evaluasi pelayanan informasi obat pada pasien ...pasien di instalasi farmasi puskesmas kabupaten...
TRANSCRIPT
i
EVALUASI PELAYANAN INFORMASI OBAT PADA PASIEN DI
INSTALASI FARMASI PUSKESMAS KABUPATEN SLEMAN
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Porfirios Menga Renggo
NIM: 168114101
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu”
1 Petrus 5:7
“Sedikit Lebih Beda Lebih Baik Dari Pada Sedikit Lebih Baik”
Pandji Pragiwaksono
KARYA INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK:
Tuhan Yesus Kristus sang pemberi kehidupan yang menuntun setiap perjalanan
hidup saya sampai sekarang ini, kedua orang tua saya bapak Mikhael Menga dan
mama Hildegardis Woga yang senantiasa memberikan saya semangat dan doa
yang tulus, adik-adik tercinta, semua keluarga besar, teman-teman, sahabat yang
telah memotivasi perjalanan kuliah saya dan Almamaterku tercinta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan perlidungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul”Evaluasi Pelayanan Informasi Obat Pada Pasien Di Instalasi Farmasi
Puskesmas Kabupaten Sleman Yogyakarta”.
Banyak pihak yang terlibat dalam membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada:
1. apt. T.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh
kesabaran dan ketegasan dari awal bimbingan hingga penyusunal skripsi ini
selesai.
2. Dr. apt. Yosef Wijoyo, M.Si. dan apt. Putu Dyana Christasani, M.Sc. selaku
dosen penguji skripsi yang telah memberi arahan dan masukan selama
penyusunan skripsi.
3. Kepala Puskesmas Depok I dan Kepala Puskesmas Kalasan beserta staf yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
Apoteker dan pasien sebagai responden yang bersedia meluangkan waktunya
untuk terlibat dalam penelitian ini.
4. Dekan dan semua staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
membantu peneliti dalam menyelesaikan semua administrasi terkait penelitian.
5. Bapak Mikhael Menga, mama Hildegardis Woga, adik Putri dan Wati atas
dukungannya dan kasih sayang yang tidak ada batasannya. Teman-teman:
Aldy, Juan, Rito, Oba deco, Kasindra, Ify, FSMC 2016 serta semua pihak yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak dan
mengharapkan saran ataupun kritik yang membangun.
Yogyakarta, 16 Desember 2020
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………....…………………….. vi
PRAKATA ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
ABSTRAK ..................................................................................................... xi
ABSTRACT ..................................................................................................... xii
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
METODE PENELITIAN ................................................................................ 3
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 10
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27
LAMPIRAN ................................................................................................... 29
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
DAFTAR TABEL
Tabel I. Karakteristik Demografi Responden……………………………………13
Tabel II. Pembagian kerja responden di Puskesmas……………………………..14
Tabel III. Teknis pelayanan informasi obat……………………………………...17
Tabel IV. Hasil wawancara dengan Responden terkait informasi obat………….25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman…….30
Lampiran II. Surat Izin Puskesmas Depok I………………………………….….31
Lampiran III. Surat Izin Puskesmas Kalasan…………………………………….32
Lampiran IV. Surat Permohonan Menjadi Responden…………………………..33
Lampiran V. Lembar Pesetujuan Menjadi Responden…………………………..34
Lampiran VI. Daftar Panduan Wawancara Responden (Apoteker)……………...35
Lampiran VII. Daftar Panduan Wawancara Responden (Pasien)………………..37
Lampiran VIII. Hasil Wanwancara Dengan Responden (Apoteker)…………….39
Lampiran IX. Hasil wawancara dengan responden (Pasien)……………………..43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRAK
Untuk menunjang pelayanan kesehatan yang optimal dan bermutu di
Puskesmas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memaparkan secara jelas dan
terperinci mengenai pelayanan informasi obat yang diberikan pada paien yang
mengacu pada standar yang telah ditetapkan. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif non eksperinmental dengan rancangan cross sectional. Pengambilan
data menggunakan metode wawancara mendalam. Data merupakan informasi
yang diberikan oleh 5 responden. Data disajikan secara deskriptif dibandingkan
dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Berdasarkan hasil
penelitian, rincian informasi obat yang diberikan oleh Apoteker kepada pasien
adalah waktu penggunaan obat, lama penggunaan obat, cara penggunaan obat,
efek samping obat, interaksi obat, cara penyimpanan obat dan cara pemusnahan
obat. Ada beberapa informasi yang belum diterima oleh pasien yaitu mengenai
interaksi obat, cara pemusnahan obat dan sama sekali belum mendapatkan leaflet
tentang informasi obat. Teknis PIO yang dilakukan yaitu melakukan penyuluhan
dan menjawab pertanyaan dari pasien maupun dari tenaga kesehatan.
Dokumentasi sudah dilakukan dan sesuai dengan standar. Sumber informasi yang
digunakan berupa pustaka primer dan tersier.
Kata kunci: Instalasi Farmasi Puskesmas, Standar Pelayanan Kefarmasian,
Pelayanan Informasi Obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
ABSTRACT
To support optimal and quality health services at Puskesmas, the
government issued a Regulation of the Minister of Health of the Republic of
Indonesia No.74 of 2016 concerning Standard of Pharmaceutical Services at
Puskesmas. The purpose of this study is to explain clearly and in detail the drug
information services provided to patients who refer to predetermined standards.
This research is a descriptive non-experimental study with a cross-sectional
design. Collecting data using in-depth interviews. Data is information provided by
5 respondents. Data presented descriptively compared to Standard Pharmaceutical
Services at Puskesmas. Based on the research results, the detailed drug
information provided by the pharmacist to the patient is the time to use the drug,
the length of time to use the drug, how to use the drug, drug side effects, drug
interactions, how to store the drug and how to destroy the drug. There is some
information that has not been received by patients, namely about drug
interactions, how to destroy drugs, and absolutely no leaflet about drug
information. The PIO technique that is carried out is conducting counseling and
answering questions from patients and health workers. Documentation has been
done and by standards. Sources of information used are primary and tertiary
libraries.
Keywords: Puskesmas Pharmacy Installation, Pharmaceutical Service Standards,
Drug Information Services.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
PENDAHULUAN
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat (Permenkes No. 75 tahun 2014). Pusat Kesehatan Masyarakat yang
selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
di wilayah kerjanya (Permenkes No 75 tahun 2014). Sedangkan menurut
Permenkes No 74 tahun 2016 Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya
disebut Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja.
Pelayanan kefarmasian adalah salah satu bagian dari pelayanan kesehatan
di Puskesmas. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk mendukung
tiga fungsi pokok pelayanan kesehatan di Puskesmas, yaitu sebagai pusat
pemberdayaan masyarakat, pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang meliputi
pelayanan kesehatan individu dan pelayanan kesehatan kelompok masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menuntaskan masalah terkait obat dan masalah kesehatan pada umumnya.
Pelayanan kefarmasian memiliki peranan dalam upaya kesehatan untuk
menghilangkan gejala dari suatu penyakit, mencegah penyakit, serta dapat
menyembuhkan penyakit. Sebaliknya, pelayanan kefarmasian yang kurang
optimal dapat menimbulkan kerugian pada pasien. Oleh sebab itu, pelayanan
kefarmasian yang tepat, objektif, dan komprehensif sangat diperlukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah wujud
dari asuhan kefarmasian yang bertujuan untuk menjaga mutu sediaan farmasi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
menunjang keberhasilan terapi yang dijalani oleh pasien dalam pengobatan
(Prihandiwati dkk, 2018).
Belum semua pasien tahu dan sadar akan apa yang harus dilakukan
tentang obat-obatnya. Oleh karena itu, untuk mencegah penyalahgunaannya dan
adanya interaksi obat yang tidak dikehendaki, pelayanan informasi obat dirasa
sangat diperlukan. Apoteker dapat berkontribusi untuk meningkatkan hasil dari
pengobatan yang dijalankan oleh pasien dengan cara memberikan edukasi dan
konseling pada pasien untuk menyiapkan dan memotivasi pasien agar mentaati
aturan penggunaan obat dan kegiatan monitoring. Edukasi dan konseling
merupakan hal yang paling efektif ketika diselenggarakan di dalam ruangan
ataupun tempat yang menjamin privasi dan memiliki kesempatan untuk menjaga
rahasia komunikasi (Yamada and Nabeshima, 2015).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Novitasari, 2016 ada beberapa
masalah yang ditemukan saat melakukan pelayanan informasi obat yakni
dokumentasi yang belum sesuai, evaluasi sumber informasi yang digunkan
sebagai acuan dalam pelayanan informasi obat belum dilakukan serta sarana fisik
seperti ruang pelayanan informasi obat yang dilengkapi dengan sumber informasi
dan teknologi komunikasi belum.
Penelitian ini mempunyai tujuan umum yaitu untuk memaparkan secara
jelas dan terperinci mengenai pelayanan informasi obat yang diberikan pada
pasien di Instalasi Farmasi Puskesmas Kabupaten Sleman Yogyakarta dengan
mengacu pada standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah
mengidentifikasi kelengkapan informasi yang diberikan Apoteker pada pasien di
instalasi farmasi Puskesmas Kabupaten Sleman Yogyakarta dengan standar
pelayanan kefarmasian berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 tahun
2016 dan mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan dalam teknis pelayanan
informasi obat yang diberikan pada pasien di instalasi farmasi Puskesmas
Kabupaten Sleman Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
METODE PENELITIAN
A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif non eksperimental
dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan
melakukan pengamatan langsung atau observasi, wawancara dan dokumentasi.
B. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah permasalahan teknis dalam
pelayanan informasi obat dan pelayanan kefarmasian yang lazim yang diperlukan
pasien di Puskesmas, meliputi: Waktu Penggunaan Obat, Lama Penggunaan Obat,
Cara Penggunaan Obat, Efek Samping Obat, Interaksi Obat, Cara Penyimpanan
Obat dan Cara Pembuangan Obat.
C. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Permasalahan Teknis Dalam Pelayanan Informasi Obat
Meliputi Apoteker tidak memberikan informasi-informasi yang lazim
yang harus didapatkan oleh pasien pada saat melakukan pelayanan informasi obat,
tidak menerbitkan leaflet dan tidak melakukan dokumentasi.
2. Waktu Penggunaan Obat
Meliputi berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi,
siang, sore atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum
atau sesudah makan.
3. Lama Penggunaan Obat
Apakah obatnya digunakan selama keluhannya masih ada atau obatnya
harus dihabiskan meskipun sudah sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan
untuk mencegah timbulnya resistensi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
4. Cara Penggunaan Obat
Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan
pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara
penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu. (contoh:
penggunaan insulin dengan benar, cara pengelolaan antibiotik dengan benar, dll.)
5. Efek Samping Obat
Efek samping yang akan timbul dari penggunaan obat, misalnya
berkeringat, mengantuk, tinja berubah warna, air kencing berubah warna, dan
sebagainya
6. Interaksi Obat
Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya interaksi obat dengan obat
lain atau makanan tertentu dan kontraindikasi obat tertentu dengan diet rendah
kalori, kehamilan dan menyusui serta kemungkinan terjadinya efek obat yang
tidak dikehendaki.
7. Cara Penyimpanan Obat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah simpan obat dalam kemasan asli
dan dalam wadah tertutup rapat. Simpan obat di tempat sejuk dan terhindar sinar
matahari langsung atau ikuti aturan pada kemasan. Jauhkan obat dari jangkauan
anak-anak.
8. Cara Pembuangan Obat
Cara yang benar untuk membuang obat adalah dengan membuka seluruh
kemasannya, kemasannya dirusak dan menghilangkan semua informasi pribadi
pada label resep lalu dapat dibuang di tempat sampah. Obat-obatan dalam bentuk
tablet sebaiknya dihancurkan kemudian dikuburkan dalam tanah. Obat-obatan
yang berbentuk cair sebaiknya dilarutkan atau diencerkan dengan air lalu dapat
dibuang di tempat sampah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
D. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Semua Apoteker yang bekerja di
Instalasi Farmasi Puskesmas Kabupaten Sleman dan semua pasien yang datang
berobat dan mendapatkan pelayanan informasi obat.
2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Apoteker yang
bertugas di Puskesmas dan yang sudah memiliki SIPA dan melakukan pelayanan
informasi obat kepada pasien dan pasien yang datang berobat dan mendapatkan
pelayanan informasi obat dari Apoteker yang memenuhi kriteria Inkulusi dan
Ekslusi. Sampel penelitian selanjutnya disebut responden.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini mengunakan teknik
Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu. Pemilihan sekelompok subjek dalam purposive
sampling, didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut
paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dengan
kata lain unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu
yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian (Mamik, 2015). Teknik dan
langkah dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Apoteker di
Puskesmas Kabupaten Sleman Yogyakarta dan pasien yang datang berobat
kemudian mendapatkan pelayanan informasi obat dari Apoteker dan disesuaikan
dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Pemilihan Puskesmas sebagai
tempat penelitian yaitu berdasarkan wilayah yang masih aman atau zona hijau
untuk angka Covid-19.
4. Kriteria Inklusi
Apoteker yang bertugas memberikan pelayanan kefarmasian di Instalasi
Farmasi Puskesmas Kabupaten Sleman Yogyakarta dan pasien yang datang
berobat dengan usia ≥ 17 tahun dan yang telah mendapatkan pelayanan informasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
obat dari Apoteker yang bertugas di instalasi Farmasi Puskesmas dan bersedia
menjadi responden dengan menandatangani inform consent.
5. Kriteria Ekslusi
Apoteker yang bertugas memberikan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas tetapi sedang cuti atau sedang sakit dan Apoteker yang tidak mau
diwawancarai, kemudian pasien yang tidak bersedia untuk diwawancarai dan
pasien yang tidak mendapatkan pelayanan informasi obat.
E. Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data berupa daftar panduan wawancara yang disusun
berdasarkan pedoman pelayanan informasi obat di Puskesmas dengan mengacu
pada Permenkes No. 74 tahun 2016. Panduaan wawancara terdiri dari: pertanyaan
mengenai identitas responden, pertanyaan mengenai profesi Apoteker, pertanyaan
mengenai pelayanan informasi obat yang diberikan oleh Apoteker. Beberapa
pertanyaan dalam panduaan wawancara ini mengadopsi penelitian yang dilakukan
oleh Novitasari (2016).
F. Tempat, Waktu Penelitian dan Tata Cara Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Isntalasi Farmasi Puskesmas Kabupaten
Sleman Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2020.
1. Tahap pra penelitian
Tahap prapenelitian adalah jalannya penelitian yang meliputi:
a. Persiapan, penentuan lokasi dan pengajuan ijin
Persiapan yang dilakukan adalah studi literatur kemuadian membuat
proposal penelitian dan ujian proposal. Penentuan lokasi penelitian bertujuan
untuk menetapkan lokasi yang akan digunakan untuk melakukan penelitian.
Setelah itu melakukan perijinan.
Perijinan dilakukan dengan mengajukan proposal penelitian ke Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman Yogyakarta yang dilampiri dengan surat pengantar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
dari Fakultas Farmasi Unversitas Sanata Dharma Yogyakarta. Surat ijin dari Dinas
Kesehatan Daerah Kabupaten Sleman di tujukan ke Puskesmas Kabupaten Sleman
yang dilampiri dengan surat pengantar dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta untuk perijinan tempat pengambilan data. Setelah
mendapatkan perijinan dari Puskesmas dilakukan pengambilan data.
b. Pembuatan daftar panduan wawancara
Daftar panduan wawancara memuat pokok-pokok pertanyaan yang akan
diajukan pada responden terkait penelitian. Adapun pokok-pokok pertanyaan
memuat tentang pelayanan kefarmasian mengenai pelayanan informasi obat yang
diberikan oleh Apoteker kepada pasien berdasarkan Pedoman Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas yang mengacu pada Permenskes RI No. 74 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jenis informasi yang
dimuat dalam daftar panduan wawancara antara lain: sintem kerja yang dilakukan,
sarana yang mendukung, kegiatan pelayanan informasi obat yang dilakukan di
Puskesmas, sumber informasi yang digunakan, evaluasi yang dilakukan terhadap
sumber pustaka, dokumentasi, waktu penggunaan obat, lama penggunaan obat,
cara penggunaan obat, efek samping obat, interaksi obat, cara penyimpanan obat
dan cara pemusnahan obat.
c. Pengujian Instrumen Penelitian
1) Uji validitas
Uji validitas bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh pertanyaan di
dalam kuesioner telah mencakup kawasan atau ruang lingkup yang akan diukur.
Uji validitas panduan wawancara dilakukan untuk mengetahui tujuan dari lingkup
informasi yang ingin diketahui yaitu sejauh mana pertanyaan-pertanyaan yang
tercantum dalam panduan wawancara dapat mencakup seluruh isi obyek yang
hendak diukur. Jenis uji validitas yang digunakan adalah validitas konten atau
validitas isi yaitu memastikan jika instrumen yang dipakai telah mencakup semua
hal yang perlu diukur. Uji validitas isi kuesioner dilakukan berdasarkan analisis
rasional oleh professional judgment. Professional judgment yaitu melakukan
konsultasi validitas dengan seorang Apoteker dan sekaligus dosen pembimbing.
2) Uji reliabilitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Suatu instrumen pengukuran dikatakan reliabel apabila instrumen
tersebut dipergunakan secara berulang akan menunjukkan hasil pengukur yang
sama. Reliabilitas menunjukkan konsistensi kuesioner terhadap jawaban
responden dalam beberapa kali pengujian pada kondisi yang berbeda dengan
menggunakan kuesioner yang sama (Wahyudi, 2010).
Istilah reliabilitas dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah
dependabilitas. Pengujiannya dapat dilakukan secara internal, yaitu pengujian
dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada (Anufia dan Alhamid 2019).
Tingkat dependabilitas yang tinggi pada penelitian kualitatif dapat diperoleh
dengan melakukan suatu analisis data yang terstruktur dan berupaya untuk
menginterpretasikan hasil penelitian dengan baik sehingga peneliti lain akan dapat
membuat kesimpulan yang sama dalam menggunakan perspektif, data mentah dan
dokumen alalisis penelitian yang sedang dilakukan (Afiyanti, 2008).
G. Tahap Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
1. Pengumpulan Data
Metode yang dilakukan untuk pengumpulan data adalah wawancara,
observasi dan dokumentasi. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara
mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah
disusun, serta melakukan pengamatan langsung dalam bentuk rekaman suara dan
mencatat hal-hal yang disampaikan oleh Apoteker saat memberikan pelayanan
informasi obat pada pasien. Wawancara mendalam (in-depth interview)
merupakan wawancara yang dilakukan secara langsung dimana peneliti bertatap
muka dengan informan atau orang yang diwawancarai (Sayidah, 2018). Untuk
menjamin kebenaran mengenai hasil wawancara, peneliti membuat surat
pernyataan mengenai keberhasilan wawancara yang ditandatangani oleh
responden serta bukti rekaman suara dan dokumentasi saat dilakukan wawancara.
2. Pengolahan Data
Tahap dalam pengelolaan data meliputi: Editing, Coding, dan Tabulating.
Editing yang dilakukan berupa pengeditan cuplikan wawancara menyesuaikan
dengan ejaan yang disempurnakan. Coding merupakan pemberian kode penamaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
dari responden untuk memudahkan pembahasan. Sedangkan yang dimaksud
dengan tabulating adalah proses pembuatan tabel dari hasil pengamatan untuk
memudahkan pembahasan.
Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis secara tematik dengan
membaca tabel-tabel, grafik atau angka yang tersedia lalu dilakukan penguraian.
Gambar dan grafik menggambarkan tingkat kehadiran responden, ketersediaan
dan kelengkapan pelayanan informasi obat berdasarkan Permenkes No. 74 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Berdasarkan analisis
tematik yang digunakan untuk mengalisis, maka nantinya hasil penelitian akan
dibagi menjadi 3 bagian yaitu: sumber daya manusia, teknis pelayanan informasi
obat, dan hasil evaluasi informasi obat pada pasien diinstalasi farmasi Puskesmas
Kabupaten Sleman Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan teknik tematik yang digunakan untuk mengalisi data, maka
hasil dari penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: sumber daya manusia,
teknis pelayanan informasi obat dan hasil evaluasi informasi obat pada pasien di
instalasi farmasi Puskesmas Kabupaten Sleman Yogyakarta.
A. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia dalam pembahasan ini untuk menggambarkan
secara deskriptif Apoteker di instalasi farmasi Puskesmas Kabupaten Sleman
Yogyakarta dari karakteristik demografi responden (Apoteker) dan kehadiran
responden di instalasi farmasi Puskesmas.
1. Karakteristik demografi responden (Apoteker dan pasien)
Karakteristik yang diamati dalam penelitian ini, untuk Apoteker yaitu:
usia, nomor SIPA, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan lama masa kerja.
Sedangkan untuk pasien yaitu: usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, hubungan
dengan pasien dan pekerjaan.
Responden (pasien) yang diwawancarai berjumlah 3 orang yang terdiri
dari 2 laki-laki dan 1 perempuan dengan umur berkisar antara 21-45 tahun,
pendidikan terakhir pasien ada yang SMA dan Strata I. Dari 3 orang pasien yang
diwawancarai 2 orang merupakan pasien itu sendiri/diri sendiri dan 1 orang yang
merupakan keluarga dari pasien, pekerjaan dari pasien bermacam-macam ada
yang berprofesi sebagai guru, petani dan pelajar.
Reponden (Apoteker) yang diwawancarai berjumlah 2 orang. Penjelasan
mengenai karakteristik demografi responden (Apoteker) akan diuraikan sebagai
berikut:
a. Karakteristik berdasarkan usia
Apoteker A berusia 31 tahun dan Apoteker B berusia 40 tahun. Hal ini
menunjukan responden masih cukup muda dan masih memungkinkan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan pola pikir, sehingga mampu
berpikir kritis dalam menghadapi masalah-masalah yang muncul mengenai
pelayanan informasi obat di instalasi farmasi Puskesmas. Secara teoritis kedua
responden masih berada di usia yang produktif.
Menurut Ukkas (2017) rentang usia produktif adalah 15-60 tahun, pada
rentang usia ini produktifitas kerja sesorang akan meningkat. Hal ini dikarenakan
pada tingkat usia produktif sesorang memiliki kreatifitas yang tinggi terhadap
pekerjaan sebab didukung oleh pengetahuan dan wawasan yang lebih baik serta
mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diberikan. Di usia
yang masih produktif ini, diharapkan responden dapat memberikan pelayan
informasi obat yang efisien kepada pasien di instalasi farmasi Puskesmas.
b. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin
Semua responden (Apoteker A dan Apoteker B) yang bekerja di instalasi
farmasi Puskesmas Kabupaten Sleman adalah perempuan. Pada umumnya
kekuatan fisik yang dimiliki oleh seorang perempuan tidak sama dengan kekuatan
fisik yang dimiliki oleh seorang laki-laki. Menurut Ayuningsasi dan Sasmitha
(2017) dalam bekerja perempuan cenderung menggunakan perasaan. Akan tetapi
dalam keadaan tertentu terkadang produktivitas perempuan lebih tinggi dibanding
laki-laki, misalnya pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran.
Perkembangan kesetaraan gender membuat laki-laki dan perempuan mempunyai
hak yang sama dalam melakukan pekerjaan. Banyak pekerja wanita yang
memasuki lapangan pekerjaan diberbagai profesi, dalam hal ini profesi Apoteker
(Prastiwi dan Rahmadanik, 2020).
c. Karakteristik berdasarkan pendidikan
Menurut Maria, Pongtuluran, dan Maringan (2016) tingkat pendidikan
yang tinggi dari seorang karyawan diharapkan memiliki pengetahuan umum dan
pengertian yang luas tentang seluruh lingkungan kerja, juga memiliki kompetensi
lebih dalam hal persaingan. Oleh sebab itu tingkat pendidikan diharapkan dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
melahirkan sumber daya manusia berkualitas sehingga berdampak pula pada
pencapaian prestasi kerja karyawan itu sendiri.
Responden (Apoteker A dan Apoteker B) telah memenuhi dasar
pendidikan sebagai Apoteker yaitu profesi Apoteker. Meskipun demikian seorang
Apoteker harus memiliki semangat untuk belajar sepanjang waktu karena ilmu
farmasi khususnya akan berkembang setiap saat. Oleh karena itu seorang
Apoteker di tuntut untuk terus mengasa kemampuan dan pengetahuannya
sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien (Purnomo,
Sampurno dan Rachmandani, 2011).
d. Karakteristik berdasarkan lama masa kerja
Responden (Apoteker A dan Apoteker B) memiliki pengalaman yang
cukup memadai di dalam dunia kefarmasian. Responden B memiliki pengalaman
yang cukup yaitu dengan lama masa kerja 10 tahun dan responden A 5 tahun.
Pengalaman kerja yang cukup lama yang dimiliki oleh seorang Apoteker biasanya
memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan Apoteker yang baru saja
berkecimpung didalam dunia kefarmasian.
Semakin lama seseorang bekerja dalam suatu institusi atau lembaga maka
semakin tinggi pula produktivitasnya karena bertambah pengalaman dan
keterampilan dalam menyelesaikan tugas yang dipercayakan kepadanya. Masa
kerja yang semakin lama akan menyebabkan semakin cepat dalam mengambil
keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan kefarmasian (Galistiani, Kusuma,
Gibran, dan Hanggara, 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Penjelasan mengenai demografi responden (Apoteker dan pasien)
dirangkum dalam tabel berikut ini:
Tabel I. Karakteristik Demografi Responden Karakteristik Demografi Apoteker
No Nama
Apoteker Usia
(tahun) Nomor SIPA
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Lama Masa Kerja
1 A 31 Ada P Profesi
Apoteker 5 tahun
2 B 40 Ada P Profesi
Apoteker 10 tahun
Karakteristik Demografi Pasien
No Nama Usia
(tahun)
Jenis
Kelamin
Pendidikan
Terakhir
Hubungan
dengan Pasien
Pekerjaan
1 P1 21 Perempuan SMA Pasien/diri
sendiri Pelajar
2 P2 33 Laki-laki Strata 1 Keluarga
pasien Guru
3 P3 45 Laki-laki SMA Pasien/diri
sendiri Petani
2. Pembagian kerja Responden di instalasi farmasi Puskesmas
Berdasarkan hasil wawancara dengan Apoteker A dan Apoteker B, kedua
Apoteker (Apoteker A dan Apoteker B) memiliki tugas yang sama yaitu
memberikan pelayanan informasi obat di instalasi rawat jalan. Kedua responden
ini (Apoteker) sama-sama dibantu oleh asisten Apoteker, dimana sudah diberikan
tugasnya masing-masing. Puskesmas A misalnya, Apotekernya bertugas dibagian
farmasi klinis, sedangkan asisten Apotekernya berugas dibagian logistik
Puskesmas tetapi Apoteker tetap sebagai koordinatornya. Untuk Puskesmas B,
semenjak pandemi covid ini, terdapat dua tempat pelayanan yaitu di instalasi
rawat jalan dan di poli covid. Poli Covid ini khusus untuk pasien-pasien yang
memiliki gejala batuk, suhu tubuh tinggi, dll. Apoteker dan asisten apoteker setiap
harinya bergantian untuk membagi tugasnya. Dan untuk yang memegang bagian
logistik semuanya ditugaskan kepada Apotekernya. Jam kehadiran responden di
Puskesmas yaitu mulai dari jam 7:30-14:30 dengan rata-rata kehadiran responden
A dan B di instalasi farmasi Puskesmas adalah 6-7 jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Semakin lama responden berada di intalasi farmasi Puskesmas
diharapakn untuk memenuhi kebutuhan pasien akan pelayanan kefarmasian.
Selain itu Apoteker juga diharapkan untuk selalu hadir disetiap jam kerja untuk
bertanggung jawab dan mengawasi setiap pelayanan kefarmasian di instalasi
farmasi Puskesmas tersebut.
Tingkat pemahaman pasien dalam menerima atau memahami informasi
yang disampaikan oleh responden adalah salah satu faktor yang menentukan
lamanya waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk menyampaikan informasi
obat. Semakin cepat pasien dapat memahami informasi yang disampaikan oleh
responden tentunya juga waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk pelayanan
informasi obat akan semakin cepat. Oleh karena itu, responden dituntut untuk
menyampaikan informasi obat dengan bahasa yang mudah dimengerti atau mudah
diterima oleh pasien.
Berikut ini adalah tabel pembagian kerja di Puskesmas.
Tabel II. Pembagian kerja responden di Puskesmas Responden Bagian Kerja Lama Kehadiran Pembagian Kerja
A Rawat Jalan 6-7 jam
- PIO
- Koordinator
- Penanggung jawab logistik
B Rawat jalan dan
Poli Covid
6-7 jam
- PIO
- Koordinator
- Penanggung jawab logistik
B. Teknis Pelayanan Informasi Obat
1. Teknis pelayanan informasi obat di instalasi farmasi Puskesmas
Teknis pelayanan informasi obat di instalasi farmasi Puskesmas
Kabupaten Sleman Yogyakarta dilayani oleh responden (Apoteker) dan di bantu
oleh asisten Apoteker. Teknis pelayanan informasi obat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu bagian penyerahan obat dan konsultasi obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
a. Penyerahan obat
Pelayanan informasi obat di bagian peyerahan obat dilayani oleh
Apoteker A dan Apoteker B dan dibantu oleh asisten responden pada jam kerja.
Selain memberikan informasi mengenai obat, renponden juga memberikan leaflet
yang telah diterbitkan yang berisi tentang informasi obat kepada pasien. Akan
tetapi, tidak semua pasien yang mendapatkan pelayanan informasi obat
mendapatkan leaflet. Hanya pasien dengan kondisi penyakit yang sesuai dengan
isi leaflet yang biasanya mendapatkan leaflet tersebut. Informasi yang tertera pada
leaflet antara lain mengenai obat-obatan tertentu dengan penggunaan khusus serta
informasi yang memang sangat dibutuhkan oleh pasien.
Sumber informasi yang digunakan oleh kedua responden (Apoteker A
dan Apoteker B) dalam memberikan pelayanan informasi obat antara lain ISO,
MIMS, Medscape dan referensi-referensi lain dari internet. Evaluasi sumber
informasi yang digunakan dalam pelayanan informasi obat oleh responden yaitu
meng-update aplikasi Medscape secara berkala, serta memperbarui edisi-edisi
buku-buku teks seperti ISO dan MIMS. Apoteker A dan Apoteker B selalu meng-
update referensi-refernsi yang diperoleh dari internet apakah referensinya ini
sudah edisi terbaru atau masih edisi yang lama sehingga layak digunakan untuk
menjadi acuan dalam melakukan pelayanan informasi obat.
Setelah selesai memberikan pelayanan informasi obat, kedua responden
biasanya melakukan dokumentasi yang masih tersimpan hingga saat ini.
Dokumentasi yang dilakukan telah sesuai berdasarkan pedoman pelayanan
informasi obat di Puskesmas yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan
No. 74 tahun 2016 yang memuat tentang tanggal dan waktu pertanyaan
dimasukan, metode penyampaian pertanyaan, identitas penanya, kontak personal
penanya, status penanya, data pasien, pertanyaan yang diajukan, jenis pertanyaan
yang diajukan, jawaban atas pertanyaan, referensi yang digunakan, lama
penelusuran informasi, Apoteker yang menjawab pertanyaan, tanggal dan waktu
penyampaian informasi, dan metode penyampaian jawaban.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan Apoteker A dan
Apoteker B terkait dengan dokumentasi pelayanan informasi obat:
Apoteker A.
“Ya mas ada. Dukumentasinya nanti menurut yang permenkes 74 tahun
2016. Kayak misalnya dijawab langsung atau tidak. Refensinya apa kayak
gitu-gitu itu selalu kita tulis mas. Cuman kadang itu kita nggak langsung
bikin dokumentasinya pas selesai PIO, karenankan pasiennya banyak ya
mas jadi kalau misalkan kayak gitu itu kita biasanya minta tanda tangan
dulu. Nanti kalau sudah selesai pelayanan baru kita isi dokumentasinya.”
Apoteker B.
“Iya mas, kita selalu melakukan dokumentasi saat pemberian informasi
obat kepada pasien, kita punya ceklistnya yang harus kita isi. Jadi kita
selalu mengisis form ceklist tersebut dan untuk arsip dokumentasinya kita
simpan dilemari arsip kita sendiri. Jadi disini kita punya lemari khusus
untuk menyimpan dokumentasinya itu mas.”
b. Konsultasi obat
Pelayanan konsultasi obat di Puskesmas Kabupaten Sleman Yogyakarta
masih belum bisa terlaksana dengan baik karena belum tersedia ruangan khusus
untuk pasien yang datang untuk berkonsultasi dengan Apoteker terkait
pengobatan. Hal ini disebabkan karena memang keterbatasan jumlah ruangan
yang ada di Puskesmas. Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan Apoteker
A dan Apoteker B.
Apoteker A:
“Kalau itu, di Puskesmas sini belum ada ruangan khusus. Jadi untuk PIO
itu kita disini masih gabung sama ruangan penyerahan obat.”
Apoteker B:
“Nahh, ini yang menjadi kendala kami ya mas disini, untuk pelayanan
informasi obat kan harusnya ada ruangan khusus terutama untuk
konseling, tetapi disini belum tersedia karena keterbatasan ruangan. Jadi
untuk konselingnya itu kami berikan di ruangan ini. Kami sebisa mungkin
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasiennya.”
Berdasarkan hasil penelitian, belum terdapat sarana fisik berupa ruangan
konsultasi yang disediakan oleh Puskesmas untuk mendukung pelayanan
informasi obat. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 tahun 2016, harus
terdapat ruangan khusus untuk melakukan konseling kepada pasien. Jika tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
memungkinkan maka ruangan konsultasi obat dapat digabungkan dengan ruangan
yang lain tetapi harus terdapat pemisahan yang jelas. Akan tetapi berdasarkan
pengamatan yang dilakukan belum terdapat pemisahan khusus antara fungsi
ruangan.
Berikut adalah tabel yang berisi teknis pelayanan informasi obat di
Puskesmas.
Tabel III. Teknis pelayanan informasi obat
Responden Waktu
Konseling Kegiatan lain
Sumber
Informasi
Evaluasi
Sumber
Informasi
Dokumentasi
A
Dilayani
pada jam
kerja
- Memberikan
leaflet
- Memberikan
penyuluhan
- Menjawab
pertanyaan
dari tenaga
medis lain
- ISO
- MIMS
- Medscape
- Sumber
lain Dilakukan Dilakukan
B
Dilayani
pada jam
kerja
- Memberikan
leaflet
- Memberikan
penyuluhan
- Menjawab
pertanyaan
dari tenaga
medis lain
- ISO
- MIMS
- Medscape - Sumber
lain Dilakukan Dilakukan
C. Hasil Evaluasi Informasi Obat
Berdasarkan hasil penelitian, Apoteker A dan Apoteker B menyampaikan
informasi obat yang lazim yang diberikan kepada pasien yaitu terkait dengan
waktu penggunaan obat, lama penggunaan obat, cara penggunaan obat, efek
samping obat, interaksi obat, cara penyimpanan obat dan cara pembuangan obat.
Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai 2 Apoteker dan 3 orang pasien.
1. Hasil wawancara dengan responden (Apoteker)
a. Hasil evaluasi terkait waktu penggunaan obat
Berdasarkan hasil penelitian, Apoteker A dan Apoteker B telah
menyampaikan informasi terkait dengan waktu penggunaan obat kepada pasien
yang datang untuk mendapatkan pelayanan dari Apoteker yaitu mengenai durasi
waktu minum obat dalam sehari dan dijelaskan mengenai setiap berapa jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
obatnya harus dikonsumsi oleh pasien, diminum ketika pagi hari, siang, sore atau
malam dan juga dijelaskan mengenai obatnya diminum sebelum makan, sesudah
ataupun bersamaan dengan makan. Berikut adalah hasil wawancara dengan kedua
responden (Apoteker).
“Apoteker A: Kalau untuk itu kita kasi informasi yang seperlunya yang
dibutuhkan ya mas, jadi misalnya kalau pasien dapat merformin harus
minumnya misalnya habis 2 suapan makan atau apa nanti kita jelaskan.
Terus misalnya sebelum atau sesudah makan itu berapa menit seperti itu
mas. Kemudian juga obatnya ini diminum pagi siang atau malam itu kita
jelaskan juga mas. Kalau untuk antibiotik itu kita selalu buatkan jamnya”.
“Apoteker B: Untuk waktu penggunaan obatnya ya kita jelaskan mengenai
waktu minum obat itu misalkan diminum tiap berapa jam, atau waktu
minum obat misalnya baik digunakan di pagi hari, siang, sore atau malam,
yang paling penting itu diminum sebelum atau sesudah makan. Dan di
etiketnya juga sudah kita tulis”.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 74 tahun 2016 saat
melakukan konseling kepada pasien, Apoteker harus menyampaikan informasi
terkait dengan waktu penggunaan obat. Informasi yang lazim yang diperlukan
oleh pasien terkait dengan waktu penggunaan obat yaitu berapa kali obat
digunakan dalam sehari, apakah diwaktu pagi, siang, sore atau malam. Dalam hal
ini apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan (Depkes RI, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian dengan kedua responden (Apoteker), keduanya telah
menyampaikan informasi terkait dengan waktu penggunaan obat yang dibutuhkan
oleh pasien yang meliputi obat yang didapatkan oleh pasien diminum pada saat
pagi, siang, sore atau malam dan obatnya diminum sebelum atau sesudah makan
atau bersamaan dengan makan dan berapa kali obat digunkana dalam sehari.
b. Hasil evaluasi terkait dengan lama penggunaan obat
Berdasarkan hasil penelitian, Apoteker A dan Apoteker B menyampaikan
informasi mengenai lama penggunaan obat kepada pasien yaitu tentang kapan
obat harus digunakan, sampai kapan obatnya digunakan, dan kapan obat tersebut
harus dihentikan penggunaannya. Berikut adalah hasil wawancara dengan kedua
responden (Apoteker).
“Apoteker A: Kalau yang itu mas untuk pasien yang rutin misalnya kena
diabetes atau hipertensi kita tekakankan untuk setiap hari minum obat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
kemudian kita minta untuk datang kontrol kesini lagi. Tapi kalau misalkan
yang obatnya yang prn (prorenata) itu misalnya obatnya ibuprofen itu
diminum pas pusing saja kalau misalkan tidak pusing tidak usa diminum
lagi. Kayak gitu. Kemudian untuk yang antibiotik misalkan ini dimunum 5
hari kayak gitu”.
”Apoteker B: Terkait dengan lama penggunaan obatnya kalau yang
antibiotik itu kan ya harus dihabiskan ya mas. Kemudian untuk obat-obat
yang lain seperti obat penurun panas ya kita sarankan untuk
menggunakannya pada saat panas saja, kemudian jika sudah terasa sembuh
ya boleh dihentikan penggunaannya”.
Menurut PMK No.74 tahun 2016 salah satu informasi yang penting saat
melakukan konseling kepada pasien adalah informasi terkait dengan lama
penggunaan obat. Informasi yang dibutuhkan oleh pasien terkait dengan lama
penggunaan obat yaitu apakah selama keluhan masih ada atau obatnya harus
dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan
untuk mencegah timbulnya resistensi (Depkes RI, 2008). Berdasarkan hasil
penelitian Apoteker A dan Apoteker B telah menyampaikan informasi terkait
lama penggunaan obat kepada pasien yang meliputi pada saat kapan obat harus
digunakan dan kapan obat harus dihentikan penggunaannya.
c. Hasil evaluasi terkait dengan cara penggunaan obat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Apoteker A dan Apoteker B
menyampaikan informasi mengenai cara penggunaan masing-masing obat
terutama untuk sedian obat yang membutuhkan cara penggunaan khusus. Berikut
adalah cuplikan hasil wawancara dengan Apoteker A dan Apoteker B.
“Apoteker A: Kalau untuk cara pengunaan obat sendiri, kita lihat dulu
sediaan obat yang didapatkan pasien. Jadi misalkan suppo itu kita tanyakan
dulu sudah pernah pakai ini sebelumnya atau tidak. Kalau misalkan belum
pernah kita ada kasi leaflet sambil kita jelaskan cara pakainya gitu mas.
Kita jelaskannya seperti itu mas, kalau pasiennya sudah merasa jelas
biasanya saya meminta pasien untuk mengulangi lagi. Dipastikan pasiennya
benar-benar mengeri. Terus nanti kita kasi leaflet kalau misalkan nanti di
rumah lupa”.
“Apoteker B: Ya kalau untuk cara penggunaan obatnya itu ya mas ya. Kita
lihat dulu obat apa yang di dapat oleh pasiennya misalkan pasiennya dapat
suppo ya kita jelaskan cara penggunaannya sambil kita menunjukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
gambarnya juga. Setelah kita menjelaskan kita juga memberikan leafletnya
terkait dengan cara penggunaan supponya itu”.
Menurut PMK No.74 tahun 2016, cara penggunaan obat adalah informasi
yang harus diberikan kepada pasien pada saat Apoteker melakukan konseling.
Cara penggunaan obat yang benar akan menetukan keberhasilan dalam
pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapatkan penjelasan dari Apoteker
mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi
tertentu seperti obat oral, obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat
semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina
(Depkes RI, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian dari kedua responden (Apoteker) telah
menyampaikan informasi terkait dengan cara penggunaan obat terutama obat
dengan cara penggunaan khusus.
d. Hasil evaluasi terkait dengan efek samping obat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Apoteker A dan Apoteker B
menyampaikan informasi terkait dengan efek samping obat yaitu tentang nama
sediaan yang diterima oleh pasien, kemudian efek samping yang mungkin timbul
setelah penggunaan obat tersebut dan langkah apa yang harus dilakukan oleh
pasien ketika efek samping obat itu muncul. Berikut adalah cuplikan hasil
wawancara dengan Apoteker A dan Apoteker B.
“Apoteker A: Kalau efek samping biasanya kita beritahunya yang umum
saja misalnya obat NSAID pereda nyeri, misalnya itu kita anjurkan untuk
pasiennya minum obatnya sesudah makan ya bu takutnya nanti perutnya
sakit gitu. Jadi kita nggak omong yang ESOnya gini kayak gitu kadang itu
terlalu gimana ya mas, takutnya nanti pasiennya takut menggunkan
obatnya. Jadi kita agak perhalus bahasanya kayak gitu mas”.
“Apoteker B: Terkait dengan efek samping obat balik lagi tergantung dari
jenis obatnya ya mas, misalnya obatnya CTM, ya kita jelaskan obatnya ini
efek sampingnya ngantuk jadi kita anjurkan untuk tidak berkendara dulu
setelah menggunakan obat ini seperti itu mas. Jadi selalu kita jelaskan ya
mas ya agar pasien tidak kaget ataupun bingung, dan tahu apa yang harus
dilakukan selanjutnya begitu mas”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Menurut PMK No. 74 tahun 2016 ketika melakukan konseling kepada
pasien, informasi terkait dengan efek samping obat harus dijelaskan oleh
Apoteker. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat, misalnya berkeringat,
mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah warna, dan
sebagainya (Depkes RI, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian informasi terkait dengan efek samping obat
telah dijelaskan oleh Apoteker A dan Apoteker B. Informasi yang diberikan oleh
kedua responden (Apoteker) meliputi efek samping yang akan muncul setelah
penggunaan obat dan cara untuk pengatasannya.
e. Hasil evaluasi terkait dengan interaksi obat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Apoteker A dan Apoteker B
menyampaikan interaksi obat kepada pasien yang memang mendapatkan obat-
obat yang memungkinkan terjadinya interaksi obat. Informasi yang disampaikan
kepada pasien apabila terdapat interaksi obat yaitu menyampaikan nama obat
yang memiliki interaksi, memberikan saran kepada pasien tentang apa yang harus
dilakukan, serta hal-hal yang harus dihindari. Berikut merupakan cuplikan hasil
wawancara dengan Apoteker A dan Apoteker B.
“Apoteker A: Kalau tentang itu ya mas, kita biasanya ngasi tau kalau
memang itu ada interaksi. Jadi biasanya kan kalau misalkan ada interaksi
kita sudah telpon dokternya. Jadi misalkan keluar tu kayak ciprofloxacin
sama simvastatin itukan ada interaksinya jadi kita langsung konsul dulu
sama dokternya. Dokter ini ada interaksinya ni, gimana tetap dikasi atau
gimana nanti kalau misalkan dokternya bilang ini memang harus dikasi
berartikan harus dimonitoring pasiennya kayak gitu. Tapi kalau misalkan
dokternya juga bilang oh iya ya mbak ada interaksi berarti pengobatan
yang ini ditunda dulu aja mbak misalnya kayak gitu. Jadi kita sudah
konfirmasi dulu ke dokternya. Tapi kalau misalkan itu sudah muncul
sendiri. Misalkan di pasiennya setelah minum obat itu ada interaksinya
biasanya kan pasiennya kembali kesini lagi kan. Nanti kita masuknya di
MESO. Jadi nanti mereka akan ditelusur obat mana yang menyebabkan
seperti itu, Begitu mas”.
“Apoteker B: Kalau untuk interaksinya itu eh misalnya obat asam urat ya
biasanya saya tanya dulu ke pasiennya masih ada nyeri nggak, kalau masih
ada nyeri ya saya anjurkan untuk minum dulu obat anti nyerinya dulu nanti
kalau nyerinya sudah hilang baru boleh minum obat asam uratnya. Karena
obat asam urat dan obat nyeri itu kan ada interaksinya kalau diminum
secara bersamaan. Jadi itu juga ya tergantung kondisi pasiennya ya mas ya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Berdasarkan petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di
Puskesmas yang mengacu pada PMK No. 74 tahun 2016 ketika melakukan
konseling kepada pasien, Apoteker harus menyampaikan informasi terkait dengan
interaksi obat. Informasi yang diberikan terkait dengan interaksi obat adalah
interaksi obat dengan obat lain atau interaksi dengan makanan tertentu (Depkes
RI, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan wawancara, kedua
responden telah menyampaikan informasi terkait dengan interaksi obat. Adapun
informasi yang diberikan oleh kedua responden (Apoteker) adalah nama obat
yang memiliki interaksi dan hal-hal yang harus dihindari.
f. Hasil evaluasi terkait cara penyimpanan obat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Apoteker A dan Apoteker B
menyampaikan informasi tentang cara penyimpanan obat yaitu tentang jenis
sediaan obat yang didapat oleh pasien dan bagaimana cara untuk menyimpan obat
tersebut. Biasanya informasi yang diberikan oleh responden (Apoteker) yaitu
berupa informasi yang umum saja misalnya simpan disuhu ruang dan tidak boleh
terkena sinar matahari langsung, ataupun ada obat-obat yang penyimpanannya
harus dikulkas. Berikut cuplikan hasil wawancara dengan Apoteker A dan
Apoteker B.
“Apoteker A: Kalau penyimpanan obat itu mas, misalkan pasiennya dapat
sirup kayak gitu biasanya kita kasi tau bu ini disimpan di suhu ruangan tapi
tidak terkena sinar matahari, seperti itu mas”.
“Apoteker B: Kalau untuk penyimpanannya ya balik lagi tadi kita lihat dulu
jenis obat yang di dapat oleh pasiennya. Kalau misalkan obatnya tablet
misalnya ya kita anjurkan untuk menyimpannya di suhu ruangan saja dan
terhindar dari sinar matahari langsung. Ataupun obat yang perlu
simpannya di kulkas ya kita sarankan agar pasiennya bisa menyimpan
obatnya di kulkas. Jadi selalu kita informasikan ya mas ya”.
Menurut PMK No. 74 tahun 2016 pada saat Apoteker memberikan
konseling kepada pasien, informasi terkait dengan cara penyimpanan obat harus
dijelaskan sehingga obat yang dipeoleh pasien tidak mudah rusak. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan, kedua responden (Apoteker) telah menyampaikan
cara penyimpanan obat yang benar kepada pasien. Adapun informasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
diberikan oleh kedua responden (Apoteker) adalah jenis obat dan cara
penyimpanannya.
g. Hasil evaluasi terkait cara pemusnahan obat
Berdasarkan penelitian, Apoteker A dan Apoteker B menyampaikan
informasi mengenai cara pemusnahan obat yaitu tergantung jenis obat yang
didapatkan oleh pasien, misalkan pasiennya mendapatkan sirup atau tablet, disini
responden menjelaskan langkah-langkah yang tepat untuk memusnakan obat
tersebut sehingga tidak disalah gunakan. Berikut cuplikan hasil wawancara
dengan Apoteker A dan Apoteker B.
“Apoteker A: Kalau yang itu ya mas, kalau misalkan yang sirup antibiotik
kan kadang sisa kan ya. Nanti biasanya kita kasi tau ini diencerkan dulu
penggunakan air kemudian dibuang di tempat sampah, etiketnya di lepas
dulu kemudian baru dibuang. Tapi kalau yang tablet itu kan kan ed (expired
date) nya itu panjang kalau itu kami anjurkan ke pasien untuk
menghancurkannya kemudian dikubur dalam tanah. Kayak gitu mas”.
“Apoteker B: Kalau untuk cara pembuangan obatnya ya mas itu sering
sekali saya sampaikan kepada pasiennya untuk tidak membuang obatnya ini
sembarang. Kalau yang misalnya obatnya tablet ya saya jelaskan untuk
menguburkan dalam tanah kemudian kalau obatnya berbentuk sirup ya saya
jelaskan untuk buangnya itu di air mengalir seperti itu mas. Kemudian saya
juga jelaskan untuk etiketnya itu dilepas dulu baru di buang”.
Menurut Aulia, Nasyanka, dan Na’imah (2020) tata cara pembuangan
obat yang tepat dan benar adalah penghancuran obat kemudian ditimbun dalam
tanah untuk obat padat sedangkan obat cair dibuang dengan cara mengencerkan
obat tersebut dan dicampurkan dengan bahan lainnya dengan tanah atau pasir.
Selanjutnya, untuk menghindari penyalahgunaan obat maka etiket harus dilepas
sebelum membuang obat tersebut. Kemasan box atau dus dan tube sebaiknya
digunting atau dipotong dahulu sebelum dimusnahkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa Apoteker A
dan Apoteker B telah menyampaikan informasi terkait dengan cara pembuangan
obat yang benar. Adapun informasi yang diberikan oleh kedua responden adalah
jenis obat dan cara yang tepat untuk membuang obat tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
2. Hasil wawancara dengan responden (Pasien)
Responden (pasien) yang diwawancarai sebanyak 3 orang. Jumlah
pertanyaan yang diajukan kepada responden yaitu sebanyak 11 pertanyaan. Dari
ketiga responden yang diwawancarai dan dari 11 pertanyaan yang diajukan
kepada responden terdapat 3 pertanyaan yang menurut pasien belum pernah
mendapatkan informasi tersebut dari Apoteker yaitu pada pertanyaan nomor 2
tentang apakah pernah mendapatkan leaflet terkait informasi obat, kemudian
pertanyaan nomor 9 tentang interaksi obat dan pertanyaan nomor 11 tentang cara
pemusnahan obat.
Pertanyaan nomor 2 mengenai apakah pernah mendapatkan leaflet terkait
dengan informasi obat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Apoteker, Apoteker
hanya memberikan leaflet kepada pasien yang mendapatkan obat dengan
penggunaan khusus. Obat-obat dengan penggunaan khusus seperti obat
suppositoria, inhaler, insulin, obat tetes mata dan lain-lain. Semua responden
(pasien) yang diwawancarai sama sekali belum pernah mendapatkan leflet dari
Apoteker. Hal ini dikarenakan responden (pasien) mendapatkan obat yang tidak
memerlukan penggunaan khusus.
Pertanyaan nomor 9 mengenai interaksi obat. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Apoteker, informasi terkait interaksi obat diberikan oleh
Apoteker kepada pasien kalau obat yang didapatkan oleh pasien benar-benar
mempunyai interakasi. Ketiga responden (pasien) yang diwawancarai tidak
mendapatkan informasi dari Apoteker terkait dengan interaksi obat. Hal ini
dikarenakan tidak semua obat yang didapatkan oleh pasien mempunyai interaksi
obat, hanya obat-obat tertentu saja yang mempunyai interaksi obat. Menurut
Mulyani (2006) informasi mengenai interaksi obat harus diberikan oleh Apoteker
kepada dokter penulis resep dan kepada pasien agar interaksi obat dapat
terhindarkan dan pengobatan yang didapatkan oleh pasien bisa lebih optimal.
Pertanyaan nomor 11 mengenai cara pemusnahan obat. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Apoteker, informasi mengenai cara pemusnahan obat telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
diberikan. Akan tetapi berdasakan hasil wawancara dengan responden (pasien),
ketiga responden ini sama sekali belum pernah mendapatkan informasi terkait
dengan cara pemusnahan obat. Hal ini dikarenakan mungkin pada saat ketiga
pasien ini mendapatkan pelayanan informasi obat, Apotekernya lupa untuk
memberikan informasi terkait cara pemusnahan obatnya, atau Apotekernya
merasa tidak perlu lagi karena Apotekernya sudah memberikan informasi ini pada
saat melakukan penyuluhan di puskesmas atau pada saat melakukan penyuluhan
dimasyarakat. Cara pemusnahan obat yang benar harus disampaikan oleh
Apoteker kepada pasien, karena pembuangan obat secara sembarangan dapat
memberikan kesempatan orang lain untuk menyalahgunakan obat tersebut. Hasil
wawancara dengan responden (pasien) dapat dilihat pada rangkuman tabel berikut
ini.
Berikut ini adalah rangkuman dari berbagai jenis informasi yang
disampaikan oleh Apoteker A dan Apoteker B dan rangkuman hasil wawancara
dengan pasien. Hasil informasi yang disampaikan dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel IV. Hasil wawancara dengan Responden terkait informasi obat
Hasil wawancara dengan Apoteker
No Komponen Informasi Obat
Apoteker A Apoteker B
Disampaikan Tidak
disampaikan Disampaikan
Tidak disampaikan
1 Waktu Penggunaan Obat - -
2 Lama Penggunaan Obat - -
3 Cara Penggunaan Obat - - 4 Efek Samping Obat - -
5 Interaksi Obat - -
6 Cara Penyimpanan Obat - -
7 Cara Pembuangan Obat - -
Hasil wawancara pasien terkait dengan informasi obat
No Nama Pertanyaan (No kode)
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 P1 × × ×
2 P2 × × ×
3 P3 × × × Keterangan: = Telah disampaikan , ×= tidak disampaikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Apoteker telah memberikan informasi yang harus didapatkan oleh pasien pada
saat melakukan pelayanan informasi obat yang mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarmasian di Puskesmas.
2. Informasi yang belum didapatkan oleh pasien yaitu mengenai interaksi obat,
cara pemusnahan obat yang benar dan pernah atau tidak mendapatkan leaflet
mengenai informasi obat.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat
diberikan yaitu perlu adanya peningkatan peran Apoteker dalam edukasi pasien
terkait interaksi obat, cara pemusnahan obat yang benar dan pemberian leaflet
mengenai informasi obat kepada pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Y., 2008. Validitas Dan Reliabilitas Dalam Penelitian Kualitatif. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 12(2), 138-139.
Anufia, B., Alhamid, T., 2019. Instrumen Pengumpulan Data. Ekonomi Islam, 13-
14.
Aulia, R., Nasyanka, A.L., Na’imah, J., 2020. Monitoring Pengetahuan Tanya 5O
dan Dagusibu Obat yang Benar pada Ibu PKK RT/RW 003/003 Desa
Kedanyang, Kebomas, Gresik. Academics in Action Journal, 2(1), 15-16.
Ayuningsasi, A.A.K., Sasmitha, N.P.R., 2017. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pendapatan Pengrajin Pada Industri Kerajinan Bambu Di
Desa Belega Kabupaten Gianyar. E-Jurnal EP Unud, 6(1), 69-70.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Puskesmas, Jakarta.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, 2008. Modul Tot Pelayanan
Kefarmasian Di Puskesmas. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Galistiani, G.F., Kusuma, A.M., Gibran, N.C., Hanggara, S.L., 2017. Pengaruh
Keberadaan Apoteker Terhadap Mutu Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas Wilayah Kabupaten Banyumas. Jurnal Kefarmasian
Indonesia, 7(1), 68-75.
Mamik., 2015. Metodologi Kualitatif. Zifatama Publishing, Sidoarjo, 53.
Maria, S., Pongtuluran, Y., Maringan, K., 2016. Pengaruh Tingkat Pendidikan,
Sikap Kerja Dan Keterampilan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan
Pt. Wahana Sumber Lestari Samarinda. Jurnal Ekonomi dan keuangan,
13(2), 135-140.
Mulyani, U.A., 2006. Peran Serta Profesi Farmasi Dalam Permasalahan Yang
Terkait Dengan Terapi Obat Tuberkulosis Pada Anak. Peneiiti
Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, 102-104.
Novitasari, A.L., 2016. Evaluasi Pelayanan Informasi Obat Pada Pasien Di
Instalasi Farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Prastiwi, I.L.R., Rahmadanik, D., 2020. Polemik Dalam Karir Perempuan
Indonesia. Jurnal Komunikasi Dan Kajian Media, 4(1), 2-5.
Prihandiwati, E., Muhajir, M., Alfian, R., Feteriyani, R, 2018. Tingkat Kepuasan
Pasien Puskesmas Pekauman Banjarmasin Terhadap Pelayanan
Kefarmasian, Journal of Current Pharmaceutical Sciences (JCPS), 1(2),
64.
Purnomo, A., Sampurno., Rachmandani, A.A., 2011. Peran Ikatan Apoteker
Indonesia (IAI) Dalam Upaya Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 1(2), 103-109.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Sayidah, N., 2018. Metodologi Penelitian Disertai Dengan Contoh Penerapannya
Dalam Penelitian. Zifatama Jawara, Sidoarjo, 146.
Ukkas, I., 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja
Industri Kecil kota Palopo. Journal of Islamic Education Management,
2(2), 189-191.
Wahyudi, R., 2010. Uji Validitas Dan Reliabilitas Dengan Pendekatan
Konsistensi Internal Kuesioner Pembukaan Program Studi Statistika
Fmipa Universitas Bengkulu. Jurusan Matematika FMIPA Universitas
Bengkulu.
Yamada, K., Nabeshima, T., 2015. Pharmacist-managed Clinics For Patient
Education And Counseling In Japan: Current Status And Future Perspectives.
Journal of Pharmaceutical Health Care and Science (JPHCS).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Lampiran I. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Lampiran II. Surat Izin Puskesmas Depok I
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Lampiran III. Surat Izin Puskesmas Kalasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Lampiran IV. Surat Permohonan Menjadi Responden
SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth. Calon Responden Penelitian
Di Tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :Porfirios Menga Renggo
NIM : 168114101
Alamat : Jl. Melati No. 6, Timbulrejo, Maguwoharjo, Depok, Sleman.
Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang akan
melakukan penelitian untuk (skripsi) dengan judul “Evaluasi Pelayanan Informasi
Obat Pada Pasien Di Instalasi Famasi Puskesmas Di Kabupaten Sleman
Yogyakarta”.
Penelitian tidak akan menimbulkan dampak bagi responden, semua
informasi akan dijaga kerahasiaanya dan hanya akan digunakan untuk
kepentingan penelitian. Apabila selama penelitian terdapat hal-hal yang tidak
diinginkan maka Anda berhak untuk mengundurkan diri.
Apabila Anda menyetujui maka saya mohon untuk menandatangani
lembar persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya sertakan
bersama surat ini. Demikian permohonan ini, atas perhatian, kerjasama dan
kesediaanya untuk berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini saya
ucapkan terima kasih.
Yogyakarta,.....................2020
Peneliti
( Porfirios Menga Renggo )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Lampiran V. Lembar Pesetujuan Menjadi Responden
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Setelah membaca dan memahami isi penjelasan pada lembar pertama,
saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia menjadi responden
dalam penelitian yang berjudul “Evaluasi Pelayanan Informasi Obat Pada Pasien
Di Instalasi Famasi Puskesmas Di Kabupaten Sleman Yogyakarta”.
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak bersifat negatif dan
merugikan bagi diri saya. Oleh karena itu, saya bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini.
Yogyakarta,……..............2020
Responden
(……………………………..)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Lampiran VI. Daftar Panduan Wawancara Responden (Apoteker)
DAFTAR PANDUAN WAWANCARA UNTUK APOTEKER
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir : Profesi Apoteker/ S-2/ S-3
Lama Bekerja (di Puskesmas ini) :…………………..Tahun
Daftar Pertanyaan Wawancara Untuk Apoteker
I. Profesi Apoteker
1. Berapa lama waktu kehadiran di Puskesmas?
2. Berapa lama waktu yang disediakan dalam pelayanan informasi obat?
3. Apakah anda selalu terlibat aktif dalam memberikan pelayanan informasi obat?
II. Pelayanan Informasi Obat yang Diberikan Oleh Responden
1. Seperti apa sistem kerja yang dilakukan dalam pelayanan informasi obat di
puskesmas ini? Contoh: Pembagian jam kerja, kemudian siapa yang bertugas di
bagian logistik.
2. Apa saja sarana fisik yang disediakan untuk mendukung pelayanan informasi
obat ?
3. Apa saja kegiatan pelayanan informasi obat yang dilakukan di Puskesmas,
sebutkan? Contoh: menjawab pertanyaan dari tenaga medis lain, kemudian
menerbitkan leaflet.
4. Apakah sumber informasi yang digunakan dalam pelayanan informasi obat?
5. Bila menggunakan sumber pustaka, bagaimana evaluasi yang dilakukan?
6. Apakah setelah selesai melakukan pelayanan informasi obat dilakukan
dokumentasi?
7. Informasi apa sajakah yang diberikan pada pasien terkait waktu penggunaan
obat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
8. Informasi apa sajakah yang diberikan pada pasien terkait lama penggunaan
obat?
9. Informasi apa sajakah yang diberikan pada pasien terkait cara penggunaan
obat?
10. Informasi apa sajakah yang diberikan pada pasien terkait efek samping obat?
11. Informasi apa sajakah yang diberikan pada pasien terkait interaksi obat?
12. Informasi apa sajakah yang diberikan pada pasien terkait cara penyimpanan
obat ?
13. Apakah setelah memberikan obat kepada pasien, diberitahukan juga tentang
cara pembuangan obat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Lampiran VII. Daftar Panduan Wawancara Responden (Pasien)
PANDUAN WAWANCARA UNTUK PASIEN
Identitas Responden (Pasien)
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir : SD Akademisi/Diploma
SLTP/ SMP Sarjana
SLTA/ SMA
Hubungan dengan Pasien : Pasien/ Diri Sendiri
Keluarga Pasien
Perawat Pasien
Lainnya (………………….)
Pekerjaan : Petani
Pedagang
Pengusaha
Pelajar
PNS
Lainnya (………………..)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Daftar Pertanyaan Wawancara Untuk Pasien
1. Sudah berapa kali Bapak/Ibu datang berobat dipuskesmas ini?
2. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan leaflet atau browsur dari Puskesmas
yang berisi tentang informasi obat?
3. Apakah Apoteker memberikan informasi terkait dengan waktu penggunaan
obat ?
4. Apakah Apoteker memberikan informasi terkait dengan berapa kali obat
digunakan dalam sehari?
5. Apakah Apoteker juga memberikan informasi terkait dengan waktu
penggunaan obat dalam hal ini apakah diwaktu pagi, siang, sore atau malam?
Dan juga apakah Bapak/Ibu mendapatkan informasi tentang obatnya diminum/
digunakan sebelum atau sesudah makan?
6. Apakah Apoteker memberikan informasi terkait dengan lama penggunaan
obat? Informasi apa yang Bapak/Ibu terima dari Apoteker terkait dengan lama
penggunaan obat?
7. Apakah Apoteker memberikan informasi terkait dengan cara penggunaan obat?
Kemudian informasi apa saja yang didapatkan terkait dengan cara penggunaan
obatnya?
8. Apakah setelah mendapatkan obat, Apotekernya memberikan informasi tentang
efek samping obat yang diterima? Seperti efek yang tidak di inginkan dari
penggunaan obat?
9. Apakah Apoteker memberikan informasi terkait dengan Interaksi obat?
Contohnya itu apakah Bapak/Ibu diberikan informasi terkait dengan interaksi
obat dengan obat, kemudian obat dengan makanan?
10. Apakah Apoteker memberikan informasi terkait dengan cara penyimpanan
obat ? informasi apa yang Bapak/Ibu terima dari Apoterker terkait dengan
cara penyimpanan obat yang baik?
11. Apakah setelah mendapatkan obat Apotekernya memberikan informasi terkait
dengan cara pemusnahan obat yang benar? Contohnya itu dikuburkan atau
dibakar dan lain sebagainya?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Lampiran VIII. Hasil Wanwancara Dengan Responden (Apoteker)
Hasil wawancara dengan responden (Apoteker)
Apoteker A
1. Nama : apt. AF, S.farm
2. Umur : 31 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pendidikan Terakhir : Profesi Apoteker
5. Lama Bekerja (di Puskesmas) : 5 Tahun
Bagian I
No Kode
pertanyaan Jawaban
1 1 6-7 jam.
2 2 Waktu yang diperlukan untuk PIO tidak menentu, tergantung
tingkat pemahaman dari pasien.
3 3 Responden merupakan satu-satunya Apoteker di Puskesmas
sehingga responden selalu terlibat aktif dalam memberikan PIO.
Bagian II
No Kode
pertanyaan Jawaban
1 1 Untuk sistem kerjanya bagian farmasi klinik menjadi tanggung
jawab responden (Apoteker), sedangkan bagian logistik menjadi
tanggung jawab asisten Apoteker tetapi responden (Apoteker) tetap
sebagai koordinatornya.
2 2 Sarana fisik yang disediakan untuk melakukan PIO adalah buku-
buku referensi yang dapat digunakan sebagai sumber informasi dan
di Puskesmas ini belum terdapat ruangan khusus untuk konseling.
Ruangan untuk PIO masih gabung dengan ruangan penyerahan
obat.
3 3 Selain memberikan PIO kepada pasien, responden juga menerbitkan
leaflet untuk obat-obat dengan penggunaan khusus, melakukan
penyuluhan, kemudian menjawab pertanyaan dari tenaga medis lain.
4 4 Sumber informasi yang digunakan oleh responden dalam
memberikan PIO adalah Medscape dan literature dari internet.
5 5 Evaluasi sumber informasi yang digumakan yaitu meng-update
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
aplikasi Medscape .
6 6 Responden selalu melakukan dokumentasi setiap kali selesai
melakukan PIO.
7 7 Mengenai waktu penggunaan obat, responden menjelaskan tentang
obatnya di minum pada waktu pagi, siang, sore atau malam hari.
Kemudian responden juga menjelaskan tentang obatnya diminum
berapa menit sebelum makan, pada saat makan atau setelah makan.
8 8 Informasi yang diberikan oleh responden kepada pasien terkait
dengan lama penggunaan meliputi kapan obat harus digunakan,
sampai kapan obat harus digunakan, pada saat apa obat tersebut
harus digunakan dan sampai kapan pengobatan harus dihentikan.
9 9 Informasi yang diberikan oleh responden mengenai cara
penggunaan obat yaitu tergantung dari jenis obat yang didapatkan
oleh pasien. Kalau misalkan pasien mendapatkan obat dengan cara
penggunaan khusus maka reponden akan menjelaskan sambil
menunjukan gambar dan juga bisa memperagakan cara penggunaan
obat tersebut.
10 10 Mengenai efek samping obat, responden menjelaskan efek samping
obat yang umum-umum saja dan bagaimana cara pengatasannya.
11 11 Informasi yang diberikan oleh responden mengenai interaksi
obat yaitu responden biasanya menjelaskan kalau memang
obat yang didapatkan mempunyai interaksi. Dan bagaimana
cara yang harus dilakukan ketika interaksi itu muncul.
12 12 Mengenai cara penyimpanan obat, responden menjelaskan cara-cara
yang benar untuk menyimpan obat tersebut. Misalkan disimpan
disuhu ruang atau bisa jadi disimpan disuhu yang dingin (kulkas).
13 13 Informasi yang diberikan mengenai cara pemusnahan obat yaitu
cara-cara yang tepat untuk membuang tablet, sirup dll.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Apoteker B
1. Nama : apt. ND, S.farm
2. Umur : 40 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pendidikan Terakhir : Profesi Apoteker
5. Lama Bekerja (di Puskesmas) : 10 Tahun
Bagian I
No Kode
pertanyaan Jawaban
1 1 6-7 jam.
2 2 Waktu yang diperlukan untuk PIO yaitu 15 menit untuk sediaan non
racikan dan 30 menit untuk sediaan racikan.
3 3 Responden merupakan satu-satunya Apoteker di Puskesmas
sehingga responden selalu terlibat aktik dalam memberikan PIO.
Bagian II
No Kode
pertanyaan Jawaban
1 1 Untuk sistem kerjanya, di Puskesmas ini terdapat 3 orang tenaga
farmasi 1 orang Apoteker dan 2 orang asisten Apoteker dimana
sudah dibebankan dengan tugasnya masing-masing. Ada yang
bertugas dibagian rawat jalan (2 orang) dan 1 orang bertugas di poli
covid. Yang bertanggung jawab atas bagian logistik adalah
responden (Apoteker).
2 2 Sarana fisik yang disediakan untuk melakukan PIO di Puskesmas
adalah buku-buku referensi yang dapat digunakan sebagai sumber
informasi dan di Puskesmas ini belum terdapat ruangan khusus
untuk konseling. Ruangan untuk PIO masih gabung dengan ruangan
penyerahan obat.
3 3 Selain memberikan PIO kepada pasien, responden juga menerbitkan
leaflet untuk obat-obat dengan penggunaan khusus, melakukan
penyuluhan, kemudian menjawab pertanyaan dari tenaga medis lain.
4 4 Sumber informasi yang digunakan oleh responden dalam
memberikan PIO adalah MIMS, ISO, Medscape dan literature lain
dari internet.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
5 5 Evaluasi sumber informasi yang digunakan yaitu meng-update
aplikasi Medscape dan memperhatikan edisi-edisi terbaru dari
sumber informasi yang digunakan.
6 6 Responden selalu melakukan dokumentasi setiap kali selesai
melakukan PIO dan mempunyai lemari arsip tersendiri untuk
menyimpan hasil dokumentasinya.
7 7 Mengenai waktu penggunaan obat, responden menjelaskan tentang
obatnya di minum pada waktu pagi, siang, sore atau malam hari.
Kemudian responden juga menjelaskan tentang obatnya diminum
berapa menit sebelum makan, pada saat makan atau setelah makan
sambil menunjukan etiketnya karena dietiket sudah tertera waktu-
waktu untuk mengkonsumsi obat tersebut.
8 8 Informasi yang diberikan oleh responden kepada pasien terkait
dengan lama penggunaan meliputi kapan obat harus digunakan,
sampai kapan obat harus digunakan, pada saat apa obat tersebut
harus digunakan dan sampai kapan pengobatan harus dihentikan.
9 9 Informasi yang diberikan oleh responden mengenai cara
penggunaan obat yaitu tergantung dari jenis obat yang didapatkan
oleh pasien. Kalau misalkan pasien mendapatkan obat dengan cara
penggunaan khusus maka reponden akan menjelaskan sambil
menunjukan gambar dan juga bisa memperagakan cara penggunaan
obat tersebut. Kemudian memberikan leaflet untuk dibawa pulang
oleh pasien.
10 10 Mengenai efek samping obat, responden menjelaskan efek samping
obat yang umum-umum saja dan bagaimana cara pengatasannya
ketika muncul efek samping tersebut dan apa yang harus dilakukan.
11 11 Informasi yang diberikan oleh responden mengenai interaksi
obat yaitu menjelaskan nama obat yang didapatkan oleh
pasien dan hal-hal yang harus dihindari oleh pasien.
12 12 Mengenai cara penyimpanan obat, responden menjelaskan cara-cara
yang benar untuk menyimpan obat tersebut dan tergantung dari
jenis sediaan yang didapatkan oleh pasien. Misalkan disimpan
disuhu ruang atau bisa jadi disimpan disuhu yang dingin (kulkas).
13 13 Informasi yang diberikan mengenai cara pemusnahan obat yaitu
cara-cara yang tepat untuk membuang tablet, sirup. Kemudian
responden juga menjelaskan kalau etiketnya perlu dilepaskan
terlebih dahulu baru boleh dibuang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Lampiran IX. Hasil wawancara dengan responden (Pasien)
Hasil wawancara dengan responden (Pasien)
Pasien I
1. Nama : RT
2. Umur : 21 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pendidikan terakhir : SMA
5. Hubungan dengan pasien : Pasien/Diri sendiri
6. Pekerjaan : Pelajar
No Kode
Pertanyaan
Jawaban
1 1 Dalam minggu ini baru 2 kali. Tapi responden sudah sering
berobat ke Puskesmas ini.
2 2 Responden belum pernah mendapatkan leaflet dari Apoteker.
3 3 Mengenai jam minum obatnya selalu dijelaskan oleh Apoteker
4 4 Mengenai aturan minum obat, responden selalu mendapatkan
penjelasan dari Apotekernya. Dijelaskan misalnya obatnya ini 2
kali sehari. Kemudian ada yang 3 kali sehari.
5 5 Apoteker menjelaskan obatnya diminum pagi,siang atau malam,
kemudian sesudah atau sebelum makan semuanya dijelaskan
secara detail oleh Apoteker.
6 6 Mengenai lama penggunaan obat, responden selalu mendapatkan
penjelasan dari Apoteker. Misalnya obatnya ini harus dihabiskan
atau digunakan pada saat dibutuhkan saja. Kemudian oleh
Apotekernya disuruh untuk kalau obatnya sudah habis datang
kontrol lagi ke Puskesmas.
7 7 Informasi yang didapatkan oleh responden mengenai cara
penggunaan obat yaitu terkait obat tablet diminum dengan
teratur.dan tablet ini diminum agar bisa sembuh.
8 8 Informasi yang didapatkan oleh responden mengenai efek
samping obat yaitu nama sediaan dan efek samping yang mungkin
akan timbul dan bagaimana cara pengatasannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
9 9 Informasi mengenai interaksi obat belum pernah dijelaskan oleh
Apoteker.
10 10 Informasi yang didapatkan oleh responden mengenai cara
penyimpanan obat yaitu obatnya disimpan disuhu ruang.
11 11 Mengenai cara pemusnahan obat, responponden belum pernah
mendapatkan informasi tersebut.
Pasien II
1. Nama : AW
2. Umur : 33 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan terakhir : Strata 1 (S1)
5. Hubungan dengan pasien : Keluarga pasien
6. Pekerjaan : Guru
No Kode
pertanyaan
Jawaban
1 1 Sudah sering kali datang berobat ke Puskesmas ini.
2 2 Responden belum pernah mendapatkan leaflet dari Apoteker.
3 3 Mengenai jam minum obatnya selalu dijelaskan oleh Apoteker
secara detail.
4 4 Informasi yang didapatkan oleh responden mengenai aturan
minum obat yaitu obatnya diminum 3 kali dalam sehari.
5 5 Apoteker menjelaskan obatnya diminum setelah makan dan pada
pagi, siang dan malam.
6 6 Informasi yang didapatkan oleh responden mengenai lama
penggunaan obat yaitu Apotekernya menjelaskan obat mana yang
harus dihabiskan dan obat mana yang kalau sudah terasa sembuh
pengobatannya dihentikan.
7 7 Informasi yang didapatkan oleh pasien mengenai cara penggunaan
obatnya yaitu obatnya diminum dua sendok takar.
8 8 Informasi mengenai efek samping obat, pernah dijelaskan oleh
Apoteker tapi tidak selalu dijelaskan oleh Apoteker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
9 9 Responden belum pernah mendapatkan informasi mengenai
interaksi obat.
10 10 Renponden mendapatkan informasi mengenai cara penyimpanan
obat yaitu obatnya disimpan di suhu ruang.
11 11 Responden belum pernah mendapatkan informasi mengenai cara
pemusnahan obat.
Pasien III
1. Nama : PW
2. Umur : 45 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan terakhir : SMA
5. Hubungan dengan pasien : Pasien/ Diri Sendiri
6. Pekerjaan : Petani
No Kode
pertanyaan
Jawaban
1 1 Sudah sering kali datang berobat ke Puskesmas ini.
2 2 Responden belum pernah mendapatkan leaflet dari Apoteker.
3 3 Mengenai jam minum obatnya selalu dijelaskan oleh Apoteker.
4 4 Informasi yang didapatkan oleh responden mengenai aturan
minum obat yaitu obatnya diminum 2 kali dalam sehari.
5 5 Apoteker menjelaskan obatnya diminum setelah makan dan pada
pagi hari dan malam hari.
6 6 Informasi yang didapatkan oleh responden mengenai lama
penggunaan obat yaitu obatnya harus dihabiskan dan setelah itu
datang control lagi ke Puskesmas.
7 7 Informasi yang didapatkan oleh pasien mengenai cara penggunaan
obatnya yaitu obatnya diminum obatnya dengan teratur.
8 8 Informasi mengenai efek samping obat. Responden selalu
mendapatkan informasi mengenai efek samping obat.
9 9 Responden belum pernah mendapatkan informasi mengenai
interaksi obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
10 10 Renponden mendapatkan informasi mengenai cara penyimpanan
obat yaitu obatnya disimpan di suhu ruang saja jangan disimpan
dikulkas.
11 11 Responden belum pernah mendapatkan informasi mengenai cara
pemusnahan obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Evaluasi Pelayanan
Informasi Obat Pada Pasien Di Instalasi Farmasi
Puskesmas Kabupaten Sleman Yogyakarta” bernama
Porfirios Menga Renggo. Penulis lahir di Manola 25
September 1998. Penulis merupakan anak pertama dari
pasangan Mikhael Menga dan Hildegardis Woga.
Penulis memulai pendidikan di TK St. Agatha Manola
(2002-2004), melanjutkan pendidikan di SDK Manola
(2004-2010), selanjutnya pendidikan sekolah menengah
pertama ditempuh di SMP Seminari Sinar Buana Weetebula (2010-2013), dan
sekolah menengah atas ditempuh di SMA Seminari Sinar Buana (2013-2016).
Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta pada tahun 2016. Selama masa perkuliahan penulis aktif
dalam beberapa kegiatan kepanitiaan antara lain menjadi anggota keamanan
dalam kegiatan Pharmacy 3On3 and Dance Competition (2016), anggota
keamanan kegiatan Pharmalimpic (2017). Penulis juga merupakan anggota UKF
Futsal Squadra Viola dan pernah mengikuti kejuaraan Pekan Olahraga dan Seni
Farmasi Indonesia (2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI