faktor-faktor yang berhubungan dengan pelayanan...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAYANAN
PRIMA PEGAWAI RAWAT JALAN PUSKESMAS KECAMATAN
KEBON JERUK JAKARTA BARAT TAHUN 2015
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
Rizki Asriani Putri
NIM : 1111101000092
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437 H/ 2015
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
SKRIPSI, 6 NOVEMBER 2015
Nama: Rizki Asriani Putri NIM: 1111101000092
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelayanan Prima Pegawai Rawat
Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat Tahun 2015
(xIviii + 158 halaman, 28 tabel, 2 bagan, 3 lampiran)
ABSTRAK
Puskesmas merupakan salah satu organisasi yang memberikan pelayanan
publik, untuk itu kualitas pelayanan Puskesmas harus terus ditingkatkan melalui
pelayanan prima pegawai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan pelayanan prima pegawai rawat jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini dilakukan terhadap
seluruh pegawai yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien yaitu
sebanyak 104 pegawai. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dan
observasi pemberian pelayanan pegawai terhadap pasien dengan menggunakan
checklist.
Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan
chi square. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 43.3% pegawai Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk belum memberikan pelayanan prima kepada
pasien/pengunjung Puskesmas. Hasil analisis chi square menunjukkan adanya
hubungan bermakna antara signifikansi tugas dengan pelayanan prima pegawai
dengan p sebesar 0.048. Tidak ditemukannya hubungan bermakna antara faktor
individu (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, dan masa
kerja), faktor pekerjaan (ragam keahlian, identitas tugas, otonomi, dan umpan
balik), dan faktor organisasi (komitmen organisasi, hubungan rekan kerja, dan
kepemimpinan). Penelitian ini menyarankan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
untuk meningkatkan budaya pelayanan prima kepada pegawai dengan membuat
kesepakatan internal terkait nilai tambah pada Standar Operasional Prosedur
berdasarkan komponen-komponen pelayanan prima yang harus dilakukan
pegawai saat memberikan pelayanan kepada pasien dan juga memberikan
penghargaan kepada pegawai yang mempunyai kinerja terbaik dalam memberikan
pelayanan prima.
Kata kunci: Pelayanan Prima, Pegawai, Faktor Individu, Faktor Pekerjaan,
Faktor Organisasi.
Daftar bacaan: 77 (1976-2015)
iii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
HEALTH SERVICES MANAGEMENT OF PUBLIC HEALTH PROGRAM
STUDY
UNDERGRADUATED THESIS, 6 NOVEMBER 2015
Name: Rizki Asriani Putri NIM: 1111101000092
Associated Factors of Excellent Service Outpatient Employees at Kebon
Jeruk District Health Center, West Jakarta 2015
(xIviii + 158 halaman, 28 tabel, 2 bagan, 3 lampiran)
ABSTRACT
Health center is one of organization that provide public services, thats way
the quality of health center services should be improved through excellent service
of the employee. This study aims to determine associated factors with excellent
service outpatient employees at Kebon Jeruk District Health Center, West Jakarta.
This study used quantitative method with cross sectional design. This study was
conducted all employees who provided direct service to patients total 104
employees. Data collected through questionnaires and observation of employee’s
service delivery to patients using a checklist.
Data was analyzed with univariate analysis and bivariate analysis that using
chi-square. The result showed that 43.3% of Kebon Jeruk District Health Center’s
employees have not been providing excellent service to patient or visitors. Chi
square analysis of the results showed a significant association between task
significance with excellent service employee with p equal to 0.048. There are no
significant association between individual factors (age, sex, education level,
marital status, and work period), job factors (variety of skills, task identity,
autonomy, and feedback), and organizational factors (organizational commitment,
relationship coworkers and leadership). This study suggests Kebon Jeruk District
Health Center to promote a culture of excellent service to employees by creating
an internal agreement of the value added to the standard operating procedures
based on components of excellent service that must be done by employees when
providing service to patients and also gives award to employees who have the best
performance in providing excellent service.
Keywords : Excellent Service, Employee, Individual Factor, Job Factor,
Organizational Factor.
Reading list : 77 (1976-2015)
iv
v
elah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Pribadi
Nama : Rizki Asriani Putri
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 02 Oktober 1993
Alamat : Jl. Kembangan Baru Gang Sainin Rt. 005
Rw. 003 No.45 Kel. Kembangan Utara
Kec. Kembangan Jakarta Barat
Agama : Islam
No. Telp : 085782597484
E-mail : [email protected]
IPK : 3,54
2. Riwayat Pendidikan
2011 - sekarang : Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK),
Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2008 – 2011 : SMA Negeri112 Jakarta Barat
2005 – 2008 : SMP Negeri 134 Jakarta Barat
1999 - 2005 : SDN 05 Kembangan Utara Jakarta Barat
1998 - 1999 : TK Bhayangkara Wamena
3. Pengalaman Organisasi
2006 - 2008 : OSIS SMPN 134 JAKARTA BARAT
4. Kepanitiaan
2013 : Bendahara Kunjungan Dinas Kesehatan dan Puskesmas Kulon
Progo
2014 : Bendahara Seminar Profesi “Apa Kabar Pelayanan
Kesehatan Menjelang Usia 1 Tahun JKN?”
5. Kegiatan Pelatihan dan Seminar
2011 : Orientasi Akademik dan Kebangsaan
2012 : Lokakarya Nasional Rancangan Undang-Undang Tenaga
Kesehatan
2014 : Seminar Nasional “Wajah Pelayanan Kesehatan di Indonesia
dalam Era JKN”
2014 : Pleno II Hospital Administration Conference
vii
2014 : Health Administration and Policy Student Summit (HAPSS)
Hospital Administration Conference II
6. Pengalaman Kerja
Januari – Maret 2014 : Pengalaman Belajar Lapang di Kelurahan
Buaran (Wilayah Kerja Puskesmas Rawa Buntu)
Januari – Februari 2015 : Praktik Kerja Lapangan di Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan kuasa-Nya sehingga penelitian Skripsi yang
berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelayanan Prima Pegawai
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015” berhasil diselesaikan.
Penyusunan Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
program Strata Satu (S1) pada program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran sehingga
peneliti dapat menjalankan Magang dan membuat laporan dengan lancar.
2. Kedua orang tua dan adikku tercinta yang selalu mendoakan, memberi
dukungan, semangat, serta selalu memberikan kasih sayangnya yang tiada
henti kepada peneliti.
3. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M. Kes, Ph.D. selaku Kepala Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus Pembimbing Skripsi
yang telah memberikan arahan serta bimbingannya.
5. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM selaku penanggung jawab
Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan.
6. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya.
7. drg. Djunaedah selaku Kepala Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk yang
telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian skripsi di
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk.
ix
8. Bapak Marzunanta, SKM selaku Kepala Bagian Kepegawaian yang telah
memberikan kesempatan untuk dapat melaksanakan penelitian skripsi, dan
juga bersedia memberikan bimbingan serta arahan selama pelaksanaan
kegiatan penelitian skripsi di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk.
9. Seluruh karyawan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk yang telah bersedia
untuk bekerja sama dan menjadi responden dari penelitian skripsi di
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk.
10. Para sahabat, Pitty, Deski, Vinny, Yaya, Aya, Decky, dan Lolly yang selalu
ada untuk memberikan semangat serta dukungan juga menjadi tempat curhat
peneliti.
11. Kartika Anisa Putri dan Daily Lintang Anggraeni yang telah menjadi teman
seperjuangan dalam mengerjakan skripsi dan mendengarkan keluh kesah
peneliti.
12. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat khususnya Peminatan
Manajemen Pelayanan Kesehatan yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terima kasih atas semangat dan kebersamaan kita selama ini.
13. Dan pihak-pihak lain yang secara tidak langsung juga membantu saya dalam
menyelesaikan penyusunan laporan ini.
Jakarta, 6 November 2015
Peneliti
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xviii
DAFTAR BAGAN xxi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 6
1.3. Pertanyaan Penelitian 7
1.4. Tujuan Penelitian 8
1.4.1. Tujuan Umum 8
1.4.2. Tujuan Khusus 8
1.5. Manfaat Penelitian 9
1. Bagi Dinas Kesehatan 9
2. Bagi Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 9
3. Bagi Peneliti 9
1.6. Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11
2.1. Pelayanan Prima 11
2.1.1. Pengertian Pelayanan Prima 11
2.1.2. Komponen Pelayanan Prima 14
2.2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pelayanan Prima 17
2.2.1. Faktor Individu 17
xi
a. Usia 17
b. Jenis Kelamin 19
c. Tingkat Pendidikan 21
d. Status Perkawinan 22
e. Masa Kerja 23
2.2.2. Faktor Pekerjaan 25
a. Ragam Keahlian (Skill Variety) 26
b. Identitas Tugas (Task Identity) 27
c. Signifikansi Tugas (Task Significance) 28
d. Otonomi (Autonomy) 29
e. Umpan Balik (Feed Back) 30
2.2.3. Faktor Organisasi 31
a. Komitmen Organisasi 32
b. Hubungan Rekan Kerja 35
c. Kepemimpinan 37
2.3. Kerangka Teori 39
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 40
3.1.Kerangka Konsep 40
3.2.Definisi Operasional 42
3.3.Hipotesis 48
BAB IV METODE PENELITIAN 49
4.1.Desain Penelitian 49
4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 49
4.3.Populasi dan Sampel 49
4.3.1. Populasi 49
4.3.2. Sampel 50
4.4.Instrumen Penelitian 51
4.5.Mekanisme Pengumpulan dan Pengolahan Data 53
4.5.1. Mekanisme Pengumpulan Data 53
a. Pelayanan Prima 53
xii
b. Usia 55
c. Jenis Kelamin 55
d. Tingkat Pendidikan 55
e. Status Pernikahan 56
f. Masa Kerja 56
g. Ragam Keahlian 57
h. Identitas Tugas 58
i. Signifikansi Tugas 59
j. Otonomi 59
k. Umpan Balik 60
l. Komitmen Organisasi 61
m. Hubungan Rekan Kerja 61
n. Kepemimpinan 62
4.5.2. Mekanisme Pengolahan Data 63
1. Editing 63
2. Coding 63
3. Entry 63
4. Transformation 64
5. Cleaning 64
5.6.Uji Instrumen Penelitian 64
5.6.1. Uji Validitas 64
5.6.2. Uji Reliabilitas 65
5.7.Teknik Analisa Data 66
5.7.1. Analisis Univariat 66
5.7.2. Analisis Bivariat 66
BAB V HASIL 67
5.1. Analisi Univariat 67
5.1.1. Gambaran Pelayanan Prima Pegawai Rawat Jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 67
5.1.2. Gambaran Faktor Individu Pegawai Rawat Jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 68
xiii
5.1.2.1. Usia 68
5.1.2.2. Jenis Kelamin 68
5.1.2.3. Tingkat Pendidikan 69
5.1.2.4. Status Pernikahan 70
5.1.2.5. Masa Kerja 70
5.1.3. Gambaran Faktor Pekerjaan Pegawai Rawat Jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 71
5.1.3.1. Ragam Keahlian 71
5.1.3.2. Identitas Tugas 72
5.1.3.3. Signifikansi Tugas 72
5.1.3.4. Otonomi 73
5.1.3.5. Umpan Balik 73
5.1.4. Gambaran Faktor Organissi Pegawai Rawat Jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 74
5.1.4.1. Komitmen Organisasi 74
5.1.4.2. Hubungan Rekan Kerja 75
5.1.4.3. Kepemimpinan 75
5.2. Analisis Bivariat 76
5.2.1. Hubungan Faktor Individu dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk Tahun 2015 76
5.2.1.1. Hubungan antara Usia dengan Pelayanan Prima
Pegawai 76
5.2.1.2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Pelayanan
Prima Pegawai 77
5.2.1.3. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan
Pelayanan Prima Pegawai 78
5.2.1.4. Hubungan antara Status Pernikahan dengan
Pelayanan Prima Pegawai 79
5.2.1.5. Hubungan antara Masa Kerja dengan Pelayanan
Prima Pegawai 80
xiv
5.2.2. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk Tahun 2015 81
5.2.2.1. Hubungan antara Ragam Keahlian dengan
Pelayanan Prima Pegawai 81
5.2.2.2. Hubungan antara Identitas Tugas dengan Pelayanan
Prima Pegawai 82
5.2.2.3. Hubungan antara Signifikansi Tugas dengan
Pelayanan Prima Pegawai 83
5.2.2.4. Hubungan antara Otonomi dengan Pelayanan Prima
Pegawai 84
5.2.2.5. Hubungan antara Umpan Balik dengan Pelayanan
Prima Pegawai 84
5.2.3. Hubungan antara Faktor Organisasi dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk Tahun 2015 85
5.2.3.1. Hubungan antara Komitmen Organisasi dengan
Pelayanan Prima Pegawai 85
5.2.3.2. Hubungan antara Hubungan Rekan Kerja dengan
Pelayanan Prima Pegawai 86
5.2.3.3. Hubungan antara Kepemimpinan dengan Pelayanan
Prima Pegawai 87
BAB VI PEMBAHASAN 89
6.1. Keterbatasan Penelitian 89
6.2. Gambaran Pelayanan Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk 90
6.3. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelayanan
Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk Tahun 2015 105
xv
6.3.1. Hubungan Faktor Individu dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Tahun 2015 105
6.3.1.1. Hubungan antara Usia dengan Pelayanan Prima
Pegawai 105
6.3.1.2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Pelayanan
Prima Pegawai 108
6.3.1.3. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan
Pelayanan Prima Pegawai 111
6.3.1.4. Hubungan antara Status Pernikahan dengan
Pelayanan Prima Pegawai 114
6.3.1.5. Hubungan antara Masa Kerja dengan Pelayanan
Prima Pegawai 117
6.3.2. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk Tahun 2015 121
6.3.2.1. Hubungan antara Ragam Keahlian dengan
Pelayanan Prima Pegawai 121
6.3.2.2. Hubungan antara Identitas Tugas dengan Pelayanan
Prima Pegawai 124
6.3.2.3. Hubungan antara Signifikansi Tugas dengan
Pelayanan Prima Pegawai 127
6.3.2.4. Hubungan antara Otonomi dengan Pelayanan Prima
Pegawai 129
6.3.2.5. Hubungan antara Umpan Balik dengan Pelayanan
Prima Pegawai 132
6.3.3. Hubungan antara Faktor Organisasi dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk Tahun 2015 134
3.3.1. Hubungan antara Komitmen Organisasi dengan
Pelayanan Prima Pegawai 134
xvi
6.3.3.2. Hubungan antara Hubungan Rekan Kerja dengan
Pelayanan Prima Pegawai 138
6.3.3.3. Hubungan antara Kepemimpinan dengan Pelayanan
Prima Pegawai 141
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 145
7.1. Simpulan 145
7.1.1 Pelayanan Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk Tahun 2015 145
7.1.2. Gambaran Faktor Individu Pegawai Rawat Jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 145
7.1.3. Gambaran Faktor Pekerjaan Pegawai Rawat Jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 145
7.1.4. Gambaran Faktor Organisasi Pegawai Rawat Jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 146
7.1.5. Hubungan Faktor Individu dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Tahun 2015 146
7.1.6. Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Tahun 2015 146
7.1.7. Hubungan Faktor Organisasi dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Tahun 2015 146
7.2. Saran 147
7.2.1. Bagi Dinas Kesehatan 147
7.2.2. Bagi Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 147
7.2.3. Bagi Peneliti 148
xvii
DAFTAR PUSTAKA 148
LAMPIRAN xxii
LAMPIRAN 1 KUESIONER xxiii
LAMPIRAN 2 LEMBAR OBSERVASI xxix
LAMPIRAN 3 OUTPUT SPSS xxxiii
xviii
DAFTAR TABEL
No.
Tabel
Nama Tabel Halaman
3.1 Definisi Operasional 42
5.1 Distribusi Pegawai Berdasarkan Pelayanan Prima Di Rawat
Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
67
5.2 Distribusi Pegawai Berdasarkan Usia Di Rawat Jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
68
5.3 Distribusi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin Di Rawat
Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
69
5.4 Distribusi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun
2015
69
5.5 Distribusi Pegawai Berdasarkan Status Pernikahan Di Rawat
Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
70
5.6 Distribusi Pegawai Berdasarkan Masa Kerja Di Rawat Jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
70
5.7 Distribusi Pegawai Berdasarkan Ragam Keahlian Di Rawat
Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
71
5.8 Distribusi Pegawai Berdasarkan Identitas Tugas Di Rawat
Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
72
5.9 Distribusi Pegawai Berdasarkan Signifikansi Tugas Di
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun
2015
72
5.10 Distribusi Pegawai Berdasarkan Otonomi Di Rawat Jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
73
5.11 Distribusi Pegawai Berdasarkan Umpan Balik Di Rawat
Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
74
5.12 Distribusi Pegawai Berdasarkan Komitmen Organisasi Di
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun
2015
74
xix
No.
Tabel
Nama Tabel Halaman
5.13 Distribusi Pegawai Berdasarkan Hubungan Rekan Kerja Di
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun
2015
75
5.14 Distribusi Pegawai Berdasarkan Kepemimpinan Di
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
76
5.15 Analisis Hubungan antara Usia dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
2015
76
5.16 Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Pelayanan
Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk 2015
77
5.17 Analisis Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan
Pelayanan Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk 2015
78
5.18 Analisis Hubungan antara Status Pernikahan dengan
Pelayanan Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk 2015
79
5.19 Analisis Hubungan antara Masa Kerja dengan Pelayanan
Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk 2015
80
5.20 Analisis Hubungan antara Ragam Keahlian dengan
Pelayanan Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk 2015
81
5.21 Analisis Hubungan antara Identitas Tugas dengan Pelayanan
Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk 2015
82
5.22 Analisis Hubungan antara Signifikansi Tugas dengan
Pelayanan Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk 2015
83
xx
No.
Tabel
Nama Tabel Halaman
5.23 Analisis Hubungan antara Otonomi dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
2015
84
5.24 Analisis Hubungan antara Umpan Balik dengan Pelayanan
Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk 2015
85
5.25 Analisis Hubungan antara Komitmen Organisasi dengan
Pelayanan Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk 2015
86
5.26 Analisis Hubungan antara Hubungan Rekan Kerja dengan
Pelayanan Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk 2015
87
5.27 Analisis Hubungan antara Kepemimpinan dengan Pelayanan
Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk 2015
88
xxi
DAFTAR BAGAN
Nomor Nama Bagan Halaman
2.1 Kerangka Teori 39
3.1 Kerangka Konsep 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu institusi
pelayanan kesehatan yang vital ditingkat masyarakat. Puskesmas merupakan institusi
pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat,
untuk itu Puskesmas dijadikan pusat rujukan pertama dalam menangani masalah
kesehatan yang ada di wilayah kerjanya. Rendahnya citra Puskesmas yang selama ini
berkembang di masyarakat seperti obat-obatan yang kurang bermutu dari segi variasi,
petugas yang kurang tanggap dengan pasien, keramahan yang kurang dari pemberi
layanan menimbulkan keraguan masyarakat terhadap mutu pelayanan Puskesmas
(Baskoro, 2012).
Berkembangnya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) meningkatkan
peran Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Puskesmas merupakan tempat rujukan pertama yang harus menangani masalah
kesehatan di daerah kerjanya dan apabila sudah tidak dapat ditangani pasien di
rujuk ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL). Berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, pelayanan
kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan mutu
pelayanan. Salah satu upaya penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan
kesehatan yaitu melalui pemenuhan standar mutu fasilitas kesehatan. Keadaan
tersebut menuntut Puskesmas untuk dapat terus memperhatikan dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dengan memberikan pelayanan prima agar peserta
2
jaminan kesehatan tidak semata-mata datang ke Puskesmas untuk meminta
rujukan ke Rumah Sakit.
Pada era globalisasi sekarang ini masyarakat memiliki kesadaran tinggi
terhadap haknya untuk mendapatkan pelayanan publik, Puskesmas sebagai salah
satu organisasi pelayanan publik harus memberikan pelayanan yang cepat,
bermutu, dan profesional. Puskesmas harus berorientasi kepada pasien (Customer
Oriented) yang dapat diwujudkan dengan memberikan pelayanan prima. Menurut
Hadjam (2001) pelayanan prima merupakan pelayanan yang diberikan kepada
pasien berdasarkan pada standar prosedur operasional untuk dapat memenuhi
harapan atau bahkan melebihi harapan pasien dengan memberikan nilai tambah
dalam unsur pelayanan, sehingga tercapai kepuasan dan akan mempengaruhi
kepercayaan pasien terhadap instansi pelayanan kesehatan.
Berdasarkan penelitian Kukuh (2009) dan Novita (2012) diketahui bahwa
pelayanan prima yang diberikan oleh organisasi kepada pelanggan berhubungan
dengan kepuasan pelanggan tersebut. Pelanggan yang merasa puas akan menjadi
sumber “Voice of Mouth” yang berdampak positif kepada organisasi. (Sutopo dan
Suryanto, 2006, Kalesaran, 2011). Satu pelanggan yang merasa puas akan
bercerita mengenai kebaikan pelayanan kepada empat orang, sedangkan
pelanggan yang merasa tidak puas atau kecewa akan bercerita mengenai
keburukan pelayanan kepada sepuluh orang (Muslimah, 2001).
Masalah aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan prima antara lain
adanya kebiasaan berorientasi pada kekuasaan atau kewenangan, kurangnya
komitmen pimpinan terhadap pelayanan masyarakat, informasi yang terhimpun
kurang bersifat akomodatif yang menyebabkan reformasi bersifat lambat,
3
terhambatnya proses kreatif didalam interaksi kerja yang disebabkan oleh budaya
organisasi yang bersifat hierarki (Sutopo dan Suryanto, 2006). Menurut Yulivia
(2014) permasalahan yang dihadapi Puskesmas dalam memberikan pelayanan
prima yaitu kurangnya media penyampaian informasi terkait pelayanan
Puskesmas seperti jadwal dan alur berobat, ketersediaan teknologi informasi dan
komputer masih kurang, ketersediaan Sumber Daya Manusia atau petugas
pelayanan tidak sesuai dengan kebutuhan, dan kesadaran diri pegawai dalam
melakukan pekerjaan terutama dalam hal kedisiplinan pegawai masih sangat
rendah.
Pegawai yang berhadapan langsung dengan masyarakat saat memberikan
pelayanan merupakan sumber utama dalam melaksanakan pelayanan prima, untuk
itu pegawai perlu mendapatkan perhatian khusus (Wirtz et al. 2008). Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar penyebab ketidakpuasan pelanggan terhadap
pelayanan kesehatan adalah perilaku petugas dalam memberikan pelayanan yaitu
sebesar 70% (Kusumapradja, 2006). Barata (2003) menyebutkan bahwa untuk
dapat memberikan pelayanan prima (service excellence) pegawai harus
memperhatikan beberapa pokok yaitu kemampuan (ability), sikap (attitude),
penampilan (Appearance), perhatian (attention), tindakan (action), dan
tanggungjawab (accountability).
Menurut Aziz dan Khairil (2010) pelayanan prima yang diberikan oleh
pegawai kepada pelanggan disebut juga sebagai kinerja pegawai. Kinerja pegawai
yang baik dapat menimbukan dampak yang positif terhadap keseluruhan proses
pelayanan yang memiliki kontribusi terhadap pelayanan prima. Peryataan tersebut
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Heriansyah (2013) yang
4
menyebutkan bahwa kinerja pegawai memiliki hubungan yang positif dan
signifikan terhadap pelayanan prima. Adapun faktor-faktor yang menjadi
penghambat kinerja terhadap pelayanan prima antara lain kurangnya sosialisasi
prosedur pelayanan, rendahnya kepastian hukum, keterbatasan sarana dan
prasarana, serta rendahnya kemampuan pemanfaatan dan akses informasi
teknologi.
Menurut Kopelman (1988) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
seseorang antara lain karakteristik individual (individual characteristic),
karakteristik organisasi (organizational charasteristic), dan karakteristik kerja
(work characteristics). Karakteristik individu yang dapat mempengaruhi kinerja
pegawai menurut Robbins (2006) terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status pernikahan dan masa kerja pegawai. Karakteristik pekerjaan
menurut Hackman dan Oldam (1980) dapat dinilai melalui analisis desain
pekerjaan pegawai yang terdiri dari ragam keahlian, identitas tugas, signifikansi
tugas, otonomi dan umpan balik. Kemudian karakteristik organisasi menurut Ting
(1997) terdiri dari komitmen pegawai terhadap organisasi, hubungan pegawai
dengan rekan kerja, dan kepemimpinan dalam oganisasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Natshir (2008) beberapa faktor
yang mempengaruhi pegawai dalam memberikan pelayanan prima kepada pasien
di rumah sakit yaitu motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik
pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan, aspek ekonomi dan karakteristik
pegawai seperti umur dan masa kerja. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sodik,
dkk (2013) terhadap pelayanan prima pegawai di RSUI Orpeha Tulungagung
menyebutkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi pegawai dalam
5
melaksanakan pelayanan prima yaitu status kepegawaian, kepemimpinan dan
motivasi.
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk merupakan salah satu Puskesmas di
Propinsi DKI Jakarta yang sedang berupaya untuk dapat memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat yang berada di wilayah kerjanya sesuai dengan
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik. Hal tersebut juga tercantum dalam Visi Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk yang menyatakan bahwa Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk yang selalu
memberikan pelayanan prima guna terwujudnya masyarakat yang mandiri untuk
hidup sehat.
Berdasarkan hasil IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2014 yang mencapai 80%, secara umum kualitas
pelayanan di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk sudah dapat dikatakan baik.
Namun masih terdapat ketidakpuasan pasien terhadap elemen penilaian yang
berhubungan dengan pegawai yaitu kesopanan dan keramahan pegawai (60,3%).
Ketidakpuasan pasien terhadap keramahan petugas disampaikan melalui komentar
dan saran pasien dalam lembar survey agar pihak manajemen Puskesmas dapat
lebih memperhatikan dan memperbaiki elemen tersebut. Ketidakpuasan pegawai
juga didukung oleh hasil survey yang dilakukan oleh Tim Mutu Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk terhadap 100 pasien, sebanyak 30% dari responden
menyatakan bahwa keramahan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada
pasien masih kurang baik. Hasil survey juga didukung oleh hasil wawancara
dengan koordinator bagian umum dan kepegawaian yang menyebutkan bahwa
6
masih terdapat komplain yang masuk melalui kotak saran maupun pesan singkat
terkait petugas yang ketus dan tidak sabar saat melayani pasien dan menjelaskan
alur pelayanan atau memberi informasi pelayanan kepada pasien.
Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dilakukan penelitian terkait faktor-
faktor yang berhubungan pelayanan prima pegawai di Puskesmas sebagai intansi
pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah, sehingga faktor-faktor yang menjadi
penghambat dapat diatasi dan faktor-faktor yang mendukung pegawai dalam
memberikan pelayanan dapat lebih diperhatikan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Tim Mutu Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk terhadap 100 pasien, sebanyak 30% dari responden
menyatakan bahwa keramahan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada
pasien masih kurang. Hasil survey tersebut didukung oleh hasil wawancara
dengan koordinator bagian umum dan kepegawaian yang menyebutkan bahwa
masih terdapat komplain yang disampaikan pasien terkait petugas yang ketus dan
tidak sabar saat melayani pasien dan menjelaskan alur pelayanan atau memberi
informasi pelayanan kepada pasien. Berdasarkan latar belakang yang sudah
dijelaskan di atas, pegawai sudah memberikan pelayanan sesuai dengan standar
operasional prosedur namun belum memberikan nilai tambah ke dalam unsur
pelayanan tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan prima belum
diterapkan dengan baik oleh seluruh pegawai pegawai rawat jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk. Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui faktor-
7
faktor yang harus lebih diperhatikan dalam mendukung tercapainya pelayanan
prima pegawai secara optimal.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran pelayanan prima pegawai rawat jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 ?
2. Bagaimana gambaran faktor individu (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
masa kerja, dan status perkawinan) di rawat jalan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk Tahun 2015 ?
3. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan (ragam keahlian, identitas tugas,
signifikansi tugas, otonomi, dan umpan balik) di rawat jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 ?
4. Bagaimana gambaran faktor organisasi (komitmen organisasi, hubungan rekan
kerja dan kepemimpinan) di rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Tahun 2015?
5. Apakah ada hubungan antara faktor individu (jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, masa kerja, dan status perkawinan) dengan pelayanan prima
pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 ?
6. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan (ragam keahlian, identitas
tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan umpan balik) dengan pelayanan prima
pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 ?
7. Apakah ada hubungan antara faktor organisasi (komitmen organisasi,
hubungan rekan kerja dan kepemimpinan) dengan pelayanan prima pegawai
rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015 ?
8
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pelayanan
prima di rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015.
1.4.2. Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui gambaran pelayanan prima pegawai rawat jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
b. Untuk mengetahui gambaran faktor individu (jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, masa kerja, dan status perkawinan) di rawat jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
c. Untuk mengetahui gambaran faktor pekerjaan (ragam keahlian, identitas
tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan umpan balik) di rawat jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
d. Untuk mengetahui gambaran faktor organisasi (komitmen organisasi,
hubungan rekan kerja dan kepemimpinan) di rawat jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
e. Untuk mengetahui hubungan faktor individu (jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, masa kerja, dan status perkawinan) dengan pelayanan prima
pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
f. Untuk mengetahui hubungan faktor pekerjaan (ragam keahlian, identitas
tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan umpan balik) dengan pelayanan
prima pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun
2015
9
g. Untuk mengetahui hubungan faktor organisasi (komitmen organisasi,
hubungan rekan kerja dan kepemimpinan) dengan pelayanan prima
pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Dinas Kesehatan
Menjadi bahan kajian untuk mengevaluasi kebijakan dalam peningkatan
kinerja Puskesmas, sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas tenaga
kesehatan beserta pelayanan kesehatan yang diberikannya.
1.5.2. Bagi Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Memperoleh informasi terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan
pelayanan prima, sehingga dapat menjadi bahan masukan untuk meningkatkan
kualitas kerja pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk dalam
memberikan pelayanan prima..
1.5.3. Bagi Peneliti
Sebagai referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan oleh
peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan
pelaksanaan pelayanan prima.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelayanan
Prima Pegawai Pukesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015” dilakukan oleh
mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Semester VIII. Peneliti ingin
10
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pelayanan prima pegawai
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional (potong lintang). Penelitian ini
menggunakan data primer yang didapatkan melalui penyebaran kuesioner
penelitian kepada seluruh pegawai dan melakukan observasi terhadap pelayanan
prima di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk. Analisis data menggunakan analisis
chi-square untuk melihat hubungan antara masing-masing faktor dengan
pelayanan prima pegawai. Penelitian ini akan dilakukan pada Bulan Mei hingga
September 2015.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelayanan Prima
2.1.1. Pengertian Pelayanan Prima
Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah ”excellent service” yang
secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Dikatakan sangat baik
atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku yang dimiliki
organisasi pemberi pelayanan sesuai dengan harapan atau bahkan melebih harapan
masyarakat sebagai penerima layanan (Yulivia, 2014). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia kata pelayanan diartikan sebagai suatu usaha untuk melayani
kebutuhan orang lain dengan menerima imbalan sebagai balasannya. Sedangkan
kata prima berarti sangat baik. Pelayanan Prima (Service Excellence) dapat
diartikan sebagai pelayanan yang sangat baik atau pelayanan yang terbaik yang
dapat diberikan oleh organisasi kepada pelanggannya.
Pelayanan prima menurut Barata (2003) merupakan sebuah konsep
kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik. Barata (2003)
juga menambahkan bahwa harus terdapat tiga hal pokok di dalam definisi
pelayanan prima yaitu pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian
organisasi tersebut kepada pelanggan, upaya melayani pelanggan dengan tindakan
terbaik serta terdapat tujuan organisasi untuk dapat memuaskan pelanggan dengan
berorientasi kepada standar layanan tertentu.
Menurut Rahmayanthy (2010), pelayanan prima merupakan pelayanan
dengan memiliki standar kualitas tinggi dan selalu mengikuti perkembangan
12
kebutuhan pelanggan setiap saat secara akurat (handal) dan konsisten, berorientasi
kepada kepuasan pelanggan, menerapkan manajemen mutu total, dan selalu
mengikuti perkembangan standar internasional/ISO. Tujuan dari pelayanan prima
itu sendiri antara lain untuk mencegah terjadinya pembelotan dan pembangunan
kesetiaan pelanggan (costumer loyality), memberikan rasa puas dan kepercayaan
pada konsumennya, menjaga dan merawat (maintenance) agara pelanggan merasa
diperharikan dan dipentingkan segala kebutuhan dan keinginannya, serta guna
mempertahankan pelanggan agar tetap loyal untuk menggunakan produk barang
atau jasa yang ditawarkan perusahaan/organisasi,
Organisasi yang memberikan pelayanan prima (service excellence) diartikan
oleh Johnston (2004) sebagai organisasi yang tidak hanya berfokus kepada
pelayanan yang “melebihi harapan” namun dapat memberikan apa yang
dijanjikan. Pelayanan prima dapat digambarkan dengan “menjadi mudah dalam
melakukan bisnis” yang secara sederhana mengharuskan organisasi untuk
memberikan apa yang mereka janjikan dan mempunyai sistem yang baik untuk
menangani jika atau ketika terjadi kesalahan. Lebih jelas Johnston (2004) dalam
penelitian menyebutkan bahwa pelayanan prima dikategorikan sebagai pelayanan
yang memberikan janji, memberikan atau menambahkan sentuhan pribadi, bekerja
ekstra, dan menyelesaikan masalah serta pertanyaan pelanggan dengan baik.
Menurut Kinteki (2013) pelayanan prima merupakan layanan atau dukungan
pada pelanggan secara bermakna sebagai suatu layanan yang memberi kepuasan
bagi pelanggan, bahkan mungkin melebihi kebutuhannya. Pelayanan prima
dirasakan oleh pelanggan menyenangkan, dekat, selalu diingat dan memberi
pencitraan positif bagi pemberi layanannya. Beberapa prinsip yang harus dipatuhi
13
dalam memberikan pelayanan prima yaitu mengutamakan pelanggan, sistem yang
efektif, melayani pelanggan dengan hati nurani, mengupayakan perbaikan
berkelanjutan, dan memberdayakan pelanggan.
Pada umumnya prinsip pelayanan prima dapat digambarkan seperti piramida
terbalik dimana pelanggan berada diurutan teratas yang langsung memperoleh
pelayanan petugas lini depan yang didukung dan diperkuat oleh kerjasama yang
baik oleh segenap jajaran pegawai. Elhaitammy (1990) menyebutkan bahwa
pelayanan prima merupakan suatu sikap pegawai dalam melayani pelanggan
secara memuaskan. Dalam pengertian pelayanan profesional dan prima, semakin
jelas bahwa yang melayani harus memiliki suatu profesi dalam melayani,
menanggapi kebutuhan khas (unik, khusus, istimewa) orang lain yang dilayani
agar mereka puas (Aditama, 2004).
Saesar (2003) mengemukakan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan konsep Pelayanan Prima, yakni :
1. Apabila dikaitkan dengan tugas pemerintah dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat maka pelayanan prima adalah pelayanan yang terbaik
dari pemerintah kepada masyarakat.
2. Pelayanan prima didasarkan pada standar pelayanan yang terbaik.
3. Untuk organisasi yang sudah mempunyai standar pelayanan maka
pelayanan prima adalah yang memenuhi standar.
4. Apabila pelayanan selama ini sudah memenuhi standar maka pelayanan
prima berarti adanya terobosan baru, yaitu pelayanan yang melebihi
standarnya.
14
5. Untuk organisasi yang belum mempunyai standar pelayanan maka
pelayanan prima adalah pelayanan yang terbaik dari organisasi yang
bersangkutan. Usaha selanjutnya adalah menyusun standar pelayanan.
Berdasarkan penjelasan terkait pelayanan prima yang telah dijelaskan di atas,
dapat disimpulkan bahwa pelayanan prima merupakan pelayanan yang
memberikan nilai tambah dalam unsur pelayanan yang sudah sesuai dengan
standar operasional prosedur yang berlaku untuk dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat dan/atau melampaui kebutuhan atau keinginan masyarakat sebagai
pengguna jasa layanan. Usaha tersebut dilakukan guna mencapai kepuasan
pelanggan yang pada akhirnya berdampak pada loyalitas pelanggan terhadap
organisasi.
2.1.2. Komponen Pelayanan Prima
Keberhasilan suatu organisasi dalam mengembangkan dan melaksanakan
pelayanan prima tidak terlepas dari kemampuan dalam pemilihan konsep
pendekatannya. Barata (2003) dalam bukunya mengungkapkan bahwa terdapat
tiga komponen dasar (A3) yang harus diperhatikan dalam mewujudkan pelayanan
prima, komponen tersebut pada umumnya dijadikan dasar oleh banyak penelitian
untuk dapat menilai pelayanan prima suatu organisasi, yakni:
a. Sikap (attitude)
Keberhasilan bisnis industri jasa pelayanan akan sangat tergantung pada
orang-orang yang terlibat di dalamnya seperti pegawai organisasi. Sikap
pelayanan yang diharapkan tertanam pada diri para pegawai dari sebuah
organisasi pelayanan adalah sikap yang baik, ramah, penuh simpatik, dan
15
mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap organisasi, karena sikap pegawai
akan menggambarkan organisasi tersebut. Para pegawai akan mewakili citra
organisasi baik secara langsung atau tidak langsung. Pelanggan akan menilai
organisasi dari kesan pertama dalam berhubungan dengan orang-orang yang
terlibat dalam organisasi tersebut. Sikap yang diharapkan berdasarkan konsep
pelayanan prima adalah :
1) Memiliki rasa kebanggaan terhadap pekerjaan
2) Memiliki pengabdian yang besar terhadap pekerjaan
3) Senantiasa menjaga martabat dan nama baik organisasi
4) Digambarkan melalui pernyataan ”benar atau salah tetap organisasi saya (right
or wrong is my corporate)”.
b. Perhatian (attention)
Dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, seorang pegawai pada
organisasi industri jasa pelayanan harus senantiasa memperhatikan dan
mencermati keinginan pelanggan. Apabila pelanggan sudah menunjukkan minat
untuk membeli suatu barang atau jasa yang kita tawarkan, segera saja layani
pelanggan tersebut dan tawarkan bantuan, sehingga pelanggan merasa puas dan
terpenuhi keinginannya. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan menyangkut bentuk-
bentuk pelayanan berdasarkan konsep perhatian adalah sebagai berikut:
1) Mengucapkan salam pembuka pembicaraan.
2) Menanyakan apa saja keinginan pelanggan.
3) Mendengarkan dan memahami keinginan pelanggan.
4) Melayani pelanggan dengan cepat, tepat dan ramah.
5) Menempatkan kepentingan pelanggan sebagai prioritas utama pelayanan.
16
c. Tindakan (action)
Pada konsep perhatian, pelanggan menunjukkan minat untuk membeli
produk/jasa yang kita tawarkan. Kemudian pada konsep tindakan pelanggan sudah
menjatuhkan pilihan untuk membeli produk yang diinginkannya. Terciptanya
proses komunikasi pada konsep tindakan ini merupakan tanggapan terhadap
pelanggan yang telah menjatuhkan pilihannya, sehingga terjadilah transaksi jual-
beli. Bentuk-bentuk pelayanan berdasarkan konsep tindakan adalah sebagai
berikut :
1) Segera mencatat pesanan pelanggan.
2) Menegaskan kembali kebutuhan/pesanan pelanggan.
3) Menyelesaikan transaksi pembayaran pesanan pelanggan.
4) Mengucapkan terimakasih diiringi harapan pelanggan akan kembali lagi.
Selanjutnya konsep pelayanan prima (A3) tersebut dikembangkan oleh Barata
(2003) menjadi enam komponen dasar yang harus diperhatikan agar pelayanan
prima dapat berhasil dilaksanakan, yaitu :
1. Kemampuan (Ability), adalah pengetahuan dan keterampilan tertentu yang
mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima, yang meliputi
kemampuan dalam bidang kerja yang ditekuni, melaksanakan komunikasi
yang efektif, mengembangkan motivasi dan menggunakan public relation
sebagai instrument dalam membina hubungan ke dalam dan ke luar
organisasi/organisasi;
2. Sikap (Attitude), adalah perilaku atau perangai yang harus ditonjolkan ketika
menghadapi pelanggan, seperti berpikir positif dan menghargai orang lain;
17
3. Penampilan (Appereance), adalah penampilan seseorang baik yang bersifat
fisik maupun non fisik, yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan
kredibilitas dari pihak lain;
4. Perhatian (Attention), adalah kepedulian penuh terhadap pelanggan baik yang
berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pelanggan maupun
pemahaman atas saran dan kritiknya;
5. Tindakan (Action), adalah berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan
dalam memberikan layanan kepada pelanggan;
6. Tanggung Jawab (Accountability), adalah suatu sikap keberpihakan kepada
pelanggan sebagai wujud kepedulian untuk menghindarkan atau
meminimalkan kerugian.
2.2. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelayanan Prima Pegawai
2.2.1. Faktor Individu
Manusia merupakan sumber daya terpenting dalam setiap organisasi, karena
manusia merupakan unsur yang sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi.
Manusia merupakan makhluk yang mempunyai pikiran, perasaan, kebutuhan dan
harapan-harapan tertentu. Hal tersebut sangat memerlukan perhatian tersendiri
karena faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi prestasi, dedikasi dan loyalitas
serta kecintaan terhadap pekerjaan dan organisasinya (Hasibuan, 1994). Menurut
Robbins (2006) faktor individu terdiri dari :
a. Usia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, usia (usia) merupakan lama waktu
hidup sejak dilahirkan. Menurut Robbins dan Timothy (2009) kualitas kerja
18
pegawai berkaitan dengan usianya, hal tersebut didukung oleh adanya keyakinan
yang meluas bahwa kinerja pegawai akan menurun dengan meningkatnya usia
pegawai. Beberapa nilai positif terkait pekerjaan dari pegawai berusia tua yaitu
pengalaman, pengambilan keputusan, etika kerja yang kuat dan komitmen
terhadap kualitas. Pegawai berusia tua lebih kecil kemungkinannya untuk keluar
atau berhenti dari pekerjaannya, karena lebih sedikit alternatif pekerjaan yang bisa
didapatkannya. Pegawai dengan berusia tua juga dianggap lebih sedikit tidak
masuk untuk hal yang tidak jelas, keadaan yang dapat membuatnya tidak masuk
kerja biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan. Namun dari semua
kelebihan yang dimiliki pegawai berusia tua, terdapat beberapa kekurangan
seperti kurang luwes dan menolak teknologi baru.
Menurut Padmowihardjo (1994), seseorang yang memiliki usia 15-25 tahun
akan dapat belajar dengan lebih cepat dan dapat mempertahankan prestasi belajar
jika diberi bimbingan belajar dengan baik. Kemampuan belajar tersebut akan
berkembang hingga usia 45 tahun dan akan terus menurun setelah mencapai usia
55 tahun. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang dan
merupakan hubungan antara usia dengan kemampuan seseorang yaitu mekanisme
belajar dan akumulasi pengalaman serta proses belajar lainnya.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, variabel usia
pegawai dapat digunakan untuk menilai salah satu komponen yang harus
diperhatikan dalam memberikan pelayanan prima yaitu kemampuan pegawai.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012) terhadap kinerja pegawai Dinas
Kesehatan Kabupaten Bintan, menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara usia pegawai dengan kinerja pegawai. Namun penelitian yang dilakukan
19
oleh Sodik, dkk (2013) terhadap pelayanan prima pegawai di RSUI Orpeha
Tulungagung, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
usia pegawai dengan pelayanan prima yang dilakukan oleh pegawai.
b. Jenis Kelamin
Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, manusia dibedakan menurut jenis
kelaminnya yaitu pria dan wanita. Menurut Robbins dan Timothy (2009), pada
umumnya tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam
kemampuan keterampilan analisis, memecahkan masalah, dorongan kompetitif,
motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Namun beberapa studi psikologi
telah menemukan bahwa pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya
daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses, sedangkan wanita
lebih bersedia untuk mematuhi wewenang. Menurut Gibson (1996) ketaatan dan
kepatuhan wanita dalam bekerja akan mempengaruhi kinerjanya secara personal.
Robbins dan Timothy (2009) menambahkan bahwa seorang wanita yang telah
menikah dan memiliki anak akan lebih memilih pekerjaan setengah waktu, jadwal
kerja yang fleksibel, dan melakukan komunikasi untuk menampung respon dari
setiap anggota keluarga. Wanita sebagai ibu rumah tangga dan pekerja juga
dianggap memiliki tingkat ketidakhadiran lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
Hal tersebut dikarenakan pada saat salah satu anggota keluarga sakit atau terjadi
permasalahan, wanita yang berkewajiban untuk tinggal di rumah dan bertanggung
jawab atas kebutuhan keluarganya. Namun seiring berkembangnya zaman,
kedudukan wanita dalam mengurus anak dan menjadi pencari nafkah sekunder
telah berubah. Kini sudah banyak pria yang tertarik untuk mengurus anak dalam
20
kegiatan sehari-hari dan mengatasi masalah yang berhubungan dengan merawat
anak seperti wanita pada umumnya.
Hal lain yang dapat membedakan kualitas kerja pegawai berdasarkan jenis
kelamin yaitu cara pegawai wanita dan pria dalam mengendalikan emosi apabila
terjadi masalah. Menurut Priyono, dkk (2009) dalam mengendalikan emosi atau
amarahnya, pria dan wanita dipengaruhi oleh hormon yang berbeda berdasarkan
jenis kelaminnya. Pada pria terdapat hormon testosteron yang diyakini
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mental pria, sehingga pria
cenderung menjadi lebih tenang, rasional dan cuek (acuh). Pada saat menghadapi
masalah, pria cenderung diam dan menyelesaikannya dengan cara yang praktis
dan rasional. Sedangkan pada wanita, hormon progesteron dan estrogen yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga wanita cenderung
lebih mengutamakan perasaan, ingin dimanja dan penuh perhatian. Pada saat
menghadapi masalah wanita akan menangis, mengadu dan menyesali diri.
Hormon-hormon tersebut dapat meningkat pada saat haid, hal tersebut
menyebabkan wanita menjadi lebih sensitif dan lebih cepat marah.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, jenis kelamin dapat
digunakan untuk menilai komponen tindakan, perhatian dan penampilan sebagai
komponen yang harus diperhatikan dalam pelayanan prima pegawai. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012) terhadap kinerja pegawai
kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan, menunjukkan bahwa ada hubungan
bermakna antara jenis kelamin pegawai dengan kinerja pegawai. Namun
penelitian yang dilakukan oleh Artini (2015) terhadap mutu pelayanan pengobatan
pada poli umum di Puskesmas Kabupaten Karangasem, menunjukkan bahwa tidak
21
terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin pegawai dengan mutu
pelayanan pengobatan yang dilaksanakannya.
c. Tingkat Pendidikan
Menurut Kumajas (2011) faktor yang dapat meningkatkan produktifitas atau
kinerja pegawai adalah pendidikan formal. Pendidikan dapat memberikan
pengetahuan yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas dan juga
menjadikan landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan
memanfaatkan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar lokasi kerja untuk mendapat
kelancaran tugas. Semakin tinggi tingkat pendidikan pegawai maka dapat
diasumsikan lebih memiliki pengetahuan, kemampuan serta keterampilan tinggi.
Upaya untuk tercapainya kesuksesan di dalam bekerja dituntut pendidikan yang
sesuai dengan jabatan yang dipegangnya. Pendidikan merupakan suatu bekal yang
harus dimiliki seseorang dalam bekerja, dimana dengan pendidikan seseorang
dapat mempunyai suatu keterampilan, pengetahuan serta kemampuan.
Notodmodjo (2003) yang menyebutkan bahwa pegawai dengan tingkat
pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang-orang yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Selain itu tingkat
pendidikan pegawai dapat meningkatkan intelektual pegawai tersebut, sehingga
dapat mempengaruhi pegawai dalam bertindak.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, variabel tingkat
pendidikan dapat digunakan untuk menilai pelayanan prima pegawai melalui
komponen yang harus diperhatikan dalam memberikan pelayanan prima yaitu
kemampuan dan tindakan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pande dan
Komang (2013) terhadap kinerja pegawai di Rumah Sakit Umum Daerah
22
Wangaya Kota Denpasar, menunjukkan adanya hubungan bermakna antara
tingkat pendidikan pegawai dengan kinerja pegawai tersebut. Namun penelitian
yang dilakukan oleh Sodik, dkk (2013) terhadap pelayanan prima pegawai di
RSUI Orpeha Tulungagung, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara tingkat pendidikan pegawai dengan pelayanan prima yang dilakukan oleh
pegawai.
d. Status Perkawinan
Status perkawinan dapat diartikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME (Lembaga Demografi FE
UI, 2000). Menurut Robbins (2006) pernikahan dapat menjadikan pegawai
menjadi lebih bertanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan menjadi
lebih penting dan berharga. Pegawai yang sudah menikah lebih sedikit intensitas
tidak masuk, mengalami pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas dengan
pekerjaan mereka daripada rekan sekerjanya yang belum menikah.
Menurut Bakhri (2009) pegawai pria maupun wanita dalam menjalani
kehidupan rumah tangga mereka akan dihadapkan dengan berbagai persoalan
yang kompleks yang harus dicari jalan keluarnya, terutama dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, baik itu kebutuhan hidup sehari-hari seperti sandang,
pangan ataupun papan. Maka dari itu pegawai akan melakukan berbagai aktivitas
sebagai jalan keluar, salah satunya adalah dengan bekerja. Imbalan yang
didapatkannya dari bekerja akan menjadi salah satu solusi dari permasalahn
keluarga yang dihadapinya.
23
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, variabel status
perkawinan dapat digunakan untuk menilai pelayanan prima pegawai melalui
salah satu komponen yang haru diperhatikan yaitu tanggung jawab. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Iskandar (2003) terhadap kinerja pegawai kantor
kesehatan Pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, menunjukkan
adanya hubungan bermakna antara status perkawinan pegawai dengan kinerja
pegawai. Namun penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012) terhadap
kinerja pegawai Dinas Kesehatan di Kabupaten Bintan, menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara status perkawinan pegawai dengan kinerja
pegawai.
e. Masa Kerja
Menurut Siagian (2008) masa kerja seseorang menunjukkan berapa lama
orang tersebut bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan. Robbins dan
Timothy (2009) berpendapat bahwa masa kerja pegawai akan menunjukkan
pengalamannya dan merupakan prediksi yang baik untuk menilai
produktivitasnya. Masa kerja pegawai juga berhubungan dengan turnover¸
semakin lama seseorang berada dalam suatu organisasi, maka semakin kecil
kemungkinan pegawai akan keluar dari organisasi. Lama masa kerja seseorang
pada organisasi sebelumnya juga dapat memprediksi kemungkinannya untuk
keluar dari organisasi berikutnya dimasa depan.
Masa kerja pegawai yang lama akan cenderung membuat seorang pegawai
lebih merasa betah dalam suatu organisasi, karena pegawai tersebut telah
beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang pegawai
akan merasa nyaman dengan pekerjaan yang telah dikerjakannya dalam kurun
24
waktu cukup lama. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari
organisasi mengenai jaminan hidup dihari tua (Kreitner dan Kinicki, 2004).
Menurut Kumajas, dkk (2011) semakin lama pegawai bekerja di suatu bidang
pekerjaan atau di suatu organisasi, maka pengalaman yang dimiliki oleh pegawai
tersebut akan semakin banyak. Pengalaman bekerja yang banyak dapat berdampak
pada keahlian dan keterampilan kerja dari pegawai tersebut. Pengalaman bekerja
merupakan suatu modal pegawai untuk dapat masuk ke dalam bidang pekerjaan
tertentu. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Lutiarsi (2002) berpendapat bahwa
pegawai dengan masa kerja lama membuat pegawai memiliki pengalaman yang
banyak terkait pekerjaannya, namun pengalaman kerja tersebut belum tentu
merupakan indikator yang menyatakan kualitas kerja seseorang. Nilai lebih bagi
pegawai dengan masa kerja lama yang memiliki pengalaman kerja banyak yaitu
organisasi tidak perlu susah payah membimbing pegawai tersebut untuk
pekerjaan-pekerjaan yang sudah termasuk dalam ranah kerjanya.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, variabel masa kerja
dapat digunakan untuk menilai pelayanan prima pegawai melalui komponen
pelayanan prima yang harus diperhatikan yaitu kemampuan dan tindakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012) terhadap kinerja pegawai Dinas
Kesehatan Kabupaten Bintan, menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara masa kerja pegawai dengan kinerja pegawai. Namun, penelitian yang
dilakukan oleh Sodik, dkk (2013) terhadap pelayanan prima pegawai di RSUI
Orpeha Tulungagung, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
masa kerja pegawai dengan pelayanan prima yang dilakukan oleh pegawai.
25
Pada penelitian ini faktor individu yang akan diteliti yaitu jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, status perkawinan dan masa kerja.
2.2.2. Faktor Pekerjaan
Faktor pekerjaan diartikan oleh Panudju (2003) sebagai seberapa besar
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pegawai kepada pekerjaannya dan
seberapa banyak tugas yang harus diselesaikan oleh pegawai. Pada dasarnya
setiap pekerjaan pasti mempunyai faktor masing-masing. Namun tidak menutup
kemungkinan adanya kesamaan karakarteristik pekerjaan, meskipun dapat
dipastikan bahwa mayoritas pekerjaan mempunyai perbedaan faktor.
Robbins (2002) menyatakan bahwa sejumlah teori karakteristik pekerjaan
yang berusaha mengidentifikasi karakteristik tugas dari pekerjaan-pekerjaan untuk
kemudian digabungkan agar membentuk pekerjaan yang berbeda, serta hubungan
dari karakteristik pekerjaan tersebut dengan kepuasan dan kinerja karyawan yang
telah dihasilkan. Salah satu teori karakteristik pekerjaan yang paling penting yaitu
teori Hackman dan Oldham (1976) yang mengemukakan bahwa pekerjaan apapun
bisa digambarkan dalam lima dimensi pekerjaan yang disebut sebagai Job
Characteristics Model (JCM).
Menurut Hackman dan Oldham (1980) pegawai yang pekerjaannya
melibatkan adanya ketinggian tingkat dari ragam keahlian, identitas tugas dan
signifikansi tugas akan menganggap pekerjaan mereka sangat berarti. Tingkat
otonomi yang tinggi akan membangkitkan rasa tanggung jawab yang lebih besar
dan apabila disediakan umpan balik yang memadai, pegawai akan
mengembangkan suatu pemahaman yang berguna mengenai peranan dan fungsi
26
mereka dengan lebih. Secara rinci faktor-faktor pekerjaan menurut Hackman dan
Oldham (1980) sebagai berikut :
a. Ragam Keahlian (Skill Variety)
Menurut Hackman dan Oldham (1980) ragam keahlian merupakan suatu
tingkat pekerjaan yang memerlukan berbagai keahlian agar dapat melaksanakan
pekerjaan, melibatkan sejumlah ragam keahlian dan bakat dari seseorang. Ketika
pekerjaan mengharuskan pegawai untuk melakukan kegiatan yang menantang
atau menambah keterampilan atau kemampuan, maka pegawai hampir selalu
mengalami bahwa pekerjaan mereka berarti. Hackman dan Oldham (1980)
menambahkan bahwa semakin banyak keahlian yang harus digunakan, maka akan
semakin berarti/bermakna pekerjaan tersebut bagi pegawai yang mengerjakannya.
Komponen dasar dari pekerjaan yang harus dikerjakan tidak penting dalam
membangun kemaknaan tugas, bahkan pekerjaan yang tidak terlalu penting akan
tetap berarti bagi pegawau apabila dikerjakan dan memperluas keahlian dan
keterampilan pegawai.
Menurut Akbar (2009) Pekerjaan yang terlalu monoton, memiliki lingkup
yang kecil, tidak membutuhkan banyak keahlian dalam penyelesaiannya akan
menciptakan rasa jenuh yang diikuti dengan turunnya tingkat kepuasan kerja.
Aufan (2014) menambahkan bahwa perluasan dari pekerjaan yang membutuhkan
banyak aktivitas atau keterampilan yang berbeda untuk dapat menyelesaikan tugas
dengan baik merupakan tanda adanya ragam keahlian. Semakin banyak keahlian
yang dibutuhkan, maka akan menambah arti pekerjaan tersebut bagi pegawai.
Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ragam keahlian yaitu dengan
memberlakukan rotasi pekerjaan. Rotasi pekerjaan yang dilakukan dengan
27
menukar pegawai dari suatu pekerjaan ke pekerjaan, tempat atau jam kerja lainnya
dapat menghilangkan kemonotonan dari pekerjaan yang dilakukan rutin dan
dengan cakupan yang kecil.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, variabel ragam
keahlian dapat digunakan untuk menilai pelayanan prima pegawai melalui salah
satu komponen yang harus diperhatikan dalam memeberikan pelayanan prima
yaitu kemampuan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aufan (2014) terhadap
kinerja pegawai PT Chevron Pacific Indonesia Departemen PG dan T Minas,
menunjukkan bahwa ragam keahlian berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai.
b. Identitas Tugas (Task Identity)
Menurut Hackman dan Oldham (1980) identitas tugas merupakan tingkat
dimana suatu pekerjaan membutuhkan penyelesaian secara menyeluruh dan dapat
dikenali bagian yang melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir dengan hasil
yang terlihat. Pegawai akan lebih menghargai pekerjaannya ketika mereka
mengerjakannya secara keseluruhan. Ketika pegawai memiliki pekerjaan yang
utuh/lengkap, mereka cenderung melihat pekerjaan menjadi lebih berarti
dibandingkan ketika mereka hanya mengerjakan dan bertanggung jawab pada
bagian kecil dari pekerjaannya.
Identitas tugas dapat memacu pegawai untuk melakukan pekerjaan lebih
efektif, mengembangkan kemampuan dan keterampilan pegawai, serta
meningkatkan kretifitas dan inovasi. Suatu pekerjaan yang di dalamnya memiliki
identitas tugas yang baik mempermudah suatu pegawai dalam melaksanakan
secara runtun tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Kemudian Handoko
28
(2008) menyatakan bahwa pekerjaan yang tidak mempunyai identitas, dapat
mengakibatkan para pegawai tidak akan atau kurang merasa bertanggung-jawab
dan mungkin kurang bangga terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, variabel identitas
tugas dapat digunakan untuk menilai pelayanan prima pegawai melalui komponen
yang harus diperhatikan dalam memberikan pelayanan prima yaitu kemampuan
dan tanggung jawab. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aufan (2014)
terhadap kinerja pegawai PT Chevron Pacific Indonesia Departemen PG dan T
Minas, menunjukkan bahwa identitas tugas berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai.
c. Signifikansi Tugas (Task Significance)
Menurut Hackman dan Oldham (1980) signifikansi tugas merupakan sejauh
apa pekerjaan memiliki dampak yang penting terhadap kehidupan orang lain, baik
di dalam organisasi secara langsung maupun dalam cakupan lebih luas. Pegawai
akan lebih menganggap pekerjaannya berarti ketika pegawai memahami
pekerjaannya yang terselesaikan dengan baik akan berpengaruh besar terhadap
kesejahteraan fisik maupun psikologis orang lain. Ketika pegawai mengetahui
bahwa pekerjaannya akan mempengaruhi kebahagiaan, kesehatan atau
keselamatan orang lain, pegawai akan lebih menghargai pekerjaannya
dibandingkan ketika pekerjaannya tidak berhubungan dengan kehidupan dan
kesejahteraan orang lain.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, variabel signifikansi
tugas dapat digunakan untuk menilai pelayanan prima pegawai melalui komponen
yang harus diperhatikan yaitu perhatian, tindakan dan tanggung jawab. Menurut
29
penelitian yang dilakukan oleh Aufan (2014) terhadap kinerja pegawai PT
Chevron Pacific Indonesia Departemen PG dan T Minas, menunjukkan bahwa
signifikansi tugas berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai.
d. Otonomi (Autonomy)
Menurut Hackman dan Oldham (1980) otonomi merupakan sejauh mana
pekerjaan memberikan kebebasan yang besar dalam penyelesaiannya. Ketika
pekerjaan memberikan kebebasan yang besar untuk pegawai yang
mengerjakannya, hasil dari pekerjaan akan dilihat pegawai tersebut sebagai suatu
pencapaian yang bergantung pada usaha, inisiatif dan keputusan pegawai itu
sendiri dan bukan bergantung pada arahan dari atasan atau sebuah panduan
prosedur kerja. Jika keberhasilan dari pekerjaan pegawai lebih dinilai dari faktor
eksternal (manual prosedur, arahan atasan atau pegawai dari unit lain)
dibandingkan berdasarkan usaha dan inisiatif pegawai itu sendiri, maka tidak ada
alasan bagi pegawai untuk merasa bangga ketika telah menyelesaikan tugasnya
dengan baik atau merasa sedih ketika telah menyelesaikan tugasnya dengan tidak
baik.
Hackman dan Oldham (1980) juga menambahkan bahwa semakin besar
otonomi atau kebebasan yang dimiliki pegawai dalam menyelesaikan
pekerjaannya, maka pegawai akan cenderung merasakan lebih bertanggung jawab
untuk keberhasilan dan kegagalan dari pekerjaannya. Sehingga pegawai lebih
bersedia untuk bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya. Berdasarkan
penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, variabel otonomi dapat digunakan
untuk menilai pelayanan prima pegawai melalui salah satu komponen yang harus
30
diperhatikan dalam memberikan pelayanan prima yaitu tanggung jawab. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Aufan (2014) terhadap kinerja pegawai PT
Chevron Pacific Indonesia Departemen PG dan T Minas, menunjukkan bahwa
otonomi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
e. Umpan Balik (Feed Back)
Menurut Hackman dan Oldham (1980) umpan balik adalah sejauh mana
pelaksanaan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
memberikan informasi kepada pegawai secara langsung dan jelas tentang
efektivitas kerjanya. Umpan balik yang dimaksud berfokus pada umpan balik
yang diperoleh langsung dari pekerjaannya, seperti seorang dokter yang
mengobati pasien dan melihat bahwa pasiennya sembuh atau ketika seseorang
memperbaiki barang rusak dengan perlengkapannya dan melihat bahwa barang
tersebut berfungsi/tidak berfungsi kembali setelah diperbaiki.
Hackman dan Oldham (1980) juga menjelaskan bahwa pegawai harus
memiliki pengetahuan atau mengetahui tingkat keberhasilan dari pekerjaan yang
dikerjakannya. Hal tersebut dikarenakan ketika pekerjaan telah diatur sehingga
pegawai yang mengerjakan pekerjaan tersebut tidak pernah mengetahui
keberhasilan atau kegagalan dari hasil kerjanya, maka pegawai tersebut tidak
memiliki dasar untuk merasa senang telah mengerjakan pekerjaan dengan baik
atau merasa sedih telah mengerjakan pekerjaan dengan tidak baik. Dalam
beberapa kasus, tingkat keberhasilan dari pekerjaan berasal dari aktivitas kerja itu
sendiri, dibandingkan dari beberapa orang lain seperti rekan kerja atau atasan
yang mengumpulkan data atau membuat penilaian tentang seberapa baik suatu
pekerjaan telah diselesaikan.
31
Menurut Akbar (2009) pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan oleh
pegawai, sangat penting bagi pegawai untuk mengetahui efektifitas dari apa yang
telah mereka lakukan. Adanya umpan balik memberi kesempatan kepada pegawai
untuk dapat mengetahui tingkat keberhasilan dari apa yang telah mereka kerjakan.
Pegawai akan lebih mudah mengukur efektifitas kerja mereka, dapat mengetahui
kekurangan mereka dan dapat melakukan perencanaan pekerjaan untuk tugas
berikutnya. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, variabel
umpan balik dapat digunakan untuk menilai pelayanan prima pegawai melalui
komponen yang harus diperhatikan dalam memberikan pelayanan prima yaitu
tindakan dan kemampuan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aufan (2014)
terhadap kinerja pegawai PT Chevron Pacific Indonesia Departemen PG dan T
Minas, menunjukkan bahwa umpan balik berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai.
Pada penelitian ini variabel karakteristik pekerjaan yang akan diteliti yaitu
ragam keahlian, identitas tuga, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik.
2.2.3. Faktor Organisasi
Faktor organisasi menurut Sugito dan Nurjannah (2004) diartikan sebagai
faktor-faktor lingkungan kerja pegawai yang dapat mendorong prestasi kerja
pegawai tersebut. Setiap organisasi memiliki faktor-faktor yang berbeda
didalamnya, hal tersebut ditunjukkan dengan kebijaksanaan dan kultur yang
berbeda pada masing-masing organisasi. Prasetyo (2008) menambahkan faktor
organisasi dapat menentukan kinerja pegawai, untuk itu pimpinan organisasi harus
mempertimbangkan hubungan antara faktor lingkungan kerja dan individu serta
32
pengaruhnya terhadap perilaku pegawai. Menurut Ting (1997) faktor organisasi
meliputi :
a. Komitmen organisasi
Robbins (2006) mengartikan komitmen organisasi sebagai suatu keadaan
dimana pegawai memihak pada organisasi. Lebih lanjut Robbins (2007)
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu orientasi pegawai terhadap
organisasi yang mencakup identifikasi, loyalitas, dan keterlibatannya di dalam
organisasi. Orientasi tersebut mengakibatkan pegawai bersedia memberikan
sesuatu demi merefleksikan hubungan antara dirinya dengan organisasi bagi
tercapainya tujuan organisasi.
Menurut Yatnikasari (2010), komitmen organisasi dapat mencerminkan
keadaan pegawai yang mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat
dengan tujuan-tujuan dari organisasi tersebut Kreitner dan Kinicki (2004)
berpendapat bahwa semakin tinggi komitmen pegawai terhadap organisasi atau
tempatnya bekerja, maka akan semakin tinggi pula produktivitas pegawai
tersebut. Kemudian Solinger et al. (2008) menyatakan komitmen organisasi
merupakan derajat seberapa jauh pegawai mengidentifikasikan dirinya dengan
organisasi dan keterlibatannya dengan organisasi. Komitmen tersebut
mempengaruhi pegawai dalam memberikan pelayanan melalui upaya dan
keterikatan pegawai dengan organisasi dan pekerjaannya.
Menurut Sudarma (2012) pada dasarnya komitmen organisasi tidak cukup
ditunjukkan melalui sikap tetapi sikap tersebut harus diwujudkan dalam perilaku
atau tindakan nyata, dengan kata lain komitmen tidak cukup hanya diwacanakan
tetapi harus direalisasikan dalam perbuatan. Untuk itu dalam mewujudkan
33
pelayanan prima, organisasi perlu menyaring pegawai yang dapat benar-benar
komitmen dimulai dari proses pengrekrutan pegawai. Aspek psikologis (karakter,
kepribadian, kejujuran) harus diperhatikan sungguh-sungguh oleh pimpinan saat
proses rekrutmen. Li (2008) menambahkan pegawai yang memiliki komitmen
yang tinggi akan loyal terhadap organisasi sehingga mereka terikat pada
organisasi dan mempunyai keyakinan yang kuat untuk menerima nilai organisasi.
Pegawai tersebut yang kemudian dapat meningkatkan loyalitas dan kinerjanya.
Menurut Allen dan Meyer (2003) komitmen organisasi merupakan sebuah
konsep yang memiliki tiga komponen, yaitu :
1. Komitmen Afektif, adalah seberapa jauh seorang pegawai terikat secara
emosional, mengenal dan terlibat dalam organisasi. Komitmen afektig
pegawai akan membawa pegawai untuk dapat mempertimbangkan sejauh
mana pegawai merasa nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan nilai dan
tujuan organisasi. Pegawai yang memiliki komitmen afektif tinggi akan tetap
tinggal di organisasi karena mereka menginginkannya (want to).
2. Komitmen kontinuans, adalah suatu penilaian terhadap untung rugi dalam diri
karyawan berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau justru
meninggalkan organiasi. Pegawai yang memiliki komitmen kontinyu tinggi
akan tetap tinggal di organisasi karena mereka akan mendapat uang pensiun,
fasilitas-fasilitas dan senioritas atau mereka mendapat kerugian besar.
Pegawai yang bekerja berdasarkan komitmen kontinuans akan bertahan di
organisasi karena mereka butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tidak
adanya pilihan lain.
34
3. Komitmen normatif, berkaitan dengan psikologi seseorang atau perasaan
wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi yang didasari kepada kesetiaan,
kehangatan, pemilikan, kesenangan, kebahgiaan dll. Oleh karena itu tingkah
laku karyawan bertujuan untuk memenuhi tujuan dan minat organisasi, dengan
adanya keyakinan tentang “apa yang benar” serta berkaitan dengan masalah
moral. Pegawai yang memiliki komitmen normatif tinggi akan merasa bahwa
mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi
Menurut Hidayat (2010), kesediaan pegawai untuk berkontribusi kepada
organisasi, akan mempengaruhi bentuk komitmen mereka dan tidak semua bentuk
komitmen dapat dikaitkan dengan kinerja yang tinggi. Komitmen afektif pegawai
akan lebih cenderung mengerahkan usaha atas nama organisasi karena pegawai
memiliki keinginan untuk mempertahankan pekerjaannya dibandingkan dengan
organisasi sebagai sebuah kewajiban (normative commitment) atau 'need'
(continuance commitment). Mengenai komitmen normatif, beberapa studi telah
menemukan hubungan positif antara komitmen normatif dan kinerja pekerjaan,
sementara beberapa melihatnya tidak ada hubungan sama sekali. Sebagian besar
hubungan negatif dibangun antara komitmen kontinuans dan kinerja. Namun,
beberapa peneliti menemukan bahwa tidak ada hubungan antara komitmen dengan
kinerja pekerjaan, sementara sebagian peneliti juga mengusulkan hubungan positif
dengan kinerja pekerjaan.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, variabel
komitmen organisasi dapat digunakan untuk menilai pelayanan prima pegawai
melalui komponen yang harus diperhatikan yaitu sikap, tindakan dan tanggung
jawab. Penelitian yang dilakukan oleh Sudarma (2012) komitmen organisasi
35
berpengaruh terhadap kinerja pegawai, kemudian kinerja pengawai berpengaruh
terhadap kualitas pelayanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan
kinerja pegawai dapat berdampak positif terhadap peningkatan kualitas pelayanan
sehingga terwujud pelayanan prima. Yanovitch (2014) menyebutkan bahwa
komitmen organisasi merupakan salah satu faktor penting dalam melaksanakan
budaya pelayanan prima. Tanpa adanya komitmen, inisiatif untuk memberikan
pelayanan prima akan menjadi seperti “flavour of the month”, yang akan diberikan
hari ini dan akan dilupakan dikemudian hari. Komitmen organisasi dibutuhkan
karena mengubah atau membangun budaya pelayanan prima membutuhkan
waktu.
b. Hubungan rekan kerja
Hubungan dengan sesama rekan kerja menurut Gerungan (2004) merupakan
suatu wujud interaksi sosial yang dapat diartikan sebagai hubungan anatar dua
atau lebih individu, dimana perilaku individu yang satu dapat mempengaruhi,
mengubah atau bahkan memperbaiki pribadi individu yang lain. Dalam hal ini
hubungan rekan kerja dapat dilihat melalui hubungan antar sesama pegawai
maupun hubungan antara atasan dan bawahan yang berada dalam satu lingkungan
kerja.
Menurut Panjaitan (2014) setiap organisasi memiliki tujuan organisasi yang
berbeda-beda, tujuan tersebut akan tercapai apabila setiap pegawai dalam
organisasi saling bersinergi atau saling membantu antar individu dalam
mencapainya. Keadaan tersebut menunjukkan adanya saling membutuhkan antara
satu sama lain, sehingga menuntut seluruh pegawai untuk dapat membina
36
hubungan baik dengan pegawai lainnya, antara sesama rekan kerja, antara atasan
dan bawahan.
Menurut Eko (2005) untuk dapat menciptakan lingkungan kerja atau iklim
kerja yang menyenangkan, hubungan antara rekan kerja harus dibina dan dijaga
dengan baik. Salah satu kunci terjalinnya hubungan kerja yang baik yaitu saling
menghargai satu sama lain. Keadaan saling menghargai dan mempercayai di
kalangan seluruh pegawai akan menghasilkan perilaku saling mendukung antar
kesatuan kerja dalam seluruh jajaran yang ada di organisasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aziz dan Khairil (2010) hubungan
rekan kerja yang baik dapat memberikan pengaruh positif terhadap emosi atau
suasana hati pegawai saat bekerja. Pegawai yang memiliki emosi positif atau
suasana hati yang baik dapat berpengaruh positif terhadap pelayanan prima yang
diberikan oleh pegawai tersebut. Sebaliknya, pegawai yang memiliki suasana hati
yang buruk dan tidak merasa senang atas pekerjaan yang dilakukannya akan
berdampak negatif pula terhadap pelayanan prima yang diberikannya. Hal tersebut
dapat sangat mempengaruhi keputusan pelanggan untuk merasa puas atau tidak
puas terhadap pelayanan prima yang diterimanya.
Penelitian tersebut didukung oleh penelitian Ananta (2008) yang menyatakan
bahwa kualitas pekerjaan pegawai yang baik atau yang memuaskan pelanggan
serta pegawai produktif yang setia dan rajin dipengaruhi oleh sikap kerja. Sikap
kerja tersebut tergantung pada apa yang mereka peroleh di tempat kerja, jika
mereka merasa mendapatkan keadilan di tempat kerja, maka mereka akan
mempunyai sikap yang positif atas perlakuan yang mereka terima. Sebaliknya jika
mereka merasa bahwa perlakuan yang mereka dapatkan tidak adil, maka mereka
37
akan menunjukkan sikap negatif terhadap perlakuan tersebut. Berdasarkan
penjelasan tersebut, variabel hubungan rekan kerja dapat digunakan untuk menilai
pelayanan prima pegawai melalui salah satu komponen yang harus diperhatikan
dalam memberikan pelayanan prima yaitu sikap pegawai.
c. Kepemimpinan
Kepemimpinan menurut Robbins (2006) diartikan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Secara lebih luas
kepemimpinan dapat digambarkan sebagai proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisai, memotivasi perilaku pegawai untuk mencapai
tujuan tersebut, serta mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya.
Kepemimpinan diartikan oleh Rivai (2008) sebagai kemampuan dan
keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja
untuk mempengaruhi perilaku pegawai lain, terutama bawahanya, untuk berpikir
dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif pegawai
tersebut dapat memberikan sumbangan nyata dalam mencapai tujuan organisasi
yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Nawawi (2005) fungsi kepemimpinan terbagi menjadi dimensi :
Pertama, dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan pemimpin dalam
mengarahkan tindakan atau aktivitas pimpinan. Dimensi tersebut dapat dilihat dari
tanggapan pegawai-pegawai yang dipimpinnya. Kedua, dimensi yang berkenaan
dengan tingkat dukungan atau keterlibatan pegawai-pegawai yang dipimpin dalam
melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi. Dimensi tersebut
dapat dilihat dari keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin.
38
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, variabel
kepemimpinan digunakan untuk menilai pelayanan prima melalui salah satu
komponen yang harus diperhatikan dalam memberikan pelayanan prima yaitu
sikap pegawai. Guritno dan Waridin (2005) menyatakan bahwa kepemimpinan
memiliki dampak yang signifikan terhadap sikap, perilaku dan kinerja pegawai.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sodik, dkk (2013) juga menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan dengan pelaksanaan
pelayanan prima pegawai.
Pada penelitian ini faktor organisasi yang akan diteliti yaitu komitmen
organisasi, hubungan rekan kerja, dan kepemimpinan.
39
2.3. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari faktor
individu, faktor pekerjaan, dan faktor organisasi yang di analisis untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungannya dengan pelayanan prima. Adapun
kerangka teori dari penilitian ini yakni :
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Faktor Pekerjaan
1. Ragam keahlian,
2. Identitas tugas
3. Signifikansi tugas
4. Otonomi
5. Umpan balik
Pelayanan Prima
1. Kemampuan (ability)
2. Sikap (attitude)
3. Penampilan (Appearance)
4. perhatian (attention)
5. Tindakan (action)
6. Tanggung jawab
(accountability).
Faktor Organisasi
1. Komitmen organisasi
2. Hubungan rekan kerja
3. Kepemimpinan
Faktor Individu
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Tingkat pendidikan
4. Masa kerja
5. Status perkawainan
Sumber : Barata (2003), Robbins (2006), Hackman dan Oldham (1976) dan Ting (1997)
40
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan pelayanan prima pegawai rawat jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat Tahun 2015. Berdasarkan tinjauan pustaka
yang telah dijelaskan sebelumnya, pada penelitian ini seluruh komponen yang
terdapat pada faktor individu, pekerjaan, dan organisasi akan dijadikan sebagai
variabel independen untuk menjadi pelengkap sekaligus pembeda dari penelitian
sebelumnya.
Variabel independen pada penelitian ini terdiri dari faktor individu (jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan, lama bekerja dan status perkawinan), pekerjaan
(ragam keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan umpan balik), dan
organisasi (komitmen organisasi, hubungan rekan kerja dan kepemimpinan).
Kemudian variabel dependen dari penelitian ini yaitu pelayanan prima yang dinilai
dari kemampuan (ability), sikap (attitude), penampilan (Appearance), perhatian
(attention), tindakan (action), dan tanggung jawab (accountability). Berikut ini
merupakan bagan kerangka konsep yang akan diteliti lebih lanjut oleh peneliti.
41
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka konsep Penelitian
Jenis Kelamin
Usia
Tingkat
Pendidikan
Lama Bekerja
Status
Perkawinan
Kepemimpinan
Pelayanan Prima
Tingkat Pendidikan
Pendidikan
Lama Bekerja
Status
Perkawinan
Usia
ekerja
Status
Perkawinan
Ragam Keahlian
Status Perkawinan
Pendidikan
Lama Bekerja
Status
Perkawinan
Masa Kerja
Pendidikan
Lama Bekerja
Status
Perkawinan
Identitas tugas
Signifikansi tugas
Otonomi
Pendidikan
Lama Bekerja
Status
Perkawinan
Umpan Balik
Lama Bekerja
Status
Perkawinan
Komitmen
organisasi
Hubungan rekan
kerja
42
3.2. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Pengukuran
Cara Ukur Alat ukur Skala Ukur Hasil Ukur
1. Pelayanan Prima Pelayanan yang
memberikan nilai tambah
pada unsur pelayanan yang
sudah sesuai dengan
standar operasional
prosedur yang berlaku
untuk dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat
dan/atau melampaui
kebutuhan atau keinginan
masyarakat sebagai
pengguna jasa layanan.
Observasi di isi
oleh peneliti
dengan tanda
(√) dan (X)
Lembar
Checklist
Ordinal
-
0. Pelayanan tidak prima,
apabila score < nilai median
1. Pelayanan prima, apabila
total score ≥ nilai median
2. Jenis Kelamin Jenis seksual yang
ditentukan secara biologis
dan anatomi
Pengisian
kuesioner
Kuesioner Ordinal 0. Wanita
1. Pria
No. Variabel Definisi Pengukuran
Cara Ukur Alat ukur Skala Ukur Hasil Ukur
43
3. Usia Usia pegawai dihitung dari
tahun kelahiran sampai
dengan saat dilakukan
penelitian
Pengisian
kuesioner
Kuesioner Ordinal 0. Remaja : 17-25 Tahun
1. Dewasa : 26-45 Tahun
2. Lansia Awal : 46- 65 Tahun
(Depkes, 2009)
4. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal
terakhir pegawai yang
dinyatakan lulus.
Pengisian
kuesioner
Kuesioner Ordinal 0. Rendah : SD/Sederajat dan
SMP/Sederajat
1. Sedang : SMA/Sederajat
2. Tinggi :
Diploma/Sarjana/Sederajat
(PP No.66, 2010)
5. Masa Kerja Lama pegawai bekerja di
suatu organisasi yang
dihitung dari tahun masuk
sampai dengan sekarang
Pengisian
kuesioner
Kuesioner Ordinal 0. Baru : < 1 tahun
1. Sedang : 1-3 tahun
2. Lama : > 3 Tahun
6. Status Perkawinan Status perkawinan
pegawai sebagai suami
atau istri yang sah
Pengisian
kuesioner
Kuesioner Ordinal 0. Belum Pernah Menikah
1. Sudah Pernah Menikah
7. Ragam keahlian Suatu tingkat pekerjaan Pengisian Kuesioner Ordinal 0. Ragam keahlian rendah,
No. Variabel Definisi Pengukuran
Cara Ukur Alat ukur Skala Ukur Hasil Ukur
44
yang memerlukan
berbagai keahlian atau
bakat seseorang dalam
penyelesaiannya.
kuesioner
dengan nilai
STS : 1
TS : 2
S : 3
SS : 4
apabila score Likert < nilai
median
1. Ragam keahlian tinggi,
apabila score Likert ≥ nilai
median
8. Identitas Tugas Suatu tingkat pekerjaan
membutuhkan upaya
langsung pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaan
dari awal hingga selesai
dengan tahapan pekerjaan
yang terlihat jelas.
Pengisian
kuesioner
dengan nilai
STS : 1
TS : 2
S : 3
SS : 4
Kuesioner Ordinal 0. Identitas tugas rendah,
apabila score Likert < nilai
mean
1. Identitas tugas tinggi,
apabila score Likert ≥ nilai
mean
9. Signifikansi Tugas Suatu tingkat pekerjaan
mempunyai pengaruh
bermakna secara
subtansial terhadap
kehidupan orang lain
Pengisian
kuesioner
dengan nilai
STS : 1
TS : 2
Kuesioner Ordinal 0. Signifikansi tugas rendah,
apabila score Likert < nilai
median
1. Signifikasi tugas tinggi,
apabila score Likert ≥ nilai
No. Variabel Definisi Pengukuran
Cara Ukur Alat ukur Skala Ukur Hasil Ukur
45
dalam perusahaan
khususnya dan masyarakat
luas pada umumnya.
S : 3
SS : 4
median
10. Otonomi Suatu tingkat pekerjaan
memberikan kebebasan
dan kemandirian kepada
pegawai dalam
penyelesaian pekerjaan
Pengisian
kuesioner
dengan nilai
STS : 1
TS : 2
S : 3
SS : 4
Kuesioner Ordinal 0. Otonomi rendah, apabila
score Likert < nilai mean
1. Otonomi tinggi, apabila
score Likert ≥ nilai mean
11. Umpan Balik Informasi secara langsung
dan jelas yang diterima
pegawai mengenai
seberapa besar efektifitas
pekerjaannya.
Pengisian
kuesioner
dengan nilai
STS : 1
TS : 2
S : 3
SS : 4
Kuesioner Ordinal 0. Umpan balik buruk, apabila
score Likert < nilai median
1. Umpan balik baik, apabila
score Likert ≥ nilai median
12. Komitmen Organisasi Suatu tingkat Pengisian Kuesioner Ordinal 0. Komitmen organisasi
No. Variabel Definisi Pengukuran
Cara Ukur Alat ukur Skala Ukur Hasil Ukur
46
kepemihakan pegawai
pada suatu organisasi dan
berminat untuk
memelihara keanggotaan
dalam organisasi tersebut.
kuesioner
dengan nilai
STS : 1
TS : 2
S : 3
SS : 4
rendah, apabila score Likert
< nilai mean
1. Komitmen organisasi tinggi,
apabila score Likert ≥ nilai
mean
13. Hubungan Rekan Kerja Keadaan dimana pegawai
mampu menjalin
hubungan baik dan saling
mendukung di dalam
lingkungan kerja.
Pengisian
kuesioner
dengan nilai
STS : 1
TS : 2
S : 3
SS : 4
Kuesioner Ordinal 0. Hubungn rekan kerja buruk,
apabila score Likert < nilai
mean
1. Hubungan rekan kerja baik,
apabila score Likert ≥ nilai
mean
14. Kepemimpinan Persepsi pegawai terhadap
dukungan atasan dalam
bentuk kemauan untuk
memberi arahan dan
motivasi kepada pegawai
Pengisian
kuesioner
dengan nilai
STS : 1
TS : 2
Kuesioner Ordinal 0. Kepemimpinan buruk,
apabila score Likert < nilai
median
1. Kepemimpinan baik,
apabila score Likert ≥ nilai
No. Variabel Definisi Pengukuran
Cara Ukur Alat ukur Skala Ukur Hasil Ukur
47
agar tercapaianya tujuan
organisasi
S : 3
SS : 4
median
Tabel 3.1. Definisi Operasional
48
3.3. Hipotesis
1. Ada hubungan antara faktor individu (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
masa kerja, dan status perkawinan) pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk Tahun 2015.
2. Ada hubungan antara faktor pekerjaan (ragam keahlian, identitas tugas,
signifikansi tugas, otonomi, dan umpan balik) pegawai rawat jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015.
3. Ada hubungan antara faktor organisasi (komitmen organisasi, hubungan rekan
kerja dan kepemimpinan) pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk Tahun 2015.
49
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian
analitik observasional. Penelitian analitik observasional merupakan penelitian
yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel dengan melakukan analisis
terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan Cross Sectional (potong lintang) yaitu dengan melakukan pengukuran
variabel independen dan variabel dependen hanya satu kali pada saat yang
bersamaan. (Jasaputra, 2008)
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah di Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk di Jalan Raya Kebon Jeruk No.02, Jakarta Barat. Waktu pelaksanaan
penelitian ini yaitu pada bulan Agustus sampai dengan bulan September tahun
2015.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi
pada penilitian ini adalah seluruh pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan
50
Kebon Jeruk baik Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun pegawai kontrak yang
berjumlah 148 orang.
4.3.2. Sampel
Sampel penelitian merupakan bagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi dalam penelitian tersebut (Sugiyono, 2012).
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi untuk pengambilan sampel dalam penelitian
ini antara lain :
1. Kriteria inklusi
a. Pegawai rawat jalan yang sedang tidak cuti atau tugas luar di Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2015
b. Pegawai rawat jalan yang berhadapan langsung dengan pasien untuk
melayani pasien Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
2. Kriteria eksklusi
a. Pegawai rawat jalan yang sedang mengambil cuti dan/atau sedang cuti
saat penelitian berlangsung
b. Pegawai rawat jalan yang tidak berhadapan langsung dengan pasien
untuk melayani pasien Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Setelah melakukan sortir pegawai sesuai dengan kriteria inklusi dan
ekslusi sebagaimana diatas, dari total 148 pegawai rawat jalan yang memenuhi
kriteria untuk dijadikan sampel pada penelitian ini berjumlah 104 pegawai. Untuk
mengetahui kelayakan jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini, maka
dilakukan perhitungan tingkat kekuatan uji dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
51
Keterangan :
Z1 - β = tingkat kekuatan uji
n = Jumlah atau besar sampel minimal
Z1 – α/2 = Derajat kemaknaan
P1 = Proporsi 1, menggunakan proporsi kepemimpinan baik dengan pelayanan prima
baik sebesar 0,92%
P2 = Proporsi 2, menggunakan proporsi kepemimpinan buruk dengan pelayanan prima
baik sebesar 0,75%
P = P1+P2
Berdasarkan rumus diatas, didapatkan hasil kekuatan uji sebesar 91,45%.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa penelitian dengan jumlah sampel sebanyak
104 orang pegawai cukup kuat untuk digunakan dalam menguji hipotesis.
4.4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan
pedoman observasi berupa lembar checklist. Seluruh instrumen penelitian dibuat
berdasarkan kerangka konsep dan definisi operasional penelitian.
1. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan gambaran faktor individu,
pekerjaan, dan organisasi. Kuesioner diadopsi dari penelitian sebelumnya
yang berkaitan dengan penelitian dan dimodifikasi atau disesuaikan dengan
kondisi lokasi penelitian. Penelitian ini menggunakan skala Likert yang
52
ditujukan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
kelompok tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2009). Pada skala Likert,
pernyataan yang disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan pernyataan
unfavorable. Untuk menjawab pernyataan tersebut responden diberikan
beberapa pilihan jawaban dari tingkatan yang positif sampai dengan yang
negatif. Pilihan jawaban tersebut meliputi Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). (Risnita, 2012)
2. Kuesioner untuk melakukan uji validitas dan reabilitas data dengan
memberikan kuesioner untuk diisi kepada 20 responden yang merupakan
pegawai rawat jalan Puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk. Uji validitas data
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur
dalam melakukan fungsi ukurnya (Hastono, 2007). Validitas suatu instrumen
kuesioner dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan nilai r hasil
dengan nilai r table, dikatakan valid apabila nilai r hasil yang dilihat pada tabel
Corrected Item-Total Correlation lebih besar daripada nilai r tabel. Kemudian
untuk pernyataan yang tidak valid dapat segera dihilangkan dan dilakukan uji
validitas kembali tanpa menyertakan pernyataan yang tidak valid sebelumnya.
Sedangkan uji reabilitas data dilakukan untuk menunjukkan tingkat
konsistensi hasil pengukuran bila dilakukan pengukuran dua kali (Sugiyono,
2009). Uji reliabilitas dilakukan dengan cara membandingkan nilai Cronbach
Alpha dengan nilai standar yaitu 0,6. Suatu variabel dikatakan reliabel atau
dapat dipercaya apabila hasil yang dapat dilihat pada tabel Cronbach Alpha ≥
0,6, dan dikatakan tidak reliabel apabila Cronbach Alpha < 0,6.
53
3. Lembar observasi atau lembar checklist bertujuan untuk mengetahui gambaran
pelayanan prima pegawai. Lembar checklist tersebut diadopsi dari penelitian
yang dilakukan oleh Hikmawati (2012) yang dimodifikasi atau disesuaikan
dengan kondisi tempat penelitian. Lembar checklist ini digunakan untuk
mengamati tata cara pemberian pelayanan prima oleh pegawai terhadap pasien
maupun pengunjung di rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk.
Kegiatan observasi ini dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh seorang rekan
peneliti yang diberikan konsep penilaian dari setiap komponen observasi, hal
tersebut bertujuan agar tidak terjadi bias karena adanya perbedaan konsep
dalam penilaian. Observasi pegawai dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada
waktu pelayanan yang ramai pasien yaitu pada hari senin dan kamis, serta
pada waktu pelayanan yang tidak terlalu ramai pasien yaitu hari jumat.
4.5. Mekanisme Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.5.1. Mekanisme Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar yang
diperlukan. Metode pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu
data primer. Data primer diperoleh langsung dari responden atau sampel yaitu
pegawai di rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk. Mekanisme
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan Prima
Pelayanan prima dari setiap pegawai diukur melalui observasi secara langsung
terhadap pelayanan yang diberikan pegawai kepada pasien maupun pengunjung
Puskesmas. Observasi dilakukan dengan menggunakan paduan observasi berupa
54
lembar checklist yang terdiri dari enam indikator pelayanan prima menurut Barata
(2003) yang dijabarkan lagi menjadi 50 point penilaian. Lembar checklist ini
diadopsi dan dikembangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Hikmawati
(2012).
Kegiatan observasi dilakukan oleh peneliti dan seorang rekan peneliti.
Observasi dilakukan dengan mengamati pegawai selama 1-2 jam dalam sehari dan
dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada hari senin, kamis, dan jumat. Menurut hasil
observasi yang dilakukan langsung oleh peneliti, pada hari Senin dan Kamis
pasien yang datang ke Puskemas lebih ramai dibandingkan dengan hari-hari
lainnya. Hal tersebut dikarenakan pada hari Senin dan Kamis memiliki jadwal
pelayanan kesehatan secara rutin khusus penyakit tidak menular seperti hipertensi,
diabetes dan ibu hamil. Namun, pada hari Selasa, Rabu dan Jumat pasien yang
datang ke Puskesmas hanya untuk pasien pelayanan umum yang tidak bergantung
pada jadwal atau membutuhkan pelayanan khusus. Berdasarkan penjelasan
tersebut, peneliti mengambil hari Senin, Kamis dan Jumat untuk melakukan
observasi.
Setelah seluruh pegawai di observasi, peneliti akan memastikan seluruh point
dalam lembar checklist dari masing-masing pegawai terisi. Lembar checklist yang
sudah terisi kemudian dimasukkan kedalam perangkat lunak komputer untuk
dijumlahkan dan dihitung rata-rata nilai atau score yang didapat dari seluruh
sampel penelitian. Nilai rata-rata (mean) tersebut kemudian dijadikan acuan dalam
transformasi data ke dalam dua kategori sebagai berikut :
0. Pelayanan tidak prima, apabila score < nilai median
1. Pelayanan prima, apabila total score ≥ nilai median
55
b. Usia
Usia dari setiap pegawai diukur dengan menggunakan instrumen kuesioner
yang akan langsung di jawab oleh pegawai dengan mengisi kuesioner sesuai usia
pegawai yang dihitung dari tahun lahir pegawai sampai dengan pada saat
penelitian dalam hitungan tahun. Jawaban usia pegawai kemudian akan diolah
menjadi tiga kelompok dengan kode sebagai berikut :
0. Remaja : 12-25 Tahun
1. Dewasa : 26-45 Tahun
2. Lansia : 46- 65 Tahun
Data usia pegawai yang telah melewati tahap pengkodean akan dianalisis lebih
lanjut dengan menggunakan perangkat lunak komputer.
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin dari setiap pegawai diukur dengan menggunakan kuesioner
yang akan langsung dijawab oleh pegawai dengan memberikan tanda checklist
pada salah satu kolom piliha\n jawaban. Jawaban untuk jenis kelamin pegawai
terdiri dari dua pilihan jawaban yaitu perempuan dan laki-laki. Pilihan jawaban
tersebut kemudian diberikan kode sebagai berikut :
0. Perempuan
1. Laki-laki
Data jenis kelamin pegawai yang telah melewati proses pengkodean akan
dianalisis lebih lanjut dengan perangkat lunak komputer.
d. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan dari setiap pegawai diukur dengan menggunakan
kuesioner yang akan langsung dijawab oleh pegawai dengan memberikan tanda
56
checklist pada salah satu kolom pilihan jawaban. Jawaban untuk tingkat
pendidikan pegawai terdiri dari tiga pilihan jawaban yaitu SD – SMP, SMA, dan
Diploma atau sederajat. Pilihan jawaban tersebut kemudian diberikan kode
sebagai berikut :
0. Rendah : SD/Sederajat dan SMP/Sederajat
1. Menengah : SMA/Sederajat
2. Tinggi : Diploma/Sederajat
Data tingkat pendidikan pegawai yang telah melewati proses pengkodean akan
dianalisis lebih lanjut dengan perangkat lunak komputer.
e. Status Pernikahan
Status pernikahan dari setiap pegawai diukur dengan menggunakan kuesioner
yang akan langsung dijawab oleh pegawai dengan memberikan tanda checklist
pada salah satu kolom pilihan jawaban. Jawaban untuk status pernikahan pegawai
terdiri dari tiga pilihan jawaban yaitu belum menikah, menikah, dan janda atau
duda. Pilihan jawaban tersebut kemudian diberikan kode sebagai berikut :
0. Belum Pernah Menikah
1. Sudah Pernah Menikah
Data status pernikahan pegawai yang telah melewati proses pengkodean akan
dianalisis lebih lanjut dengan perangkat lunak komputer.
f. Masa Kerja
Masa kerja dari setiap pegawai diukur dengan menggunakan instrumen
kuesioner yang akan langsung di jawab oleh pegawai dengan mengisi kuesioner
sesuai masa kerja pegawai yang dihitung dari tahun pertama pegawai mulai
bekerja sampai dengan pada saat penelitian dalam hitungan tahun. Jawaban usia
57
pegawai kemudian akan diolah menjadi tiga kelompok dengan kode sebagai
berikut :
0. Baru : < 1 tahun
1. Sedang : 1-3 tahun
2. Lama : > 3 Tahun
Data masa kerja pegawai yang telah melewati proses pengkodean akan
dianalisis lebih lanjut dengan perangkat lunak komputer.
g. Ragam Keahlian
Ragam keahlian diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari tiga
pernyataan pada kolom G mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor 5. Instrumen
ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2004), Fuadi (2011), dan
Wulandari (2008).
Peneliti akan memberikan penjelasan terkait cara pengisian kuesioner kepada
pegawai sebelum pegawai dipersilahkan untuk memulai mengisi kuesioner.
Setelah pegawai mengisi kuesioner tersebut, peniliti akan melakukan pemeriksaan
terhadap kuesioner untuk memastikan pegawai telah mengisi seluruh pernyataan
di dalam kuesioner.
Kuesioner yang sudah terisi lengkap akan diberikan kode mulai dari angka 1 –
5 sesuai dengan model pernyataan. Kuesioner terdiri dari dua model pernyataan
yaitu model postif dan model negatif. Apabila model pernyataan positif, maka
kode 1 diberikan untuk pernyataan dengan jawaban sangat tidak setuju.
Selanjutnya kode 2 diberikan untuk pernyataan dengan jawaban tidak setuju, kode
3 untuk jawaban ragu, kode 4 untuk jawaban setuju dan kode 5 untuk jawaban
sangat setuju. Sedangkan pada model pernyataan negatif, kode 1 diberikan pada
pernyataan dengan jawaban sangat setuju. Selanjutkan kode 2 akan diberikan pada
58
pernyataan dengan jawaban setuju, kode 3 untuk jawaban ragu, kode 4 untuk
jawaban tidak setuju, dan kode 5 untuk jawaban sangat tidak setuju.
Kode yang telah diberikan kepada seluruh jawaban kuesioner kemudian
dimasukkan kedalam perangkat lunak komputer untuk dijumlahkan dan dihitung
rata-rata nilai atau score yang didapat dari seluruh sampel penelitian. Nilai tengah
(median) dari rata-rata nilai atau score seluruh sampel kemudian dijadikan acuan
dalam transformasi data ke dalam dua kategori sebagai berikut :
0. Ragam keahlian rendah, apabila score ragam keahlian < median
1. Ragam keahlian tinggi, apabila score ragam keahlian ≥ median
h. Identitas Tugas
Identitas tugas diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari empat
pernyataan pada kolom H mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor 4. Instrumen
ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2004), Fuadi (2011), dan
Wulandari (2008).
Setelah pegawai mengisi kuesioner tersebut, peniliti akan melakukan
pemeriksaan terhadap kuesioner untuk memastikan pegawai telah mengisi seluruh
pernyataan di dalam kuesioner. Pengkodean pada instrumen dari variabel identitas
tugas sama seperti pengkodean pada variabel ragam keahlian. Kode yang telah
diberikan kepada seluruh jawaban kuesioner kemudian dimasukkan kedalam
perangkat lunak komputer untuk dijumlahkan dan dihitung rata-rata nilai atau
score yang didapat dari seluruh sampel penelitian. Nilai tengah (median) dari rata-
rata nilai atau score seluruh sampel kemudian dijadikan acuan dalam transformasi
data ke dalam dua kategori sebagai berikut :
0. Identitas tugas rendah, apabila score identitas tugas < mean
59
1. Identitas tugas tinggi, apabila score identitas tugas ≥ mean
i. Signifikansi Tugas
Signifikansi tugas diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari
empat pernyataan pada kolom I mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor 4.
Instrumen ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2004), Fuadi
(2011), dan Wulandari (2008).
Setelah pegawai mengisi kuesioner tersebut, peniliti akan melakukan
pemeriksaan terhadap kuesioner untuk memastikan pegawai telah mengisi seluruh
pernyataan di dalam kuesioner. Pengkodean pada instrumen dari variabel
signifikansi tugas sama seperti pengkodean pada variabel-variabel sebelumnya.
Kode yang telah diberikan kepada seluruh jawaban kuesioner kemudian
dimasukkan kedalam perangkat lunak komputer untuk dijumlahkan dan dihitung
rata-rata nilai atau score yang didapat dari seluruh sampel penelitian. Nilai tengah
(median) dari rata-rata nilai atau score seluruh sampel kemudian dijadikan acuan
dalam transformasi data ke dalam dua kategori sebagai berikut :
0. Signifikansi tugas rendah, apabila score signifikansi tugas < median
1. Signifikansi tugas tinggi, apabila score signifikansi tugas ≥ median
j. Otonomi
Otonomi diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari tiga
pernyataan pada kolom J mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor 3. Instrumen
ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2004), Fuadi (2011), dan
Wulandari (2008).
Setelah pegawai mengisi kuesioner tersebut, peniliti akan melakukan
pemeriksaan terhadap kuesioner untuk memastikan pegawai telah mengisi seluruh
60
pernyataan di dalam kuesioner. Pengkodean pada instrumen dari variabel otonomi
sama seperti pengkodean pada variabel-variabel sebelumnya. Kode yang telah
diberikan kepada seluruh jawaban kuesioner kemudian dimasukkan kedalam
perangkat lunak komputer untuk dijumlahkan dan dihitung rata-rata nilai atau
score yang didapat dari seluruh sampel penelitian. Nilai tengah (median) dari rata-
rata nilai atau score seluruh sampel kemudian dijadikan acuan dalam transformasi
data ke dalam dua kategori sebagai berikut :
0. Otonomi rendah, apabila score otonomi < mean
1. Otonomi tinggi, apabila score otonomi ≥ mean
k. Umpan Balik
Umpan balik diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari tiga
pernyataan pada kolom K mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor 3. Instrumen
ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2004), Fuadi (2011), dan
Wulandari (2008).
Setelah pegawai mengisi kuesioner tersebut, peniliti akan melakukan
pemeriksaan terhadap kuesioner untuk memastikan pegawai telah mengisi seluruh
pernyataan di dalam kuesioner. Pengkodean pada instrumen dari variabel umban
balik sama seperti pengkodean pada variabel-variabel sebelumnya. Kode yang
telah diberikan kepada seluruh jawaban kuesioner kemudian dimasukkan kedalam
perangkat lunak komputer untuk dijumlahkan dan dihitung rata-rata nilai atau
score yang didapat dari seluruh sampel penelitian. Nilai tengah (median) dari rata-
rata nilai atau score seluruh sampel kemudian dijadikan acuan dalam transformasi
data ke dalam dua kategori sebagai berikut :
0. Umpan balik buruk, apabila score umpan balik < median
61
1. Umpan balik baik, apabila score umpan balik ≥ median
l. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari
enam pernyataan pada kolom L mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor 6.
Instrumen ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Yatnikasari (2010).
Setelah pegawai mengisi kuesioner tersebut, peniliti akan melakukan
pemeriksaan terhadap kuesioner untuk memastikan pegawai telah mengisi seluruh
pernyataan di dalam kuesioner. Pengkodean pada instrumen dari variabel
komitmen organisasi sama seperti pengkodean pada variabel-variabel
sebelumnya. Kode yang telah diberikan kepada seluruh jawaban kuesioner
kemudian dimasukkan kedalam perangkat lunak komputer untuk dijumlahkan dan
dihitung rata-rata nilai atau score yang didapat dari seluruh sampel penelitian.
Nilai tengah (median) dari rata-rata nilai atau score seluruh sampel kemudian
dijadikan acuan dalam transformasi data ke dalam dua kategori sebagai berikut :
0. Komitmen organisasi rendah, apabila score komitmen organisasi < mean
1. Komitmen organisasi tinggi, apabila score komitmen organisasi ≥ mean
m. Hubungan Rekan Kerja
Hubungan rekan kerja diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri
dari enam pernyataan pada kolom M mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor 6.
Instrumen ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Azhar (2009).
Setelah pegawai mengisi kuesioner tersebut, peniliti akan melakukan
pemeriksaan terhadap kuesioner untuk memastikan pegawai telah mengisi seluruh
pernyataan di dalam kuesioner. Pengkodean pada instrumen dari variabel
hubungan rekan kerja sama seperti pengkodean pada variabel-variabel
62
sebelumnya. Kode yang telah diberikan kepada seluruh jawaban kuesioner
kemudian dimasukkan kedalam perangkat lunak komputer untuk dijumlahkan dan
dihitung rata-rata nilai atau score yang didapat dari seluruh sampel penelitian.
Nilai tengah (median) dari rata-rata nilai atau score seluruh sampel kemudian
dijadikan acuan dalam transformasi data ke dalam dua kategori sebagai berikut :
0. Hubungan rekan kerja buruk, apabila score hubungan rekan kerja < mean
1. Hubungan rekan kerja baik, apabila score hubungan rekan kerja ≥ mean
n. Kepemimpinan
Kepemimpinan diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10
pernyataan pada kolom N mulai dari nomor 1 sampai dengan nomor 10.
Instrumen ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Adam (2009).
Setelah pegawai mengisi kuesioner tersebut, peniliti akan melakukan
pemeriksaan terhadap kuesioner untuk memastikan pegawai telah mengisi seluruh
pernyataan di dalam kuesioner. Pengkodean pada instrumen dari variabel
kepemimpinan sama seperti pengkodean pada variabel-variabel sebelumnya.
Kode yang telah diberikan kepada seluruh jawaban kuesioner kemudian
dimasukkan kedalam perangkat lunak komputer untuk dijumlahkan dan dihitung
rata-rata nilai atau score yang didapat dari seluruh sampel penelitian. Nilai tengah
(median) dari rata-rata nilai atau score seluruh sampel kemudian dijadikan acuan
dalam transformasi data ke dalam dua kategori sebagai berikut :
0. Kepemimpinan buruk, apabila score kepemimpinan < median
1. Kepemimpinan baik, apabila score kepemimpinan ≥ median
63
4.5.2. Mekanisme Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan setelah seluruh data yang diperlukan selesai
dikumpulkan. Adapun tahapan pengolahan data penelitian ini adalah :
1. Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isi dari kuesioner yang
telah disebarkan sebelumnya dan apakah jawaban yang ada dalam kuesioner
sudah mencakup beberapa hal berikut ini :
a. Lengkap : Semua pertanyaan dalam kuesioner sudah terisi
jawabannya
b. Jelas : Tulisan jawaban yang tertera dalam kuesioner terbaca
dengan jelas
c. Relevan : Jawaban dalam kuesioner relevan dengan pertanyaan
d. Konsisten : Apakah terdapat beberapa pertanyaan yang berkaitan dan
jawabannya konsisten
2. Coding
Merupakan kegiatan mengubah data yang awalnya berbentuk huruf menjadi
data yang berbentuk angka atau bilangan untuk mempermudah dalam pengolahan
data.
3. Entry
Merupakan kegiatan memproses data dengan memasukan data (entry) data
dari kuesioner untuk dianalisis ke dalam program komputer yaitu dengan aplikasi
SPSS. Kegiatan ini dilakukan setelah seluruh kuesioner melalui tahap editing dan
coding.
64
4. Transformation
Merupakan kegiatan menjumlahkan data-data sesuai dengan variabel
masing-masing untuk kemudian diberikan skor. Setelah mendapatkan skor dari
setiap variabel, skor-skor tersebut kemudian di transformasi ke dalam beberapa
kelompok berdasarkan nilai skor dari masing-masing variabel.
5. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan ulang data yang sudah di entry untuk
memeriksa kemungkinan adanya kesalahan.
4.6. Uji Instrumen Penelitian
4.6.1. Uji Validitas
Uji Validitas dilakukan guna mengetahui sejauh mana ketepatan dan
kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Hastono, 2007).
Notoatmodjo (2010) berpendapat sebaiknya jumlah responden untuk uji validitas
berjumlah paling sedikit 20 orang agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran
mendekati normal. Uji Validitas pada penelitian ini dilakukan dengan
memberikan kuesioner kepada 20 pegawai Puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk
yang bukan merupakan sampel penelitian. Kuesioner yang akan diuji validitas
adalah kuesioner yang digunakan untuk mengetahui faktor pekerjaan (ragam
keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan umpan balik) dan faktor
organisasi (komitmen organisasi, hubungan rekan kerja dan kepemimpinan).
Penelitian ini merupakan penelitian yang menilai sikap dan perilaku
responden terkait beberapa variabel, untuk itu validitas suatu instrumen kuesioner
dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan nilai r hasil dengan nilai r
65
tabel. Dengan sampel 20 pegawai, maka didapat df=n-2=18. Pada tingkat
kemaknaan 5% dengan df = 18% didapat angka r tabel = 0.444. Suatu pernyataan
kuesioner dikatakan valid apabila nilai r hasil yang dilihat pada tabel Corrected
Item-Total Correlation dalam software pengolahan data di perangkat lunak
komputer lebih besar daripada nilai r tabel. Dari total 44 pernyataan kuesioner
yang diuji validitas kepada pegawai, sebanyak 3 kuesioner tidak valid dan
dikeluarkan dari kuesioner.
4.6.2. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas dilakukan setelah setiap pernyataan yang terdapat didalam alat
ukur dinyatakan valid dan setelah menghilangkan pernyataan yang tidak valid. Uji
reliabilitas bertujuan untuk menunjukkan tingkat konsistensi hasil pengukuran bila
dilakukan pengukuran dua kali (Sugiyono, 2009). Uji reliabilitas dilakukan
dengan cara membandingkan nilai Cronbach Alpha dalam software analisis data
di perangkat lunak komputer dengan nilai standar yaitu 0,6. Suatu variabel
dikatakan reliabel atau dapat dipercaya apabila hasil yang dapat dilihat pada tabel
Cronbach Alpha ≥ 0,6, dan dikatakan tidak reliabel apabila Cronbach Alpha <
0,6. (Hastono, 2007)
Pada penelitian ini dari uji realibilitas yang dilakukan didapatkan nilai
Cronbach Alpha sebesar 0.973. Dengan begitu pernyataan-pernyataan dalam
kuesioner dikatakan realiabel dengan Cronbach Alpha yaitu 0.973 > 0.6.
66
4.7. Teknik Analisa Data
4.7.1. Analisis Univariat
Dilakukan untuk melihat gambaran atau mendeskripsikan masing-masing
variabel, baik variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).
Variabel dengan jenis data kategorik disajikan dalam bentuk jumlah dan
presentase (%).
4.7.2. Analisis Bivariat
Dilakukan untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Uji yang digunakan adalah uji Chi-Square (X2) yang
digunakan untuk melihat hubungan variabel kategorik dengan variabel kategorik.
Metode ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan variabel
independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat) dan apakah hubungan
yang dihasilkan bermakna. Jika Pvalue ≤ 0,05 maka berarti ada hubungan yang
bermakna secara statistik dan jika nilai Pvalue> 0,05 maka berarti tidak ada
hubungan yang bermakna secara statistik. (Hastono, 2010)
Kekuatan hubungan antara variabel dependen dan variabel independen dilihat
dari Odds Ratio (OR). Bila nilai Odds Ratio (OR) = 1 artinya tidak ada hubungan
antara variabel dependen dengan variabel independen. Jika nilai Odds Ratio (OR)
< 1 artinya variabel independen sebagai faktor protektif terhadap variabel
dependen dan jika Odds Ratio (OR) > 1 artinya variabel independen sebagai
faktor risiko terhadap variabel dependen.
67
BAB V
HASIL
5.1. Analisis Univariat
5.1.1. Gambaran Pelayanan Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Pelayanan prima pegawai didapatkan dari hasil observasi secara langsung
terhadap pelayanan yang diberikan pegawai kepada pasien maupun pengunjung
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk. Hasil observasi tersebut kemudian di
kategorikan menjadi pelayanan prima dan pelayanan tidak prima. Distribusi
frekuensi berdasarkan pelayanan prima pegawai dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 5.1
Distribusi Pegawai Berdasarkan Pelayanan Prima
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Pelayanan Prima
Pegawai
Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Pelayanan Tidak Prima 45 43.3
Pelayanan Prima 59 56.7
Jumlah 104 100
Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
belum memberikan pelayanan prima kepada pasien lebih sedikit dibandingkan
dengan pegawai yang sudah memberikan pelayanan prima kepada pasien. Jumlah
pegawai yang belum memberikan pelayanan prima kepada pasien sebanyak 45
pegawai (43.3%).
68
5.1.2. Gambaran Faktor Individu Pegawai Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
5.1.2.1. Usia
Usia pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk dibedakan menjadi 3
kategori yaitu remaja, dewasa dan lansia awal. Berikut distribusi frekuensi
berdasarkan usia pegawai :
Tabel 5.2
Distribusi Pegawai Berdasarkan Usia
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Usia Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Remaja 31 29.8
Dewasa 57 54.8
Lansia Awal 16 15.4
Jumlah 104 100
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
termasuk dalam kategori usia dewasa (26-45 tahun) lebih banyak dibandingkan
dengan pegawai yang termasuk dalam kategori remaja (15-25 tahun) dan lansia
awal (46-65 tahun). Jumlah pegawai yang termasuk dalam kategori dewasa
sebanyak 57 pegawai (54.8%).
5.1.2.2. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk dibedakan
menjadi 2 yaitu perempuan dan laki-laki. Berikut merupakan distribusi frekuensi
berdasarkan jenis kelamin pegawai :
69
Tabel 5.3
Distribusi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Jenis Kelamin Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Perempuan 72 69.2
Laki-laki 32 30.8
Jumlah 104 100
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan dari 104 pagawai, jumlah pegawai yang
berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pegawai yang
berjenis kelamin laki-laki. Pegawai yang berjenis kelamin perempuan berjumlah
72 pegawai (69.2%).
5.1.2.3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
dibedakan menjadi 3 kategori yaitu tingkat pendidikan rendah, sedang, dan tinggi.
Berikut merupakan distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan pegawai :
Tabel 5.4
Distribusi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Tingkat Pendidikan Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Sedang 22 21.2
Tinggi 82 78.8
Jumlah 104 100
Berdasarkan tabel 5.4 didapatkan dari 104 pegawai, pegawai dengan
tingkat pendidikan tinggi (Diploma/Sarjana/Sederajat) lebih banyak dari pegawai
dengan tingkat pendidikan sedang (SMA/Sederajat). Pegawai yang memiliki
tingkat pendidikan dengan kategori tinggi berjumlah 82 pegawai (78.8%).
70
5.1.2.4. Status Pernikahan
Status pernikahan pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk dibedakan
menjadi 2 kategori yaitu belum pernah menikah, dan sudah pernah menikah.
Berikut merupakan distribusi frekuensi berdasarkan status permenikahan pegawai:
Tabel 5.5
Distribusi Pegawai Berdasarkan Status Pernikahan
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Status Pernikahan Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Belum Pernah Menikah 47 45.2
Sudah Pernah Menikah 57 54.8
Jumlah 104 100
Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
sudah pernah menikah lebih banyak dibandingkan dengan pegawai yang belum
pernah menikah. Pegawai yang sudah pernah menikah berjumlah 57 pegawai
(54.8%).
5.1.2.5. Masa Kerja
Masa kerja pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk dibedakan
menjadi 3 kategori yaitu masa kerja baru, sedang, dan lama. Berikut merupakan
distribusi frekuensi berdasarkan masa kerja pegawai :
Tabel 5.6
Distribusi Pegawai Berdasarkan Masa Kerja
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Masa Kerja Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Baru 30 28.8
Sedang 22 21.2
Lama 52 50
Jumlah 104 100
71
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
memiliki masa kerja dengan kategori lama ( > 3 tahun) lebih banyak dibandingkan
dengan pegawai yang memiliki masa kerja baru ( < 1 tahun) dan sedang (1-3
tahun). Pegawai yang memiliki masa kerja dengan kategori lama berjumlah 52
pegawai (50%).
5.1.3. Gambaran Faktor Pekerjaan Pegawai Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
5.1.3.1 Ragam Keahlian
Ragam keahlian pegawai dibedakan menjadi 2 kategori yaitu ragam
keahlian rendah dan ragam keahlian tinggi. Berikut distribusi frekuensi
berdasarkan ragam keahlian :
Tabel 5.7
Distribusi Pegawai Berdasarkan Ragam Keahlian
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Ragam Keahlian Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Rendah 52 50
Tinggi 52 50
Jumlah 104 100%
Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
memiliki ragam keahlian tinggi memiliki jumlah yang sama dengan pegawai yang
memiliki ragam keahlian rendah yaitu 52 pegawai (50%) yang memiliki ragam
keahlian tinggi dan 52 pegawai (50%) yang memiliki ragam keahlian rendah.
72
5.1.3.2. Identitas Tugas
Identitas tugas pegawai dibedakan menjadi 2 kategori yaitu identitas tugas
rendah dan identitas tugas tinggi. Berikut distribusi frekuensi berdasarkan
identitas tugas pegawai :
Tabel 5.8
Distribusi Pegawai Berdasarkan Identitas Tugas
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Identitas Tugas Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Rendah 66 63.5
Tinggi 38 36.5
Jumlah 104 100
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
memiliki identitas tugas dengan kategori rendah lebih banyak dibandingkan
dengan pegawai yang memiliki identitas tugas dengan kategori tinggi. Pegawai
dengan identitas tugas rendah berjumlah 66 pegawai (63.5%).
5.1.2.3. Signifikansi Tugas
Signifikansi tugas pegawai dibedakan menjadi dua kategori yaitu
signifikansi tugas rendah dan signifikansi tugas tinggi. Berikut distribusi frekuensi
berdasarkan signifikansi tugas pegawai :
Tabel 5.9
Distribusi Pegawai Berdasarkan Signifikansi Tugas
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Signifikansi Tugas Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Rendah 49 47.1
Tinggi 55 52.9
Jumlah 104 100
73
Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
memiliki signifikansi tugas tinggi lebih banyak dibandingkan dengan pegawai
yang memiliki signifikansi tugas rendah. Pegawai yang memiliki signifikansi
tugas tinggi berjumlah 55 pegawai (52.9%).
5.1.3.4. Otonomi
Otonomi pegawai dalam menyelesaikan tugas dibedakan menjadi 2
kategori yaitu otonomi rendah dan otonomi tinggi. Berikut distribusi frekuensi
berdasarkan otonomi pegawai :
Tabel 5.10
Distribusi Pegawai Berdasarkan Otonomi
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Otonomi Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Rendah 62 59.6
Tinggi 42 40.4
Jumlah 104 100
Berdasarkan tabel 5.10 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
memiliki otonomi rendah lebih banyak dibandingkan dengan pegawai yang
memiliki otonomi tinggi. Pegawai yang memiliki otonomi rendah berjumlah 62
pegawai (59.6%).
5.1.3.5. Umpan Balik
Umpan balik pegawai dalam bekerja dibedakan menjadi 2 kategori yaitu
umpan balik buruk dan umpan balik baik. Berikut distribusi frekuensi berdasarkan
umpan balik pegawai :
74
Tabel 5.11
Distribusi Pegawai Berdasarkan Umpan Balik
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Umpan Balik Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Buruk 28 26.9
Baik 76 73.1
Jumlah 104 100
Berdasarkan tabel 5.11 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
memiliki umpan balik baik lebih banyak dibandingkan dengan pegawai yang
memiliki umpan balik buruk. Pegawai yang memiliki umpan balik baik berjumlah
yaitu sebanyak 76 pegawai (73.1%).
5.1.4. Gambaran Faktor Organisasi Pegawai Pegawai Rawat Jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
5.1.4.1. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi pegawai dibedakan menjadi 2 kategori yaitu
komitmen organisasi rendah dan komitmen organisasi tinggi. Berikut distribusi
frekuensi berdasarkan komitmen organisasi pegawai :
Tabel 5.12
Distribusi Pegawai Berdasarkan Komitmen Organisasi
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Komitmen Organisasi Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Rendah 42 40.4
Tinggi 62 59.6
Jumlah 104 100
Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
memiliki komitmen organisasi tinggi lebih banyak dibandingkan dengan pegawai
75
yang memiliki komitmen organisasi rendah. Pegawai yang memiliki komitmen
organisasi tinggi berjumlah 62 pegawai (59.6%).
5.1.4.2. Hubungan Rekan Kerja
Hubungan rekan kerja Pegawai dibedakan menjadi 2 kategori yaitu
hubungan rekan kerja buruk dan hubungan rekan kerja baik. Berikut distribusi
frekuensi berdasarkan hubungan rekan kerja pegawai :
Tabel 5.13
Distribusi Pegawai Berdasarkan Hubungan Rekan Kerja
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Hubungan Rekan Kerja Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Buruk 63 60.6
Baik 41 39.4
Jumlah 104 100
Berdasarkan tabel 5.13 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
memiliki hubungan buruk dengan rekan kerja lebih banyak dibandingkan dengan
pegawai yang memiliki hubungan baik dengan rekan kerja. Pegawai yang
memiliki hubungan buruk dengan rekan kerja berjumlah 63 pegawai (60.6%).
5.1.4.3. Kepemimpinan
Kepemimpinan pegawai dibedakan menjadi 2 kategori yaitu
kepemimpinan buruk dan kepemimpinan baik. Berikut distribusi frekuensi
berdasarkan kepemimpinan pegawai :
76
Tabel 5.14
Distribusi Pegawai Berdasarkan Kepemimpinan
Di Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Kepemimpinan Jumlah Pegawai
n
Persentase
%
Buruk 48 46.2
Baik 56 53.8
Jumlah 104 100
Berdasarkan tabel 5.14 didapatkan dari 104 pegawai, jumlah pegawai yang
beranggapan kepemimpinan baik lebih banyak dibandingkan dengan pegawai
yang beranggapan kepemimpinan buruk. Pegawai yang beranggapan
kepemimpinan baik berjumlah sebanyak 56 pegawai (53.8%).
5.2. Analisis Bivariat
5.2.1. Hubungan Faktor Individu dengan Pelayanan Prima Pegawai Rawat
Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
5.2.1.1. Hubungan antara Usia dengan Pelayanan Prima Pegawai
Hasil analisis bivariat antara usia dengan pelayanan prima pegawai dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.15
Analisis Hubungan antara Usia dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Usia
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n %
n % n %
Remaja 11 35.5 20 64.5 31 100 1.414 (0.413-4.846)
Dewasa 27 47.4 30 52.6 57 100 0.561 0.864 (0.283-2.639)
Lansia Awal 7 43.8 9 56.2 16 100
Total 45 43.4 59 56.7 104 100
77
Berdasarkan tabel 5.15 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai yang termasuk
dalam kategori usia dewasa yaitu sebanyak 27 pegawai (47.4%). Berdasarkan
hasil uji statistik chi square yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar
0.561 yang artinya pada α = 5%, tidak ada hubungan bermakna antara usia dengan
pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015.
Didapatkan pula nilai OR sebesar 1.414 (95%CI: 0.413-4.846) dan 0.864 (95%CI:
0.283-2.639) yang artinya pegawai remaja memiliki risiko sebesar 1.414 lebih
besar dibandingkan dengan pegawai dewasa dalam memberikan pelayanan yang
tidak prima kepada pasien dan pegawai remaja memiliki efek proteksi sebesar
0.864 dalam memberikan pelayanan yang tidak prima kepada pasien
dibandingkan pegawai lansia awal.
5.2.1.2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Pelayanan Prima Pegawai
Hasil analisis bivariat antara jenis kelamin dengan pelayanan prima
pegawai dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.16
Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Jenis
Kelamin
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n %
n % n %
Perempuan 28 38.9 44 61.1 72 100 0.561
Laki-laki 17 53.1 15 46.9 32 100 0.255 (0.242-1.301)
Total 45 43.3 59 56.7 104 100
78
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai yang berjenis
kelamin perempuan sebanyak 28 pegawai (38.9%). Berdasarkan hasil uji statistik
chi square yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar 0.255 yang artinya
pada α = 5%, tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan
pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015.
Didapatkan pula nilai OR sebesar 0.561 (95%CI:0.242-1.301) yang artinya
pegawai perempuan menjadi faktor protektif sebesar 0.561 dalam memberikan
pelayanan yang tidak prima kepada pasien dibandingkan dengan pegawai laki-
laki.
5.2.1.3. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Hasil analisis bivariat antara tingkat pendidikan dengan pelayanan prima
pegawai dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.17
Analisis Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Tingkat
Pendidikan
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n
%
n % n %
Sedang 10 45.5 12 57.1 21 100
1.000
1.119
Tinggi 35 42.7 47 57.3 82 100 (0.434-2.883)
Total 45 43.3 59 56.7 104 100
Berdasarkan tabel 5.17 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai yang memiliki
tingkat pendidikan tinggi sebanyak 35 pegawai (42.7%). Berdasarkan hasil uji
79
statistik chi square yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar 1.000 yang
artinya pada α = 5%, tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan
dengan pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun
2015. Didapatkan pula nilai OR sebesar 1.119 (95%CI: 0.434-2.883) yang artinya
pegawai dengan tingkat pendidikan sedang menjadi faktor risiko 1.119 lebih besar
dalam memberikan pelayanan yang tidak prima kepada pasien dibandingkan
pegawai dengan tingkat pendidikan tinggi.
5.2.1.4. Hubungan antara Status Pernikahan dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Hasil analisis bivariat antara status pernikahan dengan pelayanan prima
pegawai dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.18
Analisis Hubungan antara Status Pernikahan dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Status
Pernikahan
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n
%
N % n %
Belum Pernah
Menikah 17 36.2 30 63.8 47 100
0.234
0.587
Sudah Pernah
Menikah 28 49.1 29 50.9 57 100
(0.266-1.293)
Total 45 43.3 59 56.7 104 100
Berdasarkan tabel 5.18 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai yang sudah pernah
menikah sebanyak 28 pegawai (49.1%). Berdasarkan hasil uji statistik chi square
yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar 0.234 yang artinya pada α = 5%,
80
tidak ada hubungan bermakna antara status pernikahan dengan pelayanan prima
pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015. Didapatkan pula nilai
OR sebesar 0.587 (95%CI: 0.266-1.293) yang artinya pegawai yang belum pernah
menikah menjadi efek protektif sebesar 0.587 dalam memberikan pelayanan yang
tidak prima kepada pasien dibandingkan pegawai yang sudah pernah menikah.
5.2.1.5. Hubungan antara Masa Kerja dengan Pelayanan Prima Pegawai
Hasil analisis bivariat antara masa kerja dengan pelayanan prima pegawai
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.19
Analisis Hubungan antara Masa Kerja dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Masa
Kerja
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n
%
n % n %
Baru 10 33.3 20 66.7 30 100 1.714 (0.673-4.365)
Sedang 11 50.0 11 50.0 22 100 0.409 0.857 (0.316-2.325)
Lama 24 46.2 28 53.8 52 100
Total 45 43.3 59 56.7 104 100
Berdasarkan tabel 5.19 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai yang memiliki
masa kerja lama sebanyak 24 pegawai (46.2%). Berdasarkan hasil uji statistik chi
square yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar 0.409 yang artinya pada α
= 5%, tidak ada hubungan bermakna antara masa kerja dengan pelayanan prima
pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015. Didapatkan pula nilai
OR sebesar 1.714 (95%CI: 0.673-4.365) dan 0.857 (95%CI: 0.316-2.325) yang
artinya pegawai dengan masa kerja baru menjadi faktor risiko 1.714 lebih besar
81
dalam memberikan pelayanan yang tidak prima kepada pasien dibandingkan
dengan pegawai dengan masa kerja sedang dan pegawai dengan masa kerja baru
memiliki efek proteksi sebesar 0.857 dalam memberikan pelayanan yang tidak
prima kepada pasien dibandingkan pegawai dengan masa kerja lama.
5.2.2. Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Pelayanan Prima Pegawai Rawat
Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
5.2.2.1. Hubungan antara Ragam Keahlian dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Hasil analisis bivariat antara ragam keahlian dengan pelayanan prima
pegawai dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.20
Analisis Hubungan antara Ragam Keahlian dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Ragam
Keahlian
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n %
n % n %
Rendah 26 50.0 26 50.0 52 100 1.737
Tinggi 19 36.5 33 63.5 52 100 0.235 (0.793-3.803)
Total 45 43.3 59 56.7 104 100
Berdasarkan tabel 5.20 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai yang memiliki
ragam keahlian rendah sebanyak 26 pegawai (50%). Berdasarkan hasil uji statistik
chi square yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar 0.235 yang artinya
pada α = 5%, tidak ada hubungan bermakna antara ragam keahlian dengan
pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015.
Didapatkan pula nilai OR sebesar 1.737 (95%CI:0.793-3.803) yang artinya
82
pegawai yang memiliki ragam keahlian rendah menjadi faktor risiko 1.737 lebih
besar dalam memberikan pelayanan yang tidak prima kepada pasien dibandingkan
pegawai dengan ragam keahlian tinggi.
5.2.2.2. Hubungan antara Identitas Tugas dengan Pelayanan Prima Pegawai
Hasil analisis bivariat antara identitas tugas dengan pelayanan prima
pegawai dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.21
Analisis Hubungan antara Identitas Tugas dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Identitas
Tugas
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n %
n % N %
Rendah 30 45.5 36 54.5 66 100 1.278
Tinggi 15 39.5 23 60.5 38 100 0.699 (0.568-2.875)
Total 45 43.3 59 56.7 104 100
Berdasarkan tabel 5.21 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai yang memiliki
identitas tugas rendah sebanyak 30 pegawai (45.5%). Berdasarkan hasil uji
statistik chi square yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar 0.699 yang
artinya pada α = 5%, tidak ada hubungan bermakna antara identitas tugas dengan
pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015.
Didapatkan pula nilai OR sebesar 1.278 (95%CI:0.568-2.875) yang artinya
pegawai dengan identitas tugas rendah menjadi faktor risiko 1.278 lebih besar
dalam memberikan pelayanan yang tidak prima kepada pasien dibandingkan
dengan pegawai dengan identitas tugas tinggi.
83
5.2.2.3. Hubungan antara Signifikansi Tugas dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Hasil analisis bivariat antara signifikansi tugas dengan pelayanan prima
pegawai dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.22
Analisis Hubungan antara Signifikansi Tugas dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Signifikansi
Tugas
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n %
n % n %
Rendah 16 32.7 33 67.3 49 100 0.435
Tinggi 29 52.7 26 47.3 55 100 0.048 (0.196-0.965)
Total 45 43.4 59 56.7 104 100
Berdasarkan tabel 5.22 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai dengan
signifikansi tugas tinggi sebanyak 29 pegawai (52.7%). Berdasarkan hasil uji
statistik chi square yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar 0.048 yang
artinya pada α = 5%, ada hubungan bermakna antara signifikansi tugas dengan
pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015.
Didapatkan pula nilai OR sebesar 0.435 (95%CI:0.196-0.965) yang artinya
pegawai dengan signifikansi tugas rendah memiliki efek proteksi sebesar 0.435
dalam memberikan pelayanan yang tidak prima kepada pasien dibandingkan
pegawai dengan signifikansi tugas tinggi.
84
5.2.2.4. Hubungan antara Otonomi dengan Pelayanan Prima Pegawai
Hasil analisis bivariat antara otonomi dengan pelayanan prima pegawai
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.23
Analisis Hubungan antara Otonomi dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Otonomi
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n %
n % n %
Rendah 27 43.5 35 56.5 62 100 1.029
Tinggi 18 42.9 24 57.1 42 100 1.000 (0.466-2.268)
Total 45 43.4 59 56.7 104 100
Berdasarkan tabel 5.23 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai dengan otonomi
rendah sebanyak 27 pegawai (43.5%). Berdasarkan hasil uji statistik chi square
yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar 1.000 yang artinya pada α = 5%,
tidak ada hubungan bermakna antara otonomi dengan pelayanan prima pegawai
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015. Didapatkan pula nilai OR
sebesar 1.029 (95%CI:0.466-2.268) yang artinya pegawai dengan otonomi rendah
menjadi faktor risiko 1.029 lebih besar dalam memberikan pelayanan yang tidak
prima kepada pasien dibandingkan pegawai dengan otonomi tinggi.
5.2.2.5. Hubungan antara Umpan Balik dengan Pelayanan Prima Pegawai
Hasil analisis bivariat antara umpan balik dengan pelayanan prima
pegawai dapat dilihat pada tabel berikut ini :
85
Tabel 5.24
Analisis Hubungan antara Umpan Balik dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Umpan
Balik
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n %
n % n %
Buruk 9 32.1 19 67.9 28 100 0.526
Baik 36 47.4 40 52.6 76 100 0.243 (0.211-1.310)
Total 45 43.4 59 56.7 104 100
Berdasarkan tabel 5.24 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai dengan umpan
balik baik sebanyak 36 pegawai (47.4%). Berdasarkan hasil uji statistik chi square
yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar 0.243 yang artinya pada α = 5%,
tidak ada hubungan bermakna antara umpan balik dengan pelayanan prima
pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015. Didapatkan pula nilai
OR sebesar 0.526 (95%CI:0.211-1.310) yang artinya pegawai dengan umpan
balik buruk memiliki efek proteksi sebesar 0.526 dalam memberikan pelayanan
yang tidak prima kepada pasien dibandingkan pegawai dengan umpan balik baik.
5.2.3. Hubungan antara Faktor Organisasi dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
5.2.3.1. Hubungan antara Komitmen Organisasi dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Hasil analisis bivariat antara komitmen organisasi dengan pelayanan prima
pegawai dapat dilihat pada tabel berikut ini :
86
Tabel 5.25
Analisis Hubungan antara Komitmen Organisasi dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Komitmen
Organisasi
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n %
n % n %
Rendah 13 31.0 29 69.0 42 100 0.420
Tinggi 32 52.5 30 48.4 62 100 0.059 (0.185-0.956)
Total 45 43.4 59 56.7 104 100
Berdasarkan tabel 5.25 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai dengan komitmen
organisasi tinggi sebanyak 32 pegawai (51.6%). Berdasarkan hasil uji statistik chi
square yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar 0.059 yang artinya pada α
= 5%, tidak ada hubungan bermakna antara komitmen organisasi dengan
pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015.
Didapatkan pula nilai OR sebesar 0.420 (95%CI:0.185-0.965) yang artinya
pegawai dengan komitmen organisasi rendah memiliki efek proteksi sebesar 0.420
dalam memberikan pelayanan yang tidak prima kepada pasien dibandingkan
pegawai dengan komitmen organisasi tinggi.
5.2.3.2. Hubungan antara Hubungan Rekan Kerja dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Hasil analisis bivariat antara hubungan rekan kerja dengan pelayanan
prima pegawai dapat dilihat pada tabel berikut ini :
87
Tabel 5.26
Analisis Hubungan antara Hubungan Rekan Kerja dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Hubungan
Rekan
Kerja
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n %
n % n %
Buruk 22 34.9 41 65.1 63 100 0.420
Baik 23 56.1 18 43.9 41 100 0.054 (0.188-0.940)
Total 45 43.3 59 56.7 104 100
Berdasarkan tabel 5.26 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai yang memiliki
hubungan baik dengan rekan kerja sebanyak 23 pegawai (56.1%). Berdasarkan
hasil uji statistik chi square yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar
0.054 yang artinya pada α = 5%, tidak ada hubungan bermakna antara hubungan
rekan kerja dengan pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Tahun 2015. Didapatkan pula nilai OR sebesar 0.420 (95%CI:0.188-0.940) yang
artinya pegawai yang memiliki hubungan buruk dengan rekan kerja memiliki efek
proteksi sebesar 0.420 dalam memberikan pelayanan yang tidak prima kepada
pasien dibandingkan pegawai yang memiliki hubungan baik dengan rekan kerja.
5.2.3.3. Hubungan antara Kepemimpinan dengan Pelayanan Prima Pegawai
Hasil analisis bivariat antara kepemimpinan dengan pelayanan prima
pegawai dapat dilihat pada tabel berikut ini :
88
Tabel 5.27
Analisis Hubungan antara Kepemimpinan dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk 2015
Kepemimpinan
Pelayanan Prima
Pegawai Total
Pvalue
Odds Ratio Tidak
Prima Prima
n %
n % n %
Buruk 19 39.6 29 60.4 48 100 0.756
Baik 26 46.4 30 53.6 56 100 0.553 (0.346-1.651)
Total 45 43.3 59 56.7 104 100
Berdasarkan tabel 5.27 diketahui bahwa pegawai yang tidak memberikan
pelayanan prima kepada pasien, paling banyak adalah pegawai dengan
kepemimpinan baik sebanyak 26 pegawai (46.4%). Berdasarkan hasil uji statistik
chi square yang dilakukan, didapatkan nilai p value sebesar 0.553 yang artinya
pada α = 5%, tidak ada hubungan bermakna antara kepemimpinan dengan
pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015.
Didapatkan pula nilai OR sebesar 0.756 (95%CI:0.756-1.651) yang artinya
pegawai dengan kepemimpinan buruk memiliki efek proteksi sebesar 0.756 dalam
memberikan pelayanan yang tidak prima kepada pasien dibandingkan pegawai
dengan kepemimpinan baik.
89
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan antara lain :
1. Beberapa Pegawai sedang melakukan pelatihan diluar Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk dan beberapa pegawai dipindahkan/dimutasi ke
sejumlah Puskesmas Kelurahan pada saat penelitian berlangsung.
Pelatihan yang dilakukan oleh beberapa pegawai dapat berlangsung
sampai dengan 5 hari kerja, sedangkan penyebaran kuesioner dilakukan
selama 7 hari yang dibagi berdasarkan beberapa unit pelayanan dalam satu
harinya. Hal tersebut berpengaruh terhadap jumlah sampel penelitian,
karena memungkinkan adanya pegawai yang terlewat/tidak diketahui
belum mengisi kuesioner.
2. Kegiatan observasi pelayanan prima pegawai dilakukan selama satu jam
pada tiga hari yang berbeda, sehingga memungkinkan adanya tingkat
produktivitas pegawai. Produktivitas pegawai yang di observasi saat
memberikan pelayanan di pagi hari mungkin saja berbeda dengan pegawai
yang di observasi saat memberikan pelayanan di siang hari.
3. Pemberian kuesioner di waktu pelayanan sudah selesai, membuat peneliti
harus meninggalkan kuesioner. Hal tersebut dikarenakan pegawai masih
harus menyelesaikan/merapikan pekerjaannya seperti membuat laporan
kunjungan. Selain itu adanya pergantian dan perbedaan jam kerja (shift)
membuat peneliti harus meninggalkan/menitipkan kuesioner kepada
pegawai lain untuk diberikan kepada rekannya. Hal ini dapat memberi
90
kesempatan kepada responden untuk mengisi secara bersamaan dengan
jawaban yang sama persis tanpa menjawab sesuai dengan pengalaman atau
penilaian pribadi, sehingga menimbulkan ketidaksesuaian atau biasa antara
data dengan kondisi keadaan di lapangan.
6.2. Gambaran Pelayanan Prima Pegawai Rawat Jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
Rahmayanthy (2010) berpendapat bahwa pelayanan prima merupakan
pelayanan dengan memiliki standar kualitas tinggi dan selalu mengikuti
perkembangan kebutuhan pelanggan setiap saat secara akurat (handal) dan
konsisten, berorientasi kepada kepuasan pelanggan, menerapkan manajemen mutu
total, dan selalu mengikuti perkembangan standar internasional/ISO. Pelayanan
prima menurut Barata (2003) merupakan sebuah konsep kepedulian kepada
pelanggan dengan memberikan layanan terbaik. Terdapat tiga hal pokok di dalam
definisi pelayanan prima yaitu pendekatan sikap yang berkaitan dengan
kepedulian organisasi tersebut kepada pelanggan, upaya melayani pelanggan
dengan tindakan terbaik serta terdapat tujuan organisasi untuk dapat memuaskan
pelanggan dengan berorientasi kepada standar layanan tertentu. Beberapa hal
yang harus diperhatikan pegawai untuk dapat memberikan pelayanan prima
(service excellence) yaitu kemampuan (ability), sikap (attitude), penampilan
(Appearance), perhatian (attention), tindakan (action), dan tanggungjawab
(accountability).
91
Hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
terhadap 104 pegawai yang memberikan pelayanan secara langsung kepada pasien
atau pengunjung Puskesmas, menunjukkan sebanyak 45 pegawai (43.3%) belum
mampu memberikan pelayanan prima kepada pasien atau pengunjung Puskesmas.
Pada penelitian ini pelayanan prima dinilai oleh peneliti melalui observasi
langsung saat pegawai sedang memberikan pelayanan kepada pasien Puskesmas.
Secara keseluruhan pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk sudah
memberikan pelayanan dengan baik, namun pada sebagaian pegawai pelayanan
yang diberikan tersebut belum dapat dikatakan prima. Menurut Johnston (2004)
pelayanan prima dikategorikan sebagai pelayanan yang memberikan janji,
memberikan atau menambahkan sentuhan pribadi, bekerja ekstra, dan
menyelesaikan masalah serta pertanyaan pelanggan dengan baik.
Berikut hasil observasi Pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
berdasarkan enam komponen yang harus diperhatikan pegawai dalam
memberikan pelayanan prima :
1. Kemampuan (Ability),
Kemampuan menurut Barata (2003) adalah pengetahuan dan keterampilan
tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program layanan prima, yang
meliputi kemampuan dalam bidang kerja yang ditekuni, melaksanakan
komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi dan menggunakan public
relation sebagai instrumen dalam membina hubungan ke dalam dan ke luar
organisasi/organisasi. Secara kemampuan pegawai dalam melayani pasien sudah
baik, posisi pegawai dalam pelayanan sesuai latar belakang pendidikan pegawai
92
dan melayani pasien sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah
ditetapkan.
Kemampuan pegawai dalam melayani pasien ditunjukkan melalui upaya
pegawai untuk selalu berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan dan mengatasi
masalah yang dialami oleh pasien sesuai dengan profesinya. Namun ketika terjadi
tingginya jumlah kunjungan pasien, pegawai menjadi cepat tetapi kurang tepat
dalam memberikan pelayanan. Adanya tuntutan untuk dapat melayani seluruh
pasien mengakibatkan pegawai lebih mementingkan kuantitas dibandingkan
dengan kualitas pelayanan. Kejadian di lapangan menunjukkan sering terjadi
komplain pasien yang diterima oleh pihak manajemen terkait lamanya pelayanan
yang dilakukan oleh pegawai unit layanan 24 jam. Setelah diklarifikasi oleh pihak
manajemen, ternyata hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah dokter dan perawat
yang melayani pasien tidak sebanding dengan jumlah pasien yang sangat banyak.
Namun pegawai tetap berupaya untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
yaitu ditunjukkan dengan lebih mengutamakan pasien dengan keadaan darurat.
Kemampuan pegawai dalam melayani pasien juga dapat dilihat dari
komunikasi verbal dan nor-verbal antara pegawai dengan pasien. Komunikasi
verbal yang baik antara pegawai dengan pasien ditunjukkan dengan pegawai tetap
dapat menjaga intonasi suara saat mengatasi pasien yang tidak ramah ataupun
sedang komplain/marah-marah. Berdasarkan keluhan yang disampaikan oleh
pasien, pegawai yang berusia dewasa/tua dinilai kurang ramah saat melayani
pasien. Sedangkan komunikasi non-verbal antara pegawai dengan pasien masih
kurang baik, karena pegawai melakukan hal lain (menulis) dan tidak melihat
pasien saat berbicara kepada pasien tersebut. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh
93
banyaknya pasien yang berobat setiap harinya, sehingga pegawai lebih
mengutamakan kecepatan dalam memberikan pelayanan dan tidak terlalu
memperhatikan gaya komunikasi non-verbal seperti tersenyum dan menatap mata
pasien saat sedang berbicara.
2. Penampilan (Appearance)
Penampilan menurut Barata (2003) adalah penampilan seseorang baik yang
bersifat fisik maupun non fisik, yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan
kredibilitas dari pihak lain. Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor
207 tahun 2015 tentang Pakaian Dinas, Pegawai Puskesmas Kebon Jeruk
diharuskan memakai Pakaian Dinas Harian Perlindungan Masyarakat (PDH
Linmas) berwarna hijau pada hari Senin, Pakaian Dinas Harian (PDH) berwarna
khaki pada hari Selasa dan Rabu, Pakaian Dinas Harian (PDH) Khas Daerah
dengan nuansa betawi yaitu baju encim bagi wanita dan baju muslim koko untuk
pria pada hari Kamis, dan Pakaian Dinas Harian (PDH) Batik nusantara pada hari
Jumat. Pegawai juga diharuskan untuk memakai atribut seperti nametag, memakai
sepatu kerja berwana hitam, serta tidak berdandan secara berlebihan (tidak pantas
untuk bekerja).
Secara keseluruhan penampilan pegawai badan layanan umum Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk sudah baik, pegawai sudah berpakaian sesuai dengan
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 207 tahun 2015 tentang Pakaian Dinas
serta tidak dandan berlebihan dan selalu menjaga kerapihan diri. Namun lain
halnya dengan penampilan pegawai layanan 24 jam. Keadaan dilapangan
menunjukkan bahwa pegawai yang bertugas di unit layanan 24 jam tidak
menggunakan seragam Pakaian Dinas Harian (PDH) dan diperbolehkan untuk
94
memakai pakaian bebas (rapih dan sopan) dengan alasan bahwa belum
tersedianya seragam khusus pegawai layanan 24 jam. Hal tersebut memunculkan
adanya kesan bahwa unit layanan 24 jam bukan merupakan kesatuan dengan
pelayanan Puskesmas lainnya.
Hal lain yang menjadi temuan yaitu masih ada pegawai yang belum
menggunakan sepatu kerja berwarna hitam dan masih ada pegawai yang tidak
menggunakan sepatu saat pelayanan melainkan memakai sendal. Bagi pegawai
yang bekerja di unit ruang bersalin, untuk menjaga agar selalu bersih dan steril,
pegawai diharuskan untuk memakai sendal yang telah disediakan diruangan
tersebut. Namun saat melayani pasien di luar ruangan, pegawai harus tetap
menggunakan sepatu sesuai dengan peraturan. Hal ini yang sering dilupakan oleh
pegawai, karna alasan terburu-buru atau agar dapat melayani pasien dengan cepat,
maka pegawai sering memakai sendal yang seharusnya digunakan hanya
diruangan untuk keluar ruangan. Beberapa pegawai juga ditemukan memasang
nametag pada bagian yang tidak terlihat dengan jelas. Keguanaan dari
penggunaan nametag yaitu agar pasien dapat mengetahui atau melihat nama
pegawai yang melayaninya dan juga dapat melaporkan nama pegawai tersebut
melalui sms pelanggan atau kotak saran, apabila pegawai tersebut tidak bekerja
dengan baik.
3. Sikap (Attitude)
Sikap menurut Barata (2003) adalah perilaku atau perangai yang harus
ditonjolkan ketika menghadapi pelanggan, seperti berpikir positif dan menghargai
orang lain. Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta Nomor 27 Tahun 2015 tentang Budaya Kerja pada Pemerintahan Provinsi
95
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, pegawai wajib menerapkan nilai-nilai budaya
kerja dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi atau proses kerja. Salah satu
indikator perilaku yang telah ditetapkan untuk mengukur pelaksanaan nilai-nilai
budaya adalah menerapkan 3 S (Senyum, Sapa, dan Salam).
Sikap pegawai saat melayani pasien masih kurang jika dinilai dari senyum,
salam dan sapa kepada pasien, namun sudah dapat dinilai baik jika dilihat dari
antusias, sopan, hormat dan ekspresi wajah yang hangat. Saat observasi dilakukan
pada waktu kunjungan sangat ramai, berbagai karakteristik pasien yang tidak mau
duduk saat menunggu sehingga memadati ruangan pelayanan dan mempersulit
proses pelayanan dan sikap pasien yang tidak sabaran dan ingin cepat dilayani
dapat berdampak pada sikap pegawai dalam melayani.
Jumlah pasien Puskesmas yang mencapai 800 orang setiap harinya dan adanya
keterbatasan jumlah pegawai, berdampak pula pada tingginya beban kerja
pegawai. Tingkat stress yang tinggi yang berasal dari adanya tuntutan untuk dapat
melayani pasien mengakibatkan sikap pegawai yang semula ramah dapat berubah
menjadi tidak ramah ketika sudah mulai kelelahan. Namun pada saat pasien tidak
terlalu ramai, pegawai terlihat lebih santai dan ramah saat melayani pasien.
Pegawai dapat lebih memperhatikan kualitas pelayanan ketika jumlah pasien tidak
banyak, karena tidak adanya tuntutan yang dirasakan untuk melayani seluruh
pasien dengan jumlah yang banyak. Sikap pegawai juga dipengaruhi oleh
karakteristik dan kepribadian pegawai tersebut.
Senyuman pegawai juga jarang atau bahkan tidak pernah diperlihatkan oleh
tenaga medis seperti dokter, bidan, dan/atau perawat. Hal tersebut dikarenakan
pada saat memberikan pelayanan secara langsung kepada pasien, pegawai medis
96
di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk memberikan pelayanan dengan
menggunakan masker. Penggunaan masker bertujuan untuk melindungi pegawai
tersebut, karena tingginya intensitas terpapar virus/bakteri dari pasien yang sedang
menderita sakit. Meskipun demikian, seharusnya keadaan tersebut tidak
mengurangi usaha pegawai untuk memberikan senyuman saat melayani pasien,
sesuai dengan pernyataan salah satu dokter di Puskesmas yang mengatakan bahwa
senyum antara pegawai medis dapat tetap diberikan dengan melepas masker saat
menerima pasien masuk ke dalam ruang pelayanan dan menggunkannya kembali
saat memulai pemeriksaan kepada pasien.
4. Perhatian (Attention)
Perhatian menurut Barata (2003) adalah kepedulian penuh terhadap pelanggan
baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pelanggan
maupun pemahaman atas saran dan kritiknya. Perhatian pegawai dalam
memberikan pelayanan sudah sangat baik. Hal ini ditunjukkan pegawai dengan
sigap dalam menolong pasien yang terlihat kebingungan dan membutuhkan
pertolongan sesuai standar operasional yang berlaku, serta berusaha untuk
menghafal pasien yang sudah rutin berobat. Pegawai bersedia mendengarkan
kebutuhan/keinginan, keluhan ataupun masalah pasien, memberikan informasi
sesuai dengan kebutuhan pasien atau menawakan beberapa pilihan jika
dibutuhkan dan bersedia mengantar pasien ke poli tujuan apabila pasien tersebut
kesulitan atau sudah lansia dan tidak ada yang mengantar. Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk juga telah menerapkan program santun lansia yang dianut baik oleh
pegawai. Santun lansia diterapkan melalui memberi kesempatan para lansia yang
ingin berobat untuk mempunyai nomor antrian dan poli pengobatan umum khusus
97
lansia, sehingga dapat terlebih dahulu mendaftar dan berobat tanpa menunggu
lama jika dibandingkan dengan poli umum yang memiliki jumlah pasien lebih
banyak. Selain itu santun lansia juga ditunjukkan melalui pengadaan sarana
tambahan seperti kursi roda yang tersedia di lobby/pintu masuk utama dan taman
refleksi yang berada di bagian samping Puskesmas.
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk telah memfasilitasi pasien untuk dapat
menyampaikan kritik dan sarannya kepada pihak Puskesmas. Kritik dan saran
pasien terhadap pelayanan yang didapatkan ataupun petugas yang memberikan
pelayanan dapat langsung disampaikan pasien melalui kotak saran ataupun
menghubungi nomor pengaduan yang telah diinformasikan kepada seluruh pasien
dengan meletakkan di beberapa lokasi di Puskesmas. Nomor pengaduan tersebut
dipegang dan ditanggapi langsung oleh Kepala Puskesmas, sehingga
keluhan/komplain pelanggan dapat langsung ditanggapi/ditelusuri dan dicarikan
penyelesaianya. Penanganan keluhan pelanggan juga ditingkatkan melalui
pengadaan customer service yang secara khusus ditugaskan untuk menjadi pusat
informasi sekaligus menanggapi keluhan pelanggan melalui cara konsultasi.
5. Tindakan (Action)
Tindakan menurut Barata (2003) adalah berbagai kegiatan nyata yang harus
dilakukan dalam memberikan layanan kepada pelanggan. Tindakan pegawai
dalam melayani pasien sudah baik jika dilihat dari sikap pegawai yang sigap
menolong pasien sesuai profesi dan standar operasional prosedur yang berlaku.
Namun kesigapan pegawai tersebut kurang diimbangi dengan pengetahuan
pegawai terkait informasi mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Keadaan dilapangan menunjukkan bahwa informasi terkait Jaminan Kesehatan
98
Nasional (JKN) merupakan informasi yang paling dibutuhkan oleh pasien
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, seperti jenis jaminan kesehatan (BPJS, KJS,
ASKES, dan JAMKESMAS), apa saja yang termasuk didalamnya, alur/proses
untuk mendapatkan rujukan berjenjang, dan proses pemindahan fasilitas
kesehatan tingkat I.
Informasi terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang lebih dikenal
masyarakat sebagai pelayanan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
tersebut tidak terlalu dikuasai oleh seluruh Pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk, maka dari itu pegawai mengarahkan pasien untuk mendapatkan penjelasan
ke bagian pelayanan BPJS dan petigas yang bertanggung jawab di unit tersebut
tidak semuanya memahami persoalan-persoalan BPJS secara mendalam. Hal
tersebut terkadang menyusahkan pasien, karena sebagian pasien yang mempunyai
kebutuhan mendesak dan terkadang petugas yang merupakan ahlinya dan berhak
untuk mengambil keputusan tidak ada ditempat untuk mengurus urusan lainnya.
Upaya yang dapat dilakukan pihak manajemen Puskesmas untuk mengatasi
hal tersebut yaitu dengan memberikan pengarahan atau penyampaian informasi
kepada seluruh pegawai terkait alur dan proses Sistem Jaminan Kesehatan
Nasional tersebut, sehingga setiap pegawai paling tidak dapat membantu sebisa
mungkin untuk menjelaskan informasi dasar kepada pasien dan tidak langsung
mengarahkan pasien ke unit yang bertanggung jawab. Perlu juga adanya
penyamaan persepsi antara seluruh pegawai agar tidak terjadi perbedaan
penyampaian informasi dan mengakibatkan kesalahan informasi yang di terima
oleh pasien.
99
Tindakan pegawai dalam memberikan pelayanan prima juga dapat dilihat dari
upaya pegawai untuk dapat mengatasi keluhan atau komplain pasien. Pegawai
dapat dengan tenang menjelaskan kepada pasien terkait hal yang dianggap pasien
tidak sesuai dengan keinginannya. Jika berhubungan dengan tindakan medis,
maka para pegawai medis menjelaskan kepada pasien sesuai dengan ilmu medis.
Namun jika berhubungan dengan kebijakan Puskesmas, pegawai menjelaskan
kepada pasien sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku. Menurut hasil
wawancara tidak terstruktur dengan Agung Solihin yaitu salah satu pakar dalam
meningkatkan budaya pelayanan prima, kunci utama dalam menangani keluhan
pasien yaitu dengan mempersilahkan pasien untuk menyampaikan seluruh
perasaannya, setelah itu pegawai diharuskan meminta maaf dan memberikan
penjelasan tanpa berusaha untuk tidak mengakui kesalahan atau bahkan
melimpahkan kesalahan ke hal lain.
6. Tanggung Jawab (Accountability)
Tanggung jawab menurut Barata (2003) adalah suatu sikap keberpihakan
kepada pelanggan sebagai wujud kepedulian untuk menghindarkan atau
meminimalkan kerugian. Secara keseluruhan tanggung jawab pegawai dalam
memberikan pelayanan kepada pasien sudah baik. Hal tersebut ditujukkan dengan
tetap melayani kebutuhan pasien sesuai dengan standar operasional prosedur yang
berlaku dan tidak melepas tanggung jawab tersebut sampai pasien mendapatkan
apa yang dibutuhkannya. Ketika pasien meminta pertolongan kepada pegawai,
maka pegawai akan berusaha semampu mungkin untuk dapat memberikan
pertolongan. Apabila kebutuhan pasien tidak termasuk dalam bidang atau lingkup
pekerjaaanya, maka pegawai akan membantu dengan mengarahkan dan memberi
100
informasi kepada pasien terkait pegawai lain yang dapat membantu. Selama
proses tersebut, tanggung jawab pegawai terlihat dari usaha pegawai untuk
membantu sebisa mungkin dan tidak merasa acuh atau tidak peduli pada pasien.
Pegawai juga menepati janji untuk dapat membantu semampunya dengan tetap
memberikan kabar atau informasi terkait kebutuhan pasien. Sesuai dengan
pernyataan Johnston (2004) yang menyatakan bahwa organisasi yang memberikan
pelayanan prima (service excellence) tidak hanya berfokus kepada pelayanan yang
“melebihi harapan” namun dapat memberikan apa yang dijanjikan.
Tanggung jawab pegawai juga dapat terlihat melalui penyelesaian tugas yang
dilakukan secara tuntas dan tidak melimpahkan tugasnya kepada pegawai lain.
Keadaan di lapangan menunjukkan bahwa masih ditemukan pegawai yang tidak
berada ditempat saat jam kerja dan tidak mengerjakan tugasnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pegawai tidak memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan,
pasien dan pegawai lain sebagai rekan kerjanya. Pegawai tersebut tidak berada
ditempat setelah jam istirahat selesai sampai dengan waktu pelayanan berakhir.
Akibatnya pegawai lain di unit yang sama harus menyelesaikan pekerjaanya.
Kurangnya tanggung jawab pegawai tersebut dapat berdampak pada pelayanan
yang diberikannya menjadi tidak prima dan dapat berpengaruh juga terhadap
pelayanan prima pegawai lainnya. Pegawai lain yang semula dapat melayani
pasien dengan baik akan merasa kesal dan dapat berimbas kepada sikapnya saat
melayani pasien.
Pelayanan prima yang dilaksanakan oleh Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
berpedoman pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
101
tentang Pelayanan Publik. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa negara
berkewajiban untuk melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi
hal dan kewajiban dasarnya. Tidak hanya itu, negara juga bertugas untuk
membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang harus dilakukan
seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang
peningkatan pelayanan publik. Pelayanan publik disini termasuk pelayanan yang
diberikan oleh instansi pemerintah seperti Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk.
Sebagai penyelenggara pelayanan, Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
diharuskan untuk memiliki standar pelayanan.
Standar pelayanan tersebut harus memperhatikan kemampuan Puskesmas,
kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan. Keadaan dilapangan menunjukkan
bahwa untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk mengacu pada Standar Pelayanan Minimal. Standar
tersebut belum secara spesifik menuntun pegawai untuk dapat memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat. Sesuai pernyataan Saesar (2003) yang
menyatakan bahwa pelayanan prima didasarkan pada standar pelayanan terbaik,
apabila organisasi telah mememiliki standar dan memenuhinya, maka pelayanan
prima merupakan terobosan baru yaitu pelayanan yang melebihi standar. Untuk
dapat menciptakan terobosan baru, Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk perlu
membuat pedoman terkait pelaksanaan pelayanan prima oleh pegawai melalui
penetapan nilai tambah pada setiap unsur pelayanan atau memberikan nilai
tambah setelah memberikan pelayanan sesuai standar operasional prosedur.
Menurut Wirtz et al (2008) pegawai yang berhadapan langsung dengan
masyarakat saat memberikan pelayanan merupakan sumber utama dalam
102
melaksanakan pelayanan prima. Maka dari itu, poin utama yang harus lebih
diperhatikan oleh Puskesmas Kebon Jeruk untuk dapat memberikan terobosan
baru yaitu perilaku pelaksana dalam memberikan pelayanan. Keadaan di lapangan
menunjukkan bahwa untuk dapat memberikan pelayanan prima sesuai dengan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pihak
manajemen Puskesmas Kebon Jeruk telah mengadakan pelatihan pelayanan prima
(service excellence) bagi seluruh pegawai Puskesmas. Pelatihan tersebut diyakini
tidak hanya memberikan pengetahuan dan informasi terkait pelayanan prima
kepada pegawai, namun melatih pegawai untuk dapat menanamkan pelayanan
prima sebagai budaya pelayanan di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk.
Pelatihan pelayanan prima pertama diadakan oleh pihak manajemen berjarak
tiga tahun dari pelatihan kedua yang baru diadakan pada akhir bulan September
dan awal bulan Oktober tahun ini. Pada pelatihan pelayanan prima tiga tahun lalu,
hanya pegawai dari bagian tertentu yang diiukut sertakan dalam pelatihan
tersebut. Hal ini diduga mempengaruhi hasil penelitian terkait jumlah/proporsi
pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk yang sudah memberikan pelayanan
prima dan belum memberikan pelayanan prima. Sedangkan pelatihan pelayanan
prima tahap kedua yang diadakan oleh pihak manajemen Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk, diikuti oleh hampir seluruh pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk. Namun pelatihan tersebut baru dilakukan saat peneliti sudah selesai
mengambil data di lapangan, sehingga peneliti tidak mendapatkan data dari hasil
observasi terhadap pelayanan prima pegawai setelah mengikuti pelayanan prima.
Peneliti menyarankan kepada pihak manajemen terus mengevaluasi hasil
pelatihan pelayanan prima yang dilakukan oleh pegawai secara berkala. Pihak
103
manajemen juga perlu membuat kesepakatan peraturan internal antara pihak
manajemen dengan seluruh pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk terkait
penerapan atau pelaksanaan pelayanan prima oleh pegawai. Kesepakatan
peraturan internal dapat berupa pengurangan nilai kinerja atau nilai perilaku
apabila tidak menerapkan pelayanan prima dan memberikan nilai tambah kepada
pegawai yang melaksanakan pelayanan prima.
Berdasarkan hasil wawancara tidak terstruktur dengan penanggung jawab
Sumber Daya Manusia (SDM) Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, upaya
Puskesmas Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk dalam meningkatkan mutu
pelayanan guna mencapai pelayanan prima di dukung oleh Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Barat dan Dinas Kesehatan melalui program pendampingan. Program
tersebut diberikan kepada Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk melalui pembinaan
dan pengawasan terhadap program-program dari upaya kesehatan Puskesmas
yang mendukung kinerja Puskesmas. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat
memberikan supervisi secara berkala setiap 3 bulan sekali. Tujuan dari adanya
pendampingan tersebut adalah untuk mendukung Puskesmas dalam upaya
meningkatkan mutu dan kinerja Puskesmas melalui perlombaan kinerja berupa
tata kelola pelayanan Puskesmas yang terdiri dari, manajemen, administrasi dan
sarana dan prasarana Puskesmas.
Tata kelola terhadap komponen-komponen tersebut diwujudkan melalui
kesepakatan internal terkait nilai tambah yang akan diberikan pada setiap unsur
pelayanan sesuai Standar Operasional Prosedur dari setiap program dan/atau
kegiatan yang dilaksanakan. Kesepakatan internal terkait nilai tambah tersebut
bertujuan untuk dijadikan pedoman bagi pegawai dalam memberikan pelayanan
104
sesuai peraturan, serta menambahkan nilai ekstra agar kualitas pelayanan pegawai
dapat melebihi harapan pasien (pelayanan prima).
Pada masa pemerintahan Fauzi Bowo sebagai Gubernur DKI Jakarta,
penilaian terhadap pelayanan prima diberikan kepada instansi-instansi Pemerintah
melalui penghargaan Citra Pelayanan Prima. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik,
penghargaan citra pelayanan prima diberikan kepada unit pelayanan
publik/instansi milik pemerintah yang telah berhasil memberikan pelayanan
prima, yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan, dan
akuntabel. Pemberian penghargaan tersebut diyakini dapat memberikan dorongan
kepada instansi Pemerintah termasuk Puskesmas dengan memberikan motivasi,
semangat perbaikan, dan inovasi pelayanan, serta melakukan penilaian untuk
mengetahui gambaran kinerja yang obyektif dari unit pelayanan untuk dapat terus
melakukan perbaikan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik.
Pemberian penghargaan pelayanan tersebut telah diubah menjadi lomba
kinerja Puskesmas, peserta lomba tersebut terdiri dari perwakilan Puskesmas
diseluruh daerah Indonesia. Pada perlombaan tersebut, Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk dinobatkan sebagai juara satu tingkat Nasional. Keadaan tersebut
menuntut Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk untuk lebih meningkatkan kualitas
pelayanan agar dapat mempertahankan gelar juara. Peningkatan mutu pelayanan
Puskesmas tentu perlu didukung oleh peningkatan kualitas kerja pegawai dalam
memberikan pelayanan, yaitu melalui pelayanan prima.
105
6.3. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
6.3.1. Hubungan antara Faktor Individu dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
6.3.1.1.Hubungan antara Usia dengan Pelayanan Prima Pegawai
Pelayanan prima yang merupakan isu strategis di dalam dunia jasa, menarik
setiap organisasi yang menjual jasa/pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan
yang melebihi harapan masyarakat. Penerapan pelayanan prima bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang berdampak juga kepada kepuasan
masyarakat sebagai pengguna jasa layanan. Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
merupakan salah satu Puskesmas di Jakarta Barat yang sudah mulai mencoba
untuk menerapkan budaya pelayanan prima pegawai. Namun tidak semua
pegawai dapat melaksanakan pelayanan prima sesuai dengan komponen-
komponen pelayanan prima, salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi
pegawai dalam memberikan pelayanan prima yaitu usia pegawai.
Menurut Robbins dan Timothy (2009) menyatakan bahwa kualitas kerja
pegawai berkaitan dengan usianya, hal tersebut didukung oleh adanya keyakinan
yang meluas bahwa kinerja pegawai akan menurun dengan meningkatnya usia
pegawai. Beberapa nilai positif terkait pekerjaan dari pegawai berusia tua yaitu
pengalaman, pengambilan keputusan, etika kerja yang kuat dan komitmen
terhadap kualitas. Pegawai berusia tua lebih kecil kemungkinannya untuk keluar
atau berhenti dari pekerjaannya dan rendahnya tingkat ketidakhadiran pegawai.
Namun dari semua kelebihan yang dimiliki pegawai berusia tua, terdapat beberapa
kekurangan seperti kurang luwes dan menolak teknologi baru.
106
Hasil penelitian menunjukkan hal serupa bahwa pelayanan tidak prima lebih
banyak dilakukan oleh pegawai dewasa (26-45 tahun) sebesar 27 pegawai
(47.4%). Menurut Padmowihardjo (1994) seseorang yang memiliki usia 15-25
tahun akan dapat belajar dengan lebih cepat dan dapat mempertahankan prestasi
belajar jika diberi bimbingan belajar dengan baik. Kemampuan belajar tersebut
akan berkembang hingga usia 45 tahun dan akan terus menurun setelah mencapai
usia 55 tahun.
Padmowihardjo (1994) menambahkan bahwa meskipun pegawai yang berusia
dewasa (26-45 tahun) masih dapat mengembangkan kemampuan belajarnya,
namun hasil yang dicapai tidak akan lebih baik dari pegawai yang berusia 25
tahun kebawah. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang memiliki
hubungan antara usia dengan kemampuan seseorang untuk belajar yaitu
mekanisme belajar yang dipengaruhi oleh kematangan otak, organ-organ sensual,
dan otot organ-organ tertentu. Selain itu hubungan antara usia dengan kemampuan
seseorang juga dipengaruhi oleh akumulasi pengalaman serta proses belajar
lainnya. Bagi pegawai berusia lebih muda, kemampuan belajarnya juga didukung
oleh semangat yang besar dalam bekerja. Pegawai muda yang baru saja lulus
Sekolah Menengah Pertama (SMA), sedang kuliah dan/atau baru lulus perguruan
tinggi (fresh graduate) akan lebih semangat dalam bekerja, karena baru
merasakan pengalaman dari menghasilkan uang sendiri tanpa harus meminta
orang tua.
Hasil penelitian ini tidak membuktikan hipotesis dari teori Robbins (2006)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan pelayanan prima
pegawai. Analisis chi square menujukkan bahwa tidak ditemukannya hubungan
107
yang bermakna antara usia dengan pelayanan prima pegawai Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2015 dengan p sebesar 0.561. Hubungan yang
negatif menunjukkan bahwa pelayanan tidak prima cenderung diberikan oleh
pegawai yang berusia dewasa (26 - 45 tahun) namun hal ini tidak bermakna.
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara usia dengan pelayanan prima
pegawai menunjukkan bahwa kemampuan dan pengalaman yang bertambah
sesuai dengan bertambahnya usia pegawai tidak selalu berdampak pada motivasi
pegawai untuk dapat meningkatkan kinerjanya dengan memberikan pelayanan
prima. Usia yang bertambah menunjukkan menurunnya kemampuan pegawai
dalam bekerja. Keadaan dilapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai
dewasa memiliki masa kerja lama, hal tersebut diduga mempengaruhi tingkat
kejenuhan pada pekerjaannya dan berdampak pada pelayanan prima yang
diberikannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dilakukan oleh Sodik, dkk
(2013) juga tidak mendukung teori Robbins (2006), yaitu tidak ditemukannya
hubungan yang bermakna antara usia pegawai dengan pelayanan prima yang
diberikan oleh pegawai. Namun berbanding terbalik dengan penelitian ini,
penelitian yang dilakukan oleh Sodik, dkk (2013) menunjukkan bahwa sebagian
besar pegawai melakukan pelayanan prima kurang baik dan dialami pegawai
dengan usia dibawah 35 tahun sebesar 32.9%. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Rahmawati (2012) terhadap kinerja pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan,
menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara usia pegawai dengan
kinerja pegawai.
108
Upaya yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas dan
semangat pegawai dalam memberikan pelayanan prima yaitu dengan
menempatkan pegawai usia muda maupun usia dewasa ditempat-tempat yang
tepat. Pegawai dengan usia muda akan lebih baik apabila ditempatkan pada
pekerjaan yang lebih banyak berhubungan langsung dengan pasien, sedangkan
pegawai dengan usia dewasa akan lebih baik apabila ditempatkan di pekerjaan
yang intensitas lebih rendah untuk berhubungan dengan pasien dibandingkan
pegawai dengan usia muda. Untuk meminimalisir tingkat kejenuhan pegawai,
dapat dibuat rotasi tempat kerja dalam satu bidang pelayanan dengan tetap lebih
memprioritaskan pegawai muda untuk lebih banyak berhubungan langsung
dengan pasien.
6.3.1.2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Pelayanan Prima Pegawai
Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, manusia dibedakan menurut jenis
kelaminnya yaitu pria dan wanita. Menurut Robbins (2009), pada umumnya tidak
ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan
keterampilan analisis, memecahkan masalah, dorongan kompetitif, motivasi,
sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Namun beberapa studi psikologi telah
menemukan bahwa pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada
wanita dalam memiliki pengharapan untuk sukses, sedangkan wanita lebih
bersedia untuk mematuhi wewenang. Menurut Gibson (1996) ketaatan dan
kepatuhan wanita dalam bekerja akan mempengaruhi kinerjanya secara personal.
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hal serupa, yaitu pelayanan tidak prima
lebih banyak dilakukan oleh pegawai wanita dibandingkan dengan pegawai pria
109
sebesar 28 pegawai (38.9%). Pelayanan tidak prima yang dilakukan oleh pegawai
wanita diduga disebabkan oleh rendahnya pengharapan untuk dapat meraih
kesuksesan bagi sebagian wanita yang telah berumah tangga dan menjadi pencari
nafkah sekunder (Robbins dan Timothy, 2009). Pendapat yang berkembang luas
di masyakat juga diduga sudah melekat di kalangan wanita yaitu bahwa setinggi
apapun tingkat pendidikan dan jabatan wanita, tugas utama wanita adalah sebagai
ibu rumah tangga. Jika didasarkan pada pemikiran seperti itu, maka pegawai
wanita kurang termotivasi untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada
pasien. Pegawai wanita yang sudah menikah juga dituntut udah dapat melayani
dan mengurus keluarganya, sehingga konsentrasinya dalam bekerja dapat terpecah
belah antara tugas kantor dan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Beban yang
lebih besar juga dirasakan wanita yang telah memiliki anak, mereka dituntut untuk
dapat bekerja sekaligus mengontrol dan/atau mengurus anaknya kapanpun dan
dimanapun.
Faktor lain yang diduga mempengaruhi wanita dalam memberikan pelayanan
prima yaitu faktor psikologis wanita yang lebih sulit dalam mengontrol emosi,
terutama apabila pasien sedang ramai dan ada beberapa pasien yang tidak sabaran
atau pasien yang tidak paham setelah berulang kali dijelaskan. Keadaan tersebut
akan mempengaruhi pegawai saat memberikan pelayanan, sikap yang semula
dapat memberikan pelayanan dan/atau penjelasan dengan ramah akan mudah
berubah menjadi tidak ramah. Sesuai dengan pernyataan Priyono, dkk (2009),
yang menyatakan bahwa dalam mengendalikan emosi atau amarahnya, pria dan
wanita dipengaruhi oleh hormon yang berbeda berdasarkan jenis kelaminnya.
Pada pria terdapat hormon testosteron yang diyakini mempengaruhi pertumbuhan
110
dan perkembangan mental pria, sehingga pria cenderung menjadi lebih tenang,
rasional dan cuek (acuh). Pada saat menghadapi masalah, pria cenderung diam
dan menyelesaikannya dengan cara yang praktis dan rasional. Sedangkan pada
wanita, hormon progesteron dan estrogen yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya, sehingga wanita cenderung lebih mengutamakan perasaan,
ingin dimanja dan penuh perhatian. Pada saat menghadapi masalah wanita akan
menangis, mengadu dan menyesali diri. Hormon-hormon tersebut dapat
meningkat pada saat haid, hal tersebut menyebabkan wanita menjadi lebih sensitif
dan lebih cepat marah.
Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis dari teori Robbins (2006) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan pelayanan
pegawai. Analisis chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna
antara jenis kelamin dengan pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk tahun 2015 dengan p sebesar 0.255. Tidak ditemukannya hubungan
yang bermakna antara jenis kelamin dengan pelayanan prima, karena tugas dan
tanggung jawab pegawai wanita lebih banyak di bandingkan pegawai pria.
Sebagian besar pegawai wanita sering diikutkan/diberikan tanggung jawab dalam
kegiatan-kegiatan Puskesmas di luar tugas pokok pelayanan. Perbedaan beban
kerja tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
pegawai dalam memberikan pelayanan prima. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan adanya perbedaan proporsi yang kecil antara pegawai wanita yang
tidak memberikan pelayanan prima dengan pegawai pria yang tidak memberikan
pelayanan prima. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Artini (2015) terhadap mutu pelayanan pengobatan pada poli umum di
111
Puskesmas Kabupaten Karangasem, yakni tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin pegawai dengan mutu pelayanan pengobatan yang
dilaksanakannya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahmawati (2012) terhadap
kinerja pegawai kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan, menunjukkan bahwa
ada hubungan bermakna antara jenis kelamin pegawai dengan kinerja pegawai.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan prima pegawai
berdasarkan jenis kelamin yaitu dengan menempatkan pegawai sesuai dengan
tempat kerja atau memberikan tugas yang tepat. Penempatan unit kerja ataupun
pemberian tugas pokok/tugas tambahan tersebut dapat dilakukan melalui
pertimbangan kemampuan dan sikap pegawai dalam memberikan pelayanan
kepada pasien. Selain itu perlu adanya pembagian tugas di luar tugas pokok secara
lebih adil dengan mengikutsertakan para pegawai pria untuk mengambil bagian
atau peranan. Sehingga tidak ada pegawai yang mendapat beban kerja lebih besar
atau jauh lebih besar dari pegawai lainnya.
6.3.1.3. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Menurut Kumajas, dll (2011) faktor yang dapat meningkatkan produktifitas
atau kinerja pegawai adalah pendidikan formal. Pendidikan dapat memberikan
pengetahuan yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan tugas dan juga
menjadikan landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan
memanfaatkan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar lokasi kerja untuk mendapat
kelancaran tugas. Semakin tinggi tingkat pendidikan pegawai maka dapat
diasumsikan lebih memiliki pengetahuan, kemampuan serta keterampilan tinggi.
112
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hal serupa, pelayanan tidak prima
lebih banyak dilakukan oleh pegawai yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
dibandingkan dengan pegawai yang memiliki tingkat pendidikan sedang sebanyak
35 pegawai (42.75%). Pegawai Puskesmas Kebon Jeruk terdiri dari berbagai
tingkat pendidikan, mulai dari tingkat pendidikan rendah sampai dengan tingkat
pendidikan tinggi. Keadaan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar
pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk dengan tingkat pendidikan tinggi
diberikan tanggungjawab lebih banyak yaitu diberikan tugas lain selain tugas
pokoknya. Banyaknya tugas dan tanggungjawab yang ditanggungnya, dapat
mempengaruhi pegawai tersebut dalam memberikan pelayanan prima. Pegawai
dengan tugas dan tanggung jawab yang lebih banyak diduga tidak dapat bener-
benar maksimal dalam menjalankan tugas-tugasnya. Ketika pegawai menjalankan
salah satu tugasnya, pegawai tersebut tidak dapat berkonsentrasi penuh, karena
memikirkan tugas lainnya yang belum diselesaikan. Lain halnya dengan pegawai
yang memiliki pendidikan sedang, mereka jarang diberikan tugas tambahan diluar
tugas pokoknya. Maka dari itu dalam memberikan pelayanan, pegawai dengan
tingkat pendidikan sedang lebih fokus dalam mengerjakan tugasnya.
Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis dari teori Robbins (2006)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan
pelayanan pegawai. Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan pelayanan prima pegawai
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2015 dengan p sebesar 0.516. Tidak
adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pelayanan prima pegawai
menunjukkan bahwa besarnya pengetahuan yang dimiliki oleh pegawai tidak
113
selalu menjadi landasan pegawai untuk dapat memberikan pelayanan prima.
Faktor lain yang diduga mendukung pegawai dalam memberikan pelayanan prima
yaitu sikap dan perilaku pegawai. Sikap dan perilaku yang baik akan bersinergi
dengan pengetahuan yang dimilikinya untuk kemudian melakukan upaya
terbaiknya dalam memberikan pelayanan prima kepada pasien.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan proporsi yang kecil
antara pegawai yang memiliki tingkat pendidikan sedang yang tidak memberikan
pelayanan prima dengan pegawai yang memiliki tingkat pendidikan tinggi yang
tidak memberikan pelayanan prima. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sodik, dkk (2013) terhadap pelayanan prima pegawai di
RSUI Orpeha Tulungagung, yakni tidak adanya hubungan bermakna antara
tingkat pendidikan pegawai dengan pelayanan prima yang dilakukan oleh
pegawai. Penelitian lain yang dilakukan oleh Pande dan Komang (2013) terhadap
kinerja pegawai di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Kota Denpasar,
menunjukkan adanya hubungan bermakna antara tingkat pendidikan pegawai
dengan kinerja pegawai tersebut.
Upaya yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas
pegawai dalam memberikan pelayanan prima yaitu dengan mendistribusikan
pekerjaan dengan lebih adil dan merata kepada semua pegawai dengan spesifikasi
tingkat pendidikan sebagai dasar untuk tingkat kesulitan/kerumitan pekerjaan.
Pegawai dengan tingkat pendidikan sedang dapat diberikan pekerjaan tambahan
dari pegawai yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, namun masih dalam
pengawasan dan tanggung jawab pegawai bersangkutan. Sehingga pegawai
dengan tingkat pendidikan tinggi tidak memikul terlalu banyak beban pekerjaan
114
yang dapat mengakibatkan pekerjaan tidak terselesaikan secara sempurna. Selain
itu pemberian pekerjaan tambahan kepada pegawai dengan tingkat pendidikan
sedang dapat menjadi kesempatan bagi pegawai tersebut untuk terus belajar dan
berkembang. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
sikap dan perilaku pegawai yaitu dengan terus menanamkan nilai-nilai organisasi
yang peduli dan bersedia melayani pasien dengan hati nurani. Nilai-nilai
organisasi tersebut harus terus disampaikan secara rutin kepada pegawai pada
setiap kesempatan seperti pertemuan karyawan atau briefing, agar dapat terus
diingat, diserap dan diamalkan oleh seluruh pegawai Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk.
6.3.1.4.Hubungan antara Status Pernikahan dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Menurut Purbadi dan Sofiana (2006), individu yang telah menikah akan
meningkat kinerjanya karena mempunyai pemikiran yang lebih matang dan
bijaksana. Hal tersebut dikarnakan pegawai yang telah menikah akan merasa lebih
bertanggung jawab dan pekerjaan tetap menjadi lebih berharga.
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hal serupa, pelayanan tidak prima
lebih banyak diberikan oleh pegawai dengan status sudah pernah menikah
dibandingkan dengan pegawai yang belum pernah menikah sebanyak 28 pegawai
(49.1%). Hal tersebut diduga karena bagi pegawai yang sudah memiliki keluarga,
konsentrasinya mungkin saja terganggu dengan urusan keluarga. Sesuai
pernyataan Bakhri (2009) pegawai pria maupun wanita dalam menjalani
kehidupan rumah tangga mereka akan dihadapkan dengan berbagai persoalan
115
yang kompleks yang harus dicari jalan keluarnya, terutama dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, baik itu kebutuhan hidup sehari-hari seperti sandang,
pangan ataupun papan.
Pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk yang sudah menikah dan
memiliki anak sering dihadapi dengan urusan-urusan yang berhubungan dengan
mengurus anaknya tersebut. Pegawai yang sudah memiliki anak dituntut agar
selalu siaga dimanapun dan kapanpun untuk anak mereka, maka tidak jarang
peran sebagai orang tua mengharuskan pegawai untuk izin bekerja agar bisa
memenuhi kebutuhan anaknya. Tuntutan sebagai orang tua tersebut lebih besar
dirasakan oleh pegawai wanita yang memiliki peran lebih besar sebagai ibu dalam
mengurus anak. Adanya urusan keluarga atau kebutuhan anak yang belum
ditangani pegawai dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi atau keseriusan
pegawai dalam memberikan pelayanan prima.
Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis dari teori Robbins (2006)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara status pernikahan dengan
pelayanan prima pegawai. Analisis chi square menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan bermakna antara status pernikahan dengan pelayanan prima pegawai
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2015 dengan p sebesar 0.242. Tidak
adanya hubungan antara status pernikahan dengan pelayanan prima pegawai di
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk menunjukkan bahwa, justru pegawai yang
belum pernah menikahlah yang lebih banyak memberikan pelayanan prima
dibandingkan dengan pegawai yang sudah pernah menikah. Pegawai yang belum
memiliki pasangan dan anak lebih santai dalam menjalankan pekerjaan, tanpa
adanya kewajiban dan tututan yang harus dipenuhi diluar pekerjaannya. Sehingga
116
dalam memberikan pelayanan, pegawai yang belum pernah menikah tidak seperti
memikul beban dan dapat lebih ikhlas. Sehingga pekerjaan yang dilakukannya
menunjukkan hasil yang baik dan mencapai pelayanan yang prima.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan proporsi yang kecil
antara pegawai yang sudah pernah menikah dan tidak memberikan pelayanan
prima dengan pegawai yang belum pernah menikah dan tidak memberikan
pelayanan prima. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kumajas, dll (2011)
menunjukkan hasil yang mendukung teori Robbins (2006), yaitu ditemukan
adanya hubungan status pernikahan dengan pelayanan yang diberikannya.
Penelitian tersebut menunjukkan kinerja pegawai akan meningkat apabila sudah
menikah dan memiliki tanggung jawab yang besar pula untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rahmawati (2012) terhadap kinerja pegawai Dinas Kesehatan di
Kabupaten Bintan, yakni tidak adanya hubungan yang bermakna antara status
perkawinan pegawai dengan kinerja pegawai. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Iskandar (2003) terhadap kinerja pegawai kantor kesehatan Pelabuhan di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, menunjukkan adanya hubungan bermakna antara
status perkawinan pegawai dengan kinerja pegawai.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pegawai
dalam memberikan pelayanan prima yaitu dengan memberi kebebasan kepada
pegawai layanan 24 jam yang sudah berumah tangga untuk dapat mengatur
jadwal/ jam kerjanya sesuai dengan kebutuhannya. Untuk pegawai yang memiliki
jam kerja normal, perlu adanya pengawasan untuk memastikan bahwa
pekerjaannya tetap diselesaikan dengan baik sesuai waktu atau jam kerja yang
117
ditentukan dan tidak ada pegawai yang mencuri kesempatan untuk dapat keluar
disaat jam kerja tanpa sepengetahuan atau izin dari koordinator unit dan/atau
bagian kepegawaian. Bagi pegawai yang menyalahgunakan kemudahan yang telah
diberikan kepadanya, harus diberikan teguran ataupun sanksi sesuai dengan
perbuatan yang dilakukannya. Sanksi yang diberikan dapat berupa penambahan
jam kerja ataupun mempercepat deadline dari tugas-tugas yang harus
diselesaikannya.
6.3.1.5. Hubungan antara Masa Kerja dengan Pelayanan Prima Pegawai
Menurut Robbins dan Timothy (2009), masa kerja pegawai akan
menunjukkan pengalamannya dan merupakan prediksi yang baik untuk menilai
produktivitasnya. Sesuai dengan pernyataan Kumajas, dll (2011) yang
menyatakan bahwa semakin lama pegawai bekerja di suatu bidang pekerjaan atau
di suatu organisasi, maka pengalaman yang dimiliki oleh pegawai tersebut akan
semakin banyak. Pengalaman bekerja yang banyak dapat berdampak pada
keahlian dan keterampilan kerja dari pegawai tersebut. Pengalaman bekerja
merupakan suatu modal pegawai untuk dapat masuk ke dalam bidang pekerjaan
tertentu.
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hal serupa, dimana pelayanan
prima lebih banyak dilakukan oleh pegawai dengan masa kerja lama dibandingkan
pegawai dengan masa kerja baru dan sedang sebanyak 24 pegawai (46.2%). Hal
tersebut diduga dikarenakan budaya kerja yang lama telah melekat pada pegawai
yang sudah bekerja lebih dari 3 tahun di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk.
Sedangkan pegawai dengan masa kerja dibawah 3 tahun atau bahkan belum
118
mencapai 1 tahun, budaya pelayanan prima lebih mudah untuk dipelajari dan
diterapkan saat memberikan pelayanan kepada pasien. Budaya kerja lama yang
berkembang di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk yaitu berupa budaya melayani
yang belum mengutamakan kebutuhan pelanggan, acuh dan tidak melayani
dengan hati. Budaya tersebut jelas bertentangan dengan budaya pelayanan prima
yang lebih mengutamakan pelayanan dari hati. Maka dari itu mengubah dan
menanamkan budaya pelayanan prima bukan menjadi hal yang mudah, perlu
adanya komitmen bersama dan keinginan kuat untuk bersama-sama memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat.
Pengalaman pegawai dalam menghadapi pasien diduga turut
mempengaruhi pegawai dalam memberikan pelayanan prima. Keadaan dilapangan
menujukkan bahwa pegawai dengan masa kerja lama dianggap sudah sangat
mengenal berbagai karakter pasien yang berobat di Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk, sehingga pegawai dengan masa kerja lama dapat menangani
masalah/keluhan pasien berdasarkan pengalamannya selama bekerja di
Puskesmas. Lain halnya dengan pegawai yang memiliki masa kerja dibawah 1
tahun, karna belum mengenal macam-macam karakteristik pasien yang
datang/berobat di Puskesmas, pegawai dengan masa kerja baru akan lebih berhati-
hati dalam memberikan pelayanan untuk menghindari keluhan pasien. Selain itu
pegawai dengan masa kerja baru ( < 1 tahun) lebih merasa semangat atau
termotivasi untuk dapat menunjukkan kinerja baiknya kepada rekan kerja dan
pimpinan, sehingga lebih berusaha dengan sungguh-sungguh dalam memberikan
pelayanan prima.
119
Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis dari teori Robbins (2006)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan pelayanan
prima pegawai. Analisis chi square menujukkan bahwa tidak ada hubungan antara
masa kerja dengan pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
dengan p sebesar 0.409. Tidak adanya hubungan antara masa kerja dengan
pelayanan prima pegawai, karena adanya perbedaan proporsi yang kecil antara
pegawai dengan masa kerja baru yang tidak memberikan pelayanan prima,
pegawai dengan masa kerja sedang yang tidak memberikan pelayanan prima, dan
pegawai dengan masa kerja lama yang tidak memberikan pelayanan prima. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sodik, dkk (2013)
terhadap pelayanan prima pegawai di RSUI Orpeha Tulungagung, yakni tidak
adanya hubungan bermakna antara masa kerja pegawai dengan pelayanan prima
yang dilakukan oleh pegawai. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahmawati
(2012) terhadap kinerja pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan,
menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara masa kerja pegawai
dengan kinerja pegawai.
Tidak adanya hubungan antara masa kerja dengan pelayanan prima
pegawai diduga dipengaruhi oleh faktor lain seperti, masa kerja Pegawai Negeri
Sipil (PNS) yang merupakan kebijakan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI
Jakarta dan bukan merupakan suatu hak pihak manajemen Puskesmas atau
pegawai itu sendiri terkait penempatan kerja. Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Sodik (2013) yang menyebutkan bahwa status pegawai (PNS dan Non
PNS) mempengaruhi pegawai dalam memberikan pelayanan prima. Bagi PNS
yang menganggap pekerjaannya merupakan bentuk pengabdian kepada atasan dan
120
bukan kepada negara/masyarakat, maka akan sulit untuk menanamkan budaya
pelayanan prima. Masa kerja yang lama merupakan kekuatan utama pegawai,
apabila dijadikan untuk menambah pengalaman dan kemampuan dalam
memberikan pelayanan prima.
Upaya yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas
pegawai dalam memberikan pelayanan prima yaitu dengan merubah budaya
organisasi. Budaya organisasi yang semula tidak menuntut pegawai untuk
memberikan pelayanan prima, menjadi budaya oragnisasi yang mengutamakan
kepuasan pasien dengan selalu berupaya memberikan nilai tambah (pelayanan
prima) kepada pasien/pengunjung Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk. Budaya
organisasi tersebut harus terus ditanamkan kepada pegawai melalui berbagai
kesempatan seperti brieffing atau pertemuan karyawan. Selain itu menanamkan
budaya melayani dengan hati nurani dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan
yang berkaitan dengan budaya melayani. Setelah mengikutsertakan pegawai
dalam pelatihan, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh pihak manajemen
adalah mengevaluasi hasil pelatihan tersebut secara berkala. Hal tersebut
bertujuan agar apa yang telah disampaikan di dalam pelatihan dapat di praktekan
dalam kegiatan sehari-hari, sehingga pegawai dapat memberikan pelayanan prima
kepada pasien.
121
6.3.2. Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Pelayanan Prima Pegawai
Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
6.3.2.1. Hubungan antara Ragam Keahlian dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Menurut Hackman dan Oldham (1980) ragam keahlian merupakan suatu
tingkat pekerjaan yang memerlukan berbagai keahlian agar dapat melaksanakan
pekerjaan, melibatkan sejumlah ragam keahlian dan bakat dari seseorang. Ketika
pekerjaan mengharuskan pegawai untuk melakukan kegiatan yang menantang
atau menambah keterampilan atau kemampuan, maka pegawai hampir selalu
mengalami bahwa pekerjaan mereka berarti. Hackman dan Oldham (1980)
menambahkan bahwa semakin banyak keahlian yang harus digunakan, maka akan
semakin berarti/bermakna pekerjaan tersebut bagi pegawai yang mengerjakannya.
Komponen dasar dari pekerjaan yang harus dikerjakan tidak penting dalam
membangun kemaknaan tugas, bahkan pekerjaan yang tidak terlalu penting akan
tetap berarti bagi pegawau apabila dikerjakan dan memperluas keahlian dan
keterampilan pegawai.
Hasil penelitian ini menunjukkan hal serupa, pelayanan tidak prima lebih
banyak dilakukan oleh pegawai dengan ragam keahlian rendah dibandingkan
pegawai dengan ragam keahlian tinggi sebanyak 26 pegawai (50%). Hal tersebut
dikarenakan dengan sedikitnya keahlian yang diperlukan dalam bekerja, pegawai
akan merasa bahwa pekerjaannya monoton (tidak ada tantangan). Bagi pegawai
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk yang mayoritas pegawai memiliki masa kerja
lama, memberikan pelayanan yang setiap hari dilakukan pegawai kepada pasien
merupakan hal yang tidak sulit. Pegawai merasa sudah lebih tau dan sudah lebih
122
berpengalaman dalam melayani pasien dengan berbagai macam karakteristiknya,
sehingga mereka akan menilai bahwa pelayanan yang mereka lakukan selama ini
sudah cukup baik. Cukup baik disini belum tentu merupakan pelayanan prima
(pelayanan yang sangat baik) yang diharapkan masyarakat dapat mereka rasakan
di pelayanan kesehatan sekelas Puskesmas di lingkungan tempat tinggalnya.
Hasil penelitian ini tidak mendukung teori Hackman dan Oldham (1976)
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ragam keahlian dengan pelayanan
prima pegawai. Analisis chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara ragam keahlian dengan pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk Tahun 2015 dengan p sebesar 0.235. Hubungan yang negatif
menunjukkan bahwa pelayanan prima cenderung diberikan oleh pegawai yang
memiliki ragam keahlian tinggi namun hal ini tidak bermakna. Tidak
ditemukannya hubungan antara ragam keahlian dengan pelayanan prima pegawai
yaitu adanya tingkat ragam keahlian yang berbeda-beda disetiap unit pelayanan
Puskesmas dan pekerjaan pegawai berdasarkan profesinya. Bagi pegawai yang
memiliki intesitas tinggi untuk berhadapan langsung dengan pasien, maka
keahlian yang dibutuhkannya akan semakin beragam/tinggi. Penelitian ini juga
menunjukkan adanya perbedaan proporsi yang kecil antara pegawai yang
memiliki ragam keahlian rendah dan tidak memberikan pelayanan prima dengan
pegawai yang memiliki ragam keahlian tinggi dan tidak memberikan pelayanan
prima.
Penelitian yang mendukung teori Hackman dan Oldham (1976) yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Aufan (2014) terhadap kinerja pegawai PT
Chevron Pacific Indonesia Departemen PG dan T Minas, penelitian tersebut
123
menunjukkan bahwa ragam keahlian berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai. Pekerjaan yang tidak membutuhkan banyak keahlian
akan menciptakan rasa jenuh yang juga dapat menurunkan kualitas pekerjaan.
Banyaknya keahlian yang diperlukan oleh pegawai untuk melakukan suatu
pekerjaan, pegawai akan merasa terus menerus tertantang dan dapat terus menerus
berusaha untuk meningkatkan kualitas kerjanya sehingga berujung pada
pelayanan prima.
Puskesmas harus tegas dalam menegakkan nilai-nilai pelayanan prima.
Mengupgrade pengetahuan pegawai terkait pelayanan prima dan
mengikutsertakan seluruh pegawai mengikuti pelatihan-pelatihan terkait
pelayanan prima, pegawai dapat memiliki pandangan jelas tentang bagaimana
pelayanan prima yang seharusnya dilakukan dan keahlian apa saja yang
dibutuhkan. Sehingga pegawai akan merasa tertantang untuk dapat memberikan
pelayanan prima sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat.
Memperbaharui pengetahuan pegawai terkait pelayanan prima dapat dilakukan
dengan memberikan contoh ataupun tontonan yang memiliki arti penting dalam
memberikan pelayanan prima. Penyamapaian informasi dapat dikatakan efektif
apabila penerima informasi dapat mengambil kesimpulan, mengingat dan
mempraktekan apa yang menjadi inti dari informasi tersebut. Adanya contoh dari
macam-macam pelayanan prima pegawai yang diberikan pasien/pelanggan, maka
pegawai diharapkan dapat tertantang untuk dapat melakukan hal serupa di dalam
pekerjaannya.
124
6.3.2.2. Hubungan antara Identitas Tugas dengan Pelayanan Prima Pegawai
Menurut Hackman dan Oldham (1980) identitas tugas merupakan tingkat
dimana suatu pekerjaan membutuhkan penyelesaian secara menyeluruh dan dapat
dikenali bagian yang melakukan pekerjaan dari awal samapi akhir dengan hasil
yang terlihat. Pegawai akan lebih menghargai pekerjaannya ketika mereka
mengerjakannya secara keseluruhan. Ketika pegawai memiliki pekerjaan yang
utuh/lengkap, mereka cenderung melihat pekerjaan menjadi lebih berarti
dibandingkan ketika mereka hanya mengerjakan dan bertanggung jawab pada
bagian kecil dari pekerjaannya. Handoko (2008) menyatakan bahwa pekerjaan
yang tidak mempunyai identitas, dapat mengakibatkan para pegawai tidak akan
atau kurang merasa bertanggung-jawab dan mungkin kurang bangga terhadap apa
yang telah mereka kerjakan.
Hasil penelitian ini menunjukkan hal serupa, dimana pelayanan tidak
prima lebih banyak dilakukan oleh pegawai dengan identitas tugas rendah
dibandingkan pegawai dengan identitas tugas tinggi sebesar 30 pegawai (45.5%).
Bagi pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk yang terdiri dari berbagai
tingkatan pendidikan dan spesifikasi pekerjaan yang berbeda-beda, sudah
seharusnya setiap pegawai mengetahui dengan jelas yang harus dikerjakan
sekaligus menjadi tanggungjawabnya. Pegawai yang hanya tau yang harus
tugasnya tanpa menganggap itu bukan tanggungjawabnya akan mengurangi
tingkatan identitas tugas itu sendiri dan akan berdampak pula pada pelayanan
prima yang diberikannya.
Apabila pegawai hanya sekedar tau namun tidak paham standar
operasional prosedur dari pekerjaannya, maka sudah pasti pegawai tersebut tidak
125
akan mengetahui dengan lengkap input, proses sampai dengan output dari
pekerjaannya. Pegawai tidak akan menganggap bahwa pekerjaannya tersebut
merupakan tanggungjawabnya, dari saat pekerjaan itu dikerjakan sampai dengan
pekerjaan tersebut selesai. Pegawai yang seperti itu tidak mungkin dapat
memberikan pelayanan prima kepada pasien.
. Hasil penelitian tersebut tidak mendukung hipotesis dari teori Hackman
dan Oldham (1976) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara identitas tugas
dengan pelayanan prima pegawai. Analisis chi square menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara identitas tugas dengan pelayanan prima pegawai Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2015 dengan p sebesar 0.699. Hubungan yang
negatif menunjukkan bahwa pelayanan prima cenderung diberikan oleh pegawai
yang memiliki identitas tugas tinggi namun hal ini tidak bermakna. Tidak
ditemukannya hubungan antara identitas tugas dengan pelayanan prima pegawai,
karena masih ada pegawai yang belum memiliki uraian tugas ataupun tanggung
jawab yang jelas dan dituangkan kedalam job description. Selain itu belum
adanya sosialisasi Standar Operasional Prosedur yang jelas bagi setiap pegawai
sesuai dengan pekerjaannya, mempengaruhi pegawai dalam memberikan
pelayanan prima. Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan proporsi
yang kecil antara pegawai yang memiliki identitas tugas rendah dan tidak
memberikan pelayanan prima dengan pegawai yang memiliki identitas tugas
tinggi dan tidak memberikan pelayanan prima.
Penelitian yang mendukung teori Hackman dan Oldham (1976) yaitu
penelitian yang dilakukan oleh oleh Aufan (2014) terhadap kinerja pegawai PT
Chevron Pacific Indonesia Departemen PG dan T Minas, penelitian tersebut
126
menunjukkan bahwa identitas tugas berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai. Suatu pekerjaan yang di dalamnya memiliki identitas
tugas yang baik mempermudah suatu pegawai dalam melaksanakan secara runtun
tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya Identitas tugas pegawai juga dapat
memacu pegawai tersebut untuk dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan dengan
lebih efektif, mengembangkan kemampuan dan keterampilan pegawai, serta
meningkatkan kretifitas dan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pegawai
dalam memberikan pelayanan prima yaitu melalui melibatkan seluruh pegawai
untuk dapat memahami atau bahkan membuat/menggambarkan SOP (Standard
Operating Procedures) dari setiap pekerjaan yang dilakukannya dengan
memasukkan nilai tambah yang dapat menjadikan pelayanan petugas menjadi
pelayanan prima. Fakta nyata yang ditemukan di Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk yaitu hanya pegawai-pegawai tertentu dari masing-masing unit yang dapat
membuat SOP pelayanan yang diberikan, ditemukan juga SOP dibuat oleh
pegawai diluar unit. Hal tersebut jelas mempengaruhi identitas tugas pegawai,
karena sesungguhnya teori, alur dan prosedur dari pekerjaan yang dilaksanakan
tidak kalah penting untuk diketahui dan dipahami oleh pegawai. Sehingga
pegawai dapat mengetahui dengan jelas kebutuhannya untuk memberikan
pelayanan, rincian pekerjaan beserta alur yang harus dilaksanakan, dan hasil
akhir/tujuan yang harus dicapainya dalam memberikan pelayanan. Jika
dihubungkan dengan pelayanan prima, pembuatan dan sosialisasi SOP harus
diikuti oleh seluruh pegawai dari masing-masing unit sehingga dapat
127
memasukkan nilai tambah untuk mencapai pelayanan prima sesuai kesepakatan
bersama
6.3.2.3. Hubungan antara Signifikansi Tugas dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Menurut Hackman dan Oldham (1980) signifikansi tugas merupakan sejauh
apa pekerjaan memiliki dampak yang penting terhadap kehidupan orang lain, baik
di dalam organisasi secara langsung maupun dalam cakupan lebih luas. Pegawai
akan lebih menganggap pekerjaannya berarti ketika pegawai memahami
pekerjaannya yang terselesaikan dengan baik akan berpengaruh besar terhadap
kesejahteraan fisik maupun psikologis orang lain. Ketika pegawai mengetahui
bahwa pekerjaannya akan mempengaruhi kebahagiaan, kesehatan atau
keselamatan orang lain, pegawai akan lebih menghargai pekerjaannya
dibandingkan ketika pekerjaannya tidak berhubungan dengan kehidupan dan
kesejahteraan orang lain.
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hal serupa, pelayanan tidak prima
justru lebih banyak dilakukan oleh pegawai dengan signifikansi tugas tinggi
dibandingkan pegawai dengan signifikansi tugas rendah sebesar 29 pegawai
(52.7%). Hal tersebut diduga karena pegawai Puskesmas Kebon Jeruk tidak
menjadikan signifikansi tugas tinggi sebagai acuan untuk memberikan pelayanan
prima kepada pasien, namun hanya dijadikan sebagai alasan untuk memberikan
pelayanan seadanya. Semakin tinggi makna pekerjaan seseorang untuk organisasi
maupun orang lain disekitarnya, pegawai tersebut akan merasa bahwa baik
buruknya pekerjaan yang dikerjakan tidak menjadi persoalan asalkan
128
pekerjaannya selesai. Signifikansi tugas yang tinggi seharusnya ikut
meningkatkan tanggungjawab pegawai untuk dapat meningkatkan upayanya
dalam memberikan pelayanan prima agar pasien dan rekan kerjanya merasa lebih
puas akan hasil kerjanya yang meningkatkan.
Hasil penelitian ini mendukung hipotesis dari teori Hackman dan Oldham
(1976) yang menyatakan bahwa signifikansi tugas berhubungan dengan pelayanan
prima pegawai. Analisis chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara
signifikansi tugas dengan pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk tahun 2015 dengan p sebesar 0.048. Adanya hubungan bermakna yang
ditemukan antara signifikansi tugas dengan pelayanan prima, karena setiap profesi
dan unit pelayanan yang ada di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk memiliki
makna yang sangat penting demi keberhasilan pelayanan prima di Puskeamas
yang berujung pada kepuasan pasien. Apabila salah satu profesi dan unit
pelayanan tidak memberikan pelayanan prima, maka pelayanan prima yang telah
dilakukan oleh profesi dan unit lainnya menjadi kurang berkesan di hati pasien.
Signifikansi tugas yang tinggi menunjukkan bahwa hampir seluruh pegawai
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk sudah menganggap bahwa pekerjaannya
penting. Namun hal tersebut belum didukung oleh adanya budaya pelayanan
prima yang dimiliki oleh Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk maupun pribadi
pegawai itu sendiri. Sesuai dengan pernyataan Solihin (2014) bahwa untuk dapat
menerapkan budaya pelayanan prima harus dimulai dari diri sendiri dan orang-
orang sekitar yang paling dekat dengan pegawai yaitu keluarga dan rekan kerja.
Jika pribadi pegawai belum sepenuhnya berkeinginan memberikan pelayanan
prima, maka budaya pelayanan prima tidak akan tercapai. Penelitian yang
129
mendukung teori Hackman dan Oldham (1976) yaitu penelitian yang dilakukan
oleh Aufan (2014) terhadap kinerja pegawai PT Chevron Pacific Indonesia
Departemen PG dan T Minas, penelitian tersebut menunjukkan bahwa signifikansi
tugas berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
Semakin tinggi signifikansi tugas pegawai atau makna tugas, semakin besar pula
kemungkinan bahwa pegawai akan lebih termotivasi untuk meningkatkan
kinerjanya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas
pegawai dalam memberikan pelayanan prima yaitu dengan terus menanamkan
budaya pelayanan prima kepada pegawai. Sehingga tugas seberat apapun tidak
akan menjadi beban yang harus ditanggungnya, melainkan menjadi suatu nilai
tambah yang menjadi landasan pegawai untuk memberikan pelayanan prima
dengan hati yang senang dan ikhlas. Upaya lainnya yang dapat dilakukan yaitu
dengan melakukan kegiatan-kegiatan Puskesmas yang dapat menjadi wadah bagi
pegawai untuk membangun budaya pelayanan prima pegawai..
6.3.2.4. Hubungan antara Otonomi dengan Pelayanan Prima Pegawai
Menurut Hackman dan Oldham (1980) otonomi merupakan sejauh mana
pekerjaan memberikan kebebasan yang besar dalam penyelesaiannya. Ketika
pekerjaan memberikan kebebasan yang besar untuk pegawai yang
mengerjakannya, hasil dari pekerjaan akan dilihat pegawai tersebut sebagai suatu
pencapaian yang bergantung pada usaha, inisiatif dan keputusan pegawai itu
sendiri dan bukan bergantung pada arahan dari atasan atau sebuah panduan
prosedur kerja. Semakin besar otonomi atau kebebasan yang dimiliki pegawai
130
dalam menyelesaikan pekerjaannya, maka pegawai akan cenderung merasakan
lebih bertanggung jawab untuk keberhasilan dan kegagalan dari pekerjaannya.
Hasil penelitian ini menujukkan hal serupa, pelayanan tidak prima lebih
banyak diberikan oleh pegawai dengan otonomi rendah dibandingkan pegawai
dengan otonomi tinggi sebesar 27 pegawai (43.5%), Hal tersebut dikarenakan
pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk selalu harus menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan arahan atasan dan peraturan yang berlaku. Ketika
memberikan pelayanan kepada pasien, pegawai hampir tidak memiliki celah
untuk dapat melakukan sesuai dengan inisiatif atau keputusan pegawai. Hamir
seluruh kegiatan yang harus dilakukan pegawai dalam memberikan pegawai telah
diatur oleh peraturan perundangan yang berlaku (untuk pelayanan medis) dan atau
peraturan atasan.
Hasil penelitian tersebut tidak mendukung teori Hackman dan Oldham
(1976) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara otonomi dengan pelayanan
prima pegawai. Analisis chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara otonomi dengan pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk tahun 2015 dengan p sebesar 1.000. Tidak adanya hubungan antara otonomi
dengan pelayanan prima pegawai menunjukkan bahwa rendahnya otonomi
pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan tidak menutup kemungkinan bagi
sebagian pegawai untuk memiliki keputusan dan inisiatif dalam memberikan
pelayanan prima. Sehingga dapat memberikan nilai tambah dalam melayani
pasien untuk mencapai pelayanan prima.
Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara otonomi dengan
pelayanan prima pegawai, karena adanya perbedaan proporsi yang kecil antara
131
pegawai yang memiliki otonomi rendah dan tidak memberikan pelayanan prima
dengan pegawai yang memiliki otonomi tinggi dan tidak memberikan pelayanan
prima. Penelitian yang mendukung teori Hackman dan Oldham (1976) yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Aufan (2014) terhadap kinerja pegawai PT
Chevron Pacific Indonesia Departemen PG dan T Minas, penelitian tersebut
menunjukkan bahwa otonomi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai.
Upaya yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas
pegawai dalam memberikan pelayanan prima yaitu dengan memberi kebebasan
kepada pegawai untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan caranya,
namun tetap sesuai dan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Jika dihubungkan dengan pelayanan prima, pegawai harus diberikan
kebebasan untuk dapat melayani pasien dengan nilai tambah yang diyakininya
atau hasil kesepakatan dengan pegawai lain di unitnya dapat memberikan
kepuasan lebih kepada pasien. Cara pemberian nilai tambah tersebut merupakan
usaha masing-masing karyawan untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada
pasien. Sebagai contoh satpam membukakan pintu mobil pasien, poin tersebut
tidak akan menjadi nilai tambaha yang dilakukan dengan keikhlasan apabila
dijadikan sebagai keharusan atau peraturan yang mutlak harus dilaksanakan.
Maka dari itu otonomi dalam memberikan pelayanan prima penting diberikan
kepada masing-masing pegawai/unit agar dapat memberikan pelayanan prima
sesuai dengan hati nurani yang ikhlas, karena pekerjaan apapun apabila dilakukan
dengan hati nurani dan keikhlasan dapat menjadi suatu kesenangan yang tidak
ternilai harganya bagi pegawai.
132
6.3.2.5. Hubungan antara Umpan Balik dengan Pelayanan Prima Pegawai
Menurut Hackman dan Oldham (1980) umpan balik adalah sejauh mana
pelaksanaan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
memberikan informasi kepada pegawai secara langsung dan jelas tentang
efektivitas kerjanya. Umpan balik yang dimaksud berfokus pada umpan balik
yang diperoleh langsung dari pekerjaannya, seperti seorang dokter yang
mengobati pasien dan melihat bahwa pasiennya sembuh atau ketika seorang
memperbaiki barang rusak dengan perlengkapannya dan melihat bahwa barang
tersebut berfungsi/tidak berfungsi kembali setelah diperbaiki.
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hal serupa, pelayanan tidak prima
lebih banyak dilakukan oleh pegawai dengan umpan balik baik dibandingkan
dengan pegawai yang memiliki umpan balik buruk 36 pegawai (47.4%). Hal
tersebut dikarenakan umpan balik yang didapatkan oleh pegawai hanya sebatas
penilaian kinerja yang didapatkan pegawai dalam bentuk jumlah tunjangan kinerja
daerah dengan keterangan tingkat kinerja pegawai tersebut. Bagi pegawai
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk yang merupakan tenaga kontrak, laporan
kegiatan harian dilaporkan kepada kepala unit setiap awal bulan untuk dinilai.
Laporan harian tersebut kemudian diakumulasikan kedalam selembar kertas yang
berisikan jenis pekerjaan yang dikerjakan pegawai beserta kuantitasnya. Setelah
itu kepala unit beserta ketua koordinator pelayanan berunding untuk memberikan
nilai perilaku.
Lembar BHU yang sudah selesai diberi nilai, kemudian dikumpulkan ke
bagian kepegawaian untuk di masukkan kedalam format perhitungan atau
penilaian kinerja. Baik dan buruknya kinerja yang dilakukan tidak langsung
133
disampaikan kepada pegawai, sehingga pegawai tidak mengetahui kekurangannya
dalam memberikan pelayanan dan hal yang perlu diperbaiki sehingga dapat
memberikan pelayanan prima kepada pasien. Pimpinan hanya mengevaluasi
pencapaian pegawai dalam melayani pasien, namun tidak mengevaluasi pelayanan
yang diberikan pegawai kepada pasien secara rutin dan lebih sepesifik. Sehingga
pegawai yang belum memberikan pelayanan prima tidak mengetahui apa
kekurangannya dan merasa sudah cukup baik dalam memberikan pelayanan.
Hasil penelitian tersebut tidak mendukung hipotesis dari teori Hackman
dan Oldham (1976) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara umpan balik
dengan pelayanan prima pegawai. Analisis chi square menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan umpan balik dengan pelayanan prima pegawai Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2015 dengan p value 0.243. Tidak ditemukannya
hubungan antara umpan balik dengan pelayanan prima pegawai menunjukkan
bahwa pemberian umpan balik yang dilakukan oleh pihak manajemen Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk kurang efektif, sehingga belum dapat menggambarkan
secara jelas point apa saja yang sudah baik dan yang masih perlu diperbaiki. Tidak
adanya kejelasan tersebut mengakibatkan pegawai tidak dapat mengetahui
penilaian terhadap pelayanan yang diberikannya.
Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan proporsi yang kecil
antara pegawai yang memiliki umpan balik buruk dan tidak memberikan
pelayanan prima dengan pegawai yang memiliki umpan balik baik dan tidak
memberikan pelayanan prima. Penelitian yang mendukung teori Hackman dan
Oldham (1976) yaitu penelitian yang dilakukan oleh Aufan (2014) terhadap
kinerja pegawai PT Chevron Pacific Indonesia Departemen PG dan T Minas,
134
penelitian tersebut menunjukkan bahwa umpan balik berpengaruh secara positif
dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
Upaya yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas
pegawai dalam memberikan pelayanan prima yaitu dengan memberikan hasil
penilaian terhadap kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan prima setiap
bulannya. Hasil penilaian setiap pegawai dituliskan secara rinci poin apa saja yang
sudah baik untuk dipertahankan dan poin apa saja yang masih perlu diperbaiki.
Penilaian ini dilakukan oleh pihak manajemen bersama tim peningkatan mutu
kepada pegawai dalam waktu yang tidak diketahui oleh pegawai, bisa saja saat
pegawai sedang sibuk melayani pasien atau bahkan saat pasien Puskesmas sedang
tidak ramai. Upaya tersebut dapat membantu dan memotivasi pegawai untuk lebih
meningkatkan kualitas pelayanannya dan diharapkan dapat meningkatkan
kemampuannya untuk dapat memberikan pelayanan prima.
6.3.3. Hubungan antara Faktor Organisasi dengan Pelayanan Prima
Pegawai Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun
2015
6.3.3.1. Hubungan antara Komitmen Organisasi dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Menurut Yatnikasari (2010), komitmen organisasi dapat mencerminkan
keadaan pegawai yang mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat
dengan tujuan-tujuan dari organisasi tersebut. Kreitner dan Kinicki (2004)
berpendapat bahwa semakin tinggi komitmen pegawai terhadap organisasi atau
tempatnya bekerja, maka akan semakin tinggi pula produktivitas pegawai
135
tersebut. Sebaliknya, apabila komitmen atau kepihakan pegawai rendah terhadap
organisasi tempatnya bekerja, maka semakin rendah pula produktivitas kerjanya.
Allen dan Meyer (2003) membagi komitmen organisasi menjadi tiga komponen
yang mendasari pegawai dalam upayanya untuk bertahan dalam sebuah
organisasi, yaitu komitmen afektif yang didasari oleh keinginan pegawai,
komitmen kontinuans yang didasari oleh kebutuhan pegawai, komitmen normatif
yang didasari oleh kewajiban pegawai.
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hal serupa, pelayanan tidak prima
lebih banyak dilakukan oleh pegawai dengan komitmen organisasi yang tinggi
dibandikan pegawai dengan komitmen rendah sebanyak 32 pegawai (52.5%).
Kondisi Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk yang ramai pasien setiap harinya
menuntut pegawai untuk dapat bertahan memberikan pelayanan kepada pasien.
Ditambah lagi dengan karakteristik pasien yang beranekaragam, mulai dari pasien
yang tidak sabaran untuk mengantri sampai dengan pasien yang akan komplain
atau protes jika pelayanan yang diterimanya tidak memuaskan. Hal tersebut jelas
menuntut pegawai untuk memiliki komitmen organisasi yang tinggi dan tidak
hanya sekedar ucapan serta sikap, namun diwujudkan melalui perilaku yaitu
dengan memberikan pelayanan prima.
Pegawai yang tidak mewujudkan komitmen organisasi dengan sungguh-
sungguh akan merasa terbebani untuk memberikan pelayanan prima. Hal tersebut
kemudian dapat melunturkan sedikit demi sedikit komitmen organisasi pegawai
yang semula tinggi dan tidak memperkecil kemungkinan pegawai untuk berhenti
atau keluar dari Puskesmas. Sedangkan bagi pegawai dengan komitmen organisasi
rendah, hal yang diduga mempengaruhinya untuk tidak memberikan pelayanan
136
prima yaitu nilai dan tujuan pegawai belum sejalan dengan nilai dan tujuan
organisasi. Sehingga dalam memberikan pelayanan prima, pegawai merasa
terbebani karena tidak memahami dengan baik arti penting pelayanan prima untuk
Puskesmas dan pasien.
. Hasil penelitian ini tidak mendukung hipotesis dari teori Ting (1997)
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara komitmen organisasi dengan
pelayanan prima pegawai. Analisis chi square menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara komitmen organisasi dengan pelayanan prima pegawai
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2015 dengan p sebesar 0.059. Tidak
ditemukannya hubungan antara komitmen organisasi dengan pelayanan prima,
karena tingginya komitmen kontinuans yang dilihat dari kebersediaan pegawai
non PNS/kontrak untuk meninggalkan Puskesmas apabila ada tawaran pekerjaan
dengan gaji atau upah yang lebih besar. Namun bagi pegawai PNS, komitmen
kontinuans didasari oleh status kepegawaian sebagai PNS yang mengharuskan
pegawai untuk tetap bekerja di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk. Menurut
Allen dan Meyer (2003), komitmen kontinuans tidak mungkin berkorelasi dengan
kualitas pelayanan pegawai, karena komitmen kontinuans murni didasarkan oleh
biaya dan pendekatan manfaat.
Penelitian yang mendukung teori Ting (1997) yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Sudarma (2012), hasil penelitian tersebut menunjukkan ada
hubungan antara komitmen organisasi dengan kualitas pelayanan menuju
pelayanan prima. Menurut Sudarma (2012), komitmen organisasi tidak cukup
ditunjukkan melalui sikap tetapi sikap tersebut harus diwujudkan dalam perilaku
atau tindakan nyata, dengan kata lain komitmen tidak cukup hanya diwacanakan
137
tetapi harus direalisasikan dalam perbuatan. Untuk itu dalam mewujudkan
pelayanan prima, organisasi perlu menyaring pegawai yang dapat benar-benar
komitmen dimulai dari proses pengrekrutan pegawai. Aspek psikologis (karakter,
kepribadian, kejujuran) harus diperhatikan sungguh-sungguh oleh pimpinan saat
proses rekrutmen. Pegawai yang memiliki komitmen yang tinggi akan loyal
terhadap organisasi sehingga mereka terikat pada organisasi dan mempunyai
keyakinan yang kuat untuk menerima nilai organisasi (Li, 2008). Pegawai tersebut
yang kemudian dapat meningkatkan loyalitas dan kinerjanya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan komitmen
organisasi pegawai yaitu dengan meningkatkan partisipasi pegawai dalam
pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang dimaksud yakni
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan peraturan, kebijakan maupun
sisetem pelayanan yang berhubungan langsung dengan pekerjaan pegawai.
Keterlibatan pegawai dalam pengambilan keputusan dapat menjadi keuntungan
bagi pihak manajemen, karena pegawai memiliki pengetahuan lebih banyak
tentang pekerjaan mereka dibandingkan dengan pihak manajemen. Sehingga
keputusan yang dibuat bersama dapat memberikan hasil yang lebih baik karena
dibuat berdasarkan informasi yang lengkap dari berbagai pihak terkait.
Pegawai yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan akan merasa
dirinya dianggap penting oleh Puskesmas, perasaan tersebut dapat mendukung
pegawai untuk lebih menunjukkan komitmen dan loyalitasnya terhadap
Puskesmas. Keterlibatan pegawai dalam pengambilan keputusan akan
menyebabkan pegawai mau dan senang bekerja sama, baik dengan pihak
manajemen maupun dengan sesama rekan kerja yang terlibat. Hasil keputusan
138
yang telah disepakati bersama dapat memicu pegawai untuk bertanggung jawab
dan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Meningkatkan partisipasi
pegawai dapat diwujudkan dengan melakukan pertemuan karyawan atau mini
loka karya secara rutin setiap bulannya untuk membahas permasalahan yang
dihadapi dalam memberikan pelayanan prima kepada pasien.
6.3.3.2. Hubungan antara Hubungan Rekan Kerja dengan Pelayanan Prima
Pegawai
Hubungan dengan sesama rekan kerja merupakan suatu wujud interaksi
sosial yang dapat diartikan sebagai hubungan anatar dua atau lebih individu,
dimana perilaku individu yang satu dapat mempengaruhi, mengubah atau bahkan
memperbaiki pribadi individu yang lain. Menurut Aziz dan Khairil (2010),
hubungan rekan kerja yang baik dapat memberikan pengaruh positif terhadap
emosi atau suasana hati pegawai saat bekerja. Pegawai yang memiliki emosi
positif atau suasana hati yang baik dapat berpengaruh positif terhadap pelayanan
prima yang diberikan oleh pegawai tersebut. Sebaliknya, pegawai yang memiliki
suasana hati yang buruk dan tidak merasa senang atas pekerjaan yang
dilakukannya akan berdampak negatif pula terhadap pelayanan prima yang
diberikannya.
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hal serupa, pelayanan tidak prima
lebih banyak dilakukan oleh pegawai yang memiliki hubungan baik dengan rekan
kerja dibanding pegawai yang memiliki hubungan buruk dengan rekan kerja
sebanyak 23 pegawai (56.1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan yang
baik dengan rekan kerja bukan satu-satunya hal yang dapat berdampak kepada
139
suasana hati dan emosi positif seorang pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk. Faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap tidak primanya pelayanan
yang diberikan pegawai bisa saja dikarenakan beban pekerjaan yang terlalu besar,
jenuh terhadap pekerjaan yang monoton, atau bahkan permasalahan keluarga.
Hubungan baik dengan rekan kerja di lingkungan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk juga dapat berpengaruh negatif terhadap pekerjaan yang dilakukan
pegawai. Pegawai yang memiliki tingkat kesadaran dan konsentrasi rendah dalam
bekerja, akan menyalah gunakan hubungan baik tersebut dengan mengobrol atau
bahkan bercanda saat memberikan pelayanan. Keadaan tersebut tidak hanya
menghalangi pegawai tersebut untuk dapat memberikan pelayanan prima, namun
dapat menjadi penghambat bagi pegawai-pegawai yang bekerja di lingkungan
yang sama untuk dapat memberikan pelayanan prima.
Hasil penelitian tersebut tidak mendukung hipotesis dari teori Ting (1997)
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara hubungan rekan kerja dengan
pelayanan prima pegawai. Analisis chi square menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara hubungan rekan kerja dengan pelayanan prima pegawai
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2015 dengan p sebesar 0.054. Tidak
ditemukannya hubungan diduga karena adanya kubu atau kelompok antar unit
pelayanan yang diyakini mempengaruhi hasil penelitian. Pegawai Puskesmas
cenderung menilai hubungan kekerabatannya berdasarkan hubungannya dengan
rekan kerja dalam satu unit yang berhubungan dengannya setiap hari, tanpa
mempertimbangkan hubungan dengan pegawai lain diluar unit pelayanannya.
Hasil penelitian yang mendukung teori Ting (1997) yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Aziz dan Khairil (2010), hasil penelitian tersebut menunjukkan
140
bahwa ada hubungan antara hubungan baik antara rekan kerja dengan pelayanan
prima pegawai. Fakta di tempat penelitian menunjukkan bahwa pegawai di
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk cenderung memiliki kelompok dengan
pegawai-pegawai yang memiliki hubungan sangat baik dengannya atau berada
didalam satu unit kerja, hal ini biasanya didasari oleh pemikiran yang sama
terhadap hal-hal tertentu dan perasaan saling memahami/mengerti antara satu
sama lain. Adanya kelompok tersebut secara tidak langsung menimbulkan
diskriminasi dan perasaan tidak nyaman yang mungkin dirasakan oleh pegawai
lainnya yang tidak termasuk dalam satu kelompok. Sehingga sulit untuk pegawai
lainnya agar dapat bekerjasama antar unit untuk dapat memberikan pelayanan
prima.
Pada penelitian ini sebagian besar pegawai memiliki hubungan yang tidak
baik dengan sesama rekan kerja. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal
tersebut yaitu melalui program-program komunikasi internal yang efektif.
Komunikasi internal bertujuan untuk menjalin hubungan baik dikalangan pegawai
internal Puskesmas yang diyakini dapat menyelesaikan berbagai masalah yang
dirasakan oleh berbagai pihak. Komunikasi internal yang efektif dapat dilihat dari
berjalannya berbagai upaya komunikasi di lingkungan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk, baik komunikasi antara pegawai dengan koordinator unit,
koordinator pelayanan, koordinator kepegawaian maupun kepala Puskemas atau
sebaliknya dari pihak atasan ke seluruh pegawai dan komunikasi antara sesama
pegawai yang berada dalam satu maupun berbeda unit pelayanan.
Upaya program komunikasi internal di Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk dapat dilakukan melalui Pelatihan service excellence (pelayanan prima)
141
pegawai. Pelatihan tersebut harus diikuti oleh seluruh karyawan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk, termasuk manajemen atas dan Kepala Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk. Tingkat kepentingan dari pelatihan tersebut yaitu adanya
komitmen untuk bersama-sama memberikan pelayanan prima kepada pengunjung
dan/atau pasien Puskesmas Kebon Jeruk. Adanya komitmen bersama tersebut
dapat mendukung pegawai untuk saling memotivasi pegawai agar dapat
memberikan pelayanan prima.
6.3.3.3. Hubungan antara Kepemimpinan dengan Pelayanan Prima
Kepemimpinan menurut Robbins (2006) diartikan sebagai kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Faktor
kepemimpinan dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Apabila pimpinan
organisasi tidak memperhatikan pekerjaan dan kebutuhan pegawainya, maka
kinerja pegawai tidak akan maksimal dan tujuan organisasi tidak akan tercapai.
Sebaliknya pimpinan yang peduli terhadap pegawainya dapat menjadi motivasi
bagi pegawai untuk dapat memberikan kinerja terbaiknya dalam menyelesaikan
setiap pekerjaan.
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hal serupa, dimana pelayanan tidak
prima lebih banyak dilakukan oleh pegawai dengan kepemimpinan baik dibanding
pegawai dengan kepemimpinan buruk sebanyak 26 pegawai (46.4%). Pemimpin
yang memiliki hubungan baik dengan pegawai dan tidak menujukkan tingkat
kedudukan (atasan dan bawahan) seringkali dianggap pegawai sebagai suatu
kesempatan untuk tidak memberikan pelayanan maksimal, karena didasari oleh
pemikiran bahwa pimpinan yang baik akan memaklumi setiap kekurangan atau
142
kesalahan pegawainya tanpa memberikan teguran keras atas kekurangan atau
kesalahannya tersebut. Selain itu tidak adanya sistem reward (penghargaan) dari
pimpinan kepada pegawai yang berprestasi dan/atau memberikan pelayanan yang
sangat baik (pelayanan prima), menyebabkan pegawai tidak memiliki motivasi
untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik.
Hasil penelitian tersebut tidak mendukung teori Ting (1997) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kepemimpinan dengan pelayanan
prima pegawai. Analisis chi square menunjukkan tidak ada hubungan antara
kepemimpinan dengan pelayanan prima pegawai Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk tahun 2015 dengan p sebesar 0.553. Tidak ditemukannya hubungan antara
kepemimpinan dengan pelayanan prima pegawai diduga karena adanya
kesenjangan yang dirasakan oleh beberapa pegawai terhadap kepemimpinan
Kepala Puskesmas. Berdasarkan hasil pengamatan, kesenjangan tersebut
dirasakan oleh sekelompok pegawai sebagai suatu keadaan yang menunjukkan
kepemihakkan Kepala Puskesmas kepada kelompok pegawai lainnya. Sehingga
menimbulkan perasaan tidak diterima yang mencetuskan sikap acuh dan tidak
peduli kepada budaya pelayanan prima yang diterapkan oleh pihak manajemen.
Penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan proporsi yang kecil anatar
pegawai yang beranggapan kepemimpinan baik dan tidak memberikan pelayanan
prima dengan pegawai yang beranggapan kepemimpinan buruk dan tidak
memberikan pelayanan prima.
Penelitian lain yang mendukung teori Ting (1997) yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Sodik, dkk (2013), penelitian tersebut menunjukkan adanya
hubungan antara kepemimpinan dengan pelayanan prima pegawai. Penelitian
143
tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai yang melakukan
pelayanan prima kurang baik didukung oleh kepemimpinan yang kurang baik pula
yaitu sebesar 28 pegawai (40%). Bagi sebagian pegawai yang memiliki karakter
pasif yaitu tidak akan bergerak bila tidak ada yang menggerakan, maka faktor
kepemimpinan akan menjadi sangat penting. Pimpinan akan menjadi seorang
teladan dan pemberi dorongan agar pegawai mau dan mampu memberikan
pelayanan prima.
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan di Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk sudah baik, namun hal tersebut tidak mempengaruhi
pegawai untuk dapat memberikan pelayanan prima. Upaya untuk meningkatkan
kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan prima dapat dilakukan Kepala
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk dengan memberikan reward (penghargaan)
atas pencapaian pegawai dalam memberikan pelayanan prima. Penghargaan yang
diberikan kepada pegawai harus berdasarkan standar dan proses penilaian kinerja
pegawai. Upaya melakukan penilaian terhadap kinerja pegawai dalam
memberikan pelayanan prima dapat melibatkan penanggung jawab dan tim mutu,
koordinator kepegawaian, koordinator pelayanan, koordinator unit dan pasien
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk. Proses penilaian kinerja pegawai dalam
memberikan pelayanan prima dapat dimulai dari menetapkan standar pelayanan
prima pegawai dalam memberikan pelayanan kepada pasien oleh penanggung
jawab dan/atau tim mutu Puskesmas, standar pelayanan prima tersebut bertujuan
untuk dijadikan acuan oleh pegawai dalam memberikan pelayanan prima.
Kepala Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk dapat memberikan
penghargaan kepada pegawai yang memberikan pelayanan paling prima di
144
masing-masing unit dengan mengumumkannya saat pertemuan karyawan.
Penghargaan juga dapat diberikan melalui pemasangan foto beserta nama pegawai
di salah satu titik Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk dengan headlight “employe
of the month”. Foto-foto beserta nama pegawai tersebut kemudian diletakkan di
satu titik dapat dengan mudah dilihat oleh pengunjung Puskesmas, baik pegawai
maupun pasien. Penempatan foto dan nama pegawai yang memiliki kinerja paling
balik dalam memberikan pelayanan prima juga dapat diletakkan di setiap unit
pelayanan, namun disetiap unit cukup satu pegawai dari unit tersebut. Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk yang telah melakukan penilaian perilaku pegawai setiap
bulannya, dinilai cukup memungkinkan untuk dapat melakukan penilaian kinerja
pegawai dalam memberikan pelayanan prima. Upaya tersebut diharapkan dapat
meningkatkan motivasi seluruh pegawai dalam memberikan pelayanan prima
kepada pasien Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk.
145
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian “Faktor-faktor yang berhubungan dengan
pelayanan prima pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta
Barat tahun 2015” yang dilaksanakan pada bulan Juli 2015 hingga September
2015, menghasilkan simpulan sebagai berikut :
7.1.1. Pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk tahun 2015 lebih
banyak yang memberikan pelayanan prima sebanyak 59 pegawai (56.7%)
dibandingkan dengan pegawai yang tidak memberikan pelayanan prima.
7.1.2. Gambaran faktor individu pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk tahun 2015 terdiri dari lebih banyak pegawai termasuk dalam
usia dewasa (26-45 tahun) sebanyak 57 pegawai (54.8%), lebih banyak
pegawai berjenis kelamin wanita sebanyak 72 pegawai (69.2%), lebih
banyak pegawai memiliki tingkat pendidikan tinggi sebanyak 82 pegawai
(78.8%), lebih banyak pegawai sudah pernah menikah sebanyak 57
pegawai (54.8%), dan lebih banyak pegawai dengan masa kerja lama
(lebih dari 3 tahun) sebanyak 52 pegawai (50%).
7.1.3. Gambaran faktor pekerjaan pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk tahun 2015 terdiri dari pegawai dengan ragam keahlian
rendah memiliki jumlah yang sama dengan pegawai yang memiliki ragam
keahlian tinggi sebanyak 52 pegawai (50%), lebih banyak pegawai dengan
identitas tugas rendah sebanyak 66 pegawai (63.5%), lebih banyak
146
pegawai dengan signifikansi tugas tinggi sebanyak 55 pegawai (52.9%),
lebih banyak pegawai dengan otonomi rendah sebanyak 62 pegawai
(59.6%), dan lebih banyak pegawai dengan umpan balik baik sebesar 76
pegawai (73.1%).
7.1.4. Gambaran faktor organisasi pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk tahun 2015 terdiri dari lebih banyak pegawai dengan
komitmen organisasi tinggi sebanyak 62 pegawai (59.6%) dibandingkan
pegawai dengan komitmen organisasi rendah, lebih banyak pegawai
memiliki hubungan buruk dengan rekan kerja 63 pegawai (60.6%)
dibandingkan pegawai yang memiliki hubungan baik dengan rekan kerja,
dan lebih banyak pegawai beranggapan kepemimpinan baik sebanyak 56
pegawai (53.8%).
7.1.5. Tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara faktor individu yang
terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan dan
masa kerja pegawai dengan pelayanan prima pegawai rawat jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
7.1.6. Ditemukan adanya hubungan bermakna antara salah satu faktor pekerjaan
yaitu signifikasi tugas dengan pelayanan prima pegawai rawat jalan
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015. Namun tidak ditemukan
hubungan antara faktor pekerjaan yang terdiri dari ragam keahlian,
identitas tugas, otonomi dan umpan balik dengan pelayanan prima
pegawai rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015.
7.1.7. Tidak ditemukan adanya hubungan bermakna antara faktor organisasi
yang terdiri dari komitmen organisasi, hubungan rekan kerja dan
147
kepemimpinan dengan pelayanan prima pegawai rawat jalan Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015.
7.2. SARAN
7.2.1. Bagi Dinas Kesehatan
Bagi dinas kesehatan disarankan untuk melakukan supervisi terkait
pelaksanaan pelayanan prima pegawai Puskesmas. Upaya tersebut bertujuan
untuk dapat mengevaluasi dan mengembangakn kebijakan terkait
peningkatan mutu dan citra pelayanan publik, terutama citra instansi
kesehatan milik Pemerintah seperti Puskesmas.
7.2.2. Bagi Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
Bagi manajemen Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk disarankan untuk
menetapkan kesepakatan internal terkait nilai tambah pada setiap unsur
pelayanan dalam standar operasional prosedur dan akan lebih baik apabila
dapat melibatkan seluruh pegawai sebagai pelaksana dalam menetapkan
kesepakatan nilai tambah (pelayanan prima) tersebut. Budaya pelayanan
prima harus terus ditanamkan kepada pegawai diberbagai kesempatan baik
briefing, pertemuan karyawan, maupun seminar/workshop/pelatihan terkait
pelayanan prima. Selain itu pihak manajemen juga perlu melakukan
monitoring terhadap pelaksanaan pelayanan prima pegawai, dengan adanya
monitoring dari pihak manajemen setiap pegawai akan merasa wajib
memberikan nilai tambah atau pelayanan prima. Sehingga pegawai yang
semula belum memberikan pelayanan prima akan mulai memberikan
148
pelayanan prima dan menjadi terbiasa untuk dapat melakukan pelayanan
prima.
7.2.3. Bagi Peneliti
Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menilai pelayanan prima
pegawai dengan melibatkan pasien yang menerima pelayanan, agar
penilaian lebih efektif dan tidak subyektif. Selain itu karakteristik pekerjaan
yang dinilai akan lebih efektif apabila diklasifikasikan sesuai dengan bidang
pekerjaan atau unit kerja masing-masing.
149
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Amy. 2009. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Kerja, dan Lingkungan
Kerja terhadap Kinerja Karyawan di PT. KAI DAOP 1 Jakarta. Skripsi.
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Aditama, Tjandra Yoga. 2004. Pelayanan Prima. Jurnal MARSI, 2004, Vol
V, 50-52.
Akbar, Abdi. 2009. Pengaruh Karakteristik Pekerjaan, Karakteristik Organisasi,
dan Karakteristik Individu terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Bank
Swasta di Propinsi Sulawesi Selatan. Analisis. September 2009. Vol6
No.2:183-192.
Allen, N.J. dan Meyer, J.P. 2003. Commitment in the Workplace; Theory,
Research, and Application. Thausand Oanks, CA.: Sage Publishing, Inc.
Ananta. 2008. Hubungan Lingkungan Kerja dengan Semangat Kerja Pegawai di
Kantor Badan Pusat Statistik Kota Surabaya. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial.
Vol.8, No.1, Hal : 1-7
Artini, Ni Nyoman. 2015. Hubungan Penerapan Manajemen Puskesmas dengan
Komitmen Kerja Petugas dengan Mutu Pelayanan Pengobatan pada
PoliUmum di Puskesmas Se-Kabupaten Karangasem. Tesis. Program
Pasca Sarjana, Universitas Udayana : Denpasar.
Aufan, Yaumil. 2014. Analisis Pengaruh Faktor-faktor Karakteristik Pekerjaan
terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan PT Chevron Pacific
Indonesia Departemen PG dan T Minas). Skripsi. Fakultas Ekonomika
dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.
Aziz, Yuhanis Abdul dan Khairil Wahiddin. 2010. Conceptualising The
150
Service Excellence and Its Antecedents: The Development of Structural
Equation Model. Journal of Tourism, Hospitality, and Culinary Arts.
Malaysia.
Azhar, Fachri. 2009. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi
Kerja Karyawan dalam Organisasi Perusahaan (Kasus PT Indofarma
Tbk. Cikarang, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat). Tesis.
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas
Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Barata, Atep Adya. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta : PT
Elex Media Komputindo.
Baskoro, Rendy Pramudika. 2012. Kualitas Pelayanan Prima di Puskesmas
Medokan Ayu Surabaya. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur Surabaya.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Sistem Kesehatan Nasional.
Jakarta
Eko. 2005. Pengaruh Komunikasi, Iklim Organisasi dan Kepemimpinan terhadap
Kinerja Pegawai pada Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sumatera
Selatan.
Elhaitammy, T. 1990. Service Excellence, 6th
. Ed, The Drayden Press: Chicago
Fuadi, Ahmad. 2011. Pengaruh Kompensasi dan Karakteristik Pekerjaan
terhadap Kepuasan Kerja Karyawan”. Skripsi. Program Stusi Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.
Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung : Refika Aditama.
151
Gibson, James L. Rt al. 1996. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Jilid I
Terjemahan Djarkosih. Jakarta : Erlangga.
Guritno, Bambang dan Waridin. 2005. Pengaruh Persepsi Karyawan Mengenai
Perilaku Kepemimpinan, Kepuasan Kerja dan Motivasi Kinerja. KBRI.
Vol.1 No.1. Hal : 63-74
Hackman, J.R., and G.R. Oldham. 1976. Motivation through the design of work :
test of a theory. Organizational Behavior and Human Performance.
Journal of Applied Psychology, Vol.16 : 250-279.
Hackman, J.R., and G.R. Oldham. 1980. Work Redesigns. Addision – Wesley.
USA.
Hadjam, M Noor Rochman. 2001. Efektivitas Pelayanan Prima Sebagai Upaya
Meningkatkan Pelayanan di Rumah Sakit (Perspektif Psikologi). Jurnal
Psikologi, No. 2, 105-115. Universitas Gadja Mada; Yogyakarta.
Handoko. T Hani. 2008. Manjemen Personalia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Hastono, Sutanto Priyo. 2007. Analisis Data Kesehatan. Depok: FKM UI.
Hastono, Sutanto Priyo dan Luknis Sabri. 2010. Statistik Kesehatan. Jakarta:
Rajawali Pers.
Heriansyah, Muhammad. 2013. Hubungan Kinerja Pegawai terhadap Pelayanan
Prima pada Kantor Kelurahan Loatebu Kecamatan Tenggarong di
Kabupaten Kutai Kartanegara.Ejournal Ilmu Administrasi, Vol. 1 No.4 :
Hal. 1453 -1466
Hidayat, Muchtar. 2010. Analisis Komitmen (Affective, Continuance, dan
Normative) terhadap Kualitas Pelayanan Pengesahan STNK Kendaraan
Bermotor. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, vol.12 No.1 ; 11-23.
152
Iskandar. 2003. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kinerja Pegawai Kantor
Kesehatan Pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darusslam. Tesis.
Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia : Depok.
Jasaputra, dll. 2008. Metodelogi Penelitian Biomedis. Edisi 2. Bandung : PT
Danamartha Sejahtera Utama.
Johnston, Robert. 2004. Towards a better understanding of service
excellence. Managing Service Quality. Vol. 14, No. 2-3, Hal. 29-133.
Kalesaran, Jimmy E. 2011. Pelayanan Prima (Service Excellence) di Rumah
Sakit. Di akses 2 April 2015
http://idibalikpapankaltim.blogspot.com/2011/09/pelayanan-primaservice-
excellent-di.html
Kinteki, Noor. 2012. Pelayanan Prima : Tantangan Untuk Melakukan Perubahan
Bagi Aparatur Pada Instansi Pemerintah. Widyaisawara BBPK Jakarta
Kemenkes RI. Di akses pada 2 Februari 2015
http://bppsdmk.depkes.go.id/bbpkjakarta/wp-
content/uploads/2012/06/PelayananPrima.pdf
Kopelman, R.E. (1988). Managing productivity in organization a practice-people
oriented prespective. New York: McGraw Hill Book Company.
Kukuh, Silvester. 2009. Pengaruh Variabel Pelayanan Prima Terhadap
Kepuasan Konsumen (Studi Kasus Pada Bank Negara Indonesia Cabang
Jalan Margonda Raya). Skripsi, Jurusan Ekonomi Fakultas Manajemen
Universitas Gunadarma Depok.
Kumajas, Fisella Wilfin. 2011. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja
153
Perawat di Ruang Rawat inap Penyakit Dalam RSUD Datoe Binangkang
Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal. Program Studi Fakultas
Kedokteran Universtitas Sam Ratulangi Persatuan Perawat Indonesia Kota
Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/5304/4817
Kusumapradja, Rokiah. 2006. Quality Assurance dalam Keperawatan Rumah
Sakit Umum Pusat Persahabatan. Jakarta
Lutiarsi, Riptieni Tri. 2002. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja
Petugas Laboratorium Puskesmas di Kabupaten Semarang. Tesis.
Universitas Diponegoro Semarang.
Muslimah, S. 2001. Pentingnya Pelanggan Bagi Kita. Makalah. Yogyakarta.
Natshir. 2008. Kinerja Perawat dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan di
Rumah Sakit dan Faktor yang Mempengaruhinya. Skripsi.
Noermijati, Totok Yuliarso. 2013. Pengaruh Karakteristik Individu,
Karakteristik Pekerjaan dan Karakteristik Organisasi terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan pada PT. AJ. Central Asia Raya Sub Area Malang. Di
akses pada 5 Maret 2015
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=189021&val=6467&t
itle=PENGARUH%20KARAKTERISTIK%20INDIVIDU,%20KARAKT
ERISTIK%20PEKERJAAN,%20DAN%20KARAKTERISTIK%20ORG
ANISASI%20TERHADAP%20KEPUASAN%20KERJA%20KARYAW
AN%20PADA%20PT.AJ.%20CENTRAL%20ASIA%20RAYA%20SUB
%20AREA%20MALANG
Notoatmodjo, Soekijo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.
154
Rineka Cipta.
Novita, Meilastri. 2012. Pengaruh Pelayanan Prima Terhadap Kepauasan
Nasabah pada PT. Bank Mandiri (PERSERO) Tbk Cabang Kartini
Makassar. Skripsi. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Hasanuddin Makassar..
Padmowihardjo, Soedijanto. 1994. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta :
Universitas Terbuka.
Pande, Dwi Maryanti dan Komang Gede Rai Mulyawan. 2013. Hubungan Faktor
Internal dengan Kinerja Pegawai di Rumah Sakit Daerah Wangaya Kota
Denpasar. Community Health. Vol. I No.3 Juli 2013 : Hal.184 – 194.
Panjaitan, Lidia Febrika. 2014. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap
Peningkatan Kinerja Karyawan pada PT Perkebunan Nusantara III
Kebun Sarang Ginting. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Panudju, Agung. 2003. Pengaruh Kompensasi dan Karakteristik Pekerjaan
terhadap Kepuasan Kerja Karyawan unit PT.X Palembang. Jurnal
Manajemen dan bisnis Sriwijaya.
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2015. Peraturan
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 27 tahun 2015
tentang Budaya Kerja pada Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta. Jakarta : Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Jakarta :
Pemerintah Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Republik
155
Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan
Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia.
Peraturan Presiden Republik Indonesia . 2013. Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan. Jakarta :
Peraturan Presiden Republik Indonesia.
Prasetyo, Dimas. 2008. Pengaruh Karakteristik Individu, Karakteristik
Organisasi dan Karakteristik Pekerjaan terhadap Kinerja Karyawan pada
PT. Polysindo Eka Perkasa di Kaliwingu, Kendal. Skripsi. Jurusan
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.
Priyono, A., Amin C., dan Martini K. T. 2009. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta :
Pusat Perbukuan, Depatemen Pendidikan Nasional.
Rahmawati, Putri. 2012. Analisis Kinerja Pegawai Kantor Dinas Kesehatan
Kabupaten Bintan Provinsi Kepualauan Riau. Tesis. Program Magister
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia : Depok.
Rahmayanty, Nina. 2010. Manajemen Pelayanan Prima: Mencegah Pembelotan
dan Membangun Customer Loyality. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Risnita. 2012. Pengembangan Skala Model Likert. Edu-Bio; Vol. 3, hal. 89-99.
Rivai, Veithzal. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan :
dari Teori dan Praktik. PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta
Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Sepuluh. PT Indeks; Jakarta
Robbins, Stephen P. & Timothy A. Judge, 2009. Organizatinal Behavior. 13th
Edition. USA : Pearson Internatinal Edition, Pretice -Hall.
Saesar, Salman. 2003. Usaha Melaksanakan Pelayanan Prima. Di Akses pada 25
156
Februari 2015
http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/upayamelaksanakanpelayananp
rima.pdf
Saputra, Tri Wibawa. 2004. Analaisis Pengaruh Dimensi-dimensi Karakteristik
Pekerjaan Inti terhadap Kepuasan Kerja Karyawan dengan Growth Need
Strenght (GNS) sebagai Variabel Pemoderat (Penelitian Pegawai
Administratif Tingkatan Pelaksana RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro,
Klaten). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Siagian, Sondang (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia; cetakan 15.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sodik, Muhammad Ali, dkk. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Pelaksanaan Pelayanan Prima Pegawai di RSUI Orpeha Tulungagung.
STIKes Surya Mitra Husada; Kediri. Di akses pada 24 Februari 2015
http://publikasi.stikesstrada.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/4-
FAKTOR-YANG-BERHUBUNGAN-PELAKSANAAN.pdf
Solihin, Agung. 2014. Service Culture Building : Semangat Bermanfaat. Jakarta :
Aha Publishing – Akar Utama.
Subyantoro, Arief. 2009. Karakteristik Individu, Karakteristik
Pekerjaan, Karakteristik Organisasi dan Kepuasan Kerja Pengurus yang
dimediasi oleh Motivasi Kerja (Srudi pada Pengurus KUD di Kabupaten
Sleman). UPN “Veteran”. Yogyakarta.
Sudarma, Ketut. 2012. Mencapai Sumber Daya Manusia Unggul (Analisis
Kinerja dan Kualitas Pelayanan). Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 3,
No. 1, Hal. 76-83.
157
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian pedidikan pendekatan kuantitatif,
kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D). Bandung: Alfabeta
. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugito, Pudjo dan Siti Nurjannah. 2004. Analisis Pengaruh Karakteristik Individu,
Pekerjaan, dan Organisasi pada Kinerja Karyawan Perusahaan Daerah
Air Minum Kota Malang. Jurnal Penelitian. Vol. XVI, No. 1. Universitas
Merdeka Malang.
Sutopo dan Suryanto Adi. 2006. Pelayanan Prima. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara Republik Indonesia.
Tim Penyusun Bahan Sosialisasi dan Advokasi Jaminan Kesehatan
Nasional, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Buku
Pegangan Sosialisasi : Jaminan Kesehatan Nasional dala Sistem Jaminan
Sosial Nasional.
Ting, Yuan. (1997). Determinans of Job Satisfaction of Federal Government
Employes. Public Personnel Management Abstract. 26, No.3 : 313.
Wijaya, Tony. 2008. Pengaruh Kepuasan pada Penanganan Keluhan dan Citra
Perusahaan Terhadap Loyalitas Konsumen Natasha Skin Care. Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi IEU; Yogyakarta.
Wirtz, J., Heracleous, L., and Pangarkar, N. (2008). Managing Human Resources
for Service Excellence and Cost Effectiveness at Singapore Airlines.
Managing Service Quality, 18, (1), 4-19
158
Wulandari, Esti. 2008. Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Fleksibel terhadap
Kualitas Kehidupan Kerja (Stusi pada Pekerjaan Agen Asuransi). Tesis.
Industrial Engineering and Management Institut Teknologi Bandung.
Yanovitch, Teri. 2014. Creating a Culture of Service Excellence. Di akses pada 26
Desember 2015
http://www.lssc.edu/about/ServiceExcellence/Documents/Orientation.pdf
Yatnikasari, Aat. 2010. Hubungan Program Retensi dengan Komitmen
Organisasi Perawat Pelaksana di RSAB Harapan Kita. Tesis. Program
Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Yulivia, Debi. 2014. Studi Tentang Pelayanan Prima di UPTD Puskesmas
Loa Janan Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal Ilmu Pemerintahan. Di
akses pada 2 Januari 2015 http://ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2014/02/JURNAL_debi_Yulivia%20(02-28-14-10-33-
32).pdf
xxii
LAMPIRAN
xxiii
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAYANAN
PRIMA PEGAWAI PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK
TAHUN 2015
Assalamualaikum, Wr. Wb.
Saya mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang akan melakukan penelitian dengan judul “Faktor-
faktor yang berhubungan dengan Pelayanan Prima Pegawai Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk Tahun 2015”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana pada Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut, saya mengharapkan responden untuk bersedia
ikut serta dalam penelitian ini. Responden dapat berpartisipasi dengan cara mengisi
beberapa lembar kuesioner ini. Pengisian kuesioner ini tidak akan mempengaruhi
kedudukan dan jabatan responden sebagai pegawai Puskesmas Kecamatan
Kebon Jeruk. Untuk itu responden dimohon untuk mengisi seluruh pernyataan yang
tertera dengan sebenar-benarnya. Identitas responden juga akan dirahasiakan dan
semua informasi yang diberikan hanya dipergunakan untuk kepentingan penelitian.
Terima kasih atas partisipasinya.
Jakarta, 15 September 2015
Rizki Asriani Putri
xxiv
1. FAKTOR INDIVIDU
Petunjuk Pengisian :
Isilah jawaban pada pertanyaan dibawah ini atau beri tanda check (√ ) pada
kolom jawaban yang Anda pilih. Data ini akan dirahasiakan dan hanya dibaca
oleh peneliti.
A. Nomor Responden : Unit Kerja :
(Diisi oleh Peneliti)
B. Usia : Tahun
C. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
D. Tingkat Pendidikan : SD - SMP
SMA
Diploma/Sarjana dan Sederajat
E. Status Perkawinan : Belum Menikah Menikah
Janda / Duda
F. Lama Bekerja : Bulan/Tahun
Di Puskesmas
Ttd Responden
Nama :
xxv
2. FAKTOR PEKERJAAN
Petunjuk Pengisian :
Pilih salah satu alternatif jawaban yang Anda anggap sesuai dengan kenyataan
yang Anda hadapi, dengan memberikan tanda check (√ ) pada pilihan kolom
sebagai berikut :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
R : Ragu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
No. PERTANYAAN JAWABAN
G. Ragam Keahlian STS
1
TS
2
R
3
S
4
SS
5
1. Pekerjaan saya tidak menuntut saya untuk
menganalisa kebutuhan pasien
2. Pekerjaan saya menuntut saya untuk dapat
melayani kebutuhan pasien
3. Pekerjaan saya tidak menuntut saya untuk dapat
menangani keluhan pasien
4. Pekerjaan saya tidak menuntut saya untuk dapat
terampil berkomunikasi dengan pasien
5. Pekerjaan saya menuntut saya untuk dapat
memberikan informasi yang sesuai dengan
kebutuhan pasien
H. Identitas Tugas STS
1
TS
2
R
3
S
4
SS
5
1. Saya memahami dengan baik Standar
Operasional Prosedur (SOP) dari pekerjaan saya
2. Saya tidak mengetahui dengan pasti input dari
pekerjaan yang saya lakukan
3. Saya mengetahui dengan pasti aktivitas yang
harus dilakukan saat bekerja
4. Saya tidak mengetahui dengan pasti hasil akhir
yang harus saya capai saat bekerja
I. Signifikan Tugas STS
1
TS
2
R
3
S
4
SS
5
1. Kualitas Pekerjaan yang saya berikan
mempengaruhi kepuasan pasien
2. Kualitas pekerjaan yang saya lakukan dapat
xxvi
mempengaruhi citra atau nama baik Puskesmas
3. Pegawai dari unit lain tidak mengharapkan tugas-
tugas saya selesai dengan baik
4. Pegawai lain baru akan bekerja setelah pekerjaan
saya selesai
J. Otonomi STS
1
TS
2
R
3
S
4
SS
5
1. Dalam bekerja saya harus selalu menyelesaikan
pekerjaan sesuai dengan arahan atasan
2. Kebebasan saya dalam menentukan cara
penyelesaian pekerjaan harus tetap di
pertanggung jawabkan
3. Saya bertanggungjawab penuh terhadap
pekerjaan yang saya lakukan terkait pelayanan di
Puskesmas
K. Umpan Balik STS
1
TS
2
R
3
S
4
SS
5
1. Saya tidak pernah diberikan petunjuk terkait
bagaimana menyelesaikan pekerjaan dengan baik
2. Kinerja saya tidak dievaluasi secara rutin oleh
kepala unit atau atasan langsung
3. Saya berkesempatan mendapatkan gambaran
atau pengarahan yang jelas mengenai baik dan
buruknya hasil pekerjaan yang lakukan
xxvii
3. FAKTOR ORGANISASI
Petunjuk Pengisian :
Pilih salah satu alternatif jawaban yang Anda anggap sesuai dengan kenyataan
yang Anda hadapi, dengan memberikan tanda check (√ ) pada pilihan kolom
sebagai berikut :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
R : Ragu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
NO. PERTANYAAN JAWABAN
L. Komitmen Organisasi STS
1
TS
2
R
3
S
4
SS
5
1. Saya mendapat kemudahan atas kebijakan-
kebijakan yang di berlakukan oleh
Puskesmas
2. Saya bersedia bekerja lebih keras untuk
meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas
3. Saya bersedia diberikan tugas apa saja agar
dapat terus bekerja di Puskesmas ini
4. Saya tidak mendapatkan apa yang saya
inginkan di Puskesmas ini, baik dari segi
moril dan materil yang belum tentu saya
dapatkan di tempat kerja lain
5. Saya akan pindah tempat bekerja apabila
ada yang menawarkan keuntungan lebih
besar
6. Puskesmas ini tidak memotivasi diri saya
untuk mencapai satu prestasi yang tinggi
M. Hubungan Rekan Kerja STS
1
TS
2
R
3
S
4
SS
5
1. Saya tidak mempunyai kesempatan
bersosialisasi dengan rekan sekerja diluar
pekerjaan (saat istirahat, sepulang kerja, sll)
yang membuat saya lebih nyaman dalam
bekerja
2. Terjalinnya kerjasama antar sesama rekan
kerja membuat saya lebih semangat dalam
bekerja
xxviii
3. Saya dan sesama rekan kerja sering
bersosialisasi walaupun di luar pekerjaan
(silahturahmi)
4. Kerjasama atau hubungan baik hanya
terjadi di saat bekerja
5. Saran dan kritik dari rekan kerja
disampaikan secara kekeluargaan
6. Saran dan kritik dari rekan kerja membuat
saya bekerja lebih baik
N. Kepemimpinan STS
1
TS
2
R
3
S
4
SS
5
1. Kepala unit pelayanan kurang memiliki
hubungan yang baik dengan pegawai
2. Kepala unit pelayanan memberikan
kebebasan kepada pegawai untuk
memberikan pendapat
3. Kepala unit tidak dapat menciptakan
suasana yang kerja kondusif
4. Saya tidak mendapat dukungan kepala unit
saat dinilai pasien telah melakukan
kesalahan, meskipun apa yang saya lakukan
mengikuti atau sesuai dengan prosedur
5. Kepala Puskesmas memiliki hubungan baik
dengan pegawai
6. Kepala Puskesmas tidak memberikan
kebebasan bagi pegawai untuk memberikan
pendapat
7. Kepala Puskesmas tidak dapat
mendelegasikan wewenang dengan baik
8. Kepala Puskesmas selalu memberikan
bimbingan, arahan, dan dorongan kepada
pegawai
9. Kepala Puskesmas mengetahui dengan jelas
prosedur pelayanan dan memberikan
dukungan serta pembelaan kepada pegawai
yang menjalankannya
10. Kepala Puskesmas memberikan
penghargaan bagi pegawai yang memiliki
kinerja baik
xxix
Lembar Observasi Pelayanan Prima Pegawai Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk Tahun 2015
No. Indikator Pengamatan
Kode Pegawai Per Unit
1 2 3 4
S K J S K J S K J S K J
1. Kemampuan :
a. Mampu menjawab
informasi yang
ditanyakan oleh pasien
secara singkat dan
jelas
b. Kecepatan waktu
dalam pelayanan
c. Ketepatan pelayanan
d. Mampu menangani
keluhan/kemarahan
dari pasien secara
langsung (face to face)
e. Komunikasi Verbal :
Setiap kata dan suara
terdengar jelas
Intonasi suara terjaga
Mendengarkan pasien
dengan aktif dan
seksama
Bahasa formal
Tidak memotong
pembicaraan
f. Komunikasi Non
Verbal
Kontak mata dengan
pasien disertai senyum
Tatapan mata
bersahabat/tidak
kosong
Tidak menggigit bibir
Kepala mengangguk
sebagai isyarat
menghormat atau
persetujuan
xxx
No. Indikator Pengamatan
Kode Pegawai Per Unit
1 2 3 4
S K J S K J S K J S K J
Tidak memegang
kepala dengan tangan
2. Penampilan:
a. Berpakaian rapi
b. Menggunakan
seragam sesuai
peraturan
c. Memakai atribut kerja
lengkap
d. Rambut rapi dan
bersih (rambut tidak
menutupi telinga bagi
pegawai laki-laki dan
bagi wanita
berkerudung rapi,
tidak di model
berlebihan)
e. Menjaga kebersihan
diri
f. Tidak menggunakan
perhiasan berlebihan
g. Kumis dirapikan dan
janggut di cukur bagi
laki-laki dan make up
tidak terlalu mencolok
bagi perempuan
h. Memakai sepatu
sesuai saat pelayanan
3. Sikap :
a. Senyum
b. Sapa
c. Salam
d. Sikap tubuh tegak
e. Sopan dan hormat
f. Anthusiasme
g. Ekspresi wajah hangat
4. Perhatian :
a. Bersikap ramah ketika
menerima pasien
xxxi
No. Indikator Pengamatan
Kode Pegawai Per Unit
1 2 3 4
S K J S K J S K J S K J
b. Menanyakan maksud
dan tujuan pasien
c. Memberikan pasien
kesempatan berbicara
d. Ketika berbicara
pandangan mata
tertuju pada pasien
e. Berusaha memahami
kebutuhan pasien
f. Mendengarkan
dengan baik dan
bersungguh-sungguh
g. Berusaha untuk
menghafal pasien yang
rutin berobat
h. Menawarkan beberapa
pilihan kepada pasien
jika diperlukan
6. Tindakan :
a. Menghentikan
pekerjaan sejenak
untuk menanggapi
pasien
b. Sigap dalam
memberikan informasi
kepada pasien
c. Menjelaskan
informasi secara rinci
dan sistematis
d. Mencatat secara
cermat dan tepat
e. Sigap dalam
memenuhi kebutuhan
pasien
f. Sigap dalam
menangani keluhan
pasien
g. Sigap dalam
menangani amarah
xxxii
No. Indikator Pengamatan
Kode Pegawai Per Unit
1 2 3 4
S K J S K J S K J S K J
7. Tanggung Jawab :
a. Menepati janji yang
diberikan kepada
pasien
b. Menjaga kontak
dengan pasien jika
diperlukan
c. Mengusahakan
memenuhi kebutuhan
pasien
d. Menyelesaikan
pekerjaan secara
tuntas
e. Selalu berada ditempat
kerja saat pelayanan
f. Memulai dan
mengakhiri pelayanan
tepat waktu
T O T A L
Tanggal Observasi : / /
Unit Pegawai :
Nama Pegawai : 1.
2.
3.
4.
xxxiii
Validity and Reliability
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.974 41
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
Analisa Kebutuhan 152.50 690.579 .558 .973
Melayani Kebutuhan 152.40 692.358 .500 .974
Rutin dan Berulang 152.50 689.316 .590 .973
Komunikasi Pasien 152.30 693.905 .567 .973
Memberrikan Informasi 152.70 664.537 .849 .972
Paham SOP 152.60 665.095 .894 .972
Tidak Mengetahui Input 152.50 686.789 .521 .974
Mengetahui Proses 152.45 685.418 .649 .973
Tidak Mengetahui Output 152.35 680.239 .623 .973
Kualitas Kerja mempengaruhi Kepuasan Pasien
152.40 687.200 .577 .973
Kualitas Kerja mempengaruhi Citra Puskesmas
152.35 675.713 .568 .974
Petugas lain yidak mengharapkan tugas selesai dengan baik
152.55 663.839 .884 .972
Input bagi pegawai lain 152.40 688.463 .548 .974
Tidak Diizinkan Memutuskan Sendiri Cara Penyelesaian Tugas
152.45 689.734 .546 .974
Mempertanggungjawabkan cara penyelesaian
152.50 663.000 .869 .972
Bertanggungjawab terhadap pekerjaan
151.70 698.642 .557 .974
Tidak Pernah Diberikan Petunjuk 152.45 674.050 .800 .973
Kinerja Tidak di Evaluasi Rutin 152.65 670.661 .654 .973
Mendapat Gambaran Hasil Kerja 152.30 691.484 .568 .973
Kemudahan atas Kebijakan 152.45 693.524 .456 .974
Bersedia Bekerja Lebih Keras 152.10 698.621 .687 .973
Bersedia Diberikan Tugas Apapun
152.90 670.305 .823 .973
Tidak Mendapat Apa yang Diinginkan
152.45 670.682 .821 .973
Akan Pindah Bila Keuntungan Lebih Besar
152.80 686.905 .558 .973
Tidak Memotivasi Mencapai Prestasi Tinggi
152.70 672.642 .776 .973
Tidak Sempat Bersosialisasi 152.40 671.200 .829 .972
Terjalin Kerjasama 152.00 698.316 .610 .974
Bersosialisasi di Luar Pekerjaan 152.65 667.713 .702 .973
Kerjasama Hanya Saat Kerja 153.10 680.411 .532 .974
Saran dan Kritik Kekeluargaan 152.35 685.924 .581 .973
Saran dan Kritik membuat Bekerja Lebih Baik
151.95 698.261 .486 .974
Hubungan Kurang Baik dengan KU
152.80 672.168 .884 .972
KU Memberikan Kebebasan Berpendapat
152.65 665.818 .830 .972
Suasana Kerja tidak Kondusif 152.90 667.779 .790 .973
Tidak Didukung saat dianggap salah namun taat prosedur
152.65 666.450 .907 .972
xxxiv
Hubungan Baik dengan KP 152.15 698.555 .477 .974
KP Tidak Memberikan Kebebasan Berpendapat
152.55 663.629 .933 .972
KP Tidak Mendelegasikan Wewenang dengan Baik
152.75 663.882 .900 .972
KP Memberikan Bimbingan, Arahan dan Dorongan
152.65 664.029 .762 .973
KP Tau Prosedur dan Membela sesuai Prosedur
152.25 695.882 .547 .974
KP Memberikan Penghargaan untuk Kinerja Baik
152.75 666.092 .783 .973
NORMALITY Descriptives
Statistic Std. Error
Pelayanan Prima Mean 38.10 .453
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 37.20
Upper Bound 38.99
5% Trimmed Mean 38.39
Median 39.00
Variance 21.311
Std. Deviation 4.616
Minimum 22
Maximum 46
Range 24
Interquartile Range 5
Skewness -1.033 .237
Kurtosis 1.061 .469
RK Mean 4.0885 .05606
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.9773
Upper Bound 4.1996
5% Trimmed Mean 4.1094
Median 4.1000
Variance .327
Std. Deviation .57171
Minimum 2.80
Maximum 5.00
Range 2.20
Interquartile Range .40
Skewness -.519 .237
Kurtosis .176 .469
IT Mean 4.0457 .04053
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.9653
Upper Bound 4.1261
5% Trimmed Mean 4.0502
Median 4.0000
Variance .171
Std. Deviation .41332
Minimum 2.75
Maximum 5.00
Range 2.25
Interquartile Range .44
Skewness -.232 .237
xxxv
Kurtosis .952 .469
ST Mean 3.6827 .04483
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.5938
Upper Bound 3.7716
5% Trimmed Mean 3.6998
Median 3.7500
Variance .209
Std. Deviation .45718
Minimum 1.75
Maximum 5.00
Range 3.25
Interquartile Range .50
Skewness -.874 .237
Kurtosis 3.429 .469
OTO Mean 3.4744 .03802
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.3989
Upper Bound 3.5498
5% Trimmed Mean 3.4758
Median 3.3333
Variance .150
Std. Deviation .38776
Minimum 2.33
Maximum 5.00
Range 2.67
Interquartile Range .33
Skewness .284 .237
Kurtosis 2.375 .469
UB Mean 3.8910 .04426
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.8032
Upper Bound 3.9788
5% Trimmed Mean 3.8939
Median 4.0000
Variance .204
Std. Deviation .45140
Minimum 2.67
Maximum 5.00
Range 2.33
Interquartile Range .33
Skewness -.531 .237
Kurtosis 1.096 .469
KOM Mean 3.7436 .03911
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.6660
Upper Bound 3.8212
5% Trimmed Mean 3.7447
Median 3.8333
Variance .159
Std. Deviation .39884
Minimum 2.33
Maximum 5.00
Range 2.67
Interquartile Range .50
xxxvi
Skewness -.242 .237
Kurtosis 1.713 .469
HUB RK Mean 4.0433 .03408
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.9757
Upper Bound 4.1109
5% Trimmed Mean 4.0459
Median 4.0000
Variance .121
Std. Deviation .34759
Minimum 3.00
Maximum 5.00
Range 2.00
Interquartile Range .17
Skewness -.104 .237
Kurtosis 1.448 .469
KEP Mean 3.8529 .04497
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.7637
Upper Bound 3.9421
5% Trimmed Mean 3.8752
Median 4.0000
Variance .210
Std. Deviation .45857
Minimum 2.50
Maximum 5.00
Range 2.50
Interquartile Range .30
Skewness -.969 .237
Kurtosis 1.966 .469
Frequency Table
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Remaja 31 29.8 29.8 29.8
Dewasa 57 54.8 54.8 84.6
Lansia 16 15.4 15.4 100.0
Total 104 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Perempuan 72 69.2 69.2 69.2
laki-laki 32 30.8 30.8 100.0
Total 104 100.0 100.0
STATUS BARU
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid belum pernah kawin 47 45.2 45.2 45.2
sudah pernah kawin 57 54.8 54.8 100.0
Total 104 100.0 100.0
xxxvii
PELAYANANPRIMA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Pelayanan Prima 59 56.7 56.7 56.7
Pelyanan Tidak Prima 45 43.3 43.3 100.0
Total 104 100.0 100.0
RAGAMKEAHLIAN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tinggi 52 50.0 50.0 50.0
Rendah 52 50.0 50.0 100.0
Total 104 100.0 100.0
IDENTITASTUGAS
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tinggi 38 36.5 36.5 36.5
Rendah 66 63.5 63.5 100.0
Total 104 100.0 100.0
SIGNIFIKANSITUGAS
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tinggi 55 52.9 52.9 52.9
Rendah 49 47.1 47.1 100.0
Total 104 100.0 100.0
OTONOMI_BARU
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Baik 42 40.4 40.4 40.4
Buruk 62 59.6 59.6 100.0
Total 104 100.0 100.0
UMPANBALIK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Baik 76 73.1 73.1 73.1
Buruk 28 26.9 26.9 100.0
Total 104 100.0 100.0
Masa Kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Baru 30 28.8 28.8 28.8
Sedang 22 21.2 21.2 50.0
Lama 52 50.0 50.0 100.0
Total 104 100.0 100.0
xxxviii
KOMITMEN_BARU
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tinggi 62 59.6 59.6 59.6
Rendah 42 40.4 40.4 100.0
Total 104 100.0 100.0
HUBREKAN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Baik 41 39.4 39.4 39.4
Buruk 63 60.6 60.6 100.0
Total 104 100.0 100.0
KEPEMIMPINAN_BARU
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Baik 56 53.8 53.8 53.8
Buruk 48 46.2 46.2 100.0
Total 104 100.0 100.0
Crosstabs Usia * PELAYANANPRIMA
Crosstab
PELAYANANPRIMA
Total pelayanan tidak
prima pelayanan prima
Usia Remaja Count 11 20 31
% within Usia 35.5% 64.5% 100.0%
Dewasa Count 27 30 57
% within Usia 47.4% 52.6% 100.0%
Lansia Count 7 9 16
% within Usia 43.8% 56.2% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within Usia 43.3% 56.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.157a 2 .561
Likelihood Ratio 1.169 2 .557
Linear-by-Linear Association .558 1 .455
N of Valid Cases 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,92.
xxxix
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a USIA 1.149 2 .563
USIA(1) .347 .628 .304 1 .581 1.414 .413 4.846
USIA(2) -.146 .570 .066 1 .798 .864 .283 2.639
Constant .251 .504 .249 1 .618 1.286
a. Variable(s) entered on step 1: USIA.
Jenis Kelamin * PELAYANANPRIMA
Jenis Kelamin * PELAYANANPRIMA Crosstabulation
PELAYANANPRIMA
Total pelayanan tidak
prima pelayanan prima
Jenis Kelamin Perempuan Count 28 44 72
% within Jenis Kelamin 38.9% 61.1% 100.0%
laki-laki Count 17 15 32
% within Jenis Kelamin 53.1% 46.9% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within Jenis Kelamin 43.3% 56.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.829a 1 .176
Continuity Correctionb 1.295 1 .255
Likelihood Ratio 1.820 1 .177
Fisher's Exact Test .202 .128
Linear-by-Linear Association 1.811 1 .178
N of Valid Casesb 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,85.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jenis Kelamin (Perempuan / laki-laki)
.561 .242 1.301
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan tidak prima
.732 .474 1.132
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan prima
1.304 .863 1.969
N of Valid Cases 104
xl
Tingkat Pendidikan * PELAYANANPRIMA
Crosstab
PELAYANANPRIMA
Total
pelayanan tidak prima pelayanan prima
PENDIDIKAN_BARU penddikan rendah-sedang Count 10 12 22
% within PENDIDIKAN_BARU
45.5% 54.5% 100.0%
pendidikan tinggi Count 35 47 82
% within PENDIDIKAN_BARU
42.7% 57.3% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within PENDIDIKAN_BARU
43.3% 56.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .054a 1 .816
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .054 1 .816
Fisher's Exact Test .814 .501
Linear-by-Linear Association .054 1 .817
N of Valid Casesb 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,52.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for PENDIDIKAN_BARU (penddikan rendah-sedang / pendidikan tinggi)
1.119 .434 2.883
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan tidak prima
1.065 .632 1.795
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan prima
.952 .622 1.455
N of Valid Cases 104
Status Perkawinan * PELAYANANPRIMA
STATUS BARU * PELAYANANPRIMA Crosstabulation
PELAYANANPRIMA
Total pelayanan tidak
prima pelayanan
prima
STATUS BARU belum pernah kawin Count 17 30 47
% within STATUS BARU 36.2% 63.8% 100.0%
sudah pernah kawin Count 28 29 57
% within STATUS BARU 49.1% 50.9% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within STATUS BARU 43.3% 56.7% 100.0%
Chi-Square Tests
xli
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.761a 1 .185
Continuity Correctionb 1.272 1 .259
Likelihood Ratio 1.770 1 .183
Fisher's Exact Test .234 .130
Linear-by-Linear Association 1.744 1 .187
N of Valid Casesb 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,34.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for STATUS BARU (belum pernah kawin / sudah pernah kawin)
.587 .266 1.293
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan tidak prima
.736 .464 1.169
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan prima
1.255 .899 1.752
N of Valid Cases 104
Masa Kerja * PELAYANANPRIMA
Crosstab
PELAYANANPRIMA
Total pelayanan tidak
prima pelayanan prima
Masa Kerja Baru Count 10 20 30
% within Masa Kerja 33.3% 66.7% 100.0%
Sedang Count 11 11 22
% within Masa Kerja 50.0% 50.0% 100.0%
Lama Count 24 28 52
% within Masa Kerja 46.2% 53.8% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within Masa Kerja 43.3% 56.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.789a 2 .409
Likelihood Ratio 1.816 2 .403
Linear-by-Linear Association 1.047 1 .306
N of Valid Cases 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,52.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a MASAKERJA 1.767 2 .413
MASAKERJA(1) .539 .477 1.278 1 .258 1.714 .673 4.365
MASAKERJA(2) -.154 .509 .092 1 .762 .857 .316 2.325
Constant .154 .278 .307 1 .579 1.167
xlii
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.789a 2 .409
Likelihood Ratio 1.816 2 .403
Linear-by-Linear Association 1.047 1 .306
a. Variable(s) entered on step 1: MASAKERJA.
RAGAMKEAHLIAN * PELAYANANPRIMA
Crosstab
PELAYANANPRIMA
Total
pelayanan tidak prima
pelayanan prima
RAGAM_KEAHLIAN ragam keahlian rendah Count 26 26 52
% within RAGAM_KEAHLIAN 50.0% 50.0% 100.0%
ragam keahlian tinggi Count 19 33 52
% within RAGAM_KEAHLIAN 36.5% 63.5% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within RAGAM_KEAHLIAN 43.3% 56.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.919a 1 .166
Continuity Correctionb 1.410 1 .235
Likelihood Ratio 1.926 1 .165
Fisher's Exact Test .235 .117
Linear-by-Linear Association 1.901 1 .168
N of Valid Casesb 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for RAGAM_KEAHLIAN (ragam keahlian rendah / ragam keahlian tinggi)
1.737 .793 3.803
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan tidak prima
1.368 .873 2.145
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan prima
.788 .560 1.108
N of Valid Cases 104
xliii
IDENTITASTUGAS * PELAYANANPRIMA
Crosstab
PELAYANANPRIMA
Total
pelayanan tidak prima pelayanan prima
IDENTITAS_TUGAS identitas tugas rendah Count 30 36 66
% within IDENTITAS_TUGAS 45.5% 54.5% 100.0%
identutas tugas tinggi Count 15 23 38
% within IDENTITAS_TUGAS 39.5% 60.5% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within IDENTITAS_TUGAS 43.3% 56.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .351a 1 .553
Continuity Correctionb .150 1 .699
Likelihood Ratio .353 1 .553
Fisher's Exact Test .682 .350
Linear-by-Linear Association .348 1 .555
N of Valid Casesb 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,44.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for IDENTITAS_TUGAS (identitas tugas rendah / identutas tugas tinggi)
1.278 .568 2.875
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan tidak prima
1.152 .717 1.850
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan prima
.901 .643 1.264
N of Valid Cases 104
SIGNIFIKANSITUGAS * PELAYANANPRIMA
Crosstab
PELAYANANPRIMA
Total
pelayanan tidak prima pelayanan prima
SIGNIFIKANSI_TUGAS signifikansi tugas rendah Count 16 33 49
% within SIGNIFIKANSI_TUGAS
32.7% 67.3% 100.0%
signifikansi tugas tinggi Count 29 26 55
% within SIGNIFIKANSI_TUGAS
52.7% 47.3% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within SIGNIFIKANSI_TUGAS
43.3% 56.7% 100.0%
xliv
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.254a 1 .039
Continuity Correctionb 3.476 1 .062
Likelihood Ratio 4.296 1 .038
Fisher's Exact Test .048 .031
Linear-by-Linear Association 4.213 1 .040
N of Valid Casesb 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21,20.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for SIGNIFIKANSI_TUGAS (signifikansi tugas rendah / signifikansi tugas tinggi)
.435 .196 .965
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan tidak prima
.619 .386 .994
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan prima
1.425 1.014 2.002
N of Valid Cases 104
OTONOMI_BARU * PELAYANANPRIMA
Crosstab
PELAYANANPRIMA
Total pelayanan tidak
prima pelayanan prima
OTONOMI Otonomi rendah Count 27 35 62
% within OTONOMI 43.5% 56.5% 100.0%
Otonomi tinggi Count 18 24 42
% within OTONOMI 42.9% 57.1% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within OTONOMI 43.3% 56.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .005a 1 .944
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .005 1 .944
Fisher's Exact Test 1.000 .553
Linear-by-Linear Association .005 1 .945
N of Valid Casesb 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,17.
b. Computed only for a 2x2 table
xlv
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for OTONOMI (Otonomi rendah / Otonomi tinggi)
1.029 .466 2.268
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan tidak prima
1.016 .648 1.593
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan prima
.988 .702 1.390
N of Valid Cases 104
UMPANBALIK * PELAYANANPRIMA
Crosstab
PELAYANANPRIMA
Total pelayanan tidak
prima pelayanan prima
UMPAN_BALIK umpan balik buruk Count 9 19 28
% within UMPAN_BALIK 32.1% 67.9% 100.0%
umpan balik baik Count 36 40 76
% within UMPAN_BALIK 47.4% 52.6% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within UMPAN_BALIK 43.3% 56.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.932a 1 .165
Continuity Correctionb 1.362 1 .243
Likelihood Ratio 1.972 1 .160
Fisher's Exact Test .187 .121
Linear-by-Linear Association 1.914 1 .167
N of Valid Casesb 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,12.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for UMPAN_BALIK (umpan balik buruk / umpan balik baik)
.526 .211 1.310
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan tidak prima
.679 .377 1.222
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan prima
1.289 .925 1.798
N of Valid Cases 104
xlvi
KOMITMEN_BARU * PELAYANANPRIMA
Crosstab
PELAYANANPRIMA
Total pelayanan tidak
prima pelayanan prima
KOMITMEN Komitmen rendah Count 13 29 42
% within KOMITMEN 31.0% 69.0% 100.0%
komitmen tinggi Count 32 30 62
% within KOMITMEN 51.6% 48.4% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within KOMITMEN 43.3% 56.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.354a 1 .037
Continuity Correctionb 3.553 1 .059
Likelihood Ratio 4.426 1 .035
Fisher's Exact Test .045 .029
Linear-by-Linear Association 4.312 1 .038
N of Valid Casesb 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,17.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for KOMITMEN (Komitmen rendah / komitmen tinggi)
.420 .185 .956
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan tidak prima
.600 .359 1.001
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan prima
1.427 1.029 1.979
N of Valid Cases 104
HUBREKAN * PELAYANANPRIMA
Crosstab
PELAYANANPRIMA
Total
pelayanan tidak prima pelayanan prima
HUB_REKANKERJA Hubungan rekan kerja buruk Count 22 41 63
% within HUB_REKANKERJA
34.9% 65.1% 100.0%
Hubungan rekan kerja baik Count 23 18 41
% within HUB_REKANKERJA
56.1% 43.9% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within HUB_REKANKERJA
43.3% 56.7% 100.0%
xlvii
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.538a 1 .033
Continuity Correctionb 3.716 1 .054
Likelihood Ratio 4.541 1 .033
Fisher's Exact Test .043 .027
Linear-by-Linear Association 4.494 1 .034
N of Valid Casesb 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,74.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for HUB_REKANKERJA (Hubungan rekan kerja buruk / Hubungan rekan kerja baik)
.420 .188 .940
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan tidak prima
.622 .404 .959
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan prima
1.482 1.003 2.190
N of Valid Cases 104
KEPEMIMPINAN_BARU * PELAYANANPRIMA
Crosstab
PELAYANANPRIMA
Total pelayanan tidak
prima pelayanan prima
KEPEMIMPINAN Kepemimpinan buruk Count 19 29 48
% within KEPEMIMPINAN
39.6% 60.4% 100.0%
Kepemimpinan baik Count 26 30 56
% within KEPEMIMPINAN
46.4% 53.6% 100.0%
Total Count 45 59 104
% within KEPEMIMPINAN
43.3% 56.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .493a 1 .482
Continuity Correctionb .254 1 .614
Likelihood Ratio .494 1 .482
Fisher's Exact Test .553 .307
Linear-by-Linear Association .489 1 .485
N of Valid Casesb 104
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,77.
b. Computed only for a 2x2 table
xlviii
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for KEPEMIMPINAN (Kepemimpinan buruk / Kepemimpinan baik)
.756 .346 1.651
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan tidak prima
.853 .544 1.335
For cohort PELAYANANPRIMA = pelayanan prima
1.128 .807 1.576
N of Valid Cases 104