangan.
· Memeriksa hasil kerja bawahan untuk mengetahui kesulitan dan
hambatan serta memberikan jalan keluarnya.
· Menilai hasil kerja bawahan secara periodik guna bahan
peningkatan kinerja.
· Melakukan analisa potensi pembiayaan pelayanan kesehatan.
· Melakukan penghitungan unit cost pembiayaan peleyanan
kesehatan.
· Mendorong terbentuknya sistem pemeliharaan kesehatan
masyarakat.
· Mengkoordinir peleksanaan verifikasi kepesertaan dan
pembiayaan.
· Mengkoordinasikan kelancaran kerjasama dengan Pemberi
Pelayanan Kesehatan (PPK).
· Melaksanakan kerjasama lintas sektoral dan lintas program guna
kelancaran tugas.
· Melaksanakan ketatausahaan pemeliharaan kesehatan
masyarakat.
· Menginventarisasi permasalahan-permasalahan guna menyiapkan
bahan petunjuk pemecahan masalah.
lxxxii
· Melaksanakan tertib administrasi serta membuat laporan berkala
dan tahunan.
· Memberikan usul dan saran kepada atasn dalam rangka
kelancaran pelaksanaan tugas.
· Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada atasan sebagai
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
· Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
i. Kelompok Jabatan fungsional
Kelompok Jabatan fungsional terdiri dari :
a) Pranata komputer
b) Arsiparis
c) Pustakawan
d) Dokter
e) Dokter Gigi
f) Apoteker
g) Tenaga Perawat
h) Asisten Perawat
i) Pranata Laboratorium Kesehatan
j) Penyuluh Kesehatan Masyarakat
k) Pengawas Farmasi dan Makanan
l) Administrator Kesehatan
m) Nutrisionis
n) Perawat Gizi
lxxxiii
o) Sanitarian
p) Entomolog Kesehatan
q) Epidemiolog Kesehatan
Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Surakarta dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1
Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Surakarta
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Surakarta
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta
Kel. Jabatan Fungsional
Ka Sub Din Bina Program
KA Bag Tata Usaha
Ka Sub Bag Umum
Ka Sub Bag Kepeg.
Ka Sub Bag Keuangan
Ka Sub Din Upaya Kesh.
Ka Sub Din PP&PL
Ka Sub Din PPSM
Ka Sub Din Kes. Kel.
Ka Si PPE & Pel.
Ka Si Pel Kesehatan
Ka Si Peng, & pen. Peny
Ka Si Pen. Kes. Masy.
Ka Si Gizi
Ka Si Info. Kes.
Ka Si Penyeh. Ling.
Ka Si Pembr. Mas
& JPKM
Ka Si Kes Repro.
Ka UPTD RS Daerah
Ka UPTD Inst. Farmasi
Ka UPTD Puskesmas
Ka Si Kes. Ibu & Anak
Ka Si Kefarm, Mak, & Obat Trad.
Ka UPTD Lab. Kes.
Ka Si Reg. & Akred.
Ka. UPTD pem.Kes.Masy.
lxxxiv
C. Keadaan Pegawai Dinas Kesehatan Kota Surakarta
Keadaan pegawai di Dinas Kesehatan Kota Surakarta sangat beragam.
Terdiri dari PNSD, CPNS, dan honorer yang dibagi dalam berbagai tingkat
pendidikan, golongan / ruang, serta berdasar tingkat jabatan / eselon. Berikut
ini akan ditampilkan tabel mengenai jumlah PNSD Dinas Kesehatan Kota
Surakarta menurut tingkat pendidikan dan jenis kelamin, komposisi CPNS dan
Honorer Dinas Kesehatan Kota Surakarta menurut tingkat pendidikan dan
jenis kelamin, jumlah PNSD Dinas Kesehatan Kota Surakarta berdasarkan
golongan / ruang dan jabatan / eslon, serta tabel tentang jumlah CPNS Dinas
Kesehatan Kota Surakarta berdasarkan golongan / ruang.
Tabel 2.3 Komposisi PNSD Dinas Kesehatan Kota Surakarta
Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Bulan September 2009
Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan
Laki – Laki Perempuan Jumlah
SD 5 1 6
SLTP 11 10 21
SLTA 74 192 266
D1 - - -
D2 - - -
D3 29 108 137
SARMUD 3 - 3
D4 1 5 6
S1 32 69 101
S2 4 8 12
JUMLAH 159 393 552
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Surakarta
lxxxv
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah PNSD Dinas
Kesehatan Kota Surakarta bila dilihat dari tingkat pendidikan paling banyak
adalah lulusan SLTA yaitu berjumlah 266 orang. Dan bila dilihat dari jenis
kelamin sebagian besar pegawainya adalah perempuan. Dari jumlah 552 orang
pegawai, jumlah pegawai perempuan mencapai 396 orang sedangkan pegawai
laki-laki hanya 159 orang.
Tabel 2.4
Komposisi CPNS dan Honorer Dinas Kesehatan Kota Surakarta
Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin
Bulan September 2009
CPNS Honorer Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Jumlah
SD - - 2 2 4 SLTP 1 - - - 1 SLTA 1 8 1 1 11
D1 - - - - - D2 - - - - - D3 9 53 - - 62 D4 5 5 - - 10 S1 10 10 - - 20 S2 - - - - -
TOTAL 26 76 3 3 108 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Surakarta
Pada tabel 2.4 dapat kita lihat bahwa jumlah CPNS dan honorer Dinas
Kesehatan Kota Surakarta bila dilihat dari tingkat pendidikan paling banyak
adalah lulusan D3 yaitu berjumlah 62 orang. Dan bila dilihat dari jenis kelamin
sebagian besar jumlah dari CPNS adalah perempuan. Dari jumlah 106 orang
pegawai, jumlah pegawai perempuan mencapai 76 orang sedangkan pegawai laki-
laki hanya 26 orang. Pegawai honorer memiliki jumlah yang sama antara laki-laki
lxxxvi
dan perempuannya yaitu masing-masing 3 orang, yang berasal dari tingkat
pendidikan SD dan SLTA.
Tabel 2.5 Jumlah PNSD Dinas Kesehatan Kota Surakarta
Berdasarkan Golongan / Ruang dan Jabatan / Eslon Bulan September 2009
Golongan / Ruang Jabatan/
eslon I/a I/c II/a II/b II/c II/d III/a III/b III/c III/d IV/a IV/b IV/c Jumlah
II.a - - - - - - - - - - - - - - II.b - - - - - - - - - - - 1 - 1
III.a - - - - - - - - - - - 1 - 1
III.b - - - - - - - - - - 2 2 - 4
IV.a - - - - - - - 2 9 9 14 - - 35
IV.b - - - - - - 3 15 1 1 - - - 20
Staf 1 10 60 25 48 64 72 123 69 11 4 3 1 491 TOTAL 1 10 60 25 48 64 75 140 79 21 20 8 1 552 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Surakarta
Pada tabel 2.5ditampilkan data tentang jumlah PNSD Dinas Kesehatan
Kota Surakarta berdasar golongan / ruang dan jabatan / eslon. Jumlah pegawai
PNSD sebagian besar adalah pada eselon staf, yaitu sebanyak 491 orang dan
terbanyak berada pada golongan / ruang III/b dari jumlah semua PNSD, yaitu
sebanyak 140 orang.
Tabel 2.6 Jumlah CPNS Dinas Kesehatan Kota Surakarta
Berdasarkan Golongan / Ruang Bulan September 2009
Golongan / Ruang Jumlah
III/b 15 III/a 15 II/c 62 II/b - II/a 9 I/c 1 I/a -
TOTAL 102 Sumber: dinas Kesehatan Kota Surakarta
lxxxvii
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah CPNS Dinas
Kesehatan Kota Surakarta bila dilihat berdasarkan golongan / ruang paling banyak
berada pada golongan / ruang II/c yaitu berjumlah 62 orang dari jumlah seluruh
CPNS Dinas Kesehatan Kota Surakarta sebanyak 102 orang.
D. Deskriptif Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta
Program Pemeliharaan Kesehatan Kesehatan Masyarakat Kota Surakarta
(PKMS) telah dilaksanakan sejak tahun anggaran 2008. tujuan umum dari
Program PKMS adalah memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh
masyarakat Surakarta sehingga mendorong tumbuhnya masyarakat yang sehat dan
produktif untuk menciptakan masyarakat Surakarta yang sejahtera.
Berdasar dari keputusan Walikota Surakarta Nomor 470/361/1/2007
tanggal 2 April 2007, jumlah warga miskin kota Surakarta sebanyak 88.474 jiwa
akan tetapi belum semua warga miskin sudah mempunyai Askeskin guna
memperoleh pelayanan kesehatan secara gratis. Oleh karena itu pada tahun 2008
APBD Kota Surakarta mengalokasikan dana PKMS sebesar 16 Milyar. Sesuai
dengan Juklak Perda Surakarta No. 8 Tahun 2007. Dana tersebut dialokasikan
65% untuk Tenaga Medis dan Paramedis, 25% untuk tenaga administrasi dan
tenaga lain, serta 10% untuk Tenaga Pembina Dinas. Dengan begitu, diharapkan
jumlah peserta PKMS dapat terus meningkat, berikut ini akan ditampilkan tabel
mengenai jumlah peserta PKMS tahun 2008.
lxxxviii
Tabel 2.7
Jumlah Peserta PKMS Tahun 2008
Jenis Kepesertaan PKMS Jumlah Peserta
Gold 3.661
Silver 142.975
TOTAL 146.636
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Surakarta
Selama tahun 2008 jumlah peserta PKMS silver :142.975 dan peserta gold
:3.661,maka Jumlah semua peserta PKMS tahun 2008 sebanyak 146.636 peserta.
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa banyak masyarakat Surakarta yang
berantusias untuk mengikuti program PKMS guna mendapatkan pelayanan
kesehatan. Adapun jenis pelayanan yang diterima antara lain Pelayanan Kesehatan
Rujukan PKMS di RS Pemerintah / Swasta (dengan MoU) meliputi : Akomodasi
rawat inap kelas III (biaya maksimal 2juta rupiah dengan menyertakan surat
rujukan dari Puskesmas); konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan
kesehatan; penunjang diagnosis; laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik;
tindakan medik kecil dan sedang; operasi sedang dan kecil; Pemberian obat sesuai
formularium rumah sakit Program ASKESKIN dan pelayanan gawat darurat.
PKMS sepenuhnya untuk menjamin seluruh layanan kesehatan, namun ada
layanan yang tidak dijamin oleh PKMS, yaitu: kacamata; intra oculer lens; alat
bantu dengar; alat bantu gerak; pelayanan penunjang diagnosis canggih; alat,
bahan, tindakan yang bertujuan untuk kosmetika; general check up; protesis gigi
tiruan; operasi jantung; rangkaian pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan dalam
upaya mendapat keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi; serta
lxxxix
jika peserta pindah kelas perawatan yang lebih tinggi. Khusus bagi peserta
pemegang Silver Card, pelayanan yang dibatasi antara lain cuci darah,
chemotherapy, dan rawat inap yang kedua dan seterusnya sebelum 1(satu) bulan
dengan kasus yang sama karena rawat inap yang pertama pulang paksa (tanpa
persetujuan dokter).
xc
BAB III
HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta
(PKMS) Tahun 2008
Implementasi program PKMS ini terdiri dari tiga tahap yaitu :
interpretasi, pengorganisasian, dan aplikasi. PKMS ini standar yang digunakan
adalah tujuan dan target yang telah dijabarkan dalam Pedoman/Petunjuk
Pelaksanaan PKMS. Dari berbagai tahap tersabut akan dijelaskan sebagai
berikut :
1. Tahap Interpretasi (Interpretation)
Kegiatan pada tahap interptetasi ini merupakan tahapan yang berisi
tentang kegiatan mengkomunikasikan kebijakan (sosialisasi) agar seluruh
masyarakat (stakeholders) dapat mengetahui dan memahami apa yang
menjadi arah, tujuan dan sasaran (kelompok sasaran) kebijakan tadi.
Sosialisasi program PKMS bertujuan untuk menjelaskan secara mudah dan
terperinci mengenai apa itu PKMS, bagaimana cara mendaftar untuk
menjadi peserta PKMS, jenis kepesertaan yang ada di PKMS, pelayanan
apa saja yang dapat diperoleh dengan kepesertaan PKMS, pelayanan
kesehatan apa saja yang tidak dapat diakses dengan menggunakan
kepesertaan PKMS, aturan apa saja yang harus dipatuhi dan ditaati dalam
memanfaatkan kepesertaan PKMS serta segala sesuatu yang berhubungan
dengan program PKMS kepada seluruh masyarakat Surakarta, terutama
xci
Rumah Tangga Miskin (RTM). Sosialisasi program PKMS mulai
dilaksanakan pada bulan November 2009. Kegiatan sosialisasi
dilaksanakan di semua tingkatan baik kota, kecamatan, maupun desa/
kalurahan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan tentang program
PKMS kepada pihak yang terlibat sehingga PKMS dapat mencapai hasil
yang optimal. Berikut ini penuturan Ibu Ida Angklaita selaku Kepala
UPTD Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat :
“Sosialisasi dilakukan dari perintah kepala SKPD ke organisasi masa di berbagai tingkat. Dari masing-masing tingkat tersebut akan disebarluaskan ke lintas sector, salah satunya melalui PKK kota, PKK kecamatan dan PKK kalurahan hingga ke tingkat PKK dasawisma. Agar hasil lebih optimal. Sosialisasi ini juga dilaksanakan dalam bentuk informal, terutama kepada rumah tangga miskin (RTM)” (Wawancara 24 April 2009).
Pernyataan di atas senada dengan yang diungkapkan oleh Ibu Heny
Nogogini selaku ketua PKK Kecamatan Laweyan sebagai berikut :
“Pada pertemuan rutin PKK bulan Januari lalu, telah dibahas tentang program PKMS. Pada waktu itu dijelaskan tentang apa itu PKMS, bagaimana cara untuk mendaftar menjadi peserta PKMS dan ketentuan-ketentuan pelayanan kesehatan apa saja yang dapat diperoleh bagi peserta PKMS. Selanjutnya informasi ini juga akan disampaikan kepada kader PKK Kalurahan untuk disebarluaskan hingga ke perkumpulan dasa wisma.” (Wawancara 28 Mei 2009).
Hal ini diperkuat dengan penuturan Ibu Mulya Darsono selaku Ketua
Pokja IV PKK Kalurahan Panularan sekaligus Ketua dasawisma RT 01 /
IV desa Begalon berikut ini.
“Penjelasan tentang program PKMS pernah kami bahas pada pertemuan PKK Kalurahan yang rutin diadakan setiap tanggal 18 dan 28, serta setiap tanggal 22 untuk PKK dasawisma. Informasi
xcii
tersebut saya dapatkan pada saat saya hadir pada pertemuan rutin PKK kecamatan.” Wawancara 29 Mei 2009.
Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa teknik
sosialisasi yang dilakukan yaitu dengan cara penyaluran ke organisasi
masa di berbagai tingkat dan dari masing-masing tingkat tersebut akan
disebarluaskan ke lintas sektor di bawahnya. Selain itu, pihak pelaksana
juga menyebarkan brosur yang berisi informasi tentang semua hal yang
berhubungan dengan PKMS, dan jenis-jenis serta ketentuan-ketentuan
pelayanan kesehatan yang dapat diakses oleh peserta PKMS.
Indikator-indikator yang ada dalam tahap interpretasi ini dijelaskan
berikut :
a. Efektivitas
Kegiatan pada tahap interpretasi yang berwujud sosialisasi
program PKMS telah dilaksanakan secara efektif dan sesuai dengan
Juklak program PKMS tahun 2008 sehingga tujuan dari sosialisasi ini
dapat tercapai. Keefektifan dari tahap sosialisai dapat dilihat apabila
target sasaran dapat mengetahui tentang program tersebut. Sosialisasi
program PKMS tidak hanya dilakukan melalui forum formal di
berbagai lintas sector dengan mengundang semua unsur masyarakat
Surakarta termasuk warga miskin, tetapi juga dilakukan melalui forum
non formal seperti kegiatan rutin arisan bapak-bapak yang ada di setiap
RT dan sosialisasi langsung ke rumah warga miskin sehingga hasil
sosialisasi dapat lebih optimal. Hal ini terbukti dengan pengetahuan
xciii
Ibu Hendro warga Kecamatan Pasar Kliwon mengenai adanya
pelaksanaan program PKMS. Berikut ini penuturannya :
“Saya tahu adanya program PKMS sewaktu saya datang ketika arisan Dasawisma di kampung saya. Pada waktu itu dijelaskan tentang pelayanan kesehatan yang dapat diperoleh warga masyarakat Solo jika menjadi peserta PKMS. Serta dijelaskan pula tata cara dan syarat-syarat mendaftar untuk menjadi peserta PKMS yaitu hanya dengan membayar Rp 1.000,00 untuk kepersertaan selama satu tahun, membawa KTP atau KK yang dilegalisir oleh ketua RT, dan pas foto ukuran 2 x 3 dua lembar. “(Wawancara 26 Mei 2009).
Hal serupa juga diungkapkan Bapak Nur Faidi warga kampung
Gandekan Tengen kecamatan Jebres berikut ini :
“Kulo ngertos program PKMS nggih saking arisan Bapak-bapak teng kampung kulo Mbak. Teng mriko Pak Mulyadi petugas saking puskesmas penumping ngendiko pelayanan nopo mawon ingkang saged digunakake manawi dados peserta PKMS.” (saya tahu program PKMS ya dari arisan bapak-bapak di kampung saya mbak, di sana Pak Mulyadi petugas dari Puskesmas penumping menjelaskan pelayanan apa saja yang dapat diperoleh jika menjadi peserta PKMS).( Wawancara 16 Juni 2009).
Akan tetapi tidak semua warga yang diundang menghadiri sosialisasi
tersebut. Ada beberapa warga yang enggan untuk datang karena
berbagai alasan, seperti penuturan Bapak Suryo warga kampung
Tegalsari kalurahan Bumi berikut ini:
“Kulo mboten dugi amargi tasih nyambut damel. Nanging kulo sampun ngertos nopo niku PKMS. Kulo saget priksa gratis wonten Puskesmas kaliyan rumah sakit.” (saya tidak datang karena masih kerja. Tapi saya sudah tahu apa itu PKMS. Saya bisa periksa gratis di Puskesmas dan rumah sakit). (Wawancara 16 April 2009)
Berdasarkan wawancara tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa tujuan dari tahap sosialisasi program ini telah tercapai karena
xciv
warga masyarakat Surakarta sudah banyak yang mengetahui tentang
program PKMS. Pelayanan kesehatan apa saja yang dapat diperoleh,
serta syarat dan tata cara untuk menjadi peserta.
b. Komunikasi
Komunikasi vertikal yang terjadi dalam tahap interpretasi ini
adalah kejelasan dalam pemberian informasi dan pemahaman
mengenai program PKMS oleh tim pelaksana kota kepada kelompok
sasaran yaitu masyarakat Surakarta. hal ini diungkapkan Bapak
Untung selaku ketua RT. 01/IV Begalon, Laweyan sebagai berikut :
“Tim sosialisasi program PKMS dari dinas kesehatan kota dulu memberi penjelasan mengenai program PKMS secara gamblang baik mengenai cara pendaftaran dan pelayanan kesehatan apa saja yang dapat dinikmati jika menjadi peserta PKMS” (Wawancara, 1 Juni 2009). Bentuk komunikasi vertikal yang lain adalah kejelasan dalam
pemberian informasi dan pemahaman mengenai program PKMS dari
tim UPTD PKMS dalam mensosialisasikan program ini kepada
kelompok – kelompok masyarakat seperti PKK dan perkumpulan rutin
lainnya di berbagai lintas sektor, seperti penuturan Ibu Aris Sudibyo
berikut :
“Pada pertemuan PKK dulu, Ibu Mulyo Darsono memberi penjelasan tentang program PKMS yang memberitahukan bagaimana tatacara untuk menaftar menjadi peserta pelayanan yang dapat diterima oleh peserta dan cara perpanjangan kepesertaan PKMS” (Wawancara 4 juni 2009). Sedangkan bentuk komunikasi horizontal tampak pada saat
UPTD PKMS berkoordinasi dengan pihak rumah sakit danPuskesmas
xcv
untuk menyelenggarakan sosialisasi program seperti penuturan Ibu Ida
Angklaita berikut :
“Untuk sosialisasi di tingkat kecamatan maupun tingkat desa, juga dilakukan oleh tum sosialisasi yang berasal dari pihak Puskesmas ataupun rumah sakit yang nantinya akan disampaikan ke perkumpulan – perkumpulan masayarakat disemua lintas sektor” (Wawancara 24 April 2009).
Komunikasi yang dilakukan pada tahap sosialisasi yaitu
komunikasi vertikal yang terjadi antara tim pelaksana kota dengan
kelompok sasaran serta antara tim UPTD PKMS kepada kelompok
sosial masyarakat dalam memberikan penjelasan informasi tentang
semua hal yang berkaitan dengan program PKMS melalui proses
sosialisasi. Bentuk komunikasi yang kedua adalah komunikasi
horisontal yang terjadi antara UPTD PKMS dengan pihak rumah sakit
dan Puskesmas dalam menyelenggarakan sosialisasi program.
Komunikasi yang dilakukan pada proses sosialisasi telah terlaksana
dengan baik. Informasi yang di sampaikan sudah tepat sasaran dan
mudah untuk dipahami.
c. Sikap Pelaksana
Dalam pelaksanaan pada tahap Interprestasi ini, dukungan yang
diberikan oleh para pelaksana program cukup positif. Hal ini
ditunjukkan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka akan
pentingnya sosialisasi program PKMS kepada warga mesyarakat
Surakarta yang menjadi sasaran dari program ini. Seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Ida Angklaita berikut ini :
xcvi
“Agar semua masyarakat mengetahui adanya program ini maka kami bersama perangkat Rumah Sakit Daerah dan Puskesmas aktif melakukan sosialisasi melalui berbagai forum. cara ini lebih efektif dan langsung sampai ke semua lapisan masyarakat, karena Informasi ini akan dirteruskan ke tingkat bawah”( Wawancara 24 April 2009). Sikap positif para pelaksana program ini juga tampak pada
ketaatan para pelaksana program untuk menyelenggarakan sosialisasi
dengan mendukung seluruh komponen mesyarakat sesuai ketentuan
dalam Juklak. Hal ini diungkapkan Ibu Ida Angklaita sebagai berikut :
“Waktu sosialisasi kami mengundang wakil – wakil masyarakat terutama para tokoh masyarakat yang aktif dalam kegiatan antara lain Kader PKK dan Kader Posyandu untuk tiap Kalurahan serta perwakilan dari Rumah Tangga Miskin. namun saat itu RTM yang hadir cuma sedikit” (Wawancara 24 April 2009) Keberhasilan proses sosialisasi tidak luput dari pemahaman
para pelaksana yang sudah menguasai materi. Semua dijelaskan pada
proses sosialisasi ini, mulai dari tata cara pendaftaran hingga
bagaimana cara mendapatkan pelayanan kesehatan dengan
memanfaatkan kepesertaan PKMS.
d. Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran
Daya tanggap kelompok sasaran dalam tahap sosialisasi ini
masih kurang. Hal ini terlihat dari rendahnya partisipasi atau
keengganan mereka untuk menghadiri sosialisasi yang diadakan oleh
Dinas Kesehatan Kota Surakarta, keengganan ini tercermin dalam
penuturan Bapak Suryo warga kampung Bumi kalurahan Bumi berikut
ini :
xcvii
“Kula sak jane nggih diundang sosialisasi PKMS, hananging kula mboten dugi. mangke langsung tumut daftar mawon, melu – melu sanesipun” (Saya sebenarnya juga diundang sosialisasi PKMS, tapi saya tidak datang, nanti langsung ikut daftar saja, ikut – ikutan yang lain). (Wawancara 16 April 2009). Hal serupa juga disampaikan olerh Bapak Sujaryanto warga
kampung Baron Kunden berikut ini :
“Kulo diundang teng sosialisasi PKMS, nanging kulo mboten teko, kadose niku meh sami program ASKESKIN, dadose kulo sak grammyangan sampun mudheng” (Saya diundang di sosialisasi PKMS, tapi saya tidak datang, sepertinya program itu hampir sama dengan program ASKESKIN, jadi kurang lebihnya saya sudah paham) (Wawancara 12 Juni 2009). Pernyataan di atas diperkuat oleh penuturan Ibu Ida Angklaita
berikut ini :
“Pada proses sosialisasi, kami membuat sekitar 200 undangan yang ditujukan untuk kader kesehatan, perwakilan penduduk tidak mampu dari berbagai kecamatan yang sebagian besar berprofesi sebagai petugas sampah. Akan tetapi perwakilan dari penduduk tidak mampu banyak yang tidak hadir”. (Wawancara 24 April 2009) Dari wawancara tersebut dapat dilihat bahwa warga yang
menjadi sasaran program ini mengetahui adanya program PKMS. akan
tetapi mereka enggan datang ke acara sosialisasi, mereka menganggap
itu hanyalah program biasa yang nantinya akan mudah dimengerti
setelah mendaftar menjadi peserta dan ketika menggunakan layanan
kesehatan tersebut.
xcviii
2. Tahap Pengorganisasian
Tahap pengorganisasian yaitu kegiatan PKMS dimulai dari studi
banding pembiayaan kesehatan ke beberapa wilayah anatara lain Boyolali,
Karanganyar, Sukoharjo dan Pati yang dilakukan dari Bulan Juni –
Agustus 2007. Seperti penuturan Ibu Ida Angklaita sebagai berikut:
“Proses implementasi sangat cepat, dimulai pada tahapan
penyusunan perubahan Perda Pelayanan Kesehatan Perda nomor 8 tahun
2007 tentang retribusi pelayanan hingga studi banding pembiayaan ke
beberapa wilayah dilakukan dari bilan Juni – Agustus 2007”. (Wawancara
24 April 2009).
Setelah studi banding selesai, selanjutnya dilakukan identifikasi
Rumah Tangga Miskin (RTM) untuk mengelompokkan masyarakat yang
layak menerima kepesertaan PKMS jenis Gold. Kartu kepesertaan jenis
gold hanya diperuntukkan bagi masyarakat Surakarta yang digolongkan
sampai penduduk miskin dan belum mempunyai asuransi kesehatan.
Kegiatan identifikasi RTM dengan menggunakan data statistik dari hasil
pendataan DKRPP – KB kota Surakarta tahun 2007. Selain itu warga yang
mendaftar menjadi peserta PKMS jenis gold juga akan ditinjau langsung
ke tempat tinggal oleh tim verifikasi dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
Hal ini dikemukakan oleh staf UPTD PKMS Bapak Didik sebagai berikut
:
“Identifikasi rumah tangga miskin dilakukan atas dasar statistik dari DKRPP – KB tahun 2007. Data itu digunakan karena dinilai valid dan sesuai dengan keadaan penduduk langsung ke rumah
xcix
warga yang mendaftar menjadi peserta PKMS jenis Gold” (Wawancara 1 Juni 2009).
Hal serupa juga dikemukakan oleh Ibu Ida Angklaita berikut ini
“Masyarakat yang mendaftar menjadi peserta PKMS jenis gold adalah masyarakat yang dinyatakan miskin oleh DKRPP – KB dan dari pihak kamipun juga akan melakukan verivikasi langsung ke rumah warga”(Wawancara 1 Juni 2009). Berdasarkan wawancara tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
proses identifikasi rumah tangga miskni tidak hanya didasarkan pada data
dari DKRPP–KB, akan tetapi tim verifikasi dari dinas Kesehatan kota
Surakarta juga akan langsung mendatangi rumah warga untuk meninjau
ulang yang sebenarnya. Hal tersebut diperkuat oleh penuturan Bapak
Warseno salah seorang warga Banjarsari yang rumahnya telah didatangi
oleh tim verifikasi Dinas Kesehatan Kota Surakarta berikut ini”
“Griya kulo sampun nate ditekani petugas sing saking dinas kesehatan. Sak derenge kulo mboten ngertos nek ajeng ditekani siji-siji tekan omahe”. (Rumah saya sudah pernah didatangi petugas yang dari dinas kesehatan. Sebelumnya saya tidak tahu kalau akan didatangi satu-satu sampai ke rumahnya). (Wawancara 6 Agustus 2009). Indikator – indikator yang ada dalam tahap pengorganisasian ini
disesuaikan sebagai berikut :
a. Efektivitas
Kegiatan pada tahap pengorganisasian yang berwujud studi
banding pembiayaan ke beberapa wilayah dan identifikasi Rumah
Tangga Miskin (RTM) guna mengelompokkan masyarakat yang layak
untuk menerima kepesertaan PKMS jenis Gold telah dilaksanakan
secara efektif dan sesuai dengan Juklak program PKMS tahun 2008
c
sehingga tujuan dari tahap pengorganisasian ini dapat tercapai.
Keefektifan tahap ini nampak pada peserta PKMS gold benar-benar
berasal dari keluarga tidak mampu. Hal ini sudah dibuktikan dengan
peninjauan ulang yang dilakukan oleh tim verifikasi.
Untuk mengidentifikasi Rumah tangga miskin UPTD PKMS
menggunakan data statistik dari hasil pendataan DKRPP – KB Kota
Surakarta tahun 2007. Data itu dipilih karena nilai cukup akurat. Selain
itu tim verifikasi akan meninjau langsung bagi warga yang
mendaftarkan kepesertaan PKMS jenis Gold. Berikut ini penuturan
bapak Didik selaku staf dari tim verifikasi.
“Kartu kepesertaan Gold diberikan kepada penduduk miskin atau mendekati miskin sesuai kriteria DKRPP – KB, akan tetapi belum masuk dalam program Jamkesmas atau Askeskin serta melalui hasil Verivikasi” (Wawancara 1 Juni 2009). Pernyataan diatas senada dengan penuturan Ibu Sundari warga
Serengan yang telah mendaftar menjadi peserta PKMS jenis Gold :
“Ngih mbak, petugas saking Dinas Kesehatan sampun nate rawuh dhateng griyo kulo kagem ninjau manai kula sak kaluwarga leres warga sing mboten mampu” (Iya mbak, petugas dari Dinas Kesehatan sudah pernah datang kerumah saya untuk meninjau langsung kalau saya sekeluarga benar-benar termasuk warga yang tidak mampu). (Wawancara 16 Juni 2009).
Hal tersebut diperkuat oleh penuturan Bapak Suryo berikut ini :
“Kulo niku leres warga sing mboten gadhah, dadose nggih kados mekaten kahananipun. Dingge urip bendinane mawon tasih kirang, dereng mangke yen pas loro. Untung enten program niki, dadose pun mboten perlu kuwatir malih. Nalika ditinjau kaliyan petugas, kulo nggih matur nopo anane”. (Saya itu benar warga yang tidak mampu, jadi ya seperti ini keadaannya. Untuk hidup setiap hari saja masih kurang, belum
ci
nanti kalau jatuh sakit. Untung ada program ini, jadi sudah tidak perlu khawatir lagi. Ketika ditinjau oleh petugas, saya ya jawab apa adanya). (Wawancara 16 April 2009) Berdasarkan wawancara tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa tujuan dari tahap pengorganisasian program PKMS telah
tercapai, karena peserta PKMS jenis Gold benar – benar sudah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan yaitu menurut kriteria DKRPP
– KB dan lolos melalui hasil Verifikasi.
b. Komunikasi
Komunikasi vertikal yang terjadi pada tahap pengorganisasian
ini adalah kejelasan kepala UPTD pemeliharaan kesehatan Masyarakat
dalam melakukan koordinasi Verifikasi kepesertaan dan pembiayaan.
Selain itu komunikasi yang terjadi antara tim verifikasi dengan warga
yang menjadi peserta PKMS jenis Gold. hal ini diungkapkan oleh Ibu
Ida Angklaita selaku kepala UPTD pemeliharaan kesehatan
masyarakat berikut :
“Peserta PKMS gold ditunjukkan bagi warga yang benar – benar mampu tetapi belum termasuk dalam program Jamkesmas, oleh karena itu perlu dilakukan peninjauan langsung ke lapangan guna membuktikan jika warga tersebut benar – benar tidak mampu, sehingga perlu diadakan keordinasi verifikasi kepesertaan agar proses verifikasi dapat berjalan sesuai dengan ketetapan” (Wawancara 24 April 2009). Komunikasi vertikal yang lain terjadi antara tim Verifikasi
dengan warga yang ditinjau rumahnya yaitu kejelasan tim verifikasi
dalam memberikan pertanyaan kepada warga yang rumahnya ditinjau.
Hal ini diungkapkan oleh Bapak Warseno selaku warga Banjarsari
cii
yang rumahnya pernah ditinjau langsung oleh tim verifikasi, berikut ini
penuturannya :
“Nggih di tengleti kathah mbak, kadosa gadhah nopo kemawon, pinten gaji pendah sasi, pengeluarane dingge nopo mawon sing saget dilayani, sedanten dipun catet kaliyan petugas sanese niku petugas nggih mriksani griyo dumugi nglebet.” (Ya ditanyai banyak mbak, seperti punya apa saja, berapa gaji tiap bulan, pengeluaranya buat apa, ketrampilan apa saja yang bisa dilakukan, semua dicatat oleh petugas. Selain itu petugas juga memeriksa rumah sampai ke dalam). (Wawancara 6 Agustus 2009). Sedangkan bentuk komunikasi horisontal terjadi antara Tim
Verifikasi dengan Pegawai DKRPP – KB dalam hal keperluan data
jumlah penduduk miskin kota Surakarta seperti yang diungkapkan oleh
Bapak Didik berikut ini :
“Kami berkoordinasi dengan DKRPP – KB untuk memperoleh data jumlah warga miskin serta menyesuaikan indikator kemiskinan apa saja yang digunakan DKRPP – KB untuk menentukan kriteria kemiskinan”. (Wawancara 16 Juni 2009) Komunikasi yang terjadi pada tahap pengorganisasian sudah
baik. Informasi yang disampaikan mudah dimengerti dan tepat sasaran.
Hal tersebut dapat terlihat ketika kejelasan pemberian informasi yang
dilakukan oleh kepala UPTD pemeliharaan kesehatan Masyarakat
dalam melakukan koordinasi Verifikasi kepesertaan dan pembiayaan
serta komunikasi antara Tim Verifikasi dengan Pegawai DKRPP – KB
dalam hal keperluan data jumlah penduduk miskin kota Surakarta.
c. Sikap Pelaksana
ciii
Pengetahuan dan pemahaman para pelaksana pada tahap
pengorganisasian sudah cukup baik. Hal ini terbukti dengan adanya
peran aktif tim verifikasi untuk meninjau langsung ke lapangan
bagaimana kondisi warga yang mendaftar menjadi peserta PKMS jenis
gold seperti yang diungkapkan oleh Bapak Didik Berikut :
“Semua tim dikerahkan untuk meninjau,hal ini dilakukan agar tidak terjadi kekeliruan dan program menjadi tepat sasaran, karena kepesertaan jenis gold hanya diperuntukkan bagi warga miskin dan belum memiliki asuransi kesehatan” (Wawancara 16 Juni 2009).
Hal tersebut diperkuat oleh penuturan Bapak Warseno berikut ini:
“Petugas dugi griyo, nopo mawon dicatet, kulo nggih ditangleti macem-macem”. (Petugas datang ke rumah, apa saja dicatat, saya juga ditanyai macam-macam). (Wawancara 6 Agustus 2009).
Pelaksana program menyadari betapa pentingnya proses
pengorganisasian, sehingga harus dilaksanakan secara tepat agar
program dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang sudah dibuat.
Hal ini disampaikan oleh Ibu Ida Angklaita sebagai berikut :
“Proses identifikasi rumah tangga miskin sangat penting untuk dilakukan. Kita harus memastikan bahwa program PKMS dapat tepat sasaran yaitu kepesertaan Gold hanya diperuntukkan bagi keluarga miskin yang belum mengikuti program asuransi kesehatan seperti Jamkesmas” (Wawancara 24 mei 2009).
Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh penuturan Ibu Sundari warga
Serengan yang rumahnya pernah ditinjau langsung oleh tim verifikasi:
“Petugas sing rawuh riyen teliti sanget. Nopo mawon ditangletke. Kulo ngantos kesel jawab.” (Petugas yang datang dulu teliti sekali. Apa saja ditanyakan. Saya sampai capek menjawab). (Wawancara 16 Juni 2009).
civ
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sikap
pelaksana pada proses pengorganisasian cukup positif. Pengetahuan,
pemahaman dan sikap aktif dari para pelaksana akan sangat
mempengaruhi keberhasilan program.
d. Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran
Pada tahap pengorganisasian kepatuhan dan daya tanggap
kelompok sasaran menunjukkan respon yang cukup baik. masyarakat
setuju dan mendukung adanya kunjungan langsung yang dilakukan
oleh tim verifikasi. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ibu Sundari
berikut :
“Kula setuju sanget petugas langsung dugi wonten griyo, kersane saget mangertos pripun kahanan sak tenane dados pun mboten saget manawi wonten sing ajeng ngapusi” (Saya setuju sekali petugas langsung datang ke rumah, supaya bisa tahu bagaimana keadaan yang sebenarnya, jadi sudah tidak bisa kalau mau curang). (Wawancara 16 Juni 2009).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Bapak Nurfaidi sebagai berikut :
“Kula mboten kaweratan menawi wonten tim langsung ingkang ninjau langsung teng griyo lan wong kahanan tiyang mboten gadhah nggih kados mekaten mbak” (Saya tidak keberatan jika ada tim yang meninjau langusng ke rumah,keadaan orang tidak punya ya seperti ini mbak) (Wawancara 1 September 2009) .
Dari wawancara tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
masyarakat bersedia dan tidak keberatan jika rumahnya ditinjau
langsung oleh Tim Verifikasi warga berpendapat bahwa peninjauan
akan sangat membantu mengidentifikasi warga miskin, agar program
dapat berjalan efektif dan tepat sasaran.
cv
3. Tahap Aplikasi
Tahap aplikasi merupakan tahap penerapan Perda Surakarta No. 8
Tahun 2007 Tentang Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Surakarta (PKMS) kedalam realitas nyata. Tahap ini diawali dengan
pendaftaran peserta program PKMS yang dimulai dibuka pada tanggal 2
Januari 2008 di unit pelayanan terpadu (UPT) di kompleks balaikota
Surakarta. Pendaftaran bisa dilakukan setiap saat dan tidak hanya sehari
atau dua hari. Hal ini diharapkan agar masyarakat Surakarta dapat
memanfaatkan kesempatan untuk memperoleh kartu kesehatan. Berikut ini
penuturan Ibu Ida Angklaita :
“Kami sudah membuka pendaftaran dari 2 Januari 2008, dan sampai sekarang pun kami juga melayani warga yang ingin mendaftar, perlu diketahui PKMS tidak hanya untuk masyarakat miskin saja, namun untuk semua masyarakat Solo yang berminat akan diberikan syarat mendaftar, warga cukup membawa fotocopy kartu tanda penduduk atau kartu keluarga, pas foto ukuran 2x3 dua lembar dan akan dikenai ganti cetak kartu sebesar seribu rupiah untuk warga biasa dengan keanggotaan PKMS silver, serta gratis bagi warga miskin untuk keaggotaan PKMS gold” (Wawancara 24 Mei 2009).
Hal tersebut sanada dengan penuturan Bapak Nur Faidi sebagai berikut:
“Nalika kulo daftar PKMS, namung diken mbeto fotocopy KTP kaliyan fotocopy KK, foto, kalih bayar sewu rupiah saben anggota”. (Ketika saya mendaftar PKMS, hanya disuruh membawa fotocopy KTP dan fotocopy KK, foto, dan membayar ser ibu rupiah untuk satu anggota). (Wawancara 1September 2009). Untuk menjaga mutu pelaksanaan kagiatan agar berhasil dan
optimal maka perlu dilakukan pengendalian program kegiatan. Program
meliputi beberapa aspek kegiatan yaitu pelaporan,kegiatan dan pembinaan
cvi
tehnis. Kegiatan PKMS dilaporkan melalui jalur stuktural dan fungsional.
Pelaporan struktural dilakukan oleh kepala SKPD kepada walikota yang
dilakukan tiap tahun. Sedangkan pelaporan fungsional dilakukan oleh
Puskesmas maupun rumah sakit kepada kepala SKPD. Pengawasan
kegiatan program PKMS dilakukan oleh UPTD bersama masyarakat.
Selain itu untuk mendukung pelaksanaan PKMS maka diperlukan
pembinaan teknis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Surakarta
melalui UPTD Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.
Indikator – indikator yang ada dalam tahap aplikasi ini dijelaskan
sebagai berikut :
a. Efektivitas
Kegiatan pada tahap aplikasi yaitu tahap penerapan rencana
yang telah dibuat kedalam realitas nyata pelaksanannya masih kurang
efektif, karena ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan rencana yang
telah dibuat. Ada beberapa kendala pada proses implementasinya. Hal
ini seperti yang diungkapkan oleh Ibu Ida Angklaita berikut :
“Pada implementasi tahun lalu sudah berjalan sebagaimana mestinya, walaupun ada sedikit kendala yang seperti pendaftar ber-KTP baru yang sebenarnya berasal dari luar kota solo, belum semua faham mekanisme pelayanan PKMS dan kontrol rawat inap antar rumah sakit yang belum optimal”. (Wawancara 24 Mei 2009). Pernyataan diatas diperkuat oleh penuturan Ibu Sukardi
Pegawai Rumah Sakit Dr. Moewardi Jebres berikut ini :
“Pernah ada pasien yang nakal dalam memanfaatkan kepesertaan PKMS pemegang kartu akan dilayani dengan biaya maksimal dua juta, selebihnya dari itu akan dibebanka ke
cvii
pasien. Akan tetapi pernah ada pasien yang pindah rumah sakit ketika anggranannya hampir mencapai dua juta. hal itu dilakukan agar pasien terbebas dari biaya rumah sakit, kurangnya kontrol rawat inap antar rumah sakit dapat memungkinkan hal ini terulang lagi”. (Wawancara 30 Oktober 2009). Hal lain juga diungkapkan oleh Ibu dr. Siti Wahyuningsih
M..Kes selaku kepala Dinas Kesehatan kota Surakarta berikut ini :
“Banyak ditemui pendaftar berKTP baru, sehingga terjadi perpindahan warga dari luar kota Surakarta hanya untuk mendapatkan pengobatan gratis”. (Wawancara 24 April 2009). Dari wawancara diatas dapat diketahui bahwa pelaksanan dari
tahap aplikasi belum efektif, karena belum sesuai dengan Juklak /
Juknis yang telah dibuat. Banyaknya pendaftar yang berasal dari luar
kota Surakarta yang menggunakan KTP baru, menyababkan program
ini jadi tidak tepat sasaran.
b. Komunikasi
Komunikasi vertikal yang terjadi pada tahap aplikasi laporan
dari kepala SKPD kepada walikota yang dilakukan setiap tahun dan
laporan bulanan tentang jumlah peserta PKMS dari UPT ke Walikota
dengan tembusan dinas Kesehatan kota. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Ida Angklaita berukut ini :
“Setiap tahun SKPD membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan PKMS selama satu tahun kepada walikota, selain itu UPT juga melaporkan jumlah peserta PKMS setiap bulan ke Walikota dengan tembusan Dinas Kesehatan Kota” . (Wawancara 16 April 2009).
cviii
Hal di atas juga diperkuat oleh penuturan Ibu dr. Siti
Wahyuningsih M..Kes selaku kepala Dinas Kesehatan kota Surakarta
berikut ini:
“Setiap bulan UPT Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat rutin melaporkan jumlah peserta PKMS kepada walikota disertai tembusan dari Dinas Keshatan Kota”. (Wawancara 24 April 2009). Bentuk komunikasi vertikal lainnya adalah penagihan klaim
yang dilakukan oleh Puskesmas maupun Rumah sakit kepada kepala
SKPD. Berikut ini penuturan Ibu Sukardi, Pegawai rumah Sakit Dr.
Moewardi :
“Pembayaran terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit yang di tunjuk, dilaksanakan melalui penagihan klaim. Adapun prosedur penagihan klaim antara lain rumah sakit mengajukan klaim ke Dinas Kesehatan kota dengan melampirkan surat pengantar dan bukti pendukung pelayanan yang telah dilakukan rumah sakit”. (Wawancara 30 Oktober 2009). Sedangkan komunikasi horisontal terjadi antara UPTD
Puskesmas dan UPTD Rumah sakit Daerah dengan UPTD Instansi
Farmasi kota Surakarta dalam hal pemenuhan kebutuhan obat generik.
seperti penuturan Ibu Ida Angklaita berukut ini :
“Untuk mengetahui kebutuhan obat generik di UPTD Puskesmas dan UPTD Rumah sakit Daerah akan didistribusikan melalui UPTD instansi lain farmasi kota Surakarta, berdasarkan permintaan UPTD dan permintaan UPTD rumah sakit dengan format laporan sesuai ketentuan, apabila terjadi peresepan diluar ketentuan formularium obat maka pihak puskesmas atau Rumah sakit bertanggung jawab untuk menanggung selisih harga”. (Wawancara 24 April 2008). Selain itu horisontal juga terjadi ketika pembinaan teknis yang
diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Surakarta melalui UPTD PKMS
cix
ke UPTD Puskesmas dan UPTD rumah sakit Daerah. Berikut ini
penuturan Ibu Ida Angklaita :
“Pembinaan teknis dilakukan secara rutin dan berkala setiap triwulan dan akan diadakan pembinaan khusus yang dapat diselenggarakan sewaktu – waktu ketika ada intruksi panting dan mendadak”. (Wawancara 1 Juni 2009).
c. Sikap Pelaksana
Pengetahuan dan pemahaman para pelaksana pada tahap
aplikasi sudah baik, akan tetapi fasilitas yang kurang memadahi sedikit
menghambat kinerja dari pelaksanaan tahap ini. Salah satu kendalanya
adalah kurang optimalnya kontrol rawat inap antar rumah sakit seperti
yang diungkapkan oleh Ibu Sukardi berikut :
“Kurangnya kontrol rawat inap antar rumah sakit bisa membuat pasien dengan mudah pindah rumah sakit sebelum anggarannya mencapai dua juta rupiah. Hal ini dapat dicegah bila pemerintah membuat sistem online antar rumah sskit, sehingga dapat diketahui pasien yang masuk dan keluar rumah sakit secara langsung diberbagai rumah sakit”. (Wawancara 3 Oktober 2009). Disisi lain banyak pasien PKMS yang mengeluhkan tentang
pelayanan yang diterima berbeda dengan pasien lain yang tidak
menggunakan kepesertaan PKMS. Pasien peserta PKMS merasa
ditelantarkan ketika mereka ingin berobat di rumah sakit. Para perawat
biasanya hanya memandang sebelah mata pasien yang menggunakan
kepesertaan PKMS. Berikut ini penuturan Ibu Sundari, warga
Serengan salah satu peserta PKMS yang pernah berobat di RS Dr.
Moewardi Jebres.
cx
“Kula sampun nate mondok teng Jebres,pas mlebet mboten enggal dilayani, kalih jam kula neggo nembe angsal kamar, Ingkang ngrawat malah kados dingge praktek” (Saya pernah Opname/rawat inap di Jebres, waktu masuk tidak segera dilayani, dua jam saya menunggu baru dapat kamar yang merawat seperti dibuat praktek). (Wawancara 28 Agustus 2009).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Nur Faidi berikut ini :
“Rumaos kulo nggih benten mbak, kula piyambak pun maklumi, la sedantene gratis, ngihmboten sami kalian sing mbayar. kula sampun nate naliko mreksaake buk’e, di dhawuhi ngentosi giliran ngantos dangu, ingkang diriyenke sing mboten ngakem kartu” (Menurt saya ya beda mbak, saya sendiri sudah memaklumi, la semuanya gratis. ya tidak sama dengan yang mayar, Saya sudah pernah memeriksakan Ibu’e(istrinya) disuruh menunggu giliran sampai lama, yang didahulukan yang tidak memakai kartu). (Wawancara 16 Juni 2009) Dari wawancara diatas dapat diketahui bahwa peserta PKMS
kurang mendapat pelayanan yang baik seperti sebagaimana mestinya.
akan tetapi ketika ditinjau dari pendapat pegawai rumah sakit dan
Puskesmas, pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan prosedur,
seperti penuturan Ibu Sukardi, pegawai RS Dr. Moewardi Jebres
berikut ini :
“Kami melayani pasien PKMS sudah sesuai ketentuan. Hanya saja masih banyak pasien yang belum faham tentang tata cara untuk mendapatkan pelayanan dengan menggunakan kepesertaan PKMS”. (Wawancara 30 Oktober 2009). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Ibu Ris Widarsih
pegawai Puskesmas Penumpoing berikut :
“Banyak Pasien yang menggunakan kepesertaan PKMS langsung menuju rumah sakit tanpa disertai surat rujukan daari Puskesmas sehingga keluarga pasien baru mencari surat rujukan ke Puskesmas setelah pasien dibawa ke rumah sakit.
cxi
Jadi pasien harus balik pemeriksaan ke Puskesmas setempat untuk mendapatkan surat rujukan. Selain itu banyak pasien yang mempunyai kepesertaan PKMS silver ingin menikmati layanan sama seperti pasien yang mempunyai kepesertaan jenis gold, salah satu contohnmya pasien PKMS silver hanya dapat memperoleh pelayanan cuci darah maksimal enam kali dalam setahun sedangkan pasien PKMS gold pelayanan cuci darah 100% dibiayai. Sehingga jika pasien silver ingin memperoleh pelayanan seperti PKMS glod maka harus mengurus penggantian kepesertaan terlebih dahulu”. (Wawancara 9 Oktober 2009). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi selisih
faham antara pelaksanaan program dengan peserta. Banyak peserta
yang kurang mengerti mekanisme untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dengan menggunakan kepesertaan PKMS.
d. Kepatuhan dan daya tangap kelompok sasaran
Pada tahap aplikasi kebutuhan dan daya tangkap kelompok
sasaran sudah cukup baik. Hal ini terbukti dengan banyaknya pasien
yang sudah memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan menggunakan
kepesertaan PKMS. Masyarakat sangat antusias dengan adanya
program ini, karena meraka dapat memperoleh pelayanan kesehatan
secara gratis seperti yang diungkapkan oleh Ibu Sri Sugiarti warga
Semanggi, Pasar Kliwon berikut ini :
“Dulu waktu Askeskin hanya dibatasi lima orang dalam satu keluarga sehingga anak saya tidak bisa ikut. karena itu sekarang saya mendaftarkan dua anak saya termasuk cucu saya supaya bisa ikut PKMS. kalau ada kartu ASKSKIN atau PKMS saat sakit kami tidak khawatir”. (Wawancara 21 Agustus 2009).
cxii
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Suprapti warga Panularan,
Laweyan berikut :
“Wiwit kulo tumut PKMS, prikso nopo mawon teng Puskesmas gratis, mboten diken mbayar nopo – nopo. ngih tasih angsal obat” (Sejak saya ikut PKMS, periksa apa saja di Puskesmas gratis, tidak disuruh bayar apa – apa dan juga masih dapat obat) (Wawancara 2 September 2009). Dari kedua pendapat diatas dapat dilihat bahwa masyarakat
menerima dengan senang hati program PKMS karena banyak
masyarakat yang belum ikut program asuransi kesehatan. dengan
adanya program PKMS masyarakat dapat menikmati pelayanan
kesehatan secara geratis. Hal itu juga dukuatkan oleh pendapat Ibu Ris
Widarsih, pegawai Puskesmas Penumping sebagai berikut :
“Sejak adanya PKMS jumlah pasien di Puskesmas ini mengalami peningkatan banyak masyarakat yang berantusias untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan secara gratis melalui kepesertaan PKMS”. (Wawancara 9 Oktober 2009). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepatuhan dan
daya tanggap kelompok sasaran telah berjalan dengan baik. Banyak
masyarakat yang berantusias dalam menggunakan pelayanan kesehatan
dengan kepesertaan PKMS.
cxiii
B. Evaluasi Implementasi Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Surakarta (PKMS) Tahun 2008
Secara umum implementasi Perda nomor 8 tahun 2007 tentang
program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) tahun 2008
jika dibandingkan dengan Juklak maka nampak bahwa semua tahap kegiatan
dari tahap Interpretasi, tahap pengorganisasian maupun tahap aplikasi dapat
terlaksana sesuai dengan rencana semula. Dari semua indikator yang dipilih
baik dari efektivitas ( diadopsi dari Sabatier dan Mazmanian), komunikasi
(diadopsi dari Van Meter Horn, Grindle, dan Edward III), sikap pelaksana
(diadopsi dari Van Meter dan Horn, Grindle, Sabatier dan Mazmanian,
Edward III, dan Smith), serta kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran
(diadopsi dari Grindle dan Smith) ternyata dalam konteks implementasi Perda
nomor 8 tahun 2007 tentang program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Surakarta (PKMS) tahun 2008, teori tersebut berlaku.
Keberhasilan implementasi Perda nomor 8 tahun 2007 tentang
program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) tahun 2008
dipengaruhi oleh :
a. Efektivitas ( diadopsi dari Sabatier dan Mazmanian)
Keberhasilan implementasi Perda nomor 8 tahun 2007 tentang program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) tahun 2008 dapat
dilihat dari kesesuaian pencapaian tujuan dengan petunjuk pelaksanaan
yang telah dibuat. Dalam implementasi program PKMS, efektivitas dapat
dilihat disemua tahap kegiatan. Pada tahap interpretasi efektivitas
cxiv
ditunjukkan dengan banyaknya target sasaran yang mengetahui adanya
program PKMS. Pada tahap pengorganisasian efektivitas dibuktikan
bahwa peserta PKMS jenis Gold benar – benar sudah sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan yaitu menurut kriteria DKRPP – KB dan
lolos melalui hasil Verifikasi. Sedangkan pada tahap aplikasi, pelaksanaan
program PKMS belum cukup efektif, karena belum sesuai dengan Juklak /
Juknis yang telah dibuat. Banyaknya pendaftar yang berasal dari luar kota
Surakarta yang menggunakan KTP baru, menyababkan program ini jadi
tidak tepat sasaran, serta kurangnya kontrol rawat inap antar rumah sakit
menjadikan pasien peserta PKMS mudah untuk berbuat curang.
b. Komunikasi (diadopsi dari Van Meter Horn, Grindle, dan Edward III)
Komunikasi vertikal dilihat dari kejelasan pelaksana dalam memberikan
perintah, arahan, dan petunjuk pelaksanaan PKMS pada kelompok
sasaran, serta kesempatan kelompok sasaran untuk menyampaikan
permasalahan dan usul yang menyangkut pelaksanaan PKMS. Sedangkan
komunikasi horisontal dilihat dari koordinasi antar Puskesmas dan RSD
kota Surakarta.
c. Sikap pelaksana (diadopsi dari Van Meter dan Horn, Grindle, Sabatier
dan Mazmanian, Edward III, dan Smith)
Pada implementasi Perda nomor 8 tahun 2007 tentang program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) tahun 2008 sikap
pelaksana dapat dilihat dari pengetahuan UPTD Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat, pihak Puskesmas dan rumah sakit terhadap tujuan PKMS,
cxv
serta ketaatan pelaksana untuk mematuhi prosedur dan ketentuan yang
berlaku.
d. Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran (diadopsi dari Grindle dan
Smith)
Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran sangat
berpengaruh pada keefektifan pelaksanaan kebijakan. Karena semakin
banyak kelompok sasaran yang ikut berpartisipasi, maka tujuan program
akan cepat tercapai. Kepatuhan disini berupa kepatuhan kelompok sasaran,
khususnya masyarakat Surakarta yang mendaftar menjadi anggota PKMS
terhadap aturan dan prosedur yang ada. Sedangkan daya tanggap berupa
partisipasi kelompok sasaran dala pelaksanaan program. Kepatuhan dan
daya tanggap kelompok sasaran ini dapat dilihat dari partisipasi kelompok
sasaran PKMS untuk mendaftar menjadi anggota PKMS dan kepatuhan
kelompok sasaran ketika memperoleh pelayanan kesehatan.
cxvi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di kota Surakarta dapat
disimpulkan bahwa implementasi Perda Surakarta No.8 Tahun 2007 tentang
program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) tahun 2008
telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan. Hal ini terjadi karena
adanya komunikasi yang baik dan sikap positif dari para pelaksana program,
serta kepatuhan pelaksana dan daya tanggap kelompok sasaran dalam setiap
tahapan kegiatan.
Implementasi Perda Surakarta No.8 Tahun 2007 tentang program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) dilaksanakan dalam
tiga tahap yaitu tahap interpretasi, tahap pengorganisasian, dan tahap aplikasi.
Tahap interpretasi program PKMS telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan. Hal ini karena adanya sikap positif dari para pelaksana yang
tampak pada kemampuan dan kesediaan mereka untuk melakukan sosialisasi
program PKMS baik secara formal maupun non formal melalui penyaluran
informasi tentang program PKMS ke organisasi masa diberbagai tingkat, dan
dari masing-masing tingkat tersebut akan disebarluaskan ke lintas sector
dibawahnya. Selain itu, pihak pelaksanan juga membagikan brosur yang berisi
tentang semua hal mengenai PKMS sehingga hasil sosialisasi lebih optimal.
cxvii
Begitu pula dengan tahap pengorganisasian secara umum mulai
dari studi banding pembiayaan kesehatan ke beberapa wilayah antara lain
Boyolali, Karanganyar, Sukoharjo, dan Pati yang dilakukan dari bulan Juli –
Agustus 2007, serta identifikasi Rumah Tangga Miskin (RTM) untuk
mengelompokkan masyarakat yang layak menerima kepesertaan jenis gold.
Kartu kepesertaan jenis gold hanya diperuntukkan bagi masyarakat Surakarta
yang digolongkan sebagai penduduk miskin yang belum mempunyai asuransi
kesehatan dan lolos melalui tinjauan langsung oleh tim verifikasi.
Sedangkan dalam tahap aplikasi, diawali dengan pendaftaran
peserta program PKMS yang dimulai tanggal 2 Januari 2008 di Unit
Pelayanan Terpadu (UPT) di kompleks balaikota Surakarta, serta
pengendalian program yang meliputi beberapa aspek kegiatan yaitu pelaporan
kegiatan dan pembinaan tehnis juga telah dilaksanakan sesuai dengan
petunjuk pelaksanaan dan berjalan lancar meskipun ada hal – hal yang
menghambat. Hal-hal yang tidak sesuai dalam Juklak antara lain banyak
ditemui pendaftar berKTP baru yang sebenarnya berasal dari luar kota
Surakarta serta proses peleyanan yang kurang optimal karena belum semua
peserta (masyarakat Surakarta) faham mekanisme pelayanan PKMS.
Penelitian evaluasi implementasi Perda Surakarta No.8 Tahun 2007
tentang program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS)
tahun 2008 menggunakan beberapa indikator yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
cxviii
1. Efektivitas ( diadopsi dari Sabatier dan Mazmanian)
Dalam implementasi Perda nomor 8 tahun 2007 tentang program
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) tahun 2008 telah
berjalan sesuai dengan Juklak program PKMS yang telah dibuat sebelumnya.
2. Komunikasi (diadopsi dari Van Meter Horn, Grindle, dan Edward III)
Terkait dengan implementasi Perda nomor 8 tahun 2007 tentang
program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS) tahun 2008
komunikasi yang terjadi pada pelaksanaan program ini yaitu kejelasan
pelaksana dalam memberikan perintah, arahan dan petunjuk pelaksanaan
program PKMS kepada kelompok sasaran, kesempatan kelompok sasaran
untuk menyampaikan permasalahan dan usul yang menyangkut pelaksanaan
PKMS, serta koordinasi antar Puskesmas dan RSD kota Surakarta.
3. Sikap pelaksana (diadopsi dari Van Meter dan Horn, Grindle, Sabatier dan
Mazmanian, Edward III, dan Smith)
Proses implementasi juga sangat ditentukan oleh pemahaman,
pengetahuan, dan ketaatan aparat pelaksana tehadap tujuan kebijakan.
Implementasi kebijakan yang berhasil harus diikuti oleh kesadaran terhadap
kebijakan tersebut secara menyeluruh. Dalam pelaksanaan PKMS, sikap
pelaksana terlihat dari pemahaman dan pengetahuan para pelaksana yang
cukup mendalam terhadap tujuan PKMS serta ketaatan pelaksana untuk
mematuhi prosedur dan ketentuan yang berlaku.
4. Kepatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran (diadopsi dari Grindle dan
Smith)
cxix
Kapatuhan dan daya tanggap kelompok sasaran sangat berpengaruh pada
keefektifan implementasi. Pada penelitian ini nampak pada partisipasi
kelompok sasaran untuk mendaftar menjadi peserta PKMS dan kepatuhan
kelompok sasaran ketika memperoleh pelayanan kesehatan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai
sumbangsih penulisan terhadap upaya peningkatan pelaksanaan program
PKMS yaitu:
1. Pengawasan / control terhadap pelayanan pendaftaran khususnya pada hal
pemeriksaan KTP. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi perpindahan
penduduk dari luar kota Surakarta untuk mendapatkan pengobatan gratis.
2. perlunya upaya peningkatan sosialisasi kepada masyarakat ( missal dengan
pembagian sembako) untuk memperluas jangkauan PKMS.
3. Peningkatan koordinasi dengan pihak terkait (yaitu Rumah Sakit).
Misalnya dengan sistem on line untuk mengurangi kecurangan peserta
dalam menggunakan pelayanan paket PKMS.
cxx
DAFTAR PUSTAKA
Bagong Suyanto.1995. Perangkap Kemiskinan, Problem dan Strategi Pengentasannya. Surabaya : Airlangga University Press
Budi Winarno.2008. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
Pressindo Fadillah Putra.2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik. Surabaya:
Pustaka Pelajar Offset H.B. Sutopo.2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press Joko Widodo.2008. Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis
Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayu Media Publishing Mohammad Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Pal, Leslie A.1988. Public Policy Analysis.New York: Metheun Publication Pariatra Wesrta.1983. Managemen Pembangunan Daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia Riant Nugroho. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Samodra Wibawa dkk.1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada Soewarno Handayaningrat.1986. Pengantar Studi Ilmu Administrasi. Jakarta:
Gunung Agung
cxxi
Solichin A. Wahab.2005. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Subarsono.2008. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Yulius Slamet.2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: UNS Press Sumber Lain: Nassera Toati.2007. Journal of Health Care Policy Vol. 2 No.3 Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 2007
Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 7 Tahun 1990 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan
Paolo Marchiori Buss.2007. Journal of Public Health Policy Vol. 28 No. 1 http://64.203.71.11/kompas-cetak/0801/03/jateng/64802.htm