fakultas ilmu keperawatan universitas...

24
Oleh: Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., PhD Nursiswati, S.Kep., Ners., M.Kep., Sp.KMB Urip Rahayu, S.Kp., M.Kep Mamat Lukman, SKM., S.Kp., M.Si Sari Fatimah, S.Kp., M.Kes FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN TAHUN: 2011 PENGEMBANGAN MODEL UJI OBJECTIVE STRUCTURED CLINICAL EXAMINATION-TERSTANDAR (OSCE-S) UNTUK MENILAI KOMPETENSI KLINIS MAHASISWA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN (Development an assessment model of standardized OSCE [OSCE-S] to assess students’ clinical competence in Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran) LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN PROYEK HPEQ KOMPONEN 2 TAHUN 2011

Upload: trinhdiep

Post on 02-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

Oleh:

Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., PhD

Nursiswati, S.Kep., Ners., M.Kep., Sp.KMB

Urip Rahayu, S.Kp., M.Kep

Mamat Lukman, SKM., S.Kp., M.Si

Sari Fatimah, S.Kp., M.Kes

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

TAHUN: 2011

PENGEMBANGAN MODEL UJI OBJECTIVE STRUCTURED CLINICAL

EXAMINATION-TERSTANDAR (OSCE-S) UNTUK MENILAI KOMPETENSI

KLINIS MAHASISWA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

(Development an assessment model of standardized OSCE [OSCE-S] to assess

students’ clinical competence in Faculty of Nursing Universitas Padjadjaran)

LAPORAN KEGIATAN

PENELITIAN HIBAH PENELITIAN

PROYEK HPEQ KOMPONEN 2

TAHUN 2011

Page 2: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

1

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN PROYEK HPEQ KOMPONEN 2

TAHUN 2011

1. a. Judul Penelitian : Pengembangan model uji OSCE terstandar untuk

Menilai kompetensi klinis mahasiswa Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran

b. Bidang Ilmu : Kesehatan dan Seni

c. Kategori Penelitian *) : I (Pemecahan Masalah)

2. Ketua Peneliti

a. Nama lengkap dan gelar : Kusman Ibrahim, S.Kp., MNS., PhD

b. Jenis Kelamin : Laki-laki

c. Golongan pangkat dan NIP : Penata Tk.1/III.d /19710917 199903 1 002

d. Jabatan fungsional : Lektor

e. Jabatan structural : -

f. Fakultas/Jurusan : Ilmu Keperawatan

g. Pusat Penelitian : -

3. Jumlah Anggota Peneliti : 4 orang

a. Nama Anggota Peneliti I : Nursiswati, S.Kep., Ners. M.Kep.,Sp. KMB, NIP :

197806052003122005, Pangkat/Golongan: Penata

Muda/III.a

b. Nama Anggota Peneliti II : Urip Rahayu, S.Kp., M.Kep., NIP :

197750128200 8121002

Pangkat/Golongan:Penata Muda TK.1/III-b

c. Nama Anggota Peneliti III : Mamat Lukman, SKM. S.Kp., M.Si

NIP 19630314 198603 1 001

Pangkat/Golongan: Pembina/IV.a

d. Nama Anggota Peneliti IV : Sari Fatimah, S.Kp., M.Kes

NIP 19511101 197509 2 002

Pangkat/Golongan: Penata Tk.1/III.d

4. Lokasi Penelitian : Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran,

Bandung, Jawa Barat

5. Lama Penelitian : 7 bulan (Mei – Nopember 2011)

6. Biaya yang diperlukan : Rp 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah)

Bandung, 30 November 2011

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Ketua Peneliti Universitas Padjadjaran

Mamat Lukman, SKM, S.Kp., M.Si Kusman Ibrahim,S.Kp.,MNS., PhD

NIP 19630314 198603 1 001 NIP 19710917 199903 1 002

Page 3: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

2

LAPORAN PENELITIAN

A. Judul Penelitian

Pengembangan Model Uji Objective Structured Clinical Examination-Terstandar

(OSCE-S) Untuk Menilai Kompetensi Klinis Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Padjadjaran.

B. Pendahuluan

Latar Belakang

Pendidikan sesuai dengan amanat sistem pendidikan nasional harus mampu

menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan

efisiensi manajemen untuk menghadapi tantangan sesuai dengan perubahan kehidupan

lokan, nasional, dan global. Institusi pendidikan tinggi keperawatan sebagai bagian integral

dari institusi pendidikan tenaga kesehatan, ditantang untuk mampu menghasilkan lulusan

yang berkualitas dan berdaya saing yang mampu mengisi kebutuhan tenaga kesehatan

profesional khususnya di bidang keperawatan. Lulusan pendidikan tinggi keperawatan

diharapkan mampu berkontribusi maksimal dalam mengatasi permasalahan kesehatan baik

lingkup lokal, nasional, dan internasional.

Indonesia adalah salah satu negara di Asean yang memilki potensi masalah kesehatan

cukup kompleks dan dapat berimplikasi pada sulitnya merealisaikan pencapaian tujuan

pembangunan millenium (MDGs) tahun 2015 (World Bank, 2008). Potensi masalah

tersebut terutama terkait pertumbuhan penduduk yang semakin besar, masih tingginya

angka kematian ibu, bayi, dan anak, belum terkendalikannya penyakit-penyakit infeksi dan

non-infeksi yang mengancam kehidupan, serta ditambah dengan belum meratanya

distribusi tenaga kesehatan baik secara kualitas maupun kuantitas. Untuk menjawab

permasalahan tersebut, institusi pendidikan tinggi keperawatan dituntut untuk

menghasilkan lulusan yang berkualitas melalui penerapan manajemen pendidikan yang

efektif, efisien, dan didukung oleh inovasi strategi pembelajaran yang berbasis kompetensi

dengan mengintegrasikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.

Kurikulum pendidikan berbasis kompetensi dengan metoda pembelajaran lebih

berpusat pada mahasiswa (student centered learning) daripada berpusat pada dosen

(teacher centered learning), diharapkan dapat menciptakan iklim belajar yang lebih

merangsang partisipasi aktif mahasiswa dalam mengakuisisi ilmu dan keterampilan selama

Page 4: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

3

proses pembelajaran. Hal ini perlu ditunjang oleh metode evaluasi belajar yang shahih

(valid) dan andal (reliable), sehingga betul-betul bisa mengukur kompetensi mahasiswa

secara objektif dan adil. Mengingat pendidikan keperawatan sebagian besar berhubungan

dengan kompetensi klinis, dalam hal ini kemampuan memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

kemampuan klinis mahasiswa menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan tingkat

kompetensi mahasiwa atau calon lulusan.

Objective Structured Clinical Examination (OSCE) merupakan salah satu metode

penilaian kompetensi klinis yang sudah teruji dan banyak digunakan terutama di bidang

pendidikan kedokteran. Sejak OSCE diperkenalkan oleh Harden et al. tahun 1975, sejak itu

terus berkembang dan diadopsi oleh banyak institusi pendidikan tenaga kesehatan

termasuk pendidikan keperawatan (Mitchell, Henderson, Groves, Dalton, & Nulty, 2010).

OSCE menjadi alat evaluasi yang shahih dan andal jika diterapkan secara benar, dalam arti

situasi ujian disetting sedemikian rupa sehingga menggambarkan situasi klinis yang

sebenarnya.

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (FIK Unpad) adalah sebelumnya

bernama Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) didirikan pada tahun 1994 berdasarkan

SK Rektor Unpad No.145a/PT06H/Kep/C/94, kemudian diperkuat SK Dikti

No.200/DIKTI/Kep/1998. Seiring dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan, Program

Studi Ilmu Keperawatan yang tadinya berada di bawah Fakultas Kedokteran,disahkan

menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan pada tanggal 8 Juni 2005 berdasarkan Surat

Keputusan Rektor Unpad No.1020/J06/Kep/KP/2005 dan persetujuan Dirjen Dikti

No.1827/D/T/2005 tanggal 1 Juni 2005. FIK Unpad sebagai Institusi Pendidikan tinggi

Keperawatan tertua kedua di Indonesia dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia

keperawatan yang berkualitas tinggi. FIK Unpad terus berupaya menata dan mengelola

segala sumber daya yang dimiliki serta mengembangkan diri sehingga menghasilkan

lulusan yang mampu bersaing di pasaran kerja nasional maupun internasional.

Bebeberapa inovasi strategi pembelajaran telah dikembangkan di FIK Unpad,

diantaranya dengan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi dan metode pembelajaran

problem based-learning. Pembelajaran mahasiswa dirancang dalam beberapa system blok

dengan lebih menekankan pada diskusi kelompok kecil, tutorial, discovery learning, dan

sistem penugasan yang memungkinkan mahasiwa untuk mencurahkan potensi belajarnya

secara maksimal. Metoda evaluasi belajar pun dikembangkan melalui beberapa model,

Page 5: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

4

misalnya melalui test tertulis (MCQs), SOCA (Student Oral Case Analysis), laporan tugas,

dan OCSE untuk penilaian keterampilan klinis. Namun, berdasarkan observasi penulis,

metode evaluasi OSCE di FIK Unpad belum berjalan sesuai model OSCE yang lazim

diterapkan di tempat lain seperti yang dilaporkan dalam beberapa kepustakaan. Model

OSCE yang diterapkan di FIK Unpad lebih cenderung hanya sebagai pengganti/substitusi

dari metode ujian keterampilan mahasiswa secara konvensional, yaitu mahasiswa diminta

mendemonstrasikan prosedur tindakan tertentu untuk setiap station dan dinilai oleh seorang

penguji per station. Adapun situasi klinis yang mendasari serangkaian prosedur tindakan

tersebut, termasuk penggunaan standardized pasien, belum tertata dengan baik.

Keshahihan format evaluasi (check list) dan realibilitas antar observer juga masih

belum ada kajian dan belum ada standar baku. Hal ini tentunya bisa berdampak pada

kualitas ahir dari hasil penilaian kompetensi mahasiswa. Berdasarkan hal tersebut diatas,

penulis memandang perlu untuk melakukan upaya perbaikan model uji OSCE yang

terstandarisasi dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait, untuk secara

bersama-bersama mengidentifikasi permasalahan, merumuskan langkah-langkah

perbaikan, implementasi dan evaluasi hasil perbaikan. Metode riset tindakan (Action

Research) merupakan metode yang sesuai untuk memfasilitasi upaya perbaikan ini dengan

luaran yang diharapkan adalah terciptanya suatu model OSCE yang terstandar dan dapat

dilaksanakan/diimplentasikan secara berkesinambungan yang pada akhirnya bisa menjadi

alat evaluasi yang handal untuk menilai kompetensi klinis mahasiwa keperawatan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas dan fenomena belum terstandarisasinya model uji

OSCE di Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad sehingga berpotensi untuk tidak shahih dan

andalnya suatu metode uji tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah

”bagaimana model uji OSCE terstandar untuk menilai kompetensi mahasiswa Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran?”

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu model uji OSCE

terstandar yang dapat diimplementasikan dalam rangka meningkatkan kualitas penilaian

kompetensi mahasiswa. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

Page 6: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

5

1. Memahami secara mendalam permasalahan terkait pelaksanaan model uji OSCE di

Fakultas Keperawatan Unpad dan melakukan kajian kepustakaan terkait model OSCE

yang ideal

2. Mengkaji persepsi, pemahaman, kebutuhan, dan harapan para pemangku kepentingan

(dosen, mahasiswa, instruktur, pimpinan, pengelola laboratorium) terkait model uji

OSCE di Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad

3. Mengidentifikasi faktor-faktor (determinants) terkait pelaksanaan OSCE di Fakultas

Ilmu Keperawatan Unpad

4. Membangun model OSCE terstandar dengan melibatkan para pemangku kepentingan

di Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad

5. Mengimplementasikan model uji OSCE untuk menilai kompetensi klinis mahasiswa di

area Keperawatan Medikal Bedah sebagai percontohan

6. Melakukan evaluasi dan refleksi untuk menilai kekurangan, hambatan, dan kekuatan

dari penerapan model uji OSCE terstandar

7. Melakukan pemantapan model uji OSCE terstandar dan mendesiminasikan ke para

pemangku kepentingan untuk ditetapkan sebagai model acuan dalam penyelenggaraan

model uji OSCE di area keperawatan klinis lainnya.

Manfaat/Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan praktis

Model uji OSCE terstandar hasil penelitian ini bisa menjadi bahan acuan dalam

menyelenggarakan OSCE di institusi pendidikan keperawatan lainnya dalam mengukur

kompetensi mahasiswa sehingga bisa menjadi bahan masukan untuk desain kurikulum dan

metode pembelajaran yang tepat dan efisien.

2. Kegunaan teoritis

Pengetahuan dan lesson-learned hasil penelitian ini bisa nermanfaat bagi

pengembangan ilmu khususnya terkait model student assessment dalam pembelajaran

profesi kesehatan, dan bisa sebagai informasi dasar untuk penelitian-penelitian selanjutnya

misalnya mengidentifikasi faktor prediktor bagi keberhasilan mahasiswa dalam melalui

OSCE dengan memuaskan.

Page 7: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

6

C. Tinjauan Pustaka

Objective structured clinical examination (OSCE)

1. Pengertian OSCE

Objective structured clinical examination (OSCE) adalah suatu bentuk test (ujian)

untuk menilai kemampuan klinis mahasiswa (Ahmad, Ahmad, & Abu Bakar, 2009). OSCE

didesain sedemikian rupa dengan melibatkan beberapa station (tempat uji) dan sistem

rotasi (Walsh, Bailey, & Koren, 2009). Pada setiap station, mahasiswa diminta untuk

melakukan suatu prosedur tindakan tertentu atau pengkajian pasien berdasarkan skenario

tertentu dengan menggunakan standardized pasien (orang awam yang dilatih untuk

berperan sebagai pasien). Setiap mahasiswa dirorasi ke setiap station dengan jumlah waktu

yang sama untuk setiap stationnya. Setiap station terdapat satu orang penguji yang akan

menilai penampilan kerja mahasiswa berdasarkan instrument check list yang

dikembangkan oleh suatu panel ahli dibidangnya. Harden memberikan definisi OSCE

sebagai sebagai “suatu pendekatan untuk menilai kompetensi klinis ketika komponen-

komponen kompetensi dinilai dengan cara yang terencana dan terstruktur dengan baik serta

penilaian dilakukan secara objektif “ (Harden 1988, p. 19 dikutip dalam Mitchell, et al., 2010).

2. Sejarah Perkembangan OSCE

OSCE pertama kali diperkenalkan tahun 1975 oleh Ronald Harden dari University of

Dendee, Skotlandia (Ahmad, et al., 2009). OSCE pada mulanya dirancang untuk menguji

kompetensi klinis mahasiswa kedokteran, sebagai tambahan terhadap alat evaluasi yang

sudah ada namun dinilai kurang memuaskan saat itu (Walsh, et al., 2009). Pada

perkembangan selanjutnya, OSCE banyak diteliti oleh para ahli dan mereka menyimpulkan

bahwa OSCE merupakan salah satu model uji yang shahil dan andal untuk menguji

kompetensi klinis mahasiswa kedokteran. Semakin kesini, OSCE semakin popular dan

diadopsi oleh beberapa pendidikan tenaga kesehatan lain termasuk keperawatan (Mitchell,

et al., 2010).

3. Komponen OSCE

McCoy and Merrick (2001) mengemukakan OSCE terdiri dari beberapa komponen

utama:

1. Panitia ujian

2. Koordinator ujian

3. Daftar check list keterampilan, perilaku, dan sikap yang dinilai

4. Mahasiswa (nara uji/examinee)

Page 8: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

7

5. Penguji

6. Tempat ujian

7. Stasion ujian

8. Alokasi waktu antara stasion

9. Simulasi pasien

10. Timekeeper, time clock and time signal

11. Contingency Plans

12. Assessment of Performance of the OSCE

13. SOP ujian

4. Penerapan model OSCE dalam pendidikan keperawatan

Walaupun model OSCE yang dikembangkan untuk pendidikan kedokteran telah

diadopsi oleh pendidikan keperawatan, namun beberapa kritik muncul terkait perbedaan

hakikat pendidikan keperawatan dan kedokteran. Seperti yang dikemukakan oleh Bujack et

al (1991 dikutip dalam Walsh, et al., 2009) bahwa model OSCE tradisional tidak

merefleksikan hakikat dari praktik keperawatan yang melihat pasien dari pandangan

holistik, berbeda dengan kompetensi yang berorientasi tugas/procedural dan keterampilan

teknis semata seperti yang diterapkan dalam ujian kedokteran. Oleh karenanya, para

peneliti merekomendasikan OSCE bisa diadopsi dalam keperawatan namun harus

merefleksikan realitas klinis dari keperawatan yang sebenarnya (Ross et al. 1988; Bujack

et al. 1991; O‟Neil & McCall 1996, Nicol & Freeth 1998 dikutip dalam Walsh et al, 2009).

Meskipun demikian, masih sedikit penelitian yang menilai model uiji OSCE yang shahih

dan andal untuk menilai kompetensi klinis mahasiswa keperawatan.

Model OSCE asli yang terdiri dari serangkaian seri dari 16 sampai 20 station, dengan

setiap station memerlukan waktu sekitar 5 menit, dan fokus ke keterampilan klinik

mahasiswa kedokteran, selanjutnya diadaptasi dan dimodifikasi supaya cocok dengan

situasi keperawatan. Beberapa model adaptasi tersebut menghasilkan model OSCE dengan

lebih sedikit station namun ada penambahan lama waktu untuk setiap stationnya. Beberapa

station diintegrasikan dengan alokasi waktu bisa sampai 30 menit atau lebih, sehingga

namanya pun berubah dari OSCE menjadi OSCA (Objective Structured Clinical

Assessment) karena penilaian lebih lengkap dan holistik (Ward & Willis 2006; Rushforth 2007

dikutip dalam Walsh et al, 2009).

Page 9: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

8

Action Research

1. Pengertian Action Research

Kemmis dan McTaggart (1988, p. 5 ) mendefinisikan “Action Research” adalah

suatu bentuk pencarian refleksi diri secara kolektif yang dilakukan oleh partisipan pada

suatu siatuasi soscial untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dan pemahaman

partisipan terhadap praktik yang mereka lakukan.

2. Karakteristik Action Research

Terdapat empat karakteristik dari action research menurut Holter (1993), yaitu

kerjasama antara peneliti dan praktisi, pemecahan masalah praktik, perubahan praktik, dan

pengembangan teori. Sedangkan menurut Reason dan Bradbury (2001, p. 2), ada lima

karakteristik dari action research yaitu practical issues, emergent developmental form,

participation and democracy, knowledge in action, dan human flourishing.

Kerangka Pemikiran

Ada empat komponen yang menjadi perhatian (thematic concern) dalam action

reserach, yaitu perencanaan (plan), tindakan untuk melaksanakan rencana (act),

pengamatan terhadap efek (observe), dan refleksi (reflect) dari efek yaang terjadi sebagai

dasar perencanaan selanjutnya (Kemmis & McTaggart, 1988). Keempat komponen

tersebut membentuk siklus spiral seperti gambar berikut:

Page 10: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

9

D. Metode penelitian

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan (Action Research). Action

research merupakan metode yang ideal untuk mengadakan perubahan suatu kondisi di

tatanan praktik, perubahan dibangun atas motivasi sendiri dari orang-orang pemangku

kepentingan dengan menggunakan dukungan dan sumber daya yang dimiliki untuk

memperbaiki situasi atau menciptakan cara baru dalam bekerja (Webb, 1988).

Setting

Setting atau tempat untuk penelitian ini adalah Fakultas Keperawatan Universitas

Padjadjaran. Fakultas Keperawatan Unpad mengelola program studi sarjana keperawatan

(S.Kep), program profesi Ners, dan program Magister Keperawatan (Keperawatan Kritis

dan Komunitas). Saat ini FIK Unpad memiliki jumlah mahasiswa (student body) sebanyak

1.083 orang, dengan jumlah dosen tetap 53 orang, tenaga kependidikan 53 orang, dan

didukung oleh dosen tidak tetap termasuk pembimbing klinik/lapangan sekitar 52 orang.

Sejak didirikan sebagai Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) tahun 1994, telah

meluluskan sebanyak 2.952 lulusan sarjana keperawatan dan Ners. Fakultas Keperawatan

menerapkan kurikulum berbasis kompetensi dengan metode problem based learning sejak

tahun 2007.

Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari dosen, isntruktur/pembimbing klinik,

pengelola lab skill, dan mahasiswa. Partisipan dipilih berdasarkan kriteria sebagai beriukut:

1. Dosen

- Dosen tetap yang aktif mengajar mata kuliah terkait keperawatan klinis dengan

pengalaman minimal 2 tahun

- Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini

2. Instruktur klinik

- Pembimbing klinis yang diangkat oleh F.Kep Unpad dan aktif mebimbing

mahasiswa di klinik (Rumah Sakit) dengan pengalaman minimal 3 tahun

- Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini

3. Pengelola lab skill

Page 11: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

10

- Pengelola yang ditunjuk oleh F.Kep sebagai pengelola (kepala atau staf)

laboratorium skill

- Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini

4. Mahasiswa

- Mahasiswa aktif yang telah melewati semester VI

- Bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini

Fase-fase Kegiatan Penelitian

Fase Awal

1 Permohonan ijin dari dekan Fakultas Keperawatan untuk melaksanakan penelitian

2 Pertemuan awal dengan staf dosen keperawatan klinik, instruktur klinik, dan

perwakilan mahasiswa untuk mendiskusikan rencana penelitian dan curah pendapat

tentang pelaksanaan OSCE di F.Kep. Pada pertemuan ini, peneliti merekrut beberapa

staf dosen, instruktur klinik, dan mahasiswa untuk menjadi partisipan dalam penelitian.

Peneliti menjelaskan bahwa peran tim peneliti selama proses penelitian adalah sebagai

fasilitator, observer, partisipan, dan pengumpul data.

3 Persetujuan tertulis atau lisan (Informed consent) diminta kepada yang bersedia

menjadi partisipan dalam penelitian ini.

Fase Implementasi

Kegiatan penelitian ini terdiri dari beberapa aktivitas, yang dikelompokan kedalam tahap-

tahap sebagai berikut:

Tahap 1: Analisa dan Memahami Situasi

Pada tahap ini, peneliti dan partisipan bertemu dan berdiskusi tentang ketertarikan

dan pentingnya mempunyasi model uji OSCE yang terstandarisasi. Partisipan diminta

untuk mengungkapkan ide-ide, pikiran, pengalaman, konsen, dan perhatiannya terkait

model uji OSCE dan sistem penilaian terkait lainnya. Hasil diskusi ini bisa memberikan

pemahaman yang mendalam tentang fenomena yang diteliti. Untuk menggali informasi

yang mendalam, peneliti mengadakan wawancara mendalam dengan partisipan terkait

topik yang diteliti. Pengumpulan dan analisis dokumen juga dilakukan.

Page 12: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

11

Tahap 2: Perencanaan

Pada tahap ini, peneliti menyelenggarakan lokakarya untuk mempresentasikan hasil

kajian situasi dan kajian kepustakaan, dan bersama partisipan menyusun model awal OSCE

(tentative model) yang dikembangkan dan diuji coba. Pada tahap ini juga, dibahas rencana

strategi untuk implementasi model tentative tersebut berikut rencana evaluasinya.

Tahap 3: Uji Coba Pelaksanaan dan Observasi

Pada tahap ini, uji coba model dilaksanakan oleh partisipan. Partisipan ada yang

berperan sebagai penguji, nara uji/mahasiswa, dan pasien. Skenario ujian, format evaluasi,

dan standar operasional prosedur (SOP) ujian dari hasil lokakarya disiapkan, dan seting

tempat ujian dilakukan dengan cara membagi tempat ujian menjadi beberapa station.

Selama proses uji coba berlangsung, setiap partisipan diminta untuk mencatat dan atau

melaporkan (setelah ujicoba selesai) hal-hal atau faktor-faktor yang dianggap mendukung

atau menghambat pelaksanaan ujian, juga mencatat masalah-masalah, kelemahan,

kekuatan, dan keterbatasan yang ditemukan terkait proses uji coba model OSCE. Peneliti

juga melakukan pengumpulan data melalui wawancara dengan beberapa partisipan,

observasi, dan partisipasi.

Tahap 4: Refleksi

Temuan hasil uji coba model dikaji dan dianalisis. Partisipan dan peneliti melakukan

refleksi terhadap proses pelaksanaan uji coba. Pada tahap ini model refleksi terstruktur dari

Christopher John (1995) dijadikan panduan dalam melakukan refleksi partisipan. Dalam

model John dikemukakan bahwa refleksi meliputi aspek estetik, personal, etik, empiric,

dan reflexivity.

Tahap 5: Luaran (Outcome)

Hasil refleksi dan evaluasi digunakan untuk penyempurnaan model uji OSCE dan

dijadikan model OSCE yang terstandar. Rumusan model OSCE terstandar didesiminasikan

ke staff pengajar dan unsur pimpinan fakultas. Model uji OSCE yang terstandar dijadikan

acuan sebagai model untuk pelaksanaan uji OSCE di Fakultas Keperawatan Unpad.

Fase Terminasi dan Pelaporan

Pada fase ini penelitian dinyatakan selesai dan peneliti mengucapkan terima kasih

kepada seluruh partisipan atas partisipasinya dalam penelitian. Tim peneliti membuat

laporan lengkap hasil penelitian dan menyerahkan ke pihak donor dan Fakultas Ilmu

Keperawatan Unpad. Artikel penelitian dibuat dari hasil penelitian dan diserahkan untuk

Page 13: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

12

publikasi di jurnal nasional terakreditasi atau internasional. Sebagian hasil penelitian telah

dipresentasikan pada konferensi ilmiah: the 2nd

HAPEQ International Conference di Bali

tanggal 3-5 Desember 2011.

Pengupulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui beberapa cara, yaitu:

1 Diskusi kelompok terarah (FGD)

2 Wawancara

3 Pengumpulan dokumen

4 Catatan lapangan (field notes) dan observasi

Analisa Data

Data yang terkumpul dianalisis dengan dua metoda. Hasil refleksi akan dianalisis

menggunakan model “learning through experience” dari Johns (1994, 1995), sedangkan

data hasil wawancara, diskusi kelompok, dokumen, dan catatan lapangan akan dianalisis

menggunakan panduan dari Morse and Field yang dikutip oleh Polit and Hungler (1999).

Prosedur analisis data menurut Johns (1994, 1995) seperti dikemukakan berkut:

Deskripsi

Refleksi

Faktor-faktor berpengaruh

Strategi alternative

Learning

Sedangkan metode analisis menurut Morse and Field yang dikutip oleh Polit and Hungler

(1999), meluputi:

Pemahaman secara umum (Comprehending)

Sintesis (Synthesizing)

Rekontekstualisasi (Recontextualizing)

Etika Penelitian

Untuk menjamin perlindungan hak-hak partsipan, peneliti meminta ijin dari pihak

yang berwenang (Dekan), meminta persetujuan (Informed consent) dari partisipan, dan

menjamin kerahasiaan data yang terkumpul hanya untuk kepentingan penelitian.

Page 14: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

13

Kompensasi atas keterlibatan dalam penelitian ini diberikan dalam bentuk uang transport

dan konsumsi serta souvenir sesuai batas-batas kewajaran.

E. Hasil Penelitian

Deskripsi partisipan

Sembilan mahasiswa yang mewakili angkatan 2007, 2009, dan 2010 mengikuti FGD

I (mahasiswa). Partisipan umumnya memiliki pengalaman mengikuti OSCE pada sistem

respirasi, kardiovaskuler, Basic Science in Nursing III, integumen, muskuloskeletal,

gastrointestinal, urinary, endokrin, neurobehavior, critical care nursing, imun dan

hematologi. Sepuluh orang, yang mewakili dosen, instruktur klinik, tutor, dan pengelola

laboratorium keperawatan mengikuti FGD II (2 hari). Sedangkan lokakarya-lokakarya

yang diselenggarakan rata-rata dihadiri 15 orang dari dosen, tutor, pembimbing klinik, dan

pengelola laboratorium.

Perspektif mahasiswa dalam mengikuti OSCE

Partisipan sebagai mahasiswa yang ikut langsung dalam kegiatan OSCE yang

diselenggarakan oleh Fakultas, mengemukakan pandangan, ide, dan kesan-kesannya

tentang OSCE seperti terangkum dalam pernyataan-pernyataan berikut ini:

1) OSCE serupa dengan ujian praktik biasa

Dalam pandangan mahasiswa, OSCE tidaklah jauh berbeda dengan ujian praktikum

biasa yang pernah diikuti sewaktu belum menerapkan kurikulum KBK, perbedaannya

OSCE dilaksanakan serempak, beberapa keterampilan, sedangkan ujian praktikum

dilakukan satu-satu keterampilan. Bagi mereka, nama OSCE tidak begitu difahami,

dan mereka pun tidak begitu perduli, yang penting bagaimana ujian bisa lulus.

2) Faktor keberuntungan

Partisipan mengungkapkan bahwa, “faktor keberuntungan” sangatlah menentukan

keberhasilan lulus dari OSCE. Hal ini karena tidak adanya standar baku yang jelas,

jadi ujian kadang tergantung siapa pengujinya, dan kapan ujian itu dilaksanakan.

Misalnya, jika dapat waktu pagi akan lebih baik karena masih segar, dan penguji

masih segar, sehingga betul-betul bisa menilai, tapi kalau menjelang sore, alat-alat

juga sudah banyak yang rusak, dan penguji sudah kelelahan sehingga kurang

konsentrasi.

3) Tidak ada standar baku untuk penilaian

Page 15: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

14

Karena tidak ada standar baku penilaian, penilaian tampak berbeda antara satu penguji

dengan penguji lainnya, atau antara penguji junior dengan senior. Hal ini juga

dipengaruhi perbedaan persepsi antar penguji terhadap cara penilaian sehingga tidak

jarang membingungkan mahasiswa. Penguji junior lebih detail terpaku ke SOP,

sedangkan penilai senior lebih menekankan pada prinsip. Berapa batas nilai kelulusan

juga kadang tidak jelas dan tidak diinformasikan sebelumnya.

4) Awalnya stress dan bingung, cari „bocoran‟ ke temen

Stress dan bingung hamper dialami oleh seluruh mahasiswa yang akan mengikuti ujian

OSCE, namun untungnya mereka masih bisa ketemu dengan mahasiswa yang sudah

selesai mengikuti OSCE sehingga bisa dapat bocoran tentang apa-apa saja yang

dilakukan saat ujian.

5) Alokasi waktu yang tidak fair

Partisipan menilai alokasi waktu yang diberika untuk setiap mahasiswa tidak

konsisten. Untuk mahasiswa gelombang pertama, waktu sesuai dengan yang

dialokasikan, namun gelombang-gelombang berikutnya, waktu terkurang oleh

gelombang sebelumnya yang belum selesai. Hal ini menyulitkan mahasiswa dalam

memprediksi waktu untuk melaksanakan soal yang diujikan.

6) Berbeda ketika latihan dan ujian

Walaupun tidak banyak, namun ada beberapa teknik prosedur, berbeda antara ketika

diajarkan dalam latihan dan ketika ujian terutama jika yang mengajar dan menguji

orangnya berbeda.

7) Ica-ica atau pura-pura ketika ujian, bingung dalam situasi yang sebenarnya

Dalam beberapa ujian, penguji memerintahkan tindakan-tindakan tertentu cukup

dengan pura-pura saja, tidak perlu dilakukan sebenarnya. Hal ini dirasakan oleh

mahasiswa bingung terutama ketika berhadapan situasi nyata di wahana praktik.

8) Inkonsistensi jadwal dan aturan

Adakalanya jadwal mulai ujian molor, terlambat, dan hal-hal yang sudah

diinformasikan seperti urutan mahasiswa yang masuk berdasarkan nomor absen,

namun kenyataannya menurut kedatangan duluan, sehingga mahasiswa yang tidak

ingin duluan mereka mengakali dengan dating terlambat.

9) Mengganggu, ujian berdua oleh satu penguji

Page 16: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

15

Seringnya dua mahasiswa diuji oleh satu penguji pada waktu yang bersamaan tanpa

pemisah/sampiran. Hal ini dirasakan mengganggu bagi mahasiswa yang sedang ujian

karena mereka bisa saling memperhatikan, mendengar, dan melihat satu dan lainnya.

10) Dokumentasi hanya untuk formalitas

Pada saat selesai ujian, mahasiswa sering diminta untuk menulis dukumentasi

tindakan, namun mereka tidak melihat ada kaitannya dengan penilaian hasil ujian.

11) Sarana yang terbatas, kurang kesempatan untuk latihan

Keterbatasan sarana dan peralatan laboratorium disbanding dengan jumlah mahasiswa,

menyebabkan mahasiswa terbatas untuk mencoba praktikum secara mandiri di

laboratorium.

12) Latihan dan ujian, membentuk 65-80% penguasaan skill

Walaupun dengan keterbatasan yang ada, mahasiswa berpendapat bahwa melalui

praktikum dan ujian OSCE ini, mereka bisa belajar menguasai keterampilan hingga

mencapai 80%, setelah mereka punya pengalaman mencoba di wahana praktik nyata,

mereka bisa menguasai sampai lebih dari 90%.

Perspektif penguji terhadap OSCE

Partisipan yang terdiri dari dosen, instruktur klinik, dan tutor yang semuanya pernah

menjadi penguji OSCE, mengungkapkan pendapatnya tentang pengalaman

menyelenggarakan OSCE seperti terangkum berikut ini:

1) OSCE yang sekarang masih sederhana, belum yang sesungguhnya, masih

terfragmentasi

Para penguji menyampaikan bahwa dengan melihat banyak kekurangan terkait

penyelenggaraan OSCE, mereka megakui bahwa OSCE yang sekarang masih belum

ideal seperti yang seharusnya.

2) Pengetahuan OSCE hasil tahu dari teman (mulungan), tidak ada pelatihan

khusus/formal

Para penguji menjelaskan bahwa mereka tidak dipersiapkan secara khusus untuk

menyelenggarakan OSCE. Pengetahuan tentang OSCE lebih banyak dicari sendiri

dengan bertanya ke teman atau cari di kepustakaan.

Page 17: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

16

3) Mendua (ngajegang), satu penguji menguji dua mahasiswa dalam waktu yang

bersamaan karena terbatasnya SDM penguji

Jumlah penguji yang terbatas, sedangkan jumlah mahasiswa banyak, menyebabkan

terpaksa satu orang penguji menguji dua station pada waktu yang bersamaan. Hal ini

juga disadarai namun tidak bisa berbuat banyak, ya kerjakan saja, walaupun penguji

harus membagi perhatian ke kedua mahasiswa.

4) SOP dan format nilai yang tidak terstandar

Standard operational procedure tentang tindakan/skill yang harus diperagakan dan

format penilaian tidak terstandar. Sebagai contoh, format nilai khusus belum ada,

penguji lebih menggunakan SOP sebagai panduan untuk penguji.

5) Kebocoran informasi ujian

Karena tidak adanya ruang isolasi bag mahasiswa yang sudah mengikuti ujian, mereka

masih bisa ketemu dan cerita tentang soal yang diujikan.

6) Visualisasi video tentang tindakan/skill dinilai membantu pembelajaran penguasaan

skill

Video, menurut partisipan, sangat membantu mahasiswa dalam meningkatkan

kemampuan mahasiswa dalam penguasaan skill.

7) Tidak puas dengan OSCE yang ada

Secara umum, partisipan merasa belum cukup puas dengan pelaksanaan OSCE saat ini

karena masih banyak kekurangan disana-sini.

8) Skoring system yang tidak jelas, repot mengolah nilai, tidak dapat diumumkan segera

setelah ujian

Karena tidak ada panduan dan standar dalam memberikan skor nilai pada mahasiswa,

nilai antar penguji sering variasinya cukup tinggi. Hal ini dikerjakan secara manual

sehingga memerlukan waktu lama.

9) Terbatasnya sarana lab, tidak memungkinkan semua mahasiswa punya kesempatan

berlatih secara cukup

Partisipan juga menyadari bahwa kondisi keterbatasan lab saat masih membatasi

mahasiswa untuk berlatih mandiri di laboratorium, namun dengan segala keterbatasan,

tetap idealnya semua mahasiswa pernah mengalami melakukan apa-apa yang

direalisasikan.

10) Panduan, kesamaan persepsi dan dukungan kebijakan diperlukan

Page 18: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

17

Dengan tidak adanya format evaluasi yang jelas, menimbukan ketidaksamaan persepti

antar penguji. Oleh karennya, briefing diperlukan sebelum melaksanakan ujian. Hal ini

perlu didukung oleh kebijakan.

Perspektif pengelola lab terhadap OSCE

Pengelola laboratorium praktikum keperawatan mengemukakan kesan dan pemikiran

tersendiri tentang pelaksanaan OSCE, seperti terangkum berikut ini:

1) Bingung, kurang koordinasi, berakibat pada pengelolaan OSCE yang kurang baik

Koordinator mata kuliah yang akan melakukan ujian OSCE kadang kurang koordinasi

dengan petugas lab, sehingga menyulitkan pengaturan lab.

2) Syarat peserta ujian dan aturan ujian yang tidak jelas menyebabkan kesulitan

mengontrol mahasiswa

Tidak jelasnya criteria mahasiswa yang boleh ikut ujian, menyebabkan kesulitan

mengontrol mahasiswa terutama antara yang boleh mengikuti ujian sama yang tidak.

Hasil observasi

Observasi pada salah satu kegiatan OSCE, 13 Mei 2011, OSCE pada sistem

endokrin, penguji: 5 orang, mahasiswa: 150 orang, 10 station, 5 skill (1 skill di 2 station), 1

penguji menguji 30 mahasiswa, mahasiswa punya SOP, format penilaian berdasarkan SOP

tidak ada format khusus, tiap station kasusnya beda, 2 station untuk tindakan yang sama

tidak terpasang partisi/gordin, ketika putaran berlangsung terjadi kekisruhan karena alokasi

waktu tidak konsisten (harusnya @15 menit), kadang lama, kadang cepat, time keeper

sambil melakukan kegiatan lain juga sehingga tidak fokus menjaga waktu

Urutan kegiatan: Mahasiswa diminta masuk ruangan lab, dipersilahkan duduk di

kursi, diberi pengarahan, dibagikan kasus untuk dibaca, kemudian diinstruksikan menuju

station tertentu, selanjutnya mengikuti arah track yang dipasang dilantai. Suasana ruangan,

agak gaduh, crowded, peserta urutan pertama mendapatkan alat2 dalam keadaan siap,

peserta selanjutnya kadang harus membereskan dulu sehingga waktunya lebih lama

Jika peserta sudah selesai di satu station, sedangkan di station berikutnya masih ada peserta

lain, peserta harus nunggu, bisa timbul “waiting list”. Selama pengarahan, dan mempelajari

kasus, beberapa peserta saling bertanya dan berdiskusi nambah suasana semakin gaduh

Hasil Lokakarya dan Perumusan Model Tentative

Page 19: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

18

Setelah menganalisis dan memahami situasi yang sedang tertjadi terkait pelaksanaan

OSCE di FIK Unpad, peneliti dan partisipan memandang perlu untuk membenahi model

pelaksanaan OSCE yang ada. Langkah pertama yang dilakukan untuk pembenahan model

tersebut adalah dengan membangun kapasitas (capacity building) penyelenggara OSCE

melalui peningkatan pengetahuan tentang OSCE. Untuk memenuhi hal tersebut,

dilaksanakan serangkaian lokakarya, meliputi:

1) Lokakarya pengembangan model OSCE

2) Lokakarya pembuatan soal da penguji OSCE

3) Lokakarya simulasi pasien

Setiap selesai lokakarya (lokakarya 1 dan 2), peserta dievaluasi melalui proses

refleksi dari Johns (1994, 1995), dimana partisipan diminta mendeskripsikan proses OSCE

yang terjadi, kemudian mengidentifikasi hal-hal yang dirasa masih kurang dan perlu

ditingkatkan, mengidentifikasi factor-faktor yang berpengaruh, merumuskan strategi

alternative berupa model tentative, dan mengidentifikasi hal-hal yang bisa dipelajari untuk

perbaikan selanjutnya. Dari proses tersebut didapatkan rumusan model tentative seperti

tergambarkan pada skema berikut:

Gambar 1: Model tentative pelaksanaan OSCE

Persiapan Pelaksanaan Evaluasi

Daftar kompetensi

Tujuan pembelajaran

SOP OSCE dan skill

Format evaluasi/nilai

Suplai alat dan kebutuhan

Ruangan

SDM penguji dan asisten

Peraturan

Pasien simulasi

Soal/kasus dan alur

Briefing

Disiplin

Mahasiswa

Penguji

Asisten

Penjaga waktu

Dukungan logistik

Stasion

Refleksi

Penilaian

Penentuan

kelulusan

(lulus/mengulang)

Dokumentasi

Umpan balik (Feedback)

Page 20: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

19

Model tesebut diuji coba pelaksanaannya dengan melibatkan 10 mahasiswa sebagai

narauji dan 10 penguji dibantu pasien simulasi dan asisten lab. Hasil uji coba menunjukkan

model tersebut bisa diimplementasikan dengan penambahan komponen berupa dukungan

kebijakkan dalam bentuk adanya Tim Evaluasi yang mewadahi Tim Pengembangan dan

pelaksanaan OSCE. Tim inilah yang diharapkan dilembagakan dalam bentuk struktur

organisasi dan selanjutnya bertanggungjawab dalam pengembangan, pelaksanaan, dan

evaluasi penyelenggaraan OSCE. Dengan demikian, model definitive dari pengembangan

OSCE terstandar seperti tergambar pada skema berikut:

Gambar 2: Model Pengembangan Standarisai OSCE

F. Pembahasan

Temuan penelitian ini mengungkap bahwa pada hasil pemahaman situasi diperoleh

pelaksanaan OSCE sudah dilaksanakan seiring dengan penerapan kurikulum berbasis

kompetensi. Pelaksanaa OSCE masih berupa adopsi yang belum didasari oleh pemahaman

yang komprehensif dari para pemangku kepentingan terutama penyelenggara. Hal ini telah

menimbulkan persepsi yang berbeda-beda terutama para penguji sehingga berdampak pada

hasil penilaian mahasiswa. Disamping itu, keterbatasan sumberdaya dan peralatan yang

Persiapan Pelaksanaan Evaluasi

Daftar kompetensi

Tujuan pembelajaran

SOP OSCE dan skill

Format evaluasi/nilai

Suplai alat dan kebutuhan

Ruangan

SDM penguji dan asisten

Peraturan

Pasien simulasi

Soal/kasus dan alur

Briefing

Disiplin

Mahasiswa

Penguji

Asisten

Penjaga waktu

Dukungan logistik

Stasion

Refleksi

Penilaian

Penentuan

kelulusan

(lulus/mengulang)

Dokumentasi

Umpan balik (Feedback)

Tim Evaluasi Pembelajaran Fakultas – Tim Pengembangan OSCE

Page 21: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

20

ada bisa berdampak pada kualitas hasil evaluasi yang pada gilirannya berdampak pada

kompetensi yang dicapai mahasiswa. Mitchell, et al (2010) menyarankan bahwa meskipun

banyak variasi model penilaian yang bisa menggunakan OSCE, namun eksplorasi dan

pengembangan bagaimana dan dimana model ujian ini tepat dilakukan, masih perlu

dilakukan agar cocok dengan pendidikan keperawatan.

Perspektif mahasiswa tentang pelkasanaa OSCE memperkuat fakta bahwa

pengelolaan OSCE yang tidak dilakukan dengan baik bisa berdampak pada tingkat stress

dan kebingungan mahasiswa. Mahasiswa umumnya tidak memahami makna dan hakikat

OSCE dalam kontek penilaian kompetensi hasil belajar, bagi mereka OSCE tidak ada

bedanya dengan ujian praktikum biasa. Hal ini tentunya akan mempengaruhi sikap atau

cara pikir yang masih menunjukkan fragmentasi belum terintegrasi. OSCE dibangun

berdasarkan pemikiran terintegrasi untuk pemecahan kasus-kasus klinis tertentu. Temuan

ini berbeda dengan temuan studi terdahulu yang mengungkap bahwa mahasiswa

memandang OSCE sebagai alat uji yang adil, bermakna, bisa mencakup pengetahuan dan

keterampilan yang luas, dan meminimalisir resiko kegagalan (El-Nemer & Kandeel, 2009).

Penguji merupakan komponen utama dalam penyelenggaraan OSCE (McCoy &

Merrick, 2001). Peran dan fungsi penguji sangatlah penting dalam menentukan tingkat

kompetensi mahasiswa. Oleh karena itu, penguji harus memiliki kompetensi menguji dan

integritas serta kompetensi bidang keahlian yang diujikan. Penyiapan kompetensi ini bisa

ditempuh dengan pelatihan atau pembekalan secara formal tentang tatacara dan

pengelolaan OSCE. Temuan penelitian ini menggarisbawahi bahwa penguji belum

dipersiapkan secara formal, tidak adanya standar penilaian, dan ditambah dengan beban

kerja yang berlebihan membuat OSCE tidah bisa berjalan seperti seharusnya. Hal ini bisa

berdampak pada validitas dan reliabilitas hasil uji OSCE. Sedangkan dari studi-studi

terdahulu terungkap bahwa penguji umumnya berpendapat model OSCE ini merupakan

model uji yang lebih valid dibanding yang konvensional (Ryan, Stevenson, & Hassel,

2007).

Keberhasilan penyelenggaraan OSCE juga tidak terlepas dari peran dan fungsi

tenaga pendukung seperti pengelola dan asisten laboratorium. Peran mereka sangat penting

terutama dalam persiapan ruangan, alat-alat, logistic termasuk konsumsi, dan mendukung

pelaksanaan OSCE agar berjalan dengan baik. Temuan penelitian menunjukkan bahwa,

tenaga pendukung memandang adanya ketidakjelasan dan ketidaktegasan aturan/tata tertib

sehingga mahasiswa sulit dikontrol. Disamping itu, kurangnya koordinasi antara

Page 22: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

21

penyelenggara dan pihak laboratorium sebagai penyedia tempat. Hal ini disebabkan karena

tidak terlembaganya penyelenggara OSCE yang saat ini lebih diserahkan ke koordinator

mata ajaran. Temuan ini mengisyaratkan perlunya lembaga yang formal dalam mengelola

dan mengembangkan model-model ujian, sehingga model uji OSCE bisa menunjukkan

kekuatannya dalam menilai kompetensi klinis mahasiswa seperti yang sudah dibuktikan

pada penelitian sebelumnya yang mengungkap bahwa OSCE merupakan alaat uji yang

handal dalam menilai kompetensi klinis mahasiswa dan memfasilitasi pembelajaran klinis

dalam pendidikan keperawatan (Ross, et al., 1988).

Pada tahapan-tahapan studi selanjutnya yaitu pengembangan tentative sampai

definitive model ditemukan bahwa, setelah melalui proses pemberdayaan melalui

lokakarya-lokakarya, diskusi, dan refleksi, partisipan sadar dan tergerak untuk meperbaiki

sutuasi yang ada kearah yang lebih baik. Rumusan model definitive merupakan hasil dari

ide-ide, pemikiran, reflesi, dan ujicoba nyata yang prosesnya cukup panjang dan

melelahkan. Namun dengan dihasilkannya model tersebut, bukti awal sudah bisa

menunjukkan hasil perbaikan dari model uji OSCE yang sebelumnya. Selanjutnya model

ini tinggal terus diterapkan dan dievaluasi, diberikan umpan balik, revisi dan

rekontekstualisasi sehingga bisa dihasilkan model yang betul-betul handal dan cocok untuk

mengukur kompetensi klinis mahasiswa keperawatan.

G. Simpulan dan Saran

Hasil penelitian ini menyimpulkan bawa model uji OSCE sudah diadopsi dan

diterapkan di Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad seiring dengan penerapan kurikulum

berbasis kompetensi. Adanya perbedaan persepsi dan pemahaman dari para pemangku

kepentingan terutama para penguji tentang penilaian dan penyelenggaraan OSCE,

merupakan hal lazim dalam proses awal adopsi sesuatu yang baru, hal ini diperberat

dengan tidak adanya pembangunan kapasitas yang komprehensif dalam penyelenggaraan

OSCE. Melalui serangkaian analisis kritis, refleksi, dan tindakan, penelitian ini telah

menghasilkan suatu model yang bisa dijadikan acual dalam penyelenggaraan OSCE di FIK

Unpad. Hasil penelitian ini merekomendasikan penataan dan pengembangan model uji

OSCE harus terus dilakukan untuk mendapatkan model yang betu-betul handal dan tepat

untuk menilai kompetensi klinis mahasiswa keperawatan. Untuk lebih memudahkan dan

menjamin keberlangsungan proses tersebut, Fakultas diasarankan melembagakan Tim

Evaluasi Pembelajaran yang didalamnya ada Tim Pengembangan OSCE. Penelitian-

Page 23: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

22

penelitian lanjutan masih diperlukan untuk menguji model ini dan mengukur efektifitasnya

dalam menilai kompetensi mahasiswa.

H. Penghargaan

Peneliti menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada

Pengelola Proyek HAPEQ khususnya komponen 2 atas hibah penelitian yang diberikan.

Terima kasih juga disampaikan kepada Pimpinan Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad serta

para partisipan dalam penelitan ini.

I. Daftar Pustaka

Ahmad, C., Ahmad, N., & Abu Bakar, R. (2009). Assessing nursing clinical skills

performance using objective structured clinical examination (OSCE) for open

distance learning students in Open University Malaysia Paper presented at the ICI9

- International Conference on Information.

El-Nemer, A., & Kandeel, N. (2009). Using OSCE as an assessment tool for clinical skills:

Nursing students' feedback. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 3,

2465-2472.

Holter, I. M., & Barcott, D. S. (1993). Action research: what is it? How has it been used

and how can it be used in nursing? Journal of Advanced Nursing, 18, 298-304.

Johns, C. (1994). Nuances of reflection. Journal of Clinical Nursing, 3(2), 71-74.

Johns, C. (1995). Framing learning through reflection within Carper's fundamental ways of

knowing in nursing. Journal of Advanced Nursing, 22, 226-234.

Kemmis, S., & McTaggart, R. (1988). The Action Research Planner. Victoria: Deakin

University Press.

McCoy, J. A., & Merrick, H. W. (2001). The objective structured clinical examination

Mitchell, M. L., Henderson, A., Groves, M., Dalton, M., & Nulty, D. (2010). The objective

structured clinical examination (OSCE): Optimising its value in the undergraduate

nursing curriculum. Retrieved from http://www98.griffith.edu.au/dspace/bitstream/

10072/28505/1/56208_1.pdf

Page 24: FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/Laplit-OSCE.pdf · kepada pasien baik secara individual maupun kelompok/komunitas, pengukuran

23

Polit, D. F., & Hungler, B. P. (1999). Nursing Research, Principal and Methods.

Philadelphia: Lippincott.

Reason, P., & Bradbury, H. (2001). Introduction: inquiry and participation in search of a

world worthy of human aspiration. In P. Reason & H. Bradbury (Eds.), Handbook

of action research, participative inquiry & practices (pp. 1-14). London: SAGE

Publications, Ltd.

Ross, M., Carrol, G., Knight, J., Chamberlain, M., Bourbonnais, F. F., & Linton, J. (1988).

Using the OSCE to measure clinical skills performance in nursing. Journal of

Advanced Nursing, 13, 45-56.

Ryan, S., Stevenson, K., & Hassel, A. B. (2007). Assessment of clinical nurse specialists in

rheumatology using an OSCE. Musculoskeletal Care, 5, 119-129.

Walsh, M., Bailey, P. H., & Koren, I. (2009). Objective structured clinical evaluation of

clinical competence: an integrative review Journal of Advanced Nursing, 65 (8),

1584-1595.

World Bank. (2008). Investing in Indonesia’s health: Challenges and opportunities for

future public spending Jakarta: The World Bank Office Jakarta.