evaluasi lingkungan yang terkena dampak

23
EVALUASI LINGKUNGAN YANG TERPENGARUH DAMPAK Oleh : TOMI HENDARTOMO EMAIL : [email protected]

Upload: masdarto7032

Post on 02-Jan-2016

84 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

TRANSCRIPT

Page 1: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

EVALUASI LINGKUNGAN YANG TERPENGARUH DAMPAK

Oleh : TOMI HENDARTOMO

EMAIL : [email protected]

Page 2: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

2

I. Pendahuluan

Masalah lingkungan menjadi pokok perhatian masyarakat dunia pada dekade

terakhir abad ke-20. Hasil survei McKinsey Company (1991) menyatakan 92% dari 400

perusahaan yang disurvei berpendapat bahwa lingkungan akan menjadi isu sentral di

abad ke-21. Hal serupa juga dilaporkan oleh World Economic Forum (1990), dimana

sekitar 650 industriawan dan tokoh pemerintah berpendapat bahwa masalah lingkungan

akan menjadi salah satu tantangan dalam dunia bisnis dan perdagangan di abad 21.

Indikasi dari prediksi tersebut ditandai oleh perubahan cara pandang masyarakat

dunia terhadap permasalahan lingkungan, dan perubahan preferensi masyarakat dunia ke

arah konsumsi hijau (green consumerism). Dengan adanya perubahan tersebut,

pendekatan command and control yang diterapkan selama dasawarsa tahun 70-80’an

tidak efektif lagi untuk dilaksanakan karena berorientasi pada peraturan (regulation-

oriented) dan tidak memberikan insentif tertentu bagi pelaksana yang mentaatinya.

KTT Bumi tahun 1992 mulai merubah pendekatan tersebut dengan mengajak partisipasi

seluruh pihak dan kelompok yang berkepentingan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Semua pihak bersepakat untuk menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan

(sustainable development) melalui prinsip kemitraan. Kesepakatan KTT Bumi

mempengaruhi lingkup perekonomian yang lebih luas dan menempatkan aspek

lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh dalam perdagangan barang dan jasa.

Aspek lingkungan merupakan elemen kegiatan, produk dan jasa dari suatu

organisasi yang berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi oleh seluruh atau sebagian

kegiatan, produk atau jasa organisasi tersebut dapat menyebabkan perubahan terhadap

lingkungan (dampak lingkungan), apakah perubahan yang merugikan (negatif) atau yang

menguntungkan (positif). Hubungan antara aspek lingkungan dan dampak lingkungan

merupakan suatu “hubungan sebab dan akibat”. Aspek lingkungan dapat positif atau

negatif. Aspek lingkungan merupakan masukan (input), sedangkan dampak lingkungan

merupakan keluaran (output). Dengan demikian, dapat diartikan bahwa identifikasi aspek

lingkungan merupakan suatu proses kompilasi dari inventarisasi input dan output.

Cakupan identifikasi dan evaluasi aspek lingkungan perlu mempertimbangkan :

Page 3: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

3

a. Proses kegiatan organisasi di masa lalu dan sekarang yang menimbulkan dampak

(positif atau negatif) terhadap lingkungan;

b. Komponen lingkungan yang terkait, seperti: air, udara, tanah, limbah (cair, padat,

gas), sumberdaya alam (energi, air, bahan baku), dan aspek sosial dan kesehatan

masyarakat;

c. Kondisi operasional organisasi: normal, abnormal, dan darurat;

d. Kegiatan kontraktor dan pemasok di area yang menjadi tanggungjawab

organisasi.

Untuk mengevaluasi dan mengendalikan dampak dari suatu kegiatan harus mengetahui

dampak yang ditimbulkannya. Namun mengetahui dampak barulah sebagian, juga harus

mengetahui darimana dampak berasal dan apakah dampak tersebut penting.

Pembangunan merupakan upaya sadar untuk mengelola dan memanfaatkan

sumber daya guna meningkatkan mutu kehidupan rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang

merupakan indikator keberhasilan suatu pembangunan seringkali digunakan untuk

mengukur kualitas hidup manusia., sehingga semakin tinggi nilai pertumbuhan ekonomi

maka semakin tinggi pula taraf hidup manusia. Semakin cepat pertumbuhan ekonomi

akan semakin banyak barang sumberdaya yang diperlukan dalam proses produksi yang

pada gilirannya akan mengurangi ketersediaan sumberdaya alam sebagai bahan baku

Gambar 1. Contoh mengetahui dampak dari suatu kegiatan

Page 4: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

4

yang tersimpan pada sumberdaya alam yang ada. Jadi semakin menggebunya

pembangunan ekonomi dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat berarti

semakin banyak barang sumberdaya yang diambil dari dalam bumi dan akan semakin

sedikitlah jumlah persediaan sumberdaya alam tersebut. Disamping itu pula

pembangunan ekonomi yang cepat dibarengi dengan pembangunan instalasi-instalasi

pengolah maka akan tercipta pula pencemaran yang merusak sumberdaya alam dan juga

manusia itu sendiri.

KegiatanEkonomi

Barang

Produsen Konsumen Residu, LingkunganJasa limbah Hidup

SDA

Ekosistem Jasa~Darat Tenaga~Laut Modal~Udara

Upah

Gambar 2. Kegiatan ekonomi di dalam lingkungan hidup.

II. Petunjuk Identifikasi Aspek Lingkungan Dan Evaluasi Dampak Lingkungan

Hubungan antara aspek lingkungan dan dampak lingkungan merupakan

"hubungan sebab dan akibat'. Aspek lingkungan mengacu ke unsur kegiatan, produk atau

jasa organisasi yang dapat menimbulkan dampak positif atau negatif terhadap

Evaluasi Lingkungan

Page 5: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

5

lingkungan. Sebagai contoh, pembuangan, emisi, penggunaan atau penggunaan kembali

bahan, atau kebisingan. Dampak lingkungan mengacu pada perubahan yang terjadi dI

lingkungan sebagai hasil dari aspek. Contoh dampak dapat termasuk pencemaran atau

kontaminasi air atau berkurangnya sumberdaya alam. Identifikasi aspek lingkungan dan

evaluasi dampak lingkungan yang terkait merupakan proses yang berkaitan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

Langkah 1 - Pemilihan Kegiatan, Produk atau Jasa

· Kegiatan, produk atau jasa yang dipilih harus cukup besar untuk pengujian yang

bermakna dan cukup kecil untuk dimengerti seperlunya.

Langkah 2 - Identifikasi Aspek Lingkungan dari Kegiatan, Produk atau Jasa

· Identifikasi sebanyak mungkin aspek lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan,

produk atau jasa yang telah dipilih.

Langkah 3 - Identifikasi Dampak Lingkungan

· Identifikasi sebanyak mungkin dampak lingkungan yang nyata, berpotensi positif

dan negatif, yang berkaitan dengan setiap aspek yang diidentifikasi.

Tabel 1. Contoh dari ketiga langkah tersebut adalah:

Kegiatan produk/jasa Aspek Dampak

Kegiatan penanganan bahan

berbahaya beracun

Potensi tumpahan bahan

Kontaminasi tanah dan atau

air

Produk - Penghalusan

Produk

Peracikan ulang produk

untuk mengurangi volume

Konservasi sumberdaya

alam

Perawatan – Pemeliharaan

Kendaraan

Emisi buangan Pengurangan emisi udara

Sumber: ISO-14004 (1996)

Langkah 4 - Evaluasi Penting Dampak

· Bobot dari setiap dampak lingkungan yang telah diidentifikasi dapat berbeda dari

satu organisasi dengan organisasi lainnya. Kuantifikasi dapat membantu

penilaian.

Evaluasi dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:

1). Tingkat perhatian lingkungan:

Page 6: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

6

a) jumlah manusia terkena dampak;

b) luas persebaran dampak;

c) lama dan intensitas dampak;

d) banyaknya komponen lingkungan terkena dampak;

e) sifat kumulatif dampak;

f) berbalik tidaknya dampak.

2). Tingkat perhatian bisnis:

a) adanya peraturan perundang-undangan dan hukum;

b) kesulitan dalam menanggulangi dampak;

c) biaya untuk menanggulangi dampak;

d) pengaruh perubahan terhadap kegiatan dan proses lainnya;

e) kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan;

f) pengaruh pandangan masyarakat.

Dalam makalah ini akan diberikan beberapa contoh yang konkret cara mengevaluasi

dampak lingkungan yang terpengaruh dari suatu kegiatan ekonomi, seperti mutu air

sungai, kondisi udara dan kebisingan.

III. Evaluasi Mutu Air Dengan Metoda Storet

Pengendalian mutu air pada sumber-sumber air bertujuan untuk menjaga agar air

yang ada di sumber-sumber air dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan

manusia, untuk melindungi kelestarian hidup fauna, flora dan mikroorganisme yang

bermanfaat yang terdapat pada sumber-sumber air dimaksud. Ruang Lingkup

pengendalian mutu air pada sumber-sumber air mencakup upaya pelaksanaan dan

pengawasan. Salah satunya adalah melakukan evaluasi penurunan mutu air pada sumber.

Metoda STORET merupakan salah satu metoda untuk menentukan status mutu air

yang umum digunakan. Dengan metoda STORET ini dapat diketahui parameter-parameter

yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metoda STORET adalah

membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan

peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara menentukan status mutu air adalah

menggunakan sistem nilai dari “US-EPA” dalam empat kelas, yaitu :

Page 7: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

7

(1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 à memenuhi baku mutu

(2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 à cemar ringan

(3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 à cemar sedang

(4) Kelas D : buruk, skor ≥ -31 à cemar berat

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metoda STORET dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

1. Lakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga

membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).

2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku

mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran < baku mutu)

maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku

mutu), maka diberi skor :

Tabel 2. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air Jumlah contoh1)

Nilai Parameter

Fisika Kimia Biologi

< 10

Maksimum

Minimum

Rata-rata

-1

-1

-3

-2

-2

-6

-3

-3

-9

≥ 10

Maksimum

Minimum

Rata-rata

-2

-2

-6

-4

-4

-12

-6

-6

-18

Sumber : Canter (1977) Catatan : 1) jumlah parameter yang digunakan untuk penentuan status mutu air.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada contoh berikut ini. Tabel 2 merupakan contoh

penerapan penentuan kualitas air menurut metoda STORET yang dilakukan oleh Unpad,

Bandung. Data diambil dari sungai Ciliwung pada stasiun 1. Pada tabel ini tidak diberikan

data lengkap hasil analisa di sungai Ciliwung, tetapi hanya diberikan nilai maksimum,

minimum, dan rata-rata dari data-data hasil. Cara pemberian skor untuk tiap parameter adalah

sebagai berikut (contoh, untuk Hg):

Page 8: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

8

a. Hg merupakan parameter kimia, maka gunakan skor untuk parameter kimia.

b. Kadar Hg yang diharapkan untuk air golongan C adalah 0.002 mg/l.

c. Kadar Hg maksimum hasil pengukuran adalah 0.0296 mg/l, ini berarti kadar Hg melebihi

baku mutunya. Maka skor untuk nilai maksimum adalah -2.

d. Kadar Hg minimum hasil pengukuran adalah 0.0006 mg/l, ini berarti kadar Hg sesuai

dengan baku mutunya. Maka skornya adalah 0.

e. Kadar Hg rata-rata hasil pengukuran adalah 0.0082 mg/l, ini berarti melebihi baku

mutunya. Maka skornya adalah –6.

f. Jumlahkan skor untuk nilai maksimum, minimum, dan rata-rata. Untuk Hg pada contoh ini

skor Hg adalah –8.

g. Lakukan hal yang sama untuk tiap parameter, apabila tidak ada baku mutunya untuk

parameter tertentu, maka tidak perlu dilakukan perhitungan.

h. Jumlahkan semua skor, ini menunjukan status mutu air. Pada contoh ini skor total adalah –

58, ini berarti sungai Ciliwung pada stasiun 1 mempunyai mutu yang buruk untuk

peruntukan golongan C.

Tabel 3. Status Mutu Kualitas Air Menurut Sistem Nilai STORET di Stasiun 1 sungai Ciliwung bagi peruntukan Golongan C (PP 20/1990)

Page 9: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

9

Page 10: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

10

Dari evaluasi tersebut, diperoleh jumlah skor total = -58, berarti status sungai ini adalah

tercemar berat (Kelas D : buruk, skor ≥ -31 à cemar berat).

IV. Evaluasi Mutu Udara Dengan ISPU

Setiap waktu kita bernafas, seorang dewasa rata-rata menghirup lebih dari 3.000

gallon (11,4 m3) udara tiap hari. Udara yang kita hirup, jika tercemar oleh bahan

berbahaya dan beracun dari aktivitas kegiatan ekonomi (misalnya : industri), akan

berdampak serius pada kesehatan kita, terutama anak-anak yang lebih banyak bermain di

udara terbuka dan lebih rentan daya tahan tubuhnya. Walaupun tidak terlihat oleh kasat

mata, pencemar di udara mengancam kehidupan kita dan mahluk hidup lainnya.

Pencemar udara menyebabkan kanker dan dampak kesehatan serius, menyebabkan smog

dan hujan asam, mengurangi daya perlindungan lapisan ozon di atmosfer bagian atas, dan

berpotensi untuk turut berperan dalam perubahan iklim dunia. 7 pencemar utama yang

mempengaruhi kualitas udara adalah Partikulat, Sulfur Dioksida (SO2), Ozone, Karbon

monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2), Hidrokarbon (HC) dan Timbal (Pb).

Untuk mengurangi pencemaran udara pemerintah mengeluarkan peraturan. Salah

satunya adalah penetapan ambang batas maksimum kadar, zat, energi atau komponen

yang ada atau seharusnya ada dalam udara ambien (baku mutu udara ambien). Gubernur

menetapkan baku mut udara ambien daerah berdasarkan baku mutu nasional dan ditinjau

setiap 5 tahun. Baku mutu udara ambien daerah ditetapkan dengan ketentuan sama atau

lebih ketat dari baku mutu nasional. Apabila gubernur belum menetapkan baku mutu

daerah, maka berlaku baku mutu udara ambien nasional. Selain itu, pemerintah juga

mengeluarkan peraturan tentang baku mutu emisi sumber tidak bergerak (seperti : asap

dari cerobong pabrik) dan baku mutu emisi sumber bergerak (berasal dari asap mobil,

motor dll). Untuk mengetahui kondisi udara yang kita hirup (ambien), biasanya

Page 11: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

11

digunakan suatu indek yang disebut ISPU atau Indeks Standar Pencemaran Udara. ISPU

adalah suatu angka tak berdimensi yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien

di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan

manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. ISPU didapat dari Stasiun

pemantauan kualitas udara ambien secara otomatis. Parameter yang diapantau adalah :

· Partikulat (PM10 )

· Karbon Monoksida (CO)

· Sulfur dioksida (SO2)

· Nitrogen dioksida (NO2)

· Ozon (O3)

Kondisi udara ini disampaikan pada masyarakat tiap hari melalui media massa,

elektronika dan papan peragaan di tempat umum. Evaluasi dilakukan satu tahun sekali.

Tabel 4. Kategori ISPU dan penjelasannya

Kategori Rentang Penjelasan

Baik 0 – 50 Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika.

Sedang 51 – 100 Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika.

Tidak Sehat 101 – 199 Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

Sangat Tidak Sehat 200 - 299 Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.

Berbahaya 300 lebih Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan serius pada populasi.

Sumber: Keputusan KABAPEDAL Nomor:Kep-107/BAPEDAL/11/1997

Page 12: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

12

Tabel 5. Batas ISPU Dalam Satuan SI

ISPU 24 jam PM10

(µg/m3)

24 jam SO2

(µg/m3)

8 jam CO

(µg/m3)

1 jam O3

(µg/m3)

1 jam NO2

(µg/m3)

50 50 80 5 120 (2) -

100 150 365 10 235 (2) -

200 350 800 17 400 1130

300 420 1600 34 800 2260

400 500 2100 46 1000 3000

500 600 2620 57,5 1200 3750

Sumber: Keputusan KABAPEDAL Nomor:Kep-107/BAPEDAL/11/1997 Keterangan : 1. Diukur pada 25oC dan 760 mmHg. 2. Tidak ada indeks yang dapat dilaporkan pada konsentrasi rendah dengan jangka

pemaparan yang pendek. Untuk menghitung ISPU ada 2 macam cara, yaitu dengan perhitungan dan grafik. Untuk

perhitungan rumusnya adalah sebagai berikut :

Ib Xb) -(Xx Xb - XaIb - Ia

I +=

Keterangan : I = ISPU terhitung Ia = ISPU batas atas Ib = ISPU batas bawah Xa = ambien batas atas Xb = ambien batas bawah Xb = kadar ambien nyata hasil pengukuran

Contoh : Kadar SO2 hasil pengukuran kualitas udara di Kota Jayapura adalah 322 µg/m3.

50)80322(8036550100

I +---

=

I = 92,45 = 92 (dibulatkan)

Nilai ISPU ini berarti kualitas udara di Kota Jayapura adalah sedang atau tingkat kualitas

udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh

pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika.

Page 13: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

13

Untuk informasi ke masyarakat tentang kualitas udara di Kota Jayapura contohnya adalah

sebagai berikut :

Misal di Kota Jayapura terdapat 3 stasiun yang memonitoring kualitas udara, hasilnya :

· Stasiun 1, ISPU : 96 (PM10), 80 (SO2), 40 (O3), 55 (NO2), 90 (CO)

· Stasiun 2, ISPU : 88 (PM10), 44 (SO2), 40 (O3), 42 (NO2), 83 (CO)

· Stasiun 3, ISPU : 91 (PM10), 71 (SO2), 35 (O3), 55 (NO2), 92 (CO)

ISPU yang disiarkan adalah ISPU yang paling tinggi, sehingga ISPU Kota Jayapura

adalah :

· Indeks ISPU : 96

· Kualitas udara : sedang (warna biru)

· Parameter dominan : PM10

Berlaku 24 jam dari hari ini pukul 15.00 tanggal (n) sampai pukul 15.00 tanggal (n+1).

V. Evaluasi Ekonomi Lingkungan

Di dalam ilmu ekonomi dikenal analisis rasio manfaat dan biaya (B/C ratio)

sosial. Analisis biaya - manfaat dikembangkan untuk memberi sebuah cara sistematik

untuk membandingkan keuntungan serta kerugian ekonomi dari berbagai alternatif

proyek. Dalam bentuknya yang paling sederhana , analisis biaya manfaat meliputi

identifikasi semua keuntungan dan kerugian selama jangka waktu proyek, menjabarkan

nilai - nilai keuntungan dan kerugian pada periode - periode tertentu dalam satu rentang

waktu, serta menghitung perbandingan antara keuntungan dan kerugian. Umumnya, para

penganalisa dan perencana hanya tertarik pada alternatif yang mempunyai rasio lebih

besar dari satu. Dengan kata lain agar secara ekonomi layak, sebuah proyek diharapkan

memberikan lebih banyak untung daripada rugi (Pareglio, 1996).

Di dalam kasus pembangunan IPAL oleh industri untuk mengurangi kadar limbah

cairnya yang dibuang ke badan penerima (misal : sungai), maka dapat di evaluasi jika

rasio B/C pengoperasian alat pencegah pencemaran limbah cair lebih besar atau sama

dengan satu maka kesejahteraan masyarakat lebih tinggi dan sebaliknya kurang dari satu,

maka kesejahteraan masyarakat turun. Sampai saat ini nilai ekonomi kerusakan

lingkungan belum dapat dibakukan , misalnya berapa harga monometer seseorang yang

sakit kronis akibat zat pencemar tertentu (Brodjonegoro, 1996 ).

Page 14: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

14

Sungai merupakan salah satu sistem alami yang memiliki kemampuan self

purification atas limbah cair yang mengalir ke badan sungai, tetapi bila konsentrasi

limbah semakin meningkat dan kompleks maka kemampuan penswapentahiran limbah

ini akan mengalami penurunan. Agar fungsi sungai dapat dipertahankan maka para

industriawan dituntut kepeduliaannya untuk lebih memperhatikan konsentrasi efluen

limbah cair yang dihasilkan dengan cara membangun dan mengoperasikan instalasi

pengolah air limbah (IPAL) dengan sebaik-baiknya.

Dari setiap proyek, dari sudut pandang ekonomi, dapat ditentukan besarnya

manfaat yang akan diperoleh disamping jumlah biaya yang harus dikeluarkan. Dalam

analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total atau produktivitas atau keuntungan

yang didapat dari semua sumber daya yang dipakai proyek untuk masyarakat

keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa

dalam masyarakat yang menerima hasil proyek itu (Pareglio,1996).

Pembangunan proyek instalasi pengolah air limbah (IPAL) memerlukan investasi

yang cukup besar. Dalam pembuatan instalasi pengolah air limbah (IPAL) yang termasuk

biaya atau ongkos adalah biaya konstruksi dan operasi, pemeliharaan dan penggantian.

Untuk mengoperasikan aset tersebut juga dikeluarkan biaya yang relatif besar pula.

Besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan selam umur ekonomis dibandingkan dengan

besarnya manfaat (langsung, tidak langsung, maupun terkait) yang diterima masyarakat

karena tidak terjadinya pencemaran yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan,

seperti terselamatkannya produktivitas budidaya perikanan. Penilaian manfaat

menggunakan teknik nilai pasar atau produktivitas (Hufschmidt dkk, 1991;

Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro, 1992).

Manfaat merupakan nilai barang dan jasa bagi konsumen, sedangkan ongkos atau

biaya merupakan manfaat yang tidak diambil atau lepas dan hilang (opportunity cost).

Biaya tersebut adalah biaya mencegah pencemaran. Biaya pencegahan pencemaran

adalah ongkos yang dikeluarkan baik oleh perusahaan, perorangan dan pemerintah untuk

mencegah sebagian atau keseleruhan pencemaran akibat kegiatan produksi atau

konsumsi. Biaya pencemaran dibagi ke dalam :

a) biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, swasta atau pemerintah untuk menghindari

kerusakan lingkungan akibat pencemaran.

Page 15: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

15

b) Kerusakan kesejahteraan masyarakat akibat pencemaran.

Menurut Kodoatie (2001), manfaat dari suatu proyek dapat diklasifikasikan

menjadi :

1. Manfaat langsung : yaitu manfaat yang langsung dapat diperoleh dari suatu proyek

atau kegiatan.

Contohnya : - Pembangunan PLTA menghasilkan listrik.

- Pembuatan alat pengolah limbah, sehingga limbah hasil olahan

tidak mencemari lingkungan.

2. Manfaat tidak langsung.

Contohnya : - pembuatan suatu jembatan yang membuat suatu daerah menjadi

berkembang industrinya.

3. Manfaat nyata ( tangible benefit ) : yaitu manfaat nyata yang dapat diukur dalam

bentuk suatu nilai uang.

4. Manfaat tidak nyata ( intangible benefit ).

Contohnya : - perasaan aman terhadap banjir sesudah adanya proyek pengendalian

banjir.

Salah satu Parameter yang dapat digunakan dalam analisis manfaat - biaya dalam

evaluasi suatu proyek adalah perbandingan manfaat dan biaya ( Benefit Cost ratio).

Ratio B / C = Nilai sekarang manfaat Nilai sekarang biaya

n

å Bt Ratio B / C = t =1 ( 1 + r ) (Dixon et al., 1993)

å Ct t =1 ( 1 + r ) t

Keterangan : r = Tingkat diskonto (dalam pecahan atau %) mencerminkan suku

bunga yang berlaku di bank.

n = Banyaknya tahun selama proyek berlangsung.

t = Tahun yang berkaitan dengan kegiatan atau proyek.

Bt = Manfaat dalam tahun.

Ct = Biaya dalam tahun t (biaya pembangunan dan operasional)

å = Tanda penjumlahan.

Page 16: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

16

Pangkal tolak analisis manfaat dan biaya adalah ekonomi kesejahteraan. Tugas

pokok dari ekonomi kesejahteraan adalah membandingkan berbagai keadaan ekonomi

untuk menentukan apakah perubahan keadaan ekonomi yang satu arah kearah keadaan

ekonomi yang lain, lebih baik atau lebih buruk. Biaya - biaya yang timbul baik saat

pembangunan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) PT. Budi Makmur Jayamurni

maupun setelah operasi, adalah sebagai berikut :

I. Biaya pembangunan IPAL Rp. ........

II. Biaya operasional Rp. ........

III. Biaya pemeliharaan Rp. ........

IV. Biaya pemeriksaan laboratorium Rp. ........

Total biaya = Ct

Dengan adanya sarana pengolahan air limbah, maka air limbah yang dibuang ke sungai,

beban pencemarannya akan menurun. Penduduk sekitar memanfaatkan air sungai yang

sudah tercampur limbah cair industri XYZ untuk perikanan. Kemudian hasil yang di

dapat dibuat tabel berikut ini.

Tabel 6. Nilai Produksi Ikan (Manfaat) di Beberapa Desa

Desa Jenis ikan harga ikan Produksi ikan, kg Nilai produksi ikan per kg Rp. - - - - - Total Manfaat -------------------------------------------------------> Rp. Bt

Untuk menghitung biaya pengoperasian IPAL dan manfaat ke tahun n rumusnya adalah :

Biaya = nr)(1

1Ct

+ (

nr)(1

1

+= faktor diskonto )

Manfaat = nr)(1

1Bt

+ (r = bunga bank yang berlaku)

Kemudian dibuat tabel untuk menghitung Bt / Ct ratio :

Page 17: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

17

Tabel 7. Perhitungan Ratio Biaya dan Manfaat

Tahun Biaya Manfaat Faktor Kolom V Kolom VI (1) ( 2 ) (3) Diskonto (2) x (4) (3)x (4) (4) 1 2 3 n å = ....... å = ....... Benefit Cost Ratio = å Kolom VI å Kolom V

Jika nilai BCR < 1, berarti pembangunan IPAL tersebut tidak memberikan manfaat atau

kesejahteraan kepada masyarakat karena limbah hasil pengolahan IPAL mencemari air

sungai, sehingga dapat menurunkan kualitas air sungai, akibatnya produksi ikan

penduduk setempat turun. Jika nilai BCR > 1, berarti pembangunan IPAL tersebut

memberikan manfaat atau kesejahteraan kepada masyarakat karena limbah hasil

pengolahan IPAL tidak mencemari air sungai, sehingga kualitas air sungai teap baik,

akibatnya produksi ikan penduduk setempat naik.

VI. Evaluasi Lingkungan dari Kebisingan

Dalam setiap pembangunan selain bertujuan untuk menunjang pertumbuhan

ekonomi dan kemakmuran masyarakat secara material dan sprititual, juga dapat

menimbulkan pengaruh yang tidak diharapkan. Dampak yang ditimbulkan dari

pembangunan, tidak saja mengena/berpengaruh langsung terhadap masyarakat

atau individu penimbul dampak tetapi dapat juga berpengaruh terhadap

masyarakat umum yang tidak melakukan kegiatan tersebut. Salah satu dampak

pembangunan ekonomi di sektor industri dan transportasi yang bersifat negatif

adalah kebisingan. Kebisingan merupakan dampak yang menimbulkan pengaruh

negatif yang mau tidak mau harus diterima oleh masyarakat di sekitar lokasi

sumber bising.

Page 18: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

18

Suara bising secara umum didefinisikan sebagai suara-suara yang tidak

dikehendaki, sedangkan menurut Kep. MNLH/11/1996, kebisingan adalah bunyi

yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu

yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan.

Menurut Tandjung (1987), kebisingan dapat dikategorikan sebagai salah satu

bentuk pencemaran oleh suara karena masuknya suara yang tidak diinginkan

kedalam lingkungan, yang menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan.

Pengaruh kebisingan terhadap manusia secara fisik tidak saja mengganggu

organ pendengaran, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan pada organ-organ

tubuh yang lain, seperti penyempitan pembuluh darah dan sistem jantung

(Sasongko et al., 2000). Pengaruh bising secara psikologi, yaitu berupa penurunan

efektivitas kerja dan kinerja seseorang (Asmaningprojo, 1995). Menurut Sulistyani

et al., (1993), agresivitas warga yang tinggal di kawasan bising akan meningkat

dengan bertambahnya tingkat kebisingan di kawasan tersebut dan inilah yang

menyebabkan warga kurang mampu mengontrol diri maupun tingkah lakunya.

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Bhinnety et al., (1994), menyatakan

bahwa intensitas bising (bunyi) mempunyai pengaruh yang nyata terhadap memori

jangka pendek; semakin tinggi intensitas kebisingan akan semakin menurun

memori jangka pendek seseorang, variasi intensitasnya antara 30 dB sampai

dengan 95 dB.

Manusia memiliki ambang dengar rata-rata 1000 Hz, sedangkan bunyi yang

mempunyai frekuensi di bawah 15 Hz disebut Subsonic sedangkan bunyi yang

frekuensinya di atas 16.000 Hz disebut Ultrasonic. Secara fisik tekanan dengan

frekuensi 1000 Hz adalah sama dengan 0.0002 dyne/cm2 = 2.10-5 N/m2 atau 20

mikro pascal dan angka ini dapat dijadikan refrensi tekanan bunyi, yang

merupakan tekanan suara terkecil yang masih dapat didengar oleh telinga manusia

(ambang pendengaran). Tekanan suara terbesar yang masih dapat didengar telinga

manusia tanpa menimbulkan rasa sakit adalah sekitar 200 Pascal yang setara

dengan 140 dB (ambang rasa sakit).

Page 19: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

19

Gambar 3. Perambatan gelombang bunyi dari sumber ke penerima (Sumber : Gabriel, 1996)

Bising merupakan salah satu residu dari kegiatan produksi yang tidak akan

bertahan lama di lingkungan serta jumlahnya relatif kecil apabila dibandingkan

dengan bentuk-bentuk limbah energi yang lain, antara lain limbah energi yang

berupa panas dan getaran. Itulah sebabnya perhatian masyarakat luas terhadap

bising sebagai salah satu bentuk polutan lingkungan yang berpotensi mengurangi

kualitas lingkungan masih belum signifikan. Salah satu sumber kebisingan yang

paling penting di daerah perkotaan khususnya di daerah pemukiman adalah lalu

lintas jalan, kendaraan bermotor dan industri (Priede dalam Subagio, 2000).

Pengukuran tingkat kebisingan dipakai tingkat kebisingan konstan ekivalen karena

kebisingan yang dihasilkan cenderung bervariasi terhadap waktu, yang dinyatakan

dengan (Subagio, 2001):

Lek = 10 log [ å=

n

i 1fi 10Li/10 ] dBA ……………………………… ( 2.3 )

Dengan :

Lek = Tingkat kebisingan ekivalen (Dba)

a Zone Bayangan a α b d a

S c P Sumber Bunyi Penghalang Penerima

Page 20: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

20

fi = Faksi waktu terjadinya tingkat kebisingan pada interval waktu pengukuran tertentu

Li = Nilai tengah tingkat kebisingan pada interval waktu pengukuran tertentu (dBA)

Pengukuran kebisingan (tingkat tekanan bunyi (dBA)) terhadap sumber suara

biasanya menggunakan alat sound level meter selama 10 menit untuk tiap

pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 detik.

Tabel 8 Baku Mutu Tingkat Kebisingan

PERUNTUKAN KAWASAN / LINGKUNGAN KEGIATAN

TINGKAT KEBISINGAN (dBA)

a. Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan Permukiman 55 2. Perdagangan dan Jasa 70 3. Perkantoran dan Perdagangan 65 4. Ruang Terbuka Hijau 50 5. Industri + Portable Compresor 70, 85 6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60 7. Rekreasi 70 8. Khusus :

- Pelabuhan Laut 70 - Cagar Budaya 60

b. Lingkungan Kegiatan 1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55 2. Sekolah atau sejenisnya 55 3. Tempat Ibadah dan sejenisnya 55

Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/Menlh/11/1996

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam

tingkat dan waktu tertentu yang dapat mengalihkan perhatian, mengganggu atau

berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Menurut Mackenzie (1991), bunyi yang dapat

berupa rangsangan yang diterima oleh syaraf pendengaran yang berasal dari suatu

sumber bunyi dan apabila syaraf pendengaran tidak menghendaki rangsangan

tersebut maka bunyi tersebut dinamakan sebagai suatu kebisingan. Suatu bunyi

dapat dianggap sebagai bising tergantung pada kekerasan bunyi (loudness),

Page 21: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

21

frekuensi, kontinuitas, waktu terjadinya, isi informasi dan aspek subyektif dari

penerima.

Tabel 9. Hubungan tekanan suara terhadap tingkat tekanan suara pada berbagai sumber

No. Jenis Sumber Bising Tekanan Suara (Pa)

Tingkat Tekanan Suara (dB)

1. Pesawat Jet tinggal landas (jarak 100 ft)

20 120

2. Pesawat Jet tinggal landas (jarak 400 ft)

6,32 110

3. Sepeda Motor (jarak 25 ft)

0,632 90

4. Lalu lintas, jalan kota 0,0632 70 5. Pidato 0,020 60 6. Perkantoran, Permukiman 0,00632 50 7. Kamar tamu tanpa TV 0,0020 40 8. Kamar tidur (malam) 0,000632 30

Sumber : Sasongko, et al

Tabel 10. Daftar skala intensitas kebisingan

(Sumber : Fisika Kedokteran, 1996)

No. Tingkat Kebisingan Intensitas (dB) Batas Dengar Tertinggi 1. Menulikan 120

110 100

Halilintar Meriam Mesin Uap

2. Sangat hiruk pikuk 90 80

Jalan hiruk pikuk Perusahaan sangat gaduh Pluit polisi

3. Kuat 70 60

Kantor gaduh Jalan pada umumnya Radio Perusahaan

4. Sedang 50 40

Rumah gaduh Kantor umumnya Percakapan kuat Radio perlahan

5. Tenang 30 20

Rumah tenang Kentor perorangan Auditorium Percakapan

6. Sangat tenang 10 0

Bunyi daun Berbisik Batas dengar terendah

Page 22: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

22

Contoh kasus :

Untuk mengetahui kondisi lingkungan di seiktar Industri kimia di kota Jayapura,

maka akan dilakukan pengukuran kebisingan. Hasil pengukuran selama 30 menit

diperoleh data sebagai berikut :

· Tingkat tekanan suara 60 dBA terukur selama 10 menit.

· Tingkat tekanan suara 70 dBA terukur selama 10 menit.

Maka tingkat kebisingan ekivalennya adalah

Lek = 10log (0,5 x 1060/10 + 0,7 x 1070/10)

= 67,4 dBA.

Dari hasil diatas, berdasarkan keputusan menteri negara lingkungan hidup nomor kep-

48/menlh/11/1996 untuk baku mutu tingkat kebisingan dari aktivitas Industri adalah 70

dBA, maka dari hasil pengukuran tersebut ternyata suara bising yang dikeluarkan dari

aktivitas industri tidak melebihi ambang batas yang telah ditentukan walaupun tingkat

kebisingannya kuat.

Daftar Pustaka

Asmaningprojo A, 1995, ”Peranan Akustik dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup dan Produktivitas Kerja,” Proceeding Experimental and Theoritical mechanics, ITB.

Bhinnety Etsem, M., Sugiyanto, dan Pudjono, M., 1994, “Pengaruh Intensitas Kebisingan

terhadap Memori Jangka Pendek”, Jurnal Psikologi, XXI, 1, Juni h. 28-38 Brodjonegoro, B.P., 1996,” Dampak Kegiatan Pembangunan Pada Komponen Sosial

Ekonomi,” Kursus AMDAL Tipe A, PPLH UGM, Yogyakarta. Davis Mackenzie L. dan Cornwell David A., 1991, “Introduction to Environmental

Engineerin”, Mc. Graw-Hill Book Co., Singapore. Deperindag, 2004,”Panduan Praktis ISO 14001”, Kursus Sistem Manajemen Lingkungan. Dixon, J.A., dan Maynard, M.H., 1993,” Teknik Penilaian Lingkungan,” ed. 2, hal. 55 -

58, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gabriel, J.F. 1996, “Fisika Kedokteran”, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Page 23: Evaluasi Lingkungan Yang Terkena Dampak

23

Huffschmidt, M.M., James, D.E., Meister, A.D., Bower, B.T., dan Dixon, D.A., 1992,” Lingkungan, Sistem Alami, dan Pembangunan,” Terjemahan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Keputusan KABAPEDAL Nomor:Kep-107/BAPEDAL/11/1997 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/Menlh/11/1996, tentang

Baku Mutu Kebisingan. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003 Tentang

Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Kodoatie, R.J., 2001,” Analisis Ekonomi Teknik,” ed. 4, hal. 109 - 126, Andi Offset,

Yogyakarta. Pareglio, S. and Sali, G., 1996,”Controlling Pollution in Rural Areas By Economic

Instrument,” Environmental Monitoring and Assesment, no. 41, pp. 137 - 140. Rao, A.V., and Bhole, A.G., 2001,” A Low-Cost Technology for The Treatment of Wastewater,” Water Research Journal, pp. 38. Sasongko, D.P., Hadiyarto, A. et al, 2000, ”Kebisingan Lingkungan.”, Univ. Diponegoro.

Semarang. Subagio, 2001, “Pengukuran dan Penilaian Kebisingan”, Kursus Dasar-dasar AMDAL-

A, PSLH – UGM. Yogyakarta. Soemarwoto, O. 2001, “Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan,” Jakarta :

Djambatan-Press. Sudarmadji, 1997,” Baku Mutu Lingkungan,” Kursus Dasar - Dasar Pengendalian

Pencemaran Lingkungan, Bapedalda Kerjasama PSLH UGM, Yogyakarta. Suparmoko. M. 1997, “Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (suatu pendekatan

teoritis)”, Edisi 2, BPFE-Yogyakarta. Tandjung, HSD. 1987, ”Dampak bising.Yogyakarta,” PPLH-UGM Yogyakarta.h. 1-9. Tomi, 2003 ,”Analisis efisiensi dan benefit cost ratio pengoperasian instalasi

pengolah air limbah (IPAL) industri penyamakan kulit ,” Tesis, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.