faktor-faktor..., fathir fajar sidiq, fisipui, 2012

139
UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOORDINASI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DI INDONESIA TESIS Fathir Fajar Sidiq 0906 589 135 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCASARJANA JAKARTA 2012 Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Upload: vuxuyen

Post on 12-Jan-2017

242 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOORDINASIPENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DI INDONESIA

TESIS

Fathir Fajar Sidiq0906 589 135

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKDEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM PASCASARJANA

JAKARTA2012

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Perpustakaan
Note
Silakan klik bookmarks untuk melihat atau link ke hlm
Page 2: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOORDINASIPENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DI INDONESIA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MagisterAdministrasi (M.A.) dalam Ilmu Administrasi

Fathir Fajar Sidiq0906 589 135

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKDEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM PASCASARJANAKekhususan: Administrasi dan Kebijakan Publik

JAKARTA2012

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 3: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

HALAMAN PERNY ATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama: Fathir Fajar Sidiq

NPM: 0906589 135

Tanda Tangan: ..T ••••••••••••••••••••

Tanggal: Januari 2012

ii

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 4: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

_ .._-- .... -- ..

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh .

Nama Fathir Fajar Sidiq

0906589135NPM

Program Studi

Judul

Ilmu Administrasi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koordinasi

Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Indonesia

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagaibagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar MagisterAdministrasi (M.A.) pada Program Pascasarjana Departemen Imu AdministrasiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI:

Ketua Sidang Dr. Roy V. Salomo, M. Soc, ScJ~( ~ )

Dr. Linda Darmajanti, MT

Pembimbing Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si

Penguji/

( )

Sekretaris Achmad Lutfi, M.Si

Ditetapkan di : Depok

Tanggal Januari 2012

iiiFaktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 5: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas berkat ridho Alloh SWT karya tulis ini dapat

terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada

Nabi Muhammad SAW, sosok mulia pembawa pencerahan kepada umat manusia

sedunia.

Tesis yang berjudul: “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koordinasi

Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Indonesia” ini merupakan bentuk

kegelisahan penulis selaku Warga Negara Indonesia yang ingin mengetahui

perihal pengelolaan perbatasan dari garda terdepannya, yaitu kabupaten/kota di

Indonesia. Mengingat keterbatasan penulis, maka banyak pihak yang penulis

mintakan bantuannya bagi terselesaikannya tesis ini. Untuk itu ucapan terima

kasih dan penghargaan penulis sampaikan dengan tulus kepada pihak-pihak

tersebut, yaitu:

a. Pemerintah Kota Depok, dalam hal ini Bapak H. Nur Mahmudi Isma’il

dan Bapak H. Yuyun Wirasaputra beserta seluruh aparatur, khususnya

Badan Kepegawaian Daerah Kota Depok yang telah memfasilitasi penulis

dari awal hingga akhir;

b. Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si. yang dengan sabarnya telah

membimbing penulis;

c. Orang tuaku Bapak Mursalih dan Emak Aminah yang tiada henti-hentinya

mendoakan anaknya demi mencapai kesuksesan;

d. Istriku tercinta Eva Fachrani dan Anakku Muhammad Kafi Anggapraja

yang senantiasa menjadi motivator terdahsyat;

e. Kakak-kakak senior dan staf di Badan Nasional Pengelola Perbatasan

(BNPP), khususnya Kak Amran dan Kak Amril yang telah membantu

adinda sehingga bisa menjejakkan kaki di Pulau Sebatik;

f. Mas Edi di Dirjen PUM, Hasrul di Sebatik, Yoga di Belu, Hendra di

Batam, dan seluruh aparatur pemda yang telah menerima penulis dengan

baik;

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 6: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

v

g. Rekan-rekan Publik 18 yang telah memberikan warna tersendiri bagi

proses belajar yang menarik dan menyenangkan;

h. Para punggawa perpustakaan, Kampus PGT, dan Kampus Salemba yang

tidak pernah bosan untuk penulis sambangi; Pak Pur, Mas Pri, Bang Rizal,

Mas Deni, Mas Eko, dan Mba Niniek;

i. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan turut

membantu bagi terselesaikannya tesis ini dengan baik.

Tidak lupa pula penulis mengucapkan permohonan maaf apabila dalam

proses penulisan tesis ini ada pihak-pihak yang kurang berkenan baik secara

langsung ataupun tidak langsung.

Akhirnya, semoga karya tulis ini bisa memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya bagi upaya pengembangan pengetahuan khususnya pengelolaan

perbatasan yang lebih baik.

Depok, Januari 2012

Fathir Fajar Sidiq

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 7: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 8: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

ABSTRACT

Name : Fathir Fajar SidiqProgram : Administrative ScienceTitle : FACTORS THAT INFLUENCE COORDINATION OF

BORDER MANAGEMENT IN INDONESIA

One of the problems of border management in Indonesia is weak coordination.Therefore this research will look at how the coordination of border management inIndonesia, in this case conducted by the National Board of Border Management(BNPP), Ministry of Home Affairs (KDN), and 3 (three) regional government, that isNunukan Regency of East Borneo Province, Batam Municipality of the Island ofRiau Province, and Belu Regency of Nusa Tenggara Timur Province.

To analyze the coordination of border management issues, the authors use thepositivism approach, with the type of descriptive study. The technique of collectingdata through survey, interviews and documentation study. The informant in thisresearch is District Head of Sebatik Barat of Nunukan Regency and Sub Section Headof Border Cooperation in the Border Management Section in the Secretary ofNunukan Regency of East Borneo Province.

From the research, it can be concluded that there are 4 (four) significant factors thatgive contribution in the process of border management coordination, that is authority,communication, leadership, and control. Four of the factors are related to one anotherand cannot be separated. From those four factors, authority and communication werestill not running well, meanwhile two other factors, the ability to lead and controlwere performing quite good.

Keywords:

Coordination, border, Indonesia

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 9: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

vii

ABSTRAK

Nama : Fathir Fajar SidiqProgram Studi : Ilmu AdministrasiJudul : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KOORDINASI PENGELOLAAN BATAS WILAYAHNEGARA DI INDONESIA

Salah satu permasalahan pengelolaan perbatasan di Indonesia adalah lemahnyakoordinasi. Untuk itu penelitian ini akan melihat bagaimana koordinasipengelolaan batas wilayah negara di Indonesia, dalam hal ini yang dilakukan olehBadan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dengan Kementerian Dalam Negeri(KDN) dan Tiga (3) pemerintah daerah, yaitu Pemerintah Kabupaten NunukanProvinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau,dan Pemerintah Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Untuk menganalisis persoalan koordinasi pengelolaan perbatasan, penulismenggunakan pendekatan positivisme, dengan tipe penelitian deskriptif. Teknikpengumpulan data melalui survey, wawancara, dan studi dokumentasi. Informanyang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah Camat Sebatik BaratKabupaten Nunukan dan Kasubbag Kerjasama Perbatasan pada Bagian PenataanPerbatasan di Sekretariat Daerah Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur.

Dari penelitian yang telah penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapatempat (4) faktor penting yang memberikan kontribusi dalam proses koordinasipengelolaan perbatasan, yaitu kewenangan, komunikasi, kepemimpinan, dankontrol. Keempat faktor ini saling berkaitan satu sama lain, dan merupakan satukesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Di antara keempat faktor tersebut, faktorkewenangan dan komunikasi belum berjalan dengan baik, sedangkan dua faktorlainnya, kemampuan memimpin dan kontrol telah terlaksana dengan cukup baik.

Kata kunci:

Koordinasi, perbatasan, Indonesia

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 10: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

ix Universitas Indonesia

D A F T A R I S I

Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii

KATA PENGANTAR............................................................................................ iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR vi

ABSTRAK .............................................................................................................. vii

DAFTAR ISI........................................................................................................... ix

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 7

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................... ........ 7

1.4. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 8

1.5. Kerangka Pikir Penelitian ............................................................. 8

1. 6. Keterbatasan Studi ...................................................................... 8

BAB 2 KERANGKA TEORI

2.1. Perbatasan Negara......................................................................... 9

2.2. Pengelolaan Perbatasan................................................................. 16

2.3. Kondisi Perbatasan Indonesia ....................................................... 23

2.4. Koordinasi Pengelolaan Perbatasan .............................................. 35

2.5. Model Analisis .............................................................................. 47

2.6. Operasionalisasi Konsep ............................................................... 48

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian ................................................................... 49

3.2. Jenis/Tipe Penelitian ..................................................................... 49

3.3. Teknik Pengumpulan Data............................................................ 49

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 11: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

x Universitas Indonesia

3.4. Populasi dan Sampel .................................................................... 51

3.5. Teknik Analisa Data .................................................................... 52

BAB 4 KEBIJAKAN KOORDINASI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH

NEGARA DI INDONESIA

4.1. Desain Pengelolaan Perbatasan........................................................ 53

4.2. Koordinasi Lintas Kementerian dan Pemerintah Daerah................. 61

4.3. Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah ........................... 64

4.4. Strategi Dasar Pengelolaan Perbatasan ............................................ 66

BAB 5 FAKTOR-FAKTOR KOORDINASI PENGELOLAAN BATAS

WILAYAH NEGARA DI INDONESIA

5.1. Kewenangan.............................................................................. 69

5.2 Komunikasi ............................................................................... 79

5.3. Kepemimpinan.......................................................................... 86

5.4. Kontrol ...................................................................................... 90

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 97

6.2. Saran................................................................................................. 98

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 100

LAMPIRAN

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 12: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

xi Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Status Batas Maritim Indonesia Dengan Negara Tetangga……… 34Tabel 2.2. Operasionalisasi Konsep ………………………………………… 48

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 13: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

xii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Teori Boundary Making............................................................. 17Gambar 4.1. Desain Manajemen Berbasis Wilayah........................................ 56Gambar 4.2. Sinergitas Pengelolaan Perbatasan............................................. 60Gambar 4.3. Empat Pilar Utama Pengelolaan Perbatasan.............................. 62Gambar 5.1. Penguasaan Permasalahan Pengelolaan Batas........................... 73Gambar 5.2. Tumpang Tindih Pelaksanaan Tugas........................................ 74Gambar 5.3. Kepentingan Sektoral Dalam Pelaksanaan Tugas...................... 75Gambar 5.4. Fasilitas Sarana Komunikasi...................................................... 80Gambar 5.5. Pertemuan Rutin Harian............................................................ 82Gambar 5.6. Pertemuan Rutin dengan Instansi Lain....................................... 83Gambar 5.7. Bagian Khusus Koordinasi......................................................... 84Gambar 5.8. Mekanisme Pertukaran Dokumen Tertulis................................. 85Gambar 5.9. Kemampuan Teknis dan Profesional Pimpinan......................... 86Gambar 5.10 Aspiratif Dalam Menampung Ide............................................... 87Gambar 5.11 Kemampuan Pimpinan Mengarahkan Bawahan........................ 88Gambar 5.12 Perbedaan Rencana Program dan Implementasi........................ 91Gambar 5.13 Mekanisme Pelaporan dan Data................................................. 92Gambar 5.14 Mekanisme Evaluasi SOP.......................................................... 92Gambar 5.15 Mekanisme Evaluasi Anggaran............................................. 93Gambar 5.16 Faktor-Faktor Koordinasi Pengelolaan Batas Wilayah Negara

di Indonesia95

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 14: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

1 Universitas Indonesia

B A B 1

P E N D A H U L U A N

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal

17 Agustus 1945 memiliki tujuan dan cita-cita nasional seperti yang dinyatakan

pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan nasional bangsa Indonesia

adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

dan keadilan sosial. Dalam pasal 25A UUD 1945 telah pula ditegaskan bahwa

“Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang

berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan

dengan undang-undang”. Salah satu kepentingan nasional Indonesia adalah tetap

tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini mengandung makna, antara

lain perlu ditegakkannya:

a. Kedaulatan negara yang berada di tangan rakyat didasarkan atas hukum,

baik kedaulatan ke dalam maupun ke luar, dan Indonesia adalah negara

hukum;

b. Integritas nasional (integritas wilayah, integritas bangsa, dan integrasi

pemerintahan);

c. Keamanan wilayah yurisdiksi nasional yang berdaya tangkal serta

terbangun pada ketangguhan dan kedaulatan segenap komponen bangsa.

Tegaknya kedaulatan negara, integritas nasional dan keamanan wilayah

yurisdiksi nasional yang berdaya tangkal harus dapat diproyeksikan di seluruh

wilayah nasional, termasuk wilayah perbatasan yang saat ini seolah-olah masih

belum tersentuh. Oleh karena itu, pembangunan wilayah perbatasan sebagai

bagian dari pembangunan daerah dan bagian integral dari pembangunan nasional,

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 15: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

2

Universitas Indonesia

perlu mendapat prioritas dalam penataan strategi pembangunan nasional ke

depan.1

Secara mendasar, permasalahan perbatasan memang tidak dapat

dilepaskan dari masalah kedaulatan nasional negara yang saling berbatasan.2

Dalam pendekatan lama hubungan internasional, kedaulatan menjadi fokus

perhatian yang tidak terpisahkan dari kepentingan nasional ketika masalah mulai

muncul karena sengketa perbatasan. Namun secara logis, tidak dapat dipungkiri,

bahwa persoalan kepentingan nasional bukanlah batas wilayah secara fisik,

hukum, atau kedaulatan nasional semata, tetapi terkait dengan kepentingan

ekonomi, sumber daya alam, perdagangan lintas batas, adanya masalah

penyelundupan barang, senjata dan manusia, narkoba dan obat bius, dan kasus-

kasus transnasional lainnya. 3

Apabila ditinjau secara fisik, Indonesia merupakan negara terbesar kelima

di dunia yang dibatasi dua matra, yaitu di laut dengan 10 (sepuluh) negara, yaitu

India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, PNG, Australia,

dan Timor Leste, dan di darat dengan 3 (tiga) negara tetangga yaitu Malaysia,

Papua New Guinea, dan Timor Leste. Karakteristik sosial dalam pendefinisian

batas negara di kedua matra tersebut sangat berbeda, demikian pula sifat

permasalahannya.4

Kondisi ini sejatinya menggambarkan betapa wilayah perbatasan

Indonesia memiliki nilai strategis, tentunya dalam mendukung pembangunan

nasional, mengingat di wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang interaksi

antar masyarakat dari kedua negara bertetangga, yang dapat berakibat positif

ataupun negatif. Oleh karena itu, pengelolaan wilayah perbatasan menjadi

penting, tidak saja untuk lalu lintas orang atau barang yang masuk ke atau keluar

1 Naskah Seminar “Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan Guna MeningkatkanKesejahteraan Masyarakat Dalam Rangka Memperkokoh NKRI”, Kursus Reguler AngkatanXXXVII Lemhanas, tahun 20042 Marina Caparini and Otwin Marenin (eds), Borders and Security Governance: Managing Bordersin a Globalised World, Geneve: DCAF and Lit, 2006.3 Thomas, Caroline. In Search of Security: The Third World in International Relations. GreatBritain: Harvester Wheatsheaf, 1992.4 Hari Sabarno, “Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan dan Pengelolaan Pulau-PulauIndonesia di Wilayah Perbatasan”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Nomor I Tahun XXXIII,Januari-Maret 2003.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 16: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

3

Universitas Indonesia

dari wilayah negara, tetapi juga untuk menghindari penggunaan wilayah

perbatasan sebagai tempat lalu lintas kegiatan yang merugikan kepentingan

nasional, seperti penyelundupan, pencurian kekayaan alam, lalu lintas kejahatan

transnasional, dan tindakan-tindakan lain yang dapat merugikan kepentingan

negara Indonesia.

Data menunjukkan, masih banyak terdapatnya perbatasan darat ataupun

laut antara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang belum ditetapkan

secara final (lihat lampiran 1 s.d. 4). Kondisi ini tentu saja akan memicu

munculnya konflik jika tidak ditangani dengan baik oleh pihak-pihak yang

berkepentingan. Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini perlu merespon dengan

cepat dan tanggap, sehingga insiden-insiden yang terkait wilayah perbatasan dapat

dicegah sedini mungkin.

Rangkaian kejadian demi kejadian yang menyangkut wilayah perbatasan

Indonesia dengan negara-negara tetangga hendaknya mendapatkan perhatian yang

serius dari pemerintah. Rakyat Indonesia tentunya masih mengenang peristiwa

getir yang terjadi pada tahun 2002, dimana melalui Sidang Mahkamah

Internasional di Den Haag, Indonesia kalah dalam sidang kasus Sipadan dan

Ligitan. Hal serupa nampaknya akan terulang kembali, jika pemerintah kita tidak

cepat merespon klaim Malaysia atas Blok Ambalat, sebuah kawasan di timur

Propinsi Kalimantan Timur, yang oleh Malaysia diklaim sebagai bagian dari

teritorinya. Bahkan, isu mengenai perbatasan menghangat kembali dengan insiden

penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan di Perairan Bintan

pertengahan Agustus tahun 2010 yang lalu.5

Berdasarkan rangkaian peristiwa dan fakta di atas, serta ketertarikan

pribadi penulis terhadap pembangunan wilayah perbatasan, maka penulis

beranggapan bahwa tema perbatasan menjadi satu hal yang menarik untuk diteliti.

Setidaknya ada beberapa hal penting dan signifikan, sehingga penelitian terkait

pengelolaan perbatasan perlu dilakukan:6

5 Disarikan dari berbagai surat kabar daring6 Ganewati Wuryandari. Presentasi “Mewujudkan Manajemen Pengelolaan Batas Wilayah Negaradan Kawasan Perbatasan Darat Secara Terintegrasi Dalam Perspektif Keamanan danKesejahteraan”. Bappenas, 8 Desember 2010.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 17: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

4

Universitas Indonesia

a. Problematika kelembagaan perbatasan Indonesia. Model pengelolaan

batas wilayah dan kawasan perbatasan yang dikembangkan masih

bersifat parsial. Beberapa persoalan yang muncul terkait kelembagaan

perbatasan antara lain komite perbatasan diketuai instansi yang

berbeda, hubungan pemerintah pusat dan daerah belum memiliki

mekanisme yang jelas, persoalan kontrol dan monitoring, dan

lemahnya hubungan koordinatif;

b. Politik anggaran. Alokasi anggaran kementerian, lembaga dan

pemerintah daerah relatif minim, dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat maupun dalam mengembangkan

infrastruktur kawasan perbatasan.

Semenjak era reformasi bergulir, pemerintah telah mengeluarkan beberapa

kebijakan untuk mengatasi permasalahan perbatasan yang begitu kompleks.

Beberapa kebijakan tersebut antara lain Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2005

tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, Undang-Undang Nomor 43 tahun

2008 tentang Wilayah Negara, serta Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2010

tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

Perundang-undangan sebagaimana tersebut, memiliki keterkaitan erat

dengan upaya percepatan penyelesaian batas wilayah negara, serta mencerminkan

adanya pergeseran paradigma dan arah kebijakan pembangunan kawasan

perbatasan dari yang selama ini cenderung berorientasi “inward looking”, menjadi

“outward looking” sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan

dengan negara tetangga. 7

Sebagai gambaran, Perpres Nomor 78 tahun 2005 merupakan jawaban atas

kesadaran terhadap eksistensi pulau-pulau kecil terluar Indonesia yang memiliki

nilai strategis sebagai Titik Dasar dari Garis Pangkal Kepulauan Indonesia dalam

Penetapan Wilayah Perairan Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landas

Kontiten Indonesia. Sebuah kebijakan yang dirancang sebagai antisipasi terhadap

7 Desain Besar Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan tahun 2011-2025.BNPP, 2011.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 18: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

5

Universitas Indonesia

klaim negara lain terhadap wilayah Indonesia yang berdaulat, seperti yang pernah

terjadi pada Sipadan dan Ligitan.

Begitu pula dengan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2008 yang mencoba

menjawab tuntutan publik, terutama dalam kejelasan wilayah negara dan

pembagian kewenangan pengelolaan pusat dan daerah. Undang-Undang ini juga

yang mendorong untuk terbentuknya institusi khusus baru yang bertanggung

jawab atas pengelolaan perbatasan (Perpres Nomor 12 tahun 2010 tentang Badan

Nasional Pengelola Perbatasan). Instansi yang baru saja terbentuk ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi yang positif dan konstruktif bagi upaya penyelesaian

permasalahan perbatasan secara sinergis dan terpadu. Hal ini tidaklah berlebihan,

sebagaimana diamanatkan oleh Perpres Nomor 12 tahun 2010, BNPP mempunyai

tugas menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan

rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasikan pelaksanaan, dan melaksanakan

evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan Batas Wilayah Negara dan

Kawasan Perbatasan. Sebuah tugas yang cukup berat yang akan melibatkan

seluruh elemen bangsa ini, terutama lembaga-lembaga pemerintah yang terkait

secara sektoral dan teknis dalam hal pengelolaan perbatasan. Untuk itu, fungsi

koordinasi yang efektif dan efisien menjadi satu hal yang mutlak diperlukan bagi

BNNP dalam menjalankan tugasnya dengan baik.

Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini akan mengidentifikasi

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap koordinasi pengelolaan batas wilayah

negara di Indonesia, dalam hal ini yang dilakukan oleh BNPP dengan

Kementerian Dalam Negeri (KDN) dan pemerintah daerah yang terkait secara

langsung dalam pengelolaan perbatasan, khususnya batas wilayah negara.

Penelitian ini memang tidak membahas secara keseluruhan koordinasi yang

dilakukan oleh BNPP dengan seluruh lembaga-lembaga pemerintah yang terkait

secara sektoral dan teknis dalam hal pengelolaan perbatasan di Indonesia,

mengingat keterbatasan penulis sendiri dalam melakukan penelitian. Adapun

argumen yang mendasari pemilihan Kementerian Dalam Negeri sebagai obyek

penelitian adalah bahwa dari hasil observasi awal yang penulis lakukan di BNPP,

menunjukkan bahwa KDN merupakan embrio awal dari institusi BNPP yang ada

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 19: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

6

Universitas Indonesia

sekarang, dan memang telah secara aktif melakukan koordinasi dengan BNPP.

Selain itu pula, dari sisi tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh KDN, salah

satunya adalah dalam hal pengelolaan batas wilayah negara, yang notabene juga

merupakan bagian tugas penting dari BNPP sebagai institusi pengelola

perbatasan, termasuk di dalamnya adalah pulau-pulau terluar yang berbatasan

dengan negara-negara tetangga.

Begitu pula halnya dengan pemerintah daerah, di mana penulis mengambil

sampel yaitu Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Belu

Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau.

Pemilihan ketiga kabupaten/kota tersebut lebih kepada pertimbangan atas

keterwakilan posisi geografis Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang

membentang luas dari Utara ke Selatan dan dari Barat ke Timur.

Melalui penelitian ini, penulis juga akan melihat isu-isu strategis

pengelolaan perbatasan yang selama ini dilakukan, sehingga diharapkan peran

BNPP dapat terlihat dalam upaya mengatasai permasalahan perbatasan yang

selama ini terjadi. Terkait dengan hal tersebut, maka persoalan koordinasi dan

sinergi yang selama ini absen dalam pengeIolaan perbatasan menjadi satu hal

yang sangat penting untuk ditelaah lebih lanjut. Terkait lemahnya hubungan

koordinatif, beberapa hal yang perlu menjadi catatan adalah:

a. Masih adanya ketidakjelasan “komando”, di mana setiap tindakan

hanya menjadi bagian dari kebijakan masing-masing institusi yang

memiliki kepentingan tugas di perbatasan;

b. Pemahaman dan program yang beragam, terkait dengan visi serta tugas

pokok dan fungsi masing-masing, sehingga berakibat pada kurangnya

integrasi dan sinkronisasi cakupan dan tujuan progam antara institusi

yang satu dan lainnya.

Dua catatan yang dikemukakan di atas merupakan intisari dari

permasalahan koordinasi yang telah berlangsung hingga lahirnya BNPP sebagai

sebuah instansi yang diharapkan mampu menembus halangan dan rintangan

(barrier) dalam pengelolaan perbatasan di Indonesia.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 20: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

7

Universitas Indonesia

Atas dasar hal tersebut, penulis berpikir bahwa fungsi koordinasi

menempati posisi yang cukup vital dan signifikan dalam proses pengelolaan

perbatasan secara terpadu. Maka dari itu, diharapkan melalui penelitian ini akan

dapat terdeskripsikan secara sistematis bagaimana idealnya fungsi koordinasi itu

dilakukan oleh BNPP sehingga pengelolaan perbatasan dapat dilakukan dengan

baik sebagaimana prinsip yang dicanangkan oleh BNPP dalam menjalankan

tugasnya yaitu prinsip Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Simplifikasi

(KISS).

1.2. Perumusan Masalah

a. Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap koordinasi yang

dilakukan oleh BNPP dalam pengelolaan perbatasan, khususnya

pengelolaan batas wilayah negara?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap koordinasi yang

dilakukan oleh BNPP dengan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah

Daerah dalam hal pengelolaan batas wilayah negara di Indonesia.

1.4. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah

pengetahuan khususnya yang membahas koordinasi dan terkait

pengelolaan perbatasan terpadu (integrated border management);

b. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam proses evaluasi secara terus-

menerus bagi BNPP sebagai sebuah institusi pengelola perbatasan;

a. Sebagai sumbang saran bagi upaya mempertahankan kedaulatan NKRI,

khususnya bagi saudara-saudara setanah air yang saat ini di wilayah

perbatasan dan masih belum mendapatkan perhatian yang selayaknya dari

negara ini.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 21: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

8

Universitas Indonesia

1.5. Kerangka Pikir Penelitian

Dengan mengacu kepada permasalahan pengelolaan perbatasan yang

cukup kompleks, penulis melihat bahwa salah satu unsur penting pengelolaan

perbatasan adalah fungsi koordinasi. Berangkat dari hal tersebut dan

perkembangan aktual yang terjadi saat ini, penulis berpikir bahwa dengan

terbentuknya Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) pada tahun 2010

adalah sebuah jawaban atas pengelolaan perbatasan yang masih belum

komprehensif.

Untuk itu, penelitian ini akan mencoba melihat faktor-faktor apa yang

berpengaruh terhadap koordinasi yang dilakukan oleh BNPP dengan Kementerian

Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan batas wilayah negara di

Indonesia. Diharapkan melalui penelitian ini akan dapat terdeskripsikan

bagaimana idealnya koordinasi itu dapat dilakukan, sehingga kesalahan

pengelolaan perbatasan di masa lalu tidak terulang kembali.

1.6. Keterbatasan Studi

Dalam kegiatan survey di lapangan, salah satu kesulitan yang penulis hadapi

adalah tidak semua responden dari kabupaten/kota dapat penulis datangi satu

persatu. Penulis hanya dapat mendatangi Kabupaten Nunukan, sedangan dua

kabupaten/kota lainnya penulis menggunakan jejaring alumni STPDN (Sekolah

TInggi Pemerintahan Dalam Negeri) untuk memfasilitasinya. Selain itu pula,

penelitian ini memang hanya terbatas pada koordinasi yang dilakukan oleh BNPP

dengan K/L (Kementerian/Lembaga) saja dengan pemerintah daerah sebagai salah

satu komponennya.

Selain itu pula, studi ini lebih menekankan kajian pengelolaan perbatasan

darat, meskipun dicantumkan pula perihal pengelolaan perbatasan laut dan udara.

Untuk mendapatkan hasil yang lebih komprehensif, penelitian ini hendaknya

dapat dilanjutkan kepada ketiga komponen pengelolaan perbatasan lainnya, yaitu

masyarakat, perguruan tinggi, dan dunia usaha.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 22: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

9 Universitas Indonesia

B A B 2

KERANGKA TEORI

2.1. Perbatasan Negara

Pada awalnya, perbatasan adalah konsep geografis-spasial. Ia baru menjadi

konsep sosial ketika kita berbicara tentang masyarakat yang menghuni atau

melintasi daerah perbatasan. Sebagai konsep geografis, masalah perbatasan telah

selesai ketika kedua negara yang memiliki wilayah perbatasan yang sama

menyepakati batas-batas wilayah negaranya. Permasalahan justru muncul ketika

perbatasan dilihat dari perspektif sosial, karena sejak itulah batasan-batasan yang

bersifat konvensional mencair.

Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu

negara. Perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan

batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan

keutuhan wilayah. Penentuan perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh

proses historis, politik, hukum nasional dan internasional. Dalam konstitusi suatu

negara sering dicantumkan pula penentuan batas wilayah.1

Menurut Riswanto Tirtosudarmo (2002), perbatasan negara atau state’s

border dikenal bersamaan dengan lahirnya negara. Perbatasan adalah sebuah

ruang geografis yang sejak semula merupakan wilayah perebutan kekuasaan antar

negara, terutama ditandai oleh adanya pertarungan untuk memperluas batas-batas

antar negara.

Batas-batas teritorial dari suatu negara merupakan refleksi dari batas-batas

geografis suatu etnis tertentu. Lahirnya konsep negara bangsa (nation state)

memunculkan adanya kesamaan cita-cita yang tidak jarang bersifat lintas etnis.

Perbatasan negara dalam konteks semacam itu menunjukkan kompleksitas

tersendiri yang memperlihatkan bahwa batas negara tidak hanya membelah etnis

1 Lihat Laporan Akhir Kajian Manajemen Wilayah Perbatasan Negara, LAN. 2004.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 23: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

10

Universitas Indonesia

yang berbeda, akan tetapi juga membelah etnis yang sama disebabkan dialaminya

sejarah kebangsaan yang berbeda oleh warga etnis yang sama.

Wilayah perbatasan negara dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu

perbatasan darat, laut, dan udara. Berikut ini dijelaskan mengenai pengertian dari

masing-masing bentuk perbatasan.

1. Perbatasan Darat

Perbatasan darat adalah tempat kedudukan titik-titik atau garis-garis batas

yang memisahkan daratan atau bagiannya ke dalam dua atau lebih wilayah

kekuasaan yang berbeda. Perbatasan mempunyai sifat ganda, artinya bahwa garis

batas tersebut mengikat kedua belah pihak pada sebelah menyebelah perbatasan

tersebut. Jadi apabila terjadi perubahan pada satu pihak, akan menimbulkan

perubahan pada pihak lain, demikian pula hak-haknya (Hak Bersama/Res

communis).

Pada umumnya tindakan sepihak atas perbatasan tidak dapat dilakukan,

kecuali dalam hal-hal tertentu, seperti yang terjadi dengan keputusan-keputusan

Belanda atas kekuasaannya di Irian sebelah Barat. Karena wilayah kekuasaan

yang dimaksud adalah dua wilayah kekuasaan negara yang berbeda maka

pengertian perbatasan ini tidak akan meliputi perbatasan yang memisahkan

wilayah-wilayah dengan subyek hukum orang atau badan hukum dan juga tidak

termasuk perbatasan yang memisahkan wilayah-wilayah dengan hak-hak yang

berbeda di atasnya. Perbatasan darat di sini dipergunakan untuk membedakan

dengan perbatasan laut.

Unsur terpenting dari perbatasan adalah tempat kedudukan dari perbatasan

tersebut, yaitu harus jelas, tegas, dan dapat diukur. Keragu-raguan terhadap letak

sebenarnya dari perbatasan yang mungkin disebabkan oleh tidak jelasnya atau

tidak tegasnya perjanjian yang merumuskan perbatasan tersebut akan

mengundang berbagai masalah dan sengketa.

Adakalanya suatu perbatasan itu sudah jelas dan tegas, namun tidak dapat

dilihat dengan nyata, misalnya perbatasan darat yang berupa aliran sungai atau

perbatasan darat itu memotong sebuah danau. Tidak dapat dilihatnya perbatasan

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 24: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

11

Universitas Indonesia

secara fisik, akan memudahkan munculnya sengketa antara kedua belah pihak di

dalam mempergunakan sungai atau danau tersebut. Tidak dapat diukurnya suatu

perbatasan juga akan menimbulkan permasalahan yang sama. Pada beberapa

kasus, sebagai akibat dari tidak stabilnya pantai, maka baik perbatasan darat

maupun perbatasan laut di sekitar pantai-seperti perbatasan laut antara Bangladesh

dan India-akan sulit diterapkan.

Perbatasan pada umumnya adalah dua dimensional, dalam arti bahwa yang

dibatasi bukan hanya keadaan toografi di atas permukaan tetapi perbatasan itu

sendiri juga membagi tanah dan kerak bumi di bawahnya serta ruang udara di

atasnya. Karena perbatasan banyak menimbulkan persoalan-persoalan

administratif antara kedua negara, maka pada umumnya bagian perbatasan di

permukaan tanah diberi lagi jalur-jalur perbatasan yang lain (zona) pada sebelah

menyebelah perbatasan yang mempunyai jarak tertentu dari perbatasan

sesungguhnya.

Zona ini kadang-kadang disebut dengan Free Zone, Safety Zone,

Demilitary Zone, no man’s land dan seterusnya, yang masing-masing istilah

sesuai dengan tekanan fungsinya. Akan tetapi dengan adanya zona bebas ini tidak

berarti bahwa kedudukan perbatasan yang sebenarnya itu berubah.

Pengertian no man’s land tidak berarti bahwa tidak ada pemiliknya, tetapi

berarti bahwa kawasan tersebut harus dibebaskan dari hak-hak perdata. Di daerah

itu tidak diperbolehkan terdapat perkebunan, pertanian, rumah dan seterusnya.

Lebar zona-zona tersebut bervariasi ada yang 9 mil, 10 mil, bahkan sampai 20

mil, dan ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak.

Dalam menentukan batas negara dapat dibedakan menjadi dua, yakni

secara alamiah dan artifisial (buatan). Penetapan batas secara alamiah dilakukan

dengan mengikuti kontur alam di daerah perbatasan, seperti misalnya aliran

sungai dan pegunungan. Sedangkan penetapan secara artifisial dapat dilakukan

dengan mendirikan atau membangun pagar pemisah/patok batas negara di

sepanjang titik-titik perbatasan yang disepakati oleh negara-negara yang

berbatasan.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 25: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

12

Universitas Indonesia

Bentuk-bentuk perbatasan yang ditetapkan secara alamiah yaitu batas

negara berupa sungai dan batas negara yang berupa pegunungan. Pegunungan

sebagai perbatasan alam antara dua negara merupakan hal yang lazim terjadi.

Bagian dari pegunungan yang menjadi perbatasan pada umumnya adalah bagian-

bagian tertinggi pada pegunungan tersebut. Perbatasan yang demikian sering

disebut dengan “Watershed” yang artinya bahwa bagian-bagian tertinggi dari

pegunungan itu merupakan pemisah dari semua aliran sungai-sungai yang

mengalirkan kejurusan-jurusan yang berlawanan.

Perbatasan Kalimantan Indonesia dan Kalimantan Malaysia merupakan

jenis perbatasan alam yang disebut sebagai watershed. Watershed merupakan

perbatasan alam terbaik, sebab tidak dapat diragukan lagi kedudukannya, bersifat

abadi dan merupakan pemisah yang paling efisien.

Penduduk yang tinggal pada sebelah-menyebelah pegunungan itu hanya

mampu membangun pemukiman-pemukiman sepanjang sungai sampai pada

lereng-lereng gunung dimana keadaan tanah sudah tidak memungkinkan lagi

untuk bercocok tanam, oleh karena itu makin tinggi kedudukan watershed,

pemukiman penduduk juga makin sedikit, sehingga watershed pada umumnya

juga merupakan perbatasan kelompok-kelompok etnis.

Meskipun watershed merupakan perbatasan alamiah yang sempurna, akan

tetapi pelaksanaan penetapan perbatasan pada watershed itu secara fisik adalah

tidak mudah. Kondisi ini memberikan kesimpulan bahwa pelaksanaan perjanjian

perbatasan antara kedua negara untuk menetapkan kedudukan watershed harus

dilakukan secara terestris, yaitu langsung di lapangan, sedangkan cara-cara

fotogrammetris (pemotretan udara) mudah menimbulkan kekeliruan. Lebih lanjut

karena perbatasan itu adalah watershed, maka sudah tentu bahwa perbatasan itu

tidak boleh memotong sungai, dan hal ini merupakan pedoman bagi para

surveyor.

Kesulitan yang dihadapi dalam masalah pembuatan perjanjian perbatasan

ialah bahwa isi perjanjian itu harus dapat dilaksanakan secara benar di lapangan

dan tidak boleh menimbulkan keragu-raguan. Oleh sebab itu para penyusun teks

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 26: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

13

Universitas Indonesia

perjanjian harus menyesuaikan isi perjanjian tersebut dengan apa yang diharapkan

oleh masing-masing negara dan sesuai dengan keadaan di lapangan.

Pengalaman menunjukkan bahwa penyusunan perjanjian-perjanjian

perbatasan alamiah lebih sulit dibandingkan dengan perjanjian perbatasan buatan,

karena perbatasan buatan tidak begitu banyak memerlukan pengetahuan atau

pengenalan tentang medan dimana perbatasan itu terletak.

2. Perbatasan Laut

Sama halnya dengan perbatasan darat, perbatasan laut merupakan tempat

kedudukan titik-titik koordinat atau garis-garis batas yang memisahkan perairan

(laut) ke dalam dua atau lebih wilayah kekuasaan yang berbeda.

Batas wilayah laut teritorial suatu negara sudah diatur melalui pranata-

pranata hukum laut yang telah disepakati secara internasional, seperti laut

teritorial, perairan pedalaman, zona tambahan, zona ekonomi ekslusif dan landas

kontinen. Pranata-pranata hukum tersebut diperoleh berdasarkan konvensi-

konvensi mengenai hukum laut yang dilakukan secara internasional. Seperti

Konvensi Jenewa 1958 dan Konvensi Hukum Laut 1982. Meskipun tidak semua

negara menghadiri konvensi-konvensi tersebut, banyak negara di dunia yang

dapat menerima hasilnya dan menjadikannya sebagai pedoman dalam menentukan

batas wilayah lautnya.

Perundingan batas laut antara suatu negara dengan negara lain baru

dilakukan apabila laut yang memisahkan antara dua atau lebih negara tersebut

saling berimpit atau bersinggungan, dengan berpedoman pada pranata-pranata

hukum laut seperti yang telah disebutkan di atas. Hasil perundingan yang berupa

kesepakatan batas wilayah laut (biasanya disertai dengan penjelasan titik-titik

koordinat) tersebut kemudian didepositkan ke PBB untuk kemudian dilaksanakan

dengan sebaik-baiknya oleh negara-negara yang menyepakati.

Apabila perundingan antara kedua negara menemui jalan buntu, negara-

negara tersebut dapat menyerahkan perselisihan batas wilayahnya ke Mahkamah

Internasional yang bermarkas di Den Haag.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 27: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

14

Universitas Indonesia

3. Perbatasan Udara

Ruang udara yang merupakan bagian wilayah negara adalah ruang udara

yang terletak di atas permukaan wilayah daratan dan di atas wilayah perairan.

Batas wilayah udara suatu negara terletak di batas terluar dari laut teritorialnya.

Dengan demikian mencakup udara di atas wilayah daratan, perairan pedalaman,

perairan kepulauan, dan laut teritorial. Sedangkan mengenai batas luar dari ruang

udara yang merupakan bagian dari wilayah negara, hingga saat ini belum ada

kesepakatan secara internasional. Berbagai teori untuk menjawab permasalahan

batas maupun luasnya kedaulatan negara di udara pernah bermunculan, namun

masing-masing teori tersebut memiliki kelemahan. Di antara teori-teori tersebut,

secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu

mereka yang berpendapat bahwa udara memiliki sifat yang bebas (penganut teori

udara bebas/”The Air Freedom Theory”) dan mereka yang berpendapat bahwa

negara memiliki kedaulatan terhadap ruang udara di atas wilayah negaranya (The

Air Sovereignty Theory).

Pandangan pertama tersebut nampaknya tidak dianut oleh negara-negara di

dunia saat ini. sedangkan pandangan yang berpendapat bahwa negara kolong

memiliki kedaulatan atas ruang udara di atas wilayah negaranya. Hal diterima

untuk pertama kali dalam sebuah konvensi yaitu Konvensi Paris 1919 tentang

Navigasi di Udara (Convention Relating to the Regulation of Aerial Navigation,

October 13, 1919). Dalam pasal 1 Konvensi Paris 1919 dinyatakan: “The High

Contracting Parties recognize that every power has complete and exclusive

sovereignty over the airspace above its territory” (Pihak-pihak utama yang

menjadi peserta dari konvensi ini mengakui bahwa setiap negara memiliki

kedaulatan yang penuh dan ekslusif atas ruang udara di atas wilayahnya).

Demikian halnya dengan Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil

Internasional (the International Civil Aviation Convention) di dalam pasal 1

menegaskan hal yang serupa dengan pasal 1 Konvensi Paris 1919, yakni: “The

Contracting States recognize that every state has complete and exclusive

sovereignty in the air space above its territory” (Negara-negara yang terikat

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 28: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

15

Universitas Indonesia

dalam perjanjian ini mengakui bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang

penuh dan ekslusif di dalam ruang udara di atas wilayahnya).

Meskipun tidak semua negara ikut menjadi peserta pada kedua konvensi di

atas, namun adanya pengakuan atas kedaulatan negara terhadap ruang udara di

atas wilayahnya (wilayah daratan dan perairan) serta praktek negara-negara yang

menghormati isi dan jiwa dari pasal-pasal pada kedua konvensi tersebut, dapat

disimpulkan bahwa hal ini dapat diterima secara umum. Dengan kata lain,

kedaulatan udara di ruang udara di atas wilayah daratan dan perairannya sudah

menjadi hukum kebiasaan internasional.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 29: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

16

Universitas Indonesia

2.2. Pengelolaan Perbatasan

Pengelolaan perbatasan pada dasarnya memuat berbagai langkah strategis

untuk menetapkan dan menegaskan batas-batas wilayah negara serta batas-batas

terluar perairan yurisdiksi dengan negara tetangga, pengamanan batas wilayah di

darat dan di laut, serta reformasi manajemen pengelolaan lintas batas. Sedangkan

pengelolaan kawasan perbatasan pada dasarnya terkait dengan berbagai langkah

strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui

pembangunan wilayah secara berimbang dan berkelanjutan.

Sasaran wilayah (geographical target) pengelolaan batas wilayah darat

dapat diarahkan pada segmen-segmen batas darat dengan negara tetangga

(Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste) baik yang sudah disepakati maupun

yang belum disepakati. Sedangkan pengelolaan batas maritim diarahkan pada

Batas Laut Teritorial (BLT) dan batas-batas perairan yurisdiksi, yakni Zona

Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen (BLK). Penetapan prioritas

pengelolaan batas wilayah dilakukan dengan memperhatikan batas-batas yang

belum disepakati atau disengketakan dengan Negara tetangga serta isu-isu

strategis terkait dengan aspek lintas batas negara.

Menurut naskah seminar yang diselenggarakan oleh Lembaga Ketahanan

Nasional Republik Indonesia tahun 2004, Wilayah Perbatasan adalah batas terluar

wilayah darat, laut, dan udara suatu negara yang memisahkan kedaulatan negara

dengan negara lain, baik yang dibatasi oleh garis batas negara atau garis batas

imajiner. Dapat pula dikatakan sebagai wilayah terdepan yang menghadapi garis

batas dengan negara tetangga atau wilayah internasional.

Stephen B. Jones (1945) merumuskan sebuah teori terkait pengelolaan

perbatasan. Di dalam teorinya tersebut, Jones membagi ruang lingkup pengelolaan

ke dalam empat bagian, yaitu Allocation, Delimitation, Demarcation, dan

Administration. Khusus untuk lingkup yang keempat (administration), dalam

perkembangannya telah bergeser ke arah pengelolaan perbatasan atau

management (Pratt, 2006). Keempat ruang lingkup tersebut saling terkait satu

sama lainnya, menandakan bahwa keempatnya merupakan satu rangkaian

pengambilan keputusan yang saling berkaitan dalam pelaksanaannya.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 30: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

17

Universitas Indonesia

Gambar 2.1

Teori Boundary Making

Sumber:Ludiro Madu dkk, 2010

2.2.1. Konsep dan Praktik Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Negara

Lain

Di saat negara Indonesia masih sibuk untuk menentukan batas wilayah

negara dan kawasan perbatasannya, negara-negara lain di dunia telah sedemikian

majunya sehingga tidak lagi mempersoalkan pengelolaan batas secara fisik, akan

tetapi telah bergerak maju menuju manajemen perbatasan yang terpadu

(integrated border management) di antara negara-negara di dunia.

Hal ini tentu saja tidaklah berlebihan, mengingat tingkat perjalanan global

yang semakin meningkat tiap tahunnya, dan semakin bertambahnya pintu masuk

dari setiap negara, sehingga membuat sistem manajemen perbatasan menjadi

sangat terbebani. Data menunjukkan dari Migration Policy Institute (2011), total

turis yang berkunjung di seluruh dunia telah meningkat sangat signifikan tiap

tahunnya; 69,3 juta pada tahun 1960, 165,8 juta pada tahun 1970, 278,1 juta pada

tahun 1980, 439,5 juta pada tahun 1990, dan 687 juta pada tahun 2000.

Allocation Delimitation demarcation Administration/management

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 31: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

18

Universitas Indonesia

Sebuah angka statistik yang fantastis, terlebih pada saat yang sama, risiko

pengelolalaan perbatasan menjadi lebih meningkat dengan ancaman teroris,

perdagangan manusia, imigran gelap, dan banyak persoalan lainnya yang telah

mengganggu efektivitas pengelolaan perbatasan sebuah negara.

Oleh karena itu, di bawah ini penulis hanya akan merinci perjalanan

pengelolaan perbatasan di negara-negara maju secara sistematis dalam hal

program pengelolaan perbatasan semenjak tahun 1995, seperti Amerika Serikat,

Uni Eropa, dan Canada2. Hal ini penulis lakukan mengingat negara Indonesia

sudah seharusnya belajar untuk maju dalam hal pengelolaan perbatasan yang tidak

lagi berkutat pada penentuan batas secara fisik, akan tetapi lebih kepada

manajemen perbatasan yang terintegrasi.

Namun perlu diingat, bahwa negara-negara maju sekalipun masih

menemui kesulitan dalam hal pengkoordinasian dan pengkonsolidasian dalam hal

pengelolaan perbatasan negaranya, sehingga mengurangi efektivitas dari tujuan

pengelolaan perbatasan itu sendiri. Hal ini tidak lain disebabkan oleh banyaknya

instansi yang berkecimpung dalam urusan perbatasan. Seiring berjalannya waktu

dan proses evaluasi yang dilakukan, manajemen pengelolaan perbatasan pun

menjadi lebih terpadu dengan terbentuknya single-agency management yang

bertanggung jawab terhadap pengelolaan, pengkoordinasian, dan pengawasan

perbatasan yang terpadu, atau dikenal pula dengan ungkapan fungsi-fungsi CIQS3

(Custom, Immigration, Quarantine, and Security. Beberapa instansi di negara-

negara maju yang dapat dilhat antara lain US Department of Homeland Security

(DHS) di Amerika Serikat, Canada Border Services Agency (CBSA) di Kanada,

UK Border Agency di Inggris, dan Australian Department of Immigration and

Citizenship di Australia. Hal serupa pun telah dilakukan oleh Indonesia dengan

membentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang secara garis besar

memilki fungsi yang sama sebagaimana di negara-negara maju.

2 Rangkuman program pengelolaan perbatasan diterjemahkan secara bebas dari Demerios GPapademetriou dan Elizabeth Collet. A New Architecture for Border Management. MigrationPolicy Institute, 20113 Rizal Darma Putra, “Manajemen Pengelolaan Perbatasan Laut dan Keamanan Perbatasan”,LESPERSSI, Jakarta 2010.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 32: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

19

Universitas Indonesia

2.2.1.1. Program Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Amerika Serikat

Program Fungsi

Secure Electronic Network for

Travelers Rapid Inspection

(SENTRI), 1995

Melakukan inspeksi bagi wisatawan secara

acak. Difokuskan pada perbatasan darat

antara Amerika-Meksiko, utamanya di

California, Texas, dan Arizona

Smart Border Action Plan, Meksiko

(2002)

Menjaga 22 titik perbatasan krusial untuk

mengatasi imigran gelap, namun lemah di

tahap implementasi

Container Security Initiative (CSI),

2002

Pemeriksaan awal bagi kontainer komersial

sebelum diberangkatkan ke negara tujuan

United States Visitor and

Immigrant Status Indicator

Technology (US-VISIT), 2003

Sistem yang diterapkan oleh DHS untuk

mengumpulkan data biometrik berupa foto

dan sidik jari yang dikumpulkan dari para

wisatawan bagi kepentingan keamanan dan

dari ancaman teroris.

Global Entry, 2003 Progam yang mengkonsolidasikan berbagai

sistem registrasi perjalanan, seperti Nexus

(Kanada), SENTRI (Meksiko), dan FAST

(Amerika Utara); dan juga dapat diterapkan

bagi pemegang paspor Inggris dan AS.

Secure Borders Initiative, 2006.

Dibatalkan Januari 2011

Jaringan digital yang mengintegrasikan

infrastruktur, personel, dan teknologi

sepanjang perbatasan utara dan selatan.

Tujuannya adalah mencegah aktivitas-

aktivitas ilegal, termasuk di dalamnya

peralatan komunikasi, pengintaian, analisis

komputer, dan tim reaksi cepat. Dibatalkan

saat pemerintahan Obama terkait besarnya

biaya dan kritik dari Kongres

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 33: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

20

Universitas Indonesia

US-EU Passenger Name Records

(PNR) Agreement, 2004, 2007

Uni Eropa mengizinkan AS untuk

mengakses Data Nama Penumpang dari

penerbangan komersial Eropa

Eletctronic System for Travel

Authorization (ESTA), 2007

Otorisasi keberangkatan terhadap orang-

orang yang dianggap mencurigakan atas

alasan keamanan. Informasi digunakan oleh

DHS, Biro Sensus, dan Departemen

Perdagangan

FLUX, 2009 Kemitraan antara Global Entry dari Amerika

Serikat dan Program Privium dari Belanda,

untuk akses masuk ke wilayah Schengen.

2.2.1.2. Program Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Uni Eropa

Program Fungsi

Schengen Information System,

1995

Sistem pertukaran informasi yang

membolehkan aparat hukum untuk

memperoleh informasi atas orang dan obyek

tertentu

European Dactyloscopy

(EURODAC), 2000

Database sidik jari

Advanced Passenger Information

(API), 2004

Informasi biografis yang diambil dari mesin

pada paspor dan dikomunikasikan oleh

maskapai penerbangan pada petugas

perbatasan

Integrated Border Management

Agency (FRONTEX), 2005

Instansi yang bertugas mendukung

kerjasama perbatasan eksternal di dalam Uni

Eropa

Schengen Borders Code, 2006 Aturan dasar bagi manajemen perbatasan

eksternal Uni Eropa

PNR Agreements, 2006 Perjanjian untuk mentransfer informasi

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 34: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

21

Universitas Indonesia

penumpang dan dikumpulkan oleh maskapai

untuk pemesanan tiket

Rapid Border Intervention Teams

(RABIT), 2007

Tim dari pakar nasional yang menyediakan

bantuan teknis dan operasional terhadap

permintaan pejabat negara, dikoordinasikan

oleh FRONTEX

Visa Information System, 2010 Sistem yang memberikan ruang bagi

pertukaran informasi atas pembuatan visa

dan pembatalan visa untuk mencegah aksi

terorise dan tindak kejahatan lainnya

2.2.1.3. Program Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Kanada

Program Fungsi

Partners in Protection (PIP), 1995 Komitmen untuk secara sukarela

menerapkan standar yang tinggi terhadap isu

keamanan untuk menciptakan perdagangan

yang terpercaya

Integrated Border Enforcement

Teams (IBET), 1996

Intansi hukum lintas sektor antara Kanada

dan AS untuk mengatasi penyelundupan,

ancaman teror, dan imigran ilegal.

Joint facilities (”one-stop” or

”single-window” border crossings),

2000

Untuk meningkatkan efisiensi dan

menurunkan biaya dengan membangun

sarana bersama perbatasan

Smart Border Action Plan, 2001 Sistem perbatasan di abad ke-21 yang

mencoba mengatasi permasalahan

perbatasan dengan tetap memperhatikan

keamanan nasional dan tujuan ekonomi

Advanced Passenger Information

(API) / Passenger Name Record

(PNR)

Informasi yang disediakan oleh maskapai

sebelum para penumpang memasuki

Kanada. API: data personal; tanggal lahir,

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 35: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

22

Universitas Indonesia

jenis kelamin. PNR: data perjalanan;

informasi tiket

NEXUS, 2002 Mempercepat penyeberangan perbatasan

bagi para wisatawan yang telah disetujui

Free and Secure Trade (FAST),

2003

Program penyeberangan perbatasan bagi

tujuan komersial dan perdagangan

Canadian Border Services Agency

(CBSA) Arming Initiative, 2006

Mempersenjatai petugas perbatasan Kanada

Border Information Flow

Architecture, 2006

Mendanai program yang berupaya untuk

mensosialisasikan interaksi yang efektif atas

penggunaan teknologi

Advance Commercial Information,

2004, 2006

Menyediakan petugas CBSA akan informasi

sebelum kedatangan barang atau kargo

Five Country Conference (FCC)

High Value Data Sharing Protocol,

2009

Informasi Biometrik (utamanya sidik jari)

program bersama untuk manajemen

perbatasan dan pengungsi

Canada-US Action Plan for Critical

Infrastructure, 2010

Dirancang untuk melindungi infrastruktur

kedua negara melalui peningkatan

manajemen risiko dan sharing informasi

Sumber: Migration Policy Institute, 2011

Beberapa hal yang dapat dijadikan pelajaran dari ketiga negara tersebut

adalah:

a. Pada awalnya fungsi koordinasi menjadi kendala yang cukup signifikan

dalam pengelolaan perbatasan, akan tetapi secara bertahap negara-negara

tersebut memperbaikinya dengan sistem dan manajemen perbatasan

terpadu;

b. Teknologi menjadi kunci utama dalam meningkatkan kinerja pengelolaan

perbatasan;

c. Kerjasama bilateral ataupun multilateral nampaknya menjadi suatu hal

yang tidak dapat dielakkan dalam membangun perbatasan yang lebih baik,

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 36: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

23

Universitas Indonesia

seperti halnya AS dan Kanada yang mampu membangun sarana perbatasan

bersama demi efisiensi;

d. Ancaman teroris, imigran ilegal, dan penyelundupan narkoba menjadi

perhatian utama dalam pengelolaan perbatasan.

2.3. Kondisi Perbatasan Indonesia

Indonesia memiliki perbatasan darat internasional dengan 3 negara

tetangga yaitu Malaysia, PNG, dan Timor Leste. Perbatasan darat tersebut tersebar

di tiga pulau (Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara), serta empat provinsi

(Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan Nusa Tenggara Timur).

Sedangkan di laut, perairan Indonesia berbatasan kedaulatan dan atau hak

berdaulat dengan 10 negara tetangga yaitu Malaysia, PNG, Timor Leste, India,

Thailand, Vietnam, Singapura, Filipina, Palau, dan Australia.

a. Batas Darat

1. Batas Darat RI-Malaysia

Perbatasan darat antara RI dengan Malaysia memiliki panjang

2.004 km membentang dari Tanjung Datu di sebelah barat hingga ke

pantai timur pulau Sebatik di sebelah timur. Garis batas ini melintasi 8

(delapan) kabupaten di dua provinsi, yaitu Kabupaten Sanggau,

Sambas, Sintang, Kapuas Hulu, dan Bengkayang (Provinsi Kalimantan

Barat) dan Kabupaten Malinau, Kutai Barat, dan Nunukan

(Kalimantan Timur). Garis perbatasan darat di Provinsi Kalimantan

Barat sepanjang 966 kilometer memisahkan wilayah NKRI dengan

wilayah Sarawak, Malaysia. Sedangkan garis perbatasan darat di

Provinsi Kalimantan Timur sepanjang 1.038 kilometer memisahkan

wilayah NKRI dengan negara bagian Sabah dan Serawak, Malaysia.

Delimitasi batas darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan dan

Pulau Sebatik mengacu kepada perjanjian batas antara Pemerintah

Inggris dan Pemerintah Hindia Belanda (Traktat 1891, Konvensi 1915

dan 1928) serta MOU batas darat antara Indonesia dan Malaysia tahun

1973-2006. Sedangkan penegasan batas (demarkasi) secara bersama di

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 37: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

24

Universitas Indonesia

antara kedua negara telah dimulai sejak tahun 1973, di mana hingga

tahun 2009 telah dihasilkan tugu batas sebanyak 19.328 buah lengkap

dengan koordinatnya. Delimitasi batas darat RI-Malaysia yang

sebagian besar berupa watershed (punggung gunung/bukit, atau garis

pemisah air) ini sudah selesai, tetapi secara demarkasi masih tersisa 9

(sembilan) titik bermasalah (outstanding boundary problems). Kondisi

keberadaan patok batas antar negara di darat antara RI-Malaysia perlu

untuk menjadi perhatian, dimana pergeseran patok batas sering terjadi

karena adanya aktivitas di sekitar kawasan perbatasan, bahkan

bergesernya patok batas darat ini seringkali dilakukan secara sengaja.

Kondisi ini juga terkait dengan lemahnya kontrol atau pengawasan

terhadap batas negara. Penuntasan permasalahan batas darat RI-

Malaysia selama ini ditangani melalui tiga lembaga yaitu: (1) General

Border Committee (GBC) RI-Malaysia dikoordinasikan oleh

Kementerian Pertahanan; (2) Joint Commission Meeting (JCM) RI-

Malaysia, dikoordinasikan oleh Kementerian Luar Negeri; dan (3) Sub

Komisi Teknis Survey dan Demarkasi dikoordinasikan oleh

Kementerian Dalam Negeri. Adapun untuk penanganan masalah

outstanding border problems (OBP) telah dibentuk Kelompok Kerja

Bersama (Joint Working Group) antara kedua negara. Untuk tahap

awal telah disepakati untuk dibahas 5 (lima) permasalahan di sektor

Timur (Kalimantan Timur-Sabah).

2. Batas Darat RI-Papua Nugini

Perbatasan darat antara Indonesia dan PNG memiliki panjang 820

Km membentang dari Skouw, Jayapura di sebelah utara sampai muara

sungai Bensbach, Merauke di sebelah selatan. Garis batas ini melintasi

5 (lima) kabupaten di Provinsi Papua, yaitu Kabupaten Keerom,

Merauke, Boven Digoel, Pegunungan Bintang, dan Kota Jayapura.

Delimitasi batas RI dengan Papua Nugini di Pulau Papua mengacu

kepada perjanjian antara Indonesia dan Australia mengenai Garis-Garis

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 38: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

25

Universitas Indonesia

Batas Tertentu antara Indonesia dan Papua Nugini tanggal 12 Februari

1973, yang diratifikasi dengan UU No. 6 tahun 1973, serta deklarasi

bersama Indonesia dan Papua Nugini tahun 1989-1994. Koordinasi

dan lokasi pilar batas darat dengan negara PNG tersebar dalam 52 titik

pilar batas yang telah disepakati dalam perjanjian RI-PNG 12 Februari

1973.

Pemasangan tanda batas atau demarkasi batas RI-PNG sudah

dimulai sejak tahun 1966, dimana hingga saat ini jumlah tugu utama

(MM) yang tersedia berjumlah 55 buah, sedangkan tugu perapatan

berjumlah 1792 buah.

Kasus lain yang muncul akibat ketidakjelasan batas di lapangan

adalah adanya daerah yang berada di wilayah Indonesia, tetapi secara

administrasi pemerintahan yang berjalan efektif selama ini adalah PNG

(kasus Warasmoll dan Marantikin di Kabupaten Pegunungan Bintang).

Pengelolaan batas negara RI-PNG saat ini ditangani dua lembaga yaitu

Joint Border Committee (JBC) RI-PNG yang dikoordinasikan oleh

Kementerian Dalam Negeri, serta Sub Komisi Teknis Survey

Penegasan dan Penetapan Batas RI-PNG yang dikoordinasikan oleh

Kementerian Pertahanan.

3. Batas Darat RI-Timor Leste

Perbatasan darat antara RI dengan Timor Leste memiliki panjang

268,8 km, melintasi 3 kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur,

yaitu Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara, dan Kupang. Perbatasan

darat RI dengan Timor Leste terbagi atas dua sektor, yaitu: (1) Sektor

Timur (sektor utama/main sector) di Kabupaten Belu yang berbatasan

langsung dengan Distrik Covalima dan Distrik Bobonaro di Timor

Leste sepanjang 149,1 km; dan (2) Sektor Barat (Kabupaten Kupang

dan Kabupaten Timor Tengah Utara) yang berbatasan langsung dengan

Distrik Oecussi yang merupakan wilayah enclave Timor Leste

sepanjang 119,7 km. Hampir sebagian besar (99%) batas darat kedua

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 39: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

26

Universitas Indonesia

negara berupa batas alam berupa watershed dan thalweg (bagian

terdalam sungai). Delimitasi batas RI dengan Timor Leste di

PulauTimor mengacu kepada perjanjian antara Pemerintah Hindia

Belanda dan Portugis pada tahun 1904 dan Permanent Court Award

(PCA) 1914, serta Perjanjian Sementara antara Indonesia dan Timor

Leste pada tanggal 8 April 2005. Perundingan perbatasan antara RI dan

Timor Leste mulai dilaksanakan sejak tahun 2001 dengan diadakannya

pertemuan pertama Technical Sub-Committee on Border Demarcation

and Regulation (TSCBDR) RI-UNTAET (United NationsTransitional

Administration for East Timor). Batas negara antara RI dan Timor

Leste sebanyak 907 titik-titik koordinat telah ditetapkan dalam

persetujuan tentang Perbatasan Darat (Provisional Agreement) yang

ditandatangani oleh Menlu RI dan Menlu Timor Leste pada tanggal 8

Juni 2005 di Dili namun masih ada segmen yang belum terselesaikan

dan yang belum disurvey/diukur oleh Tim Survey kedua negara.

Sampai saat ini telah dilakukan demarkasi berupa pemasangan 42

pilar batas di sektor timur dan 8 pilar batas di sektor barat. Sedangkan

panjang garis yang selesai dilacak (delineasi) sekitar 95% dari total

panjang batas. Selain itu telah dilakukan kegiatan CBDRF dan

pemetaan bersama di sepanjang garis batas. Permasalahan batas RI-

Timor Leste yaitu adanya ketidakcocokan antara kesepakatan yang

tertera dalam Dasar Hukum (Traktat 1904 dan PCA 1914) dengan

kenyataan di lapangan maupun yang diketahui oleh masyarakat sekitar

saat ini. Penjelasan yang disampaikan oleh warga Indonesia dan warga

Timor Leste terkadang saling berlawanan. Selain itu masih ada

sekelompok masyarakat yang memiliki pandangan yang berbeda.

Mereka secara tradisional memiliki “batas” yang diakui secara turun

temurun oleh suku-suku yang berada di kedua negara yang berbeda

dengan yang tertuang dalam kedua dasar hukum tersebut di atas. Di

sisi lain tidak ditemukan bukti-bukti yang dapat mendukung “klaim”

masyarakat tersebut sehingga para perunding tidak dapat membawa

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 40: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

27

Universitas Indonesia

“klaim” tersebut dalam pertemuan-pertemuan kedua negara.

Permasalahan ini sangat terasa di sektor barat, khususnya kawasan

Manusasi. Penanganan batas negara RI-Timor Leste selama ini

ditangani oleh 2 (dua) lembaga yaitu Joint Border Committee (JBC)

RI-RDTL yang dikoordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri, serta

Sub Komisi Teknis Border Demarcation and Regulation RI-RDTL

yang dikoordinasikan oleh Kementerian Pertahanan dan Bakosurtanal.

b. Batas Laut

1. Batas Laut RI-India

Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas KontinenRI

berbatasan dengan Negara India di Laut Andaman. Delimitasi Batas

Zona Ekonomi Eksklusif RI-India hingga saat ini belum disepakati,

sedangkan Batas Landas Kontinen telah disepakati melalui beberapa

perjanjian yakni:

Persetujuan antara Pemerintah RI dan Pemerintah Republik India

tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen antara kedua

negara pada tanggal 8 Agustus 1974 (Keppres No. 51/1974).

Persetujuan ini menetapkan garis batas landas kontinen di daerah

perairan antara Sumatera, Indonesia, dengan Nicobar Besar, India.

Persetujuan antara Pemerintah RI dan Pemerintah Republik India

tentang Perpanjangan Garis Batas Landas Kontinen di Laut

Andaman dan Samudera Hindia pada tanggal 14 Januari 1977

(Keppres No. 26/1977).

Persetujuan antara Pemerintah RI, Pemerintah Republik India, dan

Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Titik Pertemuan

Tiga Garis Batas (tri junction point) dan Penetapan Garis Batas

Ketiga Negara di Laut Andaman pada tanggal 22 Juni 1978

(Keppres No. 24 tahun 1978).

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 41: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

28

Universitas Indonesia

2. Batas Laut RI-Thailand

Wilayah ZEE dan Landas Kontinen RI berbatasan dengan Negara

Thailand di Laut Andaman dan Selat Malaka bagian utara. Delimitasi

batas ZEE RI-Thailand hingga saat ini masih dalam proses

perundingan batas dan belum disepakati. Sedangkan BLK telah

disepakati melalui beberapa perjanjian, antara lain melalui:

Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah Malaysia,

dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penerapan Garis Batas

Dasar Landas Kontinen di Bagian Selat Malaka pada tanggal 17

Desember 1971 (Keppres No. 20 tahun 1972).

Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Kerajaan Thailand tentang Penerapan Garis Batas Landas Kontinen

antara Kedua Negara di Bagian Utara Selat Malaka dan di Laut

Andaman pada tanggal 11 Maret 1972 (Keppres No. 21 tahun

1972).

Persetujuan antara Pemerintah RI dan Pemerintah Kerajaan

Thailand tentang Penerapan Garis Batas Dasar Laut Antara Kedua

Negara di Laut Andaman pada tanggal 11 Desember 1975

(Keppres No. 1 tahun 1977).

Persetujuan antara Pemerintah RI, Pemerintah Republik India, dan

Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan Titik Pertemuan

Tiga Garis Batas (tri junction point) dan Penetapan Garis Batas

Ketiga Negara di Laut Andaman pada tanggal 22 Juni 1978

(Keppres No. 24 tahun 1978).

3. Batas Laut RI-Vietnam

Wilayah ZEE dan Landas Kontinen RI berbatasan dengan Negara

Vietnam di Laut Cina Selatan. Delimitasi batas ZEE RI-Vietnam

hingga saat ini belum disepakati, sedangkan Batas Landas Kontinen

telah disepakati pada tanggal 26 Juni 2003 melalui Perjanjian

Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 42: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

29

Universitas Indonesia

Republik Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen

dan telah diratifikasi melalui UU No. 18 tahun 2007. Perundingan

BLK RI-Vietnam tersebut memakan waktu sekitar 25 tahun terhitung

sejak pemerintahan baru Vietnam sampai akhirnya disepakati.

4. Batas Laut RI-Malaysia

Indonesia memiliki tiga lokasi yang berpotensi memerlukan

delimitasi batas maritim dengan Malaysia. Ketiga lokasi tersebut

adalah Selat Malaka antara Semenanjung Malaysia, Laut Cina Selatan,

serta Laut Sulawesi. Batas maritim ini meliputi Laut Teritorial, Landas

Kontinen, dan ZEE. Batas Laut Teritorial Indonesia-Malaysia di Selat

Malaka telah disepakati melalui Perjanjian Antara Republik Indonesia

dan Malaysia tentang Penerapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua

Negara di Selat Malaka yang ditandatangani pada tanggal 17 Maret

1970 dan telah diratifikasi melalui UU No. 2 tahun 1971. Batas Landas

Kontinen RI-Malaysia di Laut Natuna sebelah barat dan timur telah

disepakati melalui Persetujuan Antara Republik Indonesia dan

Pemerintah Malaysia tentang Penerapan Garis Batas Landas Kontinen

Antara Kedua Negara pada tanggal 27 Oktober 1969 dan disahkan

pemberlakuannya dengan Keppres No. 89 tahun 1969. Sedangkan

BLK antara RI-Malaysia-Thailand di bagian utara Selat Malaka

disepakati pada tanggal 17 Desember 1971 melalui Keppres No. 20

tahun 1972. Beberapa segmen batas maritim antara Indonesia-

Malaysia hingga saat ini belum disepakati yang disebabkan klaim

sepihak Malaysia berdasarkan Peta 1979. Malaysia mengklaim

wilayah maritim yang sangat eksesif mencakup wilayah maritim yang

belum disepakati batasnya seperti di Laut Sulawesi. Hal ini disebabkan

Malaysia menerapkan prinsip-prinsip penarikan garis pangkal lurus

kepulauan padahal Malaysia bukan merupakan negara kepulauan

menurut Konvensi PBB tentang UNCLOS 1982. Hal tersebut

mengakibatkan sebagian ZEE Indonesia di Laut Sulawesi masuk

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 43: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

30

Universitas Indonesia

menjadi laut teritorial Malaysia. Permasalahan batas maritim

Indonesia-Malaysia juga terjadi di Selat Singapura antara Pulau Bintan

dan Johor Timur, yang disebabkan oleh penggunaan suar Horsburg

yang terletak pada pintu masuk Selat Singapura dari arah timur sebagai

titik dasar.

5. Batas Laut RI-Singapura

Indonesia berbatasan laut wilayah dengan Singapura di Selat

Singapura. Pada tanggal 26 Mei tahun 1973, RI-Singapura telah

menyepakati 6 titik koordinat Batas Laut Teritorial dan telah

diratifikasi melalui UU No. 7 tahun 1973. Pada tanggal 10 Maret 2009,

RI dan Singapura kembali menandatangani perjanjian mengenai

penetapan garis batas laut wilayah kedua negara di bagian barat Selat

Singapura.

Secara keseluruhan, perbatasan laut antara Indonesia dengan

Singapura hingga saat ini baru menyepakati segmen barat, sedang

segmen timur di Selat Singapura masih harus diselesaikan antara

Indonesia dengan Singapura. Penyelesaian di segmen timur masih

menunggu penyelesaian sengketa kepemilikan Pulau Batu Puteh/Pedra

Branca antara Malaysia dan Singapura.

6. Batas Laut RI-Filipina

Indonesia memiliki ZEE yang berbatasan dengan Negara Filipina

di Laut Sulawesi, namun hingga saat ini belum dapat didelimitasi

batasnya antar kedua negara. Pada awalnya, permasalahan utama

dalam delimitasi batas maritim antara RI-Filipina adalah berlaku dan

dianutnya Traktat Paris 1898 dan Traktat 1930 oleh Filipina yang

menyebabkan wilayah maritim Filipina berupa kotak, tidak menganut

prinsip jarak dari garis pangkal seperti ditegaskan oleh hukum

internasional. Hal ini menyulitkan negosiasi karena dasar hukum yang

digunakan Filipina berbeda dengan Indonesia yang mengacu kepada

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 44: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

31

Universitas Indonesia

UNCLOS. Permasalahan lainnya adalah kepemilikan Pulau Palmas

atau Pulau Mianggas. Namun kedua persoalan ini telah terselesaikan

dimana Pulau Mianggas terbukti merupakan wilayah kedaulatan

Pemerintah Hindia Belanda sehingga sesuai TZMKO 1939 Pulau

Mianggas menjadi wilayah kedaulatan RI. Filipina juga sudah

menyepakati untuk mengacu kepada UNCLOS dalam menyelesaikan

batas maritim dengan Indonesia. Hingga saat ini negosiasi batas

maritim RI-Filipina sudah pada tingkat teknis.

7. Batas Laut RI-Palau

Hingga saat ini Indonesia belum menyepakati batas-batas ZEE dengan

Palau di Samudera Pasifik. Salah satu alasan utama adalah belum

terbentuknya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Palau.

Meski demikian, Indonesia sudah menyatakan klaimnya melewati

garis tengah antara Indonesia dengan Palau, sehingga Indonesia

menguasai 37.500 mil laut wilayah maritim di sisi Palau dilihat dari

sisi simulasi garis meridian murni dengan mempertimbangkan titik

pangkal relevan antara kedua negara.

8. Batas Laut RI-Timor Leste

Penyelesaian batas maritim antara Indonesia dengan Timor Leste, baik

Batas Laut Teritorial, Batas Landas Kontinen, maupun Batas ZEE

masih harus menunggu penyelesaian batas darat antara kedua negara.

Mengingat saat ini batas darat yang terselesaikan baru 97 persen, maka

negosiasi batas maritim belum dapat dimulai. Hal ini karena batas laut

pada dasarnya adalah kelanjutan dari batas darat.

9. Batas Laut RI-Australia

Indonesia dan Australia telah menyepakati enam perjanjian batas

maritim. Perjanjian pertama tanggal 18 Mei 1971 adalah tentang Batas

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 45: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

32

Universitas Indonesia

Landas Kontinen di Laut Arafura dan Laut Timor. Perjanjian ini telah

diratifikasi melalui Keppres No. 42 tahun 1971 tentang Persetujuan

Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Commonwealth Australia tentang Penerapan Batas-Batas Dasar Laut

Tertentu. Perjanjian tahun 1971 dilanjutkan dengan perjanjian kedua

tanggal 9 Oktober 1972 dilanjutkan dengan perjanjian kedua tanggal 9

Oktober 1972 tentang batas maritim di sebelah selatan Pulau Tanimbar

(Laut Arafura) dan sebelah selatan Pulau Rote dan Pulau Timor.

Perjanjian ini diratifikasi melalui Keppres No. 66 tahun 1972 tentang

Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah RI dengan Pemerintah

Commonwealth Australia tentang Penerapan Garis Batas Landas

Kontinen Antara Kedua Negara. Perjanjian ketiga dilakukan oleh

Australia atas nama PNG tentang batas maritim di Samudera Pasifik.

Perjanjian keempat dilaksanakan atas nama PNG pada tanggal 12

Februari 1973 perihal Landas Kontinen di Laut Arafura. Perjanjian

kelima dilakukan Indonesia-Australia mengenai penetapan zona

kerjasama di Laut Timor (celah Timor) dimana perjanjian ini tidak

berlaku lagi pasca kemerdekaan Timor Leste. Perjanjian keenam antara

Indonesia-Australia disepakati pada tanggal 14 Maret 2009 untuk

tubuh air, ZEE dan dasar laut. Namun perjanjian ini belum berlaku

secara resmi mengingat Indonesia belum meratifikasi dalam peraturan

nasional.

10. Batas Laut RI-PNG

Indonesia dengan PNG menyepakati batas teritorial pada tanggal

12 Februari 1973 dan disahkan melalui UU No. 6 tahun 1973. Saat itu

PNG tidak bertindak sendiri tetapi diwakili oleh Australia selaku

negara protektorat (pelindung) terhadap PNG.

Pada tanggal 13 November 1980, Indonesia dan PNG

menandatangani perjanjian batas maritim landas kontinen di kawasan

Samudera Pasifik. Perjanjian ini meneruskan garis batas maritim antara

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 46: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

33

Universitas Indonesia

Indonesia dan Australia tahun 1971. Kesepakatan ini disahkan

pemberlakuannya melalui Keppres No. 21/1982 yang juga sekaligus

menentukan batas maritim ZEE bagi Indonesia dan PNG.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 47: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

34

Universitas Indonesia

Tabel 2.1

Status Batas Maritim Indonesia Dengan Negara Tetangga

No Batas Laut Status KeteranganI. ZONA EKONOMI EKSKLUSIF1. RI-Malaysia Belum disepakati Belum ada perjanjian batas2. RI-Vietnam Telah disepakati Belum ada perjanjian batas3. RI-Philipina Belum disepakati Belum ada perjanjian batas4. RI-Palau Belum disepakati Belum ada perjanjian batas5. RI-PNG Belum disepakati Tidak ada batas laut6. RI-Timor Leste Belum disepakati Belum ada perjanjian batas7. RI-India Belum disepakati Belum ada perjanjian batas8. RI-Singapura Belum disepakati Belum ada perjanjian batas9. RI-Thailand Belum disepakati Belum ada perjanjian batas10. RI-Australia Telah disepakati ZEE di Samudera Hindia, Laut

Arafura, dan Laut TimorII. BATAS LAUT TERITORIAL

1. RI-Malaysia Telah disepakati Disepakati dalam perjanjianIndonesia-Malaysia Tahun 1970

2. RI-Singapura(di sebagianSelat Singapura)

Telah disepakati(sebagian)

Disepakati dalam perjanjianIndonesia-Singapura tahun 1973dan 2009

3. RI-PNG Telah disepakati Disepakati dalam perjanjianIndonesia-PNG tahun 1980

4. RI-Timor Leste Belum disepakati Perlu ditentukan garis-garispangkal kepulauan di Pulau Leti,Kisar, Wetar, Liran, Alor, Pantar,hingga Pulau Vatek, dan titikdasar sekutu di Pulau Timor

5. RI-Malaysia-Singapura

Belum disepakati Perlu perundingan bersama (tri-partid)

III. BATAS LANDAS KONTINEN1. RI-India Telah disepakati 10 titik BLK di Laut Andaman

berikut koordinatnya disepakatiberdasarkan perjanjian pada tahun1974 dan 1977

2. RI-Thailand Telah disepakati Titik-titik BLK di Selat Malakamaupun Laut Andaman disepakatiberdasarkan perjanjian pada tahun1977

3. RI-Malaysia Telah disepakati 10 titik BLK di Selat Malaka dan15 titik di Laut Natuna disepakatiberdasarkan perjanjian pada tahun1969

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 48: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

35

Universitas Indonesia

4. RI-Australia Telah disepakati Titik-titik BLK di Laut Arafuradan Laut Timor ditetapkanmelalui Keppres pada tahun 1971dan 1972

Titik-titik BLK di SamuderaHindia dan di sekitar PulauChristmas telah disepakatiberdasarkan perjanjian pada tahun1997

6. RI-Philipina Belum disepakati Dalam proses negosiasi7. RI-Palau Belum disepakati Belum ada proses perundingan8. RI-Timor Leste Belum disepakati Belum ada proses perundingan9. RI-Vietnam Telah disepakati Melalui perjanjian tahun 2003Sumber: BNPP, 2011

2.4. Koordinasi Pengelolaan Perbatasan

2.4.1. Konsep Koordinasi

2.4.1.1. Pengertian Koordinasi

Dalam sistem administrasi negara Republik Indonesia, dikemukakan

bahwa: Dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintah maupun dalam

rangka menggerakkan dan memperlancar pelaksanaan pembangunan, kegiatan

pemerintah perlu dipadukan, diserasikan dan diselaraskan untuk mencegah

timbulnya tumpang tindih, pembenturan, kesimpangsiuran, dan atau kekacauan.

Oleh karena itu, koordinasi antar kegiatan aparatur pemerintah harus dilakukan.

Koordinasi dalam pemerintah adalah merupakan upaya memadukan

(mengintegrasikan), menyerasikan, dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan

kegiatan yang saling berkaitan beserta segenap gerak, langkah dan waktunya

dalam rangka pencapaian tujuan dan asas bersama. Koordinasi perlu dilaksanakan

dari proses perumusan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada

pengawasan dan pengendaliannya.

Farland (1964) mendefinisikan koordinasi sebagai suatu proses dimana

pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara

bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 49: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

36

Universitas Indonesia

Stoner dan Wankel (1986), memberi batasan koordinasi sebagai proses

pemaduan sasaran dan kegiatan unit-unit kerja (bagian-bagian atau bidang-bidang

fungsional) yang terpisah untuk dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif.

Stoner dan Freeman (1994), menyatakan bahwa koordinasi adalah proses

pemaduan sasaran dan kegiatan unit-unit kerja (bagian-bagian atau bidang

fungsional) yang terpisah untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif. Tanpa

koordinasi, para individu dan bagian-bagian akan kehilangan pemahaman akan

peran mereka di dalam organisasi dan tergoda untuk mengejar kepentingan khusus

mereka sendiri, seringkali dengan mengorbankan tujuan organisasi yang lebih

besar.

Sementara Hardjito (1995), mendefinisikan koordinasi sebagai

pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan dari satuan-satuan yang

terpisah (unit-unit) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara

efisien.

Hasibuan (1996), menyatakan bahwa untuk lebih memudahkan

pelaksanaan koordinasi antar organisasi, dibutuhkan persyaratan-persyaratan di

antaranya adalah sense of cooperation (keinginan untuk bekerjasama), ini harus

dilihat dari sudut bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang;

rivalry, dalam organisasi-organisasi besar sering diadakan persaingan antara

bagian-bagian, agar bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan; team

spirit, artinya bagian-bagian pada setiap bagian harus harga-menghargai dan

mempunyai semangat juang yang sama; esprit de corps, artinya bagian-bagian

yang diikutsertakan atau dihargai, umumnya akan memiliki rasa satu korps, satu

tubuh dalam sebuah organisasi.

Dari beberapa kutipan di atas, unsur-unsur yang terkandung di dalam

definisi tersebut jika diperinci adalah sebagai berikut:

a. Koordinasi mengandung arti sebagai suatu proses atau dengan kata lain

sebagai suatu kegiatan yang ada secara terus menerus tidak pernah

berhenti;

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 50: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

37

Universitas Indonesia

b. Koordinasi mengandung upaya atau kegiatan untuk menyerahkan,

menselaraskan atau mensinkronkan unit-unit atau bagian atau tindakan di

dalam suatu organisasi;

c. Koordinasi dimaksudkan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif

dengan melalui upaya menghilangkan konflik dan tumpang tindih.

Penulis melihat bahwa konsep koordinasi yang mengedepankan

keselarasan, keterpaduan, dan keserasian di antara semua sektor untuk mencapai

tujuan inilah yang nantinya akan mewarnai penelitian tentang koordinasi yang

dilakukan oleh BNPP dengan Kementerian/Lembaga terkait dan pemerintah

daerah.

2.4.1.2. Perbedaan Koordinasi dan Kooperasi

Koordinasi adalah suatu istilah yang mengandung kooperasi, sebab

koordinasi tanpa adanya kooperasi tidak mungkin dapat dilakukan. Sebelum

membedakan istilah ini terlebih dahulu dijelaskan definisi dari kooperasi

(cooperation).

Farland mendefinisikan kooperasi sebagai berikut: ”Cooperation is the

willingness of individual to help each other”. (Koperasi adalah kehendak dari

individu-individu untuk menolong satu sama lain).

Pada kooperasi/kerjasama terdapat unsur kesukarelaan atau sifat suka rela

(voluntary attitude) dari orang-orang di dalam organisasi, sedangkan koordinasi

tidak terdapat unsur kerjasama secara sukarela, tetapi bersifat kewajiban

(compulsory).

2.4.1.3. Tipe Koordinasi

Hasibuan (1996), mengemukakan koordinasi adalah kegiatan

mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen

dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Tipe-

tipe koordinasi sebagai berikut:

1) Koordinasi vertikal (vertical coordination) adalah kegiatan-kegiatan

penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 51: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

38

Universitas Indonesia

unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan

tanggung jawabnya. Artinya, atasan mengkoordinasi semua aparat

yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi

vertikal ini secara relatif mudah dilakukan karena atasan dapat

memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur;

2) Koordinasi Horizontal (Horizontal Coordination), merupakan

mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan penyatuan,

pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat

organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi

atas “interdiciplinari dan interrelated”. Interdiciplinari adalah suatu

koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan-

tindakan, mewujudkan, menciptakan disiplin antara unit yang satu

dengan unit yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-unit

yang sama tugasnya. Sedangkan interrelated adalah koordinasi antar

bagian (instansi); unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi

yang satu dengan yang lain saling bergantungan atau mempunyai

kaitan baik intern maupun ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi

horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat

memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab

kedudukannya setingkat.

2.4.1.4. Metode dan Teknik Koordinasi

Handayaniningrat (1986), menjelaskan bahwa metode dan teknik

koordinasi pada dasarnya dapat dilakukan melalui:

a. Koordinasi melalui kewenangan. Koordinasi ini tercipta didasarkan pada

kekuasaan yang sah dan legal formal dalam suatu lembaga/organisasi;

b. Koordinasi melalui konsensus. Koordinasi melalui konsensus terjadi bila

ada kesepakatan dalam suatu lembaga/organisasi. Konsensus tersebut

dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: konsensus motivasi, konsensus sistem

timbal balik dan konsensus ide;

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 52: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

39

Universitas Indonesia

c. Koordinasi melalui pedoman kerja. Untuk mencapai kelancaran

pelaksanaan sistem koordinasi, maka pedoman kerja mutlak diperlukan

untuk menyatukan persepsi dan tujuan;

d. Koordinasi melalui forum. Koordinasi forum dilakukan melalui wadah

atau lembaga sebagai tempat bertemu dan berkumpul dalam membahas

permasalahan;

e. Koordinasi melalui konferensi. Dilakukan melalui rapat atau sidang.

2.4.1.5. Masalah-Masalah Koordinasi

Beberapa sebab timbulnya masalah koordinasi:

a. Kompleksnya fungsi dan kegiatan yang secara khusus dilakukan oleh

berbagai unit atau perorangan;

b. Bertambahnya pengkhususan-pengkhususan dari berbagai kegiatan

sehingga memperbesar struktur organisasi itu sendiri;

c. Rentang pengendalian (span of control) dari organisasi. Mengingat

kemampuan manusia yang terbatas, maka diperlukan pembatasan

secara rasional terhadap jumlah bawahan yang harus dikendalikan.

2.4.1.6. Tujuan Koordinasi

Tujuan koordinasi adalah dalam rangka pencapaian tujuan organisasi

secara lebih efektif dan efisien dengan melalui pendekatan yang dapat mencegah

konflik, tumpang tindih, ketidakserasian antara bagian yang satu dengan bagian

lainnya. Sehingga sumber daya terbatas yang dimiliki oleh organisasi dapat

dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Dalam hal ini Petit (1975) mengemukakan bahwa: ‘Coordination’s

purpose is to integrate once again the parts of the task that were separated by the

division of work”. Jadi menurut Petit tujuan koordinasi adalah untuk

mengintegrasikan bagian-bagian tugas yang terpisah akibat pembagian tugas.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 53: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

40

Universitas Indonesia

Saxena mengemukakan pula:

“Coordination is between often widely dispersed activities, with the

purpose of accomplishing events and tasks as parts of specified set of

objectives” (Saxena, 1980).

Dengan demikian, tujuan koordinasi adalah untuk menyatukan tindakan,

menyerasikan kegiatan, dan mensinkronkan setiap usaha guna mencapai tujuan

organisasi.

2.4.2. Kelembagaan Pengelolaan Perbatasan

Dalam penulisan tesis ini, aspek kelembagaan menjadi penting untuk

dibahas, hal ini terutama terkait fungsi koordinasi dalam proses pengelolaan

perbatasan.

Pengelolaan perbatasan hingga saat ini ditangani oleh 3 bentuk

kelembagaan: Pertama, komite-komite perbatasan yang merupakan forum

kerjasama antara Indonesia dengan negara tetangga, antara lain General Border

Committee (GBC) RI-Malaysia, Joint Border Committee (JBC) RI-PNG, JBC RI-

Timor Leste, dan Border Committee RI-Filipina. Kedua, lembaga-lembaga

pemerintah terkait secara sektoral dan teknis, dan ketiga, unit atau badan khusus

di daerah yang menangani pengelolaan kawasan perbatasan yang bekerjasama

dengan negara tetangga, seperti Sosek Malindo di Kalbar, Kaltim dan Riau dan

Badan Perbatasan dan Kerjasama Daerah (BPKD) di perbatasan Papua.

Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat beberapa persoalan yang muncul

dari 3 bentuk kelembagaan ini:

Pertama, komite-komite perbatasan itu diketuai oleh instansi yang

berbeda, sehingga sulit untuk menghasilkan kebijakan yang terintegrasi dan

komprehensif. Kedua, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah juga belum

memiliki mekanisme yang jelas. Ketiga, persoalan kontrol dan monitoring.

Keempat, lemahnya penegakan hukum, hubungan koordinatif yang lemah di

antara berbagai lembaga dan tidak terpilah berdasarkan bidang kepabeanan,

imigrasi, karantina dan kepolisian, sehingga menyulitkan proses penegakan

hukum.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 54: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

41

Universitas Indonesia

Selain itu pula, BNPP merupakan lembaga yang memiliki tanggung jawab

utama untuk mengelola perbatasan dengan leading sector Kementerian Dalam

Negeri. Sejumlah instansi pemerintah lainnya yang turut bersinergi antara lain

Kementerian Luar Negeri, Pertahanan, Hukum, HAM, Keuangan, Pekerjaan

Umum, Perhubungan, dan Kehutanan. Bahkan BNPP juga juga beranggotakan

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, serta Menteri Koordinator

Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat, masing-masing sebagai Ketua dan

Wakil Ketua BNPP.

2.4.3. Faktor-Faktor Penting Koordinasi

Salah satu bentuk struktur organisasi adalah aktivitas koordinasi, di mana

masing-masing terintegrasi dan tersinkronisasi satu sama lain. Dalam sebuah

organisasi, derajat koordinasi ditentukan oleh sejauh mana interaksi

ketergantungan antara orang dan kelompok dalam organisasi tersebut, yakni

seberapa besar mereka harus bergantung satu sama lain dalam menyelesaikan

sebuah pekerjaan. Ada 3 (tiga) level ketergantungan yang terjadi pada kebanyakan

organisasi:

a. Pooled interdependence. Setiap orang atau kelompok melakukan

aktivitas yang terpisah satu sama lain;

b. Sequential interdependence. Setiap pekerjaan mengalir dalam satu arah

dari orang/kelompok yang satu menuju orang/kelompok yang lain;

c. Reciprocal interdependence. Tipe terakhir ini membutuhkan derajat

koordinasi yang tinggi, di mana setiap aliran pekerjaan, sumber daya,

dan informasi berlangsung dua arah, yaitu setiap orang/kelompok

bergantung satu sama lain dalam menyelesaikan aktivitasnya.

Farland (1967) dalam Kaloh (1986) mengemukakan empat faktor penting

dalam koordinasi, sehingga menentukan pencapaian koordinasi yang efektif:

1. Clarifying authority and responsibility (kewenangan dan tanggung

jawab yang jelas);

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 55: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

42

Universitas Indonesia

2. Careful checking and observation (pengawasan dan pengamatan yang

seksama);

3. Facilitating effective communication (fasilitasi komunikasi yang

efektif);

4. Utilizing leadership skills (menggunakan kemampuan memimpin).

Selanjutnya Barney dan Griffin (1992) mengemukakan beberapa metode

yang biasa digunakan untuk mencapai koordinasi yang baik:

1. Using the hierarchy (menggunakan hirarki);

2. Establishing rules and procedures (membuat aturan dan prosedur);

3. Assigning liaison rules (menetapkan agen penghubung untuk

komunikasi);

4. Forming task forces (membentuk satuan tugas);

5. Integrating departments (mengintegrasikan bagian-bagian).

Selanjutnya, Husaini Usman (2010) menyatakan bahwa ada 10 (sepuluh)

karakteristik koordinasi yang efektif, yaitu:

a. Tujuan berkoordinasi tercapai dengan memuaskan semua pihak terkait;

b. Koordinasi sangat proaktif dan stakeholder kooperatif;

c. Tidak ada ego sektoral;

d. Tidak terjadi tumpang tindih tugas;

e. Komitmen semua pihak tinggi;

f. Info keputusan mengalir cepat ke semua pihak yang ada dalam sistem

jaringan koordinasi;

g. Tidak merugikan pihak-pihak yang berkoordinasi;

h. Pelaksanaan tepat waktu;

i. Semua masalah terpecahkan;

j. Tersedianya laporan tertulis yang lengkap dan rinci oleh masing-masing

stakeholder.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 56: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

43

Universitas Indonesia

Teori-teori yang telah penulis paparkan di atas merupakan intisari dari

konsep koordinasi. Masing-masing teori memiliki keunggulan dan kelemahannya

masing-masing. Barney dan Griffin misalnya, memberikan metode pencapaian

koordinasi yang efektif dengan menggunakan hirarki dan satuan tugas, padahal di

masyarakat ataupun di tingkat desa tidak semua harus diselesaikan dengan hirarki

yang kaku dan normatif, apalagi sampai dibentuk satuan tugas. Begitu pula

dengan agen penghubung yang khusus menjembatani proses komunikasi,

mengingat seringkali proses interaksi dan komunikasi terjadi secara spontan,

informal, dan cenderung bersifat kekeluargaan. Hal-hal seperti inilah yang patut

mendapatkan perhatian, di mana tidak semua langkah ataupun tindakan dapat

dilaksanakan dengan baik. Namun satu hal yang menjadi keunggulan konsep

koordinasi menurut Barney dan Griffin adalah membuat aturan dan prosedur yang

jelas, karena bagaimanapun proses komunikasi ataupun tugas dijalankan, tentu

harus mempunyai arahan dan pedoman yang jelas, sehingga dapat berjalan sesuai

dengan rencana dan dapat dipertanggungjawabkan.

Hal yang serupa pun dikemukakan oleh Husaini Usman dengan 10

karakteristik koordinasi yang efektif. Dari sepuluh (10) karakteristik yang ada,

penulis melihat ada dua hal yang cukup sentral, yakni tidak adanya ego sektoral

dan tidak terjadinya tumpang tindih tugas. Penulis melihat bahwa dua hal ini

memiliki bobot yang lebih dibandingkan dengan yang lain, terlebih pengelolaan

perbatasan melibatkan banyak stakeholder yang saling berhubungan satu sama

lain. Maka dari itu, dua hal ini menjadi kunci utama dalam proses pengelolaan

perbatasan yang terintegrasi.

Pada akhirnya, dari rangkaian teori yang telah penulis paparkan di atas,

maka untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi koordinasi pengelolaan batas wilayah negara di Indonesia, maka

penulis akan menggunakan 4 (empat) faktor yang dikemukakan oleh Farland

untuk mencapai koordinasi yang efektif. Penulis berpikir bahwa konsep

koordinasi yang dikemukakan oleh Farland merupakan sebuah kesatuan konsep

besar yang di dalamnya tercantum ragam langkah dan karakteristik dari

koordinasi yang efektif. Oleh karena itu, dengan mengambil konsep koordinasi

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 57: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

44

Universitas Indonesia

yang dikemukakan oleh Farland, maka sekumpulan teori yang telah penulis

sebutkan sebelumnya dapat terangkum dengan baik. Adapun keempat hal pokok

tersebut adalah:

1) Kewenangan dan tanggung jawab;

Di dalam setiap organisasi apabila kita pandang dari situasi vertikal, maka

kita akan melihat beberapa tingkat organisasi di mana masing-masing

tingkat tersebut mempunyai kewenangan sendiri-sendiri. Dipandang dari

situasi horisontal maka nampak beberapa kelompok, fungsi, divisi, atau

teritorial. Masalah koordinasi dapat timbul dari kedua situasi tersebut,

namun biasanya pimpinan lebih banyak perhatiannya kepada koordinasi

terhadap unit-unit horisontal.

Kewenangan dan tanggung jawab dari setiap unit / divisi atau fungsi baik

secara horisontal maupun vertikal harus jelas, tanpa hal tersebut maka

kemungkinan adanya overlapping atau kekembaran tugas dapt terjadi. Hal

ini pada gilirannya akan mempersulit pelaksanaan koordinasi, sekaligus

menimbulkan inefektivitas.

2) Komunikasi;

Beberapa sarana yang dapat digunakan dalam menunjang fasilitas

komunikasi yang efektif adalah:

a. Committees

Menurut Dale (1993) ada empat keuntungan dalam menggunakan

Committees:

a. Application of consultative supervision, which contributes to

uniformity of directions of the organization;

b. Coordination of long and short term programs;

c. Flexibility in handling emergency situations;

d. Broader experience for executives and interchangeability of

management personnel.

b. Group decisions;

Dengan adanya kelompok untuk membahas dan menetapkan keputusan

maka terdapat kesempatan yang luas dan terbuka untuk melakukan

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 58: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

45

Universitas Indonesia

diskusi dan saling tukar menukar ide, masalah, usul, serta dapat

memecahkan secara bersama-sama masalah yang dihadapi.

c. Communication channels;

Sarana komunikasi berupa laporan, data, dan semua bentuk personal

contact adalah potensial untuk koordinasi. Untuk memudahkan

koordinasi, maka setiap individu dalam organisasi harus memahami

secara jelas sifat dan lingkup tugasnya masing-masing dengan

tanggung jawabnya yang melekat.

d. Staf meetings.

Rapat staf yang periodik akan sangat membantu pelaksanaan

koordinasi. Dimock mengemukakan empat fungsi yang sangat

bermanfaat dalam rapat staf.

a. To give everyone present a sense of the unity and

interconnectedness;

b. To learn from the chief executive about new problems and

developments which affect their work;

c. To provide an opportunity for subordinates to bring up

questions which the executive should know about and which

may effect the operations of parallel divisions of the

organizations;

d. To provide a forum in which friction points or areas of in

adequate coordination are brought in to the open.

3) Kontrol;

Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memastikan apakah sesuatu

aktivitas telah sesuai dengan apa yang seharusnya dicapai. Setiap rencana

dapat menjadi usang (out dated) sehingga memerlukan perbaikan. Untuk

mengetahui apakah suatu rencana sudah usang maka diperlukan

pengawasan. (Gary Deasler, 1977, 333-334). Kontrol sebagai intinya

adalah ”Governing Influence”. Governing mencakup: pengarahan

(directing); pengendalian (restraining); pelopor (initiating) dan memonitor

(monitoring) semua aktivitas dan tingkah laku. Influence (mempengaruhi)

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 59: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

46

Universitas Indonesia

mencakup tindakan serta tingkah laku dalam bentuk kewenangan

(authority), kekuasaan (power), tanggung jawab (responsibility), dan dapat

dimintakan tanggung jawab (accountability). (Andrew F. Sikula, 1973,

111). Thomas A. Petit dalam bukunya Fundamental of Management

Coordination mengemukakan bahwa pengawasan mempunyai kaitan yang

sangat erat dengan komunikasi, sebab pengawasan adalah atribut dari

sistem yang cenderung untuk memperkuat struktur. Sedangkan untuk

melaksanakan hal tersebut maka sistem dan bagian-bagiannya harus dapat

berkomunikasi dengan bahasa yang dapat saling dimengerti. (Thomas A.

Petit, 1975, 217).

4) Kepemimpinan.

Kepemimpinan adalah sebagai pengaruh antar pribadi, yang dilakukan

pada suatu situasi dan dilakukan melalui proses komunikasi menuju

pencapaian tujuan tertentu. Kepemimpinan selalu mencakup usaha dari

pemimpin (influence) yang mempengaruhi tingkah laku pengikut (yang

dipengaruhi) dalam suatu situasi tertentu. (Thomas A. Petit, 1975, 200).

Kemampuan memimpin sangat penting di dalam pelaksanaan koordinasi

yang efektif untuk pencapaian tujuan organisasi yang baik. Berbagai

teknik kepemimpinan memungkinkan si pemimpin dapat mengarahkan

bawahannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Williams (1980, 232).

”A final major contributor to lack of coordination is ineffective

leadership; leadership that is unperceiving, unimaginative, or

gutless”.

Jadi menurut Williams, penyebab utama dari lemahnya koordinasi adalah

karena tidak efektifnya kepemimpinan. Hal ini ditegaskan pula oleh

Farland (1967, 384).

”Coordination and leadership are intimately bound together each

having effect upon each other. Coordination can not be achieved

without effective leadership. Effective leadership assures that

coordinated efforts are achieved”

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 60: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

47

Universitas Indonesia

2.5. Model Analisis

Dari model analisis yang telah penulis gambarkan di atas, dapat terlihat

bahwa pengelolaan perbatasan dilakukan oleh BNPP sebagai sebuah institusi yang

bertugas untuk melaksanakan fungsi koordinasi. Dalam konteks penelitian ini,

fungsi koordinasi yang dilakukan oleh BNPP difokuskan kepada pilar

Kementerian/Lembaga (K/L) di mana di dalamnya terdiri dari unsur Kementerian

Dalam Negeri (KDN) dan Pemerintah Daerah. Adapun fungsi koordinasi yang

dilakukan oleh BNPP ditopang dengan empat (4) faktor bagi terciptanya proses

koordinasi yang baik dan efektif. Keempat faktor tersebut adalah kewenangan,

komunikasi, kontrol, dan kepemimpinan. Dari keempat faktor tersebut, kemudian

dijabarkan kembali menjadi indikator-indikator yang berguna untuk memudahkan

penulis memberikan gambaran yang utuh perihal koordinasi yang terjadi, yaitu

penguatan kelembagaan, fasilitas komunikasi yang efektif, pengamatan dan

pengawasan, serta kemampuan memimpin.

PENGELOLAANPERBATASAN

KOORDINASI(BNPP)

KEPEMIMPINAN

KONTROL

KOMUNIKASI

KEWENANGAN

KEMAMPUANMEMIMPIN

PENGAWASAN &PENGAMATAN

FASILITASKOMUNIKASI

EFEKTIF

PENGUATANKELEMBAGAAN

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 61: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

48

Universitas Indonesia

2.6. Operasionalisasi Konsep

Secara lebih jelas, operasionalisasi konsep dalam penelitian ini

tergambarkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.2.

Operasionalisasi Konsep

Konsep Variabel Indikator Sub IndikatorKoordinasiPengelolaan

Batas WilayahNegara diIndonesia

Kewenangandan tanggungjawab

PenguatanKelembagaan

a. Pembakuan Prosedur danMetode

b. Tidak ada ego sektoralc. Tidak terjadi tumpang tindih

tugasd. Aturan normatif

Komunikasi FasilitasKomunikasiyang Efektif

a. Group Discussionb. Sarana Komunikasic. Rapat Stafd. Info keputusan

Kontrol Pengamatan danPengawasan

a. Laporan dan data kegiatan daritiap instansi

b. Evaluasi SOPc. Konsitensi pelaksanaan programd. Evaluasi anggaran

Kepemimpinan KemampuanMemimpin

d. Kemampuan teknis danprofesional

e. Kemampuan menggerakkan danmengarahkan bawahan

f. Kreativitas pemimpin

Sumber: Diolah dari kerangka teori

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 62: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

49 Universitas Indonesia

B A B 3

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan positivism. Neuman (2003)

menyebutkan bahwa positivisme jika dilihat berdasarkan ilmu sosial adalah

metode yang diorganisasikan untuk mengkombinasikan logika deduksi dengan

observasi empiris yang tepat dari perilaku individu untuk menemukan dan

mengkonfirmasikan seperangkat hukum sebab akibat yang dapat digunakan untuk

memprediksi pola-pola umum dari aktivitas manusia.

3.2 Jenis/Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Sanapiah Faisal (2005)

menyatakan bahwa penelitian deskriptif atau yang biasa disebut juga penelitan

taksonomik, dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu

fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel

yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Jenis penelitian ini tidak

sampai mempersoalkan jalinan hubungan antarvariabel yang ada; tidak

dimaksudkan untuk menarik generasi yang menjelaskan variabel-variabel

anteseden yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Dalam

pengolahan dan analisis data, lazimnya menggunakan pengolahan statistik yang

bersifat deskriptif (statistic descriptive).

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui:

a. Survey

Survey dilakukan melalui penyebaran kuesioner guna memperoleh

data primer yang digunakan untuk analisis data. Kuesioner ditujukan

kepada pegawai Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), khususnya

Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara; pegawai Direktorat

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 63: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

50

Universitas Indonesia

Jenderal Pemerintahan Umum, khususnya Bidang Administrasi Wilayah

Perbatasan dan pemerintah daerah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten

Nunukan, Pemerintah Kabupaten Belu, dan Pemerintah Kota Batam.

Dalam melakukan survey, salah satu keterbatasan yang penulis

hadapi adalah tidak bisa hadirnya penulis secara fisik untuk memandu

pengisian kuesioner, khususnya pada daerah perbatasan di Kabupaten Belu

dan Kota Batam. Untuk mengatasi hal ini, penulis memanfaatkan jaringan

hubungan dengan pemerintah daerah setempat, lebih tepatnya kepada

jaringan alumni STPDN (Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri)

yang notabene tersebar di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Terlebih

dahulu penulis melakukan briefing melalui telepon dan surat elektronik

untuk memberikan rincian atas data apa saja yang penulis butuhkan, dan

hasil kuesioner tersebut dikirimkan kembali kepada penulis untuk

dianalisis lebih lanjut.

Pada awalnya penulis hanya mendapatkan 50 kuesioner dari

responden yang masih terbatas pada unsur BNPP, KDN, dan Pemda

Kabupaten Nunukan. Setelah melalui proses bimbingan, penulis

disarankan untuk menambah jumlah responden menjadi 100. Di sinilah

kemudian penulis menggunakan jaringan alumni sebagaimana yang telah

penulis jelaskan di atas. Artinya, jumlah 100 responden merupakan bagian

dari rencana yang telah penulis konsultasikan sebelumnya dengan

pembimbing.

b. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data untuk mendapatkan

informasi yang lebih mendalam dari informan. Wawancara dilakukan

dengan berpedoman pada panduan wawancara untuk mencegah terjadinya

penyimpangan terhadap tujuan penelitian. Data yang diperoleh dari hasil

wawancara ini merupakan data primer guna mendukung analisis penelitian

ini.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 64: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

51

Universitas Indonesia

Informan yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah Camat

Sebatik Barat Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur dan

Kasubbag Kerjasama Perbatasan pada Bagian Penataan Perbatasan di

Sekretariat Daerah Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah data yang diperoleh melalui beberapa

literatur dan dokumen yang terkait langsung dengan masalah penelitian.

Diperoleh melalui studi pustaka, tinjauan literatur mengenai konsep

koordinasi dan pengelolaan perbatasan, sehingga nantinya diperoleh

gambaran mengenai bagaimana koordinasi yang dilakukan oleh BNPP dan

faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap koordinasi yang dilakukan

oleh BNPP dalam pengelolaan batas wilayah negara.

Beberapa dokumentasi yang penulis dapatkan terutama dari BNPP

berupa Grand Design pengelolaan perbatasan, Rencana Aksi, dan buku-

buku terkait pengelolaan perbatasan.

3.4 Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah institusi Badan Nasional Pengelola

Perbatasan (BNPP) dan seluruh lembaga pemerintah yang terkait secara

sektoral dan teknis dalam pengelolaan perbatasan.

b. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu:

1. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), yaitu aparatur Deputi

Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara sebanyak 10 orang;

2. Kementerian Dalam Negeri, yaitu aparatur Bidang Administrasi

Wilayah Perbatasan sebanyak 25 orang;

3. Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur, yaitu Bagian

Penataan Perbatasan dan Kecamatan Sebatik Barat sebanyak 15 orang;

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 65: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

52

Universitas Indonesia

4. Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu Badan

Pengelola Perbatasan Kabupaten Belu dan Kecamatan Tasifeto Timur

sebanyak 25 orang;

5. Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau, Badan Pengelola Perbatasan

dan Kecamatan Belakang Padang sebanyak 25 orang.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui proses sebagai berikut:

a. Pengolahan Data

Data mentah dikumpulkan melalui survey dengan kuesioner, terlebih

dahulu diediting dengan meneliti dan mengecek setiap item pertanyaan

dalam kuesioner yang telah diisi dan dikembalikan oleh responden.

Apabila ada data atau item pertanyaan yang belum terisi, responden dapat

kembali dihubungi untuk melengkapi kuesioner tersebut. Kemudian data

tersebut dimasukkan dalam tabulasi data.

b. Analisis data dengan menggunakan bantuan Program Microsoft Excel

2007. Dari data yang telah masuk, penulis kemudian membuat proses

pemilahan data mana yang akan dimasukkan ke dalam pembahasan, dan

kemudian penulis menyarikannya dengan menggunakan diagram pie

sehingga dapat lebih mudah dimengerti.

c. Penafsiran atau interpretasi data yang dianalisis secara deskriptif. Penulis

kemudian mendeskripksikan hasil penelitian yang telah diolah, sehingga

memberikan gambaran yang jelas mengenai pengelolaan perbatasan dilihat

dari keempat faktor koordinasi yang ada.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 66: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

53 Universitas Indonesia

B A B 4

KEBIJAKAN KOORDINASI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH

NEGARA DI INDONESIA

Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

2005-2025, pembangunan perbatasan bertujuan untuk “Mempercepat

pembangunan kawasan perbatasan di berbagai bidang sebagai beranda depan

negara dan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan

negara tetangga secara terintegrasi dan berwawasan lingkungan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin pertahanan keamanan

nasional” (RPJP 2005-2025).

Untuk mewujudkan kawasan perbatasan sebagai beranda depan negara

yang terintegrasi dengan kawasan pusat pertumbuhan, maka dibutuhkan kebijakan

yang jelas, perencanaan yang sistematikdan orientasi jangka panjang, pelaksanaan

secara terpadu dan pengendalian yang efektif.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mendorong

pengembangan kawasan perbatasan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, baik

dari sisi regulasi maupun kegiatan pembangunan. Dari sisi regulasi, pada tahun

2005 pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 78 tahun 2005 mengenai

pengelolaan pulau-pulau kecil terluar yang mengamanatkan pengelolaan pulau-

pulau kecil terluar dalam aspek keamanan, kesejahteraan, dan lingkungan. Pada

tahun 2008 telah diterbitkan UU Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara,

sebagai payung kebijakan bagi pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan

negara secara terpadu, yang salah satunya mengamanatkan pembentukan badan

pengelola perbatasan di tingkat nasional dan daerah.

Dalam RPJMN 2010-2014, pada 12 provinsi di kawasan perbatasan,

terdapat 38 kabupaten/kota di kawasan perbatasan yang diprioritaskan

pengembangannya, dan didalamnya akan dikembangkan 26 Pusat Kegiatan

Strategis Nasional (PKSN) sebagai kota utama kawasan perbatasan yang perlu

dipercepat pembangunannya selama 10 tahun ke depan berdasarkan PP Nomor 2

tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Pada

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 67: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

54

Universitas Indonesia

periode 2010-2014, akan diupayakan percepatan pembangunan 20 PKSN sebagai

pusat pelayanan kawasan perbatasan secara bertahap. Dari 38 kabupaten/kota

perbatasan yang menjadi prioritas, terdapat 27 kabupaten yang termasuk daerah

tertinggal.

Untuk mencegah timbulnya konflik pemanfaatan dalam pelaksanaan

rencana tata ruang antar wilayah terutama pada kawasan perbatasan, baik

perbatasan antar negara, perbatasan antar propinsi, maupun antar kabupaten/kota,

maka pedoman penyerasian rencana tata ruang wilayah propinsi, kabupaten, dan

kota perlu selalu dikaji ulang baik peran maupun fungsinya.

Khusus perbatasan antar negara, perlu dilakukan kajian yang mendalam

agar batas negara kita dengan negara tetangga dapat terpelihara dengan baik

termasuk kelestarian sumber daya alamnya. Upaya merumuskan kebijakan

nasional penyusunan kawasan perbatasan antar negara perlu mendapat prioritas

dalam rangka menjadikan kawasan ini menjadi “beranda depan” negara.

Selanjutnya, melalui Perpres Nomor 12 tahun 2010, telah dibentuk Badan

Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang dikepalai oleh Menteri Dalam

Negeri. Badan tersebut mempunyai tugas menetapkan kebijakan program

pembangunan kawasan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran,

mengkoordinasikan pelaksanaan, melaksanakan evaluasi dan pengawasan

terhadap pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan.

Adapun kebijakan nasional pengelolaan perbatasan di antaranya adalah:

1. Penegasan dan penataan batas wilayah negara dalam rangka menjaga

kedaulatan NKRI;

2. Pengembangan kawasan perbatasan sebagai pusat pertumbuhan

ekonomi dan pintu gerbang internasional bagi kawasan Asia Pasifik;

3. Percepatan pembangunan kawasan perbatasan dengan menggunakan

pendekatan kesejahteraan;

4. Pengakuan terhadap hak adat/ulayat masyarakat;

5. Peningkatan kapasitas pertahanan dan keamanan beserta sarana

prasarananya;

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 68: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

55

Universitas Indonesia

6. Peningkatan perlindungan pemanfaatan sumber daya alam dan

kawasan konservasi;

7. Peningkatan fungsi kelembagaan dan koordinasi antar instansi terkait

dalam pengelolaan kawasan perbatasan;

8. Peningkatan kerjasama bilateral, sub-regional, maupun regional dalam

berbagai bidang.

4.1 Desain Pengelolaan Perbatasan

Desain pengelolaan perbatasan merupakan sebuah gambaran bagaimana

manajemen penanganan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan

perbatasan yang akan dilakukan dalam konteks empat tugas yang telah

diamanatkan kepada BNPP sesuai dengan UU No. 43 tahun 2008. Dalam desain

ini, ada 4 (empat) komponen desain yang merupakan unsur-unsur dasar yang

diperlukan untuk menjelaskan bagaimana mewujudkan visi dan misi pengelolaan

perbatasan, yaitu: Kebijakan Anggaran (komponen desain 1), Rencana Kebutuhan

Anggaran (komponen desain 2), Koordinasi Pelaksanaan (komponen desain 3),

serta Evaluasi dan Pengawasan (komponen desain 4). Gambar 4.1 ini menjelaskan

desain manajemen penanganan perbatasan sebagaimana telah diuraikan.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 69: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

56

Universitas Indonesia

Gambar 4.1 Desain Manajemen Berbasis Wilayah

Sumber: BNPP, 2011

4.1.1 Komponen Desain 1: Kebijakan Program

Konsolidasi dan koordinasi penetapan kebijakan program dilakukan

melalui pola penyusunan 3 (tiga) dokumen pengelolaan perbatasan, yaitu:

Pertama, Grand Design Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan

Perbatasan tahun 2011-2025. Kedua, Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah

Negara dan Kawasan Perbatasan. Ketiga, Rencana Aksi Pengelolaan Batas

Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.

Pengelolaan perbatasan dalam jangka panjang, difokuskan pada 5 (lima)

aspek dan agenda prioritas, yang masing-masing dijabarkan dalam beberapa

program dan kegiatan (K/L dan daerah) yang relevan dalam mendukung agenda

prioritas tersebut. Adapun kelima aspek tersebut adalah batas wilayah negara,

pertahanan dan keamanan, kelembagaan, ekonomi kawasan, dan sosial dasar.

Sesuai dengan PP No. 2 tahun 2008 tentang RTRWN, kawasan perbatasan

secara keseluruhan mencakup 10 cluster/kawasan, terdiri dari 3 kawasan 4

perbatasan darat, dan 7 kawasan perbatasan laut. Cakupan Wilayah Administrasi

Kawasan Perbatasan

Batas Wilayah Negara

WKPLOKP

RI

Pengelolaanperbatasan: problem

dan area focus

DESAIN MANAJEMEN

Kebutuhananggaran

Kebijakan program

Koordinasipelaksanaan

Evaluasi danpengawasan

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 70: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

57

Universitas Indonesia

Propinsi (CWAP) yang termasuk ke dalam kawasan perbatasan secara

keseluruhan meliputi 21 provinsi. Wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP)

merupakan wilayah kabupaten/kota yang termasuk ke dalam CWAP. Secara

keseluruhan terdapat 64 WKP yang terdiri dari 14 WKP di Kawasan Perbatasan

Darat, 48 WKP di Kawasan Perbatasan Laut, dan 2 WKP merupakan kawasan

perbatasan darat dan juga sebagai kawasan perbatasan laut.

Penajaman atas sasaran wilayah konsentrasi, dilakukan melalui penetapan

lokasi prioritas di setiap WKP. Lokasi Prioritas (Lokspri) merupakan kecamatan-

kecamatan di kawasan perbatasan darat dan laut di dalam WKP yang dinilai

memenuhi salah satu atau lebih dari kriteria sebagai berikut:

a. Kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah

darat;

Sesuai dengan UU Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara,

kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada

sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam

hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di

kecamatan. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh BNPP pada tahun 2010,

terdapat 197 kecamatan yang berada pada kawasan perbatasan negara.

b. Kecamatan yang difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional

(PKSN);

Konsep pengembangan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di

kawasan perbatasan mengacu pada komitmen untuk menjadikan

perbatasan sebagai pusat pengembangan ekonomi regional dan nasional.

Dengan rencana ini, maka pusat-pusat pengembangan kegiatan strategis

nasional akan berada di kawasan gerbang perbatasan atau pada jaringan

jalan utama menuju gerbang perbatasan. Pengembangan PKSN sebagai

pintu gerbang dengan negara tetangga di perbatasan membutuhkan

berbagai upaya lain yang strategis dan terpadu di pusat-pusat kawasan

terutama percepatan pembangunan sarana dan prasarana dasar maupun

pendukung pengembangan ekonomi maupun pelayanan publik.

c. Kecamatan lokasi Pulau-Pulau Kecil Terluar;

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 71: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

58

Universitas Indonesia

Untuk kawasan perbatasan laut, berbeda konsepnya dengan perbatasan

darat yang menempatkan kecamatan pada sisi dalam sepanjang perbatasan

wilayah negara. Untuk kawasan perbatasan laut, diperhitungkan dengan

memposisikan kecamatan yang menjadi lokasi pulau-pulau kecil terluar.

Ada 12 pulau kecil terluar yang memerlukan perhatian khusus dan menjadi

pertimbangan perhitungan ini, yaitu: Pulau Rondo, Pulau Berhala, Pulau

Sekatung, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Bras,

Pulau Fanildo, Pulau Fani, Pulau Batek, Pulau Dana, dan Pulau Nipah.

d. Kecamatan yang termasuk ke dalam exit-entry point (Pos Lintas Batas)

berdasarkan Border Crossing Agreement RI dengan negara tetangga.

Pos Lintas Batas (PLB) adalah area yang berfungsi sebagai gerbang keluar

masuknya pelintas batas wilayah negara (manusia atau barang) yang

mínimum dilengkapi fasilitas pelayanan terpadu Customs, Immigration,

Quarantine, dan Security (CIQS). Gambaran ideal mengenai PLB, sebagai

sebuah area pelayanan terpadu pelintas batas, di dalamnya terdapat pos-

pos pemeriksaan yang merefleksikan unsur CIQS.

4.1.2 Komponen Desain 2: Kebutuhan Anggaran

Rencana kebutuhan anggaran pengelolaan perbatasan disusun berdasarkan

total kebutuhan seluruh program pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan

perbatasan, yang dirumuskan dalam rencana aksi dan disepakati bersama sesuai

mekanisme perencanaan dan pembahasan anggaran tahun yang berlaku.

Rencana kebutuhan anggaran yang menjadi kewenangan sektoral (K/L)

dirumuskan oleh masing-masing K/L berkoordinasi dengan BNPP. Pembiayaan

kegiatan program pengelolaan perbatasan antara APBN atau APBD, ditetapkan

dengan mengikuti pola pembagian kewenangan antara Pusat dan Daerah. Rencana

kebutuhan anggaran yang bersifat lintas sektor dan pengisi celah-celah yang tidak

ditangani sektoral namun sangat dibutuhkan, akan dirumuskan, difasilitasi, dan

dikoordinasikan lebih lanjut oleh BNPP.

Sebagai gambaran, untuk tahun anggaran 2012 dan seterusnya,

penyusunan rencana aksi pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 72: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

59

Universitas Indonesia

perbatasan disusun oleh BNPP setelah sebelumnya dibahas dalam fórum

pertemuan empat pihak (four lateral meeting), yang melibatkan BNPP, Bappenas,

Kementerian Keuangan, dan Kementerian/Lembaga pada tingkat pusat yang

memiliki fokus dan lokus pelaksanaannya di wilayah perbatasan. Adapun pada

tingkat daerah dilakukan dalam fórum pertemuan tiga pihak, yaitu (1) Bappeda,

atau SKPD yang bertugas mengelola perencanaan pembangunan daerah, (2)

Badan Pengelola Perbatasan di daerah atau SKPD yang bertugas mengelola

perbatasan antar negara, (3) Satuan Kerja di daerah yang memiliki program dan

kegiatan yang fokus dan lokus kegiatannya di wilayah perbatasan. Kemudian,

rencana aksi yang telah disepakati selanjutnya disinergikan dalam forum

Musrenbang Nasional.

4.1.3 Komponen Desain 3: Koordinasi Pelaksanaan

Koordinasi pelaksanaan pengelolaan perbatasan dilakukan berdasarkan

rencana induk dan rencana aksi pada tahun berjalan dan sesuai dengan pedoman

koordinasi yang ditetapkan BNPP.

Program-progam yang telah disepakati dan dituangkan dalam rencana

induk dan rencana aksi, dilaksanakan oleh masing-masing satuan kerja K/L

penanggung jawab program. Koordinasi pelaksanaan program dalam rangka

pengelolaan perbatasan di daerah, dilakukan oleh badan pengelola perbatasan di

daerah (provinsi dan kabupaten/kota) atau satuan kerja yang diberikan tanggung

jawab menjalankan fungsi mengelola perbatasan negara tetangga.

Kementrian/LPNK dan pemerintah daerah yang berkontribusi dan mempunyai

program-program terkait perbatasan, untuk kementrian / LPNK anggota BNPP

bersifat wajib dikoordinasikan dalam BNPP yaitu: Kementerian Dalam Negeri,

Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan

HAM, Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian

Perhubungan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan,

Kementerian PPN/Kepala Bappenas, TNI dan Polri, Bakosurtanal, dan Provinsi

terkait. Adapun K/LPNK lain yang bukan anggota namun terkait dengan

perbatasan, pelaksanaannya dapat dikoordinasikan melalui BNPP sesuai dengan

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 73: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

60

Universitas Indonesia

kebutuhan, sejauh program-program tersebut telah masuk dalam rencana aksi

yang ditetapkan BNPP.

Pengelolaan perbatasan untuk mewujudkan sinergitas pengelolaan

perbatasan dilaksanakan pada 4 aspek penting, yaitu: aspek kegiatan program,

anggaran, lokasi, dan jadwal waktu.

Gambar 4.2 Sinergitas Pengelolaan Perbatasan

4.1.4 Komponen Desain 4:

Sumber: BNPP, 2011

4.1.4 Komponen Desain 4: Evaluasi dan Pengawasan

Evaluasi dilaksanakan secara terpadu, didukung dengan monitoring yang

intensif, untuk mengetahui berbagai perkembangan kemajuan dan permasalahan

pelaksanaan kegiatan program Kementerian/Lembaga Non Kementerian terkait

sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Induk dan Rencana Aksi, sesuai

pedoman evaluasi yang ditetapkan BNPP. Evaluasi dilakukan secara berkala,

RPJP 2005-2025RPJM 2010-2014

Rencana Aksi2011

R. Tata RuangKawasan

Perbatasan

Rencana Induk2011-2014

Grand Design2011-2025

RKP

Evaluasipelaksanaan

tahunan

Pelaksanaan(dalam)

KoordinasiBNPP

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 74: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

61

Universitas Indonesia

tahunan dan lima tahunan. Di luar evaluasi berkala, dapat dilakukan evaluasi

paruh waktu atau evaluasi dengan tujuan khusus sesuai dengan kebutuhan.

Sistem pengawasan dirancang untuk melihat komitmen K/L dalam

melaksanakan rencana sebagaimana tertuang dalam Rencana Induk maupun

Rencana Aksi. Penyimpangan antara rencana dan pelaksanaan, akan dibahas

dalam fórum lintas sektoral secara bertingkat, berujung pada Rapat Pleno Anggota

BNPP untuk dicarikan pemecahannya.

Pelaporan hasil evaluasi dan pengawasan, baik yang dilaksanakan secara

berkala maupun secara khusus, disampaikan kepada Presiden RI melalui Kepala

BNPP minimal setiap tahun sekali atau sesuai dengan kebutuhan. Untuk

mendukung pengembangan monev dan pelaporan, dikembangkan Sistem

Informasi Pengelolaan Perbatasan (SIM Perbatasan) untuk menjamin ketersediaan

data dasar yang lengkap dan akses sistem teknologi yang memungkinkan

pengolahan data secara akurat, tepat, dan cepat sebagai basis pengambilan

keputusan pengelolaan perbatasan.

4.2 Koordinasi Lintas Kementerian dan Pemerintah Daerah

Pengeloaan perbatasan saat ini masih dilaksanakan secara parsial. BNPP

diharapkan mampu mensinergikan dalam bingkai desain besar dan rencana induk

pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan negara. Dalam mengelola

batas wilayah negara dan kawasan perbatasan, terdapat empat pilar utama, yaitu

kementerian/lembaga, dunia usaha dan masyarakat, serta perguruan tinggi, di

mana kesemuanya harus bersinergi di bawah peran strategis BNPP. Maka dari itu,

BNPP perlu terus mengupayakan mobilisasi dukungan serta konsolidasi

komitmen dan gerakan kolektif seluruh unsur pemangku kepentingan. BNPP

memiliki tanggung jawab utama mengelola perbatasan dengan leading sector

Kementerian Dalam Negeri bersama-sama dengan sejumlah instansi pemerintah

lainnya.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 75: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

62

Universitas Indonesia

Gambar 4.3 Empat Pilar Utama Pengelolaan Perbatasan

Sumber: BNPP, 2011

Dalam konteks penelitian ini, penulis hanya akan melihat koordinasi yang

dilakukan oleh BNPP dengan Kementerian/Lembaga (K/L) yaitu Kementerian

Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah saja. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya

yang terjadi di lapangan, koordinasi juga melibatkan tiga unsur lainnya yang sama

pentingnya, yaitu unsur masyarakat, perguruan tinggi, dan dunia usaha. Oleh

karena itu, penelitian ini hanyalah awal dari sebuah proses panjang memahami

dan memberikan masukan bagi terwujudnya proses pengelolaan perbatasan yang

lebih baik dan terintegrasi.

Sebelum adanya BNPP, koordinasi masih belum berjalan dengan baik.

Masalah koordinasi ini menjadi sangat penting, apalagi menyangkut implementasi

regulasi strategis, di mana ada 35 kementerian atau institusi setingkat kementerian

yang memiliki program pengelolaan perbatasan. Alhasil, semua berjalan sendiri-

sendiri, sehingga koordinasi antar institusi pemerintah menjadi terhambat. Oleh

karena itu, BNPP perlu membangun komunikasi secara intensif dengan berbagai

BNPP

K/L

Masyarakat

DuniaUsaha

PT

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 76: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

63

Universitas Indonesia

kementerian dan lembaga untuk mempercepat proses koordinasi yang lebih efektif

dan efisien.

Di usianya yang baru satu tahun, BNPP dihadapkan pada tantangan yang

begitu besar, utamanya dalam mengintegrasikan berbagai tugas pokok dari

kementerian dan lembaga untuk melakukan percepatan dan nilai tambah untuk

pembangunan wilayah perbatasan. Maka dari itu, kementerian atau instansi terkait

tidak lagi berorientasi sektoral dalam mengelola kawasan perbatasan demi

kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan kesejahteraan

rakyat Indonesia.

Terkait pula dengan hubungan koordinasi lintas kementerian, BNPP

memiliki tugas untuk mengidentifikasi tugas-tugas dari masing-masing

kementerian dan lembaga yang masih tumpang tindih, sehingga nantinya dapat

dikoordinasikan dengan baik.

Selain koordinasi dengan lintas kementerian dan lembaga, BNPP juga

perlu melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah. BNPP harus dapat

memfungsikan pemerintah daerah untuk dapat memandu program-program

pembangunan kawasan perbatasan yang telah disusun oleh pemerintah pusat.

Gubernur harus dapat difungsikan sebagai wakil pemerintah pusat untuk

memandu apa yang telah diprogramkan oleh Pemerintah. Fungsikan pula

Bupati/Walikota dalam mengoptimalkan peran aparat kecamatan. Hal ini menjadi

penting, mengingat wilayah-wilayah perbatasan itu ada di titik-titik kecamatan.

Dalam PP No. 19 tahun 2008 tentang Kecamatan, fungsi kecamatan adalah

mengaktifkan kegiatan di region (wilayah) kecamatan, dengan dua otoritasnya,

yaitu kewenangannya yang bersifat delegatif dan atributif. Artinya, gubernur

memandu bupati/walikota, kemudian bupati/walikota menyerahkan

kewenangannya kepada camat di wilayah perbatasan untuk mempercepat

pembangunan di wilayahnya. Hal inilah yang menyebabkan betapa sulitnya untuk

melakukan koordinasi, dari pusat, provinsi, kabupaten dan kota, hingga ke satuan

pemerintahan terkecil yang ada di kecamatan dan desa.

Gubernur dan bupati/walikota dalam melaksanakan program, kegiatan dan

anggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan mempunyai kewajiban:

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 77: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

64

Universitas Indonesia

a. melakukan sinkronisasi pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan

perbatasan antar negara dan menjamin terlaksananya kegiatan

dekonsentrasi dan tugas pembantuan secara efektif dan efisien;

b. menetapkan SKPD dan menyiapkan perangkat daerah untuk melaksanakan

program dan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan dengan

mempertimbangkan persyaratan kemampuan dan kompetensi personil; dan

c. menjamin program, kegiatan dan anggaran dekonsentrasi dan tugas

pembantuan dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan

kriteria.

Selain itu pula, Gubernur dan bupati/walikota melakukan koordinasi

secara administratif dan teknis pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan

dengan Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan.

4.3 Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Sesuai dengan Undangan-Undang Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah

Negara, Pemerintah dan pemerintah daerah berwenang mengatur pengelolaan dan

pemanfaatan wilayah Negara dan kawasan perbatasan. Dalam pengelolaan

wilayah Negara dan kawasan perbatasan, Pemerintah berwenang:

a. Menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan wilayah Negara dan

kawasan perbatasan;

b. Mengadakan perundingan dengan Negara lain mengenai penetapan batas

wilayah Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

dan hukum internasional;

c. Membangun atau membuat tanda batas Wilayah Negara;

d. Melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan kepulauan serta

unsur geografis lainnya;

e. Memberikan izin kepada penerbangan internasional untuk melintasi

wilayah udara territorial pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan;

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 78: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

65

Universitas Indonesia

f. Memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi

laut territorial dan perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan;

g. Melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang diperlukan untuk

mencegah pelanggaran dan menghukum pelanggar peraturan perundang-

undangan di bidang bea cukai, fiscal, imigrasi, atau saniter di dalam

Wilayah Negara atau laut territorial;

h. Menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh penerbangan

internasional untuk pertahanan dan keamanan;

i. Membuat dan memperbaharui peta wilayah Negara dan menyampaikannya

kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya setiap 5 (lima)

tahun sekali; dan

j. Menjaga keutuhan, kedaulatan, dan kemanan Wilayah Negara serta

Kawasan Perbatasan.

Dalam pengelolaan wilayah Negara dan kawasan perbatasan, pemerintah

provinsi berwenang melaksanakan kebijakan pemerintah dan menetapkan

kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan,

koordinasi pembangunan di kawasan perbatasan, kerjasama pembangunan

kawasan perbatasan antar pemerintah daerah dan/atau dengan pihak ketiga; serta

melakukan pengawasan pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan yang

dilaksanakan pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota

berwenang melaksanakan kebijakan pemerintah dan menetapkan kebijakan

lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan, menjaga dan

memelihara tanda batas, melakukan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas

pembangunan di kawasan perbatasan di wilayahnya; dan melakukan kerjasama

pembangunan kawasan perbatasan.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 79: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

66

Universitas Indonesia

4.4 Strategi Dasar Pengelolaan Perbatasan

Untuk mewujudkan perbatasan negara sebagai wilayah yang aman, tertib,

dan maju, maka setidaknya dibutuhkan 7 strategi dasar dalam pengelolaan

perbatasan, yaitu:

a. Reorientasi arah kebijakan pengelolaan perbatasan;

Mengubah arah kebijakan dari kecendrungan orientasi inward looking,

ke orientasi outward looking sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi

dan perdagangan dengan negara tetangga.

b. Reposisi peran strategis kawasan perbatasan;

Mengubah posisi kawasan perbatasan sebagai “beranda belakang

negara” menjadi “beranda depan negara” yang memiliki peran strategis

pemacu perkembangan ekonomi regional maupun nasional

c. Rekonsolidasi daya dukung pengelolaan perbatasan;

Menata ulang daya dukung, kekuatan, dan peluang yang ada untuk

dikonsolidasikan ulang agar secara efektif dan efisien mampu

dioptimalkan untuk kepentingan perbatasan, baik dalam rangka

percepatan penyelesaian batas wilayah negara maupun pembangunan

perbatasan.

d. Reformulasi basis pemikiran dan pengaturan pengelolaan perbatasan;

Melakukan review dan merumuskan kembali basis pengelolaan

perbatasan, yaitu dasar pemikiran dan pijakan normatifnya, untuk

menjawab dinamika perkembangan kebutuhan perbatasan sesuai

dengan paradigma baru pengelolaan perbatasan.

e. Restrukturisasi kewenangan pengelolaan perbatasan;

Memperjelas kewenangan dalam pengelolaan perbatasan atau kegiatan-

kegiatan terkait perbatasan.

f. Revitalisasi kemitraan dan kerjasama perbatasan;

Memperkuat jejaring kemitraan dan kerjasama percepatan penyelesaian

permasalahan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan

perbatasan dengan memperhatikan aspek lingkungan dan kaidah-kaidah

hubungan antar Negara.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 80: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

67

Universitas Indonesia

g. Reformasi tata laksana pengelolaan perbatasan.

Menata ulang dan menerapkan tata laksana pengelolaan perbatasan

secara konsisten sesuai prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan

partisipasi masyarakat dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan

yang baik (good governance), didukung dengan kemajuan teknologi

informasi terkini, yang terus berkembang dalam skala global dan

nasional.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 81: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

68 Universitas Indonesia

B A B 5

FAKTOR-FAKTOR KOORDINASI PENGELOLAAN BATAS

WILAYAH NEGARA DI INDONESIA

Perbatasan Indonesia dengan masing-masing negara tetangga (Malaysia,

Singapura, Thailand, Vietnam, India, Republik Timor Leste, Filipina, Papua

Nugini, dan Republik Palau), baik kawasan perbatasan laut maupun kawasan

perbatasan darat mempunyai permasalahan sendiri-sendiri karena masing-masing

kawasan memiliki sifat dan karakteristik tersendiri. Permasalahan-permasalahan

yang terjadi di kawasan perbatasan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

berbeda seperti faktor geografis, ketersediaan sumber daya alam, sumber daya

manusia, kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik serta tingkat kesejahteraan

masyarakat.

Di samping itu, adanya paradigma kawasan perbatasan sebagai “halaman

belakang” wilayah NKRI di masa lampau telah membawa implikasi terhadap

kesenjangan pembangunan di kawasan perbatasan laut maupun darat

dibandingkan dengan negara tetangga. Kekayaan sumber daya alam belum

dimanfaatkan secara adil, optimal, dan berkelanjutan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat perbatasan. Kemiskinan, keterisolasian, dan terbatasnya

sarana komunikasi dan informasi menyebabkan menyebabkan masyarakat

perbatasan lebih mengetahui informasi negara tetangga daripada informasi dan

wawasan tentang Indonesia. Minimnya ketersediaan sarana dasar sosial dan

ekonomi telah menyebabkan kawasan perbatasan sulit untuk berkembang dan

bersaing dengan wilayah negara tetangga. Demikian juga dengan kondisi

kemiskinan masyarakat perbatasan telah mendorong masyarakat untuk terlibat

dalam kegiatan ekonomi ilegal guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini

selain melanggar hukum, potensial menimbulkan kerawanan dan ketertiban yang

sangat merugikan negara baik secara ekonomi maupun lingkungan hidup.

Di samping masalah-masalah lokasional seperti dikemukakan di atas, dari

sisi kebijakan perencanaan pembangunan perbatasan juga menghadapi

permasalahan koordinasi yang sangat luas. Dari 37 Kementerian dan lembaga

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 82: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

69

Universitas Indonesia

(K/L) yang ada, 29 di antaranya terkait menangani kawasan perbatasan yang satu

sama lain belum tentu terkoordinasi secara optimal baik dari sisi program,

penyusunan anggaran, pelaksanaan, maupun evaluasi dan pengawasannya. Di

samping itu terdapat 75 jabatan setingkat eselon I yang menangani perbatasan

secara sektoral. Sementara itu di tingkat daerah interpretasi otonomi daerah masih

menyisakan permasalahan yang menyebabkan sinkronisasi perencanaan kawasan

perbatasan sulit diaplikasikan karena lembaga sektoral pusat maupun daerah

mempunyai visi-misi sendiri-sendiri, sehingga tidak ada keseragaman sudut

pandang dalam membangun kawasan perbatasan.

Dari kerangka teori dan operasionalisasi konsep yang telah penulis

sarikan, penulis melihat bahwa terdapat empat (4) faktor penting yang

memberikan kontribusi dalam proses koordinasi pengelolaan perbatasan. Keempat

faktor ini saling berkaitan satu sama lain, dan merupakan satu kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan. Berikut ini adalah penjelasan lebih lengkap mengenai keempat

faktor tersebut, dan juga merupakan intisari dari wawancara yang telah penulis

lakukan.

5.1. Kewenangan

Berdasarkan tabel operasionalisasi konsep yang telah penulis kemukakan

sebelumnya, variabel kewenangan memiliki indikator berupa penguatan

kelembagaan. Hal ini dimaksudkan bahwa seberapa pun besarnya kewenangan

yang diberikan, namun tanpa adanya penguatan kelembagaan secara mandiri,

maka niscaya proses koordinasi pengelolaan perbatasan tidak akan berjalan

dengan baik.

Kelembagaan sebagai institusi terdiri dari tiga aspek, yaitu (1) aparatur

yang bekerja pada lembaga tersebut, (2) fasilitas ruang, peralatan dan bahan serta

fasilitas lainnya untuk mengoperasikan lembaga, (3) dana operasional untuk

membiayai kegiatan lembaga tersebut. Sementara itu pelembagaan adalah

memasyarakatkan hasil-hasil yang dikerjakan oleh lembaga tersebut kepada

masyarakat luas atau pengguna jasa tersebut. Nilai-nilai yang dilembagakan

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 83: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

70

Universitas Indonesia

adalah peraturan perundang-undangan, peraturan daerah, pedoman perencanaan

dan bentuk lainnya yang dihasilkan oleh lembaga tersebut.

Berdasarkan perannya, lembaga pemerintah dibedakan atas dua, lembaga

koordinasi dan lembaga sektoral. Lembaga koordinasi adalah lembaga yang

mempunyai peranan dalam mengkoordinasikan segenap kegiatan pengelolaan

perbatasan sesuai dengan fungsi manajemen yang ada seperti perencanaan,

monitoring, dan evaluasi. Tujuan dari koordinasi ini adalah untuk mencegah (1)

konflik dan kontradiksi, (2) persaingan yang tidak sehat, (3) pemborosan, (4)

kekosongan ruang dan waktu, (5) terjadinya perbedaan pendekatan dan

pelaksanaan.

Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 tahun

2010, bahwa saat ini BNPP merupakan institusi yang secara khusus bertugas

untuk mengelola batas wilayah negara dan kawasan perbatasan pada tingkat pusat.

Hal yang sama pun terjadi di tingkat daerah dengan dibentuknya Badan Pengelola

yang sifat hubungannya koordinatif, sedangkan pelaksana teknis pembangunan

tetap dilakukan oleh instansi teknis sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Struktur organisasi BNPP disusun dengan para Menko diposisikan selaku

pengarah, adapun Mendagri selaku Kepala BNPP, dan 14 (empat belas)

Menteri/Pimpinan Lembaga selaku anggota, terdiri dari 10 (sepuluh) Menteri,

yaitu Menlu, Menhan, Menkumham, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan

Umum, Menteri Perhubungan, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan

Perikanan, Kepala Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Menteri

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan 4 (empat) pimpinan lembaga pemerintah

non kementerian yaitu: Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN, dan Kepala Badan

Koordinasi, Survey, dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), serta para gubernur

yang di wilayahnya terdapat batas wilayah negara.

Lembaga ini adalah lembaga yang begitu besar dengan komposisi

keanggotaan mendekati setengah jajaran menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Oleh

karena itu, menjadi satu hal yang wajar di saat proses koordinasi kewenangan

belum terlalu optimal, terlebih dengan jarak waktu yang cukup lama semenjak

ditetapkannya UU Nomor 43 tahun 2008 dengan lahirnya Perpres Nomor 12

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 84: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

71

Universitas Indonesia

tahun 2010, sehingga menyebabkan belum segera beroperasinya BNPP secara

optimal. Hal ini pun turut berimbas langsung dalam proses koordinasi di daerah

sebagaimana yang disampaikan oleh Bau Syahril, S.IP, Plt. Kasubbag Kerjasama

Perbatasan pada Bagian Penataan Perbatasan Kabupaten Nunukan terkait pihak-

pihak terkait yang terlibat dalam proses koordinasi pengelolaan perbatasan antara

BNPP dan pemerintah daerah. Beliau menyampaikan:

“Badan Pengelola Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal diProvinsi Kalimantan Timur, Bagian Penataan Perbatasan SekretariatDaerah Kabupaten Nunukan, Badan Perencanaan Pembangunan DaerahKabupaten Nunukan, Dinas Pekerjaan Umum, dan beberapa kementerianyang berada di Pusat”.

Hal ini menunjukkan, betapa pengelolaan perbatasan membutuhkan

sinergi dari berbagai unsur kelembagaan, apapun namanya, karena yang

terpenting adalah lembaga-lembaga tersebut mampu melaksanakan tugas dan

fungsinya dengan baik.

Sudah saatnya wilayah perbatasan mendapatkan prioritas kebijakan,

mengingat wilayah perbatasan masih dipandang sebagai wilayah belakang bukan

sebagai beranda depan negara. Ludiro Madu (2010) menegaskan bahwa

kelembagaan pengelolaan perbatasan masih sangat terpusat meskipun otonomi

daerah sudah diterapkan, dan masih dominannya TNI sebagai lembaga yang

mengurusi wilayah perbatasan. Pengelolaan perbatasan hingga saat ini ditangani

oleh 3 bentuk kelembagaan: pertama, komite-komite perbatasan yang merupakan

forum kerjasama antara Indonesia dengan negara tetangga, antara lain General

Border Committee (GBC) RI-Malaysia, Joint Border Committee (JBC) RI-PNG,

JBC RI-Timor Leste, dan Border Committee RI-Filipina. Kedua, lembaga-

lembaga pemerintah terkait, secara sektoral dan teknis, dan ketiga, unit atau badan

khusus di daerah yang menangani pengelolaan kawasan perbatasan yang

bekerjasama dengan negara tetangga, seperti Sosek Malindo di Kalbar, Kaltim,

dan Riau dan Badan Perbatasan dan Kerjasama Daerah (BPKD) di perbatasan

Papua.

Akan tetapi hadirnya BNPP diharapkan tidak hanya besar namanya saja,

namun harus pula didukung dengan SDM-SDM dan teknologi yang mutakhir.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 85: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

72

Universitas Indonesia

Sejarah harus menjadi sebuah pelajaran yang berharga, mengingat pada tahun

1971 sudah ada lembaga sejenis yaitu Bakorkamla yang mengatur masalah

keamanan. Kemudian, ada Panitia Koordinasi Wilayah Nasional yang kemudian

berkembang menjadi Dewan Kelautan dan Dewan Maritim.

Artinya, secara kelembagaan seharusnya BNPP mampu mengambil

pelajaran atas apa yang telah terjadi di masa lalu. Tugas besar BNPP untuk

mensinergikan peran dan tanggung jawab masing-masing institusi agar

terintegrasi dalam mengelola perbatasan, sehingga tidak seperti dulu di mana tiap

institusi berjalan sendiri-sendiri.

Salah satu terobosan yang dilakukan oleh BNPP dalam rentang waktu satu

tahun sejak berdiri adalah dengan menyelenggarakan Bintek Manajemen Lintas

Batas Negara (Tasbara) tingkat dasar bagi masyarakat yang memang secara

langsung berada di wilayah perbatasan (Garda Batas Inti) yang terdiri dari tokoh

pimpinan desa, tokoh adat/agama setempat, tokoh pemuda setempat, tokoh

perempuan setempat, dan tokoh pendidik setempat. BNPP menargetkan hingga

akhir tahun 2014 telah terbentuk 2.000 Garda Batas Indonesia yang tersebar di

111 kecamatan lokasi prioritas lini terdepan, yang nantinya diharapkan siap untuk

berperan sebagai penjaga, pemelihara, dan penggerak pembangunan perbatasan

negara.

Garda Batas ini merupakan salah satu alternatif solusi untuk

meminimalisir lemahnya faktor koordinasi di daerah. Dengan demikian, Garda

Batas yang melibatkan peran serta aktif masyarakat merupakan perpanjangan

tangan dari BNPP dalam hal memberikan informasi, masukan, ataupun

mensosialisasikan kebijakan-kebijakan yang ada di tingkat pusat, sehingga

persoalan kompleksitas birokrasi dan kelembagaan dapat teratasi dengan baik.

Beberapa permasalahan yang menjadi temuan penelitian antara lain perihal

kualifikasi pegawai, tumpang tindih pelaksanaan tugas, sampai ego sektoral yang

masih saja membayangi proses koordinasi pengelolaan perbatasan.

Kewenangan tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya kelembagaan

yang kuat. Begitu pula dengan kelembagaan, tidak akan menjadi kuat apabila

tidak ditopang dengan sumber daya manusia yang berkualitas.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 86: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

73

Universitas Indonesia

Gambar 5.1

Penguasaan Permasalahan Pengelolaan Batas

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Temuan di lapangan justru menguatkan, bahwa masih diperlukan upaya

pembenahan khususnya terkait peningkatan kualitas SDM. Gambar 5.1

menunjukkan bahwa hanya 30% dari responden yang menganggap bahwa mereka

menguasai segala permasalahan yang terkait dengan pengelolaan perbatasan.

Artinya, ada 70% dari responden yang perlu mendapatkan pembinaan serius,

sehingga proses pengelolaan perbatasan dapat menjadi lebih berkualitas.

Hal yang sama pun terjadi dalam pelaksanaan tugas pada masing-masing

unit, di mana masih ditemukan tumpang tindih (over lapping) satu sama lain. Hal

ini tentu saja akan semakin mempersulit terjalinnya koordinasi yang baik antara

satu institusi dengan institusi yang lain.

30%

61%

9%

Menguasai

Kurang menguasai

Tidak menguasai

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 87: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

74

Universitas Indonesia

Gambar 5.2

Tumpang Tindih Pelaksanaan Tugas

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Temuan penelitian menegaskan hal ini, bahwa hanya 15% dari responden

yang menyatakan bahwa tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.

Artinya, jika di tingkat aparatur saja masih ditemukan tumpang tindih dalam

pelaksanaan tugas, maka tentu bisa dipastikan tugas-tugas pengelolaan perbatasan

tidak akan optimal dalam implementasinya. Lebih lanjut Bau Syahril menyatakan

bahwa salah satu cara untuk mengatasi agar tidak terjadi tumpang tindih dalam

pelaksanaan tugas adalah dengan:

“… masing-masing SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) atau instansiterkait sesering mungkin melakukan koordinasi tentang tugas pokok danfungsi masing-masing”.

Hal ini tentu saja dapat terlaksana dengan baik, apabila tiap institusi

menyadari bahwa mereka adalah bagian dari sebuah sistem dalam pengelolaan

perbatasan yang harus berjalan beriringan. Namun kenyataan di lapangan

menunjukkan hal yang berbeda.

21%

64%

15%

Terjadi

Kadang-Kadang

Tidak Terjadi

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 88: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

75

Universitas Indonesia

Gambar 5.3

Kepentingan Sektoral Dalam Pelaksanaan Tugas

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Sebanyak 80% dari responden menyatakan bahwa masih terdapat

kepentingan sektoral dalam pelaksanaan tugasnya. Hal ini tentu saja

memprihatinkan, mengingat proses pengelolaan perbatasan merupakan sebuah

aktivitas kolektif yang memerlukan keterpaduan di antara satu institusi dengan

institusi yang lainnya. Pengelolaan perbatasan merupakan pekerjaan bersama, di

mana masing-masing institusi harus mampu mengesampingkan kepentingannya

untuk satu kepentingan utama yakni pengelolaan perbatasan yang komprehensif

dan terintegrasi. Oleh karena itu, ego sektoral harus dapat ditekan seminimal

mungkin, sehingga tujuan pengelolaan perbatasan yang dicita-citakan dapat

tercapai. Harapan yang positif akan institusi BNPP pun terlontar dari Winarlan,

SE, Camat Sebatik Barat yang optimis bahwa ego sektoral dapat diatasi dengan:

“… meningkatkan dan menguatkan peran dari Badan Nasional PengelolaPerbatasan (BNPP) sehingga dalam membangun daerah perbatasandapat tertata dan terencana dengan baik”.

80%

20%

Ya

Tidak

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 89: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

76

Universitas Indonesia

Sebuah harapan yang tentu saja diharapkan oleh semua pihak, mengingat

di usianya yang masih seumur jagung, BNPP telah dihadapkan pada persoalan

pelik dari bangsa ini yang perlu segera mendapatkan perhatian yang serius dari

semua pihak. Alhasil, berbagai permasalahan ini tentu memberikan masukan yang

berharga bagi perbaikan ke depan yang lebih baik.

Terkait pula dengan penguatan kelembagaan pengelolaan perbatasan,

BNPP melalui Rencana Induknya telah menetapkan bahwa kecamatan merupakan

basis terdepan dalam pengelolaan perbatasan. Sasaran wilayah pengelolaan

kawasan perbatasan diarahkan pada Wilayah-Wilayah Konsentrasi Pengembangan

(WKP), yaitu kabupaten/kota yang yang berada di dalam Cakupan Kawasan

Perbatasan (CKP), baik yang berada di kawasan darat maupun laut. Penentuan

prioritas WKP ditetapkan dengan memperhatikan isu-isu strategis di setiap WKP

dalam aspek pertahanan, sosial budaya, dan ekonomi.

Fokus lokasi penanganan yang diprioritaskan di setiap WKP disebut

dengan Lokasi Prioritas (Lokpri), yakni kecamatan-kecamatan di kawasan

perbatasan darat dan laut di dalam WKP, dengan kriteria antara lain kecamatan

yang berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah darat, kecamatan

lokasi pulau-pulau kecil terluar, kecamatan yang difungsikan sebagai pusat

kegiatan strategis nasional, dan kecamatan yang menjadi exit-entry point (Pos

Lintas Batas) berdasarkan Border Crossing Agreement.

Melihat fungsi kecamatan yang begitu vital, maka tentunya logis jika

kecamatan diberikan porsi kewenangan yang lebih dengan disertai

pembiayaannya, sehingga pengelolaan perbatasan di lini terdepan dapat berjalan

dengan baik dan terarah.

Selain itu pula, program peningkatan peran masyarakat dan lembaga

swadaya masyarakat dalam pengelolaan perbatasan perlu terus dilakukan. Hal ini

dipandang perlu mengingat peran dan kontribusi yang cukup signifikan dalam

keterkaitannya dengan pengelolaan perbatasan. Kelembagaan masyarakat

tentunya memahami permasalahan yang muncul di daerah tersebut. Demikian

juga LSM yang secara langsung bekerja dan bermitra dengan masyarakat

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 90: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

77

Universitas Indonesia

memiliki kemampuan yang cukup untuk memfasilitasi berbagai kegiatan

masyarakat dalam memanfaatkan dan membangun perbatasan.

Program penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat adat dan

kelompok-kelompok swadaya masyarakat sangat penting dalam pemanfaatan

pengelolaan perbatasan mengingat wilayah tersebut dihuni oleh berbagai macam

suku, adat, dan budaya yang berbeda-beda.

Terkait persoalan kewenangan dan penguatan kelembagaan yang saling

berkaitan ini, maka beberapa hal yang perlu menjadi perhatian bersama adalah:

a. Pendekatan regional harus lebih dominan dibandingkan pendekatan

sektoral dalam perencanaan pembagunan nasional. Mengingat faktor

‘lokasi’ masih dipandang sebatas tempat pelaksanaan kegiatan

departemen/instansi tanpa memperhatikan kepentingan pendayagunaan

ruang di daerah, akibatnya kegiatan yang direncanakan sektor tidak

saling bersinergi dalam mengisi dan mendayagunakan ruang di daerah

(memunculkan ego sektoral).

b. Perlu upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam

pengelolaan kawasan perbatasan mengingat penanganannya bersifat

lintas administrasi wilayah pemerintahan dan lintas sektoral, sehingga

masih memerlukan koordinasi dari institusi yang secara hirarkis lebih

tinggi, belum tersosialisasikannya peraturan dan perundang-undangan

mengenai pengelolaan kawasan perbatasan, terbatasnya anggaran

pembangunan pemerintah daerah; masih adanya tarik menarik

kewenangan pusat-daerah, misalnya dalam pengelolaan kawasan

konversi seperti hutan lindung dan taman nasional sebagai

international inheritance yang selama ini menjadi kewenangan

pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan);

c. Pengelolaan kawasan perbatasan belum dilakukan secara terpadu

dengan mengintegrasikan seluruh sektor terkait. Permasalahan

beberapa kawasan perbatasan masih ditangani secara ad hoc,

sementara dan parsial serta lebih didominasi oleh pendekatan

keamanan melalui beberapa kepanitiaan, sehingga belum memberikan

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 91: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

78

Universitas Indonesia

hasil yang optimal. Komite-komite kerjasama yang ada saat ini antara

lain General Border Committee (GC) RI-Malaysia, Joint Border

Committee (JBC) RI-Papua New Guinea; dan Joint Border Committee

RI-Timor Leste;

d. Selama ini belum ada payung hukum yang jelas mengatur tentang

kewenangan pengelolaan kawasan perbatasan, walaupun ada UU No.

32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah namun tidak secara

eksplisit menjelaskan kewenangan daerah dalam mengelola kawasan

perbatasan. Sedangkan kewenangan pemerintah pusat pada pintu-pintu

perbatasan (border gate) yang meliputi aspek kepabeanan,

keimigrasian, karantina, serta keamanan dan pertahanan (CIQS). Perlu

lebih dipertegas kewenangan pemerintah daerah (provinsi dan

kabupaten/kota) dalam kerangka pembagian kewenangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengelolaan batas darat, yang

diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pola pembagian kewenangan

antara Pusat dan daerah yang telah diatur dalam PP No 38 tahun 2007

belum memberikan kejelasan pembagian kewenangan antara Pusat dan

daerah dalam konteks penanganan perbatasan. Melalui pola pembagian

yang jelas ini, prinsip money follow function dapat diberlakukan.

Urusan yang menjadi kewenangan pusat dibiayai melalui APBN dan

urusan yang menjadi kewenangan daerah dibiayai melalui APBD.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 92: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

79

Universitas Indonesia

5.2. Komunikasi

Pada dasarnya, komunikasi yang baik haruslah melibatkan dua pihak atau

lebih dengan pesan yang tersampaikan dengan jelas dan gamblang, sehingga

pihak-pihak yang terkait dapat memahaminya dengan baik. Begitu pula dengan

komunikasi pengelolaan perbatasan, di mana awalnya masih menggunakan pola

sentralistik, dengan pemerintah pusat bertindak selaku koordinator dalam setiap

kebijakan dan pengambilan keputusan. Hal ini tentu saja menyulitkan, mengingat

kondisi geografis yang sulit terjangkau dan sarana komunikasi di wilayah

perbatasan yang masih sangat minim, bahkan hingga saat ini. Dalam kasus Pulau

Sebatik misalnya, aksesibilitas ke Kota Tawao (Malaysia) lebih mudah

dibandingkan aksesibilitas ke Nunukan. Penulis sendiri juga merasakan betapa

ketimpangan sungguh terjadi di Pulau Sebatik. Di saat malam hari, Kota Tawao

terang benderang dengan lampu yang gemerlap, sedangkan Pulau Sebatik terasa

gelap gulita. Bahkan di saat penulis berjalan menyusuri pantai di wilayah

Indonesia, sinyal telepon seluler secara bergantian datang dari Malaysia, dan

sangat sulit sekali bagi penulis untuk mendapatkan sinyal dari Indonesia. Hal

serupa pun terjadi pada sarana dan prasarana komunikasi milik pemerintah yang

masih kurang. Pusat Pengelolaan Umum Badan Informasi Publik Depkominfo

(2006) menyatakan bahwa penduduk di kawasan perbatasan umumnya mengikuti

siaran stasiun televisi dari Malaysia, yakni TV1, TV2, dan TV3. Mereka tidak

dapat menangkap siaran stasiun televisi dari Indonesia, mengingat lokasinya yang

jauh, dan belum ada stasiun relay. Kalaupun siaran stasiun televisi dapat mereka

tangkap (TVRI, SCTV, RCTI), biasanya gambarnya tidak jelas (buram) dan

bergoyang-goyang serta suaranya berisik.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 93: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

80

Universitas Indonesia

Gambar 5.4

Fasilitas Sarana Komunikasi

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Temuan penelitian ini nampaknya tidak mencerminkan kondisi faktual

yang sebenarnya terjadi, bahwa ternyata 59% dari responden menyatakan bahwa

telah tersedia sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang pelaksanaan

pekerjaan. Apakah trend perkembangan teknologi informasi saat ini mampu

memberikan pengaruh yang positif terhadap proses komunikasi khususnya di

wilayah perbatasan, ataukah ini hanyalah kesalahan persepsi dari responden yang

menganggap bahwa sarana komunikasi yang memang tersedia, akan tetapi tidak

memperhitungkan faktor optimal atau tidaknya sarana komunikasi tersebut

digunakan untuk menunjang proses koordinasi pengelolaan perbatasan. Akan

tetapi data ini nampaknya tidak dapat dijadikan ukuran untuk menilai bahwa

proses komunikasi di wilayah perbatasan telah berjalan dengan baik. Winarlan

dengan tegas mengatakan:

“… yang menjadi kendala kami di perbatasan adalah faktor geografisdan sulitnya akses komunikasi berupa sinyal HP (Handphone) yang ada,sehingga untuk komunikasi dan koordinasi dengan masyarakatmemerlukan waktu yang lama”.

59%

37%

4%

Tersedia

Kurang Tersedia

Tidak Tersedia

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 94: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

81

Universitas Indonesia

Pernyataan Camat Sebatik Barat ini nampaknya memberikan gambaran

yang utuh, betapa proses komunikasi di wilayah perbatasan masih menjadi satu

kendala, betapapun tersedianya sarana komunikasi itu sendiri. Kondisi ini

sesungguhnya menyiratkan, bahwa selama lebih dari 65 tahun bangsa ini

merdeka, persoalan perbatasan belum kunjung selesai, bahkan di era teknologi

informasi saat ini, barulah kemudian terkuak permasalahan yang sebenarnya

terjadi di wilayah perbatasan, karena semakin banyak masyarakat yang peduli dan

menyuarakan aspirasinya. Semestinya, dengan semakin canggihnya

telekomunikasi, warga perbatasan juga dapat menikmati hal yang sama dengan

warga lainnya di Indonesia, tanpa ada perbedaan sedikitpun. Inilah yang

kemudian masih menjadi pekerjaan rumah bersama, tidak hanya BNPP, tetapi

juga seluruh stakeholder yang memiliki tugas untuk memajukan dan

mensejahterakan wilayah perbatasan.

Di samping persoalan sarana komunikasi, penulis juga ingin melihat dari

hasil temuan penelitian perihal frekuensi pertemuan yang dilakukan tiap instansi

dalam membahas pengelolaan perbatasan, persoalan sulitnya melakukan

koordinasi, hingga ada atau tidaknya bagian khusus yang bertugas untuk

mengkoordinasikan beberapa bagian dalam organisasi.

Dari temuan penelitian, penulis mendapatkan bahwa ternyata 75% dari

responden menyatakan mereka melakukan pertemuan harian yang bersifat rutin

tiap bulannya kurang dari 3 kali. Artinya, frekuensi pertemuan rutin masih sangat

minim sekali dan kemungkinan hanya membahas persoalan yang tidak strategis.

Padahal dalam konteks pengelolaan perbatasan, hari demi hari, bahkan detik demi

detik menjadi ukuran waktu yang harus dihargai, mengingat begitu dinamisnya

persoalan perbatasan yang tentu harus segera mendapatkan respon yang cepat dan

tepat.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 95: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

82

Universitas Indonesia

Gambar 5.5

Pertemuan Rutin Harian

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Lemahnya kemampuan dalam berkomunikasi secara efektif, baik secara

internal maupun eksternal telah menjadi salah satu penyebab dari munculnya

konflik di wilayah perbatasan. Terkait dengan hal tersebut, temuan penelitian juga

menyoroti bagaimana komunikasi dilakukan antara satu instansi dengan instansi

lainnya dalam hal pengelolaan perbatasan. Yang menarik adalah, ternyata 70%

responden menyatakan bahwa unsur pimpinan melakukan kurang dari 3 kali

pertemuan rutin dengan instansi lain yang terkait pengelolaan perbatasan. Angka

tersebut sesungguhnya menyiratkan bahwa para aparatur pengelola perbatasan

belum memaknai secara menyeluruh mengenai esensi menjaga, memelihara, dan

mengelola perbatasan. Bagaimana mungkin wilayah perbatasan dapat terjaga

dengan baik apabila komunikasi dengan instansi terkait lainnya tidak berjalan

dengan baik. Maka tidaklah mengherankan di saat banyak terjadi tumpang tindih

pelaksanaan tugas atau bahkan ego sektoral dalam pengelolaan perbatasan.

75%

18%

7%

Kurang dari 3 kali

Antara 3 s.d 5 kali

Lebih dari 5 kali

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 96: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

83

Universitas Indonesia

Gambar 5.6

Pertemuan Rutin dengan Instansi Lain

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Dari beberapa temuan penelitian yang telah penulis paparkan sebelumnya,

nampaknya permasalahan komunikasi menjadi hal yang lazim terjadi dalam

sebuah organisasi. Hal ini tentu saja perlu mendapatkan perhatian yang serius,

terlebih dari temuan penelitian yang menunjukkan bahwa 64% responden

menyatakan bahwa ada bagian khusus yang bertugas untuk mengkoordinasikan

kegiatan beberapa bagian dalam organisasi. Artinya, dengan adanya bagian

khusus yang bertugas untuk mengkoordinasi, seharusnya proses komunikasi dapat

berjalan dengan baik dan terarah. Namun faktanya, justru proses komunikasi

malah tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan persoalan-persoalan terkaitnya

lemahnya koordinasi pun terjadi.

70%

24%

6%

Kurang dari 3 kali

Antara 3 s.d 5 kali

Lebih dari 5 kali

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 97: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

84

Universitas Indonesia

Gambar 5.7

Bagian Khusus Koordinasi

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Setelah ada bagian khusus yang bertugas untuk mengkoordinasikan

beberapa bagian dalam organisasi, salah satu hal yang patut dicermati adalah

mekanisme pertukaran dokumen tertulis baik berupa laporan ataupun memo yang

terkait dengan pekerjaan masing-masing unit. Hal ini menjadi penting, mengingat

mekanisme sharing ini, selain sebagai upaya transparansi atas pelaksanaan

pekerjaan dari masing-masing unit, juga merupakan sebuah upaya untuk

mencegah terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan pekerjaan yang telah

dibahas sebelumnya.

Temuan penelitan menunjukkan, bahwa terdapat 76% responden yang

menyatakan bahwa terdapat mekanisme pertukaran dokumen yang berkaitan

dengan pekerjaan tiap-tiap unit. Artinya, asas transparansi dan keterbukaan telah

berjalan dengan baik. Namun satu hal yang perlu dikritisi adalah, dokumen-

dokumen tertulis tersebut seyogyanya mampu mencerminkan tahapan dari tiap-

tiap proses yang dilalui dalam pengelolaan perbatasan, sehingga dokumen-

dokumen tersebut memiliki nilai historis sekaligus up to date dalam menyoroti

64%

32%

4%

Ada

Tidak ada

Tidak tahu

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 98: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

85

Universitas Indonesia

persoalan pengelolaan perbatasan, dan tidak hanya menjadi dokumen pelengkap

yang terus berulang.

Gambar 5.8

Mekanisme Pertukaran Dokumen Tertulis

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Berdasarkan temuan penelitian, dapat terlihat bahwa komunikasi yang

efektif memegang peran yang cukup vital dalam mewujudkan proses koordinasi

pengelolaan perbatasan yang lebih baik. Untuk itu, salah satu hal mendasar yang

perlu dibenahi adalah upaya optimalisasi pemanfaatan fasilitas komunikasi yang

sementara ini telah tersedia, dan tentunya secara berkala mengagendakan

pertemuan yang sifatnya strategis sebagai langkah preventif dari upaya

pengelolaan perbatasan terpadu.

76%

24%

Ya

Tidak

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 99: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

86

Universitas Indonesia

5.3. Kepemimpinan

Kemampuan memimpin sangat penting dalam pelaksanaan koordinasi

yang efektif, mengingat seorang pemimpin berkewajiban untuk dapat mencapai

tujuan organisasi dengan baik. Fungsi seorang pemimpin mencakup semua tugas

dan fungsi di dalam organisasi yang telah didelegasikan kepada bawahannya

apakah dalam bentuk unit-unit, tugas, dan lain-lain. Hal ini harus diarahkan

kepada tujuan utama organisasi. Oleh karena itu, kemampuan teknis dan

profesional dari pimpinan mutlak dibutuhkan bagi tercapainya visi organisasi.

Temuan penelitian menunjukkan, bahwa 72% responden menyatakan

bahwa kemampuan teknis dan profesional unsur pimpinannya adalah baik, dan

26% menyatakan kurang baik, dan hanya 2% saja yang menyatakan tidak baik.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar 5.9 berikut ini.

Gambar 5.9

Kemampuan Teknis dan Profesional Pimpinan

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Angka ini memberikan gambaran bahwa mayoritas responden melihat

bahwa unsur pimpinannya adalah pimpinan yang berkualitas di bidangnya. Hal

tersebut lebih diperkuat lagi dengan temuan penelitian yang menggambarkan

72%

26%

2%

Baik

Kurang Baik

Tidak baik

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 100: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

87

Universitas Indonesia

bahwa pimpinan telah memberikan ruang yang cukup bagi bawahannya untuk

menyuarakan aspirasinya dalam memberikan saran ataupun masukan bagi

kepentingan organisasi. Sebanyak 88% atau mayoritas responden menyatakan

bahwa pimpinan menampung ide-ide dari bawahan untuk dipilih menjadi

keputusan.

Gambar 5.10

Aspiratif Dalam Menampung Ide

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Dengan demikian, pimpinan yang baik akan mampu mengarahkan

bawahannya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, tentunya dalam hal ini

adalah pengelolaan perbatasan yang lebih baik. Temuan penelitian menunjukkan

bahwa 76% responden menyatakan bahwa kemampuan pimpinan dalam

mengarahkan bawahannya dalam melaksanakan tugas adalah baik, sedangkan

24% responden menyatakan kurang baik. Angka ini juga menunjukkan bahwa

kemampuan pimpinan dalam mengarahkan bawahannya tidak terlepas dari

kemampuan komunikasi yang baik. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan

Williams (1980, 231), “ Communication and other leadership technique can help

provide both the informational base and the psychological climate that are the pre

prequisites of effective coordination”. Bahwa komunikasi dan kemampuan

88%

12%

0%

Ya

Tidak

Tidak tahu

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 101: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

88

Universitas Indonesia

memimpin dapat memberikan basis informasi sekaligus suasana kejiwaan yang

baik sebagai prasyarat dari koordinasi yang efektif. Hal yang sama pun diutarakan

oleh Winarlan, yang menyatakan bahwa:

“…pemimpin yang mampu mengorganisir pasti dapat melakukankoordinasi dengan baik karena pimpinan tersebut mampu menjabarkandan memberikan perintah yang baik kepada bawahannya…”.

Berikut adalah gambar 5.11 mengenai kemampuan pimpinan dalam

mengarahkan bawahannya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Gambar 5.11

Kemampuan Pimpinan Mengarahkan Bawahan

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Dari temuan penelitian di atas dapat terlihat bahwa faktor kepemimpinan

telah terlaksana dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa pimpinan yang baik

tentunya akan memberikan teladan yang baik pula bagi bawahannya. Dalam

konteks pengelolaan perbatasan, di saat pemerintah pusat mampu menyusun

perencanaan yang baik, disertai dengan kemampuan supervisi yang baik, maka

niscaya pengelolaan perbatasan di daerah akan juga berjalan dengan baik. Namun,

di saat pemerintah pusat tidak mampu memberikan arahan yang cepat dan tepat

76%

24%

Baik

Kurang baik

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 102: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

89

Universitas Indonesia

kepada daerah, maka pengelolaan perbatasan layaknya seekor ayam yang

kehilangan induknya, terombang-ambing dan pada akhirnya akan muncul potensi

konflik yang akan merugikan masyarakat perbatasan itu sendiri. Oleh karena itu,

baik pusat maupun daerah harus mampu menunjukkan sisi kepemimpinan yang

positif dan konstruktif, sehingga tumbuh kepercayaan dari masyarakat bahwa

pengelolaan perbatasan telah diserahkan kepada para pimpinan yang memang

mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 103: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

90

Universitas Indonesia

5.4. Kontrol

Idealnya, di saat semua kebijakan dan program telah dilaksanakan, maka

fungsi kontrol atau pengawasan akan dilakukan untuk memperbaiki hal-hal yang

masih dianggap kurang, sehingga ke depannya kebijakan dan program tersebut

dapat berjalan lebih baik. Akan tetapi, lain halnya dalam konteks pengelolaan

perbatasan yang begitu kompleks ini. Komponen kontrol dan pengawasan

nampaknya hanya menjadi pelengkap saja, sebagai bagian dari sebuah laporan

yang menyuguhkan output kebijakan dan kegiatan yang selalu berjalan efektif dan

efisien. Hal ini bukanlah isapan jempol belaka, mengingat data faktual yang

mengiringinya. Bagaimana tidak, pengelolaan perbatasan yang masih bersifat

sektoral dan cenderung sporadis, dilakukan oleh berbagai instansi,

Kementerian/Lembaga, atau lebih tepatnya 37 Kementerian/lembaga dengan 29

di antaranya terkait langsung menangani perbatasan dengan minim koordinasi dan

sinergi, sehingga pada akhirnya program ataupun kegiatan tersebut tidak tepat

sasaran.

Temuan penelitian menguatkan hal ini, bahwa ada 74% responden yang

menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara rencana program yang telah disusun

dengan praktik implementasi di lapangan. Hal ini memberikan gambaran bahwa di

samping minimnya koordinasi dan sinergi, faktor minimnya kontrol dan

pengawasan menjadi salah satu penyebab tidak berjalan baiknya pengeloaan

perbatasan.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 104: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

91

Universitas Indonesia

Gambar 5.12

Perbedaan Rencana Program dan Implementasi

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran dalam melihat seberapa

baiknya proses kontrol dan pengawasan adalah ada atau tidaknya mekanisme

pelaporan dan data kegiatan, mekanisme evaluasi SOP, dan mekanisme evaluasi

terhadap anggaran.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat 89% responden yang

menyatakan bahwa terdapat mekanisme pelaporan dan data kegiatan dari tiap-tiap

unit (Gambar 5.12). Begitu pula dengan 74% responden yang menyatakan bahwa

terdapat mekanisme evaluasi terhadap SOP dalam pelaksanaan pekerjaan

(Gambar 5.13). Bahkan, 94% responden menyatakan bahwa terdapat mekanisme

evaluasi terhadap anggaran (Gambar 5.14).

Dalam konteks pengelolaan perbatasan, kontrol memegang peran yang

sangat vital, mengingat berhasil tidaknya suatu program dapat teridentifikasi

secara langsung melalui kontrol yang dilakukan. Artinya, proses pengamatan dan

pengawasan dalam koordinasi dilakukan secara simultan dan terus menerus, tidak

hanya di akhir program atau kegiatan, sehingga nantinya apabila terjadi bias

74%

16%

10%

Ya

Tidak

Tidak tahu

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 105: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

92

Universitas Indonesia

dalam pelaksanaan program dapat segera diperbaiki. Terlebih dari temuan

penelitian menunjukkan hal yang kontradiktif, satu sisi terdapat gap yang begitu

besar antara rencana program dan implementasi, namun mekanisme evaluasi

terhadap SOP dan anggaran malah berjalan sangat baik.

Gambar 5.13Mekanisme Pelaporan dan Data

Gambar 5.14Mekanisme Evaluasi SOP

89%

11%

Ya

Tidak

74%

24%

2%

Ya

Tidak

Tidak tahu

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 106: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

93

Universitas Indonesia

Gambar 5.15

Mekanisme Evaluasi Anggaran

Sumber: Hasil pengolahan data penelitian

Angka-angka di atas menunjukkan optimisme yang baik terhadap upaya kontrol

dan pengawasan terhadap pengelolaan perbatasan. Winarlan dengan tegas

menyatakan bahwa:

“Bentuk pengamatan dan pengawasan yang dilakukan untukmemperlancar koordinasi adalah dalam hal meninjau langsung kelapangan atau ke lokasi perbatasan”.

Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme evaluasi dan pelaporan yang

telah disusun tidak akan mungkin berjalan dengan baik apabila tidak disertai

dengan aksi nyata dari aparatur pengelola perbatasan. Sehubungan dengan hal

tersebut, maka setiap aparatur yang bertugas melakukan kontrol dan pengawasan

hendaknya mampu mengkritisi dua hal sebagaimana tersebut di bawah ini:

a. Apakah pelaporan dan evaluasi yang dilakukan benar-benar

mencerminkan atas apa yang terjadi sesungguhnya; dan

b. Apakah evaluasi yang dilakukan dijadikan dasar bagi upaya perbaikan ke

depannya.

94%

3% 3%

Ya

Tidak

Tidak tahu

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 107: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

94

Universitas Indonesia

Betapapun temuan penelitian menunjukkan hasil yang positif terhadap

faktor kontrol, akan tetapi penulis masih merasa skeptis atas temuan tersebut.

Selain dua alasan yang telah kemukakan di atas, penulis juga melihat ada faktor

kultural yang turut mempengaruhi. Perilaku menyenangkan atasan atau ABS

(Asal Bapak Senang) nampaknya perlu diteliti lebih lanjut, mengingat banyak

program ataupun kegiatan yang nyata-nyata tidak bermanfaat ataupun gagal,

teryata laporan menunjukkan hal sebaliknya. Hal inilah yang masih menjadi

kekhawatiran penulis atas temuan penelitian yang didapat. Terlepas dari itu

semua, apa yang disampaikan oleh Camat Sebatik Barat sungguhlah tepat,

pimpinan harus mampu terjun langsung ke lapangan untuk memastikan betul

apakah program atau kegiatan yang sedang berjalan dengan terlaksana dengan

baik dan sesuai rencana atau tidak.

Dengan demikian, diharapkan proses kontrol dan pengawasan dapat

berjalan dengan baik dan mampu menjadi indikator atas keberhasilan pengelolaan

perbatasan yang terpadu. Secara ringkas, dapat penulis gambarkan hubungan

keempat faktor koordinasi yang telah penulis sampaikan di atas.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 108: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

95

Universitas Indonesia

Gambar 5.16

Faktor-Faktor Koordinasi Pengelolaan Batas Wilayah Negara di Indonesia

Sumber: diolah dari kerangka teori

Gambar 5.16 merupakan intisari dari proses koordinasi pengelolaan

perbatasan yang melibatkan empat (4) faktor kunci, yaitu kewenangan,

komunikasi, kepemimpinan, dan kontrol. Apabila kita kembali merujuk teori

Boundary Making yang dijelaskan oleh Stephen B Jones, seharusnya proses

koordinasi adalah rangkaian terakhir dari alur pengelolaan perbatasan yaitu

Management/Administration. Akan tetapi dalam konteks pengelolaan perbatasan

di Indonesia, proses ini tidak berlangsung berurutan, mengingat begitu

kompleksnya perbatasan Indonesia ini. Bahkan hingga saat ini, proses

perundingan pengelolaan perbatasan masih terus berlangsung untuk menentukan

batas-batas antara Indonesia dengan Negara tetangga. Artinya, BNPP yang

merupakan representasi dari proses administrasi/manajemen, harus pula berkutat

dengan persoalan fisik yang memerlukan kerjasama dan koordinasi dengan sektor-

KOORDINASI

KEWENANGAN

KEPEMIMPINAN

KONTROL

KOMUNIKASI

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 109: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

96

Universitas Indonesia

sektor terkait, sehingga dapat berjalan beriringan. Oleh karena itu, BNPP harus

mampu berperan dengan baik dan tidak melampaui batas kewenangannya sebagai

sebuah institusi koordinasi.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 110: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

97 Universitas Indonesia

B A B 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa:

a. Terdapat empat (4) faktor penting yang memberikan kontribusi dalam proses

koordinasi pengelolaan perbatasan, yaitu kewenangan, komunikasi,

kepemimpinan, dan kontrol. Keempat faktor ini saling berkaitan satu sama lain,

dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan;

b. Kewenangan belum terlaksana dengan baik. Indikator penguatan kelembagaan

perlu mendapatkan perhatian yang serius. Dengan kelembagaan yang kuat,

dalam hal ini BNPP dan seluruh stakeholder pengelola perbatasan, niscaya

pengelolaan perbatasan akan menjadi lebih baik. Terkait dengan kelembagaan,

penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi hal yang perlu dibenahi,

mengingat tanpa SDM yang berkualitas, tugas dan pekerjaan tidak akan dapat

dilakukan dengan optimal, dan hal ini akan terlihat dari masih terjadinya

tumpang tindih pelaksanaan pekerjaan dan munculnya ego sektoral;

c. Komunikasi belum berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari belum optimalnya

pemanfaatan fasilitas komunikasi dan masih kurangnya pertemuan berkala yang

bersifat strategis. Terlebih karakteristik perbatasan Indonesia yang terdiri dari

darat, laut dan udara, sehingga proses koordinasi memerlukan waktu yang lama

dan cenderung tidak efektif. Maka dari itu Pemerintah perlu memperbaiki sarana

dan prasarana yang mampu menunjang proses komunikasi yang cepat dan tepat;

d. Kemampuan memimpin telah terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dari

kemampuan teknis dan profesional yang dimiliki oleh pimpinan dan kemampuan

mengarahkan bawahan dalam pelaksanaan tugas;

e. Kontrol telah berjalan cukup baik. Hal ini ditandai dengan adanya mekanisme

pelaporan, mekanisme evaluasi SOP, dan mekanisme terhadap evaluasi terhadap

anggaran. Betapapun proses pengamatan dan pengawasan telah berjalan dengan

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 111: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

98

Universitas Indonesia

baik, perlu juga dikritisi perihal pemanfaatan dan penggunaan anggaran yang

telah diserap, apakah telah digunakan sesuai dengan rencana dan memberikan

manfaat, ataukah memang hanya sekadar laporan rutin yang terus berulang.

Maka dari itu, perlu juga dilakukan evaluasi terhadap outcome dari kebijakan

pengelolaan perbatasan.

Selanjutnya, persoalan koordinasi pengelolaan perbatasan ini diharapkan dapat

teratasi dengan terbentuknya Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) sebagai

lembaga khusus untuk mengelola batas wilayah negara dan kawasan perbatasan. Hal ini

tentu saja perlu ditelaah lebih lanjut mengingat BNPP yang baru terbentuk pada tanggal 17

September 2010, sehingga efektivitas pelaksanaan koordinasi masih belum teruji secara

komprehensif.

6.2 Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan, beberapa hal yang dapat penulis sarankan

adalah:

1. Bagi Pemerintah Pusat, institusi BNPP perlu mendapatkan penguatan secara

kelembagaan, dengan membuat struktur yang ramping namun kaya fungsi.

Pemerintah perlu membuat garis batas yang jelas mengenai pembatasan

kewenangan dan tanggung jawab dari setiap stakeholder pengelola perbatasan,

seperti halnya BNPP yang memang memiliki kewenangan yang besar dalam hal

koordinasi agar tidak menyimpang menjadi institusi yang turut serta melakukan

eksekusi. Maka dari itu, Pemerintah perlu memberikan supervisi yang ketat

terhadap BNPP agar tidak keluar dari core tugas pokok dan fungsinya. Selain itu,

faktor komunikasi menjadi hal yang sangat vital dalam pengelolaan perbatasan,

tidak hanya penyediaan sarana dan prasarana yang masih sangat minim, akan tetapi

dari segi optimalisasi pemanfaatan sarana komunikasi yang ada, sehingga dapat

lebih dimanfaatkan dengan baik dan efektif. Begitu pula halnya dengan faktor

kontrol yang harus dapat dipertahankan, mengingat hasil temuan penelitian

menunjukkan hasil yang positif. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa kontrol

yang baik akan menentukan hasil tugas dan pekerjaan yang baik. Maka dari itu,

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 112: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

99

Universitas Indonesia

setiap program dan kegiatan yang ada harus dapat dilihat dampaknya bagi

pengelolaan perbatasan, sehingga dapat dirasakan manfaatnya secara langsung

oleh masyarakat perbatasan;

2. Bagi Pemerintah Daerah, Kecamatan harus mampu difungsikan dengan baik

sebagai garda terdepan pengelolaan perbatasan. Pemerintah kabupaten/kota perlu

melalukan penguatan kelembagaan dan SDM, sehingga nantinya proses

pengelolaan perbatasan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Pertemuan yang

bersifat strategis harus dilakukan secara berkala, baik dengan Pemerintah atau

BNPP, sehingga proses pengelolaan perbatasan tidak berjalan timpang, dan

cenderung satu arah;

3. Bagi masyarakat yang tinggal di perbatasan, walaupun penelitian ini tidak

menyebut secara langsung perihal masyarakat, akan tetapi penulis merasa perlu

untuk memberikan masukan terutama mengenai upaya-upaya preventif dalam

pengelolaan perbatasan. Artinya, masyarakat yang tinggal di perbatasan

diharapkan dapat pro aktif dalam memelihara dan menjaga perbatasan, dan mampu

memberikan informasi yang cepat kepada unit pemerintahan terkecil yang ada di

wilayahnya terutama kecamatan dan kabupaten;

4. Bagi dunia akademisi, diharapkan penelitian ini dapat memberikan warna baru

bagi pengembangan pengelolaan perbatasan yang lebih terpadu (integrated border

management), merujuk apa yang disampaikan oleh Jones dalam teori Boundary

Making, bahwa saat ini Indonesia telah melangkah lebih maju dengan terbentuknya

BNPP sebagai lembaga koordinasi. Artinya, fungsi administrasi dan manajemen

menjadi kunci vital bagi terselenggaranya pengelolaan perbatasan yang lebih

komprehensif;

5. Untuk penelitian mendatang, agar dapat dilakukan evaluasi secara menyeluruh

pelaksanaan koordinasi yang dilakukan oleh BNPP dalam pengelolaan perbatasan

di Indonesia. Hal ini tentunya terkait dengan empat (4) pilar pengelolaan

perbatasan yang harus berjalan seiring sejalan.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 113: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

100 Universitas Indonesia

DDAAFFTTAARR PPUUSSTTAAKKAA

BUKU

Barney, Jay B dan Ricky W. Griffin. (1992). The Management of Organizations.Houghton Milton Company.

Daft, R.L.. (1992). Organization Theory and Design. West Publising Company.

Dale, Ernest. (1993). Management, Theory and Practice. Rex Printing Company.

Darma Putra, Rizal. (2010). Manajemen Pengelolaan Perbatasan Laut danKeamanan Perbatasan. Jakarta: LESPERSSI

Dunn, William N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: GadjahMada University Press

Faisal, Sanapiah. (2005). Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Griffin, Ricky. (2004). Manajemen. Jakarta: Erlangga.

Handayaniningrat, Soewarno. (1986). Administrasi Pemerintahan dan PembangunanNasional. Jakarta: Gunung Agung

Hardjito, Dyiet. 1995. Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian. Jakarta:Grafindo Persada

Hasibuan, Malayu S.P. 1996. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta:Gunung Agung.

Hersey, P. and K.H Blanchard. (1999). Leadership and the One Minute Manager.New York: William Morrow.

Irawan, Prasetya. (2006). Penelitian Kualitatitf dan Kuantitatif untuk Ilmu-IlmuSosial . Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.

Kaloh, Drs. Johannis. (1986). Konsep Koordinasi Dalam Proses Administrasi.Jakarta: Institut Ilmu Pemerintahan.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 114: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

101

Universitas Indonesia

KRA XXXVII, Lemhanas RI. (2004). Percepatan Pembangunan WilayahPerbatasan Guna Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Dalam RangkaMemperkokoh NKRI. Jakarta Pusat: Lemhanas RI.

Kasim, Azhar. (1989). Pengukuran Efektivitas Dalam Organisasi. Jakarta: PAUIlmu-Ilmu Sosial UI.

Laweance, Paul R, Jay W Lorsch. (1967). Organization and Environment: ManagingDifferentation and Integration. ill Irwin. Homewood.

Madu, Ludiro, dkk. (2010). Mengelola Perbatasan Indonesia di Dunia Tanpa Batas:Isu, Permasalahan, dan Pilihan Kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mullins, Laurie J. (1999). Management and Organizational Behavior. London:Prentice Hall.

Mulyono, Sri. (1996). Teori Pengambilan Keputusan. Jakarta: LPFE UI.

Neuman, W Lawrence. (2003). Social Research Methods: Qualitative andQuantitative Approaches. Allyn and Bacon.

Nugroho, Riant. (2011). Public Policy: Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan danManajemen Kebijakan. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Papademetriou, Demerios G dan Elizabeth Collet. (2011). A New Architecture forBorder Management. Migration Policy Institute.

Petit, A. Thomas. (1975). Fundamental of Management Coordination. Johm Wiley& Sons, Inc.

Pusat Pengelolaan Umum BIP Depkominfo. (2006). Menelusuri Batas Nusantara,Tinjauan atas Empat Kawasan Perbatasan. Jakarta: Depkominfo

Reksohadiprodjo, Soekanto. (1987). Manajemen Proyek. Yogyakarta: BPFE.

Robbins, Stephen P. (1994). Teori Organisasi: Struktur Desain dan Aplikasi. Edisi 3Terjemahan Yusuf Udaya. Jakarta: Arcan.

Saxena, A.B. (1980). Coordination Function in Regional Development. DalamCheema (Ed) Institusional Dimension of Regional Development, MaruzenAsia.

Singarimbun, Masri (editor). (1987). Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES

Starling, Grover. (2008). Managing the Public Sector. USA: Thomson Wadsworth.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 115: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

102

Universitas Indonesia

Suharto, Edi. (2005). Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat. Bandung:PT. Refika Aditama.

Suganda, Dann. (1988). Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi. Jakarta:Intermedia.

Stoner, James A.F., Charles Wankel. (1986). Management. Terjemahan. Jakarta:Erlangga.

Stoner, James A.F., Freeman R. Edward. (1994). Manajemen. Jakarta: Intermedia.

Usman, Prof. Dr. Husaini. (2010). Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan.Edisi 3. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahjosumidjo. (1994). Kiat Kepemimpinan Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT.Harapan Masa

Wiriadihardja, Moefti. (1991). Pedoman Administrasi Umum. Jakarta: Balai Pustaka.

Yusuf, Farida. (2000). Evaluasi Program. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

JURNAL

Koswara, E. (1983). Peranan Administrasi Dalam Pembangunan Daerah, dalamMajalah Widya Praja No. 7-8 Desember.

Sabarno, Hari. (2003). Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan dan PengelolaanPulau-Pulau Indonesia di Wilayah Perbatasan. Jurnal Hukum danPembangunan , hal. 67.

Sumarsono, DR. (2011). 1 Tahun BNPP, Semangat Baru Mengubah WajahPerbatasan Negara, Refleksi dan Proyeksi. Jakarta: Badan Nasional PengelolaPerbatasan.

PUBLIKASI ELEKTRONIK

Dipopramono, Abdulhamid. (2009, Februari 18). Politik Lokal dan Otonomi DaerahUGM. Didownload bulan Desember 2010, dari situs plod.ugm.ac.id /jurnalnasional.com.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 116: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

103

Universitas Indonesia

Rima News, Redaksi. (2010, September 2). Review of Indonesian and MalaysianReview. Didownload bulan Desember 2010, dari situs www.rimanews.com.

KARYA LAIN

Wuryandari, MA, PhD, Ganewati, (2010). Presentasi: "Mewujudkan ManajemenPengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Darat SecaraTerintegrasi Dalam Perspektif Keamanan dan Kesejahteraan”. Jakarta:Bappenas.

Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara

Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan Pula-Pulau KecilTerluar

Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2010 tentang Badan Nasional PengelolaPerbatasan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 tahun 2010 tentang Organisasi dan TataKerja Sekretariat Tetap Badan Nasional Pengelola Perbatasan

Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 1 tahun 2011 tentang DesainBesar Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun 2011-2025

Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 tahun 2011 tentangRencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun2011-2014

Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 3 tahun 2011 tentangRencana Aksi Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan Tahun2011

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 117: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Universitas Indonesia

Lampiran 1

Perbatasan NKRI dengan Negara-Negara Tetangga

Negara Darat Laut Teritorial Laut ZEE Laut Landas Kontinen Catatan

1 2 3 4 5 6Singapura tidak ada ada tidak ada tidak ada _Malaysia Batas alur Watershed Ada Ada Ada Ada beda pendapat tentang ZEE di

selat MalakaPhilipina tidak ada Tidak ada ada Ada belum ditentukanThailand tidak ada Tidak ada Ada Ada ZEE belum dibicarakan, Median

Line untuk Landas KontinenVietnam tidak ada Tidak ada Ada Ada belum ditentukanPalau tidak ada Tidak ada Ada Ada belum ditentukanPapua Nugini Batas non alamiah dan

prinsip thalwegada, lateral ada, lateral ada, lateral _

Timor Leste batas alam thalweg danwatershed

ada,berhadapan danlateral

ada, batas lateral ada, batas lateral Belum ditetapkan/proses

Australia tidak ada Tidak ada ada Sebagian perjanjian sebelum 1972 adapemisahan antara sea bed danwater column

Sumber: Marsetio, 2004

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 118: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Universitas Indonesia

Lampiran 2

Batas-Batas Maritim Indonesia yang Telah dan Belum Diperjanjikan Secara Bilateral

No Negara Pihak Batas MaritimLaut Teritorial Zona Tambahan ZEE Landas Kontinen

1 2 3 4 5 61 India _ Jakarta, 8 Agustus 1974

Jakarta, 14 Januari 1977

2 Thailand _ Bangkok, 17 Desember 1971Jakarta, 11 Desember 1975

3 Malaysia Kualalumpur, 17Maret 1970*)

_ _ Kuala Lumpur, 27 Oktober1969

4 Singapura Jakarta, 25 Mei1973**)

5 Vietnam _ Hanoi, 26 Juni 20036 Philipina _ _ _7 Palau _ _8 PNG Jakarta, 13 Desember

1980_ Jakarta, 12 Februari 1973

9 Australia Perth, 16 Maret 1997 Canberra, 18 Mei 1971Jakarta, 9 Oktober 1972

10 Timor Leste _ _ _ _Jumlah Batas Maritim Antar-Negarayang telah diperjanjikan

3 0 1 6

Jumlah Batas Maritim Antar-Negarayang belum diperjanjikan

1 4 8 3

Sumber: Pangkalan Data Perjanjian Internasional, Direktorat Kelembagaan Internasional, DKP, 2003

Keterangan: *) Perjanjian dengan Malaysia pada segmen Selat Malaka bagian Tengah dan Selatan, segmen Selat Singapura bagian Baratdan Timur belum diperjanjikan

**) Perjanjian dengan Singapura baru segmen tengah yang diperjanjikan, segmen barat dan timur belum diperjanjikan

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 119: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Universitas Indonesia

Lampiran 3

Batas-Batas Maritim Indonesia yang Telah dan Belum Diperjanjikan Secara Trilateral

No Negara Pihak Batas MaritimLaut Teritorial Zona Tambahan ZEE Landas Kontinen

1 2 3 4 5 61 Malaysia- Thailand _ Kuala Lumpur, 21 Des 1971

2 India-Thailand _ New Delhi, 22 Juni 19783 Malaysia- Singapura _ _4 Malaysia-Vietnam _ _5 Malaysia-Philipina _ _6 PNG-Australia _ _7 Australia-Timor Leste _ _

Jumlah Batas Maritim Antar-Negarayang telah diperjanjikan

0 0 0 2

Jumlah Batas Maritim Antar-Negarayang belum diperjanjikan

1 0 6 4

Sumber: Pangkalan Data Perjanjian Internasional, Direktorat Kelembagaan Internasional, DKP, 2003

Tidak perlu dilakukan perjanjian batas maritim

- Belum dilakukan perjanjian batas maritim

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 120: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 121: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Lampiran 5

PEDOMAN WAWANCARA

Data Informan:

Nama :

Golongan/Jabatan :

Pendidikan Formal Terakhir :

Masa Kerja :

1. Bagaimana pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam pengelolaan

perbatasan antara BNPP dan pemerintah daerah?

2. Apakah telah ada pembakuan prosedur dan metode dalam proses koordinasi

pengelolaan perbatasan?

3. Apakah masih ditemui ego sektoral dalam proses koordinasi pengelolaan perbatasan?

Jika ya, bagaimana mengatasinya? Jika tidak, hal-hal apa sajakah yang dilakukan

sehingga tidak muncul ego sektoral?

4. Apakah masih ditemui tumpang tindihnya pelaksanaan tugas dalam pengelolaan

perbatasan? Jika, bagaimana mengatasinya? Jika tidak, hal-hal apa sajakah yang

dilakukan sehingga tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan tugas?

5. Bagaimana bentuk koordinasi yang dilakukan dengan instansi lainnya terkait

pengelolaan perbatasan?

6. Pihak-pihak terkait manakah yang terlibat dalam proses koordinasi pengelolaan

perbatasan di antara BNPP dan pemerintah daerah?

7. Bagaimana komunikasi dilakukan di antara unsur pimpinan dan pegawai? Apakah ada

waktu tertentu ataupun forum yang telah terjadwalkan sebelumnya untuk

berkomunikasi secara intensif?

8. Sarana komunikasi seperti apakah yang disiapkan untuk menunjang proses koordinasi

pengelolaan perbatasan?

9. Apakah setiap keputusan dalam proses koordinasi dapat diketahui oleh seluruh pihak

dengan baik dan lengkap?

10. Bagaimana kualitas kepemimpinan mempengaruhi proses koordinasi dalam

pengelolaan perbatasan?

11. Apakah kemampuan teknis dan profesional dari pimpinan mempengaruhi proses

koordinasi yang dilakukan?

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 122: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

12. Apakah kemampuan mengorganisir dari pimpinan mempengaruhi proses koordinasi

yang dilakukan?

13. Bagaimana bentuk pengamatan dan pengawasan yang dilakukan untuk memperlancar

proses koordinasi pengelolaan perbatasan?

14. Apakah dari proses koordinasi yang dilakukan dihasilkan laporan dan data kegiatan?

15. Apakah dilakukan evaluasi terhadap SOP dalam proses koordinasi pengelolaan

perbatasan?

16. Apakah pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan?

17. Bagaimana bentuk pengawasan terhadap anggaran dalam pelaksanaan proses

koordinasi?

***

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 123: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Lampiran 6

DAFTAR PERTANYAAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOORDINASI

PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DI INDONESIA

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Petunjuk Pengisian Kuesioner:

1. Pilih dan beri tanda (X) salah satu jawaban yang sesuai dengan pendapat atau

pengalaman yang Anda rasakan selama ini, atau isilah dengan jelas pertanyaan yang

ada sesuai dengan pendapat dan pengalaman Anda;

2. Bila Anda keberatan menuliskan nama, maka tidak perlu dituliskan;

3. Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak/Ibu/Saudara atas

bantuan dan kerjasama yang baik untuk mengisi kuesioner ini

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

I. Identitas Responden

a. Nama :

b. Umur :

c. Jenis Kelamin :

d. Pendidikan :

e. Jabatan :

II. Kewenangan

1. Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara mengetahui adanya prosedur baku/ metode dalam

pelaksanaan tugas?

a. Mengetahui

b. Tidak Mengetahui

2. Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara memahami baik itu secara tertulis maupun secara

lisan, mengenai tugas, fungsi dan pekerjaan yang diberikan kepada Bapak/ Ibu/

Saudara?

a. Memahami

b. Kurang Memahami

c. Tidak memahami

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 124: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

3. Bagaimana Bapak/Ibu/Saudara memperoleh pemahaman atas tugas, fungsi, dan

pekerjaan yang diberikan kepada Bapak/Ibu/Saudara?

a. Diklat

b. Rapat-rapat

c. Bimbingan langsung atasan

d. Belajar sendiri

4. Menurut pengamatan Bapak/ Ibu/ Saudara, apakah pegawai yang ada di kantor ini

menguasai segala permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan batas wilayah

negara di Indonesia?

a. Menguasai

b. Kurang menguasai

c. Tidak menguasai

5. Menurut pengamatan Bapak/ Ibu/ Saudara, apakah pegawai yang ada di kantor ini

keahliannya sesuai dengan pekerjaan yang selama ini dikerjakan?

a. Sesuai

b. Kurang sesuai

c. Tidak sesuai

6. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah terjadi tumpang tindih dalam

pelaksanaan tugas di antara masing-masing unit yang ada?

a. Terjadi

b. Kadang-kadang

c. Tidak terjadi

7. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah di antara unit yang ada masih

memiliki kepentingan sektoral dalam pelaksanaan tugasnya?

a. Ya

b. Tidak

III. Komunikasi

8. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara apakah masing-masing unit selalu

melakukan pertemuan harian yang bersifat rutin tiap bulannya?

a. Kurang dari 3 kali

b. Antara 3 s.d 5 kali

c. Lebih dari 5 kali

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 125: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

9. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah pimpinan masing-masing unit

yang ada selalu mengadakan pertemuan tatap muka tiap bulannya?

a. Kurang dari 3 kali

b. Antara 3 s.d 5 kali

c. Lebih dari 5 kali

10. Menurut pengamatan Bapak/ibu/Saudara, apakah unsur pimpinan selalu

mengadakan pertemuan rutin dengan instansi lainnya terkait pengelolaan

perbatasan tiap bulannya?

a. Kurang dari 3 kali

b. Antara 3 s.d 5 kali

c. Lebih dari 5 kali

11. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah masing-masing unit selalu

mengadakan pertemuan yang tidak pernah dijadwalkan sebelumnya untuk

membicarakan masalah pekerjaan?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak Tahu

Mengapa? …

12. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah di dalam melakukan koordinasi

dengan unit lain atau antar unit yang ada di kantor ini selalu mendapatkan

kesulitan?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu

Mengapa? …

13. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah telah tersedia sarana komunikasi

yang memadai dalam menunjang pelaksanaan pekerjaan?

a. Tersedia

b. Kurang tersedia

c. Tidak tersedia

14. Dapatkah Anda menyebutkan sarana komunikasi apa yang tersedia untuk

mendukung kelancaran pelaksanaan koordinasi pengelolaan perbatasan?

a. …

b. …

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 126: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

c. …

d. …

e. …

(silakan tambahkan kolom jika memang dibutuhkan)

15. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah setiap keputusan yang diambil

unsur pimpinan telah tersosialisasi (disosialisasikan) dengan baik bagi seluruh

pegawai?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu

Mengapa? …

16. Apakah terdapat sarana untuk melakukan umpan balik (feed back) ke atasan

terkait keputusan yang diambil dalam pengelolaan perbatasan?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak Tahu

Mengapa? …

17. Apakah Bapak/Ibu/Saudara, apabila ada masalah akan selalu memberikan

tanggapan sesuai dengan pertimbangan Bapak/Ibu/Saudara mengenai apa yang

paling baik bagi organisasi?

a. Selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak Pernah

18. Berapa kali Anda memberikan umpan balik dalam satu bulan terakhir?

a. Kurang dari 2 kali

b. Antara 3 sampai 5 kali

c. Lebih dari 5 kali

19. Menurut Bapak/Ibu/Saudara, apakah di dalam organisasi Anda terdapat

mekanisme pertukaran dokumen tertulis baik itu laporan maupun memo yang

berkaitan dengan pekerjaan masing-masing unit?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu

Mengapa? …

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 127: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

20. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah ada bagian khusus yang

bertugas untuk mengkoordinasikan kegiatan beberapa bagian dalam organisasi?

a. Ada

b. Tidak ada

c. Tidak Tahu

Mengapa? …

IV. Kepemimpinan

21. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, bagaimana kualitas kepemimpinan dari

unit Anda saat ini?

a. Baik

b. Kurang baik

c. Tidak baik

22. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, bagaimana kemampuan teknis dan

profesional dari unsur pimpinan pada unit Anda saat ini?

a. Baik

b. Kurang baik

c. Tidak baik

23. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, bagaimana kemampuan pimpinan

dalam mengarahkan bawahannya dalam melaksanakan tugas?

a. Baik

b. Kurang baik

c. Tidak baik

24. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, seperti apa tipe pemimpin Anda saat

ini?

a. Demokratis

b. Apatis

c. Otoriter

25. Apakah pimpinan mengajak rapat dalam mengambil keputusan?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak Tahu

Mengapa? …

26. Apakah pimpinan mengajak rapat dalam memutus setiap masalah?

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 128: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak Tahu

Mengapa? …

27. Apakah dalam rapat pimpinan mengemukakan ide-ide sendiri untuk dijadikan

keputusan?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu

Mengapa? …

28. Apakah dalam rapat, pimpinan menampung ide-ide dari peserta untuk dipilih

menjadi keputusan?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu

Mengapa? …

29. Dapatkah Anda menyebutkan masalah apa yang pernah dibahas bersama Anda?

30. Jika tidak setiap masalah Anda diajak rapat dengan pimpinan, masalah apa saja

yang Anda diajak rapat? …

31. Menurut yang Anda ketahui, berapa kali Anda rapat bersama pimpinan dalam

setiap bulannya?

a. Kurang dari 3 kali

b. Antara 3 sampai dengan 5 kali

c. Lebih dari 5 kali

32. Dalam kurun waktu satu minggu, berapa kali pimpinan menanyakan pekerjaan

Anda?

a. Kurang dari 3 kali

b. Antara 3 sampai dengan 5 kali

c. Lebih dari 5 kali

33. Dalam kurun waktu satu minggu, berapa kali pimpinan menanyakan soal pribadi

kepada Anda?

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 129: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

a. Kurang dari 3 kali

b. Antara 3 sampai dengan 5 kali

c. Lebih dari 5 kali

V. Kontrol

34. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah ada mekanisme pelaporan dan

data kegiatan dari tiap-tiap unit?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu

Mengapa? …

35. Dalam berapa satuan waktu laporan dibuat?

a. Harian

b. Mingguan

c. Bulanan

d. Tengah tahun

e. Satu tahun

36. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah ada mekanisme evaluasi

terhadap SOP dalam pelaksanaan pekerjaan?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu

Mengapa? …

37. Dalam berapa satuan waktu evaluasi terhadap SOP dilakukan?

a. Harian

b. Mingguan

c. Bulanan

d. Tengah tahun

e. Satu tahun

38. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah terdapat perbedaan antara

rencana program dengan implementasi?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 130: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Mengapa? …

39. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah terdapat mekanisme evaluasi

terhadap anggaran?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu

Mengapa? …

40. Dalam berapa satuan waktu evaluasi terhadap anggaran dilakukan?

a. Harian

b. Mingguan

c. Bulanan

d. Tengah tahun

e. Satu tahun

41. Menurut pengamatan Bapak/Ibu/Saudara, apakah terdapat mekanisme

pengawasan melekat dari unsur pimpinan kepada bawahannya?

a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu

Mengapa? …

42. Dalam berapa satuan waktu pengawasan melekat dilakukan?

a. Harian

b. Mingguan

c. Bulanan

d. Tengah tahun

e. Satu tahun

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 131: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Lampiran 7

TRANSKRIP WAWANCARA 1

Nama : Bau Syahril, S.IP

Golongan/Jabatan : Penata Muda/IIIa, Plt. Kasubbag Kerjasama Perbatasan

1. Bagaimana pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam pengelolaan

perbatasan antara BNPP dan pemerintah daerah?

Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Nunukan, SKPD yang mengelola perbatasan

adalah pada Bagian Penataan Perbatasan di Sekretariat Daerah Kab. Nunukan.

Bagian Perbatasan merupakan duta untuk pemerintah daerah Kabupaten

Nunukan dalam hal menyampaikan hasil koordinasi dengan BNPP, termasuk

kegiatan BNPP yang akan dilaksanakan pada wilayah perbatasan. Pada saat

BNPP akan melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan wilayah

perbatasan, Bagian Perbatasan sebagai perpanjangan tangan menyampaikan hasil

koordinasi dengan BNPP, hasil koordinasi tersebut dilaporkan kepada Bupati

melalui Asisten Tata Pemerintahan dan Sekretaris Daerah. Dalam waktu yang

tidak lama, Bupati memerintahkan kepada SKPD untuk segera ditindaklanjuti,

dalam hal ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas

Pekerjaan Umum. Kesimpulan dari hal di atas, Bagian Penataan Perbatasan Setda

Kabupaten Nunukan tidak melakukan atau menjalankan program yang sifatnya

teknis di lapangan.

2. Apakah telah ada pembakuan prosedur dan metode dalam proses

koordinasi pengelolaan perbatasan?

Sampai saat ini belum ada, ada beberapa kegiatan yang dilakukan yang tidak

berdasarkan tugas pokok dan fungsi masing-masing.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 132: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

3. Apakah masih ditemui ego sektoral dalam proses koordinasi pengelolaan

perbatasan? Jika ya, bagaimana mengatasinya? Jika tidak, hal-hal apa

sajakah yang dilakukan sehingga tidak muncul ego sektoral?

Ya, cara mengatasinya adalah harus ada sebuah prosedur atau peraturan yang

menangani masalah perbatasan mulai dari tahap koordinasi sampai dengan

pelaksanaan di lapangan yang didasarkan pada tugas pokok dan fungsi masing-

masing.

4. Apakah masih ditemui tumpang tindihnya pelaksanaan tugas dalam

pengelolaan perbatasan? Jika, bagaimana mengatasinya? Jika tidak, hal-hal

apa sajakah yang dilakukan sehingga tidak terjadi tumpang tindih

pelaksanaan tugas?

Ya, cara mengatasinya adalah masing-masing SKPD atau instansi terkait sesering

mungkin melakukan koordinasi tentang tugas pokok fungsi masing-masing.

5. Bagaimana bentuk koordinasi yang dilakukan dengan instansi lainnya

terkait pengelolaan perbatasan?

Sampai saat ini hanya sebatas koordinasi lisan dan bertukar informasi tentang

data-data yang dibutuhkan untuk mengelola perbatasan.

6. Pihak-pihak terkait manakah yang terlibat dalam proses koordinasi

pengelolaan perbatasan di antara BNPP dan pemerintah daerah?

Badan Pengelola Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal di Provinsi

Kalimantan Timur, Bagian Perbatasan Sekretariat Daerah Kabupaten Nunukan,

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kab. Nunukan dan Dinas

Pekerjaan Umum, dan beberapa kementerian yang ada di Pusat.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 133: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

7. Bagaimana komunikasi dilakukan di antara unsur pimpinan dan pegawai?

Apakah ada waktu tertentu ataupun forum yang telah terjadwalkan

sebelumnya untuk berkomunikasi secara intensif?

Ada waktu tertentu untuk melaksanakan forum untuk penyelesaian masalah yang

dihadapi namun forum tersebut tidak terjadwalkan, beberapa forum yang sifatnya

mendadak.

8. Sarana komunikasi seperti apakah yang disiapkan untuk menunjang proses

koordinasi pengelolaan perbatasan?

Handphone, surat, fax, telepon.

9. Apakah setiap keputusan dalam proses koordinasi dapat diketahui oleh

seluruh pihak dengan baik dan lengkap?

Ya, beberapa hasil koordinasi dilaporkan kepada pihak dengan baik dan lengkap.

10. Bagaimana kualitas kepemimpinan mempengaruhi proses koordinasi dalam

pengelolaan perbatasan?

Ya, pimpinan yang mempunyai kemampuan teknis dan profesional akan lebih

mengerti masalah apa dan bagaimana pemecahan masalah yang dihadapi.

11. Apakah kemampuan teknis dan profesional dari pimpinan mempengaruhi

proses koordinasi yang dilakukan?

Ya, kemampuan teknis dan profesional adalah hal penting dalam menjalankan

sebuah program kegiatan, tanpa kemampuan teknis sulit untuk menjalankan

program.

12. Apakah kemampuan mengorganisir dari pimpinan mempengaruhi proses

koordinasi yang dilakukan?

Ya, kemampuan pimpinan sangat diharapkan dalam mengorganisir bawahan,

berkoordinasi dengan atasan serta berkoordinasi dengan instansi terkait.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 134: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

13. Bagaimana bentuk pengamatan dan pengawasan yang dilakukan untuk

memperlancar proses koordinasi pengelolaan perbatasan?

Membentuk sebuah tim yang terkait untuk melakukan pengawasan bersama

14. Apakah dari proses koordinasi yang dilakukan dihasilkan laporan dan data

kegiatan?

Ya, beberapa kegiatan yang dikoordinasikan dengan instansi terkait dituangkan

dalam bentuk data dan kegiatan.

15. Apakah dilakukan evaluasi terhadap SOP dalam proses koordinasi

pengelolaan perbatasan?

Tidak pernah.

16. Apakah pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah

direncanakan?

Tidak, beberapa pekerjaan yang ada tidak sesuai dengan jadwal yang telah

direncanakan.

17. Bagaimana bentuk pengawasan terhadap anggaran dalam pelaksanaan

proses koordinasi?

Melakukan penyerahan laporan tiap 3 bulan, enam bulan dan 1 tahun.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 135: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Lampiran 8

TRANSKRIP WAWANCARA 2

Nama : Winarlan, SE

Golongan/Jabatan : Pembina /IVa, Camat Sebatik Barat

1. Bagaimana pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam pengelolaan

perbatasan antara BNPP dan pemerintah daerah?

Cukup baik dimana saat ini sudah ada sebuah badan yang mengelola perbatasan

sebagaimana yang diatur dalam PP No. 12 tahun 2010. Masalah pembagian

kewenangan dan tanggung jawab sudah jelas diatur dalam PP tersebut apa yang

menjadi kewenangan pusat dan apa yang menjadi kewenangan daerah, karena

kita tahu bersama bahwa masalah perbatasan tidak hanya menjadi masalah

daerah saja akan tetapi menjadi masalah pusat dan daerah propinsi serta

kabupaten.

2. Apakah telah ada pembakuan prosedur dan metode dalam proses

koordinasi pengelolaan perbatasan?

Dalam proses koordinasi pengelolaan perbatasan hingga saat ini saya belum

mengetahui adanya pembakuan prosedur dan metode akan tetapi dalam hal ini

kami kecamatan melakukan jalur koordinasi dengan Sekretaris Daerah

Kabupaten dalam hal ini Bagian Perbatasan Kab. Nunukan.

3. Apakah masih ditemui ego sektoral dalam proses koordinasi pengelolaan

perbatasan? Jika ya, bagaimana mengatasinya? Jika tidak, hal-hal apa

sajakah yang dilakukan sehingga tidak muncul ego sektoral?

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 136: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Ya, dengan lebih meningkatkan dan menguatkan peran dari Badan Nasional

Pengelola Perbatasan (BNPP) sehingga dalam membangun daerah perbatasan

dapat tertata dan terencana dengan baik.

4. Apakah masih ditemui tumpang tindihnya pelaksanaan tugas dalam

pengelolaan perbatasan? Jika, bagaimana mengatasinya? Jika tidak, hal-hal

apa sajakah yang dilakukan sehingga tidak terjadi tumpang tindih

pelaksanaan tugas?

Tidak, untuk menghindari tumpang tindih maka perlu adanya penguatan peran

yang efektif dari Badan Perbatasan baik yang ada di pusat maupun di daerah.

Setiap instansi yang akan melaksanakan kegiatan di daerah perbatasan harus

melalui satu pintu koordinasi yakni Badan Perbatasan.

5. Bagaimana bentuk koordinasi yang dilakukan dengan instansi lainnya

terkait pengelolaan perbatasan?

Bentuk koordinasi dalam hal rapat kerja bersama instansi lainnya, kunjungan

atau survey lapangan daerah perbatasan sampai koordinasi dalam bentuk telepon.

6. Pihak-pihak terkait manakah yang terlibat dalam proses koordinasi

pengelolaan perbatasan di antara BNPP dan pemerintah daerah?

Pihak-pihak yang terkait di antaranya masyarakat perbatasan setempat dalam hal

ini tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh adat, pemangku

kepentingan di daerah perbatasan, para kalangan pengusaha di perbatasan,

pemerintah desa, Danramil, serta organisasi masyarakat yang ada di daerah

perbatasan.

7. Bagaimana komunikasi dilakukan di antara unsur pimpinan dan pegawai?

Apakah ada waktu tertentu ataupun forum yang telah terjadwalkan

sebelumnya untuk berkomunikasi secara intensif?

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 137: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Sangat baik, dalam hal komunikasi kami di kecamatan setiap bulannya

melakukan rapat rutin yang dihadiri seluruh pegawai dan staf kecamatan jika ada

hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan komunikasi kami selalu berjalan baik di

kantor maupun tidak.

8. Sarana komunikasi seperti apakah yang disiapkan untuk menunjang proses

koordinasi pengelolaan perbatasan?

Telepon, fax, surat menyurat, email.

9. Apakah setiap keputusan dalam proses koordinasi dapat diketahui oleh

seluruh pihak dengan baik dan lengkap?

Tidak, karena yang menjadi kendala kami di perbatasan adalah faktor geografis

dan sulitnya akses komunikasi berupa sinyal HP yang ada, sehingga untuk

komunikasi dan koordinasi dengan masyarakat memerlukan waktu yang lama.

10. Bagaimana kualitas kepemimpinan mempengaruhi proses koordinasi dalam

pengelolaan perbatasan?

Kepemimpinan dalam proses koordinasi sangat mempengaruhi karena seorang

pemimpin harus selalu aktif dan peka terhadap wilayah kerjanya sehingga segala

permasalahan khususnya terkait dengan perbatasan harus cepat diatasi dan

dikoordinasikan kepada instansi terkait dalam hal ini Badan Perbatasan. Jika

pemimpin hanya diam maka koordinasi tidak akan berjalan dengan baik.

11. Apakah kemampuan teknis dan profesional dari pimpinan mempengaruhi

proses koordinasi yang dilakukan?

Sangat berpengaruh. Seorang pemimpin yang memiliki kemampuan teknis dan

profesional pasti mampu untuk melaksanakan tupoksi dengan baik sehingga

proses koordinasi pasti akan berjalan dengan baik pula.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 138: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

12. Apakah kemampuan mengorganisir dari pimpinan mempengaruhi proses

koordinasi yang dilakukan?

Ya, pimpinan yang mampu mengorganisir pasti dapat melaksanakan koordinasi

dengan baik karena pimpinan tersebut mampu menjabarkan dan memberikan

perintah yang baik kepada bawahannya dalam hal mengorganisir tugas-tugasnya.

13. Bagaimana bentuk pengamatan dan pengawasan yang dilakukan untuk

memperlancar proses koordinasi pengelolaan perbatasan?

Bentuk pengamatan dan pengawasan yang dilakukan untuk memperlancar

koordinasi dalah dalam hal meninjau langsung ke lapangan atau ke lokasi

perbatasan. Misalnya jika ada proyek yang dilakukan oleh sebuah instansi di

daerah perbatasan maka harus diberi pengawasan apakah sudah sesuai dengan

target dari proyek tersebut jika tidak maka harus dilakukan koordinasi yang

intensif.

14. Apakah dari proses koordinasi yang dilakukan dihasilkan laporan dan data

kegiatan?

Ya, karena laporan dan data tersebut sebagai bukti hasil koordinasi.

15. Apakah dilakukan evaluasi terhadap SOP dalam proses koordinasi

pengelolaan perbatasan?

Ya, evaluasi harus selalu kami lakukan agar pelaksanaan koordinasi dapat

berjalan sesuai yang kami harapkan.

16. Apakah pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah

direncanakan?

Ya, karena pekerjaan kami di kecamatan mengacu pada renstra dan renja yang

ingin dicapai bersama.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

Page 139: Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012

17. Bagaimana bentuk pengawasan terhadap anggaran dalam pelaksanaan

proses koordinasi?

Bentuk pengawasan terhadap anggaran intensif dilakukan oleh instansi terkaitbaik itu Inspektorat Kabupaten maupun dari BPK.

Faktor-faktor..., Fathir Fajar Sidiq, FISIPUI, 2012