faktor-faktor psikologis yang memengaruhi...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMENGARUHI
PERILAKU MENGENDARAI SEPEDA MOTOR
TIDAK AMAN
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)
Oleh:
Imanurul Aisha R
NIM: 1111070000043
HALAMAN JUDUL
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H /2016 M
FAKTOR.FAKTOR PSIKOLOGIS YANG NTEMENGAR.UHIPERILAKU MENGENDARAT SEPEDA MOTOR
TIDAK AMAN
SkripsiDiajukan Untuk lVlemenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)
Oleh:
Imanurul Aisha R
NIM : 1111070000043
Pembimbing I: Pernbimbing II
7- )/:zz-,
Jahia Umar. Ph. D
NIP. 19470521 198003 1 001
Puti Febravosi. M. Si
FAKUI,TAS PSTKOLOGIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAT'ULL,AH
JAKARTA1437 H t2016 M
LEMBAR PENGESAIIAN
Skripsi yang berjudul "FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG
MEMENGARUHI PERILAKU MENGENDARAI SEPEDA MOTOR
TIDAI{ AMAN" telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 4 Maret 2016- Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
program strata I (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakafia, 14 Maret 2016
Sidang N{unaqasah
Dekan/
Ketua Merangkap Anggota
NIP. 19684614 199704 X 001
Wakil Dekan/
Sekretaris Merangkap
--^,Cr.i'\Ntlont-Dr. Risatianti Kolopaking" PsikologNrP.20i2 0401 0901
,h<
Anggota:
Dr.Abd. Rahman Shaleh, M.SiNIP.19720823 199903 1 002
Ilr. Gazi, ft&.Si
NIP. 19111214 20A7A1 r 014
f'"Jahfa umar. Pir.D
NIP.19470521 198003 1 002
Puti Fehravosi. M.Si
PERIi{YATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Imanurul Aisha R
NIM :1111070000043
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul 6'FAI(IOR-FAKTOR
PSIKOLOGIS YANG MEMENGARUHI PERILAKU MENGENDARAI
SEPEDA MOTOR TIDAK AMA.N' adalah benar merupakan karya sendiri dan
tidak melakukan tindakan plagiat dalam menyusun penlu$unan karya tersebut.
Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah dicanhrmkan
sunber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya trersedia untuk melakukan
proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini
secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian perayataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 74Nlaret2016
Yang Menyatakan,
Imanurul Aisha RNrM. 1111070000043
lv
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Februari 2016
C) Imanurul Aisha R
D) Faktor-Faktor Psikologis Yang Memengaruhi Perilaku Mengendarai Sepeda
Motor Tidak Aman
E) xv+ halaman+ lampiran
F) Transportasi merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan
masyarakat. Meningkatnya kebutuhan penduduk akan transportasi sejalan
dengan meningkatnya kemacetan lalu lintas, tingkat kecelakaan lalu lintas yang
tinggi, banyaknya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan masyarakat
khususnya para pengemudi kendaraan. Kecelakaan lalu lintas ini berkaitan
dengan bagaimana individu berperilaku saat berkendara. Hal ini sangat
mengkhawatirkan dan bisa menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat. Di
Indonesia, kendaraan sepeda motor sangatlah banyak dan cenderung terlibat
dalam kecelakaan lalu lintas.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sikap, norma subjektif,
perceived behavioral control, sensation seeking, jenis kelamin serta interaksi
antara sikap dengan salah satu dimensi sensation seeking yaitu pencarian
sensasi dan petualangan (TAS) terhadap perilaku berkendara tidak aman.
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebanyak 255 orang. Teknik pengambil sampel yang digunakan adalah non-
probability sampling. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Multiple Regression Analysis pada taraf signifikansi 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan sikap,
norma subjektif, perceived behavioral control, thrill and advanture seeking,
experience seeking, disinhibition, boredom susceptibility, jenis kelamin serta
interaksi antara sikap dengan TAS terhadap perilaku berkendara tidak aman.
Hasil uji hipotesis minor menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif,
perceived behavioral control, thrill and advanture seeking, experience seeking,
disinhibition, boredom susceptibility, jenis kelamin serta interaksi antara sikap
dengan TAS memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku berkendara tidak
aman.
G) Bahan bacaan: 71; buku: 14 + jurnal: 45 + artikel: 10 + thesis:11 + skripsi: 1.
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) February 2016
C) Imanurul Aisha R
D) Psychological Factors That Influence Dangerous Riding of Motorcycle
Behavior
E) xv+ pages+ attachments
F) Transportation is one of important part of people’s life. Increased the necessity
of transportation would be in line with the increase in traffic congestion, traffic
accident rate is high, the number of traffic offenses commited by society,
especially the driver or the rider. Traffic accident is concerned with how people
behave when they driving or riding. It was very worrying and could be a threat
to public health. In Indonesia especially, the number of motorcycle is the
biggest and tend to involved by traffic accident.
This study was conducted to determine the influence of attitude, subjective
norm, perceived behavioral control, sensation seeking, gender and ineraction
between attitude and one of sensation seeking dimention, thrill and advanture
seeking (TAS) toward dangerous riding behavior. The population in this study
are college student of the UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, as many as 255
people. Sampling technique used is non-probability sampling. Analysis of the
data used in this research is Multiple Regression Analysis at significance level
of 0.05.
The results showed that there was a significant effect of of attitude, subjective
norm, perceived behavioral control, sensation seeking, gender and interaction
between attitude and TAS toward dangerous riding behavior. Minor hypothesis
test results show there are six variables were significant effect toward
dangerous riding behavior: attitude, subjective norm, perceived behavioral
control, thrill and advanture seeking, boredom susceptibility, and interaction
between attitude and TAS have significant influences toward dangerous riding
behavior.
G) References: 71; books: 14 + journals: 45 + articles: 10+ thesis :1 +essay: 1
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim...
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW berserta sahabat, keluarga, dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Penyusunan skrpsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik
dalam bentuk pikiran, tenaga dan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini oleh
karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Bapak Jahja Umar, Ph. D dan Ibu Puti Febrayosi, M. Si yang telah
memberikan bimbingan, arahan, saran serta motivasi dalam penyusunan
skripsi ini. Penulis banyak mendapatkan saran pengetahuan serta wawasan
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas waktu dan
bimbingan yang telah diberikan.
3. Ibu Dr. Yunita Faela Nisa, Psi selaku dosen Pembimbing Akademik Psikologi
kelas A angkatan 2011, terimakasih atas bimbingannya selama penulis
menjalani masa perkuliahan.
4. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah mendidik dan memberikan ilmu serta wawasan bagi penulis. Para Staf
vii
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
bantuan dan kemudahan bagi penulis dalam proses administrasi.
5. Kedua Orang tua penulis, yang selalu memberikan dukungan penuh serta doa
tulus yang tidak pernah henti-hentinya kepada penulis dalam perkuliahan dan
penyusunan skripsi ini. Kepada adik penulis yang telah menyemangati dan
memotivasi kepada penulis secara tidak langsung.
6. Kepada seluruh mahasiswa/i Fakutas Psikologi, khususnya kelas A angkatan
2011, dan kepada sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan banyak
dukungan, bantuan, motivasi, dan hiburan pada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Kepada teman-teman peminatan psikometri 2011, Citra, Rahmi, Mulhimi,
Siescha, Nurhalimah, Iqbal, Fradana, Samsi, dan Supratman yang telah
berbagi suka dan duka bersama. Khususnya untuk Citra dan Rahmi yang
sudah meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan berbagi cerita bersama.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk
dapat menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, besar harapan penulis agar skripsi
ini memberikan manfaat yang besar, khususnya bagi penulis dan bagi yang
membacanya dan berkeinginan untuk mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.
Jakarta, Februari 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN ORISINALITAS ........................................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
ABSTRACT ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... .xii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. ….1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Batasan dan Perumusan Masalah ........................................................ 8
1.2.1 Batasan Masalah ............................................................... 8
1.2.2 Perumusan Masalah .......................................................... 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 10
1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................................... 10
1.3.2 Manfaat Penelitian .................................................................. 11
BAB 2 LANDASAN TEORI ........................................................................ …..14
2.1 Perilaku Berkendara Tidak Aman ....................................................... 14
2.1.1 Teori Perilaku ......................................................................... 14
2.1.2 Definisi perilaku berkendara tidak aman ............................... 18
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi perilaku berkendara tidak aman 19
2.1.4 Pengukuran perilaku berkendara tidak aman ......................... 21
2.2 Sikap ................................................................................................... 22
2.2.1 Definisi sikap .......................................................................... 22
2.2.2 Komponen sikap ..................................................................... 24
2.2.3 Pengukuran sikap ................................................................... 25
2.3 Norma Subjektif .................................................................................. 25
2.3.1 Definisi norma subjektif ......................................................... 25
2.3.2 Komponen norma subjektif ................................................... 26
2.3.3 Pengukuran norma subjektif ................................................... 27
2.4 Persepsi Mengontrol Perilaku ............................................................. 27
2.4.1 Definisi persepsi mengontrol perilaku ................................... 27
2.4.2 Komponen persepsi mengontrol perilaku .............................. 28
2.4.3 Pengukuran persepsi mengontrol perilaku ............................. 29
2.5 Sensation Seeking ................................................................................ 30
ix
2.5.1 Definisi Sensation Seeking ..................................................... 30
2.5.2 Dimensi Sensation Seeking .................................................... 31
2.5.3 Pengukuran Sensation Seeking ............................................... 32
2.6 Kerangka Berpikir ............................................................................... 33
2.7 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 38
2.7.1 Hipotesis mayor ...................................................................... 38
2.7.2 Hipotesis minor ...................................................................... 39
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. …..40
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ......................... 40
3.1.1 Populasi dan sampel ............................................................... 40
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .................................... 41
3.2.1 Variabel Penelitian ................................................................. 41
3.2.2 Definisi OperasionalVariabel ................................................. 42
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................ 44
3.4 Uji Validitas Konstruk ....................................................................... 47
3.4.1 Uji validitas konstruk skala perilaku berkendara tidak aman 50
3.4.2 Uji validitas konstruk skala sikap........................................... 52
3.4.3 Uji validitas konstruk skala norma subjektif .......................... 53
3.4.4 Ujivaliditas konstruk skala perceived behavioral control…...54
3.4.5 Uji validitaskonstrukskalasensation seeking .......................... 55
3.5 Teknik Analisis Data .......................................................................... 60
3.6 Prosedur Penelitian............................................................................. 63
BAB 4 HASIL PENELITIAN ...................................................................... …..65
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian .................................................. 65
4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian .............................................. 66
4.3 Uji Hipotesis Penelitian ..................................................................... 69
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ..................................... …..80
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 80
5.2 Diskusi ............................................................................................... 81
5.3 Saran ................................................................................................... 85
5.3.1 Saran Metodologis .................................................................. 86
5.3.2 Saran Praktis ........................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 88
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Pengukuran Skala ........................................................................ 44
Tabel 3.2 Blue Print Skala Perilaku BerkendaraTidak Aman .............................. 45
Tabel 3.3Blue Print Skala Sikap ........................................................................... 45
Tabel 3.4Blue Print Skala Norma Subjektif ......................................................... 46
Tabel 3.5Blue Print Skala Perceived Behavioral Control .................................... 46
Tabel 3.6Blue Print Skala Sensation Seeking ....................................................... 47
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Perilaku Berkendara Tidak Aman ........................ 51
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Sikap Terhadap Perilaku Berkendara................... 53
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Norma Subjektif ................................................... 54
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Perceived Behavioral Control ........................... 55
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Thrill and Adventure Seeking............................. 56
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Experience Seeking ............................................ 57
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Disinhibition ...................................................... 58
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Boredom Susceptibility ...................................... 59
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ..................................................... 65
Tabel 4.2 Statistik Deskripsi Variabel Penelitian ................................................. 66
Tabel 4.3 Rumus Kategorisasi .............................................................................. 68
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel ................................................................... 68
Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi ......................................................... 70
Tabel 4.6 AnovaPengaruhKeseluruhan IV terhadap DV ...................................... 70
Tabel 4.7 Koefisien Regresi (Standardized) ........................................................ 72
Tabel 4.8 Proporsi Varians DV berdasarkan sumbangan masing-masing IV....... 75
Tabel 4.9 Proporsi Varians DVberdasarkan sumbangan IV besar........................ 77
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Gambar Diagram Prosentase UsiaPelaku Kecelakaan (2013) ......... 4
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir .................................................................. 37
Gambar 4.1 Residual Plot Perilaku Berkendara Tidak Aman .............................. 78
Gambar 4.2 Histogram Perlaku Berkendara Tidak Aman .................................... 79
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Transportasi merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan masyarakat,
baik di kota-kota besar maupun di kota-kota yang lebih kecil. Kendaraan atau alat
transportasi memiliki peran penting di kehidupan masyarakat modern saat ini.
Semakin tingginya kebutuhan untuk mobilitas dan transportasi khususnya di darat,
maka semakin banyak aktivitas yang terjadi di jalanan. Indonesia, khususnya pada
daerah ibukota ini, sepeda motor merupakan salah satu kendaraan andalan yang
digunakan masyarakat sekarang ini sebagai sarana transportasi.
Pertumbuhan kendaraan bermotor khususnya untuk di kota-kota besar
khususnya di Jakarta sangatlah pesat. Di DKI Jakarta sendiri Riset Indonesia Effort
for Environment menyebutkan pada 2013 pertumbuhan kendaraan mencapai 1.600-
2.400 unit per hari. Jumlah kendaraan di Jabodetabek yang beroperasi di Jakarta
mencapai 38,7 juta unit, terdiri dari 26,1 juta unit sepeda motor, 5,3 juta unit mobil,
1,3 juta unit bus (Theresia, 2013). Data terbaru dari Dinas Perhubungan DKI
Jakarta, pertambahan jumlah sepeda motor pada tahun 2014, sebanyak 476.008 unit
per tahunnya dan 1.304 unit per harinya. Melihat perkembangan jumlah kendaraan
dan kepadatan kendaraan lalu lintas,
2
kemungkinan bahwa bencana atau masalah yang terjadi di jalanan pun menjadi
ancaman kesehatan bagi masyarakat.
Tingkat kemacetan lalu lintas yang sudah sangat meresahkan, tingkat
kecelakaan lalu lintas yang tinggi, banyaknya pelanggaran lalu lintas yang
dilakukan masyarakat khususnya para pengemudi kendaraan, terutama pengemudi
kendaraan bermotor merupakan hal-hal yang paling sering terjadi dan sangat
mengkhawatirkan bagi keselamatan dan kesehatan masyarakat (Huang, 2014).
Kepadatan lalu lintas yang terjadi ini sudah menjadi masalah tersendiri terhadap
kenyamanan masyarakat dalam berlalu lintas, ditambah lagi dengan perilaku
mengendarai, khususnya pada pengendara sepeda motor, yang harus sangat
diperhatikan. Kepadatan lalu lintas dan perilaku berkendara yang berbahaya
semakin menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan. Jika diperhatikan
mayoritas pengendara motor yang ada di jalanan cenderung berkendara dengan
berbahaya, seperti abai menghidupkan lampu sen, berkendara sambil menelepon
atau mengirim pesan (sms), membonceng lebih dari 1 orang, menerobos lampu lalu
lintas, berhenti di lampu lalu lintas tidak di tempat semestinya, berkendara tanpa
dilengkapi perangkat keselamatan, mengebut, berkendara dengan pola zig-zag dan
abai terhadap penggunaan kaca spion (Gunawan, 2015).
Pengendara kendaraan bermotor sering kali mengambil jalan pintas agar
terlepas dari kepadatan lalu lintas, namun dapat berdampak negatif baik bagi diri
sendiri maupun orang lain terutama pejalan kaki yang ada di sekitar sehingga
mudah terjadi kecelakaan lalu lintas. Individu umumnya sering melakukan hal-hal
yang beresiko menimbulkan kecelakaan lalu lintas dengan alasan praktis dan
3
ekonomis, seperti pengemudi motor memilih melawan arah lajur kendaraan dengan
alasan agar sampai tujuan lebih cepat, jarak tempuh yang lebih pendek
dibandingkan untuk memilih jalan memutar (Santoso, 2014).
Berdasarkan keterangan dari Badan Intelijen Negara (2013), Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan bahwa kecelakaan lalu lintas di Indonesia
menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian terbesar setelah penyakit
jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Selain itu, WHO juga menyatakan bahwa
Indonesia merupakan negara terbesar urutan kelima sebagai negara dengan jumlah
kematian terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas. Menurut data Global Status
Report on Road Safety yang dikeluarkan oleh WHO, Indonesia menepati urutan
pertama peningkatan kecelakaan lalu lintas hingga lebih dari 80 persen
(Firmansyah, 2014).
Kawasan Asia Tenggara, WHO mencatat bahwa tiap jam ada 34 orang yang
meninggal karena kecelakaan di jalan raya. Tahun 2001 ada 354.000 orang
meninggal karena kecelakaan di jalan dan sekitar 6,2 juta orang di rawat di rumah
sakit (Qauliyah, 2007). Sedangkan untuk di Indonesia Badan Pusat Statistik (BPS)
(2014) mengemukakan bahwa selama tahun 2013-2014 pengemudi yang memiliki
surat izin mengendara atau SIM didominasi oleh pemilik SIM C atau pengendara
sepeda motor dengan prosentase 68,85%. Keadaan ini bisa menggambarkan bahwa
masyarakat pengguna sepeda motor di Indonesia memiliki kemungkinan besar
dalam keterlibatannya pada masalah kecelakaan lalu lintas. Hal ini didukung oleh
data kepolisian Republik Indonesia, pada tahun 2013 kecelakaan lalu lintas
mengakibatkan sekitar 27.000 jiwa menjadi korban kecelakaan bahkan sampai
4
meninggal, 70% didominasi oleh pengendara sepeda motor (Ferdian, 2014).
Departemen Perhubungan Republik Indonesia (dikutip oleh Muhaz, 2013)
menyatakan bahwa dari sepuluh kecelakaan lalu lintas yang terjadi delapan
diantaranya melibatkan pengendara sepeda motor sebagai korbannya. Angka ini
membuat rata-rata orang yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas sekitar 80
orang per hari (BIN, 2013).
Berdasarkan data Korlantas Polri (2013), usia yang banyak terlibat dalam
kecelakaan di jalan dalam rentang usia produktif yaitu 16 – 30 tahun. Ternyata
fenomena kecelakaan lalu lintas di negara lain seperti di Amerika pun banyak
dialami oleh pengendara berusia 16-20 tahun yang merupakan usia yang produktif
(Skaar dan Williams, 2005). Usia produktif merupakan usia di mana seseorang aktif
dalam berkarya dan mampu menghasilkan sesuatu. Apabila di usia ini korban
banyak berjatuhan karena kecelakaan lalu lintas bahkan jika disebabkan oleh
kelalaian dalam berkendara, kemungkinan yang terjadi adalah timbulnya masalah
baru dalam masyarakat.
Gambar 1.1 Diagram prosentase usia pelaku kecelakaan tahun 2013
5
Badan Intelijen Negara (2013) meninjau berdasarkan data WHO tahun 2011,
rentangan usia yang banyak mengalami kecelakaan lalu lintas berada pada
rentangan usia 20-50 tahun. Berdasarkan keterangan dari Humas Mabes Polri atas
rekap dari Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri)
menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2011 sampai dengan pertengahan 2013, rata-
rata ada 111.015 kali kecelakaan sepeda motor yang terjadi sepanjang tahun (Putra,
2013).
Menurut Peraturan Pemerintah No 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu
lintas jalan pasal 93, kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa di jalan yang
tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
pemakai jalan lain, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda
(Tjahjono & Subagio, 2011). Suatu studi yang dilakukan oleh Constatinou,
Panayiotou, Konstatinou, Ladd dan Kapardis (2011) menyatakan bahwa kecelakaan
lalu lintas erat kaitannya dengan faktor manusia yaitu perilaku mengemudi
pengendara sebagai pengguna jalan.
Departemen Perhubungan Darat (2012) dan penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Refahi, Rezaei, Aganj, dan Birgani, (2012) menjelaskan bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah faktor
pengemudi, faktor kendaraan dan faktor keadaan lingkungan jalan (Wiluyo,
Haryoko, & Sukhirman, 2000; Tjahjono & Subagio, 2011). Menurut Lynham dan
rekan-rekan (dalam Walker, 2005), kecelakaan kendaraan bermotor khususnya
kendaraan roda dua disebabkan karena pengendara kehilangan kontrol terhadap
kendaraan mereka dan melaju dengan kecepatan yang tinggi.
6
Santoso (2014) dalam studi deskriptifnya mengenai psikologi lalu lintas
mengemukakan bahwa kecelakaan lalu lintas yang banyak terjadi ini merupakan
salah satu akibat dari perilaku manusia yang tidak aman, khususnya dalam
berkendara. Perilaku berkendara yang tidak aman ini bisa meliputi perilaku
mengebut, menerobos lampu merah, menyalip dengan berbahaya, dan melawan
arus lalu lintas.
Santoso (2014) mengemukakan bahwa perilaku berkendara tidak aman ini
dapat diteliti dari perspektif sosial dan teori yang banyak digunakan dan berkaitan
dengan masalah ini adalah Theory of Planned Behavior (TPB). Menurut teori TPB,
mengemudi atau perilaku berkendara dapat diprediksi berdasarkan sikap terhadap
perilaku, norma subjektif serta perceived behavioral control atau bisa juga disebut
dengan persepsi individu dalam mengontrol perilaku. Perilaku berkendara tidak
aman ini dapat diprediksi melalui aspek-aspek TPB seperti belief tentang
konsekuensi dari perilaku mengemudi, sikap terhadap perilaku berkendara (Refahi
et al., 2012), norma sosial yang berlaku, persepsi seberapa jauh perilaku itu dapat
dilakukan (perceived behavioral control) dapat menjadi prediktor untuk
menjelaskan perilaku berkendara yang tidak aman pada pengendara sepeda motor.
Hasil studi yang didapatkan dari penelitian-penelitian terdahulu ini
ditemukan bahwa sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control
memiliki hubungan terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman.
Ketika individu memiliki sikap yang mendukung untuk berperilaku berbahaya
ketika berkendara, mendapatkan dukungan dari significant others untuk
berperilaku, maupun ketika adanya faktor-faktor yang mampu menghambat
7
maupun memfasilitasi individu dalam berkendara, maka hal-hal tersebut dapat
memberikan pengaruh terhadap bagaimana individu berkendara dengan berbahaya
(Ward, Otto & Linkenbach, 2014; Tunnicliff et al., 2012; Fernandez, Job &
Hathfield, 2007).
Perilaku berkendara tidak aman ini juga didukung karena adanya faktor-
faktor internal yang ada di dalam diri pengemudi, seperti cara mengendalikan diri
saat mengemudi, kematangan emosi, kemampuan mengemudikan kendaraan
terutama sepeda motor, adanya tingkat agresi individu yang berbeda-beda, ataupun
adanya kecenderungan mencari sensasi atau pengalaman yang mampu
meningkatkan adrenalin atau biasa dikenal dengan istilah sensation seeking.
Sensation seeking ditemukan sebagai prediktor yang mampu memprediksi perilaku
berkendara yang tidak aman (Tunnicliff et al., 2012; Schwebwl, Severson, Ball, &
Rizzo, 2006; Jonah, Thiessen, & Yeung, 2001). .
Penelitian yang dilakukan oleh Constatinou et al. (2011) menunjukkan hasil
bahwa sensation seeking yang terdiri dari empat dimensi yakni thrill and adventure
seeking (TAS), experience seeking (ES), disinhibition (DIS), dan boredom
susceptibility (BS), namun hanya dua dari empat dimensi yaitu TAS dan DIS yang
memiliki korelasi atau hubungan yang kuat terhadap perilaku berkendara tidak
aman sedangkan dimensi ES dan BS memiliki hubungan yang lemah terhadap
perilaku berkendara tidak aman.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Nayum (2008), Huang (2014) dan
Fernandez et al. (2007) mengenai perilaku berkendara dikaitkan dengan perbedaan
jenis kelamin. Berdasarkan kedua penelitian terdahulu, laki-laki cenderung
8
memiliki kemungkinan lebih besar terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dan
berkendara dengan tidak aman dibandingkan dengan perempuan. Pengemudi laki-
laki cenderung lebih sering untuk melaju dengan kecepatan di atas rata-rata dan
membuntuti kendaraan lain (Fernandez et al., 2007). Namun hal lain ditemukan
oleh Skaar dan Williams (2005) yang menyatakan bahwa tingkat terlibatnya
pengemudi laki-laki maupun pengemudi perempuan dalam suatu kecelakaan lalu
lintas atau berkendara secara tidak aman tidak berbeda secara signifikan.
Berdasarkan pemaparan penulis mengenai latar belakang masalah dan dari
berbagai peneltian terdahulu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
perilaku berkendara tidak aman terutama pada pengemudi sepeda motor. Oleh
karena itu penulis mengajukan penelitian yang berjudul “Faktor –Faktor
Psikologis Yang Memengaruhi Perilaku Mengendarai Sepeda Motor Tidak
Aman”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam suatu karya ilmiah dibutuhkan suatu pembatasan dan perumusan masalah.
Hal ini dimaksudkan agar masalah yang diteliti tidak menyimpang dari sasaran
yang telah ditetapkan.
1.2.1 Pembatasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup masalah penelitian, maka penulis membatasi
penelitian ini hanya pada perilaku berkendara tidak aman terhadap pengendara
sepeda motor yang merupakan suatu perilaku berbahaya dalam mengemudi yang
dilakukan oleh pengemudi kendaraan dan memungkinkan untuk terlibat dalam
kecelakaan, dapat mengakibatkan cedera fatal bagi dirinya, penumpang, ataupun
9
pengguna jalan lain seperti pejalan kaki, pengemudi lain, ataupun penumpang di
dalam kendaraan lain (Parker, 2012). Selain itu lingkup penelitian ini mencakup
pada faktor-faktor yang memengaruhi perilaku berkendara tidak aman tersebut,
adapun penjelasannya sebagai berikut:
1. Sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control yang tergabung
dalam theory planned of behavior dalam penelitian ini tidak
mengikutsertakan intensi dan dijadikan variabel yang langsung mengukur
terhadap perilaku berkendara tidak aman.
2. Sensation seeking yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari empat hal
yaitu thrill and adventure seeking, experience seeking, disinhibition dan
boredom susceptibility. Penulis menggunakan keempat dimensi ini untuk
melihat pengaruhnya terhadap perilaku berkendara tidak aman.
3. Dalam penelitian ini penulis juga melakukan interaksi antara variabel sikap
dengan thrill and advanture seeking (TAS) atau pencarian sensasi dan
petualangan. Di mana interaksi merupakan pengaruh antara variabel sikap
dan variabel TAS terhadap perilaku berkendara tidak aman.
4. Subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengendarai sepeda motor dan telah
memiliki SIM C.
1.2.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh signifikan sikap, norma subjektif, perceived
behavioral control (PBC), sensation seeking (thrill and advanture
seeking(TAS), experience seeking (ES), disinhibition (DIS), boredom
10
susceptibility (BS) ), jenis kelamin dan hasil interaksi variabel sikap dan
TAS terhadap perilaku berkendara tidak aman?
2. Berapa besar pengaruh keseluruhan variabel independen (sikap, norma
subjektif, perceived behavioral control (PBC), sensation seeking (thrill
and advanture seeking(TAS), experience seeking (ES), disinhibition
(DIS), boredom susceptibility (BS) )), jenis kelamin dan hasil interaksi
variabel sikap dan TAS terhadap perilaku berkendara tidak aman?
3. Berapa besar proporsi varians dari dependen variabel yaitu perilaku
berkendara tidak aman berdasarkan sumbangan masing-masing variabel
independen (sikap, norma subjektif, perceived behavioral control
(PBC), sensation seeking (thrill and advanture seeking(TAS),
experience seeking (ES), disinhibition (DIS), boredom susceptibility
(BS) ), jenis kelamin dan hasil interaksi variabel sikap dan TAS)?
4. Berdasarkan variabel yang diprediksikan menjadi faktor-faktor
penyebab perilaku berkendara tidak aman, variabel manakah yang
paling berpengaruh terhadap perilaku berkendara tidak aman?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelian
1.3.1 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang
memengaruhi perilaku berkendara tidak aman pada pengendara sepeda motor,
sehingga dapat memberikan informasi yang berguna untuk pembaca terutama bagi
pengendara motor agar mampu berkendara secara aman, tertib terhadap aturan lalu
11
lintas, serta meminimalisir kecelakaan lalu lintas terutama yang melibatkan sepeda
motor.
1.3.2 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun
praktis yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
perkembangan teori-teori psikologi, terutama dalam bidang psikologi lalu
lintas.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat, yaitu:
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi terutama pada
pihak Kepolisian Republik Indonesia mengenai informasi kondisi
psikologis pengendara sepeda motor pada umumnya, sehingga dapat
dilakukan upaya peningkatan dan pengembangan dalam pengawasan
serta pencegahan terjadinya kecelakaan lalu lintas, terutama pada
pengendara sepeda motor.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur atau bacaan bagi para
pembaca khususnya para pembaca yang ingin mengetahui maupun
tertarik pada permasalahan perilaku berkendara yang tidak aman.
c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk
mengembangkan penelitian mengenai perilaku berkendara
14
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Perilaku Berkendara Tidak Aman
2.1.1 Teori perilaku
Perilaku manusia sangat beragam dan bukan hal yang mudah untuk menjelaskannya
(Ajzen, 1991). Martin dan Pear (2003) menjelaskan perilaku sebagai segala hal
yang dapat diamati dengan cara diungkapkan atau dilakukan oleh individu. Istilah
perilaku atau behavior adalah kegiatan organisme yang dapat diamati termasuk
laporan verbal mengenai pengalaman subjektif dan disadari (Atkinson, Atkinson &
Hilgard, 1994). Menurut Santrock (2003) dan King (2011), perilaku adalah segala
sesuatu yang kita lakukan dan dapat diamati secara langsung.
Atkinson, Atkinson, Smith dan Bem (2006) menyatakan bahwa sebagian
besar perilaku dalam kehidupan nyata terjadi karena adanya respon yang dipelajari.
Teori behaviorisme menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap perilaku yang
terlihat (overt), menolak penggunaan aktivitas mental seperti berfikir, berhasrat dan
berharap (King, 2011). Pembentukan perilaku dapat diperoleh dari proses belajar.
Pengkondisian (conditioning) merupakan suatu pembelajaran pembentukan
asosiasi. yang artinya, mempelajari bahwa peristiwa-peristiwa tertentu terjadi
secara bersamaan (Atkinson, et al., 2006).
15
Baron dan Byrne (2005) mengemukakan ada dua jenis pengkondisian
dalam teori behaviorisme ini yaitu pengkondisian klasik dan pengkondisian operan
atau instrumental. Pengkondisian klasik menyatakan bahwa ketika sebuah stimulus
muncul berulang-ulang diikuti oleh stimulus lain, stimulus pertama akan dianggap
sebagai penanda munculnya stimulus lain. Penelitian eksperimen terhadap air liur
anjing yang dilakukan oleh Pavlov telah mewakili bagaimana pengkondisian klasik
ini terjadi. Pengkondisian operan adalah kondisi individu belajar mengasosiasikan
antara perilaku dan konsekuensi yang timbul setelahnya seperti adanya reward atau
punishment (King, 2011).
Pengkondisian penelitian sistematik pertama mengenai pengkondisian
operan ini dilakukan oleh Thorndike yang menunjukkan bahwa hewan terlibat
dalam perilaku trial-error dan apabila setiap perilaku diikuti oleh penguatan positif
semakin diperkuat sementara perilaku dengan penguatan negatif akan melemah
(hukum efek). Sedangkan Skinner berpendapat bahwa konsekuensi dari sebuah
perilaku akan mengubah kemungkinannya mengulangi suatu perilaku, sesuai
dengan penelitiannya terhadap tikus dan burung merpati lapar yang ditempatkan
dalam “kotak Skinner” (Atkinson et al., 2006).
Watson berpendapat bahwa hampir semua dari perilaku manusia adalah
hasil dari pengkondisian, dan lingkungan membentuk perilaku kita dengan
memperkuat kebiasaan tertentu. Penguatan dalam pengkondisian operan dapat
merupakan penguatan yang sifatnya positif ataupun secara aversif (Atkinson et al.,
2006).
16
Wade dan Travis (2007) menyatakan bahwa ada lima pendekatan yang
secara unik mengajukan sejumlah pertanyaan mengenai perilaku manusia, asumsi
dan cara pikir manusia, dan yang terpenting penjelasan tentang alasan seseorang
berbuat sesuatu.
1. Perspektif biologis. Perspektif ini berfokus pada cara berbagai peristiwa
yang berlangsung dalam tubuh mempengaruhi perilaku, perasaan, dan
pikiran seseorang.
2. Perspektif belajar. Perspektif ini menelaah cara lingkungan dan
pengalaman mempengaruhi tindakan seseorang atau organisasi lain.
3. Perspektif kognitif. Perspektif ini menekankan pada hal yang
berlangsung di pikiran seseorang – bagaimana seseorang erpikir,
mengingat, memahami bahasa, memecahkan masalah, menjelaskan
berbagai pengalaman, memperoleh sejumlah standar moral, dan
membentuk keyakinan.
4. Perspektif sosiokultural. Perspektif ini berfokus pada kekuatan sosial
dan budaya sebagai kekuatan yang bekerja di luar individu.
5. Perspektif psikodinamika. Perspektif ini berfokus pada hal menguraikan
dinamika ketidksadaran seseorang, seperti dorongan dari dalam diri,
konflik dan energi insting.
Perilaku juga dapat dijelaskan dengan sebuah teori yang disebut theory
planned of behavior atau TPB, yang sering digunakan dalam penelitian-penelitian
17
untuk menjelaskan perilaku sosial. Teori ini menyatakan bahwa keputusan untuk
menampilkan perilaku tertentu adalah hasil dari proses yang rasional yang
diarahkan pada suatu tujuan tertentu, manusia biasanya bertingkah laku secara
masuk akal, memperhitungkan informasi yang tersedia dan mempertimbangkan
secara implisit dan eksplisit akibat dari perilakunya atau disebut teori planned
behavior (Ajzen, 1991; Ajzen, 2005). Teori ini mengemukakan bahwa intensi
dalam berpeilaku merupakan hal yang menunjukkan seberapa besar individu dalam
berperilaku.
Ada tiga faktor di dalam TPB yang dapat menentukan intensi perilaku.
Berdasarkan pada teori planned behavior, intensi (dan perilaku) merupakan fungsi
dari tiga faktor dasar. Faktor pertama yaitu faktor personal yang merupakan attitude
toward behavior atau sikap individu terhadap perilaku. Sikap ini merupakan suatu
evaluasi positif ataupun negatif terhadap suatu perilaku tertentu. Faktor kedua
merupakan keyakinan individu dari tekanan sosial untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perilaku atau biasa dikenal dengan subjective norm atau norma
subjektif. Norma subjektif ini biasa dikaitkan dengan harapan kelompok terhadap
perilaku individu. Faktor ketiga adalah suatu perasaan dari self-efficacy atau
penilaian atau persepsi individu terhadap kemampuan untuk menampilkan suatu
perilaku yang dinamakan perceived behavior control atau bisa juga disebut dengan
persepsi dalam mengontrol perilaku.
18
Theory Planned of Behavior
Gambar 2.1 Sumber: Attitudes, personality, and behavior (2nd ed) (2005)
2.1.2 Definisi perilaku berkendara tidak aman
Parker (2012) menjelaskan definisi dari perilaku berkendara tidak aman adalah
suatu perilaku berbahaya dalam mengemudi yang dilakukan oleh pengemudi
kendaraan dan memungkinkan untuk terlibat dalam kecelakaan, dapat
mengakibatkan cedera fatal bagi dirinya, penumpang, ataupun pengguna jalan lain
seperti pejalan kaki, pengemudi lain, ataupun penumpang di dalam kendaraan lain.
Perilaku berkendara tidak aman menurut Huang (2014), cara seseorang
mengemudi dengan mengabaikan hal-hal seperti menggunakan seat belt/ helm,
mengemudi dalam keadaan mengantuk, sering menggunakan telepon selular saat
berkendara, mengemudi di bawah pengaruh alkohol, dan mengemudi dengan
agresif. Jafarpour dan Movaghar (2014) menyatakan bahwa perilaku berkendara
tidak aman adalah suatu bentuk ketidaksopanan dalam berkendara dan
kenyataannya dapat membahayakan atau setidaknya memiliki potensi untuk
menempatkan pengemudi atau orang lain dalam keadaan bahaya.
19
Perilaku berkendara tidak aman itu merupakan masalah pada mengemudi
yang meliputi perilaku mengemudi, aspek-aspek seperti hal kecepatan (Chen &
Chen, 2011), minum minuman beralkohol, melanggar aturan lalu lintas dan
kemampuan dalam mengemudi (Nabi et al., 2004). Beberapa pola berkendara tidak
aman juga meliputi membuntuti (tailgating), menyalip kendaraan lain dengan tidak
memperhatikan jarak, serta penggunaan lajur jalan yang tidak tepat.
Penulis memutuskan untuk menggunakan definisi yang dikemukakan oleh
Parker (2012), perilaku berkendara tidak aman adalah suatu perilaku berbahaya
dalam mengemudi yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan dan memungkinkan
untuk terlibat dalam kecelakaan, dapat mengakibatkan cedera fatal bagi dirinya,
penumpang, ataupun pengguna jalan lain seperti pejalan kaki, pengemudi lain,
ataupun penumpang di dalam kendaraan lain.
2.1.3 Faktor yang memengaruhi perilaku berkendara tidak aman
Fernandez, Job dan Hatfield (2007) berdasarkan penelitian terdahulu menyatakan
bahwa perilaku berkendara tidak aman dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku berkendara yang tidak aman adalah
sebagai berikut:
1. Sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control
Penelitian yang dilakukan oleh Tunnicliff dan rekan-rekannya (2012)
menggunakan TPB sebagai teori acuan untuk mengukur perilaku
mengemudi, sikap dan perceived behavior control merupakan salah satu
komponen TPB yang memiliki pengaruh terhadap perilaku mengemudi
20
begitupun Ajzen (1991) mengemukakan bahwa sikap individu akan
berpengaruh pada perilakunya.
2. Sensation seeking atau pencarian sensasi
Suatu trait yang menjelaskan tentang pencarian individu terhadap
pengalaman baru dan cenderung untuk bersedia mengambil resiko yang
mungkin akan terjadi.
3. Agresi
Tingkat agresivitas pada remaja atau individu dengan usia 18 tahun keatas
diketahui menjadi faktor yang memungkinkan untuk berperilaku
berkendara tidak aman.
4. Usia
Pengemudi atau pengendara kendaraan bermotor rentan mengalami
kecelakaan yang disebabkan oleh cara mengemudi yang tidak aman biasa
dialami oleh usia remaja yang menuju jenjang dewasa dikarenakan mereka
seringkali berkendara dengan cepat (mengebut), membuntuti kendaraan
lain, lebih sering mengambil resiko dengan cara menyalip atau menyelip
kendaraan lain.
5. Jenis kelamin
Adanya perbedaan jenis kelamin individu juga menentukan adanya
kecenderunggan perilaku mengemudi yang berbeda.
21
6. Daya saing
Daya saing dihipotesiskan untuk mengevaluasi perilaku individu atau hal-
hal yang terlibat dengan perilaku dengan melihat perlombaan di antara
individu.
7. Tipe Kepribadian (openness, conscientiousness, extraversion,
agreeableness, dan neuroticism)
Arthur dand Doverspike (dalam Fernandez et al., 2007) menyatakan bahwa
tingkat kecelakaan dan perilaku berkendara tidak aman berkorelasi secara
signifikan dengan komponen big five personality.
8. Penghematan waktu
Individu sering melanggar ataupun mengemudi secara tidak aman karena
mempertimbangkan efisiensi waktu.
2.1.4 Pengukuran perilaku berkendara tidak aman
Pengukuran terhadap perilaku berkendara tidak aman ini mengukur seberapa besar
kecenderungan pengemudi berkendara secara tidak aman. Dulla dan Ballard (dalam
Gen et al., 2014, Dulla & Ballard 2003) mengembangkan alat untuk mengukur
perilaku mengemudi yang berbahaya yang diberi nama Dulla Dangerous Driving
Index (DDDI). DDDI terdiri dari gambaran perilaku berkendara sehari-hari dan
dengan menggunakan rentangan skala Likert 1 (tidak pernah) sampai dengan skala
5 (selalu).
22
2.2 Sikap
2.2.1 Definisi sikap
Secara umum sikap itu perluasan dari kepercayaan individu mengenai suatu objek
(Ajzen, 1991) dan merupakan kunci untuk memahami perilaku individu (Ajzen
2005). Menurut King (2011) dan Santrock (2003) sikap adalah perasaan, opini, dan
kepercayaan individu mengenai orang lain, suatu objek dan ide-ide.
Allport (dalam Pickens, 2005) mendefinisikan sikap terhadap perilaku
sebagai suatu mental yang tercipta disebabkan adanya pengalaman, adanya intruksi
atau adanya pengaruh dinamis pada respon individu terhadap suatu objek atau
situasi yang terkait. Sederhananya, sikap adalah suatu pola pikir atau
kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu karena adanya faktor
pengalaman individu serta temperamen individu tersebut.
Sikap adalah kata sifat yang sering digunakan untuk menggambarkan
utilitas atau keperluan yang dirasakan dan merupakan respon emosional terhadap
suatu perilaku (Ward et al.,2014). Pada awalnya sikap terbentuk dari sistem belief
lebih tepatnya behavior belief yang merupakan harapan individu tentang
kemungkinan-kemungkinan konsekuensi yang akan terjadi pada perilaku individu
tersebut (Ward et al.,2014).
Ajzen (2005) yang menyatakan bahwa sikap terhadap suatu perilaku
merupakan suatu disposisi dalam menanggapi secara favorable (dengan
menyenangkan) atau unfavorable (tidak menyenangkan) terhadap suatu objek,
institusi, atau kejadian. Pernyataan ini serupa dengan Berkowitz (dalam Azwar,
23
2011), sikap merupakan perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun
perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada suatu objek.
Sikap juga merupakan keseluruhan evaluasi terhadap perilaku yang telah
ditampilkan oleh individu (Rhodes & Courneya, 2003; Abraham & Sheeran, 2003;
Francis et al.,2004). Evaluasi yang diberikan individu bisa mengacu pada hal yang
sifatnya menyenangkan bisa pula tidak menyenangkan terhadap suatu perilaku
(Ajzen, 1991). Ajzen (2005) juga menyatakan bahwa sikap merupakan evaluasi
positif dan negatif individu terhadap suatu perilaku tertentu. Campbell (dalam
Schawrz dan Bohner, 2001) menyatakan bahwa sikap bisa merupakan suatu
kemungkinan atau peluang individu dalam berperilaku pada situasi tertentu.
Bogardus (1942) mengemukakan bahwa sikap terhadap suatu tingkah laku
adalah adanya kecenderungan untuk melakukan atau menolak sesuatu. Jika sikap
itu favorable, objek akan diberikan penilaian postif serta diiringi oleh perasaan yang
menyenangkan, namun jika unfavorable yang akan muncul adalah penilaian negatif
beserta perasaan yang tidak menyenangkan.
Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan, maka penulis memutuskan
untuk mengambil definisi sikap terhadap suatu perilaku dari Ajzen (2005), Francis
et al. (2004), Abraham dan Sheeran (2003) serta Rhodes dan Courneya (2003) yang
menyatakan bahwa sikap merupakan evaluasi positif dan negatif individu terhadap
suatu perilaku tertentu, dalam hal ini adalah perilaku berkendara. Penulis
memutuskan untuk menggunakan definisi ini dikarenakan penulis ingin mengetahui
evaluasi positif maupun negatif terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang
tidak aman dalam penelitian kali ini.
24
2.2.2 Komponen sikap
Rhodes dan Counerya (2003) mambagi sikap terhadap perilaku menjadi 2
komponen yaitu:
1. Afektif. Misalnya evaluasi terhadap perilaku yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan.
2. Instrumental. Misalnya evaluasi terhadap perilaku yang menguntungkan
atau membahayakan.
Francis et al. (2004) juga menyatakan bahwa sikap memiliki dua komponen yaitu:
1. Behavioural beliefs. Kepercayaan mengenai konsekuensi dari suatu
perilaku.
2. Outcome evaluation. Suatu penilaian positif atau negatif mengenai setiap
perilaku yang muncul.
2.2.3 Pengukuran sikap
Menurut Francis et al. (2004), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan prosedur
menggunakan kata sifat bipolar (berupa pasangan atau lawan kata) yang dapat
dievaluasi (misal, baik – buruk). Chorlton, Conner, dan Jamson (2012) mengukur
sikap dengan menggunakan delapan skala semantik diferensial dan tujuh pasang
pernyataan yang diukur dengan tujuh poin skala Likert.
Untuk penelitian kali ini, penulis mengkonstruksi skala baru sikap terhadap
perilaku berkendara tidak aman. Respon jawaban yang diberikan oleh subjek diukur
dengan menggunakan skala Likert dengan rentangan 1 (sangat tidak setuju) sampai
dengan 4 (sangat setuju). Penulis mengkonstruksi skala baru untuk mengukur sikap
25
dikarenakan objek yang akan dievaluasi harus jelas targetnya, dalam penelitian kali
ini yaitu sikap terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman.
2.3 Norma Subjektif
2.3.1 Definisi norma subjektif
Norma subjektif biasanya mengacu pada perkiraan individu terhadap tekanan sosial
untuk menampilkan suatu atau tidak menampilkan suatu perilaku (Ajzen, 1991;
Francis et al., 2004). Tekanan sosial bagi individu untuk berperilaku dan tidak
berperilaku juga merupakan definisi norma subjektif yang diungkapkan oleh
Rhodes dan Courneya (2003). Baron dan Byrne (2005) mengemukakan bahwa
norma subjektif mengacu pada persepsi inidividu apakah individu lain akan
menyetujui atau menolak suatu tingkah laku.
Norma subjektif diasumsikan sebagai suatu fungsi belief, yaitu fungsi belief
pada hal-hal spesifik yang disetujui maupun yang tidak disetujui oleh individu
maupun kelompok dalam menampilkan suatu perilaku atau lingkungan sosial dapat
menjadi referensi bagi individu untuk terlibat atau tidak terlibat dalam suatu
perilaku (Ajzen, 2005).
Asumsi mengenai norma subjektif diungkapkan oleh Elliot (2010) bahwa
perasaan dari tekanan sosial untuk berperilaku, membendung suatu belief atau
kepercayaan yang apabila suatu perilaku ditampilkan akan mendapatkan pengakuan
atau bahkan tidak diakui secara sosial. Menurut McLallen dan Fishbein (2008),
norma subjektif itu kembali kepada persepsi seseorang mengenai tingkatan
seberapa penting menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku dalam sudut
26
pandang orang lain. Hal ini merupakan perkiraan individu mengenai tekanan sosial
untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku target (Francis et al., 2004).
Berdasarkan definisi dari beberpa ahli, penulis memutuskan untuk
mengambil definisi norma subjektif dari Francis et al. (2004) yaitu perkiraan
individu mengenai tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku.
Penulis menggunakan definisi ini disebabkan karena definisi yang digunakan oleh
Francis et al. (2004) memiliki makna yang sama dengan yang dikemukakan oleh
pencetus awal definisi norma subjektif dalam TPB yaitu Ajzen, namun lebih
sederhana untuk dipahami.
2.3.2 Komponen norma subjektif
Ajzen (dalam Rhodes & Courneya, 2003) menyatakan bahwa terdapat dua
komponen dari norma subjektif yaitu :
1. Komponen injunktif. Misalnya apakah seorang individu mempercayai
lingkungan atau jaringan sosialnya mendukung mereka untuk menampilkan
suatu perilaku. Hal ini merefleksikan bagaimana perasaan orang lain
terhadap perilaku individu.
2. Komponen deskriptif yaitu apakah jaringan sosial di lingkungan individu
menampilkan suatu perilaku tertentu. Hal ini merefleksikan persepsi apa
yang dilakukan oleh orang lain (McLallen & Fishbein, 2008).
Francis et al. (2004) mengungkapkan bahwa norma subjektif terdiri dari dua
komponen yaitu :
27
1. Kepercayaan normatif yaitu bagaimana orang lain menginginkan seorang
individu dalam berperilaku. Hal ini merupakan persepsi orang lain
mengenai keterlibatan individu dalam suatu perilaku.
2. Keinginan untuk memenuhi tuntutan yaitu keinginan untuk memenuhi
keinginan orang lain. Misal keinginan individu untuk memenuhi keinginan
orang tuanya bagaimana ia harus berperilaku.
2.3.3 Pengukuran norma subjektif
Pengukuran norma subjektif yang telah banyak dilakukan dilakukan oleh banyak
peneliti, salah satunya oleh Francis et al. (2004) menyusun pengukuran untuk
variabel norma subjektif dengan mencantumkan pernyataan yang sifatnya umum
dan terbuka terhadap opini responden dan menggunakan rentangan skala Likert
tujuh poin. Namun pada penelitian ini penulis hanya menggunakan skala Likert
empat poin dengan item yang menjelaskan mengenai bagaimana pihak lain
memengaruhi individu dalam berperilaku.
2.4 Perceived Behavioral Control
2.4.1 Definisi perceived behavioral control
Persepsi mengontrol perilaku yang dikenal pula dengan istilah perceived behavioral
control (PBC) mengacu pada persepsi individu terhadap tingkat kesulitan perilaku
yang diminati (Ajzen, 1991; Darker, French, Eves, & Sniehotta, 2010; Ajzen,
2005). Hal ini juga diasumsikan untuk merefleksikan pengalaman lampau dan dapat
diantisipasi berbagai rintangan atau halangan yang akan ditemui (Ajzen, 1991).
Menurut Ajzen (dalam Kraft, Rise, Sutton & RØysamb, 2005), persepsi
mengontrol perilaku melibatkan keyakinan individu bahwa mereka dapat
28
mengontrol perilaku mereka. Persepsi mengontrol perilaku juga menjadi bagian
dari theory planned behavior yang mampu untuk memprediksi intensitas perilaku
dengan tingkat keakuratan yang tinggi (Ajzen, 1991).
Ajzen dan Madden (dalam Kraft et al., 2005) menyatakan bahwa perceived
behavioral control adalah belief atau keyakinan mengenai sulit atau tidaknya
individu dalam melakukan suatu perilaku. Perceived behavioral control juga
didefinisikan sejauh mana individu merasa mampu dan yakin untuk
memberlakukan perilakunya (Francis et al., 2004).
Perceived behavioral control menurut Sheeran, Trafimow, dan Armitage
(2003) adalah suatu persepsi individu pada tingkatan perilaku yang akan
ditampilkan berada di bawah kontrol atau pengawasan individu itu sendiri dan dapat
diukur melalui mudah atau sulitnya dalam menampilkan perilaku tersebut.
Berdasarkan definisi oleh beberapa ahli dan mempertimbangkan keefektifan
pemahaman, maka penulis memutuskan untuk mengambil definisi dari Francis et
al. (2004) yaitu persepsi mengenai sejauh mana individu merasa mampu dan yakin
untuk berperilaku.
2.4.2 Komponen variabel perceived behavioral control
Ajzen (1991) menyatakan bahwa ada dua komponen perceived behavioral control
yaitu:
1. Pengaturan keyakinan , yaitu faktor yang membuat perilaku mudah atau
sulit untuk dilakukan.
2. Persepsi daya, yaitu kekuatan dari setiap faktor yang mendukung atau
menghambat perilaku.
29
Dalam Rhodes dan Courneya (2003) faktor analisis perceived behavioral control
mendorong ke arah dua komponen, yaitu :
1. Self-efficacy. Misal, mudah atau sulit dalam berperilaku, percaya diri.
2. Pengendalian. Misal, control individu terhadap perilaku, penilaian apakah
perilaku akan sepenuhnya diserahkan pada subjek.
Ada dua komponen perceived behavioral control (Francis, et al., 2004):
1. Pengaturan keyakinan yaitu seberapa besar keyakinan individu mengontrol
perilakunya.
2. Perceived confident yaitu seberapa yakin atau percaya dirinya individu
ketika menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku.
2.4.3 Pengukuran perceived behavioral control
Pengukuran terhadap perceived behavioral control atau persepsi dalam mengontrol
perilaku yang telah direview oleh Rhodes dan Courneya (2003) ada 11 studi empiris
yang telah dilakukan untuk mengukur self efficacy dan pengendalian menyatakan
bahwa dua konsep ini reliable dalam menyatakan suatu perilaku. Mengukur
perceived behavioral control atau perilaku dalam mengontrol perilaku menurut
Francis et al. (2004) dapat menggunakan item-item disusun dengan pola respon
yang menggunakan skala likert. Pada penelitian ini, penulis mengkonstruksi skala
baru yang disesuaikan dengan menggunakan skala Likert empat poin.
2.5 Sensation Seeking
2.5.1 Definisi sensation seeking
Menurut Chaplin (2008), sensation adalah proses atau pengalaman yang timbul
apabila ada rangsangan yang membangkitkan satu reseptor. Sensation juga
30
diartikan sebagai proses merasakan atau menghayati. Seeking dalam bahasa Inggris
berasal dari kata seek yang berarti mencari. Bila diartikan secara harafiah, sensation
seeking berarti proses mencari, merasakan atau menghayati suatu sensasi yang
timbul apabila terdapat rangsangan yang membangkitkan satu reseptor. APA
Dictionary of Psychology (2015) menjelaskan pengertian dari sensation seeking
sebagai kecenderungan untuk mencari aktivitas yang menegangkan guna untuk
meningkatkan stimulasi yang melibatkan hal-hal yang berbahaya seperti sky diving
ataupun balapan kendaraan.
Zuckerman, dikutip oleh Mischel, Shoda dan Smith (2004), mendefinisikan
sensation seeking sebagai suatu trait yang merepresentasikan tingkatan keinginan
dalam diri individu untuk mencoba pengalaman baru dan bersedia untuk
mengambil resiko. Zuckerman juga menyatakan bahwa sensation seeking adalah
sebuat trait individu yang sifatnya stabil (dalam Grinblatt & Koleharju, 2009),
mencari pengalaman yang beragam, baru, secara intens adanya kemauan untuk
mengambil resiko baik fisik, sosial, hukum, dan resiko dalam hal finansial demi
pengalaman tersebut (Dahlen & White,2006; Arnett, Offer & Fine, 1997; Jonah,
Thiessen, & Au-Yeung, 2001; Hole, 2007; Jonah, 1997).
Arnett (1994) mengungkapkan bahwa sensation seeking bukan hanya
potensi untuk mengambil resiko, secara umum trait ini juga melihat kualitas dalam
mencari intensitas terhadap hal baru dalam pengalaman sensorik yang dapat
diekpresikan pada berbagai area kehidupan individu. Sensation seeking dapat
diekspresikan melalui banyak hal, beberapa perilaku antisosial, beberapa situasi
31
penerimaan sosial, bergantung pada lingkungan sosial individu akan mendukung
atau menghambat keinginan individu tersebut.
Berdasarkan berbagai definisi yang telah dipaparkan, maka peneliti
menyimpulkan bahwa sensation seeking adalah suatu trait atau sifat yang menetap
dalam diri individu dan memiliki keingingan untuk mencari pengalaman baru atau
bertindak sesuai dengan keinginannya serta bersedia untuk mengambil resiko dari
tindakannya.
2.5.2 Dimensi sensation seeking
Zukcreman, Eysenk & Eysenk (1978) telah mengelompokkan sensation seeking
menjadi empat aspek yaitu:
1. Thrill and adventure seeking (TAS) atau pencarian sensasi dan petualangan,
item-item yang merefleksikan keinginan untuk terlibat pada aktivitas fisik
seperti dalam kegiatan olahraga yang beresiko dan memacu adrenalin dan
mengemudi dengan cepat.
2. Experience seeking (ES) atau pencarian terhadap pengalaman, item-item
yang mereflkesikan tentang pencarian pengalaman baru seperti melakukan
perjalanan (travelling), musik, dan hal-hal yang spontan tidak sesuai dengan
gaya hidup yang biasa terjadi pada individu.
3. Disinhibition, keinginan individu yang melibatkan stimulasi yang berbeda
dari aktivitas sosial yang tak terbatas.
4. Boredom susceptibility (BS) atau kerentanan terhadap kebosanan,
merupakan keengganan untuk melakukan hal yang monoton, hal-hal yang
32
rutin, kehadiran orang-orang yang terprediksi dan reaksi terhadap hal-hal
yang membosankan.
2.5.3 Pengukuran sensation seeking
1. Alat ukur yang dikembangkan oleh Zuckerman (2007) edisi revisi yaitu
Sensation Seeking Scale V (SSS - V) yang berjumlah 40 item yang
mengukur empat aspek : thrill and adventure seeking, experience seeking,
disinhibition, dan boredom susceptibility. Alat ukur ini merupakan alat
dengan tipe jawaban force choice technique yaitu dengan memilih 1
jawaban diantara 2 pernyataan yang tersedia.
2. Alat ukur yang dikembangkan oleh Arnett (1994) merupakan
perkembangan dari SSS-V yaitu Arnett Inventory Sensation Seeking Scale
dan terdiri dari dua aspek yaitu intensity dan novelty. Terdiri dari 20 item
dengan menggunakan pola jawaban responden dengan skala Likert yaitu
poin 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan poin 4 (sangat setuju).
3. Alat ukur yang dikembangkan oleh Watson et al. (2007), sengaja disusun
untuk mengukur tingkat sensation seeking pada pengendara motor. Skala
ini terdiri dari 8 item dan menggunakan rentangan skala Likert untuk
mendapatkan respon dari subjek.
Penulis akan mengukur sensation seeking dengan mengadaptasi dan
memodifikasi alat ukur yang dikembangkan oleh Zuckerman yaitu Sensation
Seeking Scale V.
33
2.6 Kerangka Berfikir
Keselamatan merupakan bagian penting dari masalah kesehatan manusia. Namun
kecelakaan lalu lintas yang banyak terjadi di Indonesia menjadi momok yang sangat
mengkhawatirkan. Pemberitaan di media elektronik ataupun media cetak tentang
kecelakaan lalu lintas banyak melibatkan pengendara kendaraan bermotor
khususnya bagi pengendara sepeda motor. Jumlah kendaraan bermotor di jalanan
terutama sepeda motor meningkat pesat dan memiliki peluang lebih besar untuk
terlibat dalam kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan informasi yang telah dipaparkan, korban akibat kecelakaan lalu
lintas kendaraan bermotor ini adalah orang-orang yang berada pada usia giat
berkarya atau mampu untuk menghasilkan sesuatu. Apabila banyaknya kecelakaan
lalu lintas terjadi dan penyebab utamanya adalah kelalaian dalam berkendara,
sumber daya manusia akan menjadi masalah baru yang perlu diperhatikan. Oleh
sebab itu masalah ini bisa dicegah dengan memperkirakan hal-hal apa saja yang
mungkin berpengaruh terhadap perilaku berkendara yang tidak aman, sehingga
mampu untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas kendaraan bermotor.
Banyaknya kecelakaan yang terjadi tidak terlepas dari kondisi jumlah
kendaraan yang bertambah banyak, faktor manusia dan, faktor lingkungan.
Berdasarkan penelitian terdahulu faktor manusia memiliki kontribusi yang cukup
besar pada tiap kecelakaan lalu lintas yang terjadi (Constatinou et al., 2011;
Fernandez et al., 2007). Membahas mengenai manusia tidak terlepas dari perilaku
manusia itu sendiri. Perilaku berkendara yang tidak tertib menjadi akar dari
kekacauan yang terjadi di jalanan. Perilaku tidak tertib inilah yang menyebabkan
34
bahaya bagi pengendara, orang lain, maupun objek fisik seperti fasilitas umum di
jalanan ataupun kendaraan bermotor lain.
Penting bagi para pengendara kendaraan bermotor khususnya kendaraan
roda dua untuk lebih memperhatikan keselamatan bagi diri sendiri dan orang lain.
Bentuk sepeda motor yang lebih kecil dari kendaraan lainnya membuat
penngendaranya mengambil keuntungan dari bentuk fisik kendaraan ini seperti
menyalip diantara kendaraan lain, bahkan terkadang dengan menggunakan
kecepatan yang tinggi. Beberapa bentuk perilaku berkendara yang tidak aman
seperti menerobos lampu merah, tidak menggunakan kaca spion dengan baik,
tancap gas saat lampu kuning menyala, bahkan tidak menggunakan lampu saat
kondisi jalanan gelap juga merupakan hal-hal yang meningkatkan resiko terjadinya
kecelakaan bagi pengendara sepeda motor.
Berdasarkan beberapa literatur penelitian, perilaku yang tidak aman
terutama dalam hal mengemudi kendaraan dapat disebabkan oleh faktor internal
individu seperti keinginan untuk mencari pengalaman baru yang menantang dan
cenderung berani untuk mengambil resiko (Zuckerman, dikutip oleh Mischel,
Shoda dan Smith, 2004), alasan untuk menghemat waktu, agar cepat sampai di
tempat tujuan juga mendorong pengendara cenderung berperilaku yang
membahayakan dalam berkendara (Fernandez et al., 2007). Beberapa penelitian dan
studi juga menyebutkan bahwa adanya keinginan individu akan hal-hal baru juga
memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya. Diasumsikan bahwa trait
kepribadian sensation seeking merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung
terjadinya perilaku berkendara tidak aman. Sensation seeking ini terdiri dari empat
35
aspek yaitu thrill and advanture seeeking, experience seeking, disinhibition, dan
boredom susceptibility. Banyak ahli mengatakan bahwa sensation seeking dengan
keempat aspeknya ini mampu mempengaruhi individu ketika berkendara secara
tidak aman. Namun ada juga studi yang menyatakan bahwa hanya dua dari empat
yaitu thrill and advanture seeking (TAS) dan disinhibition yang memiliki hubungan
kuat untuk memprediksi perilaku mengendarai sepeda motor dengan tidak aman
(Constatinou et al., 2011)
Adanya perbedaan individu juga diasumsikan akan menghasilkan sikap
serta perilaku yang berbeda terhadap suatu stimulus dalam konteks ini adalah
keselamatan dalam berkendara dan menghindari perilaku yang berbahaya. Masalah
mengenai perilaku berkendara tidak aman ini juga dapat ditinjau berdasarkan
Theory Planned of Behavior (TPB) yang terdiri dari tiga faktor yaitu sikap individu
terhadap suatu perilaku tertentu, dalam konteks kali ini adalah perilaku berkendara
tidak aman, norma subjektif, dan perceived behavioral control. Faktor-faktor ini
diprediksikan dapat mempengaruhi individu untuk berperilaku atau menentukan
intensi dalam berperilaku. Dalam penelitian kali ini ketiga faktor dari TPB diukur
langsung dalam menentukan suatu perilaku berkendara tidak aman pada
pengendara sepeda motor.
Individu mampu mengevaluasi suatu keadaan di jalanan dan dapat
memutuskan bagaimana harus menentukan perilakunya dalam berkendara. Hal ini
juga dapat dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh dari orang sekitarnya atau norma
subjektif , di mana individu berfikir bahwa orang sekitarnya tersebut mampu
mendukung ia untuk berperilaku tertentu dalam berkendara. Apabila norma yang
36
ditanamkan dari orang – orang sekitar adalah hal yang memfasilitasi individu untuk
mengendarai sepeda motor dengan berbahaya, maka kemungkinan hasil yang
diperoleh adalah norma subjektif akan berpengaruh dalam penelitian kali ini.
Persepsi individu terhadap suatu faktor yang mampu mendukung atau menghambat
dalam mengendarai sepeda motor diduga mampu mempengaruhi perilaku individu
dalam berkendara. Ketika individu meyakini bahwa tersedia faktor-faktor yang
dapat memfasilitasi atau bahkan menghambat individu untuk mengendarai sepeda
motor dengan berbahaya atau persepsi ini biasa dikenal dengan istilah perceived
behavioral control diduga akan memiliki pengaruh terhadap dependen variabel
pada penelitian ini.
Berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan terdahulu terdapat perbedaan
antara laki-laki dan perempuan dalam keterlibatannya mengendarai sepeda motor
yang tidak aman. Laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengendarai
sepeda motor dengan tidak aman. Walaupun ada juga studi yang menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki maupun perempuan ketika
mengendarai sepeda motor dengan berbahaya (Skaar dan Williams, 2005). Bahkan
jika dilihat melalui jumlah masyarakat yang ada sekarang, perempuan yang
mengendarai sepeda motor di kota-kota besar sudah sangat banyak, sehingga tidak
menutup kemungkinan bahwa adanya kecenderungan bagi perempuan untuk
mengendarai sepeda motor secara tidak aman. Dalam penelitian kali ini penulis juga
tertarik untuk mengetahui pengaruh dari interaksi antara variabel sikap dengan TAS
dan menjadikannya sebagai satu variabel tambahan.
37
Oleh karena itu, pada penelitian kali ini faktor-faktor yang digunakan untuk
melihat pengaruhnya terhadap perilaku berkendara tidak aman diantaranya: sikap
terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, perceived behavioral control, serta
sensation seeking dan interaksi antara variabel sikap dengan TAS. Jenis kelamin
akan menjadi variabel demografi dalam penelitian ini. Jika digambarkan dengan
model, maka kerangka berfikir akan tampak seperti bagan berikut :
Gambar 2.2 Bagan kerangka berfikir
2.7 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui faktor-faktor mana yang memiliki
pengaruh terhadap dependent variable yaitu perilaku berkendara tidak aman.
Sikap terhadap perilaku
berkendara
Perilaku berkendara tidak
aman
Norma subjektif
Perceived behavioral
control
Sensation Seeking
TAST
Interaksi sikap dengan TAS
Thrill and
Advanture Seeking
Boredom
Susceptibility
Experience Seeking
Disinhibition
Jenis Kelamin
38
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang
mempengaruhi perilaku berkendara yang tidak aman pada pengendara sepeda
motor. Penulis berteori bahwa perilaku berkendara tidak aman dipengaruhi oleh
sembilan faktor. Kesembilan faktor yang diteorikan oleh penulis sebagai
independent variable berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya yaitu sikap
terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, dan perceived behavioral control
yang tergabung dalam teori planned of behavior, sensation seeking, jenis kelamin,
serta interaksi antara sikap dengan TAS.
Maka bentuk hipotesis dari penelitian ini adalah “sikap terhadap perilaku
berkendara, norma subjektif, perceived behavioral control, sensation seeking, jenis
kelamin, dan interaksi sikap dengan TAS mempengaruhi perilaku berkendara tidak
aman.”
2.7.1 Hipotesis mayor
Ha: Ada pengaruh signifikan antara sikap terhadap perilaku berkendara, norma
subjektif, perceived behavioral control, sensation seeking, jenis kelamin,
dan interaksi sikap dengan TAS mempengaruhi perilaku berkendara tidak
aman.
2.7.2 Hipotesis minor
Ha1: Ada pengaruh yang signifikan antara sikap terhadap perilaku berkendara
tidak aman.
39
Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan antara norma subjektif terhadap perilaku
berkendara tidak aman.
Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan antara perceived behavioral control terhadap
perilaku berkendara tidak aman.
Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan antara thrill and advanture seeking (TAS)
terhadap perilaku berkendara tidak aman.
Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan antara experience seeking (ES) terhadap
perilaku berkendara tidak aman.
Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan antara disinhibition (DIS) terhadap perilaku
berkendara tidak aman.
Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan antara boredom susceptibility (BS) terhadap
perilaku berkendara tidak aman.
Ha8 : Ada pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin terhadap perilaku
berkendara tidak aman.
Ha9 : Ada pengaruh yang signifikan antara interaksi variabel sikap dan variabel
thrill and advanture seeking terhadap perilaku berkendara tidak aman.
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini penulis memaparkan tentang populasi, sampel dan teknik pengambilan
sampel, variabel penelitian serta definisi operasional. Selanjutnya akan dibahas pula
mengenai teknik dan instrumen pengumpulan data, prosedur pengambilan data dan
pengujian alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan jawaban atas hipotesis
penelitian.
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.1.1 Populasi dan sampel
Populasi pengendara sepeda motor yang merupakan mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan rentangan usia 18 – 25 tahun. Karakteristik pada
sampel penelitian adalah pengendara sepeda motor yang telah memiliki SIM C,
baik laki-laki maupun perempuan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 261 orang namun sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini
berjumlah 255 orang dengan rata-rata usia 20-21 tahun. Jadi sampel dalam
penelitian ini sebanyak 255 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
yaitu non-probabilty sampling. Teknik non-probability sampling yang berarti
kemungkinan terpilihnya dari setiap responden anggota populasi tidak diketahui.
penulis menggunakan metode convenience sampling, yaitu terpilihnya menjadi
sampel penelitian berdasarkan pertimbangan kemudahan dan kesediaan untuk
merespon. Penulis memilih metode tersebut karena pada proses pengambilan data
penelitian dilakukan melalui pengambilan data secara online. Prosedur yang
dilakukan hampir sama dengan ketika mendapatkan data dengan menyebar
41
kuesioner dalam bentuk hard copy, yang membedakan hanyalah medianya yaitu
media online. Hal ini didasarkan pula pada pertimbangan keterbatasan tenaga dan
waktu.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel penelitian
Variable penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Perilaku berkendara tidak aman (Y)
2. Sikap terhadap perilaku berkendara (X1)
3. Norma Subjektif (X2)
4. Perceived Behavioral Control (X3)
5. Thrill and Advanture Seeking (TAS) (X4)
6. Experience Seeking (ES) (X5)
7. Disinhibition (X6)
8. Boredom Susceptibility (BS) (X7)
9. Jenis Kelamin (X8)
10. Interaksi sikap dengan thrill and advanture seeking (X9)
Dependen variabel dalam penelitian ini adalah perilaku berkendara tidak
aman yang merupakan variabel kontinum. Sedangkan variabel sikap terhadap
perilaku berkendara, norma subjektif, perceived behavioral control (PBC),
thrill and advanture seeking (TAS), experience seeking (ES), disinhibition
(DIS), boredom susceptibility (BS) dan jenis kelamin merupakan variabel
independen.
42
3.2.2 Definisi operasional Variabel
1. Perilaku berkendara tidak aman
Perilaku berkendara tidak aman adalah suatu perilaku berbahaya dalam
mengemudi yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan yang ditandai
dengan adanya emosi negatif ketika berkendara (negative emotion while
driving), kecenderungan berkendara secara agresif (aggressive driving), dan
pengambilan resiko dalam berkendara (risky driving). Variabel ini diukur
menggunakan Dulla Dangerous Driving Index (DDDI) (Dulla & Ballard,
2003; Dulla & Geller, 2003).
2. Sikap terhadap perilaku berkendara tidak aman
Sikap merupakan evaluasi positif atau negatif seseorang terhadap perilaku
berkendara tidak aman dan pertimbangan mengapa melakukan perilaku
berkendara tersebut. Variabel sikap diukur dengan menggunakan skala yang
disusun oleh penulis.
3. Norma subjektif
Keyakinan seseorang mengenai pandangan dan tuntutan orang lain terhadap
baik atau buruknya suatu perilaku dan keinginan untuk memenuhi
pandangan atau tuntutan tersebut. Variabel ini diukur menggunakan skala
yang disusun oleh penulis.
4. Perceived behavioral control melibatkan persepsi individu untuk mengenai
kemampuannya untuk menampilkan suatu perilaku. Variabel ini diukur
menggunakan skala yang disusun oleh penulis.
43
5. Sensation seeking adalah keinginan untuk mencari sensasi dan pengalaman
yang baru, kompleks, dan juga keinginan untuk mengambil fisik, sosial,
hukum, dan resiko dalam hal finansial demi sebuah pengalaman. Sensation
seeking ini dapat diukur melalui empat dimensi yaitu:
a. Thrill and advanture seeking yaitu keinginan untuk terlibat dalam
kegiatan yang meningkatkan adrenalin dan petualangan.
b. Experience seeking merupakan kecenderungan seseorang dalam
mencari pengalaman baru, hal-hal yang spontan tidak sesuai dengan
gaya hidup yang biasa terjadi pada individu.
c. Disinhibition merupakan keinginan individu yang melibatkan
stimulasi yang berbeda dari aktivitas sosial tak terbatas,
kecenderungan seseorang untuk melakukan hal yang berbeda dari
aktivitas sosial yang ada.
d. Boredom susceptibility adalah keengganan untuk melakukan hal
yang monoton, hal-hal yang rutin, kehadiran orang-orang yang
terprediksi dan reaksi terhadap hal-hal yang membosankan.
Sensation seeking dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
Sensation Seeking Scale (SSS V) yang dikembangkan oleh Zuckerman
(1978).
6. Jenis kelamin merupakan penggolongan individu menjadi laki-laki atau
perempuan.
44
7. Interaksi variabel sikap dan thrill and advanture seeking merupakan hasil
perkalian nilai t-score variabel sikap dengan nilai t-score variabel thrill and
advanture seeking.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk
kuesioner dengan menggunakan model Likert. Pada skala penelitian ini digunakan
empat alternatif pilihan jawaban. Tidak ada jawaban dari responden yang dianggap
benar maupun salah. Cara menjawab skala penelitian ini dengan memberikan tanda
pada salah satu alternatif jawaban yang sudah disediakan. Item skala yang disusun
dalam bentuk pernyataan favorable (positif) dan unfavorable (negatif). Skor untuk
alternative pilihan jawaban dalam pernyataan favorable dan unfavorable dapat
dilihat pada table 3.1.
Tabel 3.1
Skor Pengukuran Skala
AlternatifPilihan Jawaban Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat tidak sesuai/ Sangat tidak setuju/ Tidak Pernah 4 1
Tidak sesuai/ Tidak setuju/Jarang 3 2
Sesuai/ Setuju/Sering 2 3
Sangat sesuai/ Sangat setuju/Selalu 1 4
Penelitian ini menggunakan enam skala, yaitu skala perilaku berkendara tidak
aman, skala sikap terhadap perilaku berkendara, skala norma subjektif, skala
persepsi mengontrol perilaku, dan skala sensation seeking. Instrumen pengumpulan
data penelitian ini, yaitu:
1. Perilaku berkendara tidak aman
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat ukur yang
dikembangkan oleh Dulla dan Ballard (2003), yaitu Dulla Dangerous Driving
45
Index (DDDI). Alat ukur ini terdiri dari 28 item yang bersifat unidimensional.
Namun, pada penelitian kali ini peneliti hanya menggunakan 13 item dari skala
tersebut dikarenakan menyesuaikan dengan keadaaan responden penelitian
pada umumnya. Skor pengukuran pada semua item dalam skala ini bersifat
favorable.
Tabel 3.2
Blue Print Skala Perilaku Berkendara Tidak Aman Aspek Indikator No Item Jml
Negative Emotions Perasaan negatif (kesal, tidak sabar) dengan
pengendara atau keadaan di jalanan 1,2,3,4 4
Aggressive Driving Keinginan untuk menghukum pengendara lain
yang menyebalkan 5,8 2
Meneriaki pengendara lain 6 1
Membunyikan klakson berulang-ulang
9 1
Membuntuti/memepet kendaraan lain 7 1
Risky Driving
Melakukan tindakan yang beresiko seperti
berkendara lambat di lintasan kereta, naik ke
atas trotoar jalan, berkendara terlalu cepat
10,11,12,13
4
Jumlah 13
2. Sikap diukur dengan menggunakan kuesioner sikap yang disusun oleh peneliti
sendiri. Skala ini terdiri dari enam item dalam bentuk pernyataan. Respon
jawaban yang diberikan mulai dari “1” (sangat tidak setuju) sampai “4” (sangat
setuju) dengan menggunakan skala Likert.
Tabel 3.3
Blue Print Skala Sikap terhadap perilaku berkendara Indikator No Item Jml
Menerobos lampu merah 1,4,5 3
Memberi tanda lampu sen ketika ingin berbelok 2 1
Melawan arah lajur kendaraan 3 1
Berkendara naik ke atas trotoar
6 1
Jumlah 6
3. Norma subjektif diukur dengan menggunakan kuesioner yang disusun oleh
peneliti sendiri. Skala ini terdiri dari lima item pernyataan. Respon jawaban yang
46
diberikan mulai dari “1” (tidak pernah) sampai “4” (selalu) dengan
menggunakan skala Likert.
Tabel 3.4
Blue Print Skala Norma Subjektif
No Indikator No Item
Jml Fav
1.
Respon orang tua terhadap perilaku individu
berkaitan dengan perilaku berkendara
Respon teman mengenai perilaku individu yang
berkaitan dengan perilaku berkendara
Respon saudara mengenai perilaku individu yang
berkaitan dengan perilaku berkendara
14,15
16,17
18
2
2
1
Total 5
4. Perceived behavioral control diukur dengan menggunakan kuesioner yang
disusun oleh peneliti sendiri. Skala ini terdiri dari lima item pernyataan. Respon
jawaban yang diberikan mulai dari “1” (sangat tidak setuju) sampai “4” (sangat
setuju) dengan menggunakan skala Likert.
Tabel 3.5
Blue Print Skala Perceived Behavioral Control
No Indikator No Item
Jml Fav
1.
Pandangan individu mengenai konsekuesi dari
berperilaku berkendara tidak aman
Alasan individu melakukan perilaku berkaitan
dengan perilaku berkendara tidak aman
8,10,11
7,9
3
2
Total 5
5. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur sensation seeking adalah Sensation
Seeking Scale oleh Zuckerman (1978). Alat ukur ini mengukur empat dimensi
yaitu thrill and advanture seeking (TAS), experience seeking (ES), dishinbition
(DIS), dan boredom susceptibility (BS). Alat ukur ini kemudian diadaptasi dan
47
dimodifikasi oleh penulis untuk menyesuaikan dengan penelitian serta
responden yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun skor pengukuran pada
item semuanya bersifat favorable.
Tabel 3. 6
Blue Print Skala Sensation Seeking
Aspek Indikator No Item Jml
Fav Unfav
Thrill and
Advanture seeking
Mencari petualangan
Menyukai hal yang sedikit
menakutkan
1,2,3,
4,5 5
Experience
Seeking
Mencari pengalaman baru
Melakukan sesuatu tanpa ada
perencanaan
6,,8,9 7 4
Disinhibition
Menyukai suatu hal yang berbeda
atau aneh
Mencari kesenangan dengan
berpesta
11,12,
13 10 4
Boredom
Susceptibility
Menghindari hal yang bersifat rutin
Tidak menyukai sesuatu yang
membosankan
16,17 14,15 4
Jumlah 17
3.4 Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap validitas
konstruk kelima instrumen yang digunakan, yaitu perilaku berkendara tidak aman,
sikap terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, persepsi mengontrol perilaku
dan sensation seeking. Penulis melakukan uji validitas konstruk instrumen tersebut
dengan menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis). Adapun logika dari
CFA (Umar, 2012):
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran
48
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-
itemnya.
2. Diteorikan seluruh item hanya mengukur satu faktor saja. Artinya
keseluruhan tes bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar item yang
seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini
disebut sigma (Σ), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris,
yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka
tentunya tidak ada perbedaan antara matriks Σ dan matriks S, atau bisa juga
dinyatakan dengan S - Σ = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi
square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p > 0,05), maka hipotesis nihil
tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tentang alat ukur
tersebut dapat diterima (hanya mengukur satu faktor saja) tetapi jika Chi-
Square signifikan (p<0.05), maka dilakukan modifikasi dengan cara
membebaskan parameter berupa korelasi antar kesalahan pengukuran
(biasanya terjadi ketika suatu item mengukur konstruk selain yang ingin
diukur)
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya diuji apakah item signifikan atau
tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan uji-t. Jika
hasil uji-t tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sebaiknya item yang demikian di-drop.
Dalam penelitian kali ini, peneliti menggunakan taraf signifikan 95%
49
sehingga item yang dikatakan signifikan adalah item yang memiliki nilai-t
lebih dari 1,96 (t > 1,96).
6. Adapun kriteria untuk mengeliminasi atau mendrop item adalah sebagai
berikut:
a. Jika suatu item memiliki koefisien negatif, maka item tersebut akan didrop
karena mengukur hal yang berlawanan dari apa yang hendak diukur.
Namun, jika suatu item terdiri dari penyataan yang bersifat unfavorable
maka tentu saja koefisien muatan faktornya pun akan berarah negatif. Oleh
kerena itu, pada item yang seperti ini skornya harus dibalik (reversed)
terlebih dahulu sebelum analisi faktor dan perhitungan skor faktor
dilakukan sehingga diperoleh koefisien muatan faktor yang positif. Apabila
skor pada item sudah dibalik tetap menghasilkan koefisien yang bernilai
negatif maka item tersebut didrop.
b. Menguji apakah suatu item signifikan atau tidak dalam mengukur hal yang
hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Dalam hal ini yang dites
adalah koefisien muatan faktor untuk setiap item. Jika nilai T koefisien
muatan faktor (t >1,96) maka item tersebut dinyatakan signifikan dalam
mengukur konstruk yang hendak diukur. Artinya item tersebut tidak
didrop. Sedangkan item yang nilai t tidak signifikan (t<1,96) maka item
akan di drop.
c. Apabila kesalahan pengukuran pada sebuah item dengan kesalahan
pengukuran item lain terlalu banyak berkorelasi, maka item tersebut
sebaiknya di drop. Sebab item yang demikian, selain mengukur apa yang
50
hendak diukur, juga mengukur hal lain (multidimensional). Maka item
yang digunakan hanyalah item yang valid saja.
Adapun analisis dengan metode CFA seperti ini dilakukan menggunakan sotware
M-PLUS 7 (Muthen & Muthen, 2014).
Kemudian setelah mendapatkan model yang fit, dihitung faktor skornya
(true score). Penggunaan faktor skor ini untuk menghindari hasil penelitian yang
bias akibat dari kesalahan pengukuran. Untuk mengestimasi true score, penulis
menggunakan pendekatan metode bayesian (Muthen&Muthen, 2014) dikarenakan
setiap dimensi hanya diukur oleh jumlah item yang sedikit. Guna dari true score
adalah menghindari nilai faktor skor yang bertanda negative dan positif (Z-score)
maka peneliti mentransformasikan faktor tersebut menjadi T-score dengan
rumusnya yaitu:
Tskor = 50 + (10 x faktor skor)
Dalam hal ini, T-scoreakan memiliki mean= 50 dan SD = 10 dan diharapkan
seluruh skor merupakan bilangan positif yang memiliki rentangan diperkiraan
antara 0 dan 100. Setelah didapatkan faktor skor yang telah diubah menjadi T-score,
nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi.
3.4.1 Uji validitas konstruk skala perilaku berkendara tidak aman
Penulis menguji apakah 13 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur perilaku berkendara tidak aman. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
212.109, df = 65, P-Value = 0,0000, dan RMSEA = 0,094. Oleh karena itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model di mana kesalahan pengukuran pada
51
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model
fit dengan Chi-Square = 60.238, df = 53 , P-value = 0.2304 , dan RMSEA = 0,023.
Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar
hanya mengukur satu faktor saja yaitu perilaku berkendara tidak aman.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran perilaku berkendara tidak aman disajikan dalam tabel 3.7.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Perilaku Berkendara Tidak Aman
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.400 0.071 5.591 0.000
2 0.398 0.070 5.700 0.000
3 0.419 0.070 6.025 0.000
4 0.659 0.054 12.195 0.000
5 0.598 0.062 9.715 0.000
6 0.633 0.052 12.179 0.000
7 0.681 0.058 11.795 0.000
8 0.745 0.050 14.812 0.000
9 0.660 0.053 12.398 0.000
10 0.255 0.078 3.258 0.001
11 0.271 0.077 3.516 0.000
12 0.207 0.073 2.848 0.004
13 0.417 0.063 6.662 0.000
52
Pada table 3.7 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki nilai
koefisien t < 1,96 , serta seluruh item bermuatan positif dan sehingga tidak ada item
yang di-drop dan dapat diikutsertakan kedalam analisis selanjutnya.
3.4.2 Uji validitas konstruk skala sikap
Penulis menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur sikap terhadap perilaku berkendara. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 33.368,
df = 9, P-Value = 0,0001, dan RMSEA = 0,103. Oleh karena itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 11.324 , df = 7 , P-value = 0.1251 , dan RMSEA = 0,049. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya
mengukur satu faktor saja yaitu sikap terhadap perilaku berkendara.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran sikap terhadap perilaku berkendara disajikan dalam tabel 3.8
Berdasarkan tabel 3.8 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , serta seluruh item bermuatan positif dan sehingga tidak ada
item yang di-drop dan dapat diikutsertakan kedalam analisis selanjutnya.
53
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Sikap Terhadap Perilaku Berkendara
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.752 0.049 15.313 0.000
2 0.541 0.057 9.507 0.000
3 0.566 0.059 9.569 0.000
4 0.747 0.045 16.748 0.004
5 0.835 0.037 22.688 0.000
6 0.681 0.051 13.429 0.000
3.4.3 Uji validitas konstruk skala norma subjektif
Penulis menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur norma subjektif. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 83.757, df = 5, P-Value =
0,0000, dan RMSEA = 0,249. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =
0.449 , df = 2, P-value = 0.7989, dan RMSEA = 0,000. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya mengukur
satu faktor saja yaitu norma subjektif.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran norma subjektif disajikan dalam tabel 3.9
54
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Norma Subjektif
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.487 0.078 6.278 0.000
2 0.555 0.078 7.123 0.000
3 0.725 0.099 7.309 0.000
4 0.518 0.070 7.452 0.000
5 0.815 0.077 10.648 0.000
Berdasarkan tabel 3.9 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , serta seluruh item bermuatan positif dan sehingga tidak ada
item yang di-drop dan dapat diikutsertakan kedalam analisis selanjutnya.
3.4.4 Uji validitas konstruk skala perceived behavioral control
Penulis menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur perceived behavioral control. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 32.029,
df = 5, P-Value = 0,0000, dan RMSEA = 0,146. Oleh karena itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 4.073 , df = 4, P-value = 0.3962, dan RMSEA = 0,008. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya mengukur
satu faktor saja yaitu perceived behavioral control.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
55
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran persepsi mengontrol perilaku disajikan dalam tabel 3.10.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Perceived Behavioral Control
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.702 0.074 9.490 0.000
2 0.620 0.071 8.738 0.000
3 0.683 0.071 9.586 0.000
4 -0.172 0.084 -2.050 0.040 X
5 0.372 0.078 4.774 0.000
Berdasarkan tabel 3.10 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , namun ada 1 item yang bermuatan negatif, yaitu item 4.
Dengan demikian item 4 harus di-drop dan tidak diikutsertakan dalam analisis
selanjutnya.
3.4.5 Uji validitas konstruk skala sensation seeking
1. Thrill And Adventure Seeking/TAS (Pencarian Sensasi dan Petualangan)
Pada uji validitas konstruk variabel TAS, penulis melakukan uji validitas dengan
model CFA first order. Dalam penelitian ini, konstruk variabel TAS adalah
unidimensional. Perhitungan data CFA model satu faktor dari variabel ini diperoleh
skor perhitungan awal Chi-Square = 11.062, df= 5, P-Value = 0.0502 dan RMSEA
= 0.069. Dengan P-Value 0.0502 ( > 0.05) yang artinya model ini sudah fit. Namun
penulis tetap melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan
setiap item untuk berkorelasi.
Setelah dilakukan 1 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 4.734, df=
4, P-value = 0.3157 dan RMSEA = 0.027. Dengan P-Value > 0.05 artinya model
56
ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada variabel ini hanya
mengukur satu faktor saja, yaitu pencarian sensasi dan petualangan atau TAS.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran pencarian sensasi dan petualangan disajikan dalam tabel 3.11.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Thrill and Advanture Seeking No. Item Estimate S.E. T-Value P-Value Signifikan
1 0.759 0.037 20.262 0.000
2 0.433 0.062 6.991 0.000
3 0.852 0.032 27.017 0.000
4 0.647 0.045 14.479 0.000
5 0.731 0.040 18.327 0.000
Berdasarkan tabel 3.11 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 dan semua item bermuatan positif dan signifikan, sehingga
seluruh item pada variabel ini telah memenuhi kriteria yang telah dijelaskan setelah
model fit dan dapat diikutsertakan untuk analisis selanjutnya.
2. Experience Seeking/ES (Pencarian Pengalaman)
Penulis menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel experience seeking atau pencarian pengalaman. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square = 20.759, df = 2, P-Value = 0,0000, dan RMSEA = 0,192. Oleh karena
itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model di mana kesalahan pengukuran
57
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 2.770, df = 1, P-value = 0.0961, dan RMSEA =
0,083. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang
artinya benar hanya mengukur satu faktor saja yaitu variabel experience seeking.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran experience seeking disajikan dalam tabel 3.12
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Experience Seeking
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.561 0.101 5.563 0.000
2 -0.440 0.090 -4.901 0.000
3 0.479 0.094 5.116 0.000
4 0.281 0.099 2.846 0.004
Berdasarkan tabel 3.12 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , namun ada 1 item bermuatan negatif yaitu item 2. Dengan
demikian item 2 harus di-drop dan tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.
3. Disinhibition
58
Penulis menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur disinhibition. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 6.526, df = 2, P-Value =
0,0383, dan RMSEA = 0,094. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =
0.892, df = 1, P-value = 0.3449, dan RMSEA = 0,000. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya mengukur
satu faktor saja yaitu disinhibition.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran disinhibition disajikan dalam tabel 3.13
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Disinhibition
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.393 0.082 4.779 0.000
2 0.669 0.088 7.605 0.000
3 0.519 0.073 7.141 0.000
4 0.564 0.078 7.222 0.000
59
Berdasarkan tabel 3.13 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , dan seluruh item bermuatan positif. Dengan demikian tidak
ada yang di-drop dan seluruh item dapat diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.
4. Boredom Susceptibility/BS (Kerentanan Terhadap Kebosanan)
Penulis menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur tingkat kerentanan individu terhadap hal yang membosankan. Dari
hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata model fit
dengan Chi-Square = 1.612, df = 2, P-Value = 0,4465, dan RMSEA = 0,000. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar
hanya mengukur satu faktor saja yaitu rentan terhadap kebosanan.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran kerentanan terhadap hal yang membosankan disajikan dalam tabel 3.14
Tabel 3.14
Muatan Faktor Item Boredom Susceptibility
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.552 0.097 5.694 0.000
2 0.504 0.091 5.557 0.000
3 0.185 0.088 2.101 0.036
4 0.483 0.088 5.494 0.000
60
Berdasarkan tabel 3.14 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , dan seluruh item bermuatan positif. Dengan demikian tidak
ada yang di-drop dan seluruh item dapat diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam rangka menguji hipotesis penelitian, penulis menggunakan metode analisis
regresi berganda yaitu suatu metode untuk menguji signifikan atau tidaknya
pengaruh dari sekumpulan variabel indipenden terhadap variabel dependen. Berikut
ini adalah persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini:
Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7 + b8X8+ b9X9 + e
Keterangan:
Y = perilaku berkendara tidak aman
a = konstanta/intercept
b = koefisien regresi
X1= sikap terhadap perilaku berkendara
X2= norma subjektif
X3= perceived behavioral control
X4= thrill and advanture seeking (TAS)
X5= experience seeking (ES)
X6= disinhibition (DIS)
X7= boredom susceptibility (BS)
X8= jenis kelamin (JK)
X9= interaksi antara variabel sikap dengan variabel TAS
e = residu
61
Koefisien b dan a dapat digunakan untuk menghitung jumlah kuadrat regresi
dan varian regresi. Jika telah ditemukan jumlah kuadrat regresi maka dapat dihitung
koefisien determinasi yang dikenal dengan istilah R². R² menunjukkan besarnya
proporsi varian dari DV karena regresi yaitu berkaitan dengan pengaruh semua IV
secara keseluruhan. Untuk melihat presentase varians maka R² dikalikan dengan
100.
Adapun data yang dianalisis dengan persamaan diatas adalah hasil dari
pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam factor score. Dalam hal ini, factor
score adalah faktor yang diukur dengan menggunakan software MPLUS dengan
menggunakan item yang sudah valid. Setelah mendapatkan factor score, kemudian
item yang sudah valid tersebut dicari true scorenya dengan rumus sebagai berikut:
Tscore = Mean + (Factor score x SD)
50 + (Factor score x 10)
Setelah seluruh variabel telah ditransformasi ke dalam bentuk true score,
kemudian skor tersebut digunakan untuk melakukan analisis regresi berganda.
Dalam analisis regresi berganda, besarnya proporsi varians perilaku berkendara
tidak aman yang dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV dapat diukur dengan
rumus R², di mana rumusnya adalah sebagai berikut:
R2 =jumlah kuadrat regresi
jumlah kuadrat total=
SSreg
SSy
Jika R² signifikan (P<0.05) maka proporsi varians Y yang dipengaruhi oleh
kesembilan faktor (sikap terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, perceived
behavioral control, dimensi dari sensation seeking (TAS, ES, DIS, dan BS), jenis
kelamin, dan interaksi variabel sikap dan TAS) secara keseluruhan adalah
62
signifikan. Jika telah terbukti signifikan, maka penulis akan menguji variabel mana
dari kesembilan variabel indipenden tersebut yang signifikan. Dalam hal ini penulis
menguji signifikan atau tidaknya koefisien regresi (b) dengan t-test. Jika memiliki
skor t> 1.96 maka koefisien regresi variabel tersebut dinyatakan signifikan,
sebaliknya jika t< 1.96 maka variabel tersebut dinyatakan tidak signifikan (dalam
taraf signifikansi 0.05 atau 5%).
Dalam regresi analisis berganda ini dapat diperoleh beberapa informasi,
yaitu:
1. R² yang menunjukan proporsi varian dari variabel dependen yang bisa
diterangkan oleh variabel independen.
2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing
koefisien regresi. Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang
signifikan dari variabel independen yang bersangkutan.
3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat
prediksi tentang beberapa nilai Y jika nilai variabel independen
diketahui.
4. Sumbangan varian dari masing-masing aspek variabel independen yaitu
sikap terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, persepsi
mengontrol perilaku, dimensi sensation seeking yaitu thrill and
advanture seeking, experience seeking, disinhibition, serta boredom
susceptibility, jenis kelamin dan interaksi antara variabel sikap dan TAS
dalam mempengaruhi perilaku berkendara tidak aman.
63
3.6 Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
a. Pada tahap persiapan penelitian, penulis memulai dengan
perumusan masalah, menentukan variabel penelitian, melakukan
studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teoritis
yang tepat, menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang
digunakan dalam penelitian, menentukan lokasi penelitian.
b. Meminta expert judgement yaitu dosen pembimbing, yang dianggap
ahli untuk menilai apakah pengklasifikasian item yang dilakukan
sudah benar dan tepat berdasarkan teori yang telah dipaparkan.
c. Menyesuaikan hasil expert judgement dengan pengklasifikasian
yang telah dibuat, sehingga diperoleh pengklasifikasian item yang
tepat dan sesuai dengan dasar teori yang telah dikemukakan.
d. Menentukan sampel penelitian yaitu pengendara motor yang
merupakan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
teknik pengambilan sampel non-probability sampling.
2. Tahap pengambilan data
a. Peneliti melaksanakan pengambilan data dengan cara menyebarkan
kuesioner secara online kepada para responden sesuai dengan
kriteria sampel yangtelah ditentukan.
64
3. Tahap pengolahan data
Pada tahap ini, penulis mulai melakukan skoring terhadap hasil skala yang
telah diisi oleh responden, selanjutnya menghitung dan mencatat tabulasi
data yang diperoleh kemudian membuat tabel data, dan pada tahap ini
diakhiri dengan melakukan analisis data dengan menggunakan metode
statistik untuk menguji hipotesis penelitian.
65
65
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi gambaran umum subjek penelitian, gambaran umum variabel
penelitian, serta pengujian hipotesis penelitian.
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Total sampel pada penelitian ini berjumlah 255 orang dengan rata-rata usia 20-21
tahun yang merupakan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
mengendarai sepeda motor di kesehariannya. Adapun gambaran umum subjek pada
penelitian ini yang berdasarkan jenis kelamin dan fakultas dapat dilihat pada tabel
4.1.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Gambaran Umum Subjek N (%)
Jenis kelamin
Laki-laki 88 34.51 %
Perempuan 167 65.49 %
Fakultas
Psikologi 65 25.5 %
Adab dan Humaniora 28 10.98 %
Sains dan Teknik 26 10.2 %
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 25 9.80 %
Ekonomi dan Bisnis 22 8.63 %
Ilmu Sosial dan Politik 20 7.84 %
Dakwah dan Ilmu Komunikasi 20 7.84 %
Syariah dan Hukum 19 7.45 %
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 19 7.45 %
Sumber Daya Alam dan Mineral 8 3.14 %
Dirasat Islamiyah 3 1.17 %
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 255 subjek yang berpartisipasi
dalam penelitian ini, subjek penelitian terbanyak berjenis kelamin perempuan
66
(65.49 %) dan kontribusi subjek paling banyak berasal dari mahasiswa Fakultas
Psikologi (25.5 %).
4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Sebelum diuraikan secara lebih spesifik tentang beberapa sub bab selanjutnya, perlu
dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor faktor
yang dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi,
penghitungan skor faktor pada tiap variabel tidak menjumlahkan item-item seperti
pada umumnya, tetapi menghitung true score pada tiap item. Setelah didapatkan
faktor skor, penulis mentranformasikan faktor skor menjadi T skor. Penggunaan T
skor ini bertujuan untuk menyamakan skala pengukuran yang berbeda-beda dan
untuk menghindari nilai minus pada faktor skor agar pembaca mudah memahami
interpretasi hasil penelitian. Adapun T skor tersebut telah ditetapkan dengan nilai
mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses
transformasi melalui formula:
T-score = 50 + (10 * F-score).
Tabel 4.2
Statistik Deskripsi Variabel Penelitian N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Perilaku Berkendara Tidak
Aman
255 27.42 74.65 50.1090 8.72651
Sikap terhadap perilaku
berkendara tidak aman
255 35.97 73.80 50.0255 8.60578
Norma Subjektif 255 29.29 68.44 49.9597 8.59456
Perceived Behavioral
Control
255 39.58 71.09 50.4548 7.70051
Thrill And Advanture
Seeking
255 33.38 76.12 50.0758 8.81925
Experience Seeking 255 31.09 62.77 49.9416 6.96665
Disinhibition 255 32.59 67.83 49.8625 7.54800
Boredom Susceptibility 255 34.59 76.11 49.9815 6.79195
67
Dari tabel 4.2 dapat diketahui skor terendah dari variabel perilaku
berkendara tidak aman 27.42 dan skor tertinggi 74.65. Skor terendah variabel sikap
terhadap perilaku berkendara 35.97 dan skor tertinggi 73.80, kemudian skor
terendah untuk norma subjektif 29.29 skor tertinggi 68.44, kemudian skor terendah
variabel perceived behavioral control 39.58 dan skor tertiggi 71.09. Skor terendah
thrill and advanture seeking 33.38 dan skor tertinggi 76.12. Kemudian skor
terendah experience seeking 31.09 dan skor tertinggi 62.77. Kemudian skor
terendah disinhibition 32.59 dan skor tertinggi 67.83. Kemudian skor terendah
boredom susceptibility 34.59 dan skor tertinggi 76.11.
Dari pembahasan tersebut terlihat bahwa variabel yang memiliki sebaran
standar deviasi paling kecil adalah experience seeking dan boredom susceptibility,
dimana rentangan maksimum dan minimum dari masing-masing variabel adalah
31.68 dan 41.52. artinya pada variabel experience seeking dan boredom
susceptibility, jawaban atau respon dari subjek relatif seragam, sehingga alat ukur
ini tidak menghasilkan perbedaan individu yang cukup bagus dibandingkan dengan
variabel lainnya yang memiliki variasi lebih besar. Walaupun variabel boredom
susceptibility memiliki varians yang paling kecil namun memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap DV. Berbeda dengan variabel pencarian pengalaman yang tidak
memiliki pengaruh terhadap DV pada penelitian kali ini.
Keterangan katagorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu
dalam kelompok-kelompok yang terbagi menjadi dua kategori yaitu kategori
rendah dan kategori tinggi. Kategorisasi didapat berdasarkan rumusan pada table
4.3 berikut ini:
68
Tabel 4.3
Rumus Kategorisasi Kategorisasi Rumus
Rendah X<M
Tinggi X>M
Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi
rendahnya variabel tertera pada table 4.4.
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi %
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Perilaku Berkendara Tidak Aman 123 132 48.23 51.77
Sikap 122 133 47.84 52.16
Norma Subjektif 131 124 51.40 48.60
Perceived Behavioral Control 139 116 54.50 45.50
Thrill and Advanture Seeking 121 134 47.45 52.55
Experience Seeking 133 122 52.16 47.84
Disinhibition 121 134 47.45 52.55
Boredom Susceptibility 114 141 44.70 55.30
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa skor pada variabel
perilaku berkendara tidak aman sebanyak 123 orang (48.23 %) pada kategori
rendah. Sementara itu 132 orang (51.77 %) pada kategori tinggi. Dengan demikian,
hasil sebaran variabel perilaku berkendara tidak aman berada pada kategori tinggi.
Selanjutnya, variabel sikap 122 orang (47.84 %) berada pada kategori
rendah dan 133 orang (52.16 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,
dari hasil sebaran variabel sikap berada pada kategori tinggi Sedangkan pada
variabel norma subjektif 131 orang (51.40%) berada pada kategori rendah dan 124
orang (48.60%) berada pada kategori rendah. Dengan demikian, dari hasil sebaran
variabel norma subjektif berada pada kategori rendah.
69
Selanjutnya, variabel perceived behavioral control ada 139 orang (54.50%)
berada pada kategori rendah dan 116 orang (45.50%) berada pada kategori tinggi.
Dengan demikian, dari hasil sebaran variabelperceived behavioral control berada
pada kategori rendah. Variabel thrill and advanture seeking 121 orang (47.45 %)
berada pada kategori rendah dan 134 orang (52.55 %) berada pada kategori tinggi.
Dengan demikian, dari hasil sebaran variabel thrill and advanture seeking berada
pada kategori tinggi.
Pada variabel experience seeking 133 orang (52.16 %) berada pada kategori
rendah dan 122 orang (47.84 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,
dari hasil sebaran variabel experience seeking berada pada kategori rendah.
Sedangkan pada variabel disinhibition 121 orang (47.45%) berada pada kategori
rendah dan 134 orang (52.55 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,
hasil sebaran variabel disinhibition berada pada kategori tinggi. Variabel boredom
susceptibility sebanyak 114 orang (44.70 %) berada pada kategori rendah, dan
sebanyak 141 orang (55.30 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian
variabel boredom susceptibility berada pada kategori tinggi
4.3 Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis regresi
dengan software SPSS 17.0 dan M-plus 7.0. Dalam regresi ada tiga hal yang dilihat,
yaitu pertama melihat R square (R2) untuk mengetahui berapa persen (%) varians
dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable, kedua apakah
keseluruhan independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap
dependent variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien
70
regresi dari masing-masing independent variable. Hal pertama yang dilihat dalam
pengujian hipotesis yaitu peneliti melihat besaran R2 untuk mengetahui berapa
persen varians dependent variable yang dapat dijelaskan oleh independent variable.
Tabel yang menunjukkan R2 adalah tabel berikut:
Tabel 4.5
Model Summary Analisis Regresi
Dependent Variable R R2 Adjusted R2 Std. Error of the
Estimate
Perilaku Berkendara
Tidak Aman
0.586 0.343 0.319 7.203
Predictor: (Constant), SikapTAS, ES, JK, DIS, , NS, BS, Sikap, TAS, Sikap
Berdasarkan tabel 4.5, dapat dilihat bahwa perolehan R2 sebesar 0.343 atau
34.3%. Artinya proporsi varians dari perilaku berkendara tidak aman yang
dijelaskan oleh semua independent variable dalam penelitian ini adalah sebesar
34.3%, sedangkan 65.7 % lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian
ini. Selanjutnya, penulis melakukan uji F untuk menganalisis pengaruh dari
keseluruhan variabel independen. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6
Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6632.594 9 736.955 14.206 .000a
Residual 12709.992 245 51.878
Total 19342.587 254
a. Predictors: (Constant), SikapTAS, ES, JK, DIS, NS, BS, PBC, TAS, Sikap
b. Dependent Variable: Perilaku Berkendara Tidak Aman
Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa nilai p (probability) pada
kolom paling kanan sebesar 0.000. Dengan nilai p < 0.05, maka hipotesis nihil yang
menyatakan “Tidak ada pengaruh yang signifikan dari sikap terhadap perilaku
berkendara, norma subjektif, perceived behavioral control, dimensi sensation
71
seeking (thrill and advanture seeking, experience seeking, disinhibition, dan
boredom susceptibility), jenis kelamin dan interaksi antar variabel sikap dan
variabel TAS terhadap perilaku berkendara tidak aman” ditolak. Artinya ada
pengaruh yang signifikan dari variabel sikap terhadap perilaku berkendara, norma
subjektif, perceived behavioral control, dimensi sensation seeking (thrill and
advanture seeking, experience seeking, disinhibition, dan boredom susceptibility),
jenis kelamin dan interaksi antar variabel sikap dan variabel TAS terhadap perilaku
berkendara tidak aman.
Oleh sebab itu diperlukan langkah berikutnya untuk melihat diantara
kesembilan independent variable yang ada mana yang dampaknya signifikan dan
mana yang tidak memprediksi perilaku berkendara tidak aman. Untuk hal ini
dilakukan uji t terhadap koefisien regresi dari setiap independent variable yang ada
dan disajikan pada tabel 4.7. Untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan
atau tidak, dapat dilihat pada kolom paling kanan. Jika nilai p < 0.05 maka koefisien
regresi yang dihasilkan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
berkendara tidak aman, begitupun sebaliknya. Adapun besarnya koefisien regresi
dari masing-masing IV terhadap perilaku berkendara tidak aman dapat dilihat pada
tabel 4.7.
Berdasarkan tabel 4.7 dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut:
perilaku berkendara tidak aman = -32.452 + 1.036 (sikap)* + -0.172 (norma
subjektif) + 0.202 (PBC)* + 1.259(TAS)* + -0.004 (ES) + 0.1116 (DIS) + 0.159
(BS)* + - 1.435 (jenis kelamin)+ -0.018 (sikap x TAS)* + e
72
Tabel 4.7
Koefisien Regresi (standardized) dari sembilan IV dalam Memprediksi Perilaku
Berkendara Tidak Aman
B Β S.e. T-value P-value
Perilaku Berkendara Tidak
Aman on
(Constant) -32.452 17.828 -1.820 0.070
Sikap 1.036 1.022 0.335 3.055 0.002
Norma Subjektif -0.172 -0.163 0.053 -3.101 0.002
Perceived Behavioral Control 0.202 0.179 0.064 2.808 0.005
Thrill and Advanture Seeking 1.259 1.273 0.318 3.996 0.000
Experience Seeking -0.004 -0.003 0.054 -0.060 0.953
Disinhibition 0.116 0.100 0.055 1.838 0.066
Boredom Susceptibility 0.159 0.124 0.055 2.237 0.025
Jenis Kelamin -1.435 -0.078 0.051 -1.525 0.127
Sikap x TAS -.0.018 -1.535 0.544 -2.824 0.005
Berdasarkan persamaan regresi di table 4.7, dapat dijelaskan dari sembilan
independent variable hanya sikap, norma subjektif, perceived behavioral control
(PBC), thrill and advanture seeking (TAS), boredom susceptibility (BS) dan
interaksi antara sikap dengan TAS yang signifikan pengaruhnya terhadap perilaku
berkendara tidak aman. Adapun penjelasan dari nilai koefisien regresi yang
diperoleh dari masing-masing independent variable adalah sebagai berikut:
1. Variabel sikap terhadap perilaku berkendara memiliki koefisein regresi sebesar
1.036 dengan nilai p = 0.002 (p < 0.05), dengan demikian sikap memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman. Tanda
positif dalam koefisien regresi ini menyatakan jika sikap individu semakin
tinggi (positif) terhadap perilaku mengendarai yang berbahaya, semakin tinggi
pula perilaku berkendara tidak aman individu tersebut.
2. Variabel norma subjektif memiliki koefisein regresi sebesar -0.172 dengan
nilai p = 0.002 (p < 0.05), dengan demikian norma subjektif memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman. Dengan
73
adanya tanda negatif menyatakan bahwa semakin rendah norma subjektif
individu, maka semakin tinggi perilaku individu dalam berkendara tidak aman.
3. Variable perceived behavioral control memiliki koefisein regresi sebesar 0.202
dengan nilai p = 0.005 (p = 0.05), dengan demikian perceived behavioral
control memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap perilaku
berkendara tidak aman. Artinya, jika persepsi dalam mengontrol perilaku
individu semakin tinggi, semakin tinggi pula perilaku berkendara tidak aman
individu tersebut.
4. Variabel thrill and advanture seeking memiliki koefisein regresi sebesar 1.259
dengan nilai p = 0.000 (p < 0.05), dengan demikian thrill and advanture
seeking memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap perilaku berkendara
tidak aman. Artinya, tanda positif dalam koefisien regresi ini menyatakan jika
thrill and advanture seeking individu semakin tinggi, semakin tinggi pula
perilaku berkendara tidak aman individu tersebut.
5. Variabel experience seeking memiliki koefisein regresi sebesar -0.004 dengan
nilai p = 0.953 (p > 0.05), dengan experience seeking tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman.
6. Variabel disinhibition memiliki koefisein regresi sebesar 0.116 dengan nilai p
= 0.066 (p < 0.05), dengan demikian disinhibition tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman.
7. Variabel boredom susceptibility memiliki koefisien regresi sebesar 0.159
dengan nilai p = 0.025 (p < 0.05), dengan demikian boredom susceptibility
memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap perilaku berkendara tidak
74
aman. Tanda positif dalam koefisien regresi ini menyatakan jika boredom
susceptibility individu semakin tinggi, semakin tinggi pula perilaku berkendara
tidak aman individu tersebut.
8. Variabel jenis kelamin memiliki koefisien regresi sebesar -1.435 dengan nilai p
= 0.127 (p > 0.05), dengan demikian jenis kelamin tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman.
9. Variabel interaksi antara sikap dengan TAS memiliki koefisien sebesar -0.018
dengan nilai p = 0.005 (p< 0.05), dengan hasil interaksi antara sikap dengan
TAS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak
aman. Hal ini berarti hasil interaksi antara sikap dengan thrill and advanture
seeking memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak
aman. Ketika sikap individu negatif terhadap perilaku berkendara tidak aman,
namun individu memiliki keingintahuan dan pencarian sensasi yang tinggi,
maka semakin tinggi pula individu berperilaku berkendara yang tidak aman.
Selanjutnya, penulis ingin mengetahui bagaimana sumbangan proporsi
varians dependent variable yaitu perilaku berkendara tidak aman dari masing-
masing independent variable. Untuk itu penulis melakukan analisis regresi
berganda secara stepwise yaitu dengan menambahkan satu variabel independen
setiap melakukan analisis regresi. Dalam hal ini penulis dapat menghitung
pertambahan dari R2 (disebut R2-changed). Adapun R2-changed dapat dilihat pada
tabel 4.8.
75
Tabel 4.8
Proporsi Varians DV Berdasarkan Sumbangan Masing-Masing IV
Model R2 R2-change F Change df1 df2 Sig.
R2 Sikap .112 .112 31.787 1 253 .000
R2Norma Subjektif .128 .016 2.388 1 252 .032
R2PBC .161 .033 9.759 1 251 .002
R2thrill and advanture seeking .287 .127 45.743 1 250 .000
R2experience seeking .289 .002 .759 1 249 .405
R2disinhibition .301 .012 4.717 1 248 .042
R2boredom susceptibility .317 .016 4.667 1 247 .017
R2jenis kelamin .323 .006 2.045 1 246 .149
R2sikap x TAS .343 .020 7.329 1 245 .006
Berdasarkan data pada tabel 4.8 dapat diketahui bahwa :
1. Variabel sikap terhadap perilaku berkendara memberikan sumbangan sebesar
11,2 % terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut
signifikan dengan p < 0.05.
2. Variabel norma subjektif memberikan sumbangan sebesar 1.6 % terhadap
varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan dengan
p < 0.05.
3. Variabel perceived behavioral control memberikan sumbangan sebesar 3.3 %
terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut
signifikan dengan p < 0.05.
4. Variabel pencarian sensasi dan petualangan atau thrill and adventure seeking
(TAS) memberikan sumbangan sebesar 12.7 % terhadap varians perilaku
berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan dengan p < 0.05.
76
5. Variabel pencarian pengalaman atau experience seeking (ES) memberikan
sumbangan sebesar 0.2 % terhadap varians perilaku berkendara tidak aman.
Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan p > 0.05.
6. Variabel disinhibition (DIS) memberikan sumbangan sebesar 1.2 % terhadap
varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan dengan
p < 0.05.
7. Variabel kerentanan terhadap kebosanan atau boredom susceptibility (BS)
memberikan sumbangan sebesar 1.6 % terhadap varians perilaku berkendara
tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan dengan p < 0.05.
8. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0.6 % terhadap varians
perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan p
> 0.05.
9. Variabel interaksi sikap dengan TAS memberikan sumbangan sebesar 2 %
terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut
signifikan dengan p < 0.05.
Selanjutnya, penulis ingin mengetahui bagaimana sumbangan proporsi
varians dari masing-masing independent variable besar, dalam hal ini adalah
variabel sikap terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, perceived bahvioral
control, sensation seeking, jenis kelamin dan interaksi variabel sikap dengan
variabel thrill and advanture seeking terhadap perilaku berkendara tidak aman.
Adapun R2-change dari independent variable besar dapat dilihat pada tabel 4.9.
77
Tabel 4.9
Proporsi Varians DV Berdasarkan Sumbangan Masing-Masing IV Besar
Model R2 R2-change F Change df1 df2 Sig.
R2YX1 .112 .112 31.787 1 253 .000
R2YX1X2 .128 .016 2.388 1 252 .032
R2YX1X2X3 .161 .033 9.759 1 251 .002
R2YX1X2X3X4 .317 .156 14.326 4 247 .000
R2YX1X2X3X4X5X6X7X8 .323 .006 2.045 1 246 .149
R2YX1X2X3X4X5X6X7X8X9 .343 .020 7.324 1 245 .006
Keterangan :
R2 = Sumbangan pengaruh IV terhadap DV
Y = perilaku berkendara tidak aman
X1 = sikap terhadap perilaku berkendara
X2 = norma subjektif
X3 = perceived behavioral control
X4X5X6 X7 = sensation seeking
X8 = jenis kelamin
X9 = Sikap x TAS
Berdasarkan data pada tabel 4.9 dapat diketahui bahwa :
1. Variabel sikap terhadap perilaku berkendara memberikan sumbangan sebesar
11.2 % terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut
signifikan dengan nilai p < 0.05.
2. Variabel norma subjektif memberikan sumbangan sebesar 1.6 % terhadap
varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan karena
nilai p > 0.05.
3. Variabel perceived behavioral control terhadap perilaku berkendara
memberikan sumbangan sebesar 3.3 % terhadap varians perilaku berkendara
tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan karena nilai p < 0.05.
78
4. Variabel sensation seeking terhadap perilaku berkendara memberikan
sumbangan sebesar 15.6 % terhadap varians perilaku berkendara tidak aman.
Sumbangan tersebut signifikan karena nilai p < 0.05.
5. Variabel jenis kelamin terhadap perilaku berkendara memberikan sumbangan
sebesar 0.6% terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan
tersebut tidak signifikan karena nilai p > 0.05.
6. Variabel interaksi antara sikap dengan TAS memberikan sumbangan sebesar 2
% terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbanagan tersebut
signifikan karena nilai p < 0.05
Salah satu asumsi dalam regresi yang harus dipenuhi agar hasil analisis regresi
dapat dipercaya adalah bahwa distribusi frekuensi dari residual mengikuti distribusi
normal. Apabila residual berada disekitar garis harapan untuk kurva normal, dapat
disimpulkan bahwa persamaan regresi ini memiliki error atau residual yang
distribusinya mengikuti kurva normal. Artinya, hasil persamaan regresi beserta
interpretasinya dapat dipercaya. Berikut adalah gambar “residual plot” yang
dihasilkan untuk variabel dependen perilaku berkendara tidak aman.
Gambar 4.1 Residual Plot Perilaku Berkendara Tidak Aman
79
Gambar 4.2 Residual Plot Perilaku Berkendara Tidak Aman
Dari gambar 4.1 dan 4.2 dapat dilihat bahwa distribusi dari residual yang dihasilkan
adalah normal. Dengan demikian, uji hipotesis dan penelitian dengan analisis
regresi pada perilaku berkendara tidak aman dapat dipercaya.
80
80
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, penulis memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah
dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan dari sikap terhadap perilaku
berkendara, norma subjektif, perceived behavioral control, sensation seeking, jenis
kelamin dan interaksi antara sikap dengan TAS terhadap perilaku berkendara tidak
aman.
Dari hasil regresi didapatkan bahwa perilaku berkendara tidak aman
dipengaruhi oleh sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, thrill and
advanture seeking, boredom susceptibility dan interaksi antara sikap dengan thrill
and advanture seeking sebesar 34.3 %.
Berdasarkan hasil dari uji hipotesis yang telah dilakukan, terdapat enam
variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku mengendarai
sepeda motor tidak aman pada mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta antara
lain, sikap, perceived behavioral control, thrill and advanture seeking, dan
boredom susceptibility berpengaruh seignifikan secara positif, sedangkan untuk
variabel norma subjektif dan interaksi antara variabel sikap dengan variabel thrill
and advanture seeking berpengaruh signifikan secara negatif.
81
5.2 Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal-hal yang mempengaruhi perilaku
berkendara tidak aman terhadap mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa dari sembilan
independent variable yang diteliti terdapat enam variabel yang memengaruhi
perilaku berkendara tidak aman secara signifikan. Keenam variabel tersebut antara
lain, sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, thrill and advanture
seeking, boredom susceptibility dan interaksi antara variabel sikap dengan TAS.
Hasil penelitian menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari sikap
terhadap perilaku berkendara tidak aman. Variabel ini berpengaruh positif dan
signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tunnicliff, et al. (2012) dan Watson et al.
(2007) yang menyatakan bahwa sikap memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perilaku berkendara tidak aman. Individu dengan sikap yang tinggi atau positif
terhadap perilaku berkendara sepeda motor yang berbahaya memiliki
kecenderungan untuk berperilaku mengendarai sepeda motor secara tidak aman
juga lebih tinggi. Individu dengan sikap yang tinggi atau cenderung positif terhadap
perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman ini menganggap bahwa
perilaku-perilaku tidak aman dalam mengendarai sepeda motor seperti mengebut,
menyalip, berkendara bukan pada lajurnya ini bukan sebagai hal yang berbahaya.
Oleh sebab itu kecenderungan individu untuk mengendarai sepeda motor secara
tidak aman sangat mungkin terjadi. Perilaku yang ditampilkan seseorang sesuai
dengan sikap individu tersebut.
82
Norma subjektif dan persepsi dalam mengontrol perilaku dalam penelitian
ini berpengaruh terhadap DV secara signifikan dan hal ini sejalan dengan studi yang
dilakukan oleh Tunnicliff et al. (2012), Watson (2007), dan Elliot (2010). Menurut
asumsi theory planned of behavior, dari ketiga hal yaitu sikap, norma subjektif, dan
PBC atau persepsi dalam mengontrol perilaku, PBC ini lah yang memang bisa
langsung untuk mengukur suatu perilaku. Ketika individu merasa ada faktor yang
dapat memfasilitasi dalam berperilaku dalam hal ini mengendarai sepeda motor
dengan tidak aman, maka akan muncullah perilaku mengendarai sepeda motor
dengan tidak aman itu. Kemudian untuk variabel norma subjektif berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman
namun dalam penelitian kali ini variabel ini memiliki muatan negatif (-). Hal ini
terjadi karena alat ukur yang penulis gunakan adalah norma yang mengacu pada
perilaku mengendarai sepeda motor yang aman, sehingga ketika hasil yang
didapatkan adalah negatif, berarti hal ini benar bahwa ketika individu memiliki nilai
rendah terhadap norma baik yang diberikan orang sekitarnya maka perilaku
berbahaya dalam hal ini adalah perilaku mengendarai sepeda motor tidak aman ini
akan sangat mungkin terjadi.
Selanjutnya, variabel thrill and advanture seeking, dan boredom
susceptibility terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku
berkendara tidak aman. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Constatinou et al. (2011), Jonah (1997), Scott et al. (2009) dan Ge
et al. (2014). Individu yang memiliki keinginan dalam mencari sensasi dan
berpetualang yang tinggi memiliki kecenderungan untuk berani menerima resiko
83
yang lebih tinggi, dan menyukai hal-hal yang merupakan tantangan bagi dirinya.
Dalam hal berkendara individu dengan nilai thrill and advanture seeking yang
tinggi ini tidak merasa takut dalam menampilkan perilaku yang cenderung memiliki
resiko tinggi dan berbahaya baik bagi dirinya maupun orang lain, berani mengambil
beresiko serta mampu menimbulkan tingkat adrenalin yang tinggi. Pencarian
sensasi dan petualangan yang tinggi pada pengendara motor akan membuat
individu menampilkan perilaku mengendarai motor yang cenderung berbahaya.
Individu dengan tingkat pencarian sensasi dan petualangan ini cenderung ingin
memenuhi kebutuhannya dan rasa penasarannya akan hal-hal menantang dan penuh
resiko ini salah satunya dengan mengendarai sepeda motor dengan tidak aman.
Selanjutnya, Jonah (1997), Jonah et al. (2001), Scott et al. (2009) dan Ge et
al. (2014) juga memaparkan bahwa individu dengan boredom susceptibility atau
tingkat kerentanan terhadap hal-hal yang rutin tinggi juga cenderung menjadi faktor
timbulnya perilaku berkendara tidak aman. Individu dengan kerentanan terhadap
kebosanan yang tinggi ini memiliki kemungkinan besar untuk berkendara tidak
aman karena tidak suka dengan hal-hal yang menurutnya membosankan seperti
menunggu, mengantri, atau ketika terjebak di kemacetan. Individu ini akan mencari
jalan pintas agar ia terlepas dari hal-hal yang membosankan, dalam kasus ini seperti
akan menaiki trotoar agar bisa sampai di tempat tujuan lebih cepat, memotong jalan
dengan melawan arah ataupun membunyikan klakson berkali-kali karena bosan di
keadaan jalan yang padat.
Pada penelitian kali ini juga dilihat interaksi antara variabel sikap dengan
variabel pencarian sensasi dan petualangan. Hasil interaksi ini ternyata berpengaruh
84
secara signifikan. Hasil interaksi dapat diinterpretasikan bahwa ketika sikap
seseorang negatif terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang berbahaya
yang artinya bahwa individu ini menganggap perilaku berkendara seperti ini
berbahaya namun apabila disertai keinginan dan rasa ingin tahu yang tinggi akan
hal-hal yang menantang dan mampu meningkatkan adrenalin yang tinggi, maka
diasumsikan perilaku mengendarai sepeda motor yang berbahaya pun dapat terjadi.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang terbukti tidak memiliki
pengaruh terhadap perilaku perilaku berkendara tidak aman. Hal ini terkadang
menjadi pertentangan dengan penelitian terdahulu. Adapun variabel yang terbukti
tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku berkendara tidak aman antara lain
experience seeking dan jenis kelamin.
Experience seeking tidak terbukti memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap perilaku berkendara tidak aman. Hal ini bertentangan dengan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Jonah (1997), Jonah et al. (2001), dan Ge et al.
(2014). Penulis berasumsi bahwa pada penelitian sebelumnya dimensi dari variabel
sensation seeking yang hampir selalu memiliki pengaruh paling besar terhadap
perilaku berkendara tidak aman adalah thrill and advanture seeking, disinhibition
dan boredom susceptibility. Sedangkan untuk dimensi experience seeking memiliki
kemungkinan berpengaruh namun lebih banyak hal-hal di luar variabel experience
seeking yang lebih memengaruhi kecenderungan untuk berperilaku berkendara
tidak aman. Namun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Constatinou et al. (2011), di mana dalam studinya variabel experience seeking
ini memiliki korelasi yang paling rendah diantara dimensi yang lain dan dianggap
85
kurang mewakili sebagai faktor yang berkaitan dan berpengaruh terhadap perilaku
berkendara tidak aman.
Variabel jenis kelamin tidak terbukti memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman. Variabel ini
mempengaruhi secara negatif tetapi tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh
Nayum (2008), Fernandez dan Job (2006), dan Amirfakhrei et al. (2013) dikatakan
bahwa laki-laki lebih mudah untuk melakukan perilaku berkendara tidak aman
dibandingkan perempuan. Penulis berasumsi bahwa hasil yang diperoleh penulis
dalam penelitian kali ini sejalan dengan penelitian terdahulu walau memiliki
pengaruh negatif. Asumsi penulis hal ini dikarenakan bahwa sampel yang terlibat
dalam penelitian mengenai perilaku berkendara tidak aman ini didominasi oleh
perempuan, sehingga ketika nilai koefisien menunjukkan arah negatif (-) berarti
benar adanya bahwa laki-laki yang lebih besar memiliki kecenderungan untuk
berperilaku berkendara tidak aman.
5.3 Saran
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh
karena itu penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran
praktis. Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan
meneliti dependent variable yang sama.
86
5.3.1 Saran metodologis
1. Untuk penelitian selanjutnya mengenai perilaku berkendara tidak aman
peneliti menyarankan untuk menggunakan sampel yang lebih bervariasi seperti
di sampel dari wilayah popuasi yang berbeda, dengan kriteria usia yang
beragam pula. Diharapkan hasil penelitiannya pun akan bervariasi dan lebih
bermanfaat untuk mendapatkan informasi dan gambaran yang dapat dijadikan
acuan dalam mencari solusi atas permasalahan perilaku mengendarai sepeda
motor di jalanan.
2. Karena intensi belum diukur dalam penelitian ini yang sesuai berdasarkan teori
planned behavior, maka penulis menyarankan untuk melihat pengaruh intensi
terhadap dependen variabel ini yaitu perilaku berkendara tidak aman terhadap
pengemudi sepeda motor.
3. Untuk pengukuran variabel sikap akan lebih baik jika pernyataan disusun
dengan kalimat yang lebih menyatakan untuk mengevaluasi suatu hal dalam
hal ini skala sikap yang digunakan oleh penulis hanya tiga item yang mampu
menggambarkan sikap dengan jelas.
4. Item-item alat ukur bisa dikembangkan lebih banyak lagi jumlahnya agar
variasi dari faktor-faktor yang terlibat bisa terlihat lebih besar lagi.
5.3.2 Saran praktis
Berdasarkan hasil penelitian terhadap perilaku berkendara tidak aman pada
pengendara sepeda motor, maka ada beberapa saran praktis yang dapat
diaplikasikan untuk mencegah banyaknya terjadi perilaku berkendara yang tidak
aman diantaranya adalah:
87
1. Pihak-pihak yang berwenang seperti pihak kepolisian ataupun produsen
sepeda motor menyelenggarakan kampanye mengenai berkendara secara
aman, adanya edukasi terhadap masyarakat yang dilakukan secara berkala
mengenai perihal mengendarai sepeda motor ini yang tercakup di dalamnya
mengenai kiat-kiat aman dalam berkendara, dampak-dampak positif serta
negatif yang akan terjadi jika mengendarai sepeda motor secara berbahaya.
2. Diketahui bahwa variabel pencarian sensasi dan petualangan, dan kerentanan
terhadap kebosanan yang merupakan dimensi dari sensation seeking memiliki
sumbangan dalam memengaruhi perilaku berkendara tidak aman. Individu
sebaiknya menyalurkan rasa ingin tahu, dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya
mampu memacu adrenalin ke hal-hal yang lebih positif, khususnya dalam hal
mengendarai sepeda motor seperti di sirkuit atau tempat-tempat yang
memfasilitasi kegiatan berkendara sebagai sarana olahraga.
88
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, C. &Sheeran, P. (2003). Implications of goal theories for the theories of
reasoned action and planned behavior. Current Psychology:
Developmental, Learning, Personality, Social, 22(3), 264-280.
Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and
Human Decision Processes, 50, 179-211
Ajzen, I. (2005). Attitudes, personality, and behavior (2nd ed). England: McGraw-
Ajzen, I. (2006). Constructing a TPB questionnaire: Conceptual and methodological
considerations. Retrieved from http: //www.people. umass .edu/ aizen/
pdf/tpb.measurement.pdf, 28 July 2015
Amirfakhraei, A., Taghinejad, N., &Sadeghifar, E. (2013).Relationship between
risky driving behavior and sensation-seeking and sex among student of
Islamic Azad University- Bandar Abbas, Iran, in 2012. Journal of Basic
and Apllied Scientific Research, 3(3) 293-301
Arnett, J. (1994). Sensation seeking: A new conceptualization and a new scale.
Personality and Individual Differences, 16(2), 289 – 296. doi:
10.1016/0191-8869(94)90165-1
Arnett, J., Offer, D., & Fine, M.A. (1997). Reckless driving in adolescence : ‘State”
and “trait” factors. Accident Analysis and Prevention, 29(1), 57 – 63
Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., &Hilgard, E.R. Introduction to psychology,
Pengantar psikologi (8thed). Nurdjannah Taufiq & Rukmini Barhana (terj).
(1994). Jakarta :Erlangga
Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E.E., &Bem, D.J. Introduction to
psychology, Pengantar psikologi (11thed). Widjaja Kusuma (terj). (2006).
Jakarta: Interaksara.
Azwar, S. (2011). Sikap manusia :Teori dan pengukurannya. Yogyakarta
:PustakaPelajar
Badan Intelijen Negara. (2013). Diunduh pada 4 Desember 2014 dari
http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-
menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga.
89
Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik transportasi darat. Indonesia: Badan Pusat
Statistik
Baron, R.A., & Byrne, D. Social psychology, Psikologi sosial ( 10thed). Ratna D,
Melania M.P, Dyah Y, &Lita P.L (terj). (2005). Jakarta :Erlangga
Bogardus, E.S. (1942). Fundamentals of social psychology (3rded). New York :
Appleton-Century-Crofts, Inc
Chaplin, J.P. (2008). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Chen, C.F., & Chen, C.W. (2011). Speeding for fun? Exploring the speeding
behavior of riders of heavy motorcycles using the theory of planned
behavior and psychological flow theory. Accident Analysis and Prevention,
43, 983-990. doi: 10.1016/j.aap.2010.11.025
Chorlton, K., Conner, M., &Jamson, S. (2012). Identifying the psychological
determinant of risky riding: An application of an extended Theory of
Planned Behaviour.Accident Analysis and Prevention, 49, 142-152. doi:
10.1016/j.aap.2011.07.003
Constantinou, E., Panayiotou, G., Konstatinou, N., Ladd, A.L., &Kapardis, A.
(2011). Risky and aggressive driving in young adults : Personality matters.
Accident Analysis and Prevention, 43, 1323 – 1331. doi:
10.1016/j.aap.2011.02.002
Dahlen, E.R., & White, R.P. (2006). The big five factors, sensation seeking, and
driving anger in the prediction of unsafe driving. Personality and
Individual Differences, 41, 903 – 915. doi: 10.1016/j.paid.2006.03.016
Darker, C.D., French, D.P., Eves, F.F., &Sniehotta, F.F. (2010). An investigation to
promote walking among the general population based on an ‘extended’
theory of planned behavior: A waiting list randomized controlled trial.
Psychology and Health, 25(1), 71 – 88. doi: 10.1080/08870440902893716
Direktorat Jendral Perhubungan Darat. (2012). Diunduhpada 4 Desember 2014 dari
http://hubdat.dephub.go.id/berita/988-72-persen-kecelakaan-jalan-raya-
melibatkan-sepeda-motor
Dulla, C.S., & Geller, E.S. (2003). Risky, aggressive, or emotional driving:
Addressing the need for consisten communication in research. Journal of
Safety Research, 34, 559-566. doi: :10.1016/j.jsr.2003.03.004
Elliot, M.A.(2010). Predicting motorcyclist’ intentions to speed: Effects of selected
cognition from the theory of planned behavior, self identity and social
90
identity. Accident Analysis and Prevention, 42(2), 718-725. doi:
10.1016/j.aap.2009.10.021
Ferdian, A. (2014). Kecelakaan sepeda motor penyumbang terbesar kematian di
jalan raya. Diunduh 25 Februari 2015 dari http://otomotif.kompas.com/
read/2014/10/29/113250515/Kecelakaan.Sepeda.Motor.Penyumbang.Ter
besar.Kematian.di.Jalan.Raya
Fernandez, R., Job, R.F.S., & Hatfield, J. (2007). A challenge to the assumed
generalizability of prediction and countermeasure for risky driving :
Different factors predict different risky driving behaviors. Journal of Safety
Research, 38, 59 – 70. doi :10.1016/j.jsr.2006.09.003
Firmansyah, T. (2014). Survei kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia: Orang-orang
yang mati dalam diam.Diunduh 4 Desember 2014 dari
http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/14/11/07/nenhso57-
survei-kecelakaan-lalu-lintas-di-seluruh-dunia-orangorang-yang-mati-
dalam-diam
Francis, J., Eccles, M., Johnston, M., Walker, A., Grimshaw, J., Foy, R., Kaner,
E.,Smith, L., &Bonetti, D. (2004). Constructing questionnares based on
the theory of planned behaviour: A manual for health services
researchers.United Kingdom: Centre for Health Services Research
University of Newcastle
Grinblatt, M., &Keloharju, M. (2009). Sensation seeking, overconfidence, and
trading activity.The Journal of Finance, 14(2), 549 – 578 Hill Education.
Gunawan, L. (2015). Perilaku negative pengendara sepeda motor di jalan umum.
Diunduh pada 20 Desember 2015 dari http://www.kompasiana.com/ha-
eun/perilaku-negatif-pengendara-sepeda-motor-di-jalan-
umum_54f5d713a33311a2518b46dc
Hole, G. (2007). The psychology of driving. New Jersey : Lawrence Erlbaum
Associates, Inc., Publishers
Huang, Y. (2014). Analysis of risky and aggressive driving behavior among adult
Iowans. Graduate Theses and Dissertations.USA : Iowa State University
Jafarpour, S., & Movaghar, V.R. (2014). Determinants of risky driving behavior : A
narrative review. Medical Journal of The Islamic Republic of Iran, 28, 142
Jonah, B.A. (1997). Sensation seeking and risky driving: A review and synthesis of
the literature. Accident, Analysis and Prevention, 29(5), 651 – 665. doi :
10.1016/0001-4575/97
91
Jonah, B.A., Thiessen, R., & Yeung E.A. (2001). Sensation seeking, risky driving,
and behavioral adaptation.Accident Analysis and Prevention, 33, 679 –
684. doi: 10.1016/0001-4575(00)00085-3
King, L.A. (2011). The science of psychology : An appreciative view (2nded). New
York : McGraw- Hill International Edition
Kraft, P., Rise, J.,Sutton, S., & RØysamb, E. (2005).Perceived difficulty in the
theory of planned behavior: Perceived behavioural control or affective
attitude?. British Journal of Social Psychology, 44, 479 – 496. doi:
10.1348/014466604XI7533
Martin, G. & Pear, J. (2003).Behavior modification : What it is and how to do it
(7thed). New Jersey : Prentice Hall
McLallen, A.S., & Fishbein, M. (2008). Predictors of intention to perform six
cancer-related behaviours: Roles for injunctive and descriptive norms.
Psychology, Health, & Medicine,13(4), 389-401. doi:
10.1080/13548500701842933
Mischel, W., Shoda, Y.,& Smith, R.E. (2004). Introduction to personality : Toward
an integration (7thed). USA : John Wiley & Sons, Inc
Muhaz, M. (2013).Kematangan emosi dengan aggressive driving pada mahasiswa.
Jurnal Online Psikologi, 1(2).Dikutip dari http://ejournal.umm.ac.id
Muthen L, K &Muthen B, O. (2014).Mplus user’s guide 7th ed. Los Angeles.
Diunduh dari statmodel.com.
Nabi, H.,et.al. (2004). Type A behavior pattern, risky driving behaviors, and serious
road traffic accidents : A prospective study of the GAZEL cohort.
American Journal of Epidemiology, 161, 9.doi : 10.1093/aje/kwi110
Nayum, A. (2008). The role personality and attitudes in predicting risky driving
behavior. Oslo : University of Oslo
Parker, B.S. (2012). A Comprehensive investigation of the risky driving behavior of
young novice drivers. Queensland : Queensland University of Technology
Pickens, J. (2005). Attitudes and perceptions, 43 – 76. Retrieved from
http://healthadmin.jbpub.com/borkowski/chapter3.pdf
Putra, Y.M.P. (2013). Polri: Motor sumbangkan kecelakaan paling besar. Diunduh
25 Februari 2015 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/
jabodetabeknasional/13/04/26mlv5tg-polri-motor-sumbang-angka
kecelakaan-paling-besar
92
Qauliyah, A. (2007). Fenomena kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Diunduh 25
Februari2015 dari http://www.astaqauliyah.com/blog/read/379/fenomena-
kecelakaan-lalu-lintas-di-indonesia.html
Refahi, Z., Rezael, A., Aganj, N., &Birgani, R.M. (2012).Investigation of
psychological-social factors predicative of traffic accident in Shiraz
City.Journal of Life Science and Biomedicine, 2(5), 243 – 251.
Rhodes, R.E. &Courneya, K.S (2003).Investigating multiple components of attitude,
subjective norm, and perceived control: An examination of theory of
planned behavior in the exersice domain.British Journal of Social
Psychology, 42, 129 – 146. doi : 10.1348/014466603763276162
Risyanto, E. (2014). Melonjak anak-anak di bawah umur sebagai pelaku
kecelakaan. Diunduh pada 25 Februari 2015 dari
https://edorusyanto.files.wordpress.com/2014/02/usia-pelaku-kecelakaan-
2013.jpg,
Santoso, G,A. (2014). Psikologi lalu lintas :Perkembangan, tantangan, dan peluang.
Depok: Universitas Indonesia
Santrock, J.W. (2003). Psychology : Essentials (2nded). USA : McGraw-Hill Higher
Education
Schwars, N. &Bohner, G. (2001).The construction of attitude.Intrapersonal
processes (Blackwell handbook of social psychology), 436 – 457. Retrieved
from http://dornsife.usc.edu/assets/sites/780/docs /schwarzz___ bohne
r_attitude-construction-ms.pdf
Schwebwl, D.C., Severson, J., Ball, K.K., & Rizzo, M. (2006). Individual
differences factors in risky driving: The roles of anger/hostility,
conscientiousness, and sensation seeking. Accident Analysis and
Prevention, 38, 801 – 810. doi: 10.1016/j.aap.2006.02.004
Scott, P., et al. (2009). Understanding the psychosocial factors influencing the risky
behaviour of young drivers. Transportation Research. Part F: Traffic
Psychology and Behaviour, 12(6), 470-482.
Sheeran, P., Trafimow, D., &Armitage, C.J. (2003).Predicting behaviour from
perceived behavioural control: Tests of the accuracy assumption of thr
theory of planned behavior.British Journal of Social Psychology, 42, 393
– 410. doi: 10.1348/014466603322438224
Skaar, N.R., & Williams, J.E. (2005).Gender differences in predicting unsafe
driving behaviors in young adults.Proceedings of the Third International
Driving Symposium on Human Factors in Driver Assessment, Training and
93
Vehicle Design. Retrieved from http://drivingassessment.uiowa.edu/
DA2005/PDF/53_Skaarformat.pdf, 3 January 2015
Tasca, L. (2000). A review of the literature on aggressive driving research. Retrieved
from www.stopandgo.org/research/aggressive/tasca.pdf
Theresia, A. (2013). 2014, Jakarta macet total. Diunduh tanggal 12 Februari 2015
dari https://metro.tempo.co/read/news/2013/07/30/083501064 / 2014
jakarta-macet-total
Tjahjono, T., & Subagio, I. (2011). Analisis keselamatan lalu lintas jalan. Bandung:
LubukAgung
Tunnicliff, D., et.al. (2012). Understanding the factors influencing safe and unsafe
motorcycle rider intention. Accident Analysis and Prevention, 49, 133 –
141. doi :10.1016/j.aap.2011.03.012
Umar, J. (2014). Analisis faktor konfirmatorik. Bahan Perkuliahan. Fakultas
Psikologi. UIN Jakarta.Tidak dipublikasikan.
Vandenbos, G.R. (2015). APA dictionary of psychology (2nded). Washington DC:
America Psychological Association
Wade, C., & Travis, C. Psychology, Psikologi (9thed). Benedictine Widyasinta& Ign.
DarmaJuwono (terj). (2007). Jakarta :Erlangga
Walker, I. (2005). Psychological factors affecting the safety of vulnerable road user:
A review of the literature. Bath : University of Bath
Watson, B., Tunnicliff, D., Schonfeld, C., &Wishart, D. (2007).Psychological and
social factors influencing motorcycle rider intentions and behavior.ATSB
Research and Analysis Report Road Safety. Queensland : Queensland
University of Technology
Wiluyo, L.E.M., Haryoko, F., Sukhirman, I. (2000). Gambaran perilaku aman
pengemudi bis malam antar propinsi : Jakarta – Surabaya PP.Depok:
Universitas Indonesia.
Ward, N.J., Otto, J., &Linkenbach, J. (2014).A primer for traffic safety culture.ITE
Journal, 42 – 47. Retrieved from http:// www.westerntransportation
institute.org/documents/centers/chsc/ITEJMayTrafficSafetyCulturePrimer
_Ward_Otto_linkenbach.pdf
Yan, G., et al. (2014). The effect of stress and personality on dangerous driving
behavior among Chinese driver. Accident Analysis and Prevention, 73, 34-
40. doi:1 0.1016/j.aap.2014.07.024 0001-4575/
94
Zuckerman, M., Eysenck, S., &Eysenck, H.J. (1978). Sensation seeking in england
and america: cross-cultural, age, and sex comparisons. Journal of
Consulting and Clinical Psychology. 46 (1), 139-149
100
LAMPIRAN PATH DIAGRAM
PERILAKU BERKENDARA TIDAK AMAN
SIKAP
101
NORMA SUBJEKTIF
PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL
102
THRILL AND ADVENTURE SEEKING
EXPERIENCESEEKING
103
DISINHIBITION
BOREDOM SUSCEPTIBILITY