faktor - faktor yang berhubungan dengan...
TRANSCRIPT
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU
PENGGUNAAN KONTRASEPSI PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI
PROVINSI SUMATERA UTARA
(Data SDKI Tahun 2012)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
Asiva Noor Rachmayani
NIM: 1110101000080
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M / 1436 H
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar srata 1 (S-1) di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari diterbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 Juli 2015
Asiva Noor Rachmayi
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN Skripsi, 6 Juli 2015 Asiva Noor Rachmayani, NIM: 1110101000080
Faktor–Faktor yang Behubungan dengan Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur (WUS) di Sumatera Utara (Data SDKI 2012) xiv + 119 halaman + 16 tabel + 3 gambar + 2 lampiran
ABSTRAK
Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah atau menghindari terjadinya kehamilan akibat dari pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma. Usaha tersebut dapat bersifat sementara dan juga bersifat permanen. Tingginya angka kelahiran dapat menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali, sedangkan dampak kesehatan yang dapat terjadi yaitu tingginya angka kematian ibu. Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi ke empat dari lima provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Berdasarkan hasil SDKI (2012) didapatkan bahwa penggunaan kontrasepsi di Sumatera Utara terbilang paling rendah dibandingkan dengan empat provinsi lainnya yaitu sebesar 36,5%. Selain itu dari data SDKI (2012) tercatat angka TFR di Sumatera Utara lebih tinggi yaitu sebesar (3,0) dibandingkan dengan empat provinsi lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional. Sumber data penelitian ini adalah data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Sampel penelitian ini sebanyak 1183 WUS, analisis statistik menggunakan uji Chi Square yang dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi pada Wanita Usia Subur (WUS) di Sumatera Utara.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara adalah umur (p value 0,000), pendidikan (p value 0,010), jumlah anak (p value 0,000), tingkat kekayaan (p value 0,000) dan kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir (p value 0,018). Adapun variabel yang tidak berhubungan dalam penelitian ini yaitu sumber informasi dan kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan bagi Kementerian Kesehatan RI diharapkan lebih menggencarkan kampanye KB dari media cetak dan elektronik, diharapkan petugas KB dapat meningkatkan pemberian penyuluhan kepada WUS dalam upaya peningkatan pengetahuan dan menyebarluaskan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) akan manfaat penggunaan kontrasepsi di Sumatera Utara.
Kata Kunci: Perilaku Penggunaan Kontrasepsi, WUS, Provinsi Sumatera Utara Daftar Bacaan: 79 (1998 – 2014)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM HEALTH PROMOTION Undergraduated Thesis, 6 Jully 2015 Asiva Noor Rachmayani, NIM: 1110101000080 Factors Associated with Contraceptive Behaviour Uses in Infertile Women in North Sumatera (Data Analysis SDKI 2012) xiv + 199 pages + 16 tables + 3 pictures + 2 attachments
ABSTRACT
Contraception is many attempts to prevent or avoid a pregnancy resulting from of a meeting between a mature egg cell with sperm. These can be temporary and also is permanent. The high birth rate can give rise to the various problems such as the growing number of population uncontrolled, while of the health impacts that can occured the high number of maternal mortality. Province of North Sumatera is a province to four of the five the biggers population in Indonesia. Base on result (IDHS 2012) got that use of contraceptive in North Sumatera mostly low when compared to other four provinces is as much as 36.5%. In addition from the data IDHS (2012) noted figure is in North Sumatera TFR is higher much as (3.0) in comparison to other four province. The purpose of this study was to investigate the factors associated with contraceptive behavior uses in infertile women in North Sumatera. This was a quantitative study using a cross-sectional study design. The source of data was from Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 2012. Samples taken as many as 1183 infertile women, Statistical analysis was performed using Chi Square test to analyze which factors associated with contraceptive behaviour uses in infertile women in North Sumatera. The result showed that factors associated with contraceptive behaviour uses in infertile women in North Sumatera were ege (p value 0,000), education (p value 0,010), the number of children (p value 0,000), level of wealth (p value 0,000), visited health facility last 6 months (p value 0,018). The variables that are not associated in this reseach source of information and visited by family planning worker last 6 months. Based on these result, it is suggested to the Ministry of Health is expected more by family planning campaign of the print media and electronics, family planning worker is expected to increase the provision of counseling to the infertile women in efforts to increase knowledge and disseminated communication, information and education (CIE) will benerfit the use of contraceptive in North Sumatera. Keyword: Contraceptive Behaviour Uses, Infertile Women, North Sumatera
Reading list: 79 (1998 – 2014)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
FAKOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN KONTRASEPSI PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI
SUMATERA UTARA
(ANALISIS DATA SDKI 2012)
Telah disetujui, diperiksa untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
Asiva Noor Rachamayani
NIM. 11101010000080
Mengetahui
Pembimbing I Pembimbing II
Catur Rosidati, MKM Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D
NIP. 19750210 200801 2 0 18 NIP. 19710605 200604 2 0 12
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 6 Juli 2015
Penguji I
Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS
NIP. 19840404 200812 2007
Penguji II
NIP. 19800506 200501 2005
Penguji III
Dela Aristi, SKM, MKM
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Asiva Noor Rachmayani
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 8 April 1992
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cirendeu Indah II no. 55 RT.05/04
Pisangan Timur, Ciputat, Tangerang Selatan.
Telepon : (021) 742 373 1 / 083874869642
e-mail : [email protected]
B. Pendidikan Formal
(1996 – 1998) : TK Islam Al-Azhar 5 Kemandoran
(1998 – 2004) : SD Islam Al-Azhar 5 Kemandoran
(2004 – 2007) : SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran
(2007 – 2010) : SMA Islam Al-Azhar 3 Pusat, Kebayoran Baru
(2010 – Sekarang) : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Peminatan Promosi Kesehatan.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, semoga kelak
kita mendapatkan syafa’atnya.
Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Penggunaan Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur (WUS) di Sumatera Utara
(Analisis Data SDKI 2012)” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kesulitan, namun dengan
bantuan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat
terselesaian. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Ayah Drs. M. Noor, MM dan Mama Sri
Suharsih yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan moril dan
materil dan senantiasa memanjatkan do’a sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
viii
4. Ibu Catur Rosidati, MKM dan ibu Fase Badriah, Ph.D selaku pembimbing
skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
pengaharan, dorongan, kritik dan saran bagi penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Ibu Raihana Nadra Al Kaff, S.KM, M.MA selaku dosen peminatan
promkes yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat serta dukungan
dan dorongan dalam pembuatan skripsi ini.
6. Bapak/Ibu dosen Program Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam
kehidupan peneliti.
7. Teman – teman Promkes 2010 tempat berbagi ilmu dan pengalaman yang
sama-sama berjuang untuk menyelesaikan skripsi Nita, Yuli, Furi Sari,
Prima, serta Vina, Alul, Rico, Randika tetap semangat, tidak lupa pula
Supri, Ica, Ilmi, Ayu, Uni Tia. Terima kasih atas tawa, canda, serta
semangatnya kawan, terima kasih juga kepada Kak Ida serta adik - adik
promkes atas dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Sabahat yang dengan senang hati menemani, tempat bersandar dan tempat
berbagi ilmu Eliza, Dini, Tika terima Dillah, Iwed, Mawar, Anin, Aci,
terima kasih.
9. Sahabat terbaikku Fara, Friski, Lauditta, Media, Afifah, Nita, Hafi, Suci
yang dengan senang hati selalu memberikan dukungan, saran, serta tidak
bosan untuk selalu mengingatkan pernulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman Kesehatan Masyarakat 2010 UIN Syarif Hidayullah Jakarta
yang saling memberikan dukungan dan semangat serta tempat berbagi
ix
ilmu terutama untuk Anis, Kiki, Yuni, Ati, Rizka, Lutfi, Sofda, Iqbal,
Miska terima kasih.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa penulisan laporan penelitian pada
skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar penulis
dapat menyusun laporan penelitian yang lebih baik di masa yang akan datang.
Wassalamu‘alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Jakarta, 6 Juli 2015
Asiva Noor Rachmyani
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
ABSTRACT ....................................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 8
1.3 Pertanyaan Penelitian.................................................................................. 9
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 10
1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................... 10
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 10
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 11
1.5.1 Bagi Peneliti....................................................................................... 11
1.5.3 Bagi Kementerian Kesehatan RI ......................................................... 12
1.6 Ruang Lingkup ......................................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 13
2.1 Program Keluarga Berencana ................................................................... 13
2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana .......................................................... 13
2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana ............................................................... 14
2.1.3 Kontrasepsi ........................................................................................ 15
2.1.4 Wanita Usia Subur (WUS) ................................................................. 25
2.2 Perilaku Penggunaan KB .......................................................................... 25
2.2.1 Pengertian Perilaku ............................................................................ 25
2.2.1 Teori Perilaku .................................................................................... 26
2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan KB ........ 27
2.3.1 Umur.................................................................................................. 28
2.3.2 Pendidikan ......................................................................................... 29
2.3.3 Tingkat Kekayaan .............................................................................. 30
xi
2.3.4 Sumber Informasi ............................................................................... 31
2.3.5 Jumlah Anak ...................................................................................... 33
2.3.7 Kunjungan dari Petugas KB ............................................................... 34
2.3.8 Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan ...................................................... 36
2.4 Kerangka Teori ......................................................................................... 37
BAB III KERANGKA KONSEP ...................................................................... 38
3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................... 38
3.2 Definisi Operasional ................................................................................. 40
3.3 Hipotesis .................................................................................................. 42
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 43
4.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 43
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 43
4.3 Populasi dan Sampel ................................................................................. 43
4.3.1 Populasi ............................................................................................. 43
4.3.2 Sampel ............................................................................................... 43
4.3.2 Cara Pengambilan Sampel .................................................................. 44
4.4 Cara Pengumpulan Data ........................................................................... 45
4.5 Instrumen Penelitian ................................................................................. 45
4.6 Pengolahan Data ....................................................................................... 46
4.7 Analisis Data ............................................................................................ 46
4.7.1 Analisis Univariat .............................................................................. 47
4.7.2 Analisis Bivariat................................................................................. 47
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 48
5.1 Analisis Univariat ..................................................................................... 48
5.1.1 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi ...................................... 48
5.1.2 Gambaran Umur................................................................................. 48
5.1.3 Gambaran Pendidikan ........................................................................ 49
5.1.4 Gambaran Jumlah Anak ..................................................................... 50
5.1.5 Gambaran Tingkat Kekayaan ............................................................. 50
5.1.6 Gambaran Sumber Informasi .............................................................. 51
5.1.7 Gambaran Kunjungan Petugas KB ..................................................... 51
5.1.8 Gambaran Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan ..................................... 52
xii
5.2 Analisis Bivariat ....................................................................................... 52
5.2.1 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur........ 52
5.2.2 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi berdasaran Pendidikan .. 53
5.2.3 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak
................................................................................................................... 55
5.2.4 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat
Kekayaan .................................................................................................... 56
5.2.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Sumber
Informasi .................................................................................................... 57
5.2.6 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan
Petugas KB ................................................................................................. 58
5.2.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan
Fasilitas Kesehatan ..................................................................................... 59
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................. 61
6.1 Keterbatasan Penelitian............................................................................. 61
6.2 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara
....................................................................................................................... 61
6.3 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur .............. 69
6.4 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Pendidikan ...... 71
6.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak... 73
6.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat
Kekayaan ....................................................................................................... 77
6.6 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Sumber
Informasi ........................................................................................................ 79
6.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan
Petugas KB .................................................................................................... 82
6.8 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan ke
Fasilitas Kesehatan ......................................................................................... 85
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 89
7.1 Simpulan .................................................................................................. 89
7.2 Saran ........................................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 92
LAMPIRAN ...................................................................................................... 98
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................... 40
Tabel 5.1 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada WUS di Sumatera
Utara Tahun 2008 - 2012 ................................................................ 48
Tabel 5.2 Gambaran Umur WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 ..... 49
Tabel 5.3 Gambaran Pendidikan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 –
2012 ................................................................................................ 49
Tabel 5.4 Gambaran Jumlah Anak pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 –
2012............ ............ ............ .......................................................... 50
Tabel 5.5 Gambaran Tingkat Kekayaan pada WUS di Sumatera Utara Tahun
2008 – 2012............ ............ ............................... ........................... 50
Tabel 5.6 Gambaran Sumber Informasi pada WUS di Sumatera Utara Tahun
2008 – 2012 .................................................................................... 51
Tabel 5.7 Gambaran Kunjungan Petugas KB dalam 6 Bulan Terakhir di Sumatera
Utara Tahun 2009 – 2012................................................................. 51
Tabel 5.8 Gambaran Kunjungan WUS ke Failitas Kesehatan dalam 6 Bulan
Terakhir di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012 ............................ 52
Tabel 5.9 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur pada
WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012.................................. 53
Tabel 5.10 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasakan Pendidikan
Pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 - 2012......................... 54
Tabel 5.11 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah
Anak pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012................ 55
Tabel 5.12 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat
Kekayaan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012....... 56
xiii
Tabel 5.13 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasaarkan Sumber
Informasi pada WUS di Suamatera Utara Tahun 2008 – 2012...... 57
Tabel 5.14 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan
Petugas KB pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012...... 58
Tabel 5.15 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan
Fasilitas Kesehatan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012
.......................................................................................................... 59
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................ 37
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 39
Gambar 4.1 Penentuan Sampel ....................................................................... 45
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 1
menyebutkan bahwa KB adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan
usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan
dan bantuan sesuai dengan hak-hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga
berkualitas. Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1992 KB juga
merupakan usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak
kehamilan dengan memakai kontrasepsi.
Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Usaha tersebut dapat bersifat sementara dan juga bersifat
permanen (Wiknjosastro, 2002). Selain itu kontrasepsi adalah upaya untuk
menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat dari
pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma. Untuk itu kontrasepsi
sangat baik digunakan oleh pasangan yang aktif melakukan hubungan seks /
intim dan keduanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki
kehamilan (Suratun, 2008).
Diperkirakan 358.000 kematian ibu terjadi di seluruh dunia. Ini berarti,
setiap harinya sekitar 1.000 perempuan meninggal dunia karena komplikasi
yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan. Terdapat 2 daerah di
Sub-Sahara Afrika yang merupakan penyumbang angka kematian ibu teringgi
2
yaitu sebanyak 640 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, kemudian
diikuti oleh Asia Selatan (Childinfo, 2012).
AKI di Indonesia berdasarkan data SDKI (2007) masih cukup tinggi,
yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Selanjutnya berdasarkan hasil SDKI
(2012) angka AKI terlihat lebih tinggi dari tahun sebelumnya yaitu meningkat
sekitar 57% bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007 hingga menunjukan
angka 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target
capaian MDGs kelima pada tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran
hidup.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, AKI di Sumatera Utara
sebesar 328/100.000 KH, angka ini masih cukup tinggi bila dibandingkan
dengan angka Nasional hasil SP tahun 2010 yaitu sebesar 259/100.000 KH.
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007 menyebutkan bahwa AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran
hidup (Dinkes, 2013)
Upaya penurunan angka kematian ibu juga masuk ke dalam indikator
kelima Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, yaitu peningkatan
kesejahteraan ibu dimana indikator utamanya adalah persalinan oleh tenaga
kesehatan yang dihubungkan dengan angka kematian ibu. Upaya penurunan
AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu tetap merupakan salah satu
prioritas utama dalam penanganan bidang kesehatan. Oleh karena itu
pelayanan KB dapat dimaksud tidak hanya untuk pengendalian penduduk
namun dapat berkontribusi dalam meningkatakan kesehatan ibu dan bayi.
3
Sehingga dikatakan bahwa program keluarga berencana merupakan kunci
pencapaian sasaran Pembangunan MDGs (Kemenkes RI, 2012).
Tingginya AKI di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab, diantaranya yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak
langsung. Penyebab langsung yang utama adalah pendarahan, hipertensi
dalam kehamilan (HDK), dan infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung
disebabkan oleh berbagai penyakit seperti tuberkulosis, anemia, malaria dan
penyakit jantung. Kehamilan dan persalinan dapat memperberat penyakit-
penyakit ini dan sebaliknya penyakit-penyakit ini dapat meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan. Terjadinya kematian ibu
oleh penyebab tidak langsung di Indonesia cukup signifikan, yaitu sekitar
22%. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian dan penanganan yang serius salah
satunya dengan penggunaan kontrasepsi dalam upaya pengatur kehamilan
(Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, dalam periode 10
tahun (2000 – 2010), jumlah penduduk Indonesia meningkat sebanyak 32,5
juta jiwa dari 205,8 juta jiwa menjadi sebanyak 237,6 juta jiwa (Hasil
Sementara SP 2010, BPS). Rata - rata Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)
Indonesia telah menurun dari sebesar 1,97% (1980-1990) menjadi 1,45%
(1990–2000). Namun, pada periode 10 tahun terakhir, LPP meningkat
kembali menjadi 1,49% (BAPPENAS, 2012).
Dari enam indikator kesehatan ibu yang menjadi target RPJMN tahun
2010-2014 maupun MDGs tahun 2015, dua diantaranya berkaitan dengan
pelayanan KB, yaitu angka kesertaan ber-KB (CPR) dan kebutuhan KB yang
4
belum terpenuhi (unmeet need). Hasil SDKI 2012 menunjukkan bahwa
pencapaian kedua indikator tersebut juga masih jauh dari yang diharapkan
(RAN Pelayanan KB, 2013).
Angka kesertaan ber-KB (CPR) pada kurun waktu 1997 – 2002
mencapai 60,3% (SDKI, 2002) dan hanya naik menjadi 61,4% pada kurun
waktu 2002 – 2007 (SDKI, 2007), hal ini diartikan program Pelayanan
Keluarga Berencana di Indonesia pada saat itu tidak mengalami peningkatan
indikator pelayanan KB khususnya CPR. Berdasarkan hasil SDKI (2007)
diketahui angka CPR di Sumatera Utara yaitu 54,2%, angka ini masih belum
mencapai target capaian yaitu sebesar 60,1% dan angka unmet need sebesar
12,3% sedangkan target capaian RPJMN yaitu sebesar 6,5% (Kemenkes RI,
2012).
Menurut Hatmadji (2004), salah satu upaya untuk menurunkan tingkat
pertumbuhan penduduk adalah melalui upaya pengendalian fertilitas yang
instrument utamanya adalah Program Keluarga Berencana. Menurut Satria
(2005), pada awalnya pendekatan keluarga berencana lebih diarahkan pada
aspek demografi dengan upaya pokok pengendalian jumlah penduduk dan
penurunan fertilitas (TFR). Dimana terlihat angka TFR di Indonesia masih
lebih tinggi yaitu (2,6) daripada TFR di Singapura (1,3), Thailand (1,6),
Vietnam (1,9), Myanmar (2,1), Brunei Darusalam (2,3) (SDKI, 2007).
Berdasarkan hasil SDKI (2012) Total Fertility Rate (TFR) di
Indonesia masih berada pada angka 2,6 atau stagnan sama SDKI tahun 2007
dan masih tingginya unmet need hasil SDKI (2012) sebesar 8,5% padahal
target yang ingin dicapai tahun 2014 sebesar 6,5%. Berdasarkan data SDKI
5
(2012) tercatat angka TFR di Sumatera Utara berada di urutan pertama
dengan angka lebih tinggi dibandingkan dengan 4 provinsi lainnya dengan
jumlah penduduk terbanyak yaitu sebesar (3,0), Jawa Barat (2,5), Banten
(2,5), Jawa Timur (2,3) dan Jawa Tengah (2,1).
Selain itu, di Indonesia angka kelahiran menurut kelompok umur
(ASFR) masih tinggi. Diketahui ASFR pada kelompok umur 15-19 tahun
sebesar 48 kelahiran per 1000 Wanita Usia Subur (WUS) kelompok umur 15-
49 tahun, padahal target yang ingin dicapai tahun 2014 sebesar 30 kelahiran
per 1000 WUS kelompok umur 15-49 tahun serta masih rendahnya capaian
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) sebesar 57,9%, dengan target capaian
tahun 2014 sebesar 60,1% (BKKBN, 2013).
Sedangkan ASFR di Sumatera Utara terus meningkat dari kelompok
umur 15 – 19 tahun sampai kelompok umur 25 – 29 tahun, kemudian terus
menurun sampai dengan kelompok umur 45 – 49 tahun. Ada perbedaan pola
ASFR antara Sumatera Utara dengan Nasional, yaitu puncak ASFR di tingkat
Nasional pada kelompok umur wanita 20 – 24 tahun dan 25 – 29 tahun,
sedangkan Sumatera Utara pada kelompok umur wanita 25 – 29 tahun
(BKKBN, 2009).
Secara global, jenis alat kontrasepsi yang paling umum digunakan
adalah kontrasepsi jangka panjang (vasektomi dan tubektomi) sebanyak 34%.
Alat kontrasepsi modern pada wanita yang memilih sterilisasi, IUD sebanyak
25%. Hampir sepertiga memilih antara pil atau kondom. Penggunaan
kontrasepsi oleh pria masih relatif kecil dari tingkat prevalensi di atas.
Metode pria dibatasi untuk sterilisasi vasektomi dan kondom (WHO, 2011).
6
Data SDKI (2007) menunjukkan jenis kontrasepsi yang paling banyak
diminati adalah jenis suntikan (31,8%), pil (13,2%), dan IUD (4,9%). Secara
nasional, metode sterilisasi wanita juga lebih banyak diminati (3,0%)
dibandingkan dengan implant (2,8%). Kontrasepsi jenis suntik semakin
menurun penggunaannya seiring dengan jumlah anak yang dimiliki. Saat
memiliki 1‐2 anak, penggunaan suntik mencapai 38,7%, jumlah ini terus
berkurang menjadi 19,3% pada perempuan dengan jumlah anak lebih dari 5
orang.
Perilaku penggunaan kontrasepsi dipengaruhi beberapa faktor.
menurut Green (1980), perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu
faktor predisposing (dari diri sendiri) yang mencakup pengetahuan, sikap,
umur, jumlah anak, persepsi, pendidikan, ekonomi, dan variabel demografi.
Faktor enabling (pemungkin) yang mencakup fasilitas penunjang, sumber
informasi dan kemampuan sumber daya. Dan faktor reinforcing (penguat)
yang mencakup dukungan keluarga/tokoh masyarakat.
Berdasarkan penelitian yang diambil dari tahun 2009 - 2013 terdahulu
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi
yaitu umur ibu, pendidikan, jumlah anak, sumber media informasi, tingkat
kekayaan, petugas KB dan kunjungan ke fasilitas kesehatan. Berdasarkan
hasil penelitian Dewi (2012) responden yang tingkat pendidikannya tinggi
lebih banyak yang memakai alat kontrasepsi dibandingkan dengan responden
yang tingkat pendidikannya rendah. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan
Siregar (2010) menyatakan akseptor KB terbanyak ada pada kelompok umur
31 – 34 sedangkan pengguna akseptor KB terendah terdapat pada kelompok
7
umur 19 – 22 tahun. Hal ini diasumsikan umur 31 – 34 tahun merupakan
kurun reproduksi sehat bagi wanita. Namun menurut penelitian lain
menyatakan, adanya hubungan antara umur ibu sekarang dengan penggunaan
metode kontrasepsi hormonal pada akseptor KB, hal ini diasumsikan bahwa
akseptor KB telah mengetahui pola penggunaan kontrasepsi yang rasional
yaitu pemilihan kontrasepsi disesuaikan dengan fase umur. Pada umur < 20
tahun atau > 30 tahun, peserta KB pada umumnya memilih kontrasepsi yang
memiliki efektivitas yang tinggi seperti AKDR, pil dan suntik (Arliana, dkk,
2013).
Selain itu, terdapat hubungan antara jumlah anak dengan penggunaan
kontrasepsi, yaitu responden yang mempunyai anak > 2 orang sebagian besar
memakai alat kontrasepsi (89,7%) dan responden yang mempunyai anak ≤ 2
orang sebagian besar tidak memakai alat kontrasepsi (62,1%) (Dewi, 2012).
Dalam penelitian lain, ibu yang memiliki jumlah anak kategori cukup lebih
banyak menggunakan alat kontrasepsi Pil KB dibandingkan dengan ibu yang
memiliki jumlah anak kategori lebih (Simbolon, 2010). Penelitian yang
dilakukan oleh Mashfufah (2006) menyatakan sumber media informasi ada
hubungannya dengan perilaku penggunaan kontrasepsi.
Dari hasil SDKI (2012) WUS yang mengunakan jenis kontrasepsi
modern di Sumatera Utara sebesar 28,3% dan dengan metode lainnya sebesar
36,8%. Sedangkan presentase alat kontrasepsi modern yang digunakan oleh
WUS di Sumatera Utara yaitu metode suntik 12%, pil 7,1%, vasektomi 4,4%,
implant/KB susuk 2,1%, IUD 1,3%, kondom 1,3%, dan metode MAL 0,1%.
8
Berdasalkan hasil penelitian SDKI (2012) Mengingat masih
rendahnya pengguna alat kontrasepsi KB yaitu sebesar 36,5% dengan target
capaian RPJMN tahun 2014 sebesar 60,1% dan apabila dilihat dari jumlah
penduduk yang dimiliki Sumatera Utara yang terbilang terbilang banyak,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perilaku
pengunaan KB pada WUS di provinsi Sumatera Utara dengan mengunakan
data sekunder SDKI tahun 2012. Dari jumlah total sampel WUS yang diteliti
SDKI tahun 2012 di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebanyak 1830 sampel,
setelah peneliti melakukan cleaning data, kemudian didapatkan jumlah total
sampel yang akan diteliti sebesar 1183 sampel.
1.2 Rumusan Masalah
Tingginya angka kelahiran dapat menimbulkan berbagai
permasalahan diantaranya pertambahan jumlah penduduk yang tidak
terkendali. Selain itu dampak kesehatan yang dapat terjadi yaitu tingginya
angka kematian ibu (AKI) dimana AKI di Sumatera Utara AKI Utara pada
tahun 2010 sebesar 328/100.000 KH. Dalam hal ini kontrasepsi dapat
membantu dalam upaya mengendalikan angka kelahiran dan petambahan
jumlah penduduk. Berdasarkan hasil SDKI (2012) di Indonesia masih
tingginya angka unmet need dan masih rendahnya angka CPR, dimana belum
mencapai untuk target capaian tahun 2014. Hasil SDKI (2007) diketahui
angka CPR di Sumatera Utara mencapai 54,2% dan unmet need sebesar
12,3%. Mengingat masih rendahnya pengguna alat kontrasepsi pada WUS di
Sumatera Utara dengan angka TFR tertinggi diantara 5 provinsi dengan
penduduk terbanyak, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
9
mengenai perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera
Utara dengan mengunakan data sekunder SDKI tahun 2012.
1.3 Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana gambaran perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di
Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012?
b. Apakah ada hubungan antara umur dengan perilaku penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil
SDKI tahun 2012?
c. Apakah ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil
SDKI tahun 2012?
d. Apakah ada hubungan antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil
SDKI tahun 2012?
e. Apakah ada hubungan antara tingkat kekayaan dengan perilaku
penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara
berdasarkan hasil SDKI tahun 2012?
f. Apakah ada hubungan antara sumber informasi dengan perilaku
penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara
berdasarkan hasil SDKI tahun 2012?
g. Apakah ada hubungan antara kunjungan petugas KB dalam 6 bulan
terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi
Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012?
10
h. Apakah ada hubungan antara kunjungan fasilitas kesehatan dalam 6 buan
terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi
Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun 2012?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera
Utara bersadarkan hasil SDKI tahun 2012.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran perilaku penggunaan kontrasepsi pada
WUS di Provinsi Sumatera Utara bersadarkan hasil SDKI
berdasarkan hasil SDKI tahun 2012.
b. Mengetahui hubungan antara umur dengan penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan
hasil SDKI tahun 2012.
c. Mengetahui hubungan antara pendidikan dengan penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan
hasil SDKI tahun 2012.
d. Mengetahui hubungan antara jumlah anak dengan penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan
hasil SDKI tahun 2012.
e. Mengetahui hubungan antara tingkat kekayaan dengan perilaku
penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara
berdasarkan hasil SDKI tahun 2012.
11
f. Mengetahui hubungan antara sumber informasi dengan
penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara
berdasarkan hasil SDKI tahun 2012.
g. Mengetahui hubungan antara kunjungan petugas KB dalam 6
bulan terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada
WUS di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan hasil SDKI tahun
2012.
h. Mengetahui hubungan antara kunjungan fasilitas kesehatan
dalam 6 bulan terakhir dengan penggunaan kontrasepsi pada
WUS di Provinsi Sumatera Utara bersadarkan hasil SDKI tahun
2012.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk
melakukan penelitian selanjutnya terkait kontrasepi.
b. Sebagai bahan acuan dalam melakukan advokasi kesehatan
reproduksi terkait kontrasepsi dan pengembangan keilmuan
kesehatan masyarakat lainnya yang digunakan dalam penelitian
ini.
1.5.2 Bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam
perbaikan program KB, sehingga dapat meningkatkan kualitas
pelayanan dan tercapainya reformasi program KB Nasional.
12
1.5.3 Bagi Kementerian Kesehatan RI
a. Hasil analisa penelitian juga dapat digunakan sebagai bahan
masukan dalam membuat program promosi kesehatan yang
efektif sebagai bahan masukan dalam penyebaran informasi
penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode cross
sectional mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini
dilakukan karena melihat masih rendahnya pengunaan kontrasepsi di Provinsi
Sumatera Utara dibandingkan dengan lima provinsi dengan penduduk
terbanyak di Indonesia, yaitu sebesar 36,5% dari hasil SDKI tahun 2012.
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminataran promosi kesehatan
program studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hasil penelitian ini dimaksud sebagai bahan masukan yang berguna bagi
pengambilan keputusan dalam rangka pencarian solusi untuk meningkatkan
pengunaan kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini
mengunakan data sekunder SDKI tahun 2012 yang dilakukan pada bulan
Oktober sampai Novermber tahun 2014.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Keluarga Berencana
2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana
Menurut Undang – Undang Nomor 10 tahun 1992, Keluarga
Berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan
sejahtera.
Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur
(PUS). Jenis alat / obat kontrasepsi antara lain kondom, pil KB, suntik
KB, IUD, implant, vasektomi, dan tubektomi. Untuk jenis pelayanan
KB jenis kondom dapat diperoleh langsung dari apotek atau toko obat,
pos layanan KB dan kader desa.
Program KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk
membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan
reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan
mengurangi insiden kehamilan berisiko tinggi, kesakitan dan kematian,
membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah
diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu
nasehat, komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan
partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktek KB, dan
14
meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk penjarangan
kehamilan (BKKBN, 2006).
2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan umum untuk lima tahun kedepan mewujudkan visi
dan misi program KB yaitu membangun kembali dan melestarikan
pondasi yang kokoh bagi pelaksanaan program KB di masa
mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015.
Sedangkan tujuan program KB secara filosofi adalah:
1. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan
keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui
pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan
penduduk Indonesia.
2. Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya
manusia yang bermutu dan meningkatkan kesejahteraan
keluarga (Handayani, 2010).
Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan
pembangunan KB telah ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu
perluasan jangkauan, pembinaan terhadap peserta KB agar secara
terus menerus memakai alat kontrasepsi, pelembagaan dan
pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)
serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga berencana.
Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut terus
dimantapkan usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya
pemerataan pelayanan KB, peningkatan kualitas baik tenaga,
15
maupun sarana pelayanan KB, penggalangan kemandirian,
peningkatan peran serta generasi muda, dan pemantapan pelaksanaan
program di lapangan (BKKBN, 2012).
2.1.3 Kontrasepsi
A. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yaitu “melawan”
atau “mencegah” dan konsepsi adalah pertemuan antara sel
telur yang matang dengan sperma sehingga mengakibatkan
kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah menghindari atau
mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
anatara sel telur yang matang dengan sel sperma. Untuk itu,
maka yang membutuhkan kotrasepsi adalah pasangan yang
aktif melakukan hubungan intim/seks dan keduanya
memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki
kehamilan (Suratun, 2008).
Kontrasepsi seharusnya tidak mengganggu, tidak
mengotori, tidak berbau, atau berasa menyengat. Selain itu
harus mudah digunakan, murah, tidak bergantung pada
ingatan penggunanya, dan tidak bergantung pada petugas
kesehatan. Metode yang digunakan juga tidak bertentangan
dengan budaya setempat, sehingga dapat diterima oleh para
penggunanya. Salah satu yang menjadi pertimbangan untuk
kontrasepsi saat ini adalah perlindungan dari infeksi
16
menular seksual, namun kontrasepsi semacam itu sampai
saat ini belum tersedia (Varney, 2006).
Dalam menggunakan kontrasepsi, keluarga pada
umumnya mempunyai perencanaan atau tujuan yang ingin
dicapai. Tujuan tersebut diklasifikasikan dalam tiga kategori,
yaitu menunda/mencegah kehamilan, menjarangkan
kehamilan, serta menghentikan/mengakhiri kehamilan atau
kesuburan. Cara kerja kontrasepsi bermacam macam tetapi
pada umumnya yaitu (BKKBN, 2002) :
a. Mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi.
b. Melumpuhkan sperma.
c. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma.
Tujuan dalam pelayanan kontrasepsi salah satunya
untuk menurunkan angka kelahiran yang bermakna. Guna
mencapai tujuan tersebut maka ditempuh keijaksanaan
mengkatagorikan tiga fase untuk mencapai sasaran, yaitu:
1. Fase menunda kehamilan/kesuburan
2. Fase menjarangkan kehamilan
3. Fase meghentikan/mengakhiri kehamila/kesuburan.
Maksud dari kebijakan tersebut yaitu unutk
menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia
muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan
pada usia tua (Saifuddin, dkk, 2006).
17
B. Jenis Metode Kontrasepsi
Berdasarkan Hartanto (2010) berikut ini macan-
macam metode kontrasepsi, diantaranya:
a. Kontrasepsi Sederhana
1. Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis
yang dipasang pada penis sebagai tempat
penampungan sperma yang dikeluarkan pria pada
saat senggama sehingga tidak tercurah pada vagina.
Cara kerja kondom yaitu mencegah pertemuan ovum
dan sperma atau mencegah spermatozoa mencapai
saluran genital wanita. Sekarang sudah ada jenis
kondom untuk wanita, angka kegagalan dari
penggunaan kondom ini 5-21%.
2. Coitus Interuptus
Coitus interuptus atau senggama terputus adalah
menghentikan senggama dengan mencabut penis
dari vagina pada saat suami menjelang ejakulasi.
Kelebihan dari cara ini adalah tidak memerlukan
alat/obat sehingga relatif sehat untuk digunakan
wanita dibandingkan dengan metode kontrasepsi lain,
risiko kegagalan dari metode ini cukup tinggi.
3. KB Alami
18
KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan
tidak masa subur, dasar utamanya yaitu saat
terjadinya ovulasi. Untuk menentukan saat ovulasi
ada 3 cara, yaitu : metode kalender, suhu basal, dan
metode lendir serviks.
4. Diafragma
Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi
untuk mencegah sperma mencapai serviks sehingga
sperma tidak memperoleh akses ke saluran alat
reproduksi bagian atas (uterus dan tuba fallopi).
Angka kegagalan diafragma 4-8% kehamilan.
5. Spermicida
Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang
dapat mematikan dan menghentikan gerak atau
melumpuhkan spermatozoa di dalam vagina,
sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Spermicida
dapat berbentuk tablet vagina, krim dan jelly,
aerosol (busa/foam), atau tisu KB. Cukup efektif
apabila dipakai dengan kontrasepsi lain seperti
kondom dan diafragma.
6. Metode Amenirea Laktasi (MAL)
MAL merupakan metode kontrasepsi ydengan cara
mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif.
Metode ini dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila:
19
menyusui secara penuh, lebih efektif bila pemberian
dilakukan belum haid 8 kali sehari, belum haid, usia
bayi kurang dari 6 bulan. Cara kerja dengan
penundaan atau penekanan ovulasi (Kemenkes RI,
2012). Penggunaan metode MAL hanya sampai
dengan 6 bulan setelah melahirkan dan harus
dilanjutkan dengan memakai metode kontrasepsi
lainnya. Efektifitas dari metode MAL ini tinggi
(keberhasilan 98% pada 6 bulan pertama setelah
melahirkan, segera efektif, tidak mengganggu
sagama, tidak ada efek samping secara sistemik,
tidak perlu pengawasan medis, tidak perlu obat atau
alat tanpa, dan tanpa biaya (Pinem, 2009).
b. Kontrasepsi Hormonal
1. Pil KB
Suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk
pil atau tablet yang berisi gabungan hormon estrogen
dan progesteron (Pil Kombinasi) atau hanya terdiri
dari hormon progesteron saja (Mini Pil). Cara kerja
pil KB menekan ovulasi untuk mencegah lepasnya sel
telur wanita dari indung telur, mengentalkan lendir
mulut rahim sehingga sperma sukar untuk masuk
kedalam rahim, dan menipiskan lapisan endometrium.
Mini pil dapat dikonsumsi saat menyusui. Efektifitas
20
pil sangat tinggi, angka kegagalannya berkisar 1-8%
untuk pil kombinasi, dan 3-10% untuk mini pil
(Simbolon, 2010).
2. Suntik KB
Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan
(cyclofem) dan suntik KB 3 bulan (DMPA). Cara
kerjanya sama dengan pil KB. Efek sampingnya dapat
terjadi gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat,
perubahan berat badan, pemakaian jangka panjang
bisa terjadi penurunan libido pada pria, dan densitas
tulang.
Adapun jenis-jenis KB suntik yang hanya
mengandung progestin yaitu:
1) Kontrasepsi Progestin
a. Depo medroksiprogesteron asetat Mengandung
150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan
dengan cara di suntik intramuskular. Setelah
suntikan pertama, kadar DMPA dalam darah
mencapai puncak setelah 10 hari. DMPA dapat
memberi perlindungan dengan aman selama tiga
bulan.
b. Depo noretisteron enantat
21
Mengandung 200 mg Noretdon Enantat,
diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik
intramuskular.
2) Kontrasepsi Kombinasi
a. Depo estrogen-progesteron
Jenis suntikan kombinasi ini terdiri dari 25 mg
Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg
Estrogen Sipionat. (Siregar, 2010)
3. Implant / Susuk
Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan
dibawah kulit, biasanya dilengan atas. Cara kerjanya
sama dengan pil, implant mengandung levonogestrel.
Keuntungan dari metode implant ini antara lain tahan
sampai 5 tahun, kesuburan akan kembali segera
setelah pengangkatan. Efektifitasnya sangat tinggi,
angka kegagalannya 1-3%.
4. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD
AKDR adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan
kedalam rahim yang bentuknya bermacam-macam,
terdiri dari plastik (polyethyline), ada yang dililit
tembaga (Cu), dililit tembaga bercampur perak (Ag)
dan ada pula yang batangnya hanya berisi hormon
progesteron. Jenis jenis IUD diantaranya:
22
Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain
adalah (Bari, 2006) :
a. Copper-T
Jenis IUD Copper-T berbentuk T, terbuat dari bahan
polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi
lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini
mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang
cukup baik.
b. Copper-7
Jenis IUD Copper-7 berbentuk angka 7 dengan
maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini
mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm
dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas
permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan
tembaga halus pada IUD Copper-T.
c. Multi load
Jenis IUD multi load terbuat dari plastik (polyethelene)
dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap
yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung
bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga
dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk
menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi
load yaitu standar, small, dan mini.
d. Lippes loop
23
Jenis IUD Lippes loop terbuat dari polyethelene,
berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung.
Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada
ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda
menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A
berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm
(benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang
kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal
(benang putih). Lippes loop mempunyai angka
kegagalan yang rendah. Keuntungan daripemakaian
IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang
menyebabkan luka atau penyum batan usus, sebab
terbuat dari bahan plastik (Bari, 2006).
Cara kerjanya, meninggikan getaran saluran
telur sehingga pada waktu blastokista sampai ke
rahim endometrium belum siap menerima nidrasi, hal
ini dapat menimbulkan reaksi mikro infeksi sehingga
terjadi penumpukan sel darah putih yang melarutkan
blastokista, dan lilitan logam menyebabkan reaksi anti
fertilitas. Efektifitasnya tinggi, dan angka
kegagalannya 1% (Bari, 2006).
e. Kontrasepsi Mantap (Kontap)
1. Tubektomi
24
Suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah
keluarnya ovum dengan cara mengikat atau
memotong pada kedua saluran tuba fallopi
(pembawa sel telur ke rahim), efektivitasnya
mencapai 1%.
2. Vasektomi
Vasektomi merupakan operasi kecil yang
dilakukan untuk menghalangi keluarnya sperma
dengan cara mengikat dan memotong saluran
mani (vas defferent) sehingga sel sperma tidak
keluar pada saat senggama, efektifitasnya 99%.
(Suratun, 2008).
C. Ciri kontrasepsi yang sesuai
1. Reversibilitas cukup tinggi karena peserta masih
mengharapkan punya anak lagi.
2. Efektifitas cukup tinggi.
3. Dapat dipakai 2 sampai 4 tahun yaitu sesuai dengan
jarak kehamilan anak yang di rencanakan.
4. Tidak menghambat air susu ibi (ASI), karena ASI
adalah makanan terbaik sampai anak usia 2 tahun dan
akan mempengaruhi angka kesakitas dan kematian anak
(Pinem, 2009).
25
2.1.4 Wanita Usia Subur (WUS)
A. Pengertian Wanita Usia Subur (WUS)
Wanita usia subur adalah semua wanita yang telah
memasuki usia antara 15 – 49 tahun tanpa memperhitungkan
status perkawinannya (Depkes RI, 2009).
2.2 Perilaku Penggunaan KB
2.2.1 Pengertian Perilaku
Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003) perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku ini disebut teori “S – O – R” atau
“Stimulus – Organisme – Respon” dikarenakan terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme
tersebut merespon. Skinner membagi dua bentuk perilaku
berdasarkan berntuk respon terhadap stimulus yaitu sebagai berikut:
a. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk
terselubung atau tertutup. Repon dan reaksi terhadap stimulus
ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau
kesdaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut dan belum dapat diamati dengan jelas oleh
orang lain.
b. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior)
Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam
tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut
26
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dapat
mudah diamati dan dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2012).
Sedangkan menurut Geller (2001), perilaku sebagai tingkah
atau tindakan yang dapat di observasi oleh orang lain. Tetapi apa
yang dilakukan atau dikatakan seseorang tidaklah selalu sama
dengan apa yang individu tersebut pikir, rasakan, dan yakini.
2.2.1 Teori Perilaku
Green (1980) menganalisis perilaku manusia terkait
masalah kesehatan. Bahwa perilaku seseorang dipengaruhi 3
faktor yaitu :
1. Predisposing factors (faktor dari diri sendiri) adalah faktor-
faktor yang mendahului perilaku untuk menetapkan
pemikiran ataupun motivasi yang terdiri dari pengetahuan,
sikap, persepsi, pendidikan, ekonomi, keyakinan dan variabel
demografi.
2. Enabling factors (faktor pemungkin) adalah kemampuan dari
sumber daya yang diperlukan untuk membentuk perilaku.
Faktor pemungkin terdiri dari fasilitas penunjang, sumber
informasi dan kemampuan sumber daya.
3. Reinforcing factors (faktor penguat) adalah faktor yang
menentukan apakah tindakan kesehatan mendapatkan
dukungan seperti dukungan keluarga/tokoh masyarakat.
Perilaku berawal dari adanya pengalaman-pengalaman
seseorang serta faktor-faktor diluar tersebut (lingkungan) baik
27
fisik maupun non fisik, kemudian pengalaman dan lingkungan
diketahui, dipersepsikan, diyakini, sehingga menimbulkan
motivasi, niat untuk bertindak yang pada akhirnya terjadilah
perwujudan niat yang berupa perilaku.
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit
untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari perubahan
berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan).
Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari 3 aspek
yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari aspek
tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi
perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia
sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan
seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi,
persepsi, sikap (Notoatmodjo, 2003).
2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Penggunaan KB
Berdasarkan teori Green (1980) terdapat tiga faktor-faktor yang
dapat mempegaruhi seseorang dalam perilaku pengguaan KB, yaitu:
1. faktor Predisposisi dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, umur,
pendidikan, tingkat kekayaan, dan budaya
2. Faktor Enabling dipengaruhi oleh fasilitas kesehatan, dan
sumber informasi yang didapat untuk memenuhi perilaku
penggunaan KB.
3. Faktor Reinforcing dipengaruhi oleh tokoh masyarakat,
dukungan orang sekitar, dan petugas kesehatan.
28
2.3.1 Umur
Umur adalah usia ibu yang secara garis besar menjadi
indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan
yang mengacu pada setiap pengalamannya. Usia yang cukup
dalam mengawali atau memasuki masa perkawinan dan
kehamilan akan membantu seseorang dalam kematangan dalam
menghadapi persoalan atau masalah, dalam hal ini keputusan
untuk menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan.
Demikian sebaliknya, dengan usia kurang dari 16 tahun
maka kemungkinan kematangan pikiran dan perilaku juga kurang
terlebih menghadapi perubahan dan adaptasi setelah melahirkan.
Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi
dalam tiga periode, yakni kurun reproduksi muda (15-19 tahun),
kurun reproduksi sehat (20-35 tahun), dan kurun reproduksi tua
(36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas data epidemiologi
bahwa resiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun
bagi anak lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling
rendah pada usia 20-35 tahun dan meningkat lagi secara tajam
setelah lebih dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang sebaiknya
dipakai disesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut
(Siregar, 2010).
Hal ini jelas terlihat dari wanita yang berumur 15 – 19
tahun lebih sedikit yang menggunaakan kontrasepsi yang hanya
20%, dibandingkan dengan wanita yang berumur 30 - 39 tahun
sebanyak 35% yang menggunakan kontrasepsi (Adam, 2010).
29
2.3.2 Pendidikan
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran
kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-
tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah),
dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan
pemeliharaan dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau
tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan
oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan
kesadaran melalui proses pembelajaran. Pendidikan mempunyai
pengaruh positif terhadap tingkat pemakaian kontrasepsi. Berkaitan
dengan informasi yang mereka terima dan kebutuhan untuk
menunda atau membatasi jumlah anak. (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2007) tingkat pendidikan turut
menentukan rendah tidaknya seseorang menyerap dan memakai
pengetahuan, demikian halnya dengan pemilihan alat kontrasepsi.
Wanita yang memiliki tingkat pendidikan dan pekerjaan dengan
penghasilan baik lebih cenderung untuk memakai kontrasepsi
dibandingkan mereka yang memiliki pendidikan dan pekerjaan
yang lebih rendah (WHO, 2013).
Penelitian Hutauruk (2006) menunjukkan bahwa
pendidikan berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi.
WUS yang berpendidikan tinggi berpeluang 2,5 kali menggunakan
alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.
Selain itu penelitian Fatimah (2010) di Tasikmalaya menyatakan
30
ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan
pemilihan alat kontrasepsi.
2.3.3 Tingkat Kekayaan
Tingkat kekayaan keluarga adalah tingkatan tentang
karakteristik latar belakang rumah tangga yang digunakan sebagai
pendekatan untuk mengukur standar hidup rumah tangga dalam
jangka panjang. Tingkat didasarkan pada data karakteristik
perumahan dan kepemilikan barang, jenis sumber air minum,
fasilitas toilet dan kakakteristik lain terkait dengan status sosial
ekonomi rumah tangga (BPS, 2013).
Tinggi rendahnya status sosial dan keadaan ekonomi akan
mempengaruhi perkembangan dan kemajuan program KB.
Kemajuan tersebut berkaitan erat dengan kemampuan untuk
membeli alat kontrasepsi. Dengan suksesnya program KB maka
perekonomian suatu Negara akan lebih baik karena dengan anggota
keluarga yang sedikit kebutuhan lebih tercukupi dan kesejahteraan
terjamin (Rohmawati, 2013).
Berdarkan penelitian Mashfufah (2006) ada hubungan yang
sangat signifikan antara tingkat ekonomi/kekayaan dengan
pemakaian kontrasepsi. Dari nila kekuatan hubungan OR,
diketahui responden yang tingkat ekonominya rendah mempunyai
peluang menggunakan kontrasepsi 2,66 kali dibandingkan dengan
responden yang tingkat ekonominya tinggi dengan memiliki
peluang menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 2,85 kali.
31
2.3.4 Sumber Informasi
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi
perantara dalam penyambungan informasi baik media dan non
media. Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya
untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan
oleh komunikator, baik melalui media cetak, elektronik (TV, radio,
computer) dan media luar , sehingga sasaran dapat meningkatkan
pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah
perilakunya kea rah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo,
2010).
Berdasarkan jenisnya media dibagi menjadi 2 yaitu media
cetak dan media elektronik, yaitu:
1. Media
a) Media Cetak
1) Booklet ialah suatu media untuk menyampaikan pesan
atau informasi dalam bentuk buku baik tulisan maupun
gambar.
2) Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi berupa
lembaran yang dilipat berbentuk gambar atau
kombinasi.
3) Flayer (selebaran) berbentuk seperti leaflet tetapi tidak
berbentuk lipatan.
4) Flipchart (lembar balik), media penyampaian pesan
atau informasi dalam bentuk lembar balik.
5) Rubrik atau tulisan pada surat kabar maupun majalah.
32
6) Poster yaitu bentuk media cetak berisi pesan-pesan atau
informasi yang biasanya ditempel di tembok, tempat
umum atau kendaraan umum.
b) Media Elektronik
Media elektronik yaitu suatu media bergerak dan
dinamis, dapat dilihat dan didengar dalam menyampaikan
pesannya melalui alat bantu elektronik. Adapain macam-
macam media elektronik tersebut, yaitu:
1) TV, penyampaian pesan dalam bentuk sandiwara,
sinetron, farum diskusi atau tanya jawab, atau serta kuis
cerdas cermat.
2) Radio penyampaian pesan atau informasi berbentuk
obrolan (tanya jawab) sandiwara dan ceramah.
3) Video
4) Media Papan
Papan tau billboard dapat diisi dengan informasi yang
akan disampaikan kepada masyarakat, mencakup pesan
yang ditulis dalam lembaran yang ditempel di
kendaraan umum (Notoadmodjo, 2010).
2. Non Media
a) Keluarga yaitu suatu kelompok kumpulan manusia
yang hidup bersama sebagai suatu kesatuan.
Keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat
33
mempengaruhi pengetahuan. Didalam keluarga
pengetahuan diperoleh dari orang tua.
b) Tenaga kesehatan mempunyai peranan penting
dalam meningkatkan pengetahuan remaja tentang
perawatan organ reproduksi bagian luar. Sumber
informasi dapat diperoleh dari dokter, bidan
perawat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Puslitbang
KB dan Kesehatan Reproduksi (2009) wanita yang terpapar
infotmasi KB melalui media cetak mempunyai kecenderungan
1,3 kali untuk memakai kontrasepsi khususnya modern
dibandingkan mereka yang tidak terpapar. Kondisi serupa juga
terlihat dari informasi melalui media elektronik yang
menunjukan hubungan bermakna dan nilai OR = 1,1 kali.
Dari hasil penelitian Iswarati (2009) menunjukan bahwa
ada hubungan yang sangat signifikan antara Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) KB melakui poster maupun tv
terhadap peserta kontrasepsi, dengan p-value = 0,000.
2.3.5 Jumlah Anak
Mantra (2006) mengatakan bahwa kemungkinan seseorang
istri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak
yang telah dilahirkan. Seorang istri mungkin menggunakan alat
kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur
anak yang masih hidup. Semakin sering seorang wanita melahirkan
34
anak, maka akan semakin memiliki risiko kematian dalam
persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat mempengaruhi
kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara
maksimal.
Pada awal program KB, penggunaan alat kontrasepsi adalah
mereka yang telah mempunyai anak cukup banyak. Dengan
berjalannya waktu dan pelayanaan program maka lebih banyak
wanita dengan paritas yang lebih kecil akan menggunakan alat
kontrasepsi. Gejala ini melandasi pengaruh jumlah anak terhadap
penggunaan alat kontrasepsi (Muttiara, 1998).
Berdasarkan penelitian Fienalia (2012) di Depok
menyatakan ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak idup
dengan penggunaan kontrasepsi. Selain itu berdasarkan penelitian
yang dilakukan Purba (2008), responden yang memiliki anak > 2
orang memakai alat kontrasepsi sebanyak 38,9% dan tidak
memakai sebanyak 61,1%. Sedangkan yang memiliki anak ≤ 2
orang memakai alat kontrasepsi sebanyak 15,2% dan tidak
memakai 84,8%. Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan
jumlah anak dengan pemakaian alat kontrasepsi (Sig = 0,016).
2.3.7 Kunjungan dari Petugas KB
Dari hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif oleh
Handayani dkk, (2012) bahwa masih banyak akseptor yang
menentukan metode yang dipilih hanya berdasarkan informasi dari
akseptor lain berdasarkan pengalaman masing-masing. Sebagian
35
petugas kesehatan kurang melakukan konseling dan pemberian
informasi yang menyebabkan kurangnya pengetahuan klien dalam
memilih jenis KB.Namun masyarakat mentolerir pelayanan KB
meskipun pelayanan KB belum seluruhnya memenuhi syarat
pelayanan berkualitas. Informasi yang baik dari petugas membantu
klien dalam memilih dan menentukanmetode kontrasepsi yang
dipakai. Informasi yang baik akan memberikan kepuasan klien
yang berdampak pada penggunaan kontrasepsi yang lebih lama
sehingga membantu keberhasilan KB.
Pemberian informasi dalam program KB dikenal dengan
nama KIE KB. KIE adalah suatu kegiatan dimana terjadi proses
komunikasi dengan penyebaran informasi yang mempercepat
terjadinya perubahan prilaku dari masyarakat. Adapun bentuk dari
KIE KB dapat berupa poenyuluhan dan kunjungan oleh petugas
KB. Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan antara pemberian
informasi dengan keikusertaan ber-Kb. Ibu yang mendapat
informais tentang alat kontrasepsi dari petugas kesehatan
umumnya memilih ikut serta ber-KB dibandingkan ibu yang tidak
mendapat informasi tentang KB mempunyai pengetahuan kurang.
Hasil uji statistik dengan chi square diperoleh nilai p value 0,005
dimana (p < α 0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak (Lina, dkk,
2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Iswarti (2009) di
Indonesia, ada kunjungan petuga lapangan KB (PLKB) dalam 6
36
bulan terakhir pada klien berpengaruh secara signifikan terhadapat
kersertaan penggunaan kontrasepsi, dengan p-value = 0,018.
2.3.8 Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan
Kunjungan ke fasilitas kesehatan merupakan salah satu cara
untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam bidang
kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua
kegiatan untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan, sikap,
dan praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri
(Notoatmodjo, 2005).
Berdasarkan survei demografi di Nepal, wanita yang
mengunjungi fasilitas kesehatan pada 6 bulan terahir lebih
cenderung mengunakan kontrasepsi sebanyak 40% (Sharma dll,
2011).
Selain itu, berdasarkan penelitian lain diketahu 48%
responden mengatakan alasan utama mereka mengunjungi klinik
(fasilitas kesehatan) untuk melakukaan metode kontrasepsi dengan
menggunakan metode yang baru, untuk terus lanjut meggunakan
metode kontrasepsi sebelumnya yang telah digunakan, atau untuk
konsultasi tentang masalah metode yang sedang digunakannya
(Frost dkk, 2012).
37
2.4 Kerangka Teori
Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan diatas, kerangka
teori yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Teori Green
dalam Notoatmodjo (2007) yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber: Teori Green, dkk (1980)
Faktor Predisposisi:
1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Umur 4. Pendidikan 5. Tingkat kekayaan 6. Budaya
Perilaku Penggunaan
Kontrasepsi
Faktor Reinforcing:
1. Tokoh Masyarakat 2. Dukungan orang sekitar 3. Petugas Kesehatan
Faktor Enabling:
1. Fasilitas Kesehatan 2. Informasi Kesehatan
melalui media cetak (koran/majalah, poster,pamflet) dan media elektronik (Radio, TV)
38
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini, kerangka konsep yang digunakan mengacu
pada Teori Green (1980). Karena keterbatasan penelitian, maka peneliti
menggunakan data sekunder dari SDKI 2012, terdapat beberapa faktor
yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Dalam
penelitian ini faktor-faktor yang akan diteliti terdiri dari variabel terikat
(dependen) yaitu perilaku penggunaan kontrasepsi dan variabel bebas
(independen) yaitu variable variabel umur, pendidikan, jumlah anak,
tingkat kekayaan, sumber informasi, kunjungan petugas KB, dan
kunjungan ke fasilitas kesehatan. Beberapa variabel seperti sikap, budaya,
dukungan suami, dukungan dari masyarakat dan pekerjaan tidak diteliti
karena variabel tersebut tidak tersedia di dalam data SDKI 2012.
Berdasarkan kerangka teori, maka kerangka konsep penelitian ini seperti
pada bagaan 3.1 berikut:
39
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Faktor Predisposisi:
1. Umur 2. Pendidikan 3. Jumlah Anak 4. Tingkat kekayaan
Perilaku Penggunaan
Kontrasepsi
Faktor Enabling:
1. Informasi Kesehatan melalui media cetak (koran/majalah, poster,pamflet) dan media elektronik (Radio, TV).
2. Kunjungan Fasilitas Kesehatan
Faktor Reinforcing:
1. Kunjungan Petugas KB
40
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variable Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala 1 Perilaku
Penggunaan kontrasepsi
Perilaku responden menggunakan atau tidak menggunakan kontrasepsi
Kuesioner SDKI 2012-WUS Bagian 3 No.303, 304
Observasi Data SDKI 2012
0. Tidak menggunakan
1. Menggunakan (Sumber: SDKI 2012)
Ordinal
2 Umur Masa hidup reponden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur dihitung dari tanggal dan tahun lahir (Depkes, 2008).
Kuesioner SDKI 2012- WUS Bagian 1 No. 103
Observasi Data SDKI 2012
0. 15 – 19 Tahun 1. 20 – 35 Tahun 2. > 35 Tahun
(Sumber: Masfufah 2006)
Ordinal
3 Pendidikan Jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah dicapai oleh responden (Depkes, 2008)
Kuesioner SDKI 2012- WUS Bagian 1 No. 105
Observasi Data SDKI 2012
0. Tidak Sekolah 1. Rendah (SD, SMP 2. Menengah (SMA) 3. Tinggi (Akademi,
Perguruan Tinggi) (Sumber : SDKI 2012)
Ordinal
41
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala 4 Jumlah Anak Jumlah anak yang pernah
dilahirkan ibu baik lahir hidup ataulahir mati.
Kuesioner SDK12-RT
Observasi Data SDKI 2012
0. ≥ 5 anak 1. 3 – 4 anak 2. 1 – 2 anak 3. 0
(Sumber: SDKI 2012)
Ordinal
6 Tingkat Kekayaan
Kepemilikan barang berharga dari suatu keluarga yang diukur dengan indeks kekayaan kuintil (tebawah, menengah bawah, menengah, menengah atas, teratas)
Kuesioner SDK12-RT
Observasi Data SDKI 2012
0. Rendah (menengah bawah, terbawah)
1. Tinggi (Menengah, menengah atas, teratas)
(Sumber: BKKBN 2009)
Ordinal
7 Sumber Informasi
Media informasi yang didapatkan oleh responden mengenai keluarga berencana.
Kuesioner SDKI 2012-WUS Bagian 7 No.714, 714A
Observasi Data SDKI 2012
0. Tidak menggunakan media
1. Media cetak 2. Media elektronik 3. Media cetak &
elektronik (Sumber: SDKI 2012)
Nominal
8 Kunjungan Petugas KB
Pernah atau tidaknya responden mendapat kunjungan kader, petugas KB atau petugas kesehatan untuk membicarakan kontrasepsi dalam waktu 6 bulan terakhir.
Kuesioner SDKI 2012-WUS Bagian 4 No. 326
Observasi Data SDKI 2012
0. Tidak mengunjungi 1. Mengunjungi
(Sumber: SDKI 2012)
Ordinal
9 Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan
Pernah atau tidaknya responden Mengunjungi fasilitas kesehatan untuk membicarakan kontrasepsi dalam waktu 6 bulan terakhir.
Kuesioner SDKI 2012-WUS Bagian 4 No. 327
Observasi Data SDKI 2012
0. Tidak mengunjungi 1. Mengunjungi
(Sumber: SDKI 2012)
Ordinal
42
3.3 Hipotesis
a. Ada hubungan antara umur dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di
Provinsi Sumatera Utara.
b. Ada hubungan antara pendidikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada
WUS di Provinsi Sumatera Utara.
c. Ada hubungan antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada
WUS di Provinsi Sumatera Utara.
d. Ada hubungan antara tingkat kekayaan dengan perilaku pengunaan kontrasepsi
pada WUS di Provinsi Sumatera Utara.
e. Ada hubungan antara sumber informasi dengan perilaku penggunaan kontrasepsi
pada WUS di Provinsi Sumatera Utara.
f. Ada hubungan antara kunjungan dari petugas KB dalam 6 bulan terakhir dengan
perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara.
g. Ada hubungan antara kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir
dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara.
43
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan desain penelitian cross sectional sesuai dengan desain penelitian SDKI (2012).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan, jumlah anak, tingkat
kekayaan, sumber informasi, kunjungan dari petugas KB dan kunjungan ke fasilitas
kesehatan. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku
penggunaan kontrasepsi.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan penelitian
berskala nasional yang dilakukan di 33 provinsi di Indonesia. SDKI 2012 dilaksanakan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Kesehatan. Pada penelitian
ini berfokus pada satu provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara, yang dilaksanakan pada
Desember 2014.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini mengacu pada populasi dalam SDKI 2012.
Populasi dalam penelitian ini dalam semua wanita usia subur (WUS) di Provinsi
Sumatera Utara berusia 15 – 49 tahun, dengan total populasi 1830.
4.3.2 Sampel
Metode sampling yang digunakan dalam SDKI 2012 adalah sampling
tiga tahap. Tahap pertama adalah memilih sejumlah primary sampling unit
44
(PSU) dari kerangka sampel PSU secara probability proportional to size (PPS).
PSU adalah kelompok blok sensus yang berdekatan yang menjadi wilayah tugas
koordinator tim Sensus Penduduk 2010. Tahap kedua adalah memilih satu blok
sensus secara PPS di setiap PSU terpilih. Tahap ketiga adalah memilih 25
rumah tangga biasa di setiap blok sensus terpilih secara sistematik (BPS, 2013).
Sampel dalam penelitian ini adalah wanita usia subur (WUS) 15 – 49 tahun
yang sudah menikah dan memiliki riwayat melahirkan. Jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 1183 WUS. Jumlah ini diperoleh setelah
melalui proses klining data atau pembersihan data dalam tahap pengambilan
sampel yang diperlukan dalam penelitian ini. Setelah mendapatkan jumlah sampel,
dilakukan perhitungan derajat kemaknaan, dimana didapatkan alpha yang
digunakan dalam penelitia ini sebesar 5%.
4.3.2 Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan memilih sampel WUS yang
memenuhi syarat dan berhasil diwawancarai di Provinsi Sumatera Utara. Metode
sampling yang digunakan SDKI (2012) adalah sampling tiga tahap. Tahap pertama
adalah memilih sejumlah primary sampling unit (PSU) dari kerangka sampel PSU
secara probability proportional to size (PPS). PSU adalah kelompok blok sensus
yang berdekatan yang menjadi wilayah tugas koordinator tim (kortim) Sensus
Penduduk (SP) 2010. Tahap kedua adalah memilih satu blok sensus secara PPS di
setiap PSU terpilih. Tahap ketiga adalah memilih 25 rumah tangga biasa di setiap
blok sensus terpilih secara sistematik (BPS, 2013)
Jumlah sampel WUS yang memenuhi syarat yang berhasil diwawancara
sebesar 1830 wanita. Selanjutnya dipilih sampel WUS yang sudah menikah dan masih
memiliki suami, dari penyaringan sampel berhasil diwawancarai WUS yaitu sebesar
45
1191 sampel. Kemudian dilakukan proses data sehingga didapatkan jumlah sampel
WUS sebesar 1183 sampel. Berikut alur pengambilan sampel pada penelitian ini.
Bagan 4.1 Penentuan Sampel
Kemudian dari jumlah sampel tersebut, dilakukan perhitungan kekuatan uji
untuk melihat kemampuan atau mendeteksi adanya perbedaan kekuatan uji. Setelah
dilakukan perhitungan kekuatan uji didapatkan hasil 1-β = 97%. yang artinya
kekuatan uji pada penelitin ini sangat tinggi.
4.4 Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu
menggunakan data sekunder SDKI tahun 2012.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner SDKI 2012
yang digunakan untuk mengumpulkan data perilaku pengunaan kontrasepsi di Provinsi
Sumatera Utara dan pertanyaaan – pertanyaan yang menjadi variabel indepen dalam
penelitian ini yaitu meliputi variebel umur, pendidikan, jumlah anak, sumber informasi,
Wanita usia 15-49 tahun yang memenuhi syarat untuk
diwawancarai dalam SDKI 2012 di Provinsi Sumatera
Utara = 1830 WUS
Wanita usia 15-49 tahun yang sudah menikah
(memiliki suami) dalam SDKI 2012 di Provinsi
Sumatera Utara = 1191 wanita
Setelah melalui proses cleaning jumlah sampel yang
diperoleh sebesar 1183 WUS
46
dukungan suami, tingkat kekayaan, kunjungan dari petugas KB dan kunjungan ke
fasilitas kesehatan. Dalam pelaksanaan SDKI 2012 sudah memperhatikan validitas dan
reabilitas kuesioner penelitian.
4.6 Pengolahan Data
Setelah data diperoleh maka dilakukan pengolahan data dengan urutan sebagai
berikut:
a. Filter
Yaitu menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian. Terlebih
dahulu penelitian mengidentifikasi pertanyaan kuesioner SDKI 2012 yang
dianggap berkaitan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi dengan referensi yang
telah didapatkan dan berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan.
b. Pembersihan Data (Cleaning Data)
Pembersihan data perlu dilakukan untuk membersihkan data dari kesalahan
yang mungkin terjadi. Dalam pembersihan data biasanya dilakukan pengecekan
ulang dengan melihat distribusi frekuensi variabel dan menilai kelogisan serta
konsistensinya, mengetahui variasi data dan untuk mengetahui adanya data yang
missing/hilang.
c. Transformasi Data/Recoding
Setelah dilakukan pembersihan data, maka dilakukan transformasi data berupa
pengkodean ulang/recoding terhadap variabel sesuai dengan kebutuhan peneliti.
Hal ini bertujuan untuk mengklarifikasi data yang diperoleh sesuai dengan tujuan
penelitian.
4.7 Analisis Data
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis univariat
dan analisis bivariat dengan menggunakan program komputer untuk analisis data.
47
4.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik data
setiap variabel yang diteliti. Penyajian data univariat berupa distribusi frekuensi
masing – masing variabel penelitian yang meliputi variabel dependen (perilaku
pengunaan kontrasepsi) dan variabel independen (umur, pendidikan, tingkat
kekayaan, sumber informasi, kunjungan dari petugas KB dan kunjungan ke
fasilitas kesehatan).
4.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dan dependen. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji
Chi Square dengan melihat hubungan antara variabel kategorik independen dan
variabel kategorik dependen. Tingkat kepercayaan pada penelitian ini sebesar 95%
dengan nilai α 0,05. Jika P value > 0.05 maka tidak ada hubungan yang signifikan
antara variabel independen dan variabel dependen. Sebaliknya jika P value ≤ 0,05
maka ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel
dependen.
Untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan
independen maka dilihat nilai Odd Ratio (OR). Bila nilai OR = 1 artinya tidak ada
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Jika nilai OR < 1
artinya variabel independen sebagai faktor protektif terhadap variabel dependen
dan jika OR > 1 artinya variabel independen sebagai faktor risiko terhadap
variabel dependen.
48
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Univariat
Analisis univariat menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing
variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen.
5.1.1 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa, gambaran distribusi perilaku
penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel
5.1 berikut ini:
Tablel 5.1
Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada WUS
di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012
Penggunaan Kontrasepsi Jumlah Persen
Tidak menggunakan 262 22,1 Menggunakan 921 77,9
Total 1183 100,0
Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa di Sumatera Utara jumlah
penggunaan alat kontrasepsi pada WUS tahun 2008 – 2012 dengan tingkat
kepercayaan 95%, lebih banyak yang menggunakan kontrasepsi bandingkan
dengan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi.
5.1.2 Gambaran Umur
Gambaran distribusi umur pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat
pada Tabel 5.2 berikut ini:
49
Tabel 5.2
Gambaran Umur WUS di Sumatera Utara
Tahun 2008 – 2012
Berdasarkan Tabel 5.2, diketahui bahwa di Sumatera Utara kelompok
umur pada WUS tahun 2008 – 2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, sebagian
besar berada pada kelmpok umur 20 – 35 tahun dibandingkan dengan kelompok
umur lainnya, dimana yang paling sedikit yaitu pada kelompok umur 15 – 19
tahun.
5.1.3 Gambaran Pendidikan
Gambaran distribusi pendidikan pada WUS di Sumatera Utara dapat
dilihat pada Tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.3
Gambaran Pendidikan pada WUS di Sumatera Utara
Tahun 2008 – 2012
Pendidikan Jumlah Persen
Tidak Sekolah 17 1,4 Rendah 319 27,0
Menengah 732 61,9 Tinggi 115 9,7 Total 1183 100
Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui di Sumatera Utara tingkat pendidikan
terbanyak pada WUS tahun 2008 – 2012 pada WUS dengan tingkat kepercayaan
95% yaitu berada pada tingkat pendidikan menengah. Sedangkan tingkat
pendidikan terendah ada pada tingkat pendidikan tidak sekolah.
Umur Jumlah Persen 15 – 19 21 1,8 20 – 35 617 52,2
> 35 545 46,1 Total 1183 100
50
5.1.4 Gambaran Jumlah Anak
Gambaran distribusi jumlah anak yang dimiliki WUS di Sumatera Utara
dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4
Gambaran Jumlah Anak pada WUS di Sumatera Utara
Tahun 2008 – 2012
Jumlah Anak Jumlah Persen
≥ 5 195 16,5 3 – 4 399 33,7 1 – 2 506 42,8
0 83 7,0 Total 1183 100
Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa di Sumatera Utara jumlah anak
terbanyak yang dimiliki WUS tahun 2008 – 2012 dengan tingkat kepercayaan
95%, yaitu sebanyak 1 – 2 anak dan yang paling sedikit yaitu WUS dengan
jumlah anak 0.
5.1.5 Gambaran Tingkat Kekayaan
Gambaran distribusi tingkat kekayaan pada WUS di Sumatera Utara dapat
dilihat pada Tabel 5.5 berikut ini:
Tabel 5.5
Gambaran Tingkat Kekayaan pada WUS di Sumatera Utara
Tahun 2008 – 2012
Tingkat Kekayaan Jumlah Persen
Rendah 564 47,7 Tinggi 619 52,3 Total 1183 100
Berdasarkan Tabel 5.5, diketahui bahwa di Sumatera WUS tahun 2008 –
2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, lebih banyak yang berada pada tingkat
kekayaan tinggi dari pada tingkat kekayaan rendah.
51
5.1.6 Gambaran Sumber Informasi
Gambar distribusi sumber informasi pada WUS di Sumatera Utara dapat
dilihat pada Tabel 5.6 berikut ini:
Tabel 5.6
Gambaran Sumber Informasi pada WUS di Sumatera Utara
Tahun 2008 – 2012
Sumber Informasi Jumlah Persen
Tidak mengakses media 845 71,4 Media Elektronik 258 21,8
Media Cetak 19 1,6 Media Cetak & Elektronik 61 5,2
Total 1183 100
Berdasarkan Tabel 5.6, diketahui bahwa di Sumatera Utara tahun 2008 –
2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, sebagian besar WUS tidak mengakses
media untuk mendapatkan informasi tentang kontrasepsi. Sedangkan media yang
paling banyak diakses oleh WUS mengenai informasi tentang kontrasepsi yaitu
melalui media elektronik dan paling sediki yaitu melalui media cetak.
5.1.7 Gambaran Kunjungan Petugas KB
Gambaran distribusi kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir pada
WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.7 berikut ini:
Tabel 5.7
Gambaran Kunjungan Petugas KB dalam 6 Bulan Terakhir
di Sumatara Utara Tahun 2008 – 2012
Kunjungan Petugas KB Jumlah Persen
Tidak mengunjungi 1145 96,8 Mengunjungi 38 3,2
Total 1183 100
Berdasarkan Tabel 5.7, diketahui bahwa di Sumatera Utara pada tahun
2008 – 2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, petugas KB yang tidak
52
mengunjungi WUS lebih banyak dibandingkan dengan petuga KB yang
mengunjungi WUS dalam kurun waktu 6 bulan terakhir.
5.1.8 Gambaran Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan
Gambaran distribusi WUS mengunjungi fasilitas kesehatan dalam 6 bulan
terakhir di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut ini:
Tabel 5.8
Gambaran Kunjungan WUS ke Fasilitas Kesehatan
dalam 6 Bulan Terahir di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012
Kunjungan Fasilitas
Kesehatan Jumlah Persen
Tidak mengunjungi 785 66,4 Mengunjungi 398 33,6
Total 1183 100
Berdasarkan Tabel 5.8, diketahui bahwa di Sumatera Utara pada tahun
2008 – 2012 dengan tingkat kepercayaan 95%, WUS yang tidak mengunjungi
fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terahir lebih banyak dari pada yang
mengunjungi fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir.
5.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel indipenden
dengan variabel dependen yang dilakukan dengan uji chi square. Dikatakan berhubungan
secara signifikan jika didapatkan nila p-value ≤ 0,05 dan dikatakan tidak berhubungan secara
signifikan jika diperoleh nilai p-value > 0,05. Adapun hasil analisis bivariat dalam penelitian
ini, antara lain
5.2.1 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur
Hasil analisis bivariat antara umur dengan perilaku penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.9 berikut ini:
53
Tabel 5.9
Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur
pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012
Umur
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Total OR
95% CI P
value Tidak
Menggunakan Menggunakan
N % N % N % 15 – 19 Tahun 14 66,7 7 33,3 21 100 0,118 (0,046 – 0,299)
0,000 20 – 35 Tahun 144 23,3 473 76,7 617 100 0,755 (0,583 – 1,029) >35 Tahun 104 19,1 441 80,9 545 100 1,00 (Refference)
Berdasarkan Tabel 5.9, diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada
WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar adalah wanita
umur > 35 tahun yaitu sebesar 80,9 %, sedangkan penggunaan kontrasepsi paling
sedikit yaitu usia 15 – 19 tahun sebesar 33,3%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,000 sehingga
dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang
signifikan antara umur ibu dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di
Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh OR
0,118 (0,046 – 0,299) yang artinya WUS yang berumur 15 – 19 tahun berpeluang
0,118 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS yang berumur > 35
tahun, dan WUS yang berumur 20 – 35 tahun berpeluang 0,755 kali
menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan WUS yang berumur > 35 tahun.
5.2.2 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi berdasaran Pendidikan
Hasil analisis bivariat antara pendidikan dengan perilaku penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut
ini:
54
Tabel 5.10
Gamabaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Pendidikan
pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012
Pendidikan
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Total OR
95% CI P
value Tidak
Menggunakan Menggunakan
N % N % N % Tidak Sekolah 7 41,2 10 58,8 17 100 0,651 (0,229 – 1,848)
0,010 Rendah 73 22,9 246 77,1 319 100 1,536 (0,957 – 2,464)
Menengah 146 19,9 586 80,1 732 100 1,829 (1,185 – 2,822) Tinggi 36 31,3 79 68,7 115 100 1,00 (Refference)
Berdasakan Tabel 5.10, diketahui bahwa sebagian besar penggunaan alat
kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 yaitu mereka
yang tingkat pendidikannnya menengah yaitu sebesar 80,1%, sedangkan WUS
dengan pendidikan tidak sekolah lebih sedikit yang menggunakan alat kontrasepsi
yaitu sebesar 58,8%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,010 sehingga
dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS
di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diperoleh
OR 0,651 (0,229 – 1,848), yang artinya WUS yang tingkat pendidikannya tidak
sekolah berpeluang 0,651 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan
WUS yang tingkat pendidikannya tinggi, WUS yang tingkat pendidikannya
rendah berpeluang 1,536 menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan WUS
yang tingkat pendidikannya tinggi, dan WUS yang tingkat pendidikannya
menengah berpeluang 1,829 menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan
WUS yang tingkat pendidikannya tinggi.
55
5.2.3 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak
Hasil analisis bivariat antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.11 berikut
ini:
Tabel 5.11
Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak
pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012
Jumlah Anak
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Total OR
95% CI P
value Tidak
Menggunakan Menggunakan
N % N % N % ≥ 5 46 23,6 149 76,4 195 100 131,185 (1,934 – 554,1)
408,375 (96,359 – 1,731 166,500 (40,245 – 688,829)
1,00 (Refference)
0,000 3 – 4 36 9,0 363 91,0 399 100 1 – 2 99 19,6 407 80,4 506 100
0 81 97,6 2 2,4 83 100
Berdasarkan Tabel 5.11, diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi
pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar memiliki 3
– 4 anak yaitu sebesar 80.4%, sedangkan WUS dengan jumlah anak 0 paling
sedikit yang menggunakan alat kontrasepsi yaitu sebesar 2,4%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,000 sehingga
dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang
signifikan antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada
WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate
diperoleh OR 131,185 (1,934 – 554,1), yang artinya WUS yang memiliki anak ≥
5 berisiko 131,185 kali untuk menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan
WUS yang memilki anak 0, WUS yang memiliki anak 3 – 4 berisiko 40,375 kali
menggunakan kontrasepsi dibandingakan dengan WUS yang memilki anak 0, dan
WUS yang memiliki anak 1 – 2 berisiko 166,500 kali menggunakan kontrasepsi
dibandingkan dengan WUS yang memilki anak 0.
56
5.2.4 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat Kekayaan
Hasil analisis bivariat antara tingkat kekayaan dengan perilaku
penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel
5.11 berikut ini:
Tabel 5.12
Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat
KekayaanWUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012
Tingkat Kekayaan
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Total OR
95% CI P value Tidak
Menggunakan Menggunaka
n
N % N % N % Rendah 157 27,8 407 72,2 564 100 1,888
(1,428 – 2,497 0,000
Tinggi 105 17,0 514 83,0 619 100
Berdasarkan Tabel 5.12, diketahui bahwa pengguna alat kontrasepsi pada
WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012, WUS yang tingkat
kekayaannya tinggi lebih banyak yang menggunakan alat kontrasepsi yaitu
sebesar 83,0%, sedangkan WUS dengan tingkat kekayaan rendah paling sedikit
menggunakan alat kontrasepsi yaitu sebesar 72,2%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,000 sehingga
dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat kekayaan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada
WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate
diperoleh OR = 1,888 (1,428 – 2,497), artinya WUS yang tingkat kekayaannya
rendah berpeluang 1,888 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS yang
tingkat kekayaannya tinggi.
57
5.2.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Sumber Informasi
Hasil analisis bivariat antara sumber informasi dengan perilaku
penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel
5.13 berikut ini:
Tabel 5.13
Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan
Sumber Informasi pada WUS di Sumatera Utara
Tahun 2008 – 2012
Sumber Informasi
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Total OR
95% CI P
value Tidak
Menggunakan Menggunakan
N % N % N % Tidak mengakses
media 203 24,0 642 76,0 845 100 0,942 (0,508 – 1,746)
0,055 Media Elektronik 41 15,9 217 84,1 258 100 1,577 (0,796 – 3,124)
Media Cetak 4 21,1 15 78,9 19 100 0,709 (0,319 – 3,915) Media Cetak &
Elektronik 14 23,0 47 77,0 61 100
1,00 (Refference)
Berdasarkan Tabel 5.13, diketahui bahwa pengguna alat kontrasepsi pada
WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar mendapatkan
informasi melalui media elektronik yaitu sebesar 84,1%, sedangkan WUS yang
tidak mengakses media informasi paling sedikit yang menggunakan alat
kontrasepsi yaitu sebesar 76%.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,055 sehingga
dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% tidak ada hubungan yang
signifikan antara sumber informasi dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada
WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate
diperoleh OR = 0,942 (0,508 – 1,746), artinya WUS yang tidak mengakses
menggunakan media berpeluang 0,942 kali menggunakan kontrasepsi
dibandingkan dengan WUS yang mengakses media informasi dengan
58
menggunakan media cetak & elektronik, WUS yang menggunakan media
elektronik berpeluang 1,577 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan
WUS yang mengakses media informasi dengan menggunakan media cetak &
elektronik, dan WUS yang menggunakan media cetak berpeluang 1,117 kali
menggunakan kontrasepsi dibandingkan dengan WUS yang mengakses media
informasi dengan menggunakan media cetak & elektronik.
5.2.6 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan
Petugas KB
Hasil analisis bivariat antara kunjungan petugas KB dalam 6 bulan
terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara
dapat dilihat pada Tabel 5.14 berikut ini:
Tabel 5.14
Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan
Kunjungan Petugas KB pada WUS di Sumatera Utara
Tahun 2008 – 2012
Kunjungan Petugas KB
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Total OR
95% CI P value Tidak
Menggunakan Menggunakan
N % N % N % Tidak mengunjungi 257 22,4 888 77,6 1145 100 1,910
(0,738 – 4,943) 0,233
Mengunjungi 5 13,2 33 86,8 38 100
Berdasarkan Tabel 5.14, diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi
pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 yang dikunjungi petugas
KB dalam 6 bulan terakhir sebagian besar menggunakan alat kontrasepsi yaitu
sebesar 86,8%, sedangkan WUS yang tidak mendapat kunjungan petugas KB
dalam 6 bulan terakhir paling sedikit yang menggunakan alat kontasepsi yaitu
sebesar 77,6%.
59
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,233 sehingga
dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% tidak ada hubungan yang
signifikan antara kinjungan petugas KB dengan perilaku penggunaan kontrasepsi
pada WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate
diperoleh OR = 1,910 (0,738 – 4,943), artinya WUS yang tidak dikunjungi
petugas KB berpeluang 1,910 kali menggunakan kontrasepsi dibandingkan WUS
yang dikunjungi petugas KB.
5.2.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan
Fasilitas Kesehatan
Hasil analisis bivariat antara kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam 6
bulan terakhir dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera
Utara dapat dilihat pada Tabel 5.15 berikut ini:
Tabel 5.15
Gambaran
Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Fasilitas
Kesehatan pada WUS di Sumatera Utara Tahun 2008 – 2012
Kunjungan ke Fasilitas Kesehatan
Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Total OR
95% CI P value Tidak
Menggunakan Menggunakan
N % N % N % Tidak mengunjungi 190 24,2 595 75,8 785 100 1,446
(1,068 – 1,958) 0,018
Mengunjungi 72 18,1 326 81,9 398 100
Berdasarakan Tabel 5.15, diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi
pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 yang tidak menunjungi
fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir terdapat 75,8%, sedangkan pengguna
kontrasepsi yang melakukan kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam 6 bulan
terakhir ada 81,9%.
60
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,018 sehingga
dapat diartikan bahwa pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan antara
tingkat kunjungan ke fassilitas kesehatan dengan perilaku penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara. Sedangkan berdasarkan perhitungan
risk estimate diperoleh OR = 1,446 (1,068 – 1,958), artinya WUS yang tidak
mengunjungi fasilitas kesehatan berpeluang 1,446 kali menggunakan kontrasepsi
dibandingkan WUS mengunjungi fasilitas kesehatan.
61
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya faktor – faktor yang berhubungan
dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Provinsi Sumatera Utara.
Keterbatasan pada penelitan ini diketahui sampel minimum SDKI (2012) di provinsi
Sumatera Utara yaitu sebanyak 1830 sampel, setelah dilakukan klining didapatkan 1183
sampel yang dapat diteliti. Jumlah sampel yang berkurang dari sampel semula
disebebabnya karena adanya data missing pada saat melakukan klining.
Selian itu dalam penelitian ini tidak seluruh faktor yang berhubungan dengan
pemanfaatan perilaku penggunaan kontrasepsi diteliti, sehingga variabel yang digunakan
dalam penelitian ini terbatas pada varia bel yang ada pada data sekunder tersebut.
Sedangkan variabel lain yang terdapat pada kerangka teori seperti pengetahuan, sikap,
budaya, dukungan suami, dukungan orang sekitar tidak diteliti pada penelitian ini karena
tidak tersedianya data di dalam SDKI 2012.
6.2 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara
Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Usaha itu dapat bersifat sementara dan dapat juga bersifat permanen (Wiknjosastro, dkk,
2002). Berdasarkan hasil penelitan ini menunjukan bahwa perilaku penggunan alat
kontrasepsi pada WUS tahun 2008 – 2012 di Sumatera Utara lebih banyak yang
berperilaku menggunakan kontrasepsi yaitu sebanyak 77,2%.
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yaitu “melawan” atau “mencegah” dan
konsepsi adalah upaya untuk menghindari sel telur bertemu dengan sel sperma yang
bertujuan untuk menghindari atau mencegah adanya kehamilan. Jadi kontrasepsi adalah
menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel
62
telur yang matang dengan sel sperma. Untuk itu, maka yang membutuhkan kotrasepsi
adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan intim/seks dan keduanya memiliki
kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).
Keluarga Berencana bertujuan untuk pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan
penduduk yang diarahkan pada peningkatan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi yang terjangkau, bermutu dan efektif menuju terbentuknya keluarga kecil
yang berkualitas (BKKBN, 2012). Di dalam pelaksanannya diupayakan agar semua
metode atau alat kontrasepsi yang disediakan dan ditawarkan kepada masyarakat
memberikan manfaat optimal dengan meminimalkan efek samping maupun keluhan
yang ditimbulkan (Asih, dkk, 2009).
Sampai dengan saat ini cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal
harus memenuhi syarat-syarat yaitu, dapat dipercaya, tidak menimbulkan efek yang
mengganggu kesehatan, daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan, tidak
menimbulkan gangguan sewaktu koitus, tidak memerlukan motivasi terus-menerus,
mudah menggunakannya, murah sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat dan dapat diterima oleh penggunanya (Wiknjosastro, dkk, 2002).
Setiap jenis metode kontrasepsi memiliki efektivitas dan efek samping bagi
kesehatan yang berbeda-beda. Pengguna kontrasepsi bebas memilih jenis metode
kontrasepsi yang mereka butuhkan baik yang hanya untuk menunda, menjarakan
kehamilan ataupun untuk menghentikan. Beberapa efektivitas dan efek samping yang di
dapatkan dari masing-masing metode diantaranya seperti metode Metode Amenore
Laktasi (MAL), MAL merupakan metode kontrasepsi yang mengandalkan pemberian Air
Susu Ibu (ASI), dimana metode ini memiliki efektivitas yang tinggi hingga 98%
keberhasilannya pada enam bulan pasca persalinan, lebih hemat, tidak perlu pengawasan
medis dan tidak menimbulkan efek samping.
63
Selain itu alat kontrasepsi jenis lainnya yaitu kodom. kondom dapat mencegah
kehamilan apabila digunakan dengan benar, harganya murah, dapat dibeli di tempat
umum. Kondom termasuk kontrasepsi sementara apabila metode kontrasepsi lainnya
harus di tunda. Untuk efektivitas dalam penggunaan kondom tidak terlalu tinggi, karena
cara penggunaannya sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi.
Metode lainnya seperti Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) memiliki
efektivitas tinggi hingga 99,2% – 99,4% dalam 1 tahun pertama, kerugian yang dapat
ditimbulkan bagi kesehatan salah satunya tidak mencegah infeksi menular seksual, juga
perubahan siklus haid dan pendarahan saat menstruasi. Kemudian metode seperti implant
memiliki keuntungan dimana sangat efektif digunakan dengan daya guna tinggi
perlingungan hingga 5 tahun, sedangkan untuk efek kesehatan yang timbulkan seperti
sakit kepala, penambahan berat badan, nyeri payudara, mual, infeksi pada daerah insisi
(Kemenkes RI, 2012).
Pil dan suntik masing-masing memiliki efektivitas yang tinggi. Dampak
kesehatan yang dapat di timbulkan dari masing-masing metode diantaranya perdarahan
bercak selama 3 bulan pertama, berat badan naik, pada sebagian perempuan dapat
menimbulkan depresi, selain itu untuk suntik dapat menyebabkan pola haid yang tidak
teratur sampai 10 hari, terdapat efek samping yang serius seperti serangan jantung, stroke,
pembekuan darah pada paru atau otak. Untuk metode suntik baik digunakan hanya untuk
ibu yang tidak menyusui (Kemenkes RI, 2012).
Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia merupakan negara ke-5 di
dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu 249 juta. Diantara negara
ASEAN, Indonesia dengan luas wilayah terbesar tetap menjadi negara dengan penduduk
terbanyak, jauh di atas 9 negara anggota lain. Diketahui Angka Fertilitas (TFR) 2,6.
64
Indonesia masih berada di atas rata-rata TFR negara ASEAN, yaitu 2,4 (Kemenkes RI,
2014).
TFR adalah gambaran tentang rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang
perempuan dari usia 15 – 49 tahun sampai masa akhir reproduksinya. TFR yang tinggi
merupakan cerminan rata-rata usia kawin yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah
(terutama pada perempuan), tingkat sosial ekonomi rendah atau tingkat kemiskinan yang
tinggi, selain itu tentu saja menunjukkan tingkat keberhasilan Program Kependudukan
dan Keluarga Berencana (KKB) (Kemenkes RI, 2013).
Sumatera Utara merupakan sebagai provinsi dengan jumlah penduduk ke 4
terbanyak di Indonesia, apabila dibandingkan dengan angka TFR pada 4 provinsi lainnya
masih terbilang cukup tinggi. Dimana dari data SDKI (2012) tercatat TFR di Sumatera
Utara sebesar (3,0), Jawa Barat (2,5), Banten (2,5), Jawa Timur (2,3) dan Jawa Tengah
(2,1). Selain itu, hasil SDKI (2012), angka TFR Indonesia masih berada pada angka 2,6
atau stagnan yang sama dengan SDKI tahun 2007 dan masih tingginya unmet need hasil
SDKI (2012) sebesar 8,5% padahal target yang ingin dicapai tahun 2014 sebesar 6,5%.
Data SDKI (2007) menunjukkan jenis metode kontrasepsi yang paling banyak
diminati adalah jenis suntik 31,8%, pil 13,2%, dan IUD 4,9%. Di Sumatera Utara
jenis/alat kontrasepsi suntik banyak dimintai yaitu 17,4%, senggama terputus 7,9%, pil
4,7%, pantang berkala 2,8%, tubektomi, 24%, IUD 2,1%, kondom 2,1%, implant 1,9%.
Berdasarkan jenis metode kontrasepsi yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan
sebagian besar WUS memilih metode suntik sebagai alat kontrasepsi yang digunakan
yaitu sebanyak 18,8%, diikuti pil 10%, strelisasi wanita 6,3%, dll.
Pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan,
terutama pada perempuan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
dalam menggunakan kontrasepsi. Merurut Green (1980), perilaku seseorang dipengaruhi
65
oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposing (dari diri sendiri), Faktor enabling (pemungkin)
dan reinforcing (penguat). Pada penelitian ini faktor yang digunakan diantaranya
predisposing (dari diri sendiri) yang mencakup pendidikan, umur ibu, jumlah anak,
tingkat kekayaan. Faktor enabling (pemungkin) mencakup kunjungan ke fasilitas
kesehatan, sumber informasi. Faktor reinforcing (penguat) perilaku petugas kesehatan
dalam memberikan pendidikan kesehatan.
Sumatera Utara merupakan provinsi keempat dengan jumlah penduduk terbesar
di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Laju pertumbuhan
penduduk di Sumatera Utara selama kurun waktu 1990 – 2000 sebesar 1,2% pertahun,
pada tahun 2000 – 2005 menjadi 1,37% pertahun, serta laju pertumbuhan penduduk 2000
– 2007 mencapai 1,56% pertahun (SDKI, 2007).
Pada tahun 2013 estimasi jumlah penduduk di Sumatera Utara mencapai
13.391.231 juta jiwa. Struktur penduduk di Sumatera Utara termaksud ke dalam struktur
penduduk muda. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya jumlah penduduk usia muda (0 –
14 tahun), walaupun jumlah kelahiran telah menurun jika dibandingkan dengan lima
tahun yang lalu dan angka harapan hidup yang semakin meningkat yang ditandai dengan
meningkatnya jumlah penduduk usia tua. Apabila digambarkan dalam piramida
penduduk, badan piramida membesar, hal ini menunjukan banyaknya penduduk usia
produktif terutama pada kelompok umur 25 – 29 tahun baik laki-laki maupun perempuan
(Kemenkes RI, 2013). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini, dimana sebagian
besar WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 berada pada kelompok umur 20 –
35 tahun dan didapati juga sebagian besar WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 –
2012 memiliki 1 – 2 anak yaitu 42,8%.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui sebagian besar WUS di Sumatera
Utara tahun 2008 – 2012 berada pada tingkat pendidikan menengah yaitu setara dengan
66
tingkat SMA. Perkembangan kondisi pendidikan menurut indikator Angka Melek Huruf
(AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Partisipasi Sekolah (APS), secara
umum kondisi pendidikan di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan perbaikan dalam
lima tahun terakhir (2005-2011). Perkembangan AMH tahun 2011 mencapai 97,46%
lebih tinggi dari AMH nasional (92,99%), dengan AMH tertinggi di Kabupaten Tapanuli
Selatan (99,83%) dan terendah di Kabupaten Nias Barat (84,46%) (Profil Pembangunan
Sumut, 2013).
Berdasarkan data SDKI (2007), pada tingkat pendidikan sebanyak 25% wanita
usia 20 – 24 tahun sedang menyelesaikan SMA dibandingkan dengan wanita usia 45 – 49
tahun dengan hanya 20% yang menyelesaikan SMA. Hasil data SDKI (2007)
menunjukan tingkat melek huruf pada wanita pernah kawin di Provinsi Sumatera Utara
cukup tinggi yaitu sebesar 90%, 10% lainnya wanita tidak mampu membaca sama sekali.
Semakin muda umur WUS lebih besar kemungkinannya untuk bisa membaca. Dalam hal
ini, kemampuan membaca merupakan modal penting yang memungkinkan seseorang
meningkatkan kesempatan dalam hidupnya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, sebagian besar WUS di Sumatera Utara pada
tahun 2008 – 2012 berada pada tingkat kekayaan ttinggi yaitu sebesar 52,3%.
Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara dalam 5 tahun terakhir
menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja, penduduk bekerja, dan jumlah
pengangguran terbuka. Perkembangan penduduk usia kerja, penduduk bekerja secara
menunjukkan peningkatan, namun jumlah pengangguran terbuka cenderung meningkat.
Berdasarkan data Profil Pembangunan Sumatera Utara (2013) penyebaran
penduduk miskin tertinggi di Sumatera Utara terjadi pada tahun 2008 hingga 2011.
Kemudian perkembangan kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu
2008 – 2013, secara absolut terjadi penurunan sebanyak 274,64 ribu jiwa. Jumlah
67
penduduk miskin tahun 2013 (Maret) tercatat sekitar 1.339 ribu jiwa. Kondisi
kemiskinan Provinsi Sumatera Utara tergolong rendah jika dibandingkan dengan rata-
rata kemiskinan nasional (11,86%), persentase penduduk miskin tahun 2013 sebesar
10,06 persen atau berkurang sebesar 2,49 persen dari tahun 2008.
Akses terhadap sumber informasi adalah hal penting dalam meningkatkan
pengetahuan dan kepedulian tentang apa yang terjadi disekeliling masyarakat, hal ini
mungkin dapat mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sumber informasi dapat
menjadi suatu perantara dalam penyampaian informasi. Media promosi kesehatan adalah
semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin
disampaikan oleh komunikator, baik melalui media cetak maupun elektronik (TV, radio,
komputer), sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya dengan harapan dapat
merubah perilaku ke arah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui sebagian besar WUS di Sumatera
Utara pada tahun 2008 – 2012 tidak menggunakan media sebagai media sumber
informasi yaitu sebesar 71,4%. Dari hasil SDKI 2007 menunjukan bahwa di Sumatera
Utara sebagian besar media informasi yang paling banyak diakses oleh WUS yang sudah
menikah adalah TV dan diikuti radio. Sedangkan WUS yang mengakses media cetak
seperti majalah dan surat kabar setiap seminggu sekali lebih kecil dibandingkan dengan
media elektronik seperti TV dan radio.
Berdasarkan hasil penelitian ini, sebagian besar WUS di Sumatera Utara pada
tahun 2008 – 2012 tidak mendapatkan kunjungan dari petugas KB dalam 6 bulan terakhir
yaitu sebsar 96,8%. Tenaga kesehatan menjadi salah satu faktor yang sangat penting
dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang berkualitas
harus didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas disamping ketersediaan
sumber daya yang lain (Dinkes Sumatera Utara, 2012).
68
Berdasarkan data dari kabupaten / kota, sampai akhir tahun 2012, SDM di sektor
kesehatan berjumlah 45.535 orang, terdiri dari 43.713 orang tenaga kesehatan dan 1.822
orang tenaga non kesehatan. Berdasarkan hasil data Profil Kesehatan Sumatera Utara
(2012), diketahui sebagian besar tenaga kesehatan di Provinsi Sumatera Utara bertugas di
puskesmas sebanyak 46%. Dari 20.101 tenaga kesehatan, yang bertugas di puskesmas
terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga farmasi,
tenaga gizi, tenaga teknisi medis, keterapilan fisik, tenaga sanitasi, dan tenaga kesehatan
masyarakat. Ketersediaan tenaga kesehatan yang memadai dapat memudahkan dalam
mendukung perilaku penggunaan kontrasepsi di masyarakat khususnya pada WUS.
Terlebih lagi dengan adanya petugas lapangan yang melakukan kunjungan secara rutin,
dapat membantu WUS dalam memilih dan mendapatkan informasi tentang kontrasepsi
yang akan mereka pilih.
Berdasarkan hasil penelitian ini, sebagian besar WUS di Sumatera Utara pada
tahun 2008 – 2012 tidak mengunjungi fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir yaitu
66,4%. Dari data Profil Kesehatan Sumatera Utara (2012) menunjukan bahwa, jumlah
puskesmas di Sumatera Utara mengalami peningkatkan, hal ini diharapkan dapat
menjangkau masyarkat agar mendapatkan pelayanan merata sampai ke daerah terpencil.
Selain penambahan jumlah, peningkatan status puskesmas juga dilakukan, yaitu
peningkatan status puskesmas yang awalnya adalah puskesmas non perawatan menjadi
puskesmas perawatan atau peningkatan status puskesmas dari yang sebelumnya
puskesmas pembantu menjadi puskesmas induk.
Di Provinsi Sumatera Utara diketahu sampai akhir tahun 2012 jumlah Rumah
Sakit di Sumatera Utara terdapat 200 unit diantaranya Rumah Sakit Pemerintah dan
Rumah Sakit Swasta. Selain Rumah Sakit, fasilitas kesehatan lain seperti puskesmas
pernyebaran di daerah kabupaten/kota sudah cukup merata dimana setiap kecamatan di
69
Provinsi Sumatera Utara sudah memiliki paling sedikit satu puskesmas. Hal tersebut juga
didukung dengan adanya peningkatan selama tahun 2008 – 2011, dari 484 unit pada
tahun 2008 menjadi 569 unit pada tahun 2012.
Secara garis besar masalah pokok dibidang kependudukan yang dihadapi
Indonesia adalah jumlah pertumbuhan penduduk yang besar dengan laju petumbuhan
penduduk yang relatif masih tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, struktur
umur muda, dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan (Purba, 2009).
Sementara itu Sumatera Utara merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak
ke empat di Indonesia. Untuk itu penggunaan kontrasepsi di rasa cukup penting selain
sebagai perilaku bentuk kesehatan, dimana dapat memenuhi target capaian TFR dapat
menhindari kehamilan berisiko pada ibu.
6.3 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi
pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar adalah wanita
umur > 35 tahun, sedangkan pengguna kontrasepsi paling sedikit yaitu usia 15 – 19 tahun.
Dari hasil peneliian didapatkan bahwa umur memiliki hubungan yang signifikan dengan
perilaku penggunaan kontrasepsi.
Dalam pola perencanaan keluarga dan penggunaan kontrasepsi yang rasional
dikatakan dimana umur di bawah 20 tahun merupakan fase menunda atau mencegah
kehamilan, hal ini berkaitan dengan kehamilan risiko tinggi yang mana dapat timbul
pada kehamilan kurang dari usia 18 tahun, kehamilan lebih dari 35 tahun, kehamilan
setelah 4 kelahiran dan kehamilan dengan interval jarak kurang dari 2 tahun. Dengan
perkataan lain kehamilan risiko tinggi dapat timbul pada keadaan “4 terlalu”, yaitu
terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat jaraknya. Pada umur 20 – 30
70
tahun merupakan fase menjarangkan kehamilan. Dan pada umur di atas 35 tahun
merupakan fase menghentikan/mengakhiri kehamilan (Hartanto, 2010).
Berdasarkan hasil SDKI (2007) mengatakan bahwa kebutuhan pelayanan
kontrasepsi bervariasi menurut umur, wanita muda cenderung untuk menjarangkan
kehamilan, dan wanita tua cenderung membatasi kehamilan. Pola kebutuhan untuk
kontasepsi menurut umur dapat digambarkan sepeti kurva U terbalik, yaitu rendah pada
wanita kelompok umur 15-19 tahun dan wanita kelompok umur 45 – 49 tahun dan tinggi
pada tingkat kelompok umur anatara 30 – 34 tahun. Wanita muda cenderung
menggunakan cara kontrasepsi suntik, pil, dan susuk, sementar mereka yang lebih tua
cenderung memilih kontrasepsi jangka panjang seperti IUD dan sterilisasi.
Analisa BKKBN tentang SDKI 2002/2003 mengatakan bahwa umur di bawah 20
tahun dan di atas 35 tahun sangat berisiko terhadap kehamilan dan melahirkan, sehingga
berhubungan erat dengan pemakaian alat kontrasepsi. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Purba (2008) yang menunjukan adanya hubungan antara umur dengan
penggunaan alat kontrasepsi. Namun dalam penelitian ini, umur yang semakin meningkat
tidak menjadi alasan utama responden untuk memakai alat kontrasepsi, tetapi mereka
lebih mengutamakan banyaknya jumlah anak yang dimiliki. Jika jumlah anak telah dirasa
cukup, maka responden akan mengusahakan dengan sungguh-sungguh untuk memakai
alat kontrasepsi.
Menurut Amiranty (2003), umur dan jumlah anak yang pernah dilahirkan seorang
wanita akan mempengaruhi tingkat pemakaian kontrasepsi. Wanita dengan umur tinggi
yang pada umumnya mempunyai anak lebih banyak akan cenderung memakai
kontrasepsi, terutama untuk membatasi kelahiran. Sebaliknya pemakaian kontrasepsi
pada wanita muda yang belum mempunyai anak atau yang baru mempunyai anak dalam
jumlah sedikit cenderung ditujukan untuk menjarangkan atau menunda kehamilan.
71
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka perlu adanya penambahan informasi
melalui penyuluhan dari petugas KB, maupun informasi di fasilitas layanan kesehatan
dan melalui kegiatan yang telah ada di masyarakat mengenai penggunaan kontrasepsi.
Hal ini juga diharapkan WUS mengetahui fungsi lain kontrasepsi tidak hanya untuk
menjarangkan/membatasi atau menghentikan kehamilan, namun juga dapat mengetahui
kehamilan yang tidak terkendali dalam keadaan “4 terlalu” yang dapat mengakibatkan
kehamilan risiko tinggi.
6.4 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada
WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar memiliki tingkat
pendidikan menengah, sedangkan tingkat pendidikan terkecil pada WUS yang
menggunakan alat kontrasepsi yaitu tidak sekolah. Hal ini diketahui bahwa pendidikan
memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara (UU RI No.20 tahun 2003). Pendidikan dapat mempengaruhi ibu
dalam memperoleh, memproses dan memahami informasi, hal ini karena informasi
sangat penting bagi ibu untuk membuat keputusan yang tepat. Selain itu, ibu dengan
tingkat pendidikan tinggi akan lebih percaya diri untuk bertanya mengenai pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan bagi dirinya (Karlsen, dkk., 2011).
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2010)
yang dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya, bahwa ada hubungan yang signifikan
pendidikan ibu dengan pemilihan alat kontrasepsi di Desa Sukagalih Kecamatan
72
Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya. Ibu yang berpendidikan tinggi cenderung
menggunakan alat kontrasepsi sedangkan yang berpendidikan rendah tidak menggunakan
alat kontrasepsi.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Fitriani (2004), menyatakan bahwa ada
pengaruh antara tingkat pendidikan WUS dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Hal
ini karena pendidikan mempunyai peranan penting untuk menyerap informasi dari
sumber yang bervariasi, sehingga dapat merubah pola berpikir/tingkah laku dalam
menilai sesuatu yang secara tidak langsung akan membantu WUS dalam menilai dan
memilih alat kontrasepsi yang tepat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) di Kabupaten Gayo
Luwes, Sumatera Utara, menunjukan bahwa pendidikan seseorang akan mempengaruhi
pemilihan dan pemakaian alat kontrasepsi yang mana alat yang baik digunakan untuk
menjarangkan kehamilan. Dengan tingginya tingkat pendidikan, maka ibu mampu
memahami keuntungan dan kerugian dalam pemakaian alat kontrasepsi.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk
pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi
akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan
baru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seharusnya orang yang memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan memilih jenis kontrasepsi MKJP (Proverawati, dkk,
2009).
Pendidikan berpengaruh dalam perilaku penggunaan kontrasepsi oleh WUS,
karena dengan semakin tingginya pendidikan, WUS akan semakin mudah mengerti dan
menerima kontrasepsi. Perubahan pola pikir tentang alat kontrasepsi, keuntungan dan
kerugiannya akan mempengaruhi seseorang untuk memilih jenis kontrasepsi yang sesuai
73
dengan pengetahuannya. Dapat dipastikan dengan pendidikan dan pengetahuan yang
cukup WUS akan mempunyai sikap yang positif terhadap kontrasepsi dibandingkan
dengan yang pendidikan rendah/kurang.
6.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jumlah Anak
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa penggunaa alat kontrasepsi pada
WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar memiliki 3 – 4 anak,
sedangkan jumlah anak paling sedikit yang dimiliki WUS pengguna alat kontrasepsi
yaitu 0 anak. Hasil ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS. Dalam hal ini jumlah
anak yang dimaksud adalah jumlah anak WUS yang masih hidup. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Simbolon (2010) di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, yang
juga mengatakan bahwa dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan
antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi.
Menurut Kamus Saku Mosby, paritas merupakan klasifikasi perempuan
berdasarkan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati yang dilahirkannya pada umur
kehamilan lebih dari 20 minggu. Pada saat hamil, rahim ibu teregang karena adanya
janin. Apabila terlalu sering melahirkan, rahim ibu akan semakin lemah. Jika ibu telah
melahirkan 3 anak atau lebih, perlu diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan,
persalinan dan nifas (Kemenkes RI, 2011).
Kemungkinan seorang istri untuk menambah anak tergantung pada jumlah anak
yang telah dilahirkannya. Seseorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah
mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang telah dilahirkannya. Seorang
istri akan menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai sejumlah anak yang
dilahirkan, maka hal ini akan menjadi semakin memiliki risiko kematian dalam
74
persalinan. Dalam artian jumlah anak akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan
dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal (Mantra, 2006).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fienalia (2012) di
Kota Depok, dimana adanya hubungan yang signifikan antara jumlah anak hidup dengan
penggunaan kontrasepsi jangka panjang. Responden yang memiliki anak ≥ 3 orang
memiliki peluang 3,9 kali lebih besar untuk menggunakan kotrasepsi jangka panjang
dibandingkan dengan yang mempunyai anak 0 – 2 orang. Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Wahidin (2005) di Kota Palu, menunjukan adanya hubungan antara
jumlah anak hidup dengan pemilihan metode kontrasepsi suntik di Kecamatan Palu
Selatan Kota Palu. Akseptor akan menggunakan metode kontrasepsi sebagai suatu cara
untuk mengatasi kelahiran anak yang tidak diinginkan, apabila jumlah anak hidup yang
dimilikinya telah cukup.
Budaya patriarki adalah keadaan hukum adat yang memakai nama bapak dan
hubungan keturunan melalui garis kerabat pria/bapak. Perempuan seringkali diabaikan
haknya dalam lingkup budaya patriarki diantaranya adanya pendominan anak laki-laki
(maskulinitas) atau kecenderungan harapan lahirnya anak laki-laki dalam suatu keluarga
serta otoritas pengambil keputusan dalam keluarga yang juga dapat mempengaruhi
keputusan WUS menjadi akseptor keluarga berencana (Aritonang, 2010).
Di negara-negara barat, Eropa Barat termasuk negara Indonesia, budaya dan
ideologi patriarki masih sangat kental mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur
masyarakat. Apabila dilihat dari garis keturunan, masyarakat Sumatera Utara lebih
cenderung sebagai masyarakat yang patrilineal yang dalam hal ini posisi ayah atau bapak
(laki-laki) lebih dominan dibandingkan dengan posisi ibu (perempuan). Selain itu Contoh
suku yang menganut faktor budaya patriarki adalah Batak, Melayu dan Nias (Sastriyani,
2007).
75
Berdasarkan hasil penelitian Mendfora (2012) di Desa Onozitoli Sifauro’Asi
menyatakan, dari budaya patrilineal/patriarki yang dianut oleh masyarakat suku Nias,
setiap keluarga berkeinginan untuk mendapatkan anak laki-laki. Apabila dalam sebuah
keluarga belum ada anak laki-laki, ada kecenderungan untuk mempunyai anak lagi
sampai mendapatkan anak laki-laki.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Aritonang (2010) di Medan didapatkan
bahwa masih ditemukannya responden yang menyatakan di dalam keluarga laki-laki
ditempatkan di depan kaum perempuan. Dari hasil diketahui sebesar 85% responden
yang mengharapkan anak laki-laki dan 87% responden mengatakan keluarga sangat
mengidamkan anak laki-laki daripada anak perempuan. Responden juga meyatakan, pada
bidang pendidikan adanya pendahulan pendidikan bagi anak laki-laki dari pada anak
perempuan.
Hal ini didukung oleh Manurung yang mengatakan bahwa dalam masyarakat
yang bertumpu pada budaya dan ideologi patriarki dengan basis dan nilai perempuan,
kedudukan perempuan berada pada subordinat marginalis dalam pengambilan keputusan
termasuk akan keikutsertaan dalam program keluarga berencana dan pendominasian dari
anak laki-laki dan anak perempuan (Manurung. 2002)
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian kualitatif di Maluku menunjukkan bahwa
nilai anak bagi orang Toraja Sa’dan sangat penting. Memiliki banyak anak masih
menjadi pandangan utama bagi sebagian besar penduduk Sa’dan. Program Keluarga
Berencana (KB) dari pemerintah yang mengarahkan dua anak lebih baik tidak berlaku
bagi orang Toraja Sa’dan. Istilah KB bagi orang Toraja Sa’dan diubah menjadi “keluarga
besar”, untuk menunjukkan banyaknya jumlah anak yang mereka miliki. Bahkan seorang
yang terpandang di Toraja menceritakan bahwa dua bukan dua orang, namun dua pasang
(empat anak) untuk menunjukkan anak yang mereka miliki. Ketiadaan seorang anak bagi
76
orang Toraja Sa’dan merupakan hal yang masiri’ (malu) dalam keluarga, dianggap lemah,
dan dikasihani oleh keluarga luas. Bahkan, sekalipun sudah memiliki anak, tetapi baru
satu, keluarga tersebut masih dianggap belum lengkap (Kemenkes RI, 2012).
Pada masyarakat, masih adanya pandangan orang tua terhadap anak dalam
keluarga, dimana anak selain merupakan kebanggaan orang tua, anak juga sebagai tenaga
kerja yang membantu meningkatkan ekonomi keluarga. Selain itu adanya kebiasaan dari
suatu kelompok masyarakat yang memberi nilai lebih pada satu jenis kelamin tertentu
(Siregar, 2003). Bagi kebanyakan masyarakat di Indonesia cenderung masih sangat
mempercayai mitos-mitos terdahulu.
Semboyan banyak anak akan banyak rezeki, banyak anak akan banyak
kegembiraan di hari tua masih terdengar dikalangan pasangan yang memiliki anak
dengan jumlah banyak. Bagi masyarakat yang cenderung dinamis dalam bidang ekonomi
dan sosial, atau makin meningkat kemakmuran hidupnya, jumlah anak sering dianggap
bukan masalah yang memberatkan. Dalam hal ini, target program KB dengan semboyan
"dua anak lebih baik" sering dianggap sebagai usang yang mungkin hanya cocok bagi
masyarakat statis yang hidup dalam garis kemiskinan (BKKBN, 2010).
Dibutuhkan peran serta petugas kesehatan dan tokoh masyarakat yang menduduk
dalam upaya penyebaran informasi tentang manfaat dari penggunaan kontrasepiyang
mana untuk membatasi kelahiran anak, selain itu usaha yang dilakukan salah satunya
meluruskan mitos-motos yang sudah berkembang di masyarakat, seperti banyak anak
banyak rezeki dimana dalam hal ini diperlukannya pendekatan dalam aspek budaya.
Petugas KB tidak hanya menginformasikan kontrasepsi kepada ibu saja, namun juga
keluarga diperlukan juga dimana masih adanya peran orang tua terhadap anak yang
sudah berkeluarga dalam pemutusan jumlah anak yang dimiliki.
77
6.5 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Tingkat Kekayaan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada
WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar berada pada tingkat
kekayaan tinggi, dibandingkan WUS yang tingkat kekayaannya rendah. Berdasarkan
hasil ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tingkat
kekayaan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi.
Dalam penelitian ini tingkat kekayaan rumah tangga pada SDKI 2012 dihitung
berdasarkan kepemilikan rumah tangga terhadap sejumlah aset yang digunakan di rumah
tangga seperti fasilitas sanitasi, sumber air minum, barang tahan lama, bahan lantai
rumah dan lain lain. Skor tingkat kekayaan dibagi kedalam lima kuintil kekayaan dari
mulai skor tingkat kekayaan terendah sampai dengan tertinggi yang terdiri dari 20%
penduduk pada setiap kuintil. Lima kuintil tersebut yaitu terbawah, menengah bawah,
menengah, menengah atas, dan teratas (BPS, BKKBN, Kemenkes & ICF International,
2013).
Penelitian ini sejalan dengan Mashfufah (2006) bahwa ada hubungan yang sangat
signifikan antara tingkat ekonomi/kekayaan dengan pemakaian kontrasepsi. Berdasarkan
nilai kekuatan hubungan OR diketahui bahwa responden yang tingkat ekonomi rendah
mempunyai peluang menggunakan kontrasepsi 2,66 kali. Sedangkan responden yang
tingkat ekonominya tinggi mempunyai peluang menggunakan kontrasepsi 2,85 kali.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Adam (2010) berdasakan indeks
kesejahteraan memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkat kesejahteraannya maka
keikutsertaan wanita menggunakan kontrasepsi akan meningkatkan. Indeks kesejahteraan
dengan kategori termiskin dan miskin adalah 27% dibandingkan dengan kategori kaya-
terkaya sebanyak 47%.
78
Pendapatan suatu keluarga berhubungan erat dengan kebutuhan – kebutuhan
keluarga. Penghasilan seseorang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
penerimaan dan pengambilan keputusan terhadap inovasi baru. Tingkat pendapatan
mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis kontrasepsi, berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa responden menggunakan kontrasepsi hormonal lebih banyak yang
berpendapatan keluarga rendah, sedangkan responden yang menggunakan kontrasepsi
non hormonal lebih banyak yang berpendapatan tinggi. Hal ini menunjukan bahwa
keinginan pasutri untuk menjadi akseptor KB masih tinggi meskipun pendapatan mereka
tergolong rendah karena dilihat dari segi biaya, kontrasepsi hormonal yang digunakan
cenderung lebih murah dibanding dengan kontrasepsi non hormonal (Arliana, dkk, 2013).
Dari hasil yang didapatkan bahwa sebagian besar di Sumatera Utara WUS yang
menggunaan kontrasepsi berada pada tingkat kekayaan teratas. Dan WUS pada tingkat
kekyaan terendah paling sedikit yang menggunakan kontrasepsi, dimana hal ini salah
satunya dapat terjadi karena biaya yang harus mereka keluarkan. Pelayanan KB
hendaknya diberikan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat, sebagaimana
diakomodir dalam hukum positif. Dalam hal biaya, pemerintah telah mengatur dan
memberikan pelayanan gratis untuk kelompok keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I.
Bagi kelompok keluarga dengan ekonomi baik (Sejahtera II dan di atas nya), diharapkan
mau membiayai pelayanan KB secara Mandiri (BKKBN, 2010).
Perlunya petugas lapangan KB maupun petugas di fasilitas kesehatan untuk
memberikan arahan dan informasi terkait kontrasepsi, khususnya bagi kalangan tingkat
kekayaan rendah dimana dapat memungkinkan bagi mereka untuk memanfaatkan dan
mendapatkan pelayan KB berdasarkan kemampuan mereka.
79
6.6 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Sumber Informasi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada
WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 sebagian besar mendapatkan informasi
melalui media elektronik, sedangkan sumber informasi yang didapat pengguna
kontrasepsi paling sedikit yaitu tidak mengakses media. Berdasarkan hal ini didapatkan
bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara sumber informasi dengan perilaku
penggunaan kontrasepsi pada WUS. Dari hasil diketahui banyak WUS di Sumatera Utara
yang mengetahui kontrasepsi dari media elektronik banyak yang mengakses melalui TV
dan radio, WUS yang tanpa media mengaku tidak mendapatkan informasi baik dari
media elektronik maupun dari media cetak seperti koran atau majalah.
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam
penyambung informasi baik media dan non media. Media promosi kesehatan adalah
semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin
disampaikan oleh komunikator, baik melalui media cetak, elektronik (TV, radio,
komputer) dan media luar, sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang
akhirnya diharapkan dapat merubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan
(Notoatmodjo, 2010).
Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Iswarati (2009), dimana
temuan di lapangan membuktikan bahwa perlunya informasi bagi masyarakat karena
akan membantu kesuksesan program KB. Penelitian Iswarati menunjukkan bahwa
Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) KB melalui poster/pamflet maupun televisi
memperlihatkan pengaruh yang sangat signifikan terhadap kepesertaan ber KB dengan p-
value = 0,000.
Selain itu penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian (Iswarati; 2009, Nurul;
2002) yang di lakukan di Indonesia, dimana terdapat hubungan antara sumber informasi
80
KIE dengan status penggunaan akseptor IUD. Temuan di lapangan membuktikan bahwa
perlunya informasi bagi masyarakat karena akan membantu kesuksesan program KB.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Iswarati menunjukkan bahwa Komunikasi
Informasi dan Edukasi (KIE) KB melalui poster atau pamflet maupun televisi
memperlihatkan pengaruh yang sangat signifikan terhadap kepesertaan ber KB dengan p-
value = 0,000.
Tidak ada hubungannya sumber informasi dengan perilaku penggunaan alat
kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara dapat terjadi karena apabila dibandingkan dengan
WUS yang menggunakan media sebagai sumber informasi tentang kontrasepsi dengan
WUS yang menggunakan media baik media elektronik maupun media cetak, hasil
menunjukan persentase penggunaan alat kontrasepsi sama tingginya bagi WUS yang
menggunakan atau tidak menggunakan sumber informasi sehingga tidak ada hubungan
dengan penggunaan kontrasepsi. Hal ini bisa terjadi karena WUS sudah mendapatkan
informasi tentang kontrasepsi tersebut dari pendidik sebaya seperti tetangga, atau
informasi dari ibu mertua dan lingkungan keluarganya.
Apabila dikaitkan dengan faktor pendidikan besar WUS di Sumatera Utara
tingkat pendidikannya tinggi. WUS yang tidak menggunakan media sebagian sumber
informasi dan pendidikan tinggi sebesar 58,9% dan WUS yang menggunakan media
elektonik dan media cetak sebagai media informasi dan pendidikan tinggi sebesar 70,9%
dan 63,2%. Menurut Proverawati, dkk (2009) semakin tingginya pendidikan WUS dapat
mudah mengerti dan menerima kontrasepsi, selain itu WUS yang pendidikan dan
pengetahuannya cukup akan memiliki sikap yang positif terhadap kontrasepsi
dibandingan dengan pendidikan yang rendah/kurang.
Kemudian apabila dibandingkan dengan tingkat kekayaan, sebagian besar WUS
yang tidak mengakses media dan WUS yang mengakses media melalui media elektonik
81
dan media cetak berada pada tingkat kekayaan tinggi. WUS yang tingkat kekayaannya
tinggi, mereka memiliki materil dan dapat dengan mudah untuk mengakses informasi
tetang kontrasepsi seperti langsung pergi ke fasilitas kesehatan tanpa harus melihat.
Menurut Ali (2013) yang dilakukan di Kabupaten Gorontalo, pengetahun berhubungan
dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Banyaknya informasi yang diperoleh akseptor
bisa didapatkan langsung oleh petugas kesehatan yang ada di fasilitas kesehatan.
Selain itu menurut Musdalifah (2013) dalam Aryanti (2014), pemberian informasi
oleh petugas KB berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi karena kebanyakan
akseptor masih ragu-ragu dalam memakai alat kontrasepsi. Disinilah pentingnya seorang
petugas KB dalam memberikan informasi, penyuluhan dan penjelasan tentang alat
kontrasepsi. Mereka dituntut untuk komunikatif dan secara lengkap menjelaskan agar
calon akseptor benar-benar memahami alat kontrasepsi. Dibandingkan dengan media
cetak atau elektronik, informasi dari petugas KB dianggap lebih jelas dibandingkan
pesan singkat dari media apapun dalam menginformasikan tentang KB.
Selain itu Menurut Wibawa (2007) yang dilakukan di Kabupaten Pati,
menyatakan bahwa lebih efektif metode demonstrasi dibandingkan pemutaran video
terhadap perubahan sikap. Hal ini dikarenakan penurunan retensi sikap kelompok metode
demonstrasi lebih kecil (4,42%) dibandingkan dengan kelompok dengan metode
pemutaran video (8,63%), Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan metode demonstrasi
sikap responden tentang pengetahuan yang diberikan lebih bertahan lama.
Berdasarkan hasil data SDKI (2007) menunjukan bahwa media massa sebagai
sumber informasi kontrasepsi bagi WUS di Sumatera Utara lebih banyak yang
mengakses media melihat informasi kontrasepsi melalui TV. Selain itu akses informasi
tentangkontrasepsi menunjukan hubungan yang positif dengan tingkat kekayaan.
Semakin tinggi tingkat kekayaan WUS, semakin besar kemungkinan menerima informasi
82
tentang kontrasepsi dari berbagai media. Sedangkan hasil penelitian ini didapatkan,
sebagian besar WUS yang memiliki tingkat kekayaan terendah tidak mengakses media
informasi
Dari hasil penelitian banyak WUS yang tidak mengakses media informasi tentang
kontrasepsi baik dari media cetak maupun media elektronik sebagai sumber informasi.
Hal ini dikarenakan masih kurangnya media informasi yang mengedukasi tentang
kontrasepsi. Perlunya media promosi kesehatan seperti poster yang ditempelkan di
fasilitas-fasilitas kesehatan ataupun leaflat-leaflet, kemudian bagi pemerintah di
harapkan lebih menggencarkan melaui media iklan baik dari TV maupun radio tentang
kontrasepsi, hal ini juga dapat membantu petugas kesehatan dalam penyampaian
informasi tentang kontrasepsi sehingga dapat membantu meningkan kesadaran dan
pengetahuan WUS.
6.7 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan Petugas KB
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa WUS yang menggunakan alat
kontrasepsi sebagian besar dikunjungi petugas KB dalam 6 bulan terakhir. Dari hasil
tersebut didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku penggunaan
kontrasepsi dengan kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir.
Pemberian informasi dalam program KB dikenal dengan nama KIE KB. KIE
adalah suatu kegiatan dimana terjadi proses komunikasi dengan penyebaran informasi
yang mempercepat terjadinya perubahan prilaku dari masyarakat. Adapun bentuk dari
KIE KB dapat berupa penyuluhan dan kunjungan oleh petugas KB (Lina, dkk, 2012).
Dalam hal ini, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Arliana dkk. (2012) di
Sulawesi Tenggara, mengatakan bahwa dari hasil analisis statistik menunjukan bahwa
tidak ada hubungan antara pemberian informasi oleh petugas KB dengan penggunaan
metode kontrasepsi hormonal.
83
Namun, Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012)
yang dilakukan di Kabupaten Gayo Lues, Sumatera Utara, yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan antara perilaku penggunaan KB antara yang dikunjungi petugas KB
dengan yang tidak dikunjungi dengan p-value = 0,020. Menurut Musdalifah, dkk,(2013)
mengatakan bahwa umur, dukungan suami, efek samping dan pemberian informasi
petugas KB berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi hormonal. Perbedaan hasil
penelitian ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti tingkat pendidikan reponden
maupun sumber informasi yang sudah didapatkan responden selain informasi tentang
kontrasepsi memalui petugas KB.
Selain itu berdasarkan hasil penelitiaan yang dilakukaan oleh Iswarti (2009) di
Indonesia, dengan adanya kunjungan petugas lapangan KB (PLKB) dalam 6 bulan
terakhir kepada klien berpengaruh secara signifikan terhardap kesertaan ber KB dengan
p-value = 0,018. Dalam pemilihan alat/cara KB seharunya melalui konseling. Konseling
sangat penting sebagai bagian dari pelayan KB dan kesehatan reproduksi. Melalui
konseling berarti petugas telah membantu klien memilih dan memutuskan jenis
kontrasepsi yang di pilih dan digunakan. Hal ini dikuatkan hasil penelitian lain yang
menyatakan bahwa konseling yang baik akan memberi kepuasan kepada klien dan akan
membantu keberhasilan KB karena klien mau menggunakan kontrasepsinya lebih lama
(Saifudin, 2006).
Tidak ada hubungan antara perilaku pengguna KB yang dikunjungi petugas KB
dengan yang tidak dikunjungi bisa dikarenakan sebanyak 80,1% masyarakat Sumatera
Utara memilliki tingkat pendidikan menengah. Menurut Rohmawati, dkk, (2011) yang di
lakukan di Semarang, ketidaktahuan wanita usia subur tentang kontrasepsi dipengaruhi
oleh kurangnya informasi serta sebagian besar berpendidikan sekolah dasar. Semakin
tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah untuk menerima informasi.
84
Selain hal di atas, tidak adanya hubungan antara perilaku pengguna KB yang
dikunjungi petugas KB dengan yang tidak dikunjungi ini dapat dikarenakan responden
sudah mengetahui informasi tentang kontrasepsi yang digunakan dari sumber lain,
seperti pendidik sebaya, ibu mertua, maupun tetangga sekitar. Dari hasil penelitian yang
dilakukan secara kualitatif oleh Handayani, dkk, (2012) bahwa masih banyak akseptor
yang menentukan metode yang dipilih hanya berdasarkan informasi dari akseptor lain
berdasarkan pengalaman masing-masing.
Dalam pemenuhan hak reproduksi perlu mendapat perhatian atau dengan kata lain
dalam memperkenalkan metode kontrasepsi harus disertai dengan fasilitas pilihan
informasi tentang cara alternatif. Informasi tersebut harus memenuhi syarat yaitu akurat,
tidak bias, lengkap dan komprehensif. Setiap perempuan yang akan menggunakan
metode kontrasepsi, harus terpenuhi kebutuhan akan pilihan informasi (POGI, 2003).
Petugas kesehatan yang melakukan kunjungan kerumah-rumah warga biasanya
memberikan konseling dan pemberian informasi kepada WUS. Informasi yang diberikan
petugas membantu klien dalam memilih dan menentukan metode kontrasepsi yang
dipakai. Informasi yang baik akan memberikan kepuasan klien yang berdampak pada
penggunaan kontrasepsi yang lebih lama sehingga membantu keberhasilan KB
(Handayani, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian responden yang tidak menggunakan kontrasepsi
banyak dari mereka yang mengakses informasi tentang KB melalui media elektronik.
Media elektronik termasuk kedalam media prosomis kesehatan, diaman media promosi
kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi
yang ingin disampaikan oleh komunikator baik melalui media cetak, elektronik (TV,
radio, komputer) dan media luar ruang sehingga sasaran dapat meningkatkan
pengetahuannya.
85
Menurut Heri Ariyanti (2014) Tidak adanya hubungan antara informasi oleh
petugas lapangan KB dengan penggunaan kontrasepsi pada wanita kawin usia dini di
Kecamatan Aikmel, Kabupaten Lombok Timur disebabkan karena masih kurangnya
petugas lapangan KB di desa sehingga petugas lapangan KB yang bertugas di desa
memegang dua sampai empat desa binaan. Hal ini menjadi tidak efektifnya penyuluhan,
pembinaan dan advokasi yang dilakukan oleh petugas lapangan KB di desa.
Berdasarkan penelitian ini diketahui kurang aktifnya Petugas lapangan KB
(PLKB) yang bertugas, dimana selain sumber informasi yang didapatkan WUS melalui
media, petugas KB lapangan berperan penting dalam penyebaran informasi mengenai
kontrasepsi. Petugas KB yang berkunjung ke rumah WUS berperan dalam memberikan
informasi, penyuluhan dan penjelasan tentang alat kontrasepsi bagi calon akseptor.
Perlunya informasi bagi masyarakat dikarenaakan dapat membantu kesuksesan program
KB. Disamping itu masih banyak ibu-ibu yang menentukan metode yang dipilih hanya
berdasarkan informasi dari akseptor lain berdasarkan pengalaman masing-masing.
Sebagian petugas kesehatan kurang melakukan konseling dan pemberian informasi yang
menyebabkan kurangnya pengetahuan WUS khususnya dalam memilih jenis
kontrasepsi.
6.8 Gambaran Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Kunjungan ke Fasilitas
Kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar penggunaan alat
kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara pada tahun 2008 – 2012 tidak menunjungi
fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir. Hasil ini didapatkan bahwa kunjungan fasilitas
kesehatan memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan perilaku penggunaan
kontrasepsi.
86
Kunjungan ke fasilitas kesehatan merupakan salah satu cara untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan
pendidikan di dalam bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah
semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005).
Komunikasi adalah pertukaran pikiran atau keterangan dalam rangka
menciptakan rasa saling mengerti dan saling percaya demi terwujutnya hubungan yang
baik antara seseorang dengan orang lain, selain itu komunikasi juga merupakan
pertukaran fakta, gagasan, opini atau emosi antara dua orang atau lebih (Effendy, 1998).
Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk mempengaruhi secara
positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan menggunakan berbagai prinsip dan
metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi antar pribadi maupun komunikasi
massa (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Riskesdas (2010) tempat terbanyak masyarakat mendapatkan pelayanan
kontrasepsi di sektor swasta adalah Bidan Praktek Mandiri yaitu 52,5%. Fasilitas
pelayanan pemerintah seperti rumah sakit, puskesmas, pustu dan poskesdes atau polindes
digunakan oleh sekitar 23,9% peserta KB. Hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes)
2011, kegiatan pelayanan KIA/KB telah dilaksanakan di 97,5% puskesmas. Pelayanan
KIA dan KB termasuk 6 (enam) pelayanan wajib puskesmas.
Besarnya proporsi WUS yang menggunakan kontrasepsi karena berkunjungan ke
fasilitas pelayanan kesehatan bisa dikarenakan adanya program pelayanan KB pasca
persalinan. Melalui program ini WUS sudah sejak kehamilan diperkenalkan dengan KB
guna mencegah keterlambatan untuk mendapatkannya karena pada umumnya wanita
mulai menggunakan kontrasepsi pada minggu keenam pasca persalinan. Seorang ibu
87
yang baru melahirkan bayi biasanya lebih mudah untuk diajak menggunakan kontrasepsi,
sehingga waktu setelah melahirkan adalah waktu yang paling tepat untuk mengajak
seorang ibu menggunakan kontrasepsi.
Di samping hal-hal tersebut di atas, KB pasca persalinan diintegrasikan pula
dalam P4K, Kelas Ibu Hamil dan pelayanan antenatal terpadu. Dalam pelayanan
antenatal terpadu, tenaga kesehatan pemberi layanan antenatal berkewajiban memberikan
konseling KB pasca persalinan kepada ibu hamil agar setelah bersalin ibu dapat segera
mendapatkan pelayanan KB. Dalam Kelas Ibu Hamil, salah satu materi yang dibahas
adalah tentang KB pasca persalinan, dan dalam empat kali pertemuan, minimal satu kali
pertemuan, ibu hamil didampingi oleh suami atau keluarganya. Hal ini dimaksudkan agar
kesehatan ibu selama hamil, bersalin, nifas, termasuk kesehatan bayi yang baru
dilahirkannya dan kebutuhan akan KB pasca persalinan menjadi perhatian dan tanggung
jawab seluruh keluarga. Dalam P4K, ibu hamil dan keluarga diberi penjelaskan tentang
kesehatan maternal termasuk KB pasca persalinan dan diminta untuk menandatangani
Amanat Persalinan yang salah satunya adalah kesepakatan tentang metoda KB yang
akan dipakainya kelak setelah bersalin.
Di samping itu, untuk menghilangkan hambatan pembiayaan dalam mengakses
pelayanan KB pasca persalinan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan
mengintegrasikan pelayanan KB pasca persalinan dalam paket Jaminan Persalinan atau
yang lebih dikenal dengan singkatannya Jampersal. Jadi banyaknya program yang
terintegrasi dengan pelayanan KB di fasilitas kesehatan bisa mendorong WUS untuk
memilih dan menggunakan alat kontrasepsi karena banyaknya informasi yang diserap
WUS melalui kegiatan di fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2012).
Dalam kebijakan dan strategi nasional, tentang kesehatan reproduksi disebutkan
bahwa kualitas informasi dan pelayanan KB masih perlu ditingkatkan, misalnya
88
keterbukaan penyampaian informasi tentang efek samping dan komplikasi agar dapat
menangkal rumor negatif (Oktariana, 2009). Setiap fasilitas kesehatan seperti puskesmas
terdapat pelayana Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), KIE bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap danpraktek KB sehingga tercapai penambaha peserta
baru. KIE dapat dilakukan dengan cara masa, kelompok dan perorangan, dengan
menggunakan alat bantu media seperti TV, radio, penerbitan/punlikasi, mobil unit
penerangan, koran, film, pameran, yang mana dapat meningat pengetahuan tentang KB
khususnya kontrasepsi.
Konseling merupakan tindak lanjut dari KIE, bila seseorang telah termotivasi
melakukan KIE maka dia perlu diberikan konseling. Konseling adalah proses pertukaran
informasi dan interaksi positif anatara klien dan petugas untuk membantu klien
mengenali kebutuhannya, memilih sosuli terbaik dan membuat keputusan yang paling
sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapai (Kemenkes RI, 2012). Selain itu informasi
melalui konseling bertujuan agar seseorang dapat memilih alat/cara kontrasepsi yang
sesuai dengan dirinya, maka dibutuhkan pengetahuan tentang alat/cara KB yang
menyeluruh.
Diperlukannya peningkatan pelayanan khususnya Pelayanan KB yang berkualitas
yang dapat berdampak pada kepuasan pada klien yang dilayani dan terpenuhinya tata
cara penyelenggaraan Pelayanan KB sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan yang
telah ditetapkan. Kompetensi tenaga yang memberikan Pelayanan KB merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi kualitas Pelayanan KB selain itu juga ketersediaan seperti
prasarana dan sarana penunjang, alat dan obat kontrasepsi, ketersediaan pedoman
pelayanan dan upaya untuk menjaga mutu juga diperlukan.
89
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur (WUS) di Sumatera
Utara berdasarkan data SDKI 2012, maka dapat didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagian besar WUS di Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 – 2012 menggunakan
alat kontrasepsi (77,9%), sebagian besar berumur 20 – 35 tahun (52,2%), sebagian
besar tingkat pendidikannya menengah/SMA (61,9%), sebagian besar memiliki 1 – 2
anak (42,8%), sebagian besar tingkat kekayaannya tinggi (52,3%), sebagian besar
sumber infromasi yang di peroleh tidak melalui media (71,4%), sebagian besar tidak
mendapat kunjungan petugas KB dalam waktu 6 bulan terakhir (96,8%), dan
sebagian besar tidak mengunjungi fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir (66,4%).
2. Terdapat hubungan antara umur dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS
di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012, dimana pada WUS dengan umur 20 – 35
tahun proporsi penggunaan kontrasepsinya lebih tinggi.
3. Terdapat hubungan antara pendidikan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada
WUS di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012, dimana pada WUS dengan tingkat
pendidikan menengah proporsi penggunaan kontrasepsinya lebih tinggi.
4. Terdapat hubungan antara jumlah anak dengan perilaku penggunaan kontrasepsi
pada WUS di Sumatera Utara tahun 2008 – 2015, dimana pada WUS yang memiliki
anak 3 – 4 proporsi penggunaan kontrasepsinya lebih tinggi.
5. Terdapat hubungan antara tingkat kekayaan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi
pada WUS di Sumatera Utara tahun 2008 – 2012, dimana pada WUS dengan tingkat
kekayaannya tinggi proporsi penggunaan kontrasepsinya lebih tinggi.
90
6. Tidak terdapat hubungan antara sumber informasi dengan perilaku penggunaan
kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara tahum 2008 – 2012, dimana pada WUS
yang tidak mengakses sumber informasi menggunakan media proporsi pengguna
kontrasepsinya lebih tinggi.
7. Tidak terdapat hubungan antara kunjungan petugas KB dalam 6 bulan terakhir
dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara tahun 2008 –
2012, dimana semakain besar WUS yang tidak dikujungi petugas KB maka proporsi
penggunaan kontrasepsinya semakin tinggi.
8. Terdapat Hubungan antara kunjungan ke fasilitas kesehatan dalam 6 bulan terakhir
dengan perilaku penggunaan kontrasepsi pada WUS di Sumatera Utara tahun 2008 –
2012, dimana semakin besar WUs yang mengunjungi fasilitas kesehatan proporsi
penggunaan kontrasepsinya lebih tinggi.
9. Penelitain ini mengacu pada teori Green (1980) untuk mengetahui faktor-faktor apa
saja yang dapat mempengaruhi perilaku penggunaan kontrasepsi. Beberapa variabel
seperti sikap, pekerjaan, budaya, dukungan suami dan dukungan dari masyarakat
tidak diteliti karena tidak tersedianya data pada data SDKI (2012).
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberi saran
sebagi berikut:
1. Bagi Kementerian Kesehatan RI, diharapakan adanya kebijakan agar bidan ataupun
pemberi pelayan KB memberikan informasi yang sesuai dan memberikan pilihan
kontrasepsi yang lebih banyak.
2. Pemerintah daerah dapat menigkatkan kegiatan dalam pelaksanaan program KB.
Seperti dalam pelayanan KB meningkatkaan ketersediaan prasarana seperti alat /
obat kontrasepsi, salah satunya kontrasepsi hormonal yang banyak diminati
91
masyarakat yang berada ditingkat kekayaan rendah dan banyak berkeinginan
meggunakan kontrasepsi. Selain itu ketersediaan pelayanan KB diberbagai sarana
kesehatan seperti, rumah sakit, puskesmas, puskesdes, bidan untuk memenuhi
informasi terkait kontrasepsi.
3. Diharapkan kepada petugas KB untuk meningkatkan pemberian penyuluhan kepada
WUS dalam upaya peningkatan pengetahuan dan menyebar luaskan komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) agar tetap aktif menggunakan kontrasepsi dan
memberikan pemahaman kepada masyarakat akan manfaat penggunaan kontrasepsi
di Sumatera Utara.
92
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Felecia P. 2010. Kajian Tentang Prevalensi Kontrasepsi Keluarga Berencana Catatan
Kecil Dalam Upaya Pencapaian Mdgs 2015 Di Maluku. Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian. UNPATTI.
Ahmed, S. and W. H. Mosley (2002). "Simultaneity inthe use of maternal-child health care
and contraceptives: evidence from developing countries." Demography 39(1): 75-93.
Aritonang, Juneris. 2010. Hubungan Budaya Patriarki Terhadap Keputusan WUS Menjadi
Akseptor Keluarga Berencana di Lingkungan VI Simpang Selayang Medan
Tuntungan Tahun 2010. Karya Ilmiah. D-IV Bidan Fakultas Keperawatan.
Universitas Sumatera Utara. Medan
Ali Rifa’i. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi
pada Pasangan Usia Subur di Wilayah Puskesmas Bahu Kabupaten Gorontalo
(Prosiding Seminar Nasional Kependudukan). Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Jember
Arliana, W.O.D., Sarake, M., dan Seweng, A. 2013. Faktor yang berhubungan dengan
Penggunaan Metode Kontrasepsi Hormonal pada Akseptor KB di Kelurahan
Pasarwajo Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.Universitas
Hasanudin. Makasar.
Arum, D., DKK. 2009. Panduan Lengkap Pelayan KB Terkini. Yogyakarta : Penerbit Mitra
Cendikia
Aryanti, Henry. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Kontrasepsi
Pada Wanita Kawin Usia Dini Di Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur.
Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.
Asih, Leli dan Hadriah Oesman. 2009. Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi
Jangka Panjang (MKJP). Jakarta: BKKBN.
Badan Pusat Statistik, 2007a. Statistik Indonesia 2007. Jakarta: BPS.
BAPPENAS. 2012. Bagian IV: Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
BKKBN. 2006. Buku Saku Bagi Petugas Lapangan Program Kb Nasional Materi Konseling.
Jakarta: BKKBN
BKKBN. 2009. Petunjuk Tehnis Analisis dan Penilaian Multi Indikator Materi Keluarga
Berencan Nasional. Medan: BKKBN
BKKBN. 2009. Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP). Jakarta: BKKBN
93
BKKBN. 2009. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 Provinsi Sumatera Utara.
Jakarta: BKKBN
BKKBN, 2010. Badan Pelayanan kontrasepsi & Pengendalian Lapangan Program KB
Nasional. Jakarta: BKKBN
BKKBN. 2010. Pedoman Pelaksanaan Keluarga Berencana Mandiri. Jakarta: BKKBN.
BKKBN. 2012. Rencana Aksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta:
Deputi Bidang KB dan KR, BKKBN
BKKBN. 2013. Pedoman Penggunaan Alokasi Khusus (DAK) Bidang Keluarga Berencana.
Jakarta: BKKBN
BPS, Indonesia, 2007. Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta: Depkes.
BPS. (2013). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: BPS.
Childinfo. 2012. A Global Overview of Maternal Mortality.
http:/www.childinfo.org/maternalmortality.html. diakses pada tanggal 5 Juli 2014 Pukul
15.22 WIB.
Chowdhury, A. H., Islam, S. S., & Karim, A. (2013). Covariates of Neonatal and Post-
Neonatal Mortality in Bangladesh. Global Journal of Human Social Science.
Depkes RI. 2004. Profil Kesehatan Indonesia 2004. Jakarta.
Depkes RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Depkes RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta.
Dewi, Soi Ropika. 2012. Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Wanita Pus Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kota Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues. Tesis. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universita Sumatera Utara.
Dinas Kesehatan Kota Medan, 2009. Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2009. Dinkes
Medan: Medan.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2012. Dinkes: Sumatera Utara
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2012.
Dinkes Lampung: Lampung.
Effendy, Nasrul, 1998. Dasar-dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kedokteran EGC.
Fatimah. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi ibu Dalam Pemilihan Alat Kontrasepsi di
Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya. Abstrak.
94
Fienalia, Rayni Alus. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas
Kota Depok Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universiatas
Indonesia, Jakarta.
Frost, Jennifer J., Gold , Rachel Benson Gold, Bucek, Amelia. 2012. Specialized Family
Planning Clinics in the United States: Why Women Choose Them and Their Role in
Meeting Women’s Health Care Needs. Elsevier: Jacobs Institute of Women’s Health
Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan BKKBN. Jakarta. 2005.
Green, Lawrence W., Kreuteur, Marshall W. Deeds, Sigrid G.. Partridge, Kay B. 1980.
Helath Education Planning. California: Mayfield Publishing Company
Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka
Rihama.
Handayani, L., Suharmiati, Hariastuti, I., dan Latifah, C. 2012. Peningkatan Informasi
tentang KB: Hak Kesehatan Reproduksi yang perlu Diperhatikan oleh Program
Pelayanan Keluarga Berencana. Buletin Penelitian Sistem kesehatan vol 15 no 3 Juli
2012 289-297. Penelitian Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.Kementerian Kesehatan
RI.
Hatmadji, S.h., 2004. Fertilitas (Kelahiran) dalam Dasar-Dasar Demografi. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Harahap, Fiona Rachmawaty. 2005. Hubungan Faktor Sosio Demografi, Sosio Psikologi dan
Pelayanan KB Terhadap Keikutsertaan KB di Kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan
Tembung Tahun 2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Hutauruk, A. 2006. Hubungan Karakteristik Wanita Usia Subur (WUS) dan Kualitas
Pelayanan KB dengan Utilitas Pelayanan KB di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun
2006. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Iswarati. 2009. Pengaruh Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) KB terhadap Pelayanan KB
Di Indonesia, Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi.
Karlsen, S., Say, L., Souza, J.-P., Hogue, C. J., Calles, D. L., Gülmezoglu, A. M., et al.
(2011). The Relationship Between Maternal Education and Mortality Among Women
Giving Birth in Health Care Institutions: Analysis of the Cross Sectional WHO Global
Survey on Maternal and Perinatal Health. BMC Public Health , 1.
Kemenkes RI. 2011. Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan, Persalinan
dan Nifas Bagi Kader. Jakarta: Kemenkes RI.
95
Kemenkes RI. (2012). Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012: Etnik Alifuru
Seram Desa Waru Kecamatan Bula Kabupaten Seram Bagian Timur Provinsi Maluku.
Kemenkes RI , 59
Kemenkes RI. 2013. Rancangan Aksi Nasional Pelayanan Keluarga Berencana Tahun 2014-
2015. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2013. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Sumatera Utara.
Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2014. Situasi dan Analisis Keluarga Berencana. Jakarta: Kemenkes RI.
Leavell HR and Clark EG. 1965. Preventive Medicine for the Doctor in His Community. New
York: McGraw-Hill.
Lina, Ketut. Zainal, Syaifuddin dan Yusuf, H.Muh. 2012. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Keikusertaan Ber-Kb Pasangan Usia Subur Suami Istri Keluarga
Ekonomi Rendah Di Desa Rawamangun Kab. Luwu Utara. ISSN. Volume 1 Nomor 1.
Mantra, I.B,. 2006. Demografi Umum, Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Manuaba, IBG, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.
Manurung, Ria, dkk. (2002). Kekerasan Terhadap Perempuan Pada Masyarakat Multi Etnik.
Yogyakarta : Pusat Studi Kependidikan dan Kebijakan UGM Ford Foundation
Mashfufah, Ulfah. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian
Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur di Daerah Tertinggal (SDKI 2002 – 2003).
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Mendrofa, Primary Waty. 2012. Hubungan Budaya Patrilineal Terhadap Jumlah Anak
Dalam Keluarga Suku Nias di Desa Onozitoli Sifaoro’asi Kecamatan Gunungsitoli
Kotamadya Gunungsitoli Tahun 2012. Skripsi. D-IV Bidan Fakultas Keperawatan.
Universitas Sumatera Utara. Medan
Murti, Bhisma. 2006. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: UGM Press.
Mutiara, E. 1998. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Pengunaan Kontrasepsi di
Wilayah Indonesia Timur (Analisis Data SDKI 1994). Tesis. Program Pascasarjana
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.
Notoatmodjo, Seokidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Seokidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Seokidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.
96
Notoatmodjo, Seokidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan (Edisi Revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.
Pinem, Saroha SKM, M.KES. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: TIM.
Proverawati A, Islaely AD, Aspuah S. 2009. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta:
Nuha Medika
Purba, Junita Tatarini. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi
pada Istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008.
Tesis. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Rahayu, Ambar, MNS, 2014. Kebijakan dan Strategi Akselerasi Program Kependudukan, KB
dan Pembangunan Keluarga TA. 2014. Jakarta: BKKBN.
Ratminto dan Winarsih Atik Septi. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Republik Indonesia. 1992. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Keluarga
Berencana. Lembaga Negara RI Tahun 1992, No. 10. Jakarta: Sekertariat Negara.
Republik Indonesia. 2009. Undang – Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Lembaga Negara RI Tahun 2009, No.
52. Jakarta: Sekertariat Negara.
Rohmadiyah, Nurul. 2002. Hubungan Komunikasi, Informasi, Edukasi Dan Pelayanan
Kontrasepsi Dengan Status Akseptor Iud Di Kelurahan Karanganyar, Kecamatan
Karanganyar, Kabupaten Kebumen Tahun 2002. Skripsi.
Rohmawati, Ely dkk. 2011. Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Penyuluhan
Tentang Kontrasepsi Implan (Studi pada WUS di Rw IV Desa Wonolopo Kecamatan
Mijen Kota Semarang). http://jurnal.unimus.ac.id. diakses pada 26 Agustus 2014.
Saifuidin, Abdul Bari, dkk. 2006. Buku Panduan Praktik Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Satria, Yurni. Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi. Pusat Pelatihan
Simbolon, Desnal. 2010. Analisis Faktor-Faktor yangBerhubungan dengan Alat Kontrasepsi
Pil KB pada Akseptor KB di Desa Pandiangan Kecamatan Lae Parira Kabupaten
Dairi Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Siregar, Dr. Fazidah A. 2003. Pengaruh Nilai dan Jumlah Anak pada Keluarga Terhadapat
Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara.
97
Siregar, Menasari. 2010. Analisis Pengunaan Alat Kontrasepsi Suntik pada Aksepto KB di
Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sharma , Sharad Kumar, KC, Naresh Pratap, Ghimire, Dhruba Raj. 2011. Ethnic
differentials of the impact of the Family PlanningProgram on contraceptive use in
Nepal. Demographic Research. volume 25, article 27, page 837-868.
Sugiyono. 2002. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Suratun dkk. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
Trans Info Media.
Tunnisa, Rezki. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi
di Wilayah Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kecamatan Soppeng
Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Uliyah, M. 2010. Panduan Aman dan Sehat Memilih Alat KB. Yogyakarta: Insani.
Varney, H. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
Wahidin, Muhammad. 2005. Faktor Determinan Pemilihan Metode Kontrasepsi Suntik pada
Wanita Akseptor KB di Kecamatan Palu Selatan Kota Palu. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar.
Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi Offset.
WHO. 2013. Familly Planing. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs351/en/. Diakses
pad 30 Desembe 2014.
Wibawa, Cahya. 2007. Perbedaan Efektifitas Metode Demonstrasi Dengan Pemutaran Video
Tentang Pemberantasan DBD Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Anak
SD Di Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia
Vol 2.
Wiknjosastro, Hanifa. Dkk., 2002. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga Cetakan Keempat. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirokardjo.
Yustina, Ida., 2007. Pemahaman Keluarga Tentang Kesehatan Reproduksi. Medan: Pustaka
Bangsa Press.
Zainuddin, Erviana. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Metode Kontrasepsi
Efektif Terpilih (MKET) Pada Akseptor KB di Kelurahan Tonasa Kecamatan Balocci
Kabupaten Pangkep Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin, Makassar.
98
LAMPIRAN
KUESIONER
99
100
101
102
103
104
105
106
107
OUTPUT
UJI UNIVARIAT
1. KONTRASEPSI
Apakah menggunakan Kontrasepsi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 262 22.1 22.1 22.1
Ya 921 77.9 77.9 100.0
Total 1183 100.0 100.0
2. UMUR
umur baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 15-19 21 1.8 1.8 1.8
20-35 617 52.2 52.2 53.9
>35 545 46.1 46.1 100.0
Total 1183 100.0 100.0
3. PENDIDIKAN
Highest educational level
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid No Education 17 1.4 1.4 1.4
Primary 319 27.0 27.0 28.4
Secondary 732 61.9 61.9 90.3
Higher 115 9.7 9.7 100.0
Total 1183 100.0 100.0
108
4. JUMLAH ANAK
Jumlah Anak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 5+ 195 16.5 16.5 16.5
3-4 399 33.7 33.7 50.2
1-2 506 42.8 42.8 93.0
0 83 7.0 7.0 100.0
Total 1183 100.0 100.0
5. TINGKAT KEKAYAAN
Indeks kekayaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 564 47.7 47.7 47.7
Tinggi 619 52.3 52.3 100.0
Total 1183 100.0 100.0
6. SUMBER INFORMASI
sumber informasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tanpa media 845 71.4 71.4 71.4
Media Elektronik 258 21.8 21.8 93.2
Media Cetak 19 1.6 1.6 94.8
Media Cetak & Elektronik 61 5.2 5.2 100.0
Total 1183 100.0 100.0
109
7. KUNJUNGAN PETUGAS KB
Visited by family planning worker last 12 months
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid No 1145 96.8 96.8 96.8
Yes 38 3.2 3.2 100.0
Total 1183 100.0 100.0
8. KUNJUNGAN KE FASILITAS KESEHATAN
Visited health facility last 12 months
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid No 785 66.4 66.4 66.4
Yes 398 33.6 33.6 100.0
Total 1183 100.0 100.0
UJI BIVARIAT
1. Hubungan Umur Ibu
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
umur baru * Apakah
menggunakan Kontrasepsi 1183 100.0% 0 .0% 1183 100.0%
umur baru * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation
Apakah menggunakan Kontrasepsi
Total Tidak Ya
umur baru 15-19 Count 14 7 21
% within umur baru 66.7% 33.3% 100.0%
110
20-35 Count 144 473 617
% within umur baru 23.3% 76.7% 100.0%
>35 Count 104 441 545
% within umur baru 19.1% 80.9% 100.0%
Total Count 262 921 1183
% within umur baru 22.1% 77.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 27.616a 2 .000
Likelihood Ratio 22.557 2 .000
Linear-by-Linear Association 11.778 1 .001
N of Valid Cases 1183
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 4,65.
2. Hubungan Pendidikan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Highest educational level * Apakah
menggunakan Kontrasepsi 1183 100.0% 0 .0% 1183 100.0%
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a umur_baru 21.214 2 .000
umur_baru(1) -2.138 .476 20.207 1 .000 .118 .046 .299
umur_baru(2) -.255 .145 3.114 1 .078 .775 .583 1.029
Constant 1.445 .109 175.632 1 .000 4.240
a. Variable(s) entered on step 1: umur_baru.
Highest educational level * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation
111
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 11.322a 3 .010
Likelihood Ratio 10.430 3 .015
Linear-by-Linear Association .037 1 .847
N of Valid Cases 1183
a. 1 cells (12,5%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3,77.
Apakah menggunakan Kontrasepsi
Total Tidak Ya
Highest educational level No Education Count 7 10 17
% within Highest educational
level 41.2% 58.8% 100.0%
Primary Count 73 246 319
% within Highest educational
level 22.9% 77.1% 100.0%
Secondary Count 146 586 732
% within Highest educational
level 19.9% 80.1% 100.0%
Higher Count 36 79 115
% within Highest educational
level 31.3% 68.7% 100.0%
Total Count 262 921 1183
% within Highest educational
level 22.1% 77.9% 100.0%
112
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a V106 10.960 3 .012
V106(1) -.429 .532 .650 1 .420 .651 .229 1.848
V106(2) .429 .241 3.161 1 .075 1.536 .957 2.464
V106(3) .604 .221 7.441 1 .006 1.829 1.185 2.822
Constant .786 .201 15.276 1 .000 2.194
a. Variable(s) entered on step 1: V106.
3. Hubungan Jumlah Anak
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jumlah Anak * Apakah
menggunakan Kontrasepsi 1183 100.0% 0 .0% 1183 100.0%
Jumlah Anak * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation
Apakah menggunakan Kontrasepsi
Total Tidak Ya
Jumlah Anak 5+ Count 46 149 195
% within Jumlah Anak 23.6% 76.4% 100.0%
3-4 Count 36 363 399
% within Jumlah Anak 9.0% 91.0% 100.0%
1-2 Count 99 407 506
% within Jumlah Anak 19.6% 80.4% 100.0%
0 Count 81 2 83
% within Jumlah Anak 97.6% 2.4% 100.0%
Total Count 262 921 1183
% within Jumlah Anak 22.1% 77.9% 100.0%
113
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3.160E2a 3 .000
Likelihood Ratio 277.052 3 .000
Linear-by-Linear Association 82.437 1 .000
N of Valid Cases 1183
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 18,38.
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Jumlah_anak 78.614 3 .000
Jumlah_anak(1) 4.877 .735 43.975 1 .000 131.185 31.040 554.431
Jumlah_anak(2) 6.012 .737 66.583 1 .000 408.375 96.359 1.731E3
Jumlah_anak(3) 5.115 .725 49.844 1 .000 166.500 40.245 688.829
Constant -3.701 .716 26.739 1 .000 .025
a. Variable(s) entered on step 1: Jumlah_anak.
4. Hubungan Tingkat Kekayaan
Statistics
Wealth index Indeks kekayaan
N Valid 1183 1183
Missing 0 0
Indeks kekayaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah 564 47.7 47.7 47.7
Tinggi 619 52.3 52.3 100.0
Total 1183 100.0 100.0
114
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Indeks kekayaan * Apakah
menggunakan Kontrasepsi 1183 100.0% 0 .0% 1183 100.0%
Indeks kekayaan * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation
Apakah menggunakan Kontrasepsi
Total Tidak Ya
Indeks kekayaan Rendah Count 157 407 564
% within Indeks kekayaan 27.8% 72.2% 100.0%
Tinggi Count 105 514 619
% within Indeks kekayaan 17.0% 83.0% 100.0%
Total Count 262 921 1183
% within Indeks kekayaan 22.1% 77.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 20.238a 1 .000
Continuity Correctionb 19.613 1 .000
Likelihood Ratio 20.291 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 20.221 1 .000
N of Valid Casesb 1183
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 124,91.
b. Computed only for a 2x2 table
115
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Indeks
kekayaan (Rendah / Tinggi) 1.888 1.428 2.497
For cohort Apakah
menggunakan Kontrasepsi =
Tidak
1.641 1.318 2.043
For cohort Apakah
menggunakan Kontrasepsi =
Ya
.869 .816 .925
N of Valid Cases 1183
5. Hubungan Sumber Informasi
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
sumber informasi * Apakah
menggunakan Kontrasepsi 1183 100.0% 0 .0% 1183 100.0%
sumber informasi * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation
Apakah menggunakan
Kontrasepsi
Total Tidak Ya
sumber informasi Tanpa media Count 203 642 845
% within sumber
informasi 24.0% 76.0% 100.0%
Media Elektronik Count 41 217 258
% within sumber
informasi 15.9% 84.1% 100.0%
Media Cetak Count 4 15 19
% within sumber
informasi 21.1% 78.9% 100.0%
Media Cetak & Elektronik Count 14 47 61
116
% within sumber
informasi 23.0% 77.0% 100.0%
Total Count 262 921 1183
% within sumber
informasi 22.1% 77.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 7.617a 3 .055
Likelihood Ratio 8.053 3 .045
Linear-by-Linear Association 1.914 1 .167
N of Valid Cases 1183
a. 1 cells (12,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,21.
6. Hubungan Kunjungan Petugas KB
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Visited by family planning
worker last 12 months *
Apakah menggunakan
Kontrasepsi
1183 100.0% 0 .0% 1183 100.0%
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Ste
p 1a
sumber_informasi 7.504 3 .057
sumber_informasi(1) -.060 .315 .036 1 .850 .942 .508 1.746
sumber_informasi(2) .455 .349 1.703 1 .192 1.577 .796 3.124
sumber_informasi(3) .111 .640 .030 1 .863 1.117 .319 3.915
Constant 1.211 .304 15.822 1 .000 3.357
a. Variable(s) entered on step 1: sumber_informasi.
117
Visited by family planning worker last 6 months * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation
Apakah menggunakan Kontrasepsi
Total Tidak Ya
Visited by family planning
worker last 12 months
No Count 257 888 1145
% within Visited by family
planning worker last 12
months
22.4% 77.6% 100.0%
Yes Count 5 33 38
% within Visited by family
planning worker last 12
months
13.2% 86.8% 100.0%
Total Count 262 921 1183
% within Visited by family
planning worker last 12
months
22.1% 77.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.840a 1 .175
Continuity Correctionb 1.341 1 .247
Likelihood Ratio 2.064 1 .151
Fisher's Exact Test .233 .120
Linear-by-Linear Association 1.838 1 .175
N of Valid Casesb 1183
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,42.
b. Computed only for a 2x2 table
118
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Visited by
family planning worker last
12 months (No / Yes)
1.910 .738 4.943
For cohort Apakah
menggunakan Kontrasepsi =
Tidak
1.706 .748 3.888
For cohort Apakah
menggunakan Kontrasepsi =
Ya
.893 .786 1.015
N of Valid Cases 1183
7. Hubungan Kunjungan Ke Fasilitas Kesehatan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Visited health facility last 12
months * Apakah
menggunakan Kontrasepsi
1183 100.0% 0 .0% 1183 100.0%
Visited health facility last 12 months * Apakah menggunakan Kontrasepsi Crosstabulation
Apakah menggunakan Kontrasepsi
Total Tidak Ya
Visited health facility last 12
months
No Count 190 595 785
% within Visited health facility
last 12 months 24.2% 75.8% 100.0%
Yes Count 72 326 398
% within Visited health facility
last 12 months 18.1% 81.9% 100.0%
Total Count 262 921 1183
% within Visited health facility
last 12 months 22.1% 77.9% 100.0%
119
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.725a 1 .017
Continuity Correctionb 5.375 1 .020
Likelihood Ratio 5.869 1 .015
Fisher's Exact Test .018 .010
Linear-by-Linear Association 5.720 1 .017
N of Valid Casesb 1183
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 88,15.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Visited health
facility last 12 months (No /
Yes)
1.446 1.068 1.958
For cohort Apakah
menggunakan Kontrasepsi =
Tidak
1.338 1.049 1.706
For cohort Apakah
menggunakan Kontrasepsi =
Ya
.925 .871 .983
N of Valid Cases 1183