faktor-faktor yang berhubungan...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN WAKTU
MENYUSUI PERTAMA KALI PADA BAYI BARU LAHIR
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA JAKARTA
TAHUN 2009
OLEH :
FAUZIAH
105104003454
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN WAKTU
MENYUSUI PERTAMA KALI PADA BAYI BARU LAHIR
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA JAKARTA
TAHUN 2009
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH :
FAUZIAH
105104003454
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 3 Desember 2009
Fauziah
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Desember 2009
Fauziah, NIM : 105104003454
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Waktu Menyusui Pertama Kali
Pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Tahun 2009
xvi + 123 halaman + 24 tabel + 4 gambar + 5 lampiran
ABSTRAK
Inisiasi menyusui dini adalah pemberian ASI segera setelah bayi dilahirkan
yang merupakan salah satu intervensi yang dapat mengurangi angka kematian bayi.
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD koja Jakarta tahun 2009 yaitu
umur ibu, pendidikan ibu, paritas, pengetahuan ibu, sikap ibu, berat bayi saat lahir,
jenis persalinan, konseling saat kehamilan dan persalinan dan dukungan petugas
kesehatan.
Desain penelitian adalah deskriptif cross sectional. Sampel 77 orang dengan
teknik systematic sample. Pengumpulan data dengan observasi dan wawancara
selama bulan Agustus-September 2009. Analisa data yang digunakan adalah analisa
univariat dan bivariat berupa uji t-test, uji anova serta uji korelasi dan regresi linier.
Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa dari 9 variabel yang diteliti ada 4
variabel yang menyatakan ada hubungan yang signifikan yaitu pendidikan ibu (P
value=0,031), konseling selama kehamilan dan persalinan mengenai ASI dan
kolostrum (P value=0,05), jenis persalinan (P value=0,026) dan dukungan petugas
kesehatan (P value=0,05). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan yaitu umur
ibu (P value=0,263), paritas ibu (P value=0,460), pengetahuan ibu (P value=0,783),
sikap ibu (P value=0,692), berat badan bayi saat lahir (P value=0,457).
Pada penelitian ini rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
adalah 8,428 jam dengan median 95 menit. Maka penulis menyarankan kepada
petugas kesehatan untuk meningkatkan perannya dalam memfasilitasi dan
memotivasi ibu untuk segera menyusui bayinya segera setelah lahir.
Daftar bacaan : 47 (1986 – 2009)
FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCES
THE STUDY PROGRAME OF NURSING SCIENCES
Undergraduated Thesis, December 2009
Fauziah, NIM : 105104003454
Factors Associated with First Feeding in Newborns at a Public Hospital District
Koja Jakarta In 2009
xvi + 123 pages + 24 tables + 4 figures + 5 image attachments
ABSTRACT
Early initiation of breastfeeding were breastfeeding immediately soon after
the baby is born which is one intervention that can reduce infant mortality. This study
aims to determine the factors associated with first feeding in newborns at a public
hospital district Koja Jakarta in 2009 that maternal age, maternal education, maternal
parity, maternal knowledge, attitude of the mother, infant weight at birth, type of
delivery, counseling during pregnancy and labor and support health workers.
Descriptive research design was cross sectional. 77 samples of people with
systematic sample technique. The collection of data by observation and interviews
during the months of August-September 2009. Analysis of the data used are
univariate and bivariate analysis of t-test, anova test and correlation and linear
regression test.
Bivariate analysis showed that the variables study 9 there are 4 state variables
have a significant relationship of maternal education (P value=0,031), counseling
during pregnancy and labor on breast milk and colostrums (P value=0,05), type of
delivery (P value=0,026) and support health workers (P value=0,05). While unrelated
variables are maternal age (P value=0,263), maternal parity (P value=0,460),
knowledge of mothers (P value=0,783), attitude of the mother (P value=0,692) and
infant weight at birth (P value=0,457).
In this study, the average first time feeding in newborn was 8,428 hours and
the median 95 minutes. So the author suggest to health workers to increase their role
in facilitating and motivating mothers to breastfeed their babies immediately after
birth soon.
References : 47 (1986 – 2009)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Desember 2009
Fauziah, NIM : 105104003454
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Waktu Menyusui Pertama Kali
Pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Tahun 2009
xvi + 123 halaman + 24 tabel + 4 gambar + 5 lampiran
ABSTRAK
Inisiasi menyusui dini adalah pemberian ASI segera setelah bayi dilahirkan
yang merupakan salah satu intervensi yang dapat mengurangi angka kematian bayi.
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD koja Jakarta tahun 2009 yaitu
umur ibu, pendidikan ibu, paritas, pengetahuan ibu, sikap ibu, berat bayi saat lahir,
jenis persalinan, konseling saat kehamilan dan persalinan dan dukungan petugas
kesehatan.
Desain penelitian adalah deskriptif cross sectional. Sampel 77 orang dengan
teknik systematic sample. Pengumpulan data dengan observasi dan wawancara
selama bulan Agustus-September 2009. Analisa data yang digunakan adalah analisa
univariat dan bivariat berupa uji t-test, uji anova serta uji korelasi dan regresi linier.
Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa dari 9 variabel yang diteliti ada 4
variabel yang menyatakan ada hubungan yang signifikan yaitu pendidikan ibu (P
value=0,031), konseling selama kehamilan dan persalinan mengenai ASI dan
kolostrum (P value=0,05), jenis persalinan (P value=0,026) dan dukungan petugas
kesehatan (P value=0,05). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan yaitu umur
ibu (P value=0,263), paritas ibu (P value=0,460), pengetahuan ibu (P value=0,783),
sikap ibu (P value=0,692), berat badan bayi saat lahir (P value=0,457).
Pada penelitian ini rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
adalah 8,428 jam dengan median 95 menit. Maka penulis menyarankan kepada
petugas kesehatan untuk meningkatkan perannya dalam memfasilitasi dan
memotivasi ibu untuk segera menyusui bayinya segera setelah lahir.
Daftar bacaan : 47 (1986 – 2009)
FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCES
THE STUDY PROGRAME OF NURSING SCIENCES
Undergraduated Thesis, December 2009
Fauziah, NIM : 105104003454
Factors Associated with First Feeding in Newborns at a Public Hospital District
Koja Jakarta In 2009
xvi + 123 pages + 24 tables + 4 figures + 5 image attachments
ABSTRACT
Early initiation of breastfeeding were breastfeeding immediately soon after
the baby is born which is one intervention that can reduce infant mortality. This study
aims to determine the factors associated with first feeding in newborns at a public
hospital district Koja Jakarta in 2009 that maternal age, maternal education, maternal
parity, maternal knowledge, attitude of the mother, infant weight at birth, type of
delivery, counseling during pregnancy and labor and support health workers.
Descriptive research design was cross sectional. 77 samples of people with
systematic sample technique. The collection of data by observation and interviews
during the months of August-September 2009. Analysis of the data used are
univariate and bivariate analysis of t-test, anova test and correlation and linear
regression test.
Bivariate analysis showed that the variables study 9 there are 4 state variables
have a significant relationship of maternal education (P value=0,031), counseling
during pregnancy and labor on breast milk and colostrums (P value=0,05), type of
delivery (P value=0,026) and support health workers (P value=0,05). While unrelated
variables are maternal age (P value=0,263), maternal parity (P value=0,460),
knowledge of mothers (P value=0,783), attitude of the mother (P value=0,692) and
infant weight at birth (P value=0,457).
In this study, the average first time feeding in newborn was 8,428 hours and
the median 95 minutes. So the author suggest to health workers to increase their role
in facilitating and motivating mothers to breastfeed their babies immediately after
birth soon.
References : 47 (1986 – 2009)
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 3 Desember 2009
Penguji I
Dyah Juliastuti,S.Kp,MSc,M.Kep,Sp.Mat
NIP : 132288176
Penguji II
Desmawati,S.Kp,MARS
NIP : 157121219780902001
Penguji III
Ns.Waras Budi Utomo,S.kep,MKM
NIP : 197905202009011012
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tien Gartinah, MN
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tajudin, Sp.And
RIWAYAT HIDUP
Nama : Fauziah
Tempat, Tgl lahir : Jakarta, 16 Desember 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Kali Baru Barat No.5 Rt 011/06
Kel. Kali Baru, Kec. Cilincing
Jakarta Utara 14110
Tlp/ Hp : (021) 4402285/ 085692601876
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. MI. Mitahul Hikmah Jakarta (1993-1999)
2. MTs Negeri 05 Jakarta (1999-2002)
3. SMA Negeri 52 Jakarta (2002-2005)
4. S-1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2005-2009)
Pengalaman Organisasi :
1. Anggota Pramuka MTs Negeri 5 Jakarta tahun 2000-2001
2. Anggota ROHIS SMU Negeri 52 Jakarta tahun 2002-2005
3. Anggota KIR SMU Negeri 52 Jakarta tahun 2003-2004
4. Anggota BEMJ Ilmu Keperawatan Departemen Kemahasiswaan tahun 2006-
2007
5. Sekertaris DPM FKIK tahun 2007-2008
6. Anggota KOMDA FKIK tahun 2005-2009
Prestasi dan Pengalaman Seminar :
1. IP tertinggi jurusan Keperawatan 2007 dalam FKIK AWARD 2007
2. IP terbaik jurusan Keperawatan 2008 dalam FKIK AWARD 2008
3. Teman Terajin angkatan 2005/2006 dalam PSIK AWARD 2008
4. Teman Terajin angkatan 2005/2006 dalam PSIK AWARD 2009
5. Juara 2 lomba karya ilmiah FKIK AWARD 2008 dengan judul ”Gelatin Babi
dalam Perspektif Islam”
6. Seminar Jantung Sehat tahun 2008
7. Seminar Kanker Kulit tahun 2008
8. Seminar Transcultural Nursing in Globalitation Era tahun 2009
LEMBAR PERSEMBAHAN
“Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang
membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah”
“Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu
bahkan bertumbuh bersama”
“Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi
menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya”
“Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan-
dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan
tujuan kebencian”
“Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena
kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya”
“Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat
menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah”
“Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada
saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang
dibutuhkan oleh sahabatnya”
“Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang
diawali dengan sikap egoistis”
“Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya.
Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur
karena dikhianati sahabatnya”
“Tetapi penghancur persahabatan ini telah berhasil dipatahkan oleh sahabat-sahabat yang teruji kesejatian motivasinnya”
“Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri”
“Dalam masa kejayaan, teman-teman mengenal kita. Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman-teman kita.
Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam kesulitan. Siapa yang berada di samping anda??. Siapa yang
mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai??”
“Siapa yang ingin bersama anda pada saat tiada satupun yang dapat anda berikan??”
”Merekalah sahabat-sahabat anda”
Aku bangga mnjadi salah satu sahabatmu...!
Detik-detik manis pertemuan
Saat-saat indah perkenalan
Suka n’ duka masa persahabatan sungguh tak akan hilang dari ingatan
Terima kasih seluruh sahabat perjuanganku yang selalu menemaniku
Persahabatan ini akan ku jaga selamanya....................
(Terima kasih kepada sahabat yang telah memberikan kata-kata indahnya)
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufiq dan hidayat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua manusia dalam setiap waktu dan
tempat sampai akhir zaman. Atas nikamat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Waktu Menyusui Pertama Kali Pada Bayi Baru Lahir di
Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Tahun 2009.
Dalam penelitian skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang
peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya,
kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi
dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Oleh sebab itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan kali ini peneliti ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tajudin, Sp.And dan Drs. H. Achmad Gholib, MA,
selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Tien Gartinah, MN dan Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep Sp.Mat , selaku Ketua
Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep Sp.Mat dan Yuli Amran, S.KM, MKM, selaku
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama
membimbing peneliti.
4. Ibu Dyah Juliastuti, S.Kp, MSc, M.Kep, Sp.Mat, Ibu Desmawati S.Kp, MARS,
Bapak Ns.Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM, selaku dosen penguji sidang skripsi.
Terima kasih atas kesediaannya menjadi penguji, dan terima kasih pula atas
masukan dan saran yang telah diberikan.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar, pada lingkungan Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada bangku kuliah.
6. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang
telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan
rujukan skripsi.
7. Bapak Dr. Hasannudin AH. MARS., selaku direktur RSUD Koja Jakarta serta
seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti dalam
mencari data-data sekaligus sebagai bahan rujukan skripsi.
8. Ibu bidan Indrawita dan bidan Sri Mulyanti, selaku Kepala Ruangan RPKK dan
VK dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti
dalam mencari data-data sekaligus wawancara sebagai bahan rujukan skripsi.
9. Ucapan terimakasih peneliti haturkan secara khusus kepada Ayahanda H.
Safrudin dan Ibunda Hj. Rojanah yang senantiasa memberikan dukungan penuh
baik berupa material maupun spiritual dan selalu mengiringi setiap langkahku
dengan do’a tulus ikhlas sehingga peneliti dapat menyelesaikan pendidikan pada
jenjang perguruan tinggi.
10. Kakakku Amrullah, SHI dan adik-adikku Soleha, Muhammad Irfan dan Maulana
Hafidz yang dengan keceriaan serta dorongan mereka segala kejenuhan dan
kepenatan dalam mengerjakan skripsi dapat terobati.
11. Sahabat baikku kosan Redline (Neneng, Tika, Herna, Lita, Intan) terimakasih atas
semangat, motivasi dan segala nasehat serta tempat curhat atas semua masalah
yang peneliti hadapi.
12. Teman-teman baikku (Fina, Tuti, Siti, Herna, Lita, Fajriyah, Neneng, Hilya, Nae)
terimakasih atas motivasi dan bantuan serta jalinan persahabatan yang indah tak
terlupakan.
13. Terimakasih kepada Syihab yang telah memberikan kasih sayang, perhatian,
motivasi dan semangat selama ini kepada peneliti selama menyusun skripsi ini.
14. Terimakasih banyak untuk za’a yang telah meminjamkan monitornya sehingga
peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini.
15. Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan ’05 yang
tidak dapat peniliti sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan, semangat,
kenangan dan kebersamaan yang indah selama ini. Tetap semangat ya teman-
teman........
Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang
mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.
Jakarta, 3 Desember 2009
Fauziah
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
ABSTRACT ......................................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................. xi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xxii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A Latar Belakang ........................................................................ 1
B Rumusan Masalah ................................................................... 8
C Pertanyaan Penelitian .............................................................. 9
D Tujuan Penelitian .................................................................... 10
1. Tujuan Umum ................................................................... 10
2. Tujuan Khusus .................................................................. 10
E Manfaat Penelitian .................................................................. 11
1. Bagi RSUD Koja Jakarta .................................................. 11
2. Bagi Peneliti Selanjutnya.................................................. 11
3. Bagi Instansi Pendidikan Keperawatan............................. 11
F Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 13
A Inisiasi Menyusu Dini ............................................................ 13
1. Pengertian Inisiasi Menyusu Dini ................................... 13
2. Manfaat Menyusu Dini dan Kontak Kulit ....................... 15
3. Intervensi yang Dapat Mengganggu Kemampuan .......... 18
Alami Bayi untuk Menemukan Sendiri Payudara
4. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini ................................. 19
5. Lima Tahap Perilaku (Pre-Feeding Behaviour) ……….. 21
6. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini ……………………. 23
7. Inisiasi Menyusui Dini dan Rawat Gabung …………….. 25
8. Inisiasi Menyusu Dini dan MDGs ................................... 26
B Manajemen Laktasi ............................................................... 27
1. Anatomi Payudara ........................................................... 27
2. Refleks Menyusui pada Ibu ............................................. 28
3. Refleks Menyusui pada Bayi ........................................... 30
4. ASI .................................................................................. 30
a. Pengertian ASI .......................................................... 30
b. Stadium ASI .............................................................. 31
c. Kandungan ASI ......................................................... 33
d. Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui .................. 33
C Teori Perilaku Kesehatan ....................................................... 38
D Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Waktu ................ 39
Menyusui Pertama Kali Pada Bayi Baru Lahir
E Family Centered Maternity Care ............................................ 48
1. Pengertian Family Centered Maternity Care ................... 48
2. Prinsip Family Centered Maternity Care ......................... 50
F Kerangka Teori ...................................................................... 57
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 58
A Kerangka Konsep .................................................................. 58
B Definisi Operasional .............................................................. 61
C Hipotesa ................................................................................ 66
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 67
A Desain Penelitian ................................................................... 67
B Identifikasi Variabel .............................................................. 67
C Populasi dan Sampel ............................................................. 68
D Teknik Pengumpulan Data .................................................... 70
1. Proses Pengumpulan Data ............................................... 71
2. Instrumen ......................................................................... 72
3. Lokasi dan Waktu ............................................................ 75
4. Teknik Uji Instrumen ...................................................... 75
E Etika Penelitian ...................................................................... 75
F Pengolahan Data .................................................................... 76
G Analisa Data .......................................................................... 77
1. Analisa Univariat ............................................................ 77
2. Analisa Bivariat .............................................................. 78
BAB V HASIL PENELITIAN .............................................................. 80
A Gambaran RSUD Koja Jakarta ............................................ 80
B Analisa Univariat ................................................................. 82
1. Gambaran waktu menyusui pertama kali ...................... 82
pada bayi baru lahir
2. Gambaran umur ibu ........................................................ 83
3. Gambaran pendidikan ibu ............................................... 83
4. Gambaran paritas ibu ...................................................... 84
5. Gambaran pengetahuan ibu ............................................. 84
6. Gambaran sikap ibu ......................................................... 85
7. Gambaran berat badan bayi saat lahir ............................. 86
8. Gambaran jenis persalinan .............................................. 86
9. Gambaran konseling saat kehamilan ............................... 87
dan persalinan
10. Gambaran dukungan petugas kesehatan ......................... 88
C Analisa Bivariat .................................................................... 89
1. Hubungan antara umur ibu dengan ................................. 89
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
2. Hubungan antara pendidikan ibu dengan ........................ 89
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
3. Hubungan antara paritas ibu dengan .............................. 91
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
4. Hubungan antara pengetahuan ibu dengan .................... 92
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
5. Hubungan antara sikap ibu dengan ............................... 93
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
6. Hubungan antara berat badan bayi saat lahir ................ 94
dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
7. Hubungan antara jenis persalinan dengan .................... 95
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
8. Hubungan antara konseling saat kehamilan ................. 96
dan persalinan dengan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir
9. Hubungan antara dukungan petugas kesehatan ........... 97
dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................ 99
A Keterbatasan penelitian ......................................................... 99
B Waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir ............
100
C Hubungan antara umur ibu dengan ........................................
102
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
D Hubungan antara pendidikan ibu dengan ........................ .......
103
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
E Hubungan antara paritas ibu dengan ...................................... 105
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
F Hubungan antara pengetahuan ibu dengan ............................
106
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
G Hubungan antara sikap ibu dengan .........................................
108
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
H Hubungan antara berat badan bayi saat lahir .........................
110
dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
I Hubungan antara jenis persalinan dengan .............................
111
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
J Hubungan antara konseling saat kehamilan ..........................
113
dan persalinan dengan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir
K Hubungan antara dukungan petugas kesehatan .....................
115
dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................
117
A Kesimpulan ...........................................................................
117
B Saran .....................................................................................
119
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
121
LAMPIRAN ......................................................................................................
126
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
Tabel 2.1 Komposisi ASI Peralihan ................................................................. 32
Tabel 2.2 Kandungan ASI ................................................................................ 33
Tabel 2.3 Perbedaan Traditional Care dengan Family .................................... 51
Centered Maternity Care
Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................ 61
Tabel 5.1 Distribusi waktu menyusui pertama kali ……….............................. 83
pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta Tahun 2009
Tabel 5.2 Distribusi ibu berdasarkan umur ..................................................... 83
Tabel 5.3 Distribusi ibu berdasarkan pendidikan ............................................ 84
Tabel 5.4 Distribusi ibu berdasarkan paritas ................................................... 84
Tabel 5.5 Distribusi ibu berdasarkan pengetahuan .......................................... 85
Tabel 5.6 Distribusi ibu berdasarkan sikap ..................................................... 86
Tabel 5.7 Distribusi ibu berdasarkan berat badan bayi saat lahir .................... 86
Tabel 5.8 Distribusi ibu berdasarkan jenis persalinan ..................................... 87
Tabel 5.9 Distribusi ibu berdasarkan konseling saat kehamilan ..................... 87
dan persalinan
Tabel 5.10 Distribusi ibu berdasarkan dukungan petugas kesehatan ............... 88
Tabel 5.11 Distribusi ibu berdasarkan umur dan .............................................. 89
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
Tabel 5.12.1Distribusi ibu berdasarkan pendidikan dan ............................... ..... 90
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
Tabel 5.12.2Uji Bonferroni tingkat pendidikan ibu ............................................ 91
Tabel 5.13 Distribusi ibu berdasarkan paritas dan .............................................. 92
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
Tabel 5.14 Distribusi ibu berdasarkan pengetahuan dan .................................... 93
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
Tabel 5.15 Distribusi ibu berdasarkan sikap dan ................................................ 94
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
Tabel 5.16 Distribusi ibu berdasarkan berat badan bayi saat lahir .................... 95
dan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
Tabel 5.17 Distribusi ibu berdasarkan jenis persalinan dan ............................... 96
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
Tabel 5.18 Distribusi ibu berdasarkan konseling saat kehamilan ..................... 97
dan persalinan dan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
Tabel 5.19 Distribusi ibu berdasarkan dukungan petugas kesehatan ............... 98
dan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
Gambar 2.1 Tahapan Inisiasi Menyusu Dini Bayi ............................................ 23
Gambar 2.2 Refleks Prolaktin dan Oksitosin (let down refleks) ...................... 29
Gambar 2.3 Roda Perawatan Bayi Baru Lahir dan Perawatan ......................... 56
Pasca Partum yang Berpusat pada Keluarga
Gambar 2.4 Kerangka Teori ............................................................................. 57
Gambar 3.1 Kerangka Konsep .......................................................................... 60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 Kuesioner
Lampiran 3 Output Uji Normalitas
Lampiran 4 Output Analisa Univariat
Lampiran 5 Output Analisa Bivariat
DAFTAR SINGKATAN
IMD : Inisiasi Menyusu Dini
AKI : Angka Kematian Ibu
AKB : Angka Kematian Bayi
AKN : Angka Kematian Neonatal
MDGs : Millenium Development Goals
MPS : Making Pregnancy Safer
WHO : World Health organization
FCMC : Family Centered Maternity Care
LDRP : Labor, Delivery, Recovery, Post partum
BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah
BBLSR : Berat Bayi Lahir Sangat rendah
ASI : Air Susu Ibu
PASI : Pendamping Air Susu Ibu
APGAR : Activity, Pulse, Grimace, Appearance, Respiration
SC : Sectio Caesaria
DHA : Decosahexanoid Acid
AA : Arachidonic Acid
IgA : Immunoglobulin
BALT : Brochus Asosiated Lympocite Tissue
GALT : Gut Asosiated Lympocite Tissue
MALT : Mammary Asosiated Lympocite Tissue
MAL : Metode Amenore Laktasi
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan
salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu Negara. Menurut
laporan organisasi kesehatan dunia (WHO) memperlihatkan bahwa angka
kematian bayi sangat memprihatinkan, yang dikenal dengan fenomena 2/3.
Fenomena itu terdiri dari 2/3 kematian bayi (berusia 0-1 tahun) terjadi pada umur
kurang dari satu bulan (neonatal), 2/3 kematian neonatal terjadi pada umur
kurang dari seminggu (neonatal dini), dan 2/3 kematian pada masa neonatal dini
terjadi pada hari pertama (Komalasari, 2007).
Di seluruh dunia, setiap tahunnya sekitar 4 juta dari 136 juta bayi dibawah
usia 28 hari meninggal. Sedangkan di Indonesia, setiap tahun ada 4.608.000 bayi
lahir hidup. Dari jumlah itu sebanyak 100.454 meninggal sebelum berusia
sebulan. Itu berarti 275 neonatal meninggal setiap hari atau sekitar 184 neonatal
dini meninggal setiap hari atau setiap satu jam ada 8 bayi neonatal dini
meninggal. Angka kematian bayi yang tinggi, tidak hanya terjadi pada neonatal
dini saja. Angka kematian bayi berumur kurang dari setahun pun masih tinggi
(Komalasari, 2007).
Di Indonesia pada tahun 2002/2003 menurut SDKI (Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia) tercatat Angka Kematian Bayi masih sangat tinggi yaitu 35
tiap 1.000 kelahiran hidup, itu artinya dalam satu tahun sekitar 175.000 bayi
meninggal sebelum mencapai usia satu tahun dan Angka Kematian Neonatal
(AKN) kisaran 20 /1.000 kelahiran hidup. Target MPS (Making Pregnancy Safer)
yaitu strategi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru lahir pada tahun
2010 menurunkan AKN menjadi 16/1000 kelahiran hidup dan menurunkan AKB
menjadi kurang dari 35 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Depkes RI).
Namun berdasarkan review status MDGs (Millenium Development Goals) target
MDG tahun 2015 terhadap AKB yaitu 28/1000 kelahiran hidup.
Penyebab tingginya Angka Kematian Bayi berusia kurang dari setahun di
Indonesia secara langsung disebabkan oleh faktor medis, yakni bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) kurang dari 2.500 gram, asfiksia (kesulitan bernapas)
yang antara lain disebabkan lilitan tali pusat, infeksi, dan hipotermi (suhu tubuh
menurun). Faktor ibu juga dapat menjadi penyebab langsung kematian bayi
misalnya umur ibu (terlalu tua dan terlalu muda), jumlah anak, jarak kelahiran
anak, salah persepsi tentang kolostrum (ASI yang keluar pada hari pertama
sampai ketiga setelah ibu melahirkan) dan pemberian ASI yang tidak tepat
(Komalasari, 2007).
Sedangkan faktor-faktor yang secara tidak langsung menyebabkan kematian
bayi berupa kurangnya kesadaran masyarakat bahwa melahirkan berisiko
terhadap ibu dan bayi. Selain itu, kurangnya perhatian keluarga (ibu, suami dan
nenek) terhadap keselamatan dan kesehatan bayi, kurangnya pengetahuan ibu
dan keluarga tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan minimal empat kali
selama kehamilan, rendahnya akses ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
disebabkan jarak yang jauh, tidak punya biaya. Termasuk salah kaprah di
masyarakat bahwa ASI kolostrum tidak diberikan dengan segera kepada bayi,
pemberian makanan tambahan sebelum bayi berusia enam bulan, seperti pisang,
air tajin, dan bubur tepung (Komalasari, 2007).
Menurut penelitian Jones (2003) dan Edmond (2006) dalam Roesli (2008)
persentase kematian bayi dapat dicegah dengan intervensi yaitu 13% kematian
bayi dapat dicegah dengan pemberian ASI, 8,8% dengan inisiasi menyusu dini,
7,5% dengan insectixide-treated materials, 6% dengan pemberian makanan
pendamping ASI (complementary feeding), dan 5% dengan pemberian Zinc.
Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat dikatakan salah satu cara yang
dapat mengurangi Angka Kematian Bayi adalah dengan melakukan inisiasi
menyusu dini (IMD). Menyusui dini adalah pemberian ASI segera setelah bayi
dilahirkan yaitu 30 menit pertama setelah kelahiran bayi (Depkes, 2001).
Sedangkan menurut Depkes (2009) inisiasi menyusu dini adalah meletakkan bayi
menempel di dada atau perut ibu segera setelah lahir, membiarkannya merayap
mencari puting, kemudian menyusu sampai puas. Namun berdasarkan Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 hanya ada 4 % bayi yang
mendapat ASI dalam satu jam pertama kelahirannya, 27 % mulai disusui dalam 1
jam pertama kehidupan dan 55 % memperoleh ASI eksklusif. Sedangkan tahun
2007 menunjukkan 95% bayi pernah diberi ASI, 44% bayi diberi ASI dalam jam
pertama setelah lahir, 62% bayi diberi ASI pada hari pertama kelahiran dan 32%
bayi mendapat ASI Eksklusif bahkan sering kali kolostrum dibuang dan sebagian
besar bayi baru lahir diberi makanan pre-lacteal (KESRA, 2007).
Menurut Edmond dkk (2006) di dalam penelitiannya tentang “Menunda
Permulaan/ Inisiasi Menyusui Meningkatkan Kematian Bayi” dalam Roesli
(2008) menunjukkan inisiasi menyusui dalam jam pertama pasca lahir
menurunkan 22% risiko kematian bayi-bayi usia 0-28 hari. Sebaliknya,
penundaan inisiasi meningkatan risiko kematian. Bahkan inisiasi menyusu yang
terlambat (setelah hari pertama) meningkatkan risiko kematian 2,4 kali. Mengacu
pada hasil penelitian tersebut, maka diperkirakan program ”inisiasi menyusu dini”
dapat menyelamatkan sekurang-kurangnya 30.000 bayi Indonesia yang meninggal
dalam bulan pertama kelahiran. Oleh karena itu saat ini pun pemerintah sedang
gencar mempromosikan inisiasi menyusu dini kepada masyarakat karena inisiasi
menyusu dini berperan dalam pencapaian 3 dari 8 tujuan Millenium Development
Goals (MDGs) yaitu bertujuan mengurangi kemiskinan, kelaparan, dan angka
kematian anak balita (Roesli, 2008).
RSUD Koja Jakarta adalah rumah sakit umum pemerintah yang merupakan
rumah sakit rujukan di wilayah Jakarta Utara. Direktur RSUD Koja telah
mengeluarkan instruksi No.43 A tahun 2007 mengenai pelaksanaan IMD dan ASI
eksklusif. Namun berdasarkan data catatan yang didapat dari ruang VK bahwa
pada bulan Mei tahun 2009 dari 188 persalinan yang terdiri dari 88 partus, 7
ekstraksi vakum dan 93 sectio caesaria, yang melakukan inisiasi menyusu dini
sebanyak 130 kelahiran. Hal ini membuktikan masih ada 30% persalinan yang
tidak melakukan inisiasi menyusu dini.
Selain itu banyak manfaat yang didapatkan dari perilaku pemberian ASI
secara dini. Menurut Thompson (1995) pemberian ASI secara dini diperlukan
untuk kelangsungan proses laktasi karena refleks menghisap pada saat itu paling
kuat untuk merangsang produksi ASI selanjutnya. Selain itu pemberian ASI
secara dini dapat merangsang kontraksi uterus ibu sehingga dapat meminimalkan
terjadinya perdarahan post partum dan bayi dapat memperoleh kekebalan secara
dini melalui kolostrum. Kolostrum ini kaya akan zat gizi dan antibodi yang
berfungsi melindungi bayi dari infeksi. Kolostrum akan muncul lagi 30 jam
kemudian, itu artinya kalau bayi tidak segera disusui pada 30 menit pertama
setelah kelahiran maka bayi akan kehilangan zat bergizi tinggi dari ibunya
(Roesli, 2003).
Pada proses menyusu dini juga terjadi kontak kulit dengan kulit antara ibu
dan bayi. Dengan terjadinya kontak kulit dengan kulit maka banyak manfaat pula
yang didapatkan dari proses tersebut yaitu antara lain mengoptimalkan keadaan
hormonal ibu dan bayi serta jika telah terjadi perilaku menyusu optimum bisa
diperkirakan akan menstabilkan pernapasan, mengendalikan temperatur tubuh
bayi, memperbaiki pola tidur lebih baik, meningkatkan kenaikan berat badan
bayi, bilirubin akan lebih cepat normal dan mengeluarkan mekonium lebih cepat
sehingga menurunkan kejadian ikterus bayi baru lahir, kadar gula dan parameter
biokimia lain yang lebih baik selama beberapa jam pertama hidupnya serta untuk
ibu akan merangsang produksi oksitosin dan prolaktin (Depkes RI, 2007).
Pelaksanaan kontak dini orang tua dan bayi merupakan salah satu ciri dari
Family Centered Maternity Care (FCMC). Dengan perawatan berpusat pada
keluarga, suami, kakek, nenek, saudara kandung dan teman-teman boleh hadir
saat ibu bersalin dan melahirkan. Ayah boleh mengikuti proses kelahiran sesaria.
Neonatus tinggal bersama ibunya dan boleh segera disusui setelah lahir. Kelas-
kelas penyuluhan pra kelahiran adalah hal yang umum dan mendorong partisipasi
individu pendukung, mengajarkan teknik relaksasi dan bernapas dan memberi
informasi umum tentang kelahiran (Bobak, 2005). FCMC sangat besar
pengaruhnya terhadap peningkatan tanggung jawab perawat, perawat tidak hanya
memberikan perawatan fisik dan membantu dokter tetapi perawat juga berperan
dalam memberikan pendidikan, konseling dan dukungan pada keluarga dalam
membuat keputusan (Murray & Mc Kinney, 2006 dalam Bobak, 2005).
Masih rendahnya perilaku menyusui dini dipengaruhi oleh banyak faktor.
Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) ada 3 faktor yang
mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang yaitu faktor predisposisi, faktor
pemungkin dan faktor penguat. Faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang (pengetahuan,
sikap, keyakinan, nilai, kepercayaan). Faktor pemungkin yaitu faktor-faktor yang
memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan (fasilitas/sarana
kesehatan, peraturan kesehatan). Dan faktor penguat yaitu faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku (perilaku dan sikap petugas
kesehatan, informasi kesehatan baik dari teman, kader kesehatan, media masa).
Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi gaya hidup dan tingkah laku
seseorang dalam meningkatkan kesehatan.
Menurut Soetjiningsih (1997) persiapan psikologis ibu untuk menyusui pada
saat kehamilan sangat berarti, karena keputusan atau sikap ibu yang positif harus
selalu ada pada saat kehamilan atau bahkan jauh sebelumnya. Sikap ibu
dipengaruhi oleh faktor antara lain adat/kebiasaan atau kepercayaan menyusui di
daerah masing-masing, pengalaman menyusui sebelumnya atau keluarga/kerabat,
pengetahuan tentang ASI, kehamilan yang diinginkan/tidak, dukungan dari
dokter/ petugas kesehatan, teman/ kerabat dekat sangat dibutuhkan terutama pada
ibu yang baru pertama kali hamil. Sedangkan menurut Hector dkk (2005) faktor-
faktor yang mempengaruhi praktek pemberian ASI antara lain faktor bayi, ibu,
relasi ibu-bayi, lingkungan (rumah sakit, rumah dan keluarga, lingkungan kerja,
dan lingkungan masyarakat) serta lingkungan kebijakan/aturan di masyarakat
(sosial-ekonomi, budaya, pengasuhan anak, peranan perempuan dan laki-laki di
masyarakat).
Menurut teori Ebrahim (1978) dalam Moehyi (2008) bahwa terdapat
beberapa faktor emosional dan sosial yang mempengaruhi sukses menyusui.
Salah satu faktor diantaranya adalah nasehat dan pengalaman selama masa
kehamilan dan persalinan. Karenanya penting sekali bagi para ibu mengunjungi
klinik laktasi terdekat untuk mendapatkan ”support” pemberian ASI. Selain itu
laktasi yang berhasil pada kehamilan terdahulu juga merupakan faktor
keberhasilan menyusui karena akan berhubungan dengan kepercayaan diri sang
ibu bahwa ia akan mampu memberikan ASI nya seperti pengalaman pertamanya.
Berdasarkan penelitian bahwa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku
menyusui dini meliputi pendidikan ibu (Nelvi, 2004), pengetahuan ibu tentang
penyusuan dini dengan praktek pelaksanannya (Fikawati dan Syafiq, 2003), sikap
bidan (Rusnita, 2008) serta paritas, pemberian nasehat ASI selama pemeriksaan
kehamilan dan berat bayi saat lahir (Ratri, 2000).
Berdasarkan teori dan hasil penelitian di atas, maka peneliti menggunakan
faktor predisposisi yang meliputi karakteristik responden atau faktor dari ibu
(usia, pendidikan, paritas ibu), pengetahuan dan sikap ibu. Faktor pemungkin
yang meliputi berat bayi saat lahir dan jenis persalinan serta faktor penguat yang
meliputi konseling selama kehamilan dan persalinan serta dukungan petugas
kesehatan sebagai faktor yang mungkin mempengaruhi persepsi ibu hamil dan
mendorong ibu untuk menyusui dini.
Mengingat penting dan banyaknya manfaat dari pemberian menyusui dini,
maka peneliti tertarik untuk meneliti ”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Waktu Menyusui Pertama Kali Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Koja Jakarta
tahun 2009”.
B Rumusan Masalah
Berdasarkan data catatan yang didapat dari ruang VK RSUD Koja Jakarta
bahwa pada bulan Mei tahun 2009 terdapat 188 persalinan yang terdiri dari 88
partus, 7 ekstraksi vakum dan 93 sectio caesaria namun yang melakukan inisiasi
menyusu dini sebanyak 130 kelahiran. Hal ini membuktikan masih ada 30%
persalinan yang tidak melakukan inisiasi menyusu dini.
Berdasarkan uraian data di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui ”
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Waktu Menyusui Pertama Kali Pada
Bayi Baru Lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009?”
C Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di
RSUD Koja Jakarta tahun 2009 ?
2. Bagaimana gambaran faktor predisposisi yaitu umur, pendidikan dan paritas
ibu serta pengetahuan dan sikap ibu tentang menyusui dini di RSUD Koja
Jakarta tahun 2009 ?
3. Bagaimana gambaran faktor pemungkin yaitu berat bayi saat lahir dan jenis
persalinan di RSUD Koja Jakarta tahun 2009 ?
4. Bagaimana gambaran faktor penguat yaitu konseling selama kehamilan dan
persalinan tentang ASI dan kolostrum dan dukungan petugas kesehatan
terhadap menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta
tahun 2009 ?
5. Bagaimana hubungan antara faktor predisposisi yaitu umur, pendidikan dan
paritas ibu serta pengetahuan dan sikap ibu dengan waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009 ?
6. Bagaimana hubungan antara faktor pemungkin yaitu berat bayi saat lahir dan
jenis persalinan dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di
RSUD Koja Jakarta tahun 2009 ?
7. Bagaimana hubungan antara faktor penguat yaitu konseling selama kehamilan
dan persalinan tentang ASI dan kolostrum dan dukungan petugas kesehatan
dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja
Jakarta tahun 2009 ?
D Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009.
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui gambaran waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di
RSUD Koja Jakarta tahun 2009
2. Mengetahui gambaran faktor predisposisi yaitu umur, pendidikan dan paritas
ibu, pengetahuan dan sikap ibu tentang menyusui dini di RSUD Koja Jakarta
tahun 2009
3. Mengetahui gambaran faktor pemungkin yaitu berat bayi saat lahir dan jenis
persalinan di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
4. Mengetahui gambaran faktor penguat yaitu konseling selama kehamilan dan
persalinan tentang ASI dan kolostrum dan dan dukungan petugas kesehatan
terhadap menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta
tahun 2009
5. Mengetahui hubungan antara faktor predisposisi yaitu umur, pendidikan dan
paritas ibu serta pengetahuan dan sikap ibu dengan waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
6. Mengetahui hubungan antara faktor pemungkin yaitu berat bayi saat lahir dan
jenis persalinan dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di
RSUD Koja Jakarta tahun 2009
7. Mengetahui hubungan antara faktor penguat yaitu konseling selama
kehamilan dan persalinan tentang ASI dan kolostrum dan dukungan petugas
kesehatan dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD
Koja Jakarta tahun 2009
E Manfaat Penelitian
1. Bagi RSUD Koja Jakarta
Dapat memberikan informasi secara objektif kepada RSUD Koja Jakarta
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir sehingga dapat meningkatkan keberhasilan pelaksanaan
inisiasi menyusu dini.
2. Bagi Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi atau gambaran mengenai
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir dan faktor-faktornya untuk
pengembangan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Instansi pendidikan keperawatan dan ilmu keperawatan
Menambah literatur tentang inisiasi menyusu dini dan memberikan informasi
khususnya kepada perawat maternitas mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir.
F Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir ini dilakukan pada ibu-ibu post
partum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta tahun 2009.
Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian deskriptif cross sectional.
Metode pengambilan data primer dan sekunder berupa observasi, kuesioner dan
rekam medis. Penelitian ini perlu dilakukan karena masih ada ibu-ibu post partum
yang belum melakukan inisiasi menyusu dini, padahal sejumlah penelitian
menyatakan bahwa pemberian inisiasi menyusu dini mempunyai banyak manfaat
baik bagi bayi maupun ibu antara lain mengurangi angka kematian bayi dan
meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Inisiasi Menyusu Dini
1. Pengertian
Menyusui dini adalah pemberian ASI segera setelah bayi dilahirkan
yaitu 30 menit pertama setelah kelahiran bayi (Depkes, 2001). Menyusui dini
juga dikatakan sebagai suatu perilaku mempercepat proses menyusui pada
bayi baru lahir (Bobak, 2005). Sedangkan inisiasi menyusu dini menurut
Roesli (2008) adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir.
Menurut Depkes (2009) inisiasi menyusu dini adalah meletakkan bayi
menempel di dada atau perut ibu segera setelah lahir, membiarkannya
merayap mencari puting kemudian menyusu sampai puas.
Protokol evidence-based yang telah diperbarui oleh WHO dan
UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama menyatakan
bahwa :
a. Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit dengan ibunya segera
setelah lahir selama paling sedikit satu jam.
b. Bayi harus dibiarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dan ibu dapat
mengenali bahwa bayinya siap untuk menyusu serta memberi bantuan jika
diperlukan.
c. Menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada bayi baru
lahir hingga inisiasi menyusu selesai dilakukan, prosedur tersebut seperti
memandikan, menimbang, pemberian vitamin K, obat tetes mata dan lain-
lain.
Prinsip menyusu atau pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin dan
secara eksklusif.
Bayi hendaknya disusui sedini mungkin, bahkan ada yang
menganjurkan waktu masih di kamar bersalin. Pada umumnya sebelum 5-6
jam setelah dilahirkan bayi harus dicoba untuk disusui walaupun ibu belum
mengeluarkan ASI (Pudjiadi, 2005). Apabila bayi tidak menghisap puting
susu pada setengah jam setelah persalinan, hormon prolaktin akan turun dan
sulit merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan keluar pada hari ke-3 atau
lebih. Hal ini akan memaksa petugas kesehatan memberi makanan PASI
karena bayi yang tidak mendapat cukup ASI akan rewel (Purwanti, 2004).
Welford (2001) dalam Biasa dkk (2005) juga mengatakan bahwa
ketika bayi pertama kali menghampiri payudara, bayi akan disambut oleh
kolostrum yang telah ada sejak ibu melahirkan, hisapan bayi akan merangsang
payudara untuk memproduksi ASI. Hal ini senada diungkapkan oleh Pudjiadi
(2005) bahwa pada hari-hari pertama setelah melahirkan biasanya ASI belum
keluar banyak, akan tetapi menyusui bayi merupakan stimulasi bagi kelenjar
payudara untuk memproduksi ASI.
Menyusui dini dapat mengkondisikan kadar hormon prolaktin tidak
sempat turun dalam peredaran darah ibu, sehingga kolostrum untuk hari
pertama akan lebih cepat keluar. Tidak adanya rangsangan pada puting susu
berarti membiarkan kadar hormon prolaktin dan oksitosin turun secara
perlahan dalam peredaran darah, sehingga menyebabkan ASI yang keluar
sedikit dan berhenti sebelum bayi berumur 6 bulan. Semakin sering bayi
menyusui, semakin banyak ASI dikeluarkan (dihisap) dan hal ini akan
membuat semakin banyak ASI yang diproduksi (Purwanti, 2004).
2. Manfaat menyusu dini dan kontak kulit dengan kulit (Depkes, 2007)
a. Keuntungan kontak kulit dengan kulit untuk bayi
Kontak memastikan perilaku optimum menyusu berdasarkan insting dan
bisa diperkirakan akan dapat menstabilkan pernapasan, mengendalikan
temperatur tubuh bayi, memperbaiki atau mempunyai pola tidur yang
lebih baik, mendorong keterampilan bayi untuk menyusu yang lebih cepat
dan efektif, meningkatkan kenaikan berat badan (kembali ke berat
lahirnya dengan lebih cepat), meningkatkan hubungan antara ibu dan bayi,
tidak terlalu banyak menangis selama satu jam pertama, menjaga
kolonisasi kuman yang aman dari ibu di dalam perut bayi sehingga
memberikan perlindungan terhadap infeksi, bilirubin akan lebih cepat
normal dan mengeluarkan mekonium lebih cepat sehingga menurunkan
kejadian ikterus bayi baru lahir, kadar gula dan parameter biokimia lain
yang lebih baik selama beberapa jam pertama hidupnya.
b. Keuntungan kontak kulit dengan kulit untuk ibu
Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu. Oksitosin
berfungsi membantu kontraksi uterus sehingga perdarahan pasca
persalinan lebih rendah, merangsang pengeluaran kolostrum, penting
untuk kelekatan hubungan ibu dan bayi, ibu lebih tenang dan lebih tidak
merasa nyeri pada saat plasenta lahir dan prosedur pasca persalinan
lainnya. Prolaktin berfungsi meningkatkan produksi ASI, membantu ibu
mengatasi stress. Mendorong ibu untuk tidur dan relaksasi setelah bayi
selesai menyusu, menunda ovulasi.
c. Keuntungan Inisiasi Menyusu Dini untuk bayi
1). Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal agar kolostrum segera
keluar yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi
2). Memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera
kepada bayi. Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi
3). Meningkatkan kecerdasan
4). Membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan, dan napas
5). Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu-bayi
6). Mencegah kehilangan panas
7). Merangsang kolostrum segera keluar
d. Keuntungan Menyusu Dini untuk Ibu
1). Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin
2). Meningkatkan keberhasilan produksi ASI
3). Meningkatkan jalinan kasih sayang Ibu-bayi
e. Memulai menyusu dini akan :
1). Mengurangi 22 % kematian bayi berusia 28 hari kebawah.
Menurut penelitian Edmond (2006) dalam Roesli (2008) bahwa jika
bayi diberi kesempatan menyusu dalam satu jam pertama dengan
dibiarkan kontak kulit ke kulit ibu (setidaknya selama satu jam) maka
22% nyawa bayi di bawah 28 hari dapat diselamatkan. Sedangkan jika
menyusu pertama dimulai saat bayi berusia di atas dua jam dan di
bawah 24 jam pertama maka tinggal 16% nyawa bayi di bawah 28 hari
yang dapat diselamatkan.
2). Meningkatkan keberhasilan menyusui secara eksklusif dan
meningkatkan lamanya bayi disusui.
Menurut penelitian Fikawati dan Syafiq (2003) yang dilakukan di
Jakarta-Indonesia ini menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk
menyusu dini, hasilnya delapan kali berhasil ASI eksklusif.
3). Merangsang produksi susu.
4). Memperkuat refleks menghisap bayi. Refleks menghisap awal pada
bayi paling kuat beberapa jam pertama setelah lahir.
Menurut Purwanti (2004) dalam Biasa dkk (2005) dengan memberikan
ASI kepada bayi dalam waktu kurang dari setengah jam pasca persalinan
berarti sudah memberikan 5 keuntungan yaitu
a. Bayi mendapat terapi psikologis berupa ketenangan dan kepuasan.
Terpenuhinya rasa aman dan nyaman akibat kelelahan selama proses
persalinan karena kepala bayi harus melewati pintu atas panggul, panggul
dalam, dasar panggul dan panggul luar yang membuat bayi sangat stress.
Dengan menemukan puting susu ibu, bayi mendapatkan ketenangan
kembali. Hal ini merupakan terapi bagi bayi yang sangat berpengaruh
terhadap perkembangan psikologis bayi karena ia mendapat modal
pertama pembentukan kepercayaan diri terhadap lingkungan.
b. Dengan tertanamnya kepercayaan pada lingkungan berarti ibu sudah
membangun dasar kepercayaan dan ketenangan dalam menghadapi setiap
permasalahan.
c. Kadar hormon prolaktin tidak sempat turun dalam peredaran darah ibu
sehingga kolostrum untuk hari pertama akan lebih cepat keluar.
d. Dengan hisapan bayi yang benar, oksitosin akan keluar lebih banyak. Hal
ini sangat menguntungkan karena otot polos rahim akan terus
berkontraksi, sehingga perdarahan pasca partum dapat dicegah yang dapat
mengurangi angka anemia pada ibu pasca bersalin.
e. Oleh karena kontraksi baik dari hasil kerja hormon oksitosin, proses
involusio akan lebih cepat terjadi. Dengan cepatnya involusio maka luka
bekas persalinan cepat menutup.
3. Intervensi yang dapat mengganggu kemampuan alami bayi untuk
mencari dan menemukan sendiri payudara ibunya (Roesli, 2008)
Ada beberapa intervensi yang dapat mengganggu kemampuan alami
bayi untuk mencari dan menemukan sendiri payudara ibunya, yaitu
a. Pemberian obat kimiawi pada ibu saat melahirkan karena obat tersebut
bisa sampai ke janin melalui ari-ari dan mungkin menyebabkan bayi sulit
menyusu pada payudara ibu.
b. Kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan seperti operasi Caesar,
Vakum, Forcep.
c. Perasaan sakit di daerah kulit yang dilakukan episiotomi dapat pula
mengganggu kemampuan alamiah ini.
4. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini menurut (APN, 2008; UNICEF India,
2007) dalam Rusnita (2008)
a. Segera setelah bayi lahir dan diputuskan tidak memerlukan resusitasi,
letakkan bayi di atas dada atau perut ibunya dan keringkan bayi mulai dari
muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali kedua tangan.
Mengeringkan bayi tidak perlu sampai menghilangkan verniks karena
verniks berfungsi sebagai penahan panas pada bayi. Verniks (zat lemak
putih) yang melekat pada bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini
membuat nyaman kulit bayi.
b. Tali pusat dipotong dan diikat kemudian bayi ditengkurapkan di atas dada
ibunya dan mata bayi sejajar dengan puting ibunya. Kontak kulit ibu dan
bayi tersebut dilakukan tanpa membedong bayi.
c. Walaupun ruang bersalin dingin, dapat diberikan selimut yang akan
menyelimuti ibu dan bayinya dan kepala bayi diberi topi. Menurut
penelitian Bergman (2005) dalam Roesli (2008), kulit dada ibu yang
melahirkan satu derajat lebih panas dari ibu yang tidak melahirkan. Jika
bayinya kedinginan, suhu kulit ibu otomatis naik dua derajat untuk
menghangatkan bayi. Bayi jika kepanasan, suhu kulit ibu otomatis turun
satu derajat untuk mendinginkan bayinya. Kulit ibu bersifat
termoregulator atau thermal sinchrony bagi suhu bayi.
d. Setelah 30-40 menit bayi akan mulai bergerak menggerakkan kaki, bahu
dan lengannya. Stimulasi ini akan membantu uterus untuk berkontraksi.
Meskipun kemampuan melihatnya terbatas, bayi dapat melihat areola
mammae yang memang warnanya lebih gelap dan menuju kesana. Bayi
akan membentur-benturkan kepalanya ke dada ibu. Ini merupakan
stimulasi yang menyerupai massase untuk payudara ibu.
e. Bayi kemudian mencapai puting dengan mengandalkan indera
penciumannya dan dipandu oleh bau pada kedua tangannya. Bayi akan
mengangkat kepala, mulai mengulum puting dan mulai menyusu.
f. Menyusu pertama berlangsung sekitar 15 menit dan setelah selesai 2-2,5
jam berikutnya tidak ada keinginan untuk menghisap. Selama menyusu,
bayi akan mengkoordinasikan isapan, menelan dan bernapas. Dan saat itu
terkadang sudah terdapat kolostrum.
g. Setelah usai inisiasi menyusu dini, baru tindakan asuhan perawatan seperti
menimbang, pemeriksaan Antropometri lainnya, menyuntikkan Vitamin
K1 dan mengoleskan salep pada mata.
h. Ibu memandikan bayi paling kurang 6 jam setelah lahir atau pada hari
berikutnya.
i. Bayi tetap berada dalam jangkauan ibunya agar dapat disusukan sesuai
keinginan bayi.
Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan serta
sarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat
persalinan yang dapat diganti dengan cara non-kimiawi misalnya pijat,
aromaterapi, gerakkan atau hypnobirthing. Biarkan bayi dalam posisi kulit
bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam, walaupun ia
telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika belum menemukan
puting payudara ibunya dalam waktu satu jam, biarkan kulit bayi tetap
bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama (Roesli,
2008).
Usaha bayi merangkak mencari payudara secara standar tidak dapat
dilakukan pada persalinan operasi caesar. Namun, jika diberikan anestesi
spinal atau epidural dan ibu dalam keadaan sadar sehingga dapat segera
memberi respon pada bayi. Bayi dapat segera diposisikan untuk terjadi kontak
kulit dengan kulit antara ibu dan bayi. Usahakan menyusu pertama dilakukan
di kamar operasi. Jika keadaan ibu atau bayi belum memungkinkan, bayi
diberikan ke ibu pada kesempatan tercepat. Jika dilakukan anestesi umum,
kontak dapat terjadi di ruang pulih saat ibu sudah dapat merespon walaupun
masih mengantuk atau dalam pengaruh obat bius (Roesli, 2008).
Jika inisiasi dini belum terjadi di kamar bersalin, kamar operasi atau
bayi harus dipindah sebelum satu jam maka bayi tetap diletakkan di dada ibu
ketika dipindahkan ke kamar perawatan atau pemulihan (Roesli, 2008).
5. Lima tahap perilaku (pre-feeding behaviour) bayi saat Inisiasi Menyusu
Dini (Roesli, 2008)
Jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu
dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu
jam, semua bayi akan melalui lima tahapan perilaku (pre-feeding behaviour)
sebelum bayi bayi berhasil menyusui, yaitu :
a. Dalam 30 menit pertama : stadium istirahat/ diam namun dalam keadaan
siaga (rest/quite alert stage). Bayi diam tidak bergerak, sesekali matanya
terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan
penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke keadaan di luar
kandungan. Bonding (hubungan kasih sayang) ini merupakan dasar
pertumbuhan bayi dalam suasana aman. Hal ini meningkatkan
kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan menyusui dan mendidik
bayinya. Kepercayaan diri ayah pun menjadi bagian keberhasilan
menyusui dan mendidik anak bersama-sama ibu. Langkah awal keluarga
sakinah.
b. Antara 30-40 menit, bayi mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau
minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan
cairan ketuban yang ada di tangannya. Bau ini sama dengan bau cairan
yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi
untuk menemukan payudara dan puting susu ibu.
c. Bayi mengeluarkan air liur. Saat menyadari bahwa ada makanan di
sekitarnya, bayi mulai mengeluarkan air liurnya.
d. Bayi mulai bergerak ke arah payudara. Areola sebagai sasaran, dengan
kaki menekan perut ibu. Ia menjilat-jilati kulit ibu, menghentak-hentakkan
kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan kiri, serta menyentuh dan
meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya.
e. Menemukan, menjilati, mengulum puting, membuka mulut lebar dan
melekat dengan baik.
Gambar 2.1
Tahapan Inisiasi Menyusu Dini Bayi
6. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini
Berikut ini beberapa pendapat masyarakat yang tidak benar yang dapat
menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan kulit bayi (Roesli, 2008)
a. Bayi Kedinginan
Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan
ibu. Suhu payudara ibu akan meningkat 0,5°C dalam dua menit jika bayi
diletakkan di dada ibu.
b. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui
Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera setelah
lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi
menyusu dini membantu menenangkan ibu.
c. Tenaga Kesehatan kurang tersedia
Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya
untuk persalinan kala tiga. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu.
Libatkan ayah atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi
dukungan pada ibu.
d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk
Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar
perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya
mencapai payudara dan menyusu dini.
e. Ibu harus dijahit
Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara sedangkan
yang dijahit adalah bagian perineum ibu.
f. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit Gonore
(Gonorrhea) harus diberikan setelah lahir
Menurut American College of Obstetric and Gynecology dan Academy
Breastfeeding Medicine (2007), tindakan pencegahan ini dapat ditunda
setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa
membahayakan bayi.
g. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang dan diukur
Menunda memandikan bayi berarti mencegah hilangnya panas tubuh bayi.
Selain itu memberi kesempatan verniks untuk meresap, melunakkan, dan
melindungi bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir.
Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal
selesai.
h. Bayi kurang siaga
Pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu,
bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang
diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan
bantuan lebih untuk bounding. Menurut Hamilton (1995) periode
reaktivitas (pada 30-60 menit setelah lahir) bayi dalam keadaan terjaga
dengan mata terbuka, memberikan respon terhadap stimulus, menghisap
dengan penuh semangat dan menangis, kecepatan pernapasan sampai 82
x/ menit, denyut jantung sampai 180x/ menit, bising usus aktif.
i. Kolostrum tidak keluar atau jumlahnya tidak memadai sehingga
diperlukan cairan lain
Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Volume
kolostrum berkisar 150-300 ml/24 jam.
j. Kolostrum tidak baik/ berbahaya untuk bayi
Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi. Selain sebagai
imunisasi pertama dan mengurangi penyakit kuning pada bayi baru lahir,
kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda.
7. Inisiasi Menyusui Dini dan Rawat Gabung
Inisiasi Menyusui Dini saling terkait dengan rawat gabung. Rawat gabung
adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak
dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam sebuah ruangan selama 24
jam penuh (Suradi, 2004).
Pada prinsipnya syarat rawat gabung adalah dimana ibu mampu menyusui dan
bayi mampu untuk menyusu. Dimana kemampuan si ibu untuk menyusui,
dimulai dengan keinginan atau kesediaan yang berupa motivasi si ibu untuk
menyusui (Wiknjosastro, 2002).
Tidak semua bayi atau ibu dapat segera mengikuti program rawat gabung bila
memenuhi kriteria sebagai berikut : (Suradi, 2004)
a. Lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong
b. Cukup bulan, umur kehamilan lebih dari 37 minggu dengan berat lahir
lebih dari 2500 gram
c. Bayi tidak mengalami asfiksia (nilai APGAR pada menit ke V lebih dari
7)
d. Tidak ada gejala sesak nafas, sianosis, infeksi atau kelainan kongenital
berat
e. Bayi yang lahir dengan tindakan (Vakum atau Forceps), rawat gabung
dapat ditunda sementara sampai bayi kelihatan baik, aktif dan sudah ada
refleks menghisap
f. Bayi yang lahir secara operasi sesar dengan pembiusan umum, rawat
gabung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar (bayi tidak ngantuk), misal 4-
6 jam setelah operasi selesai. Bila pembiusan menggunakan spinal, maka
bayi dapat diberikan ke ibu segera setelah operasi.
8. Inisiasi Menyusu Dini dan MDGs (Roesli, 2008)
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) berperan dalam pencapaian tujuan Millenium
Development Goals (MDGs), yaitu diantaranya :
a. Membantu mengurangi kemiskinan
Inisiasi Menyusu Dini dapat meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif
enam bulan dan lama menyusui.
b. Membantu mengurangi kelaparan
Kebutuhan makanan bayi akan terpenuhi secara bermakna sampai usia
dua tahun jika masih menyusu ASI pada ibunya. Dengan kata lain,
pemberian ASI membantu mengurangi angka kejadian kurang gizi dan
pertumbuhan yang terhenti yang umumnya terjadi pada usia ini. Menurut
Syafiq dan Fika, bayi yang diberi kesemapatan menyusu dini akan delapan
kali lebih berhasil dalam menyusu eksklusif. Berarti, bayi yang diberi
kesempatan Inisiasi Menyusu Dini akan lebih mungkin disusui sampai
usia dua tahun bahkan lebih.
c. Membantu mengurangi angka kematian anak balita
Peran inisiasi menyusu dini dapat mengurangi 22% kematian bayi 28 hari.
Berarti inisiasi menyusu dini mengurangi angka kematian balita 8,8%.
Selain itu inisiasi menyusu dini dapat meningkatkan keberhasilan
menyusu eksklusif dan lama menyusu sampai dua tahun sehingga dapat
menurunkan kematian anak secara menyeluruh.
B. Manajemen Laktasi
1. Anatomi Payudara (Depkes, 2002)
Dibedakan menurut struktur internal dan eksternal. Struktur internal payudara
terdiri dari kulit, jaringan dibawah kulit dan korpus. Korpus terdiri dari
parenkim atau jaringan kelenjar dan stroma atau jaringan penunjang.
Parenkim merupakan struktur yang terdiri dari :
a. Saluran kelenjar : duktulus, duktus dan sinus laktiferus. Sinus laktiferus
yaitu duktus yang melebar tempat ASI mengumpul, selanjutnya saluran
mengecil dan bermuara pada puting. Ada 15-25 sinus laktiferus.
b. Alveolus yang terdiri dari sel kelenjar yang memproduksi ASI
Tiap duktus bercabang menjadi duktulus, tiap duktulus bercabang menjadi
alveolus yang merupakan satu kesatuan kelenjar.
Duktus membentuk lobulus. Sinus, duktus dan alveolus dilapisi epitel otot
(mioepitel) yang dapat berkontraksi. Alveolus juga dikelilingi pembuluh
darah yang membawa zat gizi kepada sel kelenjar untuk diproses sintesa
menjadi ASI. Straoma terdiri dari jaringan ikat, jaringan lemak, pembuluh
darah saraf dan limfa.
Struktur eksternal payudara terdiri dari puting dan areola yaitu bagian lebih
hitam sekitar puting. Pada areola terdapat beberapa kelenjar Montgomeri yang
mengeluarkan cairan untuk membentuk puting lunak dan lentur.
2. Refleks Menyusui pada Ibu
Pada proses laktasi perlu diketahui terdapat dua refleks pada ibu yang sangat
penting dalam proses laktasi yaitu refleks prolaktin dan refleks oksitosin/
aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu oleh hisapan bayi.
Masing-masing refleks tersebut adalah
a. Refleks prolaktin (pembentukan ASI)
Rangsangan hisapan bayi melalui serabut saraf akan memacu hipofisis
anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam aliran darah.
Prolaktin memacu sel kelenjar untuk sekresi ASI.
Makin sering bayi menghisap makin banyak prolaktin dilepas oleh
hipofisis, maka makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelenjar.
Mekanisme ini disebut mekanisme ”supply and demand” (Depkes, 2002).
b. Refleks Oksitosin (refleks pengaliran ASI atau let down reflex)
Rangsangan hisapan bayi melalui serabut saraf memacu hipofisis posterior
untuk melepas hormon oksitosin dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel
mioepitel yang mengelilingi alveolus dan duktulus untuk berkontraksi,
sehingga mengalirkan ASI dari alveolus ke duktus menuju sinus dan
puting. Dengan demikian, sering menyusui penting untuk pengosongan
payudara agar tidak terjadi engorgement (payudara bengkak), tapi justru
memperlancar pengaliran ASI.
Oksitosin berperan juga memacu kontraksi otot rahim, sehingga
mempercepat keluarnya plasenta dan mengurangi perdarahan setelah
persalinan. ”let down reflex” dipengaruhi oleh emosi ibu, rasa khawatir,
rasa sakit dan kurang percaya diri.
Gambar 2.2
Refleks Prolaktin dan Oksitosin (let down refleks)
3. Refleks Menyusui pada Bayi
Terdapat 3 refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi yaitu meliputi
refleks menangkap (rooting refleks), refleks menghisap (sucking reflex) dan
refleks menelan (swallowing reflex). Hal tersebut diuraikan sebagai berikut
(Depkes, 2002)
a. Refleks menangkap (rooting reflex)
Bila pipi bayi disentuh, ia akan menoleh ke arah sentuhan. Bila bibir bayi
disentuh ia akan membuka mulut dan berusaha untuk mencari puting
untuk menyusu. Lidah keluar dan melengkung menangkap puting dan
areola.
b. Refleks menghisap (sucking reflex)
Refleks terjadi karena rangsangan puting pada palatum bayi bila areola
masuk ke dalam mulut bayi. Areola dan puting tertekan gusi, lidah dan
langit-langit sehingga menekan sinus laktiferus yang berada dibawah
areola. Selanjutnya terjadi gerakan peristaltik yang mengeluarkan ASI
keluar/ ke mulut bayi.
c. Refleks menelan (swallowing reflex)
ASI dalam mulut bayi menyebabkan gerakan otot menelan.
4. ASI
a. Pengertian ASI
ASI adalah makanan cair yang secara khusus diciptakan untuk memenuhi
kebutuhan bayi akan berbagai zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh dan
berkembang disamping memenuhi kebutuhan bayi akan energi. Hanya
dengan diberi ASI saja tanpa makanan lain, bayi mampu tumbuh dan
berkembang dengan baik sampai usia 6 bulan (Moehyi, 2008).
b. Stadium ASI (Soetjiningsih, 1997)
1). Kolostrum
Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara
yang mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat
dalam alveolus dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah
masa puerperium. Disekresi dari hari 1-3 atau ke-4 yang komposisinya
dari hari ke hari selalu berubah. Kolostrum merupakan cairan Viscous
kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibanding
dengan susu matur dan berfungsi sebagai pencahar yang ideal untuk
membersihkan mekonium dari usus bayi baru lahir dan
mempersiapkan pencernaan makanan bayi. Kolostrum lebih banyak
mengandung protein, protein utamanya adalah globulin (gamma
globulin) dan lebih banyak mengandung antibodi dibanding susu
matur yang dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6
bulan. Kadar karbohidrat dan lemak rendah jika dibanding dengan ASI
matur. Mineral utamanya adalah natrium, kalium dan klorida yang
lebih tinggi dari ASI matur. Total energinya lebih rendah hanya 58
kal/100 ml kolostrum yang volumenya berkisar 150-300 ml/24 jam.
2). ASI masa peralihan
Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI matur
yang disekresi pada hari ke 4 sampai ke 10 dari masa laktasi, tetapi
ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi
pada minggu ke 3 sampai ke 5. Kadar protein makin rendah sedangkan
kadar karbohidrat dan lemak makin meningkat serta volumenya juga
makin meningkat.
Tabel 2.1 Komposisi ASI
Waktu Protein Karbohidrat Lemak
Hari ke 5 2,00 6,42 3,2
Hari ke 9 1,73 6,73 3,7
Minggu ke 34 1,30 7,11 4,0
Dalam satuan gr/ 100 ml ASI
Sumber : dr.Kleiner dan Osten J.M (Moehyi, 2008)
3). ASI matur
Merupakan ASI yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya,
komposisi relatif konstan (ada pula yang menyatakan bahwa
komposisi ASI relatif konstan baru mulai minggu ke 3 sampai ke 5).
ASI matur ini berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan
warna dari gram Ca-Casein, Riboflavin dan karoten yang terdapat di
dalamnya serta di dalam ASI matur terdapat antimikrobial faktor.
c. Kandungan ASI (Moehyi, 2008)
Tabel 2.2 Kandungan ASI
Kadar gizi dalam tiap 100 ml susu Macam zat gizi
Air Susu Ibu Susu Sapi Susu Kerbau
Proton
Lemak
laktosa
Kalori
Kapur
Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
1,2 g
3,8 g
7,0 g
75,0 kal
30,0 mg
0,15 mg
53,0 KI
0,11 mg
4,3 mg
3,3 g
3,8 g
4,8 g
66,0 kal
125,0 mg
0,10 mg
34,0 KI
0,42 mg
1,8 mg
4,8 g
7,8 g
5,0 g
7,0 kal
180,0 mg
0,24 mg
34,0 KI
0,50 mg
1,0 mg
Sumber : Human Milk in the Modern World, Jellieffe, Oxford University Press, New
York, 1978 (Moehyi, 2008)
d. Keunggulan ASI dan manfaat menyusui (Depkes, 2002)
1). Aspek Gizi
ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai
juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang
terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas
tinggi, yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasan bayi/ anak.
a). Kolostrum
Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama immunoglobulin
(IgA) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi
khususnya diare. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang
tinggi, karbohidrat dan lemak rendah sesuai dengan kebutuhan gizi
bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Kolostrum membantu
pengeluaran mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna
hitam kehijauan.
b). Taurin
Taurin adalah sejenis asam amino kedua terbanyak terdapat dalam
ASI dan tidak terdapat dalam susu sapi. Taurin berfungsi sebagai
neurotransmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel
otak. (Gaul, 1995)
c). Decosahexanoid Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah
asam lemak tak jenuh rantai panjang yang diperlukan untuk
pembentukan sel-sel otak yang optimal. DHA dan AA yang
terdapat dalam ASI jumlahnya sangat mencukupi untuk menjamin
pertumbuhan dan kecerdasan anak dikemudian hari.
2). Aspek imunologik
Telah diketahui bahwa bayi yang diberi ASI lebih terlindungi terhadap
penyakit infeksi terutama diare dan mempunyai kesempatan hidup
lebih besar dibandingkan dengan bayi yang diberikan susu botol. Hal
ini disebabkan karena pemberian ASI memberikan keunggulan-
keunggulan antara lain :
a). ASI bebas kontaminasi
Meskipun kemungkinan terkontaminasi melalui puting susu, akan
tetapi bakteri ini tidak diberi kesempatan berkembang biak karena
ASI yang diminum mengandung zat anti infeksi.
b). Immunoglobulin
Terutama immunoglobulin (IgA), kadarnya lebih tinggi dalam
kolostrum dibandingkan dengan ASI. Secretory IgA tidak diserap,
tetapi melumpuhkan bakteri patogen E.coli dan berbagai virus
dalam saluran pencernaan.
c). Laktoferin
Sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan dalam
ASI yang mengikat zat besi (ferum) saluran pencernaan.
d). Lysosim
Enzim ini aktif mengatasi E.coli dan Salmonella.
e). Sel darah putih
Selama 2 minggu pertama ASI mengadung lebih dari 4000 sel
darah putih per mil. Terdiri dari tiga macam yaitu :
Brochus Asosiated Lympocite Tissue (BALT) yang menghasilkan
antibodi terhadap infeksi saluran pernapasan. Gut Asosiated
Lympocite Tissue (GALT) yang menghasilkan antibodi terhadap
infeksi saluran pencernaan. Mammary Asosiated Lympocite Tissue
(MALT) yang menyalurkan antibodi melalui jaringan payudara
ibu. Sel-sel ini memproduksi IgA, Laktoferin, Lysosim, dan
Interferon. Interferon menghambat virus tertentu.
3). Aspek psikologik menyusui
a). Rasa percaya diri ibu untuk menyusui
Rasa percaya diri bahwa ibu mampu menyusui ataupun
memproduksi ASI yang mencukupi untuk bayi, besar pengaruhnya
bagi keberhasilan menyusui. Menyusui dipengaruhi oleh emosi
ibu. Kemauan yang besar dan kasih sayang terhadap bayi akan
meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada
akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.
b). Hubungan/ interaksi ibu-bayi
Proses menyusui merupakan proses interaksi antara ibu dan bayi,
yang mempengaruhi kedua belah pihak. Pertumbuhan dan
perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ikatan
ibu-bayi tersebut. Hubungan interaksi antara ibu dan bayi paling
mudah terjadi selama setengah jam pertama dan mulai terjalin
beberapa menit sesudah bayi dilahirkan. Karena itu penting sekali
bayi mulai disusui sedini mungkin, yaitu dalam waktu 30 menit
setelah bayi dilahirkan.
c). Pengaruh kontak langsung ibu dan bayi
Ikatan kasih sayang antara ibu-bayi terjadi karena berbagai
rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact) dan
mencium aroma yang khas antara ibu dan bayi. Apabila proses
menyusui dilakukan dengan baik, akan memberikan kepuasan
kepada ibu dan bayi. Bayi merasa aman dan puas karena melalui
sentuhan kulit dapat merasakan kehangatan tubuh ibu dan dapat
mendengar denyut jantung ibu, yang sudah dikenal sejak bayi
masih dalam rahim.
4). Aspek kecerdasan
Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI yang dibutuhkan
untuk perkembangan sistem saraf otak dapat meningkatkan kecerdasan
bayi.
5). Aspek neurologis
Belum sempurnanya koordinasi saraf menelan, menghisap dan
bernafas dapat terjadi pada bayi baru lahir. Dengan menghisap
payudara ketidaksempurnaan koordinasi saraf tersebut dapat lebih
baik.
6). Aspek ekonomis
Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan
biaya dan makanan bayi sampai sedikitnya umur 4 bulan. Dengan
demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli
susu formula serta membeli peralatan dan biaya pengobatan yang
disebabkan oleh dampak negatif penggunaan susu formula.
7). Aspek penundaan kehamilan
Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan
sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah sementara
yang dikenal dengan Metode Amenore Laktasi (MAL). MAL harus
memenuhi tiga kriteria yaitu tidak haid, menyusui secara eksklusif dan
umur bayi kurang dari 6 bulan.
C Teori Perilaku Kesehatan
Menurut Green (1991) dalam Notoatmodjo (2005) kesehatan dipengaruhi oleh 2
faktor yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor non perilaku (non
behaviour causes), sedangkan faktor perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3
faktor, yaitu :
1. Predisposing factors atau faktor dari diri sendiri/ pengaruh, adalah faktor-
faktor yang mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran ataupun
motivasi yang terdiri dari pengetahuan, sikap, persepsi, nilai, keyakinan dan
variabel demografi.
2. Enabling factors atau faktor pemungkin, adalah kemampuan dari sumber daya
yang penting untuk membentuk perilaku. Faktor pemungkin terdiri dari
fasilitas penunjang, peraturan dan kemampuan sumber daya.
3. Reinforcing factors atau faktor penguat, adalah faktor yang menentukan
apakah tindakan kesehatan mendapatkan dukungan dan tidak dengan
memberikan reward, insentif dan punishment
D Faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir
1. Umur ibu
Adalah lama waktu hidup atau ada/sejak dilahirkan (KBBI, 2001).
Menurut Soelaiman (1993) dalam Ubaedah (2005) bahwa umur yang
dianggap optimal mengambil keputusan adalah diatas 20 tahun karena umur
dibawah 20 tahun cenderung dapat mendorong terjadinya kebimbangan dalam
mengambil keputusan. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja dari segi
kepercayaan masyarakat. Seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya
dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat
dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Huclock, 1998 dalam Nursalam,
2001).
Menyusui bayi memerlukan kondisi kesehatan ibu yang baik, tidak
saja kondisi fisik tetapi juga kondisi psikologisnya. Menurut Nelvi (2004)
periode umur yang baik untuk menyusui adalah sekitar 20-35 tahun karena
bila umur kurang dari 20 tahun wanita masih dalam masa pertumbuhan
walaupun dari faktor biologisnya sudah siap namun aspek psikologisnya
belum matang. Begitu pula jika ibu menyusui pada umur lebih dari 35 tahun
maka masalah kesehatan akan sering timbul dengan komplikasi.
2. Pendidikan ibu
Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh
orang dewasa kepada anak – anak dalam pertumbuhannya (jasmani dan
rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat (Notoatmodjo,
2003). Tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh dalam memberikan
respon terhadap sesuatu yang datang dari luar seperti sikap atau penerimaan
anjuran menyusui. Orang yang berpendidikan akan memberikan respon yang
rasional dibanding mereka yang berpendidikan lebih rendah atau mereka yang
tidak berpendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan
semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pengetahuan
yang dimiliki (Kuncoroningrat, 1997 dalam Nursalam, 2001). Sebaliknya
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Menurut Helsing dan King (1981) dalam Amalia (2007) frekuensi
menyusui lebih tinggi diantara wanita terpelajar. Ibu yang terpelajar lebih
menyadari keuntungan fisiologis dan psikologis dari menyusui. Ibu terpelajar
lebih termotivasi memiliki kesempatan lebih banyak untuk mendapat
informasi serta mempunyai fasilitas yang lebih baik dari posisi yang
diperolehnya di tempat kerja. Sehingga lebih memungkinkan untuk
memberikan ASI secara baik dan benar dari wanita kurang terpelajar.
Menurut hasil penelitian Nelvi (2004) bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan dengan pemberian ASI dini dimana responden
yang berpendidikan tinggi melakukan inisiasi pemberian ASI 74,7%
dibanding dari responden berpendidikan rendah.
3. Paritas ibu
Adalah jumlah kehamilan yang mengahasilkan janin hidup, bukan
jumlah janin yang dilahirkan. Janin yang lahir hidup atau mati setelah
viabilitas dicapai, tidak mempengaruhi paritas. Primipara adalah seorang
wanita yang sudah menjalani kehamilan sampai janin mencapai tahap
viabilitas sedangkan multipara adalah seorang wanita yang sudah menjalani
dua atau lebih kehamilan dan mengahasilkan janin sampai tahap viabilitas.
Viabilitas adalah kapasitas untuk hidup di luar uterus, sekitar 22 minggu
periode menstruasi (20 minggu kehamilan) atau berat janin lebih dari 500
gram (Bobak, 2005).
Menurut Ebrahim (1979) pada seorang ibu yang mengalami laktasi
kedua dan seterusnya cenderung untuk lebih baik daripada yang pertama.
Laktasi kedua yang dialami ibu berarti ibu telah memiliki pengalaman dalam
menyusui anaknya. Begitu pula dalam laktasi ketiga dan seterusnya.
Sedangkan pada laktasi pertama ibu belum mempunyai pengalaman dalam
menyusui sehingga ibu tidak mengetahui bagaimana cara yang baik dan benar
untuk menyusui bayinya.
Menurut penelitian Suradi (1992) bahwa ASI lebih cepat keluar pada
multipara daripada primipara, walaupun perbedaan tersebut secara statistik
tidak bermakna. Penelitian Madjid (2003) dalam Nelvi (2004) bahwa ibu-ibu
yang baru pertama kali mempunyai anak (primipara) masalah-masalah
menyusui sering timbul, berbeda dengan ibu-ibu multipara yang sudah pernah
menyusui sebelumnya lebih baik dari pada yang pertama.
4. Pengetahuan Ibu
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh malalui mata dan telinga. Pengetahuan juga dapat
diperoleh dari pendidikan formal dan informal (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Namun peningkatan
pengetahuan tidak selalu mengambarkan perubahan perilaku. Beberapa faktor
yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah pengetahuan dan sikap, namun
pembentukan perilaku itu sendiri tidak semata-semata berdasarkan hal
tersebut tapi masih dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat kompleks
(Notoatmodjo, 2003).
Kegagalan dalam menyusui sering disebabkan karena kurangnya
pengetahuan ibu tentang laktasi (Perinasia, 2004). Banyak ibu yang merasa
bahwa susu formula itu sama baiknya atau malah lebih baik dari ASI,
sehingga cepat menambah susu formula bila merasa bahwa ASI kurang.
Petugas kesehatan pun masih banyak yang tidak memberikan informasi pada
saat pemeriksaan kehamilan. Menurut hasil penelitian Fikawati dan Syafiq
(2003) menunjukkan adanya perbedaan antara ibu yang mengetahui informasi
tentang penyusuan dini dengan praktek pelaksanaannya.
5. Sikap Ibu
Menurut Notoatmodjo (2000), sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau
aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi
tertutup. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tetap dari seseorang
terhadap sesuatu stimulus atau objek. Menurut Green dalam Notoatmodjo
(2003) mengatakan bahwa sikap menentukan perilaku seseorang.
Sikap yang positif diharapkan menjadi motivasi yang kuat dalam
usaha Ibu untuk menyusui atau memberikan ASInya pada bayi, karena
motivasi itu akan berperanan dalam proses laktasi (Perinasia, 1994).
Hasil penelitian Rusnita (2008) menunjukkan bahwa ibu yang
mempunyai sikap positif dan negatif selisihnya sedikit. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kondisi yang tidak nyaman/kelelahan yang dirasakan ibu.
Menurut Roesli (2008) seorang ibu jarang merasa lelah untuk memeluk
bayinya segera setelah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit saat bayi
inisiasi menyusu dini membantu menenangkan ibu.
6. Berat bayi saat lahir
Bayi yang lahir sebelum waktunya (prematur) atau lahir dengan berat
badan yang sangat rendah mungkin masih terlalu lemah apabila harus
menghisap ASI dari ibunya. Berat badan yang kurang dari 1200 gram
kemampuan untuk menyusu sangat kurang sehingga ASI harus dikeluarkan
dan diberikan kepada bayi secara manual, demi mempertahankan kualitas
laktasi sampai bayi sanggup untuk menghisap sendiri secara langsung dari
payudara (Moehji, 1988). Refleks tergantung pada usia gestasi yaitu refleks
rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32, koordinasi refleks untuk
menghisap, menelan dan bernapas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke-
32 (Doengoes & Moorhouse, 2001).
Bayi dengan berat badan lahir rendah (prematur), seharusnya
diberikan ASI dari ibunya sendiri. Bila tidak terdapat komplikasi seperti
kesulitan pernapasan, sepsis dan malformasi. Maka sebagian besar bayi
prematur biasanya mampu menyusui dengan segera (Supriadi, 2002 dalam
Rahardjo, 2005). Menurut Brinch (1986) bayi yang lahir dengan berat badan
lahir rendah atau prematur ataupun bayi kembar dapat tetap diberikan ASI
segera setelah lahir, apalagi bayi dengan berat lahir normal dapat segera
diberikan ASI pada 1 jam pertama setelah kelahirannya, kecuali bayi tersebut
lahir dalam kondisi yang bermasalah.
Menurut penelitian Ratri (2000) bahwa ada hubungan bermakna antara
pemberian ASI pertama kali dengan berat badan bayi saat lahir. Hal itu senada
dengan penelitian Rahardjo (2005).
7. Jenis Persalinan
Jenis persalinan terdiri dari persalinan spontan, forsep, vakum, dan
kelahiran sesaria. Persalinan dengan forsep adalah proses melahirkan dengan
dua buah instrumen yang digunakan untuk membantu pelahiran kepala janin.
Indikasi maternal untuk kelahiran dengan forsep adalah kebutuhan untuk
memperpendek kala dua pada distosia (kesulitan persalinan) atau untuk
memperbaiki upaya mendorong ibu yang kurang (misalnya, ibu letih dan telah
diberi anestesia spinal atau epidural), serta untuk melawan kondisi yang
berbahaya (misalnya dekompensasi jantung). Indikasi pada janin meliputi
kelahiran janin yang mengalami distres, presentasi belum pasti, atau janin
berhenti berotasi, dan juga pelahiran kepala pada presentasi bokong (Dennan,
1989 dalam Bobak, 2005).
Ekstraksi vakum adalah metode pelahiran dengan memasang sebuah
mangkuk (cup) vakum di kepala janin dan tekanan negatif. Indikasi
penggunaan ekstraksi vakum ini sama dengan forsep, tetapi terutama pada
kasus janin gagal berotasi dan persalinan berhenti di kala dua (Galvan,
Broekhuizen, 1987 dalam Bobak, 2005).
Kelahiran sesaria adalah kelahiran janin melalui insisi transabdomen
pada uterus. Tujuan dasar pelahiran sesaria adalah memelihara kehidupan atau
kesehatan ibu dan janinnya. Dewasa ini sebagian besar kelahiran sesaria
dilakukan untuk keuntungan janin. Empat kategori diagnostik yang
merupakan alasan terhadap 75% sampai 90% kelahiran sesaria adalah
distosia, sesaria ulang, presentasi bokong, dan gawat janin (Marieskind,
1989). Indikasi lain prosedur tersebut adalah infeksi virus herpes, prolaps tali
pusat, komplikasi medis (misalnya hipertensi karena kehamilan), kelainan
plasenta (misalnya plasenta previa dan solusio plasenta), malpresentasi
(misalnya presentasi bahu) dan anomali janin misalnya Hidrosefalus (Bobak,
2005).
Ada beberapa intervensi yang dapat mengganggu kemampuan alami
bayi untuk mencari dan menemukan sendiri payudara ibunya yaitu antara lain
kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan seperti operasi Caesar, Vakum,
Forcep. Menurut penelitian Righrd dan Alade (1990) bahwa bayi yang lahir
dengan obat-obatan atau tindakan, segera setelah lahir diletakkan di dada ibu
dengan kontak kulit ke kulit, hasilnya tidak semuanya dapat menyusu sendiri.
Bayi yang mencapai payudara ibunya pun, umumnya menyusu dengan lemah
(Roesli, 2008).
Menurut Perinasia (1992) pada dasarnya semua ibu dengan persalinan
pervaginam mampu segera menyusui dan merawat bayi. Ibu dengan
persalinan perabdominan (SC) tidak mungkin segera dapat menyusui bayinya
karena ibu belum sadar akibat pembiusan.
8. Konseling selama kehamilan dan persalinan
Konseling adalah suatu proses dimana konselor membantu konseli
membuat interprestasi-interprestasi tetang fakta-fakta yang berhubungan
dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuat
(Smith,1974).
Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan
untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga
mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan
kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998).
Kegagalan dalam menyusui sering disebabkan karena kurangnya
pengetahuan Ibu tentang laktasi (Perinasia, 2004). Petugas kesehatan pun
masih banyak yang tidak memberikan informasi pada saat pemeriksaan
kehamilan. Menurut Soetjiningsih (1993), sebenarnya sukses atau tidaknya
menyusui sudah dimulai pada waktu ibu masih hamil yaitu pada waktu
pemeriksaan kehamilan, dimana petugas kesehatan harus memberikan
penyuluhan tentang laktasi dan melakukan pemeriksaan payudara ibu dan
menganjurkan perawatan payudara pada waktu masih hamil, termasuk
menganjurkan untuk menyusui bayinya dalam 30 menit pertama setelah lahir.
Menurut penelitian Ratri (2000) bahwa ada hubungan bermakna antara
pemberian ASI pertama kali dengan pemberian nasehat ASI yang diterima
saat pemeriksaan kehamilan yaitu ibu yang menerima nasehat tentang ASI
memiliki rata-rata pemberian ASI pertama kali paling cepat yaitu 26,25 jam
setelah lahir.
9. Dukungan Petugas Kesehatan
Penelitian Rahardjo (2005) mengatakan bahwa faktor dominan yang
berhubungan dengan pemberian ASI dalam satu jam pertama adalah tenaga
kesehatan terutama bidan. Penolong persalinan merupakan kunci utama
keberhasilan dalam satu jam pertama setelah melahirkan (immediate
breastfeeding) karena dalam kurun waktu tersebut peran penolong masih
dominan. Kondisi tidak nyaman yang dirasakan ibu melahirkan dan
ketidakpedulian petugas kesehatan yang ada di ruang bersalin dalam
memberikan perhatian dan tanggapan yang positif akan membuat ibu tidak
tenteram dan tenang dalam hal ini akan menghambat proses ASI. Apabila
penolong memotivasi ibu untuk segera memeluk bayinya maka interaksi ibu
dan bayi diharapkan akan terjadi.
Saat mulainya sekresi air susu sesudah persalinan adalah peristiwa
yang jarang mengalami kegagalan, bantuan dari petugas kesehatan dalam
memberikan keyakinan dan dorongan emosi kepada ibu yang sering diganggu
kecemasan, ketakutan dan bayangan kesukaran sangat berarti untuk
kesuksesan pemberian ASI pada 1 jam pertama setelah kelahiran (Ebrahim,
1986).
Menurut penelitian Fikawati dan Syafiq (2003) dibutuhkan penolong
persalinan yang dapat memfasilitasi agar bayi dapat menyusui segera dalam
waktu satu jam persalinan. Penelitian ini sejalan dengan Rusnita (2008) bahwa
terdapat hubungan bermakna antara sikap bidan dengan pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini dengan p<0,05. Dengan immediate breastfeeding ibu semakin
percaya diri untuk memberikan ASI sehingga ibu merasa tidak perlu
memberikan makanan atau minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa
merasa nyaman menempel pada payudara ibu dan tenang dalam pelukan ibu
segera setelah lahir menurut penelitian Fikawati dan Syafiq (2003).
E. Family Centered Maternity Care
1. Pengertian
Konsep keperawatan maternitas yang mengungkapakan masalah
menyusui dini adalah Family Centered Maternity Care. FCMC merupakan
pemberian asuhan kepada wanita dan keluarganya pada saat kehamilan,
kelahiran, post partum dan perawatan bayi yang dimasukan ke dalam siklus
kehidupan keluarga sebagai peristiwa normal dan sehat. Sebagaimana yang
dikutip menurut Phillips (2003)
”Family centered maternity care is a way providing care for women
and their families that integrates pregnancy, childbirth, post partum and
infant care into the continuum of the family life cycle as a normal, healthy live
event”
Pemberian asuhan FCMC didasarkan pada kepercayaan bahwa
kelahiran itu proses natural yang membutuhkan intervensi yang minimal dan
selektif, sehingga menghasilkan kualitas yang sangat tinggi dengan biaya
perawatan yang rendah. Sesuai dengan kutipan menurut Phillips (2003)
“Providing family centered-maternity care, based on the belief that
birth is a natural process requiring minimal and selective intervention, in
general results in the highest quality low-cost care” (Simpson & Knox, 1999
dalam Phillips, 2003)
Perawatan ibu-bayi merupakan bentuk lain perawatan yang berpusat
pada keluarga. Perawatan ibu dan bayi diberikan oleh perawat yang
mendukung kesatuan keluarga. Orang tua lebih memiliki rasa percaya diri
dalam merawat dan ikatan maternal serta peran maternal ditingkatkan
(NAACOG, 1989 dalam Bobak, 2005).
Salah satu metode perawatan yang berpusat pada keluarga adalah
memberi fasilitas ruangan bagi perawatan ibu dan bayi. Bayi ditransfer dari
ruangan perawatan transisi (jika ada fasilitas semacam ini pada rumah sakit
tersebut) setelah menunjukkan adaptasi ekstrauterin yang memuaskan. Ayah
dianjurkan mengunjungi dan berpartisipasi dalam perawatan bayi. Saudara
kandung dan kakek-nenek juga dianjurkan melakukan kunjungan dan
mengenali bayi. Banyak rumah sakit yang menyediakan unit bersalin
keluarga, ibu ditemani ayah sewaktu melahirkan bayi dan mereka bertiga
tinggal bersama sampai keluar dari rumah sakit. Petugas kesehatan, dokter
dan perawat memberikan perawatan yang diperlukan (Bobak, 2005).
Dengan perawatan berpusat pada keluarga, suami, kakek, nenek,
saudara kandung dan teman-teman boleh hadir saat ibu bersalin dan
melahirkan. Ayah boleh mengikuti proses kelahiran sesaria. Neonatus tinggal
bersama ibunya dan boleh segera disusui setelah lahir. Kelas-kelas
penyuluhan pra kelahiran adalah hal yang umum dan mendorong partisipasi
individu pendukung, mengajarkan teknik relaksasi dan bernapas dan memberi
informasi umum tentang kelahiran (Bobak, 2005).
2. Prinsip (Phillips, 2003)
a. Persalinan terlihat sehat, tidak bermasalah. Asuhan diberikan untuk
mempertahankan persalinan, kelahiran, post partum dan asuhan bayi baru
lahir sebagai peristiwa hidup yang normal termasuk perubahan dinamis
pada emosional, sosial dan fisik.
b. Asuhan prenatal adalah bersifat individual sesuai dengan kondisi
psikososial, pendidikan, fisik, spiritual dan kultur individu yang
dibutuhkan pada setiap wanita dan keluarganya.
c. Program komprehensif pendidikan perinatal yang mempersiapkan
keluarga untuk aktif berpartisipasi pada seluruh proses mulai dari
prakonsepsi, kehamilan, kelahiran, dan proses menjadi orang tua.
d. Tim rumah sakit membantu keluarga membuat pilihan-pilihan yang
sebelumnya diberikan informasi (informed choices) untuk perawatan
selama kehamilan, persalinan, kelahiran, post partum dan asuhan bayi
baru lahir dan berusaha untuk memberikan mereka pengalaman yang
diinginkan.
Tabel 2.3 Perbedaan antara traditional care dengan family centered maternity care
(Phillips, 2003)
No. Aspek
Asuhan
Traditional care Family centered maternity care
1 Filosofi dasar Persalinan dan kelahiran itu
beresiko tinggi mengalami
masalah medis yang
biasanya membutuhkan
prosedur invasif,
pengobatan dan pembatasan
untuk mencegah bahaya
pada ibu dan /atau fetus
Persalinan dan kelahiran adalah
peristiwa fisiologis yang normal
termasuk emosi, sosial dan
perubahan fisik dan stress, yang
mana pada banyak kasus tidak
membutuhkan observasi
tertutup dan dukungan dari
medis dan perawat
2 Sikap petugas Sikap petugas didasarkan
pada persepsi bahwa peran
mereka hanya
melaksanakan kebiasaan
dan peraturan RS
Sikap petugas didasarkan pada
pemahaman dan kepekaan/
perasaan mereka terhadap
pentingnya periode persalinan
dalam kehidupan ibu dan
keluarganya
3 Kebijakan dan
prosedur
Kebijakan dan prosedurnya
kaku dan dirancang untuk
kebutuhan RS dan petugas,
tidak ada ketetapan yang
dibuat untuk memenuhi
kebutuhan berbagai macam
populasi
Kebijakan dan prosedur bersifat
individual dan fleksibel,
disesuaikan antara harapan
pasien dengan keputusan
petugas kesehatan dan perawat
profesional. Kebijakan dan
prosedur yang dibuat untuk
melayani semua populasi
4 Keputusan
pengobatan
Petugas membuat
keputusan pengobatan tanpa
berkonsultasi atau
berkolaborasi dengan
keluarga
Petugas berperan membantu
keluarga dalam membuat
pilihan yang diinformasikan
(informed choices), keluarga
dan petugas berkolaborasi
5 Pendidikan
persalinan
Tujuan utama pemberian
pendidikan persalinan
adalah memerintahkan
pasangan untuk sesuai
dengan kebijakan dan
praktek program RS
Pendidikan persalinan berfokus
pada promosi kesehatan,
membuat keputusan yang
diinformasikan (informed
consent) dan strategi diri yang
tepat. Program dirancang untuk
kebutuhan pendidikan semua
populasi
6 Fasilitas Persalinan, melahirkan,
pemulihan, postpartum dan
perawatan bayi baru lahir
terjadi pada tempat yang
berbeda
Persalinan, melahirkan,
pemulihan, postpartum dan
perawatan bayi baru lahir
terjadi pada 1 tempat yaitu
ruang LDRP (Labor, Delivery,
Recovery, Post partum) atau 2
tempat yaitu ruang LDRP dan
ruang ibu-bayi
7 Lingkungan Lingkungan institusi yang
kadang-kadang tidak
nyaman dan ramai
Lingkungannya nyaman seperti
rumah, damai dan tenang
8 Ketepatan
perawatan
Keperawatan maternitas
dibagi dan dipusatkan
sesuai tugas pemberi
asuhan yang berorientasi
Keperawatan maternitas
dipusatkan pada manajemen
asuhan yang menjamin
pembiayaan yang efektif
pada kebutuhan. Pembagian
ini dapat memutuskan
komunikasi bahkan sering
memperpanjang waktu
hospitalisasi
9 Perawatan
pasien
Ibu dan bayi dianggap
pasien yang berbeda yang
dirawat oleh perawat yang
sama
Ibu dan bayi dirawat bersama
oleh perawat yang sama dengan
asuhan ibu-bayi atau pasangan
10 Kerahasian Hospitalisasi dan proses
persalinan mengharuskan
pelepasan kerahasiaan
Pasien diberikan ruangan
tersendiri dengan toilet dan
fasilitas mandi tersendiri; semua
petugas menghargai privasi
keluarga
11 Dukungan
persalinan
Pendukung persalinan
dibatasi hanya 1 orang,
namun tidak diizinkan
untuk tinggal selama
prosedur seperti induksi
epidural atau SC
Ibu yang menentukan berapa
banyak dan siapa saja yang
akan bersamanya saat
persalinan, termasuk anak.
Untuk persalinan SC, paling
sedikit 1 orang yang hadir.
Pendukung persalinan
profesional (misal: Doulas)
12 Perawatan
bayi
Bayi dirawat di ruang
perawatan oleh perawat
dengan asuhan dasar bayi
Bayi terutama dirawat di ruang
ibu, dimana perawat
memberikan pengajaran dan
mencontohkan perawatan dan
perilaku bayi, ibu dan
keluarganya aktif belajar peran
dalam perawatan bayi
13 Kunjungan Jam kunjungan dibatasi
untuk ayah dan lainnya
sebagai jaringan pendukung
ibu
Keluarga dan teman termasuk
anak, didukung untuk berada
saat persalinan, dalam batasan
keamanan dan kesehatan yang
dibutuhkan untuk kondisi fisik
ibu
14 Kesetiaan
konsumen
Kepuasaan konsumen
bukan ukuran tetap atau
objektif, sehingga kecil
kemungkinan untuk
melakukan evaluasi dan
timbal balik
Evaluasi konsumen sering
dilakukan secara formal dan
komprehensif dengan mengukur
timbal balik konsumen
15 Perawatan
pasien
Ahli anestesi mewawancara
semua ibu setelah diizinkan.
Wawancara tidak dapat
dilepaskan
Anestesi dilakukan berdasarkan
permintaan ibu
Petugas bersikap dingin dan
sibuk
Petugas bersikap hangat dan
memberikan perhatian
16 Dukungan
persalinan
Model asuhan untuk ibu
bersalin ditekankan pada
kondisi resiko, penggunaan
teknologi tinggi atau aspek
penyakit dari perawatan
seperti kepercayaan untuk
tetap di tempat tidur,
memberikan infus,
melakukan persalinan pada
pagi hari dan memberikan
Asuhan bersifat individual
sesuai aspek fisiologis kelahiran
ibu dan pemulihan dilakukan
dengan teknik sentuhan tinggi,
memberikan lingkungan sesuai
selera
posisi supine saat persalinan
dan pemulihan
Perawat lebih menyukai ibu
bersalin tetap di kamar dan
tempat tidurnya
Perawat memperhatikan
pergerakan dan frekuensi
perubahan posisi saat persalinan
Perawat lebih suka ibu
melahirkan dengan
dilakukan anestesi epidural
Perawat membantu wanita
dengan teknik manajemen nyeri
non farmakologi seperti mandi
dan deep hydro jet tub
Penolong persalinan
profesional (Doulas) tidak
diizinkan. Dengan
dukungan lebih dari 1 orang
maka akan mengecilkan
hati ibu
Penolong persalinan profesional
(Doulas) diizinkan. Pendukung
persalinan dapat memberikan
perhatian selama persalinan
17 Perawatan
bayi
Prosedur neonatal
dilakukan secara rutin di
ruang perawatan bayi ketika
ibu masih dalam persalinan
dan pemulihan
Prosedur neonatal dilakukan di
sisi tempat tidur ibunya
18 Pendidikan Petugas post partum
memberikan pendidikan
perawatan ibu sedangkan
petugas perawatan
memberikan pendidikan
perawatan bayi
Perawat ibu dan bayi
memberikan pendidikan
perawatan ibu dan bayi
Jadi ciri-ciri Family Centered Maternity Care adalah
1. Dilaksanakannya kelas-kelas antenatal
2. Melibatkan partisipasi keluarga pada persalinan dan post partum
3. Persalinan tindakan melibatkan keluarga
4. Rumah bersalin seperti rumah
5. Pelaksanaan prosedur fleksibel
6. Kontak dini orang tua-bayi
7. Pelaksanaan rooming-in fleksibel
8. Bayi dengan komplikasi melibatkan keluaga
9. Pemulangan dini dengan folllow up
Gambar 2.3
Roda perawatan bayi baru lahir dan pascapartum yang berpusat pada keluarga
Sumber : Watters NE : Combined mother-infant nursing care, JOGNN 14:480, 1985
(Bobak, 2005)
Berdasarkan tinjauan teori diatas maka faktor-faktor yang mempengaruhi waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut :
Gambar 2.4
Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi dari teori Green (1991), Ebrahim (1986), Hector dkk (2005) dan
Soetjiningsih (1997)
Faktor Predisposisi
1. Karakteristik responden
(umur, pendidikan, pekerjaan.
paritas)
2. Pengetahuan ibu
3. Sikap ibu
4. Keyakinan dan kepercayaan
5. Persepsi ibu
6. Pengalaman menyusui
7. Rencana kehamilan
8. Status kesehatan ibu
Faktor Pemungkin :
1. Fasilitas penunjang pelayanan
kesehatan
2. Peraturan dan kebijakan
kesehatan
3. Faktor bayi
Faktor Penguat :
1. Perilaku dan sikap petugas
kesehatan
2. Perilaku dan sikap keluarga
3. Perilaku dan sikap masyarakat
Perilaku
Kesehatan : Waktu
Menyusui Pertama Kali
Pada Bayi Baru Lahir
BAB III
KERANGKA KONSEP
A Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka serta berdasarkan
teori Green (1991), Ebrahim (1986), Hector dkk (2005) dan Soetjiningsih
(1997) maka variabel yang ingin diteliliti mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
adalah variabel terikat (dependen) yaitu waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir. Sedangkan variabel bebas (independen) yang ingin diketahui
meliputi : 1) faktor predisposisi yaitu karakteristik ibu (umur, pendidikan, dan
paritas), pengetahuan ibu dan sikap ibu, 2) faktor pemungkin yaitu faktor bayi
(berat bayi saat lahir) dan jenis persalinan, 3) faktor penguat yaitu konseling
selama kehamilan dan persalinan dan dukungan petugas kesehatan.
Sedangkan variabel lainnya yang terdapat dalam kerangka teori tidak
diikutsertakan dalam penelitian ini disebabkan karena keterbatasan penelitian
dan tidak ditemukannya teori dan penelitian yang mendukung.
1. Keyakinan dan kepercayaan tidak diikutsertakan dalam penelitian karena
kesulitan dalam penentuan hasil ukur dan cara ukurnya
2. Persepsi ibu dapat digambarkan dengan pengetahuan dan sikap ibu
3. Pengalaman menyusui dapat terlihat dari paritas ibu
4. Rencana kehamilan tidak diikutsertakan dalam penelitian karena peneliti
mengkhawatirkan hal tersebut dapat mengganggu privasi ibu.
5. Status kesehatan ibu tidak diikutsertakan dalam penelitian karena peneliti
tidak menemukan penyakit-penyakit apa saja yang benar-benar menjadi
hambatan untuk menyusui sehingga sulit dalam menentukan hasil ukur
dan cara ukur.
6. Fasilitas penunjang pelayanan kesehatan serta peraturan dan kebijakan
kesehatan tidak diikutsertakan karena Rumah Sakit Umum Daerah Koja
telah memiliki kebijakan mengenai pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif
sehingga datanya homogen.
7. Dukungan keluarga dan masyarakat tidak diikutsertakan dalam penelitian
karena dalam penelitian sebelumnya tidak didapatkan hubungan dengan
waktu menyusui pertama kali dan kesulitan dalam penentuan hasil ukur.
Sehingga adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah
Variabel Independen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Dependen
Waktu Menyusui Pertama Kali
Pada Bayi Baru Lahir
Faktor Pemungkin
� Berat bayi saat lahir
� Jenis persalinan
Faktor Penguat
� Konseling selama
kehamilan dan persalinan
� Dukungan petugas kesehatan
Faktor Predisposisi
� Umur ibu
� Pendidikan ibu
� Paritas ibu
� Pengetahuan Ibu
� Sikap Ibu
B Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No. Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Waktu
menyusu
pertama kali
pada bayi
baru lahir
Lamanya
waktu yang
dibutuhkan
bayi yang
baru lahir
untuk
menyusui
pertama kali
dihitung
sejak
kelahirannya
dalam menit
Observasi Jam Menit Rasio
2 Umur Ibu Lamanya
masa hidup
responden
secara tahun
Wawancara Kuesioner Tahun Rasio
kalender,
yang dihitung
sejak
dilahirkan
sampai
dengan saat
dilakukan
penelitian
dalam tahun
3 Pendidikan
Ibu
Jenjang
pendidikan
formal
terakhir yang
berhasil
diselesaikan
oleh
responden
Wawancara Kuesioner 0 =
Pendidi
kan
dasar
(SD-
SMP)
1 =
Pendidi
kan
meneng
ah
(SMA)
2 =
Ordinal
Pendidi
kan
tinggi
(Pergur
uan
Tinggi)
4 Paritas Ibu Jumlah anak
yang pernah
dilahirkan
oleh
responden
sampai
dengan saat
dilakukan
penelitian
Wawancara Kuesioner 0=
Primipara
1=
Multipara
2= Grand
Multipara
Ordinal
5 Pengetahuan
Ibu
Pengetahuan
yang
dimaksud
adalah ibu
post partum
mengetahui
tentang
Wawancara Kuesioner 0= Kurang
(bila
didapat <
55%)
1 = Cukup
(bila
didapat
Ordinal
inisiasi
menyusu dini
meliputi
pengertian,
manfaat,
waktu dan
tatalaksana
56-75%)
2 = Baik
(bila
didapat
76-100%)
(Arikunto,
1998)
6 Sikap Ibu
post partum
Tingkat
kecendrungan
ibu post
partum
tentang
inisiasi
menyusu dini
yang bersifat
positif dilihat
dari
pernyataan
setuju dan
sangat setuju
atau negatif
dilihat dari
Wawancara Kuesioner 0= Negatif
terhadap
IMD (skor
< nilai
median)
1 = Positif
terhadap
IMD (skor
≥ nilai
median)
Ordinal
pernyataan
tidak setuju
dan kurang
setuju
7 Konseling
selama
kehamilan
dan
persalinan
Pemberian
informasi
oleh petugas
kesehatan
mengenai
ASI dan
kolostrum
pada saat
pemeriksaan
kehamilan
dan
persalinan
Wawancara Kuesioner 0 = Tidak
1 = Ya
Ordinal
8 Berat bayi
saat lahir
Berat badan
bayi saat
dilahirkan
dalam gram
Observasi Rekam
medis
Gram Rasio
9 Jenis
persalinan
Cara yang
digunakan
Observasi Lembar
observasi
0 =
Spontan
Nominal
untuk
melahirkan
janin sesuai
kondisi ibu
dan janin
1 =
Operasi
Sesaria
10 Dukungan
petugas
kesehatan
Tingkat
kecendrungan
petugas
kesehatan
untuk
memberikan
perilaku
inisiasi
menyusu dini
yang dinilai/
diamati oleh
ibu post
partum,
bersifat
positif dilihat
dari
pernyataan
Wawancara Kuesioner 0 =
Negatif
terhadap
IMD (skor
< nilai
median)
1= Positif
terhadap
IMD (skor
≥ nilai
median)
Ordinal
setuju dan
sangat setuju
atau negatif
dilihat dari
pernyataan
tidak setuju
dan kurang
setuju
C Hipotesa
1. Ada hubungan antara umur ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi
baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
2. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
3. Ada hubungan antara paritas ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi
baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
4. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
5. Ada hubungan antara sikap ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi
baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
6. Ada hubungan antara berat bayi saat lahir dengan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
7. Ada hubungan antara jenis persalinan dengan waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
8. Ada hubungan antara konseling selama kehamilan dan persalinan dengan waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
9. Ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
cross sectional.
Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan waktu
pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali
pada suatu saat. Pada jenis ini variabel independen dan dependen dinilai secara
simultan pada satu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Tentunya tidak semua subjek
penelitian harus diobservasi pada hari atau pada waktu yang sama, akan tetapi
baik variabel independen maupun variabel dependen dinilai hanya satu kali saja.
Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel
dependen) dihubungkan dengan penyebab (variabel independen) (Nursalam,
2003).
B. Identifikasi Variabel
1. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena variabel bebas (Hidayat, 2008). Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di
RSUD Koja Jakarta tahun 2009.
2. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya veriabel dependen (terikat). Variabel independen penelitian ini
antara lain :
a. Umur ibu
b. Pendidikan ibu
c. Paritas ibu
d. Pengetahuan ibu
e. Sikap ibu
f. Berat bayi saat lahir
g. Jenis persalinan
h. Konseling selama kehamilan dan persalinan
i. Dukungan petugas kesehatan
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu
yang akan diteliti (Hidayat, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu-ibu post partum di RSUD Koja Jakarta pada bulan Agustus-
September tahun 2009.
2. Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008). Sampel
penelitian ini adalah semua ibu-ibu post partum di RSUD Koja Jakarta
dengan kriteria :
a. Kondisi Iibu saat melahirkan dalam keadaan sadar
b. Nilai APGAR bayi ≥ 7 pada menit ke 5
c. Ibu post partum yang bisa membaca, menulis, dan berbahasa
Indonesia
Untuk menentukan besar sampel digunakan rumus uji hipotesis beda 2
mean
n = 2 σ² [Z1-α/2 + Z1-β]²
[µ1 – µ2]²
Keterangan :
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan
Z1-α/2 = 1,96 (derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval dengan
α sebesar 5 %
Z1-β = 1,28 (kekuatan uji sebesar 90%)
S²1 = 28,45 (Simpangan baku BBLR terhadap pemberian ASI
pertama kali berdasarkan penelitian Cahyaning Ratri di
Purwakarta, Jabar tahun 1998)
S²2 = 15,37 (Simpangan baku BBLN terhadap pemberian ASI
pertama kali berdasarkan penelitian Cahyaning Ratri di
Purwakarta, Jabar tahun 1998)
µ1 – µ2 = 17,7 (Perkiraan selisih nilai rerata pemberian ASI pertama
kali pada populasi 1 dengan populasi 2)
σ² = S²P = [S²1 + S²2] = [28,45² + 15,37²] = 522,8197
2 2
n = 2(522,8197)[1,96+1,28] ²
17,72 2
n = 35 orang x 2 = 70
Dengan cadangan 10% dari 70 orang = 7 orang sehingga jumlah sampel
yang dibutuhkan adalah sebanyak 70 + 7 = 77 orang
3. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah proses seleksi sampel yang digunakan dalam
penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2008). Dalam penelitian ini
pengambilan sampel dilakukan dengan teknik systematic sampling yaitu
pengambilan sampel secara sistematik yang dilaksanakan jika tersedia
daftar subjek yang dibutuhkan, dengan rumus :
K = Jumlah Populasi
Jumlah sampel yang dibutuhkan
Berdasarkan data catatan persalinan ruang VK RSUD Koja pada bulan
Mei tahun 2009 jumlah populasi sebanyak 188, maka pengambilan sampel
dilakukan dengan kelipatan K = 188/ 77 = 2,44 dibulatkan 2
D. Teknik Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses
pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam penelitian
(Nursalam, 2003).
1. Proses pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan di ruang VK dan RPKK RSUD Koja Jakarta
dengan proses sebagai berikut :
a. Setelah proposal mendapat persetujuan dari pembimbing akademik
dilanjutkan dengan membuat surat permohonan dari PSIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang ditujukkan kepada Diklat RSUD Koja
Jakarta.
b. Setelah mendapat persetujuan dari Diklat, peneliti menyerahkan surat
permohonan tersebut kepada kepala ruangan VK dan RPKK RSUD
Koja Jakarta.
c. Setelah itu peneliti meminta izin kepada kepala ruangan VK RSUD
Koja untuk melihat data ibu-ibu yang akan bersalin per hari.
d. Melakukan pengambilan sampel dengan teknik systematic sampling.
e. Peneliti mengadakan pendekatan dan penjelasan kepada calon
responden tentang penelitian dan bagi responden yang bersedia
dipersilahkan menandatangani persetujuan penelitian.
f. Peneliti yang dibantu Enumerator dari Coass UKRIDA melakukan
observasi waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir terhadap
sampel yang telah ditetapkan dan setuju untuk menjadi responden.
g. Peneliti melakukan wawancara saat ibu berada di RPKK.
h. Memberikan waktu kepada responden untuk menjawab pertanyaan
dan memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya jika
ada yang belum jelas.
i. Setelah seluruh pertanyaan dalam kuesioner dijawab, maka peneliti
memeriksa kembali kelengkapan data.
j. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden atas
partisipasinya.
2. Instrumen
Instrumen untuk pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan
kuesioner sedangkan data sekunder diperoleh melalui rekam medis.
Waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir dan jenis persalinan
diperoleh dengan cara observasi. Kuesioner diberikan kepada ibu-ibu post
partum saat di RPKK untuk diisi dan dilengkapi. Kuesioner yang telah
dibuat mencakup variabel independen yaitu umur ibu, pendidikan ibu,
paritas ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu, konseling selama kehamilan dan
persalinan, dan dukungan petugas kesehatan terhadap menyusui dini.
Sedangkan data sekunder didapatkan dari rekam medis untuk melihat
variabel independen yaitu berat bayi saat lahir. Pada pertanyaan variabel
pengetahuan ibu, sikap ibu dan dukungan petugas kesehatan, perlu
dilakukan proses scoring
Skoring yaitu pemberian skor jawaban responden pada beberapa
pertanyaan di kuesioner sehingga dapat digabungkan menjadi satu
variabel. Adapun variabel-variabel yang diskoring yaitu :
a. Pengetahuan ibu
Pada kuesioner yang digunakan, untuk variabel pengetahuan ibu
terdiri dari 12 pertanyaan yang masing-masing terdiri dari 9
pernyataan positif dan 3 pernyataan negatif. Untuk pertanyaan B1, B2,
B3, B4, B7, B8, B10, B11, B12 untuk jawaban yang benar diberi skor
1 dan diberi skor 0 untuk jawaban yang salah. Sedangkan untuk
pertanyaan B5, B6, B9 untuk jawaban yang benar diberi skor 0 dan
untuk jawaban salah diberi skor 1. Sehingga skor tertinggi untuk
pertanyaan pengetahuan ibu adalah 12 sedangkan skor terendah adalah
0.
Untuk variabel pengetahuan ibu, akan dikelompokkan menjadi 3
kategori dengan menggunakan standar skor dibawah ini : (Arikunto,
1998)
Kurang : Bila total skor jawaban yang didapat < 55%
Cukup : Bila total skor jawaban yang didapat 56-75%
Baik : Bila total skor jawaban yang didapat 76-100%
b. Sikap ibu
Pada variabel sikap ibu terdiri dari 10 pertanyaan yang masing-masing
terdiri dari 7 pernyataan positif dan 3 pernyataan negatif, untuk
pertanyaan C1, C2, C3, C4, C5, C8, C10 jawaban diberi skor 4 untuk
jawaban sangat setuju, 3 = setuju, 2 = tidak setuju, 1 = sangat tidak
setuju. Sedangkan untuk pertanyaan C6, C7, C9 jawaban diberi skor 4
untuk jawaban sangat tidak setuju, 3 = tidak setuju, 2 = setuju, 1 =
sangat setuju. Sehingga skor tertinggi untuk pernyataan sikap ibu
adalah 40, sedangkan skor terendahnya adalah 10.
Skala pengukuran sikap ibu yang digunakan adalah sekala Likert.
Adapun variabel sikap ibu ini akan dikelompokkan menjadi 2 kategori
dengan menggunakan standar skor dibawah ini :
Negatif terhadap IMD : Jika total skor jawaban yang diperoleh <
median
Positif terhadap IMD : Jika total skor jawaban yang diperoleh ≥
median
c. Dukungan petugas kesehatan
Pada variabel dukungan petugas kesehatan terdiri dari 11 pertanyaan
yang masing-masing terdiri dari 8 pernyataan positif dan 3 pernyataan
negatif, untuk pertanyaan E1, E2, E3, E4, E5, E6, E8, E9 jawaban
diberi skor 4 untuk jawaban sangat setuju, 3 = setuju, 2 = tidak setuju,
1 = sangat tidak setuju. Sedangkan untuk pertanyaan E7, E10, E11
jawaban diberi skor 4 untuk jawaban sangat tidak setuju, 3 = tidak
setuju, 2 = setuju, 1 = sangat setuju. Sehingga skor tertinggi untuk
pernyataan dukungan petugas kesehatan adalah 44, sedangkan skor
terendahnya adalah 11.
Skala pengukuran dukungan petugas kesehatan yang digunakan adalah
sekala Likert. Adapun variabel dukungan petugas kesehatan ini akan
dikelompokkan menjadi 2 kategori dengan menggunakan standar skor
dibawah ini :
Negatif terhadap IMD : Jika total skor jawaban yang diperoleh <
median
Positif terhadap IMD : Jika total skor jawaban yang diperoleh ≥
median
3. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian adalah di RSUD Koja Jakarta dengan waktu penelitian
selama bulan Agustus-September 2009.
4. Teknik uji instrumen penelitian
Sebelum kuesioner dibagikan kepada sampel yaitu ibu-ibu post partum di
RPKK RSUD Koja Jakarta, peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba
kuesioner yang dilaksanakan dengan responden yang memiliki
karakteristik yang sama dengan subjek penelitian sebanyak 25 orang pada
12-15 Juli 2009 di RPKK RSUD Koja Jakarta.
E. Etika Penelitian
Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian mengingat peneliti keperawatan akan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika peneliti harus diperhatikan karena
manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian (Hidayat, 2008).
Dalam melakukan penelitian menekankan masalah etika penelitian yang
meliputi :
1. Lembar persetujuan ( informed consent )
Lembar persetujuan ini diberikan dan dijelaskan kepada responden yang
akan diteliti yang memenuhi kriteria sampel dan disertai judul penelitian
serta manfaat penelitian dengan tujuan responden dapat mengerti maksud
dan tujuan penelitian.
2. Tanpa nama ( anonymity )
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi
responden, tetapi lembar tersebut hanya diberi kode tertentu.
3. Kerahasiaan ( confidentially )
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
F. Pengolahan Data
Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan
mengubah data informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh
dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan terutama dalam pengujian
hipotesis. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus
ditempuh, diantaranya (Hidayat, 2008)
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat
penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.
Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam
satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti
suatu kode dari suatu variabel.
3. Entry data
Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke
dalam master tabel atau data base computer, kemudian membuat distribusi
frekuensi sederhana.
4. Cleaning data
Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang
sudah dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak, sehingga data siap
dianalisa.
G. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisis ini digunakan untuk mendapatkan distribusi frekuensi dari
variabel dependen (waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir) dan
independen (umur ibu, pendidikan ibu, paritas ibu, pengetahuan ibu, sikap
ibu, berat bayi saat lahir, jenis persalinan, konseling selama kehamilan dan
persalinan, dukungan petugas kesehatan) yang disajikan dalam bentuk
tabel dan dilengkapi teks.
2. Analisa Bivariat
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk melihat hubungan
antara variabel independen dan dependen yaitu dengan menggunakan uji
statistik independent T-test, uji Anova dan korelasi dan regresi linier
sederhana. Uji independent T-test digunakan untuk melihat pengaruh
sikap ibu, jenis persalinan, konseling selama kehamilan dan persalinan
serta dukungan petugas kesehatan terhadap waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir. Uji Anova digunakan untuk melihat pengaruh
pendidikan ibu, paritas ibu, dan pengetahuan ibu terhadap waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir. Sedangkan uji korelasi dan
regresi linier sederhana dilakukan untuk melihat pengaruh umur ibu dan
berat bayi saat lahir terhadap waktu menyusui pertama kali pada bayi baru
lahir.
Untuk menguji kemaknaan digunakan nilai p (p-value), dengan derajat
kepercayaan 95%. Sehingga dapat dijelaskan bahwa jika nilai p ≤ α (0,05)
maka ada hubungan yang bermakna antara variabel dependen dan
independen. Begitu juga sebaliknya, tidak ada hubungan bermakna jika p
> α (0,05).
Uji korelasi digunakan untuk mengetahui derajat atau keeratan hubungan
dan dapat juga digunakan untuk mengetahui arah hubungan (positif atau
negatif) 2 variabel numerik. Sedangkan uji regresi linier sederhana
digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan antara 2 variabel atau lebih
dengan tujuan untuk membuat suatu perkiran atau prediksi nilai suatu
variabel (dependent) melalui variabel lain (independen). Prediksi
dilakukan dengan menggunakan persamaan garis regresi sebagai berikut :
(Hastono, 2001)
Y = a + bx
Menurut Colton dalam Hastono (2001), kekuatan hubungan ditunjukkan
oleh nilai r, yang terbagi menjadi :
a. r = 0,00-0,25 : artinya tidak ada hubungan/ hubungan lemah
b. r = 0,26-0,50 : artinya hubungan sedang
c. r = 0,51-0,75 : artinya hubungan kuat
d. r = 0,76-1,00 : artinya hubungan sangat kuat
Sedangkan untuk mengetahui besarnya variasi variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variabel independen ditunjukkan oleh nilai R square.
Besarnya nilai R square antara 0-1 atau antara 0-100%
a. R square 0%-25% : artinya variabel independen kurang baik untuk
menjelaskan variabel dependen
b. R square 26%-50% : artinya variabel independen cukup baik untuk
menjelaskan variabel dependen
c. R square 51%-75% : artinya variabel independen baik untuk
menjelaskan variabel dependen
d. R square 76%-100% : artinya variabel independen sangat baik untuk
menjelaskan variabel dependen
BAB V
HASIL PENELITIAN
A Gambaran Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta
Rumah sakit yang berdiri sejak tahun 1952 ini terletak dipinggir sekitar 10 km
dari pusat kota, dipersimpangan Jl. Deli dan Jl. Jampea atau lebih tepatnya di Jl.
Deli No. 4 Tanjung Priok Jakarta Utara. Rumah Sakit Umum Daerah Koja ini
memiliki
Visi
RSUD Koja dambaan seluruh masyarakat
Misi
Memberikan pelayanan sepenuh hati, profesional dengan biaya terjangkau
Kebijakan Mutu
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi RSUD Koja bertekad memberi pelayanan
kesehatan yang prima untuk menuju Jakarta sehat untuk semua melalui:
1. Pengembangan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 secara berkelanjutan
guna memenuhi persyaratan yang ditetapkan
2. Melakukan pengembangan dan inovasi pelayanan
3. Memelihara dan meningkatkan pendidikan dan latihan
Rumah Sakit Umum Daerah Koja memiliki berbagai pelayanan, yaitu :
1. Pelayanan Gawat Darurat 24 jam
2. Pelayanan Rawat Jalan
a. Spesialis Kulit dan Kelamin
b. Spesialis Anak
c. Spesialis Kebidanan
d. Spesialis Jantung
e. Spesialis Bedah Umum
f. Spesialis Bedah Tulang dan Traumalogi
g. Spesialis Bedah Urologi
h. Spesialis Jiwa
i. Spesialis Akupuntar (Tusuk Jarum)
j. Spesialis Gigi
k. Spesialis Pedodontik
l. Spesialis Orthodontik
m. Spesialis Mata
n. Spesialis THT
o. Spesialis Paru
p. Spesialis Rehabilitasi Medik
q. Spesialis Gizi
r. Spesialis Patologi Klinik
3. Pelayanan Penunjang Diagnostik
a. Laboratorium
b. Radiologi
4. Medical Check Up
5. Apotik dan Instalasi Farmasi
6. Bank Darah
7. Pelayanan Rawat Inap (VIP,Klas I, Klas II, Klas III, Perinatologi)
8. Pelayanan ICU
9. Pelayanan Kamar Operasi/ Bedah
10. Pelayanan Kamar Bersalin/ VK
11. Pelayanan Hemodialisa
12. Pelayanan alat-alat canggih : Ozon, Tread Mill, USG (Ultra Sono Grafi), EMG
(Elektromiografi), EEG (Elektroencephalografi), TCD (Trans Cranial Doppler),
Audiometri, Broncoscopy, Gastroscopy-Duodenoscopy-Colonoscopy,
Laparascopy Double Puncer, Athroscopy, Endoscopy THT, Katarak Mata,
Mamografi, C Arm, ESWL, dan CT Scan
13. Pemulasaraan Jenazah
14. Ambulance
B Analisa Univariat
1. Gambaran waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
Waktu menyusui pertama kali pada bayi yang baru lahir yang diukur dalam
menit melalui proses observasi untuk kelahiran spontan di ruang VK dan di RPKK
untuk kelahiran operasi sesaria dan dibantu oleh enemurator dari Coass UKRIDA.
Berdasarkan analisa didapatkan rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru
lahir adalah 505,68 menit (8,428 jam), dengan waktu tercepat 8 menit dan waktu
terlama 4500 menit. Dari uji normalitas didapatkan p<0,05 yang menunjukkan data
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir berdistribusi tidak normal.
Tabel 5.1
Distribusi waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir dalam
menit di RSUD Koja Jakarta
Variabel Mean Median SD Min Mak
Waktu menyusui
pertama kali pada
bayi baru lahir
505,68 95,00 977,646 8 4500
2. Gambaran umur ibu
Rata-rata umur ibu pada penelitian ini adalah 27,53 tahun dengan distribusi
normal (p>0,05). Umur ibu termuda 17 tahun dan tertua adalah 40 tahun. Untuk lebih
rinci dapat dilihat pada tabel 5.2 di bawah ini :
Tabel 5.2
Distribusi ibu berdasarkan umur
di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Mean Median SD Min Mak
Umur Ibu 27,53 28,00 5,882 17 40
3. Gambaran pendidikan ibu
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
tingkat pendidikan dasar berjumlah 46 orang (59,7%), pendidikan menengah
berjumlah 26 orang (33,8%) dan berpendidikan tinggi berjumlah 5 orang (6,5%).
Tabel 5.3
Distribusi ibu berdasarkan pendidikan
di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Pendidikan Ibu Pendidikan dasar
Pendidikan menengah
Pendidikan tinggi
46
26
5
59,7
33,8
6,5
4. Gambaran paritas ibu
Dalam penelitian ini sebagian besar ibu memiliki paritas multipara berjumlah
44 orang (57,1%), ibu dengan primipara berjumlah 30 orang (39,0%) dan ibu dengan
grandmultipara berjumlah 3 orang (3,9%).
Tabel 5.4
Distribusi ibu berdasarkan paritas
di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Paritas Ibu Primipara
Multipara
Grandmultipara
30
44
3
39,0
57,1
3,9
5. Gambaran pengetahuan ibu
Pengetahuan ibu tentang inisiasi menyusu dini diukur melalui pertanyaan-
pertanyaan di dalam kuesioner tentang pengertian, manfaat, waktu dan tatalaksana
inisiasi menyusu dini.
Pada tabel 5.5 diketahui bahwa ibu dengan pengetahuan kurang berjumlah 2
orang (2,6%), ibu dengan pengetahuan cukup berjumlah 27 orang (35,1%) dan ibu
dengan pengetahuan baik berjumlah 48 orang (62,3%).
Tabel 5.5
Distribusi ibu berdasarkan pengetahuan
di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Pengetahuan Ibu Kurang
Cukup
Baik
2
27
48
2,6
35,1
62,3
6. Gambaran sikap ibu
Berdasarkan uji normalitas didapatkan p<0,05 yang menunjukkan data sikap
ibu berdistribusi tidak normal (p=0,001). Untuk kepentingan analisa data, sikap ibu
dikelompokkan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai tengah (median) yaitu 31.
Berdasarkan kategori tersebut diketahui bahwa ibu yang memiliki sikap negatif
terhadap inisiasi menyusu dini berjumlah 31 orang (40,3%), sedangkan ibu yang
memiliki sikap positif terhadap inisiasi menyusu dini berjumlah 46 orang (59,7%).
Tabel 5.6
Distribusi ibu berdasarkan sikap
di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Sikap Ibu Negatif terhadap IMD
Positif terhadap IMD
31
46
40,3
59,7
7. Gambaran berat badan bayi saat lahir
Pada hasil analisa didapatkan rata-rata berat badan bayi saat lahir adalah
3000,65 gram atau rata-rata berat badan bayi saat lahir termasuk kategori berat badan
lahir normal (BBLN) menurut Depkes (1997) yaitu ≥ 2500 gram. Berdasarkan uji
normalitas didapatkan p<0,05 yang menunjukkan data berat badan bayi saat lahir
berdistribusi tidak normal. Berat badan bayi saat lahir terendah adalah 1550 gram dan
tertinggi 4500 gram.
Tabel 5.7
Distribusi ibu berdasarkan berat badan bayi saat lahir dalam gram
di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Mean Median SD Min Mak
Berat badan bayi
saat lahir
3000,65 3000,00 554,912 1550 4500
8. Gambaran jenis persalinan
Dari penelitian diketahui bahwa jenis persalinan yang digunakan sebagian
besar terdiri dari 2 kategori yaitu spontan dan operasi sesaria. Ibu yang melakukan
persalinan secara spontan berjumlah 33 orang (42,9%) dan dengan operasi sesaria
berjumlah 44 orang (57,1%).
Tabel 5.8
Distribusi ibu berdasarkan jenis persalinan
di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Jenis persalinan Spontan
Operasi Sesaria
33
44
42,9
57,1
9. Gambaran konseling selama kehamilan dan persalinan
Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan bahwa sebagian besar ibu mendapatkan
konseling selama kehamilan dan persalinan mengenai ASI dan kolostrum yang
berjumlah 43 orang (55,8%) sedangkan yang tidak mendapatkan konseling selama
kehamilan dan persalinan mengenai ASI dan kolostrum yang berjumlah 34 orang
(44,2%).
Tabel 5.9
Distribusi ibu berdasarkan konseling selama kehamilan dan persalinan
di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Konseling selama kehamilan
dan persalinan
Tidak
Ya
34
43
44,2
55,8
10. Gambaran dukungan petugas kesehatan
Variabel dukungan petugas kesehatan diukur dengan 11 pertanyaan yang
dinilai oleh responden sehingga nilai skor dukungan petugas kesehatan tertinggi
adalah 44 dan terendah 11. Berdasarkan uji normalitas didapatkan p<0,05 yang
menunjukkan data dukungan petugas kesehatan berdistribusi tidak normal (p=0,021).
Untuk kepentingan analisa data, dukungan petugas kesehatan dikelompokkan
menjadi 2 kategori berdasarkan nilai tengah (median) yaitu 33. Berdasarkan kategori
tersebut diketahui bahwa petugas kesehatan yang memiliki dukungan negatif
terhadap inisiasi menyusu dini berjumlah 33 orang (42,9%), sedangkan petugas
kesehatan yang memiliki dukungan positif terhadap inisiasi menyusu dini berjumlah
44 orang (57,1%).
Tabel 5.10
Distribusi ibu berdasarkan dukungan petugas kesehatan
di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
Dukungan petugas
kesehatan
Negatif terhadap IMD
Positif terhadap IMD
33
44
42,9
57,1
C Analisa Bivariat
1. Hubungan antara umur ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir
Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur
ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir (P value=0,263).
Berdasarkan uji korelasi didapatkan hubungan umur ibu dengan waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir menunjukkan tidak ada hubungan/ hubungan yang
lemah (r=0,129). Nilai koefisien determinasinya 0,017 artinya persamaan garis
regresi yang diperoleh dapat menerangkan 1,70% variasi waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir atau persamaan garis yang diperoleh kurang baik untuk
menjelaskan variabel waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir.
Tabel 5.11
Distribusi ibu berdasarkan umur dan waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel r R² P value
Umur Ibu 0,129 0,017 0,263
2. Hubungan antara pendidikan ibu dengan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir
Rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir dari ibu yang
memiliki pendidikan dasar adalah 743,78 menit dengan standar deviasi 1192,016
menit. Sedangkan ibu dengan pendidikan menengah rata-rata waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir adalah 165,31 menit dengan standar deviasi 296,044
menit. Pada ibu yang memiliki pendidikan tinggi rata-rata waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir adalah 85,00 menit dengan standar deviasi 30,414 menit.
Hasil uji statistik didapat nilai P = 0,031, berarti pada α 5 % dapat disimpulkan ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir. Pada tabel 5.12.2 berdasarkan hasil uji Bonferroni
didapatkan ada sepasang perbedaan rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi
baru lahir antara pendidikan dasar dan pendidikan menengah dengan P value 0,045.
Dari tabel 5.12.1 dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka
semakin cepat rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir.
Tabel 5.12.1
Distribusi ibu berdasarkan pendidikan dan waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Mean SD P value
Tingkat pendidikan
1. Pendidikan dasar
2. Pendidikan menengah
3. Pendidikan tinggi
743,78
165,31
85,00
1192,016
296,044
30,414
0,031
Tabel 5.12.2
Uji Bonferroni Tingkat pendidikan
(i) Pendidikan Ibu (j) Pendidikan Ibu P value
Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah
Pendidikan Tinggi
0.045
0,429
Pendidikan Menengah Pendidikan Dasar
Pendidikan Tinggi
0,045
1,000
Pendidikan Tinggi Pendidikan Dasar
Pendidikan Menengah
0,429
1,000
3. Hubungan antara paritas ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir paling lama terdapat pada ibu dengan multipara yaitu 610,91
menit dengan standar deviasi 1074,860 menit. Sedangkan pada ibu dengan primipara
rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir adalah 398,97 menit
dengan standar deviasi 860,065 menit. Pada ibu dengan grandmultipara rata-rata
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir adalah 29,33 menit dengan standar
deviasi 6,028 menit. Pada α 5 % dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara paritas ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru
lahir dengan nilai P = 0,460.
Tabel 5.13
Distribusi ibu berdasarkan paritas dan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Mean SD P value
Paritas
1. Primipara
2. Multipara
3. Grandmultipara
398,97
610,91
29,33
860,065
1074,860
6,028
0,460
4. Hubungan antara pengetahuan ibu dengan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir
Rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir pada ibu yang
memiliki pengetahuan kurang adalah 25,00 menit dengan standar deviasi 14,142
menit. Sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan cukup rata-rata waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir adalah 509,22 menit dengan standar deviasi 923,809
menit. Pada ibu yang memiliki pengetahuan baik rata-rata waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir adalah 523,71 menit dengan standar deviasi 1031,142 menit.
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir (P
value= 0,783).
Tabel 5.14
Distribusi ibu berdasarkan pengetahuan dan waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Mean SD P value
Tingkat pengetahuan
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang
523,71
509,22
25,00
1031,142
923,809
14,142
0,783
5. Hubungan antara sikap ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ibu yang memiliki sikap negatif
terhadap inisiasi menyusu dini memiliki rata-rata waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir adalah 559,94 menit dengan standar deviasi 1001,650 menit
sedangkan ibu yang memiliki sikap positif terhadap inisiasi menyusu dini memiliki
rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir adalah 469,11 menit
dengan standar deviasi 970,548 menit. Dari hasil tersebut dapat dikatakan ibu dengan
sikap positif terhadap inisiasi menyusu dini memiliki rata-rata waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir lebih cepat dibandingkan ibu dengan sikap negatif.
Hasil uji statistik didapatkan nilai P=0,692, berarti pada α=0,05 terlihat tidak ada
hubungan yang signifikan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir antara
ibu yang bersikap positif terhadap IMD dan ibu yang bersikap negatif terhadap IMD.
Tabel 5.15
Distribusi ibu berdasarkan sikap dan waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Mean SD P value
Sikap Ibu
1. Negatif terhadap IMD
2. Positif terhadap IMD
559,94
469,11
1001,650
970,548
0,692
6. Hubungan antara berat badan bayi saat lahir dengan waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir
Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara berat
badan bayi saat lahir dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir (P
value=0,457). Berdasarkan uji korelasi didapatkan hubungan berat badan bayi saat
lahir dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir menunjukkan tidak
ada hubungan/ hubungan yang lemah (r=0,086). Nilai koefisien determinasinya 0,007
artinya persamaan garis regresi yang diperoleh dapat menerangkan 0,70% variasi
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir atau persamaan garis yang
diperoleh kurang baik untuk menjelaskan variabel waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir.
Tabel 5.16
Distribusi ibu berdasarkan berat badan bayi saat lahir dan waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta
tahun 2009
Variabel r R² P value
BB bayi 0,086 0,007 0,457
7. Hubungan antara jenis persalinan dengan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ibu dengan persalinan spontan
memiliki rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir adalah 246,45
menit dengan standar deviasi 486,808 menit sedangkan ibu dengan persalinan operasi
sesaria memiliki rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir adalah
700,09 menit dengan standar deviasi 1192,771 menit. Dari hasil tersebut dapat
dikatakan ibu dengan persalinan spontan memiliki rata-rata waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir lebih cepat dibandingkan ibu dengan persalinan operasi
sesaria. Hasil uji statistik didapatkan nilai P=0,026, berarti pada α=0,05 terlihat ada
hubungan yang signifikan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir antara
ibu dengan jenis persalinan spontan dan ibu dengan jenis persalinan operasi sesaria.
Tabel 5.17
Distribusi ibu berdasarkan jenis persalinan dan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
Variabel Mean SD P value
Jenis Persalinan
1. Spontan
2. Operasi Sesaria
246,45
700,09
486,808
1192,771
0,026
8. Hubungan antara konseling ASI dan kolostrum dengan waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir
Berdasarkan tabel 5.18 diketahui bahwa ibu yang tidak mendapatkan
konseling selama kehamilan dan persalinan mengenai ASI dan kolostrum memiliki
rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir adalah 764,65 menit
dengan standar deviasi 1207,934 menit sedangkan ibu yang mendapatkan konseling
selama kehamilan dan persalinan mengenai ASI dan kolostrum memiliki rata-rata
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir adalah 300,91 menit dengan
standar deviasi 697,044 menit. Dari hasil tersebut dapat dikatakan ibu yang
mendapatkan konseling selama kehamilan dan persalinan mengenai ASI dan
kolostrum memiliki rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir lebih
cepat dibandingkan ibu yang tidak mendapatkan konseling selama kehamilan dan
persalinan mengenai ASI dan kolostrum. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan
yang signifikan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir antara ibu yang
mendapatkan konseling selama kehamilan dan persalinan dan ibu yang tidak
mendapatkan konseling selama kehamilan dan persalinan (P value=0,05).
Tabel 5.18
Distribusi ibu berdasarkan konseling selama kehamilan dan menyusui
dan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja
Jakarta tahun 2009
Variabel Mean SD P value
Konseling
1. Tidak
2. Ya
764,65
300,91
1207,934
697,044
0,05
9. Hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir
Petugas kesehatan pada penelitian ini yang memiliki dukungan negatif
terhadap inisiasi menyusu dini memiliki rata-rata waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir adalah 766,73 menit dengan standar deviasi 1100,763 menit
sedangkan petugas kesehatan yang memiliki dukungan positif terhadap inisiasi
menyusu dini memiliki rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
adalah 309,89 menit dengan standar deviasi 834,307 menit. Dari hasil tersebut dapat
dikatakan petugas kesehatan dengan dukungan positif terhadap inisiasi menyusu dini
memiliki rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir lebih cepat
dibandingkan petugas kesehatan dengan dukungan negatif. Hasil uji statistik
didapatkan ada hubungan yang signifikan waktu menyusui pertama kali pada bayi
baru lahir antara petugas dengan dukungan positif terhadap IMD dan petugas dengan
dukungan negatif terhadap IMD dengan nilai P=0,05.
Tabel 5.19
Distribusi ibu berdasarkan dukungan petugas kesehatan dan waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta
tahun 2009
Variabel Mean SD P value
Dukungan petugas kesehatan
1. Negatif terhadap IMD
2. Positif terhadap IMD
766,73
309,89
1100,763
834,307
0,05
BAB VI
PEMBAHASAN
A Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi
hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut yaitu :
1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional atau desain potong
lintang yang memiliki beberapa kelemahan antara lain waktu pengukuran/
observasi data hanya satu kali pada suatu saat jadi tidak ada tindak lanjut,
tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat antara variabel dependen
dan independen, dan sampel tidak homogen.
2. Terdapat variabel independen lain di dalam kerangka teori yang diduga
berhubungan dengan variabel dependen namun belum masuk dalam kerangka
konsep yaitu keyakinan dan kepercayaan, persepsi ibu, pengalaman menyusui,
rencana kehamilan, status kesehatan ibu, fasilitas penunjang pelayanan
kesehatan dan kebijakan kesehatan serta dukungan keluarga dan masyarakat.
3. Proses pengambilan data variabel dependen yaitu waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir. Untuk ibu dengan persalinan operasi sesaria tidak
dapat diobservasi di ruang operasi namun diobservasi saat di ruang perawatan
serta didukung oleh hasil wawancara dengan ibu. Sehingga jika ada bayi yang
sudah dapat menyusu pada ibunya di ruang operasi maka data akan bias.
4. Selama proses pengumpulan data ada beberapa kendala yang dialami peneliti,
ada beberapa responden disaat dilakukan wawancara penerimaan kurang
bersahabat sehingga jawaban yang diberikan cenderung sekedarnya saja yang
kemungkinan karena kondisi ibu yang masih lemah setelah melahirkan. Hal
ini bisa menyebabkan bias informasi.
B Waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
Prinsip menyusu atau pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin dan
secara eksklusif. Menurut Hamilton (1995) bayi pada usia 30-60 menit setelah
lahir berada pada periode reaktivitas yang mempunyai kemampuan menghisap
dengan penuh semangat. Oleh karena itu sangat dianjurkan agar ibu segera
mungkin menyusui bayinya setelah lahir walaupun ibu belum mengeluarkan ASI
karena menurut Pudjiadi (2005) menyusui bayi merupakan stimulus bagi kelenjar
payudara untuk memproduksi ASI.
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir adalah 505,68 menit atau 8,428 jam setelah
proses persalinan dengan median 95 menit. Walaupun rata-rata responden
terlambat dalam memberikan ASI untuk pertama kali akan tetapi jika dilihat dari
nilai median menunjukkan bahwa 49,4% bayi sudah dapat menyusu dalam waktu
95 menit setelah melahirkan. Keadaan ini sudah cukup baik akan tetapi perlu
ditingkatkan agar semua bayi sudah dapat menyusu pertama kali pada ibunya
dalam 1 jam setelah melahirkan dan dapat menyusui secara eksklusif, karena jika
semakin lama bayi mulai menyusui setelah lahir dikhawatirkan bayi tersebut akan
mengalami kesulitan dalam menyusui.
Pada hasil penelitian ini terlihat bahwa paling cepat waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir adalah 8 menit setelah bayi lahir. Sedangkan
paling lama adalah 4500 menit atau 75 jam waktu yang dibutuhkan bayi untuk
menyusu pertama kali. Hal tersebut terjadi kemungkinan adanya masalah tertentu
yang menyebabkan ASI terlambat diberikan pada bayi. Menurut Moehji (1988)
proses laktasi sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang selalu dalam
keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk
ketegangan emosional kemungkinan dapat menyebabkan kegagalan dalam
menyusui bayinya. Selain itu banyak faktor lain yang mempengaruhi sukses
menyusui.
Tujuan pemberian ASI sesegera mungkin adalah agar bayi mendapatkan
kolostrum yang merupakan makanan pertama yang memenuhi kebutuhan gizi
pada hari-hari pertama setelah kelahiran, juga sangat penting bagi bayi karena
mengandung antibodi alami yang sangat dibutuhkan bayi untuk meningkatkan
daya tahan tubuhnya (Soetjiningsih, 1997).
Manfaat adanya kontak kulit dini bayi dengan ibunya pada inisiasi menyusu
dini antara lain menstabilkan pernapasan, mengendalikan temperatur tubuh bayi,
memperbaiki atau mempunyai pola tidur yang lebih baik, mendorong
keterampilan bayi untuk menyusu yang lebih cepat dan efektif, meningkatkan
kenaikan berat badan (kembali ke berat lahirnya dengan lebih cepat),
meningkatkan hubungan antara ibu dan bayi, tidak terlalu banyak menangis
selama satu jam pertama, menjaga kolonisasi kuman yang aman dari ibu di dalam
perut bayi sehingga memberikan perlindungan terhadap infeksi, bilirubin akan
lebih cepat normal dan mengeluarkan mekonium lebih cepat sehingga
menurunkan kejadian ikterus bayi baru lahir, kadar gula dan parameter biokimia
lain yang lebih baik selama beberapa jam pertama hidupnya (Depkes, 2007).
Menurut Purwanti (2004) dalam Biasa dkk (2005) dengan memberikan ASI
kepada bayi dalam waktu kurang dari setengah jam pasca persalinan berarti sudah
memberikan kuntungan antara lain bayi dapat terapi psikologis berupa
ketenangan dan kepuasan, membangun dasar kepercayaan dan ketenangan pada
bayi dalam menghadapi setiap permasalahan, kadar hormon prolaktin tidak
sempat turun dalam peredaran darah ibu sehingga kolostrum untuk hari pertama
akan lebih cepat keluar, oksitosin akan keluar lebih banyak sehingga akan
meningkatkan kontraksi rahim dan mempercepat involusio rahim.
C Hubungan umur ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru
lahir
Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan (KBBI, 2001).
Rata-rata umur ibu post partum di RSUD Koja adalah 27,53 tahun dengan median
28 tahun. Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
umur ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir (P=0,263).
Berbeda dengan pernyataan Huclock (1998) dalam Nursalam (2001) bahwa
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat. Seseorang
yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi
kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Ratri (2000) bahwa kemungkinan pada umur ≤
20 tahun belum mempunyai pengalaman dibandingkan dengan kelompok umur
20-35 tahun sehingga pemberian ASI pertama kali pada kelompok 20-35 tahun
lebih cepat. Sedangkan pada kelompok ≥ 35 tahun, tergolong kelompok resiko
tinggi untuk kehamilan sehingga kemungkinan ada kesulitan saat persalinan yang
menyebabkan ASI diberikan lebih lama daripada kelompok umur 20-35 tahun.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir pada penelitian ini, menurut asumsi
peneliti kemungkinan disebabkan karena sebenarnya setiap ibu mampu untuk
memberikan ASInya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh dukungan lingkungan
sekitarnya. Hal ini didukung oleh pendapat Ebrahim (1986) bahwa saat mulainya
sekresi air susu sesudah persalinan adalah peristiwa yang jarang mengalami
kegagalan, bantuan dari petugas kesehatan dalam memberikan keyakinan dan
dorongan emosi kepada ibu yang sering diganggu kecemasan, ketakutan dan
bayangan kesukaran sangat berarti untuk kesuksesan pemberian ASI pada 1 jam
pertama setelah kelahiran. Karena menurut Moehji (1988) proses laktasi sangat
dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. ibu yang selalu dalam keadaan gelisah, kurang
percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional
kemungkinan dapat menyebabkan kegagalan dalam menyusui bayinya.
D Hubungan pendidikan ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi
baru lahir
Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar ibu post partum di
RSUD Koja memiliki pendidikan dasar (SD dan SMP) dengan rata-rata waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir paling cepat terdapat pada kelompok
ibu yang berpendidikan tinggi yaitu 85 menit. Berdasarkan hasil analisa bivariat
diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masing-masing tingkat
pendidikan dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir dengan P
value sebesar 0,031.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ratri (2000) bahwa ada
perbedaan yang bermakna secara statistik rata-rata pemberian ASI pertama kali
dengan pendidikan. Pemberian ASI pertama kali rata-rata paling cepat terdapat
pada kelompok ibu yang berpendidikan lebih tinggi (lebih dari SMP). Hal ini
terjadi karena ibu pada kelompok pendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang
lebih tinggi termasuk dalam hal ASI sehingga ibu akan berusaha untuk menyusui
bayinya dengan segera setelah bayi lahir.
Sedangkan pada penelitian Amalia (2007) didapatkan yang tidak segera
memberikan ASI pada bayi baru lahir 68,6% dari ibu berpendidikan tinggi dan
57,9 % dari ibu berpendidikan rendah. Hasil penelitian menunjukkan hubungan
yang tidak signifikan dapat terjadi kemungkinan karena pendidikan ibu tentang
kesehatan terutama tentang laktasi kurang yang seharusnya diketahui dan
dipahami oleh ibu dari mulai masa kehamilan.
Dengan hasil penelitian ini bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
masing-masing tingkat pendidikan dengan waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir, menurut asumsi peneliti terbukti tingkat pendidikan
mempengaruhi perilaku ibu untuk segera menyusui bayinya yang baru lahir
karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan memudahkan seseorang atau
masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam
perilaku dan gaya hidup sehari-hari, termasuk dalam perilaku menyusui dini.
Menurut Helsing dan King (1981) dalam Amalia (2007) frekuensi menyusui
lebih tinggi diantara wanita terpelajar. Ibu yang terpelajar lebih menyadari
keuntungan fisiologis dan psikologis dari menyusui. Ibu terpelajar lebih
termotivasi memiliki kesempatan lebih banyak untuk mendapat informasi serta
mempunyai fasilitas yang lebih baik dari posisi yang diperolehnya di tempat
kerja. Sehingga lebih memungkinkan untuk memberikan ASI secara baik dan
benar dari wanita kurang terpelajar.
E Hubungan paritas dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru
lahir
Berdasarkan data pada tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian besar ibu
memiliki paritas multipara dengan rata-rata waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir paling cepat terdapat pada kelompok grandmultipara namun paling
lambat terdapat pada kelompok multipara. Berdasarkan hasil analisa bivariat
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara masing-masing paritas dengan
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir (P value = 0,460).
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Ebrahim (1979) pada
seorang ibu yang mengalami laktasi kedua dan seterusnya cenderung untuk lebih
baik daripada yang pertama. Laktasi kedua yang dialami ibu berarti ibu telah
memiliki pengalaman dalam menyusui anaknya. Begitu pula dalam laktasi ketiga
dan seterusnya. Sedangkan pada laktasi pertama ibu belum mempunyai
pengalaman dalam menyusui sehingga ibu tidak mengetahui bagaimana cara yang
baik dan benar untuk menyusui bayinya.
Tidak ditemukannya hubungan yang signifikan antara masing-masing
paritas dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir kemungkinan
disebabkan pada penelitian ini ada hal lain yang dapat mempengaruhi perilaku ibu
untuk segera menyusui bayinya yang baru lahir yaitu pendidikan ibu, pemberian
konseling mengenai ASI dan kolostrum selama kehamilan dan persalinan, jenis
persalinan dan dukungan petugas terhadap pelaksanaan menyusui dini.
Pada penelitian Nelvi (2000) proporsi responden multipara (34,2%)
melakukan inisiasi pemberian ASI lambat lebih tinggi dibandingkan dengan
primipara yaitu 29,5%. Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara inisiasi pemberian ASI dengan paritas.
Berbeda dengan penelitian Ratri (2000), hasil analisis menyebutkan ada
hubungan antara pemberian ASI pertama kali dengan paritas. Dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa ibu yang memiliki paritas lebih dari satu
memiliki rata-rata pemberian ASI pertama kali lebih cepat daripada ibu yang
memiliki paritas satu.
F Hubungan pengetahuan ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi
baru lahir
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi
perilaku seseorang dalam bertindak atau melakukan suatu hal. Berdasarkan hasil
penelitian bahwa ibu yang memiliki pengetahuan tentang IMD dengan kategori
baik yaitu bila didapat skor 76%-100% berjumlah 48 orang (62,3%). Rata-rata
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir paling cepat terdapat pada
kelompok ibu berpengetahuan kurang yaitu 25 menit namun paling lambat
terdapat pada kelompok ibu berpengetahuan baik yaitu 523,71 menit.
Dari hasil analisa bivariat, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara masing-masing pengetahuan ibu dengan waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir dengan P value sebesar 0,783. Hal ini berbeda
dengan hasil penelitian Fikawati dan Syafiq (2003) yang menunjukkan adanya
perbedaan antara ibu yang mengetahui informasi tentang penyusuan dini dengan
praktek pelaksanaannya.
Menurut penelitian Haryati (2005) ditemukannya hubungan yang tidak
signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI dini diduga salah satu
penyebabnya adalah sebagian ibu-ibu masih berorientasi pada nilai-nilai lama
yang merupakan tradisi yang masih dipegang dan dianut oleh lingkungan sosial
masyarakatnya. Disisi lain sebagian ibu-ibu terpengaruh budaya dari luar yang
kurang menunjang upaya peningkatan kesehatan bayi.
Pada hasil penelitian ini diketahui bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi
baru lahir, menurut analisa peneliti terbukti bahwa ibu yang memiliki
pengetahuan yang baik tentang kegunaan ASI dan kolostrum dalam prakteknya
ternyata tidak selalu konsisten dengan pengetahuannya karena bayi tidak disusui
segera setelah lahir. Selain itu kemungkinan adanya masalah tertentu yang
menyebabkan ASI terlambat diberikan pada bayi.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Namun peningkatan pengetahuan tidak selalu
mengambarkan perubahan perilaku. Beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang adalah pengetahuan dan sikap, namun pembentukan
pembentukan perilaku itu sendiri tidak semata-semata berdasarkan hal tersebut
tapi masih dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat kompleks (Notoatmodjo,
2003).
Menurut penelitian Sulaningsih (2007) ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi pengetahuan ibu untuk memberikan ASI segera setelah lahir,
antara lain kurangnya dukungan petugas penolong persalinan dan dukungan
keluarga yang memberikan pengertian tentang pentingnya ASI 1 jam pertama
setelah kelahiran.
G Hubungan sikap ibu dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru
lahir
Pada prinsipnya syarat rawat gabung adalah dimana ibu mampu menyusui
dan bayi mampu untuk menyusu. Dimana kemampuan si ibu untuk menyusui,
dimulai dengan keinginan atau kesediaan yang berupa motivasi si ibu untuk
menyusui (Wiknjosastro, 2002). Sikap yang positif diharapkan akan menjadi
motivasi yang kuat dalam usaha ibu untuk menyusui atau memberikan ASI nya
pada bayi, karena motivasi itu akan berperan dalam proses laktasi (Perinasia,
1994).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 59,7% ibu memiliki sikap
positif terhadap IMD. Namun, rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi
baru lahir pada ibu yang bersikap positif dengan negatif tidak jauh berbeda. Hasil
analisa bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir antara ibu dengan sikap negatif
maupun positif dengan nilai P 0,692. Menurut analisa peneliti, hal ini mungkin
disebabkan karena penolong persalinan memfasilitasi agar semua bayi dapat
menyusui segera setelah lahir yaitu bayi langsung dilakukan kontak kulit kepada
ibunya setelah lahir. Namun, kurang memotivasi ibu untuk segera menyusui
bayinya sehingga ASI terlambat diberikan kepada bayi baru lahir.
Hal ini didukung oleh pendapat Rahardjo (2005) kondisi tidak nyaman yang
dirasakan ibu melahirkan dan ketidakpedulian petugas kesehatan yang ada di
ruang bersalin dalam memberikan perhatian dan tanggapan yang positif akan
membuat ibu tidak tenang dan tentram dalam hal ini akan menghambat proses
ASI. Apabila penolong memotivasi ibu untuk segera memeluk bayinya maka
interaksi ibu dan bayi diharapkan akan terjadi. Sehingga kunci utama
keberhasilan menyusui dalam satu jam pertama setelah melahirkan (immediate
breastfeeding) adalah petugas kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2003) beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang adalah pengetahuan dan sikap, namun pembentukan pembentukan
perilaku itu sendiri tidak semata-semata berdasarkan hal tersebut tapi masih
dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat kompleks.
Hal ini sejalan dengan penelitian Nelvi (2000) bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna karena proporsi responden yang mempunyai sikap baik sama
dengan sikap yang kurang terhadap inisiasi pemberian ASI.
H Hubungan berat bayi saat lahir dengan waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir
Hasil penelitian didapatkan rata-rata berat badan bayi saat lahir adalah
3000,65 gram dengan median 3000 gram. Hasil uji statistik didapatkan tidak ada
hubungan yang signifikan antara berat badan bayi saat lahir dengan waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir (P value=0,457).
Hal tersebut menurut analisa peneliti membuktikan bahwa semua bayi dapat
menyusui pada ibunya segera setelah lahir termasuk bayi dengan berat badan lahir
rendah. Hal ini didukung oleh pendapat Sulaningsih (2003) bahwa baik bayi yang
lahir dalam keadaan berat ≤ 2000 gram ataupun normal dapat tetap diberikan ASI
pada jam pertama kelahirannya, akan tetapi harus didukung oleh kemampuan
pemahaman dan keterampilan petugas kesehatan seta kebijakan dari tempat
persalinan untuk mengarahkan ibu agar melaksanakan hal tersebut.
Menurut Supriadi (2002) dalam Rahardjo (2005) bahwa bayi dengan berat
badan lahir rendah (prematur), seharusnya diberikan ASI dari ibunya sendiri. Bila
tidak terdapat komplikasi seperti kesulitan pernapasan, sepsis dan malformasi.
Maka sebagian besar bayi prematur biasanya mampu menyusui dengan segera.
Menurut Brinch (1986) bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah atau
prematur ataupun bayi kembar dapat tetap diberikan ASI segera setelah lahir,
apalagi bayi dengan berat lahir normal dapat segera diberikan ASI pada 1 jam
pertama setelah kelahirannya, kecuali bayi tersebut lahir dalam kondisi yang
bermasalah.
Berdasarkan pernyataan Akre (1994) menyebutkan bahwa bayi dengan berat
lahir ≤ 1500 gram dapat menyusui dengan baik. Keberhasilan tersebut disebabkan
oleh berbagai faktor seperti motivasi ibu yang sangat tinggi untuk melakukan
kontak dini dengan bayinya setiap saat dan mendapat bantuan dan perhatian dari
para perawat yang mengerti tentang laktasi, serta keadaan fasilitas kesehatan yang
menunjang dengan tidak adanya pelayanan pemberian susu botol bagi bayi baru
lahir di fasilitas tersebut.
I Hubungan jenis persalinan dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi
baru lahir
Berdasarkan data tabel 5.8 menunjukkan bahwa dalam penelitian ini ibu
dengan operasi sesaria lebih banyak daripada ibu dengan persalinan spontan.
Rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir paling cepat terdapat
pada kelompok ibu dengan persalinan spontan yaitu 246,45 menit. Hasil analisa
bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir antara ibu dengan persalinan spontan maupun
operasi sesaria dengan P value 0,026.
Hal tersebut menurut analisa peneliti kemungkinan disebabkan karena
adanya pengaruh obat anastesi pada ibu dengan persalinan operasi sesaria serta
masalah-masalah lain pada ibu maupun bayi yang tidak memungkinkan bayi
untuk segera menyusu kepada ibunya dalam ruang operasi, sehingga dalam
penelitian ini rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir pada ibu
dengan persalinan operasi sesaria lebih lama yaitu 700,09 menit. Hal ini didukung
oleh pendapat Perinasia (1992) pada dasarnya semua ibu dengan persalinan
pervaginam mampu segera menyusui dan merawat bayi. Ibu dengan persalinan
perabdominan (SC) tidak mungkin segera dapat menyusui bayinya karena ibu
belum sadar akibat pembiusan.
Namun, menurut Roesli (2008) pada persalinan operasi sesar jika diberikan
anestesi spinal atau epidural dan ibu dalam keadaan sadar sehingga dapat segera
memberi respon pada bayi. Bayi dapat segera diposisikan untuk terjadi kontak
kulit dengan kulit antara ibu dan bayi. Usahakan menyusu pertama dilakukan di
kamar operasi. Jika keadaan ibu atau bayi belum memungkinkan, bayi diberikan
ke ibu pada kesempatan tercepat. Jika dilakukan anestesi umum, kontak dapat
terjadi di ruang pulih saat ibu sudah dapat merespon walaupun masih mengantuk
atau dalam pengaruh obat bius.
Hal ini sejalan dengan penelitian Pandit, Yeshwant dan suster Ida (2008)
dalam Rusnita (2008) menyatakan bahwa kondisi ibu setelah melahirkan
berhubungan dengan waktu dimulainya inisiasi menyusu dini. Didapatkan hanya
6% dari ibu-ibu yang bayinya melakukan inisiasi menyusu dini dalam 2 jam post
partum dan 24% ibu yang bayinya melakukan inisiasi menyusu dini dalam 8 jam
post partum. Secara statistik didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara jenis persalinan yang dialami dengan inisiasi menyusu dini, bahwa ibu
yang melahirkan secara spontan bayinya lebih berhasil dapat menyusu dalam 24
jam pertama dibandingkan dengan ibu yang melahirkan dengan operasi sesar.
Menurut Suharsono (1993) bahwa sebenarnya keadaan fisik bekas operasi
saja tidak merupakan satu-satunya faktor penghambat. Kesiapan ibu, pengalaman
masa lalu dalam kesuksesan menyusui merupakan faktor yang perlu
dipertimbangkan.
J Hubungan konseling mengenai ASI dan kolostrum selama kehamilan dan
persalinan dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
Pada tabel 5.9 terlihat bahwa sebagian besar ibu mendapatkan konseling
selama kehamilan dan persalinan mengenai ASI dan kolostrum yang berjumlah
43 orang (55,8%). Rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
paling cepat terdapat pada kelompok ibu yang pernah mendapatkan konseling
mengenai ASI dan kolostrum selama kehamilan dan persalinan yaitu 300,91
menit. Berdasarkan hasil analisa bivariat ditemukan adanya hubungan yang
signifikan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir antara ibu yang
mendapatkan konseling maupun tidak mendapatkan konseling mengenai ASI dan
kolostrum selama kehamilan dan persalinan dengan P value 0,05.
Hal ini sejalan dengan penelitian Ratri (2000) bahwa ada hubungan
bermakna antara pemberian ASI pertama kali dengan pemberian nasehat ASI
yang diterima saat pemeriksaan kehamilan yaitu ibu yang menerima nasehat
tentang ASI memiliki rata-rata pemberian ASI pertama kali paling cepat yaitu
26,25 jam setelah lahir.
Menurut Soetjiningsih (1993) sebenarnya sukses atau tidaknya menyusui
sudah dimulai pada waktu ibu masih hamil yaitu pada waktu pemeriksaan
kehamilan, dimana petugas kesehatan harus memberikan penyuluhan tentang
laktasi dan melakukan pemeriksaan payudara ibu dan menganjurkan perawatan
payudara pada waktu masih hamil, termasuk menganjurkan untuk menyusui
bayinya dalam 30 menit pertama setelah lahir.
Dapat disimpulkan pada penelitian ini ada perbedaan bermakna waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir antara ibu yang mendapatkan
konseling maupun tidak mendapatkan konseling mengenai ASI dan kolostrum
selama kehamilan dan persalinan. Menurut Ebrahim (1978) dalam Moehyi (2008)
bahwa terdapat beberapa faktor emosional dan sosial yang mempengaruhi sukses
menyusui. Salah satu faktor diantaranya adalah nasehat dan pengalaman selama
masa kehamilan dan persalinan sehingga penting sekali bagi para ibu
mengunjungi klinik laktasi terdekat untuk mendapatkan dukungan pemberian
ASI.
Menurut penelitian Haryati (2005) petugas kesehatan mempunyai peran
yang sangat penting untuk membantu keberhasilan ibu dalam proses menyusui
sehingga peran petugas kesehatan dalam meningkatkan dan mendukung usaha
menyusui harus sudah dimulai pada saat ibu hamil datang untuk melakukan
pemeriksaan kehamilan.
K Hubungan dukungan petugas kesehatan dengan waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir
Pada hasil penelitian diketahui bahwa petugas kesehatan yang memiliki
dukungan positif terhadap inisiasi menyusu dini jumlahnya lebih banyak yaitu 44
orang (57,1%) yang dinilai secara objektif oleh responden. Demikian pula rata-
rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir paling cepat terdapat pada
kelompok petugas kesehatan yang memiliki dukungan positif terhadap inisiasi
menyusu dini yaitu 309,89 menit.
Berdasarkan hasil analisa bivariat didapatkan ada hubungan yang signifikan
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir antara petugas kesehatan
dengan dukungan negatif maupun positif dengan P value 0,05. Hal ini sejalan
dengan penelitian Amalia (2007) bahwa ada hubungan yang signifikan antara
perilaku penolong persalinan dengan pemberian ASI segera pada bayi baru lahir
di RSUD Kabupaten Cianjur dengan P value 0,000.
Berbeda dengan penelitian Afilianti (2002) bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara sikap petugas kesehatan dengan pemberian ASI dini, hal ini
disebabkan karena kurangnya supervisi dari atasan sehingga pelaksanaan
pemberian ASI dini oleh petugas kesehatan dapat dilakukan dengan baik.
Dengan hasil penelitian yang menemukan adanya hubungan yang signifikan
antara dukungan petugas kesehatan dengan waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir, menurut analisa peneliti kemungkinan disebabkan karena adanya
pengaruh obat anastesi, ruang operasi yang sibuk serta masalah-masalah lain pada
ibu maupun bayi yang tidak memungkinkan bayi untuk segera menyusu kepada
ibunya dalam ruang operasi. Namun, 79,2 % penolong persalinan memfasilitasi
agar bayi dapat menyusui segera setelah lahir yaitu bayi langsung dilakukan
kontak kulit kepada ibunya setelah lahir. Menurut Rahardjo (2005) mengatakan
bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan pemberian ASI dalam satu jam
pertama adalah tenaga kesehatan terutama bidan karena dalam kurun waktu
tersebut peran penolong masih dominan. Sehingga betapapun sempitnya waktu
yang dipunyai oleh petugas kesehatan baik dokter, perawat atau bidan, diharapkan
masih dapat meluangkan waktu untuk memotivasi dan membantu ibu setelah
bersalin untuk penyusuan dini.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Gambaran rata-rata waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir
adalah 505,68 menit (8,428 jam), dengan median 95,00 menit.
2. Gambaran umur ibu di RSUD Koja Jakarta memiliki rata-rata 27,53 tahun
dengan median 28,00 tahun.
3. Gambaran pendidikan ibu di RSUD Koja yang memiliki pendidikan dasar
lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan
menengah dan tinggi.
4. Gambaran paritas ibu di RSUD Koja dengan multipara lebih banyak
dibandingkan ibu dengan primipara dan grandmultipara.
5. Gambaran ibu di RSUD Koja yang memiliki pengetahuan baik lebih
banyak dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan kurang dan
cukup.
6. Gambaran ibu di RSUD Koja yang memiliki sikap yang positif lebih
banyak dibandingkan dengan ibu yang memiliki sikap negatif.
7. Gambaran berat badan bayi saat lahir di RSUD Koja memiliki rata-rata
3000,65 gram dengan median 3000,00 gram.
8. Gambaran jenis persalinan ibu di RSUD Koja dengan SC lebih banyak
dari spontan.
9. Gambaran ibu di RSUD Koja yang mendapatkan konseling mengenai ASI
dan kolostrum selama kehamilan dan persalinan lebih banyak
dibandingkan ibu yang tidak mendapatkan konseling selama kehamilan
dan persalinan.
10. Gambaran dukungan petugas kesehatan di RSUD Koja yang memiliki
sikap positif lebih banyak dibandingkan petugas kesehatan dengan sikap
negatif.
11. Tidak ada hubungan antara umur ibu dengan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
12. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
13. Tidak ada hubungan antara paritas ibu dengan waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
14. Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
15. Tidak ada hubungan antara sikap ibu dengan waktu menyusui pertama kali
pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
16. Tidak ada hubungan antara berat bayi saat lahir dengan waktu menyusui
pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
17. Ada hubungan antara jenis persalinan dengan waktu menyusui pertama
kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun 2009
18. Ada hubungan antara konseling selama kehamilan dan persalinan dengan
waktu menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta
tahun 2009
19. Ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan waktu
menyusui pertama kali pada bayi baru lahir di RSUD Koja Jakarta tahun
2009
B Saran
1. Bagi RSUD Koja Jakarta
a. Meningkatkan kegiatan konseling yang diberikan kepada ibu atau
calon ibu selama kehamilan dan persalinan agar lebih memotivasi ibu
untuk melakukan pemberian ASI segera setelah lahir sehingga semua
ibu dengan berbagai tingkat pendidikan dapat menyusui bayinya
segera setelah lahir.
b. Meningkatkan upaya mensukseskan pelaksanaan pemberian ASI
segera setelah lahir dan inisiasi menyusu dini di ruang operasi untuk
ibu dengan persalinan sesaria dengan segera memposisikan bayi untuk
terjadi kontak kulit dengan kulit antara ibu dan bayi. Usahakan
menyusu pertama dilakukan di kamar operasi atau jika keadaan ibu
atau bayi belum memungkinkan, bayi diberikan ke ibu pada
kesempatan tercepat.
c. Meningkatkan peran petugas kesehatan dalam memfasilitasi dan
memotivasi pelaksanaan pelaksanaan pemberian ASI segera setelah
lahir dan inisiasi menyusu dini baik di ruang VK maupun ruang
operasi.
2. Bagi Peneliti selanjutnya
Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa yang terbukti berhubungan
secara signifikan dengan waktu menyusui pertama kali pada bayi baru
lahir yaitu pendidikan ibu, konseling ASI dan kolostrum, jenis persalinan
dan sikap petugas kesehatan. Oleh karena itu, penulis menyarankan
perlunya dilakukan penelitian sejenis dengan meneliti variabel-variabel
lain yang diduga berhubungan dengan waktu menyusui pertama kali pada
bayi baru lahir yang tidak diteliti dalam penelitian ini serta perlu
dilakukan analisa multivariat untuk melihat faktor yang paling dominan
dan mempengaruhi kontribusinya antara variabel independen terhadap
dependen.
3. Bagi Instansi pendidikan keperawatan dan ilmu keperawatan
a. Meningkatkan peran perawat khususnya perawat maternitas dalam
pelaksanaan inisiasi menyusui dini dengan membantu ibu segera
memberikan ASI pada bayi baru lahir.
b. Menambah bahan literatur mengenai manfaat dari pelaksanaan
pemberian ASI segera setelah lahir dan inisiasi menyusu dini.
DAFTAR PUSTAKA
Afrilianti. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Dini Di Rumah
Bersalin Swasta Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung. Skripsi. Depok :
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2002
Akre, J. Pemberian Makanan Untuk Bayi, Dasar-Dasar Fisiologis. Jakarta : Perinasia.
1994
Amalia, Linda. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Segera
Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Kabupaten Cianjur. Tesis. Depok : Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007
Biasa dkk. Hubungan Menyusui Bayi Pada 30 Menit Pertama Setelah Kelahiran
Dengan Waktu Keluarnya ASI Di Ruang Bersalin RSUD Sumedang. Jurnal
Keperawatan UNPAD Bandung.
Bobak, dkk. Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta : EGC. 2004
Brinch, Jennifer. Menyusui Bayi Dengan Baik dan Berhasil. Jakarta : Gaya Favorit
Press. 1986
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Dirjen Binkesmas Direktorat Gizi
masyarakat. Manajemen Laktasi Buku Pedoman bagi Bidan dan Petugas
Kesehatan di Puskesmas. Jakarta : Depkes RI. 2002
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pelatihan Konseling Menyusui : Sejak
Lahir Sampai Enam Bulan Hanya ASI Saja. Jakarta : Depkes RI. 2007
___________________________________. Pesan-Pesan Tentang Inisiasi Menyusu
Dini (IMD) dan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif Untuk Keluarga Indonesia.
Jakarta : Depkes RI. 2009
___________________________________. Rencana Strategi Nasional Making
Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010. Jakarta : Depkes RI. Artikel
ini diunduh dari : http://www.who.or.id diakses tanggal 11 Maret 2009
Ebrahim, G.J. Air Susu Ibu. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica. 1986
Fikawati, S & Syafiq, A. Hubungan Antara Menyususi Segera (Immediate
Breastfeeding) dan Pemberian ASI Eksklusif Sampai Dengan Empat Bulan.
Jurnal Kedokteran Trisakti, Mei-Agustus 2003, Vol. 22 No.22
Hamilton, Persis Mary. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. 1995
Haryati, Yati. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Dini di
RSUD Kabupaten Serang Tahun 2004. Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. 2005
Hastono, Sutanto Priyo. Modul Analisa Data. Jakarta : FKM UI. 2001
Hidayat, Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika. 2008
Komalasari, Kokom 2007. Setiap Jam Delapan Bayi Meninggal. Artikel ini diunduh
dari http://www.gloriacyberministries.com diakses tanggal 6 Maret 2009
KESRA 2007. Ibu Negara Serukan Inisiasi Menyusui Dini. Artikel ini diunduh dari
http://www.menkokesra.go.id diakses tanggal 12 Desember 2008
Manuaba 1998 dan Saifudin 2002. Hubungan Tingkat Pengetahuan Suami Tentang
Asuhan Kehamilan dengan Partisipasi Suami dalam Asuhan Kehamilan.
Artikel ini diunduh dari http://one.indoskripsi.com diakses tanggal 26 Mei
2008
Marilynn, E. Doengoes & Marry Frances Moorhouse. Rencana Perawatan Maternal
Bayi. Jakarta : EGC. 2001
Moehji, Sjahmien. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakarta : Bhratara Karya
Aksara. 1988
_______________. Bayi Sehat dan Cerdas Melalui Gizi dan Makanan Pilihan
(Pedoman Asupan Gizi untuk Bayi dan Balita). Jakarta : Pustaka Mina. 2008
Nelvi. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Inisiasi Pemberian ASI di RB
Puskesmas Jakarta Pusat, Tahun 2004. Tesis. Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. 2004
Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
2003
___________________. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta : Rineka
Cipta. 2005
Nursalam. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Segung Seto. 2001
_______. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika. 2008
Perinasia. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi Edisi Pertama. Jakarta : Yayasan
Perinasia. 1992
_______. Pemberian Makanan Untuk Bayi : Dasar-Dasar Psikologis. Jakarta : Bina
Rupa Aksara. 1994
_______. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi Menuju Persalinan Aman dan Bayi
Baru Lahir Sehat. Jakarta : Perkumpulan Perinatologi Indonesia. 2004
Phillips, R. Celeste. Family Centered Maternity Care. Jones & Bartlett Publisher.
2003
Pudjiadi, S. Ilmu Gizi Klinis pada Anak edisi keempat. Jakarta : FKUI. 2005
Purwanti, H.S. Konsep Penerapan ASI Eksklusif Buku Saku untuk Bidan. Jakarta :
EGC. 2004
Rahardjo, Setiyowati. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI
dalam 1 Jam Pertama Setelah Melahirkan (Analisa Data SDKI 2002-2003).
Tesis. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2005
Ratri, Cahyaning. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Pertama
Kali di Purwakarta Jawa Barat tahun 1998 (Analisa Data Sekunder
Pengembangan Survei Cepat Untuk Menilai Kualitas Pelayanan KIA di DT
II). Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
2000
Review Status MDGs 2007 di Indonesia. Artikel ini diunduh dari http:
//www.slideshare.not brief on summare report of MDG diakses tanggal 5 Mei
2009
Roesli. Utami. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta : Pustaka Bunda.
2008
___________.“Inisiasi Menyusui Dini Cegah Potensi Kematian Bayi 2007. Artikel
diunduh dari http://e-kehamilan.blogspot.com diakses tanggal 12 Desember
2008
Rusnita, Anita. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini di Kamar Bersalin IGD RSUPN DR.Cipto Mangunkusumo
Jakarta November 2008. Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. 2008
Smith, 1974. Konseling. Artikel ini diunduh dari http://eko13.wordpress.com diakses
tanggal 23 Mei 2009
Soetjiningsih. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC. 1997
Suharsono. Memasyarakatkan Penyusuan Dini dan Rawat Gabung. Majalah
Kedokteran Indonesia, Vol.43, No.6: 329-332. Juni 1993
Sulaningsih, Kiki. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktek Pemberian ASI
Pada 1 jam pertama Setelah Melahirkan di Kabupaten Cirebon Jawa Barat
tahun 2003 (Analisa Data Sekunder Data Dasar Asuh 2003). Skripsi. Depok :
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007
Suradi, R. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi. Cetakan kedua. Jakarta : Perkumpulan
Perinatologi Indonesia. 2004
Ubaedah, Nunuy. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Ibu Post Partum Tentang
Perawatan Payudara Berdasarkan Karakteristik Umur, Pendidikan,
Pekerjaan Dan Paritas Ibu Di Ruang Rawat Inap RSIA Kurnia Cilegon.
Skripsi. Serang : PSIK STIKES Falatehan. 2005
Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2002