evaluasi peraturan daerah kabupaten …repository.fisip-untirta.ac.id/746/1/skripsi final -...
TRANSCRIPT
EVALUASI PERATURAN DAERAH
KABUPATEN SERANG NOMOR 12 TAHUN
2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN
KEPADA PARTAI POLITIK
DI KABUPATEN SERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
Damar Aji Nusantara
NIM. 6661120596
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, September 2016
ABSTRAK
Damar Aji Nusantara. NIM. 6661120596. Evaluasi Peraturan Daerah
Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang. Program Studi Ilmu
Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I Leo Agustino Ph.D. Dosen
Pembimbing II Ipah Ema Jumiati S.IP., M.Si
Untuk menjalankan tugas dan fungsi dari partai politik, partai politik
membutuhkan amunisi berupa dana untuk melakukan pendidikan politik.
Peraturan mengenai bantuan keuangan kepada partai politik di Kabupaten Serang
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009. Pada
kenyataannya terdapat beberapa masalah pada kebijakan ini, mulai dari rumus
dalam menentukan besaran bantuan, tidak adanya tim yang mengawasi, belum
optimalnya akuntabilitas dan transparansi partai politik dan tidak adanya manfaat
yang dirasakan oleh masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
substansi dan manfaat dari bantuan keuangan, serta melakukan evaluasi kepada
kebijakan tersebut. Teori yang digunakan untuk evaluasi menggunakan 2
indikator Evaluasi Sistem Analisis dari Karl Luwig von Bertaalanffy yaitu Proses
dan Pengaruh. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif
deskriptif. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis
interaktif Miles dan Huberman. Hasil dari penelitian ini terdapat beberapa
evaluasi yaitu metode perhitungan besaran bantuan tidak banyak dipahami oleh
partai politik, partai politik sulit berkonsultasi dengan BPK terkait Laporan
Pertanggungjawaban kegiatan, kurangnya kegiatan pendidikan politik untuk
masyarakat oleh partai politik, partai politik yang tidak transparan dan akuntabel,
ketidaksesuaian Perda dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2014, belum
sepenuhnya memenuhi kebutuhan dari partai politik, dan belum bisa memberikan
pengaruh terhadap pemahaman politik masyarakat dalam membangunan etika
dan budaya politik.
Kata kunci : Evaluasi, Bantuan Keuangan, Partai Politik
ABSTRACT
Damar Aji Nusantara. NIM. 6661120596. Evaluation of Regional Regulation
of Serang District Number 12 Year 2009 about the Financial Aid Political
Parties. Major of Public Administration Science. The Faculty of Social Science
and Political Science. Sultan Ageng Tirtayasa University. 1st Advisor Leo
Agustino Ph.D. 2nd
Advisor Ipah Ema Jumiati S.IP., M.Si
To perform the duties and functions of political parties, political parties need
ammunition in the form of funds for political education. The Regulation of
financial assistance to political parties in Serang District be further regulated in
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009. In fact, there are several problems with
this policy, starting from the formula in budgeting the amount of aid, lack of
supervision, accountability and transparency of political parties that are not
optimal and the unsatisfied/lack of benefits perceived by the public. The purpose
of this research is to determine the substance and benefit from financial
assistance, as well as an evaluation to the policy. Theory used for evaluation
using two indicators Evaluation Systems Analysis from Karl von Bertaalanffy
Luwig namely Process and Effect. The method used in this research is qualitative
descriptive. Technical analysis of the data in this study is using an interactive
model Miles and Huberman. The results of this research is there are some
evaluations, which are the method of calculating the amount of assistance is not
widely understood by the political parties, political parties is difficult to consult
with the BPK related accountability report activities, lack of activities of political
education for the community by the political parties, the political party which is
not transparent and accountable, Incompatibility between Peraturan Daerah with
Permendagri Nomor 77 Tahun 2014, not fulfill the needs of political parties, and
still have no effect to public’s political understanding of developing ethics and
political culture.
Keywords: Evaluation, the Financial Aid, Political Parties
LEMBAR PERSETUJUAN
Nama : Damar Aji Nusantara
NIM : 6661120596
Judul Skripsi : EVALUASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN
SERANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN
KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN
SERANG
Serang, 20 Oktober 2016
Skripsi Ini Telah Disetujui untuk Disajikan
Menyetujui,
Pembimbing 1
Leo Agustino, Ph.D
NIP: 197408032003121001
Pembimbing 2
Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si
NIP: 197501312005012004
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Dr. Agus Sjafari., M.Si
NIP: 197108242005011002
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama : DAMAR AJI NUSANTARA
NIM : 6661120596
Judul Skripsi : EVALUASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN
SERANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN
KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN
SERANG
Telah Diujikan di Hadapan Dewan Penguji Sidang Skripsi di Serang, tanggal 18
Oktober 2016 dan dinyatakan LULUS.
Serang, 18 Oktober 2016
Ketua Penguji
Riswanda, Ph.D ................................................
NIP. 198101122008121001
Anggota:
Rahmawati, M.Si ................................................
NIP. 197905252005012001
Anggota:
Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si ................................................
NIP. 197501312005012004
Mengetahui,
Dekan Fisip
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Dr. Agus Sjafari., M.Si
NIP. 197108242005011002
Ketua Program Studi
Ilmu Administrasi Negara
Listyaningsih, S.Sos., M.Si
NIP. 197603292003122001
MOTTO: “Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada
Komitmen bersama untuk menyelesaikannya.
Berangkat dengan penuh keyakinan,
Berjalan dengan penuh keikhlasan,
Istiqomah dalam menghadapi cobaan.”
PERSEMBAHAN: “Skripsi ini aku persembahkan untuk
kedua orangtua ku yang tak lelah
dalam memberikan dukungan moril dan
doanya, serta untuk DIA yang telah
setia menemani ku selama berproses
meraih gelar sarjana ku”
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil‟aalamiin, segala puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten
Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik Di Kabupaten Serang”.
Proposal skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penulis
menyadari bahwa sejak awal selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan, dorongan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd. Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, M.Si. Wakil Dekan I Bidang Akademik FISIP Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si. Wakil Dekan II Bidang Keuangan dan
Umum FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
iii
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si. Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, S.Sos., M.Si. Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara
FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah menyetujui atas
penelitian proposal skripsi ini.
7. Riswanda, Ph.D. Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Leo Agustino, Ph.D. Dosen Pembimbing Skripsi I yang dengan baik hati
dan sabar dalam memberikan bimbingan, masukan, dan pengarahan
sehinggan proposal skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si. Dosen Pembimbing Skripsi II yang dengan
baik hati dan sabar dalam memberikan bimbingan, masukan, dan
pengarahan sehinggan proposal skripsi ini dapat terselesaikan.
10. Kepada seluruh Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara yang
tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah dan pernah
memberikan bekal-bekal akademik dan ilmiah kepada peneliti selama
proses belajar mengajar.
11. Dra. Parida, M.Si. Kepala Sub Bagian Kesatuan Bangsa dan Bina
Perangkat Kecamatan Sekertariat Daerah Kabupaten Serang yang sudah
membantu dalam pemberian informasi dan memudahkan penyelesaian
proposal skripsi ini.
iv
12. Mastur, SH. Pelaksana Sub Bagian Perundang-undangan Bagian Hukum
Sekretariat Daerah Kabupaten Serang yang dengan sabar membantu saya
dalam memberikan data-data ataupun dokumen tentang penelitian ini.
13. Bapak Tb. Staf administrasi Bagian Pemerintahan Umum yang senantiasa
membantu saya dalam hal persuratan dinas.
14. Kepada Ayahanda Rudi Kurniawan dan Ibunda Heni Mulyani yang tidak
pernah lelah dan selalu membuat semangat dalam mengerjakan penelitian
ini.
15. Kepada kawan-kawan tercinta mahasiswa ANE angkatan 2012.
16. Kepada kawan-kawan Pejuang Skripsi: Dodo, Restu, Fahmy, Fahmi,
Pangku, Diros, Disur, Rafli dan kawan-kawan lainnya yang selalu
membantu saya dan sama-sama berjuang untuk lulus kuliah.
17. Kepada yang tersayang Desty Stefany yang selalu memberikan motivasi
dan dorongan dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu saya dalam penyelesaian proposal skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat.
Serang, Oktober 2016
Penulis
Damar Aji Nusantara
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ..................................................................................... 16
1.3 Pembatasan Masalah .................................................................................... 17
1.4 Rumusan Masalah ........................................................................................ 17
1.5 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 18
1.6 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
2.1 Deskripsi Teori ............................................................................................. 20
vi
2.1.1 New Public Administration (Administrasi Negara Baru) .................... 20
2.1.2 New Governance (Pemerintahan Baru) ............................................... 22
2.1.3 Pengertian Kebijakan .......................................................................... 23
2.1.4 Pengertian Publik ................................................................................ 24
2.1.5 Pengertian Kebijakan Publik ............................................................... 25
2.1.6 Pengertian Evaluasi ............................................................................. 30
2.1.7 Model Evaluasi Kebijakan .................................................................. 38
2.1.7.1 Model Evaluasi William N.Dunn ............................................ 38
2.1.7.2 Model Evaluasi CIPP ............................................................... 40
2.1.7.3 Model Evaluasi Sistem Analisis .............................................. 42
2.1.8 Partai Politik ........................................................................................ 45
2.1.9 Akuntabilitas dan Transparansi ........................................................... 48
2.1.9.1 Akuntabilitas ............................................................................ 48
2.1.9.2 Transparansi ............................................................................. 51
2.1.10 Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang ........ 52
2.2 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 53
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................... 56
2.4 Asumsi Dasar ............................................................................................... 58
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian .............................................................. 59
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ................................................................. 61
vii
3.3 Lokasi Penelitian .......................................................................................... 61
3.4 Variabel Penelitian/Fenomena yang diamati ............................................... 62
3.4.1 Definisi Konsep ................................................................................. 62
3.4.2 Definisi Operasional .......................................................................... 62
3.5 Instrumen Penelitian ..................................................................................... 63
3.6 Informan Penelitian ...................................................................................... 65
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... 67
3.7.1 Teknik Pengolahan Data .................................................................... 67
3.7.2 Analisis Data ...................................................................................... 73
3.7.2 Uji Keabsahan Data ........................................................................... 75
3.8 Jadwal Penelitian .......................................................................................... 76
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian .......................................................................... 78
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Serang ................................................ 78
4.1.2 Gambaran Umum Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12
Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten
Serang ......................................................................................................... 85
4.2 Deskripsi Data .............................................................................................. 87
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ................................................................... 87
4.2.2 Daftar Informan Penelitian ................................................................ 96
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ............................................................................ 99
4.3.1 Evaluasi Proses (Process evaluation) ................................................ 100
viii
4.3.2 Evaluasi Pengaruh (Impact evaluation) ............................................. 116
4.4 Pembahasan .................................................................................................. 122
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 141
5.2 Saran ............................................................................................................. 143
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xii
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Dana Kampanye Partai Politik Nasional Pada Pemilu
Legislatif 2014 .................................................................................... 3
Tabel 1.2 Rekapitulasi Perolehan Jumlah Kursi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Serang .................................................................. 10
Tabel 2.1 Kriteria-Kriteria Evaluasi Dunn ......................................................... 39
Tabel 2.2 Kriteria Evaluasi Model CIPP dari Stufflebeam ................................ 42
Tabel 2.3 Contoh Model Evaluasi Sistem Analisis Pada Program
Keluarga Berencana ........................................................................... 44
Tabel 3.1 Model Evaluasi Sistem Analisis Dari Bertaalanffy ............................ 63
Tabel 3.2 Deskripsi Informan ............................................................................. 66
Tabel 3.3 Pedoman Wawancara Penelitian ......................................................... 70
Tabel 3.4 Jadwal Penelitian ................................................................................ 77
Tabel 4.1 Banyaknya Desa, Rukun Warga dan Rukun Tetangga
Menurut Kecamatan di Kabupaten Serang .......................................... 80
Tabel 4.2 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Serang .................. 81
Tabel 4.3 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
di Kabupaten Serang Tahun 2015 ........................................................ 82
Tabel 4.4 Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Kabupaten Serang Tahun 2015 ... 84
Tabel 4.5 Rekapitulasi Perolehan Jumlah Kursi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Serang..................................................................... 88
Tabel 4.6 Rekapitulasi Perolehan Suara Sah dan Perolehan Kursi
x
di Kabupaten Serang Pada Pemilu Tahun 2014 ................................... 90
Tabel 4.7 Rekapitulasi Perhitungan Bantuan Kepada Partai Politik
Kabupaten Serang ................................................................................ 92
Tabel 4.8 Perolehan Suara Partai Politik Per Daerah Pemilihan
Pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014 .................................... 93
Tabel 4.2 Daftar Informan .................................................................................. 98
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kebijakan Sebagai Suatu Proses .................................................... 28
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran ........................................................... 57
Gambar 3.1 Analisis Data Model Interaktif ....................................................... 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara pada dasarnya merupakan sebuah organisasi yang di dalam
terdapat tiga aktor penting yang mengatur dan menjalankan roda pemerintahan.
Tiga aktor penting itu yaitu lembaga eksekutif, lembaga legislatif dan lembaga
yudikatif. Dalam menjalankan pemerintahan, negara memiliki kewajiban untuk
membawa rakyatnya dalam mencapai sebuah tujuan atau cita-cita bersama. Untuk
mencapai cita-cita bersama itu, pemerintah tidak bisa melaksanakannya sendiri,
perlu adanya partisipasi aktif dari lembaga non pemerintah.
Pemerintah saat ini didorong untuk menerapkan konsep new governance
dalam melaksanakan setiap kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan publik.
New governance bukan hanya sekedar teori semata, melainkan suatu konsep
dimana pemerintah harus lebih fleksibel dalam melibatkan sektor lainnya (non
pemerintah) dalam melaksanakan setiap kebijakan yang dibuat guna tercapainya
tujuan kebijakan serta tujuan dari negara. Salah satu dari tujuan negara di
Indonesia yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (sila ke-5 Pancasila).
Tujuan tersebut sesuai dengan konsep new public administration, yaitu keadilan
sosial. Keadilan sosial menekankan pada studi admnistrasi negara yang bersifat
memecahkan masalah publik guna mencapai tujuan dari negara.
Dalam mencapai tujuan negara, maka perlu adanya sebuah rules atau
aturan yang fundamental dalam menjalankan fungsi sebuah negara. Rules atau
2
aturan dari setiap negara memiliki perbedaan antara satu negara dengan negara
lainnya. Di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi landasan
fundamental yaitu Pancasila. Pancasila dapat diibaratkan seperti sebuah otak yang
berada di dalam tubuh manusia dan tubuh manusia diibaratkan sebuah negara.
Dalam menjalankan fungsi dan tugas negara akan selalu berpedoman kepada
Pancasila. Pancasila kemudian dijabarkan lebih mendalam menjadi sebuah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar (UUD 1945) terdiri dari 37 Pasal, 3 Pasal Aturan
Tambahan dan 2 Pasal Aturan Tambahan. Sesuai dengan yang tertuang dalam
UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 bahwa: “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hal
ini menjelaskan bahwa negara dalam menjalankan fungsinya senantiasi sesuai
dengan aturan hukum. Di dalam aturan hukum, negara memiliki kewajiban untuk
menjamin kehidupan rakyatnya yang telah diatur di dalam UUD 1945 Pasal 28A
yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya”, dari pasal tersebut sudah jelas mengatakan bahwa
fungsi negara salah satunya adalah memberikan jaminan kepada rakyatnya untuk
hidup dan menjalankan kehidupannya. Jaminan hidup rakyat yang ditanggung
oleh negara salah satunya adalah jaminan atas kebebasan hak rakyat dalam
berpolitik yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat 3 yang berbunyi: “Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”,
bentuk dari kebebasan berpolitik ini beraneka macam jenisnya, salah satunya
yaitu ikut berpartisipasi aktif dengan menjadi kader-kader partai politik.
3
Politik pada dasarnya merupakan seni seseorang untuk mendapatkan
kekuasaan. Kekuasaan yang dimiliki ini kemudian dipergunakan untuk
mempengaruhi orang lain agar mengikuti tujuan yang ingin dicapai. Di Indonesia,
seseorang yang ingin memperoleh kekuasaan seperti anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) harus memiliki kekuatan politik dari partai politik yang
mengusungnya untuk memperoleh kekuasaan, begitu juga Presiden dan kepala
daerah yang diusung oleh partai politik. Proses perebutan kekuasaan ini
berlangsung pada saat Pemilihan Umum (Pemilu). Dana yang dibutuhkan partai
politik guna memenangkan Pemilu tidaklah murah, maka dari itu partai politik
memerlukan sumber dana agar dapat bertahan dan mengoperasikan struktur dasar
partai untuk merepresentasikan rakyat, mengembangkan kapasitas bersaing dalam
kontestasi Pemilu, dan berkontribusi secara kreatif dalam perdebatan kebijakan
publik.
Tabel 1.1
Jumlah Dana Kampanye Partai Politik Nasional
Pada Pemilu Legislatif 2014
NO NAMA PARPOL DANA KAMPANYE
1. Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Rp. 138.977.622.854,-
2. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Rp. 69.704.938.236,-
3. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rp. 82.481.388.425,-
4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI
Perjuangan)
Rp. 220.842.436.120,-
5. Partai Golongan Karya (Golkar) Rp. 174.037.763.861,-
6. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Rp. 306.580.579.070,-
7. Partai Demokrat Rp. 268.091.134.444,-
8. Partai Amanat Nasional (PAN) Rp. 256.342.968.557,-
9. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Rp. 96.771.178.018,-
10. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Rp. 241.072.137.926,-
11. Partai Bulan Bintang (PBB) Rp. 47.407.872.785,-
12. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
(PKPI)
Rp. 36.382.719.813,-
4
Sumber: Tempo 2014, Rincian Besaran Dana Kampanye Tiap Partai, dikutip 15
Maret 2016
Sumber keuangan partai politik memiliki sejarah yang cukup panjang.
Undang-Undang pertama yang mengatur sumber dana partai politik yaitu
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang partai politik dan golongan karya,
yang menjelaskan bahwa sumber keuangan partai politik dan golongan karya
adalah:
1. Iuran anggota;
2. Sumbangan yang tidak mengikat;
3. Usaha lain yang sah;
4. Bantuan dari negara/pemerintah.
Namun demikian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang partai
politik tentang partai politik dan golongan karya memiliki kelemahan, karena
Undang-Undang ini tidak mengatur lebih lanjut mengenai petunjuk teknis tentang
bagaimana mekanisme penyaluran dana bantuan partai politik. Akan tetapi hal ini
tidak menjadi halangan karena partai politik pada saat itu rutin menerima dana
bantuan dari Direktorat Jenderal Sosial dan Politik, Departemen Dalam Negeri.
Pada tahun tersebut merupakan rezim Orde Baru yang hanya memiliki tiga Partai
politik besar yaitu; Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya
(Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia yang mendapatkan bantuan keuangan
dari negara.
Setelah jatuhnya rezim Orde Baru, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975
tentang partai politik ini kemudian digantikan oleh Undang-Undang Nomor 2
5
Tahun 1999 tentang partai politik. Tujuan dari dibentuknya Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1999 antara lain:
1. Menjamin kebebasan rakyat dalam membentuk partai politik;
2. Mendorong partai politik menjadi organisasi yang modern untuk
mengembangkan fungsi pendidikan politik dan kontrol politik.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 jauh lebih mengatur tentang
mekanisme penyaluran bantuan keuangan kepada partai politik serta besaran
bantuan yang dihitung berdasarkan perolehan suara di dalam Pemilu. Merujuk
pada UU No. 2 Tahun 1999 pasal 12 ayat (2) yang menyatakan bahwa: “Partai
Politik menerima bantuan tahunan dari anggaran negara yang ditetapkan
berdasarkan perolehan suara dalam pemilihan umum sebelumnya.”
Pasca Pemilu tahun 1999, Undang-Undang Dasar 1945 mengalami empat
kali amandemen, sehingga menempatkan partai politik sebagai sebuah organisasi
yang dominan di dalam sistem politik dan pemerintahan. Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1999 kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2002 tetang partai politik sebagai penyempurna dari Undang-Undang sebelumnya.
Pergantian Undang-Undang tersebut tidak diikuti dengan penguatan
pengaturan sumber keuangan partai politik. Pada Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2002 terjadi perubahan yang signifikan terhadap besaran sumbangan
kepada partai politik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 pasal
18 ayat (1), (2), dan (3), tercatat untuk sumbangan perseorangan dari yang
awalnya Rp. 15.000.000,- menjadi Rp. 200.000.000,- sedangkan untuk
sumbangan perusahaan dari yang awalnya Rp. 150.000.000,- menjadi Rp.
6
800.000.000,-. Pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 memiliki perubahan
dalam hal kriteria yang berhak mendapatkan bantuan keuangan dari
negara/pemerintah kepada partai politik dari yang awalnya semua partai politik
yang mengikuti Pemilu berhak mendapatkan bantuan keuangan dari
negara/pemerintah, kini hanya hanya partai politik yang mendapatkan kursi di
DPR/DPRD.
Pasca Pemilu tahun 2004, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002
kemudian digantikan oleh Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang partai
politik. Pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 dilakukan perbedaan antara
penyumbang perseorangan anggota partai politik dengan penyumbangan
perseorangan bukan anggota partai politik. Dari kedua hal itu kemudian diatur
lebih lanjut oleh Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai politik.
Pasca Pemilu tahun 2009, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008
digantikan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik.
Undang-Undang ini memberikan perubahan yang signifikan terhadap pengaturan
sumber keuangan partai politik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2011 pasal 35 ayat (1) huruf c, tercatat besaran sumbangan perusahaan kepada
partai politik dari awal Rp. 4.000.000.000,- menjadi Rp. 7.500.000.000,- serta
pengaturan bantuan keuangan. Pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011,
kriteria partai politik penerima dana bantuan keuangan dari negara/pemerintah
sama dengan yang sebelumnya, akan tetapi ada penambahan dalam hal besaran
bantuan keuangan yang dihitung berdasarkan besaran perolehan suara di dalam
Pemilu. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 menjelaskan bahwa bantuan
7
keuangan kepada partai politik diprioritaskan untuk pendidikan politik dalam
menciptakan kader berkualitas. Selain itu, untuk menciptakan partai politik yang
transparan dan akuntabel, laporan keuangan penggunaan bantuan keuangan dari
negara/pemerintah harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sementara itu, untuk partai politik yang tidak melakukan laporan keuangan akan
diberikan sanksi dalam bentuk pemberhentian bantuan keuangan dari
negara/pemerintah. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 merupakan amanat
yang harus dilaksanakan mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.
Berbicara tentang pemerintah daerah, Provinsi Banten merupakan salah
satu provinsi yang sangat menarik dalam membahas permasalahan tentang politik
terutama mengenai bantuan keuangan kepada partai politik. Seperti kita ketahui,
Provinsi Banten terdiri dari 4 kota dan 4 kabupaten antara lain:
1. Kota Serang;
2. Kota Cilegon;
3. Kota Tangerang;
4. Kota Tangerang Selatan;
5. Kabupaten Lebak;
6. Kabupaten Pandeglang;
7. Kabupaten Tangerang;
8. Kabupaten Serang.
Provinsi Banten sebagian besar kekuatan politik dikuasai oleh Golongan
Karya (Golkar). Hal ini terjadi karena selama dua periode Gubenur Banten
8
dikuasai oleh Ratu Atut Chosiah yang pada saat itu juga menjabat sebagai Ketua
DPD Partai Golongan Karya (Golkar) Provinsi Banten. Namun kekuasaan politik
pun berpindah setelah pada tahun 2013 Ratu Atut Chosiah yang pada saat itu
menjabat sebagai Gubernur Banten terjerat kasus korupsi atas kasus Pilkada
Lebak dan pengadaan alat kesehatan (alkes) Provinsi Banten ( Tempo 2014, Ratu
Atut Kini Tersangka 3 Kasus Korupsi Banten, dikutip 15 Maret 2016), maka
dengan demikian kekuasaan politik pun berpindah kepada H. Rano Karno. Pada
Pilkada Provinsi Banten tahun 2011, pasangan Ratu Atut Chosiah-H.Rano Karno
merupakan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung oleh Partai
Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI
Perjuangan).
Sejak jatuhya kepemimpinan Ratu Atut, maka dimulailah kepemimpinan
H. Rano Karno yang merupakan salah satu kader dari Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI Perjuangan). Di era kepemimpinan H. Rano Karno Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) mengalami perkembangan,
terbukti dari hasil Pemilu legislatif Provinsi Banten 2014 Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) mendapatkan perolehan kursi DPRD
Banten sebanyak 15 orang, menyamai jumlah anggota dewan terpilih dari partai
Golongan Karya (Golkar) dan salah satu kader Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan diterpilih menjadi Ketua DPRD Provinsi Banten. Dengan demikian
secara otomatis kekuasaan politik dari eksekutif dan legislatif kini dikuasai oleh
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan).
9
Kekuatan politik pada tingkat provinsi Banten, pada kenyataannya tidak
sama dengan kekuatan politik pada tingkat kota/kabupaten di Provinsi Banten.
Adanya kepala daerah sangat menentukan kepada kekuatan politik partai tertentu
di daerah tersebut. Di Banten, kekuatan politik terbagi menjadi dua golongan
antara lain:
1. Wilayah Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang
didominasi oleh kekuatan PDI Perjuangan;
2. Wilayah Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan, Kota
Cilegon dan Kabupaten Pandeglang didominasi oleh kekuatan partai
Golongan Karya (Golkar).
Berdasarkan hasil klasifikasi kekuatan partai politik di atas, partai
Golongan Karya (Golkar) pada tingkat kota/kabupaten masih mengungguli dari
PDI-Perjuangan dan partai lainnya.
Basis kekuatan terbesar Partai Golongan Karya terdapat di wilayah
Kabupaten Serang. Kabupaten Serang merupakan kabupaten tertua di Banten.
Sebelum Kota Serang berdiri, Kabupaten Serang dijadikan pusat dari ibu kota
Provinsi Banten. Maka tidak heran jika, Partai Golongan Karya (Golkar) masih
tetap berjaya di Kabupaten Serang karena kekuatan legislatif selama periode
2009-2014 dan periode 2014-2019 dikuasai oleh partai Golongan Karya (Golkar).
10
Tabel 1.2
Rekapitulasi Perolehan Jumlah Kursi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Serang
NO Nama PARPOL Periode
2009-2014
Periode
2014-2019
1. Partai Golongan Karya 10 9
2. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 4 5
3. Partai Demokrat 7 4
4. Partai Keadilan Sejahtera 5 5
5. Partai Amanat Nasional 5 5
6. Partai Hati Nurani Rakyat 4 3
7. Partai Gerakan Indonesia Raya 4 6
8. Partai Persatuan Pembangunan 4 4
9. Partai Bintang Reformasi 3 -
10. Partai Bulan Bintang 2 1
11. Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia
1 -
12. Partai Nasional Benteng Kerakyatan
Indonesia
1 -
13. Partai Nasional Demokrat - 4
14. Partai Kebangkitan Bangsa - 4
Sumber: Keputusan Gubernur Banten Nomor 171/Kep.328-Huk/2014 Tentang
Peresmian Pemberhentian Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Serang Masa Jabatan Tahun 2009-2014 dan Peresmian Pengangkatan Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Serang Masa Jabatan Tahun 2014-
2019 Hasil Pemilihan Umum Tahun 2014
Dari data tersebut terlihat bahwa Partai Golkar masih mendominasi
kekuatan legislatif di Kabupaten Serang dengan memperoleh 9 kursi pada periode
2014-2019. Namun angkat tersebut turun dibandingkan pada periode 2009-2014
yaitu 10 kursi. Jika kita bandingkan perolehan kursi dengan partai politik lainnya
pada periode 2014-2019, perbandingannya sangat jauh. Perbedaan kursi dengan
partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua yaitu partai Gerakan
Indonesia Raya yang memperoleh 6 kursi parlemen yang lebih kecil 3 kursi dari
partai Golkar yang memperoleh 9 kursi. Dari perbedaan jumlah perolehan kursi
11
legislatif tersebut, maka nominal bantuan keuangan yang diberikan pemerintah
kepada partai politik akan berbeda-beda.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang
partai politik, sumber keuangan partai politik salah satunya adalah dari bantuan
negara. Bantuan dari negara ini kemudian dijabarkan peraturan pelaksanaannya
oleh Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik. Pada tingkatan kota/kabupaten, bantuan keuangan untuk
partai politik bersumber dari Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
kota/kabupaten tersebut. Kemudian dalam pelaksanaan teknis pada tingkat
kota/kabupaten diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Bupati
(Perbup).
Kabupaten Serang merupakan ibu kota Propinsi Banten sebelum Kota
Serang berdiri pada tahun 2010. Letaknya yang berada di Pusat Propinsi Banten
menjadikan Kabupaten Serang sebagai barometer ekonomi, sosial, budaya dan
politik bagi kota/kabupaten lainnya di Propinsi Banten. Posisi Kabupaten Serang
sebagai barometer tersebut tidak diimbangi dengan pengaturan dalam hal bantuan,
terutama bantuan keuangan kepada partai politik. Berdasarkan data yang
didapatkan saat melakukan observasi awal di Bagian Pemerintahan Umum
(Pemum) Kabupaten Serang pada hari Selasa 23 Februari 2016, bantuan keuangan
kepada partai politik di Kabupaten Serang sebesar Rp. 1.159 dikalikan dengan
jumlah perolehan suara dalam Pemilu. Nominal tersebut berbanding jauh dengan
bantuan kepada partai politik di Kabupaten Lebak sebanyak Rp. 2.062 dikalikan
dengan jumlah perolehan suara dalam Pemilu. (Sumber: wawancara dengan Rudi
12
Kurniawan, Sekertaris Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Kabupaten
Lebak, Kamis 17 Maret 2016) Perbedaan tersebut sangat signifikan, mengingat
posisi Kabupaten Serang sebagai barometer politik, ekonomi, sosial dan budaya
pada kenyataanya tidak seimbang dengan Kabupaten Lebak yang notabenenya
merupakan salah kabupaten tertinggal di Propinsi Banten, tidak heran jika
partisipasi politik masyarakat pada Pilkada Kabupaten Serang tahun 2015 hanya
50,80% dari daftar pemilih 1.112.305 orang, presentase pemilih ini jauh lebih
rendah dari target pemilih yang di tentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
pusat yaitu 77%. (Okezone 2015, Ini Pemenang Pilkada di Banten Versi KPU,
dikutip 15 Maret 2016).
Berdasakan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti yang bersumber
dari data dan informan pemangku kebijakan tersebut terdapat beberapa masalah
yang ditemukan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor
12 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik antara lain:
Pertama, rumus dalam menentukan besaran bantuan kepada partai politik
sulit untuk dipahami oleh nalar umum. Rumus besaran bantuan pada Perda No. 12
Tahun 2009 merupakan turunan dari PP No. 83 Tahun 2012 yang berbunyi:
“Besaran bantuan per suara peraih kursi DPR/DPRD ditentukan oleh besaran
bantuan APBN/APBD periode sebelumnya dibagi perolehan suara partai politik
yang memperoleh kursi DPR/DPRD periode sebelumnya”. Formulasi yang
digunakan terkesan matematis ini sebetulnya bermasalah. mengaitkan harga per
suara periode saat ini dengan harga kursi pada periode sebelumnya merupakan hal
yang tidak logis karena konversi suara dengan kursi tidak selalu berbanding lurus.
13
Jika harga 1 kursi adalah 100 suara, maka partai politik A yang memiliki 145
suara, bisa sama-sama mendapatkan 1 kursi dengan partai politik B yang hanya
memiliki 51 suara. (Perludem 2015. Siaran Pers Bantuan Keuangan Partai
Politik. dikutip pada tanggal 15 Mei 2016) Dari formulasi yang digunakan
tersebut, seharusnya nominal bantuan keuangan kepada partai politik pada setiap
daerah tidak berbanding terlalu jauh, namun pada kenyataannya di Kabupaten
Serang nominal bantuan keuangan kepada partai politik sebesar Rp. 1.159,- lebih
kecil dibandingkan Kabupaten Lebak yaitu sebesar Rp. 2.062,- Kabupaten Serang
dan Kabupaten Lebak menggunakan rumus yang sama dalam menentukan besaran
bantuan kepada partai politik, namun nominal bantuan yang diberikan berbanding
sangat jauh.
Kedua, tidak adanya lembaga atau tim khusus yang mengawasi
pelaksanaan dari Perda tersebut sehingga selama berlakunya Perda ini belum ada
yang melakukan evaluasi pada proses pelaksanaannya. Adapun pengawasan yang
dilakukan hanya sebatas audit keuangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) pada tingkat provinsi. Audit ini hanya mengawasi pada hasil
saja bukan pada prosesnya. Adapun kegiatan monitoring evalution (Monev) yang
dilakukan hanya sebatas pemanggilan kapada Fraksi di DPRD Kabupaten Serang,
hal ini diperkuat dengan pernyataan Dra. Farida selaku Kepala Sub Bagian
Kesatuan Bangsa dan Politik dan Perangkat Kecamatan Kabupaten Serang pada
hari Selasa 23 Februari 2016. Beliau juga mengatakan bahwa kegiatan monev
tidak dilakukan dengan meninjau langsung ke lapangan, karena beliau
beranggapan bahwa dengan meninjau ke lapangan tidak efisien waktu karena
14
Kabupaten Serang wilayahnya luas, serta sumber daya manusia di lingkungan
Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Serang atau lebih dikenal Pemerintahan
Umum (Pemum) terbatas sehingga untuk melakukan monev di lapangan sulit
untuk dilakukan.
Ketiga, akuntabilitas dan transparansi yang dilakukan oleh partai politik
belum optimal karena masih bergabungnya asset Dewan Pimpinan Cabang partai
politik Kabupaten Serang dengan Kota Serang, belum menetapnya secara
permanen sekertariat, dan kegiatan partai politik yang terkesan fiktif atau tidak
ada seperti kasus salah satu kader partai Hanura sekaligus anggota DPRD
Kabupaten Serang periode jabatan 2014-2019 diindikasikan akan melakukan
kegiatan reses fiktif (Newsmedia 2016, Terlalu di Kebupaten Serang Oknum
Dewan Tidak Ikut Reses Malah Nitip SPPD, dikutip 15 Maret 2016). Reses
merupakan bagian dari kegiatan politik kader partai politik yang menjadi anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dalam upaya menampung aspirasi masyarakat serta
mempertanggungjawabkan kegiatan yang telah dilakukan untuk disampaikan
kepada masyarakat. Adapun kasus lainnya yaitu akuntabilitas dan transparansi
hanya sebatas kepada pemilik kebijakan, tidak kepada masyarakat secara umum.
Hal ini diperkuat dengan penyataan Ibu Farida, pada tahun 2013 pernah terjadi
sanksi pemberhentian bantuan keuangan kepada salah satu partai politik yaitu
Partai Bintang Reformasi. Partai tersebut dibubarkan dengan alasan tidak jelas
karena kepengurusan maupun sekertariatnya yang bubar begitu saja tanpa adanya
keterangan, sehingga partai tersebut diberhetikan bantuan keuangannya dari
15
pemerintah Kabupaten Serang karena tidak bisa melakukan akuntabilitas dan
transparansi kepada pemeritah maupun kepada masyarakat Kabupaten Serang.
Berdasarkan syarat partai politik untuk mendapatkan bantuan keuangan
dari pemerintah sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun
2009 Pasal 3 ayat 2 (b) berbunyi: “susunan kepengurusan Partai politik yang
Sah”, dari pasal ini sangatlah jelas bahwa yang berhak mendapatkan bantuan
keuangan adalah kepengurusan partai politik yang sah. Perlu diketahui yang
mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Kepengurusan Partai politik DPC
Kabupaten/Kota adalah Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai
politik, hal ini akan menjadi masalah bagi DPC Partai Golongan Karya (Golkar)
dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Kabupaten Serang, karena pada
tingkat DPP Partai politik mengalami dualisme kepemimpinan walaupun hingga
saat ini masih berproses untuk melakukan Musyawarah Nasional Luar Biasa
(Munaslub) dan Islah, sehingga posisi dari Surat Keputusan (SK) kepengurusan
DPC Golkar dan PPP Kabupaten Serang yang dikeluarkan tidak memiliki dasar
hukum yang kuat. Secara tidak langsung hal ini akan mengahambat Partai Golkar
dan PPP di Kabupaten Serang untuk mendapatkan bantuan keuangan, serta
akuntabilitas dan transparansi partai kepada kader dan masyarakat umum akan
mengalami hambatan pula.
Keempat, masyarakat belum merasakan secara jelas manfaat bantuan
keuangan kepada partai politik dari pemerintah, sehingga partisipasi politik
masyarakat pun menjadi rendah. Hal tersebut dikuatkan dari kasus Pilkada
Serentak Kabupaten Serang tahun 2015, jumlah pemilih hanya 50,80% dari daftar
16
pemilih 1.112.305 orang, jumlah tersebut jauh lebih rendah dari target yang
ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat yaitu 77% pemilih
(Okezone 2015, Ini Pemenang Pilkada di Banten Versi KPU, dikutip 15 Maret
2016). Dari kasus tersebut, terlihat bahwa peran partai politik yang mengusung
calon kepala daerah dalam mendorong partisipasi politik masih belum optimal.
Padahal salah satu tujuan dari adanya bantuan keuangan kepada partai politik
yaitu untuk memberikan pendidikan politik dalam mencatak kader politik dan
partisipasi politik di masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dan mendeskripsikannya dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi
dengan judul: “Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12
Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di
Kabupaten Serang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, peneliti
mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:
1. Rumus dalam menentukan besaran bantuan kepada partai politik sulit
untuk dipahami oleh nalar umum;
2. Tidak adanya lembaga yang mengawasi pelaksanaan dari Peraturan
Daerah, terutama pada proses pelaksanaan Perda tersebut;
3. Akuntabilitas dan transparansi yang dilakukan oleh partai politik belum
optimal;
17
4. Masyarakat belum merasakan secara jelas manfaat bantuan keuangan
kepada partai politik dari pemerintah.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi
penelitian ini pada “Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12
Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten
Serang”
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa substansi dari Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun
2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten
Serang?
2. Bagaimana evaluasi pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Serang
Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik
di Kabupaten Serang?
3. Apakah Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009
Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang
memberikan manfaat bagi kader partai politik dan masyarakat Kabupaten
Serang?
18
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka maksud dan tujuan dari
penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui substansi dari Peraturan Daerah Kabupaten Serang
Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik
di Kabupaten Serang;
2. Untuk mengetahui evaluasi pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten
Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik di Kabupaten Serang;
3. Untuk mengetahui manfaat Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12
Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di
Kabupaten Serang bagi kader partai politik dan masyarakat masyarakat
Kabupaten Serang.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian yang berjudul Evaluasi Peraturan
Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang adalah:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan
keilmuan dan pengetahuan karena akan menambah ilmu pengetahuan
dalam dunia akademis khususnya. Ilmu Administrasi Negara, terutama
yang berkaitan dengan evaluasi kebijakan publik. Selain itu, penelitian ini
19
juga dapat bermanfaat untuk pengembangan studi evaluasi kebijakan
publik.
2. Secara praktis
Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan
kemampuan dan penguasaan ilmu-ilmu yang telah diperoleh peneliti
selama mengikuti pendidikan di Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sampai saat ini. Selain itu, karya
peneliti dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi pembaca dan
peneliti selanjutnya.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1 New Public Administration (Administrasi Negara Baru)
New Public Administration mulai berkembang pada tahun 1965-
1970 yang diinisiasi oleh Waldo seorang guru besar humaniora
Universitas Albert Schweitzer di Syracuse (negara bagian New York).
Waldo kemudian mengadakan sebuah konferensi yang dihadiri oleh para
ahli administrasi negara generasi muda untuk membahas administrasi
negara baru. Hasil dari konferensi tersebut kemudian menghasilkan sebuah
buku yang berjudul The New Public Administration: The Minnowbrook
Perspective. Buku tersebut kemudian dijadikan buku pedoman dalam
mempelajari administrasi negara baru.
Menurut Anggara (2012: 383) menjelaskan bahwa New Public
Administration fokusnya tidak banyak membahas fenomena-fenomena
tradisional seperti efisiensi, efektivitas, soal anggaran, atau teknik-teknik
administrasi. Sebaliknya, administrasi negara baru sangat memperhatikan
teori-teori normatif, filosofi, dan aktivisme. New Public Administration
banyak membahas hal-hal yang berkaitan dengan nilai, etika,
perkembangan para anggota secara individu dalam organisasi, hubungan
21
birokrasi dengan pihak yang dilayaninya, dan masalah-masalah yang luas
seperti urbanisasi, teknologi, dan kekerasan.
Dasar pemikiran pemikiran untuk administrasi negara hampir
senantiasa berupa manajemen yang lebih baik. Namun Frederickson
(2003: 9-10) menambahkan keadilan sosial pada konsep administrasi
negara baru. Keadilan sosial adalah ungkapan yang mencakup pengertian
seperangkat pilihan nilai, pilihan kerangka organisasi, dan pilihan corak
manajemen. Keadilan sosial menekankan persamaan hak dalam pelayanan
pemerintahan. Keadilan sosial menekankan pertanggungjawaban atas
keputusan-keputusan dan pelaksanaan program untuk manajer-manajer
publik. Keadilan sosial menekankan perubahan dalam manajemen publik.
Keadilan sosial menekankan daya tanggap lebih terhadap kebutuhan warga
negara ketimbang terhadap kebutuhan-kebutuhan organisasi publik.
Keadilan sosial menekankan suatu pendekatan terhadap studi mengenai
administrasi negara dan pendidikan administrasi yang bersifat
interdisipliner, terapan, dan memecahkan masalah, serta secara teoritis
sehat.
Dengan demikian, dari penjelas di atas maka New Public
Administration (Administrasi Negara Baru) fokus pembahasannya lebih
luas, bukan lagi menekanan pada fenomena yang berhubungan tentang
pengadministrasian melainkan pembahasan yang berkaitan dengan nilai,
etika, perkembangan para anggota secara individu dalam organisasi,
hubungan birokrasi dengan pihak yang dilayaninya, dan masalah-masalah
22
yang luas. Sehingga sasaran administrasi negara bukan hanya
menyelesaikan permasalahan pelayanan publik, melainkan sejauh mana
dapat memenuhi keadilan sosial.
2.1.2 New Governance (Pemerintahan Baru)
Pemikiran tentang New Governance diperkenalkan oleh Lester
M.Salamon, beliau merupakan seorang pakar kebijakan publik dari John
Hopkins Institute for Policy Studies Amerika Serikat. New Governance
diperkenalkan oleh Lester M.Salamon dalam sebuah buku yang berjudul
The Tools of Government: A Guide to The New Governance.
(http://ips.edu/pub/Lester-M-Salamon-Ph-D dikutip pada 20 Mei 2016)
Salamon (2002: 54-57) membagi New Governance kedalam lima
paradigma antara lain:
1. Tool (Perangkat/instrumen)
Perangkat/instrumen digunakan untuk memenuhi kebutuhan publik.
New Governance melibatkan beberapa aktor dalam memenuhi
kebutuhan publik, aktor tersebut bukan hanya lembaga pemerintah
tetapi melibatkan lembaga non pemerintah.
2. Network (Jaringan)
New Governance menekankan pada pentingnya pihak ketiga (non
pemerintah) yang bekerja sama dengan pemerintah dalam
mewujudkan keberhasilan sebuah kebijakan. Bentuk kerjasama
tersebut akan membentuk kompleksitas jaringan dalam proses
implementasi kebijakan.
3. Public + Private (Publik + Privat)
Dalam pandangan New Governance sektor pemerintah dan non
pemerintah dapat bergabung dalam membangun sinergitas.
Kolaborasi antara pemerintah dengan non pemerintah akan
memunculkan kondisi saling melengkapi antar sektor.
4. Negotiation and persuation (Negosiasi dan persuasi)
New Governance memandang bahwa negosiasi dan persuasi
merupakan cara yang tepat dalam mempertemukan kepentingan
pemerintah dan non pemerintah, sehingga peran dan fungsi dari
23
masing-masing sektor akan saling melengkapi dalam mencapai
tujuan kebijakan.
5. Enablement Skills (Keterampilan pemberdayaan)
New Governance mendorong pada keterampilan pemberdayaan
dalam upaya mengikutsertakan anggota jejaring dan para
stakeholder dalam kondisi saling ketergantungan satu sama lain
dalam mencapai tujuan dari kebijakan.
Dari penjelasan di atas, maka New Governance merupakan
paradigma baru yang menilai bahwa dalam mencapai keberhasilan tujuan
dari sebuah kebijakan publik perlu adanya pemerintah yang fleksibel yang
melibatkan sektor non pemerintah dalam melaksanakan implementasi dari
kebijakan yang dibuat.
2.1.3 Pengertian Kebijakan
Definisi mengenai kebijakan dikemukakan oleh Budiardjo (2008:
20), yang mendefinisikan kebijakan sabagai:
Suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau
kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk
mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya pihak yang membuat
kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya.
Sedangkan Laswell (dalam Parsons, 2005: 17) mendefinisikan
kebijakan sebagai berikut:
The word policy commonly use to designate the most important
choices made either in organized or in private life... policy is free
for many undesirable connotation clustered about the word
political, which is often beleived to imply partisanship or
corruption (kata “kebijakan” pada umumnya dipakai untuk
menunjukan pilihan terpenting yang diambil baik dalam kehidupan
organisasi atau privat... “kebijakan” bebas dari konotasi yang
cukup dalam kata politis yang diyakini mengandung makna
“keberpihakan” dan “korupsi”).
24
Berbeda dengan Laswell, Anderson (dalam Wahab, 2012: 8),
mendefinisikan kebijakan merupakan:
Purposive course of action or inaction undertaken by an actor or
set of actors in dealing with a problem or matter of concern
(langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang
aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau
persoalan tertentu yang dihadapi)
Carl J. Friedrick (dalam Islamy, 2004: 17), mendefiniskan
kebijakan merupakan:
...... a proposed of action of person, group, or government within a
given environment providing obstacles and opportunities which the
policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a
goal or realize an objective or a purpose (....serangkaian tindakan
yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan
kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan
kebijaksanaan tersebut tersebut dalam rangka mencapai tujuan
tertentu)
Dengan demikian, dari beberapa definisi kebijakan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah sebuah keputusan yang dibuat
oleh seseorang atau kelompok yang memiliki kekuasaan untuk
menentukan tujuan serta bagaimana pelaksanaan dari kebijakan tersebut.
2.1.4 Pengertian Publik
Di Indonesia, istilah “publik” sering sekali dipahami sebagai
“negara”, “umum” atau “masyarakat”. Hal ini dapat kita terjemahkan
istilah-istilah publik menurut Parsons (2005: 3), antara lain:
a. Kepentingan publik (public interest)
b. Opini publik (public opinion)
25
c. Barang-barang publik (public goods)
d. Hukum publik (public law)
e. Sektor publik (public sector)
f. Kesehatan public (public health)
g. Transportasi public (public transport)
h. Pendidikan publik (public education)
i. Siaran layanan publik (public service broadcasting)
j. Akuntabilitas publik (public accountability)
k. Toilet publik (public toilets)
l. Ketertiban umum (public order)
m. Utang publik (public debt)
Kemudian Parson (2005: 3) menjelaskan bahwa “publik itu sendiri
berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau
diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh
tindakan bersama”, sedangkan menurut Abidin (2012: 7) menyakatakn
bahwa “publik dalam rangkaian kata pubic policy memiliki tiga konotasi,
yaitu pemerintah, masyarakat, dan umum”. Dari beberapa penjelasan di
atas, maka dapat di simpulkan bahwa publik merupakan istilah yang
berhubungan tentang aktivitas umum atau masyarakat.
2.1.5 Pengertian Kebijakan Publik
Dalam penelitian dalam ruang lingkup ilmu adminsitrasi negara
tidak terlepas dengan studi kebijakan publik. Hal itu kemudian akan
dijabakan pengertiannya oleh beberapa tokoh atau para ahli yang paham
mengenai kebijakan publik.
Menurut Anderson (dalam Agustino, 2006: 7), mengatakan
kebijakan publik sebagai:
26
Serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu
yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok
aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal
yang diperhatikan.
Berbeda dengan Anderson, Kennet Prewitt (dalam Agustino, 2006:
6) mendefinisikan kebijakan publik sebagai: “Keputusan tetap yang
dicirikan dengan konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka
yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.”
Definsi ini mengandung makna bahwa kebijakan bersifat konsisten untuk
dilaksanakan oleh mereka yang mematuhi keputusan tersebut.
Pengertian lain tentang kebijakan publik dikemukakan oleh
Fredrick (dalam Nugroho, 2003: 4), beliau mendefinisikan kebijakan
publik sebagai:
Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan
peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut
ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi
hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Cochran et.al (dalam Tangkilisan & Nogi, 2003: 119) mengatakan
bahwa kebijakan publik sebagai: “Sebuah perilaku disengaja yang diikuti
oleh sebuah lembaga pemerintah atau pejabat pemerintah untuk
memecahkan sebuah isu perhatian publik.” Sedangkan menurut Eyestone
(dalam Agustino, 2006: 40), mendefinisikan bahwa: “Kebijakan publik
adalah sebagai suatu hubungan antara unit pemerintah dengan
lingkungannya.”
27
Definisi kebijakan publik menurut Young da Quinn (dalam
Suharto, 2005: 44), antara lain:
1. Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah
tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan
pemerintah yang memiliki kewenangan hukum;
2. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata.
Kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhkan
kongkrit yang berkembang di masyarakat;
3. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan
publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan
terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat
untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak;
4. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tindakan melakukan
sesuatu. Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan
kolektif untuk memecahkan masalah sosial. Namun kebijakan
publik juga bisa dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa
masalah sosial dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang
sudah ada, dan karenanya tidak lagi memerlukan tindakan tertentu;
5. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang
aktor. Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi
terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah
dirumuskan, bukan sebuah maksud atau janji yang yang belum
dirumuskan. Dalam kebijakan publik bisa dibuat oleh badan
pemerintah maupun oleh beberapa perwakilan lembaga yang
berwenang.
Pakar Prancis, Lemieux (dalam Wahab, 2012: 15), mendefinisikan
kebijakan publik sebagai berikut: “The product of activities aimed at the
resolution of public problems in the environment by political actors whose
relationship are structured. The entire process evolves over time” (produk
aktivitas-aktivitas yang dimaksud untuk memecahkan masalah-masalah
publik yang terjadi di lingkungan tertentu yang dilakukan oleh akyor-aktor
politik yang hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses aktivitas itu
berlangsung sepanjang waktu)
28
Berbeda dengan pakar lainnya, Dunn (dalam Wahab 2012: 14)
menyatakan secara singkat bahwa kebijakan publik ialah “whatever
governments choose to do or not to do” (pilihan tindakan apapun yang
dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah). Selain itu Dunn
(dalam Subarsono 2005: 121) mengungkapkan bahwa Kebijakan
merupakan sebagai suatu proses, seperti dalam di bawah ini.
Gambar 2.1
Kebijakan Sebagai Suatu Proses
Sumber: Subarsono (2005: 121)
Dari definisi kebijakan yang diungkapkan oleh Dunn seperti dalam
tabel di atas menggunakan kata input, proses, output, outcome dan
dampak. Dari kata-kata di atas mengandung penjelasan sebagai berikut:
a. Input merupakan bahan baku yang digunakan sebagai masukan
dalam sebuah sistem kebijakan, input tersebut dapat berupa sumber
daya manusia, finansial, tuntutan-tuntutan serta dukungan dari
masyarakat;
b. Proses merupakan adanya keterlibatan analis kebijakan dalam
menentukan masalah, dalam proses terjadi adanya kekuatan
negoisasi antar pembuat kebijakan dengan memperhatikan isi dari
kebijakan tersebut. Kebijakan yang telah diambil maka
INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME
UMPAN
BALIK
DAMPAK
29
dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang menggerakan sumber
daya manusia dan finansial;
c. Output merupakan keluaran dari sebuah sistem kebijakan, yang
dapat berupa peraturan, kebijakan, pelayanan/jasa/ dan program;
d. Outcome adalah hasil suatu kebijakan dalam jangka waktu tertentu
sebagai akibat diimplementasikannya suatu kebijakan;
e. Impact (dampak) adalah akibat lebih jauh pada masyarakat sebagai
konsekuensi adanya kebijakan yang diimplementasikan.
Berdasarkan beberapa definisi kebijakan publik oleh para ahli di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu
keputusan yang diambil oleh pemerintah dari berbagai pilihan yang ada
untuk dilakukan atau tidak dilakukan untuk menangani berbagai masalah
yang terdapat di suatu negara yang mempunyai tujuan tertentu dengan
menggunakan tiga kegiatan pokok yaitu perumusan, implementasi dan
evaluasi kebijakan dengan tujuan menciptakan kesejahteraan bagi orang
banyak. Untuk itu kebijakan publik adalah keputusan yang diambil oleh
Pemerintah mengenai pedoman tindakan yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya pada perumusan
kebijakan.
Kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan telah
mendapatkan legitimasi dari lembaga legislatif telah memungkinkan
birokrasi untuk bertindak. Kebijakan publik dirumuskan untuk
mengakomodasi beragam tuntutan masyarakat, berarti bahwa kebijakan
publik memiliki tujuan untuk menciptakan suatu kondisi dimasa depan
guna memuaskan berbagai tuntutan tersebut. Dan di tingkat Pemerintah
Daerah, bentuk kebijakan publik dibuat dalam Peraturan Daerah (Perda).
30
2.1.6 Pengertian Evaluasi
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda
sesuai dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar
evaluasi. Adapun menurut Lester dan Stewart (dalam Agustino 2006: 185)
mengungkapkan bahwa:
Evaluasi ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu
kebijakan dan untuk mengetahui apakah kabijakan yang telah
dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak yang
diinginkan
Dari definisi di atas, mengartikan bahwa dengan adanya evaluasi
dapat terlihat segala kesenjangan yang dihadapi dalam suatu proses
kebijakan. Sedangkan Evaluasi kebijakan menurut Mustopadidjaja (dalam
Widodo 2007: 111) adalah:
Kegiatan pemberian nilai atas sesuatu fenomena yang didalamnya
terkandung pertimbangan nilai tertentu. Apabila dalam konteks
kebijakan publik, maka fenomena yang diamati adalah berkaitan
dengan tujuan, sasaran, kebijakan, kelompok sasaran yang ingin
dipengaruhi, berbagai instrumen kebijakan yang digunakan,
responsi dari lingkungan kebijakan, kinerja yang dicapai, dampak
yang terjadi, dan sebagainya
Definisi lainnya kemudian dikemukakan oleh Winarno (dalam
Nugroho 2003: 184), beliau berpendapat bahwa:
Evaluasi kebijakan publik acapkali hanya dipahami sebagai
evaluasi atas implementasi kebijakan saja. Sesungguhnya evaluasi
kebijakan publik mempunyai tiga lingkup makna, yaitu evaluasi
perumusan kebijakan, evaluasi implementasi, dan evaluasi
lingkungan kebijakan. Oleh karena ketiga komponen tersebutlah
yang menentukan apakah kebijakan akan berhasil guna atau tidak
31
Definisi diatas mengandung makna bahwa evaluasi merupakan dari
proses yang dilaksanakan secara bertahap. Mulai dari perencanaan
kebijakan, implementasi kebijakan hingga dampak dari kebijakan,
sehingga nantinya kita dapat menilai apakah kebijakan tersebut berhasil
atau tidak.
Selain itu definisi mengenai evaluasi kebijakan publik seperti yang
diungkapkan oleh Wirawan (2011: 7) bahwa:
Evaluasi sebagai riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan
menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi,
menilainya dengan membandingkannya dengan indikator evaluasi
dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai
objek evaluasi.
Kegiatan evaluasi dilakukan dengan berbagai macam tipe riset.
Lengbein (dalam Widodo 2007: 116) membedakan tipe riset evaluasi
kebijakan publik menjadi dua macam, antara lain:
1. Tipe evaluasi proses, yaitu riset evaluasi yang mendasarkan diri
pada petunjuk pelaksanaan teknis. Ukuran keberhasilan
pelaksanaan suatu kebijakan dengan garis petunjuk yang telah
ditetapkan;
2. Tipe evaluasi hasil, yaitu riset yang mendasarkan diri pada tujuan
kebijakan. Ukuran keberhasilan pelaksanaan kebijakan adalah
sejauhmana apa yang menjadi tujuan program dapat dicapai.
Sementara itu, Bingham dan Felbinger (dalam Nugroho 2012: 735)
membagi evaluasi kebijakan menjadi empat macam, yaitu:
1. Evaluasi proses, yang fokus pada bagaimana pada bagaimana
proses implementasi suatu kebijakan;
2. Evaluasi impak, yang fokus pada hasil akhir suatu kebijakan;
3. Evaluasi kebijakan, yang menilai hasil kebijakan dengan tujuan
yang direncanakan dalam kebijakan pada saat dirumuskan;
32
4. Meta-evaluasi, yang merupakan evaluasi terhadap berbagai hasil
atau temuan evaluasi dari berbagai kebijakan yang terkait.
Adapun fungsi evaluasi kebijakan menurut Wibawa dkk (dalam
Nugroho 2003: 186-187) adalah:
1. Eksplanasi
Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program, dan
dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antara
berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini
evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi dan aktor yang
mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan;
2. Kepatuhan
Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan
oleh para pelaku, baik birokrasi ataupun yang lainnya sesuai
standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan;
3. Audit
Melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar-benar sampai
ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran
atau penyimpangan;
4. Akunting
Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari
kebijakan tersebut.
Lain halnya yang dikatakan oleh Dunn (2012: 609-611), beliau
menjabarkan terdapat tiga fungsi utama evaluasi dalam menganalisis
kebijakan, antara lain:
1. Evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya
mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai
dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam
hal ini evaluasi mengungkap seberapa jauh tujuan dan target yang
telah ditetapkan telah tercapai;
2. Evaluasi memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kritik
terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.
Nilai tersebut dikritik mengenai kepantasan tujuan dan target yang
telah ditetapkan dan keterkaitan kesesuaian dengan permasalahan
yang dituju;
3. Evaluasi memberikan sumbangan pada aplikasi metode-metode
analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan
rekomendasi. Informasi yang dihasilkan dari proses evaluasi dapat
dijadikan sebagai bahan masukan untuk perumusan ulang masalah
33
dan memberikan alternatif kebijakan baru maupun revisi kebijakan
sebelumnya.
Subarsono (2005: 120-121) menjabarkan beberapa tujuan dari
evaluasi kebijakan, antara lain:
1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka
dapat diketahui darajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan;
2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga
dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan;
3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu
tujuan evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas
pengeluaran atau output dari suatu kebijakan;
4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut,
evaluasi ditujuan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik
dampak positif maupun negatif;
5. Untuk mengetahui apabila terdapat penyimpangan. Evaluasi juga
bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan
yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan
dan sasaran dengan pencapaian target;
6. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang.
Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi
proses kebijakan ke depan, agar dihasilkan kebijakan yang lebih
baik.
Secara singkat Wirawan (2011: 9), menjabarkan tujuan evaluasi
adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan nilai dan manfaat
objek evaluasi, mengontrol, memperbaiki dan mengambil keputusan
mengenai objek tersebut. Dijabarkan lebih luas oleh Wirawan (2011: 22),
tujuan dari Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai tujuan sesuai dengan
objek evaluasinya, antara lain:
1. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat;
2. Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana;
3. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar;
4. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana
dimensi program yang jalan, mana yang tidak berjalan;
5. Pengembangan staf program;
34
6. Memenuhi ketentuan undang-undang;
7. Akreditasi program;
8. Mengukur cost-effectiveness dan cost-efficiency;
9. Mengambil keputusan mengenai program;
10. Accountability
11. Memberikan balikan kepada pimpinan dan staf program;
12. Memperkuat posisi politik;
13. Mengembangkan teori ilmu evaluasi atau riset evaluasi.
Dunn (dalam Subarsono 2005: 124-125) menyebutkan terdapat tiga
pendekatan terhadap evaluasi, antara lain:
1. Evaluasi semu, adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan
metode dekriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya
dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan, tanpa menanyakan
manfaat atau nilai dari hasil kebijakan tersebut pada individu,
kelompok, atau masyarakat. Asumsi yang digunakan adalah bahwa
ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang terbukti
dengan sendirinya (self evident) atau tidak kontoversial;
2. Evaluasi formal, adalah pendekatan evaluasi yang digunakan
metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya
dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan berdasarkan sasaran
program kebijakan yang telah ditetapkan secara formal oleh
pembuat kebijakan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa sasaran
dan target yang ditetapkan secara formal adalah merupakan ukuran
yang tepat untuk melihat menfaat atau nilai dari program dan
kebijakan;
3. Evaluasi keputusan teoritis (decision theoritic evaluation) adalah
pendekatan evaluasi yang menggunakan metode dekriptif untuk
menghasilkan informasi yang dapat dipercaya dan valid mengenai
hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai
stakeholders. Dalam hal ini, evaluasi keputusan teoritis berusaha
untuk menentukan sasaran dan tujuan yang tersembunyi dan
dinyatakan oleh para stakeholders.
Wirawan (2011: 16), membagi evaluasi menjadi dua jenis yaitu
jenis evaluasi menurut objeknya dan menurut fokusnya dalam suatu
kebijakan atau program. Menurut objeknya dapat dikelompoknya menjadi:
evaluasi kebijakan, evaluasi program, evaluasi proyek, evaluasi material,
35
evaluasi sumber daya manusia. Sedangkan menurut fokusnya dapat
dikelompokan menjadi: asesmen kebutuhan program (program need
asessment), evaluasi proses program (process program evaluation),
evaluasi keluaran program (outcome program evaluation), dan evaluasi
efisiensi (program efficiency evaluation).
Setiap melakukan evaluasi terhadap sebuah kebijakan bukanlah hal
yang mudah, kita akan dihapkan oleh beberapa kendala saat di lapangan.
Menurut Subarsono (2005: 130-131), kendala dalam melakukan evaluasi
kebijakan antara lain:
1. Kendala Psikologis
Banyak aparat pemerintah masih alergi terhadap kegiatan evaluasi,
karena dipandang berkaitan dengan prestasi kerja. Apabila hasil
evaluasi menunjukkan kurang baik, bisa jadi akan menghambat
karir mereka.
2. Kendala Ekonomis
Kegiatan evaluasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk
para staff administrasi, dan biaya untuk para evaluator.
3. Kendala Teknis
Evaluator sering dihadapkan pada masalah tidak tersedianya cukup
data dan informasi yang up to date.
4. Kendala Politis
Masing-masing kelompok bisa jadi saling menutupi kelemahan dari
implementasi suatu program dikarenakan deal atau bargaining
politik tertentu.
5. Kurang Tersedianya Evaluator
Pada berbagai lembaga pemerintah, kurang tersedianya sumber
daya manusia yang memiliki kompertensi melakukan evaluasi.
Senada dengan Subarsono, Agustino (2006: 194-197) terdapat
beberapa kendala/permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi kebijakan
publik, yaitu:
1. Ketidakpastian arah/tujuan kebijakan
36
Apabila arah dari suatu kebijakan tidak jelas, membingungkan atau
menyimpang, seperti yang sering muncul, maka dalam menentukan
kelanjutan yang akan dicapai menjadi tugas yang sulit dan sering
membuat frustasi.
2. Hubungan sebab-akibat (causality)
Evaluasi yang sistemik harus dapat menunjukkan perubahan dalam
kondisi kehidupan nyata sebagai akibat dari kegiatan kebijakan.
3. Pengaruh kebijakan yang menyebar
Implementasi kebijakan dapat mempunyai dampak pada suatu
kelompok di luar kelompok target kebijakan.
4. Kesulitan dalam memperoleh data
Kekurangan data yang relevan dan akurat secara statistik serta
informasi lainnya merupakan ketidaksempurnaan bagi evaluator
kebijakan.
5. Penolakan pejabat kantor (official resistence)
Permasalahan akan muncul apabila pejabat instansi tidak
memperhatikan konsekuensi politik yang terjadi dalam evaluasi.
Hal ini terjadi jika hasil tidak „menyenangkan‟ berdasarkan
pandangan mereka. Akibatnya pejabat dapat menganggap kecil
atau meremehkan studi evaluasi, menolak akses data, atau tidak
mengeluarkan kebijakan baru guna perbaikan.
Dalam mengadapi kendala melakukan evaluasi kebijakan, seorang
peneliti atau evaluator harus memperhatikan hal-hal penting yang perlu
diperhatikan sebelum melakukan evaluasi. Menurut Agustino (2006: 186),
ada tiga hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Evaluasi kebijakan berusaha untuk memberikan informasi yang
valid tentang kinerja kebijakan. Evaluasi dalam hal ini berfungsi
untuk menilai aspek instrumen (cara pelaksanaan) kebijakan dan
menilai hasil dari penggunaan instrumen tersebut;
2. Evaluasi kebijakan berusaha menilai kepastian tujuan atau target
dengan masalah yang dihadapi. Pada fungsi ini evaluasi kebijakan
memfokuskan diri pada substansi dari kebijakan publik yang ada.
Dengan asumsi yang digunakan adalah bahwa kebijakan publik
dapat dibuat untuk menyelesaikan masalah-masalah publik, maka
evaluasi harus menilai apakah tujuan yang telah ditetapkan
kebijakan tersebut benar-benar mampu menyelesaikan masalah-
masalah yang ada. Yang sering kali terjadi dalam praktiknya adalah
tujuan telah tercapai, tetapi masalah tidak terselesaikan;
3. Evaluasi kebijakan juga perlu untuk memberikan sumbangan pada
kebijakan lain terutama dari segi metodologi. Artinya, evaluasi
37
kebijakan diupayakan untuk menghasilkan rekomendasi dari
penilaian-penilaian yang dilakukan atas kebijakan yang dievaluasi.
Selanjutnya untuk melakukan evaluasi kebijakan, harus melalui
beberapa tahapan. Menurut Suchman (dalam Nugroho 2012: 734),
mengemukakan tahapan evaluasi kebijakan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi;
2. Analisis terhadap masalah;
3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan;
4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi;
5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari
kegiatan tersebut atau karena penyebab lain;
6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para
ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan mempunyai
peran yang sangat penting untuk perkembangan dan kemajuan dari suatu
negara, dengan evaluasi itulah maka suatu program atau kebijakan dapat
diketahui kelemahannya sejak direncanakan sampai pada pelaksanaannya
untuk mencapai tujuan memenuhi kepentingan masyarakat. Oleh karena
itu, evaluasi kebijakan publik harus dipahami sebagai sesuatu yang bersifat
positif. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-
penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara
tujuan dan sasaran dengan pencapaian target selain itu untuk memperoleh
hasil (outcome) yang sebaik-baiknya dengan jalan dan cara yang seefisien
mungkin dalam perkembangan masyarakat.
38
2.1.7 Model Evaluasi Kebijakan
2.1.7.1 Model Evaluasi William N.Dunn
Dalam menghasilkan informasi mengenai evaluasi dari
sebuah kebijakan, para analis menggunakan tipe kriteria yang
berbeda dalam mengevaluasi hasil kebijakan. Menurut Dunn
(dalam Nugroho 2003: 186) terdapat enam kriteria yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi sebuah kebijakan berhasil atau
tidak, antara lain:
1. Effectiveness atau Keefektifan
Yaitu berkenaan dengan apakah suatu alternatif
mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau
mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Efektifitas
selalu diukur dari kualitas hasil sebuah kebijakan.
2. Efficiency atau Efisiensi
Yaitu berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan
untuk menghasilkan tingkat efektivitas dan usaha, dan
pada akhirnya diukur berdasarkan biaya yang
dikeluarkan per-unit kebijakan. Kebijakan yang
mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil
dinamakan efisien.
3. Adequacy atau Kecukupan
Yaitu berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat
efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau
kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah atau
dengan kata lain apakah tingkat pencapaian hasil tepat
menyelesaikan masalah yang dimaksud.
4. Equity atau Kesamaan
Yaitu erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan
sosial dan menunjukkan pada distribusi akibat dan
usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam
masyarakat. Kebijakan yang dirancang untuk
mendistribusikan pendapatan, kesejahteraan,
kesempatan pendidikan atau pelayanan publik kadang-
kadang direkomendasikan atas dasar kriteria ini.
5. Responsiveness atau ketanggapan
Yaitu berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan
dapat memuaskan kebutuhan preferensi atau nilai
masyarakat. Pentingnya kriteria ini adalah karena
39
analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya
masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual
dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari
adanya suatu kebijakan.
6. Appropriatness atau Ketepatgunaan
Yaitu yang berhubungan dengan rasionalitas substantif,
karena pertanyaannya tentang hal ini tidak berkenaan
dengan satuan kriteria individu tetapi dua atau lebih
kriteria secara bersama-sama. Kriteria ini merujuk pada
nilai atau harga dari tujuan program dan kepada
kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut
atau dengan kata lain adalah apakah hasil yang
diinginkan benar-benar layak atau berharga.
Tabel 2.1
Kriteria-Kriteria Evaluasi Dunn
Tipe
kriteria
Pertanyaan Ilustrasi
Efektifitas Apakah hasil yang di inginkan telah
dicapai
Unit pelayanan
Efisiensi Seberapa banyak usaha yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan
Unit biaya,
Manfaat bersih,
Rasio cost-benefit
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang
diinginkan memecahkan masalah
Biaya tetap
Efektifitas tetap
Perataan Apakah biaya manfaat didistribusikan
dengan merata kepada kelompok-
kelompok yang berbeda
Kriteria Pareto,
Kriteria Kaldor-
Hicks, Kriteria
Rawls
Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan
kebutuhan, preferensi, atau nilai
kelompok-kelompok tertentu
Kensistensi dengan
survei warganegara
Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan
benar-benar berguna atau bernilai
Program publik
harus merata dan
efisien
Sumber : Nugroho (2003: 186)
40
Kemudian Dunn (1998: 608-609) membagi sifat
evaluasi menjadi 4 (empat), antara lain:
1. Fokus Nilai
Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan
dengan penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari
suatu program dan kebijakan. Evaluasi terutama
merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau
kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan
sekedar usaha untuk mengumpulkan informasi
mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan
tidak terantisipasi.
2. Interpendensi Fakta-Nilai
Tuntutan evaluasi tergantung baik „fakta‟ dan „nilai‟
untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program
tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi
atau terendah diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil
kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok
atau seluruh masyarakat untuk menyatakan demikian,
harus didukung dengan bukti bahwa hasil-hasil
kebijakan secara aktual merupakan konsekuensi dari
aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah
tertentu.
3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau
Evaluasi kebijakan diarahkan pada hasil sekarang dan
masa lalu, ketimbang hasil dimasa depan. Evaluasi
bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi kebijakan
dilakukan (ex post). Rekomendasi yang juga mencakup
premis-premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat
sebelum aksi-aksi dibuat (ex ante).
4. Dualitas Nilai
Nilai-nilai yang mendasari tuntutan. Evaluasi
mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang
sebagai tujuan dan sekaligus cara.
2.1.7.2 Model Evaluasi CIPP
Model evaluasi CIPP (Context, Input, Process,
Product) adalah model evaluasi yang diperkenalkan oleh
Daniel Leroy Stufflebeam pada tahun 1966. Model evaluasi
41
CIPP memberikan format evaluasi yang komprehensif setiap
tahapan evaluasi yaitu konteks, input, proses dan produk.
Menurut Stufflebeam (dalam Wirawan 2011: 92-94)
evaluasi dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:
1. Evaluasi Konteks (context)
Menurut Daniel Stufflebeam, evaluasi konteks untuk
menjawab pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan?
(What needs to be done?). Evaluasi ini
mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-kebutuhan
yang mendasari disusunnya suatu program;
2. Evaluasi Masukan (input)
Evaluasi masukan untuk mencari jawaban atas
pertanyaan: Apa yang harus dilakukan? (What should
be done?). Evaluasi ini mengidentifikasi dan problem,
aset dan peluang untuk membantu para pengambil
keputusan mendefinisikan tujuan, prioritas, dan
manfaat-manfaat dari program, menilai pendekatan
alternatif, rencana tindakan, rencana staf, dan anggaran
untuk feasibilitas dan potensi cost effectiveness untuk
memenuhi kebutuhan dan tujuan yang ditargetkan. Para
pengambil keputusan memakai evaluasi masukan
dalam memilih di antara rencana-rencana yang ada,
menyusun proposal pendanaan, alokasi sumber-sumber,
menempatkan staf, menskedul pekerjaan, menilai
rencana-rencana aktivitas, dan penganggaran;
3. Evaluasi Proses (process)
Evaluasi proses berupaya untuk mencari jawaban atas
pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan? (Is
it being done?). Evaluasi ini berupaya mengakses
pelaksanaan dari rencana untuk membantu staf program
melaksanakan aktivitas dan kemudian membantu
kelompok pemakaian yang lebih luas menilai program
dan menginterpretasikan manfaat;
4. Evaluasi Produk (product)
Evaluasi produk diarahkan untuk mencari jawaban
pertanyaan: Did it succed? Evaluasi ini berupaya
mengidentifikasi dan mengakses keluaran dan manfaat,
baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Keduanya
untuk membantu staf menjaga upaya memfokuskan
pada mencapai manfaat yang penting dan akhirnya
untuk membantu kelompok-kelompok pemakai lebih
42
luas mengukur kesuksesan upaya dalam mencapai
kebutuhan-kebutuhan yang ditargetkan.
Tabel 2.2
Kriteria Evaluasi
Model CIPP dari Stufflebeam
Tipe Kriteria Definisi
Context - Untuk menjawab pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan?
- Waktu Pelaksanaan: Sebelum program diterima
- Keputusan: Perencanaan program
Input - Untuk menjawab pertanyaan: Apa yang harus dilakukan?
- Waktu Pelaksanaan: Sebelum program dimulai
- Keputusan: Penstrukturan program
Process - Untuk menjawab pertanyaan: Apakah program sedang
dilaksanakan?
- Waktu Pelaksanaan: Ketika program sedang dilaksanakan
- Keputusan: Pelaksanaan
Product - Untuk menjawab pertanyaan: Apakah program sukses?
- Waktu Pelaksanaan: Ketika program selesai
- Keputusan: Ya atau Tidak program harus diresikel
Sumber : Wirawan (2011: 92)
2.1.7.3 Model Evaluasi Sistem Analisis
Model Evaluasi Sistem Analisis partama kali
dikenalkan oleh Karl Luwig von Bartaalanffy pada tahun 1951.
Menurut Bartaalanffy (dalam Wirawan 2011: 109-110), Model
Evaluasi Sistem Analisis terdapat empat jenis evaluasi yaitu:
1. Evaluasi masukan (Input evaluation)
Tujuan dari evaluasi masukan adalah untuk menjaring,
menganalisis, dan menilai kecukupan kuantitas dan
kualitas masukan yang diperlukan untuk merencanakan
dan melaksanakan kebijakan atau program.
2. Evaluasi proses (Process evaluation)
Evaluasi proses memfokuskan pada pelaksanaan
program dan sering menyediakan informasi mengenai
kemungkinan program diperbaiki. Evaluasi ini
merupakan evaluasi yang formatif yang berupaya
mencari jawaban atas pertanyaan sebagai berikut:
Apakah standar prosedur operasi perlu diubah? Apakah
43
proses kebijakan atau program mencapai tujuannya?
Apakah semua faktor masukan dan proses berhasil
bersinergi dan menghasilkan nilai tambah yang
diharapkan? Evaluasi proses merupakan katalis untuk
pembelajaran dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
3. Evaluasi keluaran (Output evaluation)
Evaluasi keluaran mengukur dan menilai keluaran dari
pada program, yaitu produk yang dihasilkan program.
4. Evaluasi akibat (Outcome evaluation)
Evaluasi akibat bertujuan untuk menilai efektivitas dari
kebijakan atau program.
5. Evaluasi pengaruh (Impact evaluation)
Evaluasi pengaruh menilai perubahan yang terjadi
terhadap klien atau para pemangku kepentingan sebagai
akibat dari intervensi yang dilakukan kebijakan atau
program. Evaluasi ini mengukur pengaruh program
sebagai hasil program dalam jangka panjang.
44
Tabel 2.3
Contoh Model Evaluasi Sistem Analisis
Pada Program Keluarga Berencana
Jenis Evaluasi Ilustrasi
Masukan (Input) - Rencana program
- Klien, aseptor/ pemangku kepentingan
- Tenaga PKB
- Alat kontrasepsi
- Anggaran
- Fasilitas
- Keahlian teknikal KB
Proses (Process) - Standar Prosedur Operasi (SPO) PKB
- Proses kampanye, pelatihan KB
- Aktivitas melayani aseptor
- Proses sinergi
- Proses penciptaan nilai tambah
Keluaran (Output) - Layanan keluarga berencana
- Produk program keluarga berencana
- Alat kontrasepsi
- Kesadaran masyarakat tentang pentingnya keluarga
berencana
Akibat (Outcome) - Jumlah anak setiap keluarga menurun
- Pertumbuhan penduduk menurun
- Kehidupan keluarga lebih sejahtera
Pengaruh (Impact) - Perubahan sosial
- Perubahan ekonomi
- Perubahan kesehatan
- Human index meningkat
Sumber: Wirawan (2011: 109)
Dari ketiga model evaluasi kebijakan di atas, peneliti
memilih model evaluasi kebijakan publik yang digunakan oleh
Karl Luwig von Bertaalanffy. Hal ini dikarena pada model
evaluasi Karl Luwig von Bertaalanffy sesuai dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti saat ini. Model evaluasi Karl
45
Luwig von Bertaalanffy menitik beratkan kepada evaluasi
proses dan dampak, apakah proses kebijakan itu telah sesuai
dengan nomenkelatur atau regulasi yang telah ada atau tidak
dan bagaimana dampak dari kebijakan tersebut. Sedangakan
model evaluasi Dunn menitikberatkan pada evaluasi dampak
dari kebijakan dan model evaluasi CIPP Stufflebeam kurang
cocok digunakan pada penelitian ini karena, model evaluasi
CIPP merupakan kesatuan kegiatan linier, evaluasi kebijakan
yang dimulai dari context dan diakhiri dengan evaluasi
product, sedangkan pada penelitian saat ini peneliti tidak
terlibat secara langsung di dalam perumusan kebijakan
tersebut. Dalam Model Karl Luwig von Bertaalanffy setiap
jenis evaluasi dapat dilakukan secara terpisah, artinya peneliti
diperbolehkan untuk memilih beberapa jenis evaluasi saja
sesuai dengan program atau kebijakan.
2.1.8 Partai Politik
Berikut beberapa definisi partai politik menurut para ahli
beragam. Neumann (dalam Budiardjo 2008: 160) mendefinisikan
partai politik sebagai berikut:
“A political party is the articulate organization of society’s active
political agents, those who are concerned with the control of
government power who compete for popular support with another
group or groups holding divergent views”(Partai politik adalah
organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk
menguasai kekuasaan pemerintah serta merebut dukungan rakyat
46
atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-
golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda)
Berbeda dengan Neuman, Soultau (dalam Budiardjo 2008:
160) mendefinisikan partai politik sebagai berikut: “A group of
citizenz more or les organized. Who act as a political unit and who,
by use of their voting power, aim to control the government and
carry out their general policies” (Partai politik adalah sekelompok
warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak
sebagai suatu kesatuan politik dan yang -dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk memilih- bertujuan untuk menguasai
pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka).
Selain itu definsi Partai Politik menurut Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 yaitu:
Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik
anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Adapun tujuan khusus Partai Politik menurut Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 antara lain:
1. Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat
dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan
pemerintahan;
2. Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; dan
47
3. Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Selain itu Partai Politik menurut Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 Pasal 11 mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar
menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan
kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara;
2. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
3. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik
masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan
negara;
4. Partisipasi politik warga negara; dan
5. Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik
melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan
kesetaraan dan keadilan gender.
Berbeda dengan fungsi partai politik yang telah dibahas di
atas, Budiardjo (2008: 163) menjabarkan fungsi partai politik
sebagai berikut:
1. Partai sebagai sarana komunikasi politik
Partai mempunyai tugas menyalurkan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya
sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam
masyarakat berkurang. Selain itu juga memperbincangkan
dan menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan pemerintah.
2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik
Dalam ilmu politik, sosialisasi politik diartikan sebagai
proses melalui nama seseorang memperoleh sikap dan
orientasi terhadap fenomena politik yang umumnya berlaku
dalam masyarakat dimana ia berada. Proses sosialisasi
politik diselenggarakan melalui ceramah-ceramah
penerangan, kursus kader, kursus panataran dan lain
sebagainya.
3. Partai sebagai sarana rekruitmen politik
48
Partai politik berfungsi untuk mencari dan mengajak orang
berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai
anggota politik (political recruitment). Dengan demikian
partai poltik turut memperluas partisipasi politik. Caranya
melalui kontak pribadi, persuasi dan lain sebagainya.
Diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik
menjadi kader yang di masa mendatang akan menggantikan
pemimpin lama (selection of leadership).
4. Partai sebagai saran pengatur konflik
Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan
pendapat dalam masyarakat merupakan hal yang wajar. Jika
sampai koflik terjadi maka partai politik berusaha
mengatasinya.
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa
partai politik merupakan organisasi yang dibentuk oleh sekelompok
secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik dalam
memperoleh kekuasaan.
2.1.9 Akuntabilitas dan Transparansi
2.1.9.1 Akuntabilitas
Ndraha (2003: 85), berpendapat tentang akuntabilitas
bahwa konsep akuntabilitas berawal dari konsep
pertanggungjawaban, konsep pertanggungjawaban dapat
dijelaskan dari adanya wewenang. Wewenang dalam hal ini
adalah seseorang atau badan yang memiliki kekuasaan yang
sah.
Pakar lain berpendapat, Budiardjo (2008: 78)
mendefinisikan akuntabilitas sebagai:
49
Pertanggungjawaban pihak yang diberi kuasa mandat
untuk memerintah kepada yang memberi mereka
mandat. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban
dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi
kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehigga
mengurangi penumpukan kekuasaan sekaligus
memciptakan kondisi saling mengawasi.
Sedangkan menurut The Oxford Advance Laerner’s
Disctionary (dalam Lembaga Administrasi Negara, 2000: 43),
akuntabilitas diartikan sebagai “required or excpected to give
an explanation for one’s action” (akuntabilitas diperlukan atau
diharapkan untuk memberikan penjelasan atas apa yang telah
dilakukan). Berbeda dengan penjelasan di atas, Finner (dalam
Andrianto 2007: 23), menjelaskan bahwa:
Akuntabilitas sebagai konsep yang berkenaan dengan
standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu
tindakan birokrasi. Pengendalian dari luar (external
control) menjadi sumber akuntabilitas yang memotivasi
dan mendorong aparatur untuk kerja keras. Masyarakat
luas sebagai penilaian objektif yang akan menentukan
accountable atau tidaknya sebuah birokrasi.
Jenis akuntabilitas menurut Rahadrjo (2011: 78), yaitu:
a. Akuntabilitas internal seseorang, yaitu akuntabilitas
merupakan pertanggungjawaban orang tersebut kepada
Tuhannya. Akuntabilitas ini sulit diukur karena tidak
adanya ukuran yang jelas dan diterima oleh semua
orang;
b. Akuntabilitas eksternal seseorang, yaitu akuntabilitas
orang tersebut kepada lingkungannya, baik lingkungan
formal (atas-bawah) maupun lingkungan masyarakat.
50
Darwin (dalam Widodo 2001: 148) membedakan
konsep pertanggungjawaban menjadi tiga yaitu:
1. Akuntabilitas (accountability)
Merupakan suatu istilah yang pada awalnya diterapkan
untuk mengukur apakah dana publik telah digunakan
secara tepat untuk tujuan di mana dana publik tadi
ditetapkan dan digunakan secara legal. Dalam
perkembangannya akuntabilitas digunakan juga oleh
pemerintah untuk menlihat akuntabilitas efisiensi
ekonomi program. Berusaha untuk mencari dan
menemukan apakah ada penyimpangan staf atau tidak,
tidak efisien atau tidak prosedur yang dipergunakan.
Akuntabilitas merujuk pada institusi tentang “check
and balance” dalam sistem administrasi.
2. Responsibilitas (responsibility)
Merupakan konsep yang berkenaan dengan standar
profesional dan kompetensi teknis yang dimiliki
administrator (birokrasi publik) dalam menjalankan
tugasnya. Administrasi negara dinilai responsibel
apabila pelakunya memiliki standard profesionalisme
atau kompetensi teknis yang tinggi.
2. Responsivitas (responsiveness)
Merupakan pertanggungjawaban dari sisi yang
menerima pelayanan (masyarakat). Seberapa juah
meraka melihat administrasi negara (birokrasi publik)
bersikap tanggap yang lebih tinggi terhadap apa yan
menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan dan aspirasi
masyarakat.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan
pertanggunjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja
atas tindakan seseorang atau badan hukum/pimpinan suatu
organisasi kepada pihak yang memiliki hak dan kewenangan
untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
51
2.1.9.2 Transparansi
Dikutip dari Buku Pedoman Penguatan Program
Pembangunan Daerah (2002: 18), transparansi adalah
Prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi
setiap orang untuk memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi
tentang kebijakan proses pembuatan dan
pelaksanaannya serta hasil-hasil yang dicapai
Sedangkan menurut Mardiasmo (2004: 30),
berpendapat bahwa:
Makna transparansi berarti keterbukaan (opennsess)
pemerintah dalam memberikan informasi yang
berkaitan dengan aktiviatas pengelolaan sumber daya
publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan
informasi. Pemerintah berkewajiban memberikan
informasi keuangan dan informasi lainnya yang akan
digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak-
pihak yang berkepentingan.
Difinisi tentang transparansi lainnya dikemukakan oleh
Rahman (2000: 151), yang mendefiniskan tranparansi sebagai
berikut:
Transparansi adalah adanya kebijakan terbuka dari
pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan
informasi adalah informasi mengenai setiap aspek
kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik.
Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan
persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan
dibuat berdasarkan preferensi publik.
Dari definisi transparansi di atas, dapat disimpulkan
bahwa transparansi merupakan komitmen yang dimiliki oleh
52
individu atau lembaga untuk senantiasa melakukan
keterbukaan informasi sebagai salah satu bentuk
pertanggungjawaban kepada publik.
2.1.10 Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009
Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di
Kabupaten Serang
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik mengakomodasi beberapa paradigma baru seiring dengan
menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia melalui sejumlah
pembaruan yang mengarah pada penguatan sistem dan
kelembagaan Partai Politik serta transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan Partai Politik. Sebagai tindak lanjut
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 telah ditetapkan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan
kapada Partai Politik. Berdasarkan ketentuan tersebut Partai Politik
berhak memperoleh bantuan keuangan dari APBN/APBD, yang
diberikan secara proporsional kepada Partai Politik yang
mendapatkan kursi di DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota yang perhitungannya berdasarkan jumlah
perolehan suara.
Tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 pada tingkat
Kabupaten/Kota khususnya Kabupaten Serang menerbitkan
53
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009
Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten
Serang. Karena ini juga merupakan amanat dari undang-undang,
maka kebijakan ini pun menjadi prioritas dari APBD Kabupaten
Serang.
Partai Politik berkewajiban menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan dari
APBN/APBD kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan. Bantuan keuangan kepada Partai Politik
dialokasikan sebagai dana penunjang kegiatan Partai Politik untuk
pelaksanaan pendidikan politik dan operasional sekertariat Partai
Politik. Hal ini dimaksudkan dalam rangka penguatan kelembagaan
Partai Politik sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan
masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar
akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
2.2 Penelitian Terdahulu
Pada penelitian terdahulu yang pertama yaitu dari M. Rara Arizona
S. mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa yang membahas mengenai Evaluasi Pelaksanaan Bantuan
Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Serang Tahun 2012.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberdayakan masyarakat
54
berpengahasilan rendah (MBR) agar mampu membangun dan
meningkatkan kualitas rumah secara swadaya sehingga dapat menghuni
rumah yang layak dalam lingkungan sehat dan aman. Penelitian ini
menggunakan teori kriteria evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh
William N. Dunn yaitu: Efektivitas, Efisiensi, Kecukupan, Perataan,
Responsivitas, dan Ketapatan.
Penelitian terdahulu kedua yaitu dari George Towar Ikbal
Tawakkal mahasiswa Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang
yang membahas mengenai Peran Partai Politik dalam Mobilitas Mobilisasi
Pemilih (Studi kegagalan Parpol pada Pemilu legislatif di Kabupaten
Demak 2009)
Perbandingan penelitian yang dilakukan peneliti saat ini atas nama
Damar Aji Nusantara dengan judul Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten
Serang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik di Kabupaten Serang. Hampir menyamai dengan penelitian yang
dilakukan oleh M. Rara Azrizona S yaitu mengenai bantuan dari
pemerintah, dan George Towar Ikbal Tawakkal yaitu mengenai partai
politik namun ada beberapa perbedaan diantaranya:
a. Pada penelitian terdahulu M. Rara Azrizona S tujuan dan sasaran
kebijakan adalah kepada masyarakat, sedangkan pada penelitian
saat ini tujuan dan sasaran kebijakan adalah kepada Partai Politik.
b. Pada penelitian terdahulu George Towar Ikbal Tawakkal
mempermasalahkan tentang strategi partai politik dalam
55
mendorong partisipasi pemilih pada Pemilu legislatif, sedangkan
peneliti saat ini lebih kepada pemanfaatan bantuan keuangan dari
pemerintah kepada partai politik untuk pendidikan politik dan
operasional partai politik.
c. Pada penelitian terdahulu George Towar Ikbal Tawakkal
menitikberatkan pada teori peran dan mobisisasi, sedangkan pada
penelitian saat ini memfokuskan pada evaluasi kebijakan dengan
menggunakan model evaluasi Karl Luwig von Bertaalanffy.
d. Pada penelitian terdahulu M. Rara Azrizona S, kriteria evaluasi
yang digunakan menggunakan teori yang umum banyak digunakan
oleh semua penelitian yaitu teori kriteria evaluasi dari William N.
Dunn. Sedangkan pada penelitian saat ini menggunakan teori
kriteria evaluasi dari Karl Luwig von Bertaalanffy.
Dari identifikasi yang dijelaskan di atas, maka dapat dikatakan
bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini jauh lebih menarik
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Pada kajian ilmu
administrasi negara umumnya yang dilakukan menitik beratkan pada
bidang sosial saja, namun pada penelitian ini peneliti melakukan
pengembangan kepada bidang politik, menyangkutkan antara kebijakan
dengan kegiatan politik. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini
bukan saja meneliti tentang dampak kebijakan, melainkan tentang proses
56
dari pelaksanaan kebijakan serta dampak yang dirasakan dari kebijakan,
baik oleh kader partai politik maupun masyarakat umum lainnya.
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka pemikiran merupakan penjelasan sementara terhadap
gejala yang menjadi objek permasalahan. Menurut Sugiyono (2014: 60)
mendefinisikan kerangka berfikir adalah “sintesa hubungan antara variabel
yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan”, Dengan
adanya kerangka berfikir ini, baik peneliti maupun pembaca dari penelitian
ini akan mudah memahami dan mengetahui tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian.
Dalam hal ini peneliti mencoba mengungkapkan yang seringkali
terlupakan pada setiap proses yang terjadi yaitu adanya tahapan evaluasi,
dan peneliti mencoba menggunakan pendekatan teori evaluasi Karl Luwig
von Bertaalanffy. Untuk mengetahui bagaimana alur berfikir peneliti
dalam menjelaskan permasalahan penelitian, maka dibutlah kerangka
berfikir sebagai berikut:
57
Gambar 2.2
Skema Kerangka Pemikiran
(Sumber: Peneliti, 2016)
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 12
TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA
PARTAI POLITIK DI KABUPATEN SERANG
MASALAH:
1. Rumus dalam menentukan besaran bantuan kepada partai politik sulit dipahami
oleh nalar umum;
2. Tidak adanya lembaga yang mengawasi pelaksanaan dari Peraturan Daerah,
terutama pada proses pelaksanaan Perda tersebut;
3. Akuntabilitas dan transparansi yang dilakukan oleh partai politik belum
optimal;
4. Masyarakat belum merasakan secara jelas manfaat bantuan keuangan kepada
partai politik dari pemerintah.
Indikator Evaluasi Kebijakan menurut Bertaalanffy:
Masukan (Imput); Proses (Process); Keluaran (Output);
Akibat (Outcome); Pengaruh (Impact).
TUJUAN:
1. Kebijakan ini dapat digunakan sebagai penunjang pendidikan politik dan
operasional sekretariat partai politik. Sehingga nantinya baik kader maupun
masyarakat dapat merasakan manfaat dari kebijakan ini.
2. Mendorong partai politik untuk melakukan akuntabilitas dan transparansi setiap
kegiatan partai politik.
FEEDBACK
Indikator yang digunakan:
1. Proses (Process);
2. Pengaruh (Impact).
58
2.4 Asumsi Dasar
Asumsi dasar merupakan argumentasi awal yang dibuat oleh
peneliti berdasarkan hasil observasi awal. Penelitian ini memfokuskan diri
pada Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009
tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengatahui sejauhmana pelaksanaan
dari kebijakan tersebut apakah sudah sesuai dengan regulasi yang ada atau
belum, serta bagaimana dampak dan manfaat yang didapatkan dari
kebijakan tersebut baik untuk kader partai politik maupun masyarakat
umum. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, sesuai
dengan identifikasi masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, peneliti
berasumsi pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12
Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di
Kabupaten Serang belum berjalan secara optimal pada proses pelaksanaan
dan dampak atau manfaat dari kebijakan tersebut.
59
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2014: 2) berpendapat bahwa “Metode penelitian
pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dengan kegunaan tertentu.” Berdasarkan pengertian tersebut terdapat empat
kata kunci yaitu cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah seperti
yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan menggunakan kaidah-kaidah
keilmuan. Kaidah keilmuan memiliki ciri-ciri diantaranya yaitu rasional (cara
yang digunakan masuk akal), empiris (dapat diamati oleh manusia), dan
sistematis (memiliki tahapan-tahapan). Metode penelitian yang digunakan
pada saat peneliti melakukan penelitian lapangan tergantung pada kondisi dan
objek penelitian.
Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini yaitu
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Moleong
(dalam Fuad dan Nugroho 2014: 77), metode kualitatif deskriptif digunakan
sebagai prosedur penelitian yang mengahasilkan data deskriptif, yaitu data
yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.
Dengan demikian, laporan penelitian ini berisi kutipan-kutipan data dalam
menyajikan laporan, dimana laporan tersebut berasal dari hasil wawancara,
catatan lapangan, foto dan dokumen lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat
60
Bogdan dan Taylor (dalam Basrowi & Suwandi, 2008: 1) yang menyatakan
penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut
penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan
perhitungan.
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan dalam
kondisi yang alamiah atau natural setting, Peneliti mengumpulkan data
berdasarkan observasi yang wajar. Dalam melakukan penelitiannya, peneliti
merupakan alat utama dalam pengumpulan data karena peneliti yang
langsung terjun kelapangan mencari data dengan wawancara secara
mendalam. Subjek yang diteliti berkedudukan sama dengan peneliti. Orang
yang diteliti dipandang sebagai partisipan, konsultan atau kolega peneliti
dalam menangani kegiatan penelitiannya. Penelitian kualitatif mengutamakan
perspektif emik, artinya mementingkan pandangan responden tentang
bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia dari segi pendiriannya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu berusaha
mendapatkan informasi yang selengkap mungkin mengenai “Evaluasi
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan
Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang”. Informasi yang digali
lewat wawancara mendalam terhadap informan. Dari observasi diharapkan
mampu menggali permasalahan yang ada di dalam pelaksanaan Peraturan
61
Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan
kepada Partai Politik di Kabupaten Serang.
3.2 Ruang Lingkup / Fokus Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah yang dibahas
pada Bab I sebelumnya, peneliti membatasi ruang lingkup dan fokus
penelitian hanya pada Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor
12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di
Kabupaten Serang.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti sebagai locus penelitian
yaitu Kabupaten Serang. Kabupaten Serang dipilih sebagai lokasi penelitian
saat ini karena Perda Kabupaten Serang No. 12 Tahun 2009 merupakan
produk kebijakan dari pemerintah Kabupaten Serang dalam upaya membantu
keuangan kepada partai politik di Kabupaten Serang. Sebelum Kota Serang
berdiri pada tahun 2010, Kabupaten Serang merupakan ibu kota Propinsi
Banten dan menjadi barometer politik, ekonomi, sosial dan budaya bagi
kabupaten/kota lainnya di Propinsi Banten. Peneliti tidak menjadikan Kota
Serang sebagai locus penelitian karena Kota Serang merupakan ibu kota
Propinsi Banten yang belum lama berdiri, sehingga dari anggaran dan
pengalaman pemerintahan belum begitu matang seperti Kabupaten Serang.
62
3.4 Variabel Penelitian/Fenomena yang diamati
Variabel penelitian mengenai “Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten
Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik di Kabupaten Serang” didefinisikan sebagai berikut:
3.4.1 Definisi Konsep
Definisi konsep dalam hal ini gunak untuk menegaskan
konsep-konsep yang digunakan oleh peneliti supaya tidak menjadi
perbedaan penafsiran antara penulis dengan pembaca. Konsep yang
digunakan pada penelitian ini antara lain:
1. Evaluasi kebijakan
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara tujuan
dan sasaran dengan pencapaian target, selain itu untuk
memperoleh hasil (outcome) yang sebaik-baiknya dengan jalan
dan cara yang seefisien mungkin dalam perkembangan
masyarakat.
2. Partai Politik
Partai politik merupakan organisasi yang dibentuk oleh
sekelompok secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan
cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik dalam memperoleh kekuasaan.
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran konsep atau objek
penelitian dalam rincian yang terukur berdasarkan indikator
63
penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan indikator
Evaluasi Sistem Analisis dari Karl Luwig von Bertaalanffy. Berikut
penjelasan lebih lanjut mengenai Model Evaluasi Sistem Analisis
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Model Evaluasi Sistem Analisis
Dari Bertaalanffy
No Indikator Penjelasan
1. Proses Memfokuskan pada pelaksanaan program dan sering
menyediakan informasi mengenai kemungkinan program
diperbaiki. Evaluasi ini merupakan evaluasi yang formatif
yang berupaya mencari jawaban atas pertanyaan sebagai
berikut: Apakah standar prosedur operasi perlu diubah?
Apakah proses kebijakan atau program mencapai tujuannya?
Apakah semua faktor masukan dan proses berhasil bersinergi
dan menghasilkan nilai tambah yang diharapkan? Evaluasi
proses merupakan katalis untuk pembelajaran dan
pertumbuhan yang berkelanjutan
2. Pengaruh Menilai perubahan yang terjadi terhadap klien atau para
pemangku kepentingan sebagai akibat dari intervensi yang
dilakukan kebijakan atau program. Evaluasi ini mengukur
pengaruh program sebagai hasil program dalam jangka
panjang.
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ini, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri (human instrument). Oleh karena itu
peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti siap
melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.
Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui evaluasi diri
seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan
wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki
64
lapangan Sugiyono (2014:59). Jadi, peneliti mempunyai peran yang sangat
penting dalam penentuan sukses atau tidaknya suatu penelitian dengan
kesiapan peneliti dalam terjun langsung ke lapangan.
Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer
dan data sekunder. Menurut Lofland dan Lofland (dalam basrowi dan
Suwandi 2008:169), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-
kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain. Sumber data terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a. Data primer
Data primer adalah data yang diambil langsung (tanpa ada perantara)
dari sumbernya. Sumber ini dapat berupa berita, situs, dan atau
manusia. Seorang peneliti bisa mendapatkan data-data primer
dengan cara menyebarkan kuisioner, melakukan wawancara
mendalam, atau melakukan pengamatan langsung terhadap suatu
aktivitas masyarakat. Seperti data lain pada umumnya, data primer
bisa berkualitas baik atau buruk. Bila peneliti kurang teliti atau salah
langkah dalam pengumpulan data-data primer ini, maka hasilnya
pasti berupa data-data yang buruk meskipun data tersebut data
primer. Karena itu peneliti tidak boleh berasumsi bahwa data primer
selalu lebih baik daripada data sekunder.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung dari
sumbernya. Data sekunder biasanya diambil dari dokumen-
65
dokumen, seperti laporan, karya tulis, koran, majalah, dan
sebagainya. Misalnya saja jika seseorang mendapatkan informasi
dari “orang lain” tentang suatu objek yang ingin diteliti. Maka, orang
lain inilah yang mendapatkan data primernya, tetapi apabila orang
lain ini bercerita kepada peneliti maka peneliti dianggap
mendapatkan data sekunder.
3.6 Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang yang memberikan sejumlah
informasi yang diperlukan oleh peneliti dalam menyelesaikan penelitian.
Seorang informan yang baik adalah informan yang mempu menangkap,
memahami, dan memenuhi permintaaan peneliti, memilki kemampuan
reflektif, bersifat artikulatif, meluangkan waktu untuk berwawancara, dan
bersemangat untuk berperan serta dalam penelitian yang dilakukan oleh
peneliti. Pada penentuan informan dalam penelitian kualitatif adalah
bagaimana informan kunci (Key Informan) didapatkan dalam situasi yang
sesuai dengan fokus penelitian. Sedangkan, pemilihan informan kedua
(Secondary Selection) berfungsi sebagai cara alternatif bagi peneliti yang
tidak dapat menentukan partisipan secara langsung. Sumber informan dalam
penelitian ini adalah:
66
Tabel 3.2
Deskripsi Informan
No. Jabatan Kode
Informan
Keterangan
1. Kasubag Kesatuan
Bangsa dan Bina
Perangkat Kecamatan
Setda Kab. Serang
I1 Key Informan
2. Kabag Hukum Setda
Kab.Serang
I2 Key Informan
3. Sekertaris Partai Politik I3, I4, I5, I6, I7,
I8, I9, I10, I11,
I12, I13
Key Informan
4. Mantan Ketua Kamar
Dagang dan Industri
(Kadin) Kabupaten
Serang
I14 Secondary
Informan
5. Ulama/Kyai di
Kabupaten Serang
I15 Secondary
Informan
6. Anggota DPRD
Kabupaten Serang
I16 Secondary
Informan
Sumber: Peneliti (2016)
Adapun dalam penentuan informan menurut Sugiyono (dalam Fuad &
Nugroho 2012: 83) ada dua teknik yaitu teknik Purposive sampling (sampel
bertujuan) dan teknik Snowball sampling (sampel yang mula-mula kecil
kemudian membesar. Purposive sampling yaitu informan-informan yang
peneliti tentukan, merupakan orang-orang yang menurut peneliti memiliki
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, kerena mereka (informan)
dalam kesehariannya senantiasa berurusan dengan permasalahan yang sedang
peneliti teliti. Sedangkan Snowball sampling yaitu teknik pengambilan
sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit lama-lama menjadi
besar. Hal ini dilakukan karena jumlah sumber data yang sedikit belum
mampu memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan
67
sebagai sumber data. Akan berhenti mencari sumber data apabila sudah
mencapai titik jenuh, artinya sudah tidak variasi jawaban dari informan. pada
penelitian ini peneliti menggunakan teknik Purposive sampling dengan
pertimbangan bahwa orang yang dijadikan informan penelitian merupakan
orang yang mengetahui tentang Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor
12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik di
Kabupaten Serang.
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Pengolahan Data
Teknik pengumpulan/pengolahan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan Sugiyono (2014: 63).
Sesuai dengan bentuk pendekatan penelitian kualitatif dan sumber
data yang akan digunakan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah dengan analisis dokumen, observasi, dan wawancara. Untuk
mengumpulkan data dalam kegiatan penelitian diperlukan cara-cara atau
teknik pengumpulan data tertentu, sehingga proses penelitian dapat berjalan
lancar.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini adalah
sebagai berikut.
68
1. Wawancara
Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dan bertatap muka antara
pewancara dan informan. Menurut Sugiyono (2014: 138-141),
wawancara dibagi ke dalam dua bentuk yaitu:
1. Wawancara terstruktur, digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah
mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan
diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara,
peneliti telah menyiapkan instrumen penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun
telah dipersiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap
responden diberikan pertanyaan yang sama, dan pengumpul
data mencatatnya.
2. Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di
mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
mengumpulkan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan
hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan. Wawancara tidak terstruktur atau terbuka sering
digunakan dalam penelitian yang lebih mendalam tentang
responden.
69
Dalam penelitian ini wawancara yang digunakan adalah
wawancara tidak terstrukutur dipergunakan untuk mengadakan
komunikasi dengan pihak-pihak terkait penelitian, dalam rangka
memperoleh informasi tentang hal-hal yang belum tercantum dalam
observasi. Pada penelitian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten
Serang No. 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik di Kabupaten Serang, peneliti akan melakukan wawancara
kepada informan yang terkait dengan kebijakan tersebut dengan
berpedoman pada indikator evaluasi yang digunakan, bentuk
pernyataan akan lebih meluas dan bebas (tidak terstruktur) tanpa
keluar dari indikator evaluasi yang telah ditentukan. Hal tersebut
dilakukan peneliti guna menemukan jawaban dari permasalahan yang
ada dan tidak menutup kemungkinan permalahasan yang sudah
diidentifikasi sebelumnya akan bertambah. Wawancara yang
dilakukan akan dibantu oleh alat rekam pada handphone sebagai
bentuk dari dokumentasi wawancara yang dilakukan. Adapun
pedoman wawancara pada penelitian Evaluasi Peraturan Daerah
Kabupaten Serang No. 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang, yaitu sebagai berikut:
70
Tabel 3.3
Pedoman Wawancara Penelitian
Indikator Pertanyaan Informan
Proses Apakah proses kebijakan telah sesuai
dengan regulasi/ petunjuk teknis yang
ada?
I1, I2, I3, I4, I5, I6, I7, I8, I9, I10,
I11, I12, I13
Adakah hambatan dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut?
I1, I2, I3, I4, I5, I6, I7, I8, I9, I10,
I11, I12, I13
Apakah partai politik telah akuntabel
dan transparan kepada pemerintah
dalam melaporkan kegiatan partai
politik kepada pemerintah Kabupaten
Serang, kader partai politik dan
masyarakat?
I1, I2, I3, I4, I5, I6, I7, I8, I9, I10,
I11, I12, I13, I14, I15
Bagaimana bentuk pendidikan politik
yang dilakukan oleh Partai Politik?
I3, I4, I5, I6, I7, I8, I9, I10, I11,
I12, I13
Pengaruh Apakah masyarakat mendapatkan
manfaat dari kebijakan tersebut?
I14, I15
Apakah kabijakan tersebut dapat
mendorong masyarakat untuk menjadi
kader partai politik?
I14, I15
Seperti apa bentuk kasadaran dan
partisipasi politik masyarakat
Kabupaten Serang?
I14, I15
Apakah bantuan keuangan yang
diberikan dapat memenuhi kebutuhan
Partai Politik?
I3, I4, I5, I6, I7, I8, I9, I10, I11,
I12, I13
Apakah bantuan keuangan yang
diberikan telah dipergunakan 60%
untuk pendidikan politik?
I3, I4, I5, I6, I7, I8, I9, I10, I11,
I12, I13
Sumber : Peneliti (2016)
2. Observasi
Observasi menurut Burn (dalam Basrowi & Suwandi 2008:
226) merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian
kualitatif. Dengan observasi, peneliti dapat mendokumentasikan dan
merefleksikan secara sistematis terhadap kegiatan dan interaksi
sumber penelitian. Menurut Faisal (dalam Sugiyono 2009: 64),
71
observasi diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu observasi
berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-
terangan dan tersamar (overt observation and covert observation), dan
observasi yang tak berstruktur (unstructured observation). Stainback
(dalam Sugiyono 2009: 65) membagi observasi berpartisipasi menjadi
empat golongan, antara lain:
1. Partisipasi pasif (passive participation)
Jadi dalam hal ini peneliti datang di tempat kegiatan orang
yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan
tersebut.
2. Partisipasi moderat (moderate participation)
Dalam observasi ini terdapat keseimbangan antara peneliti
menjadi orang dalam dengan orang luar. Peneliti dalam
mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam
beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.
3. Partisipasi aktif (active participation)
Dalam observasi ini peneliti ikut melakukan apa yang
dilakukan oleh narasumber, tetapi belum sepenuhnya
lengkap.
4. Partisipasi lengkap (complete participation)
Dalam melakukan pengumpulan data, peneliti sudah
terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber
data. Jadi suasananya sudah natural, peneliti tidak terlihat
melakukan penelitian. Hal ini merupakan keterlibatan
peneliti yang tertinggi terhadap aktivitas kehidupan yang
diteliti.
Pada penelitian saat ini, teknik observasi partisipatif yang
dipakai ialah observasi partisipasi pasif. Peneliti hanya sebagai
pengamat saja tanpa menjadi anggota resmi organisasi pelaksana
maupun objek kebijakan yang diteliti. Peneliti melakukan observasi
dengan melakukan wawancara kapada kader partai politik, masyarakat
dan pemerintah Kabupaten Serang guna mengEvaluasi Peraturan
72
Daerah Kabupaten Serang No. 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan
Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang. Observasi yang
dilakukan peneliti dengan mendatangi kantor pemerintah Kabupaten
Serang dan sekertariat Dewan Pimpinan Cabang (DPC) partai politik
di Kabupaten Serang.
3. Dokumentasi
Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang
bersumber dari arsip dan dokumen. Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang
berbentuk tulisan misalnya catatan-catatan, peraturan, kebijakan,
laporan-laporan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto,
gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif, Sugiyono (2014: 240).
Pada penelitian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang
No. 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik
di Kabupaten Serang dokumentasi yang dilakukan dengan
menggunakan tulisan catatan wawancara, foto yang menggunakan
handphone, serta arsip lainnya yang bersumber dari dinas, partai
politik dan media, baik media cetak maupun media elektronik.
73
3.7.2 Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bodgan (dalam Sugiyono 2014: 244)
adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari hasil wawancara, cacatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga
dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang
lain. Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja data, mengorganisasikan
data, memilih-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain. Analisis data kualitatif bersifat induktif yang selanjutnya
dikembangkan menjadi suatu hipotesis kemudian selanjutnya dicarikan
kembali berulang-ulang sehingga menghasilkan keputusan apakah hipotesis
tersebut bisa diterima dan jika iya maka hipotesis tersebut berkembang
menjadi teori.
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal
penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh,
kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Dimulai dari
wawancara, observasi, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, selanjutnya
aktivitas penyajian data serta menyimpulkan data. Teknis analisis data dalam
penelitian ini menggunakan model analisis interaktif, Miles dan Huberman
(dalam Sugiyono 2009: 92-99), seperti pada gambar dibawah ini:
74
Gambar 3.1
Analisis Data Model Interaktif
Sumber : Sugiyono (2009: 92)
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas sehingga mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data dan mencarinya bila perlu.
Dalam penelitian ini reduksi data akan dilakukan untuk memudahkan
proses analisis dengan menggunakan teknik analisis tematik. Menurut
Boyatzis (dalam Poerwandari 2009: 173), analisis tematik adalah
proses yang dapat digunakan dalam hampir semua metode kualitatif,
dan memungkinkan penerjemahan gejala/informasi kualitatif menjadi
data kualitatif seperlu kebutuhan peneliti. Analisis tematik merupakan
proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema,
model tema atau indikator yang kompleks, kualitatif yang biasanya
terkait dengan tema itu , atau hal-hal diantara atau gabungan dari yang
telah disebutkan.
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan kausal dengan kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan
penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang
terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami tersebut.
3. Menarik Kesimpulan/ Verifikasi (Conclusion: Drawing/ Verifying)
Data
Collection
Data Display
Conclusion:
Drawing/ Verifying
Data Reduction/
Analisis Tematik
75
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau
gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas , dapat berupa hubungan
kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.
3.7.3 Uji Keabsahan Data
Dalam munguji kebsahan data yaitu pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data tersebut. Pada penelitian ini, peneliti
dalam menguji keabsahan hasil penelitian menggunakan teknik triangulasi
sumber dan member check.
Teknik triangulasi data menurut Patton (dalam Sutopo 2006: 92) dapat
disebut juga dengan triangulasi sumber. Cara ini mengarahkan peneliti di
dalam mengumpulkan data menggunakan berbagai sumber yang ada, seperti
hasil wawancara dengan informan, observasi, data dokumen atau aktivitas
yang dilakukan. Pada penelitian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang
No. 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di
Kabupaten Serang, triangulasi data yang dilakukan dengan melakukan
perbandingan informasi di antara tiga sumber yaitu: pemerintah Kabupaten
Serang, partai politik dan masyarakat Kabupaten Serang.
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kapada pemberi data. Tujuan dari melakukan member check yaitu untuk
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diberikan oleh pemberi data/informan. Apabila data tersebut disepakati oleh
pemberi data/informan maka data tersebut dapat dikatakan valid dan
76
kredibel/dipercaya. Pada penelitian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten
Serang No. 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik
di Kabupaten Serang, member check yang dilakukan dengan mengkonfirmasi
hasil wawancara dan kemudian ditandangani oleh para informan.
3.8 Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk meneliti Evaluasi Peraturan Daerah
Kabupaten Serang No. 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada
Partai Politik di Kabupaten Serang. Waktu penelitiannya dimulai dari bulan
Maret sampai Oktober Tahun 2016.
77
Tabel 3.4
Jadwal Penelitian
No Kegiatan Waktu Pelaksanaan
Februari – Oktober 2016
Februari Maret April-
September
Oktober
Minggu Ke -
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Observasi awal
2. Penyusunan
proposal
3. Bimbingan dan
perbaikan
proposal
4. Seminar
Proposal
5. Perbaikan
proposal
6. Proses pencarian
dan pengolahan
data di lapangan
7. Penyusunan
laporan
penelitian dan
bimbingan
8. Sidang skripsi
Sumber: Peneliti (2016)
78
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Deskripsi objek penelitian menjelaskan tentang objek penelitian yang
meliputi lokasi penelitian, struktur organisasi dari populasi/sampel yang telah
ditentukan serta hal lain yang berhubungan dengan objek penelitian. Pada
penelitian yang dilakukan oleh peneliti berjudul Evaluasi Peraturan Daerah
Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang akan dipaparkan sebagai berikut:
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Serang
Sumber : Bagian Pemerintahan Umum Kabupaten Serang, 2016
79
Secara geografis wilayah Kabupaten Serang berada di sentral Provinsi
Banten yang berbatasan di sebelah Utara dengan Laut Jawa, Kota Cilegon
dan Kota Serang. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Kabupaten
Pandeglang, sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Kota Cilegon dan
Selat Sunda. Letak geografis yang demikian merupakan keuntungan bagi
Kabupaten Serang. Kabupaten Serang merupakan pintu gerbang atau transit
perhubungan darat antar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Selain itu dengan
posisinya yang hanya berjarak ±70 km dari Provinsi DKI Jakarta menjadi
Kabupaten Serang sebagai salah satu daerah penyangga Ibukota Negara.
(Kabupaten Serang Dalam Angka, 2016)
Secara topografi, Kabupaten Serang merupakan wilayah dataran
rendah dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 hingga 1.778 m di atas
permukaan laut. Sebagian dataran rendah memiliki ketinggian kurang dari
500 m, sementara dataran tinggi berupa rangkaian pegunungan yang terdapat
di perbatasan dengan Kabupaten Pandeglang.
Wilayah Kabupaten Serang beriklim tropis dengan curah hujan dan
hari hujan banyak hampir disepanjang tahun. Curah hujan dalam sebulan rata-
rata 8 mm dan lama hujan 15 hari. Suhu berkisar antara 23,6oC – 32,2
oC dan
kelembaban relatif sebesar 81 %. Sekitar 75 % dari luas wilayah keseluruhan
Kabupaten Serang digunakan untuk lahan di sektor pertanian, hortikultura,
perkebunan, dan perikanan.
80
Wilayah administrasi Kabupaten Serang terdiri dari 29 kecamatan dan
keseluruhan terbagi menjadi 326 desa dengan pembagian sebagai berikut:
Tabel 4.1
Banyaknya Desa, Rukun Warga dan Rukun Tetangga
Menurut Kecamatan di Kabupaten Serang
No Kecamatan Desa Rukun
Warga
Rukun
Tetangga
1. Cinangka 14 83 284
2. Padarincang 14 78 280
3. Ciomas 11 52 149
4. Pabuaran 8 45 156
5. Gunungsari 7 22 87
6. Baros 14 77 225
7. Petir 15 55 242
8. Tunjung Teja 9 41 187
9. Cikeusal 17 92 270
10. Pamarayan 10 42 187
11. Bandung 8 33 139
12. Jawilan 9 45 185
13. Kopo 10 45 166
14. Cikande 13 67 320
15. Kibin 9 32 149
16. Kragilan 12 59 218
17. Waringinkurung 11 48 150
18. Mancak 14 50 209
19. Anyar 12 60 223
20. Bojonegara 11 67 144
21. Pulo Ampel 9 45 131
22. Kramatwatu 15 74 278
23. Ciruas 15 59 186
24. Pontang 11 35 131
25. Lebak Wangi 10 32 137
26. Carenang 8 37 197
27. Binuang 7 30 101
28. Tirtayasa 14 43 134
29. Tanara 9 30 108
Jumlah 326 1.478 5.373
Sumber: Kabupaten Serang Dalam Angka, 2016
81
Kabupaten Serang memiliki luas wilayah sebesar 1.467,35 Km2
dengan pembagian luas sebagai berikut:
Tabel 4.2
Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Serang
No Kecamatan Luas
Km2
%
1. Cinangka 111,47 7,60
2. Padarincang 99,12 6,76
3. Ciomas 48,53 3,31
4. Pabuaran 79,14 5,39
5. Gunungsari 48,60 3,31
6. Baros 44,07 3,00
7. Petir 46,94 3,20
8. Tunjung Teja 39,52 2,69
9. Cikeusal 88,25 6,01
10. Pamarayan 41,92 2,86
11. Bandung 25,18 1,72
12. Jawilan 38,95 2,65
13. Kopo 44,69 3,05
14. Cikande 50,53 3,44
15. Kibin 33,51 2,28
16. Kragilan 36,33 2,97
17. Waringinkurung 51,29 3,50
18. Mancak 74,03 5,05
19. Anyar 56,81 3,87
20. Bojonegara 30,30 2,06
21. Pulo Ampel 32,56 2,22
22. Kramatwatu 48,59 3,31
23. Ciruas 34,49 2,34
24. Pontang 58,09 3,74
25. Lebak Wangi 31,71 2,16
26. Carenang 32,80 2,10
27. Binuang 26,17 1,78
28. Tirtayasa 64,46 4,39
29. Tanara 49,30 3,36
Total Luas Wilayah Kabupaten
Serang
1467,35 100,00
Sumber: Kabupaten Serang Serang Dalam Angka, 2016
82
Luas wilayah Kabupaten Serang yang luas tersebut dihuni oleh
1.474.301 jiwa yang tersebar dari 29 kecamatan sebagai berikut:
Tabel 4.3
Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Serang
Tahun 2015
No Kecamatan Penduduk
Laki-laki
Perempuan Jumlah
1. Cinangka 29.110 26.926 56.036
2. Padarincang 33.111 31.370 64.481
3. Ciomas 20.087 18.903 38.990
4. Pabuaran 20.661 19.279 39.940
5. Gunungsari 10.552 9.791 20.343
6. Baros 28.170 25.732 53.902
7. Petir 26.495 26.196 52.691
8. Tunjung Teja 20.730 20.187 40.917
9. Cikeusal 34.164 34.016 68.180
10. Pamarayan 25.953 25.320 51.308
11. Bandung 16.345 15.751 32.096
12. Jawilan 28.311 26.807 55.118
13. Kopo 25.953 24.684 50.637
14. Cikande 49.183 47.328 96.511
15. Kibin 28.957 41.703 70.660
16. Kragilan 39.237 37.644 76.881
17. Waringinkurung 22.237 21.155 43.392
18. Mancak 23.565 21.917 45.477
19. Anyar 27.475 26.252 53.727
20. Bojonegara 22.309 21.333 43.642
21. Pulo Ampel 18.388 17.446 35.834
22. Kramatwatu 47.053 44.719 91.772
23. Ciruas 38.015 36.812 74.827
24. Pontang 21.169 19.385 40.554
25. Lebak Wangi 19.927 18.848 38.775
26. Carenang 17.885 16.403 34.288
27. Binuang 17.677 17.152 34.829
28. Tirtayasa 14.431 14.323 28.754
29. Tanara 20.623 19.116 39.739
Penduduk tahun 2015 747.808 726.493 1.474.301
Penduduk tahun 2014 742.298 720.796 1.463.094
Sumber: Kabupaten Serang Dalam Angka, 2016
83
Dari data tersebut, menunjukkan bahwa Kabupaten Serang memiliki
jumlah penduduk cukup banyak dengan angka pertumbuhan penduduk yang
signifikan. Jumlah penduduk pada tahun 2015 sebesar 1.474.301 jiwa yang
meningkat dibandingkan dengan tahun 2014 yang hanya sebesar 1.463.094
jiwa. Jumlah penduduk terbesar berada di wilayah Kecamatan Cikande
dengan jumlah penduduk 96.511 jiwa dan untuk jumlah penduduk terkecil
berada di wilayah Kecamatan Gunungsari dengan jumlah penduduk 20.343
jiwa. Banyaknya jumlah penduduk di Kabupaten Serang akan mempengaruhi
besarnya jumlah penduduk yang mendapatkan hak pilihnya pada Pemilihan
Umum (Pemilu) baik legislatif maupun eksekutif. Penduduk yang telah
memiliki hak pilih akan terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dari
DPT di Kabupaten Serang tersebut kemudian dibagi menjadi 5 Daerah
Pemilihan (Dapil) yang tersebar sebagai berikut:
84
Tabel 4.4
Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Kabupaten Serang Tahun 2015
Daerah
Pemilihan
(Dapil)
Kecamatan Jumlah Daftar
Pemilih Tetap
(DPT)
Jumlah DPT
per Dapil
Dapil 1
Ciruas 55.326
237.026
Pontang 34.513
Tirtayasa 36.090
Tanara 30.287
Carenang 26.732
Binuang 23.178
Lebak Wangi 30.900
Dapil 2
Kragilan 52.777
237.259
Cikande 72.123
Kibin 35.814
Kopo 37.337
Jawilan 39.208
Dapil 3
Petir 42.260
231.499
Tunjung Teja 32.097
Baros 39.583
Cikeusal 51.823
Pamarayan 42.105
Bandung 23.631
Dapil 4
Ciomas 29.995
230.168
Pabuaran 30.741
Padarincang 51.523
Anyar 39.270
Cinangka 44.776
Mancak 33.863
Dapil 5
Kramatwatu 69.927
177.704
Waringinkurung 31.635
Bojonegara 34.048
Pulo Ampel 26.253
Gunungsari 15.841
Jumlah DPT 1.113.656 1.113.656
Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Serang, 2016
Dari data di atas, jumlah DPT Kabupaten Serang pada tahun 2015
sebanyak 1.113.656 jiwa dari 5 Dapil yang ada. Jumlah DPT terbesar berada
85
di Daerah Pemilihan 2 yang meliputi Kecamatan Kragilan, Cikande, Kibin,
Kopo dan Jawilan sebanyak 237.259 jiwa. Jumlah DPT terkecil berada di
Daerah Pemilihan 5 yang meliputi Kecamatan Kramatwatu, Waringinkurung,
Bojonegara, Pulo Ampel, Gunungsari sebanyak 177.704 jiwa. Dari
banyaknya DPT yang dimiliki oleh Kabupaten Serang akan mempengaruhi
angka pemilih pada saat Pemilu legislatif dan eksekutif. Banyanya angka
pemilih pada saat Pemilu legislatif akan berpengaruh kapada jumlah bantuan
keuangan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Serang, apabila partai
politik mendominasi sejumlah Dapil yang ada di Kabupaten Serang maka
partai politik tersebut akan menerima bantuan keuangan yang lebih besar
dibandingkan dengan partai politik lainnya.
4.1.2 Gambaran Umum Peraturan Daerah Kabupaten Serang
Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik di Kabupaten Serang
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
mengakomodasi beberapa paradigma baru seiring dengan menguatnya
konsolidasi demokrasi di Indonesia melalui sejumlah pembaruan yang
mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaan Partai Politik serta
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Partai Politik. Sebagai
tindak lanjut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 telah ditetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan
kapada Partai Politik. Berdasarkan ketentuan tersebut Partai Politik berhak
memperoleh bantuan keuangan dari APBN/APBD, yang diberikan secara
86
proporsional kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang perhitungannya berdasarkan
jumlah perolehan suara.
Tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 pada tingkat Kabupaten/Kota
khususnya Kabupaten Serang menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten
Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik di Kabupaten Serang. Karena ini juga merupakan amanat dari undang-
undang, maka kebijakan ini pun menjadi prioritas dari APBD Kabupaten
Serang.
Partai Politik berkewajiban menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan dari
APBN/APBD kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan. Bantuan keuangan kepada Partai Politik dialokasikan sebagai dana
penunjang kegiatan Partai Politik untuk pelaksanaan pendidikan politik dan
operasional sekertariat Partai Politik. Hal ini dimaksudkan dalam rangka
penguatan kelembagaan Partai Politik sebagai sarana pendidikan politik bagi
anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar
akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
87
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang
telah diperoleh peneliti dari hasil observasi lapangan yang dilakukan oleh
peneliti selama proses penelitian berlangsung. Pada penelitian yang dilakukan
oleh peneliti saat ini yaitu menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif. Menurut Moleong (dalam Fuad dan Nugroho 2014: 77), metode
kualitatif deskriptif digunakan sebagai prosedur penelitian yang
mengahasilkan data deskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-
kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian
ini berisi kutipan-kutipan data dalam menyajikan laporan, dimana laporan
tersebut berasal dari hasil wawancara, catatan lapangan, foto dan dokumen
lainnya. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal
penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh,
kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Dimulai dari
wawancara, observasi, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, selanjutnya
aktivitas penyajian data serta menyimpulkan data.
Pada penelitian ini, peneliti mendapatkan beberapa data yang
berhubungan tentang Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12
Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten
Serang, adapun data tersebut antara lain:
88
1) Rekapitulasi Perolehan Jumlah Kursi DPRD Kabupaten Serang
Pada hasil rekapitulasi perolehan kursi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kabupaten Serang pada periode 2009-2014 dengan periode
2014-2019 banyak perubahan yang signifikan, dapat kita lihat sebagai
berikut:
Tabel 4.5
Rekapitulasi Perolehan Jumlah Kursi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Serang
No. Nama Partai Politik Periode
2009-2014
Periode
2014-2019
1. Partai Golongan Karya 10 9
2. Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan
4 5
3. Partai Demokrat 7 4
4. Partai Keadilan Sejahtera 5 5
5. Partai Amanat Nasional 5 5
6. Partai Hati Nurani Rakyat 4 3
7. Partai Gerakan Indonesia Raya 4 6
8. Partai Persatuan Pembangunan 4 4
9. Partai Bintang Reformasi 3 -
10. Partai Bulan Bintang 2 1
11. Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia
1 -
12. Partai Nasional Benteng
Kerakyatan Indonesia
1 -
13. Partai Nasional Demokrat - 4
14. Partai Kebangkitan Bangsa - 4
Sumber: Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Serang, 2016
Dari tabel tersebut, terdapat 3 (tiga) partai politik yang pada periode
2009-2014 memperoleh kursi akan tetapi pada periode 2014-2019 tidak
memperoleh kursi antara lain: Partai Bintang Reformasi, Partai Keadilan dan
89
Persatuan Indonesia, Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia. Partai
Bintang Reformasi dan Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia tidak
memperoleh kursi dikarenakan pada Pemilu legislatif tahun 2014 tidak lolos
dalam tahapan verifikasi nasional partai politik peserta Pemilu, sedangkan
untuk Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia tidak menperoleh kursi karena
calon legislatif dari partai tersebut memperoleh suara lebih kecil dari calon
legislatif partai politik lainnya.
Perolehan kursi terbanyak masih dikuasai oleh Partai Golongan Karya
yang diikuti oleh partai lainnya seperti Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan dan lain-lain. Perolehan suara terbanyak ini,
menempatkan salah satu kader Partai Golongan Karya menjadi Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Serang selama dua periode.
2) Rekapitulasi Perolehan Suara Sah dan Perolehan Kursi di Kabupaten
Serang Pada Pemilu Tahun 2014
Kabupaten Serang pada Pemilu Legislatif tahun 2014 diikuti oleh 12
Partai Politik yang bersaing dalam 5 daerah pemilihan (Dapil). Hasil Pemilu
kemudian di rekapitulasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten
Serang sebagai berikut:
90
Tabel 4.6
Rekapitulasi Perolehan Suara Sah dan Perolehan Kursi di Kabupaten
Serang Pada Pemilu Tahun 2014
No. Nama Partai Politik
Jumlah
Suara Sah %
(Persentase) Kursi
1. Partai Nasional Demokrat 50.295 6.74 4
2. Partai Kebangkitan Bangsa 48.020 6.44 4
3. Partai Keadilan Sejahtera 64.578 8.65 5
4. Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan
75.300 10.09 5
5. Partai Golongan Karya 133.609 17.90 9
6. Partai Gerakan Indonesia
Raya
92.063 12.34 6
7. Partai Demokrat 52.077 6.98 4
8. Partai Amanat Nasional 60.989 8.17 5
9. Partai Persatuan
Pembangunan
82.315 11.03 4
10. Partai Hati Nurani Rakyat 48.401 6.49 3
11. Partai Bulan Bintang 24.571 3.29 1
12. Partai Keadilan dan
Persatuan Indonesia
14.007 1.88 0
TOTAL 746.225 100.00 50
Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Serang, 2016
Berdasarkan tabel tersebut, dari 12 Partai Politik yang bersaing dalam
Pemilu Legislatif tahun 2014 terdapat 11 Partai Politik yang memperoleh
kursi di DPRD Kabupaten Serang. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
tidak memperoleh kursi, karena partai tersebut memperoleh suara sah terkecil
dibandingkan Partai Politik lainnya.
Dari perolehan suara hasil Pemilu Legislatif tahun 2014 kemudian
dijadikan acuan dalam perhitungan besaran bantuan yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah kepada Partai Politik di Kabupaten Serang. Bantuan yang
91
diberikan hanya Partai Politik yang memperoleh kursi di DPRD Kabupaten
Serang.
3) Rekapitulasi Perhitungan Bantuan Kepada Partai Politik Kabupaten
Serang Tahun 2015
Partai Politik yang memperoleh kursi legislatif pada Pemilu Legislatif
tahun 2014 dijadikan acuan oleh Pemerintah Daerah dalam menentukan
besaran bantuan keuangan yang diberikan kepada Partai Politik. Berdasarkan
Perda No. 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Poltik di
Kabupaten Serang Pasal 2 ayat (7) dalam menentukan besaran bantuan
ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Nilai Per Suara x Jumlah Perolehan Suara
Dari rumus tersebut maka dapat dikalkulasikan besaran bantuan
keuangan untuk setiap partai politik sebagai berikut:
92
Tabel 4.7
Rekapitulasi Perhitungan Bantuan Kepada Partai Politik Kabupaten Serang
No. Partai Politik
Besarnya Bantuan Keuangan yang
diberikan Kapada Partai Politik yang
Mendapatkan Kursi
(Hasil Pemilu 2014-2019)
1. Partai Nasional Demokrat 1,159 x 50,295 Suara = Rp 58,291,905
2. Partai Kebangkitan
Bangsa
1,159 x 48,020 Suara = Rp 55,655,180
3. Partai Keadilan Sejahtera 1,159 x 64,578 Suara = Rp 74,845,902
4. Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan
1,159 x 75,300 Suara = Rp 87,272,700
5. Partai Golongan Karya 1,159 x 133,609
Suara
= Rp 154,852,831
6. Partai Gerakan Indonesia
Raya
1,159 x 92,063 Suara = Rp 106,701,017
7. Partai Demokrat 1,159 x 52,077 Suara = Rp 60,357,243
8. Partai Amanat Nasional 1,159 x 60,989 Suara = Rp 70,686,251
9. Partai Persatuan
Pembangunan
1,159 x 82,315 Suara = Rp 95,403,085
10. Partai Hati Nurani Rakyat 1,159 x 48,401 Suara = Rp 56,096,759
11. Partai Bulan Bintang 1,159 x 24,571 Suara = Rp 28,477,789
Jumlah 732,218 Suara Rp 848,640,662
Sumber : Bagian Pemerintahan Umum Kabupaten Serang, 2016
Dari tabel tersebut, nilai per suara di Kabupaten Serang sebesar Rp.
1.159,- yang diberikan kepada Partai Politik yang hanya memperoleh kursi di
DPRD Kabupaten Serang. Jumlah bantuan keuangan terbesar diberikan
kepada Partai Golongan Karya sebesar Rp. 154.852.831,- bantuan keuangan
yang diberikan kepada Partai Politik digunakan untuk pendidikan politik dan
operasional sekretariat Partai Politik. Partai Golongan Karya memperoleh
suara terbanyak karena partai Golongan Karya mendominasi sejumlah Daerah
Pemilihan yang ada di Kabupaten Serang.
93
Table 4.8
Perolehan Suara Partai Politik Per Daerah Pemilihan
Pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2014
No. Nama Partai
Politik Dapil 1 Dapil 2 Dapil 3
Dapil
4
Dapil
5
1. Partai Nasional
Demokrat 10.795 12.803 6.354 11.574 8.769
2. Partai
Kebangkitan
Bangsa
9.120 8.951 15.116 6.500 8.333
3. Partai Keadilan
Sejahtera 13.102 9.967 9.677 14.470 17.362
4. Partai Demokrasi
Indonesia
Perjuangan
17.716 13.527 19.691 13.351 11.015
5. Partai Golongan
Karya 26.620 34.913 29.168 18.385 24.523
6. Partai Gerakan
Indonesia Raya 20.622 28.455 12.278 22.612 8.096
7. Partai Demokrat 14.352 8.984 6.519 10.900 11.322
8. Partai Amanat
Nasional 12.054 15.421 9.951 13.231 10.332
9. Partai Persatuan
Pembangunan 15.902 15.338 23.357 19.510 8.208
10. Partai Hati Nurani
Rakyat 9.848 6.911 12.334 11.645 7.663
11. Partai Bulan
Bintang 5.248 3.089 9.547 2.213 4.474
12. Partai Keadilan
dan Persatuan
Indonesia
2.295 4.779 865 4.527 1.541
Sumber : Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Serang, 2016
Dari data di atas menunjukkan bahwa Partai Golongan Karya
mendominasi suara dari 4 Dapil yaitu Dapil 1, Dapil 2, Dapil 3, dan Dapil 5.
Basis massa terbanyak Partai Golongan Karya berada di Dapil 2 dengan
jumlah sebanyak 34.913 jiwa yang meliputi Kecamatan Kragilan, Cikande,
Kibin, Kopo dan Jawilan dengan jumlah total DPT sebanyak 237.259 jiwa.
94
Sedangkan Dapil 4 yang meliputi Kecamatan Ciomas, Pabuaran,
Padarincang, Anyar, Cinangka, dan Mancak didominasi oleh basis massa dari
Partai Gerakan Indonesia Raya sebanyak 22.612 jiwa dari jumlah DPT
sebanyak 230.168 jiwa.
4) Tim Verifikasi Kelengkapan Administrasi Pengajuan Permohonan
Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik Kabupaten Serang Tahun
2014
Dalam menjalankan kebijakan bantuan keuangan kepada partai politik
Bupati dibantu oleh tim khusus untuk melakukan verifikasi kelengkapan
administrasi pengajuan permohonan bantuan keuangan kepada partai politik,
tim tersebut kemudian diatur di dalam Keputusan Bupati Serang Nomor:
978/Kep.49-Huk.Org/2014 tentang Pembentukan Tim Verifikasi
Kelengkapan Administrasi Pengajuan Permohonan Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik Kabupaten Serang Tahun Anggaran 2014.
Adapun susunan tim sebagaimana yang dimaksud dalam Keputusan
Bupati Serang Nomor: 978/Kep.49-Huk.Org/2014 adalah sebagai berikut:
Pembina :
1) Bupati Serang;
2) Wakil Bupati Serang.
Pengarah : Sekertaris Daerah Kabupaten Serang
Ketua : Asisten Bidang Administrasi Pemerintah Setda Kabupaten
Serang
Wakil Ketua : Kepala Bagian Pemerintahan Umum Setda Kabupaten
Serang
Sekretaris : Kepala Sub Bagian Kesatuan Bangsa dan Bina Perangkat
Kecamatan pada Bagian Pemerintahan Umum Setda Kabupaten Serang
95
Anggota :
1. Asisten Bidang Administrasi Pembangunan Setda Kabupaten Serang;
2. Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Kabupaten Serang;
3. Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Serang;
4. Kepala Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten
Serang;
5. Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Serang;
6. Kepala Bagian Organisasi Setda Kabupaten Serang.
Tugas pokok tim sebagaimana yang dimaksud dalam Keputusan
Bupati Serang Nomor: 978/Kep.49-Huk.Org/2014 adalah sebagai berikut:
1. Menerima dan melaksanakan verifikasi kelengkapan administrasi
permohonan bantuan keuangan dari partai politik Kabupaten Serang;
2. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait;
3. Membuat dan menandatangani berita acara hasil verifikasi kelengkapan
administrasi permohonan bantuan keuangan partai politik Kabupaten
Serang; dan
4. Melaporkan pelaksanaan kegiatan kepada Bupati.
Dalam rangka kelancaran pelaksanaan kegiatan tim dibantu oleh
Sekretariat yang bertempat di Bagian Pemerintahan Umum Setda Kabupaten
Serang, yang beranggotakan sebagai berikut:
1. Kepala Sub Bidang Bina Pemerintahan Daerah pada Bagian
Pemerintahan Umum Setda Kabupaten Serang;
2. Kepala Sub Bagian Bina Administrasi Pertanahan pada Bagian
Pemerintahan Umum Setda Kabupaten Serang;
3. Kepala Sub Bagian Perundang-undangan pada Bagian Hukum Setda
Kabupaten Serang;
4. Kepala Sub Bagian Ketatalaksanaan pada Bagian Organisasi Setda
Kabupaten Serang;
5. 6 (enam) orang pelaksana pada Bagian Pemerintahan Umum Setda
Kabupaten Serang;
6. 2 (dua) orang pelaksana pada Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda
Kabupaten Serang;
7. 1 (satu) orang pelaksana pada Bagian Anggaran dan Pembendaharaan
Setda Kabupaten Serang; dan
8. 3 (tiga) orang pelaksana pada Bagian Umum Setda Kabupaten Serang.
96
Tugas pokok Sekretariat sebagaimana yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Memfasilitasi pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi
permohonan bantuan keuangan partai politik Kabupaten Serang;
2. Membantu memverifikasi kelengkapan administrasi permohonan bantuan
keuangan partai politik Kabupaten Serang; dan
3. Membantu tim membuat berita acara hasil verifikasi kelengkapan
administrasi permohonan bantuan keuangan partai politik Kabupaten
Serang.
4.2.2 Daftar Informan Penelitian
Pada penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten
Serang No. 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik
di Kabupaten Serang, peneliti menggunakan teknik purposive, yaitu dipilih
dengan pertimbangan dan tujuan tertentu yang memahami fokus penelitian.
Adapun yang menjadi indikator peneliti dalam memilih informan meliputi
aspek: latar (setting), para pelaku (actor), peristiwa-peristiwa (event), dan
proses (process). (Spradley dalam Sugiyono, 2005: 146, Garna, 1999:67)
Pada penelitian ini, penentuan informan dibagi menjadi dua yaitu key
informan dan secondary informan. Key informan sebagai informan utama
yang lebih mengetahui situasi fokus penelitian, sedangkan secondary
informan sebagai informan penunjang dalam memberikan penambahan
informasi.
Informan dalam penelitian ini adalah semua pihak, baik aparatur
pelaksana kebijakan program dan pihak-pihak lain yang terlibat. Aparatur
pelaksana sebagai key informan adalah Kepala Sub Bagian Kesatuan Bangsa
dan Bina Perangkat Kecamatan Setda Kabupaten Serang dan Pelaksana Sub
97
Bagian Perundang-undangan Bagian Hukum Sekertariat Daerah Kabupaten
Serang. Adapun pihak yang menerima kebijakan sebagai key informan
adalah Sekertaris Partai Politik dari 8 Partai Politik yang memperoleh kursi di
DPRD Kabupaten Serang. Pihak lain yang terlibat sebagai secondary
informan adalah Tokoh Masyarakat.
98
Tabel 4.9
Daftar Informan
Kode
Informan
Nama
Informan Jabatan/Pekerjaan Keterangan
I1 Dra. Parida, M.Si
Kasubag Kesatuan
Bangsa dan Bina
Perangkat Kecamatan
Setda Kab. Serang
Key
Informan
I2 Mastur, SH
Pelaksana Subbag
Perundang-undangan
Bagian Hukum Setda
Kab. Serang
Key
Informan
I3 Benni Wahyu Wakil Sekertaris Partai
Demokrat
Key
Informan
I4 Iip Fahrudin Wakil Sekertaris Partai
Gerakan Indonesia Raya
Key
Informan
I5 Ahmad Jubaedi, S.Sy Wakil Sekertaris Partai
Hati Nurani Rakyat
Key
Informan
I6 Suryanto Staff Partai Partai
Keadilan Sejahtera
Key
Informan
I7 Nurpan Sekertaris Partai
Kebangkitan Bangsa
Key
Informan
I8 H. Hikayat, S.Pd Sekertaris Partai
Persatuan Pembangunan
Key
Informan
I9 Jaenudin, SH., M.Si
Ketua Dewan Pimpinan
Daerah Partai Amanat
Nasional
Key
Informan
I10 M. Hamdan Suhaemi, S.Pd
Wakil Ketua Bidang
Politik Pemerintahan
Partai Nasional
Demokrat
Key
Informan
I11 H.Embay Mulya Syarif
Mantan Ketua Kamar
Dagang dan Industri
(Kadin) Kabupaten
Serang
(Tokoh Masyarakat)
Secondary
Informan
I12 H.Matin Syarkowi
Ulama/Kyai di
Kabupaten Serang
(Tokoh Masyarakat)
Secondary
Informan
Sumber : Peneliti, 2016
99
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian ini berisi hasil analisis peneliti berdasarkan data-
data dan fakta yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan
dengan teori yang peneliti gunakan yaitu menggunakan teori Evaluasi Sistem
Analisis menurut Bartaalanffy (dalam Wirawan 2011: 109-110).
Dalam teori Evaluasi Sistem Analisis Bartaalanffy (dalam Wirawan 2011:
109-110), terdapat empat jenis evaluasi yaitu:
6. Evaluasi masukan (Input evaluation)
Tujuan dari evaluasi masukan adalah untuk menjaring, menganalisis, dan
menilai kecukupan kuantitas dan kualitas masukan yang diperlukan untuk
merencanakan dan melaksanakan kebijakan atau program.
7. Evaluasi proses (Process evaluation)
Evaluasi proses memfokuskan pada pelaksanaan program dan sering
menyediakan informasi mengenai kemungkinan program diperbaiki.
Evaluasi ini merupakan evaluasi yang formatif yang berupaya mencari
jawaban atas pertanyaan sebagai berikut: Apakah standar prosedur operasi
perlu diubah? Apakah proses kebijakan atau program mencapai tujuannya?
Apakah semua faktor masukan dan proses berhasil bersinergi dan
menghasilkan nilai tambah yang diharapkan? Evaluasi proses merupakan
katalis untuk pembelajaran dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
8. Evaluasi keluaran (Output evaluation)
Evaluasi keluaran mengukur dan menilai keluaran dari pada program,
yaitu produk yang dihasilkan program.
100
9. Evaluasi akibat (Outcome evaluation)
Evaluasi akibat bertujuan untuk menilai efektivitas dari kebijakan atau
program.
10. Evaluasi pengaruh (Impact evaluation)
Evaluasi pengaruh menilai perubahan yang terjadi terhadap klien atau para
pemangku kepentingan sebagai akibat dari intervensi yang dilakukan
kebijakan atau program. Evaluasi ini mengukur pengaruh program sebagai
hasil program dalam jangka panjang.
Dari 5 (lima) jenis Evaluasi Sistem Analisis Bartaalanffy, Peneliti hanya
memilih 2 (dua) dari 5 (lima) jenis yang ada, yaitu Evaluasi proses (Process
evaluation) dan Evaluasi pengaruh (Impact evaluation). 2 (dua) jenis evaluasi ini
dipilih karena peneliti menganggap bahwa 2 (dua) jenis evaluasi ini cocok
digunakan sebagai indikator dalam mengevaluasi kebijakan tentang bantuan
keuangan kepada partai politik di Kabupaten Serang.
4.3.1 Evaluasi Proses (Process evaluation)
Evaluasi proses memfokuskan pada pelaksanaan program dan sering
menyediakan informasi mengenai kemungkinan program diperbaiki. Evaluasi
ini merupakan evaluasi yang formatif yang berupaya mencari jawaban atas
pertanyaan yang berkaitan dengan proses dari pelaksanaan kegiatan.
Pada penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten
Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik di Kabupaten Serang, peneliti menemukan beberapa temuan yang bisa
101
menjadi bahan untuk dievaluasi pada indikator evaluasi proses dari
Bartaalanffy antara lain:
1. Metode perhitungan besaran bantuan tidak banyak dipahami oleh
partai politik
Dalam menentukan besaran bantuan yang diberikan kepada partai
politik menggunakan metode perhitungan besaran yang telah di atur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2014.
Pada Permendagri tersebut, sudah jelas bahwa rumus dalam menentukan nilai
bantuan dijelaskan pada Permendagri Nomor 77 Tahun 2014 pasal 9, ayat (1)
dan (2) yang berbunyi:
1) Besaran nilai bantuan persuara yang mendapatkan kursi di DPRD
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan Pasal
3 ayat (3) berdasarkan pada hasil perhitungan jumlah bantuan keuangan
APBD kebupaten/kota tahun anggaran sebelumnya dibagi dengan jumlah
perolehan suara pada hasil Pemilu DPRD kabupaten/kota bagi Partai
Politik yang mendapatkan kursi periode sebelumnya.
2) Perhitungan besaran nilai bantuan persuara sebagaimana dimaksud ayat
(1) sebagai berikut:
a. Untuk periode pemilu 2009-2014 bagi partai politik yang mendapatkan
kursi di DPRD kabupaten/kota adalah jumlah bantuan APBD
kabupaten/kota tahun anggaran 2008 dibagi dengan jumlah perolehan
suara yang mendapatkan kursi di DPRD kabupaten/kota periode 2004;
b. Untuk periode pemilu 2014-2019 bagi partai politik yang mendapatkan
kursi di DPRD kabupaten/kota adalah jumlah bantuan APBD
kabupaten/kota tahun anggaran 2013 dibagi dengan jumlah perolehan
suara yang mendapatkan kursi di DPRD kabupaten/kota periode 2009;
c. Untuk periode pemilu berikutnya bagi partai politik yang mendapatkan
kursi di DPRD kabupaten/kota adalah jumlah bantuan APBD
kabupaten/kota tahun anggaran sebelumnya dibagi dengan jumlah
perolehan suara yang mendapatkan kursi di DPRD kabupaten/kota
periode sebelumnya.
Dari rumusan yang telah di atur tersebut terkesan matematis yang sulit
untuk dipahami oleh nalar umum. Hal ini pun diperkuat oleh pernyataan Ibu
102
Parida selaku Kasubag Kesatuan Bangsa dan Bina Perangkat Kecamatan
Sekertariat Daerah Kabupaten Serang sebagai berikut:
“rata-rata mereka (partai politik) kurang begitu paham, mereka hanya
memahami besarannya saja yang diberikan kepada partai pada tahun
ini.” (Wawancara dengan Ibu Parida pada tanggal 26 Agustus 2016,
Pukul 10.15 WIB di Ruang Bagian Pemerintahan Umum)
Pernyataan ini menjelaskan bahwa selama ini partai politik tidak
memahami secara mendalam mengapa nilai bantuan yang diberikan 1.159 per
suara di Kabupaten Serang. Serupa dengan pernyataan Ibu Parida, Bapak
Hikayat selaku Sekertaris Partai Persatuan Pembangunan Kebupaten Serang
mengatakan bahwa:
“Yang kami ketahui dana itu bersumber dari APBD Kabupaten
Serang, tapi untuk rumusan itu sudah ditentukan dari Kesbang. Jadi
secara rincinya kami tidak begitu paham jelas mengapa bisa ketemu
angka 1000an per suara. Yang kami tahu berdasarkan hasil bimtek
hanya jumlah besaran bantuan yang diberikan.” (Wawancara dengan
Bapak Hikayat pada tanggal 26 Agustus 2016, Pukul 13.00 WIB di
Ruang Fraksi PPP)
Dari penyataan tersebut menjelaskan bahwa apa yang dikatakan oleh
Ibu Parida dengan Bapak Hikayat ini sanada, artinya dalam rumusan dalam
menentukan nilai bantuan yang diberikan kepada partai politik tidak dipahami
oleh partai politik. mereka hanya memahami besaran bantuan yang diberikan
saja. Maka tidak heran kalau banyak partai merasa iri dengan kabupaten/kota
di provinsi Banten. Bapak Ahmad selaku wakil sekertaris Partai Hati Nurani
Rakyat Kabupaten Serang yang berpendapat sebagai berikut:
“Di Tangerang saja dengan penduduk banyak, bantuannya sudah
3000an per suara, karena mereka pemerintahnya melihat dari PAD
yang ada. PAD yang ada di kabupaten tangerang kata partai Hanura di
103
sana sangat luar biasa. Berkaca dari itu PAD kebupaten serang juga
luar biasa, tapi ko bantuannya tidak menyesuaikan dengan PAD yang
ada.” (Wawancara dengan Bapak Ahmad pada tanggal 26 Agustus
2016, Pukul 16.00 WIB di Ruang Fraksi Hanura)
Dari pendapat di atas menjelaskan bahwa nilai bantuan di
kabupaten/kota di provinsi Banten saja nilai bantuannya di atas 2000, seperti
contoh di Kabupaten Lebak yang nilai persuaranya saja 2.062 dan Kabupaten
Tangerang di atas 3000 persuara, sedangakan dengan jumlah yang
pendudukan yang banyak saja kabupaten tersebut bantuan keuangan kepada
partai politik banyak, berbanding jauh dengan Kabupaten Serang yang nilai
bantuannya saja hanya 1.159 dengan jumlah penduduk yang sama banyaknya
dengan Kabupaten Tangerang dan Lebak.
Dengan rumus menentukan nilai besaran bantuan yang sama, akan
tetapi nilai bantuannya berbeda. Hal ini pun yang menumbulkan tanya besar
bagi para partai politik. seharusnya nilai bantuannya tidak berbeda secara
signifikan, karena kalau kita liat dari APBD Kabupaten Serang lebih dari Rp.
2.890.679.766.360,00 dan PAD Kabupaten Serang sebesar Rp.
570.650.309.031,00 pada tahun 2016. Melihat APBD dan PAD Kabupaten
Serang yang ada saat ini, partai politik menganggap hal itu pun seharusnya
bisa meningkatkan nilai bantuan yang diberikan kepada partai politik. Nilai
bantuan yang diberikan pada periode sebelumnya dengan nilai bantuan pada
periode selanjutnya seharusnya berbeda, karena nilai uang pun berbeda yang
dipengaruhi oleh inflasi yang ada di Indonesia.
104
2. Partai politik sulit berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan
terkait Laporan Pertanggungjawaban kegiatan
Masalah konsultasi juga menjadi salah satu hambatan yang sering
dihadapi oleh partai politik di Kabupaten Serang. Konsultasi ini terkait
dengan laporan pertanggungjawaban kegiatan yang dilakukan oleh partai
politik. Hal ini pun telah disampaikan kepada Pemum pada Bimbingan
Teknis yang dilaksanakan Pemum pada hari Kamis tanggal 25 Agustus 2016
di Aula Setda Kabupaten Serang, Ibu Parida mengatakan sebagai berikut:
“Selain itu juga mereka (partai politik) kesulitan dalam melakukan
konsultasi dengan BPK terkait dengan laporan pertanggungjawaban
kegiatan partai yang harus sesuai dengan aturannya.” (Wawancara
dengan Ibu Parida pada tanggal 26 Agustus 2016, Pukul 10.15 WIB di
Ruang Bagian Pemerintahan Umum)
Dari pernyatakaan di atas, diakui memang oleh Pemda selama ini
partai politik mengeluhkan mengenai konsultasi partai politik dengan BPK
terkait laporan pertanggungjawaban kegiatan. Pendapat tersebut kemudian
diperkuat oleh Bapak Benni selaku Wakil Sekertaris Partai Demokrat yang
mengatakan:
“Dalam proses pembuatan laporan pertanggungjawaban kegiatan
partai kami sering mengalami kesulitan dalam melakukan konsultasi
dengan BPK. Sehingga kita sering kali ada redaksi yang dalam
pelaporan seperti Rapat Konsolidasi partai harus menggunakan bahasa
Sarasehan diawalnya jadi Saresehan Rapat Konsolidasi partai. Bahasa
laporan itu harus sesuai dengan permendagri” (Wawancara dengan
Bapak Benni pada tanggal 5 September 2016, Pukul 14.25 WIB, di
Ruang Fraksi Demokrat)
Dari penyataaan Bapak Benni tersebut, memang diakui oleh partai
politik masalah konsultasi sering menjadi hambatan bagi partai politik
105
terutama dalam hal pembuatan laporan pertanggungjawaban kegiatan partai
politik, karena apabila salah dalam bahasa laporan saja akan menjadi temuan
bagi BPK terhadap partai politik yang laporan kegiatannya tidak sesuai
dengan aturan yang ada, sekalipun itu hanya bahasa.
Pendapat lainnya kemudian disampaikan oleh Bapak Hamdan selaku
wakil ketua bidang politik pemerintahan Dewan Pimpinan Daerah Partai
Nasional Demokrat (Nasdem) Kabupaten Serang yang mengatakan:
“Kami partai baru yang di Kabupaten Serang yang mendapatkan dana
banpol, permasalahan konsultasi dengan BPK juga menjadi
penghambat kami dalam membuat laporan kegiatan partai. Sedikit
dilema juga karena BPK kan lembaga independen, takutnya kita ingin
konsultasi terkait laporan kegiatan partai justru dianggap kami
melakukan intervensi kepada BPK dalam melakukan pemeriksaan
keuangan partai. Padahal konsultasi yang kami lakukan ini kan tujuan
agar laporannya sesuai aturan dan nantinya tidak ada temuan dari
BPK.” (Wawancara dengan Bapak Hamdan pada tanggal 29 Agustus
2016, Pukul 11.00 WIB di Ruang Fraksi Nasdem)
Dari kutipan wawancara di atas, kendala konsultasi dengan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Banten seringkali dihadapi oleh partai
politik. Satu sisi konsultasi ini akan dianggap negatif ketika publik
menganggap konsultasi yang dilakukan oleh partai politik merupakan salah
satu tindakan mengintervensi BPK dalam melakukan pemeriksaan laporan
pertanggungjawaban kegiatan partai politik agar hasil pemeriksaan laporan
tersebut tidak terdapat temuan. Namun satu sisi lainnya konsultasi ini sangat
dibutuhkan oleh partai politik dalam membuat laporan pertanggungjawaban
kegiatan partai agar laporan tersebut sesuai dengan aturan dan nantinya tidak
terdapat temuan yang ditemukan oleh BPK.
106
3. Kurangnya kegiatan pendidikan politik untuk masyarakat oleh partai
politik
Penggunaan bantuan keuangan kepada partai politik sebagaimana
yang telah diatur dalam Perda Nomor 12 Tahun 2009 pada Pasal 6 yaitu
Bantuan keuangan kepada Partai Politik digunakan sebagai dana penunjang
kegiatan pendidikan politik dan operasional sekretariat Partai Politik. Jika
melihat aturan tersebut memang sacara keseluruhan partai politik di
Kabupaten Serang telah melakukan pendidikan politik akan tetapi pendidikan
politik yang dilakukan bersifat internal, hal ini sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh Ibu Parida sebagai berikut:
“Jika dikatakan sesuai sih sesuai 60% untuk kegiatan pendidikan
politik, akan tetapi kegiatan partai politik selama ini berisifat internal,
artinya kegiatan partai politik selama ini digunakan untuk penguatan
politik kader partai saja. Tidak ada kegiatan politik yang umum untuk
kemasyarakatan, seperti seminar politik dan lain-lain. Bahkan waktu
itu kan partai Nasdem baru pertama kali masuk legislatif dan
mendapatkan bantuan keuangan kepada partai politik, proposal
pengajuan bantuannya tidak 60 % untuk pendidikan politik, itu wajar
sih kan namanya juga partai baru tapi kami sudah ingatkan itu ke
partai Nasdem agar mengikuti aturan yang ada.” (Wawancara dengan
Ibu Parida pada tanggal 26 Agustus 2016, Pukul 10.15 WIB di Ruang
Bagian Pemerintahan Umum)
Dari penyataan di atas menjelaskan bahwa dari kegiatan pendidikan
politik yang dilakukan oleh partai politik selama ini banyak digunakan dalam
pendidikan politik kader partai politik saja. Persentase penggunaan anggaran
pendidikan politik telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2014 pasal 24 ayat (2) yang berbunyi:
Penggunaan untuk pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit 60% dari besaran bantuan. Dari pasal tersebut maka sudah jelas
107
pendidikan politik dipergunakan sebanyak 60% untuk pendidikan politik.
Akan tetapi aturan tersebut memiliki kelemahan karena pendidikan politik
yang dilakukan tidak mengatur apakah pendidikan politik digunakan untuk
masyarakat atau hanya untuk internal partai politik saja. Kecenderungan
bantuan keuangan yang ada digunakan oleh partai politik untuk pendidikan
politik internal partai politik, bukan masyarakat secara umum. Hal ini pun
kemudian diperkuat oleh pendapat dari Bapak H.Embay yang mengatakan:
“Selama ini masyarakat tidak merasakan manfaatnya dari bantuan
partai, karena kita bisa lihat sendiri kegiatan rutin pendidikan politik
dari partai politik kepada masyarakat saja sangat jarang bahkan tidak
ada. Jadi wajar kalau sampai masyarakat tidak paham itu politik.”
(Wawancara dengan Bapak H.Embay pada tanggal 1 Juni 2016, Pukul
16.20 WIB di Kediaman Bapak H.Embay)
Dari penyataan di atas, Bapak H.Embay selaku tokoh masyarakat pun
merasa kalau selama ini pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik
kepada masyarakat sangat jarang dilakukan. Kegiatan pendidikan yang jarang
dilakukan ini pun mengakibatkan rendahnya partisipasi politik masyarakat.1
Kegiatan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik
memprioritas pada pendidikan politik kader partai politik saja, hal ini sesuai
dengan pendapat Bapak Nurpan selaku Sekertaris Partai Kebangkitan Bangsa
Kabupaten Serang yang mengatakan:
“Kalau kami dari PAN prioritaskan untuk kader kita mulai dari tingkat
ranting. Untuk masyarakat umum sulit karena tadi yang saya bilang
dana yang diberikan tidak seimbang dengan kegiatan yang harus kita
laksanakan. Saya yakin semua partai kalau melakukan pendidikan
1 H. Embay Mulya Syarif, tokoh pembentukan Provinsi Banten. Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) Kabupaten Serang. Memiliki sejumlah binaan kelompok masyarakat di Kecamatan Padarincang. Saat
ini merupakan salah satu bakal calon Wakil Gubernur Banten yang akan mengikuti Pemilihan Umum Kepala
Daerah (Pilkada) Serentak pada tahun 2017.
108
politik untuk semua masyarakat kabupaten serang tidak akan mampu.
Disamping biaya juga akan memakan waktu banyak.” (Wawancara
dengan Bapak Nurpan pada tanggal 26 Agustus 2016, Pukul 14.00
WIB di Ruang Fraksi PKB)
Dari pendapat diatas, menjelaskan bahwa kegiatan pendidikan politik
yang dilakukan oleh partai politik diprioritaskan untuk kegiatan pendidikan
politik kader saja Hal tersebut bukan tanpa alasan, Bapak Suryanto selaku
staff Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Serang mengatakan:
“Tidak semua masyarakat bisa terjangkau oleh kegiatan partai, seperti
di kecamatan Bandung Bobokan dan Gunungsari, ke tempatnya saja
jauh dan butuh transportasi juga. Kegiatan partai paling mentok juga
mengjangkau wilayah yang tidak jauh dari pusat kecamatan saja.”
(Wawancara dengan Bapak Suryanto pada tanggal 26 Agustus 2016,
Pukul 17.00 WIB di Sekertariat PKS Kabupaten Serang)
Alasan jarak juga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan partai
dalam melaksanakan pendidikan politik kepada masyarakat di Kabupaten
Serang. Alasan lainnya kemudian disampaikan oleh Bapak Jaenudin selaku
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten
Serang mengatakan bahwa:
“Sedangkan masyarakat tuntutannya kepada partai jangan kegiatannya
saat pileg saja, tapi kegiatannya harus rutin untuk bagaimana
memberikan pencerdasan politik masyarakat. Bagaimana kegiatannya
rutin kepada masyarakat kalau support dananya saja minim, kita juga
menjadi beban partai untuk mencarinya. Sedangkan kita juga harus
membiayai staf partai dan lainnya. seperti PAN saja dana pembinaan
dari banpol itu hanya 69 juta, bagi kita dana 69 juta itu untuk kegiatan
satu bulan saja” (Wawancara dengan Bapak Nurpan pada tanggal 29
Agustus 2016, Pukul 09.00 WIB di Ruang Fraksi PAN)
Dari pendapat di atas menjelaskan bahwa dana bantuan yang minim
merupakan salah satu alasan mengapa pendidikan politik kepada masyarakat
109
jarang untuk dilakukan kepada masyarakat. Padahal sudah jelas pada
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik Pasal 11 ayat (1)
menjelaskan bahwa fungsi dari partai politik adalah sebagai berikut:
6. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga
negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
7. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
8. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
9. Partisipasi politik warga negara; dan
10. Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan
gender.
Melihat dari kenyataan yang ada jika dikaitkan dengan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008, partai politik tidak menjalankan fungsi partai
politik sebagaimana mestinya. Pendidikan politik partai politik bukan sekedar
untuk kader partai politik dan penguatan politik partai saja, melainkan
kegiatan partai politik juga harus bisa memperkuat politik masyarakat juga
agar nantinya masyarakat sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kurangnya kegiatan pendidikan politik kepada masyarakat yang
dilakukan oleh partai politik tersebut tidak diimbangi oleh sanksi yang tegas
dari Permendagri maupun Perda terkait. Hal ini pun diperkuat dari perkataan
Ibu Parida yang mengatakan:
“Berdasarkan laporan kegiatan yang dibuat oleh partai politik,
memang kegiatannya lebih banyak kepada kadernya atau internal
partai saja. Kami selalu memberikan masukan kepada partai politik
agar kegiatan pendidikan politik juga melibatkan masyarakat umum.
Karena ini hanya bersifat masukan, selebihnya partai yang
menimbang untuk siapa kegiatan pendidikan politik itu dilaksanakan.
110
Walaupun dana banpol itu digunakan untuk kader partai politik, secara
aturan tidak melanggar dan kami pun tidak bisa memberikan sanksi
pemberhentian banpol itu, terkecuali partai tidak membuat laporan
pertanggungjawaban kegiatan partai politik atau persyaratan
administrasi partai politik tidak lengkap.” (Wawancara dengan Ibu
Parida pada tanggal 26 Agustus 2016, Pukul 10.15 WIB di Ruang
Bagian Pemerintahan Umum)
Dari kutipan wawancara di atas, menguatkan bahwa pendidikan
politik yang dilakukan oleh partai politik hanya digunakan kepada kader
partai saja secara aturan tidak melanggar dan tidak bisa diberikan sanksi
teguran maupun pemberhentian bantuan keuangan kepada partai politik.
Dalam Permendagri Nomor 77 Tahun 2014 dan Perda Kabupaten Serang
Nomor 12 Tahun 2009 tidak diatur secara jelas sasaran dari adanya kegiatan
pendidikan politik itu kepada siapa. Sehingga wajar ketika partai politik di
Kabupaten Serang memprioritaskan bantuan keuangan kepada partai politik
tersebut digunakan untuk kader partai politik.
4. Partai politik yang tidak transparan dan akuntabel
Permasalahan mengenai akuntabilitas dan transparansi merupakan hal
yang sering kita jumpai dalam penelitian. Akuntabilitas merupakan kewajiban
untuk memberikan pertanggunjawaban atau menjawab dan menerangkan
kinerja atas tindakan seseorang atau badan hukum/pimpinan suatu organisasi
kepada pihak yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta keterangan
atau pertanggungjawaban. Sedangkan transparansi merupakan komitmen
yang dimiliki oleh individu atau lembaga untuk senantiasa melakukan
111
keterbukaan informasi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban kepada
publik.
Permasalahan akuntabilitas dan transparansi peneliti temukan dalam
penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang No. 12
Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten
Serang. Permasalahan Akuntabilitas dan transparansi pun terlihat saat peneliti
ingin meminta informasi kepada anggota partai politik dari Partai Golongan
Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Penjuangan (PDI P), dan Partai
Bulan Bintang (PBB) yang sulit dimintai keterangan dan dihubungi oleh
peneliti. Ketika peneliti meninjau langsung ke Sekertariat partai pun tidak ada
orang, seperti sekertaris partai maupun ketuanya. Ini pun sesuai dengan apa
yang dikemukakan oleh Agustino (2006: 194-197) terdapat beberapa
kendala/permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi kebijakan publik salah
satunya yaitu Penolakan pejabat kantor (official resistence). Permasalahan
akan muncul apabila pejabat instansi tidak memperhatikan konsekuensi
politik yang terjadi dalam evaluasi. Hal ini terjadi jika hasil tidak
„menyenangkan‟ berdasarkan pandangan mereka. Akibatnya pejabat dapat
menganggap kecil atau meremehkan studi evaluasi, menolak akses data, atau
tidak mengeluarkan kebijakan baru guna perbaikan. Penolakan dalam
memberikan informasi ini mengakibatkan partai politik dianggapan tidak
akuntabilitas dan transparansi.
Partai politik tidak akuntabel dan transparan pun dirasakan oleh
masyarakat, Bapak H.Matin selaku tokoh masyarakat mengatakan bahwa:
112
“Sama sekali tidak ada transparansi dari partai terkait bantuan yang
diberikan kepada partai politik. kami tidak tahu dipergunakan untuk
apa saja itu bantuan yang diberikan, karena memang kegiatan yang
dilakukan kepada masyarakat dalam hal pendidikan politik juga
minim.” (Wawancara dengan Bapak H.Matin pada tanggal 27 Juni
2016, Pukul 15.25 WIB, di Hotel Ledian)
Dari pendapat di atas, masyarakat pun memang merasa partai politik
tidak akuntabel dan transparan terkait bantuan keuangan kepada partai
politik.2 Informasi lainnya kemudian diperkuat dari penyataan Bapak Hamdan
selaku wakil ketua bidang politik pemerintahan Dewan Pimpinan Daerah
Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Kabupaten Serang mengatakan:
“Lpj itu kita partai Nasdem selalu melaporkan ke DPW, Pemum,
BPK, dan KPUD Serang.” (Wawancara dengan Bapak Hamdan pada
tanggal 29 Agustus 2016, Pukul 11.00 WIB di Ruang Fraksi Nasdem)
Pendapat ini pun senada dengan pernyatan dari Bapak Jaenudin selaku
ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten
Serang yang mengatakan:
“Untuk pelaporan sendiri kita di PAN mempunyai audit internal
sehingga semua laporan kegiatan di laporkan kepada struktur kita.
Untuk ke Pemda sendiri, laporan yang kami buat hanya laporan dari
banpol yang 69 juta” (Wawancara dengan Bapak Jaenudin pada
tanggal 29 Agustus 2016, Pukul 09.00 WIB di Ruang Fraksi PAN)
Dari kedua informasi di atas, terlihat bahwa akuntabilitas dan
transparansi partai politik yang dilakukan merupakan akuntabilitas vertikal,
dimana akuntabilitas yang dilakukan hanya dilaporkan kepada tingkatan
2 H. Matin Syarkowi, seorang praktisi dalam bidang agama dan politik pemerintahan. Menjabat sebagai
Ketua Pengurus Cabang Nahdatul Ulama Serang dan Ketua Majelis Pesantren Salafiyah (MPS) Provinsi
Banten.
113
strukural diatasnya yaitu pemerintah dan bahkan laporan bantuan keuangan
dari pemerintah hanya diketahui oleh pejabat struktural partai saja. Partai
politik tidak melakukan akuntabilitas horizontal dimana akuntabilitas yang
dilakukan partai politik tidak dilaporkan kepada anggota partai biasa. Bahkan
di sekertariat partai politik pun minim sekali informasi mengenai bantuan
keuangan yang tidak dipasang pada papan informasi partai politik.
Dari segi transparansi partai politik pun telah melanggar dari
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 pasal 10 ayat (3)
yang berbunyi: Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terbuka untuk diketahui masyarakat. Pasal tersebut tidak
dilaksanakan dengan baik oleh partai politik, hal ini terlihat dari sulitnya
peneliti mengetahui dokumen laporan kegiatan partai politik yang
menggunakan dana bantuan keuangan yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APDB) Kabupaten Serang.
5. Ketidaksesuaian Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12
Tahun 2009 dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77
Tahun 2014
Terdapat ketidaksesuaian antar Peraturan Daerah Kabupaten Serang
No. 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di
Kabupaten Serang dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 77 Tahun 2014 Tentang Pedoman Tata Cara Perhitungan,
Penganggaran dalam APBD, dan Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran,
dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai
114
Politik, yaitu tidak adanya unsur Inspektorat Kabupaten dalam Tim Verifikasi
kelengkapan administrasi bantuan keuangan partai politik di Kabupaten
Serang. Padahal sudah jelas Pasal 19 ayat (3) Permendagri Nomor 77 Tahun
2014 berbunyi:
“Keanggotaan Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari unsur Kapala Badan/Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
kabupaten/kota, bagian hukum sekertariat kabupaten/kota,
dinas/bagian keuangan kabupaten/kota, inspektorat kabupaten/kota,
Komisi Pemilihan Umum kabupaten/kota.”
Pada kenyataannya hal ini tidak sesuai. Keputusan Bupati Serang
Nomor: 978/Kep.49-Huk.Org/2014 tentang Tim Verifikasi kelengkapan
administrasi yang bantuan keuangan partai politik di Kabupaten Serang tidak
menyebutkan bahwa unsur Inspektorat Kabupaten merupakan anggota dari
Tim Verifikasi. Adapun susunan keanggotaan dari Tim Verifikasi yang
tercantum dalam Keputusan Bupati Serang Nomor: 978/Kep.49-
Huk.Org/2014 adalah sebagai berikut:
Pembina :
1. Bupati Serang;
2. Wakil Bupati Serang.
Pengarah : Sekertaris Daerah Kabupaten Serang
Ketua : Asisten Bidang Administrasi Pemerintah Setda Kabupaten
Serang
Wakil Ketua : Kepala Bagian Pemerintahan Umum Setda Kabupaten
Serang
Sekretaris : Kepala Sub Bagian Kesatuan Bangsa dan Bina Perangkat
Kecamatan pada Bagian Pemerintahan Umum Setda Kabupaten Serang
Anggota :
1. Asisten Bidang Administrasi Pembangunan Setda Kabupaten Serang;
115
2. Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Kabupaten Serang;
3. Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Serang;
4. Kepala Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Serang;
5. Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Serang;
6. Kepala Bagian Organisasi Setda Kabupaten Serang.
Melihat hal tersebut yang tidak sesuai, kemudian peneliti meminta
informasi dari Bapak Mastur selaku staff Bagian Hukum Sekertariat Daerah
Kabupaten Serang yang mengatakan:
“Memang SK itu mengacu dari aturan yang lama. Jadi Inpektorat
tidak dimasukkan ke dalam Tim Verifikasi. Pada Permendagri Nomor
24 Tahun 2009 tidak menyebutkan kalau Inspektorat merupakan
bagian dari Tim Verifikasi untuk bantuan keuangan partai politik.”
(Wawancara dengan Bapak Mastur pada tanggal 5 September 2016,
Pukul 10.00 WIB di Bagian Hukum Sekertariat Daerah Kabupaten
Serang)
Dari pendapat di atas, menunjukan bahwa Keputusan Bupati
mengenai Tim Verifikasi kelengkapan administrasi bantuan keuangan partai
politik di Kabupaten Serang masih mengacu pada aturan yang lama yaitu
Permendagri Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Pedoman Tata Cara
Perhitungan, Penganggaran Dalam APBD, Pengajuan, Penyaluran, dan
Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik
Pasal 17 ayat (2) dan (3) yang berbunyi:
(2) Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai Kepala
Badan/Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik atau sebutan lainnya.
(3) Keanggotaan Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota dan unsur
Sekretariat Daerah.
116
4.3.2 Evaluasi Pengaruh (Impact evaluation)
Sebuah kebijakan akan akan dikatakan berhasil apabila kebijakan
tersebut dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap objek dari
kebijakan. Pengaruh dari sebuah kebijakan yang terjadi dapat dilihat dari
adanya perubahan yang terjadi pada objek kebijakan.
Peraturan Daerah Kabupaten Serang No. 12 Tahun 2009 Tentang
Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang merupakan
tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Bantuan Keuangan kapada Partai Politik. Kebijakan tersebut dibuat sebagai
penunjang pendidikan politik dan operasional sekretariat partai politik.
Pendidikan politik yang dimaksud yaitu diharapkan dapat memberikan
pemahaman mengenai hak-hak dan kewajiban masyarakat dalam
membangunan etika dan budaya politik dan peningkatan kualitas kader dari
partai politik.
Pada penelitian mengenai Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten
Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai
Politik di Kabupaten Serang dengan menggunakan indikator evaluasi
pengaruh, peneliti menemukan beberapa permasalahan yang terbagi menjadi
2 (dua) bagian yaitu pengaruh terhadap internal dan pengaruh terhadapat
eksternal.
1. Pengaruh Terhadap Internal
Pengaruh terhadap internal merupakan pengaruh yang terjadi langsung
pada objek dari kebijakan, objek dari kebijakan yang penelitian ini yaitu
117
partai politik. Partai politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan
Daerah Kabupaten Serang berhak untuk memperoleh bantuan keuangan yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Serang.
Peraturan Daerah Kabupaten Serang No. 12 Tahun 2009 Tentang
Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang menjelaskan
bahwa penggunaan bantuan keuangan yang diberikan dipergunakan untuk
penunjang kegiatan pendidikan politik dan operasional partai politik. Bantuan
keuangan yang seharusnya dapat memberikan kelancaran pada kegiatan partai
politik, pada kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Bapak
Benni selaku Wakil Sekertaris Partai Demokrat menjelaskan bahwa:
“Bantuan keuangan yang diberikan tidak bisa mengakomodir
kebutuhan partai selama satu tahun, jadi kita mencari dana lain untuk
kegiatan partai dari dana fraksi dan iuran anggota partai” (Wawancara
dengan Bapak Benni pada tanggal 5 September 2016, Pukul 14.25
WIB, di Ruang Fraksi Demokrat)
Berdasarkan penjelasan diatas, bantuan keuangan yang diberikan
ternyata tidak bisa mengakomodir semua kebutuhan partai selama satu tahun.
Hal tersebut kemudian diperkuat oleh pendapat dari Bapak Iip selaku Wakil
Sekertaris Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) sebagai berikut:
“Bantuan tidak berpengaruh besar, padahal banyak kegiatan partai
yang membutuhkan dana yang yang besar seperti kaderisasi.
Jangankan untuk kegiatan partai, untuk kebutuhan sekretariat partai
Gerindra saja kurang, karena kita harus menanggung kebutuhan setiap
PAC. Kita tahu saja Kabupaten Serang kan kecamatannya banyak
sampai 29 Kecamatan” (Wawancara dengan Bapak Iip pada tanggal 1
Agustus 2016, Pukul 15.00 WIB, di Ruang Fraksi Gerindra)
118
Berdasarkan pendapat Bapak Iip, bantuan keuangan pada
kenyataannya belum bisa memenuhi secara penuh kebutuhan partai politik di
Kabupaten Serang. Banyaknya kecamatan yang dimiliki oleh Kabupaten
Serang merupakan salah satu alasan partai politik yang beranggapan bahwa
bantuan keuangan yang diberikan oleh Pemda Kabupaten Serang tidak bisa
memberikan pengaruh yang besar terhadap kegiatan partai politik.
Adapun bantuan keuangan yang terbatas tersebut banyak digunakan
oleh partai politik untuk rapat-rapat dan pendidikan kader, hal tersebut
diperkuat dari pendapat Bapak Benni yang mengatakan bahwa:
“Dana bantuan itu karena jumlah yang terbatas, kami gunakan untuk
rapat-rapat konsolidasi dan pendidikan kader. Tapi itu pun dananya
kurang, jadi ditutup dari sumber pendapat yang lain” (Wawancara
dengan Bapak Benni pada tanggal 5 September 2016, Pukul 14.25
WIB, di Ruang Fraksi Demokrat)
Dari penjelasan di atas, menjelaskan bahwa partai politik
menggunakan dana yang terbatas tersebut untuk penguatan internal partai
politik seperti rapat konsolidasi dan pendidikan kader partai. Walaupun
secara aturan kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan Perda terkait
namun sangat disayangkan sekali, karena kegiatan yang digunakan untuk
penguatan politik masyarakat sangat minim. Partai politik memfokuskan
hanya pada penguatan internal partai politik, namun tidak kepada penguatan
partisipasi politik masyarakat.
119
2. Pengaruh Terhadap Eksternal
Pengaruh terhadap eksternal merupakan pengaruh yang diakibatkan
dari kegiatan yang dilakukan oleh partai politik terhadap lingkungan
masyarakat. Untuk mengetahui pengaruh terhadap eksternal ini peneliti
mencari informasi dari tokoh masyarakat Kabupaten Serang yang dianggap
dapat mewakili warga Kabupaten Serang. Berdasarkan hasil wawancara
dengan tokoh masyarakat yaitu Bapak H.Matin, beliau mengatakan sebagai
berikut:
“Kesadaran politik masyarakat dalam kini mengalami penurunan
dibandingkan pada jaman orde baru dulu. Dulu masyarakat memilih
dengan pilihannya. Dulu ideologi partai sangat kuat, bukan berifiir
untuk menang pemilu melainkan bagaimana bersaing untuk
mempertahankan ideologi partai.”(Wawancara dengan Bapak H.Matin
pada tanggal 27 Juni 2016, Pukul 15.25 WIB, di Hotel Ledian)
Berdasarkan wawancara di atas, diakui bahwa masyarakat kini
mengalami penurunan dalam hal kesadaran politik. Terlihat dari
perbandingan pada saat orde baru dengan pasca reformasi, dimana
masyarakat memilih dengan pilihannya. Kekuatan ideologi partai mendorong
kesadaran berpolitik masyarakat. Senada dengan Bapak H.Matien, Bapak
H.Embay selaku tokoh masyarakat berpendapat bahwa:
“Masyarakat jenuh dalam berpolitik, karena partai politik minim
dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Pendidikan
politik hanya sekedar memberikan pemahaman mengenai memilih dan
dipilih saat pemilu saja” (Wawancara dengan Bapak H.Embay pada
tanggal 1 Juni 2016, Pukul 16.20 WIB di Kediaman Bapak H.Embay)
Dari pendapat yang dikemukakan oleh Bapak H.Embay, kini
masyarakat Kabupaten Serang mengalami kejenuhan berpolitik. Kejenuhan
berpolitik inilah yang mengakibatkan menurunnya partisipasi masyarakat
120
Kabupaten Serang dalam berpolitik. Contohnya dapat kita lihat dari angkat
pemilih pada Pilkada Serentak Kabupaten Serang tahun 2015, jumlah pemilih
hanya 50,80% dari daftar pemilih 1.112.305 orang, jumlah tersebut jauh lebih
rendah dari target yang ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Pusat yaitu 77% pemilih (Okezone 2015, Ini Pemenang Pilkada di Banten
Versi KPU, dikutip 15 Maret 2016).
Pemahaman politik yang diberikan oleh partai politik kepada
masyarakat, menjadi salah kaprah. Pemahaman politik bukan sekedar
memberikan pemahaman mengenai memilih dan dipilih, melainkan
bagaimana memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk menjalankan hak
kedaulatan dan tanggungjawabnya sebagai Warga Negara Indonesia.
Kesalahan kaprahan pendidikan politik kapada masyarakat ini
mengakibatkan terjadinya politik transaksional. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Bapak H.Embay yang mengatakan bahwa:
“Partai politik kini mengajarkan masyarakat politik transaksional agar
menang pemilu, bukan mengajarkan masyarakat tentang ideologi
partai” (Wawancara dengan Bapak H.Embay pada tanggal 1 Juni
2016, Pukul 16.20 WIB di Kediaman Bapak H.Embay)
Dari pendapat di atas, masyarakat kini bukan lagi pemahaman
mengenai hak-hak dan kewajiban masyarakat dalam membangunan etika dan
budaya politik, melainkan pemahaman bagaimana berpolitik transaksional.
Politik transaksional tersebut merupakan kegiatan politik yang jauh sekali
dari etika dan budaya politik. Pendapat Bapak H.Embay senada dengan apa
yang disampaikan oleh Bapak H.Matin yaitu:
121
“Justru masyarakat menurun partisipasinya, karena partai politik itu
tidak memberikan pendidikan politik yang benar malah justru
sekarang kecenderungan partai politik itu kaya warung rentalan,
artinya dia hanya menawarkan kendaraan politik buat masyarakat
yang ingin jadi calon legislatif atau calon kepala daerah dengan mahar
dan targetan yang telah disepakati.” (Wawancara dengan Bapak
H.Matin pada tanggal 27 Juni 2016, Pukul 15.25 WIB, di Hotel
Ledian)
Dari pendapat yang disampaikan oleh Bapak H.Matien, diakui bahwa
partai politik saat ini memberikan pendidikan politik yang tidak benar yang
mengakibatkan menurunnya partisipasi masyarakat dalam hal berpolitik.
Pendidikan politik yang tidak benar yang tunjukkan dari adanya
kecenderungan partai politik yang menjadi seperti warung rentalan, dimana
siapa saja masyarakat yang memiliki uang bisa menyewa partai politik
sebagai kendaraan untuk memperoleh kekuasaan.
Dari beberapa pendapat yang disampaikan oleh narasumber di atas
menunjukkan bahwa dengan adanya bantuan keuangan kepada partai politik,
pada kenyataannya belum bisa memberikan pengaruh terhadap pemahaman
politik masyarakat dalam membangunan etika dan budaya politik.
Masyarakat Kabupaten Serang mengalami kejenuhan berpolitik yang
mengakibatkan menurunnya partisipasi politik masyarakat serta pendidikan
politik yang diberikan oleh partai politik yang tidak benar dengan adanya
politik transaksional di lingkungan masyarakat saat Pemilu. Padahal tujuan
dari adanya bantuan keuangan kepada partai politik tersebut selain untuk
peningkatan kualitas kader partai politik, bantuan keuangan ini juga untuk
meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan
bermasyakat, berbangsa dan bernegara.
122
4.4 Pembahasan
Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009
Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang
merupakan penelitian yang baru ada di Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Penelitian ini bagi kebanyakan orang awan terdengar seperti kajian ilmu politik.
Namun perlu diketahui, pada kajian ilmu administrasi negara mengenal teori New
Public Administration (Administrasi Negara Baru). Teori ini menurut Anggara
(2012: 383) menjelaskan bahwa New Public Administration fokusnya tidak
banyak membahas fenomena-fenomena tradisional seperti efisiensi, efektivitas,
soal anggaran, atau teknik-teknik administrasi. Sebaliknya, administrasi negara
baru sangat memperhatikan teori-teori normatif, filosofi, dan aktivisme. New
Public Administration banyak membahas hal-hal yang berkaitan dengan nilai,
etika, perkembangan para anggota secara individu dalam organisasi, hubungan
birokrasi dengan pihak yang dilayaninya, dan masalah-masalah yang luas seperti
urbanisasi, teknologi, dan kekerasan.
Maka New Public Administration (Administrasi Negara Baru) fokus
pembahasannya lebih luas, bukan lagi menekanan pada fenomena yang
berhubungan tentang pengadministrasian melainkan pembahasan yang berkaitan
dengan nilai, etika, perkembangan para anggota secara individu dalam organisasi,
hubungan birokrasi dengan pihak yang dilayaninya, dan masalah-masalah yang
luas. Sehingga sasaran administrasi negara bukan hanya menyelesaikan
123
permasalahan pelayanan publik, melainkan sejauh mana dapat memenuhi keadilan
sosial. 3
Pada penelitian Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12
Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten
Serang menggunakan teori New Public Administration (Administrasi Negara
Baru) sebagai dasar acuan peneliti melakukan penelitian agar penelitian tersebut
tidak dianggap sebagai penelitian ilmu politik.
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 merupakan
turunan dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009
Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik. Kemudian aturan mengenai
teknis pelaksaan dari bantuan keuangan paling terbaru diatur dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Tata Cara Perhitungan, Penganggaran Dalam APBD, dan Tertib
Administrasi Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban
Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77
Tahun 2014 menjelaskan aturan teknis mengenai bantuan keuangan kepada partai
politik. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya besaran nilai bantuan di
Kabupaten Serang untuk partai politik sebesar Rp. 1.159 per suara. Alur
pengajuan dan pelaporan bantuan keuangan kepada partai politik pada tingkat
3 New Public Administration mulai berkembang pada tahun 1965-1970 yang diinisiasi oleh Waldo seorang
guru besar humaniora Universitas Albert Schweitzer di Syracuse (negara bagian New York). Karyanya yaitu
The New Public Administration: The Minnowbrook Perspective. Buku tersebut kemudian dijadikan buku
pedoman dalam mempelajari administrasi negara baru.
124
kabupaten/kota sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
1. Partai politik mengajukan surat permohonan bantuan keuangan partai
politik kepada bupati/walikota yang ditandatangani oleh Ketua dan
Sekretaris partai politik;
2. Surat permohonan tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
- Surat Keputusan susunan kepengurusan DPC partai politik tingkat
kabupaten/kota;
- Surat keterangan Nomor Pokok Wajib Pajak;
- Surat keterangan autentifikasi hasil penetapan perolehan kursi dan
suara partai politik dari Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD);
- Nomor rekening kas umum partai politik;
- Rencana penggunaan dana bantuan keuangan partai politik dengan
mencantumkan besaran paling sedikit 60% dari jumlah bantuan
digunakan untuk pendidikan politk;
- Laporan realisasi penerimaan dan pengeluaran bantuan keuangan pada
tahun anggaran sebelumnya;
- Surat pernyataan ketua partai politik yang menyatakan
bertanggungjawab secara formil dan meteriil dalam menggunakan
anggaran bantuan keuangan partai politik.
3. Surat permohonan tembusannya disampaikan kepada Ketua Komisi
Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Kepala Badan/Kantor Kesatuan
Bangsa dan Politik;
4. Berkas pengajuan bantuan yang terkumpul kemudian diverifikasi oleh Tim
Verifikasi Kelengkapan Administrasi Permohonan Bantuan Keuangan
Partai Politik yang diketuai oleh Kepala Badan/Kantor Kesatuan Bangsa
dan Politik atau sebutan lainnya;
5. Hasil verifikasi kelengkapan administrasi permohonan bantuan kemudian
dimuat dalam berita acara dan menyampaikannya kepada bupati/walikota;
125
6. Pejabat pengelola keuangan daerah menyalurkan bantuan keuangan ke
rekening kas umum partai politik;
7. Ketua partai politik menyerahkan tanda bukti penerimaan bantuan kepada
pejabat pengelola keuangan daerah;
8. Dana bantuan yang diterima dipergunakan paling sedikit 60% dari besaran
bantuan yang diterima untuk pendidikan politik dan sisanya dipergunakan
untuk operasional sekretariat partai politik, bentuk kegiatan pendidikan
partai politik antara lain:
- seminar;
- lokakarya;
- dialog interaktif;
- sarasehan;
- workshop.
Kegiatan operasional sekretariat partai politik berkaitan dengan:
- administrasi umum;
- berlangganan daya dan jasa;
- pemeliharaan data dan arsip;
- pemeliharaan peralatan kantor;
9. Partai politik wajib membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah paling lambat 1
(satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir kepada Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) pada tingkat provinsi;
10. Hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tingkat
provinsi kemudian disampaikan kepada bupati/walikota;
11. Laporan pertanggungjawaban yang disampaikan paling lambat 1 (satu)
bulan setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tingkat
provinsi.
126
Dari alur diatur sudah jelas bahwa bantuan keuangan yang diberikan
kepada partai politik diperpergunakan paling sedikit 60% dari besaran bantuan
yang diterima untuk pendidikan politik dan sisanya dipergunakan untuk
operasional sekretariat partai politik. Pendidikan politik yang dilakukan
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 77 Tahun 2014 pasal 25 ayat (2) sedikitnya berkaitan dengan
sebagai berikut:
a. Pendalaman mengenai Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Pemahaman mengenai hak-hak dan kewajiban Warga Negara
Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan
c. Pengkaderan anggota partai politik secara berjenjang dan
berkelanjutan.
Dari kegiatan pendidikan politik yang ada diharapkan dapat mencapai
tujuan yang diharapkan. Adapun tujuan dari pendidikan politik sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77
Tahun 2014 pasal 25 ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
b. Meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c. Meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter
bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Dari aturan yang telah dibahas di atas, saat peneliti turun di lapangan
secara alur memang Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009
sudah dilaksanakan secara berikelanjutan mulai tahun 2009 hingga sekarang. Tata
pelaksaannya pun sudah sesuai dengan apa yang diatur dalam Peraturan Menteri
127
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2014, maka hal tersebut telah
menjawab tentang substansi dari bantuan keuangan kepada partai politik yaitu
memberikan bantuan keuangan kepada partai politik sebagai penunjang
pendidikan politik dan operasional sekretariat partai politik yang memperoleh
kursi legislatif di Kabupaten Serang. Akan tetapi walaupun Perda tersebut sudah
dilaksanakan masih terdapat pemasalahan-permasalahan yang mengakibatkan
belum tercapainya target yang diharapkan dari tujuan bantuan keuangan. Adapun
target yang diharapkan permerintah dengan bantuan keuangan kepada partai
politik diharapkan dapat mendorong kualitas politik masyarakat dalam
meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pada dasarnya tugas dalam mencerdaskan partisipasi politik masyarakat
merupakan tugas dari pemerintah, namun pelaksanaannya tidak akan sempurna
apabila hanya pemerintah saja yang melaksanakan kegiatan-kegiatan pencerdasan
politik masyarakat, melainkan perlu adanya pihak-pihak yang membantu dalam
kegiatan perncerdasan politik masyarakat. Dengan adanya Peraturan Daerah
Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada
Partai Politik di Kabupaten Serang, maka pemerintah telah melaksanakan konsep
New Governance dimana pemerintah lebih fleksibel dengan melibatkan sektor
non pemerintah dalam hal ini yaitu partai politik dalam melaksanakan
implementasi dari kebijakan yang dibuat. Dengan demikian target yang
128
diharapkan dapat tercapai dengan mudah.4 Namun pada pelaksanaannya ketika
pemerintah telah menerapkan konsep New Governance dalam melaksanakan
kebijakan justru kontribusi yang dilakukan oleh sektor non pemerintah (partai
politik) belum begitu maksimal. Ketidakmaksimalan tersebut menjadi begitu
penting untuk dikaji lebih mendalam dengan mengevaluasi kebijakan bantuan
keuangan kepada partai politik untuk mengetahui apa saja penyembab-penyebab
yang kegagalan suatu kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan yang
telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat mengahasilkan dampak yang
diinginkan. (Lester dan Stewart (Agustino, 2006:185))
Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada Evaluasi Peraturan
Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan
Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang. Peneliti dalam ini melakukan
wawancara dan observasi lapangan untuk memperoleh informasi yang dapat
mendukung terhadap fokus penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Peneliti
melakukan wawancara dengan tiga pihak yaitu pemerintah, partai politik dan
tokoh masyarakat yang mewakili masyarakat Kabupaten Serang. Teori yang
peneliti gunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan 2 jenis evaluasi dari teori
Evaluasi Sistem Analisis menurut Bartaalanffy dalam menganalisis dan
menemukan penyebab-penyebab kegagalan dari dari kebijakan. Adapun
pembahasannya adalah sebagai berikut:
4 New Governance diperkenalkan oleh Lester M.Salamon, Seorang pakar kebijakan publik dari John Hopkins
Institute for Policy Studies Amerika Serikat. New Governance diperkenalkan oleh Lester M.Salamon dalam
sebuah buku yang berjudul The Tools of Government: A Guide to The New Governance.
129
Evaluasi proses (Process evaluation)
Evaluasi proses memfokuskan pada pelaksanaan program dan sering
menyediakan informasi mengenai kemungkinan program diperbaiki. Evaluasi ini
merupakan evaluasi yang formatif yang berupaya mencari jawaban atas
pertanyaan sebagai berikut: Apakah standar prosedur operasi perlu diubah?
Apakah proses kebijakan atau program mencapai tujuannya? Apakah semua
faktor masukan dan proses berhasil bersinergi dan menghasilkan nilai tambah
yang diharapkan? Evaluasi proses merupakan katalis untuk pembelajaran dan
pertumbuhan yang berkelanjutan.
Setelah peneliti melakukan observasi lapangan dan melakukan wawancara
dengan para informan yang telah ditentukan menghasilkan beberapa temuan. Jika
dilihat secara teknis mulai dari pengajuan bantuan keuangan dari partai politik
hingga pelaporan pertanggungjawaban kegiatan partai politik telah sesuai dengan
prosedur dan panduan yang termuat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2014. Namun ketika peneliti melakukan
kajian lebih mendalam terdapat beberapa permasalah yang ada pada saat
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 diimplementasikan,
permasalahan tersebut antara lain:
1. Metode perhitungan besaran bantuan tidak banyak dipahami oleh partai
politik
Pemerintah Kabupaten Serang dalam menentukan besaran nilai bantuan
yang diberikan kepada partai politik senantiasa berpedoman pada Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2014 pasal 9 ayat (2)
point (c) yang berbunyi:
130
Untuk periode pemilu berikutnya bagi partai politik yang mendapatkan
kursi di DPRD kabupaten/kota adalah jumlah bantuan APBD
kabupaten/kota tahun anggaran sebelumnya dibagi dengan jumlah
perolehan suara yang mendapatkan kursi di DPRD kabupaten/kota periode
sebelumnya.
Dari rumusan yang ada pada kenyataannya banyak tidak dipahami oleh
partai politik. partai politik hanya memahami jumlah besaran bantuan yang
diberikan saja. Ketidakpahaman ini yang seringkali menyebabkan partai politik
merasa tidak adil dan iri dengan bantuan keuangan partai politik di
kabupaten/kota lainnya di Provinsi Banten, salah satu perbandingannya yaitu
dengan Kabupaten Lebak dan Kota Serang. Nilai besaran bantuan di Kabupaten
Lebak sebesar Rp. 2.062 per suara dan di Kota Serang sebesar Rp. 3.548 per
suara, sedangkan di Kabupaten Serang hanya sebesar Rp. 1.159 per suara. Jika
melihat kenyataan tersebut, dengan rumus menentukan nilai besaran bantuan yang
sama, akan tetapi nilai bantuannya berbeda. Hal ini pun yang menumbulkan tanya
besar bagi para partai politik. seharusnya nilai bantuannya tidak berbeda secara
signifikan, karena kalau kita liat dari APBD Kabupaten Serang lebih dari Rp.
2.890.679.766.360,00 dan PAD Kabupaten Serang sebesar Rp.
570.650.309.031,00 pada tahun 2016. Melihat APBD dan PAD Kabupaten Serang
yang ada saat ini, partai politik menganggap hal itu pun seharusnya bisa
meningkatkan nilai bantuan yang diberikan kepada partai politik.
2. Partai politik sulit berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan terkait
Laporan Pertanggungjawaban kegiatan
Permasalahan konsultasi menjadi salah satu penyebab partai politik sering
kali melakukan kesalahan dalam membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan
131
partai politik. Keluhan mengenai sulitnya konsultasi ini memang diakui oleh
Bagian Pemerintahan Umum Kabupaten Serang, karena permasalahan tersebut
sering disampaikan oleh partai politik pada saat Bimbingan Teknis yang
dilaksanakan oleh Bagian Pemerintahan Umum Kabupaten Serang.
Konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini ingin dilakukan
oleh partai politik dengan harapan partai politik dapat membuat laporan
pertanggungjawaban yang sesuai aturan yang ada agar nantinya tidak ada temuan
yang mengakibatkan masalah pada pencairan tahun anggaran selanjutnya, karena
apabila laporan pertanggungjawaban kegiatan partai politik terdapat beberapa
temuan, maka menghambat proses pengajuan dan pencairan pada tahun anggaran
tahun berikutnya. Adapun konsultasi yang selama ini dilakukan oleh partai politik
langsung kepada Bagian Pemerintahan Umum Kabupaten Serang, hal tersebut pun
dirasa kurang begitu efektif karena audit laporan keuangan partai politik bukan
merupakan tugas dari Bagian Pemerintahan Umum Kabupaten Serang. Konsultasi
ini pun bisa menjadi masalah ketika masyarakat umum menilai hal tersebut
merupakan tindakan partai politik dalam mengintervensi Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) agar audit yang dilakukan tidak objektif sehingga tidak terdapat
temuan dan memudah partai politik untuk mendapatkan bantuan keuangan pada
tahun anggaran selanjutnya.
3. Kurangnya kegiatan pendidikan politik untuk masyarakat oleh partai politik
Penggunaan mengenai bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah
di Kabupaten Serang kepada partai politik sebagaimana yang diatur dalam
132
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2014 pasal
24 ayat (2) adalah Penggunaan untuk pendidikan politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit 60% dari besaran bantuan. Dengan adanya bantuan ini
diharapkan partai politik dapat membantu pemerintah dalam melakukan
pencerdasan politik masyarakat maupun anggota dari partai politik. Namun pada
kenyataannya pendidikan politik yang dilaksanakan oleh partai politik bersifat
internal. Banyak dari kegiatan partai politik yang dilaksanakan hanya digunakan
dalam penguatan internal partai politik. hal ini bukan tanpa sebab, karena partai
politik di Kabupaten Serang merasa anggaran bantuan yang diberikan oleh
pemerintah Kabupaten Serang tidak bisa mengcover kabutuhan pendidikan politik
terhadap masyarakat secara umum. Masalah wilayah dan jarak juga menjadi
penyebab mengapa pendidikan politik yang dilakukan kepada masyarakat sangat
minim sekali. Padahal sudah jelas pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik Pasal 11 ayat (1) menjelaskan bahwa fungsi dari partai
politik adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga
negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
2. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
3. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
4. Partisipasi politik warga negara; dan
5. Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui
mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan
gender.
Melihat dari kenyataan yang ada jika dikaitkan dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008, partai politik tidak menjalankan fungsi partai politik
133
sebagaimana mestinya. Pendidikan politik partai politik bukan sekedar untuk
kader partai politik dan penguatan politik partai saja, melainkan kegiatan partai
politik juga harus bisa memperkuat politik masyarakat juga agar nantinya
masyarakat sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik hanya digunakan
kepada kader partai saja secara aturan tidak melanggar dan tidak bisa diberikan
sanksi teguran maupun pemberhentian bantuan keuangan kepada partai politik.
Dalam Permendagri Nomor 77 Tahun 2014 dan Perda Kabupaten Serang Nomor
12 Tahun 2009 tidak diatur secara jelas sasaran dari adanya kegiatan pendidikan
politik itu kepada siapa. Sehingga wajar ketika partai politik di Kabupaten Serang
memprioritaskan bantuan keuangan kepada partai politik tersebut digunakan
untuk kader partai politik.
4. Partai politik yang tidak transparan dan akuntabel
Pada penelitian ini, permasalahan transparansi dan akuntabilitas sering
sekali ditemui oleh peneliti saat mencari informasi di lapangan. Permasalahan
Akuntabilitas dan transparansi pun terlihat saat peneliti ingin meminta informasi
kepada anggota partai politik dari Partai Golongan Karya (Golkar), Partai
Demokrasi Indonesia Penjuangan (PDI P), dan Partai Bulan Bintang (PBB) yang
sulit dimintai keterangan dan dihubungi oleh peneliti. Ketika peneliti meninjau
langsung ke Sekertariat partai pun tidak ada orang, seperti sekertaris partai
maupun ketuanya. Ini pun sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Agustino
134
(2006: 194-197) terdapat beberapa kendala/permasalahan yang berkaitan dengan
evaluasi kebijakan publik salah satunya yaitu Penolakan pejabat kantor (official
resistence). Permasalahan akan muncul apabila pejabat instansi tidak
memperhatikan konsekuensi politik yang terjadi dalam evaluasi. Hal ini terjadi
jika hasil tidak „menyenangkan‟ berdasarkan pandangan mereka. Akibatnya
pejabat dapat menganggap kecil atau meremehkan studi evaluasi, menolak akses
data, atau tidak mengeluarkan kebijakan baru guna perbaikan. Penolakan dalam
memberikan informasi ini mengakibatkan partai politik dianggapan tidak
akuntabilitas dan transparansi.
Adapun bentuk transparansi dan akuntabilitas yang dilakukan oleh partai
politik hanya berbentuk akuntabilitas vertikal, artinya partai politik hanya
melakukan pelaporan kegiatan partai politik kepada tingkatan struktural di atasnya
dan bahkan laporan kegiatan tersebut pun hanya diketahui oleh pejabat struktural
partai politik saja. Akuntabilitas horizontal tidak dilakukan oleh partai politik
dimana tidak adanya informasi laporan pertanggungjawaban yang diketahui oleh
kader atau anggota partai politik biasa maupun masyarakat umum yang ada di
Kabupaten Serang. Maka sangat wajar sekali apabila masyarakat maupun kader
partai politik banyak yang tidak mengetahui selama ini partai politik diberikan
bantuan keuangan oleh pemerintah Kabupaten Serang.
Dari segi transparansi partai politik pun telah melanggar dari Peraturan
Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 pasal 10 ayat (3) yang berbunyi:
Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk
diketahui masyarakat. Pasal tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh partai
135
politik, hal ini terlihat dari sulitnya peneliti mengetahui dokumen laporan kegiatan
partai politik yang menggunakan dana bantuan keuangan yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APDB) Kabupaten Serang.
5. Ketidaksesuaian Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun
2009 dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2014
Selama ini dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah Kabupaten
Serang Nomor 12 Tahun 2009 seorang Bupati dibantu oleh Tim Verifikasi
kelengkapan administrasi yang bertugas dalam melakukan verifikasi berkas
permohonan pengajuan bantuan keuangan dari partai politik di Kabupaten Serang.
Tim Verifikasi Kelengkapan Adminitrasi ini diatur dalam Keputusan Bupati
Serang Nomor: 978/Kep.49-Huk.Org/2014 tentang Tim Verifikasi kelengkapan
administrasi yang bantuan keuangan partai politik di Kabupaten.
Namun ketika peneliti melakukan observasi lapangan ternyata ada
permasalahan yang berhubungan dengan Tim Verifikasi Kelengkapan
Administrasi yaitu Tidak adanya unsur Inspektorat Kabupaten dalam Tim
Verifikasi kelengkapan administrasi yang bantuan keuangan partai politik di
Kabupaten Serang. Padahal sudah jelas Pasal 19 ayat (3) Permendagri Nomor 77
Tahun 2014 berbunyi:
“Keanggotaan Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari unsur Kapala Badan/Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik
kabupaten/kota, bagian hukum sekertariat kabupaten/kota, dinas/bagian
keuangan kabupaten/kota, inspektorat kabupaten/kota, Komisi Pemilihan
Umum kabupaten/kota.”
136
Adapun susunan keanggotaan dari Tim Verifikasi yang tercantum dalam
Keputusan Bupati Serang Nomor: 978/Kep.49-Huk.Org/2014 adalah sebagai
berikut:
Pembina :
1. Bupati Serang;
2. Wakil Bupati Serang.
Pengarah : Sekertaris Daerah Kabupaten Serang
Ketua : Asisten Bidang Administrasi Pemerintah Setda Kabupaten
Serang
Wakil Ketua : Kepala Bagian Pemerintahan Umum Setda Kabupaten
Serang
Sekretaris : Kepala Sub Bagian Kesatuan Bangsa dan Bina Perangkat
Kecamatan pada Bagian Pemerintahan Umum Setda Kabupaten Serang
Anggota :
1) Asisten Bidang Administrasi Pembangunan Setda Kabupaten Serang;
2) Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Kabupaten Serang;
3) Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Serang;
4) Kepala Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten
Serang;
5) Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Serang;
6) Kepala Bagian Organisasi Setda Kabupaten Serang.
Melihat dari kenyataan yang ada memang diakui oleh pemerintah kalau
Keputusan Bupati Serang Nomor: 978/Kep.49-Huk.Org/2014 masih mengacu
pada aturan yang lama yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Pedoman Tata Cara Perhitungan, Penganggaran
Dalam APBD, Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban
Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik, bukan aturan yang baru yaitu
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2014.
137
Evaluasi pengaruh (Impact evaluation)
Evaluasi pengaruh menilai perubahan yang terjadi terhadap klien atau para
pemangku kepentingan sebagai akibat dari intervensi yang dilakukan kebijakan
atau program. Evaluasi ini mengukur pengaruh program sebagai hasil program
dalam jangka panjang. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Peraturan Daerah
Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada
Partai Politik di Kabupaten Serang merupakan penelitian yang sangat cocok untuk
dilakukan kajian menggunakan teori evaluasi pengaruh, karena memang peraturan
tersebut memang sudah berjalan cukup lama sejak tahun 2009 hingga saat ini.
Diharapkan dengan cukup lamanya perturan ini berlaku dapat memberikan
pengaruh dalam jangka panjang. Walaupun sasaran dari kebijakan ini untuk partai
politik, akan tetapi tujuan bantuan ini lebih luas untuk masyarakat. Dimana
bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah Kabupaten Serang
dipergunakan sedikitnya 60% dari besaran bantuan yang diberikan dipergunakan
untuk pendidikan politik sebagiamana telah diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2014 pasal 24 ayat (2) adalah
Penggunaan untuk pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit 60% dari besaran bantuan.
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang
Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang memang diberikan
oleh pemerintah Kabuapaten Serang kepada partai politik sebagai salah satu
bentuk dari penerapan New Governance di dalam proses mencerdaskan politik
masyarakat Kabupaten Serang, karena secara umum bantuan tersebut memiliki
138
tujuan yang sangat luas bukan hanya untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia yang ada di dalam partai politik saja, melainkan dalam jangka panjang
tujuan dari bantuan keuangan kepada partai politik ini pun dapat mencapat
tujuannya, adapun tujuan dari bantuan keuangan ini sebagaimana yang diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77 Tahun
2014 pasal 25 ayat (1) yaitu:
a) Meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
b) Meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c) Meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa
dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Dari tujuan diatas diharapkan dalam jangka panjang bantuan yang
diberikan bukan hanya memberikan pengaruh kepada internal partai politik, tetapi
juga memberikan kontribusi perngaruh kepada masyarakat agar semua tujuan
yang diharapkan dapat tercapai. Untuk mengkaji bagaimana pengaruhnya, maka
peneliti membaginya menjadi 2 (dua) pengaruh, yaitu pengaruh terhadap internal
dan pengaruh terhadap eksternal.
Pengaruh terhadap internal merupakan pengaruh yang terjadi langsung
pada objek dari kebijakan, objek dari kebijakan yang penelitian ini yaitu partai
politik. Partai politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Daerah
Kabupaten Serang berhak untuk memperoleh bantuan keuangan yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Serang.
Setelah peneliti melakukan observasi langsung di lapangan dan melakukan
wawancara kepada informan dalam hal ini partai politik, ditemukan bahwa selama
ini bantuan keuangan yang diberikan kepada partai politik di Kabupaten Serang
139
belum bisa memenuhi dari kebutuhan partai politik. Sehingga partai politik harus
mandiri mencari kekurangannya. Faktor geografis wilayah Kabupaten Serang
yang cukup luas tersebut juga menjadi penghambat partai politik melakukan
pendidikan politik kepada masyarakat Kabupaten Serang. Partai politik di
Kabupaten Serang menyadari bahwa selama ini pendidikan politik yang dilakukan
belum maksimal kepada masyarakat, partai politik lebih memilih memprioritaskan
pendidikan politik tersebut dipergunakan lebih kepada internal partai politik.
Prioritas tersebut merupakan bentuk siasat dari partai politik dalam memanfaatkan
bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah. Partai politik menyayangkan
selama ini bantuan yang diberikan lebih cukup kecil yaitu Rp. 848.640.662,00
yang dibagikan kepada 11 partai politik yang memperoleh kursi legislatif di
Kabupaten Serang, sedangkan jika dilihat dari kemampuan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Serang pada tahun 2016 sangat besar
yaitu lebih dari Rp. 2.890.679.766.360,00 dan PAD Kabupaten Serang sebesar
Rp. 570.650.309.031,00 pada tahun 2016. Melihat APBD dan PAD Kabupaten
Serang yang ada saat ini, partai politik menganggap hal itu pun seharusnya bisa
meningkatkan nilai bantuan yang diberikan kepada partai politik agar nantinya
partai politik dapat lebih maksimal membantu pemerintah Kabupaten Serang
dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat di Kabupaten Serang.
Pengaruh terhadap eksternal merupakan pengaruh yang diakibatkan dari
kegiatan yang dilakukan oleh partai politik terhadap lingkungan masyarakat.
Untuk mengetahui pengaruh terhadap eksternal ini peneliti mencari informasi dari
tokoh masyarakat Kabupaten Serang yang dianggap dapat mewakili warga
140
Kabupaten Serang. Alasan peneliti melakukan kajian pengaruh terhadap eksternal
yaitu untuk mengatahui apakah dalam jangka panjang kebijakan tentang bantuan
keuangan kepada partai politik tersebut telah mencapai tujuannya.
Setelah peneliti melakukan observasi lapangan dan mencari informasi dari
tokoh masyarakat, maka ditemukan bahwa selama ini sejak kebijakan bantuan
keuangan kepada partai politik dari tahun 2009 hingga saat ini belum bisa
berpengaruh besar kepada masyarakat dalam jangka panjang. Selama ini
pendidikan politik yang ada hanya sebatas kepentingan pada saat pemilihan umum
saja agar partai politik bisa memperoleh suara terbanyak dan menjadi pemenang
pemilihan umum. Jika dibandingkan dengan pemilihan umum pada zaman orde
baru, partai politik bersaing bukan hanya untuk memenangkan pemilihan umum
saja, akan tetapi partai politik pada zaman itu bersaing secara ideologi sehingga
hal itu mendorong masyarakat menjadi lebih sadar dalam berpolitik. Namun saat
ini sangat jauh berbeda dengan orde baru, minimnya pendidikan politik serta
banyaknya partai politik yang tidak jelas arah ideologi partainya menyebabkan
masyarakat mengalami kejenuhan dalan berpolitik. Kejenuhan politik masyarakat
di Kabupaten Serang ini ditandai dengan rendahnya partisipasi politik masyarakat
saat mengikuti pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) Serentak pada tahun
2015 lalu yaitu jumlah pemilih hanya 50,80% dari jumlah daftar pemilih tetap
(Dpt) 1.113.656 jiwa. Melihat dari fakta tersebut, maka kebijakan tentang bantuan
keuangan kepada partai politik di Kabupaten Serang belum mencapai salah satu
tujuannnya yaitu meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
141
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, maka
penyimpulan akhir tentang Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor
12 Tahun 2009 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten
Serang dengan menggunakan 2 (dua) jenis Evaluasi dari Sistem Analisis
Bartaalanffy yaitu Evaluasi proses (Process evaluation) dan Evaluasi pengaruh
(Impact evaluation), ditemukan ada beberapa hal yang harus dievaluasi antara
lain:
Pertama, pada Evaluasi proses (Process evaluation) terdapat 5 point yang
menjadi bahan evaluasi berdasarkan penelitian dan temuan yang di lapangan
yaitu:
1) Metode perhitungan besaran bantuan tidak banyak dipahami oleh partai
politik;
2) Partai politik sulit berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan
terkait Laporan Pertanggungjawaban kegiatan;
3) Kurangnya kegiatan pendidikan politik untuk masyarakat oleh partai
politik;
4) Partai politik yang tidak transparan dan akuntabel;
5) Ketidaksesuaian Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun
2009 dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2014
142
Kedua, pada Evaluasi pengaruh (Impact evaluation) terbagi menjadi 2
(dua) bagian yang menjadi bahan evaluasi berdasarkan penelitian dan temuan
yang di lapangan yaitu:
1. Pengaruh terhadap internal, Bantuan yang diberikan belum
sepenuhnya memenuhi kebutuhan dari partai politik dalam hal
pendidikan politik dan operasional partai politik;
2. Pengaruh terhadap eksternal. Masyarakat kini mengalami
penurunan dalam hal kesadaran politik, karena minimnya kegiatan
pendidikan politik kepada masyarakat. Dengan adanya bantuan
keuangan kepada partai politik, pada kenyataannya belum bisa
memberikan pengaruh terhadap pemahaman politik masyarakat dalam
membangunan etika dan budaya politik. Masyarakat Kabupaten Serang
mengalami kejenuhan berpolitik yang mengakibatkan menurunnya
partisipasi politik masyarakat serta pendidikan politik yang diberikan
oleh partai politik yang tidak benar dengan adanya politik
transaksional di lingkungan masyarakat saat Pemilu. Padahal tujuan
dari adanya bantuan keuangan kepada partai politik tersebut selain
untuk peningkatan kualitas kader partai politik, bantuan keuangan ini
juga untuk meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat
dalam kehidupan bermasyakat, berbangsa dan bernegara.
143
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti mengajukan beberapa saran
yang diajukan sebagai rekomendasi dalam memperbaiki kebijakan tentang
bantuan keuangan kepada partai politik, antara lain:
1. Diharapkan kapada Kementerian Dalam Negeri dapat melakukan revisi
terkait rumusan dalam menentukan besaran nilai bantuan keuangan yang
diberikan kepada partai politik agar dapat menyesuaikan dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang ada pada setiap daerah di Indonesia;
2. Sebaiknya Pemerintahan Umum segera melengkapi tim verifikasi agar
kinerja tim verifikasi dalam melakukan tugasnya dapat berjalan dengan
efektif dan efisien;
3. Sebaiknya Bagian Pemerintahan Umum Setda Kabupaten Serang dapat
menjadi penghubung antara partai politik dengan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dalam hal konsultasi mengenai pembuatan laporan
pertanggungjawaban kegiatan agar nantinya tidak adanya temuan yang
ditemukan oleh BPK;
4. Sebaiknya partai politik membagi prioritas kegiatan pendidikan politik
agar lebih seimbang porsinya. Selain kegiatan pendidikan partai politik itu
digunakan untuk internal partai politik juga harus bisa pendidikan politik
dirasakan oleh masyarakat dengan berbentuk seperti seminar, diklat dan
diskusi umum;
144
5. Seharusnya partai politik melakukan pelaporan keuangan secara rutin yang
diinformasikan melalui papan informasi partai politik agar kader maupun
masyarakat secara umum dapat mudah mengetahui hal tersebut;
6. Peran serta tokoh masyarakat juga perlu ditingkatkan terutama dalam hal
mengawasi pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik agar tidak
menyimpang dari norma-normal sosial dan agama.
xii
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abidin, Said Zainal, 2012. Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Humanika
Agustino, Leo, 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Andrianto, Nico, 2007. Good e-Government: Transparansi dan Akuntabilitas
Publik Melalui e-Government. Jawa Timur: Bayumedia Publishing
Anggara, Sahya, 2012. Ilmu Administrasi Negara (Kajian Konsep, Teori, dan
Fakta dalam Upaya Menciptakan Good Governance). Bandung: Pustaka
Setia
Badan Perencanaan Pembanguna Nasional dan Departemen dalam Negeri, 2002.
Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah.
Jakarta: Badan Perencanaan Pembanguna Nasional dan Departemen dalam
Negeri
Basrowi & Suwandi, 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta
Budiardjo, Miriam, 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Dunn, William, 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik: Edisi Kedua.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Frederickson, H.George, 2003. Administrasi Negara Baru. Jakarta: LP3ES
Fuad & Nugroho, 2012. Panduan Praktis Penelitian Kualitatif. Serang: FISIP
Untirta Press
Islamy, Irfan, 2004. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:
Bumi Aksara
Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan, 2000. Akuntabilitas dan Good Goverenance. Jakarta:
Lembaga Adminstrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan
Mardiasmo, 2004. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi
xiii
Ndraha, Taliziduhu, 2003. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta:
Rineka Cipta
Nugroho, Riant, 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.
Jakarta: Elex Media Komputindo
Nugroho, Riant, 2012. Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo
Parsons, Wayne, 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Jakarta: Prenada Media
Poerwandari, Kristi, 2009. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Depok: LPSP3
Rahardjo, Adisasmita, 2011. Manajemen Pemerintahan Daerah. Yogyakarta:
Graham Ilmu
Rahman, Meuthia Ganie, 2000. Good Governance, Prinsip, Komponen, dan
Penerapannya dalam Hak Asasi Manusia (Penyelenggraan Negara yang
Baik). Jakarta: Komnas HAM
Salamon, Lester M, 2002. The Tools og Government: A Guide to The New
Governance. New York: Oxford University Press.
Subarsono, 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suharto, Edi, 2005. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Elex Media Komputindo
Sugiyono, 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sutopo, HB, 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press
Tangkilisan & Nogi, Hessel, 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta:
YPAP
Wahab, Solichin, 2012. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Penyusunan
Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara
Widodo, Joko, 2001. Good Governance (Telaah dan Dimensi Akuntabilitas dan
Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah).
Surabaya: Insan Cendekia
xiv
Widodo, Joko, 2007. Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayu Media Publishing
Wirawan, 2011. Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi. Jakarta:
Raja Garfindo Persada
DOKUMEN DAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Amandemen ke-4
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan
Karya
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada
Partai Politik
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Bantuan
Keuangan Kepada Partai Politik di Kabupaten Serang
SUMBER LAIN
http://ppid.serangkab.go.id/, dikutip pada tanggal 22 Februari 2016
http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/03/03/269558841/Rincian-Besaran-Dana-
Kampanye-Tiap-Partai dikutip pada tanggal 15 Maret 2016
https://m.tempo.co/read/news/2014/01/15/063544863/ratu-atut-kini-tersangka-3-
kasus-korupsi-banten dikutip pada tanggal 15 Maret 2016
http://news.okezone.com/read/2015/12/17/337/1269306/ini-pemenang-pilkada-di-
banten-versi-kpu dikutip pada tanggal 15 Maret 2016
http://newsmedia.co.id/terlalu-di-kabupaten-serang-oknum-dewan-tidak-ikut-
reses-malah-nitip-sppd/ dikutip pada tanggal 15 Maret 2016
xv
http://news.okezone.com/read/2015/12/17/337/1269306/ini-pemenang-pilkada-di-
banten-versi-kpu dikutip pada tanggal 15 Maret 2016
http://www.perludem.org/index.php?option=com_k2&view=item&id=1944:siaran
-pers-bantuan-keuangan-partai-politik-12-maret-2015&Itemid=128 dikutip pada
tanggal 15 Mei 2016
http://ips.edu/pub/Lester-M-Salamon-Ph-D dikutip pada tanggal 20 Mei 2016
LAMPIRAN
Gambar 1
SK Tim Verifikasi Kelengkapan Administrasi
Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik
Gambar 2
Lanjutan
Gambar 3
Lanjutan
Gambar 4
Lanjutan
Gambar 5
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Serang
Tahun 2016
Gambar 6
Lanjutan
Gambar 7
Lanjutan
Gambar 8
Lanjutan
Gambar 9
Peneliti usai wawancara dengan Partai Gerindra Kabupaten Serang
Gambar 10
Informan dari Partai Gerindra sedang mengisi Member Check
Gambar 11
H. Matin sedang mengisi Member Check
Gambar 12
Peneliti usai wawancara dengan H.Embay
Gambar 13
Informan dari Partai Nasdem mengisi Member Check
Gambar 14
Informan dari Partai PAN sedang diwawancarai
Gambar 15
Informan dari Partai PAN sedang mengisi Member Check
Gambar 16
Informan dari Partai PPP sedang mengisi Member Check
Gmbar 17
Informan Partai PKB sedang mengisi Member Check
Gambar 18
Suasana Peneliti sedang mewawancarai Informan Partai PKS
Gambar 19
Informan Partai PKS sedang mengisi Member Check
Gambar 20
Informan Partai Hanura sedang mengisi Member Check
Gambar 21
Visi Misi Partai PKS
Gambar 22
Kondisi Sekertariat PKS Kabupaten Serang
Gambar 23
Kondisi ruangan partai PKS Kabupaten Serang
Gambar 24
Papan informasi partai PKS Kabupaten Serang
Gambar 25
Kondisi ruangan partai PKS Kabupaten Serang
Gambar 26
Informan Partai Demokrat sedang mengisi Member Check
Gambar 27
Suasana wawancara informan dari Bagian Pemerintahan Umum Setda Kab.
Serang
Gambar 28
Suasana wawancara informan dari Bagian Hukum Setda Kab. Serang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Damar Aji Nusantara
NIM : 6661120596
Tempat, Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 28 Mei 1994
Alamat : Puri Kartika Banjarsari B1/04,
Cipocok Jaya. Kota Serang-Banten.
No Telefon/ Pin Bbm : 087774072706/ 5AA44130
Email : [email protected]
A. Riwayat Pendidikan
SD Negeri 1 Cipocok Jaya Serang (2000-2006)
SMP Negeri 1 Serang (2006-2009)
SMA Negeri 2 Kota Serang (2009-2012)
Ilmu Administrasi Negara FISIP UNTIRTA (2012-2016)
B. Pengalaman Organisasi
Anggota Komisi Pengawasan DPM KBM FISIP UNTIRTA (2013)
Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara
FISIP UNTIRTA (2014)
Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa FISIP UNTIRTA (2015)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat PERSIP
UNTIRTA (2015)
C. Prestasi
Peserta Olimpiade Ekonomi Tingkat Provinsi Banten (2011)
Paskibraka Kota Serang (2011)
Juara 3 Lomba Debat Mahasiswa se-Banten (2013)
Delegasi Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara dalam kegiatan
Temu Administrator Muda Indonesia di Malang (2013)
Delegasi UNTIRTA dalam kegiatan Kuliah Kerja Mahasiswa
Nasional (KKM Kebangsaan, Riau 2015)