evaluasi lingkungan yang terkena dampak
DESCRIPTION
Evaluasi Lingkungan Yang Terkena DampakTRANSCRIPT
2
I. Pendahuluan
Masalah lingkungan menjadi pokok perhatian masyarakat dunia pada dekade
terakhir abad ke-20. Hasil survei McKinsey Company (1991) menyatakan 92% dari 400
perusahaan yang disurvei berpendapat bahwa lingkungan akan menjadi isu sentral di
abad ke-21. Hal serupa juga dilaporkan oleh World Economic Forum (1990), dimana
sekitar 650 industriawan dan tokoh pemerintah berpendapat bahwa masalah lingkungan
akan menjadi salah satu tantangan dalam dunia bisnis dan perdagangan di abad 21.
Indikasi dari prediksi tersebut ditandai oleh perubahan cara pandang masyarakat
dunia terhadap permasalahan lingkungan, dan perubahan preferensi masyarakat dunia ke
arah konsumsi hijau (green consumerism). Dengan adanya perubahan tersebut,
pendekatan command and control yang diterapkan selama dasawarsa tahun 70-80’an
tidak efektif lagi untuk dilaksanakan karena berorientasi pada peraturan (regulation-
oriented) dan tidak memberikan insentif tertentu bagi pelaksana yang mentaatinya.
KTT Bumi tahun 1992 mulai merubah pendekatan tersebut dengan mengajak partisipasi
seluruh pihak dan kelompok yang berkepentingan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Semua pihak bersepakat untuk menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) melalui prinsip kemitraan. Kesepakatan KTT Bumi
mempengaruhi lingkup perekonomian yang lebih luas dan menempatkan aspek
lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh dalam perdagangan barang dan jasa.
Aspek lingkungan merupakan elemen kegiatan, produk dan jasa dari suatu
organisasi yang berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi oleh seluruh atau sebagian
kegiatan, produk atau jasa organisasi tersebut dapat menyebabkan perubahan terhadap
lingkungan (dampak lingkungan), apakah perubahan yang merugikan (negatif) atau yang
menguntungkan (positif). Hubungan antara aspek lingkungan dan dampak lingkungan
merupakan suatu “hubungan sebab dan akibat”. Aspek lingkungan dapat positif atau
negatif. Aspek lingkungan merupakan masukan (input), sedangkan dampak lingkungan
merupakan keluaran (output). Dengan demikian, dapat diartikan bahwa identifikasi aspek
lingkungan merupakan suatu proses kompilasi dari inventarisasi input dan output.
Cakupan identifikasi dan evaluasi aspek lingkungan perlu mempertimbangkan :
3
a. Proses kegiatan organisasi di masa lalu dan sekarang yang menimbulkan dampak
(positif atau negatif) terhadap lingkungan;
b. Komponen lingkungan yang terkait, seperti: air, udara, tanah, limbah (cair, padat,
gas), sumberdaya alam (energi, air, bahan baku), dan aspek sosial dan kesehatan
masyarakat;
c. Kondisi operasional organisasi: normal, abnormal, dan darurat;
d. Kegiatan kontraktor dan pemasok di area yang menjadi tanggungjawab
organisasi.
Untuk mengevaluasi dan mengendalikan dampak dari suatu kegiatan harus mengetahui
dampak yang ditimbulkannya. Namun mengetahui dampak barulah sebagian, juga harus
mengetahui darimana dampak berasal dan apakah dampak tersebut penting.
Pembangunan merupakan upaya sadar untuk mengelola dan memanfaatkan
sumber daya guna meningkatkan mutu kehidupan rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang
merupakan indikator keberhasilan suatu pembangunan seringkali digunakan untuk
mengukur kualitas hidup manusia., sehingga semakin tinggi nilai pertumbuhan ekonomi
maka semakin tinggi pula taraf hidup manusia. Semakin cepat pertumbuhan ekonomi
akan semakin banyak barang sumberdaya yang diperlukan dalam proses produksi yang
pada gilirannya akan mengurangi ketersediaan sumberdaya alam sebagai bahan baku
Gambar 1. Contoh mengetahui dampak dari suatu kegiatan
4
yang tersimpan pada sumberdaya alam yang ada. Jadi semakin menggebunya
pembangunan ekonomi dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat berarti
semakin banyak barang sumberdaya yang diambil dari dalam bumi dan akan semakin
sedikitlah jumlah persediaan sumberdaya alam tersebut. Disamping itu pula
pembangunan ekonomi yang cepat dibarengi dengan pembangunan instalasi-instalasi
pengolah maka akan tercipta pula pencemaran yang merusak sumberdaya alam dan juga
manusia itu sendiri.
KegiatanEkonomi
Barang
Produsen Konsumen Residu, LingkunganJasa limbah Hidup
SDA
Ekosistem Jasa~Darat Tenaga~Laut Modal~Udara
Upah
Gambar 2. Kegiatan ekonomi di dalam lingkungan hidup.
II. Petunjuk Identifikasi Aspek Lingkungan Dan Evaluasi Dampak Lingkungan
Hubungan antara aspek lingkungan dan dampak lingkungan merupakan
"hubungan sebab dan akibat'. Aspek lingkungan mengacu ke unsur kegiatan, produk atau
jasa organisasi yang dapat menimbulkan dampak positif atau negatif terhadap
Evaluasi Lingkungan
5
lingkungan. Sebagai contoh, pembuangan, emisi, penggunaan atau penggunaan kembali
bahan, atau kebisingan. Dampak lingkungan mengacu pada perubahan yang terjadi dI
lingkungan sebagai hasil dari aspek. Contoh dampak dapat termasuk pencemaran atau
kontaminasi air atau berkurangnya sumberdaya alam. Identifikasi aspek lingkungan dan
evaluasi dampak lingkungan yang terkait merupakan proses yang berkaitan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah 1 - Pemilihan Kegiatan, Produk atau Jasa
· Kegiatan, produk atau jasa yang dipilih harus cukup besar untuk pengujian yang
bermakna dan cukup kecil untuk dimengerti seperlunya.
Langkah 2 - Identifikasi Aspek Lingkungan dari Kegiatan, Produk atau Jasa
· Identifikasi sebanyak mungkin aspek lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan,
produk atau jasa yang telah dipilih.
Langkah 3 - Identifikasi Dampak Lingkungan
· Identifikasi sebanyak mungkin dampak lingkungan yang nyata, berpotensi positif
dan negatif, yang berkaitan dengan setiap aspek yang diidentifikasi.
Tabel 1. Contoh dari ketiga langkah tersebut adalah:
Kegiatan produk/jasa Aspek Dampak
Kegiatan penanganan bahan
berbahaya beracun
Potensi tumpahan bahan
Kontaminasi tanah dan atau
air
Produk - Penghalusan
Produk
Peracikan ulang produk
untuk mengurangi volume
Konservasi sumberdaya
alam
Perawatan – Pemeliharaan
Kendaraan
Emisi buangan Pengurangan emisi udara
Sumber: ISO-14004 (1996)
Langkah 4 - Evaluasi Penting Dampak
· Bobot dari setiap dampak lingkungan yang telah diidentifikasi dapat berbeda dari
satu organisasi dengan organisasi lainnya. Kuantifikasi dapat membantu
penilaian.
Evaluasi dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1). Tingkat perhatian lingkungan:
6
a) jumlah manusia terkena dampak;
b) luas persebaran dampak;
c) lama dan intensitas dampak;
d) banyaknya komponen lingkungan terkena dampak;
e) sifat kumulatif dampak;
f) berbalik tidaknya dampak.
2). Tingkat perhatian bisnis:
a) adanya peraturan perundang-undangan dan hukum;
b) kesulitan dalam menanggulangi dampak;
c) biaya untuk menanggulangi dampak;
d) pengaruh perubahan terhadap kegiatan dan proses lainnya;
e) kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan;
f) pengaruh pandangan masyarakat.
Dalam makalah ini akan diberikan beberapa contoh yang konkret cara mengevaluasi
dampak lingkungan yang terpengaruh dari suatu kegiatan ekonomi, seperti mutu air
sungai, kondisi udara dan kebisingan.
III. Evaluasi Mutu Air Dengan Metoda Storet
Pengendalian mutu air pada sumber-sumber air bertujuan untuk menjaga agar air
yang ada di sumber-sumber air dapat dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
manusia, untuk melindungi kelestarian hidup fauna, flora dan mikroorganisme yang
bermanfaat yang terdapat pada sumber-sumber air dimaksud. Ruang Lingkup
pengendalian mutu air pada sumber-sumber air mencakup upaya pelaksanaan dan
pengawasan. Salah satunya adalah melakukan evaluasi penurunan mutu air pada sumber.
Metoda STORET merupakan salah satu metoda untuk menentukan status mutu air
yang umum digunakan. Dengan metoda STORET ini dapat diketahui parameter-parameter
yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metoda STORET adalah
membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan
peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara menentukan status mutu air adalah
menggunakan sistem nilai dari “US-EPA” dalam empat kelas, yaitu :
7
(1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 à memenuhi baku mutu
(2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 à cemar ringan
(3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 à cemar sedang
(4) Kelas D : buruk, skor ≥ -31 à cemar berat
Penentuan status mutu air dengan menggunakan metoda STORET dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Lakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga
membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).
2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku
mutu yang sesuai dengan kelas air.
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran < baku mutu)
maka diberi skor 0.
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku
mutu), maka diberi skor :
Tabel 2. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air Jumlah contoh1)
Nilai Parameter
Fisika Kimia Biologi
< 10
Maksimum
Minimum
Rata-rata
-1
-1
-3
-2
-2
-6
-3
-3
-9
≥ 10
Maksimum
Minimum
Rata-rata
-2
-2
-6
-4
-4
-12
-6
-6
-18
Sumber : Canter (1977) Catatan : 1) jumlah parameter yang digunakan untuk penentuan status mutu air.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada contoh berikut ini. Tabel 2 merupakan contoh
penerapan penentuan kualitas air menurut metoda STORET yang dilakukan oleh Unpad,
Bandung. Data diambil dari sungai Ciliwung pada stasiun 1. Pada tabel ini tidak diberikan
data lengkap hasil analisa di sungai Ciliwung, tetapi hanya diberikan nilai maksimum,
minimum, dan rata-rata dari data-data hasil. Cara pemberian skor untuk tiap parameter adalah
sebagai berikut (contoh, untuk Hg):
8
a. Hg merupakan parameter kimia, maka gunakan skor untuk parameter kimia.
b. Kadar Hg yang diharapkan untuk air golongan C adalah 0.002 mg/l.
c. Kadar Hg maksimum hasil pengukuran adalah 0.0296 mg/l, ini berarti kadar Hg melebihi
baku mutunya. Maka skor untuk nilai maksimum adalah -2.
d. Kadar Hg minimum hasil pengukuran adalah 0.0006 mg/l, ini berarti kadar Hg sesuai
dengan baku mutunya. Maka skornya adalah 0.
e. Kadar Hg rata-rata hasil pengukuran adalah 0.0082 mg/l, ini berarti melebihi baku
mutunya. Maka skornya adalah –6.
f. Jumlahkan skor untuk nilai maksimum, minimum, dan rata-rata. Untuk Hg pada contoh ini
skor Hg adalah –8.
g. Lakukan hal yang sama untuk tiap parameter, apabila tidak ada baku mutunya untuk
parameter tertentu, maka tidak perlu dilakukan perhitungan.
h. Jumlahkan semua skor, ini menunjukan status mutu air. Pada contoh ini skor total adalah –
58, ini berarti sungai Ciliwung pada stasiun 1 mempunyai mutu yang buruk untuk
peruntukan golongan C.
Tabel 3. Status Mutu Kualitas Air Menurut Sistem Nilai STORET di Stasiun 1 sungai Ciliwung bagi peruntukan Golongan C (PP 20/1990)
9
10
Dari evaluasi tersebut, diperoleh jumlah skor total = -58, berarti status sungai ini adalah
tercemar berat (Kelas D : buruk, skor ≥ -31 à cemar berat).
IV. Evaluasi Mutu Udara Dengan ISPU
Setiap waktu kita bernafas, seorang dewasa rata-rata menghirup lebih dari 3.000
gallon (11,4 m3) udara tiap hari. Udara yang kita hirup, jika tercemar oleh bahan
berbahaya dan beracun dari aktivitas kegiatan ekonomi (misalnya : industri), akan
berdampak serius pada kesehatan kita, terutama anak-anak yang lebih banyak bermain di
udara terbuka dan lebih rentan daya tahan tubuhnya. Walaupun tidak terlihat oleh kasat
mata, pencemar di udara mengancam kehidupan kita dan mahluk hidup lainnya.
Pencemar udara menyebabkan kanker dan dampak kesehatan serius, menyebabkan smog
dan hujan asam, mengurangi daya perlindungan lapisan ozon di atmosfer bagian atas, dan
berpotensi untuk turut berperan dalam perubahan iklim dunia. 7 pencemar utama yang
mempengaruhi kualitas udara adalah Partikulat, Sulfur Dioksida (SO2), Ozone, Karbon
monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2), Hidrokarbon (HC) dan Timbal (Pb).
Untuk mengurangi pencemaran udara pemerintah mengeluarkan peraturan. Salah
satunya adalah penetapan ambang batas maksimum kadar, zat, energi atau komponen
yang ada atau seharusnya ada dalam udara ambien (baku mutu udara ambien). Gubernur
menetapkan baku mut udara ambien daerah berdasarkan baku mutu nasional dan ditinjau
setiap 5 tahun. Baku mutu udara ambien daerah ditetapkan dengan ketentuan sama atau
lebih ketat dari baku mutu nasional. Apabila gubernur belum menetapkan baku mutu
daerah, maka berlaku baku mutu udara ambien nasional. Selain itu, pemerintah juga
mengeluarkan peraturan tentang baku mutu emisi sumber tidak bergerak (seperti : asap
dari cerobong pabrik) dan baku mutu emisi sumber bergerak (berasal dari asap mobil,
motor dll). Untuk mengetahui kondisi udara yang kita hirup (ambien), biasanya
11
digunakan suatu indek yang disebut ISPU atau Indeks Standar Pencemaran Udara. ISPU
adalah suatu angka tak berdimensi yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien
di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan
manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. ISPU didapat dari Stasiun
pemantauan kualitas udara ambien secara otomatis. Parameter yang diapantau adalah :
· Partikulat (PM10 )
· Karbon Monoksida (CO)
· Sulfur dioksida (SO2)
· Nitrogen dioksida (NO2)
· Ozon (O3)
Kondisi udara ini disampaikan pada masyarakat tiap hari melalui media massa,
elektronika dan papan peragaan di tempat umum. Evaluasi dilakukan satu tahun sekali.
Tabel 4. Kategori ISPU dan penjelasannya
Kategori Rentang Penjelasan
Baik 0 – 50 Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika.
Sedang 51 – 100 Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika.
Tidak Sehat 101 – 199 Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
Sangat Tidak Sehat 200 - 299 Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.
Berbahaya 300 lebih Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan serius pada populasi.
Sumber: Keputusan KABAPEDAL Nomor:Kep-107/BAPEDAL/11/1997
12
Tabel 5. Batas ISPU Dalam Satuan SI
ISPU 24 jam PM10
(µg/m3)
24 jam SO2
(µg/m3)
8 jam CO
(µg/m3)
1 jam O3
(µg/m3)
1 jam NO2
(µg/m3)
50 50 80 5 120 (2) -
100 150 365 10 235 (2) -
200 350 800 17 400 1130
300 420 1600 34 800 2260
400 500 2100 46 1000 3000
500 600 2620 57,5 1200 3750
Sumber: Keputusan KABAPEDAL Nomor:Kep-107/BAPEDAL/11/1997 Keterangan : 1. Diukur pada 25oC dan 760 mmHg. 2. Tidak ada indeks yang dapat dilaporkan pada konsentrasi rendah dengan jangka
pemaparan yang pendek. Untuk menghitung ISPU ada 2 macam cara, yaitu dengan perhitungan dan grafik. Untuk
perhitungan rumusnya adalah sebagai berikut :
Ib Xb) -(Xx Xb - XaIb - Ia
I +=
Keterangan : I = ISPU terhitung Ia = ISPU batas atas Ib = ISPU batas bawah Xa = ambien batas atas Xb = ambien batas bawah Xb = kadar ambien nyata hasil pengukuran
Contoh : Kadar SO2 hasil pengukuran kualitas udara di Kota Jayapura adalah 322 µg/m3.
50)80322(8036550100
I +---
=
I = 92,45 = 92 (dibulatkan)
Nilai ISPU ini berarti kualitas udara di Kota Jayapura adalah sedang atau tingkat kualitas
udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh
pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika.
13
Untuk informasi ke masyarakat tentang kualitas udara di Kota Jayapura contohnya adalah
sebagai berikut :
Misal di Kota Jayapura terdapat 3 stasiun yang memonitoring kualitas udara, hasilnya :
· Stasiun 1, ISPU : 96 (PM10), 80 (SO2), 40 (O3), 55 (NO2), 90 (CO)
· Stasiun 2, ISPU : 88 (PM10), 44 (SO2), 40 (O3), 42 (NO2), 83 (CO)
· Stasiun 3, ISPU : 91 (PM10), 71 (SO2), 35 (O3), 55 (NO2), 92 (CO)
ISPU yang disiarkan adalah ISPU yang paling tinggi, sehingga ISPU Kota Jayapura
adalah :
· Indeks ISPU : 96
· Kualitas udara : sedang (warna biru)
· Parameter dominan : PM10
Berlaku 24 jam dari hari ini pukul 15.00 tanggal (n) sampai pukul 15.00 tanggal (n+1).
V. Evaluasi Ekonomi Lingkungan
Di dalam ilmu ekonomi dikenal analisis rasio manfaat dan biaya (B/C ratio)
sosial. Analisis biaya - manfaat dikembangkan untuk memberi sebuah cara sistematik
untuk membandingkan keuntungan serta kerugian ekonomi dari berbagai alternatif
proyek. Dalam bentuknya yang paling sederhana , analisis biaya manfaat meliputi
identifikasi semua keuntungan dan kerugian selama jangka waktu proyek, menjabarkan
nilai - nilai keuntungan dan kerugian pada periode - periode tertentu dalam satu rentang
waktu, serta menghitung perbandingan antara keuntungan dan kerugian. Umumnya, para
penganalisa dan perencana hanya tertarik pada alternatif yang mempunyai rasio lebih
besar dari satu. Dengan kata lain agar secara ekonomi layak, sebuah proyek diharapkan
memberikan lebih banyak untung daripada rugi (Pareglio, 1996).
Di dalam kasus pembangunan IPAL oleh industri untuk mengurangi kadar limbah
cairnya yang dibuang ke badan penerima (misal : sungai), maka dapat di evaluasi jika
rasio B/C pengoperasian alat pencegah pencemaran limbah cair lebih besar atau sama
dengan satu maka kesejahteraan masyarakat lebih tinggi dan sebaliknya kurang dari satu,
maka kesejahteraan masyarakat turun. Sampai saat ini nilai ekonomi kerusakan
lingkungan belum dapat dibakukan , misalnya berapa harga monometer seseorang yang
sakit kronis akibat zat pencemar tertentu (Brodjonegoro, 1996 ).
14
Sungai merupakan salah satu sistem alami yang memiliki kemampuan self
purification atas limbah cair yang mengalir ke badan sungai, tetapi bila konsentrasi
limbah semakin meningkat dan kompleks maka kemampuan penswapentahiran limbah
ini akan mengalami penurunan. Agar fungsi sungai dapat dipertahankan maka para
industriawan dituntut kepeduliaannya untuk lebih memperhatikan konsentrasi efluen
limbah cair yang dihasilkan dengan cara membangun dan mengoperasikan instalasi
pengolah air limbah (IPAL) dengan sebaik-baiknya.
Dari setiap proyek, dari sudut pandang ekonomi, dapat ditentukan besarnya
manfaat yang akan diperoleh disamping jumlah biaya yang harus dikeluarkan. Dalam
analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total atau produktivitas atau keuntungan
yang didapat dari semua sumber daya yang dipakai proyek untuk masyarakat
keseluruhan, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa
dalam masyarakat yang menerima hasil proyek itu (Pareglio,1996).
Pembangunan proyek instalasi pengolah air limbah (IPAL) memerlukan investasi
yang cukup besar. Dalam pembuatan instalasi pengolah air limbah (IPAL) yang termasuk
biaya atau ongkos adalah biaya konstruksi dan operasi, pemeliharaan dan penggantian.
Untuk mengoperasikan aset tersebut juga dikeluarkan biaya yang relatif besar pula.
Besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan selam umur ekonomis dibandingkan dengan
besarnya manfaat (langsung, tidak langsung, maupun terkait) yang diterima masyarakat
karena tidak terjadinya pencemaran yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan,
seperti terselamatkannya produktivitas budidaya perikanan. Penilaian manfaat
menggunakan teknik nilai pasar atau produktivitas (Hufschmidt dkk, 1991;
Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro, 1992).
Manfaat merupakan nilai barang dan jasa bagi konsumen, sedangkan ongkos atau
biaya merupakan manfaat yang tidak diambil atau lepas dan hilang (opportunity cost).
Biaya tersebut adalah biaya mencegah pencemaran. Biaya pencegahan pencemaran
adalah ongkos yang dikeluarkan baik oleh perusahaan, perorangan dan pemerintah untuk
mencegah sebagian atau keseleruhan pencemaran akibat kegiatan produksi atau
konsumsi. Biaya pencemaran dibagi ke dalam :
a) biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan, swasta atau pemerintah untuk menghindari
kerusakan lingkungan akibat pencemaran.
15
b) Kerusakan kesejahteraan masyarakat akibat pencemaran.
Menurut Kodoatie (2001), manfaat dari suatu proyek dapat diklasifikasikan
menjadi :
1. Manfaat langsung : yaitu manfaat yang langsung dapat diperoleh dari suatu proyek
atau kegiatan.
Contohnya : - Pembangunan PLTA menghasilkan listrik.
- Pembuatan alat pengolah limbah, sehingga limbah hasil olahan
tidak mencemari lingkungan.
2. Manfaat tidak langsung.
Contohnya : - pembuatan suatu jembatan yang membuat suatu daerah menjadi
berkembang industrinya.
3. Manfaat nyata ( tangible benefit ) : yaitu manfaat nyata yang dapat diukur dalam
bentuk suatu nilai uang.
4. Manfaat tidak nyata ( intangible benefit ).
Contohnya : - perasaan aman terhadap banjir sesudah adanya proyek pengendalian
banjir.
Salah satu Parameter yang dapat digunakan dalam analisis manfaat - biaya dalam
evaluasi suatu proyek adalah perbandingan manfaat dan biaya ( Benefit Cost ratio).
Ratio B / C = Nilai sekarang manfaat Nilai sekarang biaya
n
å Bt Ratio B / C = t =1 ( 1 + r ) (Dixon et al., 1993)
å Ct t =1 ( 1 + r ) t
Keterangan : r = Tingkat diskonto (dalam pecahan atau %) mencerminkan suku
bunga yang berlaku di bank.
n = Banyaknya tahun selama proyek berlangsung.
t = Tahun yang berkaitan dengan kegiatan atau proyek.
Bt = Manfaat dalam tahun.
Ct = Biaya dalam tahun t (biaya pembangunan dan operasional)
å = Tanda penjumlahan.
16
Pangkal tolak analisis manfaat dan biaya adalah ekonomi kesejahteraan. Tugas
pokok dari ekonomi kesejahteraan adalah membandingkan berbagai keadaan ekonomi
untuk menentukan apakah perubahan keadaan ekonomi yang satu arah kearah keadaan
ekonomi yang lain, lebih baik atau lebih buruk. Biaya - biaya yang timbul baik saat
pembangunan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) PT. Budi Makmur Jayamurni
maupun setelah operasi, adalah sebagai berikut :
I. Biaya pembangunan IPAL Rp. ........
II. Biaya operasional Rp. ........
III. Biaya pemeliharaan Rp. ........
IV. Biaya pemeriksaan laboratorium Rp. ........
Total biaya = Ct
Dengan adanya sarana pengolahan air limbah, maka air limbah yang dibuang ke sungai,
beban pencemarannya akan menurun. Penduduk sekitar memanfaatkan air sungai yang
sudah tercampur limbah cair industri XYZ untuk perikanan. Kemudian hasil yang di
dapat dibuat tabel berikut ini.
Tabel 6. Nilai Produksi Ikan (Manfaat) di Beberapa Desa
Desa Jenis ikan harga ikan Produksi ikan, kg Nilai produksi ikan per kg Rp. - - - - - Total Manfaat -------------------------------------------------------> Rp. Bt
Untuk menghitung biaya pengoperasian IPAL dan manfaat ke tahun n rumusnya adalah :
Biaya = nr)(1
1Ct
+ (
nr)(1
1
+= faktor diskonto )
Manfaat = nr)(1
1Bt
+ (r = bunga bank yang berlaku)
Kemudian dibuat tabel untuk menghitung Bt / Ct ratio :
17
Tabel 7. Perhitungan Ratio Biaya dan Manfaat
Tahun Biaya Manfaat Faktor Kolom V Kolom VI (1) ( 2 ) (3) Diskonto (2) x (4) (3)x (4) (4) 1 2 3 n å = ....... å = ....... Benefit Cost Ratio = å Kolom VI å Kolom V
Jika nilai BCR < 1, berarti pembangunan IPAL tersebut tidak memberikan manfaat atau
kesejahteraan kepada masyarakat karena limbah hasil pengolahan IPAL mencemari air
sungai, sehingga dapat menurunkan kualitas air sungai, akibatnya produksi ikan
penduduk setempat turun. Jika nilai BCR > 1, berarti pembangunan IPAL tersebut
memberikan manfaat atau kesejahteraan kepada masyarakat karena limbah hasil
pengolahan IPAL tidak mencemari air sungai, sehingga kualitas air sungai teap baik,
akibatnya produksi ikan penduduk setempat naik.
VI. Evaluasi Lingkungan dari Kebisingan
Dalam setiap pembangunan selain bertujuan untuk menunjang pertumbuhan
ekonomi dan kemakmuran masyarakat secara material dan sprititual, juga dapat
menimbulkan pengaruh yang tidak diharapkan. Dampak yang ditimbulkan dari
pembangunan, tidak saja mengena/berpengaruh langsung terhadap masyarakat
atau individu penimbul dampak tetapi dapat juga berpengaruh terhadap
masyarakat umum yang tidak melakukan kegiatan tersebut. Salah satu dampak
pembangunan ekonomi di sektor industri dan transportasi yang bersifat negatif
adalah kebisingan. Kebisingan merupakan dampak yang menimbulkan pengaruh
negatif yang mau tidak mau harus diterima oleh masyarakat di sekitar lokasi
sumber bising.
18
Suara bising secara umum didefinisikan sebagai suara-suara yang tidak
dikehendaki, sedangkan menurut Kep. MNLH/11/1996, kebisingan adalah bunyi
yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan.
Menurut Tandjung (1987), kebisingan dapat dikategorikan sebagai salah satu
bentuk pencemaran oleh suara karena masuknya suara yang tidak diinginkan
kedalam lingkungan, yang menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan.
Pengaruh kebisingan terhadap manusia secara fisik tidak saja mengganggu
organ pendengaran, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan pada organ-organ
tubuh yang lain, seperti penyempitan pembuluh darah dan sistem jantung
(Sasongko et al., 2000). Pengaruh bising secara psikologi, yaitu berupa penurunan
efektivitas kerja dan kinerja seseorang (Asmaningprojo, 1995). Menurut Sulistyani
et al., (1993), agresivitas warga yang tinggal di kawasan bising akan meningkat
dengan bertambahnya tingkat kebisingan di kawasan tersebut dan inilah yang
menyebabkan warga kurang mampu mengontrol diri maupun tingkah lakunya.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Bhinnety et al., (1994), menyatakan
bahwa intensitas bising (bunyi) mempunyai pengaruh yang nyata terhadap memori
jangka pendek; semakin tinggi intensitas kebisingan akan semakin menurun
memori jangka pendek seseorang, variasi intensitasnya antara 30 dB sampai
dengan 95 dB.
Manusia memiliki ambang dengar rata-rata 1000 Hz, sedangkan bunyi yang
mempunyai frekuensi di bawah 15 Hz disebut Subsonic sedangkan bunyi yang
frekuensinya di atas 16.000 Hz disebut Ultrasonic. Secara fisik tekanan dengan
frekuensi 1000 Hz adalah sama dengan 0.0002 dyne/cm2 = 2.10-5 N/m2 atau 20
mikro pascal dan angka ini dapat dijadikan refrensi tekanan bunyi, yang
merupakan tekanan suara terkecil yang masih dapat didengar oleh telinga manusia
(ambang pendengaran). Tekanan suara terbesar yang masih dapat didengar telinga
manusia tanpa menimbulkan rasa sakit adalah sekitar 200 Pascal yang setara
dengan 140 dB (ambang rasa sakit).
19
Gambar 3. Perambatan gelombang bunyi dari sumber ke penerima (Sumber : Gabriel, 1996)
Bising merupakan salah satu residu dari kegiatan produksi yang tidak akan
bertahan lama di lingkungan serta jumlahnya relatif kecil apabila dibandingkan
dengan bentuk-bentuk limbah energi yang lain, antara lain limbah energi yang
berupa panas dan getaran. Itulah sebabnya perhatian masyarakat luas terhadap
bising sebagai salah satu bentuk polutan lingkungan yang berpotensi mengurangi
kualitas lingkungan masih belum signifikan. Salah satu sumber kebisingan yang
paling penting di daerah perkotaan khususnya di daerah pemukiman adalah lalu
lintas jalan, kendaraan bermotor dan industri (Priede dalam Subagio, 2000).
Pengukuran tingkat kebisingan dipakai tingkat kebisingan konstan ekivalen karena
kebisingan yang dihasilkan cenderung bervariasi terhadap waktu, yang dinyatakan
dengan (Subagio, 2001):
Lek = 10 log [ å=
n
i 1fi 10Li/10 ] dBA ……………………………… ( 2.3 )
Dengan :
Lek = Tingkat kebisingan ekivalen (Dba)
a Zone Bayangan a α b d a
S c P Sumber Bunyi Penghalang Penerima
20
fi = Faksi waktu terjadinya tingkat kebisingan pada interval waktu pengukuran tertentu
Li = Nilai tengah tingkat kebisingan pada interval waktu pengukuran tertentu (dBA)
Pengukuran kebisingan (tingkat tekanan bunyi (dBA)) terhadap sumber suara
biasanya menggunakan alat sound level meter selama 10 menit untuk tiap
pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 detik.
Tabel 8 Baku Mutu Tingkat Kebisingan
PERUNTUKAN KAWASAN / LINGKUNGAN KEGIATAN
TINGKAT KEBISINGAN (dBA)
a. Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan Permukiman 55 2. Perdagangan dan Jasa 70 3. Perkantoran dan Perdagangan 65 4. Ruang Terbuka Hijau 50 5. Industri + Portable Compresor 70, 85 6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60 7. Rekreasi 70 8. Khusus :
- Pelabuhan Laut 70 - Cagar Budaya 60
b. Lingkungan Kegiatan 1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55 2. Sekolah atau sejenisnya 55 3. Tempat Ibadah dan sejenisnya 55
Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/Menlh/11/1996
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat mengalihkan perhatian, mengganggu atau
berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Menurut Mackenzie (1991), bunyi yang dapat
berupa rangsangan yang diterima oleh syaraf pendengaran yang berasal dari suatu
sumber bunyi dan apabila syaraf pendengaran tidak menghendaki rangsangan
tersebut maka bunyi tersebut dinamakan sebagai suatu kebisingan. Suatu bunyi
dapat dianggap sebagai bising tergantung pada kekerasan bunyi (loudness),
21
frekuensi, kontinuitas, waktu terjadinya, isi informasi dan aspek subyektif dari
penerima.
Tabel 9. Hubungan tekanan suara terhadap tingkat tekanan suara pada berbagai sumber
No. Jenis Sumber Bising Tekanan Suara (Pa)
Tingkat Tekanan Suara (dB)
1. Pesawat Jet tinggal landas (jarak 100 ft)
20 120
2. Pesawat Jet tinggal landas (jarak 400 ft)
6,32 110
3. Sepeda Motor (jarak 25 ft)
0,632 90
4. Lalu lintas, jalan kota 0,0632 70 5. Pidato 0,020 60 6. Perkantoran, Permukiman 0,00632 50 7. Kamar tamu tanpa TV 0,0020 40 8. Kamar tidur (malam) 0,000632 30
Sumber : Sasongko, et al
Tabel 10. Daftar skala intensitas kebisingan
(Sumber : Fisika Kedokteran, 1996)
No. Tingkat Kebisingan Intensitas (dB) Batas Dengar Tertinggi 1. Menulikan 120
110 100
Halilintar Meriam Mesin Uap
2. Sangat hiruk pikuk 90 80
Jalan hiruk pikuk Perusahaan sangat gaduh Pluit polisi
3. Kuat 70 60
Kantor gaduh Jalan pada umumnya Radio Perusahaan
4. Sedang 50 40
Rumah gaduh Kantor umumnya Percakapan kuat Radio perlahan
5. Tenang 30 20
Rumah tenang Kentor perorangan Auditorium Percakapan
6. Sangat tenang 10 0
Bunyi daun Berbisik Batas dengar terendah
22
Contoh kasus :
Untuk mengetahui kondisi lingkungan di seiktar Industri kimia di kota Jayapura,
maka akan dilakukan pengukuran kebisingan. Hasil pengukuran selama 30 menit
diperoleh data sebagai berikut :
· Tingkat tekanan suara 60 dBA terukur selama 10 menit.
· Tingkat tekanan suara 70 dBA terukur selama 10 menit.
Maka tingkat kebisingan ekivalennya adalah
Lek = 10log (0,5 x 1060/10 + 0,7 x 1070/10)
= 67,4 dBA.
Dari hasil diatas, berdasarkan keputusan menteri negara lingkungan hidup nomor kep-
48/menlh/11/1996 untuk baku mutu tingkat kebisingan dari aktivitas Industri adalah 70
dBA, maka dari hasil pengukuran tersebut ternyata suara bising yang dikeluarkan dari
aktivitas industri tidak melebihi ambang batas yang telah ditentukan walaupun tingkat
kebisingannya kuat.
Daftar Pustaka
Asmaningprojo A, 1995, ”Peranan Akustik dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup dan Produktivitas Kerja,” Proceeding Experimental and Theoritical mechanics, ITB.
Bhinnety Etsem, M., Sugiyanto, dan Pudjono, M., 1994, “Pengaruh Intensitas Kebisingan
terhadap Memori Jangka Pendek”, Jurnal Psikologi, XXI, 1, Juni h. 28-38 Brodjonegoro, B.P., 1996,” Dampak Kegiatan Pembangunan Pada Komponen Sosial
Ekonomi,” Kursus AMDAL Tipe A, PPLH UGM, Yogyakarta. Davis Mackenzie L. dan Cornwell David A., 1991, “Introduction to Environmental
Engineerin”, Mc. Graw-Hill Book Co., Singapore. Deperindag, 2004,”Panduan Praktis ISO 14001”, Kursus Sistem Manajemen Lingkungan. Dixon, J.A., dan Maynard, M.H., 1993,” Teknik Penilaian Lingkungan,” ed. 2, hal. 55 -
58, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Gabriel, J.F. 1996, “Fisika Kedokteran”, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
23
Huffschmidt, M.M., James, D.E., Meister, A.D., Bower, B.T., dan Dixon, D.A., 1992,” Lingkungan, Sistem Alami, dan Pembangunan,” Terjemahan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Keputusan KABAPEDAL Nomor:Kep-107/BAPEDAL/11/1997 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-48/Menlh/11/1996, tentang
Baku Mutu Kebisingan. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003 Tentang
Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Kodoatie, R.J., 2001,” Analisis Ekonomi Teknik,” ed. 4, hal. 109 - 126, Andi Offset,
Yogyakarta. Pareglio, S. and Sali, G., 1996,”Controlling Pollution in Rural Areas By Economic
Instrument,” Environmental Monitoring and Assesment, no. 41, pp. 137 - 140. Rao, A.V., and Bhole, A.G., 2001,” A Low-Cost Technology for The Treatment of Wastewater,” Water Research Journal, pp. 38. Sasongko, D.P., Hadiyarto, A. et al, 2000, ”Kebisingan Lingkungan.”, Univ. Diponegoro.
Semarang. Subagio, 2001, “Pengukuran dan Penilaian Kebisingan”, Kursus Dasar-dasar AMDAL-
A, PSLH – UGM. Yogyakarta. Soemarwoto, O. 2001, “Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan,” Jakarta :
Djambatan-Press. Sudarmadji, 1997,” Baku Mutu Lingkungan,” Kursus Dasar - Dasar Pengendalian
Pencemaran Lingkungan, Bapedalda Kerjasama PSLH UGM, Yogyakarta. Suparmoko. M. 1997, “Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (suatu pendekatan
teoritis)”, Edisi 2, BPFE-Yogyakarta. Tandjung, HSD. 1987, ”Dampak bising.Yogyakarta,” PPLH-UGM Yogyakarta.h. 1-9. Tomi, 2003 ,”Analisis efisiensi dan benefit cost ratio pengoperasian instalasi
pengolah air limbah (IPAL) industri penyamakan kulit ,” Tesis, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.