evaluasi kekuatan struktur gedung telkomsel …lib.unnes.ac.id/36211/1/5113412071_optimized.pdf ·...
TRANSCRIPT
EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR GEDUNG
TELKOMSEL SEMARANG BERDASARKAN
SNI GEMPA 1726:2012 DAN SNI BETON
STRUKTURAL 2847:2013
Skripsi
diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Program Studi Teknik Sipil S1
Oleh
Wirawan Suryo Prabowo NIM. 5113412071
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Kesuksesan adalah buah dari suatu usaha yang diulang hari demi hari. (Wirawan
Suryo Prabowo)
Untuk menjadi sukses bukanlah hal yang instan. Sukses butuh yang namanya usaha.
Setiap usaha kecil yang dilakukan harus dengan sepenuh hati, dan jangan pernah
berhenti sebelum kamu mencapai tujuanmu.
PERSEMBAHAN:
Puji syukur kepada Allah SWT. Atas segala nikmat dan karunia-Nya telah
memberikan kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam penyelesaian Skripsi ini.
Dengan bahagia saya ucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu dan Bapak tercinta, Ibu Sri Kusmiati dan Bapak Maskhud yang telah
memberikan dukungan moril maupun materi dan doa yang tiada henti untuk
kesuksesan saya. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Ibu
Bapak bahagia,
2. Kakakku tersayang, Enda Cahya Mestikaningsih dan Ertiana Dwi khasanti.
Terimakasih atas semangat, dukungan dan doa kalian selama ini.
3. Dosen Pembimbing Skripsi, Ibu Endah Kanti Pangestuti,S.T.,M.T. terima
kasih untuk bimbingan, nasehat dan kesabaran selama proses penyusunan
Skripsi ini.
4. Dosen Penguji, Ibu Dr.Rini Kusumawardani,S.T.,M.T.,M.Sc. dan Bapak
Aris Widodo, S.Pd., M.T. terima kasih untuk bimbingan, nasehat dan
kesabaran selama proses penyusunan Skripsi ini.
vi
5. Dosen wali, Bapak Hanggoro Tri Cahyo, S.T., M.T dan seluruh Dosen
pengajar di Jurusan Teknik sipil UNNES, terima kasih untuk ilmu yang
diajarkan.
6. Partner dan sahabat terbaik Efa Setiati Farahdina, terima kasih sudah
memberikan semangat dan mendoakan tanpa henti, tetap menjadi partner
dan sahabat selamanya.
7. Sahabat dan teman-teman Teknik Sipil Unnes 2012, Teknik Sipil Unnes
2013, dan Teknik Sipil Unnes 2014. Terima kasih canda tawa dan
perjuangan yang telah kita lewati bersama.
8. Teman-teman dan semua pihak yang membantu dan mendoakan dalam
menyelesaikan Skripsi ini.
vii
ABSTRAK
Wirawan Suryo Prabowo. 2019. “Evaluasi Kekuatan Struktur Gedung Telkomsel
Berdasarkan SNI Gempa 1726:2012 dan SNI Beton Struktural 2847:2013”.
Pembimbing : Endah Kanti Pangestuti, S.T., M.T. Program Studi Teknik Sipil, S1.
Gedung Kantor Telkomsel Semarang merupakan gedung tingkat menengah yang
terdiri dari 7 lantai dengan ketinggian mencapai 31,1 meter, sehingga dalam
perencanaan struktur gedung ini dirancang harus kuat terhadap pembebanan yang
terjadi termasuk beban gempa agar gedung memenuhi persyaratan kekuatan dan
kekakuan struktur. Sebelumnya gedung telah dirancang menggunakan peraturan
lama yaitu Standar Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung, SNI-03- 2847-2003 dan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan Gedung, SNI.03-1726-2002. Sehingga, Skripsi ini bertujuan untuk
mengevaluasi struktur gedung tersebut dengan melakukan pendesainan ulang
berdasarkan SNI 1726:2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk
struktur bangunan dan SNI 2847:2013 tentang Persyaratan beton struktural yang
digunakan untuk bangunan. Analisis gempa menggunakan Dinamik Respon
Spektrum dan Analisis Statik Ekuivalen dengan Sistem Ganda (Dual System) yaitu
SRPMK (Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus) dan Dinding Geser (Shear
Wall). Berdasarkan hasil simulasi struktur, maka struktur utama memerlukan
perkuatan agar mampu menahan beban-beban yang diterima oleh struktur. Hasil
analisis struktur berdasarkan standard yang digunakan diperoleh bahwa beberapa
bagian elemen balok memerlukan perkuatan dengan pembesaran luasan
penampang.
Kata kunci : Gedung, Evaluasi, Tahan Gempa, , Sistem Ganda, Shear Wall
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan
mengharapkan ridho yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Evaluasi Kekuatan Struktur Gedung
Telkomsel Berdasarkan SNI Gempa 1726:2012 dan SNI Beton Struktural
2847:2013”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan meraih gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi S1 Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang.
Sholawat dan salam disampaikan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW,
mudah-mudahan kita semua mendapatkan safaat-Nya di yaumil akhir nanti.
Aamiin.
Penyelesaian Skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih serta
penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri atas
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh studi di
Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Nur Qudus, M.T., Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
3. Aris Widodo, S.Pd.,M.T., Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri
Semarang.
4. Dr. Rini Kusumawardani, S.T., M.T., M.Sc., Ketua Program Studi Teknik
Sipil Universitas Negeri Semarang.
5. Endah Kanti Pangestuti, S.T.,M.T. selaku dosen pembimbing yang penuh
kesabaran dalam membimbing, memberikan masukan, arahan serta
motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.
6. Dr. Rini Kusumawardani, S.T., M.T., M.Sc. dan Aris Widodo, S.Pd.,M.T.,
Selaku penguji sidang Skripsi yang telah memberikan saran dan masukan
dalam perbaikan Skripsi.
7. Hanggoro Tri Cahyo, S.T.,M.T, selaku Dosen Wali
8. Semua dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan bekal pengetahuan yang beharga.
ix
9. Berbagai pihak yang telah memberikan bantuan untuk tugas akhir ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
sebagai bekal untuk pengembangan di masa mendatang.
Semarang, Agustus 2019
Penulis
x
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
PERNYATAAN KEASLIAN iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN v
ABSTRAK viii
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR GAMBAR xvii
DAFTAR LAMPIRAN xix
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan dan Manfaat 2
1.4 Batasan Masalah 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1. Perbandinagn Spektra Desain Beberapa Kota Besar di Indonesia 5
2.2. Perbandingan Hasil Perancangan Antara Standar Lama dan Standar
Baru 6
2.3. Pembebanan dan Kombinasi 7
2.3.1. Beban Mati (Dead Load) 7
2.3.2. Beban Hidup (Live Load) 8
2.3.3. Beban Angin 9
2.3.4. Beban Gempa 10
2.3.4.1. Menentukan Faktor Keutamaan (Ie) dan Kategori Risiko
Struktur Bangunan (I – IV) 14
xi
2.3.4.2. Klasifikasi Situs (SA – SF) 16
2.3.4.3. Penentuan Nilai Respons Spektral 18
2.3.4.4. Penentuan Kategori Desain Seismik (A – D) 19
2.3.4.5. Pemilihan Sistem Struktur dan Parameter Sistem
(R, Cd, Ω0) 20
2.3.4.6. Batasan Perioda Fundamental Struktur (T) 21
2.3.4.7. Gaya Geser Dasar Seismik 23
2.3.4.8. Penentuan Simpangan antar Lantai 24
2.3.5. Kombinasi Pembebanan 26
2.4. Perancangan Tulangan Balok 27
2.4.1. Persyaratan Dimensi Balok 27
2.4.2. Persyaratan Tulangan Lentur 28
2.4.3. Persyaratan Tulangan Transversal 29
2.4.4. Persyaratan Kekuatan Geser Balok 30
2.5. Perancangan Tulangan Kolom 31
2.5.1. Persyaratan Dimensi Kolom 31
2.5.2. Perencanaan Lentur Kolom 32
2.5.3. Persyaratan Tulangan Lentur 32
2.5.4. Persyaratan Tulangan Transversal 33
2.6. Analisis Hubungan Balok-Kolom (Joint) 33
2.6.1. Persyaratan Joint Rangka Momen Khusus 34
2.6.2. Kekuatan Geser 35
xii
2.7. Prosedur Pendesainan Fondasi 37
2.7.1. Kapasitas Tiang Tunggal Berdasarkan Data N-SPT 38
2.7.2. Kapasitas Tiang Tunggal Berdasarkan Data Sondir 39
2.7.3. Kapasitas Tiang Kelompok (Pijin) 40
2.7.4. Distribusi Beban Struktur Atas ke Kelompok Tiang 40
BAB III. METODE PERENCANAAN 42
3.1. Bagan Alir Desain Struktur 42
3.2. Pengumpulan Data 45
3.2.1. Gambar Perencanaan 45
3.2.2. Data Mutu Beton dan Baja 50
3.2.3. Data Penyelidikan Tanah 51
3.2.4. Literatur Perencanaan 53
3.3. Penentuan Beban Mati dan Beban Hidup 53
3.3.1. Beban Mati Pada Plat Lantai 54
3.3.2. Beban Mati Pada Plat Atap 55
3.3.3. Beban Mati Pada Balok 55
3.3.4. Beban Hidup 55
3.4. Penentuan Beban Gempa 56
3.4.1. Menentukan Faktor Keutamaan (Ie) dan Kategori Resiko
Struktur Bangunan (I-IV) 56
3.4.2. Klasifikasi Situs (SA – SF) 58
3.4.3. Penentuan Nilai Respons Spektral 61
3.4.4. Penentuan Kategori Desain Seismik (A – D) 63
3.4.5. Pemilihan Sistem Struktur dan Parameter Sistem
(R, Cd, Ω0) 64
3.4.6. Batasan Perioda Fundamental Struktur 66
3.4.7. Koefisien Respons Seismik 67
3.4.8. Beban Gesr Dasar Struktur 68
3.5. Pembahasan Hasil 69
xiii
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 70
4.1.Pemodelan Struktur 70
4.2. Analisis Struktur 71
4.2.1. Analisis Beban Gempa 71
4.2.1.1. Menentukan Kategori Resiko Struktur Banunan dan
Faktor Keutamaan …………………………………………………...71
4.2.1.2. Menentukan Kelas Situs 71
4.2.1.3. Menentukan Nilai Respons Spektral 72
4.2.1.4. Menentukan Spektrum Respons Desain 74
4.2.1.5. Menentukan Kategori Desain Seismik 76
4.2.1.6. Menghitung Perioda Fundamental Struktur 77
4.2.2. Gempa Dinamik Respons Spektrum 81
4.2.2.1.Input Respons Spektrum Gempa Rencana………………….. 82
4.2.2.2.Menentukan Tipe Analisis Ragam Respons Spektrum 84
4.2.2.3. Kontrol Partisipasi Massa 84
4.2.2.4.Gaya Geser Dasar Nominal, V (Base Shear) 85
4.2.2.5. Simpangan Antar Lantai 87
4.3. Desain Struktur Atas 88
4.3.1. Perhitungan Praktis Dengan SAP2000 v20.2.0 88
4.3.2. Perhitungan Balok Induk 89
4.3.2.1. Perhitungan Tulangan Utama 89
4.3.2.2. Desain Tulangan Geser Balok 91
4.3.2.3. Gambar Detail Penulangan Balok 94
4.3.3. Perhitungan Kolom 94
4.3.3.1. Desain Tulangan Utama Kolom 94
4.3.3.2. Desain Tulangan Geser Kolom 97
4.3.4. Perhitungan Plat Lantai 99
4.3.5. Perhitungan Tangga dan Bordes 100
4.4. Desain Struktur Bawah 104
4.4.1. Kriteria Desain Struktur Bawah 104
xiv
4.4.2. Perencanaan Pondasi Tiang Pancang 104
4.4.3. Penentuan Penampang dan Spesifikasi Pondasi Tiang Pancang 105
4.4.4. Perhitungan Kapasitas Dukung Tiang Pancang (Q) 105
4.4.5. Perhitungan Tiang Pancang dan Pile Cap 108
4.4.6. Perhitungan Distribusi Reaksi Tumpuan Ke Tiang (Q) 112
4.4.7. Hitung Kapasitas Ijin Tiang Tunggal Terhadap Beban
Horizontal (Hijin) Menggunakan Metode Broms 113
4.4.8. Penentuan Ketebalan Pile Cap 116
4.4.9. Perhitungan Penulangan Pile Cap 117
BAB V. PENUTUP 120
5.1. Kesimpulan 120
5.2. Saran 121
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
Daftar Tabel
Tabel 2.1. Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung
Untuk Beban Gempa 13
Tabel 2.2. Faktor Keutamaan Gempa 16
Tabel 2.3. Klasifikasi Situs 17
Tabel 2.4 Koefisien Situs, Fa 18
Tabel 2.5. Koefisien Situs, Fv 18
Tabel 2.6. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons
Percepatan pada Perioda Pendek 19
Tabel 2.7. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons
Percepatan pada Perioda 1 Detik. 19
Tabel 2.8. Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa 20
Tabel 2.9. Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung 22
Tabel 2.10. Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x 22
Tabel 2.11. Simpangan antar Lantai Ijin 26
Tabel 3.1. Beban Mati untuk Gedung 54
Tabel 3.2. Pembebanan Plat 56
Tabel 3.3. Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung Untuk
Beban Gempa 56
Tabel 3.4. Faktor Keutamaan Gempa 58
Tabel 3.5. Tabel N-SPT Rata-rata 59
Tabel 3.6. Klasifikasi Situs 60
Tabel 3.7. Data Puskim 61
Tabel 3.8. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Respons Percepatan
pada Perioda Pendek 64
Tabel 3.9. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Respons Percepatan
pada Perioda 1 Detik 64
Tabel 3.10. Faktor R, Cd dan Ω0 unuk Sistem Penahan Gaya Gempa 65
Tabel 3.11. Koefisien untuk Batas Atas pada Perioda yang Dihitung 66
Tabel 3.12. Nilai Parameter Perioda Pendekatan Ct dan x 67
Tabel 4.1. Nilai SPT rata-rata dari titik BH1 72
xvi
Tabel 4.2. Data Puskim 73
Tabel 4.3. Nilai Respon Spektrum Desain berdasarkan Website
puskim.pu.go.id 75
Tabel 4.4. Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter Respon Percepatan
pada Periode Pendek 76
Tabel 4.5. Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter Respon
Perceoatan pada Periode 1 Detik 76
Tabel 4.6. Nilai Parameter Pendekatan untuk Ct dan x 78
Tabel 4.7 Modal Periods And Frequencies 78
Tabel 4.8. Koefisien Batas Atas Periode yang Dihtitung 81
Tabel 4.9. Nilai Kurva Spektum Gempa 83
Tabel 4.10. Nilai Partisipasi Massa untuk Arah X dan Y 85
Tabel 4.11. Base Reaction 86
Tabel 4.12. Pengaruh 85% Vstatik 86
Tabel 4.13. Pengecekan Terhadap Simpangan Sumbu X 88
Tabel 4.14. Pengecekan Terhadap Simpangan Sumbu Y 88
Tabel 4.15. Spesifikasi tiang 105
Tabel 4.16. Nilai SPT untuk perhitungan Q friksi 106
Tabel 4.17. Gaya-gaya Terfaktor output SAP2000 v20.2.0
pada Pondasi PB-2 109
Tabel 4.18. Koordinat Tiang pada Pile Cap 112
Tabel 4.19. Perhitungan Distribusi Reaksi Tumpuan ke Tiang (Q) 113
Tabel 4.20. Penentuan Nilai Gaya Lateral Izin 115
Tabel 4.21. Momen pada Titik Berat 117
Tabel 5.1. Dimensi Balok 120
Tabel 5.2. Dimensi Kolom 121
xvii
Daftar Gambar
Gambar 2.1. Bagan Alir Analisis Gempa 13
Gambar 2.2. Penentuan Simpangan antar Lantai 25
Gambar 2.3. Sengkang Tertutup Saling Tumpuk dan Ilustrasi Batasan pada Spasi
Horizontal Maximum Batang Tulangan Longitudinal yang Ditumpu 30
Gambar 2.4. Geser Desain untuk Balok 31
Gambar 2.5. Gaya Geser yang Signifikan pada Joint 34
Gambar 2.6. Jenis Hubungan Balok-Kolom 34
Gambar 2.7. Luas Efektif Hubungan Balok – Kolom 36
Gambar 2.8. Standar Kait 90 37
Gambar 2.9. Kapasitas Dukung Tiang Kelompok 40
Gambar 2.10. Distribusi beban struktur atas ke kelompok tiang 41
Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pelaksanaan Penelitian 44
Gambar 3.2. Denah Lantai Dasar 45
Gambar 3.3. Tampak Depan Gedung Telkomsel 46
Gambar 3.4. Tampak Samping Gedung Telkomsel 47
Gambar 3.5. Potongan Memanjang 48
Gambar 3.6. Potongan Menyamping 49
Gambar 3.7. Data Tanah 51
Gambar 3.8. Data Tanah Lanjutan 52
Gambar 3.9. Peta Lokasi 61
Gambar 3.10 Spektrum Respons Gedung Telkomsel Semarang 63
Gambar 4.1. Rencana Pemodelan Struktur Gedung Telkomsel Semarang 70
Gambar 4.2. Peta Lokasi 73
Gambar 4.3. Peristiwa Bergetarnya Struktur dalam 1 Periode 77
Gambar 4.4. Waktu Getar Struktur Mode 1 (arah X) 79
Gambar 4.5. Waktu Getar Struktur Mode 2 (arah Y) 80
Gambar 4.6. Kurva Respons Spektrum 82
Gambar 4.7. Luas Tulanagan Utama Balok B1 60x80 yang Ditinjau 90
Gambar 4.8. Tampak Luas Tulangan Geser (Sengkang) Balok B1 60x80 yang
Ditinjau 91
xviii
Gambar 4.9. Diagram Momen Akibat Beban Mati dan Beban Hidup 93
Gambar 4.10. Diagram Momen Akibat Beban Mati, Beban Hidup dan Gempa
Dinamik 93
Gambar 4.11. Detail Penulangan Balok Hasil SAP2000 v20.2.0 94
Gambar 4.12. Tampkan Luas Tulangan Utama Kolom K1 (90 x 90 cm) yang
Ditinjau 95
Gambar 4.13 Detail Informasi Luas Tulangan, Momen, Gaya Geser, dan Torsi,
Kolom yang Ditinjau 96
Gambar 4.14. Diagram Interaksi Kolom yang diinjau 97
Gambar 4.15. Tampak Luas Tulangan Geser (sengkang) Kolom 98
Gambar 4.16. Tegangan yang Terjadi pada Plat Akibat Beban Mati dan
Hidup 99
Gambar 4.17. Detail Pondasi PB-2 111
Gambar 4.18. Grafik Broms Tahanan Lateral Ultimit 115
Gambar 4.19. Detail Pondasi PB-2 119
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bangunan gedung memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia
terutama dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sebuah bangunan gedung
dituntut dapat digunakan sesuai fungsi dan mampu bertahan sesuai dengan yang
direncanakan. Dalam perencanaan sebuah gedung bertingkat harus
memperhatikan beberapa aspek dari unsur kekuatan, kenyamanan, serta aspek
ekonomis. Konstruksi gedung harus mampu menahan beban dan gaya-gaya yang
bekerja pada konstruksi, sehingga bangunan atau struktur gedung aman dalam
jangka waktu yang direncanakan. Perlu disadari pula bahwa keadaan atau kondisi
lokasi gedung bertingkat mempengaruhi kekuatan gempa yang ditimbulkan dan
berakibat pada bangunan itu sendiri.
Indonesia merupakan salah satu negara yang dikategorikan rawan terhadap
gempa. Kondisi ini memberikan pengaruh besar dalam proses perencanaan. Maka
dari itu, Badan Standarisasi Nasional mengeluarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) terbaru berkaitan dengan perencanaan gedung bertingkat. SNI 1726:2012
merupakan SNI terbaru yang mengatur tentang tata cara perencanaan ketahanan
gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung.
Selain itu, Badan Standarisasi Nasional juga melakukan pembaruan
peraturan agar lebih efektif dan efisiensi dalam perencanaan maupun
pembangunan suatu gedung. SNI 2847:2013 merupakan SNI terbaru yang
mengatur tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung.
Pembaruan SNI tersebut guna menyempurnakan beberapa parameter pada SNI
sebelumnya. Di Semarang banyak terdapat bangunan gedung yang merupakan
bangunan dengan standar perancangan lama dan membutuhkan analisis ulang
untuk mengetahui kelayakan bangunan tersebut berdasarkan SNI yang terbaru.
Gedung telkomsel semarang merupakan gedung perkantoran dengan standar
perancangan lama yang didirikan pada tahun 2012. Gedung Telkomsel berlokasi
2
di pusat Kota Semarang yaitu di Jalan Pahlawan No. 10. Perencanaan gedung ini
masih mengacu pada peraturan lama. Maka dari itu, akan dilakukan analisis
terhadap kekuatan struktur gedung berdasarkan SNI 1726:2012 tentang tata cara
perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung
dan SNI 2847:2013 tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung,
guna mengevaluasi kelayakan struktur gedung tersebut. Analisis struktur gedung
ini akan menggunakan software SAP2000 v20.2.0.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka dapat diambil rumusan
masalah antara lain:
1. Bagaimana tata cara penerapan SNI 1726:2012 tentang tata cara
perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non
gedung dan SNI 2847:2013 tentang persyaratan beton struktural untuk
bangunan gedung untuk mengevaluasi struktur gedung Telkomsel
Semarang?
2. Bagaimana kekuatan struktur gedung Telkomsel Semarang ditinjau
berdasarkan SNI 1726:2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan
gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung dan SNI
2847:2013 tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung?
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain:
1. Mengetahui tata cara penerapan SNI 1726:2012 tentang tata cara
perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non
gedung dan SNI 2847:2013 tentang persyaratan beton struktural untuk
bangunan gedung untuk evaluasi struktur gedung Telkomsel Semarang.
2. Mengevaluasi tingkat kekuatan struktur bawah (sub structure) maupun
struktur atas (upper structure) berdasarkan SNI 1726:2012 tentang tata
cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan
3
non gedung dan SNI 2847:2013 tentang persyaratan beton struktural
untuk bangunan gedung pada gedung Telkomsel Semarang.
Manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain:
1. Dapat memahami tentang tata cara penerapan SNI 1726:2012tentang
tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung
dan non gedung dan SNI 2847:2013 tentang persyaratan beton struktural
untuk bangunan gedung untuk evaluasi struktur gedung Telkomsel
Semarang.
2. Dapat memahami tentang perhitungan struktur gedung dengan mengacu
pada SNI 1726:2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa
untuk struktur bangunan gedung dan non gedung dan SNI 2847:2013
tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung serta
mengetahui tingkat kelayakan struktur gedung Telkomsel Semarang.
1.4. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan skripsi ini antara lain:
1. Bangunan berlokasi di Jalan Pahlawan No. 10, Kota Semarang dengan
kategori resiko bangunan II pada kondisi tanah lunak.
2. Gedung yang dievaluasi merupakan gedung perkantoran.
3. Gedung yang dievaluasi sebelumnya dirancang berdasarkan peraturan
SNI 03-2847-2002 tentang tata cara perhitungan struktur beton untuk
bangunan gedung dan SNI-1726-2002 tentang standar perencanaan
ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung.
4. Evaluasi meliputi struktur bawah yaitu pondasi, serta struktur atas yaitu
kolom, balok, dan plat.
5. Struktur dirancang dengan menggunakan sistem ganda dengan rangka
pemikul momen khusus.
4
6. Permodelan menggunakan program SAP2000 v20.2.0.
7. Pembebanan menggunakan beban mati, beban hidup, dan beban gempa
berdasarkan SNI 1727:2013 dan SNI 1726:2012.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perbandingan Spektra Desain Beberapa Kota Besar di Indonesia
Arfiandi dan Satyarno (2013) membandingkan spektra desain yang
ada dalam SNI 1726:2012 dengan spectra desain dalam SNI 03-1726-
2002 untuk 15 kota besar pada kondisi tanah keras, sedang, lunak. Kota-
kota tersebut adalah Yogyakarta, Jakaarta, Bandung, Surabaya,
Semarang, Surakarta, Denpasar, Medan, Banda Aceh, Pedang, Makassar,
Palu, Manado, Palembang, dan Jayapura.
Hasil perbandingan menunjukkan bahwa beberapa kota mengalami
kenaikan nilai desain spectrum perepatan, tetapi ada beberapa kota yang
mengalami penurunan pada nilai desain spectrum percepatan. Kenaikan
terbesar terjadi di kota Semarang dan Palu dengan kenaikan sebesar 2,18
kali pada kondisi tanah keras.
Dari 15 kota yang ditinjau, urutan nilai nominal spectra percepatan
desain pada periode pendek untuk tanah keras terbesar terjadi pada kota
Palu, Jayapura, Bandung, Banda Aceh, Padang, dan Yogyakarta dengan
nilai spectra percepatan deasin pada perioda pendek masing-masing
sebesar 1,308g; 1g; 0,983g; 0,899g; 0,896g; dan 0,807g yang akan terjadi
pada kebanyakan gedung pada umumnya dengan jumlah lantai antara 2
sampai 8. Mengingat cukup besarnya kenaikan spectra percepatan desain
pada beberapa kota besar ini, maka sangat perlu untuk segera dievaluasi
keamanan bangunan-bangunan yang sudah terbangun dengan peraturan
sebelumnya terutama untuk bangunan penting seperti rumah sakit,
sekolah, kantor polisi, kantor pemerintahan, dan bangunan lainnya.
6
2.2. Perbandingan Hasil Perancangan Antara Standar Lama dan
Standar Baru
Permana (2015) melakukan kajian struktur gedung Kondotel Graha
Indoland. Dari hasil perancangan ulang didapat beban yang dominan
bekerja adalah beban gempa. Elemen struktur balok dan kolom
mengalami peningkatan kebutuhan dimensi mencapai 58% pada balok
dan 180% pada kolom sedangkan pada elemen pelat tidak mengalami
peningkatan dimensi. Peningkatan dimensi pada elemen tersebut
dikarenaan adanya persyaratan pada SNI 2847:2013 yang harus dipenuhi
pada struktur rangka pemikul momen khusus (SRPMK).
Rofik (2015) melakukan penelitian berupa evaluasi terhadap kedua
struktur gedung RSUD Ponorogo Jawa Timur menggunakan pembebanan
gempa berdasarkan SNI 1726:2002 dan SNI 1726:2012, sementara
kekuatan struktur dianalisis menggunakan SNI 2874:2013. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa simpangan antar lantai akibat
beban gempa yang terjadi pada gedung masih memenuhi kondisi batas
layan dan ultimit berdasarkan SNI 1726:2002, namun tidak memenuhi
kriteria berdasarkan SNI 1726:2012. Terdapat beberapa balok dan kolom
yang tidak aman terhadap beban gempa SNI 1726:2002 maupun SNI
1726:2012. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa dengan adanya
SNI 1726:2012, gaya geser dasar akibat gempa pada kedua gedung
mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 33,5% yang
mengakibatkan bertambahnya jumlah balok maupun kolom yang tidak
aman.
Edy (2015) melakukan penelitian mengenai perbandingan
perencanaan struktur gedung 8 lantai Royal Darmo Hotel menggunakan
SNI 1726:2002 dan SNI 1726:2012 tentang ketahanan gempa. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa gaya geser dasar akibat kombinasi
beban gempa berdasarkan SNI 1726:2012 lebih besar dibandingkan SNI
1726:2002. Dimensi balok hasil perencanaan dengan standar baru
meningkat hingga 110% dari standar lama. Kebutuhan tulangan
7
longitudinal balok meningkat 51%, sementara kebutuhan sengkang
meningkat hingga 134% dari standar lama. Dimensi kolom hasil
perancangan dengan standar baru meningkat hingga 92% dari standar
lama. Kebutuhan tulangan longitudinal kolom meningkat hingga 150%
dan kebutuhan sengkang kolom meningkat hingga 224%.
2.3. Pembebanan dan Kombinasi
Acuan yang digunakan dalam perencanaan pembebanan adalah
a. Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung SNI 2847:2013
b. Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur
lain SNI 1727:2013
c. Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk sruktur bangunan
gedung dan non gedung SNI 1726:2012
Beban yang digunakan dalam perencanaan adalah beban mati (D),
beban hidup (L), beban angin (W), dan beban gempa (E).
2.3.3. Beban Mati (Dead Load)
Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan
gedung yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga,
dinding partisi tetap, finishing, klading gedung dan komponen
arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lain
termasuk berat keran.
Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur merupakan berat
sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi struktural
menahan beban. Pada perhitungan berat sendiri, seorang analisis struktur
tidak mungkin dapat menghitung secara tepat seluruh elemen yang ada
dalam konstruksi, seperti berat plafond, pipa-pipa ducting, dan lain-lain.
Oleh karena itu, dalam menghitung berat sendiri konstruksi ini dapat
meleset sekitar 15%-20% (Soetoyo, 2000).
8
2.3.2. Beban Hidup (Live Load)
Beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan
gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan
beban lingkungan, seperti beban angin,beban hujan, beban gempa, beban
banjir, atau beban mati.
Beban hidup terdistribusi merata minimum menurut SNI
1727:2013:
Hunian atau penggunaan Beban Merata kN/m2
a. Apartemen / Rumah tinggal
Semua ruang kecuali tangga dan balkon 1,92
Tangga Rumah tinggal 1,92
b. Kantor
Ruang kantor 2,40
Ruang komputer 4,79
Lobi dan koridor lantai pertama 4,79
Koridor di atas lantai pertama 3,83
c. Ruang pertemuan
Lobi 4,79
Kursi dapat dipindahkan 4,79
Panggung pertemuan 4,79
d. Balkon dan dek
1,5 kali beban hidup untuk daerah yang dilayani
Jalur untuk akses pemeliharaan 1,92
e. Koridor
Koridor Lantai pertama 4,79
Koridor Lantai lain sama seperti pelayanan hunian
9
Ruang makan dan restoran 4,79
f. Rumah Sakit
Ruang operasi, laboratorium 2,87
Ruang pasien 1,92
Koridor diatas lantai pertama 3,83
g. Perpustakaan
Ruang baca 2,87
Ruang penyimpanan 7,18
Koridor diatas lantai pertama 3,83
h. Pabrik
Ringan 6,00
Berat 11,97
i. Sekolah
Ruang kelas 1,92
Koridor lantai pertama 4,79
Koridor di atas lantai pertama 3,83
Tangga dan jalan keluar 4,79
j. Gudang penyimpan barang
Ringan 6,00
Berat 11,97
k. Toko Eceran
Lantai pertama 4,79
Lantai diatasnya 3,59
Grosir, di semua lantai 6,00
2.3.3. Beban Angin
Bangunan gedung dan struktur lain, termasuk Sistem Penahan
Beban Angin Utama (SPBAU) dan seluruh komponen dan klading
gedung, harus dirancang dan dilaksanakan untuk menahan beban
angin. Beban angin yang digunakan dalam desain SPBAU untuk
10
bangunan gedung tertutup dan tertutup sebagian tidak boleh lebih
kecil dari 0,77 kN/m2 dikalikan dengan luas dinding bangunan
gedung dan 0,38 kN/m2 dikalikan dengan luas atap bangunan
gedung yang terproyeksi pada bidang vertikal tegak lurus terhadap
arah angin yang diasumsikan. Gaya angin desain untuk bangunan
gedung terbuka harus tidak kurang dari 0,77 kN/m2 dikalikan
dengan luas Af.
2.3.4. Beban Gempa
Beban gempa adalah beban yang timbul akibat percepatan getaran
tanah pada saat gempa terjadi. Untuk merencanakan struktur bangunan
tahan gempa, perlu diiketahui percepatan yang terjadi pada batuan dasar.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, wilayah
Indonesia dapat dibagi ke dalam enam wilayah zona gempa. Daerah
Semarang termasuk ke dalam Wilayah Gempa zona dua.
Menurut (Soetoyo, 2000) ada dua metode Analisis Perencanaan
Gempa, yaitu :
1) Analisis Beban Statik Ekuivalen (Equivalent Static Load
Analysis).
Analisis Beban Statik Ekuivalen adalah cara analisa
struktur, dimana pengaruh gempa pada struktur dianggap sebagai
beban statik horizontal untuk menirukan pengaruh gempa yang
sesungguhnya akibat gerakan tanah. Metode Analisis Beban Statik
Ekuivalen digunakan untuk bangunan struktur yang beraturan
dengan ketinggian tidak lebih dari 40 meter.
2) Analisis Dinamik (Dynamic Analysis).
11
Metode Analisis Dinamik digunakan untuk bangunan
dengan struktur yang tidak beraturan. Perhitungan gempa dengan
Analisis Dinamik terdiri dari :
a) Analisa Ragam Spektrum Respons.
Analisa Ragam Spektrum Respons adalah cara analisa
dinamik struktur dimana suatu model dari matematik
struktur diberlakukan suatu spektrum respons gempa
rencana.
b) Analisa Respons Riwayat Waktu.
Analisa Respons Riwayat Waktu adalah cara analisa
dinamik struktur, dimana suatu model matematik dari
struktur dikenakan riwayat waktu dari gempa-gempa hasil
pencatatan atau gempa-gempa tiruan terhadap riwayat
waktu dari respons struktur ditentukan.
Secara garis besar, pembebanan untuk bangunan gedung
menggunakan metode respon spectrum berdasarkan SNI 1726:2012
ditampilkan pada gambar 2.1.
12
Mulai
Menentukan fungsi bangunan
(Pasal 4.1.2 Tabel 1)
Menentukan kategori resiko dan factor keutamaan gempa (Ie)
(Pasal 4.1.2 Tabel 2)
Menentukan lokasi dan klasifikasi situs
(Pasal 5.3 Tabel 3)
Menentukan nilai Ss dan S1
(puskim.go.id)
Menentukan nilai Fa dan Fv
(Pasal 6.2 Tabel 4 dan Tabel 5)
Menentukan nilai SMS dan SM1 (Pasal 6.2)
Menentukan nilai SDS dan SD1(Pasal 6.3)
Menentukan nilai T0 dan Ts
T0 = 0,2 SDS/SD1
Ts = SD1/SDS
Menentukan kategori desain
sismik
(Pasal 6.5)
Menentukan nilai faktor reduksi
(R) dan faktor pembesaran
defleksi (Ca)
(Pasal 7.7.7 Tabel 9)
Menentukan sistem struktur
penahan gaya gempa
(Pasal 7.2.1)
Menentukan fungsi respon
spektrum
(Pasal 6.4)
A
B
13
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Gambar 2.1. Bagan Alir Analisis Gempa
A B
Menentukan kombinasi beton
(Pasal 7.4)
Analisis struktur
Meningkatkan factor skala
analisis respons spektrum
Menambah jumlah mode
dalam analisis
Rasio partisipasi
massa > 90%
Mendapatkan baseshear akibat respons
spectrum (VRS) dan menghitung baseshear
metode static ekivalen (VSE)
Mendapat periode alami (Ta) dan
gaya dalam struktur
VRS ≥ 0,85 VSE
(Pasal 7.9.4)
Selesai
14
2.3.4.1. Menentukan Faktor Keutamaan (Ie) dan Kategori
Risiko Struktur Bangunan (I – IV)
Berdasarkan pasal 4.1.2 SNI 03-1726-2012, pengaruh
gempa rencana harus dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan (I),
dengan berbagai kategori resiko struktur bangunan gedung dan non
gedung sesuai dengan Tabel 2.1. berikut :
Tabel 2.1. Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung
Untuk Beban Gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
Resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap
jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk tapi tidak
dibatasi untuk, antara lain :
- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
I
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam
kategori resiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung Apartemen/rumah susun
- Pusat perbelanjaan/mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
II
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk :
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang memiliki unit bedah dan unit gawat
III
15
darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori resiko
IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi
yang besar dan/atau gangguan masal terhadap kehidupan
masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk :
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori resiko
IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur,
proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat
pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya,
limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang
mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah
kandungan bahannya melebihi nilai batas yang diisyaratkan oleh
instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang
penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
fasilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi,
setra garasi kendaraan darurat lainya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
- Struktur tambahan (temasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur
stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur
rumah atau struktur pendukung air atau material atau
peralatan pemadam kebakaran) yang diisyaratkan untuk
operasi pada saat keadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko
IV
IV
16
Tabel 2.2. Faktor Keutamaan Gempa
Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
2.3.4.2. Klasifikasi Situs (SA – SF)
Dalam SNI 03-1726-2012 Pasal 5, perumusan kriteria
desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan
amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke
permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus
diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus
diklasifikasikan dengan Tabel 2.3. berdasarkan profil tanah lapisan 30
meter paling atas. Penentuan kelas situs SA dan kelas situs SB tidak
diperkenankan jika terdapat lebih dari 3 meter lapisan tanah antara
dasar telapak atau rakit pondasi dan permukaan batuan dasar.
Berikut merupakan klasifikasi jenis tanah menurut SNI 03-1726-
2012:
17
Tabel 2.3. Klasifikasi Situs
Kelas situs ῡs (m/detik) N atau Nch Su (kPa)
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras,
sangat padat dan
batuan lunak)
350 sampai 750 >50 ≥100
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 60 50 sampai 60
SE (tanah lunak) <175 <15 <50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3
m tanah dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI > 20
2. Kadar air, w ≥ 40 %
3. Kuat geser niralir, Su < 25 kPa
SF (tanah khusus
yang
membutuhkan
investigasi
geoteknik spesifik
dan analisis
respons spesifik-
situs yang
mengikuti 6.10.1)
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu
atau lebih dari karakteristik berikut :
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat
beban gempa seperti mudah likuifaksi,
lempung sangat sensitif, tanah tersementasi
lemah
- Lempung sangat organik dan/atau gambut
(ketebalan H>3 m)
- Lempung berplastisitas sangat tinggi
(ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plastisitas
PI > 75)
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan
ketebalan H > 35 m dengan Su < 50 kPa
CATATAN : N/A = tidak dapat dipakai
18
2.3.4.3. Penentuan Nilai Respons Spektral
Penentuan respons spektral percepatan gempa MCER di
permukaan tanah, diperlukan faktor amplifikasi getaran terkait
percepatan perioda pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait
percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). Berikut
merupakan koefisien situs Fa dan Fv mengikuti Tabel 2.4. dan 2.5.
Tabel 2.4. Koefisien Situs, Fa
Kelas
Situs
Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa (MCER)
Terpetakan pada Perioda Pendek, T=0,2 Detik, Ss
Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss ≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SSb
Tabel 2.5. Koefisien Situs, Fv
Kelas
Situs
Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa (MCER)
Terpetakan pada Perioda 1 Detik, S1
S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SSb
19
2.3.4.4. Penentuan Kategori Desain Seismik (A – D)
Penetapan kategori desain seismik harus berdasarkan
kategori resikonya dan parameter respons spektral percepatan
desainnya, SDS dan SD1. Masing-masing bangunan dan struktur harus
ditetapkan ke dalam kategori desain seismik yang lebih parah, dengan
mengacu pada Tabel 2.6 atau 2.7, terlepas dari nilai perioda
fundamental getaran struktur, T. Berikut ini adalah tabel kategori
desain seismik.
Tabel 2.6. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan
pada Perioda Pendek.
Nilai SDS
Kategori Risiko
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 < SDS <0,33 B C
0,33 < SDS <0,50 C D
0,50 < SDS D D
Tabel 2.7. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan
pada Perioda 1 Detik.
Nilai SD1
Kategori Risiko
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 < SD1 <0,133 B C
0,133 < SD1 <0,20 C D
0,20 < SD1 D D
20
2.3.4.5. Pemilihan Sistem Struktur dan Parameter Sistem (R, Cd,
Ω0)
Sistem penahan gaya gempa lateral dan vertikal dasar
harus memenuhi salah satu tipe yang ditunjukkan dalam Tabel 2.8.
pembagian setiap tipe berdasarkan pada elemen vertikal yang
digunakan untuk menahan gaya gempa lateral. Sistem struktur yang
digunakan harus seuai dengan batasan sistem struktur dan batasan
ketinggian struktur yang ditunjukkan dalam Tabel 2.8. koefisien
modifikasi respons yang sesuai, R, faktor kuat lebih sistem, Ω0, dan
koefisien amplifikasi defleksi, Cd, sesuai Tabel 2.8 harus digunakan
dalam penentuan geser dasar, gaya desain elemen, dan simpangan
antar lantai tingkat desain.
Tabel 2.8. Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Sistem penahan gaya seismik (R)
(Ω0) (Cd)
Batasan sistem
struktur dan batasan
tinggi struktur, hn(m)c
Kategori desain
Seismik
B C Dd Ed Fe
C. Sistem rangka pemikul
momen
5. Rangka beton bertulang
pemikul momen khusus 8 3 5½ TB TB TB TB TB
6. Rangka beton bertulang
pemikul momen menengah 5 3 4½ TB TB TI TI TI
7. Rangka beton bertulang
pemikul momen biasa 3 3 2½ TB TI TI TI TI
21
Sistem penahan gaya seismik (R) (Ω0) (Cd)
Batasan sistem
struktur dan batasan
tinggi struktur, hn(m)c
Kategori desain
Seismik
B C Dd Ed Fe
D. Sistem ganda dengan
rangka pemikul momen
khusus yang mampu menahan
paling sedikit 25 persen gaya
gempa yang ditetapkan
3. Dinding geser beton bertulang
khusus 7 2½ 5½ TB TB TB TB TB
4.Dinding geser beton bertulang
biasa 6 2½ 5 TB TB TI TI TI
2.3.4.6. Batasan Perioda Fundamental Struktur (T)
Perioda fundamental struktur (T), tidak diperbolehkan
melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada perioda yang dihitung
(Cu) dari Tabel 2.9 dan perioda fundamental pendekatan, (Ta). Sebagai
alternatif pada pelaksanaan analisis untuk menentukan perioda
fundamental struktur, (T), diijinkan secara langsung menggunakan
perioda bangunan pendekatan, (Ta). Perioda bangunan pendekatan
(Ta), dalam detik, harus ditentukan dari persamaan berikut:
Ta = Ct . hnx (2.1)
22
Dengan, hn adalah ketinggian struktur, dalam meter, di atas dasar
sampat tingkat tertinggi struktur, dan koefisien Ct dan x ditentukan
dari Tabel 2.10.
Tabel 2.9. Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung
Parameter percepatan respons spektral desain
pada 1 detik, SD1
Koefisien Cu
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7
Tabel 2.10. Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x
Tipe Struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100 persen gaya
gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan
komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika
dikenai gaya gempa:
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75
Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75
Sebagai alternatif, diijinkan untuk menentukan perioda
fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, dari persamaan berikut
untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12 tingkat di mana
sistem penahan gaya gempa terdiri dari rangka penahan momen beton
atau baja secara keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m:
23
Ta = 0,1N (2.2)
Dengan, N adalah jumlah tingkat.
Perioda fundamental struktur (T) yang digunakan meliputi:
Jika Tc > CuTa gunakan T = CuTa (2.3)
Jika Ta < Tc < CuTa gunakan T = Tc (2.4)
Jika Tc < Ta gunakan T = Ta (2.5)
Dengan,
Tc = Perioda fundamental struktur yang diperoleh dari program
analisis.
2.3.4.7. Gaya Geser Dasar Seismik
Gaya geser dasar seismik adalah total dari seluruh gaya
lateral akibat gempa yang diterima oleh bangunan gedung yang
sedang ditinjau dan merupakan total dari gaya lateral gempa yang
diterima setiap lantainya. Geser dasar seismik (V) ditentukan sesuai
dengan persamaan berikut:
V = CsW (2.6)
Dimana,
V = Gaya geser dasar seismik
Cs = Koefisien respons seismik
W = Berat seismik efektif
Sedangkan koefisien seismik (Cs) harus ditentukan sesuai dengan
perisamaan berikut:
Cs = 𝑆𝐷𝑆𝑅𝐼𝑒⁄
(2.7)
Dengan,
SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang
perioda pendek.
R = Faktor modifikasi respons dalam Tabel 2.8.
Ie = Faktor keutamaan gempa dalam Tabel 2.2.
24
Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan Persamaan 2.7 tidak
perlu melebihi berikut ini:
Cs = 𝑆𝐷1
𝑇(𝑅 𝐼𝑒⁄ ) (2.8)
Cs harus tidak kurang dari
Cs = 0,044SDSIe ≥ 0,01 (2.9)
Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah di mana S1
sama dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka Cs harus tidak kurang
dari:
Cs = 0,5𝑆1𝑅𝐼𝑒⁄
(2.10)
Keterangan:
SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desai pada
perioda sebesar 1,0 detik.
T = Perioda fundamental struktur (detik).
S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang
dipetakan.
2.3.4.8. Penentuan Simpangan antar Lantai
Menurut SNI 1726:2012 penentuan simpangan antar lantai
tingkat desain (∆) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada
pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau (Gambar
2.2). Apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertikal,
diijinkan unuk menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan
proyeksi vertikal dari pusat massa tingkat di atasnya. Jika desain
tegangan ijin digunakan, ∆ harus dihitung menggunakan gaya gempa
tingkat kekuatan tanpa reduksi untuk desain tegangan ijin. Defleksi
pusat massa di tingkat x (δx) (mm) harus ditentukan sesuai dengan
persamaan berikut:
𝛿𝑥 =𝐶𝑑𝛿𝑥𝑒
𝐼𝑒 (2.11)
25
Keterangan:
Cd = faktor amplifikasi defleksi
δxe = defleksi pada lokasi yang ditentukan dengan analisis elastis
Ie = faktor keutamaan gempa
Gambar 2.2. Penentuan Simpangan antar Lantai
Pada penentuan kesesuaian dengan batasan simpangan
antar lantai tingkat, diijinkan untuk menentukan simpangan antar
lantai elastis (δxe) menggunakan gaya desain seismik berdasarkan pada
perioda fundamental struktur yang dihitung tanpa batasan atas (CuTa).
Simpangan antar lantai tingkat desain (∆) tidak boleh melebihi
simpangan antar lantai tingka ijin (∆a) seperti didapatkan dari Tabel
2.11 untuk semua tingkat.
26
Tabel 2.11. Simpangan antar Lantai Ijin, ∆aa,b
Struktur Kategori risiko
I atau II III IV
Struktur, selain dari struktur dinding
geser batu bata, 4 tingkat atau kurang
dengan dinding interior, partisi, langit-
langit dan sistem dinding eksterior yang
telah didesain untuk mengakomodasi
simpangan antar lantai tingkat.
0,025 hsx 0,020 hsx 0,015 hsx
Struktur dinding geser kantilever batu
bata
0,010 hsx 0,010 hsx 0,010 hsx
Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 hsx 0,007 hsx 0,007 hsx
Semua sruktur lainnya 0,020 hsx 0,015 hsx 0,010 hsx
Keterangan:
hsx = tinggi tingkat di bawah tingkat x
Sistem penahan gaya gempa yang terdiri dari hanya rangka
momen pada sruktur yang dirancang untuk kategori desain seismik D,
E, atau F, simpangan antar lantai tingkat desain (∆) tidak boleh
melebihi ∆a/ρ untuk semua tingkat dengan ρ adalah faktor redundansi.
2.3.5. Kombinasi Pembebanan
Menurut SNI 1727:2013 struktur, komponen, dan fondasi harus
dirancang sedemikian rupa sehingga kekuatan desainnya sama atau
melebihi efek dari beban terfaktor dalam kombinasi berikut:
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L +0,5 (Lr atau S atau R)
3. 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R)
5. 1,2D +1,0E + L +0,2S
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
27
Pada SNI 1726:2012, unuk kombinasi dengan pengaruh beban
gempa untuk desain kekuatan adalah:
5. (1,2 + 0,2 SDS)D + ρQE + L
7. (0,9 – 0,2 SDS)D + ρQE + 1,6H
Sedangkan kombinasi dasar untuk desain tegangan ijin adalah:
5. (1,0 + 0,14 SDS)D + H + F + 0,7ρQE
6. (1,0+0,10SDS)D + H + F + 0,525ρQE + 0,75L + 0,75(Lr atau R)
8. (0,6 + 0,14 SDS)D + 0,7ρQE + H
2.4. Perancangan Tulangan Balok
2.4.1. Persyaratan Dimensi Balok
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 21.5 ayat 1, komponen –
komponen struktur pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus yang
memikul lentur, batasan penampang komponen struktur tersebut harus
memenuhi syarat – syarat sebagai berikut:
a. Gaya tekan aksial terfaktor pada komponen struktur (Pu) tidak
boleh melebihi Agf’c/10,
b. Bentang bersih untuk komponen struktur (ln) tidak boleh
kurang dari empat kali tinggi efektifnya,
c. Lebar komponen (bw) tidak boleh kurang dari yang lebih kecil
dari 0,3h dan 250 mm,
d. Lebar komponen struktur (bw) tidak boleh melebihi lebar
komponen struktur penumpu (c2) ditambah suatu jarak pada
masing-masing sisi komponen struktur penumpu yang sama
dengan yang lebih kecil dari lebar komponen struktur penumpu
(c2), dan 0,75 kali dimensi keseluruhan komponen struktur
penumpu (c1)
28
2.4.2. Persyaratan Tulangan Lentur
Persyaraan tulangan lentur berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 21.5
ayat 2 yaitu:
a. Pada sebarang penampang komponen struktur lentur, untuk
tulangan atas maupun bawah, jumlah tulangan tidak boleh
kurang dari (0,25bwd√f’c)/fy tetapi tidak kurang dari 1,4bwd/fy
dan rasio tulangan (ρ) tidak boleh melebihi 0,025. Paling
sedikit dua batang tulangan harus disediakan meneruspada
kedua sisi atas dan bawah,
b. Kekuatan momen positif pada muka joint harus tidak kurang
dari setengah kekuatan momen negatif yang disedikan pada
muka joint tersebut. Baik kekuatan momen negatif atau positif
pada sebarang penampang sepanjang panjang komponen
struktur tidak boleh kurang dari seperempat kekuatan momen
maksimum yang disediakan pada muka salah satu dari joint
tersebut,
c. Sambungan lewatan tulangan lentur diizinkan hanya jika
tulangan sengkang atau spiral disediakan sepanjang panjang
sambungan. Spasi tulangan transversal yang melingkupi batang
tulangan yang disambung lewatkan tidak boleh melebihi yang
lebih kecil dari d/4 dan 100 mm. Sambungan lewatan tidak
boleh digunakan dalam joint, dalam jarak dua kali tinggi
komponen struktur dari muka joint dan bila analisis
menunjukkan pelelehan lentur diakibatkan oleh perpindahan
lateral inelastis rangka,
d. Sambungan
Sambungan mekanis harus diklasifikasikan sebagai salah satu
dari sambungan mekanis Tipe 1, yaitu memenuhi
mengembangkan tarik atau tekan paling sedikit 1,25fy batang
tulangan atau Tipe 2, yaitu memenuhi mengembangkan tarik
atau tekan paling sedikit 1,25fy batang tulangan dan harus
29
mengembangkan kekuatan tarik yang ditetapkan dari batang
tulangan yang disambung. Serta sambungan mekanis Tipe 1
tidak boleh digunakan dalam jarak sama dengan dua kali
tinggi komponen struktur dari muka kolom atau balok untuk
rangka momen khusus atau dari penampang dimana
pelelehan tulangan sepertinya terjadi sebagai akibat dari
perpindahan lateral inelastis. Sambungan mekanis Tipe 2
diizinkan untuk digunakan pada sebarang lokasi.
Sambungan las harus mengembangkan paling sedikit 1,25fy
batang tulangan dan tidak boleh digunakan dalam jarak sama
dengan dua kali tinggi komponen struktur dari muka kolom
atau balok untuk rangka momen khusus atau dari penampang
dimana pelelehan tulangan sepertinya terjadi sebagai akibat
dari perpindahan lateral inelastis. Serta pengelasan sengkang,
pengikat, sisipan, atau elemen lainnya yang serupa pada
tulangan longitudinal yang diperlukan oleh desain tidak
diizinkan.
2.4.3. Persyaratan Tulangan Transversal
Persyaraan tulangan transversal berdasarkan SNI 2847:2013 pasal
21.5 ayat 3 yaitu:
a. Sengkang harus dipasang pada daerah komponen struktur
rangka berikut (Gambar 2.3):
30
Gambar 2.3. Sengkang Tertutup Saling Tumpuk dan Ilustrasi Batasan pada Spasi
Horizontal Maximum Batang Tulangan Longitudinal yang Ditumpu
Sepanjang suatu panjang yang sama dengan dua kali tinggi
komponen struktur yang diukur dari muka komponen struktur
penumpu ke arah tengah bentang, di kedua ujung komponen
struktur lentur
Sepanjang panjang-panjang yang sama dengan dua kali tinggi
komponen struktur pada kedua sisi suatu penampang dimana
pelelehan lentur sepertinya terjadi dalam hubungan dengan
perpindahan lateral inelastis rangka.
b. Sengkang tertutup pertama harus ditempatkan tidak lebih dari
50 mm dari muka komponen struktur penumpu. Spasi sengkang
tertutup tidak boleh melebihi yang terkecil dari d/4, enam kali
diameter terkecil batang tulangan lentur utama dan 150 mm.
2.4.4. Persyaratan Kekuatan Geser Balok
Persyaraan tulangan transversal berdasarkan SNI 2847:2013 pasal
21.5 ayat 4 yaitu:
a. Gaya geser desain (Ve) harus ditentukan dari peninjauan gaya
statis pada bagian komponen struktur antara muka-muka joint.
31
Harus diasumsikan bahwa momen-momen dengan tanda
berlawanan yang berhubungan dengan kekuatan momen lentur
yang mungkin,Mpr, bekerja pada muka-muka joint dan bahwa
komponen struktur dibebani dengan beban gravitasi tributari
terfaktor sepanjang bentangnya (Gambar 2.4).
Gambar 2.4. Geser Desain untuk Balok
b. Tulangan transversal sepanjang panjang yang diidentifikasi
dalam 2.4.3a harus diproporsikan untuk menahan geser dengan
mengasumsikan Vc = 0 bilamana terjadi gaya geser yang
ditimbulkan gempa yang dihitung sesuai dengan 2.4.4a
mewakili setengah atau lebih dari kekuatan geser perlu
maksimum dalam panjang tersebut dan gaya tekan aksial
terfsaktor (Pu) termasuk pengaruh gempa kurang dari Agf’c/20.
2.5. Perancangan Tulangan Kolom
2.5.1. Persyaratan Dimensi Kolom
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 21.6 ayat 1 untuk komponen –
komponen struktur pada Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus yang
32
memikul gaya akibat beban gempa dan menerima beban aksial terfaktor
(Pu) akibat sebarang kombinasi beban yang melebihi Agf’c/10. Batasan
penampang komponen struktur tersebut harus memenuhi syarat – syarat
sebagai berikut :
a. Ukuran penampang kecil, diukur pada garis lurus yang melalui
titik pusat geometris penampang, tidak kurang dari 300mm,
b. Perbandingan antara ukuran terkecil penampang dengan ukuran
dalam arah tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4.
2.5.2. Perencanaan Lentur Kolom
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 21.6 ayat 2.2, kekuatan lentur
kolom harus memenuhi persamaan berikut:
ΣMnc > (1,2) ΣMnb (2.12)
Keterangan:
ΣMnc : jumlah kekuatan lentur nominal kolom yang merangka ke dalam
joint, yang dievaluasi di muka-muka joint. Kekuatan lentur kolom
harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor, konsisten dengan arah
gaya-gaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan kekuatan lentur
terendah.
ΣMnb : jumlah kekuatan lentur nominal balok yang merangka ke dalam
joint, yang dievaluasi di muka-muka joint. Pada konstruksi balok-
T, bilamana slab dalam kondisi tarik akibat momen-momen di
muka joint, tulangan slab dalam lebar slab efektif harus
diasumsikan menyumbang kepada Mnb jika tulangan slab
disalurkan pada penampang kriris untuk lentur.
2.5.3. Persyaratan Tulangan Lentur
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 21.6 ayat 3, tulangan lentur
kolom harus memenuhi persyaratan berikut:
a. Luas tulangan memanjang (Ast) tidak boleh kurang dari 0,01Ag
atau lebih dari 0,06Ag.
b. Pada kolom dengan sengkang tertutup bulat, jumlah batang
tulangan longitudinal minimum harus 6.
33
c. Sambungan lewatan diizinkan hanya dalam setengah pusat
panjang komponen struktur, harus didesain sebagai sambungan
lewatan tarik, dan harus dilingkupi dalam tulangan transversal.
2.5.4. Persyaratan Tulangan Transversal
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 21.6 ayat 4 Berdasarkan SNI
2847:2013 mensyaratkan bahwa tulangan transversal harus dipasang
sepanjang panjang lo dari setiap muka joint dan pada kedua sisi sebarang
penampang dimana pelelehan lentur sepertinya terjadi sebagai akibat dari
perpindahan lateral inelastis rangka. Panjang lo tidak boleh kurang dari
yang terbesar dari tinggi komponen struktur pada muka joint atau pada
penampang dimana pelelehan lentur sepertinya terjadi, seperenam
bentang bersih komponen struktur dan 450 mm.
Spasi tulangan transversal sepanjang panjang lo komponen struktur
tidak boleh melebihi yang terkecil dari seperempat dimensi komponen
struktur minimum, enam kali diameter batang tulangan longitudinal yang
terkecil dan so.
so = 100 + (𝟑𝟓𝟎−𝒉ₓ𝟑
) (2.13)
Nilai so tidak boleh melebihi 150 mm dan tidak sperlu diambil
kurang dari 100 mm.
2.6. Analisis Hubungan Balok-Kolom (Joint) SRPMK
Menurut Iswandi (2010) disebutkan bahwa, hubungan balok-kolom
(join) merupakan elemen struktur yang paling penting dalam suatu sistem
struktur rangka pemikul momen. Akibat gaya lateral yang bekerja pada
struktur, momen lentur ujung pada balok-balok yang merangka pada join
yang sama akan memutar join pada arah yang sama. Hal ini akan
menimbulkan gaya geser yang besar pada hubungan balok-kolom
(Gambar 2.5). ada beberapa tipe hubungan balok-kolom yang dapat
dijumpai pada suatu sistem struktur rangka pemikul momen (ACI-ASCE
34
352, 2002) dan typenya tergantung pada lokasi tempat join tersebut
berada (Gambar 2.6).
Gambar 2.5. Gaya Geser yang Signifikan pada Join
Gambar 2.6. Jenis Hubungan Balok-Kolom
2.6.1. Persyaratan Joint Rangka Momen Khusus
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 21.7 ayat 2, joint balok – kolom
rangka momen khusus harus memenuhi persyaratan berikut ini:
35
a. Gaya-gaya pada tulangan balok longitudinal di muka joint
harus ditentukan dengan mengasumsikan bahwa tegangan pada
tulangan tarik lentur adalah 1,25fy.
b. Bila tulangan balok longitudinal menerus melalui joint balok –
kolom, dimensi kolom yang sejajar terhadap tulangan balok
tidak boleh kurang dari 20 kali diameter batang tulangan balok
longitudinal terbesar untuk beton normal (normalweight).
Untuk beton ringan (lightweight), dimensinya tidak boleh
kurang dari 26 kali diameter batang tulangan.
2.6.2. Kekuatan Geser
Berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 21.7 ayat 4, untuk beton berat
normal, Vn joint tidak boleh diambil sebagai yang lebih besar dari nilai
yang ditetapkan dibawah (Gambar 2.7).
a. Untuk joint yang terkekang oleh balok – balok pada semua
empat muka
1,7√𝒇𝒄′Aj (2.14)
b. Untuk joint yang terkekang oleh balok – balok pada tiga
muka atau pada dua muka yang berlawanan
1,2√𝒇𝒄′Aj (2.15)
c. Untuk kasus – kasus lainnya
1,0√𝒇𝒄′Aj (2.16)
Dimana Aj adalah luas penampang efektif dalam suatu joint yang
dihitung dari tinggi kali lebar joint efektif. Tinggi joint harus merupakan
tinggi keseluruhan kolom, h. lebar joint efektif harus merupakan lebar
keseluruhan kolom, kecuali bilamana suatu balok merangka ke dalam
suatu kolom yang lebih lebar, lebar joint efektif tidak boleh melebihi
yang lebih kecil dari lebar balok ditambah tinggi joint dan dua kali jarak
36
tegak lurus yang lebih kecil dari sumbu longitudinal balok ke sisi kolom.
Sedangkan untuk beton ringan (lightweight), kekuatan geser nominal
joint tidak boleh melebihi tiga perempat (3/4) batasan yang diberikan
dari persamaan diatas.
Gambar 2.7. Luas Efektif Hubungan Balok – Kolom
Bila digunakan tulangan berkait maka panjang penyalurannya
ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk tulangan diameter 10 mm hingga 36 mm, panjang
penyalurannya ldh untuk tulangan tarik dengan kait standar 90
dalam beton normal (Gambar 2.8) tidak boleh diambil lebih
kecil 8d, 150 mm, dan panjang yang ditentukan oleh persamaan
(2.17) berikut ini.
𝒍𝒅𝒉 =𝒇𝒚𝒅𝒃
𝟓,𝟒√𝒇′𝒄 (2.17)
b. Untuk beton ringan (lightweight), ldh untuk tulangan tarik
dengan kait standar 90 derajat tidak boleh diambil lebih kecil
10d, 190 mm, dan 1,25 kali panjang yang ditentukan oleh
persamaan (2.17).
37
Bila digunakan tulangan tanpa kait, untuk diameter 10 mm hingga
36 mm, panjang penyaluran tulangan tarik tidak boleh diambil lebih kecil
dari:
a. 2,5 kali panjang penyaluran dengan kait bila ketebalan
pengecoran beton dibawah tulangan tersebut kurang dari 300
mm, dan
b. 3,25 kali panjang penyaluran dengan kait bila ketebalan
pengecoran beton dibawah tulangan tersebut melebihi 300 mm.
Gambar 2.8. Standar Kait 90
2.7. Prosedur Pendesainan Fondasi
Fondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang
bertugas meletakkan bangunan dan meneruskan beban bangunan atas
(upper structure/super structure) ke dasar tanah yang cukup kuat
mendukungnya. Untuk tujuan itu fondasi bangunan harus diperhitungkan
dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban –
beban berguna dan gaya – gaya luar, seperti tekanan angin, gempa bumi,
dan lain – lain serta tidak boleh terjadi penurunan fondasi setempat
ataupun penurunan fondasi yang merata lebih dari batas tertentu.
Fondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan
mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah
desain. Sifat dinamis gaya, gerak tanah yang diharapkan, dasar desain
untuk kekuatan dan kapasitas disipasi energi struktur, dan properti
38
dinamis tanah harus disertakan dalam penentuan kriteria desain fondasi.
Apabila tidak dilakukan analisis interaksi tanah-struktur, struktur atas dan
struktur bawah dari suatu struktur gedung dapat dianalisis terhadap
pengaruh gempa rencana secara terpisah, di mana struktur atas dapat
dianggap terjepit lateral pada basement. Selanjutnya struktur bawah dapat
dianggap sebagai struktur tersendiri yang berada di dalam tanah yang
dibebani oleh kombinasi beban-beban gempa yang berasal dari struktur
atas. (Indarto et al,2013).
Besar beban yang akan didukung oleh tanah perlu dilihat untuk
memenuhi kapasitas dukung tanah dan penurunan tanah. Jika tanah
pendukung sangat kompresibel dan terlalu lemah mendukung struktur
atas, maka penggunaan pondasi tiang sangat disarankan. Selain itu, faktor
ekonomis, kemudahan pelaksanaan dan dampak lingkungan merupakan
bahan pertimbangan untuk pemilihan beberapa sistem fondasi yang
masih memenuhi persyaratan kapasitas dukung tanah dan penurunan
tanah (Hanggoro, 2006).
2.7.1. Kapasitas Tiang Tunggal Berdasarkan Data N-SPT
Rumus kapasitas dukung tiang berdasarkan data N-SPT Mayerhof
(1967) dalam Cernica (1995) untuk tanah non-kohesif :
ftotal = Σ(fiLi) (2.18)
fi = 2 x Ni (2.19)
q = 40N (L/D) < 400N (2.20)
Keterangan:
ftotal : Total gesekan pada selimut tiang atau adhesi tanah dengan
selimut tiang untuk setiap lapisan yang dijumpai (kN/m’)
Li : Tebal lapisan tanah ke-i (m)
fi : Gesekan pada selimut tiang atau adhesi tanah dengan
selimut tiang untuk lapisan tanah ke-i (kN/m2)
D : Diameter tiang (m)
39
L : Total panjang tiang (m)
q : Kapasitas dukung tanah pada ujung tiang (KN/m2)
Qultimit = Aujung q+ O ftotal (2.21)
Qijin = Qultimit/SF (2.22)
Keterangan:
Qultimit : Kapasitas ultimit pondasi tiang tunggal (kN)
Qijin : Kapasitas ijin pondasi tiang tunggal (kN)
SF : Faktor aman yang nilainya dapat diambil 2,5 s/d 3
Aujung : Luas permukaan ujung tiang (m2)
O : Keliling tiang (m)
2.7.2. Kapasitas Tiang Tunggal Berdasarkan Data Sondir
Dalam Wesley (1977) disebutkan kapasitas dukung tiang ijin untuk
tiang yang dipancang sampai lapisan pasir:
Qijin = (qc. Aujung)/3 + (Tf . O)/5 (2.23)
Untuk pemancangan tiang pada tanah lempung Wesley (1977)
menyarankan penggunaan faktor aman yang lebih besar dari tiang dalam
pasir. Dalam Suryolelono (1994) untuk pemancangan tiang pada tanah
lempung dapat digunakan rumus:
Qijin = (qc. Aujung)/5 + (Tf . O)/10 (2.24)
Berdasarkan pengalaman desain, biasanya pemancangan tiang pada
tanah lempung jika ujung tiang telah mencapai tanah keras dapat
digunakan rumus
Qijin = (qc. Aujung)/3 + (Tf . O)/10 (2.25)
Keterangan:
Qijin : Kapasitas ijin pondasi tiang tunggal (kg)
qc : Perlawanan Ujung sondir (kg/cm2)
Tf : Total friction sondir (kg/cm’)
Aujung : Luas permukaan ujung tiang (cm2)
O : Keliling tiang (cm)
40
2.7.3. Kapasitas Dukung Tiang Kelompok (Pijin)
Gambar 2.9. Kapasitas Dukung Tiang Kelompok
a. Untuk Tanah non-kohesif
End bearing piles Eg diasumsikan 1,0
Floating atau friction piles Eg diasumsikan 1,0
b. Untuk Tanah Kohesif
Untuk kondisi jarak antar pile (pusat ke pusat) ≥ 3.D:
End bearing piles Eg diasumsikan 1,0
Floating atau friction piles diasumsikan 0,7 < Eg < 1,0
Untuk kondisi jarak antar pile (pusat ke pusat) < 3.D:
Kapasitas Pijin dihitung dengan keruntuhan blok SF=3
2.7.4. Distribusi Beban Struktur Atas ke Kelompok Tiang
Beban yang didukung oleh tiang ke-i (Qi) akibat beban P, Mx dan
My dalam sebuah pile cap adalah:
41
Gambar 2.10. Distribusi beban struktur atas ke kelompok tiang
𝑸𝒊 =𝑷
𝒏±
𝑴𝒚.𝒙𝒊
∑(𝒙𝟐)±
𝑴𝒙.𝒚𝒊
∑(𝒚𝟐) (2.26)
Keterangan:
n : jumlah tiang dalam satu pile cap
Σ(x2) : jumlah kuadrat jarak x terhadap titik pusat berat kelompok
tiang (O)
Σ(x2) : jumlah kuadrat jarak y terhadap titik pusat berat kelompok
tiang (O)
xi : jarak tiang ke-i terhadap titik O searah sumbu x
yi : jarak tiang ke-i terhadap titik O searah sumbu y
120
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa simpangan antar lantai akibat beban
gempa yang terjadi pada gedung masih memenuhi kondisi batas layan dan
ultimit berdasarkan SNI Gempa 2012. Akan tetapi untuk struktur kolom K3
mengalami over capacity ratio dimana syarat kapasitas flexural dari kolom
pada suatu joint harus lebih dari 1,2 dibandingkan dari kapasitas flexural
baloknya, sehingga sendi plastis terjadi pada baloknya.
2. Terdapat beberapa balok dan kolom yang tidak aman terhadap beban gempa
SNI 1726:2012. Setelah dilakukan pendesainan ulang terhadap gedung
Telkomsel Semarang, didapatkan data-data sebagai berikut:
a. Dimensi balok terdiri dari :
Tabel 5.1. Dimensi Balok
NO NAMA UKURAN (cm) TULANGAN
TUMP. LAP.
1 B1 60 x 80 6D22 4D22
2 B2 60 x 80 6D22 4D22
3 B4 50 x 60 8D16 6D16
121
b. Dimensi kolom terdiri dari :
Tabel 5.2. Dimensi Kolom
NO NAMA UKURAN
(cm) TULANGAN
1 K1 90 x 90 24D22
2 K2 90 x 90 24D22
3 K3 90 x 90 28D19
4 K4 50 x 50 20D19
c. Dimensi plat terdiri dari :
Plat Lantai 1-2 tebal 15 cm dengan tulangan ø12-150
Plat Lantai 3-7 tebal 12 cm dengan tulangan ø12-150
5.2 Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai perkuatan yang sesuai dengan
kegagalan yang dialami oleh bangunan dan metode apa saja yang bisa
digunakan dalam perkuatan struktur.
DAFTAR PUSTAKA
Arfiandi, Y. & Satyarno, I., 2013. Perbandingan Spektra Desain Beberapa Kota
Besar Di Indonesia Dalam SNI Gempa 2012 dan SNI Gempa 2002.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7), pp.S299-306.
Badan Standarisasi Nasional,2012. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, SNI 03-1726-2012.
Jakarta : Standar Nasional Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional. 2013. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung, SNI 03-2847,2013. Jakarta : Standar Nasional
Indonesia.
Badan Standarisasi Nasional,2013. Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan
Gedung dan Struktur Lain, SNI 03-1727,2013. Jakarta : Standar Nasional
Indonesia.
Dewi, A. N., 2016. Evaluasi Kekuatan Struktur Gedung Berdasarkan SNI
1726:2012 dan SNI 2874:2013 ( Studi Kasus Gedung Laboratorium Teknik
Struktur 3 Lantai Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta). Skripsi. Yogyakarta: Departemen Teknik Sipil
dan Lingkungan, Fakultas Teknik,Universitas Gadjah Mada.
Dewobroto, W., 2013. Komputer Rekayasa Struktur dengan SAP2000. Jakarta:
Lumina Press.
Indarto H., Hanggoro, T.C.A., Putra K.C.A., 2013. Aplikasi SNI Gempa 1726:2012
for Dummies. Semarang: Bambang Dewasa’s Files.
Nugroho, R.S., 2015. Evaluasi Struktur Rangka Beton Bertulang Menggunakan
SNI 03-1726-2002 dan SNI 1726:2012 (Studi Kasus Gedung Rawat Inap
Gakin dan Rawat Inap Kelas RSUD Ponorogo). Tugas Akhir. Yogyakarta:
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik,Universitas
Gadjah Mada.
Permana, P.B., 2015. Kajian Struktur Bangunan Gedung Kondotel Graha Indoland
Menggunakan SNI 1727:2013 dan SNI 2847:2013. Tugas Akhir.
Yogyakarta: Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas
Teknik,Universitas Gadjah Mada.
PUSKIM PU, 2011. Desain Spektra Indonesia. [Online] Available at:
http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/