exploratory behaviour vib klp 9
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua organism memiliki perilaku. Perilaku merupakan bentuk respons
terhadap kondisi internal dan eksternalnya. Suatu respons dikatakan perilaku
bila respons tersebut telah berpola, yakni memberikan respons tertentu yang
sama terhadap stimulus tertentu. Perilaku juga dapat diartikan sebagai
aktivitas suatu organisme akibat adanya suatu stimulus. Dalam mengamati
perilaku, kita cenderung untuk menempatkan diri pada organisme yang kita
amati, yakni dengan menganggap bahwa organisme tadi melihat dan
merasakan seperti kita. Ini adalah antropomorfisme (Y: anthropos = manusia),
yaitu interpretasi perilaku organisme lain seperti perilaku manusia. Semakin
kita merasa mengenal suatu organisme, semakin kita menafsirkan perilaku
tersebut secara antropomorfik.
Seringkali suatu perilaku hewan terjadi karena pengaruh genetis (perilaku
bawaan lahir atau innate behavior), dan karena akibat proses belajar atau
pengalaman yang dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan
ekologi perilaku terjadi perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa
perilaku yang terdapat pada suatu organisme merupakan pengaruh alami atau
karena akibat hasil asuhan atau pemeliharaan, hal ini merupakan perdebatan
yang terus berlangsung. Dari berbagai hasil kajian, diketahui bahwa terjadinya
suatu perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis dan lingkungan
(proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat.
Untuk mengetahui terdapat bahaya di sekitar lingkungannya maka hewan
memiliki perilaku menyelidiki (investifated behavior). Selain itu, perilaku ini
juga berguna untuk mendeteksi makanan maupun mangsa bagi hewan itu
sendiri. Untuk itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang perilaku
menyelidiki pada hewan.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka, rumusan masalah yang dapat
kami ambil yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan tingkah laku menyelidiki pada hewan?
2. Apa saja contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat ditemukan pada
invertebrate?
3. Apa saja contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat ditemukan pada
vertebrate?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka kita dapat mengambil tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan tingkah laku menyelidiki
pada hewan.
2. Untuk mengetahui contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat
ditemukan pada invertebrate.
3. Untuk mengetahui contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat
ditemukan pada vertebrate.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari tujuan di atas adalah:
1. Kita dapat mengetahui yang dimaksud dengan tingkah laku
menyelidiki pada hewan.
2. Kita dapat mengetahui contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat
ditemukan pada invertebrate.
3. Kita dapat mengetahui contoh tingkah laku menyelidiki yang dapat
ditemukan pada vertebrate.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tingkah Laku Menyelidiki (Investigative Behaviour)
Tingkah laku menyelidik (Investigative behavior) ini merupakan tingkah
laku hewan yang menunjukkan kegiatan berupa usaha hewan untuk mengenal
lingkungannya dengan menggunakan panca indra dan alat tubuh yg lain.
Kegiatan menyelidik ini dapat berupa mengamati, membaui, merasakan,
mendengar dan lain-lainnya. Sebagai contoh, kera yg baru saja memasuki
wilayah yg asing (baru) baginya, maka ia berusaha untuk tahu segala sesuatu
yang ada di wilayah yang baru itu dengan cara memegang, melihat, membaui
apa saja yg dijumpainya. Tingkah laku menyelidik ini sering pula disebut
tingkah laku menjelajah (exploratory behavior).
A. PERILAKU MENYELIDIK / MENJELAJAH (EKSPLORATORY
BEHAVIOR) PADA HEWAN INVERTEBRATA
1) LEBAH MADU
Tidak hanya manusia, lebah madu pun mengenal pembagian peran dalam
koloni mereka. Sebagian mereka menjaga sarang dan merawat anak-anak lebah,
sebagian lain bertugas mencari sumber makanan baru.
Ternyata, pembagian tugas ini didasarkan pada karakter lebah tersebut.
Lebah yang bertahan di sarang adalah lebah yang bersifat “pemalu”, sedangkan
lebah yang punya jiwa petualang, yang dikenal dengan istilah lebah pengintai,
dipercaya untuk meninggalkan sarang. Lebah pengintai inilah yang merupakan
lebah dengan perilaku menyelidik (investigative) atau menjelajah (exploratory)
yang tampak dominan ketika menjalankan tugas mencari sumber makanan baru
dan mencari sarang baru.
Dalam pencarian sumber makanan dan sarang baru, lebah pengintai ini
menggunakan “tarian mengibas lebah madu”, dimana proses ritualnya sudah
dijelaskan oleh kelompok-kelompok sebelumnya. Secara singkat, bahwa lebah-
lebah non-pengintai dapat meramalkan dan mengetahui arah tempat makanan
3
maupun arah sarang baru yang ditemukan oleh si penari (pengintai). Dapat ditarik
simpulan bahwa lebah pengintai yang kembali ke sarangnya memberikan signal
(dalam bentuk tarian) maupun dalam bentuk bau yang menunjukkan arah tempat
sumber makanan atau sarang baru yang ditemukannya.
Gambar 1: Tarian Lebah Madu
Studi terbaru menunjukkan bahwa lebah pengintai memiliki ekpresi gen di
otak yang berbeda dengan lebah non-pengintai. Studi tersebut diterbitkan dalam
jurnal Science dan diketuai oleh Gene E. Robinson, pakar genetika sekaligus
profesor entomologi dan ilmu saraf di University of Illinois.
Para peneliti memulai dengan membuat pos-pos makanan baru dengan
warna dan bau yang unik, satu demi satu selama beberapa hari. Lantas, mereka
memantau lebah mana saja yang suka mencicipi pos baru dan mana yang memilih
bertahan dengan pos yang sudah akrab.
Ketika memeriksa otak dari lebah yang suka bertualang, para peneliti
menemukan perbedaan dalam substansi kimia di otak, terutama catecholamine,
glutamate dan asam gamma-aminobutyric. Zat-zat kimia ini diketahui memiliki
pengaruh terhadap tingkat kepuasan yang didapat ketika merasakan pengalaman
baru.
Para peneliti menemukan bahwa dengan meningkatkan atau menghambat
zat kimia tersebut di otak, mereka bisa mendorong perilaku bertualang pada lebah
yang lebih pemalu. Dengan meningkatkan glutamate dan octopamine, lebah non-
pengintai terbukti menjadi lebih petualang. Sebaliknya, ketika peneliti menekan
dopmine, lebah petualang menjadi lebih enggan menjelajah. “Dengan
4
memanipulasi sejumlah jalur neurokimia, kami bisa meningkatkan potensi
perilaku mengintai,” ujar Robinson.
Hal ini, menurut para peneliti, juga ditemukan pada manusia. “Hasil ini
menyatakan bahwa minat mencari hal baru memiliki kemiripan dengan serangga,”
ujar Robinson.
Riset tersebut juga menunjukkan bahwa perangkat genetika yang sama
berevolusi dalam lebah, hewan, maupun manusia dan sifat suka bertualang
merupakan karakter yang penting untuk dipertahankan karena itu bisa membantu
spesies menemukan sumber makanan baru.
2) SEMUT
Semut pekerja tua ditugaskan sebagai penjelajah yang menyurvei tanah di
sekitar sarang untuk mendapatkan sumber makanan bagi koloni yang populasinya
mencapai ratusan ribu (bahkan terkadang jutaan). Ketika para penjelajah
menemukan sumber makanan, mereka mengumpulkan teman-teman sesarang di
sekitar makanan. Jumlah semut yang berkumpul bergantung pada besar dan
kualitas sumber pangan ini. Semut menyelesaikan masalah makanan dengan
jaringan komunikasi yang sangat kuat.
Semut pekerja yang bertugas mencari makanan menyebar untuk
menemukan sumber makanan dengan meninggalkan jejak bahan kimia (feromon)
melalui jarum di pantat mereka. Jejak ini akan membantu teman-temannya
menemukan sumber makanan. Disamping meninggalkan feromon, semut juga
akan meninggalkan bau ditempat yang telah dia lewati, sehingga ia tidak akan
kehilangan arah untuk kembali kesarang.
Gambar 2: Semut pekerja yang bertugas mencari makanan
meninggalkan jejak bahan kimia (feromon)
5
Semut penjelajah ini berangkat dari sarang menuju ke sumber makanan
dengan berjalan berkelok-kelok, tetapi kembali ke sarang dengan rute lurus yang
lebih singkat. Bagaimana mungkin seekor semut yang hanya dapat melihat
beberapa sentimeter ke depan bisa berjalan lurus?
Untuk menjawab pertanyaan ini, seorang peneliti bernama Richard
Feynman meletakkan sebongkah gula di salah satu ujung bak mandi, lalu
menunggu seekor semut datang dan menemukannya. Ketika semut yang pertama
kali datang ini kembali ke sarangnya, Feynman mengikuti jejaknya yang berkelok.
Kemudian Feyman mengikuti jejak semut-semut berikutnya. Ternyata Feynman
menemukan bahwa semut yang datang belakangan tidak mengikuti jejak yang
ditinggalkan; mereka lebih pintar, mengambil jalan memotong sampai akhirnya
jejaknya menjadi berbentuk garis lurus.
Diilhami hasil penelitian Feynman, seorang ahli komputer bernama Alfred
Bruckstein membuktikan secara matematis bahwa semut-semut yang datang
selanjutnya memang meluruskan jejak berkelok itu. Kesimpulan yang didapatnya
sama: setelah beberapa ekor semut, panjang jejak dapat diminimalkan menjadi
jarak terpendek antara dua titik dengan kata lain, membentuk garis lurus.
Gambar 3: Semut yang mencari jalan lurus langsung ke sarang
Apa yang diceritakan tadi tentu saja membutuhkan keahlian jika dilakukan
oleh manusia. Ia tentu harus menggunakan kompas, jam, maupun perlengkapan
yang lebih canggih lagi untuk menentukan suatu jarak. Orang ini harus juga
menguasai matematika. Berbeda dengan manusia, penunjuk jalan semut adalah
matahari, sedangkan kompasnya adalah cabang pohon dan benda-benda atau
6
tanda alam lainnya. Semut mengingat bentuk tanda-tanda ini, sehingga dapat
menggunakannya untuk menemukan rute pulang terpendek, meskipun rute ini
benar-benar baru baginya. Semut bertindak seolah-olah mengetahui benar cara
menemukan jalan. Pada malam hari, mereka dapat menemukan dan mengikuti
jalan yang mereka tempuh saat menemukan makanan pada pagi harinya,
meskipun kondisinya berubah.
Meskipun kedengarannya mudah, sebenarnya cara ini sulit dijelaskan!
Bagaimana mungkin seekor makhluk kecil seperti semut, yang tidak memiliki
otak maupun kemampuan berpikir dan mempertimbangkan, melakukan
perhitungan seperti ini?
Teknik komunikasi dengan jejak (mengikuti jejak bau) sering digunakan oleh
semut. Banyak contoh yang menarik dalam hal ini:
a. Suatu spesies semut yang hidup di gurun pasir di Amerika mengeluarkan
bau khusus yang diproduksi di kantung racunnya jika ia menemukan
serangga mati yang terlalu besar atau berat untuk di-bawanya. Teman-
temannya sesarang dari jauh dapat mencium bau yang dikeluarkan dan
mendekati sumbernya. Ketika jumlah semut yang berkumpul di sekitar
mangsa sudah cukup, mereka membawa serangga tersebut ke sarang.
b. Ketika semut api berpisah untuk mencari makanan, mereka meng-ikuti
jejak bau selama beberapa lama, lalu akhirnya berpisah dan mencari
makanan masing-masing. Sikap semut api berubah jika sudah mene-
mukan makanan. Kalau menemukan makanan, semut api kembali ke
sarang dengan berjalan lebih lambat dan tubuhnya dekat dengan tanah. Ia
menonjolkan sengatnya pada interval tertentu dan ujung sengat menyentuh
tanah seperti pensil menggambar garis tipis. Demikianlah semut api
meninggalkan jejak yang menuju ke makanan
c. Semut Dacetine menggunakan rahangnya bagaikan perangkap hewan
untuk menghadapi manuver mangsanya. Ketika semut pencari makan
mencium bau serangga dengan antenanya, ia mengintai dengan rahang
terbuka 180 derajat. Semut ini mengaitkan gigi kecilnya pada rahangnya
dengan cara menekankannya ke langit-langit mulut. Lalu, semut
memeriksa sekitar-nya dengan menggerakkan antenanya ke depan.
7
Kemudian semut mendekati serangga perlahan-lahan. Ketika antenanya
menyentuh mangsa-nya, si serangga kecil terjangkau oleh gigi bawah
semut. Ketika semut menurunkan langit-langit mulutnya, rahangnya
mendadak menutup dan mangsanya terjepit di antara giginya. Semut yang
diceritakan ini tidak pernah meleset karena rahangnya memiliki refleks
tercepat di dunia.
B. PERILAKU MENYELIDIK / MENJELAJAH (EKSPLORATORY
BEHAVIOR) PADA HEWAN VERTEBRATA
1) PISCES
a) IKAN KOI
Ikan koi akan segera menyelidiki benda atau binatang yang jatuh ke air. Hal
ini terjadi karena ikan tersebut mengira bahwa benda tersebut adalah makanan.
Benda tersebut akan segera didekatinya dengan cepat. Jika benda tersebut
makanannya maka akan ditelan dan jika bukan makanannya maka akan
dimuntahkan. Tingkah laku ini juga dilakukan oleh beberapa ikan-ikan kecil yang
hidup di sungai.
Gambar 4: Ikan koi yang sedang menyelidiki makanannya
b) IKAN KERAPU MACAN
Tingkah laku ikan kerapu macan sebelum ada mangsa atau hewan yang
jatuh kedalam air adalah bergerombol. Ketika ada hewan yang jatuh kedalam air,
ikan mulai merespon dengan bergerak ke arah hewan tersebut. Fase ini disebut
dengan fase aurosal (timbul selera). Pada fase tersebut, organ yang berperan
8
adalah penciuman (olfactory). Melalui organ olfactory, sensori kimiawi (chemical
sense) akan memungkinkan ikan untuk mengikuti dan menemukan makanan atau
mangsa, dimana mekanisme transduce sinyal kimia melalui aktivitas elektrik.
Ikan kemudian bergerak naik dan turun mencari jalan agar bisa menerobos
lingkungan dan memakan umpan. Fase ini dinamakan mencari lokasi. Pada tahap
tersebut, organ yang bekerja adalah perpaduan antara vision organ dan olfactory
organ. Pada saat ikan melakukan eksplorasi suatu area melalui sinyal kimia yang
diterimanya maka organ olfactory sebagai isyarat navigator yang utama untuk
melakukan orientasi akan bekerja, tetapi ketika sumber kimia tersebut didapatkan
maka kemampuan organ vision yang berperan.
Saat ikan kerapu macan mengamati umpan yang ada didepannya kemudian
melesat secara tiba-tiba menyergap umpan/makanan yang ada didepannya dan
menariknya ketempat persembunyian, merupakan fase mengidentifikasi dan
memakan umpan (uptake and finding bait).
Gambar 4: Ikan kerapu macan yang sedang bergerombol
2) AMFIBI
a) SESILIA
Sesilia adalah amfibi tanpa tungkai serupa cacing dengan gigi tajam dan
kerangka bertulang. Ada yang hidup di bawah tanah dan menggunakan moncong
yng runcing serta tengkorak yang keras untuk membuat liang di tanah. Ada pula
yang hidup di air. Sesilia memiliki sirip pada ekor untuk berrenang. Sekitar 170
spesies sesilia ditemukan di wilayah tropis Afrika, Asia dan Amerika Selatan.
Penglihatan Sesilia buruk karena matanya tertutupi oleh lapisan pelindung.
Sebagai pengimbangnya, amfibi ini memiliki organ pengindra di bawah setiap
9
rongga mata. Tentakel ini mengumpulkan partikel bau di udara yang digunakan
sesilia untuk menentukan letak pasangan dan mangsa, misalnya cacing tanah.
Gambar 5: Sesilia
3) REPTIL
a) ULAR
Hewan reptil menggunakan lidah untuk mencari makan, termasuk ular.
Biasanya ular menjelajah permukaan tanah dan mengecap bahan organik yang
tersentuh dan terasa oleh lidahnya kemudian menerjemahkan data tersebut
menjadi informasi tentang sumber makanan bagi ular.
Ada suatu penelitian membuktikan bahwa lidah ular peka terhadap getaran
bunyi, untuk mendeteksi secara dini sehingga ular tahu bila di dekatnya ada
mangsa atau pemangsa. Umumnya lidah berwarna hitam, tetapi adakalanya
berwarna merah terang atau kebiruan. Walaupun panjang dan bergerak sangat
dinamis, lidah bukan sebagai alat bantu menelan.
Sebagai indera perasa, lidah ular dipakai untuk mengenali lingkungan baru
dengan cara dijulurkan ke luar agak lama. Bila ada makanan atau benda baru di
dekatnya, ular akan menjulurkan lidah dan menyentuhkannya berkali-kali sebelum
menelan atau menolaknya. Bila timbul rangsangan istimewa maka lidah akan
dijulurkan dan bergetar.
Lidah ular semacam sensor yang berguna untuk mengetahui kondisi
lingkungan di sekitar ular tersebut, mulai dari
1. Mendeteksi perubahan suhu lingkungan
2. Mendeteksi pergerakan hewan lain
10
3. Dikarenakan penglihatan ular termasuk buruk, sehingga ular hanya bisa
melihat dengan mendeteksi panas tubuh hewan dan manusia.
Gambar 6: Ular yang sedang menjulurkan lidahnya
Ular juga punya alat pencium bau yang namanya kalau tidak salah organ
Jacobson. Lidah ular ini diperlukan untuk menyampaikan bau dari lingkungan
menuju organ Jacobson tersebut.
4) AVES
a) BURUNG ELANG
Burung merupakan satwa yang paling aktif terutama pada lingkungan yang
baru, di mana sering terlihat melakukan aktivitas bergerak dengan cara memanjat,
melompat, berjalan, terbang, berteriak, dan berkelahi. Bertengger di tempat tinggi
sering dilakukan dengan melihat Elang Ular Bido (Spilor yang cheela bisnis) dan
itu adalah karena sifat penyelidikan atau telah mereka menyelidiki sangat tinggi
terutama pada lingkungan. Menyelidiki sifat dimaksudkan untuk mengetahui
apakah ada gangguan di lingkungan sekitarnya, sehingga mereka dapat
mempertahankan kehidupan selanjutnya.
Penyelidikan ini juga dilakukan untuk mengawasi mangsanya. Kemudian
terbang melayang pelan sambil mengawasi mangsa dan meluncur menangkap
mangsanya ketika mangsa buruannya terlihat.
11
Gambar 7: Burung Elang yang sedang mengintai mangsanya
b) BURUNG BAYAN
Salah satu contohnya adalah burung bayan pada lingkungan baru, akan
belajar beradaptasi walaupun selalu disertai dengan investigasi terhadap semua
gerakan binatang lainnya.
Gambar 8: Burung Bayan sedang mengamati lingkungannya
Burung yang baru datang sangat waspada terhadap lingkungan di mana
sekali-sekali burung mengangkat kepala untuk mengawasi lingkungan sekitar.
Umumnya lebih banyak beraktivitas diam sambil mengawasi keadaan sekitar.
Oleh karena itu pada saat bertengger, kedua matanya terbuka sambil mengangkat
kepala lalu mengarahkan mata dan telinga ke segala arah. Hal ini berkaitan
dengan sifat investigasi atau menyelidiki yang dimiliki satwa terhadap lingkungan
yang baru adalah sangat tinggi (Wodzicka-Tomaszewska et al., 1991). Sifat
menyelidiki dimaksudkan agar cepat menyesuaikan diri dengan perubahan
12
lingkungan sekitar sehingga dapat mempertahankan kehidupan selanjutnya. Di
samping itu, pendengaran burung cukup tajam sehingga selalu waspada terhadap
lingkungan.
Aktivitas terbang pada burung bayan yang berada pada lingkungan yang
baru disebabkan burung masih dalam tahap menyelidiki keadaan sekitar sehingga
apabila ada gerakan yang mencurigakan, secara otomatis burung langsung terbang
sambil mengeluarkan suara keras.
Pada saat terbang, burung mengeluarkan suara yang sangat keras dan
melengking. Dari semua jenis burung paruh bengkok, burung bayan bersuara dan
berteriak paling keras terutama apabila ada dalam lingkungan baru. Hal ini
berkaitan dengan sifat menyelidiki pada burung yang ditempatkan pada
lingkungan baru. Memberi kesempatan pada burung untuk menyelidiki keadaan
lingkungan sekitar, akan lebih memudahkan proses adaptasi burung. Perilaku
menyelidik dapat menjadi karakteristik penting untuk memudahkan burung
mengetahui kondisi bahaya.
Aktivitas mengeluarkan suara yang keras dan diikuti dengan terbang lebih
banyak dilakukan oleh burung jantan dibandingkan burung betina. Hal ini
disebabkan karena umumnya burung jantan mempunyai sifat melindungi, lebih
agresif, dan lebih berani terhadap gangguan dibandingkan dengan burung betina.
Sifat melindungi ini sering terlihat apabila burung betina sedang di dalam sarang
untuk bertelur, mengeram, atau mengasuh anaknya, maka burung jantan berperan
menjaga sarang sekaligus melindungi dan memberi makan induk betina dan
anaknya, sedangkan induk betina tetap di dalam sarang hingga anak-nya bisa
terbang sendiri.
c) BURUNG HANTU
Burung hantu dalam bahasa inggrisnya disebut owl adalah kelompok
burung yang merupakan anggota ordo Strigiformes. Burung ini termasuk
golongan burung buas (karnivora, pemakan daging) dan merupakan hewan malam
(nokturnal) yang berkaki dua. Seluruhnya, terdapat sekitar 222 spesies yang telah
diketahui, yang menyebar di seluruh dunia kecuali Antartika, sebagian besar
Greenland, dan beberapa pulau-pulau terpencil.
13
Salah satu indra terbaik pada burung hantu adalah matanya. Burung ini
dapat melihat benda di kejauhan lebih baik daripada manusia dan juga mempunyai
sudut pandangan lebih luas. Dengan mengetahui apa-apa yang membahayakan di
depannya, mereka secara tepat menentukan kecepatan dan arah terbangnya. Mata
burung terkunci pada rongga matanya sehingga mereka tidak bisa menggerakkan
bola matanya seperti manusia. Mereka dapat memperluas cakupan pandangannya
dengan memutar kepala serta lehernya dengan cepat. Burung hantu mempunyai
mata yang sangat lebar menghadap ke depan, sehingga memungkinkan mengukur
jarak dengan tepat. Beberapa sel khusus di matanya sangat peka terhadap cahaya
yang redup. Paruh yang kuat dan tajam; kaki yang cekatan dan mampu
mencengkeram dengan kuat; dan kemampuan terbang tanpa berisik. Berkat
keistimewaan ini burung hantu dapat melihat dan berburu dengan baik di malam
hari.
Gambar 9: Burung Hantu yang sedang mengintai mangsanya
Telinga burung hantu sangat peka terhadap suara. Mereka mempunyai
pendengaran yang lebih baik daripada manusia. Ada semacam bulu-bulu seperti
sikat pada dua sisi muka burung hantu yang menangkap gelombang suara dan
meneruskannya ke dalam telinga. Bulu-bulu tersebut juga memisahkan satu
telinga dari yang lainnya sehingga suara yang datang dari arah kanan akan lebih
jelas terdengar pada telinga kanan. Terlebih lagi, posisi telinga di kepalanya
tidaklah sejajar. Telinga yang satu lebih tinggi letaknya dari satu lainnya. Dengan
14
demikian, burung hantu mampu menentukan arah suara yang datang dari berbagai
penjuru. Karenanya, walaupun ia tidak melihat makhluk yang bersuara itu, ia
dapat mengetahui letaknya secara tepat. Ini sangat menguntungkan sekali pada
musim salju ketika mencari mangsa menjadi sangat sulit.
5) MAMALIA
a) ANJING
Perilaku menyelidik atau investigasi salah satu jenis mamalia yang paling
menonjol adalah perilaku yang terlihat pada anjing. Hal ini juga salah satu faktor
paling penting yang harus diperhatikan ketika memilih anjing untuk pelatihan
deteksi narkotika. Anjing yang memiliki perilaku investigatif tingkat tinggi sangat
ingin tahu dan memiliki keinginan untuk memeriksa objek yang sangat dekat,
karena itu ia biasanya akan unggul dan sangat cepat ketika dilatih untuk berburu
bau narkotika. Ada beberapa tanda yang dapat diamati untuk mengenali perilaku
investigasi pada anjing. Salah satu perilaku yang paling khas dari anjing adalah
ketika anjing tersebut berlari kecil di sekitar kandangnya, menyelidiki /
menginvestigasi objek menggunakan hidung dan mata, lalu membungkuk untuk
melihat dan mendengarkan setiap kali ada suara. Karakteristik lain dari perilaku
menyelidik / investigasi anjing meliputi :
1) Berjalan atau berlari dengan hidung ke tanah, kemudian mengendus
2) Kepala di udara sambil mengendus, dapat berjalan dari sisi ke sisi
3) Mengendus daerah anus dan/atau kelamin
4) Mengendus hidung atau wajah anjing lain
5) Kepala diangkat, telinga tegak (mendengarkan dan melihat)
6) Mengorek dan mengendus urin atau feses
7) Merangkak maju, menggerakkan kepala dari sisi ke sisi, kemudian
mengendus.
15
Gambar 10: Anjing yang sedang mengendus tas wisatawan lokal dibandara
b) KUCING
Kucing adalah hewan yang senantiasa ingin tahu dan mereka sangat gemar
untuk menyelidiki segala hal yang dirasa baru atau aneh bagi mereka, terutama
sekali apabila tidak ada seorangpun di dalam rumah yang mengawasi mereka
bermain. Kucing menyelidiki dengan cara menggaruk, mencakar atau menggigit
dan mengejar benda yang dianggap aneh di tempat atau lingkungan barunya
Kucing adalah hewan pemburu, mereka berevolusi dari leluhur pemburu
dan telah tertanam dalam gen mereka kalau mereka pada dasarnya pemburu.
Mereka berevolusi untuk bertahan hidup dengan menangkap mangsa.
Karakteristik ini bisa dilihat dari bentuk fisiknya, gerakannya yang diam,
pandangan yang dalam, giginya yang tajam, kumisnya yang mendeteksi arus
udara, getaran, dan benda padat semuanya merupakan karakteristik predator.
Kucing dapat mematung, tidak bergerak cukup lama terutama ketika sedang
mengintai mangsa atau bersiap untuk "pounce" atau menyergap mangsanya.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Tingkah laku menyelidik (Investigative behavior) ini merupakan tingkah
laku hewan yang menunjukkan kegiatan berupa usaha hewan untuk
mengenal lingkungannya dengan menggunakan panca indra dan alat tubuh
yg lain. Kegiatan menyelidik ini dapat berupa mengamati, membaui,
merasakan, mendengar dan lain-lainnya.
2. Tingkah laku menyelidik ini sering pula disebut tingkah laku menjelajah
(exploratory behavior).
3. Tingkah laku menyelidik ini dapat dijumpai pada beberapa invertebrate
dan vertebrata.
3.2 Saran
Penulis berharap agar makalah ini berguna untuk menambah pengetahuan
terhadap tingkah laku hewan, khususnya tingkah laku menyelidiki. Kami juga
berharap agar tulisan ini dapat menunjang pembelajaran. Akan tetapi, masih
ada kekurangan dalam tulisan ini, jadi saran kami kepada pembaca akan lebih
baik jika kalian mampu menyempurnakannya lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Bawa, Wayan. 1991. Ethology. Denpasar: FKIP UNUD
Budhi, Anissa. 2010. Perilaku Binatang. (http:// materi eto/pelangiLova »
PERILAKU BINATANG.html diakses 2 Juni 2013)
Del’Omo, Giacomo. 2002. Behavioural Ecotoxicology. USA: WILEY
Ermi, Fitria. 2012. Tingkah Laku Hewan. (http:// materi eto/Fitria-Ermi
Biology 's Blog.html diakses 2 Juni 2013)
Swasta, Jelantik. 2003. Diktat Kuliah Ekologi Hewan tentang Habitat dan
Relung Ekologi. Singaraja: FKIP Undiksha
19